View
331
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 1
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik (Clinical Microsystem) Sistem Mikro Klinik (Clinical Microsystem) Dalam skema rantai efek peningkatan kualitas pelayanan kesehatan (Berwick, 2002), sistem mikro klinik menempati antara pasien dan sistem makro. Sistem makro, dengan demikian adalah kumpulan dari beberapa sistem mikro. Mari kita simak ilustrasi berikut ini. Sepasang suami istri, Ny. F. (18) dan Tn. M. (18) sedang menantikan kelahiran anak pertamanya yang kebetulan kembar. Ketika cukup bulan, Ny. F. mengalami kejang di rumah. Suaminya yang kebingungan segera membawa istrinya ke bidan yang membuka praktek dekat rumah mereka. Ibu bidan yang sedang menangani pasien lain meninggalkan pasien tersebut dan segera membawa Ny. F. ke Puskesmas terdekat. Di ruang gawat darurat, Ny. F. mendapatkan perawatan segera. Infus segera dipasang, obat anti kejang diberikan, dan direncanakan untuk transportasi ke rumah sakit daerah. Suaminya, Tn. M., diberi tahu untuk mempergunakan jaminan Jampersal. Bersamaan dengan proses itu, Puskesmas menghubungi rumah sakit daerah bahwa akan ada ibu hamil dengan kejang yang akan dikirim. Ketika Ny. F. tiba di rumah sakit, semua sudah siap. Dokter segera melakukan stabilisasi setelah transportasi di IGD, lalu mengirimnya ke kamar bedah untuk dilakukan pembedahan. Selesai pembedahan, Ny. F. dirawat di ruang perawatan. Kedua bayinya lahir sehat. Setelah beberapa hari perawatan, Ny. F. diperbolehkan pulang bersama dengan kedua bayinya. Perjalanan Ny. F. mulai dari kejang sampai dengan pulang dari rumah sakit digambarkan dengan alur seperti di bawah ini.
Grafik 1. Alur perjalanan Ny. F. mulai dari kejang sampai pulang dari rumah sakit.
Grafik di atas menunjukkan dua macam kotak, yaitu kotak berwarna putih dan kotak berwarna abu-‐abu. Kotak berwarna abu-‐abu menunjukkan proses di mana pasien bertemu dengan tenaga pelayanan kesehatan. Pertemuan dengan tenaga kesehatan pada tempat pelayanan kesehatan inilah yang disebut dengan sistem mikro klinik. Pada sistem mikro klinik inilah pertemuan terjadi antara tenaga kesehatan dan pasien dan/atau keluarga. Pada tempat yang sama juga terjadi berbagai keajaiban pengobatan dan kesalahan tragis dibuat (Nelson E. C., et al., 2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem mikro klinik adalah kelompok kecil orang yang bekerja bersama secara teratur untuk menyediakan pelayanan pada subpopulasi pasien tertentu. Di dalamnya terdapat tujuan klinis dan bisnis, proses-‐proses yang terhubung, dan lingkungan informasi yang terbagi untuk menghasilkan luaran kinerja. Sistem mikro
RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 2
berkembang dari waktu ke waktu dan sering kali merupakan bagian dari organisasi yang lebih besar. Sistem mikro klinik merupakan sistem adaptif dan karenanya perlu melakukan tugas utama sesuai tujuan utama, mempertemukan kebutuhan anggotanya, dan menjaganya sebagai unit klinis.
Grafik 2. Rantai efek dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan (Berwick, 2002).
Nampak dalam grafik di atas bahwa sistem mikro klinik berada dalam garis depan pelayanan kesehatan karena langsung bertemu dengan pasien dan/keluarganya sekaligus sebagai bagian dari suatu sistem makro. Pelayanan kesehatan yang paripurna disusun dari banyak sistem mikro klinis yang saling berkaitan.
Grafik 3. Kesembilan faktor sukses pada sistem mikro klinik (Nelson E. C., et al., 2002).
Sistem Mikro Klinik dengan Kinerja Tinggi Penelitian menunjukkan bahwa walaupun sistem mikro klinik yang kinerjanya tinggi memiliki elemen yang kompleks dan dinamis untuk menghasilkan kinerja yang superior, tidak ada satu karakteristik tunggal yang berkaitan dengan hasil sistemik bernilai tinggi (Nelson E. C., et al., 2002).
RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 3
Terdapat sembilan karakteristik penentu dalam semua sistem mikro klinik yang diteliti. Kesembilan karakteristik itu digambarkan dalam grafik di atas. Kesembilan karakteristik tersebut dikelompokkan dalam empat kelompok yang saling berinteraksi dengan dinamis. Selain kesembilan karakteristik tersebut, ada tiga karakteristik lain yang juga muncul dalam penelitian dalam konsistensi yang lebih rendah. Ketiganya adalah keselamatan pasien, pendidikan staf, dan lingkungan eksternal tempat sistem mikro klinik terletak. Kesembilan cakupan karakteristik sukses tersebut dijelaskan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Cakupan karakteristik kesuksesan pada sistem mikro klinik (Nelson E. C., et al., 2007).
Karakteristik Cakupan Karakteristik Kesuksesan
Kepemimpinan Peran kepemimpinan pada sistem mikro adalah menjaga keberlangsungan tujuan, menumbuhkan tujuan dan harapan yang jelas, membina budaya positif, dan mengadvokasi sistem mikro klinis pada organisasi yang lebih besar.
Dukungan Organisasi Organisasi yang lebih besar menyediakan pengenalan, informasi, dna sumber daya untuk memperkuat dan meligitimasi usaha sistem mikro.
Fokus pada Pasien Tujuan utama adalah memenuhi kebutuhan pasien: perawatan, didengarkan, pendidikan, respon terhadap kebutuhan, inovasi terkait kebutuhan pasien, layanan yang lancar, dan mengembangkan hubungan dengan komunitas dan sumber daya lain.
Fokus pada Staf Sistem mikro merekrut orang yang tepat, mengintegrasikan staf baru pada budaya dan peran kerja, dan sinkronisasi peran kerja dengan kompetensi. Staf mengharapkan kinerja, pendidikan berkelanjutan, pertumbuhan profesional, dan jaringan kerja.
Pendidikan dan Pelatihan
Harapan tinggi terhadap kinerja, pendidikan berkelanjutan, pertumbuhan profesional, dan jaringan kerja.
Saling Ketergantungan Interaksi antar staf berciri kepercayaan, kolaborasi, kemauan saling membantu, penghargaan, dan pengakuan pada semua yang secara individual berkontribusi pada tujuan bersama.
Informasi dan Teknologi Informasi
Informasi adalah esensial. Teknologi memugkinkan hubungan antara informasi dan pelayanan pasien dengan menyediakan akses kepada lingkungan yang kaya informasi. Teknologi memungkinkan komunikasi efektif dan berbagai kanal formal dan informal dipakai memastikan setiap orang dapat mengakses informasi setiap saat, membantu orang lain mendengarkan ide orang lain, dan memastikan setiap orang terhubungan pada topik yang penting.
Perbaikan Proses Atmosfer untuk pembelajaran dan redesain didukung oleh pengawasan perawatan yang berkelanjutan, penggunaan kaji banding, pengujian perubahan yang berulang, dan pemberdayaan staf untuk berinovasi.
Hasil Kinerja Kinerja berfokus pada luaran pasien, biaya yang bisa dihindari, melancarkan pelayanan, menggunakan data untuk umpan balik, mempromosikan kompetisi positif, dan diskusi terbuka megenai kinerja.
Memimpin Sistem Mikro Klinik Berbagai sistem mikro klinik yang diteliti menghasilkan tiga proses fundamental yang dibutuhkan bagi seorang pemimpin untuk kepentingan peningkatan mutu sistem mikro klinik yang dipimpinnya. Ketiga proses fundamental itu adalah: 1) membangun pengetahuan; 2) mengambil
RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 4
tindakan; dan 3) mengulas dan merefleksi (Batalden, Nelson, Mohr, Godfrey, Kosnik, & Ashling, 2003). Dalam tabel berikut disajikan berbagai kebiasaan baik yang dilakukan sesuai dengan ketiga proses fundamental tersebut. Tabel 2. Proses fundamental kepemimpinan sistem mikro klinik (Batalden, Nelson, Mohr, Godfrey, Kosnik, &
Ashling, 2003).
Proses Fundamental Berbagai Kebiasaan Baik yang Dilakukan
Membangun Pengetahuan
• Membangun pengetahuan mengenai struktur: organisasi dan bahasa yang dipakai; pengaturan fisik dan teknologi untuk membantu aliran pelayanan pasien; kebijakan kerja dan kebijakan terkait pelayanan pasien yang diinginkan dan yang dipraktekkan, hambatan kerja sehari-‐hari, dan dasar pengeatahuan maupun keterampilan yang diperlukan.
• Membangun pengetahuan mengenai proses: variasi yang tidak diinginkan dalam proses; metode meraih kinerja yang lebih baik; dan pengukuran dan pengawasan proses.
• Membangun pengetahuan mengenai pula, kebiasaan, dan tradisi yang mendukung pembelajaran dan kreativitas yang memungkinkan semua orang fokus pada pasien.
• Kepemimpinan memungkinkan staf memperhatikan proses kerja, pola interaksi, dan hubungan yang perlu diubah.
• Kepemimpinan memancing pertanyaan dengan memberi staf kesempatan untuk menanyai staf dan belajar dari respon yang diberikannya.
Mengambil Tindakan • Mengambil tindakan berarti: mewujudkan sesuatu, mengeksekusi rencana, dan membuat tujuan yang baik.
• Mengambil tindakan pada struktur untuk menciptakan dan mengubah pola hubungan vertikal, memiliki orang yang siap untuk berbagai proses berbeda dalam sistem mikro klinik, dan mengubah pengaturan fisik kerja bila ada halangan untuk aliran kerja optimal.
• Mengambil tindakan pada proses untuk mewujudkan sesuatu: menghormati secara hati-‐hati terhadap seluruh staf pada sistem mikro klinik.
• Mengambil tindakan pada pola kerja untuk memungkinkan fungsi kooperatif semua anggota sistem mikro dan mengenali saling ketergantungannya.
Mengulas dan Merefleksi
• Memiliki citra mengenai apa yang ingin dicapai sistem mikro klinik.
• Memiliki kejujuran untuk menanyakan: “Apakah pekerjaan selesai dilakukan,” dan “Apakah kebutuhan pasien dan luaran pekerjaan bisa bertemu?”
• Merefleksikan berarti menganalisis cara pelayanan dan proses kerja menghubungkan berbagai struktur dalam sistem mikro klinik.
Dalam memimpin proses peningkatan mutu, seorang pemimpin memerlukan hubungan yang baik dengan staf sistem mikro klinik yang dipimpinnya. Untuk menjadi pemimpin yang efektif, ada empat elemen penting yang bermain di sini, yaitu kepercayaan, saling menghormati, dukungan, dan komunikasi (Manion, 2011).
RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 5
Kepercayaan adalah komponen krusial dalam hubungan apapun. Untuk mendapatkan kepercayaan, seorang pemimpin memerlukan tiga bahan esensial, yaitu kompetensi, kongruensi, dan ketetapan. Kompetensi berarti pada pengikut harus percaya bahwa pemimpin mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Kongruensi berarti ada kesesuaian antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Terakhir, ketetapan merujuk bahwa pemimpin harus dapat dipercaya, dapat menjadi tempat bergantung, dan konsisten (Manion, 2011). Saling menghormati berarti memiliki kepercayaan terhadap, atau menghargai keterampilan maupun karakteristik orang lain. Dari sisi pemimpin, ada dua cara pemimpin menghargai staf. Cara pertama adalah penghargaan tak bersyarat dan cara kedua adalah penghargaan berbasis kinerja. Cara paling umum pemberian penghargaan pada orang lain adalah dengan menanyakan opini dan melibatkan dalam pengambilan keputusan (Manion, 2011). Dukungan adalah elemen ketiga yang penting diperhatikan. Mendukung berarti memelihara atau menyediakan penghidupan, suatu jalan dua arah dari pemimpin ke pengikut dan sebaliknya. Pemimpin dapat memberikan dukungan pada staf pada kejadian positif maupun pada kejadian negatif. Kejadian positif terjadi tiga sampai lima kali lebih sering pada seseorang daripada kejadian negatif (Manion, 2011). Terakhir, elemen penting untuk menjadi pemimpin efektif adalah komunikasi. Tidak ada pemimpin yang efektif tanpa komunikasi yang baik dengan orang lain. Ini memerlukan kemampuan komunikasi dan juga kemauan untuk berbincang pada masalah tersebut. Seorang pemimpin dapat saja sangat terampil namun tidak mau mengerjakan komunikasi yang dianggap membuang waktu (Manion, 2011). Menggunakan Siklus PDSA dan SDSA Model perbaikan atau improvement model perlu dipahami oleh seluruh anggota sistem mikro klinik untuk memahami jalan yang harus ditempuh dalam perjalanan peningkatan mutu. Model perbaikan menyediakan kerangka kerja untuk menguji ide yang dianggap dapat meningkatkan mutu. Model perbaikan terbagi menjadi dua, yaitu pertanyaan untuk membuat pekerjaan perbaikan menjadi fokus dan metode PDSA / Plan – Do – Study – Act (Nelson E. C., et al., 2007). Ketiga pertanyaan yang harus diajukan untuk menjelaskan perbaikan apa yang akan diuji adalah: 1) “Apa yang akan dicapai?” atau tujuan; 2) “Bagaimana kita tahu bahwa perubahan itu adalah perbaikan?” atau pengukuran; dan 3) “Apa perubahan yang dapat dibuat untuk mencapai perbaikan?” atau perubahan. Kedua, perubahan-‐perubahan yang direncanakan diuji dengan empat langkah yang dikenal sebagai metode PDSA / Plan – Do – Study – Act. Fokus metode PDSA adalah eksperimentasi, seperti misalnya menguji ide perubahan baru untuk melihat apakah ada hasil lebih baik darinya. Pada fase plan, dijelaskan tujuan dan perubahan spesifik yang akan diuji. Langkah ini menjelaskan persiapan yang harus diselesaikan sebelum pengujian dilakukan dan mempertimbangkan dampak baik maupun buruk. Pada fase do, pengujian telah dilakukan sebagai pengujian awal berdasarkan persiapan pada fase sebelumnya. Dalam fase ini, para staf yang terlibat harus melakukan pencatatan data baik kualitatif maupun kuantitatif atas penelitian pilot yang dilakukan. Dokumentasi harus mencakup kejadian yang tidak diduga, umpan balik staf terhadap perubahan yang diujikan, dan pengamatan terhadap hasil yang diukur. Fase study muncul setelah fase do selesai. Pada fase ini, analisis data dilakukan, refleksi terhadap hasil dikerjakan, dan mendengarkan pengalaman staf terhadap penelitian pilot perubahan yang dilakukan. Waktu untuk refleksi harus dialokasikan dengan baik. Data dan informasi yang dikumpulkan harus dievaluasi dan dibandingkan dengan apa yang diharapkan terjadi. Simpulkan pembelajaran yang didapatkan. Fase terakhir, act, muncul ketika pemimpin dan tim telah menentukan apakah ide yang telah diuji tersebut harus dimodifikasi atau dibatalkan mengingat hasil yang telah dicapai. Setelah pembelajaran yang dilakukan, apakah langkah selanjutnya? Ketika tim memutuskan langkah selanjutnya, entah memperbaiki, membatalkan, maupun mencoba pada skala lebih besar, siklus berikutnya akan dimulai.
RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 6
Grafik 4. Siklus plan -‐ do -‐ study -‐ act atau lazim dikenal sebagai PDSA (Nelson E. C., et al., 2007).
Bila fokus PDSA adalah eksperimentasi, fokus metode SDSA adalah standarisasi. Metode SDSA adalah singkatan dari standardize – do – study – act. Ide pokok di balik metode ini sederhana namun kuat. Lakukan siklus PDSA beberapa kali sampai mencapai hasil yang terukur sesuai tujuan awal. Sekali level kinerja ini tercapai, suatu standar baru harus diimplentasikan untuk memastikan cara ini dilakukan dengan tepat secara berkelanjutan. Untuk mencapainya, siklus SDSA dapat dilakukan (Nelson E. C., et al., 2007).
Grafik 5. Siklus standardize -‐ do -‐ study -‐ act atau lazim dikenal sebagai SDSA (Nelson E. C., et al., 2007).
Plan Objective; Questions and predictions; Plan to carry out the cycle.
Do Carry out the plan; Document problems & unexpected observations; Begin data analysis.
Study Complete data
analysis; Compare data to predictions; Summarize what
was learned.
Act What changes are to be made; Next cycle?
Standar-‐ dize How shall we standardize the process & embed it in daily work?; What type of environment can support standardization?
Do What are we learning as we do the standardization?; Any problem or surprises?
Study What have we
learned?; What do the measures show?; Are there needs for
change?
Act Do we need to
modify the standardization?; Design new PDSA.
RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 7
Pendekatan SDSA berfokus pada mempertahankan pencapaian yang telah dicapai selama pengulangan siklus PDSA sebelumnya. Walau demikian, setelah perubahan menjadi standar, hal ini bukanlah akhir cerita. Seiring waktu, teknologi baru ditemukan, tuntutan masyarakat berubah, dan lingkungan berevolusi. Selalu ada alasan bagi sistem mikro klinik untuk meningkatkan mutu pelayanan. Ketiga langkah: do – study – act antara siklus PDSA dan SDSA tidak banyak berbeda. Konteks antara pengujian ide dan standarisasi akan memerlukan penyesuaian, namun secara garis besar, apa-‐apa saja yang dilakukan sama. Perbedaan utama terjadi pada langkah standardize yang akan dijelaskan di bawah ini. Fase standardize dimulai dengan pembuatan diagram alir yang berisi siapa semestinya mengerjakan apa dan dengan urutan bagaimana. Diperlukan juga pertimbangan mengenai bagaimana bentuk lingkungan akan membantu jalannya proses dengan terpercaya dan konsisten. Apa saja kebiasaan-‐kebiasaan yang telah timbul selama implementasi proses PDSA sebelumnya? Pertanyaan-‐pertanyaan ini dapat membantu pemimpin dan staf menilik diri bagaimana menjaga perbaikan mutu ini dengan menggeser perubahan yang telah sukses ini menjadi kebiasaan baru. Kesimpulan Pendekatan sistem mikro klinik dapat diaplikasikan di semua institusi pelayanan kesehatan. Instalasi gawat darurat rumah sakit maupun klinik kebidanan Puskesmas adalah sistem mikro klinik. Penanggung jawab kualitas pelayanan kesehatan secara nasional sebenarnya adalah kinerja ribuan sistem mikro klinik ini, karena kinerja sistem makro tidak akan melebihi kinerja sistem mikro yang terdapat di dalamnya. Kepemimpinan efektif diperlukan dalam peningkatan mutu di sistem mikro klinis. Salah satu metode peningkatan mutu adalah menguji perubahan dengan siklus PDSA sampai tingkat keberhasilan yang diharapkan dilanjutkan dengan penerapan siklus SDSA. Penulis Artikel ini ditulis dr Robertus Arian Datusanantyo, M.P.H., alumni Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan terlibat dalam tim sister hospital RS Panti Rapih – RSUD Ende sejak Juli 2010. Artikel ini dipersiapkan untuk workshop pertama pembentukan learning centre di Kabupaten Ende sebagai salah satu bahan penyusun modul AriKae Puskesmas. Tulisan ini dimuat di situs Manajemen Rumah Sakit pada minggu ketiga April tahun 2015 dan dapat dilihat pada tautan berikut ini: http://manajemenrumahsakit.net/2015/04/memimpin-‐peningkatan-‐mutu-‐dengan-‐pendekatan-‐sistem-‐mikro-‐klinik-‐clinical-‐microsystem/ Daftar Bacaan Nelson, EC, Batalden, PB, Huber, TP, Johnson, JK, Godfrey, MM, Headrick, LA & Wasson, JH 2007, 'Success
Characteristics of High-‐Performing Microsystems: Learning From the Best', in Quality By Design: A Clinical Microsystem Approach, Jossey-‐Bass, San Fransisco.
Berwick, DM 2002, 'A user's manual for the IOM's 'Quality Chasm' report', Health Affairs, vol 21, no. 3, pp. 80-‐90.
Nelson, EC, Batalden, PB, Huber, TP, Mohr, JJ, Godfrey, MM, Headrick, LA & Wasson, JH 2002, 'Microsystems in Health Care: Part 1. Learning from High-‐Performing Front-‐Line Clinical Units', The Joint Commission Journal on Quality Improvement, vol 28, no. 9, pp. 472-‐493.
Batalden, PB, Nelson, EC, Mohr, JJ, Godfrey, MM,HTP, Kosnik, L & Ashling, K 2003, 'Microsystems in Health Care: Part 5. How Leaders Are Leading', Joint Commission Journal on Quality and Safety, vol 29, no. 6, pp. 297-‐308.
Manion, J 2011, From Management to Leadership: Strategies for Transforming Health Care, 3rd edn, Jossey-‐Bass, San Fransisco.
Recommended