22
ditunjukkan pada tabel 1. Pria yang mencapai kelima indikator gaya hidup sehat biasanya cenderung lebih tua dan memiliki pendidikan perguruan tinggi dan telah menikah/tinggal bersama, tetapi cenderung tidak memiliki riwayat keluarga dengan infakr myokardi dan penyakit kardiovaskuler lainnya jika dibandingkan dengan pria yang memiliki 0 atau 1 faktor gaya hidup. Kami membandingkan pria dengan informasi lengkap mengenai faktor-faktor gaya hidup dengan pria dengan informasi yang tidak lengkap untuk mengevaluasi perbedaan kualitatif antarkelompok. Mereka yang dieksklusi akibat informasi tidak lengkap lebih tua (usia rata-rata 63 tahun) dan cenderung memiliki diabetes (35%), tetapi tidak menempuh pendidikan di perguruan tinggi (10%) jika dibandingkan dengan pria yang memiliki data lengkap. Hubungan antara jumlah faktor gaya hidup sehat dan risiko stroke ditunjukkan pada tabel 2. Pria yang mencapai kelima faktor gaya hidup sehat memiliki risiko lebih rendah terkenal stroke sebanyak 72% dibandingkan dengan pria yang memiliki 0 atau 1 faktor saja. Penyesuaian lebih lanjut untuk riwayat hipertensi, kadar kolesterol tinggi, diabetes, gagal jantung, dan fibrilasi atrium tidak merubah hasil (risiko relatif kelima faktor VS 0-1 faktor = 0,30; confidence interval 95%; 0,15-0,61). Hubungan antara gaya hidup sehat dan risiko stroke 1

Web viewditunjukkan pada tabel 1. Pria yang mencapai kelima indikator gaya hidup sehat. biasanya cenderung lebih tua dan memiliki pendidikan perguruan tinggi dan telah

Embed Size (px)

Citation preview

ditunjukkan pada tabel 1. Pria yang mencapai kelima indikator gaya hidup sehatbiasanya cenderung lebih tua dan memiliki pendidikan perguruan tinggi dan telahmenikah/tinggal bersama, tetapi cenderung tidak memiliki riwayat keluargadengan infakr myokardi dan penyakit kardiovaskuler lainnya jika dibandingkandengan pria yang memiliki 0 atau 1 faktor gaya hidup. Kami membandingkan priadengan informasi lengkap mengenai faktor-faktor gaya hidup dengan pria denganinformasi yang tidak lengkap untuk mengevaluasi perbedaan kualitatifantarkelompok. Mereka yang dieksklusi akibat informasi tidak lengkap lebih tua(usia rata-rata 63 tahun) dan cenderung memiliki diabetes (35%), tetapi tidakmenempuh pendidikan di perguruan tinggi (10%) jika dibandingkan dengan priayang memiliki data lengkap.Hubungan antara jumlah faktor gaya hidup sehat dan risiko strokeditunjukkan pada tabel 2. Pria yang mencapai kelima faktor gaya hidup sehatmemiliki risiko lebih rendah terkenal stroke sebanyak 72% dibandingkan denganpria yang memiliki 0 atau 1 faktor saja. Penyesuaian lebih lanjut untuk riwayathipertensi, kadar kolesterol tinggi, diabetes, gagal jantung, dan fibrilasi atriumtidak merubah hasil (risiko relatif kelima faktor VS 0-1 faktor = 0,30; confidenceinterval 95%; 0,15-0,61). Hubungan antara gaya hidup sehat dan risiko strokeserupa untuk stroke iskemik dan strok hemoragik (tabel 2).Hasil untuk seluruh Cohort of Swedish Men (n=35,455) ditunjukkan dalamdata tambahan/lampiran (tabel e-1 dan e-2, serta figure e-1 di Neurology® Website di Neurology.org)

1

DISKUSI Dalam penelitian prospektif pada pria paruh baya dan lansia yangberisiko tinggi terkena stroke akibat penyakit kardiovaskuler lain ini, pola gayahidup sehat berhubungan dengan penurunan risiko stroke yang signifikan. Priayang mencapai kelima faktor gaya hidup sehat memiliki 72% risiko stroke lebihrendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki 0 atau 1 faktor saja.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya di masyarakat luas, risiko relatif(confidence interval 95%) stroke total pada orang-orang yang memiliki faktor-faktor gaya hidup sehat paling banyak dibandingkan dengan yang paling sedikitberkisar antara 0,21 (0,12-0,36) di Penelitian Kesehatan Perawat (Nurse’s HealthStudy) hingga 0,56 (0,30-1,05) di Penelitian Kesehatan Wanita (Women’s HealthStudy). Salah satu dari penelitian itu meneliti apakah hubungan antara gaya hidupsehat dan stroke dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko kardiovaskuler, termasukriwayat diabetes, hipertensi, dan kadar kolesterol total. Untuk stroke total, asosiasiterbalik antara jumlah faktor gaya hidup sehat dan risiko stroke didapatkan padasemuanya, baik yang memiliki riwayat diabetes, hipertensi, dan kadar kolesteroltinggi, maupun yang tidak. Penemuan ini konsisten dengan hasil penelitian kamiyang menunjukkan adanya reduksi risiko stroke dengan dicapainya pola gayahidup sehat pada pria yang telah memiliki penyakit kardiovaskuler. Penelitian lainmeneliti dampak gaya hidup sehat pada mortalitas setelah stroke danmengobservasi kombinasi kelima indikator gaya hidup sehat yang berhubungandengan mortalitas rendah penyakit kardiovaskuler dalam kaitannya dengan

2

respon-dosis.Kelebihan mayor dari penelitian ini adalah besarnya jumlah kasusinsidensi stroke dan follow-up yang hampir komplet dari partisipan melalui daftar-daftar populasi Swedia. Oleh karena sifatnya yang observasional, kami tidak dapatmengeksklusi kemungkinan bahwa hasil penelitian kami dipengaruhi olehvariabel perancu residual akibat faktor risiko yang tidak diukur atau keliru diukur.Penelitian ini juga dibatasi oleh ketergantungan pada laporan responden mengenaidiet dan gaya hidupnya, yang mana bisa saja keliru atau salah diklasifikasikan.Meski begitu, oleh karena desain penelitian yang prospektif, misklasifikasi bisajadi non-diferensial dan menyebabkan kelemahan estimasi risiko. Oleh karenafaktor gaya hidup hanya diperiksa satu kali saja, kami tidak mengetahui apakahpara partisipan terus menggunakan gaya hidup yang sama selama periode follow-up. Keterbatasan lainnya adalah bisa saja terjadi misklasifikasi pasien stroke.Terakhir, oleh karena penelitian kami sebagian besar dilakukan pada ras kaukasia,

hasil penelitian ini bisa saja tidak dapat digunakan pada populasi yang lebihheterogen.Hasil temuan penelitian prospektif ini menunjukkan bahwa pria denganrisiko tinggi terkena stroke dapat menurunkan risiko itu dengan mengadopsi gayahidup sehat. Meski kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan perilaku gayahidup sehat tampak kurang tegas dan mudah dicapai, kombinasi pola gaya hidupsehat memiliki dampak yang sangat besar terhadap risiko stroke.

ditunjukkan pada tabel 1. Pria yang mencapai kelima indikator gaya hidup sehat

3

biasanya cenderung lebih tua dan memiliki pendidikan perguruan tinggi dan telahmenikah/tinggal bersama, tetapi cenderung tidak memiliki riwayat keluargadengan infakr myokardi dan penyakit kardiovaskuler lainnya jika dibandingkandengan pria yang memiliki 0 atau 1 faktor gaya hidup. Kami membandingkan priadengan informasi lengkap mengenai faktor-faktor gaya hidup dengan pria denganinformasi yang tidak lengkap untuk mengevaluasi perbedaan kualitatifantarkelompok. Mereka yang dieksklusi akibat informasi tidak lengkap lebih tua(usia rata-rata 63 tahun) dan cenderung memiliki diabetes (35%), tetapi tidakmenempuh pendidikan di perguruan tinggi (10%) jika dibandingkan dengan priayang memiliki data lengkap.Hubungan antara jumlah faktor gaya hidup sehat dan risiko strokeditunjukkan pada tabel 2. Pria yang mencapai kelima faktor gaya hidup sehatmemiliki risiko lebih rendah terkenal stroke sebanyak 72% dibandingkan denganpria yang memiliki 0 atau 1 faktor saja. Penyesuaian lebih lanjut untuk riwayathipertensi, kadar kolesterol tinggi, diabetes, gagal jantung, dan fibrilasi atri

JUORNAL READING

“PRIMARY PREVENTION OF STROKE BY A HEALTHY LIFESTYLE IN A HIGH-RISK GROUP”

Dina Eva Arianti

Pencegahan Primer Stroke dengan Gaya Hidup Sehat pada Kelompok Berisiko Tinggi

4

ABSTRAK

Tujuan: Memeriksa dampak gaya hidup sehat pada pria berisiko tinggi terkena

stroke akibat penyakit atau kondisi kardiovaskular lain.

Metode: Studi populasi kami mencakup 11.450 pria dalam kohort pria-pria Swedia

(Cohort of Swedish Men) dengan riwayat hipertensi, kadar kolesterol tinggi, diabetes,

gagal jantung, atau fibrilasi atrium. Partisipan harus menyelesaikan kuesioner

mengenai diet dan gaya hidupnya dan bebas dari stroke serta penyakit iskemia

jantung saat baseline (1 Januari 1998). Kami mendefinisikan gaya hidup sehat

sebagai diet rendah risiko (buah dan sayur ≥5 porsi/hari dan daging olahan <30

g/hari), tidak merokok, beraktivitas fisik ≥150 menit/minggu, indeks massa tubuh

(IMT) antara 18,5 sampai 25 kg/m2, dan konsumsi alkohol ringan sampai moderat (>0

sampai ≥30 g/d). Kasus stroke dipastikan dengan mencocokkan data dengan Daftar

Pasien rawat Inap Nasional (National Inpatient Register) dan Daftar Penyebab

Kematian Swedia (Swedish Cause of Death Register).

Hasil: selama follow-up selama 9,8 tahun, kami memastikan adanya 1.062 kasus

stroke. Risiko stroke total dan tipe stroke tertentu menurun dengan semakin

banyaknya faktor-faktor gaya hidup sehat yang dimiliki. Risiko relatif multivariabel

total stroke untuk pria yang mencapai kelima faktor-faktor gaya hidup sehat

dibandingkan dengan pria yang mencapai 0 atau hanya 1 faktor adalah 0,28 (95%

confidence interval 0,14-0,55). Risiko relatif bagi stroke iskemik adalah 0,31

(confidence interval 95%) dan bagi strok hemoragik 0,32 (confience interval 0,04-

2,51).

Kesimpulan: gaya hidup sehat berhubungan dengan penurunan risiko stroke

bermakna pada pria berisiko tinggi terkena stroke.

Pencegahan primer terhadap stroke adalah hal yang terpenting karena

konsekuensi dari penyakit ini seringkali berat dan ireversibel. Stroke juga merupakan

5

penyebab terbanyak kedua kematian pada orang berusia lebih dari 60 tahun.

Merokok, kelebihan berat badan, tidak beraktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan diet

buruk merupakan faktor-faktor yang berkaitan dengan gaya hidup yang telah lama

diketahui meningkatkan risiko stroke. Hasil kombinasi dari beberapa faktor gaya

hidup yang dapat dimodifikasi menunjukkan penurunan risiko yang mengagumkan,

yaitu sebesar 44% sampai 79%. Meski begitu, hanya sedikit yang diketahui mengenai

dampak gaya hidup sehat terhadap risiko stroke pada orang dengan risiko tinggi

terkenal stroke akibat penyakit-penyakit kardiovaskular atau kondisi lainnya.

Kami meneliti hasil gabungan dari 5 indikator gaya hidup sehat (tidak

merokok, indeks massa tubuh sehat, aktivitas fisik, konsumsi alkohol moderat, dan

diet) pada insidensi total dan insidensi spesifik tipe stroke pada pria dengan risiko

tinggi terkena stroke akibat riwayat hipertensi, kadar kolesterol tinggi, diabetes, gagal

jantung, atau fibrilasi atrium.

METODE Populasi penelitian. Kami menggunakan data dari Cohort of Swedish Men

yang dibentuk pada musim semi 1997. Seluruh pria yang dilahirkan di antara tahun

1918 hingga 1952 dan tinggal di Vastmanland dan Orebo di Swedia tengah diberikan

kuesioner berisikan 350 pertanyaan. Sebanyak 48.850 pria (49% response rate)

mengembalikan kuesioner yang telah diisi lengkap. Partisipan merupakan

representasi populasi pria Swedia dalam hal distribusi usia, tingkat pendidikan, dan

prevalensi kelebihan berat badan.

Persetujuan protokol standar, registrasi, dan persetujuan pasien. Dewan Telaah

Etika Regional (Regional Ethical Review Board) di Karolinska Instituet di

Stockholm, Swedia, telah menyetujui penelitian ini. Pengembalian kuesioner yang

telah diisi dianggap sebagai informed consent.

Pemeriksaan gaya hidup dan faktor-faktor lainnya. Pada tahun 1997, seluruh

partisipan menyelesaikan kuesioner yang diisi oleh diri sendiri mengenai pendidikan,

status perkawinan, merokok, aktivitas fisik, berat badan, tinggi badan saat berusia 20

6

tahun, penggunaan aspirin, riwayat diabetes, riwayat keluarga dengan infark

myokardial sebelum usia 60 tahun, konsumsi alkohol, dan diet. Riwayat diabetes

didefinisikan sebagai diagnosis diabetes yang tercatat di Daftar Diabetes Nasional

Swedia atau Daftar Pasien Rawat Inap Nasional Swedia dan dilengkapi dengan

riwayat diabetes yang dilaporkan oleh pasien sendiri. Daftar Pasien Rawat Inap

Nasional juga memberikan data gagal jantung. Informasi mengenai riwayat hipertensi

dan kadar kolesterol tinggi didapatkan dari laporan pasien. Partisipan diminta untuk

melaporkan waktu yang mereka habiskan untuk berjalan/bersepeda (hampir tidak

pernah, <20 menit/hari, 20-40 menit/hari, 40-60 menit/hari, 1-1,5 jam/hari, atau ≥1,5

jam/hari) dan berolahraga (<1, 1, 2-3, 4-5, atau ≥5 jam/minggu). Kami menghitung

waktu luang total yang digunakan untuk aktivitas fisik dengan mengkombinasikan

menit dalam sehari yang digunakan untuk berjalan/bersepeda dan berolahraga dalam

setahun terakhir. IMT dihitung dari berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m)

dikuadratkan. Konsumsi rata-rata alkohol (etanol) dalam setahun terakhir dihitung

dengan mengalikan frekuensi konsumsi bir, anggur, dan minuman beralkohol lainnya

berdasarkan jumlah per konsumsi.

Diet diperiksa dengan menggunakan 96 pertanyaan mengenai frekuensi

makan (food-frequency questionnaire/FFQ), yang disusun khusus untuk memeriksa

diet pada orang Swedia. Melalui kuesioner ini, pasien melaporkan seberapa sering,

dalam rata-rata, mereka mengkonsumsi makanan dalam setahun terakhir. Ada 8

kategori yang telah ditetapkan, dimulai dari tidak pernah hingga ≥3 kali/hari. FFQ

mempunyai 4 pertanyaan mengenai konsumsi buah-buahan dan buah beri (apel/pir,

pisang, buah-buahan sitrus, dan beri), 11 pertanyaan mengenai sayur-mayur

(selada/sayuran hijau lainnya, bayam, kol, kembang kol, brokoli, wortel, beet,

tomat/jus tomat, paprika, kacang polong, dan campuran sayuran, dan 4 pertanyaan

mengenai daging olahan (sosis/hot dog, daging ham/salami/daging cincang proses,

liver pate, dan sosis darah). FFQ telah divalidasi untuk asupan gizi pada 248 pria

Swedia berusia 40-74 tahun yang tinggal di daerah penelitian. Koefisien korelasi rata-

7

rata Spearman antara estimasi FFQ dan rata-rata dari 14 wawancara ingatan 24 jam

terakhir adalah 0,65 untuk makronutrien dan 0,62 untuk mikronutrien.

Populasi untuk analisis. Di antara 48.850 pria di Cohort of Swedish Men, kami

mengeksklusi orang-orang yang Nomor Registrasi Nasional-nya salah atau tidak

memiliki Nomor Registrasi Nasional (n=297), memiliki riwayat kanker (n=2.592),

stroke (n=1.373), atau penyakit-penyakit jantung iskemik (n=4.123), dan yang sudah

meninggal (n=55) sebelum follow-up dimulai (1 Januari 1998). Setelah eksklusi lebih

lanjut dari 4.955 pria (12%) dengan informasi tidak lengkap mengenai indikator-

indikator gaya hidup sehat atau berat badannya kurang (underweight – IMT <18,5

kg/m2), tersisa 35.455 pria (berusia 45-79 tahun). Di antara mereka, 11.450 pria

memiliki riwayat hipertensi, kadar kolesterol tinggi, diabetes, gagal jantung, atau

fibrilasi atrium. Kelompok berisiko tinggi merupakan populasi penelitian untuk

analisis saat ini.

Definisi gaya hidup sehat. Kami mempertimbangkan 5 faktor gaya hidup: diet,

merokok, aktivitas fisik, IMT, dan konsumsi alkohol. Kami menyusun skor gaya

hidup sehat dengan mendikotomi masing-masing faktor gaya hidup ke dalam

alternatif gaya hidup sehat yang telah ditetapkan VS alternatif yang kurang sehat: diet

risiko rendah (buah dan sayur ≥5 porsi/hari dan/atau <30 g [0,5-1 porsi] daging

olahan per hari), merokok (tidak merokok [tidak pernah atau sudah berhenti] VS

masih merokok), aktivitas fisik (berjalan/bersepeda atau berolahraga ≥150

menit/minggu VS berjalan/bersepeda dan berolahraga <150 menit/minggu), IMT

(18,5-25 kg/m2 [berat badan normal] VS ≥ 25 kg/m2 [kelebihan berat badan-

overweight]), dan konsumsi alkohol (ringan hingga moderat [>0 sampai ≤30 g/d] VS

tidak mengkonsumsi alkohol atau peminum berat [>30 g/dl]. Poin total dari faktor-

faktor gaya hidup ini digunakan untuk menghitung skor gaya hidup sehat yang

berkisar antara 0 hingga 5. Oleh karena hanya ada sedikit kasus stroke (n=11) yang

tidak memenuhi faktor gaya hidup sehat manapun, kami mengkombinasikan pria

dengan 0 dan 1 faktor (kelompok referensi).

8

Memastikan kasus stroke. Tanggal diagnosis stroke diperoleh dari Daftar Pasien

Rawat Inap Nasional Swedia dan Daftar Penyebab Kematian Swedia. Sebuah studi

validasi untuk diagnosis stroke pada daftar-daftar ini menunjukkan bahwa 92%

pasien stroke diklasifikasikan dengan benar. Kami mengklasifikasikan tipe stroke

berdasarkan ICD-10: stroke iskemik (kode I63) dan stroke hemoragik (I60 dan I61).

Stroke yang tidak terklasifikasi (I64) hanya dimasukkan ke dalam analisis stroke

total.

Analisis statistik. Partisipan di-follow-up dari 1 Januari 1998 sampai tanggal

diagnosis stroke, tanggal kematian (data dari Daftar Penyebab Kematian Swedia),

atau berakhirnya follow-up (31 Desember 2008), manapun yang terjadi terlebih

dahulu. Risiko relatif dan 95% confidence interval diperkirakan menggunakan model

regresi hazard proporsional Cox. Semua analisis disesuaikan untuk usia (dalam bulan)

menggunakan stratifikasi model Cox. Semua model dikontrol menggunakan

pendidikan (kurang dari SMA, SMA, atau perguruan tinggi), status perkawinan

(belum menikah, menikah/tinggal bersama, bercerai, janda/duda), penggunaan aspirin

(tidak pernah, 1-6 tablet/minggu, atau ≥7 tablet/minggu), dan riwayat infark myokard

sebelum berusia 60 tahun di keluarga (ada atau tidak). Asumsi hazard proporsional

diuji menggunakan residu Schoenfeld dan hasilnya memuaskan. Semua analisis

statistik dilakukan menggunakan SAS (versi 9,3; Institut SAS, Cary, NC) atau Stata

(versi 12; StataCorp, College Station, TX). Nilai p (two sided) <0,05 dianggap

bermakna.

HASIL di antara 11.450 pria dengan riwayat hipertensi, kadar kolesterol tinggi,

diabetes, gagal jantung, atau fibrilasi atrium, kami memastikan 1.062 kasus stroke, di

antaranya adalah 800 stroke iskemik, 141 stroke hemoragik (119 perdarahan

intraserebral dan 22 perdarahan subaraknoid), dan 121 stroke tidak terspesifikasi

sepanjang follow-up selama rata-rata 9,8 tahun (111.719 orang-tahun). Karakteristik

dasar partisipan berdasarkan jumlah faktor gaya hidup sehat ditunjukkan pada tabel 1.

Pria yang mencapai kelima indikator gaya hidup sehat biasanya cenderung lebih tua

9

dan memiliki pendidikan perguruan tinggi dan telah menikah/tinggal bersama, tetapi

cenderung tidak memiliki riwayat keluarga dengan infakr myokardi dan penyakit

kardiovaskuler lainnya jika dibandingkan dengan pria yang memiliki 0 atau 1 faktor

gaya hidup. Kami membandingkan pria dengan informasi lengkap mengenai faktor-

faktor gaya hidup dengan pria dengan informasi yang tidak lengkap untuk

mengevaluasi perbedaan kualitatif antar kelompok. Mereka yang dieksklusi akibat

informasi tidak lengkap lebih tua (usia rata-rata 63 tahun) dan cenderung memiliki

diabetes (35%), tetapi tidak menempuh pendidikan di perguruan tinggi (10%) jika

dibandingkan dengan pria yang memiliki data lengkap.

Hubungan antara jumlah faktor gaya hidup sehat dan risiko stroke ditunjukkan

pada tabel 2. Pria yang mencapai kelima faktor gaya hidup sehat memiliki risiko lebih

rendah terkenal stroke sebanyak 72% dibandingkan dengan pria yang memiliki 0 atau

1 faktor saja. Penyesuaian lebih lanjut untuk riwayat hipertensi, kadar kolesterol

tinggi, diabetes, gagal jantung, dan fibrilasi atrium tidak merubah hasil (risiko relatif

kelima faktor VS 0-1 faktor = 0,30; confidence interval 95%; 0,15-0,61). Hubungan

10

antara gaya hidup sehat dan risiko stroke serupa untuk stroke iskemik dan strok

hemoragik (tabel 2).

Hasil untuk seluruh Cohort of Swedish Men (n=35,455) ditunjukkan dalam

data tambahan/lampiran (tabel e-1 dan e-2, serta figure e-1 di Neurology® Web site

di Neurology.org)

DISKUSI Dalam penelitian prospektif pada pria paruh baya dan lansia yang berisiko

tinggi terkena stroke akibat penyakit kardiovaskuler lain ini, pola gaya hidup sehat

berhubungan dengan penurunan risiko stroke yang signifikan. Pria yang mencapai

kelima faktor gaya hidup sehat memiliki 72% risiko stroke lebih rendah dibandingkan

dengan mereka yang memiliki 0 atau 1 faktor saja.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya di masyarakat luas, risiko relatif

(confidence interval 95%) stroke total pada orang-orang yang memiliki faktor-faktor

gaya hidup sehat paling banyak dibandingkan dengan yang paling sedikit berkisar

antara 0,21 (0,12-0,36) di Penelitian Kesehatan Perawat (Nurse’s Health Study)

hingga 0,56 (0,30-1,05) di Penelitian Kesehatan Wanita (Women’s Health Study).

Salah satu dari penelitian itu meneliti apakah hubungan antara gaya hidup sehat dan

stroke dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko kardiovaskuler, termasuk riwayat

diabetes, hipertensi, dan kadar kolesterol total. Untuk stroke total, asosiasi terbalik

antara jumlah faktor gaya hidup sehat dan risiko stroke didapatkan pada semuanya,

baik yang memiliki riwayat diabetes, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi, maupun

11

yang tidak. Penemuan ini konsisten dengan hasil penelitian kami yang menunjukkan

adanya reduksi risiko stroke dengan dicapainya pola gaya hidup sehat pada pria yang

telah memiliki penyakit kardiovaskuler. Penelitian lain meneliti dampak gaya hidup

sehat pada mortalitas setelah stroke dan mengobservasi kombinasi kelima indikator

gaya hidup sehat yang berhubungan dengan mortalitas rendah penyakit

kardiovaskuler dalam kaitannya dengan respon-dosis.

Kelebihan mayor dari penelitian ini adalah besarnya jumlah kasus insidensi

stroke dan follow-up yang hampir komplet dari partisipan melalui daftar-daftar

populasi Swedia. Oleh karena sifatnya yang observasional, kami tidak dapat

mengeksklusi kemungkinan bahwa hasil penelitian kami dipengaruhi oleh variabel

perancu residual akibat faktor risiko yang tidak diukur atau keliru diukur. Penelitian

ini juga dibatasi oleh ketergantungan pada laporan responden mengenai diet dan gaya

hidupnya, yang mana bisa saja keliru atau salah diklasifikasikan. Meski begitu, oleh

karena desain penelitian yang prospektif, misklasifikasi bisa jadi non-diferensial dan

menyebabkan kelemahan estimasi risiko. Oleh karena faktor gaya hidup hanya

diperiksa satu kali saja, kami tidak mengetahui apakah para partisipan terus

menggunakan gaya hidup yang sama selama periode follow-up. Keterbatasan lainnya

adalah bisa saja terjadi misklasifikasi pasien stroke. Terakhir, oleh karena penelitian

kami sebagian besar dilakukan pada ras kaukasia, hasil penelitian ini bisa saja tidak

dapat digunakan pada populasi yang lebih heterogen.

Hasil temuan penelitian prospektif ini menunjukkan bahwa pria dengan risiko

tinggi terkena stroke dapat menurunkan risiko itu dengan mengadopsi gaya hidup

sehat. Meski kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan perilaku gaya hidup sehat

tampak kurang tegas dan mudah dicapai, kombinasi pola gaya hidup sehat memiliki

dampak yang sangat besar terhadap risiko stroke.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Mackay J, Mensah G. The Atlas of Heart Disease and Stroke. Geneva: World

Health Organization; 2004.

13

2. Patra J, Taylor B, Irving H, et al. Alcohol consumption and the risk of

morbidity and mortality for different stroke types: a systematic review and

meta-analysis. BMC Public Health 2010;10:258.

3. Goldstein LB, Bushnell CD, Adams RJ, et al. Guidelines for the primary

prevention of stroke: a guideline for healthcare professionals from the

American Heart Association/American Stroke Association. Stroke

2011;42:517–584.

4. Kurth T, Moore SC, Gaziano JM, et al. Healthy lifestyle and the risk of stroke

in women. Arch Intern Med 2006;166:1403–1409.

5. Chiuve SE, Rexrode KM, Spiegelman D, Logroscino G, Manson JE, Rimm

EB. Primary prevention of stroke by healthy lifestyle. Circulation

2008;118:947–954.

6. Myint PK, Luben RN, Wareham NJ, Bingham SA, Khaw KT. Combined

effect of health behaviours and risk of first ever stroke in 20,040 men and

women over 11 years’ follow-up in Norfolk cohort of European Prospective

Investigation of Cancer (EPIC Norfolk): prospective population study. BMJ

2009;338:b349.

7. Zhang Y, Tuomilehto J, Jousilahti P, Wang Y, Antikainen R, Hu G. Lifestyle

factors on the risks of ischemic and hemorrhagic stroke. Arch Intern Med

2011;171:1811–1818.

8. Eguchi E, Iso H, Tanabe N, et al. Healthy lifestyle behaviours and

cardiovascular mortality among Japanese men and women: the Japan

Collaborative Cohort Study. Eur Heart J 2012;33:467–477.

9. Larsson SC, Åkesson A, Wolk A. Healthy diet and lifestyle and risk of stroke

in a prospective cohort of women. Neurology 2014;83:1699–1704.

10. Norman A, Bellocco R, Vaida F, Wolk A. Total physical activity in relation to

age, body mass, health and other factors in a cohort of Swedish men. Int J

Obes Relat Metab Disord 2002;26:670–675.

14

11. Messerer M, Johansson SE, Wolk A. The validity of questionnaire-based

micronutrient intake estimates is increased by including dietary supplement

use in Swedish men. J Nutr 2004;134:1800–1805.

12. Larsson SC, Virtamo J, Wolk A. Total and specific fruit and vegetable

consumption and risk of stroke: a prospective study. Atherosclerosis

2013;227:147–152.

13. Larsson SC, Virtamo J, Wolk A. Red meat consumption and risk of stroke in

Swedish men. Am J Clin Nutr 2011; 94:417–421.

14. Eckel RH, Jakicic JM, Ard JD, et al. 2013 AHA/ACC guideline on lifestyle

management to reduce cardiovascular risk: a report of the American College

of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice

Guidelines. Circulation 2014;129:S76–S99.

15. World Health Organization. Obesity: Preventing and Managing the Global

Epidemic. Report of a WHO Consultation on Obesity. Geneva: World Health

Organization; 1998.

16. Lichtenstein AH, Appel LJ, Brands M, et al. Diet and lifestyle

recommendations revision 2006: a scientific statement from the American

Heart Association Nutrition Committee. Circulation 2006;114:82–96.

17. Appelros P, Terent A. Validation of the Swedish inpatient and cause-of-death

registers in the context of stroke. Acta Neurol Scand 2011;123:289–293.

18. Towfighi A, Markovic D, Ovbiagele B. Impact of a healthy lifestyle on all-

cause and cardiovascular mortality after stroke in the USA. J Neurol

Neurosurg Psychiatry 2012;83:146–151.

15