View
839
Download
19
Category
Preview:
Citation preview
TRAGEDI MINAMATA DI JEPANG
(Disusun sebagai tugas Sains Dasar)
Oleh
Hanifah Atiya Budianto
1417051063
JURUSAN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangLingkungan adalah tempat makhluk hidup tinggal, beraktifitas, dan
tempat meneruskan kehidupannya. Namun, ketika teknologi semakin canggih dan populasi manusia meningkat, kegiatan manusia sebagai makhluk yang paling berpotensi untuk memegang peranan terhadap lingkungan, melakukan banyak penyimpangan dan tanpa adanya kesadaran untuk tetap menjaga lingkungan karena mereka hanya berfikir bagaimana cara berjuang untuk tetap hidup. Penyimpangan-penyimpangan dan manipulasi yang dilakukan oleh manusia itu akan menyebabkan berbagai dampak negatif, contohnya kerusakan alam, pencemaran lingkungan, dan punahnya populasi satwa dan fauna langka, dan yang lebih menakutkan adalah akibat dari manipulasi-manipulasi manusia itu sendiri yaitu, menggangu kesehatan dan menyebabkan kematian manusia itu sendiri dan orang lain. Dari sekian banyak kerusakan yang ada, yang paling sering terjadi adalah pencemaran alam, baik pencemaran udara, pencemaran air, maupun pencemaran tanah.Pencemaran air atau laut yang paling besar pernah terjadi pada teluk Minamata (Jepang) yang sangat banyak memakan korban. Pencemaran tersebut terjadi karena adanya logam berat merkuri yang mencemari lingkungan yang berasal dari PT Chisso yang memproduksi berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak. Dengan dukungan militer, industri ini merajai industri kimia, dan dengan leluasa membuang limbahnya ke teluk Minamata. Diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama tahun 1932-1968. Selain merkuri limbah PT Chisso juga berupa mangan. Thalium, dan Selenium., sehingga menyebabkan masalah yang sangat serius, terutama bagi masyarakat sekitar teluk tersebut. Penyakit yang ditimbulkan oleh pencemaran oleh teluk Minamata ini dikenal dengan nama penyakit Minamata. Penyakit minamata pertama ditemukan di Kumamoto tahun 1956, dan tahun 1968 Jepang menyatakan penyakit ini disebabkan pencemaran pabrik Chisso Co. Ltd. Penyakit Minamata terjadi akibat banyak mengkonsumsi ikan dan kerang dari Teluk Minamata yang tercemar Methyl-Hg atau disebut metil merkuri (methylmercury). Metil merkuri yang masuk tubuh manusia akan menyerang sistem saraf pusat, akibatnya terjadi degenerasi sel-sel syaraf pada otak kecil, sarung selaput syaraf dan bagian otak yang mengatur penglihatan. Penderitanya mengalami kesemutan (paresthesia), gangguan bicara, hilang daya ingat, ataxia dan kelainan syaraf lainnya. Gejala-gejala dapat berkembang lebih buruk menjadi seperti kesulitan menelan, kelumpuhan, kerusakan otak, dan kematian. Penderita kronis penyakit ini mengalami sakit kepala, sering lelah, hilang indera perasa dan penciuman, dan menjadi pelupa. Para penderita penyakit Minamata, menunjukan kadar Merkuri antara 200 sampai 500 mikrogram per liter darahnya. Sementara batasan aman menurut WHO antara lima sampai 10 mikrogram Merkuri per liter darah. Penelitian dr. Masazumi Harada pada tahun 1968, menunjukan timbunan logam berat Merkuri ini, diturunkan dari ibu kepada bayinya melalui plasenta. Yang juga menarik, kasus diturunkannya kadar Merkuri dari ibu ke anak, ternyata hanya terjadi di kawasan Minamata.
Sangat tragis akibat yang terjadi karena pencemaran yang dilakukan oleh manusia itu sendiri, yang tak lain digunakan untuk mempertahankan hidup sehingga mengesampingkan hal-hal yang pada akhirnya akan berakibat sangat fatal. Dari kenyataan yang telah ada, apakah kita siap melihat saudara atau teman kita terserang minamata? Atau apakah kita rela generasi yang akan datang banyak yang menderita minamata? Apakah kita akan tetap membiarkan diri kita mengkonsumsi merkuri tiap hari? Apakah kita akan tetap membiarkan air yang mengalir dan masuk kedalam tubuh kita membawa merkuri yang pada akhirnya membuat anak cucu kita terlahir cacat?
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena penyusunan makalah tentang Kasus Minamata, Teluk Buyat, dan Munir ini dapat diselesaikan meskipun dalam bentuk sederhana. Shalawat dan salam juga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta junjungannya karena keindahannya budi pekerti yang menjadi suri teladan kita.
Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai ekspektasi yang diharapkan. Namun saya mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Penyakit minamata mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang. Penyakit minamata atau sindrom minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang di sebabkan oleh keracunan akut air raksa. Penyakit ini mewabah mulai tahun 1958, pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Mintamana Jepang. Ratusan orang mati akibat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf. Gejala sindrom ini seperti kesemutan pada kaki dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara dan pendengaran .
Minamata adalah kota Jepang 34.000 orang di pantai utara-barat dari Kumamoto Prefecture di pulau Kyushu. Itu terletak mengangkang sebuah sungai kecil yang bermuara ke Teluk Minamata, sebuah lengan Laut (Yatsushiro) semienclosed Shiranui. Laut ini adalah sekitar 50 mil panjang dan 10 mil lebar dan dipisahkan dari laut terbuka dengan rantai pulau pegunungan kecil.
Penyakit Minamata adalah nama yang diberikan untuk merkuri toksikosis (keracunan) yang berkembang pada orang yang makan makanan laut yang terkontaminasi diambil dari Teluk Minamata dan perairan pantai yang berdekatan dalam periode setelah Perang Dunia II. Selama ini, metil merkuri dibuang ke laut sebagai yang tidak diinginkan oleh-produk dari proses asetaldehida di pabrik Perusahaan Chisso Terbatas industri di Minamata.
Hampir empat puluh tahun telah berlalu sejak penyakit Minamata secara resmi diakui Mei 1956 tetapi, meskipun kebutuhan mendesak untuk bantuan korban dan pemulihan lahan perikanan, ini dan isu-isu lainnya masih tetap harus diselesaikan. Meskipun resolusi rumit oleh dispersi dan keragaman korban, respons yang lambat dan tidak lengkap terutama
disebabkan oleh tindakan individu dan organisasi yang bingung dan diseret keluar proses pemulihan keseluruhan.
Pada tanggal 31 Maret 1993, penghitungan resmi pemerintah korban dikonfirmasi adalah 2.255 (baik hidup maupun mati) dengan 2.376 orang lain yang masih berusaha untuk diklasifikasikan sebagai korban. Jumlah orang menolak sertifikasi telah meningkat menjadi 12.503.. Jumlah sebenarnya korban tidak diragukan lagi lebih besar dari angka resmi karena jumlah yang tidak diketahui orang meninggal akibat penyakit ini tanpa sertifikasi atau memilih untuk tidak mengajukan permohonan sertifikasi. Beberapa dokter memperkirakan bahwa setidaknya setengah dari 200.000 orang yang tinggal di sepanjang pantai Laut Shiranui di akhir 1950-an dipengaruhi oleh beberapa bentuk keracunan merkuri.
Pasien yang meninggal ketika penyakit memasuki stadium akut mengalami penderitaan yang tak tertandingi. Orang lain yang selamat membawa bekas luka fisik dan psikologis yang parah. Mereka yang memiliki gejala-gejala ringan seperti ataksia dan inersia sering juga menunjukkan tanda-tanda gangguan neurologis bersama-sama dengan gangguan intelektual. Penderitaan ini menghambat setiap aspek kehidupan sehari-hari mereka, termasuk hubungan kerja dan social. Sejumlah besar anak-anak yang diperoleh penyakit sebelum lahir melalui transfer melalui plasenta dari ibu.
Di atas semua, tidak ada kemungkinan untuk pemulihan sel-sel saraf yang dihancurkan oleh metil merkuri. Praktis tidak ada penelitian tentang cara kemungkinan pengobatan berlangsung. Korban utama dari penyakit Minamata tidak bisa mencari pekerjaan dan dipaksa untuk menanggung biaya medis dan keperawatan yang berat.
Biasanya, biaya ini dipindahkan ke keluarga korban karena saling membantu di antara anggota keluarga yang tradisional dalam komunitas ini. Akibatnya, banyak keluarga miskin harus mengikis bawah laras hanya untuk memenuhi kebutuhan. Pada akhir tahun 1959, hanya 43 persen dari rumah tangga dengan pasien penyakit Minamata menerima apapun bantuan publik. Seluruh rumah tangga dihadapkan dengan runtuhnya. Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, gejala suram penyakit Minamata yang belum pernah terjadi sebelumnya dan oleh karena itu sangat mengancam. Ini "penyakit aneh" ditakuti oleh penduduk dusun nelayan, yang berbalik melawan menderita karena mereka dianggap pembawa penyakit menular. Praktek pemerintah desinfektan dan mengisolasi pasien di rumah sakit diberikan alasan untuk ketakutan tersebut. Dengan demikian, pasien kehilangan dukungan dari komunitas yang biasanya ramah dan koperasi. Mereka kehilangan saling membantu dan keluarga mereka dikucilkan oleh tetangga.
Ketika penyebab penyakit Minamata akhirnya diidentifikasi, orang-orang yang tinggal di dekat, atau memancing di, area yang terkontaminasi berada di bawah tekanan yang lebih besar dari pihak luar. Fakta bahwa ikan adalah media di mana penyakit ini menyebar, melumpuhkan perikanan. Tidak hanya daerah tangkapan menurun karena polusi namun penjualan lokal menangkap ikan seluruhnya dilarang. Akibatnya, nelayan menjadi terobsesi oleh kemungkinan bahwa penyakit mungkin menyebar dan melakukan apa yang mereka bisa untuk menutup penyakit keluar dari kehidupan mereka.
Koperasi nelayan metodis diplot untuk menyembunyikan kasus baru keracunan. Keluarga dengan penyakit-orang menderita menjadi lebih dan lebih terasing dan terisolasi.
Satu fakta jelas bagi semua: lingkungan alam sedang terdegradasi. Bukti pencemaran laut jelas sebelum manusia turun dengan penyakit Minamata. Beberapa nelayan setempat berusaha memerangi tangkapan menurun dengan beralih ke teknik penangkapan ikan yang baru dan lokasi baru, tetapi mereka tidak bertemu dengan kesuksesan karena pencemaran tersebar luas. Akibatnya, banyak dijual perahu mereka dan mencari pekerjaan di pantai. Sejumlah besar orang lain pindah dari daerah. Migrasi luas korban account untuk fakta bahwa banyak tuntutan hukum diajukan terhadap Chisso, prefektur Kumamoto, dan pemerintah nasional oleh orang-orang yang tinggal di Osaka, Tokyo, Kyoto, Fukuoka, dan di tempat lain.
Penyakit Minamata khas dari polusi industri modern sejauh ia mewujudkan penyebaran geografis yang luas dari dampak dan korban. Selanjutnya, seperti bencana polusi industri lainnya, sebagian besar efek terkonsentrasi di bawah kelompok sosial ekonomi seperti buruh dari industri primer - dalam hal ini nelayan dan keluarga mereka. Pantai publik sangat terganggu, terutama yang menyediakan memancing dan kesempatan untuk berjalan-jalan liburan. Dengan kata lain, penyakit Minamata mempengaruhi hampir setiap elemen masyarakat setempat. Sebagian dari masalah ini tetap harus diselesaikan sebelum masalah pemulihan dapat dikatakan telah benar-benar diperhatikan.
Air merupakan kandungan terbesar didalam tubuh manusia. Maka dari itu, air mutlak dipenuhi untuk kelangsungan hidup manusia. Jika mutu air yang masuk ke dalam tubuh rendah, akan mempengaruhi kesehatan tubuh. Bahkan dapat menimbulkan penyakit. Air yang tercemar dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, penyakit kulit, kanker, minamata dan lain lain.
Kasus ini disebut tragedi Minamata atau disebut juga Minamata Disaster (1950). Logam berat akibat industrialisasi Jepang mencemari teluk tersebut, termasuk di dalamnya tercemar pula oleh Methyl Mercury. Tidak kurang, penduduk dari dua wilayah di pesisir Minamata, yaitu propinsi Kumamoto dan Kagoshima menjadi korban merkuri.
Penduduk yang mengalaminya memiliki penyakit aneh, tangan dan kaki mati rasa, kekuatan otot melemah, gangguan pada mata, gagap, gangguan pendengaran, lumpuh hingga pada level tertentu menyebabkan kematian. Dari beberapa video dokumen terlihat banyak korban berperilaku aneh, seperti gagap dan kejang kejang begitu pula seekor kucing yang jalan terseok-seok saat berjalan. Limbah merkuri yang di hasilkan oleh Chisso Corp tersebut telah menkontaminasi air laut sehingga membuat hasil tangkapan ikan menjadi terkontaminasi merkuri sehingga meracuni penduduk yang mengkonsumsinya. 50 tahun sudah kejadian tersebut berlalu, namun sampai saat ini kejadian tersebut masih belum terpecahkan ujar walikota kota Minamoto. Jumlah korban belum bisa di pastikan karena akan terus bertambah karena bersifat turun-menurun, namun sekitar 1.573 – 2.265 orang meninggal yang kesemuanya menderita keracunan merkuri, lebih lanjut masih banyak penduduk yang melaporkan kemungkinan terkena wabah ini dan
jumlahnya tidak sedikit, yaitu 21.021 orang. Dan mereka mengaku memiliki gejala gejala penyakit yang terlihat pada lengan, kaki dan sulit berkomunikasi. Pihak Chisso Corp sendiri selalu menolak untuk bertanggung jawab meskipun telah di tetapkan sebagai tersangka dan terus menyebarkan merkuri ke laut sepanjang 1956 – 1968, tentu saja perbuatan tersebut patut di kutuk karena telah menyengsarakan penduduk lokal hingga turun temurun dari generasi ke generasi.
Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan sistem syaraf, yang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri. Gejala yang timbul antara lain:
Gangguan saraf sensoris: Paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha.
Gangguan saraf motorik: lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, gerakan lambat, dan sulit berbicara.
Gangguan lain: gangguan mental, sakit kepala. Tremor pada otot merupakan gejala awal dari toksisitas merkuri tersebut.
Dari fakta-fakta tersebut diatas, kami ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada air laut tersebut ditinjau dari parameter dan kaidah-kaidah kimia lingkungan.
1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa saja sumber pencemaran air laut yang menyebabkan terjadinya tragedi
Minamata?
2. Bagaimana peredaran zat pencemar air laut yang menyebabkan terjadinya
tragedi Minamata?
3. Bagaimana tabiat (sifat kimia dan fisika) zat pencemar air laut yang
menyebabkan terjadinya tragedi Minamata?
4. Apa dampak yang diakibatkan oleh tragedi Minamata?
5. Bagaimana cara mengatasi permasalahan pencemaran air laut akibat
tragedi Minamata?
a. Bagaimana sumber-sumber pencemaran pada kasus minamata?
b. Bagaimana port entry kasus minamata?
c. Bagaimana BML minamata?
d. Bagaimana dampak kasus minamata pada lingkungan dan
manusian (Biomaker)?
e. Bagaimana upaya penanggulangan kasus minamata?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk membahas
pencemaran lingkungan di teluk Minamata yang diakibatkan oleh logam
berat akibat aktifitas manusia, yang menyebabkan dampak negatif
terhadap kesehatan masyarakat di sekitar teluk tersebut.
2. Tujuan khusus dari pembuatan paper ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah kimia lingkungan.
1.4. Manfaat
PEMBAHASAN
Pencemaran laut, adalah masuknya atau dimasukannya zat atau energi oleh manusia baik secara langsung maupun tak langsung ke dalam lingkungan laut yang menyebabkan efek merugikan karena merusak sumberdaya hayati, membahayakan kesehatan manusia, menghalangi aktivitas di laut termasuk perikanan, pariwisata, dll, serta menurunkan mutu air laut yang digunakan dan mengurangi kenyamanan di laut (GESAMP, Group of Experts on Scientific Aspects on Marine Pollution, 2002).Pencemaran umumnya berasal dari limbah rumah tangga, limbah pabrik, buangan termis, limbah pabrik bahan makanan dan limbah industri organik lain atau sisa-sisa pengolahan bahan organik. Demikian halnya dengan sampah-sampah yang non-biodegradable (tidak terurai) misalnya plastik, serat-serat sintetik, pestisida, minyak bumi, senyawa-senyawa logam berat dan senyawa-senyawa lain yang umumnya dihasilkan industri modern yang setiap saat bertambah banyak macamnya. Bahan pencemar ini jika terkontaminasi ke perairan akan terakumulasi dalam tubuh organisme (biomagnifikasi) kemudian akan terbawa ke dalam sistem rantai makanan yang dapat pula secara langsung mematikan organisme yang tak bisa mentolerirnya. Pada faktanya pencemaran tetap akan merugikan manusia sebagai (top predator) dalam sistem rantai makanan. Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan walaupun melewati berbagai perlakuan tetaplah merupakan sampah. Hal ini terus menumpuk seiring dengan berjalannya waktu, sampai pada suatu saat manusia menyadari dan merasakan dampak negatif yang diakibatkannya.
a. Definisi MercuryMercury merupakan suatu bahan pencemar yang sangat berbahaya, walaupun Mercury merupakan suatu nama yang bagus untuk didengar. Zat bernama Mercury (Hg) ini merupakan zat paling mudah untuk larut di dalam air, namun senyawa yang dihasilkan yaitu metal merkuri merupakan senyawa non polar yang tidak dapat larut dalam tubuh, sehingga menyebabkan pengendapan di dalam tubuh dan menyebabkan keracunan. Merkuri banyak digunakan dalam industri seperti termometer, tambal gigi, baterai, dan soda kaustik. Merkuri dapat pula bersenyawa dengan khlor, belerang, dan oksigen senyawa untuk membentuk garam merkurium yang sering digunakan dalam industri krim pemutih kulit. Ada tradisi beberapa masyarakat yang menggunakan karbon di dalam baterei untuk lantai rumahnya. Di alam, logam merkuri dapat ditransformasikan menjadi bentuk senyawa metil merkuri. Konsentrasi merkuri di udara biasanya rendah dan jarang menjadi sumber permasalahan, berbeda ketika memasuki perairan. Pada perairan merkuri dengan mudah berikatan dengan unsur kimia khlor. Ikatan dengan ion khlor akan membentuk merkuri anorganik yang mudah masuk ke dalam plankton dan dapat berpindah ke biota laut lain, seperti plankton, karang, ikan, dan sebagainya.
b. Tragedi MinamataSebenarnya, ada kasus pencemaran Mercury yang gaungnya sangat menghentak. Kasus ini disebut tragedi Minamata. Imbas dari industrialisasi di Jepang, membuat
Teluk Minamata menjadi bak sampah raksasa. Logam berat mencemari teluk cantik itu, termasuk di dalamnya tercemar pula oleh Methyl Mercury. Tak kurang, penduduk dari dua wilayah di pesisir Minamata, yaitu propinsi Kumamoto dan Kagoshima menjadi korban Mercury.
c. Geografis Teluk MinamataTeluk Minamata merupakan teluk kecil dengan luas 2,092,000 m persegi yang terletak di Laut Shiranui atau Laut Yatsushiro di pantai barat Pulau Kyushu. Lingkungan laut Shiranui (bagian utara) atau dikenal juga dengan laut Yatsushiro (bagian selatan) merupakan tempat dimana penyakit Minamata ditemukan. Laut Shiranui/Yatshusiro dengan area 1,200 km persegi adalah perairan semi tertutup yang dikelilingi dan berhadapan langsung dengan kepulauan Amakusa yang memiliki 120 pulau dengan 3 pulau terbesarnya yaitu Amakusa Shimosima, Amakusa Kamishima dan pulau Ohyano. Laut Shiranui ini terhubung dengan Laut Amakusanada yang merupakan bagian dari Lautan Cina Timur hanya dengan beberapa selat kecil dengan selat terbesarnya kurang lebih 1,5 km memisahkan antara pulau Amakusa Shimoshima dan pulau Nagashima. Laut Shiranui/Yatshushiro dikenal juga sebagai Laut Mediteranian-nya Jepang dan dahulunya melimpah dengan hasil laut seperti ikan, moluska. Usaha perikanan merupakan industri kunci di daerah ini dan sekurang-kurangnya 200,000 orang bekerja dalam usaha perikanan dan usaha yang terkait di sekitar laut tersebut. Bertahun-tahun lamanya penduduk disekitar laut tersebut hidup dari hasil laut Shiranui yang sekurang-kurangnya memakan ikan 500 gram sehari. Demikian halnya di sungai Agano, Niigata, (kasus kedua penyakit Minamata) penduduk setempat juga memakan ikan air tawar disana dalam jumlah yang banyak.Desa Minamata secara resmi dikenal pada tahun 1889, desa ini terletak di bagian selatan Kumamoto prefecture dan berbatasan langsung dengan Kagoshima Prefecture. Seiring dengan perkembangan desa dan pembangunannya, maka pada tahun 1949 Minamata telah berkembang menjadi sebuah kota. Pertengahan tahun 1908, perusahaan Sogi Electric dan Nippon Carbide bergabung membentuk Nippon Nitrogen Fertilizer (cikal bakal Chisso company) yang kemudian beroperasi pertama kali pada tahun 1932 dengan menggunakan acetaldehid (acetic acid facilities), dan di tahun 1941 memproduksi vinyl chloride. Di tahun 1950, Nippon Nitrogen Fertilizer menganti nama menjadi Shin Nippon Chisso Fertilizer Co., Ltd. Chisso berarti nitrogen, dan perusahaan ini merupakan perusahaan raksasa kimia terbesar di Jepang dan menguasai pasaran dunia sampai hari ini.
d. Penyebab Tragedi MinamataPenyakit Minamata pertama kali ditemukan di kota Minamata, Prefecture/Provinsi Kumamoto Japan di tahun 1956 (Minamata Disease Research Group; 1968, Harada M; 1995), dan berikutnya di temukan di Kota Niigata City, Niigata Prefecture, Japan, di tahun 1965 (Tsubaki T & Irukayama K; 1977). Kedua kasus ini dihubungkan dengan Merkuri (Hydragyricum : Hg) sebagai katalis yang umumnya digunakan dalam proses produksi asetaldehida (acetaldehyde). Asetaldehida (CH3COOH) digunakan sebagai bahan mentah untuk pembuatan produk seperti plastik, obat-obatan, cuka, fiber dan produk lain. Walaupun anorganik merkuri yang digunakan sebagai katalisator, namun sistemnya merubah bentuk anorganik merkuri tersebut menjadi organik (metil) merkuri. Dengan kata
lain merkuri anorganik dapat ter-metilasi menjadi merkuri organik di sedimen perairan. Pada biota laut merkuri anorganik mengalami perubahan menjadi merkuri organik (metil merkuri). selain itu kondisi asam dan kadar ozon pada perairan mendorong aktivitas bakteri mengubah merkuri menjadi metil merkuri.e. Dampak Pencemaran Teluk MinamataDengan demikian, organik (metil) merkuri telah terkontaminasi di perairan sekalipun yang dibuang adalah anorganik merkuri (National Institute of Minamata Disease, 2001). Kasus ini merupakan kasus pertama dimana Merkuri ditransfer masuk dalam rantai makanan dari lingkungan laut yang tercemar. Metil merkuri dan substansi racun lainnya yang telah terakumulasi pada ikan dan moluska. Ikan-ikan yang telah terkontaminasi menjadi ancaman kesehatan serius bagi manusia ketika rantai makanan itu menyambung ke manusia. Sekali berada dalam tubuh, metal merkuri sangat lambat tercuci. Oleh sebab itu, memakan ikan yang tercemar metil merkuri dengan dosis di bawah ambang pun, jika dilakukan dalam jangka waktu lama, akan meningkatkan jumlah merkuri di dalam tubuh.Pada tubuh manusia metil merkuri menyebar ke seluruh jaringan terutama darah dan otak. Sekitar 90 persen ditemukan dalam darah merah dan sisanya diekskresikan melalui empedu ke tinja juga urine. Metil merkuri memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui kulit, inhalasi (pernafasan) maupun lewat makanan. Bila masuk melalui kulit akan menyebabkan reaksi alergi kulit berupa iritasi kulit. Reaksinya tidak terlalu lama, cukup mandi beberapa kali pada air yang tercemar merkuri, kulit pun akan segera mengalami iritasi. Konsentrasi metil merkuri ditemukan pada ginjal, hati, dan otak. Selain itu juga nephritis, efek-efek saraf dan jantung. Pada keracunan akut dapat menimbulkan gangguan sistem saluran pencernaan dan pernafasan. Metil merkuri juga dapat menembus blood brain barrier dan menimbulkan kerusakan di otak. (Jusak Ratundelang Pahlano DAUD, 2004)Metil merkuri yang masuk tubuh manusia akan menyerang sistem saraf pusat, akibatnya terjadi degenerasi sel-sel syaraf pada otak kecil, sarung selaput syaraf dan bagian otak yang mengatur penglihatan. Penderitanya mengalami kesemutan (paresthesia), gangguan bicara, hilang daya ingat, ataxia dan kelainan syaraf lainnya. Gejala-gejala dapat berkembang lebih buruk menjadi seperti kesulitan menelan, kelumpuhan, kerusakan otak, dan kematian. Penderita kronis penyakit ini mengalami sakit kepala, sering lelah, hilang indera perasa dan penciuman, dan menjadi pelupa. Penyakit Minamata tidak menular atau menurun secara genetis. Selain itu, penyakit Minamata juga tidak dapat diobati, usaha perawatan sebatas mengurangi gejala dan terapi rehabilitasi fisik. (Tri Wahyuni, 2008).
b. Pengertian penyakit minamataMinamata adalah penyakit yang disebabkan keracunan metil merkuri dengan
akibat gangguan syaraf pusat dan otak kecil karena logam merkuri. Penyakit Minamata tidak menular atau menurun secara genetis. Selain itu, panyakit Minamata juga tidak dapat diobati, usaha perawatan sebatas mengurangi gejala dan terapi rehabilitasi fisik.
Penyakit Minamata atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa. Gejala-gejala sindrom ini seperti kesemutan pada kaki dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara dan pendengaran. Pada tingkatan
akut, gejala ini biasanya memburuk disertai dengan kelumpuhan, kegilaan, jatuh koma dan akhirnya mati.
Penyakit minamata mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang, yang merupakan daerah penyakit ini mewabah mulai tahun 1958. Pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Mintamana Jepang. Ratusan orang mati akitbat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf. Mengetahui hal tersebut, para ahli kesehatan menemukan masalah yang harus segera diamati dan dicari penyebabnya. Melalui pengamatan yang mendalam tentang gejala penyakit dan kebiasaan orang jepang, termasuk pola makan kemudian diambil suatu hipotesis. Hipotesisnya adalah bahwa penyakit tersebut mirip orang yang keracunan logam berat. Kemudian dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang Jepang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak. Dari hipotesis dan kebiasaan pola makan tesebut kemudian dilakukan eksperimen untuk mengetahui apakah ikan-ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam berat (merkuri). Kemudian di susun teori bahwa penyakit tesebut diakibatkan oleh keracunan logam merkuri yang terkandung pada ikan. Ikan tesebut mengandung merkuri akibat adanya orang atau pabrik yang membuang merkuri ke laut. Penelitian berlanjut dan akihirnya ditemukan bahwa sumber merkuri berasal dar pabrik batu baterai Chisso. Akhirnya pabrik tersebut ditutup dan harus membayar kerugian kepada penduduk Minamata kurang lebih dari 26,6 juta dolar.
c. Studi kasusPada tanggal 21 April 1956, seorang anak perempuan berumur 5 tahun 11
bulan diperiksa pada Bagian Anak Rumah Sakit Perusahaan Chisso. Gejala utamanya bersifat neurologik, termasuk adanya kesulitan berjalan dan berbicara, serta kejang-kejang. Pasien ini dikirim ke rumah sakit 2 hari kemudian, pada tanggal 23. Di hari yang sama ketika ia dikirim ke rumah sakit, adik perempuannya, 2 tahun 11 bulan, mulai mengalami kesulitan berjalan dan menggerakkan kakinya, serta mengeluhkan nyeri pada lutut dan jari-jarinya. Ia kemudian dibawa ke Bagian Anak pada tanggal 29, untuk pemeriksaan dengan gejala yang serupa dengan kakaknya.Daerah di mana pasien ditemukan pertama kali berada di ujung sebuah teluk kecil, di mana beberapa rumah berdiri berhimpit satu dengan yang lain. Diperoleh fakta ternyata tidak hanya kedua anak perempuan di atas yang mengalami gejala tersebut, tetapi tetangga mereka juga mengalaminya. Yang selanjutnya anggota keluarga yang lain jatuh sakit satu demi satu, sehingga pada akhirnya semua anggota keluarga terjangkit Penyakit Minamata. (Affan Enviro, 2005, Kasus Pencemaran Merkuri di Teluk Minamata Jepang,
2. Sumber-sumber pencemaranPencemaran umumnya berasal dari limbah rumah tangga, limbah pabrik,
buangan termis, limbah pabrik bahan makanan dan limbah industri organik lain atau sisa-sisa pengolahan bahan organik. Demikian halnya dengan sampah-sampah yang non-biodegradable (tidak terurai) misalnya plastik, serat-serat sintetik, pestisida, minyak bumi, senyawa-senyawa logam berat dan senyawa-senyawa lain yang umumnya dihasilkan industri modern yang setiap saat bertambah banyak macamnya. Bahan pencemar ini jika terkontaminasi ke perairan akan terakumulasi dalam tubuh organisme (biomagnifikasi) kemudian
akan terbawa ke dalam sistem rantai makanan yang dapat pula secara langsung mematikan organisme yang tak bisa mentolerirnya. Pada faktanya pencemaran tetap akan merugikan manusia sebagai (top predator) dalam sistem rantai makanan. Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan walaupun melewati berbagai perlakuan tetaplah merupakan sampah. Hal ini terus menumpuk seiring dengan berjalannya waktu, sampai pada suatu saat manusia menyadari dan merasakan dampak negatif yang diakibatkannya.
Penyakit pada manusia akibat polusi lingkungan tak pernah mengalami penjangkitan bersama secara tiba-tiba. Hal ini terjadi setelah mengalami perubahan-perubahan berjangka waktu lama pada lingkungan. Hal ini bisa dikatakan terjadi pula pada kasus Minamata. Di tempat ini, sekitar awal tahun 1925-1926, dampak pada industri perikanan telah muncul. Saat ini sudah dapat dipastikan bahwa Chisso (dulunya bernama Nitchitsu) merupakan sumber pencemarannya. Minamata disebut sebagai ”kota istana” dari Chisso (Shin Nihon Chisso Hiryo Kabushiki Kaisha atau New Japan Nitrogenous Fertilizer, Inc.). Pada tahun 1908, Nihon Carbide Company didirikan. Pada tahun yang sama, perusahaan itu mengadakan merger dengan Sogi Electric dan nama perusahaan itu berubah menjadi Nihon Chisso Hiryo Kabushiki Kaisha (Japan Nitrogenous Fertilizer, Inc.).
3. Porth the entryMerkuri metalik digunakan secara luas dalam industri, diantaranya sebagai katoda dalam elektrolisis natrium klorida untuk menghasilkan soda kautik (NaOH) dan gas klorin. Logam ini juga digunakan proses ektraksi logam mulia, terutama ekstraksi emas dari bijihnya, digunakan juga sebagai katalis dalam industri kimia serta sebagai zat anti kusam dalam cat. Merkuri metalik dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Termometer merkuri yang pecah merupakan salah satu contohnya. Ketika termometer pecah, sebagian dari merkuri menguap ke udara. Merkuri metalik tersebut dapat terhirup oleh manusia yang berada di dekatnya.
Merkuri metalik larut dalam lemak dan didistribusikan keseluruh tubuh. Merkuri metalik dapat menembus Blood-Brain Barier (B3) atau Plasenta Barier. Keduanya merupakan selaput yang melindungi otak atau janin dari senyawa yang membahayakan. Setelah menembus Blood-Brain Barier, merkuri metalik akan terakumulasi dalam otak. Sedangkan merkuri yang menembus Placenta Barier akan merusak pertumbuhan dan perkembangan janin.
4. BML standar merkuriDi teluk minamata, Sedimen kerang mengandung 10-100 ppm metil
merkuri. Konsentrasi merkuri yang tinggi ditemukan pada ikan dan kerang-kerangan yang berasal dari Teluk Minamata, dan menyebabkan Penyakit Minamata pada tikus dan kucing percobaan. Mereka memiliki kandungan merkuri antara 20-40 ppm, yang memperkuat dugaan bahwa merkuri telah menyebar luas pada area Laut Shiranui. Standar nasional merkuri yang diperbolehkan di lingkungan saat ini adalah 1,0 ppm. Selain itu, Para penderita penyakit Minamata, menunjukan kadar Merkuri antara 200 sampai 500 mikrogram per liter darahnya. Sementara batasan aman menurut WHO adalah antara lima sampai 10 mikrogram Merkuri per liter darah.
2.1 Sumber Pencemaran Air Laut yang Menyebabkan Terjadinya Tragedi MinamataMinamata adalah sebuah desa kecil yang menghadap ke laut Shiranui, bagian
selatan Jepang sebagian besar penduduknya hidup sebagai nelayan, dan merupakan pengkonsumsi ikan cukup tinggi, yaitu 286-410gram/hari.
Tahun 1908 berdiri PT Chisso dengan Motto “dahulukan Keuntungan” perkembangannya pada tahun 1932 Industri ini berkembang dan memproduksi berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak, dengan dukungan militer industri ini merajai industri kimia, dan dengan leluasa membuang limbahnya ke teluk Minamata diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama tahun 1932-1968, selain merkuri limbah PT Chisso juga berupa mangan. Thalium, dan Selenium.
Bencana mulai nampak pada tahun 1949 ketika hasil tangkapan mulai menurun drastis ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi habitat ikan yang menjadi andalan nelayan Minamata.
Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari teluk Minamata mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan air liur beberapa saat kemudian kucing ini mati.
Tahun 1956 adanya laporan kasus gadis berusia 5 tahun yang menderita gejala kerusakan otak, gangguan bicara, dan hilangnya keseimbangan sehingga tidak dapat berjalan. Menyusul kemudian adalah adik dan empat orang tetangganya, penyakit ini kemudian oleh Dr. Hosokawa disebut sebagai Minamata disease.
Pada tahun 1958 terdapat bukti bahwa penyakit Minamata disebabkan oleh keracunan Methyl-Hg, hal ini ditunjukkan dengan kucing yang mengalami kejang dan disusul kematian setelah diberi makan Methyl-Hg. Pada tahun 1960 bukti menyebutkan bahwa PT Chisso memiliki andil besar dalam tragedi Minamata, karena ditemukan Methyl-Hg dari ekstrak kerang dari teluk Minamata, sedimen habitat kerang tersebut mengandung 10-100 ppm Methyl-Hg, sedang di dasar kanal pembuangan pabrik Chisso mencapai 2000 ppm. Pada tahun 1968 pemerintah secara resmi mengakui bahwa pencemaran dari pabrik Chisso sebagai sumber penyakit Minamata.
2.2 Peredaran Zat Pencemar Air Laut yang Menyebabkan Terjadinya Tragedi MinamataPeristiwa ini dimulai di Minamata, sebuah desa kecil yang menghadap ke laut
Shiranui, provinsi Kumamoto, bagian selatan Jepang, dimana sebagian besar penduduknya hidup sebagai nelayan, dan merupakan pengkonsumsi ikan yang dukup tinggi, yaitu 286-460 gram per hari.
Masalah dimulai ketika tahun 1908 berdiri PT Chisso dengan slogan “dahulukan keuntungan”. Pada tahun 1932 industri ini berkembang dan memproduksi berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak. Dengan dukungan militer, industri ini merajai industri kimia, dan dengan leluasa membuang limbahnya ke teluk Minamata.
Selang beberapa lama, diketahui bahwa limbah industry ini berupa Merkuri (Hydragyricum : Hg) yang digunakan sebagai katalis dalam proses produksi asetaldehida (acetaldehyde). Asetaldehida (CH3COOH) digunakan sebagai bahan mentah untuk pembuatan produk seperti plastik, obat-obatan, cuka, fiber dan produk lain. Walaupun anorganik merkuri yang digunakan sebagai katalisator, namun sistemnya merubah bentuk anorganik merkuri tersebut menjadi organik (metil) merkuri. Dengan kata lain merkuri anorganik dapat ter-metilasi menjadi merkuri organik di sedimen perairan. Pada biota laut merkuri anorganik mengalami perubahan menjadi merkuri organik (metil merkuri). Selain itu kondisi asam dan kadar ozon pada perairan mendorong aktivitas bakteri mengubah merkuri menjadi metil merkuri.
Limbah yang dibuang ke teluk Minamata juga tidak terhitung sedikit, diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama 1932-1968, selain merkuri, terdapat juga mangan, thalium, dan selenium dalam limbah yang dibuang. Tanda-tanda keracunan mulai terlihat pada tahun 1949 ketika hasil tangkapan mulai menurun drastis, yang ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi habitat ikan yang menjadi andalan nelayan. Tanda-tanda keracunan juga terlihat pada beberapa hewan yang memakan ikan hasil tangkapan nelayan. Beberapa ekor kucing yang memakan ikan tersebut mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan air liur, yang beberapa saat kemudian kucing tersebut mati.
Metil merkuri dapat memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui kulit, inhalasi (pernafasan) maupun lewat makanan. Pada kasus ini Merkuri ditransfer masuk dalam rantai makanan melalui bioakumulasi di lingkungan laut yang tercemar. Ikan atau hewan air lainnya yang tercemar merkuri melalui makanan atau insangnya. Metil merkuri dan substansi racun lainnya yang telah terakumulasi pada ikan dan moluska. Ikan-ikan berukuran besar seperti Tuna dan Swordfish yang hidup di laut tercemar biasanya mengandung akumulasi metil merkuri lebih banyak. Hewan air tersebut masuk dalam rantai makanan dan dimakan oleh predator di atasnya, dan akhirnya sampai pada puncak pada rantai makanan, yaitu manusia. Ikan-ikan yang telah terkontaminasi ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia ketika rantai makanan itu menyambung ke manusia. Merkuri akan meracuni manusia saat kadarnya melebihi kadar normal dalam darah (sekitar 0,04 ppm). Namun, sekali berada dalam tubuh, metil merkuri sangat lambat tercuci dan akan terakumulasi dalam tubuh. Oleh sebab itu, memakan ikan yang tercemar metil merkuri dengan dosis di bawah ambang pun, jika dilakukan dalam jangka waktu lama, akan meningkatkan jumlah merkuri di dalam tubuh.
Merkuri yang terlarut dalam pembuluh darah setelah ikan dicerna oleh sistem pencernaan manusia akan sampai ke ginjal, dimana senyawa anorganik merkuri akan berpengaruh pada ginjal, sedangkan saat sampai pada susunan saraf, giliran metil merkuri dan etil merkuri yang akan mempengaruhi susunan saraf. Senyawa merkuri dapat dicerna dan terlarut dalam darah karena senyawa bersifat lipofilik, sehingga terlarut dalam lemak yang terkandung dalam ikan, dan dapat masuk dalam peredaran darah sekaligus dapat meracuni darah dan otak.
2.3 Sifat Kimia dan Fisika Raksa (Hg)
1. Sumber mineral yang mengandung raksa:
a. Sinabar (HgS)
b. Metasinabarit
c. Kalomel
d. Terlinguait
e. Eglestonit
f. Montroidit
2. Sumber yang menghasilkan Raksa dengan cara diekstraksi:
a. Bijih air raksa yang terpenting hanyalah Sinabar (HgS), Sinabar
dipanggang dan menghasilkan oksidanya yang pada gilirannya
terdekomposisi kira-kira pada suhu 500 oC maka raksa akan menguap.
HgS (s) + O2 (g) → Hg (g) + SO2 (g)
b. Proses lain untuk mengurangi emisi SO2(g) ialah dengan memanggang
HgS dengan Fe atau CaO
HgS (s) + Fe (s) → FeS (s) + Hg (g)
4 HgS (s) + 4 CaO (s) → 3 CaS (s) + CaSO4 (s) + 4 Hg (g)
Pemanggangan HgS tidak menghasilkan HgO karena HgO tidak stabil
pada suhu tinggi sehingga mengurai menjadi Hg (g) dan O2 (g).
c. Raksa yang masih terkotori oleh pengotor, dimurnikan dengan
mereaksikannya dengan larutan HNO3, larutan HNO3 akan
mengoksidasi hampir semua pengotor. Hasilnya yang tidak larut akan
mengambang ke permukaan cairan dan dapat diambil. Pemurnian
terakhir adalah melalui penyulingan. Raksa mudah diperoleh karena
kemurnian adalah yang paling tinggi dari kebanyakan logam
(99,9998% Hg atau lebih).
3. Sifat Fisika Raksa:
a. Berkilau seperti warna keperakan
b. Mempunyai titik leleh yang rendah 234.32 K (-38.83 °C, -37.89 °F)
c. Berujud cair pada suhu kamar (25 oC) dengan titik beku paling rendah
sekitar -39 oC.
d. Masih berujud cair pada suhu 396oC.
e. Hg punya densitas yang lebih besar dari beberapa logam yang lain.
densitas Hg sekitar 13.55 g/mL.
4. Sifat Kimia Raksa:
a. Memiliki daya hantar listrik yang tinggi
b. Bersifat diagmanetik (tidak dapat ditarik oleh magnet)
c. Memberikan uap monoatom dan mempunyai tekanan uap (1,3 x 10-
3 mm) pada suhu 20 oC.
d. Larut dalam cairan polar maupun tidak polar.
e. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan
dengan logam-logam yang lain.Karena penguapan dan toksisitas yang
tinggi, air raksa harus disimpan dalam kemasan tertutup dan ditangani
dalam ruang yang cukup pertukaran udaranya.
f. Sangat sedikit senyawa raksa yang larut dalam air, dan kebanyakan
tak terhidrasi.
g. Raksa mempunyai kecenderungan yang kecil untuk bergabung dengan
oksigen, oksida raksa (HgO) tidak mantap/tahan terhadap suhu.
h. Kebanyakan senyawa raksa bersifat kovalen. Kemantapan ikatan Hg –
C mengakibatkan banyaknya jumlah senyawa raksa organik. Halida
logam, kecuali HgF2, hanya sedikit terionisasi dalam larutan yang
mengandung H2O.
i. Raksa membentuk ion diatomik dengan ikatan kovalen logam-logam,
Hg22+.
j. Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan
dengan elemen lain seperti klorin (Cl ), sulfur atau oksigen. Senyawa-
senyawa ini biasa disebut garam-garam merkuri.
k. Senyawa merkuri organik terjadi ketika merkuri bertemu dengan
karbon atau organomerkuri. Banyak jenis organomerkuri, tetapi yang
paling populer adalah metilmerkuri (monometilmercuri) CH3—Hg—
COOH.
1.1. Dampak yang Diakibatkan oleh Tragedi Minamata
1. Pada lingkungan
Dampak kasus minamata pada lingkungan yaitu mencemari perairan
atau lautan diteluk minamata. Dimana minamata adalah sebuah desa yang
dikelilingi oleh lautan dan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai
nelayan. Merkuri mencemari perairan teluk minamata yang menyebabkan
semua biota yang ada diperairan itu terkontaminasi dengan merkuri.
Akibat pencemaran yang terjadi, timbul gejala-gejala aneh dan abnormal
pada hewan yang hidup di sekitar Teluk Minamata. Adapun gejala-gejala
tersebut yaitu :
1. Di Matageta, gurita, bandeng laut mengambang dan dapat ditangkap
dengan tangan
2. Rumput laut di Teluk Minamata berubah menjadi putih dan mulai
mengambang di permukaan
3. Kerang, tiram, kepah, siput, dll, banyak yang terbuka
4. Ganggang hijau, agar-agar, laver hijau, alaria dll memudar warnanya
tercerabut dan mengambang. Jumlah rumput laut menurun menjadi
hanya 1/3 jumlah sebelumnya
Untuk biomaker lingkungan bisa dilihat dengan uji laboratorium dari
hewan-hewan yang terkontaminasi oleh merkuri. Konsentrasi merkuri
yang tinggi ditemukan pada ikan dan kerang-kerangan yang berasal dari
Teluk Minamata, dan menyebabkan Penyakit Minamata pada tikus dan
kucing percobaan. Mereka memiliki kandungan merkuri antara 20-40 ppm
2. Dampaknya pada manusia.
Kasus minamata disebabkan oleh metil merkuri yang dihasilkan
dalam proses produksi asetaldehida dimana produksinya menggunakan
raksa () sebagai katalis. Metil raksa mengkontaminasi dan terakumulasi
pada ikan-ikan dan makhluk hidup lain yang ada di laut tersebut, sehingga
siapapun yang mengkonsumsi hasil laut itu akan mengalami
keracunan methyl mercury. Kasus ini merupakan kasus pertama yang
terjadi melalui rantai makanan dari polusi lingkungan.
Berdasarkan Prof. Tokumi yang telah meneliti kasus ini, tanda-tanda
keracunan mercuri pada kasus minamata ini ada berbagai macam. Dari
seluruh korban yang diperiksa 100% korban mengalami gangguan sensorik
dan penyempitan jarak pandang, 93,5% diantaranya mengalami gangguan
koordinasi, 88,2 % mengalami dysarthia, 85,3 % mengalami gangguan
pendengaran dan 75,8% mengalami gejala tremor. Selain itu, diantara
85,4% dari penderita juga mengalami ganguan dalam berjalan.
Pada tahun 1962 ditemukan bukti bahwa senyawa methyl mercury
juga akan bergerak melalui plasenta seperti halnya melalui pembuluh-
pembuluh darah. Sehingga dapat dipastikan bahwa senyawa ini akan
merusak otak fetal melalui plasenta dari ibu yang
terkontaminasi methyl mercury. Akibatnya terjadi kerusakan
pada cerebral, yang termasuk gangguan intelektual, gangguan
pertumbuhan, kesulitan dalam berbicara, kesulitan dalam bergerak
dll.kondisi ini disebut dengan Fetal Minamata Disease, yang diakibatkan
kerusakan pada saat kehamilan.. Ini dibuktikan dari penelitian, bahwa bayi
yang terkena logam dalam kandungan ibunya, akan dipengaruhi secara
berlebihan daripada ibunya. Faktor ini mengakibatkan beberapa warga
yang berasal dari Minamata enggan mengakui dirinya berasal dari
Minamata, karena takut tidak akan mendapatkan jodoh. Sekitar 9% dari
bayi yang baru lahir tersebut memiliki kandungan raksa dalam tubuhnya
yang sangat tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, semua anak
tersebut mengalami keterbelakangan mental, gangguan koordinasi,
gangguan pertumbuhan, chorea-ethetose dan dysarthia.
Untuk faktor usia, anak-anak lebih rentan diserang keracunan logam
merkuri daripada orang desawa. Hal ini disebabkan kepekaan dan tingkat
penyerapan dalam saluran pencernaan anak-anak yang lebih besar daripada
orang dewasa. Selain itu, pada anak-anak yang mempunyai berat badan
sangat kecil, lebih mudah diserang oleh racun logam. Faktor berat badan
pada anak-anak ternyata juga berpengaruh pada orang dewasa. Faktor-
faktor diet yang menyebabkan defisiensi protein, vitamin C, dan vitamin D
dapat meningkatkan resiko keracunan logam.
Secara patologis, kandungan raksa yang terlalu tinggi akan merusak
bagian kortial cerebrum dan cerebellum. Dengan kata lain pada bagian
pusat visual (calcarine areas), pusat motorik (precentral gyrus), pusat
sensorik (postcentral gyrus) dan pusat audiotorik (transverse temporal
gyrus)
Senyawa merkuri dapat larut dalam darah karena mempunyai sifat
lipofilik, sehingga dapat menuju ke berbagai sistem organ dalam tubuh,
dan menyebabkan gangguan pada sistem organ tersebut. Antara lain:
1. Pada Sistem Syaraf
Kasus Minamata ini juga menimbulkan gangguan syaraf yang
unik dan belum pernah ditemukan sebelumnya. Ganguan syaraf ini
mirip dengan gangguan pada syaraf peripheral. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan setelahnya, terdapat kemungkinan besar bahwa
gangguan syaraf tersebut tergolong dalam gangguan syaraf
pusat.Merkuri dapat dengan mudah dapat memasuki susunan syaraf dan
mengakibatkan keracunan pada bentuk metil merkuri (CH3Hg+), yang
biasanya masuk lewat pencernaan, yang mana telah mencerna ikan,
kerang, udang, maupun air dari perairan yang telah terkontaminasi.
Metil merkuri sendiri terbentuk dari reaksi antara merkuri dengan
metana yang terdapat di alam.
Metil merkuri yang masuk tubuh manusia akan menyerang sistem
saraf pusat, akibatnya terjadi degenerasi sel-sel syaraf pada otak kecil,
sarung selaput syaraf dan bagian otak yang mengatur penglihatan.
Gejala awal antara lain kaki dan tangan menjadi gemetar dan lemah,
kelelahan, telinga berdengung, kemampuan penglihatan melemah,
kehilangan pendengaran, bicara cadel dan gerakan menjadi tidak
terkendali. Beberapa penderita berat penyakit Minamata menjadi gila,
tidak sadarkan diri dan meninggal setelah sebulan menderita penyakit
ini.Penderitanya mengalami kesemutan (paresthesia), gangguan bicara,
hilang daya ingat, ataxia, rusaknya keseimbangan tubuh, tidak bisa
berkonsentrasi, tuli dan kelainan syaraf lainnya. Gejala-gejala dapat
berkembang lebih buruk menjadi seperti kesulitan menelan,
kelumpuhan, kerusakan otak, dan kematian. Ini dibuktikan dengan
adanya laporan pada tahun 1956, bahwa gadis berusia 5 tahun
menderita gejala kerusakan otak, gangguan bicara, dan hilangnya
keseimbangan sehingga tidak bisa berjalan.Penderita kronis penyakit ini
mengalami sakit kepala, sering lelah, hilang indera perasa dan
penciuman, dan menjadi pelupa. Penyakit Minamata tidak menular atau
menurun secara genetis. Selain itu, penyakit Minamata juga tidak dapat
diobati, usaha perawatan sebatas mengurangi gejala dan terapi
rehabilitasi fisik. (Tri Wahyuni, 2008).
2. Pada Ginjal
Resiko ginjal terserang keracunan merkuri cukup kecil, karena
hanya merkuri dalam bentuk logam saja yang dapat menyerang ginjal.
Itupun merupakan sisa dari dari ekskresi merkuri yang mengendap pada
ginjal. Tapi jika melihat fakta bahwa penduduk Minamata merupakan
pengkonsumsi ikan yang sangat tinggi, dan telah tercemar oleh merkuri,
maka keracunan pun tidak dapat dihindari. Ginjal yang diserang oleh
merkuri akan mengalami kerusakan, dan mengganggu sistem ekskresi
dalam tubuh. Seseorang masih beruntung jika hanya satu ginjal yang
diserang, karena setiap manusia dalam keadaan normal mempunyai dua
buah ginjal dalam tubuhnya. Tetapi jika terserang keduanya, maka
orang tersebut dinyatakan gagal ginjal, dan harus melakukan cuci darah
secara rutin, atau menerima donor ginjal dari orang lain untuk
mengganti ginjalnya yang rusak.
3. Pada Pernapasan
Dalam kasus Minamata, resiko untuk keracunan pada sistem
pernapasan cukup kecil, karena penyebab utama keracunan di
Minamata adalah penduduk yang terlalu banyak terpapar merkuri yang
terdapat pada ikan-ikan yang mereka makan setiap harinya. Sedangkan
cara untuk merkuri memasuki sistem pernapasan adalah melalui
uapnya, yang dapat berasal dari uap air raksa yang terhirup dalam
waktu lama dan terus menerus, sehingga merusak paru-paru. Kerusakan
paru-paru akan berujung pada kematian.
Akibat lain yang ditimbulkan pada keracunan merkuri selain
kerusakan organ adalah karsinogenisitas. Karsinogenisitas merupakan
pembengkakan pada jaringan tubuh (tumor). Tumor diakibatkan oleh
peningkatan kadar merkuri dalam jaringan tubuh. Sehingga tidak
mengherankan jika banyak dari warga Minamata yang keracunan merkuri
mengalami cacat fisik sepanjang hidupnya.
Jika melihat dari banyak hal yang terjadi pada kasus Minamata, dari
pembuangan limbah yang belum diolah dengan benar, yang langsung
dibuang ke perairan dimana perairan tersebut menjadi sumber kehidupan
bagi masyarakat sekitar. Sampai pada dampak yang ditimbulkan oleh
keracunan tersebut, seperti gangguan pada sistem organ yang sampai
berujung pada kematian, bisa diambil beberapa pelajaran, antara lain
pentingnya pengolahan limbah hasil industri, apalagi jika mengandung
logam-logam berat, seperti merkuri (Hg), mangan (Mn), selenium (Se),
dan thalium (Tl). Yang dapat mencemari perairan, sehingga menyebabkan
kerusakan ekosistem air dan keracunan bagi penduduk sekitar, yang
berupa cacat fisik permanen, sampai kematian.
Dengan demikian, organik (metil) merkuri telah terkontaminasi di perairan
sekalipun yang dibuang adalah anorganik merkuri (National Institute of
Minamata Disease, 2001). Kasus ini merupakan kasus pertama dimana
Merkuri ditransfer masuk dalam rantai makanan dari lingkungan laut yang
tercemar. Metil merkuri dan substansi racun lainnya yang telah
terakumulasi pada ikan dan moluska. Ikan-ikan yang telah terkontaminasi
menjadi ancaman kesehatan serius bagi manusia ketika rantai makanan itu
menyambung ke manusia. Sekali berada dalam tubuh, metal merkuri
sangat lambat tercuci. Oleh sebab itu, memakan ikan yang tercemar metil
merkuri dengan dosis di bawah ambang pun, jika dilakukan dalam jangka
waktu lama, akan meningkatkan jumlah merkuri di dalam tubuh.
Pada tubuh manusia metil merkuri menyebar ke seluruh jaringan
terutama darah dan otak. Sekitar 90 persen ditemukan dalam darah merah
dan sisanya diekskresikan melalui empedu ke tinja juga urine. Metil
merkuri memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui kulit,
inhalasi (pernafasan) maupun lewat makanan. Bila masuk melalui kulit
akan menyebabkan reaksi alergi kulit berupa iritasi kulit. Reaksinya tidak
terlalu lama, cukup mandi beberapa kali pada air yang tercemar merkuri,
kulit pun akan segera mengalami iritasi. Konsentrasi metil merkuri
ditemukan pada ginjal, hati, dan otak. Selain itu juga nephritis, efek-efek
saraf dan jantung. Pada keracunan akut dapat menimbulkan gangguan
sistem saluran pencernaan dan pernafasan. Metil merkuri juga dapat
menembus blood brain barrier dan menimbulkan kerusakan di otak. (Jusak
Ratundelang Pahlano DAUD, 2004)
Panyakit Minamata tidak dapat diobati, sehingga perawatan bagi
penderita hanya untuk mengurangi gejala dan terapi rehabilitasi fisik.
Disamping dampak kerusakan fisik, penderita Minamata juga mengalami
diskriminasi sosial dari masyarakat seperti dikucilkan, dilarang pergi
tempat umum dan sukar mendapatkan pasangan hidup.
Biomaker pada manusia dapat diketahui dengan melakukan uji
laboratorium pada organ tubuh manusia misalnya rambut, urin, dan darah.
Level tertinggi dari merkuri yang dideteksi pada rambut penderita penyakit
Minamata adalah 705 ppm.
Kadar merkuri yang besar juga dideteksi pada air seni penderita
Penyakit Minamata, berkisar antar 30-120 gamma per hari. Merkuri akan
meracuni manusia saat kadarnya melebihi kadar normal dalam darah
(sekitar 0,04 ppm).
2.5 Cara Mengatasi Permasalahan Pencemaran Air Laut Akibat Tragedi
Minamata
Berbagai usaha restorasi dan rehabilitasi lingkungan teluk Minamata
dan laut Shiranui pada umumnya untuk mencegah terus menyebarnya metil
merkuri tersebut ke rantai makanan dan manusia, sejak tahun 1970 untuk
merehabilitasi lingkungan. Usaha-usaha tersebut mencakup 5 kategori, yaitu
: (1) Kegiatan penelitian, (2) Peraturan-peraturan dan administrasi (3),
Pengobatan bagi korban, (4) Pemantauan merkuri dan bahan berbahaya
lainnya serta (5) Usaha perbaikan lingkungan.
Selain larangan bagi masyarakat untuk menangkap ikan di teluk ini,
program pembersihan sedimen dengan teknik remediasi dilakukan dari
tahun1974-1990. Limbah sedimen yang mengandung merkuri di teluk
Minamata diperkirakan sebanyak 70 - 150 ton. Sedimen yang ada di dasar
teluk Minamata tersebut di keruk dan ditaruh pada lokasi reklamasi
menggunakan pompa yang didesain khusus untuk mencegah kekeruhan di
saat penggerukan. Kemudian sedimen yang terkontaminasi tersebut
ditimbun lagi atau ditutupi dengan menggunakan tanah yang tidak
terkontaminasi secara hati-hati (diisolasi). Teknik remediasi ini dilakukan
aktif antara tahun 1983-1987 dan berakhir di tahun 1990, teknik ini teruji
efektif namun mahal dan memakan waktu serta dapat saja bocor dan
mencemari lingkungan lagi. Lewat program ini, merkuri yang
terkontaminasi di sedimen sebanyak 25 ppm di tahun 1977 menurun
menjadi 4,6 ppm (1990). Daerah yang direklamasi di teluk Minamata seluas
58 hektar dan menghabiskan anggaran 48 Milyar Yen. Chisso menanggung
lebih dari 30.5 Milyar yen dan sisanya ditanggung oleh pemerintah.
Berbagai alternatif teknik selain remidiasi dan imobilisasi dikaji untuk
digunakan seperti dengan treatment tanah atau air yang terpolusi baik secara
fisik atau kimia. Teknik ini lebih murah namun tidak berlaku umum, hanya
memindahkan dari polusi air ke polusi udara, dan tetap berpotensi
menimbulkan pencemaran lain. Teknik lainnya seperti fitoremediasi, yakni
dengan menggunakan tumbuhan penyerap metilmerkuri relatif murah dan
polutan yang telah terakumulasi dapat dikumpulkan dan digunakan bila
perlu. Namun proses ini relatif lambat dan belum cukup teruji serta
kemungkinan terjadi gangguan pada ekosistem.
Usaha lain yang dilakukan adalah measang jaring sebagai batas
mengelilingi mulut teluk untuk menangkap ikan yang terkontaminasi
(imobilisasi). Teknik ini cukup efektif serta lebih murah, namun gangguan
efek ekologis pada ekosistem tempat batas dipasang dapat saja terjadi.
Pemerintah telah mengizinkan kembali penangkapan ikan di teluk
Minamata di tahun 1997 dan menyatakan bahwa tingkat merkuri di Laut
Shiranui telah mencapai batas aman untuk dimakan. Bersama dengan
persetujuan nelayan setempat, jaring yang membatasi teluk Minamata
diangkat dan teluk Minamata dibuka kembali untuk umum. untuk pertama
kalinya dalam 24 tahun, penangkapan ikan dan promosi mengenai amannya
ikan dari teluk minamata dan Laut Shiranui pada umumnya dilakukan.
Namun masyarakat sudah tidak mau lagi mengkonsumsi ikan yang terdapat
di teluk Minamata.
Pencemaran air oleh merkuri dalam skala yang lebih kecil pun tidak
bisa diatasi hanya dengan cara penyaringan, koagulasi kopulasi,
pengendapan, atau pemberian tawas. Hal ini karena merkuri di air berbentuk
ion. Cara terbaik untuk menghilangkan merkuri dalam air ini adalah dengan
pertukaran ion. Yaitu mempergunakan suatu resin yang mampu mengikat
ion merkuri hingga menjadi jenuh, kemudian diregenerasi kembali dengan
penambahan suatu asam, sehinggaMercury bisa dinetralisir. Namun karena
biaya ionisasi ini sangat mahal, maka biaya termurah dan terbaik adalah
dengan mencegahmerkuri tidak masuk perairan. Cara lain, yaitu
penyulingan. Tapi setali tiga uang, biaya yang akan dikeluarkan untuk
penyulingan pun sangat mahal.
Penelitian tentang pengobatan keracunan merkuri sangat terbatas.
Akhir- akhir ini dapat digunakan chelators N-acetyl-D,L-
penicillamine (NAP), British Anti-Lewisite (BAL), 2,3-dimercapto-1-
propanesulfonic acid (DMPS), and dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pada
penelitian dengan sampel kecil dilakukan pada pekerja
yang terkontaminasi air raksa diberikan DMSA dan NAP. Obat ini bekerja
dengan cara memperkecil partikel air raksa,sehingga pengeluaran ke ginjal
bisa di tingkatkan.
Selain itu juga, suatu laporan yang dibuat oleh Enviromental
Protection Agency (EPA) memuat beberpa rekomedasi untuk mencegah
terjadinya pencemaran merkuri di lingkungan. Rekomendasi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pestisida alkil merkuri tidak boleh digunakan lagi.
2. Penggunaan pestisida yang menggunakan komponen merkuri lainnya
dibatasi untuk daerah-daerah tertentu.
3. Semua industri yang menggunkan merkuri harus membuang limbah
industri dengan terlebih dahulu mengurangi jumlah merkurinya sampai
batas normal.
Pelaksanaan rekomendasi tersebut tidak seluruhnya dapat
memecahkan masalah pencemaran merkuri di lingkungan. Pencemaran tetap
terjadinya pada lumpur di dasar sungai atau danau dan menghasilkan
CH3Hg+ yang dilepaskan ke badan air sekililingnya.
Kasus Minamata ini menjadi pelajaran yang sangat berarti bagi
masyarakat Jepang, khususnya Pemerintah Jepang. Pasca bencana
Minamata, secara bersama-sama masyarakat Minamata, kalangan industri,
pemerintah kota dan pemerintah Jepang melakukan perbaikan lingkungan
dengan upaya terpadu. Secara konsisten, seluruh industri diharuskan
mengolah limbah. Peraturan disusun dan dilaksanakan secara konsisten.
Pada saat bersamaan pemulihan lingkungan teluk Minamata dilakukan,
sehingga kualitas air di teluk Minamata kembali seperti sebelum
pencemaran. Limbah rumah tangga dari seluruh bangunan diolah secara
sungguh-sungguh, sehingga tidak ada lagi limbah industri dan limbah rumah
tangga yang mencemari perairan kota Minamata. Sejarah kemudian
mencatat, bahwa Minamata yang semula tercemar logam berat, kini menjadi
kota kualitas lingungannya baik, kota yang nyaman dan aman untuk
ditinggali.
Dalam kasus penyakit minamata, penanggulangan yang bisa dilakukan lain
yaitu :
1. Penutupan polutan dari sumber-sumber
Berkenaan dengan tanaman Chisso Minamata Co, Ltd, melalui
penyelesaian sistem sirkulasi yang sempurna pada tahun 1966, air
limbah yang mengandung senyawa methylmercury tidak pernah
diberhentikan di luar pabrik pada prinsipnya, dan sumber polutan itu
dihilangkan melalui penghentian produksi asetaldehida pada tahun
1968. In the Agano River basin the process of producing acetaldehyde
had already closed before Minamata Disease was discovered. Di basin
Sungai Agano proses produksi asetaldehida sudah ditutup sebelum
penyakit Minamata ditemukan.
2. Pengendalian limbah
Pada tahun 1969, drainase dari limbah pabrik yang mengandung
methylmercury ke Teluk Minamata regutated. Pada tahun 1970,
Undang-Undang Pengendalian Pencemaran Air diberlakukan, yang
dipaksakan kontrol pembuangan limbah air di semua daerah di Jepang,
dalam hubungannya dengan zat-zat beracun, misalnya, merkuri dan
cadmium. Selanjutnya, konversi metode produksi soda menyarankan
agar tanaman yang mungkin pembuangan merkuri selain Showa Denko
Chisso dan tanaman.
3. Pemulihan lingkungan
Karena cukup methylmercury tetap konsentrasi di bawah endapan
dari air yang terkait dengan daerah-daerah bahkan setelah pelepasan dari
senyawa methylmercury dihentikan, dalam rangka untuk menghilangkan
endapan dasar ini, 1974-1990, Prefektur Kumamoto dilakukan untuk
menangani proyek dengan sekitar 1.500.000 kubik meter dari bawah
sedimen dari Teluk Minamata yang mengandung merkuri lebih dari
standar penghapusan (25ppm dari total merkuri) dengan cara pengerukan
dan TPA, dan untuk membuat 58ha. TPA, dengan total biaya 48 miliar
yen (dari jumlah total, perusahaan yang bertanggung jawab menanggung
30.5 miliar yen). Pada tahun 1976, Prefektur Niigata dilakukan
pengerukan dasar sungai sedimen yang mengandung merkuri lebih dari
standar penghapusan drainase di sekitar outlet dari Showa Denko
tanaman oleh beban perusahaan yang bertanggung jawab.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa:
1. Di awal tahun 50an Teluk Minamata tercemar oleh limbah logam berat
Mercury yang berasal dari pabrik Chiso di kota Minamata propinsi
Kumamoto, Jepang.
2. Limbah mercury mencemari teluk Minamata, sehingga ikan dan kerang-
kerangan tercemar logam berat. Penduduk kota Minamata yang
mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan dari teluk Minamata menderita
sakit sehingga korban berjatuhan.
3. Tragedi Minamata disebabkan oleh limbah buangan perusahaan pupuk,
Chisso Corp yang mengandung logam berat, Raksa (Hg) atau merkuri
dan mencemari perairan disekitar perusahaan.
4. Merkuri ditransfer masuk dalam rantai makanan melalui bioakumulasi di
lingkungan laut yang tercemar.
5. Tabiat dari zat sumber pencemar pada Tragedi Minamata (yang diketahui
adalah Raksa) meliputi sumber mineralnya, yang paling banyak adalah
terdapat pada Sinabar (HgS), sumber ekstraksinya, dapat diekstraksi dari
Sinabar, memanggang HgS dengan Fe atau CaO agar emisi SO2 yang
dihasilkan dari pengekstrasian Sinabar dapat dikurangi. Sifat fisikanya,
raksa memiliki titik leleh rendah dan densitas yang lebih besar dari logam
lainnya, sedangkan sifat kimianya, raksa dapat membentuk senyawa
anorganik dan organik yang sama-sama beracun.
6. Pencemaran ini memberi dampak yang sangat buruk bagi kesehatan
manusia dan makhluk hidup di Teluk Minamata, terutama merkuri
menyerang sistem syaraf dan otak.
7. Cara mengatasi pencemaran merkuri di Teluk Minamata dan Laut
Shiranui membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama.
pengobatan kepada korban pun terus dilakukan dalam jangka waktu yang
lama.
3.2 Saran
Dengan pengalaman kerusakan akibat bencana dari kasus penyakit
Minamata ini menjadi awal sebagai titik balik untuk mengemban langkah-
langkah dalam melindungi lingkungan telah mengalami kemajuan yang
signifikan. Dari pengalaman yang terjadi di Jepang, dapat dijadikan sebagai
pelajaran bagi negara-negara lain khususnya Negara kita Indonesia untuk
lebih waspada dan peduli akan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, H. M. Nur 21. 2004. Teluk Buyat Menuju Teluk Minamata.
Suara merdeka,senin 4 april 2005 Sekelumit tentang Penyakit Minamata
Wahyuni, Tri. 16 mei 2008. Minamata. pantarhei filsafat UGM
Sari, Ilma Ranita. 2008. Tragedi Minamata.
Online.http://ilmatuhyaien. blogdetik.com/2010/10/30/paper-ilmu-
lingkungan/. diakses tanggal 14 Desember 2014.
Tim Wikipedia. Raksa. Online. http://wikipedia.org. diakses pada tanggal 14
Desember 2014.
-----. 2013. Paparan Mercury Melalui Konsumsi Ikan (Kasus Teluk
Minamata). Online. Http://fun-smile-blog.blogspot.com/2012/01/paparan-
merkuri-melalui-konsumsi-ikan.html. diakses tanggal 14 Desember 2014.
-----.2013. Mercury Poisoning.
Online.http://en.wikipedia.org/wiki/ Mercury_poisoning. diakses tanggal 14
Desember 2014.
http://rinaanwar92elf.blogspot.com/2012/12/kasus-minamata.html
Recommended