166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user TERBENTUKNYA BIROKRASI MODERN DI SURAKARTA TAHUN 1945-1950 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh: Belda Ranika Rosiana C.0507010 JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SATRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

  • Upload
    halien

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TERBENTUKNYA BIROKRASI MODERN DI

SURAKARTA TAHUN 1945-1950

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

Belda Ranika Rosiana

C.0507010

JURUSAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SATRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

“Saat Kamu mampu memaafkan dan tersenyum kepada orang yang telah

menyakitimu, kamu memastikan bahwa dirimu lebih baik darinya”

(Amanda Adrian)

“Masalah diciptakan karena ada penyelesaiannya”

(Hitam Putih)

Page 6: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

Papa dan Mama tercinta.

My beloved Sister.

Yanuar Ridho.

Page 7: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik

dorongan, bimbingan, maupun pengarahan yang diberikan. Untuk itu sudah

sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa beserta jajarannya yang telah memperlancar dan mempermudah studi

penulis sampai selesainya skripsi ini.

2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa yang telah mencurahkan segenap pengetahuan yang

dimilikinya kepada penulis.

3. Dra.Sri Wahyuningsih, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan pengetahuan yang

dimilikinya kepada penulis.

4. Drs. Warto M.Hum, selaku pembimbing Skripsi yang telah membimbing

penulis dengan penuh perhatian, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Tiwuk Kusuma H, SS, M.Hum, selaku pembimbing akademik yang senantiasa

memberi dorongan secara moril dan pengetahuannya kepada penulis.

Page 8: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

6. Segenap Dosen pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bekal ilmu

pengetahuan kepada penulis.

7. Kepala beserta staf Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta,

Perpustakaan Monumen Pers Surakarta, Sasana Pustaka Kasunanan dan Rekso

Pustoko Mangkunegaran.

8. Bapak, Ibu, kakak dan keluarga yang selalu memberikan kasih sayang dan

semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis

9. Yanuar Ridho, terimakasih untuk semua hal yang telah dicurahkan buat

penulis.

10. Buat Yeni Dwi Ayu, teman seperjuangan dan teman berbagi suka duka,

terimakasih atas semangat dan waktunya.

11. Teman-teman Historia 2007, Dian, Lita, Dewi, Siti, Lilik, Ike, Efendi, Eko,

Herfi, Nico, Hasan, Anggawan, Dalhar, Fuad, Joyo, Seno, Akbar, Wisnu,

Langgeng, Agung, Drajat, Bendi, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat

penulis sebut satu persatu, terimakasih atas do’a dan semangatnya.

12. Buat mas Doni, mbak Sinta, mas Taufik, Vivi dan kakak-kakak tingkat Ilmu

Sejarah yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu terimakasih untuk

dukungan dan do’a-nya.

13. Untuk teman-teman kost Gedung Putih, Rosika, mbk Icha, Loly, Ratna,

Nastiti, Agnes dan Indri, terimakasi buat semangatnya.

Page 9: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

14. Semua pihak yang telah membantu, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari

kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai adanya

saran maupun kritik yang membangun, guna menyempurnakan penulisan-

penulisan serupa di masa yang akan datang.

Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pembaca semua.

Surakarta, September 2012

Penulis

Page 10: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR BAGAN........................................................................................ xii

DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

ABSTRAK .................................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian.................................................................. 8

E. Kajian Pustaka ........................................................................ 9

F. Metode Penelitian ................................................................... 14

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 17

BAB II BIROKRASI TRADISIONAL DI SURAKARTA MENJELANG

KEMERDEKAAN

A. Struktur Birokrasi Kolonial. ................................................... 23

B. Birokrasi Tradisional di Surakarta ......................................... 25

1. Birokrasi Keraton Kasunanan ............................................. 29

Page 11: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

2. Birokrasi Praja Mangkunegaran ........................................ 47

B. Kondisi Birokrasi Di Surakarta Pada Awal Pendudukan Penjajahan

Jepang .................................................................................... 56

BAB III DINAMIKA BIROKRASI MODERN DI SURAKARTA

A. Gerakan Anti Swapraja dan Dampaknya Bagi Birokrasi

Tradisional di Surakarta ....................................................... 68

1. Berdirinya Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) di

Surakarta ............................................................................. 69

2. Gerakan Swapraja di Surakarta .......................................... 76

B. Terbentuknya Birokrasi Modern di Surakarta ........................ 82

1. Pemerintahan Karesidenan Surakarta 1946-1947............. .. 82

2. Terbentuknya Haminte Kota Surakart 1947-1948 .............. 94

3. Periode Pemerintahan Darurat Militer 1948-1949 ............. 100

4. Periode Pemerintah Kota Besar Surakarta 1949-1950 ....... 108

BAB IV DAMPAK DARI TERBENTUKNYA BIROKRASI MODERN DI

SURAKARTA

A. Terbentuknya Lembaga Peradilan ......................................... 110

B. Terbentuknya Jawatan Penerangan ....................................... 127

C. Jawatan-Jawatan Lain Yang Terbentuk Pada Masa Birokrasi

Modern ................................................................................... 133

BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 140

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 142

LAMPIRAN ............................................................................................ 147

Page 12: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR BAGAN

No. Nama Halaman

1. Bagan Struktur Pemerintahan di Kasunanan ............................... 36

2. Bagan Struktur Pemerintahan di Mangkunegaran ...................... 51

3. Bagan Struktur Pemerintahan di Mangkunegaran berdasarkan

Lembaga ...................................................................................... 55

4. Bagan Struktur Pemerintahan pada masa Pendudukan Jepang

di Surakarta .................................................................................. 61

5. Bagan Struktur Pemerintahan Karesidenan ................................ 91

6. Bagan Struktur Pemerintahan Haminte Kota Surakarta .............. 97

7. Bagan Struktur Pemerintahan Darurat Militer .......................... 105

8. Bagan Struktur Pemerintahan Kota Besar Surakarta ................. 111

Page 13: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR ISTILAH

Abdi dalem : punggawa kerajaan

Bupati :punggawa kerajaan tingkat tinggi, dibawah pangkat

patih kerajaan

Corps Vernielling : kelompok penghancur

double bestuur : pemerintahan ganda

double bestuur : pemerintahan ganda

Jajar : jenjang terendah dalam kepunggawaan kerajaan.

kawula-gusti : pola hubungan raja-rakyat atau juga manusia-

Tuhan

Pangreh Praja : elit birokrasi

patron-client : pola hubungan bapak-anak buah

Patuh : tuan

Politiek Contract : kontrak politik

Volksraad : Dewan Rakyat

Vorstenlanden : wilayah raja-raja

Wetboek van Strafecht Voor : KUHP Untuk warga negara-Belanda

Nederlandch-Orderdaan

Zelfbesturendelandscappen : berhak memerintah daerahnya sendiri

Page 14: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

Daftar Singkatan

BKR : Badan Keamanan Rakyat

BTI : Barisan Tani Indonesia

DIS : Daerah Istimewa Surakarta

KDPRI : Kantor Daerah Pemerintah Republik Indonesia

KNID : Komite Nasional Indonesia Daerah

KNIP : Komite Nasional Indonesia Pusat

KPPRI : Kantor Pusat Pemerintah Republik Indonesia

MBKD : Markas Besar Komando Djawa

PPKI : Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

PUT : Perwira Urusan Teritorial

SWK : Sub Wehrkreise

Page 15: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Maklumat Sri Paduka Ingkang Sinuhun Kanjeng

Susuhunan Paku Buwono XII ...................................... 146

Lampiran 2 : Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946

Tentang Pemerintah Di Daerah Istimewa Surakarta

Dan Jogjakarta ............................................................. 147

Lampiran 3 : Arsip Piagam Kedudukan bagi Sunan Paku Buwono

XII dan Sri Mangkunegoro VIII .................................. 149

Lampiran 4 : Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1949

“KEMENTRIAN PENERANGAN. Susunan dan

lapangan pekerjaan Kementrian Penerangan................ 150

Lampiran 5 : Oendang-oendang No. 14 ................................................... 154

Lampiran 6 : Kan Po Boelan 5 Tahoen 2604 .......................................... 155

Lampiran 7 : Berkas Perkara Pengadilan Tahun 1946, 1949, 1954 ........ 156

Lampiran 8 : Osamu Seirei No. 25 …………………………………….. 160

Lampiran 9 : Oendang-oendang N0. 23 tahoen Tentang

Penghapoesan Pengadilan Radja ....................................... 163

Lampiran 10 : Oendang-Oendang Tentang Peratoeran Hoekoem Pidana

Tahoen 1946 ...................................................................... 165

Lampiran 11 : Surat kabar-Surat Kabar ..................................................... 171

Lampiran 12 : Anggaran Dasar Ikatan Pengikut Swapradja ……………. 174

Lampiran 13 : Konsep Rinci Tentang Status Kekuasaan Daerah Serta Struktur

Dan Tata Pelaksanaan Pemerintahan Swapradja .................. 179

Page 16: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

ABSTRAK

Belda Ranika Rosiana. C0507010. 2012. Terbentuknya Birokrasi Modern Di

Surakarta Tahun 1945-1950. Skripsi : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan

Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian mengenai Terbentuknya Birokrasi Modern Di Surakarta Tahun

1945-1950. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu (1)

Bagaimana proses terbentuknya birokrasi modern di Surakarta pada awal

kemerdekaan? (2) Bagaimana struktur birokrasi modern di Surakarta pada awal

kemerdekaan? (3) Bagaimana dampak pada masyarakat dari terbentuknya

birokrasi modern di Surakarta ?

Penelitian ini merupakan penelitian historis, sehingga langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristik, kritik sumber baik intern

maupun ekstern, interpretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah studi dokumen dan studi pustaka. Dari pengumpulan data,

kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk

menganalisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analisis, yaitu analisa yang memaparkan ataupun menggambarkan suatu peristiwa

didasarkan pada hubungan sebab akibat dari suatu fenomena historis dalam situasi

tertentu. Analisa data ini diperoleh dari dokumen, surat kabar maupun studi

pustaka digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu

sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

sosial, dan politik.

Pemberian otonomi oleh pemerintahan RI kepada Kasunanan dan

Mangkunegaran pada tanggal 19 Agustus 1945 dalam mengatur daerahnya

ternyata mendapat perlawanan yang keras. Daerah Surakarta terdapat dualisme

pemerintahan, antara KNI daerah Surakarta dengan pemerintahan swapraja.

Pemerintahan RI berpikir ulang tentang apa yang harus dilakukan untuk daerah

Surakarta, pada tanggal 15 Juli 1946 pemerintahan mengeluarkan undang-undang

no 16/ SD/ 1946 yang menyatakan : 1) jabatan komisaris tinggi ditiadakan, 2)

daerah Surakarta untuk sementara dijadikan daerah karesidenan, 3) dibentuk

daerah baru dengan nama daerah kota Surakarta. Dalam sejarah perkembangannya

di awal kemerdekaan yang dimulai dari periode Badan Perwakilan Rakyat,

Haminte Kota Surakarta hingga menjadi Pemerintah Kota Surakarta hingga saat

ini memang banyak terjadi perubahan struktur di dalam pemerintahannya.

Berdasarka analisis penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa

terbentuknya pemerintahan modern di Surakarta memberikan berbagai dampak,

yaitu berubahnya system pemerintahan yang sudah tidak lagi menggunakan

bentuk pemerintahan tradisional melainkan sudah berbentuk pemerintahan

modern. Selain itu banyak dibentuk jawatan-jawatan guna membantu kinerja

Pemerintah Daerah Surakarta pada masa itu. Seperti lembaga Peradilan, Jawatan

Penerangan, Jawatan Pamong Praja, bidang Perekonomian, Bidang Sosial dan

Kesejahteraan.

Page 17: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

THE ESTABLISHMENT OF MODERN BUREAUCRACY IN

SURAKARTA DURING

1945-1950

Belda Ranika Rosiana1

Drs. Warto M. Hum2

ABSTRACT

2013. Thesis: History Science Department of Faculty of Letters

and Fine Arts of Surakarta Sebelas Maret University.

The research concerns The Establishment of Modern Bureaucracy

in Surakarta during 1945-1950. The problems to be studied in this

research are: (1) how is the process of modern bureaucracy

establishment in Surakarta in early independence time? (2) how is

the modern bureaucracy structure in Surakarta in early

independence time? and (3) how is the effect of modern

bureaucracy establishment on the society in Surakarta?

This study was a historical research; thus the procedure taken in

this research encompassed: heuristic, source critique either

internally or externally, interpretation, and historiography.

Techniques of collecting data used were document study and

library study. The data collected was the analyzed, and interpreted

based on its chronology. Technique of analyzing data used in this

research was a descriptive analysis, the one describing or

explaining an event based on the causal relationship of a historical

phenomenon in a certain situation. This data analysis was obtained

from document, newspaper, and library study; other social science

approaches were also used as secondary to history science. The

approaches used in this study were social and political ones.

Autonomy bestowal by Republic of Indonesia government to

Kasunanan and Mangkunegaran on August 19, 1945 in organizing

its area in fact got stringent resistance. In Surakarta area there was

a government dualism between KNI of Surakarta area and

1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Dengan NIM C0507010

2 Dosen Pembimbing

swapraja government. RI’s government rethought about what

should be done for Surakarta area; on July 15, 1946 the

government issued act no. 16/SD/1946 stating that: 1) the high

commissary post was nullified, 2) Surakarta area was made

residency area temporarily, 3) a new district was established named

Surakarta city area. In its development history, in early

independence time started with Badan Perwakilan Rakyat (People

Representative Agency) period, Haminte of Surakarta City to

Surakarta City Government up to now, mant structural changes had

occurred in its government.

From this analysis, it could be concluded that the establishment of

modern government in Surakarta exerted various impacts, that was,

the changing government system no longer using traditional

governmental form but the modern one. In addition many bureaus

were established to help the Surakarta Area Government’s

performance at that time, such as Justice institution, Information

Bureau, Pamong Praja Bureau, Economic Division, Social and

Welfare Division.

Page 18: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

TERBENTUKNYA BIROKRASI MODERN DI

SURAKARTA TAHUN

1945-1950

Belda Ranika Rosiana1

Drs. Warto M. Hum2

ABSTRAK

2013. Skripsi : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian mengenai Terbentuknya Birokrasi Modern Di Surakarta

Tahun 1945-1950. Permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini yaitu (1) Bagaimana proses terbentuknya birokrasi

modern di Surakarta pada awal kemerdekaan? (2) Bagaimana

struktur birokrasi modern di Surakarta pada awal kemerdekaan? (3)

Bagaimana dampak pada masyarakat dari terbentuknya birokrasi

modern di Surakarta ?

Penelitian ini merupakan penelitian historis, sehingga langkah-

langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristik,

kritik sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi, dan

historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

studi dokumen dan studi pustaka. Dari pengumpulan data,

kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan

kronologisnya. Untuk menganalisis data yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu analisa yang

memaparkan ataupun menggambarkan suatu peristiwa didasarkan

pada hubungan sebab akibat dari suatu fenomena historis dalam

situasi tertentu. Analisa data ini diperoleh dari dokumen, surat

kabar maupun studi pustaka digunakan pendekatan ilmu sosial

yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial, dan

politik.

1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Dengan NIM C0507010

2 Dosen Pembimbing

Pemberian otonomi oleh pemerintahan RI kepada Kasunanan dan

Mangkunegaran pada tanggal 19 Agustus 1945 dalam mengatur

daerahnya ternyata mendapat perlawanan yang keras. Daerah

Surakarta terdapat dualisme pemerintahan, antara KNI daerah

Surakarta dengan pemerintahan swapraja. Pemerintahan RI

berpikir ulang tentang apa yang harus dilakukan untuk daerah

Surakarta, pada tanggal 15 Juli 1946 pemerintahan mengeluarkan

undang-undang no 16/ SD/ 1946 yang menyatakan : 1) jabatan

komisaris tinggi ditiadakan, 2) daerah Surakarta untuk

sementara dijadikan daerah karesidenan, 3) dibentuk daerah

baru dengan nama daerah kota Surakarta. Dalam sejarah

perkembangannya di awal kemerdekaan yang dimulai dari periode

Badan Perwakilan Rakyat, Haminte Kota Surakarta hingga menjadi

Pemerintah Kota Surakarta hingga saat ini memang banyak terjadi

perubahan struktur di dalam pemerintahannya.

Berdasarka analisis penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa

terbentuknya pemerintahan modern di Surakarta memberikan

berbagai dampak, yaitu berubahnya system pemerintahan yang

sudah tidak lagi menggunakan bentuk pemerintahan tradisional

melainkan sudah berbentuk pemerintahan modern. Selain itu

banyak dibentuk jawatan-jawatan guna membantu kinerja

Pemerintah Daerah Surakarta pada masa itu. Seperti lembaga

Peradilan, Jawatan Penerangan, Jawatan Pamong Praja, bidang

Perekonomian, Bidang Sosial dan Kesejahteraan.

Page 19: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kasunanan Surakarta disebut juga vorstenlanden atau dapat dikatakan daerah

swapraja yaitu daerah yang berhak memerintah daerahnya sendiri (zelfbesturende

landscappen).1 Dengan kata lain penguasa Kasunanan Surakarta yaitu Raja adalah

seorang yang mengatur segala kehidupan rakyatnya. Seorang Raja wajib memiliki

warisan nilai keteladanan, kebijaksanaan, keutamaan, kemuliaan, keagungan dan

keluhuran, hal ini karena raja menjadi panutan rakyat atau kawulanya. Sama

halnya dengan Kasunanan Surakarta, Mangkunegaran yang merupakan salah satu

kadipaten di wilayah Surakarta juga memiliki daerah yang dinamakan dengan

swapraja.

Birokrasi merupakan lembaga yang sangat berkuasa, yang mempunyai

kemampuan sangat besar untuk berbuat kebaikan atau keburukan, karena birokrasi

adalah sarana administrasi rasional yang netral dalam skala yang besar.2 Menurut

Max Weber yang dimaksud birokrasi adalah suatu badan administratif tentang

pejabat yang diangkat, birokrasi sebagai hubungan kolektif bagi golongan pejabat,

suatu kelompok tertentu yang berbeda, yang pekerjaan dan pengaruhnya dapat

dilihat di semua jenis organisasi.3 Pembentukan struktur organisasi atau birokrasi

1 Imam Samroni dkk., Daerah Istimewa Surakarta, (Yogyakarta: Pura

Pustaka Yogyakarta, 2010), hlm. 305.

2 Peter M. Blau & MarsHal.l W. Meyer, Birokrasi dalam masyarakat

Modern, (Jakarta: UI-Press, 1998) hlm. 5.

3 Martin Albrow, BIROKRASI, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004) hlm. 41.

Page 20: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

dalam pemerintahan merupakan sistem untuk melaksanakan keputusan dan

kebijakan.

Pemerintah mengangkat para pejabat yang telah diatur dalam undang-undang.

Praja Mangkunegaran memiliki struktur birokrasi terdiri atas dua golongan, yakni

birokrasi berdasarkan pangkat (kekuasaan) dan birokrasi berdasarkan jabatan

(lembaga). Sistem birokrasi yang ada di Praja Mangkunegaran masih terdapat

unsur-unsur tradisional. Sistem yang dimiliki oleh Mangkunegaraan tidak berbeda

dengan kebijakaan birokrasi yang dimiliki oleh Kasunanan Surakarta karena

menurut kebijakan birokrasi yang dipergunakan pada masa tersebut terdapat

hubungan antara atasan dan bawahan yang bersifat paternalistik saling

ketergantungan. Para pejabat dianggap sebagai patron yang dipandang mampu

melindungi dan rakyat sebagai klien yang harus patuh terhadap patronnya.4 Dalam

tubuh Kaunanan Surakarta terjadi konflik yang dapat mempengaruhi perubahan

birokrasi yang sudah ada didalamnya dan dilaksanakan oleh masyarakat Surakarta

pada umumnya.

Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus

1945 memberikan pengaruh yang besar pada bangsa ini. Salah satunya yang

terjadi di Surakarta, terutama berkenaan dengan birokrasi pemerintahan. Dampak

yang di rasakan Surakarta pada awal kemerdekaan adalah runtuhnya kekuasaan

tradisional Keraton Surakarta. Meskipun sebelumnya citra dari Keraton

Kasunanan telah menurun karena konflik yang terjadi di dalamnya terutama

4 Dwi Ratna Nurhajarini, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, (Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI), hlm. 29

Page 21: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

masalah pengangkatan Raja, dengan diterimanya gelar “Raja Kamardikan” dari

presiden Soekarno kepada Pakubuwana XII.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia merupakan perwujudan formal daripada

salah satu gerakan Revolusi Bangsa Indonesia untuk menyatakan baik kepada diri

sendiri maupun kepada dunia luar, bahwa Bangsa Indonesia mulai mengambil

sikap untuk menentukan bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan bangsa

sendiri, yakni dengan mendirikan negara sendiri termasuk antara lain tata hukum

dan tata negaranya.5 Meskipun Surakarta pernah mendapat status sebagai Daerah

Istimewa Surakarta, tetapi hal ini tidak bertahan lama. Masyarakat di Surakarta

tidak semua yang mendukung adanya Swapraja di Surakarta, hal ini dapat

diperhatikan dengan sikap para pemuda dan tokoh terpelajar yang memiliki

semangat nasionalis menganggap bahwa swapraja tidak mencerminkan bentuk

Negara kesatuan, swapraja dianggap sebagai bentuk otoriter suatu penguasa yang

mengekang kebebasan rakyat dalam hal ini adalah penguasa tradisional.

Terjadi beberapa protes mengenai status Daerah Istimewa seperti: penculikan,

kerusuhan di beberapa daerah dan pengerusakan fasilitas umum. Hal ini

memberikan dampak dibekukannya status Daerah Istimewa Surakarta dan

dibentuklah KNID untuk menangani kerusuhan yang terjadi di Surakarta. Tetapi

akhirnya status Daerah Istimewa itu tidak diberikan kembali kepada Surakarta dan

dibentuklah Pemerintah Daerah Surakarta dengan kepala pemerintahannya Wali

Kota.

5 Joeniarto., Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Yogyakarta :

Bumi Aksara, 1966), hlm. 71.

Page 22: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Dibentuknya pemerintah Daerah Surakarta menjadi titik awal terbentuknya

birokrasi modern di Surakarta menggantikan birokrasi tradisional yang tentu saja

menghilangkan kekuasaan dari Keraton Kasunanan Surakarta sebagai penguasa di

Surakarta. Untuk memerintah Negara dibentuklah birokrasi dengan bermacam-

macam jabatan. Birokrasi yang dihubungkan dengan demokrasi dan rasional maka

birokrasi itu bersifat modern, hal ini karena ada unsur rasional dan unsur

demokratis atau kekuasaan di tangan rakyat, bukan berdasarkan keturunan.

Menurut Weber terdapat konsep ideal dalam strutur birokrasi modern yaitu yang

pertama suatu susunan fungsi pejabat yang tetap dan terikat oleh peraturan,

susunan jabatan berdasarkan prinsip hirarki, dan tindakan, keputusan dan

peraturan administratif harus dirumuskan dan dicatat secara tertulis.6 Selain itu

sarana pelaksana sudah ditentukan secara jelas dan penggunanya tunduk pada

kondisi tertentu. Organisasi yang rasional memerlukan pembagian kerja dan

kekuasaan yang sistematis. Setiap partisipan tidak hanya harus memahami tugas

yang dibebankan tetapi juga mempunyai sarana untuk melaksanakannya terutama

kemampuan untuk memerintah orang lain tetapi juga harus mengetahui batas-

batas tugas, hak dan kekuasaan agar tidak melampaui garis yang memisahkan

perananya dan peranan orang lain, sehingga akibatnya tidak mengabaikan seluruh

struktur organisasi

Konsep ideal birokrasi modern di atas dianggap sebagai ciri birokrasi yang

paling rasional. Weber mengaitkan teori organisasi dengan teory demokrasi

sebagai dasar dari konsep birokrasi modern. Secara umum konsep ini menjadi

6 Ibid, hlm. 45

Page 23: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

dasar bagi birokrasi modern di Indonesia yang terjadi pada awal kemerdekaannya.

Birokrasi yang penggunaannya dihubungkan dengan aristokrasi cenderung

mengarah pada birokrasi tradisional, hal ini karena kaum aristokrat dalam

memegang kekuasaan besifat turun temurun. Birokrasi tradisional yang

berkembang sejak masa kolonial dapat ditelusuri sampai tingkat

perkembangannya yang paling awal selama kerajaan Hindu-Mataram.

Surakarta sebagai kerajaan yang cukup tua pasti telah menjalankan sistem

birokrasi tradisional ini cukup lama. Dengan segala penghormatan dan

penguasaan di masyarakat, hingga membentuk stratifikasi sosial antara penguasa

yaitu bangsawan dan rakyat yang harus mematuhi dan mengabdi sebagai bentuk

ketaatan kepada Raja yang dianggap titisan Dewa. Konsep kekuasaan tradisional

yang berkembang dimasyarakat ini lebih dikenal dengan sebutan Gung-binatara

atau Keagungbinataraan. Konsep kekuasaan ini intinya adalah pengakuan bahwa

kekuasaan raja itu agung binathara, bahu dhendha nyakrawati, ber budi bawa

leksana, ambeg adil paramarta.7

Jadi menurut konsep kekuasaan Jawa, raja berkuasa secara absolut. Tetapi

kekuasaan itu diimbangi dengan kewajiban moral yang besar juga untuk

kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, dalam konsep kekuasaan Jawa dikenal

juga sebagai tugas raja: njaga tata tentreming praja (menjaga supaya masyarakat

teratur dan dengan demikian ketentraman-kesejahteraan terpelihara).

7 Dalam bahasa Indonesia artinya : besar laksana kekuasaan dewa,

pemelihara hukum dan penguasa dunia, meluap budi luhur mulianya, dan bersikap

adil terhadap sesama.

Page 24: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Hingga pada awal kemerdekaan konsep kekuasaan tradisional ini hilang dan

digantikan sistem birokrasi modern yang tidak mengenal adanya stratifikasi sosial,

dimana semua orang berhak untuk ikut dalam menata kehidupan dan ikut serta

dalam pemerintahan. Tentu saja hal ini sangat tidak diterima oleh dua Kerajaan

yang berkuasa di Surakarta saat itu yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran.

Baik Kasunanan maupun Mangkunegaran berusaha untuk mempertahankan

kedudukan mereka sebagai penguasa di Surakarta. Hal ini berbeda dengan apa

yang terjadi di Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman, dimana kekuasaan

mereka tidak terancam hilang. Dengan hilangnya sistem birokrasi tradisional dan

digantikan dengan sistem birokrasi modern, jelas sekali terlihat memberikan

dampak yang bermacam-macam. Ada sebagian kelompok yang mendukung

adanya birokrasi modern ini tetapi tidak sedikit pula yang menentang hal ini

karena mereka ingin tetap mempertahankan Swapraja di Surakarta yang pada saat

itu berstatus sebagai Daerah Istimewa.

Selain masalah diatas, juga karena Surakarta tidak seberuntung Yogyakarta

yang mampu mempertahankan kekuasaannya secara de facto dan de jure, selain

karena beragam masyarakat yang tinggal dan hidup di Surakarta tetapi juga

beragamnya kepentingan yang mewarnai atmosfire politik di Surakarta. Tidak

hanya itu saja, konflik yang terjadi di dalam Keraton Kasunanan serta tidak ikut

berperan aktifnya Keraton dalam membantu mempertahankan kemerdekaan

Indonesia menjadi sebuah masalah yang menarik untuk diperbincangkan. Segala

konflik dan peristiwa yang terjadi pasca kemerdekaan yang akhirnya merubah

Page 25: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

peta perpolitikan Surakarta, yang ditandai dengan terbentuknya Pemerintah

Daerah Surakarta.

Tidak hanya itu saja, ditilik dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia,

dinamika perubahan sistem pemerintahan pada masa awal kemerdekaan telah

menjadi masalah tersendiri bagi bangsa. Mulai dari sistem pemerintahan

presidensiil hingga parlementer dengan kabinet-kabinet yang tidak bertahan lama

dalam menjalankan roda pemerintahan. Bangsa Indonesia masih belajar dan

mencari sistem birokrasi yang baik dan tepat untuk menjalankan roda

pemerintahan. Bahkan hingga saat ini, masih belum dapat dikatakan akan sistem

Pemerintahan yang berlaku.

Melihat peristiwa yang terjadi dengan sistem pemerintahan Negara saat ini,

membuat ketertarikan yang mendalam untuk mengupas birokrasi modern

khususnya yang terjadi di Surakarta. Karena dari sejarahnya Surakarta pernah

mendapatkan status Daerah Istimewa tetapi status tersebut hilang dengan beberapa

peristiwa yang terjadi pada masa itu, serta beberapa peraturan dan ketetapan yang

akhirnya secara otomatis menghapus status keistimewaan Surakarta.

Maka dari itu penting untuk diketahui proses terbentuknya birokrasi modern

di awal kemerdekaan Indonesia khususnya di Surakarta dalam kajian ini yang

berjudul “ Terbentuknya Birokrasi Modern di Surakarta Pada Tahun 1945-

1950”. Judul ini di ambil karena pada rentan waktu tersebut banyak terjadi hal-hal

yang menyebabkan terbentuknya sistem birokrasi modern di Surakarta.

Page 26: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang tersebut, ditemukan beberapa masalah yang perlu

dikaji lebih lanjut. Adapun rumusan masalah itu adalah:

1. Bagaimana proses terbentuknya birokrasi modern di Surakarta pada awal

kemerdekaan ?

2. Bagaimana struktur birokrasi modern di Surakarta pada awal

kemerdekaan?

3. Bagaimana dampak pada masyarakat dari terbentuknya birokrasi modern

di Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses perubahan sistem birokrasi tradisional menjadi

birokrasi modern di Surakarta.

2. Untuk mengetahui struktur birokrasi modern di Surakarta pada awal

kemerdekaan.

3. Untuk mengetahui dampak pada masyarakat dari terbentuknya birokrasi

modern di Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mamberikan

gambaran mengenai perubahan birokrasi yang terjadi di Surakarta mulai dari

sebelum hingga pasca gerakan anti Swapraja terjadi pada tahun 1945. Penelitian

ini juga diharapkan dapat menjadi referensi dan informasi bagi masyarakat luas

secara umum. Diharapkan juga dapat member sumbangsih dalam dunia akademisi

Page 27: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

sebagai tambahan bahan kajian dalam bidang sejarah, khususnya kajian sejarah

sosial politik.

E. Kajian Pustaka

Dalam mengkaji permasalahan pada penelitian menggunakan beberapa

sumber yang berkaitan dengan sejarah Surakarta menjelang dan pasca Proklamasi

seperti karya George D. Larson dalam bukunya Masa Menjelang Revolusi, Kraton

dan Kehidupan politik di Surakarta 1912-1942 (1990), yang mengungkapkan

kehidupan di dalam Keraton pada tahun 1912-1942. Menurut Larson masyarakat

Jawa secara tradisional terbagi dalam tiga kelompok sosial yaitu keluarga Raja,

Pegawai/Pejabat kerajaan dan rakyat biasa. Buku ini memberikan informasi

mengenai kehidupan rumah tangga dalam Keraton menjelang kemerdekaan, baik

secara politik, ekonomi maupun sosial. Hal ini sangat penting diketahui karena

sebelum membicarakan sistem birokrasi di Surakarta, sebaiknya diawali dari

kondisi wilayah Surakarta dan Keraton Kasunanan menjelang kemerdekaan. Di

lain pihak karya ini merupakan studi sejarah politik Surakarta pada masa

menjelang berakhirnya pemerintahan kolonial Belanda. Serta peranan golongan

elite di Surakarta dalam pergerakan kebangsaan di Indonesia. Meskipun buku ini

lebih menekankan pada bagaimana sikap Keraton Surakarta dalam menghadapi

kemerdekaan dan mulai goyahnya kedaulatan mereka atas Surakarta. Selain itu

dilihat dari rentan waktunya, buku ini hanya menjelaskan mengenai Surakarta

sebelum kemerdekaan sehingga kurang detail mengenai kondisi Surakarta pasca

kemerdekaan dan kondisi birokrasi di Surakarta setelah proklamasi.

Page 28: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Buku kedua karangan milik Imam Samroni beserta tim yang berjudul Daerah

Istimewa Surakarta (2010). Buku yang menjelaskan mengenai keberadaan Dearah

Istimewa Surakarta dalam kajian history. Menjelaskan mengenai permasalahan-

permasalahan seputar status Daerah Istimewa Surakarta dan gerakan anti

Swapraja yang terjadi pada saat itu. Buku ini lebih menjelaskan mengenai

hilangnya status Keistimewaan Surakarta dan sikap Keraton Kasunanan dalam

menanggapi serta usaha mereka untuk mengembalikan keistimewaan tersebut.

Dengan adanya penetapan mengenai pemberian status Daerah Istimewa di

Surakarta membuat banyak tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang setuju

dan tidak setuju dengan pemberian status tersebut. Hal ini memunculkan konflik

dan kecaman di Surakarta sehingga membuat pemerintah Pusat harus turun tangan

untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan membentuk KNID di Surakarta

untuk meredam kekacauan di Surakarta.

Karya Imam Samroni ini hanya menjelaskan seputar permasalahan

keisimewaan Surakarta yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Swapraja yang

ada di Surakarta. Masalah-masalah yang mempengaruhi atau menjadi dampak

akan keistimewaan Surakarta kurang dijelaskan dalam buku ini.

Selain beberapa buku di atas, juga digunakan buku yang di terbitkan oleh

Paguyuban Para Pelaku Pemerintah RI Balaikota Surakarta dalam Pendudukan

Belanda Tahun 1948 – 1950 yang berjudul Perjuangan Gerilya Membela

Kemerdekaan Negara dan Bangsa, 1995. Dalam buku ini mengisahkan tentang

situasi dan kondisi riil Surakarta pada masa revolusi. Hal ini di peroleh langsung

dari para mantan pejuang yang sekaligus menjabat sebagai perangkat

Page 29: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

pemerintahan di Surakarta. Keadaan yang serba labil antara Kekuasaan RI dan

kekuasaan Swapraja kerajaan yang didukung oleh pihak Belanda. Buku tersebut

memberikan gambaran tentang situasi dan kondisi pemerintahan pada masa

pendudukan Belanda tahun 1948-1950. Di dalam buku tersebut dikisahkan pula

tentang pemerintahan gerilya di Kota Surakarta yang dapat disebut juga sebagai

pemerintahan militer, karena pada saat itu keadaan Republik Indonesia pada

umumnya dan kota Surakarta pada khususnya sedang dalam keadaan darurat

perang. Pelaku pemerintahan gerilya kota Surakarta diceritakan dalam buku ini,

mulai dari pembentukan sampai dengan pelaksanaan pemerintah gerilya tersebut.

Referensi dari skripsi-skripsi yang sudah ada sebelumnya yang berkaitan

dengan proses terbentuknya birokrasi modern, salah satunya skripsi dari Cahya

Putri Musaparsih tahun 2005 yang berjudul Strategi Komite Nasional Indonesia

Daerah Surakarta (KNIDS) Dalam Mengambil Alih Swapraja, 1945-1946,

dimana pasca kemerdekaan pemerintah pusat membuat suatu Komite Nasional

Pusat yang memiliki cabang di setiap daerah di Indonesia begitu juga di Surakarta.

Komite ini bertugas sebagai pemerintahan sementara sebelum dibentuknya

pemerintahan daerah secara resmi di Surakarta. Meskipun dalam pembentukannya

banyak menuai konflik dan juga perlu perjuangan yang cukup keras tetapi dengan

terbentuknya KNIDS ini dapat mempertegas eksistensi bahwa telah terbentuknya

suatu pemerintahan yang berada langsung di bawah Pemerintahan Pusat. Lingkup

penelitian ini hanya mencakup peristiwa yang terjadi pasca Kemerdekaan hingga

aksi anti Swapraja yang menjadi penyebab terbentuknya KNIDS di Surakarta

yang rentan waktunya terjadi pada tahun 1945-1946. Kajian ini belum

Page 30: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

menjelaskan lebih detail lagi kondisi Surakarta setelah masalah Swapraja dan juga

perkembangan birokrasi modern yang terbentuk setelah adanya KNIDS.

Skripsi dari Pheres Sunu Wijayengrono tahun 2006 yang berjudul Sikap

Politik Mangkunegaran Dalam Mempertahankan Swapraja 1945-1946,

memberikan penjelasan mengenai kondisi birokrasi Mangkunegaran dalam

menghadapi gerakan anti swapraja. Kajian ini mencoba untuk membuka kembali

keberadaan Mangkunegaran sebagai lembaga politik pada tahun 1945-1946.

Keberadaan Mangkunegaran sebagai lembaga tradisional tidak dianggap sebagai

antithesis dari anti Swapraja. Hal ini dikarenakan upaya yang dilakukan oleh

Mangkunegaran dalam menentang gerakan anti Swapraja sangat intensif dan lebih

terbuka dibandingkan Kasunanan yang lebih menunjukkan sikap feodalisme di

Surakarta. Bagi Mangkunegaran sendiri keterlibatan gerakan anti Swapraja dalam

perpolitikan di Surakarta pada akhirnya menjadi ancaman utama setelah pihak

Kasunanan pada akhirnya meredakan tekanan kepada Mangkunegaran untuk

secara bersama-sama menghadapi revolusi sosial yang terdapat pada gerakan anti

Swapraja.

Pada masa ini terlihat bahwa lemahnya kepemimpinan Kasunanan dalam

menghadapi gerakan anti Swapraja yang berbeda dengan Mangkunegaran yang

sejak awal berani menentang gerakan anti swapraja dalam bentuk konfrontasi

apapun karena kokohnya kekuasaan Mangkunegaran terhadap sistem birokrasi

baik di dalam istana maupun di masyarakat. Meskipun begitu Mangkunegaran

tetap tidak dapat mempertahankan kekuasaan politiknya di Surakarta dimana

Page 31: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

gerakan anti swapraja ini telah mencapai puncaknya yang berujung pada

keruntuhan kekuasaan Mangkunegaran.

Penelitian ini hanya mengkaji mengenai bagaimana Mangkunegaran

mempertahankan kekuasaannya pada masa Kemerdekaan. Kajian ini menjelaskan

sikap politik Mangkunegaran dalam mempertahankan Swapraja. Tetapi belum

menjelaskan bagaimana perubahan birokrasi yang terjadi pada saat itu.

Begitu juga denga skripsi karangan R. Djojo Puswito tahun 1999 yang

berjudul Sistem Pelaksanaan Pengawasan Pemerintah Kolonial Belanda

Terhadap Kasunanan Surakarta Pada Masa Paku Buwana X, yang menjelaskan

pemerintah kolonial mengatur hampir segala macam aspek kehidupan di dalam

Keraton maupun luar keraton Surakarta. Tentu saja cara yang digunakan tidak

secara frontal tetapi dengan masuk kedalam system kebijakan pemerintahan dalam

birokrasi Keraton. Bahkan dalam masalah pengangkatan patih pun harus sesuai

ijin dari pemerintah kolonial. Maka dari itu, meskipun penjajahan kolonial tidak

langsung mengaraha ke pribumi tetapi melalu penguasa local. Hal ini karena

dalam birokrasi tradisional hubungan antara Raja dengan Kawula masih sangat

kental sekali, dimana raja diibaratkan sebagai titisan dewa yang segala

perintahnya adalah titah yang akan dilaksanakan oleh rakyat. Tetapi kajian ini

lebih memusatkan pada pengawasan dari Pemerintah Kolonial pada Keraton

Kasunanan masa Paku Buwana X.

Karya dari Martin Albrow yang berjudu BIROKRASI (2004), dimana buku ini

menjelaskan tentang konsep-konsep birokrasi mulai dari awal abad ke-19 hingga

konsep birokrasi menurut tokoh-tokoh terkenal seperti Mosca dan Michel, Max

Page 32: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Weber, Karl Marx dan para tokoh Ideolog Demokrasi. Albrow berusaha untuk

menggali hakikat birokrasi, latar belakang dan kelahiran dari birokrasi, selain itu

juga mengungkapkan pemikiran Max Weber tentang tujuh konsep birokrasi

modern. Maka dari itu penting dalam kajian ini untuk menggunakan karya dari

Martin Albrow ini sebagai sumber yang memberikan penjelasan mengenai dasar

dari birokrasi modern dan bagaimana konsep dari birokrasi tersebut.

Dalam mengerti masalah birokrasi baik secara umum maupun yang

berhubungan dengan sistem birokrasi modern, penelitian ini menggunakan

sumber dari buku yang berjudul Birokrasi dalam Masyarakat Modern, karya Peter

M. Blau dan Marshall W. Meyer (1987). Dalam buku ini dijelaskan mengenai

pengertian Birokrasi, konsep birokrasi yang berkembang di masyarakat sejak

jaman pertengahan hingga birokrasi modern dan organisasi birokrasi. Oleh karena

buku ini digunakan sebagai bahan kajian yang memberikan gambaran perihal

birokrasi, khususnya birokrasi modern.

F. Metode Penelitian

Sesuai permasalahan yang akan diteliti maka penelitian ini menggunakan

metode sejarah. Menurut Nugroho Notosusanto, metode sejarah merupakan

kumpulan prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk

bantuan secara efektif didalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah,

menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa daripada hasilnya

dalam bentuk tertulis.8 Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang

mencakup empat tahap yaitu menghimpun sumber-sumber sejarah yang sesuai

8 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah,

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993) Hlm 60-62.

Page 33: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

dengan permasalahan (heuristik), kritik sumber, interpretasi dengan penjelasan

sebagai berikut:9

1. Heuristik

Tahap pertama heuristik, menghimpun sumber-sumber sejarah berkaitan

dengan segala hal mengenai Keraton Kasunanan, terutama mengenai birokrasi

pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta sebelum dan sesudah adanya gerakan

anti Swapraja.

Karena penelitian ini menggunakan metode historis, maka jenis sumber

data yang digunakan berupa arsip seperti : Penetapan Pemerintah No. 16/S.D.

tahun 1946, Maklumat yang dikeluarkan oleh Paku Buwana XII tertanggal 1

September 1945, piagam kedudukan tanggal 19 Agustus 1945, Laporan Riwayat

Perjuangan Para Pelaku Pemerintahan Republik Indonesia Balai Kota Suarakarta

pada masa pendudukan Belanda, Peraturan Pengganti Undang-undang No.8 tahun

1946, UU No.16 tahun 1947 tentang pengesahan pemerintahan Kota dan berbagai

arsip yang berkenaan dengan perubahan ketatanegaraan Keraton Kasunanan

Surakarta. Verslag mengenai Komando Militer Kota pada tahun 1949. Maklumat

No. 2/MBKD mengenai berlakunya pemerintah militer di seluruh Pulau Jawa.

Serta beberapa surat kabar yang menyiarkan berita seputar kondisi Surakarta pada

saat itu.

Selain itu juga arsip mengenai Maklumat Dewan Pertahanan Daerah

Surakarta No. 17 tahun 1947. Siaran Kilat No. 5 yang berisi mengenai tentang

urusan Daerah Istimewa Surakarta yang dikeluarkan Pemerintah Militer Daerah

9 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1994)

hlm. 79.

Page 34: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Kota Surakarta, undangan untuk menghadiri acara Penghapusan Pemerintah

Militer Surakarta. Turunan mengenai pengumuman menolak segala macam jenis

negara boneka bentukan Belanda. Terdapat juga Konsep Rinci tentang Status

Kekuasaan Daerah serta Struktur dan Tata Pelaksanaan Pemerintah Swapraja.

Semua arsip tersebut di atas didapatkan dari perpustakaan Mangkunegaran

(Reksapustaka), Monumen Pers, dan juga Sasana Pustaka Kasunanan Surakarta.

2. Kritik Sumber

Terdiri dari kritik intern dan ekstern. Kritik intern merupakan kritk yang

meliputi tulisan, kata-kata, bahasa dan analisa verbal serta tentang kalimat yang

berguna sebagai validitas sumber atau untuk membuktikan bahwa sumber tersebut

dapat dipercaya. Sedangkan kritik ekstern, meliputi material yang digunakan guna

mencapai kredibilitas sumber atau keaslian sumber tersebut. Dari hasil sumber-

sumber yang berhasil dikumpulkan adalah dokumen asli bahwasanya sumber-

sumber itu sebagian berbahasa Belanda yang kuno dan bahasa Jawa lengkap

dengan tulisan Jawa pula. Kondisi dari data yang mudah rusak karena bahan

kertasnya sudah berusia sangat tua dan mudah repuh dan sobek. Terkadang tulisan

yang berupa tulisan tangan sebagian ada tinta yang luntur sehingga susah untuk

dibaca. Memilih dan memilah sumber-sumber yang akan dijadikan data, karena

tidak semua arsip yang ditemukan dapat dijadikan sebagai data.

3. Interpretasi

Tahap ketiga adalah interpretasi, yang diartikan sebagai memahami makna

yang sebenarnya dari sumber-sumber atau bukti-bukti sejarah. Fakta sebagai hasil

“kebenaran” dari sumber sejarah setelah melalui pengujian yang kritis tidak akan

Page 35: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

bermakna tanpa dirangkaikan dengan fakta lain. Proses perangkaian itu disebut

eksplanasi. Hasil eksplanasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tertulis

yang disebut rekonstruksi, yaitu dengan menyusun fakta-fakta kemudian menjadi

sebuah kisah sejarah. Tujuan kegiatan ini adalah merangkaikan fakta-fakta

menjadi kisah sejarah dari bahan sumber-sumber yang belum merupakan suatu

kisah sejarah.

4. Historiografi

Tahap keempat adalah historiografi yang merupakan penyajian hasil

penelitian dalam bentuk tulisan baru berdasarkan bukti-bukti yang telah diuji.

Sumber-sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan, selanjutnya dianalisis,

diinterpretasikan dan ditafsirkan isinya. Data-data yang telah dikaji kebenarannya

itu merupakan fakta–fakta yang dirangkai menjadi kisah sejarah yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Historiografi atau penulisan sejarah, yaitu

menyampaikan sumber yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah atau penulisan

sejarah. Kemudian menceritakan apa yang telah ditafsirkan dalam penyusunan

kisah sehingga menarik untuk dibaca. Penulisan dan penyusunan kisah dengan

kata-kata dan gaya bahasa yang baik bertujuan supaya pembaca mudah

memahami maksudnya dan tidak membosankan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika dimaksudkan membantu pembaca untuk mempermudah dalam

memahami penulisan skripsi ini. Serta membantu memberikan gambaran

mengenai tema yang di bicarakan di dalamnya.

Page 36: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Bab I merupakan Pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab II, pada bab ini membahas tentang kondisi birokrasi di Surakarta

sebelum kemerdekaan. Diterangkan pula mengenai gambaran umum kondisi

birokrasi tradisional (Kasunan Surakarta dan Mangkunegaran) sebelum

kemerdekaan dan struktur pemerintahan dan kewenangan yang dimiliki Keraton

Kasunanan dan Mangkunegaran pada saat terjadinya proses terbentuknya

birokrasi modern pada tahun 1945-1950.

Bab III menjelaskan proses terbentuknya birokrasi modern dan struktur

birokrasi modern di Surakarta. Di dalam bab ini juga dijelaskan kondisi di

Surakarta pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia, hingga terbentuknya sistem

birokrasi modern di Suarakrta beserta peristiwa-peristiwa yang

melatarbelakanginya dan mengenai jalannya birokrasi modern yang baru

terbentuk.

Bab IV menjelaskan dampak dari terbentuknya birokrasi modern di

Surakarta. Khususnya bab ini menjelaskan dampak pada masyarakat dengan

adanya sistem birokrasi yang baru tersebut.

Bab V penutup yang berisi kesimpulan dari keseluruhan pembicaraan yang

telah diuraikan dalam kajian ini.

Page 37: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

BAB II

BIROKRASI TRADISIONAL DI SURAKARTA

MENJELANG KEMERDEKAAN

Nama Surakarta merupakan nama varian dari Jakarta yang pada masa lalu juga

disebut Jayakarta. Surakarta berasal dari gabungan kata Sura berarti berani, dan

Karta berarti sejahtera.1 Keraton Surakarta mulai dibangun pada masa

pemerintahan Sunan Paku Buwana II (1726-1749), sebagai pengganti Keraton

Kartasura yang telah rusak akibat pemberontakan orang-orang Cina dibawah

pimpinan Sunan Kuning, juga oleh pasukan Madura yang dipimpin Cakraningrat

IV.2

Kerajaan tradisional Jawa, baik pada zaman Hindu-Budha maupun Islam

selalu menempatkan kekuasaan tertingginya pada raja. Dalam konsep Jawa

tentang organisasi Negara, raja atau ratulah yang menjadi eksponen mikrokosmos.

Raja merupakan penguasa tunggal yang memiliki kekuasaan yang begitu besar

tetapi juga menuntut tanggung jawab yang begitu berat. Konsep seperti ini disebut

dengan Konsep Kekuasaan Jawa.

Menurut pemikiran dari Max Weber budaya politik di Indonesia lebih

mengarah pada nilai-nilai patrimonial. Oleh karenanya, jenis sistem politik dan

demokrasi yang berkembang adalah sistem politik dan demokrasi patrimonial.3

1 Dwi Ratna Nur Hajarini, dkk, Sejarah Keraton Tradisional Surakarta,

(Jakarta: CV. Ilham Bangun Karya, 1999), hlm.7-8

2 Ibid, hlm. 12

3 Martin Albrow, BIROKRASI, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004) hlm. 58

Page 38: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Max Weber menjelaskan patrimonialisme sebagai salah satu bentuk dominasi

dari otoritas tradisional. Pijakan dasarnya adalah pemahaman patrimonial dapat

ditelusuri pada penjabarannya mengenai Otoritas Tradisional. Tipe otoritas

tradisional, didasarkan pada kepercayaan yang mapan terhadap kesucian tradisi

zaman dahulu yang kemudian dipertahankan dan diturunkan dari generasi ke

generasi. Kepercayaan yang telah mapan ini yang dipakai sebagai dasar memberi

legitimasi kepada status pemegang otoritas. Alasan orang patuh serta taat pada

pemegang otoritas berdasarkan prilaku yang diambil begitu saja (taken for

granted).4 Alasannya, karena sejak dahulu juga seperti itu, atau karena mereka

yang memegang otoritas tersebut telah dipilih berdasarkan peraturan yang harus

dihormati sepanjang waktu.

Hubungan antara pemimpin yang memegang otoritas dengan bawahannya

merupakan hubungan pribadi. Ada kesetiaan pribadi untuk patuh dan taat pada

pemimpin tersebut dan sebaliknya pemimpin berkewajiban secara moral untuk

memperhatikan kebutuhan dari mereka yang dipimpin. Bagi Weber, sebuah

otoritas akan disebut tradisional jika ada legitimasi yang bersumber dari

kekuasaan dan peraturan yang sudah sangat tua dan suci. Para pemimpin dipilih

menurut peraturan tradisional dan dipatuhi berdasarkan status tradisional mereka

(Eigenwurde). Tipe pengaturan ini, berdasarkan loyalitas personal yang dihasilkan

dari pelajaran-pelajaran yang di tanamkan semenjak kecil (commons upbringing).

Penggunaan otoritas dilekatkan pada pemimpin secara individual, dimana para

pembantu pemimpin tersebut bukanlah seseorang yang digaji, sebagaimana

4 Ibid, hlm. 72

Page 39: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

pegawai dalam konteks birokrasi modern. Ia hanya sebagai seorang asisten pribadi

(personal retainer) yang loyal dengan tuannya. Kemampuan dan hak untuk

memerintah diwariskan melalui keturunan dan itu tidak berubah, juga tidak

memfasilitasi perubahan sosial. Kecenderungan tidak rasional dan tidak konsisten,

serta melanggengkan status quo. Penciptaan hukum baru yang berlawanan dengan

norma-norma tradisional dianggap tidak memungkinkan. Otoritas tradisional

biasanya diwujudkan dalam feodalisme. Dalam struktur murni patriarkal, "hamba

secara pribadi tergantung pada tuan" (Tuan-Hamba), sedangkan pada sistem

feodalisme, para pelayan bukan budak penguasa tetapi laki-laki independen,

namun dalam Patriakal dan feodalisme tersebut, sistem kekuasaan tidak berubah

atau berevolusi.

Menurut konsep kekuasaan Jawa, raja adalah seorang yang berkuasa secara

mutlak / absolute, tetapi kekuasaan itu diimbangi dengan kewajiban moral yang

besar untuk kesejahteraan rakyatnya oleh karena itu dalam konsep kekuasaan jawa

dikenal sebagai tugas raja adalah njaga tata tentremin praja yang artinya menjaga

supaya masyarakat teratur, dengan demikian ketentraman dan kesejahteraan

rakyat terjaga.5

Kedudukan dan kekuasaan raja yang begitu besar dikenal dengan doktrin

Keagungbinataraan. Maksud dari konsep ini adalah bahwa Raja memiliki

segalanya baik harta maupun manusia. Oleh karena itu dikalangan rakyat berlaku

prinsip nderek kersa dalem. Namun hal ini tidak berarti raja sebagai penguasa

5 Tim Penulis Solopos, Di Balik Suksesi Keraton Surakarta Hadiningrat,

(Solo: PT Aksara Solopos, 2004), hlm. 63

Page 40: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

tunggal berhak untuk berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Sebab dalam

konsep Keagungbinataraan itu juga dirangkai dengan sikap berbudi laksana,

ambeg adil para marta6, dan hal tersebut masih ditambah lagi dengan kalimat

wenang wisesa sangari7. Ini menunjukkan adanya keseimbangan antara

kewenangan yang luar biasa dengan kewajiban dan tanggung jawab yang luhur,

yakni melindungi, mengasihi dan mensejahterakan rakyatnya.8

Sebaliknya, supaya raja dapat melaksanakan tugasnya, rakyat mempunyai

kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakannya (ngemban dhawuh dalem).

Dengan demikian antara raja dan rakyat berlaku prinsip jumbuhing atau pamoring

kawula-gusti (bertemunya rakyat dan raja).

Sebelum tahun 1900 atau lebih tepatnya sebelum sistem politik Etis, sistem

pemerintahan untuk daerah jajahan (Hindia Belanda) masih bersifat sentralistis.

Dimana tidak ada partisipasi dari perangkat lokal, segala sesuatu diatur oleh

pemerintah pusat. Tidak ada sama sekali otonomi untuk mengatur sendiri rumah

tangga daerah sesuai dengan kepentingan daerah. Hal ini karena

sentralisasi dipandang sebagai cara terbaik oleh pemerintah Belanda untuk

memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, dengan sentralisasi

Belanda dapat mempertahankan tanah jajahannya.

6 berbudi laksana, ambeg adil para marta dalam bahasa Indonesia artinya

budi luhur yang begitu luas/ meluap serta sifat adil dan penuh kasih saying.

7 wenang wisesa sangari artinya memiliki wewenang diseluruh negeri

8 G. Moedjanto, Konsep Kekuasaan Jawa dan Penerapannya oleh Raja-raja

Mataram, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm 87

Page 41: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

A. Struktur Birokrasi Kolonial

Mulai tahun 1903 diberlakukan Undang-undang Desentralisasi dimana dengan

Undang-undang tersebut dibentuklah Dewan Lokal yang memiliki otonomi.

Dengan adanya dewan lokal maka pemerintah lokal perlu dibentuk dan

disesuaikan. Maka terbentuklah: Provinsi, kabupaten, kotamadya, dan kecamatan

serta desa.

Desentralisasi adalah pembagian wewenang atau urusan penyelenggaraan

pemerintahan. Dengan adanya keinginan desentralisasi maka Belanda

membutuhkan orang-orang pribumi bukan hanya sebagai penguasaan daerah

tetapi juga untuk mengerjakan keperluan administrasi pemerintah. Belanda juga

membutuhkan tenaga terlatih (tenaga kesehatan, kehutanan, kemiliteran,

kepolisian). Orang-orang pribumi tersebut akan dijadikan pelaksana, pelayan

pemerintah, serta perantara antara Belanda dan penguasa daerah. Tetapi untuk

dapat bekerja di pemerintah maka mereka harus sekolah.

Keinginan desentralisasi menyebabkan adanya desentralisasi antara negara

induk (Belanda) dengan Hindia-Belanda, antara pemerintah Batavia dengan

daerah, dan antara Belanda dengan pribumi. Dengan adanya keinginan

desentralisasi tersebut maka memerlukan adanya daerah otonom.

Meskipun ada upaya untuk modernisasi struktur birokrasi tetapi tetap saja

masih mempertahankan beberapa bagian struktur politik sebelumnya. Hal ini

dilakukan demi kepentingan praktis dan untuk mempertahankan loyalitas,

khususnya loyalitas elit bumi putra. Untuk jabatan teritorial diatas tingkat

kabupaten dipegang oleh orang-orang Belanda/ Eropa

Page 42: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Pada perkembangannya, karena semakin luas Hindia Belanda maka

dibutuhkan tenaga kerja untuk mengelola administrasi negara semakin meningkat.

Sehingga ada pendamping pejabat teritorial yang disebut pejabat non teritorial

yang setingkat kabupaten (asisten residen), kawedanan (asisten wedono).

Berdasarkan Undang-undang Perubahan tahun 1922 Hindia Belanda dibagi

dalam provinsi dan wilayah (gewest) sebagai berikut:

1.Provinsi

Provinsi memiliki otonomi. Tiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur.

Ada 3 provinsi yaitu Jawa Barat (1926), Jawa Timur (1929), dan Jawa Tengah

(1930).

2. Gewest (wilayah)

Gewest tidak memiliki otonomi. Sampai tahun 1938 Hindia Belanda terbagi

menjadi 8 gewest yang terdiri dari: 3 Provinsi : Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa

Tengah, dan 5 Gewesten : Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Gewest

Sumatera, Gewest Kalimantan (Borneo), Gewest Timur Besar (Grote Oost) yang

terdiri dari Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan Irian Barat. Untuk

Surakarta dan Yogyakarta termasuk Gubernemen yaitu wilayah yang langsung

diperintah oleh pejabat-pejabat gubernemen.

Akibat adanya desentralisasi menyebabkan munculnya kebebasan yang

semakin besar dari penguasa kolonial. Memunculkan proses Indonesianisasi

(sistem kepengurusan Indonesia, sejauh mungkin dilaksanakan oleh orang

Indonesia. Hingga lahirlah Volksraad (Dewan Rakyat)).

Page 43: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Pemerintahan tertinggi dilaksanakan oleh Menteri Jajahan sedangkan sebagai

penyelenggara pemerintahan umum adalah Gubernur Jenderal. Gubernur Jenderal

didampingi oleh Raad van Indie yang beranggotakan 4 orang yang disebut sebagai

Pemerintah Agung di Hindia Belanda.Selain itu dibantu oleh 2 Sekretariat yaitu:

1) Sekretaris Umum (Generale Secretarie) untuk membantu Commisaris

General

2) Sekretaris Pemerintah (Gouvernement Secretarie) untuk membantu

Gubernur Jenderal.

Pada perkembangannya keduanya diganti menjadi Algemene Secretarie yang

bertugas membantu Gubernur Jenderal terutama memberikan pertimbangan

keputusan. Peraturan yang mengatur kewenangan gubernur jenderal yang tertuang

dalam Regeering Reglement (RR). Gubernur Jenderal bertanggung jawab

langsung pada Raja melalui Mentri Jajahan, Laporan pertanggung jawaban

tersebut diberikan kepada Palemen Belanda (Staten Generaal).

Menurut Undang-undang Hindia Belanda sebagai bagian kerajaan Belanda,

maka:

1. Pemerintahan tertinggi berada di tangan Raja yang dilaksanakan oleh

menteri jajahan atas nama raja. Bertanggung jawab pada Parlemen

Belanda (Staten General).

2. Pemerintahan Umum diselenggarakan oleh Gubernur Jenderal atas nama

Raja yang dalam prakteknya atas nama menteri jajahan.

Page 44: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Raja bertugas :

1. Mengawasi pelaksanaan/ penyelenggaraan pemerintahan Gubernur

Jenderal.

2. Pengangkatan pejabat penting, memberikan petunjuk kepada Gubernur

Jenderal dalam mengambil keputusan apabila terjadi perselisihan antara

Gubernur jenderal dengan Dewan Hindia Belanda.

Sedangkan di bawahnya Gubernur Jenderal ada Dewan Rakyat (Volksraad)

sebagai Badan Perwakilan Hindia-Belanda dalam pemerintahan. Untuk tingat

Provinsi dikepalai oleh Gubernur, Karisidenan (afdeling) dipimpin oleh Residen

dibantu asisten residen dan controleur (pengawas). Kabupaten (regent) dipimpin

oleh bupati jabatan tertinggi, dibantu oleh seorang patih. Kawedanan dipimpin

oleh wedana, Distrik dipimpin oleh asisten wedana, dan Kecamatan dipimpin oleh

camat.

Desa (kepala desa) jabatan ini tidak termasuk dalam struktur birokrasi

pemerintah kolonial/ bukan anggota korp pegawai dalam negeri Hindia Belanda

(Departemen Dalam Negeri). Kepala desa dibantu pejabat desa (pamong desa).

Pejabat pribumi (inland bestuur) yang termasuk dalam binenland bestuur

(departemen dalam negeri) disebut Pangreh Praja (pemangku Kerajaan) yang

dikenal dengan sebutan Priyayi.

Kepala desa tidak diangkat maupun digaji oleh pemerintah. Mereka dipilih

langsung oleh rakyat dan digaji oleh rakyat pula melalui tanah desa (tanah

bengkok) yang diserahkan kepadanya selama menjadi kepala desa.

Page 45: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

B. Birokrasi Tradisional di Surakarta

Luas ibukota Kerajaan Surakarta (kota Sala) adalah 24 kilometer persegi

dengan ukuran 6 kilometer, membentang dari arah barat ke arah timur, dan 4

kilometer dari arah utara ke selatan. Kota ini berada di tanah dataran rendah di

tepi sebelah barat Sungai Bengawan Sala. Luas wilayah kerajaan Surakarta

(sekarang Karesidenan Surakarta) seluruhnya adalah 6.215 kilometer persegi.

Separuh dari daerah itu adalah milik kasunanan, sedang separuh lainnya masuk

daerah Mangkunegaran.

Di pusat ibukota terdapat bangunan inti kerajaan berupa keraton yang terdiri

dari kompleks bangunan yang dikelilingi tembok, tempat kediaman raja, isteri-

isterinya, dan berbagai wanita terkemuka. Daerah inti di kelilingi oleh sepasang

bangunan tembok yang tinggi, tempat masuk hanya bisa lewat gerbang dengan

pintu yang tebal dan kuat. Sebagai pusat kerajaan, keraton adalah pusat birokrasi

pemerintahan atau dapat dikatakan pusat penyelenggara pemerintahan dalam

suatu kerajaan. Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dibantu oleh para

pengikutnya yang setia berdasarkan hubungan kekeluargaan.

Agar kekuasaan itu diselenggarakan secara berdaya dan berhasil guna, maka

dalam konsep kekuasaan Jawa dikenal adanya konsep kewilayahan, birokrasi serta

dibuat pedoman perilaku bagi para penguasa dan rakyat.

Konsep kewilayahan negara tercermin dalam gambaran sebagai berikut:

1) Pada tingkat pusat terdapat karaton, negara atau kuthagara, yaitu wilayah

inti, tempat tinggal raja dan keluarganya. Daerah ini adalah daerah inti atau pusat

Page 46: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

dari wilayah kerajaan. Daerah ini juga disebut daerah Narawito9 yang merupakan

tanah milik raja. Di daerah Kutagara inilah terletak keraton. Dimana raja dengan

keluarganya dan beberapa pejabat tinggi lainnya tinggal.

2) Negara agung, yaitu daerah yang ada di sekitar Kutagara. Daerah ini masih

termasuk daerah inti kerajaan karena di daerah inilah terutama terdapat tanah

lungguh (apanage) dari para bangsawan keluarga Mataram;

3) Mancanagara, yaitu daerah darat di luar negara agung, di daerah ini dapat

dikatakan tidak ada tanah-tanah lungguh dari bangsawan-bangsawan kraton tetapi

tiap waktu-waktu tertentu harus menyerahkan pajak ke keraton.

4) Daerah pesisir wetan, kira-kira Demak ke Timur, dan pesisir kilen, kira-

kira Demak ke Barat.

Birokrasi Mataram menyangkut urusan pusat dan daerah. Di pusat, birokrasi

dipimpin oleh Patih (pepatih dalem). Ia membawahkan sejumlah pejabat atau

nayaka, semacam kepala departemen, yang disebut wedana. Patih juga

membawahkan militer dan para bupati. Birokrasi di kabupaten merupakan bentuk

tiruan dalam ukuran yang lebih kecil dari birokrasi kerajaan. Bupati atau adipati

pada hakikatnya adalah raja kecil atau taklukan dari raja besar.

Doktrin keagungbinataraan mengajarkan bahwa raja harus selalu membangun

kerajaannya, sehingga kerajaannya menjadi pusat politik yang tertinggi dan paling

kuasa. Secara singkat kekuasaan raja besar menurut konsep kekuasaan Jawa

ditandai oleh: 1) Wilayah kerajaannya yang sangat luas; 2) Luas wilayah daerah

9 Nara=orang, wita= suwitaatau mengabdi, jadi daerah dari orang-orang yang

mengabdi.

Page 47: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

atau kerajaan taklukan dan berbagai barang persembahan yang disampaikan oleh

raja taklukan; 3) Kesetiaan para bupati dan punggawa lainnya dalam menunaikan

tugas kerajaan dan kehadiran mereka dalam paseban yang diselenggarakan pada

hari-hari tertentu; 4) Kebesaran dan kemeriahan upacara kerajaan dan banyaknya

pusaka dan perlengkapan yang tampak dalam upacara; 5) Kekayaan yang dimiliki

oleh raja, gelar-gelar yang disandang dan kemasyhurannya; 6) Seluruh kekuasaan

menjadi satu ditangannya, tanpa ada yang menandingi.

Kasunanan adalah daerah Swapraja yaitu daerah yang dapat memerintah

sendiri atau dapat disebut juga Zelfbesturendelandscapen,10

meskipun begitu

keraton tidak lepas dari pengawasan pemerintah Kolonial Belanda. Hubungan

dengan pemerintah Kolonial tersebut diatur dalam perjanjian-perjanjian politik

yang disebut politiek contract. Terdapat dua macam perjanjian politik yaitu Lang

Contract atau kontrak panjang dan Korte Verklaring atau pernyataan pendek.

Perbedaan dari perjanjian politik tersebut adalah :

(1) Swapraja dengan kontrak panjang (Lang Contract), yaitu perjanjian yang

mengikat dan membatasi kekuasaan swapraja dan memberi kelonggaran

pada pemerintah pusat.

(2) Swapraja dengan kontrak pendek (Korte Verklaring), yaitu berisi

keterangan bahwa swapraja mengakui kedaulatan Negara dan tunduk akan

perintah.11

10 Zelfbesturende landschappen artinya adalah berhak memerintah daerahnya

sendiri. Imam Samroni, dkk., Daerah Istimewa Surakarta,(Yogyakarta: Pura

Pustaka Yogyakarta, 2010), hlm. V

11 Dwi Ratna Nur Hajarini, dkk, opcit, hlm. 124-125

Page 48: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Dilihat dari segi hukum tersebut di atas maka daerah swapraja Surakarta

tergolong swapraja dengan kontrak panjang, karena perjanjian yang dibuat secara

turun temurun berlaku terus. Kontrak panjang ini menetapkan satu demi satu

kekuasaan Belanda dalam hubungannya dengan pemerintahan swapraja yang

bersangkutan, sebaliknya pemerintah kolonial mengakui keberadaan pemerintah

swapraja beserta haknya untuk mengatur dan menjalankan pemerintahannya.

Perjanjian politik tersebut selalu diperbarui tiap kali seorang putra mahkota

akan menduduki tahta kerajaan. Meskipun dengan adanya perjanjian politik

tersebut kekuasaan raja benar-benar telah mengalami pergeseran, akan tetapi

dalam kenyataannya Kasunanan Surakarta merupakan kerajaan yang otonom,

mempunyai system pemerintahan sendiri, walaupun tidak bisa dilepaskan sama

sekali dari pengaruh sistem kolonial.12

1. Birokrasi Keraton Kasunanan

Kekuasaan seorang raja, sebagai diatur dalam struktur birokrasi tradisional

memiliki kekuasan sentral dalam wilayah kerajaan. Kedudukan dan kekuasaan

raja diperoleh berdasarkan warisan menurut tradisi pengangkatan raja baru atas

dasar keturunan Raja yang memerintah. Raja-Raja Surakarta memakai gelar dan

sebutan Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana

Senapati Ing Alaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatullah. Atas

dasar gelar ini, maka Raja mengepalai urusan politik pemerintahan, keagamaan

dan sebagai primus interpares di wilayah kekuasaannya.

12

Ibid, hlm. 125

Page 49: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Pola demikian merupakan pola Caesar-papisme, yaitu raja sebagai orang

pertama dan terhormat di negaranya (Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng

Susuhunan),13

dia juga sebagai pusat kehidupan masyarakat dan dunia (Paku

Buwana). Selain itu raja adalah kepala pemerintahan dan juga sebagai panglima

tertinggi angkatan perang (Senapati Ingalaga), serta sebagai kepala bidang

keagamaan (Ngabdurahman Sayidin Panatagama). Sebagai penguasa tertinggi

Raja harus adil dalam memerintah dengan hukum yang seadil-adilnya, hal ini

karena Raja dianggap sebagai wakil Allah di dunia yang tampak pada gelar

Khalifatulah.14

Oleh karena itu raja duduk sebagai wali hakim bagi kawula dalem

wanita yang akan menikah.

Menurut tradisi istana yang berlaku bahwa hanya putera laki-laki tertua dari

permaisuri atau yang ditunjuk oleh raja sajalah yang berhak menggantikan

kedudukan sebagai Raja. Hal ini berdasarkan pada tradisi bahwa yang berhak

menjadi Wali adalah orang laki-laki atau ayah, atau saudara laki-laki dari satu

ayah. Maka menurut adat kerajaan yang berhak menjadi Raja haruslah keturunan

atau putera laki-laki.

Raja secara tradisional dianggap sebagai pusat dunia, pusat kehidupan

masyarakat, maka tanggung jawab baik buruknya kerajaan terletak di tangan raja.

Oleh karena itu dalam struktur birokrasi pemerintahan, raja menempati kedudukan

tertinggi. Raja berhak mengangkat dan memberhentikan pejabat-pejabat dalam

pemerintahan yang dipegangnya. Kedudukan raja yang sangat tinggi maka dalam

13

Ibid.

14 Ibid.

Page 50: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

menjalankan tugas pemerintahan, raja dibantu melalui birokrasinya yang

merupakan alat dari kekuasaan raja yaitu para abdi dalem (pegawai kerajaan).

Dalam hal ini pepatih dalem (patih) merupakan orang nomor dua setelah raja,

baru kemudian diteruskan kepada kawula dalem (rakyat).15

Para abdi dalem juga bisa dimasukkan dalam golongan priyayi, mereka

mempunyai keyakinan dan nilai-nilai khusus dan berada di antara raja serta para

bendara di satu pihak dan tiyang alit di lain pihak. Mereka juga merupakan salah

satu unsur elit yang memerintah, karena elit ini terdiri atas dua kelompok, yaitu

aristrokrasi darah dan aristokrasi jabatan. Kawula atau rakyat kecil yang ingin

masuk dalam kelompok elit ini harus menjadi abdi dalem yang di-kawulawisuda

(diwisuda).16

Dalam perkembangan berikutnya secara berangsur-angsur para

priyayi murni berasal dari keluarga dan keturunannya.

Rakyat kecil yang ingin masuk menjadi priyayi harus melewati jalur suwita

dan magang. Suwita dimulai ketika anak masih berusia sekitar dua belas tahun,

dan dilaksanakan di rumah kerabat yang telah menjadi priyayi tingkat tinggi. Di

tempat yang baru itu anak yang suwita harus mau melakukan pekerjaan baik yang

kasar maupun yang memakai pikiran. Selain itu ia harus membiasakan diri dengan

keadaan setempat, belajar sopan santun yang berlaku dalam keluarga tempat ia

mengabdi. Ia juga harus banyak menimba macam-macam pengetahuan dalam

bidang artistik, terutama kesusastraan, tari dan gamelan.17

15

Ibid, hlm. 111

16 Darsiti Suratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939,

(Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia, 2000), hlm.247 17

Ibid, hlm. 248

Page 51: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Bagi rakyat pada umumnya atau petani yang tidak mempunyai kerabat

Priyayi, biasanya menjumpai kesulitan dalam memperoleh keluarga yang dapat

dipakai untuk tempat suwita bagi anaknya. Tetapi seorang petani yang sangat

ingin agar anaknya dapat menjadi priyayi, dapat menggunakan hubungan patron-

klient sebagai alat untuk mencapai maksudnya itu. Cara menyampaikannya

dengan menggunakan lambang, misalnya pada waktu ia menyerahkan hasil sawah

yang digarap kepada patuhnya, ia menyerahkan pula beberapa pikul buah-buahan.

Hal ini mengandung maksud, bahwa buah-buahan tersebut sebagai timbangan

agar tuannya mau mengimbangi jerih payah hambanya, berarti tidak berkeberatan

menerima anak kliennya mengabdi kepadanya.

Waktu yang dipakai untuk suwita bagi tiap anak tidak sama, karena hal ini

tergantung pada ketekunan, kerajinan, kesetiaan, kejujuran dan kemampuan anak

yang mengabdi itu. Jika tahap suwita telah berhasil dilalui dengan baik, anak itu

mulai melangkah ke tataran berikutnya, yaitu magang. Oleh tuannya dikirim ke

salah satu bagian dalam struktur pemerintahan lokal atau keraton disertai surat

rekomendasi yang dibuatnya, di tambah dengan surat keterangan mengenai

silsilahnya. Pada umumnya penerimaan menjadi magang priyayi akan lebih

mudah, jika yang bersangkutan mempunyai keluarga yang telah menjadi priyayi.

Seorang yang dapat melampaui kedudukan suwita atau magang sehingga

diterima dalam tingkat berikutnya hal ini dikarenakan dia dianggap telah cukup

pengetahuannya dan telah berbuat banyak jasa bagi tuannya. Pada umumnya tuan

atau priyayi tempat anak suwita mengabdi, memberikan penilaian menggunakan

kriteria subjektif, sehingga perhatian hanya ditujukan pada perbuatan abdinya

Page 52: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

yang selalu menyenangkan hatinya. Maka dapat dikatakan hubungan antara tuan

dan anak yang suwita itu sangat pribadi, seakan-akan merupakan suatu ikatan

patron-klien yang mendalam.

Terjalinlah hubungan antara keluarga priyayi dan kerabat anak suwita yang

berada di pedesaan atau kerabat priyayi yang lebih rendah. Berbagai macam cara

untuk menyatakan jalinan hubungan itu dilakukan, setidak-tidaknya kerabat anak

yang suwita itu akan menjunjung nama baik keluarga priyayi itu. Kerabat anak

yang suwita merasa teruntungkan, karena mereka mempunyai harapan akan

adanya mobilitas vertical di dalam lingkungan kerabatnya.

Meskipun begitu seseorang dapat langsung diterima menjadi priyayi atas

seizin raja tanpa melalui prosedur biasa, bahkan ada yang langsung dapat

memperoleh pangkat mantri atau kliwon. Seorang yang langsung mendapatkan

pangkat kliwon berarti ia telah melampaui deretan jenjang kepangkatan jajar,

bekel, lurah, mantri dan panewu.18

Sedangkan sebagai abdi dalem dengan pangkat tertinggi yaitu Pepatih Dalem

(patih) sebagai orang nomor dua setelah raja, berkedudukan di pusat kerajaan dan

sebagai tangan pertama raja dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan

Kasunanan Surakarta dibagi dalam tiga bagian administrasi pemerintahan yang

terdiri atas :19

a. Reh Kepatihan, yaitu lembaga administrasi pemerintahan dibawah

kekuasaan patih, dimana patih berfungsi sebagai pejabat tertinggi dalam

hierarki birokrasi. Patih berfungsi sebagai wakil Sunan dalam bidang

18

Ibid, hlm. 258 19

Dwi Ratna Nur Hajarini, dkk, opcit, hlm. 111-112

Page 53: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

pemerintahan, maka patih disebut sebagai rijksbestuurder artinya yang

memerintah Negara atau Mangreh Negara.

Reh Kepatihan sebagai lembaga administrasi pemerintahan, dalam

pelaksanaannya dibantu oleh para Bupati yang terbagi dalam Bupati

Nayaka (Bupati Pemerintahan) dan Bupati Pangreh Praja. Pelaksanaan

pemerintahan di pusatkan di Kuthagara, yang disebut Pemerintahan Bale

Mangu. Bupati Nayaka berjumlah delapan orang (Nayaka Wolu), dimana

yang menjadi Dewan Kerajaan adalah empat Bupati Nayaka Lebet dan

empat Bupati Nayaka Jawi.20

Para Bupati tersebut menerima perintah

langsung dari Patih. Bupati Lebet bertugas mengurusi urusan di dalam

istana (Parentah Keraton). Sedang Bupati Jawi bertugas menjaga

keamanan dan ketentraman kawula dalem di daerah Negara Agung.

Sedangkan untuk Bupati Pangreh Praja menguasai daerah territorial

ditingkat kabupaten sehingga untuk seluruh wilayah Kasunanan Surakarta

terdapat empat Bupati Pangreh Praja.

b. Reh Kadipaten Anom, berkedudukan sebagai kepala administrasi,

mengurusi kebutuhan para sentana dalem. Lembaga ini berada di bawah

kekuasaan Pangeran Adipati Anom.21

c. Reh Pangulon, bertugas mengurusi administrasi keagamaan yang secara

integrative di bawah pimpinan Pengulu Tafsir Anom. Penghulu Keraton

berfungsi sebagai penasehat raja. Khususnya ketika Raja mengambil

20

Ibid.

21 Ibid.

Page 54: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

keputusan hukuman di pengadilan, dalam kedudukannya sebagai anggota

lembaga peradilan Surambi. Pegawai-pegawai yang membantu lembaga

Reh Pangulon disebut Abdi Dalem Pametakan.22

Dibawah lembaga Reh Kepatihan terdapat Bupati Pangreh Praja yang bertugas

sebagai penguasa tertinggi di tingkat kabupaten dibantu oleh Kliwon, Mantri

Kabupaten, Mantri Jaksa dan Penghulu. Pada tingkat Kabupaten, untuk jabatan di

tingkat distrik (kawedanan) di pegang oleh Panewu. Sedang yang memimpin di

tingkat kecamatan (onderdistrik) yaitu mantri onderdistrik. Tetapi pada

perkembangannya terdapat pergantian nama, untuk kepala distrik yaitu Panewu

diganti namanya menjadi Wedana sedangkan mantri onderdistrik diganti dengan

nama Asisten wedana. Ditingkat desa sendiri, untuk jabatan tertinggi disebut

Lurah yang dibantu oleh perangkat desa yang disebut Punggawa Desa.

Sebagai wilayah yang memiliki dua kekuasaan tradisional yang sama-sama

berkuasa atas daerahnya masing-masing tentu tidak lepas dari pengawasan

kolonial Belanda, terutama untuk Keraton Kasunanan Surakarta yang pada saat itu

adalah Penguasa utama dari sebagian besar Surakarta.

Pemerintah Kolonial Belanda tentu tidak lepas mengawasi jalannya

pemerintah di Kasunanan Surakarta dan juga Mangkunegaran, maka dari itu

mereka menempatkan seorang Residen untuk wilayah Surakarta, sedangkan di

tiap-tiap daerah yang dikepalai oleh Bupati ditempatkan seorang Asisten Residen.

Sehingga pemerintah Kolonial dapat mengawasi keseluruhan jalannya

22

Ibid, hlm. 113

Page 55: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

pemerintahan Kasunanan. Struktur pemerintahan di Surakarta pada masa

Pakubuwana X digambarkan dalam skema berikut :

Bagan 1 : Struktur pemerintahan di Surakarta

Gouverneur --------------------------------------------- Raja Kasunanan

Residen / --------------------------------------------- Patih

Asisten Residen

Kontrolis/pengawas Bupati Pangreh Praja

Wedana

(Panewu)

Asisten Wedana

(Mantri Onderdistrik)

Punggawa Desa

Keterangan:

: garis Komando

---------- : garis Konsultasi

Sumber : Serat Wewatoning Para Abdidalem Ageng Alit Ing Nagari Jawi, tanpa

tahun. Surakarta: Arsip Mangkunegaran

Dari skema tersebut dapat dijelaskan bahwa sistem pemerintahan Kasunanan

Surakarta berada di bawah kekuasaan pemerintah Kolonial, yang berpengaruh

Page 56: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

langsung terhadap rakyat di Surakarta juga. Terlihat bahwa untuk menguasai

seluruh lapisan masyarakat di Surakarta, pemerintah Kolonial menggunakan

penguasa tradisional atau birokrasi tradisional dalam melaksanakan

kekuasaannya.

Sistem birokrasi seperti ini terus dipertahankan, hal ini karena penguasa

tradisional tidak merasa dijajah oleh pemerintah kolonial. Hal ini karena

pemerintah kolonial membiarkan penguasa daerah, yaitu para bupati untuk

menjalankan kekuasaannya berdasarkan otoritas tradisional. Selain itu sistem ini

mementingkan usaha ekonomi denga mengerahkan penguasa pribumi untuk

memungut hasil bumi dan jasa rakyat (pajak). Perkembangan birokrasi tradisional

di Jawa hingga awal pendudukan Jepang 1942 di Indonesia adalah dengan

dibentuknya elit birokrasi yang dinamakan Pangreh praja. Elit birokrasi ini

adalah kaum priyayi yang mempunyai kekuasaan dan kedudukan dalam birokrasi

tradisional.

Pada awal PB XI berkuasa, dalam menjalankan pemerintahannya hanya

melanjutkan struktur birokrasi yang sudah ada pada masa PB X, dimana raja

menduduki dan memiliki jabatan dengan kekuasaan tertinggi. Sedangkan urusan

pemerintahan dibagi menjadi dua yaitu pemerintahan istana (lebet) diserahkan

Reh kasentanan yang mengurusi adalah putra Sentana Dalem, sedangkan

pemerintahan kerajaan (Nagari=jawi) kepada reh kepatihan yang dpimpin oleh

Patih. Adapun birokrasi tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :

Page 57: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

1) Pemerintah Reh Kasentanan

Lembaga ini bertugas mengurusi Keraton dan seluruh keluarga raja, maka

pegawai-pegawai pada lembaga ini termasuk “Abdi Dalem Lebet” yang

bertugas di dalam urusan istana dan raja beserta keluarganya. Sedang “Abdi

Dalem” yang mengurusi lembaga di luar istana disebut “Abdi Dalem Jawi”

yang bertugas mengelola pemerintahan. Baik Abdi Dalem Lebet dan Abdi

Dalem Jawi dibagi dua kelompok, yaitu “Abdi Dalem Damel” dan “Abdi

Dalem Anon-anon” dimana Abdi Dalem Damel memimpin Abdi Dalem

Anon-anon.23

Abdi Dalem Damel pada pokoknya terbagi dalam 8 golongan, dan tiap

golongan dikepalai oleh seorang Bupati Nayaka. Sebagai Kondang (Wakil) adalah

Abdi Dalem Damel Bupati Anom. Ke delapan golongan tersebut adalah sebagai

berikut :24

a) Abdi Dalem Lebet, dibagi dalam empat kelompok menurut tugasnya yaitu

: “abdi dalem keparak kiwo” dan “tengen”, “abdi dalem gedong kiwo” dan

“tengen”. Abdi Dalem Keparak bertugas menangani urusan raja dan

keluarganya, sedangkan Abdi Dalem Gedong mengurusi masalah

pemerintah keraton yang berpusat di keraton.

b) Abdi Dalem Jawi menurut tugasnya dikelompokkan menjadi empat, yaitu

: Penumping, Bumi, Bumi Gede dan Sewu. Bawahan dari mereka ini ialah

Abdi Dalem Abdi Dalem Garap Nagari. Pusatnya di Kantor Kepatihan.

23

Radjiman, Sejarah Mataram Kartasura sampai Surakarta Hadiningrat

(Surakarta: Krida, 1984), hlm. 213-214.

24 Ibid, hlm. 214

Page 58: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Kepalanya berpangkat Bupati dan sebagainya Kondangnya adalah Bupati

Anom.

Di luar kedua kelompok Abdi Dalem tersebut di atas, disebut Abdi Dalem

Anon-Anon yang mempunyai Kepala dan golongan sendiri-sendiri. Struktur

dalam Pemerintah Reh kasentanan sendiri secara garis besar terdiri atas 6 lembaga

yang dikepalai oleh Pembesar Parentah Keraton. Lembaga tersebut yaitu ::25

Lembaga yang mengurusi keluarga raja, yaitu raja, permaisuri,

garwa ampeyan (priyantun dalem) serta putra-putri raja.

Lembaga ini tergabung dalam kasentanan dipimpin oleh

seorang sentono, berkantor di Sasana Wilopo.

Lembaga yang mengurusi abdi dalem yang bekerja di dalam

istana (abdi dalem lebet). Lembaga ini tergabung dalam reh

kanayakan berkantor di kepatihan dan mengurusi pekerja

istana, kantor pangrembe mengurusi tentang siti dhusun dan

penerima pajak.

Lembaga yang mengurusi keuangan istana, mereka tergabung

dalam lembaga kas keraton yang dipimpin, oleh seorang bupati

gedong.

Lembaga yang mengurus adanya yayasan, rumah tangga istana,

perlengkapan istana dan kegiatan budaya keraton yang lain.

25

Ny. E. Sudarsi (Ed). Pawarti Surakarta. (Arsip Reksa Pustaka

Mangkunegaran: 1939) No. B. 262 hlm. 59-70

Page 59: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Lembaga ini tergabung dalam reh parentah keraton dengan

dipimpin seorang Wedono.

Lembaga yang mengurus usaha-usaha di perkebunan, dipimpin

bupati pangrembe.

Lembaga yang mengurus tanah pamijen keraton dan bangunan-

bangunan di lingkunan istana. Lembaga ini juga termasuk

dalam lembaga harta benda dan dipimpin seorang abdi dalem

bupati pangrembe.

Sejak masa Pakubuwana X struktur lembaga ini tidak berubah karena lembaga

ini khusus mengurusi segala macam keperluan untuk anggota keluarga raja serta

kebutuhan yang menyangkut rumah tangga dalam istana saja.

2) Pemerintah Reh Kepatihan

Reh Kepatihan merupakan lembaga pemerintahan yang mengurusi

Kerajaan atau disebut Pemerintahan “Nagari” dimana kebijaksanaan raja

adalah “pemerintahan Nagari” itu sendiri yang berarti perintah raja bersifaf

mutlak. Sedangkan “Abdi Dalem” merupakan pembantu raja di bidang urusan

kerajaan, yang di pimpin oleh Patih. Mereka termasuk dalam Abdi Dalem

Jawi yang dipimpin oleh Patih sebagai wakil raja.

Sebagia wakil raja, patih diberi hak oleh raja untuk mengatur Negara dan

mengadakan hubungan dengan Negara lain. Sedangkan kedudukan Patih

dengan Gubernur atau dengan pihak Mangkunegaran adalah sederajat. Sebagai

pembesar pemerintahan kerajaan, patih mendapatkan wewenang dari raja

untuk membuat ketentuan-ketentuan. Meskipun patih memiliki kewenangan

Page 60: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

untuk membuat aturan tetapi hal itu tidak lepas dari pengawasan raja dan

disetujui oleh residen Belanda.

Patih juga memiliki hak untuk menyelesaikan masalah dan menerima

pelimpahan wewenang dari raja. Pelimpahan wewenang ini terdapat dalam

surat raja, senin 24 Muharam Ehe 1868 atau pada tahun 1936 yang merupakan

instruksi terhadap patih. Adapun isi surat tersebut sebagai berikut 26

:

a) Melaksanakan segala peraturan yang berlaku.

b) Melaksanakan dan mengeluarkan dana untuk kemiskinan dan

kebutuhan mendadak, misalnya akibat bencana alam, kebakaran

dan lain-lain.

c) Mengatur pemerintahan kerajaan (nagari).

d) Mengangkat dan memerintahan Abdi Dalem berpangkat Panewu

ke bawah yang bekerja di pemerintahan kerajaan.

e) Lain-lain yang berhubungan dengan kesejahteraan, dan

ketentraman rakyat atau Kawulo Dalem.

Dapat disimpulkan bahwa Patih bukanlah pelaksana tunggal, tetapi

koordinator segala kegiatan pemerintah yang tidak bertentangan dengan

kebijaksanaan raja. Patih sering disebut juga “Leluhuring” para Abdi Dalem

Bupati Jawi, pelaksana pemerintahan kerajaan. Untuk kelancaran administrasi

pemerintahan, maka pemerintah kerajaan terbagi dalam beberapa bidang-bidang

26

Pawarti Surakarta, opcit, hlm. 67

Page 61: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

kelembagaan. Pemerintahan kerajaan (kantor kepatihan) terbagi dalam tiga

kelompok bidang kerja yaitu sebagai berikut27

:

a) Golongan Sekretariat : Suratnya berkode A.

Bidang tugasnya adalah masalah kegiatan kerajaan, pengangkatan

dan pemberhentian abdi Dalem yang menangani kegiatan ekonomi

kerajaan, serta memimpin abdi dalem agraria.

b) Golongan pengelola Keuangan : Suratnya berkode B.

Bidang tugasnya meliputi administrasi keuangan kerajaan,

yayasan-yayasan yang ada, mengangkat dan memberhentikan abdi

dalem, keuangan dan kasti praja.

c) Golongan pengadilan dan pemerintahan : Suratnya berkode C.

Bidang tugasnya adalah masalah-masalah ketentaraan, kesehatan,

pendidikan dan bidang ekonomi (mata pencaharian, perundang-

undangan, abdi dalem pangreh praja).

Selain “Paprentahan Lebet” dan “Jawi” untuk melancarkan jalannya

pemerintahan secara keseluruhan masih ada suatu badan yang berfungsi dan

berstatus mendampingi raja. Badan tersebut dinamakan “Dewan Pertimbangan”,

macam-macam dewan sesuai dengan kebutuhan. Pada masa pemerintahan Paku

buwana XI terdapat 3 dewan yang mengurusi 11 macam bagian, dewan itu ialah:

Raad (dewan) Bale Agung

Raad (dewan) Keraton

Raad (dewan) Kepatihan

27

Ibid, hlm. 65

Page 62: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

3) Pemerintahan Reh Pangulon

Di Kasunanan priyayi santri terdiri para pegawai kerajaan yang mengurus soal

agama. Mereka ini adalah “Abdi Dalem Pangulon” atau “Abdi Dalem

Pemethakan”. Abdi Dalem ini terdiri dari penghulu (bergelar Raden

Tumenggung), Katib, Ngulomodamel, Jakso, Ngulomomiji, Munzin, Mudarin,

Kabayan, Syarif dan Marbot.28

Abdi Dalem Pangulon mempunyai fungsi mengurus perkawinan dan warisan

antar bangsawan. Semua pegawai kerajaan dalam lingkungan abdi dalem

pangulon tergolong elite agama keraton. Di antara golongan mereka ini terdapat

kelompok sosial abdi dalem perdikan, mereka terdiri dari juru tebah, marbot dan

modin, selain itu mereka memelihara makam raja dan keluarga raja di luar kota

kerajaan. Pada masa pemerintahan PB XI bagian urusan agama Islam dan

pengadilan agama dijabat oleh para kerabat keraton Kasunanan.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, abdi dalem memiliki tugas dan gelar

mereka masing-masing menurut Serat Wadu Aji sebagai berikut:29

a) Patih

Sebutan patih berarti parentah, yaitu yang berhak memerintah para

prajurit serta memiliki kekuasaan untuk menyempurnakan perintah raja

maupun menguasai segala peraturan negara. Peraturan itu akan

disosialisasikan kepada aparat bawahannya. Patih yang kedudukan atau

28

Soeyatno K, Kolonialisme Barat dan Kemunduran Raja-raja Surakarta

Abad XIX, (Surakarta :IKIP, 1972), hlm. 20

29 Subandi, “Serat Wadu Aji Nagian Gelar Tradisional Jawa ( Sebuah Kajian

Filologis)”, Skripsi, (Surakarta, UNS Press,1991), hlm. 98.

Page 63: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

kekuasaannya sebagai pemimpin para punggawa sehingga mendapat sembah

berulang kali karena merupakan mangkubumi seorang raja. Secara tatanan

istana pun dianggap orang tua yang dihormati; maka juga mendapat sebutan

raja diluar istana. Gelar jabatan atau pangkat patih dapat disandang oleh

keluarga raja atau orang biasa. Jika dijabat keluarga raja (misalnya cucu raja)

gelarnya Kangjeng Raden Adipati jika dijabat perempuan gelarnya Kangjeng

Raden Ayu Adipati. Masa jabatran patih antara 5 sampai 8 tahun dan

sesudahnya berhenti. Tentang penggantinya mendasarkan pada perilaku patih

dan pengabdiannya bukan karena keturunan.

b) Adipati

Sebutan adipati juga berarti pangagenging parentah, yaitu yang

mendapatkan kekuasaan atas perintah patih yang lebih menilai dan

menerapkan peraturan negara kepada bawahannya. Demikian pula menerima

segala perintah raja yang berhubungan dengan istana atau pemerintahan

maupun kehendak atasannya. Kekuasaan wewenang serta pekerjaannya

menjalankan semua pengadilan dengan benar, berbuat baik dengan bawahan

istana. Kehormatannya disembah oleh Pangeran, Hariya, dan saudara dekat

yang lebih muda usia-usianya kebawah, sedangkan adipati merupakan gelar

dibawah patih yang berhak menerima perintahnya serta menyebarkan kepada

bawahannya seperti bupati, wadana dan seterusnya.30

30

Ibid, hlm. 99.

Page 64: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

c) Senapati

Sebutan bagi orang yang atas kehendak raja dapat menerima kuasa atas

segala perintah atau kekuasaan raja, lebih menggeluti dalam keprajuritan,

taktik strategi perang maupun cerdik dalam melihat musuh negara, sehingga

dapat disebut pula bayangan dari seorang patih. Kewajiban senapati mengajar

perang, melatih para prajurit, menugaskan petugas sandi, waspada terhadap

peristiwa-peristiwa yang mengancam negara termasuk keselamatan diri raja,

serta menjaga prajuritnya.

d) Bupati

Sebutan bupati berarti bawahaning parentah, yang memiliki otonomi

bawahannya sendiri. Bupati berhak menerima perintah dari patih untuk

disebarkan pada lingkungan bawahannya. Dalam melancarkan tugasnya

bupati berpedoman pada perintah raja maupun patih, baik peraturan istana

maupun dalam menjaga keselamatan dan keluhuran kerajaan, bertanggung

jawab kepada raja atas kelancaran pemerintah di tingkat daerah maupun

keberhasilan mengerahkan hasil upeti kepada istana, menyelesaikan segala

persoalan yang dapat mengancam kewibawaan raja. Bupati dapat di jabat

oleh sentana dalem atau orang biasa.31

e) Tumenggung

Sebutan tumenggung yang berarti dhenggung atau tertindhih, yaitu orang

yang berhak memeriksa segala tindakan raja dan berkewajiban memeilhara

senjata milik raja.

31

Ibid, hlm. 101-102.

Page 65: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

f) Wadana

Wadana berarti pemuka atau pemimpin; yaitu yang berhak menjadi

perantara pekerjaan. Perantara pekerjaan yang dimaksud adalah antar pejabat

di lingkungan istana, seperti tumenggung dengan nayaka dan segala perintah

atasan yang dianggap perlu disampaikan kepada seluruh aparat istana. Di

bawahnya masih terdapat nayaka, hariya serta pejabat lainnya.

g) Nayaka

Nayaka berarti panunggul atau pangirit, yang berhak menjadi pimpinan

tentara, identik dengan pertahanan dan keamanan negara. Tugas lainnya

mengajar perang, melatih prajurit, mengarahkan dan member tugas kepada

para prajurit serta waspada terhadap peristiwa-peristiwa yang mengancam

dan merugikan negara32

.

Terdapat juga gelar khusus atau sebutan golongan lain, kekhususan ini

didasarkan pada pengertian dan stratifikasi sosial istana yang mencirikan

pada pembedaan gelar kebangsawanan dan gelar jabatan. Gelar khusus itu

dapat dibedakan menjadi gelar yang bersifat keagamaan (sebutan golongan

keagamaan) dan keprajuritan ataupun keprajuritan di tingkat bawah istana.

Gelar khusus yang bersifat keagamaan seperti; kiyai, pangulu, ngulama,

kaum dan santri, sedangkan gelar khusus yang bersifat kemiliteran atau

keprajuritan adalah panji, pakathik, pagundhal dan jajar. 33

Gelar jabatan atau kepangkatan tersebut tidak hanya dijabat oleh priyayi

atau orang yang masih memiliki darah keturunan atau kerabat raja, melainkan

32

Ibid, hlm. 104-105. 33

Ibid, hlm. 137.

Page 66: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

dapat pula dijabat oleh rakyat biasa. Rakyat kecil yang ingin masuk menjadi

priyayi harus melewati proses suwita34

dan magang.35

2. Birokrasi Praja Mangkunegaran

Berbeda dengan sistem birokrasi di Kasunanan, Mangkunegaran memiliki

kebijakan birokrasi tradisional seperti berikut ini:

a) Birokrasi menurut pangkat atau kekuasaan ialah susunan atau kepangkatan

dalam pemerintahan Praja Mangkunegaran mulai pangkat yang teratas sampai

terendah yang menunjukkan kekuasaan yang dipegangnya:36

1) Adipati (Kepala Trah Mangkunegaran)

Jabatan Adipati merupakan jabatan tertinggi dari birokrasi di

Mangkunegaran. Gelar ini hanya dimiliki oleh Kanjeng Gusti Pangeran

Adipati Arya Mangkunegoro. Adipati berkuasa atas semua wilayah praja

yang tugas-tugasnya dibantu oleh para pejabat di bawahnya.

2) Bupati Patih

Jabatan patih dipegang oleh seorang Bupati maka disebut Bupati Patih.

Kedudukan Bupati ini langsung di bawah dan diangkat oleh Adipati

Mangkunegoro. Bupati Patih bertugas sebagai pelaksana pertama perintah

Adipati.

34

Suwita atau ngenger, ngawula berarti mengabdi, menghamba. 35

Magang berarti calon; calon abdi dalem mengerjakan suatu pekerjaan,

namun tidak mendapat gaji. 36

Serat Wewatoning Para Abdi Dalem Ageng Alit Ing Nagari Jawi, tanpa

tahun, Surakarta: Reksa Pustaka Mangkunegaran.

Page 67: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

3) Bupati

Bupati adalah jabatan yang menguasai suatu kadipaten. Mereka berada di

bawah koordinasi penguasa Bupati Patih Mangkunegaran.

4) Wedana

Wedana bertugas melaksanakan perintah dari Bupati secara operasional.

Wilayah kekuasaannya sering disebut Kawedanan.

5) Kaliwon

Kaliwon kedudukannya di bawah wedana, namun ia diangkat langsung

oleh Bupati. Tugasnya adalah meneruskan perintah dari Wedana kepada

pejabat di bawahnya.

6) Panewu

Panewu merupakan jabatan di bawah Kaliwon yang diangkat oleh Bupati

dan harus bertanggungjawab kepada Kaliwon. Daerah yang dipimpinnya

dinamakan Kapanewon.

7) Mantri

Mantri bertugas menyampaikan perintah dari Panewu kepada pejabat di

bawahnya.

8) Lurah

Lurah ini bertugas menerima perintah dari kadipaten yang diterimanya

lewat Mantri untuk diteruskan kepada pejabat di bawahnya. Di Praja

Mangkunegaran pangkat lurah ini dijabat oleh Demang dan Rangga.

Demang bertugas mengurus pekerjaan di tingkat desa yang menjadi

Page 68: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

bawahannya. Sedangkan Rangga bertanggungjawab baik buruknya

wilayah bawahannya.

9) Bekel

Bekel bertugas meneruskan perintah dari Lurah kepada pejabat di

bawahnya. Dan Bekel juga bertanggungjawab atas baik buruknya

pelaksanaan tugas-tugas di desa.

10) Jajar

Jajar merupakan pangkat terendah dalam birokrasi dan pelaksana perintah

yang datang dari Bekel.

Para pegawai itu sebagian ada yang bertempat di dalam kota

Mangkunegaran dan sebagian ada yang berada di daerah atau desa. Adipati dan

Bupati Patih mereka berada di dalam istana. Bupati bertempat di kabupaten,

sedangkan Wedana, Kaliwon, Mantri, Lurah, Bekel dan Jajar berada di daerah

atau kelurahan, mereka merupakan pegawai yang dekat dengan rakyat.

Aparat birokrasi pemerintahan di bawah Bupati Patih sejak berdirinya Praja

ini hingga abad XX telah mengalami beberapa kali perubahan. Aparat-aparat

birokrasi pemerintahan di bawah patih terdiri dari empat pejabat pemerintahan

dengan nama Priyayi Punggawa. Tugas dan kewajiban para Punggawa itu

menjalankan pemerintahan yang berasal dari perintah Pangeran Mangkunegara,

seperti menerima pajak tanah, menerima kayu bakar dan sebagainya.37

37

Wasino, 1994, “Kebijakan Pemerintahan Praja Mangkunegaran (Studi

tentang Strategi Pemerintah Tradisional dalam Menanggapi Perubahan Sosial

Akhir Abad XIX-XX)”, Tesis. Yogyakarta: Pasca Sarjana UGM, hlm. 104-105.

Page 69: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Restrukturisasi birokrasi yang dilakukan merupakan pengaruh dari bangsa

Barat yang menjadi struktur organisasi yang berorientasi pada tugas dan

wewenang, sejalan dengan struktur organisasi Pemerintahan Hindia-Belanda.

Pengangkatan tenaga asing dalam bidang-bidang tertentu, seperti keuangan dan

ketatausahaan.

Page 70: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Bagan 2 : Struktur Pemerintahan di Mangkunegaran

Struktur Birokrasi Berdasarkan Pangkat

ADIPATI MANGKUNEGARA

PEPATIH DALEM

WEDANA

BUPATI

KALIWON

LURAH

MANTRI

BEKEL

JAJAR

Sumber: Serat Wewatoning Para Abdidalem Ageng Alit Ing Nagari Jawi,

tanpa tahun. Surakarta: Arsip Mangkunegaran.

Page 71: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Selain itu ada juga birokrasi berdasarkan Jabatan (Lembaga) di

Mangkunegaran.38

Pembaharuan-pembaharuan dalam organisasi pemerintahan

pada masa Mangkunegara VII ditetapkan dalam Rijksblad no. 37 tahun 1917 yang

kemudian disusul dengan Rijksblad no.10 tahun 1923. Berdasarkan kedua

Pranatan dalam Rijksblad itu, maka ada beberapa perubahan dalam struktur

birokrasi dan jabatanjabatan yang ada di dalamnya.39

Jabatan ini merupakan nama-nama dari dinas-dinas perkantoran di Praja

Mangkunegaran. Jabatan lembaga itu meliputi :

1) Kabupaten Hamong Praja (Pemerintah Pusat)

Dinas ini langsung di bawah pejabat Bupati Patih. Kedudukannya sebagai

pemerintah pusat yang mengawasi semua kegiatan dalam praja. Dinas ini dibagi

menjadi tiga golongan yakni:

a. Kawedanan / Kantor Nata Praja

Tugasnya mengurusi surat-menyurat, membuat dan memeriksa undang-undang

peraturan praja. Di bawahnya terdapat beberapa kapanewon meliputi: Kapanewon

/ Kantor Hagnya Praja, bertugas mengurusi surat-menyurat; Kapanewon / Kantor

Reksa Wilapa, bertugas menerima, merawat dan menyerahkan semua surat-

menyurat pemerintahan praja; Kapanewon / Kantor Reksa Pustaka, bertugas

merawat buku-buku dan surat-surat milik Praja Mangkunegaran.

38

Honggopati Tjitrohoepojo, 1930, Serat Najakatama, Surakarta: Reksa

Pustaka Mangkunegaran, halaman 58-62

39 Rijksblad no.37 tahun 1917 dan Rijksblad no.10 tahun 1923. Surakarta:

Reksa Pustaka Mangkunegaran

Page 72: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

b. Kawedanan / Kantor Niti Praja

Bertugas memeriksa harta kekayaan praja. Dinas ini meliputi:

Kapanewon / Kantor Niti Wara, bertugas memeriksa peredaran keuangan praja;

Kapanewon / Kantor Marta Praja, bertugas memeriksa kas praja; Kapanewon /

Kantor Karta Praja, bertugas mengurusi bidang pertanahan.

c. Kawedanan Reksa Hartana

Bertugas menerima dan mengeluarkan keuangan praja serta mengurusi

beasiswa dan dana pensiun para pegawai.

2). Kabupaten Pangreh Praja (Pemerintah Dalam Negeri)

Dinas ini berada di bawah pejabat Bupati Pangreh Praja. Bertugas menangani

kepangreh-prajaan dan kepolisian.

3). Kabupaten Mandrapura (Dinas Istana)

Berada di bawah pejabat kaliwon (Bupati Anom). Bertugas mengangani urusan

dalam istana (Pura Mangkunegaran).

4). Kabupaten Parimpoena ( Dinas Pasar)

Berada di bawah pejabat seorang Kaliwon, yang bertugas mengurusi bidang pasar.

Kabupaten ini pada awal pembentukannya berada di bawah Kabupaten Martapraja

sejajar dengan Kabupaten Martanimpoena.

5). Kabupaten Karti Praja (Pekerjaan Umum)

Kabupaten ini dikepalai oleh seorang Belanda dengan pangkat direktur. Tugasnya

mengurusi bidang pekerjaan umum di Praja Mangkunegaran.

Page 73: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

6). Kabupaten Sindumarta (Bidang Irigasi)

Kabupaten ini dipimpin seorang inspektur yang berpangkat chef yang bertugas

mengurusi bidang pengairan. Mengurus waduk untuk sawah pertanian dan tanah

perkebunan.

7). Kabupaten Wanamarta (Kehutanan Mangkunegaran)

Dinas ini dikepalai oleh seorang Belanda yang berpangkat opperhoutvester

(kepala hutan), tugasnya mengurusi soal kehutanan. Kabupaten ini juga diawasi

oleh seorang pegawai yang disebut dengan controleur.

8). Kabupaten Yogiswara (Keagamaan)

Kabupaten ini dikepalai oleh sorang wedana (pengulu), yang bertugas mengurusi

bidang keagamaan. Wedana ini juga bertugas memimpin upacara keagamaan yang

diadakan oleh kerajaan.

9). Kabupaten Kartahusada (Perusahaan Mangkunegaran)

Dinas ini dikepalai seorang Belanda berpangkat superintendent yang bertugas

mengurusi perusahaan milik Praja Mangkunegaran.

10). Kabupaten Sinatriya

Dikepalai oleh seorang wedana yang bertugas mengurusi para putra sentana.

11). Pemerintahan Bidang Pertanahan

Dikepalai oleh seorang Kaliwon yang bertugas mengatur soal tanah.

12). Pemerintahan Kedokteran

Dikepalai oleh seorang dokter dengan sebutan Arts, bertugas menjaga kesehatan

bagi para putra dan narapraja.

13). Pemerintah Martanimpoena (Kantor Inspektur Pajak)

Page 74: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Dinas ini dikepalai oleh seorang Kaliwon yang tugasnya memeriksa dan

meningkatkan pemasukan uang dalam praja.

14). Pemerintah Legiun

Dinas ini dikepalai oleh seorang Letnan Kolonel dari bangsa Belanda yang

tugasnya mengurusi bidang keprajuritan.

Bagan 3. Struktur Birokrasi Berdasarkan Lembaga

1. Kabupaten Pangreh Praja

2. Kabupaten Mandrapura

I 3. Kabupaten Parimpoena

S

T 4. Kabupaten Karti Praja

A

N 5. Kabupaten Sindumarta

A 6. Kabupaten Hamong Praja

M

A 7. Kabupaten Wanamarta

N

G 8. Kabupaten Yogiswara

K

U

N 9. Kabupaten Karta Husada

E

G 10. Kabupaten Sinatriya

A

R 11. Pemerintah Bid. Pertanahan

A

N 12. Pemerintah Bid. Kedokteran

13. Pemerintah Martanimpoena

14. Pemerintah Legiun

Sumber: Serat Wewatoning Para Abdidalem Ageng Alit Ing Nagari Jawi, tanpa

tahun. Surakarta: Arsip Mangkunegaran

Page 75: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Istana Mangkunegaran memiliki 14 (empat belas) kabupaten atau bidang yang

mempunyai pegawai dan tugas masing-masing. Mulai dari mengurusi kebutuhan

dalam istana sampai ke daerah di luar kota Mangkunegaran. Masing-masing

kabupaten itu memiliki struktur pegawai yang berada dalam istana sampai ke wilayah

bagian milik Praja Mangkunegaran. Para pegawai bertugas untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat, maka rakyat akan merasa diperhatikan oleh sang raja.

Sebagai timbal balik dari itu semua, rakyat akan patuh terhadap apa yang

diperintahkan oleh sang raja.

C. Kondisi Birokrasi di Surakarta Pada Awal Pendudukan Penjajahan

Jepang

Masa-masa terakhir penjajahan Belanda pada masa PB XI semakin mengikat

kekuasaan mereka atas Kasunanan. Ketentuan memilih penguasa pun harus seijin

dari Gubernur Jenderal, maka bagi mereka yang ditunjuk sebagai pengganti baik

kursi tahta maupun pada kepegawaian harus tunduk pada segala ketentuan pihak

Belanda. Belanda sangat menguasai hak politik pemerintahan yang seharusnya

dipegang oleh keluarga istana atau Kasentanan. Selain itu, Belanda mengerti

bahwa penggerak roda pemerintahan adalah Pepatih Dalem, maka dari itu

pengangkatan atau pun pemberhentian Pepatih Dalem harus melalui pesetujuan

pemerintah Belanda.

Pada akhir tahun 1942 sudah banyak pejabat Belanda yang kembali ke

negaranya dan jabatan mereka tidak ada yang menggantikan lagi karena Jepang

Page 76: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

mulai berkuasa di Surakarta. Di masa-masa pendudukan Jepang pegawai dari tiap

bupati Lebet dan Jawi tidak digunakan lagi karena terjadi efisiensi pegawai.40

Pemerintahan PB XI pada waktu penjajahan Jepang hanya memiliki

kepatihan, pemerintah Keraton dan beberapa saham pribadi.41

Sedangkan keraton

Kasunanan dalam bidang ekonomi sudah tidak memiliki kekayaan berharga lagi.

Karena tanah-tanah milik Kasunanan banyak yang telah disewa oleh perusahaan

sipil, dipinjam untuk industri ataupun dijual.

Jepang berhasil menduduki wilayah Surakarta pada 5 Maret 1942, dimana

kondisi sosial ekonomi di wilayah ini tidak stabil. Hampir semua kehidupan

ekonomi yang ada berhenti dan berubah menjadi ekonomi perang yang

disebabkan adanya aksi pembakaran ynag dilakukan oleh pemerintah Kolonial

Hindia Belanda. Sebelum penjajah Belanda meninggalkan Surakarta mereka

membentuk sebuah kelompok yang dinamakan corps Vernielling (penghancur),

dimana kelompok ini bertugas menghancurkan semua objek Belanda di Surakarta

agar tidak dapat dimanfaatkan oleh Jepang. Mereka membakar tempat-tempat

penting seperti tempat-tempat umum dan tempat-tempat produksi.

Lebih parahnya lagi Kasunanan pada akhir masa pemerintahan PB XI hanya

mempunyai dukungan militer sejumlah 600 orang prajurit saja, sedangkan

sebelumnya pada masa PB X memiliki 1000 orang prajurit. Keraton Tradisional

Jawa memiliki prajurit professional yang bagi masyarakat Jawa memiliki fisik

yang Sakti Mondro Guna, maka dari itu mereka memiliki posisi yang sangat

40

Fachry Ali, Refleksi Paham Kekuasaan Jawa dalam Indonesia Modern,

(Jakarta: Gramedia, 1986), hlm. 69.

41 Kabar Paprentahan 1940. Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran No. B. 262

Page 77: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

penting sebagai prajurit pelindung raja. Tentara Keraton adalah tentara milisi

meskipun keraton tetap memiliki pasukan regular dalam bentuk corps, setiap

corps memiliki nama yang diambil dari pahlawan legendaris Jawa. Para prajurit

ini banyak yang dibubarkan pada akhir masa pemerintahan PB XI yang di luar

adat-istiadat, efisiensi ini hampir terjadi pada semua corps. Prajurit yang

dipertahankan hanyalah prajurit yang khusus berhubungan demgan ritual

keagamaan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam periode ini arti kesatrian

prajurit sudah menyusut dan beralih dari kekuasaan ke bentuk kebudayaan.

Keberhasilan Jepang menduduki Surakarta merupakan salah satu dari

keberhasilan di daerah lain di pulau Jawa. Keadaan ini membuat kedudukan

Belanda di bawah Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh goyah dan akhirnya

menyerah tanpa syarat pada militer Jepang di bawah Letnan Jendral Hitoshi

Immamura pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati.

Tentara Jepang dalam menguasai Indonesia menempatkan tiga Komando

yaitu:

1. Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara ke-25) untuk Sumatera

yang berada di Bukit Tinggi.

2. Pemerintah Militer Angkatan Darat (Tentara ke 16), untuk Jawa, Madura

dan Bali yang berpusat di Jakarta (Batavia).

Kedua wilayah tersebut berada di bawah pimpinan Angkatan Darat

wilayah ke-7 dengan markas besarnya di Singapura.

Page 78: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

3. Pemerintah Militer Angkatan Laut (Armada Selatan Kedua) untuk daerah

yang meliputi Sulawesi, Kalimantan dan Maluku berkedudukan di

Makasar.

Pemerintahan sementara Jepang telah berakhir pada bulan Agustus 1942

kemudian digantikan dengan pemerintahan pendudukan. Dalam pemerintahan

pendudukan ini Jepang mengadakan reorganisasi struktur pemerintahan karena

tenaga pemerintahan sipil dari Jepang telah tiba. Pada waktu bala tentara Jepang

berkuasa, berdasar UU No. 1 tahun 1942. Pemeritahan daerah diatur dengan

Osamuserei No. 27 tahun 1942. Pergantian status pemerintahan tersebut ditandai

dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 27 Tahun 1942 tentang aturan

pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 28 Tahun 1942 tentang aturan

pemerintahan syu (karesidenan) dan tokubetsu syi (kotapraja istimewa).

Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 1942, seluruh pulau Jawa dan

Madura kecuali Kochi Surakarta (Daerah Istimewa Surakarta) dan Kochi

Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta), dibagi menjadi Syuu (Karesidenan),

Si (Kota Praja), Ken (Kabupaten), Gun (Kawedanan/Distrik), Son (Kecamatan),

dan Ku (Desa/Kelurahan). Undang-Undang ini juga menghapus pembagian

pemerintahan pada masa Hindia Belanda yang terdiri atas tiga propinsi di Jawa.42

Masing-masing unit administrasi tersebut dipimpin oleh Syuchokan (kepala

daerah Syu, dahulu Resident), Sico (kepala daerah Si, dahulu Walikota).

42

G. Moedjanto. Indonesia Abad Ke 20 jilid I dari Kebangkitan Nasional

sampai l linggarjati. (Jakarta:Kanisius, 1998), hlm. 74-75

Page 79: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Setiap Syuu dibagi menjadi beberapa daerah administrative yaitu :

1. Ken (Kabupaten), dengan pejabatnya Kentyoo

2. Gun (Kawedanan), dengan pejabatnya Guntyoo

3. Son (Kecamatan), dengan pejabatnya Sontyoo, dan

4. Ku (Kelurahan), dengan pejabatnya Kutyoo.

Surakarta sebagai daerah swapraja disebut dengan Kooti, sedangkan

kekuasaan dipegang oleh Raja dengan sebutan Solo Koo. Jabatan Patih dinamakan

Kentyoo, serta Wedana, Camat dan Lurah berturut dinamakan Guntyoo, Sontyoo

dan Kutyoo.

Page 80: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Bagan 4 : Skema Struktur Pemerintahan pada masa Pendudukan Jepang

Gunsereikan

Solo Koo Syu Tyoo

Kochi Sumotyokan

Ken Tyoo

Gun Tyoo

Son Tyoo

Ku Tyoo

Sumber: Osamu sirei (tanpa tahun), arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran

Selang beberapa waktu terdapat penambahan dalam struktur pemerintahan ini,

yaitu dengan adanya lembaga pelengkap yang bernama Tonarigumi. Lembaga ini

berada di dalam Ku, sehingga merupakan lembaga terendah yang terdiri dari

persekutuan ketetanggaan (RT).

Page 81: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Surakarta dan Yogyakarta dijadikan pemerintah Jepang sebagai daerah

istimewa dengan nama Surakarta Kochi dan Yogyakarta Kochi. Kochi merupakan

kota dalam bahasa Jepang sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut kooti. Di

dalam terbitan berita pemerintah atau Kan Po yang terbit tahun 1942, istilah kooti

lebih sering digunakan daripada kochi. Kata kochi berasal dari bahasa Jepang

yang mempunyai arti otonom atau istimewa. Secara administratif kedudukan

kochi (daerah istimewa) setingkat dengan syu (karesidenan).

Penguasa daerah kochi disebut koo yaitu Surakarta Koo (kepala Surakarta

Kochi) dan Yogyakarta Koo (kepala Yogyakarta Kochi). Surakarta Koo itu sendiri

dibagi menjadi dua yaitu Solo Koo untuk penguasa Kasunanan dan

Mangkunagara Koo untuk penguasa Mangkunegaran. Jabatan Koo ini setingkat

dengan raja dalam istilah bahasa Indonesia. Kedudukan Surakarta dijadikan

sebagai daerah istimewa agar masyarakat Surakarta mau bekerjasama dengan

pemerintah baru dalam rangka membantu Jepang memenangkan perang Asia

Timur Raya.43

Terbentuknya Surakarta Kochi juga mempengaruhi jabatan Somu Chokan

(pepatih dalem/patih kerajaan). Jabatan tersebut pada saat pendudukan Jepang,

diangkat dan diberhentikan oleh Kochi Zimu Kyoku Chokan (Pembesar Urusan

Daerah Kerajaan).44

Dengan adanya hal tersebut maka pemerintah militer Jepang

43

Julianto Ibrahim, Makalah dalam Diskusi Wacana Pembentukan

Propinsi Daerah Istimewa Surakarta, (Semarang: Yayasan Putra Budaya Bangsa,

2010).

44 Ira Pramuda Wardani, 2000, ”Pembentukan Surakarta Kochi dalam

Birokrasi Tradisional Masa Pendudukan Jepang 1942-1945”, Skripsi Fakultas

Sastra dan Seni Rupa UNS, hlm. 56.

Page 82: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

di Surakarta Kochi di bawah pimpinan Kochi Zimu Kyoku Chokan dapat secara

langsung memberi perintah melalui Somu Chokan.

Pada masa pendudukan Jepang ini kedudukan Solo Koo dan Mangkunegara

Koo bersifat hubungan militer sehingga Susuhunan dan Mangkunagara dapat

diperintah melalui peraturan militer. Berbeda dengan pendudukan Belanda, kedua

penguasa tersebut adalah kepala kerajaan yang otonom dengan diatur berdasarkan

kontrak politik. Kontrak politik ini biasanya berisi tentang pengakuan terhadap

pemerintahan Hindia Belanda dan kesetiaan pada Ratu Wilhelmina di Belanda.

Corak pemerintahan dari pemerintah Hindia Belanda bersifat sipil sedang pada

masa pendudukan Jepang adalah gabungan antara militer dan sipil.45

Di samping perbedaan dalam penguasaan Surakarta, kedudukan Belanda

dan Jepang juga mempunyai persamaan dalam menduduki Surakarta.

Dijadikannya Surakarta sebagai daerah istimewa dan adanya sumpah setia pada

Ratu Belanda dan Kaisar Jepang merupakan persamaannya.

Dijadikannya Surakarta sebagai daerah istimewa tidak mempengaruhi dalam

pembagian administrasi pemerintahan namun sebaliknya, pembagian administrasi

pemerintahan Surakarta Kochi mengikuti pola pembagian daerah lain yang tidak

diistimewakan. Daerah Solo Kochi dan Mangkunagara Kochi setingkat dengan

syu (karesidenan) dan bersifat otonom. Setiap kochi membawahi daerah-daerah

Ken, Gun, Son dan Ku. Jumlah Ken, Gun, Son dan Ku di Surakarta Kochi sama

dengan kabupaten, kawedanan dan kapanewon/onderdistrik sebelum masa

pendudukan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang, wilayah Kasunanan

45

Ibid, hlm. 70.

Page 83: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

mempunyai 4 ken atau kabupaten, 18 gun atau kawedanan dan 66 son atau

onderdistrik. Sementara itu wilayah Mangkunegaran memiliki 2 ken, 9 gun dan 41

son.46

Mengenai pemberian izin terhadap segala hal yang menyangkut hak

istimewa Susuhunan dan Mangkunagara masih diberikan meskipun pucuk

pimpinan kedua kerajaan tersebut berada di tangan Jepang. Misalnya saja gelar-

gelar tradisional atau gelar lainnya yang biasa dipakai di lingkungan kerajaan.

Beberapa saat setelah Jepang berkuasa PB XI wafat digantikan oleh puteranya

yaitu PB XII, yang kurang beruntung karena keadaan di luar maupun di dalam

keraton yang tidak stabil. Awal pemerintahan PB XII banyak terjadi perebutan

kekuasaan dalam penataan birokrasi. Hal ini karena pemerintahan pendudukan

Jepang tidak lagi melindungi perekonomian keraton. Selain itu Pemerintahan

Jepang tidak berniat membentuk corps pejabat Jepang untuk menggantikan jajaran

pejabat Belanda.47

Strustur birokrasi pemerintahan PB XII makin tidak berpola

dengan baik dan tidak tertata sesuai dengan tradisi yang telah ada.

Aparat pemerintahan masih meneruskan pemerintahan PB XI. Untuk seluruh

pegawai pada Abdi Dalem Jawi secara perlahan telah dibubarkan, walaupun

sebenarnya banyak bangsawan birokrasi yang ingin menjabatnya. Hal ini

berdampak besar banyak abdi dalem yang tidak lagi mendukung PB XII karena

dianggap tidak tegas dalam menjalankan pemerintahannya. Selain itu, secara

ekonomi Keraton Kasunanan mengalami krisis hal ini karena asset-aset

46

Suyatno Kartodirdjo, op.cit, hlm. 719.

47 Kedaulatan Rakjat, Januari 1943, koleksi Monumen Pers

Page 84: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Kasunanan banyak yang dibakar oleh pemerintah Hindia-Belanda di akhir masa

penjajahannya.

Jepang melaksanakan propaganda agar Daerah Kochi bersedia bekerja

sama dalam memenangkan Perang Asia Timur Raya. Mengingat Jepang banyak

mengalami kekalahan melawan Sekutu maka pemerintah Jepang mendorong

pembentukan badan-badan yang merancang kemerdekaan Indonesia yaitu

BPUPKI dan PPKI. Surakarta sebagai daerah Kochi diikutkan dalam

keanggotaan BPUPKI dalam merancang UUD 1945. Anggota BPUPKI dari

Surakarta adalah Wongsonegoro, Wuryaningrat, Sosrodiningrat, dan Radjiman

Widiodiningrat. Pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 Soepomo memberi

penjelasan tentang Rancangan UUD 1945 yang dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a. Jaminan kedudukan kooti dalam UUD 1945

b. Penghormatan pada daerah istimewa atau kooti dalam susunannya yang

asli.

c. Daerah zelfbesturende landscappen (kooti) dinyatakan sebagai daerah

bukan negara.

d. Penguasa kosoti setingkat gubernur.48

Akhir masa pendudukan pemerintah militer Jepang sebenarnya sudah mulai

menggejala pada tahun 1944. Perang di Asia-Pasifik melawan Sekutu dirasakan

semakin berat. Hingga pada tahun 1945 Jepang harus menyerah pada kekuatan

sekutu dengan di bumi hanguskannya dua kota besar di Jepang.

48

Julianto Ibrahim, op.cit, hlm 59.

Page 85: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

BAB III

DINAMIKA BIROKRASI MODERN DI SURAKARTA

Tersebarnya berita mengenai kekalahan Jepang terhadap Sekutu memberikan

perubahan yang besar kepada bangsa ini. Usaha tentara Jepang untuk

menyembunyikan tersiarnya berita kekalahan mereka ini ternyata dapat

digagalkan oleh para pemuda yang menyembunyikan radio untuk mendengarkan

siaran-siaran berita internasional yang dilarang pemerintah Jepang.

Semakin dekatnya kekalahan Jepang, membuat para aktivis politik di

Surakarta menyusun rencana kemerdekaan. M. Suprapto, seorang pemimpin

pergerakan politik pada tanggal 11 Agustus 1945 mengirim utusan untuk bertemu

Suyoko dan Suryopranoto dari perwakilan Asrama Menteng 31 dan Sutan Syahrir

di Jakarta supaya mengetahui langkah-langkah yang harus ditempuh.1 Di luar

dugaan, para tokoh di Jakarta menerangkan untuk bersabar menanti kepastian

kepulangan Sukarno dan Hatta dari markas tentara Jepang di Dalat, Vietnam.

Sepulang dari Jakarta, utusan tersebut singgah terlebih dahulu di Cirebon,

Pekalongan dan Semarang untuk memberitahukan informasi kepada tokoh-tokoh

politik lokal.2

1 Para utusan itu ialah A. Royis, Ismangunwinoto dan Marto Mulyono.

Panitia Pelaksana Pembangunan Monumen. Perebutan Kekuasaan dan

Pertempuran Kenpetai di Surakarta. (Surakarta : t.p. 1985)hal. 15

2 Jaringan ini berkaitan dengan Kromolawi yang berada di Pekalongan.

Kromolawi merupakan salah satu tokoh utama dalam Peristiwa Tiga Daerah.

Panitia Pembangunan Monumen., ibid.

Page 86: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Keadaan yang serba tidak pasti ini ditanggapi oleh para aktivis di Surakarta

dengan membentuk Panitia Pelaksanaan Kemerdekaan (PPK) pada 15 Agustus

1945. Panitia ini diketuai oleh KRMTH Wuryaningrat dan beranggotakan para

tokoh politik di Surakarta yang sebagian besar kerabat Kasunanan bertujuan untuk

menghadapi segala kemungkinan yang akan datang dengan memberikan jaminan

kemerdekaan Indonesia tanpa sepengetahuan tentara Jepang.3

Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia mengumumkan

kemerdekaannya, hal ini menjadi tanda bahwa bangsa ini siap untuk hidup dengan

kaki sendiri. Maka dari itu sehari setelah pembacaan Proklamasi diadakanlah

rapat untuk mengukuhkan Undang-undang Dasar dan Pancasila sebagai pedoman

hidup bangsa Indonesia, serta menentukan Presiden dan wakil presiden sebagai

kepala Pemerintahan dan Negara. Ketika Proklamasi PPK memainkan peranan

penting dalam penghubung kekuasaan Jakarta dan Surakarta. PPK akhirnya

menjadi kekuatan utama politik di Surakarta dimana dirinya berkembang dan

meleburkan diri menjadi KNIDS.

A. Gerakan Anti Swapraja dan Dampaknya Bagi Birokrasi Tradisional

di Surakarta

Proklamasi kemerdekaan memberikan pengaruh mendalam bagi penduduk

Surakarta untuk melaksanakan partisipasi politiknya dalam suasana kemerdekaan.

Pada bagian ini akan diterangkan peristiwa sosial politik pada penduduk Surakarta

pada awal kemerdekaan.

3 Ibid, hlm. 92

Page 87: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

1. Berdirinya Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) di Surakarta

Sidang PPKI yang berlangsung pada tanggal 19 Agustus 1945, memutuskan

tentang pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Setelah itu pada

tanggal 22 Agustus 1945 diadakan sidang KNIP yang membahas mengenai

pembentukan Komite Nasional di daerah-daerah yang disahkan melalui UU No.1

tahun 1945, maka dari banyak bermunculan tuntutan pembentukan KNID di

Surakarta sebagai bentuk dari Nasionalisme.

Pihak Kasunanan dan Mangkunegaran memang telah mengakui kemerdekaan

RI dan menyatakan bahwa kedua kerajaan berada di belakang Pemerintahan

Indonesia. Pakubuwana XII mengeluarkan maklumat tertanggal 1 September

1945 yang isinya menyatakan bahwa:

a) Beliau Pakubuwana XII dan Negeri Surakarta yang bersifat kerajaan

adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia yang berdiri di

belakang pemerintah pusat R.I

b) Segala kekuasaan di Surakarta adalah di tangan Susuhunan Surakarta,

maka kekuasaan yang tadinya diambil oleh penjajah kembali dengan

sendirinya setelah proklamasi kemerdekaan.

c) Kami menyatakan bahwa hubungan antara Surakarta dan pemerintah pusat

bersifat langsung.4

Maklumat Sri Sunan Paku Buwono XII tertanggal 1 September 1945

4 Maklumat Sri Susuhunan Pakubuwana XII, tanggal 1 September 1945.

Arsip Reksapustaka Mangkunegaran. Katalog Mangkunegaran VIII ,volume 2,

No. 376

Page 88: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

menyatakan bahwa Negeri Surakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah

daerah istimewa dari negeri Republik Indonesia dan berdiri di

belakang pemerintah pusat negara RI. Maklumat yang disampaikan oleh pihak

Kasunanan tersebut ditanggapi oleh pemerintah pusat, pada tanggal 6 September

1945 pemerintah Republik Indonesia memberi piagam kedudukan kepada Sri

Susuhunan Paku Buwono XII yang merupakan bagian dari wilayah RI.

Piagam ini ditandatangani Soekarno tertanggal 19 Agustus 1945. Pada

pokoknya menetapkan Sri Paduka Paku Buwono XII dan Sri Paduka

Mangkunegoro VIII pada kedudukannya masing-masing dengan kepercayaan,

bahwa beliau-beliau itu akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, dan jiwa dan

raga untuk keselamatan daerahnya sebagai bagian dari pada Republik Indonesia.5

Adapun bunyi dari keputusan presiden adalah sebagai berikut:6

REPUBLIK INDONESIA

Kami, PRESIDEN REPUBLIK Indonesia, menetapkan:

Ingkang Sinohoen Kandjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono, Senopati Ing

Ngalogo, Abdurrahman Sajidin Panotogomo, Ingkang Kaping XII ing

Soerakarta Hadiningrat. Pada kedoedoekannja, dengan kepertjajaan,

bahwa Seri Padoeka Kandjeng Soesoehoenan akan mentjurahkan segala

pikiran, tenaga, djiwa dan raga oentoek keselamatan daerah Soerakarta

sebagai bagian dari pada Repoeblik Indonesia.

Djakarta, 19 Agoestoes 1945

Presiden Repoeblik Indonesia

ttd

Ir. Soekarno

5 Ibid. halaman 24.

6 Mawardi, Yuliani Sw. Dinamika Revolusi Sosial di Surakarta. (Sukoharjo:

Universitas Veteran Bangun Nusantara, 1995) Hal 34

Page 89: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

REPUBLIK INDONESIA

Kami, PRESIDEN REPUBLIK Indonesia, menetapkan:

Kandjeng Goesti Pangeran Adipati Arjo Mangkoenagoro, Ingkang Kaping

VIII. Pada kedoedoekannja, dengan kepertjajaan, bahwa Seri Padoeka

Kandjeng Soesoehoenan akan mentjurahkan segala pikiran, tenaga, djiwa

dan raga oentoek keselamatan daerah Soerakarta sebagai bagian dari pada

Repoeblik Indonesia.

Djakarta, 19 Agoestoes 1945

Presiden Repoeblik Indonesia

ttd

Ir. Soekarno

Pengakuan kedaulatan Kasunanan untuk daerah Surakarta oleh Presiden tidak

serta merta memberikan kepastian kedaulatan dan kekuatan politis kerajaan.

Walaupun para raja dan elit politik tingkat nasional menyetujui dengan

diberlakukannya daerah istimewa, elit politik lokal tetap merupakan batu

sandungan bagi konsolidasi kekuasaan kerajaan. Penolakan para aktivis serta

politisi di Surakarta terutama barisan perjuangan dan laskar rakyat menyebabkan

melemahnya kontrol keamanan oleh pihak kerajaan terhadap daerahnya.

Meskipun begitu tidak ada upaya dari kedua kerajaan dalam membantu

penyerahan kekuasaan dari Jepang. Tetapi kedua kerajaan dirasa lamban dalam

membantu menegakkan kekuasaan Republik serta melucuti senjata dari tentara

Jepang, sehingga pemerintah akhir nya membentuk Komite Nasional Daerah di

Surakarta demi memperlancar hal tersebut. Adapun tujuan dari pembentukan

Komite Nasional di daerah-daerah ialah:

1) Melucuti tentara Jepang

Page 90: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

2) Memindahkan kekuasaan pemerintah Jepang ke tangan KNID.7

Berdasarkan hal tersebut pembentukan Komite Nasional diharapkan agar

secepat mungkin melakukan tugasnya dalam rangka penegakan kedaulatan

republik. Akan tetapi permasalahan utama dari pembentukan komite ini ialah

keberadaan tentara Jepang yang memang diserahi urusan penjagaan keamanan

dan status quo oleh Sekutu. Tentara Jepang tersebut merupakan kekuatan tempur

yang sangat kuat mengingat lengkapnya persenjataan yang dimiliki oleh mereka.8

Kedatangan Mr. Maramis dan Mr. Sartono di Surakarta pada tanggal 9

September 1945 adalah suatu langkah intensif yang ditunjukkan oleh pemerintah.

Selang dua hari dari kedatangan mereka tersebut, diadakanlah rapat yang

dipimpin oleh Mr. Sartono di Pendopo Wuryaningrat. Hasil dari rapat ini adalah

dengan disepakatinya pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah Surakarta

(KNIDS) yang merupakan pengembangan dari PPK.9

Pada tanggal 11 September 1945 diadakan rapat di pendopo Wuryaningratan

(sekarang Jl. Slamet Riyadi No. 227). Pada kesempatan ini disepakati untuk

membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah Surakarta (KNIDS) yang

menguasai seluruh wilayah Surakarta yaitu daerah kerajaan Surakarta dan

Mangkunegaran dan merangkap sebagai pemerintahan umum di kota Surakarta.

7 Djawatan Penerangan Kota Besar Surakarta, Kenang-kenangan Kota Besar

Surakarta, 1945-1953. (Surakarta: t.p. , 1953), hlm. 2-3.

8 George McTurnan Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik,

Nasionalisme dan revolusi di Indonesia, (Surakarta: UNS Press, 1995). hlm. 186

9 Dibentuknya KNIDS maka terlihat sikap mendua dari pemerintah. Karena

pada saat yang bersamaan pemerintah mengesahkan pihak kerajaan sebagai

lembaga kekuasaan resmi namun juga menunjuk KNIDS untuk mengambil alih

kekuasaan Jepang.

Page 91: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Sejak dibentuknya KNIDS, maka untuk sementara menggantikan kepemimpinan

lokal di Karesidenan Surakarta.

Pada perkembangannya pembentukan KNIDS menuai kontroversi dari

berbagai pihak, terutama dari kedua kerajaan baik Kasunanan maupun

Mangkunegaran. Ketua KNID Surakarta yaitu Mr. Soemodiningrat (ipar

Susuhunan) adalah seorang bangsawan yang pernah menjabat opsir dalam

pasukan PETA merangkul beberapa orang untuk menjadi anggota KNID

Surakarta dengan tujuan dapat merangkul semua pihak dari berbagai kalangan,

orang – orang tersebut adalah Soeprapto, H. Moefti, GPH Suryohamijoyo, KRT.

Mangundiningrat, Sutopo Hadi Saputro, I. J. Kasimo, Mulyadi Joyomartono dan

Suyono.10

Program yang ditetapkan pada waktu itu adalah melucuti senjata tentara

Jepang dan memindahkan kekuasaan pemerintah Jepang di Surakarta ke tangan

KNI daerah Surakarta.11

Tanggal 1 Oktober 1945 KNID Surakarta yang dipimpin oleh Mr

Soemadiningrat berhasil memaksa pembesar-pembesar Jepang di bawah pimpinan

H. Watanabe untuk menyerahkan kekuasaan pemerintahannya kepada KNI.

Peristiwa ini terjadi di Balai Kota dan disaksikan oleh beribu-ribu masyarakat

Surakarta. Kantor yang dinamakan dengan nama Jepang diganti nama dengan

10

Pelaksana Pembangunan Monumen., op. cit. hlm. 25. Keanggotaan

KNIDS terdiri dari dua latar belakang politik yaitu dari kalangan rakyat dan

Kasunanan. Anggota Kasunanan ialah GPH Suryohamijoyo (putra Pakubuwono

X), KRT. Mangundiningrat, I. J. Kasimo. Tidak ada satu pun kerabat

Mangkunegaran yang menjadi anggota KNID Surakarta.

11 Tim Penyusun. Buku Kenang-kenangan Perjuangan Rakyat Surakarta

Dari Zaman ke Zaman. (Surakarta, 1973), hlm. 21-23.

Page 92: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

KPPRI ( Kantor Pusat Pemerintahan Republik Indonesia). Nama ini dipandang

kurang tepat, kemudian diganti dengan KDPRI (Kantor Daerah Pemerintahan

Republik Indonesia.). Setelah pemindahan pemerintahan berhasil dilakukan, maka

KNI Daerah berusaha untuk melaksanakan tugas keduanya yaitu melucuti senjata

tentara Jepang. Hal ini ditindak lanjuti dengan melucuti senjata tentara Jepang.

Tanggal 19 Oktober 1945 Pemerintah Pusat mengangkat R.P Soeroso

menjadi Komisaris Tinggi yang menjadi penghubung antara daerah-daerah

Istimewa Surakarta dan Yogyakarta yang berkedudukan di Surakarta. R.P Soeroso

dalam tugasnya adalah sebagai Koordinator dari kedua pemerintahan Swapraja

Kasunanan dan Mangkunegaran yang memiliki kekuatan hukum seperti tertera

dalam UUD 1945 Bab VI Pasal 18 hal pemerintahan Daerah.

Berkenaan dengan hal tersebut maka tidak mustahil jika kemudian timbul

perselisihan tentang siapa yang berhak memerintah, apakah KNI daerah atau

pemerintahan Swapraja yang membuat adanya dua pemerintahan di Surakarta.

Melihat adanya dualisme pemerintahan di daerah Surakarta tersebut,

Pemerintah pusat segera mengambil beberapa tindakan. Pada tanggal 19 Oktober

1945 Pemerintah Pusat mengangkat R.P Soeroso menjadi Komisaris Tinggi

Daerah Surakarta dan Yogyakarta, yang berkedudukan di Surakarta. Dalam

pertemuan yang pertama tokoh-tokoh di Surakarta, R. P Soeroso selaku Komisaris

Tinggi menjelaskan bahwa beliau hanyalah sebagai wakil Pemerintah Pusat yang

akan menjadi sarana forum koordinasi antara Pemerintah Kasunanan Surakarta

dan Mangkunegaran. Lalu agar hanya ada satu pemerintahan, Komisaris Tinggi

Page 93: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

itu menyetujui keputusan dari Badan Pekerja KNID Surakarta untuk membentuk

suatu badan Pemerintah Direktorium.12

Dibentuknya Pemerintahan Direktorium membuat pergeseran kekuasaan dari

kekuasaan Pemerintahan Kasunanan dan Mangkunegaran serta KNID Surakarta

menjadi Pemerintahan Direktorium yang melaksanakan prinsip Collegaal

Bestuur. Kelompok Swapraja tidak mendukung terbentuknya Pemerintahan

Direktorium, hal ini karena menurut pihak Kasunana Surakarta, kekuasaan

Direktorium hanyalah meliputi kekuasaan yang dulunya dipegang oleh Tyookan

Jepang, seperti ketentaraan, kepolisian, dan sebagian urusan ekonomi. Sedangkan

dalam pelaksanaan perekonomian tetap masih di jalankan oleh pemerintah

Kasunanan dan Mangkunegaran. Selain itu, tiga orang anggota Diretorium yaitu

Ronomarsono, Mohammad Dasoeki dan Djoewadi adalah orang-orang yang

berasal dari golongan kiri dan bekas orang hukuman dari Digul.13

Dengan

masuknya tiga orang anggota itu dikhawatirkan akan menyebabkan kerugian-

kerugian dipihak daerah Surakarta yang bersifat istimewa karena tiga orang

tersebut dikenal sebagai orang-orang yang tidak menyetujui adanya daerah

istimewa.

Kondisi ini diperparah dengan adanya pertentangan antar golongan yang

mendukung tetap berlangsungnya Pemerintahan daerah Istimewa, yang disebut

12

Sri Juari Santosa, Suara Nurani Keraton Surakarta: Peran Keraton

Surakarta dalam Mendukung dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, (Yogyakarta: Komunitas Studi Didaktika, 2002), hlm. 33

13 Ibid.

Page 94: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

golongan pro-swapraja, dan golongan yang menentang berlangsungnya

Pemerintahan Daerah Istimewa, dinamakan golongan anti swapraja.

2. Gerakan Swapraja di Surakarta

Kelompok-kelompok atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat mudah

menjadi basis timbulnya konflik-konflik sosial politik. Kelas-kelas sosial ini dapat

mendasari pertentangan, pergolakan maupun konflik yang cenderung bersifat

menonjolkan primordialisme dan faksionalisme. Unsur kepentingan kelas atau

kelompok sering mempengaruhi jalannya suatu peristiwa sejarah yang terjadi.

Konflik-konflik sosial politik pada masa revolusi dapat muncul antara kaum

konservatif dengan progresif, sosialis-komunis dengan nasionalis-agama, politisi

dan militer, kaum tua dan kaum muda, dan aristokrat feodal dengan demokrasi

kerakyatan. Dalam pola atau struktur konflik itu, ideologi juga berperan penting

untuk mempertajam jurang perbedaan dan kepentingan antar kelompok yang

bertikai.14

Konflik sosial politik di daerah Surakarta sebenarnya telah ada sejak awal

kemerdekaan. Kevakuman kekuasaan pada awal revolusi mengundang terjadinya

konflik kepentingan kelompok yang ada. Hukum sebab akibat berlakulah teori,

ada aksi menimbulkan reaksi. Sejak ditetapkannya Surakarta sebagai Daerah

Istimewa atau Swapraja oleh pemerintah RI di pusat pada 19 Agustus 1945, maka

segera timbul reaksi dari para pejuang kemerdekaan di Surakarta dari berbagai

kelompok. Ketetapan tersebut yang kemudian diperkuat oleh adanya maklumat

14 Suyatno Kartodirdjo., Revolusi Nasional di Tingkat Lokal, (Jakarta:

Depdikbud, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1989), hlm. 47.

Page 95: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

raja di Surakarta tertanggal 1 September 1945 tentang seruan kepada seluruh

penduduk Surakarta untuk loyal menerima ketentuan status Daerah Istimewa bagi

kedua kerajaan di Surakarta itu. Hal ini tampaknya dianggap bersifat bertolak

belakang dengan semangat kemerdekaan atau revolusi.

Sejak awal 1945 secara nyata mulailah periode konflik sosial politik, berupa

gerakan-gerakan anti-Swapraja untuk menghapus Daerah Istimewa, gerakan

untuk mengganti Susuhunan Pakubuwono XII, dan gerakan untuk merubah

peraturan Daerah Istimewa/ Swapraja yang tidak cocok dengan zamannya.15

Gerakan-gerakan ini juga berdampak luas, misalnya perebutan pengaruh,

penculikan, dan insiden bersenjata.

Daerah Surakarta berkali-kali didatangi Menteri Dalam Negeri, Dr. Sudarsono

untuk menemui Paku Buwono XII. Tujuannya tidak lain untuk menciptakan

stabilitas di Surakarta secara sosial politik. Pada suatu pertemuan dengan Menteri

Dalam Negeri tersebut seorang bangsawan kraton Surakarta, Woeryaningrat

selaku “Bupati Nayaka”, mengusulkan suatu pendapat yang menyangkut

persoalan Daerah Istimewa itu. Pertama, agar Daerah Istimewa dipegang oleh

Pemerintah Pusat, bila sudah ada peraturan yang mengatur Daerah Istimewa,maka

dikembalikan seperti semula. Kedua, gerakan-gerakan yang disebut ”revolusi

sosial” agar diberi pengertian bahwa gerakan tersebut memperlemah persatuan

dan kesatuan untuk menghadapi musuh dari luar yang ingin menjajah bangsa

Indonesia, usul inimditolak Dr. Sudarsono.16

Akhirnya di kemudian hari timbul

15

Suara Merdeka, 20 Februari 1983

16Ibid.

Page 96: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

berbagai peristiwa revolusioner di Surakarta akibat suhu revolusi yang terus

memanas yang sulit dikendalikan.

Pada 15 April 1946 terjadi penculikan-penculikan, terutama dilakukan

oleh kesatuan-kesatuan kelaskaran dan pemuda-pemuda militan. Penculikan

terhadap pepatih dalem dan wakilnya di Kasunanan, sehingga kekosongan jabatan

ini diisi Woeryaningrat yang diangkat Paku Buwono XII, berstatus pejabat ”Ymt”

atau sementara. Selain itu banyak pegawai ditahan dan selanjutnya menimbulkan

ketakutan pegawai lainnya sehingga banyak yang memutuskan untuk

mengundurkan diri.

Penculikan lain ditujukan kepada R. Mulyadi Joyomartono (eks Peta) dan

wakil ketua KNID Surakarta, dengan alasan karena dianggap kurang tegas. Di

lingkungan keluarga keraton juga diculik, misalnya Kanjeng Ratu Paku Buwono

(Ibu Sri Paku Buwono XII), Ray. Sunami (kerabat Istana Mangkunegaran), R.

Sukarjo Wiryopranoto (eks anggota Volksraad), Duta Besar RI di Vatikan dan

RRC yang datang dari luar Surakarta. Mereka diculik dan ditempatkan di

Kandang Menjangan, Kartosuro. Mereka diculik dengan tuduhan sebagai mata-

mata Belanda. Setelah Sudiro menjadi wakil Residen Surakarta, mereka

dibebaskan.17

Komandan Pasukan Intel 0001, Zulkifli Lubis dan beberapa orang

pengawalnya diculik kemudian ditempatkan di Gembongan, Kartosuro. Sudiro

memerintahkan Barisan Banteng untuk membebaskan mereka, tetapi harus

17 Karkono Kamajaya., Revolusi di Surakarta, Makalah Temu Ilmiah,

(Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1993), hlm. 12.

Page 97: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

memenuhi syarat tidak boleh menginjakkan kaki di Surakarta sebelum persoalan

swapraja dapat diselesaikan.18

Pada 1 Mei 1946 Mangkunegoro VIII mengeluarkan pengumuman bahwa

Mangkunegoro adalah sebagai Kepala Distrik Khusus Mangkunegaran yang

berada di bawah langsung Presiden RI. Berdasarkan pada pengumuman itu berarti

daerah Mangkunegaran tetap dipertahankan pihak konservatif sebagai swapraja.

Status ini tidak ingin terjadi perubahan, apalagi yang bertentangan dengan

kepentingan golongan konservatif itu.

Hal itu mempertajam timbulnya gerakan anti-swapraja atau revolusi sosial.

Gerakan revolusioner muncul di Surakarta untuk menentang keinginan golongan

konservatif tersebut. Sebagai langkah awal dari kaum revolusioner mengadakan

rapat besar pada 9 Mei 1946 yang dihadiri oleh 36 organisasi politik yang

dipimpin Dr. Muwardi.19 Tujuan rapat besar ini untuk membentuk dengan segera

badan legislatif secara demokratis dan melalui pemilihan langsung untuk

menentukan anggotanya. Pada kesempatan itu pihak konservatif di Surakarta,

Susuhunan dan Mangkunegoro mendapat kritik keras dari mereka. Akibatnya Dr.

Muwardi beserta 11 tokoh politik lainnya ditangkap unsur tertentu, yang juga

termasuk ditangkap ialah anggota KNID Surakarta.

Dengan ditangkapnya para tokoh progresif tersebut, maka sebagai

rentetannya, di Surakarta segera timbul demonstrasi-demonstrasi pada 28 Mei

18

Ibid.

19 Mawardi, Dinamika Revolusi Sosial di Surakarta, (Sukoharjo:

Universitas Veteran Bangun Nusantara, 1995), hlm. 53.

Page 98: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

1946 yang dilancarkan secara bersama untuk menentang aksi penangkapan

tokoh- tokoh rakyat itu. Para pelaku demonstrasi berasal dari kelompok Barisan

Banteng, Hizbullah, dan Polisi Khusus.

Bulan April dan Mei 1946 rupanya cukup panas suasana politik di Surakarta

terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat itu.

Pada satu sisi gerakan anti-swapraja berkembang luas hingga ke masyarakat

desa. Misalnya tindakan badan-badan pekerja KNID, Surakarta maupun daerah-

daerah luar kota, berusaha melepaskan diri dari kekuasaan swapraja Surakarta

yang diikuti berbagai kesatuan perjuangan lainnya. Di Klaten,

Badan Pekerja KNI yang didukung sekitar 60 organisasi misalnya PBI,

BTI, Laskar Rakyat, Laskar Buruh, Pesindo, Barisan Banteng, Masyumi,

Hizbullah, GPII, Parkindo, dan Pangreh Praja lokal menyatakan keputusan untuk

membentuk pemerintahan rakyat, terlepas dari swapraja Kasunanan.20 Demikian

pula daerah Karanganyar dan Wonogiri melepaskan diri dari swapraja

Mangkunegaran. Kota Surakarta dan pihak Kepolisian Daerah Surakarta juga

menyatakan diri terlepas dari swapraja, pihak kepolisian menjadi Kepolisian

Republik Indonesia.21 Namun demikian di sisi lain pihak swapraja

tampaknya tetap bertahan dengan pendiriannya untuk mempertahankan status

keistimewaannya. Berkenan dengan itu daerah Sragen juga melepaskan diri.

Konflik-konflik di Surakarta dipertajam pula dengan adanya kelompok

20

Ibid.

21 Wisnu Widodo, Surakarta Genap 41 tahun: Pada Awal kemerdekaan RI

pernah menolak sebagai Daerah Istimewa, Suara Merdeka, 16 Juni 1987.

Page 99: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

oposisi. Kelompok ini menempatkan diri sebagai oposan pemerintah RI pusat.

Pada permulaan tahun 1946 Perdana Menteri Syahrir merintis perundingan

diplomatis dengan Belanda. Pihak Persatuan Perjuangan (PP) yang dipimpin Tan

Malaka dengan beberapa tokoh pendukungnya, Mr. Iwa Kusumasumantri, Mr.

Muhammad Yamin, Mr. Achmad Soebarjo, Chaerul Saleh, Sukarni, Adam Malik

menuntut agar kabinet Syahrir segera dibubarkan. Namun demikian tuntutan PP

tidak diterima Soekarno-Hatta.

Oleh karena itulah kemudian terjadi konflik di pusat pemerintahan RI yang

ketika itu telah berada di Yogyakarta dan selanjutnya menjalar ke Surakarta.

Seperti diketahui bahwa PP yang dipimpin Tan Malaka merupakan kelompok

oposisi yang cukup besar pengaruhnya dalam lingkungan sipil maupun militer

dengan program-programnya yang radikal.22

Pada bulan Juni 1946 ketegangan politik di Surakarta menimbulkan aksi

penculikan terhadap tokoh-tokoh Pemerintah RI. Pada 27 Juni 1946 malam,

Perdana Menteri Syahrir beserta rombongannya yaitu Dr. Sudarsono (Menteri

Dalam Negeri), Ir. Darmawan Mangunkusumo (Menteri Kemakmuran), Mr.

Maria Ulfah (Sekretaris Kabinet), yang baru saja dari perjalanan ke Mojokerto

dan kemudian menginap di Javasche Bank Surakarta diculik oleh Mayor AK.

Yusuf atas dasar surat tugas dari Mayor Sudarsono.23

Penculikan terhadap

Syahrir dan kawan-kawannya ini terdengar hingga ke Jawa Timur, akhirnya

22 Taufik Abdullah dkk, Manusia dalam kemelut Sejarah, (Jakarta: LP3ES,

1983), hlm. 165. 23 Karkono Kamajaya, op.cit., hlm. 16.

Page 100: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

kelompok Pesindo Jawa Timur (pendukung Syahrir) menyerbu Surakarta dan

menduduki kantor di depan Javasche Bank tersebut dan Markas Polisi

Tentara. Namun mereka tak kuasa apa-apa karena penculiknya adalah Mayor

AK. Yusuf. Perdana Menteri Syahrir dan rombongannya kemudian dibawa ke

Pesanggrahan milik Sunan di Paras Boyolali.

Selain itu di Kantor Pemerintahan Rakyat dan Tentara pada 28 Juni

ternyata kosong. Pemimpin-pemimpin pemerintahan ini diamankan di Resimen

XXV jalan Jebres yang dipimpin Suadi Suromiarjo. Adanya perintah Presiden

Soekarno untuk segera mengembalikan Perdana Menteri Syahrir melalui RRI

akhirnya para pemimpin pemerintahan itu baru meninggalkan resimen XXV

untuk pulang ke rumah masing-masing. Soekarno juga mengumumkan ”Negara

dalam keadaan Darurat Perang” dan menyerukan agar Syahrir segera

dikembalikan para penculik. Untuk sementara waktu pemerintahan diambil alih

Presiden Soekarno.

B. Terbentuknya Birokrasi Modern Di Surakarta

1. Pemerintahan Karesidenan Surakarta

Komitmen pemerintah untuk menjadikan Surakarta menjadi daerah istimewa

ditunjukkan dengan diangkatnya Panji Suroso tanggal 19 Oktober 1945 sebagai

komisaris tinggi untuk Surakarta yang bersifat istimewa. Suroso membentuk

direktorium untuk mengatasi double bestuur di Surakarta dengan diketuai

Sunan PB XII, wakil Mangkunegoro VIII, dan anggota 5 orang KNID

Surakarta. Suroso berharap sebagai daerah istimewa, kekuasaan dipegang oleh

pihak kraton.

Page 101: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Pada tanggal 27 November 1945 Suroso membentuk Panitia Tata Negara

yang bertugas menyusun peraturan tentang Daerah Istimewa Surakarta. Peraturan

Daerah Istimewa Surakarta dibicarakan oleh pihak Kasunanan, Mangkunegaran

dan 27 organisasi di Surakarta baik laskar rakyat, organisasi kemasyarakatan, dan

organisasi politik (representatif untuk mewakili masyarakat Surakarta).24

Daerah Istimewa atau Swapraja di Surakarta mengundang banyak pro dan

kontra. Kelompok-kelompok yang mendukung adanya pemerintahan Swapraja

sebagian besar anggotanya berasal dari kelompok bangsawan yang memegang

kedudukan pada jabatan di Kerajaan. Kelompok-kelompok yang mendukung

adanya Swapraja antara lain : a) Narpowandowo, b) Pakempalan Kawulo

Surokarto, c) Pemuda Trah Surakarta, d) Dewan Pamong Kerabat Surakarta, e)

Legiun Mangkunegaran, f) Pakempalan Kerabat Mangkunegaran. Kelompok ini

terus melakukan kampanye yang menyerukan untuk mempertahankan Swapraja di

Surakrta, selain itu mereka juga mengadakan rapat raksasa. Seperti yang terjadi

tanggal 28 Mei 1946 diadakan rapat raksasa di lapangan Giriwojo Kapanewon

Giriwojo. Rapat tersebut dihadiri oleh berbagai kalang masyarakat juga para saksi

dari kelompok anti Swapraja.25

24

Julianto Ibrahim, Makalah dalam Diskusi “ Wacana Pembentukan

Propinsi Daerah Istimewa Surakarta”, (Semarang: Yayasan Putra Budaya Bangsa,

16 Januari 2010)

25 Para saksi yang menghadiri rapat tersebut diantaranya : B.P.R.I, Masyumi,

Pesindo, Perwari, S.S.P.P, G.P.I.I, Rombongan Kaoem Kristen, Dewan Perantara,

dan dari daerah lain : Polisi Negara dari Batoeretno, B.P.I dari Wonogiri, Polisi

Tentara dari Batoeretno, PKI Tirtomonjo. “ Mosi Dari Rakjat Mangkoenegaran

yang Menginginkan Daerah Soerakarta Menjadi Daerah Istimewa, Tahun 1946”.

Arsip Rekso Pustoko Mangkunegaran VIII no. 745.

Page 102: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Sejak awal tahun 1946, banyak terjadi aksi dan gerakan-gerakan yang disebut

sebagai “Revolusi Sosial”, gerakan ini dipicu dari adanya pernyataan pemerintah

yang berkenaan dengan penetapan Surakarta sebagai Daerah Istimewa sehingga

mengundang banyak protes dari berbagai kalangan, terutama dari badan-badan

atau laskar-laskar perjuangan. Hal ini menimbulkan reaksi keras dari para pejuang

kemerdekaan di Surakarta dan menganggap hal ini bertolak belakang dengan

semangat kemerdekaan atau revolusi. Kondisi ini merupakan awal munculnya

reaksi hebat atas aksi anti Swapraja di Surakarta.

Kaum revolusioner mengadakan rapat pada tanggal 9 Mei 1946 besar yang

dihadiri beberapa organisasi politik yang dipimpin oleh Dr. Muwardi.

Diadakannya rapat ini adalah untuk membentuk dengan segera badan legislatif

secara demokratis dan melalui pemilihan langsung untuk menentukan anggotanya.

Kelompok yang menentang adanya Swapraja tersebut mengajukan tiga tuntutan

yaitu:26

a) Meminta agar dihapuskannya Daerah Istimewa / Swapraja di Surakarta.

b) Meminta mengganti Raja / Susuhunan.

c) Meminta perubahan-perubahan dalam peraturan Daerah Istimewa /

Swapraja yang tidak sesuai lagi dengan zamannya.

Menanggapi tuntutan tersebut pihak Kasunanan mengeluarkan pidato yang

intinya bahwa akan dilakukan perubahan dalam peraturan-peraturan Daerah

Istimewa / Swapraja, karena Sri Susuhunan telah menyatakan kesediaannya,

sedangkan Daerah Istimewa / Swapraja tetap berlangsung karena telah diakui oleh

26

Woerjaningrat, Sekedar Uraian tentang Swapraja Surakarta, 1956, hlm. 4

Page 103: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

bangsa Indonesia bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan. Akan tetapi

kelompok penentang itu masih belum puas dengan pidato yang disampaikan oleh

Sri Susuhunan Pakubuwana XII.

Pernyataan dari Kasunanan tersebut tadi semakin memperkeruh keadaan,

sehingga memicu ketidak puasan dari kelompok yang menamai diri sebagai

kelompok Anti Swapraja. Pada bulan April dan Mei 1946 suasana politik di

Surakarta mulai panas. Satu sisi gerakan anti Swapraja berkembang luas hingga

ke masyarakat desa sedangkan di sisi lain aksi penculikan-penculikan pun

merajalela. Penculikan terhadap pejabat keraton, yaitu pegawai pamong praja,

pepatih dalem dan wakilnya tersebut menyebabkan kekosongan jabatan yang

kemudian diisi oleh Woerjaningrat yang diangkat Paku Buwana XII.27

Selain itu

beberapa kabupaten mulai memutuskan hubungan, sehingga pemasukan uang

dalam Kas Negeri Surakarta terhenti.

Sri Susuhunan Pakubuwana XII tetap pada pendiriannya bahwa kekuasaan

yang ada padanya tidak akan diserahkan begitu saja, karena Pemerintah Pusat R.I

telah mempercayakan kekuasaan atas Surakarta. Maka jika ada yang ingin

meminta kekuasaan atas Surakarta semestinya meminta kepada Pemerintah Pusat

R.I.

Di Klaten, Badan Pekerja KNI yang didukung sekitar 60 organisasi, misalnya

PBI, BTI, Laskar Rakyat, Laskar Buruh, Pesindo, Barisan Banteng, Masyumi,

Hisbullah, dan pangreh praja lokal menyatakan keputusan untuk membentuk

pemerintahan rakyat, terlepas dari Swapraja Kasunanan. Demikian pula dengan

27

Ibid.

Page 104: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

daerah Karanganyar dan Wonogiri, kedua daerah tersebut juga melepaskan diri

dari Swapraja Mangkunegaran.28

Mengatasi permasalahan mengenai daerah Swapraja di Surakarta tersebut,

tanggal 22-23 Mei 1946, pemerintah RI melalui Perdana Menteri Sutan Sjahrir

dan para menteri dari kabinetnya mengundang kedua penguasa Swapraja untuk

membicarakan keadaan Surakarta di gedung Javasche Bank. Pembicaraan tentang

keadaan Surakarta dan kekacauan akibat adanya kalangan pro dan anti Swapraja

tersebut diikuti oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir, Menteri Dalam Negeri Dr.

Soedarsono dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin mewakili Pemerintah

Pusat RI. Dari pemerintah Swapraja sendiri diwakili oleh S.P Ingkang Sinuhun

beserta wakil Pepatih Dalem Woerjaningrat dan S.P K.G.P.A.A Mangkoenogoro

beserta Pepatih beliau K.R.M.H. Partono Handojonoto.29

Pertemuan tersebut digunakan oleh patih Woerjaningrat untuk menjelaskan

usulnya bahwa gerakan atau revolusi di Surakarta harus segera diselesaikan

karena pihak Kerajaan sudah marah. Gerakan menentang Swapraja berarti

menetang UUD yang berarti juga menentang Pemerintah Pusat R.I.

Woerjaningrat menyarankan jika disetujui oleh peserta rapat pada waktu itu

ialah untuk sementara pemerintahan di Surakarta dipegang dahulu oleh

Pemerintah Pusat R.I. Setelah situasi sudah aman pemerintahan Surakarta

dikembalikan lagi kepada Kekuasaan Swapraja. Pemerintah Pusat R.I. pada

tanggal 1 Juni 1946 menempatkan Gubernur Soerjo sebagai wakilnya di Surakarta

28

Karkono Kamajaya, Op.Cit, hlm 12.

29 Woerjaningrat, Op.Cit., hlm. 8

Page 105: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

dengan tugas mengumpulkan bahan-bahan untuk dipertimbangkan pemerintah

Pusat dalam menyusun peraturan yang sebaik-baiknya untuk Daerah

Istimewa/Swapraja, sedangkam Komisaris Tinggi R.P. Soeroso dibebaskan dari

jabatannya.

Banyak terjadi peristiwa yang semakin menyulitkan pemerintah Surakarta

pada saat itu ditambah lagi dengan beberapa kabupaten yang menyatakan

melepaskan diri dari Pemerintahan Surakarta yang bersifat istimewa. Keadaan ini

membuat Kesatuan Tentara (divisi IV) di bawah pimpinan Mayor Jenderal Sutarto

mengadakan stabilisasi dengan jalan membebtuk Pemerintah Tentara Rakyat.

Pemerintah ini dijalankan oleh lima orang dengan ketua Mayor Jenderal Sutarto

dan Komisaris Tinggi sebagai penasihat.30

Sebagai tindak lanjutnya, dikeluarkan

Penetapan Presiden tanggal 6 Juni 1946 yang menyatakan keadaan bahaya di

wilayah Surakarta dan mengeluarkan Undang-undang No. 6 1946 yang intinya

segera dibentuk Dewan Pemerintahan Rakyat – Tentara dimana ketuanya adalah

Soediro (mbah Diro).31

Undang-undang No. 6 tahun 1946 tersebut berlaku hingga akhirnya tanggal

15 Juli 1946, Pemerintah RI menetapkan Surakarta sebagai Daerah Karesidenan

untuk mengendalikan situasi di Surakarta dengan mengeluarkan UU. No.

16/SD/1946 yang menyebutkan:32

30

Kedaulatan Rakyat, 4 Juni 1946, Koleksi Monumen Pers

31 Maklumat No.1 tentang Pembentukan Dewan Pemerintah Rakyat- Tentara,

arsip Reksa Pustaka, catalog Mangkunegaran VIII no. 785

32 PP. 16/SD 1946, tentang Keadaan Bahaya Solo, Arsip Reksa Pustaka

Mangkunagaran. Katalog Mangkunegaran VIII No. 857

Page 106: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

1). Jabatan Komisaris Tinggi ditiadakan

2). Daerah Surakarta untuk sementara dijadikan daerah Karesidenan

3). Dibentuk daerah baru dengan nama Daerah Kota Surakarta

Dijelaskan pula dalam Penetapan ini bahwa kekuasaan Swapraja sementara

dibekukan, disebutkan bahwa:

…………………………………. Sebelum bentuk susunan pemerintahan

daerah Kasunanan dan Mangkunegaran ditetapkan dengan Undang-undang,

maka daerah tersebut untuk sementara waktu dipandang merupakan suatu

“Karesidenan”, dikepalai oleh seorang Residen, yang memimpin segenap

pegawai Pamong Praja dan Polisi serta memegang segala kekuasaan, sebagai

seorang Residen di Jawa dan Madura luar daerah Surakarta dan Yogyakarta

………………..33

Maklumat ini dengan tegas memutuskan, pembekukan Pemerintahan Swapraja

dan mengangkat seorang Residen untuk menjalankan Pemerintahan. Mr. Iskaq

Tjokroadisoerjo dilantik oleh Presiden sebagai Residen di Surakarta dengan wakil

Jabatan sebagai Residen dipegang oleh Iskaq Tjokroadisuryo dan wakilnya

Soediro. Iskaq Tjokroadisuryo dan Soediro setelah beberapa lama bertugas,

akhirnya mampu menyelesai kan beberapa permasalahan, diantaranya :

1). Menghapus perbatasan daerah Kasunanan dan Mangkunegaran, serta Kota

Surakarta yang baru terbentuk, terdiri dari bekas wilayah Kasunanan (selatan rel)

dan bekas wilayah Mangkunegaran (utara rel).

2). Dibentuk dua kabupaten baru, yaitu Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten

Karanganyar.

33

Ibid.

Page 107: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

3). Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat untuk Daerah Surakarta dan

untuk tiap-tiap kabupaten, dimana Dewan Perwakilan Rakyat bersama residen

akan dipimpin oleh residen untuk mengatur pemerintahan sebaik mungkin.

4). Dewan Perwakilan Rakyat kabupaten dan kota Surakarta bersama bupati

dan walikota berusaha menyelenggarakan urusan pemerintahan di kabupaten dan

kota Surakarta sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk seluruh Karesidenan

Surakarta. Mereka harus selalu memberi laporan kepada residen dan wakil residen

tentang segala sesuatu yang sudah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan.

5). Semua bekas pegawai Kasunanan dan Mangkunegaran dijadikan pegawai

daerah otonom baru dan dinyatakan tidak berada lagi dibawah pimpinan Paku

Buwana dan Mangkunegoro VII.

Beberapa kebijaksanaan yang dibuat oleh Residen dan wakil residen tersebut

pada hakikatnya bersifat konstruktif bagi perkembangan Surakarta untuk

menjadikan daerah biasa dalam negara RI. Konsep tersebut disusun menuju

kepada penghapusan struktur feodal dan menggantikan dengan struktur yang baru,

demokratis sesuai UUD 1945.

Melengkapi PP No. 16/ SD/ 1946 dan juga menyempurnakan pemerintahan

yang berazaskan permusyawaratan dan perwakilan, Pemerintah Pusat pada 8

Agustus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

No. 8 tahun 1946 tentang Badan Perwakilan Rakyat di Daerah Surakarta,

sehubungan dengan PP No. 16/ SD/ 1946 tentang pemerintahan di Daerah

Page 108: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Surakarta dan Yogyakarta, maka Residen Surakarta berdasar ketentuan Pasal 8

ayat 1 Perpu nomor 8 tahun Badan Perwakilan membentuk BPRD.34

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Perpu nomor 8 tahun 1946, maka

dengan Surat keputusan Residen Surakarta tanggal 7 Agustus 1946 nomor 6

dibentuklah BPR Kota Surakarta dengan 50 anggota. Adapun ke-50 anggota BPR

Kota Surakarta tersebut, terdiri dari unsure-unsur yang mewakili Partai-partai

Politik, Gabungan Badan Perjuangan, Organisasi Wanita, Organisasi Pemuda dan

Tokoh-tokoh Masyarakat di Surakarta.

Penetapan mengenai jumlah 50 orang anggota BPR Kota Surakarta tidak

didasarkan pada ketentuan Pasal 8 ayat (1) Perpu nomor 8 tahun 1946 tersebut,

akan tetapi mengacu kepada ketentuan Undang-undang nomor 1 tahun 1945

khususnya Pasal 2 besera penjelasannya yang antara lain35

:

1. Komite Nasional Daerah berubah sifatnya menjadi BPRD diketuai Kepala

Daerah yang tidak merupakan anggota Badan tersebut yang sekaligus

tidak mempunyai hak suara.

2. Oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, jumlah anggota BPR

ditetapkan sebanyak-banyaknya 100 orang untuk Karesidenan dan untuk

Kota serta 60 orang.

34

Ibid.

35 Pemerintah Kota Surakarta, 50 Tahun Kotamadia Surakarta, (Surakarta:

Pemerintah Surakarta: 1995), hlm. 56

Page 109: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Ketentuan yang mengatur sebanyak-banyaknya 60 orang inilah kiranya

yang dijadikan pertimbangan Residen Surakarta untuk menetapkan jumlah

anggota BPR kota Surakarta sebanyak 50 orang.

Dalam melaksanakan dan mengatur rumah tangga sendiri sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Pusat, BPRD bersama-

sama dan dipimpin oleh Wali kotamadya memilih sebanyak-banyaknya 5 orang di

antaranya anggota-anggota BPRD untuk duduk di Badan Eksekutif Pemerintah

Daerah Kota Surakarta sebagai pelaksana pemerintah sehari-hari. Secara

berurutan struktur pemerintahannya digambarkan sebagai berikut :

Bagan 5 : Struktur Pemerintahan Karesidenan

Residen ---------- Wali Kota Madya

Badan Eksekutif

BPRD

Anggota

Keterangan:

--------- : garis pengawasan

: garis komando

Pembagian jumlah Anggota Badan Perwakilan Rakyat Daerah Kota

Surakarta, periode 7 Agustus 1946 sampai dengan 5 Juni 1947. Jumlah Anggota

50 orang terdiri dari 28 orang yang berasal dari kelompok Partai yaitu: terdiri atas:

Page 110: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Masyumi: 6 orang, PNI: 5 orang. Parkindo: 2 orang, PKRI: 2 orang, PSI: 6 orang,

Partai Rakyat: 2 orang, PKI: 3 orang, Partai Sosialis: 3 orang. Selain itu dari

organisasi terdapat 6 orang yang berasal dari Kowani : 2 orang, GLPS: 2 orang,

Kongres Pemuda: 2 orang. Sisanya ditunjuk sebanyak 15 orang, dan masih

menyisakan kekosongan 1 orang.36

Tanggal 6 Agustus 1946 dengan keputusan Residen Surakarta tanggal 7

Agustus 1946 ditetapkan bahwa telah dibentuk susunan Dewan Perwakilan

Rakyat Surakarta. Dewan Perwakilan Rakyat menggantikan kinerja KNI Daerah

sebagai Badan Legislatif. Tanggal 6 Desember 1946 diangkat Gubernur Soetardjo

Kartohadikusoemo untuk menjabat sebagai Residen di Surakarta, sedangkan

walikotanya berkedudukan sejajar dengan seorang Residen. Hal ini mendapatkan

persetujuan dari Pemerintah Pusat mengingat situasi dan kondisi politik Surakarta

yang kacau balau.

Walaupun pemerintahan daerah telah tersusun dari wakil-wakil berbagai

golongan dalam BPR, keadaan Surakarta masih di warnai dengan konflik.

Terdapat kelompok tertentu yang merasakan keberatan-keberatan terhadap diri

Residen Mr. Iskaq Tjokroadisoerjo dan wakil Residen R. Soediro sebagai

kelanjutannya pada tanggal 9 November 1946 mereka menculik Residen dan

Wakil Residen. Sulit untuk menentukan dari golongan mana penculik tersebut.

Meskipun demikian dapat diduga bahwa mereka berasal dari lawan politik kedua

orang tersebut, yang mencoba untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan.

36

Ibid.

Page 111: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Mereka lalu mengangkat Soejas sebagai Residen dan Dasoeki sebagai Wakil

Residen, namun tidak berlangsung lama.

Pada tanggal 14 Nopember 1946 jabatan Walikota yang semula dirangkap

Residen diserahkan kepada Sjamsuridjal. Selanjutnya pada tanggal 6 Desember

1946 Pemerintah Pusat mengengkat Soetardjo Kartohadikoesoemo sebagai

Residen Surakarta. Oleh karena dinilai pro swapraja maka Kepala Daerah ini

ditentang oleh BPRD dalam sidangnya 17 Februari 1947 sehingga dibebas

tugaskan pada tanggal 27 Maret 1947. Di lain pihak Wakil Residen Soediro untuk

sementara ditunjuk sebagai pemangku jabatan Kepala Daerah Karesidenan

Surakarta, yang akhirnya dalam bulan Juli 1947 ditunjuk sebagai Residen

Surakarta. Sedikit demi sedikit jalannya roda pemerintahan baik di kota Surakarta

maupun Karesidenan Surakarta menjadi lancar. Residen Soediro memiliki tekad

menjadikan Surakarta sebagai Karesidenan biasa dan bukan suatu daerah

Istimewa ataupun Swapraja. Hal tersebut mendapat dukungan dari Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang memberikan mosi kepercayaan kepada Residen

Soediro. Tugasnya diawali dengan menertibkan pegawai-pegawai sipil dengan

memindahkan pegawai Mangkunegaran ke Kasunanan maupun sebaliknya, selain

hal tersebut, Residen Soediro juga menertibkan barisan-barisan bersenjata, baik

dari tentara resmi maupun badan-badan perjuangan bersenjata lainnya.

Sekalipun sudah dibentuk BPRD Kota Surakarta, hal ini masih belum berarti

bahwa kota Surakarta menjadi Daerah Otonom. Sebab urusan-urusan social,

kesehatan, perekonomian dan pemerintahan daerah masih diatur oleh Pemerintah

Karesidenan Surakarta.

Page 112: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Melihat kenyataan itu, maka gerakan anti swapraja masih meneruskan

aksinya menuntut agar Kota Surakarta dijadikan kota otonom yang berada

langsung di bawah Pemerintahan Pusat. Jika, Kota Surakarta dapat dijadikan kota

otonom yang berada langsung di bawah Pemerintahan Pusat, maka hal ini akan

mengakibatkan lepasnya kota Surakarta dari wilayah Karesidenan Surakarta dan

akan menutup kemungkinan kraton berkuasa lagi. Ternyata tuntutan tersebut

berhasil, yaitu ditandai dengan keluarnya Undang-undang No. 16 tahun 1947

tentang Pembentukan Haminte Kota Surakarta.

Keputusan tersebut membuat diberlakukannya Pemerintahan Haminte Kota

Surakarta sedangkan daerah sekitarnya dinyatakan sebagai daerah karesidenan.

Daerah yang masuk sebagai daerah karesidenan seperti : Sukoharjo, Klaten,

Wonogiri, Boyolali, Karanganyar dan Sragen, sedangkan Surakarta sendiri

dipimpin oleh walikota .

2. Terbentuknya Haminte Kota Surakarta

Kekuasaan kerajaan semakin melemah seiring dkeluarkannya UU No. 16

tahun 1947 tentang Pembentukan Haminte Kota Surakarta, yang menyatakan

bahwa “Kota Surakarta ditunjuk sebagai daerah yang berhak mengatur dan

mengurus rumah tangga sendiri dengan nama Haminte Kota Surakarta dengan

daerah atau wilayah yang meliputi :37

a) Sebagian dari kabupaten Kota Kasunanan dan sebagian dari Kabupaten

Kota Mangkunegaran.

37

Ibid., hlm. 36

Page 113: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

b) Kelurahan Nusukan sebagaimana dimaksud Surat Keterangan Pemerintah

Mangkunegaran tanggal 25 November 1942 nomor 186.

c) Kelurahan-kelurahan Karangasem, Kerten, Jajar, Sumber dan Banyuanyar.

d) Kelurahan-kelurahan Kadipiro dan Mojosongo.

Berdasarkan hal ini maka kekuasaan Karesidenan dihapus dan muncul

lembaga walikota yang hanya mengurusi Kota Surakarta tanpa melakukan

pengawasan terhadap wilayah Surakarta karena telah dbentuk kabupaten yang

hingga kini tetap berdiri. Pada masa ini ditentukan pula batas-batas Kota

Surakarta yang baru dimana diadakan penggabungan wilayah Mangkunegaran dan

Kasunanan. Soediro ditunjuk sebagai walikota yang baru yang menandakan

hancurnya wilayahnya Mangkunegaran dan Kasunanan.

Pemerintah Daerah yang berhak mengatur rumah tangga sendiri tanpa

dilengkapi DPRD ibarat dekonsentrasi kekuasaan belaka yang akan memperkuat

otoritas penguasa. Maka dari itu sesuai dengan Undang-undang nomor 16 tahun

1947 tersebut, secara jelas diatur susunan Pemerintahan Haminte Kota Surakarta,

urusan-urusan yang harus diserahkan, peraturan-peraturan lain yang berlaku untuk

Haminte Kota Surakarta, serta ditetapkan jumlah anggaran untuk pertama kali

sebesar 3.824.890.

Berdasarkan Undang-undang No. 16 tahun 1947, Pemerintah Haminte Kota

Surakarta terdiri dari tiga Organ, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Haminte Kota

(Dewan Kota), Dewan Eksekutif Haminte (Dewan Pemerintah Kota) dan

Page 114: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Walikota. Susunan Pemerintah Haminte Kota Surakarta sesuai dengan Undang-

undang nomor 16 tahun 1947 adalah sebagai berikut38

:

1. Dewan Perwakilan Rakyat Haminte Kota yang disebut Dewan Kota.

Dewan Kota ini terdiri dari :

a. Walikota sebagai ketua

b. Seorang wakil ketua merangkap wakil walikota yang dipilih oleh

dan dari anggota Dewan Kota

c. Lima puluh anggota Dewan Kota yang dipilih oleh penduduk

Haminte Kota menurut Undang-undang pemerintah.

2. Dewan Eksekutif Haminte Kota yang disebut Dewan Pemerintah Kota,

terdiri dari :

a. Walikota sebagai ketua merangkap anggota

b. Wakil Ketua merangkap Wakil Ketua Dewan Kota

c. Lima puluh anggota yang dipilih oleh dan dari Anggota Dewan

Kota.

38

Ibid., hlm. 56

Page 115: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Bagan 6 : Struktur Pemerintahan Haminte Kota Surakarta

Dewan Kota Dewan Pemerintah Kota

Keterangan:

: garis komando

: Jawatan-jawatan

Anggota dalam Dewan Kota yang berjumlah 50 orang tersebut adalah

kumpulan dari berbagai kalangan demi terciptana demokrasi pada saat itu.

Anggota-anggota tersebut berasal dari Partai sebanyak 31orang yang terdiri atas :

Masyumi : 6 orang, PNI : 5 orang, Parkindo : 2 orang, PKRI : 2 orang, PKI : 3

orang, PBI : 5 orang, Partai Sosialis : 3 orang, PSI : 1 orang, PDR : 10 orang,

Partai Murba : 2 orang, PSII: 1 orang. Sendangkan dari organisasi terdapat 10

orang, dan yang ditunjuk juga sebanyak 10 orang.

Sebagai daerah yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah

tangga sendiri, sebagaimana ketentuan UU No. 16 tahun 1947, kepada Pemerintah

Wali Kota

1

2 3 4 dst

Page 116: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Haminte Surakarta diserahkan 22 macam urusan untuk diatur dan diurus oleh

Pemerintah Haminte Kota Suarakarta.

Dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya, Pemerintah Haminte Kota

Surakarta membentuk Jawatan-jawatan sebagai pelaksana teknis Pemerintah Kota

yang terdiri dari39

:

1) Jawatan Sekretariat Umum.

2) Jawatan Keuangan

3) Jawatan Pekerjaan Umum

4) Jawatan Sosial

5) Jawatan Kesehatan

6) Jawatan Perusahaan

7) Jawatan PD & K

8) Jawatan Pamong Praja

9) Jawatan Perekonomian

10) Biro Kontrolir

Selain jawatan-jawatan tersebut, pada Jawatan Sekretariat Umum yang

merupakan staf utama pelaksana pekerjaan Walikota serta sebagai pusat kegiatan

Pemerintah Haminte Kota Surakarta, dibentuk unsur-unsur pendukung antara lain:

1) Kantor Tata Usaha

2) Kantor Urusan Perumahan

3) Kantor Personalia

4) Kantor Sekretariat DPRD

39

Ibid, hlm. 74

Page 117: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

5) Bagia pusat perbekalan

Dengan ditetapkannya pejabat-pejabat pemerintahan di daerah Surakarta

lengkap dengan Dewan Perwakilan dan Badan Eksekutifnya masing-masing,

maka sedikit demi sedikit jalannya pemerintahan menjadi lancar. Akan tetapi

suasana ini berubah setelah ditandatanganinya Perjanjian Renville dan menjelang

Pemberontakan Madiun, dan terjadinya pergolakan politik antara kekuatan social

politik di Surakarta

Setelah Perjanjian Renville kota Surakarta menjadi salah satu pusat

pergolakan atau konflik antar kelompok social politik yang ada. Dalam keadaan

yang semacam ini, rakyat umumnya menginginkan tindakan tegas dari

pemerintah. Akan tetapi oleh karena pemerintah yang berkuasa saat itu telah

banyak yang dipengaruhi oleh partai atau aliran tertentu maka tindakan tegas

semacam itu tidak bisa dilaksanakan.

Untuk mengatasi keadaan agar tidak berlarut-larut, maka pada tanggal 2 April

1948 Pemerintahan mengeluarkan maklumat resmi yang berbunyi sebagai berikut

:

Sejak beberapa lama, keamanan penduduk Surakarta dan sekelilingnya

acapkali diganggu oleh pengacau-pengacau yang bersembunyi di belakang

suatu golongan atau badan. Soal ini tidak terlepas dari perhatian pemerintah.

Dan pemerintah insyaf pula, bahwa keadaan demikian tidak dapat dibiarkan

merajalela. Agar supaya pembasmian anasir-anasir yang merugikan itu dapat

dijalankan dengan cara yang tepat dan pada waktu masa ini pemerintah

menganggap telah sampai waktunya untuk menjalankan pembersihan di atas.

…………………………………………………………………………………

…… Pemerintah telah menunjuk instansi resmi yang diwajibkan menjalankan

Page 118: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

pembersihan yang dipimpin oleh Jaksa Tentara Agung. Di luar instansi

tersebut lain-lain golongan atau pihak dilarang untuk campur dalam tindakan

ini…..40

Meskipun telah dikeluarkan instruksi dari pemerintah, tetap saja ada golongan

tertentu yang menggunakan kesempatan untuk menyerang lawan politiknya. Ini

menunjukkan pemerintah yang belum stabil, dan dengan demikian belum mampu

mengatasi keadaan yang berkembang.

3. Periode Pemerintah Darurat Militer

Menghadapi situasi di kota Surakarta yang sedang kacau, Panglima Besar

Soedirman mengeluarkan perintah harian yang menyatakan bahwa APRI adalah

alat negara dan penjamin kedaulatan negara. Serangan terhadap alat negara akan

dianggap sebagai serangan terhadap kedaulatan negara, dan selanjutnya atas

saran dari Panglima Besar kepada Presiden RI selaku panglima tertinggi, setelah

berunding dengan Kepala Staf Operasi Kolonel A.H. Nasution pada tanggal 16

September 1948 malam bersama Komandan Gatot Soebroto memutuskan satu-

satunya jalan untuk menyelesaikan perang saudara di Surakarta adalah

menempatkan pimpinan yang tegas. Presiden Soekarno menyetujui dan kemudian

mengangkat Kolonel Gatot Soebroto sebagai Gubernur Militer Surakarta yang

berwenang atas semua alat negara serta berhak sepenuhnya menjalankan tugas-

tugas Dewan Pertahanan Negara.

40

A. H. Nasution, Sekitar Perang Proklamasi Jilid 3, (Bandung: Angkasa,

1978), hlm. 217

Page 119: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Bertepatan dengan kedatangan Gubernur Militer Kolonel Gatot Soebroto di

Surakarta pada 18 September 1948, dan mulai terdesaknya pasukan FDR/PKI

dalam pertempuran-pertempuran di Surakarta, PKI kemudian melakukan

pemberontakan di Madiun. Pemberontakan itu selanjutnya memberikan kejelasan

bagi Kolonel Gatot Soebroto bahwa insiden-insiden yang terjadi di Surakarta

didalangi oleh PKI. Tindakan yang pertama kali dilakukan oleh Gubernur Militer

adalah menginstruksikan semua kekuatan bersenjata di Surakarta untuk

menghentikan tembak-menembak selambat-lambatnya tanggal 20 September

1948 jam 24.00, dan keesokan harinya semua komandan pasukan yang saling

bermusuhan harus melaporkan diri, dan mereka yang tidak melapor akan

dianggap pemberontak.

Keadaan di kubu FDR/PKI adalah melakukan perebutan kekuasaan yang

dilakukan oleh Sumarsono, seorang pemuda pimpinan Pesindo, Kolonel Joko

Suyono, Komandan Brigade XXIX Letnan Kolonel Dachlan. Perebutan

kekuasaan itu didukung oleh kesatuan-kesatuan dari Brigade XXIX, bagian TNI

yang telah masuk ke dalam kekuatan tempur FDR/PKI. Pendukung tersebut

mengangkat Gubernur Militer, Komandan Komando Militer Daerah, dan Residen

baru yang berasal dari FDR/PKI.41

Presiden Soekarno setelah itu menyatakan bahwa PKI Muso telah

mengadakan coup dan mengadakan perampasan kekuasaan di Madiun yang

dipandang sebagai permulaan merebut seluruh Pemerintah RI dan Presiden

41

Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948, (Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm 199.

Page 120: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

Soekarno juga menginstruksikan untuk segera merebut Madiun dari perampasan

FDR/PKI. Pernyataan tegas Presiden Soekarno tersebut disusul denagan instruksi

Panglima Besar Soedirman tanggal 19 September 1948 yang berintikan

menetapkan Kolonel Soengkono sebagai Gubernur Militer Jawa Timur, menunjuk

Kolonel Gatot Soebroto sebagai Gubernur Militer Jawa Tengah, serta menugaskan

Brigade Sadikin untuk menyerbu Madiun dan menghancurkan PKI Muso.

Perang Kemerdekaan Indonesia memberi pengalaman yang sangat berharga

kepada Bangsa Indonesia. Belanda melancarkan perang terhadap Indonesia

dengan tujuan politiknya untuk mengembalikan kekuasaan Kolonialnya di

Indonesia yang saat itu sudah merdeka. Agresi militer ke-II Belanda yang

direncanakan untuk mengeakhiri eksistensi RI dan menghancurkan angkatan

bersenjatanya, justru gagal dan tidak mampu menandingi Perang Rakyat Semesta

yang dilancarkan pihak RI.

Jika sebelumnya Belanda yang mengepung dan menyerang, dalam Perang

Rakyat Semesta terbalik menjadi yang dikepung dan yang diserang. Perang

Rakyat Semesta yang bersumber pada Perintah Siasat No.1 itu merupakan

perlawanan total di segala bidang, termasuk daerah pendudukan Belanda.42

Adanya Pemerintah Kota Surakarta pada waktu itu merupakan Pemerintah

Gerilya dalam kota yang diduduki Belanda dan bertindak pula sebagai Pemerintah

Militer yang mengemban kekuasaan Negara RI yang berada dalam keadaan

perang.

42

Paguyuban Para Pelaku Pemerintah R.I. Balai Kota Surakarta.,

Perjuangan Gerilya Membela Kemerdekaan Negara dan Bangsa, (Jakarta :

Paguyuban Para Pelaku Pemerintah R.I. Balai Kota Surakarta, 1995), hlm. 11-12

Page 121: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Mengingat di Surakarta, Belanda sudah mulai membentuk pemerintahan

pre-federal termasuk Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran, maka diputuskan

untuk secepatnya membentuk pemerintahan RI di Kota Surakarta yang diduduki

Belanda. Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Dalam Negeri RI dr. Soekiman

tanggal 24 Januari 1949, Soediro selaku Residen Surakarta yang ditugasi

merangkap menjalankan tugas Walikota Surakarta yang kosong pada`waktu itu.43

Karena Residen Soediro berkedudukan di luar Kota Surakarta, dengan persetujuan

Mayor Achmadi sebagai Komandan SWK 106 Arjuna, maka berdasarkan Surat

Keputusan Residen Surakarta No 3a/ Dar/ 1949 tertanggal 26 Januari 1949

diangkat Soedjatmo Hardjosoebroto sebagai fd Walikota Surakarta.44

Soedjatmo

sendiri memiliki wewenang untuk membentuk dan melaksanakan tugas

Pemerintah Republik Indonesia di dalam Kota Surakarta yang sedang diduduki

Belanda. Untuk membantu pembentukan pemerintah yang dimaksudkan, Mayor

Achmadi menugasi Soeharyo Soeryopranoto selaku PUT (Perwira Urusan

Teritorial). Selain itu juga menugasi Rayon V yang dipimpin oleh Lettu RM.

Hartono untuk menjadi pendukung Pemerintah RI Balaikota Surakarta.

Adanya sebutan “Balai Kota” pada Pemerintahan Surakarta masa itu karena

untuk menampakkan suatu identitas dan eksistensi dari pembentukan

pemerintahan di Surakarta yang pada masa itu sedang diduduki oleh Belanda.

Maka dari itu tugas Pemerintah RI Balai Kota Surakarta di daerah pendudukan

43 Sekedar uraian tentang Swapraja Surakarta setelah Proklamasi Sosial,

(Surakarta : Ungu, 1990), hlm. 16

44 fd singkatan dari fungerend= pj yang artinya pemangku jabatan.

Page 122: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Belanda itu memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan kota lain, baik dalam cara

pelaksanaannya serta lingkup tugasnya.

Hal ini terlihat dari awal pembentukannya, dimana pemerintahan atau

organisasi yang akan mengangkat seorang pejabat sudah memiliki kelengkapan

atau kesiapan, tetapi tidak untuk pemerintah Balai Kota Surakarta. Setiap bagian

dalam pemerintahan dibangun mulai nol dengan mengangkat seluruh pejabat

mulai dari Lurah hingga ke Kepala Jawatan.

Pada awal pembentukannya Pemerintah Balai Kota Surakarta berbentuk

organisasi sederhana yang baik secara horisontal maupun vertikal dapat

melaksanakan tugasna dengan baik. Secara Horisontal struktur pemerintahan

Surakarta yaitu terdiri dari45

: Walikota, Wakil Walikota I dan II, Sekretaris,

Ajudan serta para Kepala Jawatan, Kepala Jawatan Pamong Praja dan Wakilnya,

Kepala Jawatan Keuangan, Kepala Jawatan Kemakmuran,, Koordinator

Perekonomian (Koper), Kepala Jawatan sosial dan Kesehatan, Kepala Jawatan

Penerangan, Kepala Jawatan Pekerjaan Umum (PU), Kepala Jawatan Pengawas

Jawatan, Kepala Jawatan Pendidikan dan “Braintrust” yaitu suatu forum non-

lembaga yang bertugas membantu dibidang perekonomian dan kemakmuran.

45

Paguyuban para Pelaku Pemerintah R.I Balai Kota Surakarta, op.cit., hlm.

15

Page 123: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

Bagan 7 : Pemerintah Darurat Militer 1947

Wali Kota

Wakil Walikota

Sekretaris

Ajudan

Keterangan:

: garis Komando

: jawatan-jawatan

Sedangkan secara vertikal, wilayah Surakarta terdiri dari 5 (lima)

Kaoenderan atau Onderdistrik (kecamatan) yang membawahi 44 kelurahan,

yaitu46

:

a. Kaoenderan Jebres : membawahi 10 kelurahan;

b. Kaoenderan Pasar Kliwon : membawahi 9 kelurahan;

c. Kaoenderan Serengan : membawahi 7 kelurahan;

d. Kaoenderan Laweyan : membawahi 8 kelurahan;

e. Kaoenderan Banjarsari : membawahi 10 kelurahan;

46

Ibid., hlm.15-16

1 2 3 4 5

Page 124: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

f. Sebagai kepala Kaoenderan adalah Asisten Wedana (Camat).

Dalam menjalankan tugas pemerintahan pun tidak dapat dilakukan secara

terbuka harus tertutup (covered), agar terjamin keamanannya karena hal ini

merupakan keharusan dalam operasi gerilya untuk menghindari deteksi oleh

Belanda.

Tugas`pokok dari Pemerintahan RI Balai Kota Surakarta pada masa

pendudukan Belanda adalah mempertahankan eksistensi Pemerintahan republik

Indonesia secara de-facto dalam Kota Surakarta untuk menggagalkan segala

upaya Belanda membentuk Pemerintahan pre-federal termasuk pemerintah

Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran. Sedangkan berbagai tugas dan

aktivitas khusus guna mendukung terlaksananya tugas pokok antara lain 47

:

a. Bidang Pamong Praja, dimana pemerintah dapat menguasai 5 (lima)

Kaoenderan dan 44 Kelurahan yang membuat lumpuhnya pemerintahan

Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran.

b. Bidang Keuangan, Perekonomian dan Kemakmuran menghimpun dana

untuk pembiayaan perjuangan, menyelamatkan kekayaan R.I di dalam

kota Surakarta.

c. Bidang Sosial dan Kesehatan, meskipun sangat terbatas kemampuannya,

melakukan perawatan anggota yang sakit, gugur atau meninggal termasuk

anggota Rayon V. Menyantuni para pegawai RI yang non-koperasi (tidak

bekerja menjadi pegawai Belanda dan Swapraja.

47

Ibid., hlm. 26-28

Page 125: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

d. Bidang Penerangan, untuk menangkis propaganda Belanda, melalui pamflet

atai poster dan pernah menerbitkan 3 (tiga) majalah yang diberi nama

Pancasila, 17 Agustus 1945 dan Yuddha.

e. Bidang Pekerjaan Umum (PU), khusus untuk membantu operasi tempur

membuat ranjau, bom tarik dan sumbu.

f. Bidang “Braintrust”, kelompok pemikir yang terutama membantu bidang

Perekonomian dan Kemakmuran.

g. Bidang Kurir, terutama yang dilakukan oleh para kurir wanita yang besar

jasanya dalam pengiriman surat/ dokumen rahasia dengan cara membawa

yang unik dan aman.

h. Bagian Pemuda, dikepalai Mulyomiadji dengan tugas menghimpun atau

memobilisasi Pemuda untuk mendukung kegiatan Pemerintah Balai Kota

Surakarta.

Disamping tugas tersebut di atas, terdapat aksi-aksi khusus yang dilakukan

oleh Pemerintah Surakarta pada saat itu demi mempertahankan eksistensinya.

Seperti melakukan perang urat syaraf (psywar) untuk menurunkan moril tentara

Belanda dan pegawai federal dengan penyebaran pamflet, poster yang di tempel di

tempat-tempat strategis. Hal meningkat semangat juang pasukan sendiri dan

rakyat secara umum yang membaca poster tersebut. Ditambah lagi dengan

tersebarnya berita mengenai keberhasilan perjuangan militer dan politik diplomasi

RI yang menangkis kebohongan propaganda Belanda.

Adanya bantuan pasukan Rayon V, dapat menjamin kehidupan masyarakat

yang aman dan tertib karena menanggulangi merajalelanya perampok

Page 126: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

(gedor/grayak) yang meresahkan masyarakat. Pasukan Rayon V juga melakukan

infiltrasi yaitu dengan menyusupkan agen sendiri ke dalam instalasi militer

ataupun sipil Belanda. Hal ini memberikan hasil yang memuaskan, karena

berhasil mendapat informasi mengenai identitas orang yang menjadi mata-mata

Belanda sehingga dapat segera di eliminir. Para kawan yang tertangkap oleh

militer Belanda dapat dibebaskan, selain itu dapat membuat satu kompi tentara

bentukan Belanda TBS (Teritorial Batalyon Surakarta) berpihak ke Pemerintah

Surakarta serta dengan membawa 100-an pucuk senjata. Memperoleh informasi

mengenai rencana operasi militer Belanda, serta terus melancarkan perang urat

syaraf (psywar) untuk mengelabui gerakan Militer Belanda.

4. Periode Pemerintah Kota Besar Surakarta

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 1950 tentang

Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara dan Dewan

Pemerintahannya untuk seluruh daerah Indonesia, maka ada 2 hal yang mengubah

Tata Susunan DPRD yang sudah ada. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan yang

menyatakan bahwa48

:

1. PP nomor 10 tahun 1950 dan Perpu nomor 2 tahun 1950 yang belum

disahkan oleh Pekerja Komite Nasional Pusat, dicabut.

2. Semua DPRD yang telah ada pada saat terbentuknya DRPD menurut

peraturan ini, dibubarkan. Bertitik tolak pada ketentuan ini, maka BPRD

Haminte Kota Surakarta yang beranggota 50 orang harus disesuaikan

dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Jumlah ini

48

Pemerintah Kota Surakarta., op.cit, hlm. 57

Page 127: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

masih bisa ditambah dengan jumlah anggota yang diperoleh menurut Pasal

5 ayat (4) dan (5) peraturan dimaksud.

Jadi dengan ditetapkannya PP nomor 39 tahun 1950 tentang pembentukan

DPRDS dan Dewan Pemerintahannya untuk seluruh Indonesia membawa

perubahan-perubahan sebagai berikut :

a. Istilah DPRD Haminte Kota Surakarta berubah menjadi DPRDS

Kota Besar.

b. Jumlah anggota DPRD dari 50 orang, mengalami penurunan

menjadi 33 orang yang terdiri:

(1) 21 orang anggota menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1)

(2) 12 orang anggota menurut ketentuan Pasal 5 ayat (4) dan

(5).

Sebelum semua Pemerintah Daerah memiliki DPRDS sebagaimana

ketentuan PP nomor 3 tahun 1950 terbentuk, di tingkat Pusat pada tanggal 19

Januari 1951 DPRD mengalami mosi S.Hadi Koesoemo dan kawan-kawan yang

menghandaki dicabutnya PP nomor 39 tahun 1950 dengan pertimbangan bahwa

PP tersebut tidak tepat untuk Indonesia yang berlainan corak dan sifatnya, tidak

demokratis dan menimbulkan keadaan politik yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan.

Mosi dari S. Hadi Koesoemo dan kawan-kawan diterima DPR dalam

sidangnya tanggal 22 Januari 1951 dengan perbandingan suara 76 lawan 48.

Karena Menteri Dalam Negeri tidak mau menjalankan atau melaksanakan mosi

ini, maka Mentri Dalam Negeri mengundurkan diri dan didukung oleh Kabinet.

Page 128: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Akhirnya Kabinet yang dipimpin M. Nasir meletakkan jabatan tanggal 20 Maret

1951. Dengan mundurnya Kabinet, pada akhir April 1951 terbentuklah Kabinet

Soekiman Soewirjo dengan program akan mempercepat terlaksananya otonomi

daerah.

Mengenai pelaksanaan mosi S. Hadi Koesoemo, dalam program Kabinet

Soekiman menjanjikan akan segera mencabut PP 39 tahun 1950 dengan

berpedoman anta lain49

:

a. Sebelum DPR dan DPRD hasil Pemilu terbentuk, maka DPRDS yang

dibentuk PP 39 tahun 1950 akan diganti DPRD-DPRDS menurut

peraturan baru sebagai pengganti PP 39 tahun 1950.

b. Selama DPRS/DPRDS yang dibentuk dengan Peraturan baru pengganti PP

39 tahun 1950, maka DPRS/DPRDS hasil PP 39 tahun 1950 dapat bekerja

terus.

c. Kemudian menteri Dalam Negeri Mr. Iskaq Tjokro Hadi Koesoerjo dengan

instruksi nomor Des. 1/9/25 tanggal 30 April 1951 menetapkan bahwa

DPRDS yang telah terbentuk berdasarkan PP 39 tahun 1950 tetap

menjalankan tugasnya sampai berakhirnya masa jabatannya pada tahun

1956. Dan oleh karena PP 39 tahun 1950 telah dibekukan dan Undang-

undang nomor 7 tahun 1950 dianggap sudah tidak sesuai lagi, maka

Peraturan Perundang-undang yang baru belum terbentuk, maka dengan

Undang-Undang nomor 7 tahun 1956 ditetapkanlah perpanjangan jangka

49

Ibid.

Page 129: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

waktu masa kerja DPRDS yang terbentuk berdasarkan PP nomor 39 tahun

1950.

Semakin meningkatnya stabilitas Negara Republik Indonesia dan semakin

meningkatnya beban tugas dari Pemerintah Republik Indonesia, maka pemerintah

memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah agar pelaksanaan

pemerintahan di Indonesia lebih efektif dan efisien, dengan pertimbangan bahwa

Pemerintah Daerah semakin berkembang dan mampu untuk melaksanakan

sebagian tugas dari Pemerintah Pusat, maka ditetapkan UU nomor 16 tahun 1950

yang isiny menetapkan urusan-urusan atau sebagian urusan yang diserahkan

kepada Pemerintah Daerah untuk jadi urusan rumah tangga daerah.

Bagan 8 : Struktur Pemerintahan Periode Kota Besar Surakarta

Wali Kota

Keterangan:

: garis Komando

: urusan-urusan

DPRD

S

DPU

Urusan-urusan

Page 130: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

Urusan-urusan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan UU

nomor 16 tahun 1950 tersebut antara lain adalah50

:

a. Urusan umum (tata usaha)

b. Urusan Pemerintah

c. Urusan Agraria

d. Urusan Pengairan

e. Urusan Pertanian, perikanan dan koperasi

f. Urusan Kehewanan

g. Urusan Kerajinan, Perdagangan Dalam Negeri dan Perindustrian

h. Urusan Perburuhan

i. Urusan Sosial

j. Urusan pembagian (distribusi)

k. Urusan penerangan

l. Urusan Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan

m. Urusan Kesehatan

n. Urusan Perusahaan

Secara perlahan dan pasti Pemerintah Daerah Surakarta, semakin

memantapkan langkahnya dalam mengatur Pemerintahannya dan masyarakatnya.

Meskipun masih ada masalah mengenai ke absahan dari pembentukan Pemerintah

Daerah Surakarta oleh para pendudkung Swapraja. Tetapi sejak dikeluarkannya

pasal 18 ayat 5 Undang-undang No. 22/1948 yang menyatakan bahwa “Kepala

Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga, yang berkuasa

50

Ibid., hlm. 36-37

Page 131: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

dizaman sebelum republik Indonesia dan yang masih menguasi daerahnya”, maka

dari itu, secara otomatis hapuslah kekuasaan Swapraja Kasunanan dan

Mangkunegaran. Selama tidak adanya perubahan pada pasal tersebut maka

Pemerintah Daerah Surakarta tetap berkuasa sebagai pemerintahan yang sah.

Sejak tanggal 15 Juli 1946, dengan dikeluarkannya Penetapan Pemerintah

No. 16/SD tahun 1946 sebagai tindakan sementara, Kepala Daerah Swapraja

secara de facto tidak lagi memegang kekuasaan Kepala Daerah. Tetapi perlu

diperjelas bahwa hal ini merupakan persetujuan antara kedua Swapraja untuk

mengatasi ketegangan yang terjadi pada saat itu. Ketika rancangan Undang-

undang No. 22 tahun 1948,51

yang pada pokoknya adalah memberikan dasar-dasar

pemerintahan daerah (otonom) di seluruh Indonesia. Hal ini dibicarakan oleh

Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, S.P. Paku Buwana XII telah

mengajukan surat yang berisi pendapat dan usul untuk diadakan perubahan-

perubahan dalam Rancangan Undang-undang tersebut. Setelah itu dengan

diberlakukannya Undang-undang No. 22 tahun 1948 yang membagi habis daerah-

daerah di Surakarta menjadi daerah otonom.

Begitu juga dengan dibentuknya Pemerintah Daerah Surakarta yang telah

berjalan dan pada awal pembentukannya telah memberi sumbangsihnya dalam

mempertahankan eksistensi Pemerintah Pusat yang tercermin dari stabilitas

Pemerintah Daerah itu sendiri. Hal ini juga menjadi titik balik dimana Birokrasi

Tradisional (Swapraja) terhapus dan digantikan dengan Birokrasi Modern yang

ditandai dengan terbentuknya Pemerintah Daerah Surakarta yang berkuasa secara

51

Dr. Sri Juari Santosa, Op.cit. Hal.158

Page 132: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

otonom sesuai dengan Undang-undang yang mengaturnya. Terbentuknya

Pemerintahan ini juga atas kehendak masyarakat Surakarta yang menginginkan

Pemerintah Demokratis, yang sesuai dengan perkembangan zaman pada saat itu

dan mencerminkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 133: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

BAB IV

DAMPAK DARI TERNBENTUKNYA BIROKRASI MODERN

DI SURAKARTA

Masyarakat modern mengenal konsep atau sistem politik demokrasi. Inti dari

demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari

keterangan singkat itu tertangkap bahwa subjek demokrasi adalah rakyat, yang

menentukan arah dan tujuan negara. Mereka juga memilih siapa yang diserahi

tugas untuk mengantarkan mereka mencapai tujuannya. Karena jumlah rakyat

begitu besar, maka mereka membentuk perwakilan lewat pemilihan umum yang

berlangsung secara bebas dan rahasia.

Agar pemerintahan yang dibentuk sungguh-sungguh menyelenggarakan

kepentingan mereka, maka demokrasi menuntut adanya keterbukaan terhadap

kontrol sosial. Berbagai sarana demokrasi dapat menjadi alat bagi

berlangsungnya kontrol sosial itu, seperti DPR, Parpol, Ormas, Pers.

Untuk dapat menyelenggarakan kepentingan rakyat banyak, pemerintah

membagi wilayah Indonesia dalam sekian banyak propinsi, kabupaten,

kotamadya, kecamatan, kelurahan, dan seterusnya. Untuk menjaga keamanan dan

pertahanan pemerintah mempunyai tentara dan polisi. Semua itu merupakan

aparat birokrasi.

Dalam sejarah perkembangannya di awal kemerdekaan yang dimulai dari

periode Badan Perwakilan Rakyat, Haminte Kota Surakarta hingga menjadi

Pemerintah Kota Surakarta hingga saat ini memang banyak terjadi perubahan

Page 134: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

struktur di dalam pemerintahannya. Di bentuknya Pemerintah Kota Surakarta ini

sepenuhnya dimulai dari nol, bukan merupakan perubahan dari birokrasi

Swapraja yang telah ada melainkan benar-benar dibentuk suatu Pemerintahan

baru yang lebih Modern dan tentu saja dalam penentuan jabatan tidak

berdasarkan atas garis keturunan melainkan dari kecakapan tiap-tiap orang.

Terbentuknya pemerintahan modern di Surakarta tentu memberikan berbagai

dampak. Beberapa dampak yang terlihat adalah dari system pemerintahan itu

sendiri yang sudah tidak lagi menggunakan bentuk pemerintahan Tradisional

melainkan sudah berbentuk pemerintahan modern. Di awal berdirinya

pemerintahan modern di Surakarta, pegawai yang bekerja adalah gabungan dari

pegawai Kasunanan dan Mangkunegaran. Sesuai keputusan Mentri Dalam

Negeri bahwa dengan berlakunya PP No. 16/SDN 1946 dengan dibentuknya

Karesidenan maka untuk sementara pemerintahan dijalankan oleh Pemerintah

Daerah yang pegawainya terdiri dari pegawai Mangkunegaran dan Kasunanan

serta anggota KNID Surakarta.1

Terhapusnya birokrasi tradisional dengan dbentuknya birokrasi modern

memberikan peluang bagi masyarakat umum untuk ikut berpartisipasi dalam

bidang politik. Masyarakat yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan

keraton dapat masuk menjadi pegawai pemerintahan sesuai dengan keahlian yang

dimilikinya. Karena demi mewujudkan pemerintahan yang demokratis maka yang

1 Maklumat Perdana Mentri Dalam Negeri No. 1 tentang status kepegawaian

di Kasunanan dan Mangkunegaran, arsip reksa pustaka, catalog Mangkunegaran

VIII volume 3, No. 956.

Page 135: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

masuk kedalam jajaran pegawai adalah dari berbagai partai dan kelompok-

kelompok kelaskaran.2

A. Lembaga Peradilan

Kelompok-kelompok atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat mudah

menjadi basis timbulnya konflik-konflik sosial politik. Kelas-kelas sosial ini

dapat mendasari pertentangan, pergolakan maupun konflik yang cenderung

bersifat menonjolkan primordialisme dan faksionalisme. Unsur kepentingan kelas

atau kelompok sering mempengaruhi jalannya suatu peristiwa sejarah yang

terjadi. Konflik-konflik sosial politik pada masa revolusi dapat muncul antara

kaum konservatif dengan progresif, sosialis-komunis dengan nasionalis-agama,

politisi dan militer, kaum tua dan kaum muda, dan aristokrat feodal dengan

demokrasi kerakyatan. Dalam pola atau struktur konflik itu, ideologi juga

berperan penting untuk mempertajam jurang perbedaan dan kepentingan

antar kelompok yang bertikai.3

Konflik sosial politik di daerah Surakarta sebenarnya telah ada sejak awal

kemerdekaan. Kevakuman kekuasaan pada awal revolusi mengundang terjadinya

konflik kepentingan kelompok yang ada. Hukum sebab akibat berlakulah

teori, ada aksi menimbulkan reaksi. Sejak ditetapkannya Surakarta sebagai

Daerah Istimewa atau Swapraja oleh pemerintah RI di pusat pada 19 Agustus

1945, maka segera timbul reaksi dari para pejuang kemerdekaan di Surakarta

2 Paguyuban para Pelaku Pemerintah RI Balai Kota Surakarta dalam

Pendudukan Belanda, 1995, hlm. 48 3 Suyatno Kartodirdjo, Revolusi Nasional di Tingkat Lokal, (Jakarta:

Depdikbud, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1989) hal. 47.

Page 136: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

dari berbagai kelompok. Ketetapan tersebut yang kemudian diperkuat oleh

adanya maklumat raja di Surakarta tertanggal 1 September 1945 tentang

seruan kepada seluruh penduduk Surakarta untuk loyal menerima ketentuan

status Daerah Istimewa bagi kedua kerajaan di Surakarta itu. Hal ini tampaknya

dianggap bersifat bertolak belakang dengan semangat kemerdekaan atau revolusi.

Sejak awal 1945 secara nyata mulailah periode konflik sosial politik, berupa

gerakan-gerakan anti-Swapraja untuk menghapus Daerah Istimewa, gerakan

untuk mengganti Susuhunan Pakubuwono XII, dan gerakan untuk merubah

peraturan Daerah Istimewa/ Swapraja yang tidak cocok dengan zamannya.4

Gerakan-gerakan ini juga berdampak luas, misalnya perebutan pengaruh,

penculikan, dan insiden bersenjata.

Hal itu dapat terlihat dengan munculnya kelompok anti swapraja dan

kelompok pecinta swapraja. Adanya keadaan ekonomi yang buruk menambah

menjadi rumit. Keadaan yang kacau itu meninbulkan perasaan anti imperialism

dan anti feodalosme.5 Perasaan ini timbul karena balas dendam yang ditujukan

kepada pihak yang pernah membuat sengsara penduduk Surakarta.

Perasaan balas dendam merupakan akibat dari depresi yang dialami oleh

penduduk Surakarta. Menurut Samuel Stauffer bahwa deprivasi merupakan

berkaitan dengan kedaan psikologi seseorang yaitu perasaan membandingkan

antara dirinya / kelompok dengan kelompok / dirinya orang lain. Deprivasi

bersifat relative ditentukan melalui pembanding, antara lain keadaan masa

4 Suara Merdeka, 20 Februari 1983. 5 Julianto Ibrahim, Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan :

Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta, (Yogyakarta : Bina

Citra Pustaka,2004), halaman 9

Page 137: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

lampau dibandingkan dengan keadaan masa sekarang, keadaan masa sekarang

dibandingkan dengan keadaan masa mendatang, dan keadaan suatu pihak di masa

kini dibandingkan dengan keadaan pihak lain di masa kini.6

Teori dari Samuel Stauffer dapat digunakan untuk menganalisa terjadinya

tindak kriminal di Surakarta masa revolusi. Pembandingan keadaan terjadi pada

masa revolusi 1945, penduduk Surakarta membandingkan keadaan mereka

dengan keadaan golongan kerajaan. Penderitaan masa lampau dan masa revolusi

dengan perasaan akan lebih menderita bila golongan kerajaan berkuasa lagi,

membuat konflik sosial terjadi.

Perasaan pembanding tersebut ditunjang dengan adanya keadaan untuk

melakukan konflik. Adanya struktur sosial (penduduk biasa dan elit kerajaan),

depresi ekonomi dan suhu perpolitikan yang panas, munculnya keyakinan

tentang revolusi total dari Tan Malaka, munculnya kelompok anti swapraja dan

pro swapraja setelah adanya pemberian otonomi kepada kedua kerajaan di

Surakarta, munculnya pimpinan radikal seperti Dr. Moewardi, Amir Sjarifuddin,

Aidit dan lainnya serta adanya media seperti partai politik seperti Barisan

Banteng, Pesindo, GRR dan lainnya. Keadaan tersebut menurut Neil Smelser

dapat menimbulkan suatu gejolak aksi sosial.

Perasaan untuk balas dendam dan didukung dengan keadaan sangat mudah

untuk melakukan aksi sosial dimanfaatkan oleh pengacau keamanan untuk

melakukan tindak kriminal. Para pengacau keamanan menggunakan keadaan itu

6 Anhar Gonggong, Abdul Qahhar Muzakar : Dari Pejuang Sampai

Pemberontakan, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia,1992), halaman 8

Page 138: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

untuk mendapatkan dukungan dari rakyat. Dukungan rakyat akan membantu para

pengacau keamanan dalam menjalankan aksinya. Seperti halnya masa sebelum

revolusi para penjahat selalu mendapat dukungan dari rakyat karena mempunyai

tujuan dan musuh yang sama.

Pada masa Hindia Belanda, tindak kriminal dianggap oleh penduduk

Surakarta sebagai teman bahkan dianggap sebagai pahlawan. Korban dari

tindakan criminal merupakan musuh dari penduduk seperti perusahaan asing,

pamong praja dan lainnya. Penduduk selalu melindungi para penjahat saat dikejar

oleh polisi begitu juga sebaliknya panjahat akan memberikan sebagian hasil

untuk diberikan kepada rakyat bahkan para kepala penjahat(benggol) merupakan

kepala desa.7

Kriminalitas yang terjadi saat revolusi fisik dan masa Hindia Belanda tidak

jauh berbeda. Tindak criminal berupa penggedoran mempunyai persamaan

dengan tindak perkecuan. Penggedoran dan perkecuan merupakan kejahatan

berbentuk perampokan yang dilakukan dengan berkelompok. Gedor dan kecu

dipimpin oleh seorang benggol yang mempunyai kelebihan tertentu daripada

anak buahnya, seperti belut putih (suatu ilmu agar dapat menghilang pada saat

akan ditangkap).8 Begal dan kecu dalam menjalankan aksinya selalu

menggunakan senjata dan bahkan tidak segan-segan melukai korbannya.

Keadaan kacau saat revolusi fisik menguntungkan bagi para penjahat untuk

melakukan kejahatan. Kriminalitas yang terjadi di Surakarta dapat dikategorikan

7 Suhartono, Apanage dan Bekel, Perubahan Sosial di Pedesaan

Surakarta 1830 – 1920, (Yogyakarta: Tiara Wacana,1991), halaman 155 8 Ibid, hlm 154

Page 139: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

dua bentuk. Bentuk pertama merupakan kriminalitas yang berbentuk

penggedoran atau perampokan, yang dilandasi perekonomian. Bentuk kedua

merupakan kriminalitas yang berbentuk penculikan dan pembunuhan yang

dilandasi politik.

Pada awal revolusi di Surakarta krimminalitas yang terjadi tidak begitu

banyak namun waktu terjadi agresi kedua, kriminalitas bertambah. Pelaku

kejahatan dilakukan oleh berbagai macam latar belakang, dari orang miskin, anak

muda bakan dari pihak TNI (Tentara Nasional Indonesia). Pihak tentara dapat

menjadi pelaku kejahatan dikarenakan adanya rencana serangan umu empat hari

di Surakarta, sehingga diperlukan logistic.9 Pemenuhan logistic bisa dengan

meminta atau merampok, yang menjadi korban merupakan orng Tionghoa dan

abdi dalem keraton.

Hukum selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa. Menurut

Samprofd dalam teori Ceos (ketidakteraturan), hukum bukanlah suatu

sistem yang teratur tetapi merupakan sesuatu yang berkaitan dengan

ketidakteraturan, tidak dapat diramalkan dan bahwa hukum sangat dipengaruhi

oleh presepsi orang dalam memaknai hukum tersebut. Hal itu dapat disimpulkan

bahwa hukum akan selalu mengikuti gerak masyarakat yang dinamis, karena

didalam masyarakat terdapat faktor yang mempengaruhi misalnya kekuasaan.10

Keinginan penguasa terhadap hukum yang diberlakukan di daerahnya

membuat hukum akan mengalami perkembangan. Logika dan struktur

9 Julianto Ibrahim, Op.cit, hlm 235 10 H.R. Otje Salman s. Anthon F Susanto, Teori Hukum: Mengingat,

Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Jakarta : Refika Aditama, 2008),hlm

112

Page 140: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

hukum muncul dari adanya power relation dalam masyarakat. Kepentingan

hukum adalah untuk mendukung kepentingan kelas dalam masyarakat yang

membentuk hukum tersebut (teori hukum CLS (Critical Logica Studies)).11

Pertama kali di Mataram diadakan perubahan didalam tata hukum di

bawah pengaruh Islam oleh Sultan Agung yang dikenal sebagai raja yang alim

dan menjunjung tinggi agamanya. Perubahan itu pertama-tama diwujudkan

khusus dalam pengadilan yang dipimpin oleh raja sendiri. Pengadilan Pradoto

diubah namanya menjadi pengadilan Surambi, karena pengadilan ini tidak

mengambil tempat persidangan di Sitinggil, melainkan di Serambi Masjid

Agung. Perkara-perkara kejahatan yang menjadi urusan pengadilan dikenakan

hukum kisas, padahal istilah ini tidak sesuai dengan arti kata yang sebenarnya.

Hukum Islam berlaku untuk semua rakyat kerajaan walaupun terdapat

penyimpangan dalam penerapannya. Sumber hukum Islam terdapat pada Qur’an

dan Sunnah. Raja merupakan pengambil keputusan dalam setiap perkara pidana

maupun perdata. Hal itu disebabkan raja merupakan khalifatullah (wakil Tuhan

di dunia) yang mendapatkan tiga wahyu yaitu wahyu nubuwah, wahyu kukumah,

wahyu wilayah.12

Wahuyu nubuwah merupakan wahyu yang mendudukan raja sebagai wakil

Tuhan, untuk wahyu kukumah merupakan wahyu yang menempatkan raja

segagai sumber hukum sehingga segala putusan tidak boleh dibantah atau

ditentang oleh rakyatnya. Wahyu wilayah merupakan wahyu yang menempatkan

11 Ibid, halaman 124 12 Darsiti Soeratman, 1994, Kehidupan Dunia keraton Surakarta 1830-

1939, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, halaman 3

Page 141: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

raja sebagai pelindung dan memberikan penerangan kepada rakyatnya.

Pada masa kerajaan, Surakarta merupakan kerajaan yang berlandaskan

pada sendi Islam, sehingga segala macam hukum atau pengadilan berlandaskan

Islam walaupun terdapat beberapa penyimpangan. Pandangan seorang pakar

Belanda Ladewijk Willem Christian Van Den Berg (1845-1942) dalam teorinya

yakni reception in complex, Berg mengatakan bahwa hukum Islam telah berlaku

secara keseluruhan untuk umat Islam Nusantara13

Pecahnya Surakarta menjadi dua wilayah adminitrasi mengakibatkan pecah

pula pengadilan raja. Perpecahan tersebut ditandai dengan adanya perjanjian

Salatiga pada tahun 1657 sehingga Surakarta dibagi menjadi dua wilayah,

wilayah Kasunanan dan Mangkunegaran. Kasunanan Surakarta menggunakan

pengadilan pradoto gedhe, pengadilan pradoto dan pengadilan Surambi, untuk

Mangkunegaran menggunakan pengadilan pradoto dan pengadilan surambi.

Tiap-tiap pengadilan bagi kedua kerajaan memiliki yuridiksi masing-masing dan

tidak boleh melanggar yuridiksi pengadilan lain, selain itu terdapat pengadilan

Gubernamen yang berada di wilayah karesidenan. Bagi bangsa Eropa yang

melanggar hukum baik itu sebagai tersangka maupun pelapor, maka yang wajib

menjalankan perkara yaitu Raad van Justitie.14

Hukum dan pengadilan kerajaan lama ke lamaan mengalami kehilangan

kedaulatan kekuasaan. Adanya campur tangan pihak asing seperti pemerintahan

Inggris dan Belanda merupakan penyebab utama. Pemerintahan Inggris oleh

13

Arso Sastroatmodjo dan Wasit Aulawi, 1975, Hukum Perkawinan

di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, halaman 11 14

Staatblad tahun 1848 no 9

Page 142: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

Raffles melihat bahwa hukum Islam yang diberlakukan tidak mempunyai peri

kemanusiaan dan menjadi tontonan bagi rakyat. Pemerintahan Belanda

menginginkan adanya suatu unifikasi (persamaan) dalam hukum dan pengadilan

bagi semua seluruh rakyat pribumi ataupun orang asing (Eropa dan Arab atau

Cina). Adanya unifikasi hukum tidak berlaku bagi golongan kerajaan dan para

abdi dalem. Mereka mengikuti hukum Eropa namun pengadilan masih

menggunakan pengadilan raja. Pada tahun 1915 muncul suatu undang-undang

kriminal yang bernama Wetboek van Straffecht (W.v.S) yang sekarang

merupakan landasan hukum bangsa Indonesia. Masa pemerintahan Jepang W.v.S

tetap digunakan.

Pada tahun 1903 merupakan hilangnya kekuasaan pengadilan raja

terhadap rakyatnya. Rakyat Surakarta pada waktu itu diberlakukan hukum Eropa

dan pengadilan dilakukan oleh landraad dan landgerecht15. Pengadilan raja

hanya diberi wewenang untuk mengadili golongan kerajaan dan abdi dalem atau

yang sesuai dengan perjanjian kontrak politik. Pada masa pemerintahan Jepang,

hukum yang diberlakukan berupa hukum militer Jepang (Osamu Gunrei),

namun melalui uu no 2 tahun 1942 hukum dan pengadilan pada masa Hindia

Belanda masih digunakan asal tidak bertentangan dengan pemerintahan. Tahun

1944 pemerintahan Jepang mengeluarkan uu yang dinamakan Osamu

Kenzerei (uu kriminal). Undang- undang itu terdapat pasal yang menyatakan

bahwa akan dibebaskan dari tuduhan apabila terdakwa mau mengakui

15

R Supomo, 1982, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia

ke II, Jakarta : Pradya Paramita, halaman 85

Page 143: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

kesalahannya16. Segala kebaikan dari kebijakan pemerintahan Jepang sangat

mudah diterima tapi hal itu hanya untuk kepentingan pemerintahan. Golongan

kerajaan dan abdi dalem masih dalam lingkungan pengadilan pradoto. Golongan

ini diberikan lingkungan peradilan tersendiri sehingga dimanfaatkan oleh

beberapa abdi dalem untuk melakukan tindak kriminal seperti meminta uang

tagihan kepada rakyat secara berlebihan atau korupsi. Berbeda dengan rakyat

biasa, bila ada yang melakukan tindak kriminal maka akan dikejar lalu dihukum

mati, bahkan perkaranya tidak diajukan kepada pengadilan17. Hukum peradilan

pada masa revolusi merupakan lanjutan dari peradilan pada masa Jepang. Hal itu

disebabkan bangsa Indonesia belum bisa membuat uu kriminal sendiri. Hukum

kriminal yang digunakan bukan hukum buatan Jepang melainkan hukum buatan

Hindia Belanda yang sudah diperbaharui pada tahun 1942. Ada beberapa hal

yang dikurangi atau diganti dalam uu kriminal tersebut. Undang-undang

kriminal itu lalu diundangkan dalam uu no 1 tahun 1946.18 Susunan dan

kekuasaan pengadilan masa revolusi merupakan penyederhanan dari susunan

pengadilan masa pemerintahan Jepang.

Pada akhir revolusi hukum peradilan di Surakarta mengalami perubahan.

Peradilan tidak lagi menggunakan cara sipil melainkan dengan cara militer. Hal

itu disebabkan Surakarta berada dalam kekuasaan Belanda. Hukum dan

pemerintahan harus tetap dijalankan walau dalam keadaan perang. Adanya

16

Kan Po no 43 boelan 5 tahoen 2604 17

Julianto Ibrahim, Op.cit, halaman 132 18

Oendang-Oendang Tentang Peratoeran Hoekoem Pidana Tahoen 1946”.

Arsip reksa Pustaka Mangkunegaran VIII no 2440.

Page 144: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

peradilan yang berlaku akan membuat penduduk lebih pecaya terhadap negara.

Masa revolusi fisik peradilan mengalami perubahan dua kali. Saat awal

revolusi peradilan Surakarta masih tetap dijalankan oleh sipil walaupun hanya

sebatas pelaksanaan keputusannya tidak sesuai dengan sumber hukum. Saat akhir

revolusi peradilan berubah dari sipil menjadi militer. Perubahan itu ditandai

dengan terbitnya Surat keputusan no 46 / MBKD / 1949, yang dikeluarkan oleh

komandan angkatan perang Jawa, Kolonel A.H. Nasution.19

Setelah Pemerintah Daerah Suarakarta terbentuk secara otomatis

menghapus adanya Swapraja di Surakarta baik itu Swapraja Kasunanan maupun

Swapraja Mangkunegaran. Tentu saja banyak dibentuk lembaga-lembaga untuk

membantu jalannya Pemerintah Daerah Surakarta dalam mengatur masyarakat

dan juga urusan-urusan keseharian Pemerintah Daerah Surakarta. Meskipun dulu

pada masa Birokrasi Tradisional masih berkuasa di Surakarta, Keraton

Kasunanan yang mengatur segala macam kehidupan dalam masyarakat, seperti

lembaga peradilan, Pajak, transportasi dan masih banyak lagi. Lembaga-

lemabaga itu hilang dan digantikan dengan lembaga baru yang dibentuk oleh

pemerintahan yang baru ini.

Seperti lembaga peradilan di Surakarta, yang awalnya lembaga

pengadilan pada masa birokrasi tradisional di selenggarakan di serambi masjid,

maka dari itu dinamakan Pengadilan Surambi. Penga;dilan ini menangani perkara

sipil (pidana) dan juga masalah criminal (perdata). Pemimpin pengadilan ini

19

A.H. Nasution, 1992, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 10,

Bandung : Angkasa, halaman 420

Page 145: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

adalah Penghulu yang memiliki gelar Kanjeng Kyai Mas Penghulu Tafsir Anom

Adiningrat, yang dibantu oleh empat orang ulama dan delapan orang khotib.

Pada tanggal 14 Juli 1947, mentri kehakiman membuat maklumat No. 02,

tentang penghapusan peradilan kerajaan. Sebelum maklumat tersebut diputuskan,

mentri kehakiman sebelumnya mengirimkan maklumat tersebut kepada para Raja

di Jawa untuk meminta persetujuan. Sri Hamengku Buwana IX tanggal 11

Januari 1947 no. 1/ D.D dan 29 Mei 1947 no. 2/ D.D, Sri Paduka Paku Buwana

XII tanggal 10 Maret 1947 no. 385 dan 20 Mei 1947 no. 634 dan Sri

Mangkunegaran VIII bulan April 1947 no. 5/I/A yang kesemuanya memberikan

jawaban tidak menolak terhadap maklumat mentri kehakiman tersebut.20

Udang-undang tersebut, selain berisi tentang penghapusan pengadilan

raja, juga mengatur tentang peralihan perkara yang ditangani oleh pengadilan raja

(Pradoto). Semua pengadilan raja di Jawa dan Sumatera dihapuskan (pasal 1

ayat

1) dan kekuasaan pengadilan raja dialihkan pada pengadilan negari (pasal 1

ayat

2). Semua perkara yang baru ditangani oleh pengadilan raja, dialihkan kepada

pengadilan negeri dan menggunakan hukum negara yang telah diperbaharui

dengan cara mengirimkan surat / berkas perkara kepada pengadilan negeri

(pasal 2). Perkara yang sudah diputuskan oleh pengadilan raja tetap

menggunakan hukum yang berlaku pada saat itu yaitu hukum kerajaan (pasal 3),

sedangkan uu no. 23 mulai berlaku pada tanggal 29 Agustus 1947 (pasal

20

“Surat Balasan Mangkunegaran VIII kepada Mentri Kehakiman”. Arsip

Reksa Pustaka Mangkunegaran VIII. No. 2388

Page 146: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

4).21 Seluruh aspek mengenai pengadilan dan hukum kerajaan sudah tidak

diberlakukan lagi di Surakarta dan perkara-perkara yang sebelum tanggal 29

Agustus 1947 masih diberlakukan hukum lama.

Penghapusan pengadilan raja dilakukan pemerintah republik

karena beberapa alasan. Alasan pertama yang mendasari dikeluarkannya uu itu

yakni adanya keinginan dari penduduk melalui dewan perwakilan daerah

Jogjakarta tentang persamaan kewajiban dan hak warga Negara Indonesia

mengenai pemberlakuan hukum, karena di keluarga kerajaan masih

diberlakukan

pengadilan raja.22 Alasan kedua perpisahan pengadilan bagi warga

Negara Indonesia tidak dapat ditoleransi karena bangsa Indonesia bukan bangsa

warisan Hindia Belanda. Adanya daerah istimewa (Jogjakarta dan Surakarta)

bukan berarti adanya keistimewaan dalam hukum karena daerah istimewa bukan

daerah kontrak.23 Alasan ketiga diperlukan persatuan dalam menghadapi

peperangan yang terjadi. Adanya penghapusan pengadilan raja membua keadaan

keluarga Kasunanan dan Mangkunegaran dan para jabatan tingginya mempunyai

kesamaan dalam hukum. Adanya undang-undang tersebut, golongan yang dulu

berada dalam kekuasaan pengadilan raja menjadi sama-sama ikut dalam

21

“Oendang-Oendang No 23 Tahoen 1947 Tentang Penghapoesan

Pengadilan Radja (zelfbesturrechtpraak) di Djawa Dan Sumatera”. Arsip reksa

Pustaka MangkunegaranVIII no 2388. 22

“Soerat Kepada Menteri Kehakiman Tentang Hasil Rapat Pleno

Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Jogjakarta”. Arsip Reksa Pustaka

Mangkunegaran VIII no 2388 23

“Pendjelasan Oendang-Oendang No 23 Tahoen 1947 Tentang

Penghapoesan Pengadilan Radja (zelfbesturrechtpraak) di Djawa dan Soematera.

Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran VIII no 2388

Page 147: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

kekuasaan pengadilan negeri. Hilangnya kekuasaan pengadilan raja membuat

para pejabat tinggi keraton tidak berani seenaknya melakukan tindak kriminal.

Hal ini menandakan bahwa dengan terbentuknya birokrasi modern di Surakarta

yang salah satu dampaknya adalah dengan dihapuskannya pengadilan tradisional

dan terbentuknya pengadilan yang dipegang oleh pemerintah daerah sehingga di

mata hukum semua orang sama meskipun orang itu kerabat kerajaan.

Pada awal revolusi hukum yang berlaku masih menggunakan hukum

balatentara Jepang. Pada tahun 1946 melalui undang-undang no 1 tahun 1946,

pemerintah mengeluarkan putusan bahwa hukum acara pidana yang dipakai

merupakan hukum Hindia Belanda tahun 1942 bukan hukum kriminal

buatan Jepang (Gunsei Keizerei). Ada beberapa peraturan-peraturan hukum

pidana Hindia Belanda yang mengalami perubahan. Perubahan-perubahan

dalam peraturan hukum Hindia Belanda tahun 1942 hanya semata-mata

untuk disesuaikan dengan Negara Indonesia yang merdeka, misalnya

Wetboek van Strafecht Voor Nederlandch-Onderdaan dalam kitab undang-

undang hukum pidana diganti dengan warga Negara Indonesia.24

Susunan dan bentuk pengadilan pada masa revolusi masih melanjutkan

susunan dan bentuk pengadilan masa pemerintahan Dai Nippon. Dalam aturan

peralihan undang-undang dasar 1945 pasal II disebutkan semua badan Negara

dan peraturan yang ada masih dapat digunakan selama tidak bertentangan dengan

undang-undang dasar. Berdasarkan aturan peralihan undang-undang dasar itu,

pengadilan pada masa Jepang tetap dijalankan.

24

“Oendang-Oendang Tentang Peratoeran Hoekoem Pidana Tahoen 1946”.

Arsip reksa Pustaka Mangkunegaran VIII no 2440.

Page 148: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

Susunan dan kekuasaan pengadilan pada masa Jepang masih dijalankan,

walaupun terdapat penggantian nama dan penambahan pengadilan. Pada tahun

1947 melalui undang-undang no. 7 tahuan 1947, dibuat makamah agung. Daerah

Surakarta masih terdapat pengadilan diantaranya : 1) pengadilan kawedanan

pengganti dari Gun Hooin, 2) pengadilan kabupaten pengganti dari Ken Hooin,

3) pengadilan kepolisian pengganti dari Keizai Hooin, 4) pengadilan

negeri pengganti dari Tihoo Hooin. Susunan pengadilan ini masih berlaku sampai

tahun 1948. Susunan dan kekuasaan pengadilan pada masa Hindia Belanda tetap

dipertahankan walaupun nama pengadilan dirubah.

Adanya aturan yang jelas dalam penerapan hukum tidak membuat

peradilan berjalan sebagaimana mestinya. Gejolak politik yang kacau

mengakibatkan aturan itu tidak dapat digunakan dengan baik. Hukum yang

dibuat oleh pemerintahan tidak untuk digunakan dalam keadaan perang atau

keadaan bahaya. Hal itu terjadi di Surakarta yang diberlakukan keadaan daerah

bahaya perang sebanyak dua kali bahkan samapi tiga kali (saat terjadi

pemberontakan PKI 1948 dan agresi militer Belanda II). Adanya itu maka

dibutuhkan suatu penegakan hukum yang baik namun dalam kenyataannya

masih kurang.

Penegakan hukum harus memperhatikan tiga unsur yakni kepastian

hukum, kemanfaatan dan keadilan.25 Rakyat mengharapkan kepastian

hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.

Masyarakat juga menginginkan adanya kemanfaatan dalam penegakan hukum.

25

Sudikno Mertokusumo., Mengenal Hukum : Suatu Pengantar,

( Yogyakarta : Lyberti, 1985), hlm. 140

Page 149: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

Penegakan hukum harus tanpa menimbulkan keresahan di masyarakat.

Masyarakat juga menginginkan dalam penegakan hukum harus mempunyai nilai

keadilan. Hukum tidak identik dengan keadilan, mungkin penegakan hukum

adil bagi seseorang dan tidak adil bagi yang lain.

Penegakan hukum dapat mempengaruhi keadaan sosial ekonomi

masyarakat pada suatu daerah. Tidak berjalannya hukum mengakibatkan orang

atau kelompok melakukan sesuatu berdasarkan kehendaknya, baik itu yang

melanggar hukum atau tidak. Keadaan ini dimanfaatkan oleh beberapa kelompok

untuk melakukan kerusuhan di Surakarta, seperti partai oposisi (PKI, FDR dll)

bagi pemerintahan Indonesia. Banyaknya para partai politik yang mempunyai

senjata yang bertujuan untuk membela partainya, mengakibatkan sering terjadi

bentrokan dengan partai lain seperti penyerangan partai Barisan Banteng

terhadap partai Pesindo di Gladag dan Singosaren.26

Keadaan yang kacau dapat membuat masyarakat tidak percaya terhadap

pemerintah karena pemerintah dianggap tidak dapat menjamin keamanan dan

ketertiban. Penegakan hukum yang kurang diakibatkan dua faktor yaitu

kurangnya kekuatan di penegak hukum dan belum adanya aturan yang tegas

dalam pemberlakukan hukum. Kurangnya personil penegak hukum di Surakarta

merupakan salah satu faktor kurangnya ketegasan dalam penegakan hukum di

Surakarta.

Tanpa adanya aturan yang tegas tercermin dari putusan pengadilan negeri

Surakarta. Hampir dari semua putusan perkara pengadilan tidak berdasarkan

26

Julianto Ibrahim, Op.cit, hlm. 174

Page 150: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

hukum yang berlaku bahkan hampir semua putusan perkara hanya berupa

tahanan luar.27

Putusan pengadilan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku

dikarenakan masih adanya kebiasaan dari para hakim, pada waktu masa

pemerintahan Jepang. Pada masa itu hakim dapat memberikan hukuman kepada

tersangka hanya berdasarkan kebijakannya. Hal lain yang mempengaruhi putusan

pengadilan yaitu karena keadaan Surakarta yang kacau sehingga pengadilan tidak

berjalan sebagaimana mestinya.

Pada awal revolusi orang atau kelompok yang kuat dapat menjalankan

pengadilan sendiri terhadap kelompok yang lemah bahkan orang atau kelompok

yang dianggap pro Belanda akan dihukum. Banyak para komandan

bertindak sendiri sendiri sebagai hakim tanpa adanya kontrol sehingga sulit

dibedakan antara pembunuhan dengan hukuman mati, sulit membedakan antara

penahanan dengan penculikan dan sulit membedakan antara perampokan dengan

penyitaan. Agar kekacauan itu tidak terulang lagi maka pemerintahan melalui

pemimpin tertinggi MBKD membuat suatu peraturan tentang menjalankan

peradilan dalam keadaan bahaya perang.

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda berhasil menguasai daerah

Republik. Pimpinan besar angkatan perang Jenderal Soedirman mengintruksikan

supaya pemerintahan dijalankan dengan cara militer. Pemerintahan yang

berbentuk militer mengakibatkan ikut berubahnya bentuk peradilan. Peradilan

27

Hampir dalam berkas kasus acara pengadilan di Surakarta menyatakan

bahwa penjahat hanya mendapatkan hukuman luar tahanan. Berkas Kasus Acara

Pidana di Pengadilan Negeri Surakarta Tahun 1945-1946

Page 151: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

yang semula dijalankan dengan cara sipil diubah menjadi peradilan militer yang

dijalankan dengan cara militer, sedangkan hukum yang digunakan disesuaikan

dengan keadaan perang. Badan pemerintahan termasuk pengadilan

dijalankan dengan gerilya, diungsikan di daerah pinggiran. Alat pemerintahan

diungsikan bertujuan agar pemerintahan tetap berjalan semestinya walaupun

dalam keadaan perang.

Pada tanggal 1 Februari 1949 komandan tertinggi angkatan darat Jawa,

Kolonel A. H. Nasution mengeluarkan surat keputusan tentang pengaturan

peradilan militer pada masa bergerilya. Surat keputusan itu dikenal dengan Surat

Keputusan No 46 / MBKD / 1949. Surat keputusan ini mengatur tentang

peraturan darurat pengadilan Tentara Pemerintahan Militer, Pengadilan Sipil

Pemerintahan Militer, Mahkamah Tentara Luar Biasa dan tentang cara

menjalankan hukuman penjara. Kehakiman dalam keadaan darurat hanya

sampai pada tanggal 19 April 1950, karena Belanda sedikit demi sedikit menarik

pasukannya di daerah republik.28

Surat keputusan ini memberikan suatu keyakinan kepada masyarakat

bahwa negara masih dapat menegakkan hukum walaupun dalam keadaan perang.

Sebagai negara hukum, hukum harus ditegakkan walaupun dalam keadaan

perang.29 Adanya suatu kepastian hukum dari negara menambah

kepercayaan masyarakat bahwa negara masih ada dan dapat memberikan atau

28

Surat Putusan : Tentang Pengembalian Keadaan Pengadilan Negeri

dan Kepolisian di Surakarta Dalam Keadaan Sebelum 19 Desember 1948”.

Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran VIII no 1128. 29 Uraian Tentang Pemerintahan Republik Indonesia, Mengenai Hal-Hal

Staatsrechtelijk”. Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran VIII no. 2232

Page 152: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

menjalankan peradilan. Adanya aturan yang tegas dalam penegakan hukum

memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Kepastian hukum dapat

memberikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sehingga tidak

dapat dimasuki pengaruh dari Belanda.

B. Jawatan Penerangan

Selain lembaga Peradilan yang terbentuk pada masa Birokrasi Modern, ada

juga lembaga Penerangan yang sangat membantu kerja pemerintahan guna

menyiarkan kabar kepada masyarakat mengenai segala kinerja dan berita yang

terjadi pada masa itu. Komunikasi massa adalah komunikasi dengan

menggunakan media massa modern yang meliputi surat kabar yang mempunyai

sirkulasi yang luas, radio dan televisi yang siarannya ditujukan kepada

masyarakat umum. Melakukan kegiatan komunikasi massa jauh lebih sulit dari

pada komunikasi antar pribadi.

Seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada ribuan pribadi yang

berbeda-beda satu sama lain tetapi pada saat yang sama, tidak akan bisa

menyesuaikan harapannya untuk memperoleh tanggapan komunikasi secara

pribadi. Dalam komunikasi massa ada dua tugas kominikator, yaitu mengetahui

mengenai apa yang disampaikan dan bagaimana cara penyampaian, sehingga

berhasil melancarkan penetrasi kepada benak komunikan. Sebuah pesan yang

isinya lemah yang disampaikannya dengan lemah pula kepada jutaan orang bisa

menimbulkan pengaruh yang kurang efektif berbanding dengan pesan yang

disampaikan dengan baik kepada komunikan yang jumlahnya sedikit. Sifat

Page 153: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

komunikasi massa adalah:30

1. Pesan komunikasi yang disampaikan media massa adalah terbuka untuk

setiap orang

2. Komunikan bersifat heterogin

3. Media massa mengandung keserempakan.

Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, komunikasi massa

sangat diperlukan, karena dengan adanya komunikasi khalayak dapat mengetahui

tentang perjuangan yang sedang dilakukan oleh para pejuang Indonesia dalam

melawan Belanda. Dengan adanya komunikasi massa ini diharapkan tidak hanya

angkatan bersenjata Indonesia yang berjuang mempertahankan kemerdekaan

Indonesia melainkan rakyat juga ikut berjuang. Dengan adanya pemberitaan

tentang perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang RI diharapkan juga

semangat rakyat untuk ikut berjuang juga muncul dan rasa nasionalisme yang

kuat yang tertanam dalam jiwa rakyat Indonesia ikut muncul pula.

Salah satu kebutuhan masyarakat yang sangat dirasakan baik pemerintah

maupun rakyat dimasa gelora revolusi adalah penerangan. Penerangan yang

memberikan gambaran dengan tegas kepada rakyat tentang tujuan dan cita-cita

revolusi Indonesia, penerangan yang menggelorakan api perjuangan disertai

kerelaan berkorban dan menderita untuk mencapai cita-citaitu. Penerangan yang

membimbing kepercayaan akan diri sendiri dan kesadaranakan harga diri sebagai

bangsa yang terhormat. Disamping itu penerangan perlu untuk memberi

30

Arief Setiyadi Hidayat. Skripsi. 2006, “Peranan Radio Republik Indonesia

Stasiun Surakarta dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Tahun 1946-1949 di Surakarta”. Semarang:UNY Press. Hal 84-85.

Page 154: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

pengertian-pengertian dan bimbingan supaya kekuatan rakyat yang berkembang

ditengah-tengah revolusi itu tidak salah jalan menjadi anarki yang dapat menelan

diri sendiri, tetapi disalurkan dan dipimpin menjadi kekuatan revolusi nasional

yang bulat.

Pentingnya penegasan mengenai Jawatan Penerangan supaya tidak terjadi

salah paham antara berbagai kalangan. Jawatan Penerangan bertugas untuk

memberikan penyuluhan kepada rakyat diharapkan supaya tidak ada keraguan

dan prasangka buruk dari berbagai pihak. Maka terbagilah menjadi dua jawatan

yaitu Jawatan Penerangan Rakyat dan Jawatan Penerangan Pemerintah.31

1. Jawatan Penerangan Rakyat

Jawatan Penerangan Rakyat didirikan pada tanggal 1 Februari 1949. Menurut

bahasa Belanda Jawatan Penerangan Rakyat dinamakan dengan Bevolkings

Voorlightings Dienst atau disingkat dengan B.V.D.

Jawatan Penerangan Rakyat ini juga memiliki tugas dan wewenang masing-

masing. Kantor Jawatan Penerangan Rakyat bertempat di Karesidenan

Semarang, Bojong 138 Semarang atau Het heef v/d Residentie Bevolkings

Voorlightings Dienst Semarang, Bojong 138 Semarang. Kantor Jawatan

Penerangan Rakyat tersebut merupakan Jawatan Penerangan Rakyat se-Jawa

Tengah.

Tugas dan kewajiban utama dari Jawatan Penerangan Rakyat adalah

memberikan penerangan-penerangan dan petunjuk-petunjuk yang khusus

31

berkas masalah keterangan mengenai Jawatan Penerangan Rakyat dan

Jawatan Pemerintah. Surakarta: Reksa Pustaka, no. 2558

Page 155: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

dibutuhkan oleh rakyat se-Jawa Tengah.

Pelaksanaan tugas pemberian penerangan ini harus berhati-hati, bijaksana dan

netral karena jika melakukan kesalahan dalam penyampaian penerangan oleh

salah seorang pegawai juru penerangan maka rakyat tidak akan percaya lagi

terhadap Jawatan Penerangan Rakyat. Rakyat cukup dengan mengecam bahwa

“penerangan membawa kegelapan”.

Jawatan Penerangan Rakyat mempunyai rencana dalam setiap melaksanakan

pekerjaannya. Ini dilakukan untuk mempermudah dalam penyampaian

informasinya. Rencana pekerjaan dari Jawatan Penerangan Rakyat antara lain:

a. Untuk menentukan penerangan dan langkah-langkahnya harus berdasarkan

oleh perhitungan yang tepat mengingat keadaan yang sebenarnya.

Sehingga Jawatan Penerangan Rakyat harus mempunyai gambaran yang

jelas tentang keadaan masyarakat.

b. Jawatan Penerangan Rakyat harus dapat menyelami suasana masyarakat

dalam kebutuhannya akan suatu penerangan/penyampaian informasi.

c. Jawatan Penerangan Rakyat harus dapat mencari cara yang sebaik-baiknya

untuk menyampaikan berbagai hal kepada rakyat dalam memberikan

penerangan.

d. Jawatan Penerangan Rakyat harus memperhatikan kondisi psikologis

masyarakat, terutama dalam masa sekarang ini dan melihat hal-hal

ditengah-tengah masyarakat secara objektif.

e. Jawatan Penerangan Rakyat harus dapat mendorong kepada rakyat untuk

mencari jalan kearah kebahagiaan, kesejahteraan, kemakmuran,

Page 156: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

kesempurnaan dan kemajuan rakyat yang kesemuanya ini membawa

faedah dan manfaat bagi kepentingan rakyat.

f. Untuk memudahkan dan melancarkan rencana pekerjaan ini maka Jawatan

Penerangan Rakyat harus mengadakan hubungan dengan Pamong Praja,

diikuti doleh kebijaksanaan yang sebesas-sebesarnya.

g. Hubungan rapat diantara Jawatan Penerangan Rakyat dengan Pamong

Praja dapat mengandung arti bekerja bersama-sama dalam segala

kebutuhan, masing-masing menurut kompetensinya sendiri-sendiri.

h. Untuk menunjukkan kerjasama ini maka langkah pertama Jawatan

Penerangan Rakyat melakukan kontak dengan Pamong Praja diantaranya

melakukan pengiriman pelaporan yang tepat dan objektif dalam suasana

yang sebenarnya, hingga bagi Jawatan Penerangan Rakyat dapat lebih

mudah menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan penerangan di daerah

tersebut disamping kewajibannya sendiri. Jika dianggap perlu teks-teks

penerangan atau lainnya dari Jawatan Penerangan Rakyat yang

disampaikan pada Pamong Praja untuk diteruskan kepada rakyat , dapat

dirubah atau ditambah sesuai keadaan di daerah itu.

2. Jawatan Penerangan Pemerintah

Beberapa pekan setelah proklamasi kemerdekaan berkumandang, di

Semarang berdirilah Dinas Penerangan Provinsi Jawa Tengah dibawah pimpinan

seorang dokter ahli bedah yang terkenal yaitu Dr. Subandrio. Beliau mendirikan

dinas ini dengan keringat dan uang sendir dibantu oleh beberapa orang pegawai

diantaranya Suyoto. Dr. Subandrio juga dibantu oleh istrinya yang diketahui

Page 157: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

adalah seorang dokter juga. Beberapa orang itulah yang oawal mulanya

menggerakkan aktivitas penerangan di Semarang.

Berhubung mendaratnya tentara Sekutu yang diboncengi oleh Belanda,

maka suasana Semarang menjadi sangat genting. Ketika pemerintah daerah kita

terpaksa meniggalkan kota akibat tekanan hebat dari tentara Sekutu, Belanda dan

Jepang maka Dr. Subandrio memindahkan kantornya di Solo. Ini terjadi pada

permulaan bulan oktober 1945. Di Solo Dr. Subandrio mendapat bantuan besar

dari Mukarto sebagai wakilnya yang merangkap sebagai kepala Jawatan Pusat

Garam yang berkedudukan di Solo pada waktu itu. Ketika Mukarto

mengundurkan diri dari penerangan untuk mencurahkan tenaganya pada

jawtannya. Beliau diganti oleh Mr. Sudjarwo.

Dalam melaksanakan tugasnya di tengah-tengah masyarakat, sudah pada

permulaan pertumbuhannya kementrian penerangan dan jawatan-jawatan

penerangan di daerah sering dihadapkanpada pergolakan-pergolakan dalam

kehidupan politik yang mengenai berbagai masalah yang dihadapi negara. Maka

sangat dirasakan keperluannya untuk merumuskan dengan tegas dan konkret

haluan yang harus ditempuh oleh penerangan-penerangan kita. Maka ditengah

pergolakan-pergolakan politik itulah dirumuskan haluan tersebut di Kaliurang

pada tanggal 7 Mei 1948 yang kemudian dikenal sebagai “ Pancasila Penerangan

“ dan dapat dianggap sebagai pegangan dalam menjalankan tugas penerangan

selanjutnya. Adapun isinya berbunyi sebagai berikut:32

32

Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1949 Tentang Kementrian

Penerangan. Susunan dan lapangan pekerjaan Kementrian Penerangan.

Page 158: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

a. Memberikan penerangan kepada setiaplapisan rakyat tentang politik yang

dijalankan oleh pemerintah serta memberi penerangan tentang peraturan-

peraturan yang dikeluarkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan, baik

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

b. Memberi penerangan dan memperdalam pengertian tentang ideologi

Negara (Pancasila) seperti yang termaktub dalam UUD 1945

c. Memperdalam kesadaran politik dan kecerdasan membanding dari rakyat

sebagaimana yang harus ada pada tiap-tiap warga negara yang menjunjung

tnggi dasar demokrasi.

d. Memelihara dan menyuburkan jiwa dan roh perjuangan rakyat untuk

melaksanakan cita-cita negara memperkenalkan keluar negeri Negara

Republik Indonesia serta cita-cita persatuan bangsa seluruh Indonesia.

C. Jawatan – jawatan lain yang terbentuk pada Birokrasi Modern

Peran dari tiap Jawatan yang ada pada saat itu juga sangat penting dalam

mempertahankan eksistensi Pemerintah RI di Surakarta. Beberapa contoh peran

dari jawatan-jawatan yang dibentuk pada birokrasi modern di Surakarta adalah33

:

1. Jawatan Pamong Praja

Sejak zaman penjajahan Belanda telah diterapkan system pemerintahan

Pangreh Praja dengan struktur ke bawah sampai kelurahan. System ini

berfungsi efektif untuk menanamkan kekuasaan kolonial yang langsung

mampu menguasai kehidupan rakyat. Setelah Indonesia merdeka

33

Pemerintah Kota Surakarta, 50 Tahun Kotamadia Surakarta, (Surakarta:

Pemerintah Surakarta: 1995), hlm. 31

Page 159: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

menerapkan pula system pemerintah yang sama namun dengan nama

Pamong Praja yng berfungsi ngemong Rakyat.

Dalam mendukung pelaksanaan tugas untuk mempertahankan eksistensi

Pemerintah Republik Indonesia secara de-facto dalam kota Surakarta untuk

mengagalkan segala upaya Belanda membentuk pemerintah pre-federal

termasuk pemerintah Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran, maka

dibentuklah Jawatan Pamong Praja. Jawatan ini berhasil menguasai 5 (lima)

Kaoenderan dan 44 Kelurahan yang menyebabkan lumpuhnya pemerintah

Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran.

Pada waktu tentara Belanda dan NICA menduduki kota Surakarta, maka

prioritas pertama segera membentuk pemerintah Swapraja dengan system

Pangreh Praja samapai Kelurahan. Maka yang pada saat itu berperang adalah

Pamonag Praja RI berhadapan dengan Pangreh Praja Swapraja, yang tentu

saja sangat kontras dalam susunan personelnya (personeels-bezetting).

Karena para Lurah Pamong Praja RI adalah para Pelajar Pejuang yang

bergerilya, dimana rata-rata usia mereka sekitar 20an tahun bahkan ada yang

masih belasan tahun. Sedangkan para Lurah Swapraja adalah para pegawai

yang kebanyakan sudah tua-tua.

Untuk melumpuhkan pemerintah Swapraja dilakukan dari bawah, yaitu

dengan menggalang para Lurahnya itu. Meskipun mereka memperoleh

perlindungan tentara pendudukan Belanda, tetapi mereka pernah berjanji

membantu perjuangan RI karena kesadaran atau takut akan sanksi yang berat

bagi yang ingkar janji.

Page 160: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

Selain tugas melumpuhkan pemerintah Swapraja, Pamong Praja juga

memiliki serangkaian tugas lain yaitu :

a) Aktif membantu dan melayani kawan seperjuangan yang melakukan

operasi tempur dalam kota baik siang maupun malam.

b) Menangkis kebohongan propaganda Belanda dengan menyebarkan

pamflet, poster dan coretan-coretan tembok yang dapat

menunjukkan eksitensi Pemerintah RI di Surakarta meskipun di

duduki Belanda.

c) Dengan bantuan Rayon V menjamin keamanan rakyat sehingga

meningkatkan kewibawaan Pemerintah RI.

d) Menjelang gencatan senjata melakukan gerakan perampasan cap-

cap kantor federal dan Swapraja untuk menuntaskan lumpuhnya

pemerintah pre-federal Swapraja.

2. Tugas dan Aktivitas bidang Braintrust, Perekonomian, dan

Kemakmuran

Braintrust adalah suatu Forum Masyarakat dan Pemerintah yang

tidak melembaga, dengan tugas pokok untuk mengadakan

observasi, evaluasi dan antisipasi tentang keadaan umum di Kota

Surakarta serta memberi advis secara diminta ataupun tidak

diminta. Forum ini biasanya menjadi tim pemikir yang membantu

kinerja jawatan Perekonomian dan Kemakmuran.34

34

Ibid, hlm. 34

Page 161: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

Bidang Perekonomian : pada awal dibentuknya terdapat satu team

yang bertugas menjalankan kebijaksanaan dan supervise dibidang

financial dengan bantuan pelaksanaan dari Jawatan/Instansi dan

Lembaga Masyarakat/Swasta terkait. Jawatan dan Lembaga

tersebut beberapa diantaranya secara sukarela bergabung dan

menempatkan diri untuk sementara dalam lingkup koordinasi di

bawah Koordinator Perekonomian (Koper), seperti Bank Rakyat

Indonesia, Jawatan Lalu lintas, perindustrian, koperasi-koperasi

Batik, Vrachten Kantoor, Biro Ninjnerheids Bevordering (BNB),

Kantor Rechts-Herstel dan Algemene Distributie Dienst (ADD).35

Dengan adanya kerjasama dari lembaga tersebut di atas dapat dilaksanakan

usaha diversifikasi pendapatan bagi Balai Kota berupa Pungutan Pajak, yang

diberlakukan oleh Pemerintah Militer sejak 1 Juli – 30 November 1949 secara

efektif, dengan terbentuknya Urusan Pajak Luar Biasa dalam Jawatan Keuangan

yang dipimpin oleh Koordinator Perekonomian.36

Usaha berikutnya yang dilakukan adalah penyediaan barang-barang

kebutuhan masyarakat yang mulai terbatas, sehingga dibentuklah Kantor Urusan

Pembagian Umum RI (KUPU) yang berada dalam Jawatan Kemakmuran.

Selain itu dapat dibentuk armada angkutan barang dan penumpang berupa

40 buah truck dan 11 mobil sedan serba baru milik swasta dalam kesempatan

pertama setelah Belanda mundur meninggalkan Surakartadengan terbentuknya PT

35

Ibid. 36

Ibid., hlm. 36

Page 162: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

ATOS (Algemene Transport), yang membantu kelancaran arus barang baik import

maupun eksport lewat pelabuhan Semarang ke atau dari Surakarta.

Sedang dari pihak Pamong Praja bekerja sama dengan Kantor Pasar dapat

membangun 19 Bank Pasar dan 47 buah Bank Kampung yang tadinya sudah ada

sejak jaman pendudukan Belanda yang sempat tutup dapat di bangkitkan kembali

dengan pemberian modal kerja baru dari Jawatan Keuangan. Dimana asal modal

itu dari Pendapatan Urusan Pajak Luar Biasa. Selain itu juga mengembangkan

Usaha perkreditan untuk rakyat dan Usaha perusahaan kecil tanpa agunan yang

diselenggarakan oleh Kantor Modal Rakyat dalam lingkungan Jawatan

Kemakmuran, yang dimaksudkan untuk menandingi kegiatan usaha partikelir

yang mulai bangkit lagi karena dukungan dari Swapraja yang mendapat bantuan

Belanda.

Dana dari Pajak juga digunakan untuk membantu pengadaan kembali

fasilitas sarana dan peralatan Kantor bagi seluruh aparat Balaikota, selama belum

adanya subsidi dari pemerintah Provinsi. Tugas ini menjadi tanggung jawab

Kantor Pusat Perbekalan dalam lingkungan Jawatan Kemakmuran.

3. Jawatan Sosial dan Kesehatan

Bidang ini secara umum memiliki tugas yang secara kemampuan cukup

terbatas, hanya seputar melakukan perawatan anggota yang sakit, gugur dan

menyantuni para pegawai RI yang non kooperator (tidak bekerja lagi baik sebagai

pegawai Belanda maupun Swapraja) yang terbatas pula. Jawatan ini berhasil

membangun beberapa poliklinik di tiap kecamatan, serta melakukan vaksinasi

tiphus dan cholera kepada penduduk dengan diberi sertifikasi dari pihak Balai

Page 163: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

Kota RI. Selain itu juga pernah memberikan bantuan beras, bekerja sama dengan

Dinas Sosial Kasunanan.37

4. Usaha Dan Aktivitas Mencari Dana

Dalam perjalanan pemerintah gerilya Surakarta ini, permasalahan dana

dirasakan merupakan permasalahan yang sangat penting, dan sebisa mungkin

pemerintahan militer Surakarta harus mencari sendiri dana untuk membiayai

kehidupan pemerintahan militer Surakarta, karena tidak mungkin untuk meminta

dana dari pemerintah pusat di Yogyakarta, karena sedang terjadi peperangan dan

pemerintahan pusat sedang dalam keadaan kekosongan pemerintahan. Untuk itu

berbagai cara ditempuh oleh para pelaku pemerintah militer dan gerilya di

Surakarta. Cara yang ditempuh antara lain adalah sebagai berikut :38

1. Melacak kekayaan milik pemerintah RI.

2. Meminta sumbangan dari kawan-kawan yang ekonominya kuat

3. Mengizinkan orang-orang tertentu bekerja dengan sebagian dari gaji

mereka diserahkan untuk perjuangan.

4. Mengadakan pungutan dari kegiatan ekonomi. Sebagai contoh adalah

pungutan dari truk-truk, yang mengangkut barang dari Semarang ke

Solo. Apabila truk tersebut tidak mau membayar, maka di tengah

perjalanannya nanti truk-truk tersebut akan mendapat serangan dari

kawan-kawan pejuang RI.

37

Ibid., hlm. 37-38 38

Ibid., hlm. 43-44

Page 164: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

5. Peran dan Aktivitas Kurir

Selama masa perjuangan gerilya dan keadaan Surakarta dan Ri mendaerah

militer, pekerjaan seorang kurir dirasakan sangat penting, karena di dalam

pergerakannya merupakan satu-satunya alat komunikasi. Diperlukan orang-orang

yang berani, loyal kepada bangsa dan negara serta pemerintahan militer Surakarta,

juga orang yang menjadi kurir tersebut juga harus pandai menyamar, karena cara

membawa surat dari satu pihak ke pihak lain pun juga memerlukan cara dan

kecerdikan tersendiri. Mula-mula kurir dilakukan oleh seorang laki-laki, namun

karena seiring berjalannya waktu dan keadaan, posisi kurir laki-laki ini dirasa

sudah tidak aman, sehingga diganti dengan seorang wanita.

Page 165: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

BAB V

KESIMPULAN

Pemberian otonomi oleh pemerintahan RI kepada Kasunanan dan

Mangkunegaran pada tanggal 19 Agustus 1945 dalam mengatur daerahnya

ternyata mendapat perlawanan yang keras. Beberapa partai politik,

kelompok atau golongan di Surakarta menyatakan menolak pernyataan tersebut.

Pernyataan pemerintah itu juga mendapat tantangan dari KNI (Komite Nasional

Indonesia) daerah Surakarta yang mendapat dukungan dari partai-partai

dan badan perjuangan. KNI daerah Surakarta juga mendapat kepercayaan oleh

partai-partai dan badan perjuangan agar dapat memerintah daerah Surakarta.

Daerah Surakarta terdapat dualisme pemerintahan, antara KNI daerah

Surakarta dengan pemerintahan swapraja.

Dualisme pemerintahan membuat pemerintahan RI mengangkat suatu

komisaris tinggi untuk daerah Surakarta dan Yogyakarta. Komisaris Tinggi ini

merupakan perwakilan dari pemerintahan RI yang berpusat di Surakarta. Pada

tanggal 19 Oktober 1945 pemerintahan RI menunjuk R P Soeroso (gubernur Jawa

Tengah) untuk menjadi Komisaris Tinggi daerah Surakarta dan Yogyakarta. Atas

usul dari KNI kepada Komisaris Tinggi dibentuklah badan pemerintahan

Direktorium yang bertujuan agar Surakarta berada dalam satu pemerintahan.

Direktorium beranggotakan Komisaris Tinggi, Paku Buwono XII dan perwakilan

KNI daerah Surakarta.

Pemerintahan RI berpikir ulang tentang apa yang harus dilakukan untuk

daerah Surakarta, karena pertentangan tersebut dapat dimanfaatkan oleh Belanda

Page 166: digilib.uns.ac.id/Terbentuknya-Birokrasi...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

dan akan bertambah kacau. Pemerintahan berusaha untuk mencegah pertikaian

bertambah luas maka pemerintahan memenuhi keinginan dari kelompok anti

swapraja. Pada tanggal 15 Juli 1946 pemerintahan mengeluarkan undang-undang

no 16/ SD/ 1946 yang menyatakan : 1) jabatan komisaris tinggi ditiadakan, 2)

daerah Surakarta untuk sementara dijadikan daerah karesidenan, 3) dibentuk

daerah baru dengan nama daerah kota Surakarta.

Dalam sejarah perkembangannya di awal kemerdekaan yang dimulai dari

periode Badan Perwakilan Rakyat, Haminte Kota Surakarta hingga menjadi

Pemerintah Kota Surakarta hingga saat ini memang banyak terjadi perubahan

struktur di dalam pemerintahannya. Di bentuknya Pemerintah Kota Surakarta ini

sepenuhnya dimulai dari nol, bukan merupakan perubahan dari birokrasi Swapraja

yang telah ada melainkan benar-benar dibentuk suatu Pemerintahan baru yang

lebih modern dan tentu saja dalam penentuan jabatan tidak berdasarkan atas garis

keturunan melainkan dari kecakapan tiap-tiap orang.

Terbentuknya pemerintahan modern di Surakarta tentu memberikan

berbagai dampak. Beberapa dampak yang terlihat adalah dari system

pemerintahan itu sendiri yang sudah tidak lagi menggunakan bentuk pemerintahan

tradisional melainkan sudah berbentuk pemerintahan modern. Selain itu banyak

dibentuk jawatan-jawatan guna membantu kinerja Pemerintah Daerah Surakarta

pada masa itu. Seperti lembaga Peradilan, Jawatan Penerangan, Jawatan Pamong

Praja, bidang Perekonomian, Bidang Sosial dan Kesejahteraan.