207

bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup
Page 2: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

i

REH KAPRAWIRAN

Ajaran Mangkunagara IV Tentang Keksatriaan

Page 3: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

ii

Page 4: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

iii

Seri Kajian Sastra Klasik

REH KAPRAWIRAN Ajaran Mangkunagara IV Tentang Keksatriaan

Bagi Aparat Militer & Sipil

Kajian Karya-Karya Sri Mangkunagara IV

Serat Tripama Serat Wirawiyata Serat Nayakawara

Oleh:

Bambang Khusen Al Marie

Page 5: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

iv

Page 6: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

v

KATA PENGANTAR

Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup. Dua yang lain adalah ilmu dan harta. Kalau sampai seseorang tidak mempunyai paling tidak satu dari tiga hal itu, niscaya hidupnya menjadi hina. Ibarat nilai hidupnya tak lebih berharga dari daun jati kering.

Dalam beberapa karya lain ini Mangkunagara IV menguraikan dengan lebih detail tentang konsep keksatriaan tersebut. Maka kali ini kami menyatukan kajian tentang beberapa serat yang memuat konsep keksatriaan menurut Mangkunagara IV. Dimulai dari Serat Tripama yang berisi anjuran bagi para prajurit untuk meniru tiga teladan imajiner dalam kisah pewayangan. Kemudian dilanjutkan dalam Serat Wirawiyata yang berisi anjuran untuk mencontoh dan melestarikan sikap baik yang telah dirintis para leluhur. Uraian ditutup dengan perlunya bersikap ksatria pula bagi punggawa negara, meski zaman perang telah berlalu.

Ajaran Mangkunagara IV tentang keksatriaan tidaklah “mokondo” alias modal kondo doang (hanya bicara doang). Beliau telah melalui serangkaian pelatihan dan pengalaman tempur dalam kesatuan Legiun Mangkunagaran. Sebuah pasukan modern binaan Pemerintah Hindia Belanda. Di sana beliau menjabat sampai komandan puncak dengan pangkat kolonel.

Marilah kita pelajari pandangan Mangkunagara IV praktisi dan pelaku sejarah yang telah dengan besar hati berkenan membagi pengalaman dengan kita melalui karya-karyanya.

Selamat membaca. Salam!

Bambang Khusen Al Marie

Page 7: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

vi

Page 8: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR REH KAPRAWIRAN v DAFTAR ISI vii TRANSLITERASI ARAB LATIN x TRANSLITERASI JAWA LATIN xi BAGIAN PERTAMA: SERAT TRIPAMA 1 Kata Pengantar Serat Tripama 3 PUPUH DHANDHANG GULA 5 Kajian Serat Tripama (1-2): Patih Suwanda 7 Kajian Serat Tripama (3-4): Raksasa Berhati Ksatria 18 Kajian Serat Tripama (5-6): Ksatria Yang Terbuang 26 Kajian Serat Tripama (7): Jangan Membuang Teladan 34 BAGIAN KEDUA: SERAT WIRAWIYATA 37 Kata Pengantar Serat Wirawiyata 39 PUPUH PERTMA: SINOM 41 Kajian Wirawiyata (1:1-3): Pambuka 43 Kajian Wirawiyata (1:4-5): Luwih Becik Laksitarja 48 Kajian Wirawiyata (1:6-7): Sakeh Panggawe Becik Iku Panembah 52 Kajian Wirawiyata (1:8-9): Brekah Saka Wong Tuwa 56 Kajian Wirawiyata (1:10-11): Nuladha Gusti Mangkunagara I 59 Kajian Wirawiyata (1:12-13): Kadya Lenga Wangi 62 Kajian Wirawiyata (1:14-15): Pinarcaya Dening Gupremen 66 Kajian Wirawiyata (1:16-17): Durung Kaya Leluhurira 69 Kajian Wirawiyata (1:18-20): Aja Munggel Kamulyane Leluhur 73 Kajian Wirawiyata (1:21-22): Wandaning Prajurit 78 Kajian Wirawiyata (1:26-24): Bisaa Miturut Sarta Nglakoni 81 Kajian Wirawiyata (1:25-26): Ngupaya Kamulyan Dhiri 85 Kajian Wirawiyata (1:27-29): Aja Abawa Priyangga 88

Page 9: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

viii

Kajian Wirawiyata (1:30-31): Wedi Wirang Wani Pati 91 Kajian Wirawiyata (1:32-33): Tapa Tapaning Prajurit 97 Kajian Wirawiyata (1:34-35): Matia Kanthi Utama 101 Kajian Wirawiyata (1:36-37): Kumambanga Ing Wisesa 104 Kajian Wirawiyata (1:38-39): Elinga Watak Prajurit Nistha 107 Kajian Wirawiyata (1:40-42): Kumambanga Ing Wisesa 112 PUPUH KEDUA: PANGKUR 115 Kajian Wirawiyata (2:1-3): Pitung Prakara Watak Calon Senapati 117 Kajian Wirawiyata (2:4-9): Den Gegulang Rujuk Lawan Watake 121 Kajian Wirawiyata (2:10-11): Ngumpulna Samektaning Jurit 128 Kajian Wirawiyata (2:12-14): Wruhna Dununge Sawiji-Wiji 131 BAGIAN KETIGA: SERAT NAYAKAWARA 135 Kata Pengantar Serat Nayakawara 137 PUPUH PERTAMA: PANGKUR 139 Kajian Nayakawara (1:1-2): Pambuka 141 Kajian Nayakawara (1:3-4) Marenana Watak Tan Becik 144 Kajian Nayakawara (1:5-7): Mula Bukane Punggawa Wolulas 147 Kajian Nayakawara (1:8-9): Keh Kang Tanna Labetipun 152 Kajian Nayakawara (1:10-11): Kongsi Nelukake Putra Lan Sentana 155 Kajian Nayakawara (1:12-13): Den Bisa Rumangsa 158 Kajian Nayakawara (1:14-16): Dulunen Bektine Para Prajurit 161 Kajian Nayakawara (1:17-19): Aywa Kaya Uler Angrikit Godhong 165 Kajian Nayakawara (1:20-21): Tobato Mring Hyang Agung 1691 PUPUH KEDUA : DHANDHANGGULA 172 Kajian Nayakawara (2:1-2): Elinga Jaman Sangsara 173 Kajian Nayakawara (2:3-4): Minangka Sudarsaneng Dasih 176 Kajian Nayakawara (2:5-6): Wruha Limang Prekara 180 Kajian Nayakawara (2:7-8): Dadya Cahyaning Praja 184 Kajian Nayakawara (2:9-10): Anglir Wulan Kang Padhang 188 Kajian Nayakawara (2:11-12): Panutup 191

Page 10: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

ix

Transliterasi Arab ke Latin

Untuk kata-kata Arab yang ditulis dalam huruf latin dan diindonesiakan, tulisan ini memakai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Disempurnakan. Untuk kata-kata yang belum diindonesiakan bila ditulis dalam huruf latin mempergunakan transliterasi sebagai berikut:

a, i, u = ا

b = ب

t = ت

ts = ث

j = ج

h = ح

kh = خ

d = د

dz = ذ

r = ر

z = ز

s= س

sy = ش

sh = ص

dl = ض

th = ط

dh = ظ

‘ = ع

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

w = ؤ

h = ه

y = ي

Page 11: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

x

Transliterasi Jawa ke Latin

Transliterasi kata-kata Jawa yang ditulis dalam hurf latin adalah sebagai berikut.

= Ha

= Na

= Ca

= Ra

= Ka

= Da

= Ta

= Sa

= Wa

= La

= Pa

= Dha

= Ja

= Ya

= Nya

= Ma

= Ga

= Ba

= Tha

= Nga

Page 12: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 1

SERAT TRIPAMA

.

Page 13: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 2

Page 14: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 3

KATA PENGANTAR

Serat Tripama merupakan salah satu karya Sri Mangkunagara IV yang cukup singkat. Hanya berisi 7 bait dalam metrum Dhandhang Gula. Namun serat ini cukup populer dan sering terdengar ditembangkan oleh anak-anak sekolah. Berisi tentang teladan bagi para prajurit agar berwatak ksatria. Gigih tidak takut dalam membela negara. Serat Tripama sarat dengan ajaran nasionalisme. Dan tampaknya masih sangat relevan untuk dibaca di masa kini.

Kata tripama sendiri berasal dari gabungan kata tri yang artinya tiga dan umpama yang artinya perumpamaan. Disebut tiga perumpamaan karena dalam serat ini kita diajak untuk meneladani hal-hal baik dari tiga tokoh dalam dunia pewayangan. Yakni, Patih Suwanda dari Maespati, Adipati Kumbakarna dari Alengka dan Adipati Basukarna dari Awangga.

Tema tentang nasionalisme ini sudah sering dibahas banyak kalangan, tetapi kami ingin melihat dari sudut pandang yang berbeda. Bagi kami setiap tokoh pasti dapat kita gali sisi baiknya untuk kita teladani, namun juga pasti mempunyai sisi buruk yang tidak perlu kita tiru. Peneladanan bukanlah kultus sehingga menimbulkan fanatisme, tetapi keteladanan adalah sikap kritis yang menghormat. Kita ambil contoh yang baik, kita buang yang buruk.

Page 15: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 4

Page 16: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 5

PUPUH

DHANDHANGGULA

Page 17: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 6

Page 18: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 7 Kajian Serat Tripama (1-2): Patih Suwanda

Pupuh 1, bait 1-2, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Tripama, karya Sri Mangkunegara IV.

Yogyanira kang para prajurit, lamun bisa sira atulada, duk ing nguni caritane. Andêlira Sang Prabu, Sasrabau ing Maèspati, aran Patih Suwônda, lêlabuhanipun. Kang ginêlung tri prakara, guna kaya purun ingkang dèn antêpi, nuhoni trah utama. Lire lêlabuhan tri prakawis, guna bisa saniskarèng karya, binudi dadya unggule. Kaya sayêktinipun, duk bantu prang Manggada nagri, amboyong putri dhomas, katur ratunipun. Purune sampun têtela, aprang tandhing lan ditya Ngalêngka nagri, Suwônda mati ngrana.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Baik bagimu, wahai para prajuit, kalau engkau bisa mengambil teladan, dari cerita di waktu dahulu. Andalan Sang Prabu, Sasrabahu di Maespati, namanya Patih Suwanda, atas jasa-jasanya. Yang disimpulkan dalam tiga perkara, Guna, kaya, purun, yang dipegang teguh, mematuhi darah orang utama.

Page 19: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 8

Arti dari jasa-jasa tiga perkara itu, guna artinya bisa segala bentuk pekerjaan, dikembangkan menjadi unggul. Kaya arti sebenarnya, ketika membantu perang di negara Magada, kemudian memboyong 800 putri, dipersembahkan pada rajanya. Yang disebut purun artinya sudah terbukti, ketika perang tanding melawan raksasa negeri Alengka, Suwanda mati di medan perang.

Kajian per kata:

Yogyanira (baik bagimu) kang (wahai) para (para) prajurit (prajurit), lamun (kalau) bisa (bisa) sira (engkau) atulada (mengambil teladan), duk (waktu, ketika) ing (di) nguni (dahulu) caritane (ceritanya). Baik bagimu, wahai para prajuit, kalau engkau bisa mengambil teladan, dari cerita di waktu dahulu.

Ada dua hal yang perlu dicermati dari gatra ini. Pertama, serat ini diawali dengan himbauan kepada para prajurit untuk mengambil teladan dari cerita di masa lalu, dan cerita yang dipilih adalah penggalan dari cerita dalam dunia pewayangan. Meski disadur dari babon Kakawin Baratayudha karya Mpu Sedah dan Panuluh, cerita-cerita dalam dunia pewayangan telah diubah oleh para pujangga sehingga bersetting Jawa. Juga telah dimasukkan unsur-unsur moral dari ajaran Islam dan disesuaikan dengan budaya lokal. Oleh karenanya cerita dari pewayangan seringkali dikutip dalam serat-serat piwulang, seperti pada serat ini.

Yang kedua, cerita dari masa lalu itu diharapkan dapat diambil teladan untuk dipraktikkan di masa kini. Karena yang dituju serat ini adalah para prajurit, maka tokoh yang ditunjuk dalam serat ini hendaknya dicontoh dalam hal watak keperwiraannya saja. Dan, sebaiknya mengabaikan watak dan perilaku sang tokoh tersebut dalam hal yang lain. Ini penting untuk ditegaskan agar para prajurit memahami bahwa tidak semua sisi kehidupan manusia layak untuk ditiru. Kita akan membahas hal ini lebih lanjut sambil mencermati bait-bait berikutnya nanti.

Page 20: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 9 Andêlira (andalannya) Sang (sang) Prabu (Prabu, raja), Sasrabau (Sasrabahu) ing (di) Maèspati (Maespati), aran (namanya) Patih (Patih) Suwônda (Suwanda), lêlabuhanipun (atas jasa-jasanya). Andalan Sang Prabu Sasrabahu di Maespati, namanya Patih Suwanda, atas jasa-jasanya.

Tokoh pertama yang diharapkan menjadi teladan adalah Patih Suwanda dari Maespati. Ada baiknya kita kutip sedikit riwayat Patih Suwanda ini agar mendapat gambaran yang jelas tentang bagaiman sikap ksatria yang dia miliki dan kesetiaannya kepada raja.

Patih Suwanda adalah anak dari seorang resi dari pertapaan Ardisekar bernama Resi Suwandagni, nama kecilnya adalah Bambang Sumantri. Dia mempunyai saudara kandung yang buruk rupa bernama Sukrasana. Berbeda dengan Sumantri yang tampan dan tangkas, Sukrasana ini berwajah buruk mirip raksasa, tapi cebol dan lemah tubuhnya. Namun seringkali kelemahan dari satu sisi akan mendapat anugrah di sisi yang lain, demikian juga Sukrasana ini. Meski secara fisik kurang mengesankan, Sukrasana mempunyai kelebihan yang sukar dicari pada manusia lain, hatinya sangat tulus dan penuh kasih. Selain itu Sukrasana memiliki kesaktian yang luar biasa. Kesaktiannya itu konon diperoleh di waktu kecil. Kalau itu dia dibuang ke hutan akibat buruk rupa. Namun dia tidak mati di hutan. Malah bersahabat dengan binatang buas dan para jin penunggu hutan. Salah satu jin itu adalah Canda Birawa, yang masuk ke dalam tubuh Sukrasana sebagai ajian.

Di padepokan kedua kakak-beradik itu selalu rukun dan ke manapun tampak selalu berdua. Sukrasana sangat menyayangi sang kakak dan tak mau ditinggal sekejab pun. Demikian pula Sumantri, penuh kasih kepada adiknya itu.

Sejak muda Sumantri sudah gandrung akan olah keprajuritan. Cita-citanya adalah mengabdi kepada raja sebagai prajurit. Berbekal arahan dari ayahnya, Sumantri berkembang menjadi ksatria yang hebat. Maka setelah cukup umur dia berniat untuk mendaftar sebagai prajurit di negara Maespati. Ayahnya berpesan agar dia berangkat sendiri tanpa memberitahu sang adik, karena adiknya akan ikut serta jika diberitahu. Maka ketika adiknya sedang tidur, Sumantri berangkat seorang diri.

Page 21: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 10 Di negara Maespati Sumantri menghadap Prabu Harjuna Sasrabahu, seorang raja yang sakti mandraguna. Pada waktu itu Prabu Harjuna Sasrabahu hendak melamar putri Prabu Citragada dari negara Magada untuk diperistri sebagai permaisuri. Karena terkenal akan kecantikannya, banyak raja-raja lain yang juga melamar. Salah seorang raja itu, Prabu Darmawisesa dari negeri Widarba, mengepung kerajaan Magada dan memaksa raja menyerahkan putrinya tersebut.

Prabu Harjuna Sasrabahu kemudian mengetes kemampuan Sumantri. Dia menyuruh Sumantri untuk mewakilinya melamar putri raja Magada dan mengalahkan si raja yang mengepung istana tadi. Lamaran Prabu Harjuna Sasrabahu diterima Dewi Citrawati dengan dua syarat, pertama Sumantri harus bisa mengalahkan Prabu Darwawisesa yang sedang mengepung Magada. Kedua, dia mau diperistri Prabu Harjuna Sasrabahu asal dia dimadu dengan putri dhomas, yakni putri yang jumlahnya 800 orang.

Sumantri menyanggupi syarat itu. Dia kemudian bertempur dengan para raja yang sedang antri melamar. Mereka semua kalah dan mau menyerahkan putri dari masing-masing kerajaan, maka dapatlah Sumantri mengumpulkan 800 putri. Kemudian dia juga berhasil mengalahkah Prabu Darmawisesa, sehingga kedua syarat berhasil dipenuhinya. Sumantri pulang menghadap Prabu Harjuna Sasrabahu dengan kemenangan yang gemilang.

Namun di tengah jalan timbul pamrih Sumantri untuk memiliki Dewi Citrawati dan putri Dhomas itu. Buat apa aku menyerahkan 801 putri ini kepada Prabu Harjuna Sasrabahu kalau beliau tidak pantas untuk memilikinya. Dia harus mengalahkanku dahulu sebelum berhak atas kemenanganku ini. Begitulah pikiran sesat menghantui Sumantri, dan dia betul-betul melaksanakan niatnya itu dengan menantang perang tanding kepada Harjuna Sasrabahu.

Prabu Harjuna Sasrabahu menanggapi tantangan itu dengan senang hati. Dia tanggap apa yang bergejolak di hati Sumantri. Dia tahu Sumantri hanya ingin bukti bahwa dia pantas menjadi rajanya, menjadi tempat Sumantri mengabdi, begitu pikir sang Prabu. Maka terjadilah perang tanding yang dahsyat antara keduanya, sampai-sampai gegerlah seluruh dunia. Namun Sumantri bukan tandingan Prabu Harjuna Sasrabahu yang

Page 22: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 11 memang teramat sakti. Sumantri kalah dan tunduk, dengan ketundukan yang sungguh-sungguh.

Prabu Harjuna Sasrabahu berkenan memaafkan kelancangan Sumantri dan menerimanya mengabdi di Maespati. Namun sebagai hukuman atas sikapnya itu Sumantri harus mampu memindahkan taman Sriwedari yang elok di gunung Untara ke taman di negeri Maespati. Dengan terpaksa Sumantri menyanggupi, walau dirinya sungguh tak mengerti dengan cara apa taman itu akan dipindahkan. Lha wong dimana letak taman itu saja dirinya tak tahu. Dengan lunglai Sumantri keluar dari istana Maespati, pergi tanpa arah dan tujuan.

Alkisah di pertapaan Ardisekar, Sukrasana yang kehilangan kakak menangis tak karuan. Setiap orang yang ditanya kemana Sumantri pergi, menjawab tidak tahu. Dia mengamuk dan hendak mengobrak-abrik pertapaan bila tak menemukan Sumantri. Sang ayah, Resi Suwandagni terpaksa mengatakan ke mana Sumantri pergi. Seketika Sukrasana melesat ke angkasa, terbang mencari Sumantri ke Maespati.

Bukan hal yang sulit menemukan Sumantri bagi Sukrasana yang kesaktiannya luar biasa. Dalam sekejap Sukrasana telah menemukan Sumantri yang berjalan lunglai tak tahu arah. Dia segera turun untuk menyapa Sumantri, bertanya gerangan apakah yang membuatnya tertunduk lesu. Sumantri mengatakan bahwa dia mendapat tugas yang berat dari Prabu Harjuna Sasrabahu, yakni memindahkan taman Sriwedari ke negeri Maespati, sedangkan letak taman itu pun dia tak tahu.

Sukrasana menanggapi dengan tertawa, “Ah itu mudah!” katanya. Namun dia punya satu permintaan, kalau dia berhasil membantu Sumantri memindahkan taman itu, dia boleh ikut Sumantri kemanapun Sumantri pergi. Karena Sumantri sudah tidak bisa mengelak, dia pun menyanggupi. Dalam sekejap Sukrasana dengan kesaktian yang dimilikinya berhasil memindahkan taman itu. Sumantri melapor kepada sang Raja yang menerimanya dengan sukacita. Sumantri kemudian diterima sebagai prajurit dan diberi pangkat patih dengan nama Patih Suwanda. Adapun Sukrasana oleh Sumantri diperkenankan ikut namun jangan sampai ketahuan oleh siapapun.

Tampaknya suasana akan serba menyenangkan bagi siapapun, terlebih bagi Sumantri. Dia kini punya jabatan patih, orang nomor dua di kerajaan. Sang

Page 23: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 12 Raja dan permaisuri pun bergembira, bercengkerama di taman Sriwedari yang elok tiada tara. Namun datangnya bencana tak dapat diketahui oleh siapapun, apalagi oleh orang-orang yang mengira bahwa bencana jauh darinya.

Suatu sore permaisuri Dewi Citrawati dan para madu sedang menikmati suasana matahari terbenam di taman Sriwedari. Tamannya sendiri sudah elok, ditambah suasana sunset jelas makin menambah syahdu. Namun belum lagi suasana elok itu dinikmati, Dewi Citrawati menjerit oleh datangnya sosok buruk rupa yang tiba-tiba muncul dari balik pepohonan, Sukrasana. Jeritannya membuat seisi istana geger, mereka berdatangan ke arah taman Sriwedari dan mendapati raksasa cebol buruk rupa yang menakutkan. Setelah ditelisik ternyata raksasa itu adalah adik sang Patih Suwanda sendiri.

Patih Suwanda sangat malu atas kejadian itu. Dia berjanji akan menyuruh adiknya pulang agar tidak menimbulkan kehebohan. Namun Sukrasana kukuh tidak mau pergi dari istana. Bukankah Sumantri sudah berjanji akan mengajaknya ke manapun dia pergi? Sumantri hilang kesabaran dan mulai memakai kekerasan. Dia mengambil anak panah untuk menakuti Sukrasana. Dengan menarik gandewa lengkap dengan anak panahnya Sumantri berharap Sukrasana takut dan pergi. Namun Sukrasana bergeming! “Engkau sudah berjanji, kakak!”, katanya.

Malang tak dapat dihindari, tanpa sengaja anak panah Sumantri lepas dari gandewanya, meluncurlah menembus tubuh Sukrasana. Seketika Sukrasana menemui ajal. Sebelum maut menjemput Sukrasana sempat berujar bahwa dia akan datang kelak untuk menjemput Sumantri pada saatnya nanti.

Kita tinggalkan sejenak Sumantri yang sedang dirundung duka. Biarkan dia move on! Berganti pokok cerita, di sebuah negeri di tengah lautan, yang dikelilingi samudra raya. Sang raja adalah seorang raksasa anak seorang resi sakti bernama Wisrawa, beribu seorang putri cantik dewi Sukesi. Meski kedua orang tuanya bukan raksasa namun anak-anaknya lahir sebagai raksasa. Dari empat saudara sang raja hanya si bungsu yang lahir sebagai manusia biasa. Raja itu adalah Raja Dasamuka dari kerajaan Alengka Diraja.

Page 24: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 13 Sudah lama sang Raja mendamba putri titisan bidadari Widowati. Setiap mendengar titisan sang dewi lahir ke dunia sang raja selalu setia menanti hingga dewasa untuk dipersunting. Namun yang terjadi selalu kegagalan yang ditemui. Sungguhpun demikian rentetan kegagalan itu tak menyurutkan semangatnya. Dan kali ini dia kembali mendengar sang dewi telah lahir ke dunia dan menjadi istri dari seorang raja sakti dari Maespati, Dewi Citrawati. Hasratnya yang telah lama terpendam kembali bangkit. Raja Alengka Dasamuka bersiap merebut sang dewi dengan perang.

Patih Alengka, Prahasta, mengingatkan sang raja bahwa Prabu Harjuna Sasrabahu adalah raja sakti yang tiada tanding. Sedangkan menghadapi Patih Suwanda saja belum tentu Dasamuka mampu. Keinginannya untuk merebut Citrawati lebih baik diurungkan saja daripada menanggung malu. Pasti sudah akan kalah perang, kalaupun tak terbunuh sudah pasti kerugian besar yang akan ditemui. Kasihanilah para balatentara yang akan menjadi korban.

Namun apa sih yang mampu meredakan nafsu asmara? Beratus nasihat takkan mempan, beribu petuah takkan pasah. Apalagi hanya nasihat seorang patih tua yang tuna cinta. Haduh man! Jangan banyak omong kalau tak tahu gejolak hati anak muda. Sebagai punggawa seharusnya ikut apa kata raja dan mendukung, bukan mengendorkan semangat!

Patih Prahasta mengelus dada melihat kelakuan kemenakannya itu. Dia mengasuh anak kakaknya itu sejak kecil dan hapal wataknya. Kalau sudah begitu jangankan harta benda, nyawa pun dipertaruhkan. Eh, tapi tunggu dulu! Soal nyawa bukan soal besar baginya. Dia punya Aji Pancasona pemberian Resi Subali yang akan membuatnya tetap hidup kembali walau mati berkali-kali. Mungkin itu pula yang membuatnya nekad. Prajurit telah disiapkan, angkatan perang Alengka telah bergerak menuju Maespati yang penduduknya tengah bersukacita tenggelam dalam kemasyhuran nama besar raja mereka.

Berganti yang diceritakan, di istana Maespati raja Prabu Harjuna Sasrabahu sedang bersuka-suka dengan istri tercinta Dewi Citrawati dan 800 madunya. Entahlah bagaimana menyenangkan hati istri sebanyak itu. Janganlah dibayangkan bagaimana caranya, dan sesungguhnya kita tidak tahu karena sang Prabu tak pernah mengupload video saat sedang berkasih

Page 25: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 14 mesra dengan 801 istrinya itu. Yah, untung beliau tak melakukan itu. Kalau iya pasti sampeyan semua pada ngiler sampai ngences sebaskom.

Sang Prabu sedang mendengar permintaan istri cantiknya Dewi Citrawati yang disampaikan dengan manja. Sambil memeluk pinggang dan menyandarkan kepala di pundak, sang Dewi berbisik lirih,

“Kakanda, hamba dan para selir 800 ini ingin sekali mandi sepuasnya di telaga yang bening dan airnya mengalir!”

Sang Prabu terkejut dan bertanya, “Duhai Dindaku, di negeri kita tidak ada telaga dengan air mengalir yang mampu menampung 801 bidadari. Di manakah Dinda akan berenang?”

“Tidak tahulah Kakanda, pastilah Kakanda sanggup menyediakan untukku!” rengut sang Dewi merajuk. Prabu Harjuna Sasrabahu memandang wajah istrinya yang merengut, tampak olehnya kecantikannya berlipat ganda. Jangankan sedang merengut, orang cantik itu sedang ngiler pun cantik. Hemm, tangan kiri sang Prabu menggamit pundak sang istri, tangan kanannya mengelus wajah istrinya yang dibasahi keringat. Satu tetes keringatnya diusap delapan belas kali. Dan,.....sensor, sensor, tak sanggup aku menuliskannya. Wis cukup lah!

Singkat cerita, permintaan sang Dewi disanggupi oleh Sang Prabu Harjuna Sasrabahu. Orang cantik itu boleh minta apa saja. Lagipula apa sih yang tidak bisa dikerjakan untuk si cantik, 801 lagi. Tidak rugi sang Prabu menjadi orang sakti. Dengan mengerahkan segenap tandu dan pengiring rombongan, Sang Prabu dan 801 istrinya berangkat menuju sungai Gangga. Sang Prabu segera bertiwikrama menjadi sebesar gunung, kemudian tidur melintang membendung sungai. Jadilah sungai besar itu menjadi telaga yang mengalirkan air bening, tepat seperti permintaan si cantik Citrawati. Permaisuri Citrawati dan 800 madunya segera mandi dengan sepuasnya. Sementara Patih Suwanda menjaga tempat itu bersama segenap prajurit.

Kita lihat gerakan pasukan Prabu Dasamuka yang memasuki Maespati. Dari kejauhan kedatangan pasukan itu terlihat oleh Patih Suwanda. Dia khawatir jika pasukan itu mendekat ke tempat mandi para istri raja, akan menghancurkan suasana nantinya. Maka Patih Suwanda berniat mencegat pasukan itu jauh dari tempat mandi sang raja beserta istrinya.

Page 26: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 15 Pertempuran dahsyat akhirnya pecah. Pasukan Alengka yang berisi para raksasa memporak porandakan negeri Maespati. Apalagi mereka dipimpin Prabu Dasamuka yang tak bisa mati. Rasa ngeri membayangi pasukan Maespati beserta para raja taklukan yang hadir, serentak mereka mundur. Patih Suwanda yang melihat kejadian itu sangat marah. Dia mengirim panah dengan diselipkan surat kepada para panglima pasukan yang ngacir, menyuruh mereka agar kembali. Bagi seorang prajurit mati di medan perang lebih mulia daripada selamat karena takut. Dan Patih Suwanda memberi contoh dengan menyongsong Prabu Dasamuka. Keduanya telibat perang tanding yang seru. Apalagi keduanya sama-sama sakti. Setelah beradu kesaktian beberapa saat, Patih Suwanda berhasil melepaskan senjatanya tepat mengenai tubuh tambun Prabu Dasamuka, seketika tewas mendekap tanah. Patih Suwanda berdiri gagah, turun dari kereta untuk memenggal kepala Dasamuka. Karena sudah merasa menang Patih Suwanda lengah, lupa kalau Dasamuka tak bisa mati. Ketika hendak mengayunkan pedang, Dasamuka hidup lagi dan mendahului menggigit leher Suwanda dengan taringya. Seketika Patih Suwanda tewas di medan laga. Konon dalam taring yang dipakai untuk menggigit Sumantri itu bersemayam roh Sukrasana sehingga ketajamannya berlipat-lipat. Itu pula yang membuat Sumantri tak dapat dihidupkan lagi.

Cerita masih akan panjang. Namun kita harus berhenti di sini karena cerita selanjutnya tidak relevan dengan kajian kita.

Kang (yang) ginêlung (dirangkai, disimpulkan) tri (tiga) prakara (perkara), guna (guna) kaya (kaya) purun (purun) ingkang (yang) dèn (di) antêpi (pegang teguh), nuhoni (mematuhi) trah (darah) utama (utama). Yang disimpulkan dalam tiga perkara, guna kaya purun yang dipegang teguh, mematuhi darah orang utama.

Apa yang dilakukan Patih Suwanda tersebut di atas dapat disimpulkan menjadi tiga perkara, yakni: guna, kaya dan purun. Tiga perkara itulah yang dipegang teguh oleh Patih Suwanda dalam menjalankan tugas sebagai prajurit. Dia melakukan itu sebagai panggilan darma bagi orang yang berdarah utama. Keutamaan selalu mengalir dalam dirinya sehingga setiap tindakannya selalu terpuji. Apakah arti dari tiga perkara itu?

Lire (arti) lêlabuhan (dari jasa-jasa) tri (tiga) prakawis (perkara itu), guna (guna) bisa (bisa) saniskarèng (segala bentuk) karya (pekerjaan), binudi

Page 27: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 16 (dikembangkan) dadya (menjadi) unggule (unggul). Arti dari jasa-jasa tiga perkara itu, guna artinya bisa segala bentuk pekerjaan, dikembangkan menjadi unggul.

Arti dari jasa-jasa yang tiga perkara tersebut adalah, yang pertama guna. Arti dari guna adalah kepandaian. Patih Suwanda adalah prajurit yang pandai dan dapat melakukan segala pekerjaan. Dia senantiasa menemukan solusi dari setiap masalah. Ketika dia diperintah menyerang Prabu Darmawisesa dia berhasil melaksanakan tugas dengan gemilang. Ketika melamar Dewi Citrawati dia berhasil, malah ditambah bonus 800 putri dhomas. Dia adalah ahli strategi yang mumpuni. Inilah makna dari guna, sanggup berpikir untuk menentukan langkah strategis. Sumantri adalah orang yang bisa mrantasi gawe, sanggup mencari solusi secara mandiri. Tidak sedikit-sedikit minta petunjuk. Dia sanggup mencari terobosan dan menentukan langkah yang tepat dari setiap persoalan yang ada. Misalnya ketika dia mencari 800 orang selir sebagai pandamping Dewi Citrawati. Dengan lihai dia menaklukkan para raja yang sedang melamar dengan menyuruh mereka menyerahkan putri-putri mereka. Kemampuan memecahkan masalah seperti ini takkan dipunyai tanpa seseorang mempunyai kepandaian atau guna.

Kaya (kaya) sayêktinipun (sebenarnya), duk (ketika) bantu (membantu) prang (perang) Manggada (di Magada) nagri (negara), amboyong (memboyong) putri (putri) dhomas (800 orang), katur (dipersembahkan) ratunipun (pada rajanya). Kaya arti sebenarnya, ketika membantu perang di negara Magada, kemduian memboyong 800 putri, dipersembahkan pada rajanya.

Yang kedua adalah kaya. Arti kaya adalah kekayaan. Maksudnya Patih Suwanda ini berhasil menambah kemasyhuran dan kekayaan kerajaan Maespati. Dengan keberhasilannya memboyong putri dhomas dari kerajaan taklukan maka semakin bertambahlah kejayaan Maespati. Sungguh beruntung sang raja Harjuna Sasrabahu mempunyai Patih sekelas Patih Suwanda ini.

Purune (yang disebut purun) sampun (sudah) têtela (terbukti), aprang (ketika perang) tandhing (tanding) lan (melawan) ditya (raksasa) Ngalêngka (Alengka) nagri (negara), Suwônda (suwanda) mati (mati) ngrana (di medan perang). Yang disebut purun artinya sudah terbukti,

Page 28: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 17 ketika perang tanding melawan raksasa negeri Alengka, Suwanda mati di medan perang.

Yang ketiga adalah purun. Arti purun menurut bahasa adalah bersedia atau sanggup. Dalam kisah ini nilai-nilai purun dijalani oleh Patih Suwanda dalam beberapa kasus. Pertama ketika ditugaskan melamar Dewi Citrawati. Walau sebagai seorang calon prajurit Suwanda harus melawan para raja dari banyak negara dan mengemban tugas besar. Namun dia tidak gentar meski dia sendiri belum yakin kalau mampu. Tekadnya yang kuat adalah perwujudan nilai purun tadi. Yang kedua, kesediaannya untuk melindungi kerajaan dan raja sebagai tempat mengabdi. Dengan maju sebagai tameng sang raja ketika Prabu Dasamuka menyerang Maespati, Patih Suwanda telah melakukan tindakan utama sebagai prajurit. Meski musuh yang dihadapi terkenal sakti, Patih Suwanda tidak gentar dan tetap melawan dengan gigih. Baginya lebih baik mati daripada lari ketakutan.

Walau demikian sebagai pribadi besar, Patih Suwanda mempunyai beberapa sikap kurang baik yang tak layak ditiru. Pertama, adanya keinginan untuk menguasai Dewi Citrawati dan menantang Prabu Harjuna Sasrabahu. Sebagai utusan sikap ini tidak elok. Walau sebagian orang menafsirkan jika sikap ini dilandasi keinginan Sumantri untuk meyakinkan diri bahwa raja yang dia patuhi adalah raja besar yang pantas baginya untuk mengabdi, sikapnya tesebut tetap kurang pantas.

Kedua, sikap terhadap adiknya Sukrasana. Ketika sudah membantunya keluar dari kesulitan Sumantri tetap tak menginjinkan adiknya ikut serta dengannya. Dia bahkan malu mempunyai adik yang buruk rupa, sampai tega menakuti dengan anak panah. Sikap yang terakhir ini sangat tidak pantas.

Demikianlah kajian kita terhadap keteladanan Patih Suwanda. Kajian tematik ini masih akan berlanjut pada tokoh yang lain, nantikan kajian pada seri berikutnya.

Page 29: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 18 Kajian Serat Tripama (3-4): Raksasa Berhati Ksatria

Pupuh 1, bait 3-4, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Tripama, karya Sri Mangkunegara IV

Wontên malih tuladhan prayogi, satriya gung nagri ing Ngalêngka, Sang Kumbakarna arane. Tur iku warna diyu, suprandene gayuh utami. Duk wiwit prang Ngalêngka, dènnya darbe atur, mring raka, amrih raharja. Dasamuka tan keguh ing atur yêkti, dene mungsuh wanara. Kumbakarna kinon mangsah jurit, mring kang raka sira tan lênggana, nglungguhi kasatriyane. Ing tekad tan asurud, amung cipta labuh nagari, lan nolih yayah rena, myang lêluhuripun. Wus mukti anèng Ngalêngka, mangke arsa rinusak ing bala kapi, punagi mati ngrana.

Terjemahan dalam bahasa Insonesia

Ada lagi teladan yang baik, ksatria besar dari negeri Alengka, Sang Kumbakarna namanya. Dan lagi dia seorang berwujud raksasa, walau demikian mengejar keutamaan. Ketika perang di Alengka dimulai, dia mempunyai saran, kepada sang kakak, agar selamat. Dasamuka bergeming oleh saran yang benar,

Page 30: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 19

karena hanya melawan kera. Kumbakarna diperintah maju perang, kepada sang kakak dia tak membantah, menepati kedudukan ksatrianya. Dalam tekad tak surut, hanya berniat membela negara, dan mengingat ayah ibu, dan para leluhurnya. Sudah hidup berkecukupan di negeri Alengka, sekarang hendak dirusak oleh tentara kera, dia bertekad memilih mati di medan perang.

Kajian per kata

Wontên (ada) malih (lagi) tuladan (teladan) prayogi (yang baik), satriya (ksatria) gung (besar) nagri (negri) ing (di) Ngalêngka (Alengka), Sang (sang) Kumbakarna (Kumbakarna) arane (namanya). Ada lagi teladan yang baik, ksatria besar dari negeri Alengka, Sang Kumbakarna namanya.

Seperti yang telah kami katakan dalam kajian seri yang lalu, pada setiap manusia dapat kita temukan teladan baik yang patut dicontoh sekaligus berbagai kelemahan yang selayaknya tidak kita tiru. Kali ini kita akan mengambil teladan dari hidup seorang yang selama hidupnya berada di pihak yang salah. Dia adalah Kumbakarna, salah seorang adik dari tokoh antagonis kita pada kajian yang lalu, Prabu Dasamuka dari negeri Alengka Diraja.

Prabu Dasamuka atau juga disebut Prabu Rahwana adalah sulung dari empat bersaudara. Dari empat orang itu hanya satu orang berujud manusia, sedangkan 3 lainnya lahir sebagai raksasa. Padahal ayah dan ibu mereka. Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi, adalah manusia biasa. Hal aneh ini terjadi karena ayah mereka bermain-main dengan serat Sastrajendra Hayuningrat. Ajaran luhur tingkat paripurna itu telah dicampuri oleh hawa nafsu Resi Wisrawa ketika menikahi Dewi Sukesi. Resi Wisrawa sejatinya melamar Dewi Sukesi untuk anaknya, Prabu Danaraja, tetapi yang terjadi malah Dewi Sukesi diembat sendiri. Polah Resi Wisrawa ini layaknya tingkah seorang raksasa saja. Maka dia kuwalat dan menurunkan anak-anak

Page 31: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 20 berwujud raksasa. Baru setelah bertobat dengan taubatan nashuha, anak keempatnya lahir berupa manusia. Kisah tentang ini akan panjang oleh karena akan kita kaji dalam kajian tematik berikutnya dalam kajian serat Sastrajendra Hayuningrat, kelak jika ada waktu.

Tur (dan lagi) iku (dia) warna (berwujud) diyu (raksasa), suprandene (walau demikian) gayuh (mengejar) utami (keutamaan). Dan lagi dia seorang berwujud raksasa, walau demikian mengejar keutamaan.

Walau terlahir sebagai Raksasa tidak semua anak Resi Wisrawa berperilaku buruk. Kumbakarna inilah sosoknya, yang akan kita teladani sifat keperwiraannya dalam membela negara. Perilaku Kumbakarna tidaklah buas dan curang, serta suka melanggar aturan. Kumbakarna adalah ksatria besar yang menetapi darma seorang prajurit.

Duk (ketika) wiwit (mulai) prang (perang) Ngalêngka (alengka), dènnya (dia) darbe (mempunyai) atur (saran), mring (kepada) raka (sang kakak), amrih (agar) raharja (selamat). Ketika perang di Alengka dimulai, dia mempunyai saran, kepada sang kakak, agar selamat.

Ketika terjadi perang besar di Alengka, melawan ksatria Ramawijaya, Kumbakarna mempunyai saran kepada kakaknya agar semua selamat, sang kakak tetap berwibawa dan negara tidak porak poranda. Perang apakah yang terjadi di Alengka dan mengapa terjadi. Kita kutipkan sedikit kisah ini agar kita mengerti duduk permasalahannya.

Dalam kajian yang telah lalu kita mengenal Dasamuka sebagai raja perusak yang mempunyai watak sangat buruk, yakni suka merebut bini orang. Jadi Dasamuka ini adalah pebinor kelas kakap. Track record Dasamuka sebagai pebinor tidak terjadi di negeri Maespati saja, ketika hendak merebut Dewi Citrawati. Sebelum kejadian itu dia telah melakukannya pada Dewi Ragu, putri dari Prabu Banaputra, raja negeri Ayodya. Dewi Ragu telah bersuami Begawan Rawatmeja, tetapi Dasamuka tetap menginginkan Dewi Ragu untuk diperistri. Akhirnya Dasamuka membunuh Prabu Banaputra dan Begawan Rawatmeja. Dewi Ragu berhasil lari dari istana dan berlindung pada Begawan Dasarata di padepokan Gresina. Dasamuka mengejar dan meminta Dewi Ragu kepada Begawan Dasarata. Oleh Dasarata Dasamuka ditipu dengan menyerahkan Dewi Ragu palsu yang berasal dari kembang di sanggul Dewi Ragu yang dicipta menyerupai Dewi Ragu. Dasamuka amatlah senang hatinya sehingga menyerahkan Ayodya kepada Dasarata.

Page 32: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 21 Dasarata kemudian menjadi raja di Ayodya sekaligus memperistri Dewi Ragu yang asli.

Sesampai di Alengka, Dewi Ragu palsu yang berasal dari pujan kembang tersebut segera mati. Dasamuka amatlah sedih sehingga menyalahkan para dewa. Dia marah dan kemudian menyerang Suralaya, istana para dewa. Karena Dasamuka amatlah sakti, Suralaya kocar-kacir. Batara Narada meredakan amarah Dasamuka dan sebagai penghibur hatinya yang kesal Dasamuka diberi hadiah seorang bidadari sebagai istri, bernama Dewi Tari. Dasamuka kembali ke Alengka bersama istrinya. Untuk sementara dia puas berbini bidadari, walau bukan itu yang dia kehendaki.

Lama berselang penyakit Dasamuka kambuh lagi, kali ini pebinor papan atas itu hendak menganggu Dewi Citrawati, istri Prabu Harjuna Sasrabahu. Ceritanya sudah kita kutip dalam kajian Tripama bagian pertama. Namun itu bukan yang terakhir. Setelah gagal dengan Dewi Citrawati Dasamuka masih mengganggu istri Ramawijaya, Dewi Sinta. Dan inilah asal muasal perang Alengka Diraja melawan balatentara kera dibawah komando Prabu Sugriwa dan ksatria Ramawijaya. Inilah kisah selengkapnya.

Prabu Dasarata dari Ayodya mempunyai empat orang putra lelaki yang tampan. Salah satu peremaisuri Prabu Dasarata ingin agar anaknya yang bernama Barata menjadi raja Ayodya. Namun karena Barata bukan anak sulung keinginan tersebut mustahil tercapai. Oleh karena itu dia kemudian membuat tipudaya dengan mengasingkan Rama Wijaya, anak tertua yang sebenarnya berhak atas tahta. Dengan diringi istrinya, Sinta, dan salah satu adiknya, Laksmana, Rama Wijaya mengasingkan diri di hutan Dandaka.

Di hutan itu mereka bertiga hidup layaknya pertapa. Pada suatu hari Dasamuka yang telah mendengar kabar bahwa Sinta adalah titisan Dewi Widowati, wanita pujaannya yang juga gagal diperistri, bermaksud merebut Sinta dari tangan Rama. Dasamuka terlebih dulu mengirim Kala Marica dengan menyamar sebagai kijang emas. Si kijang ini berkeliaraan menggoda Sinta dengan bulu emasnya yang indah. Sinta terpesona dan meminta Ramawijaya untuk menangkap kijang tersebut. Si kijang lari masuk jauh ke dalam hutan. Dan Rama mengejar.

Rupanya Kala Marica yang memerankan diri sebagai kijang amatlah gesit sehingga sukar ditangkap. Merasa dikerjai si kijang, Rama kemudian mengambil busur dan memanah kijang itu. Kijang emas terkena anak

Page 33: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 22 panah dan lenyap, berupah menjadi Kala Marica yang kemudian lari sambil mengaduh kesakitan. Teriakannya didengar sampai di perkemahan Sinta, yang dijaga oleh Laksamana. Demi mendengar teriakan itu, Sinta mengira bahwa Ramalah yang mengaduh kesakitan tersebut. Dia menyuruh Laksamana memberi pertolongan. Semula Laksmana menolak karena yakin teriakan itu bukan berasal dari kakaknya. Namun Sitna justru menuduh Laksamana sengaja membiarkan Rama celaka, agar dapat memperistri dirinya kalau Rama betul-betul tewas. Seketika Laksaman merasa tersinggung dan mengucapkan sumpah wadat, tidak akan mempunyai istri sepanjang hidupnya. Dia kemudian pergi dengan hati masygul untuk mencari Rama. Sebelum pergi dia berpesan agar Sinta tidak melewati garis melingkar yang dibuatnya di sekeliling kemah. Garis itu telah diberi rajah sehingga orang jahat takkan bisa masuk ke kemah.

Sepeninggal Laksmana, Sinta sendirian di dalam kemah. Datanglah seorang pertapa yang kehausan meminta minum. Karena Sinta sudah dipesan untuk tidak keluar garis, semula dia enggan untuk memberi minum. Namun pertapa itu menghiba-hiba dengan penuh harap, meminta ketulusan hati sang putri jelita. Hati Sinta luluh dan mengulurkan tangan keluar dari garis rajah. Tangan itu disambut dengan cengkeraman si pertapa yang seketika berubah menjadi Prabu Dasamuka. Sinta ditarik keluar garis dan dibawa terbang ke Alengka.

Sinta menjerit-njerit memanggil suaminya. Seekor burung raksasa Jatayu mendengar jeritan itu dan mengejar. Namun Jatayu berhasil dikalahkan Dasamuka dengan dipatahkan sayapnya sehingga tak bisa terbang. Beruntung Jatayu sempat meraih cincin Sinta sebagai tanda bukti, serta sempat mengetahui jatidiri sang penculik.

Amatlah sedih hati Rama ketika mengetahui istrinya telah lenyap dari kemah. Nasi sudah menjadi bubur, dia sadar sedang diperdaya lawan. Mulai dari kijang emas, teriakan Kala Marica dan pertapa tua yang menyamar, adalah tipudaya lawan yang hendak menculik istrinya itu. Setelah sadar Rama mengajak Laksamana untuk mencari kemanapun Sinta pergi, tak peduli siang malam, tak tahu arahnya, mereka berdua berusaha menemukan Sinta kembali.

Pencarian mereka menemukan titik terang ketika mereka bertemu dengan Jatayu yang sekarat. Burung itu berbulan-bulan menunggu Rama lewat

Page 34: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 23 untuk mengabarkan berita tentang istrinya. Sebentuk cincin milik Sinta yang berhasil direbut menjadi bukti bahwa kesaksiannya benar. Jatayu kemudian menyarankan agar Rama menemui Prabu Sugriwa, raja kera yang akan memuluskan upayanya menemukan kembali sang istri.

Saat itu Prabu Sugriwa sedang berselisih dengan kakaknya, Prabu Subali yang sakti. Sugriwa kalah dan tersisih. Rama membantu mengalahkan Subali dengan senjata panah Guwawijaya yang dia miliki. Pertolongan ini membuat Sugriwa tunduk dan patuh kepada Rama. Dia bersedia untuk membantu Rama mencari Sinta. Sugriwa kemudian mengutus keponakannya yang sakti, Anoman untuk terbang ke Alengka. Di sana Anoman melihat Sinta di taman Argasoka, duduk dibawah pohon karena tak mau masuk istana. Dasamuka walau seorang raja angkara ternyata mempunyai kebaikan dalam hatinya. Dia menunggu Sinta luluh hatinya untuk diperistri. Dia tidak mau memaksakan kehendak. Yang diinginkan bukan Sinta sebagai tubuh yang dingin tanpa rasa, melainkan hati Sinta yang pasrah dalam kehangatan cinta. Cie..romatis juga nih ye, si Dasamuka ini!

Setelah memastikan Sinta selamat tak kurang suatu apa, dan masih menyimpan kesetiaan untuk Rama, Anoman kembali. Namun dia terlebih dahulu membakar kota Alengka sehingga luluh lantak. Kalau saja Rama menghendaki bisa saja Anoman membawa Sinta terbang dari Alengka. Namun Rama ingin merebut kembali Sinta dengan tangannya sendiri, sekaligus membuktikan cintanya kepada sang istri. Dia mampu melakukan itu dan tidak takut melawan Dasamuka yang kebal dan tidak bisa mati.

Persiapan perang kemudian dilakukan untuk menyerang Alengka. Prabu Sugriwa menyatakan kesanggupannya untuk mengerahkan seluruh kekuatan bala kera. Karena Alengka terletak di tengah lautan mereka kemudian membuat jalan dengan cara mereklamasi laut. Langkah ini menimbulkan kehebohan karena dianggap mustahil, namun dengan tekad kuat akhirnya jalan reklamasi itu terwujud. Balatentara kera akhirnya dapat mendekati kota raja Alengka dan menyerang dengan gigih. Alengka terdesak dan satu persatu panglima perangnya tewas. Kini tinggal menyisakan satu orang panglima yang gagah, Kumbakarna. Senapati Kumbakarna ini sejatinya tidak setuju dengan langkah Dasamuka mengukuhi Sinta. Sejak awal perang dia menyingkir dan memilih tidur. Sekarang dia dibangunkan dan melihat Alengka telah porak poranda.

Page 35: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 24 Hatinya teriris, maka dia menyarankan agar Dasamuka mengakhiri perang ini dengan menyerahkan Sinta kepada Rama. Sebelum semuanya berakhir tanpa sisa.

Dasamuka (Dasamuka) tan keguh (bergeming) ing (oleh) atur (saran) yêkti (yang benar), dene (hanya) mungsuh (melawan) wanara (kera). Dasamuka bergeming oleh saran yang benar, karena hanya melawan kera.

Dasamuka tetap bergeming oleh nasihat adiknya itu. Sarannya tak didengar sama sekali. Baginya sungguh memalukan harus menyerahkan Sinta hanya karena tekanan tentara kera. Dia adalah raja besar, sementara Ramawijaya hanyalah pertapa sebatang kara. Dan pasukannya juga hanya sebangsa kera yang tingal di hutan, makhluk tak beradab yang juga bukan manusia. Masa dia harus menyerah! Tidak! Tidak! Tidak!

Kumbakarna (Kumbakarna) kinon (diperintah) mangsah (maju) jurit (perang), mring (kepada) kang (sang) raka (kakak) sira (engkau, dia) tan (tak) lênggana (membantah), nglungguhi (menepati) kasatriyane (kedudukan ksatrianya). Kembakarna diperintah maju perang, kepada sang kakak dia tak membantah, menepati kedudukan ksatrianya.

Dasamuka kemudian menyuruh Kumbakarna maju perang. Meski dengan berat hati dia akhirnya maju setelah melihat Alengka porak poranda. Sebagai prajurit dia harus tunduk perintah atasan, itulah sikap yang utama bagi seorang prajurit. Seorang ksatria negeri tak boleh lari dari tanggung jawab dan malah lari mengamankan diri.

Ing (dalam) tekad (tekad) tan (tak) asurud (surut), amung (hanya) cipta (berniat) labuh (bela) nagari (negara), lan (dan) nolih (mengingat) yayah (ayah) rena (ibu), myang (dan) lêluhuripun (leluhurnya). Dalam tekad tak surut, hanya berbiat membela negara, dan mengingat ayah ibu, dan para leluhurnya.

Kumbakarna sadar tidak ada pilihan moral yang lain selain membela negara. Dia sama sekali tidak membela sang kakak yang adiguna, namun tekadnya hanyalah membela negerinya. Dia sudah yakin Alengka akan jatuh, dan darma seorang prajurit adalah mempertahankan sekuat tenaga tanah tumpah darahnya.

Wus (sudah) mukti (berkecukupan) anèng (di) Ngalêngka (Alengka), mangke (sekarang) arsa (hendak) rinusak (dirusak) ing (oleh) bala

Page 36: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 25 (tentara) kapi (kera), punagi (bertekad) mati (mati) ngrana (di medan perang). Sudah hidup berkecukupan di negeri Alengka, sekarang hendak dirusak oleh tentara kera, dia bertekad memilih mati di medan perang.

Kumbakarna merasa sudah mendapatkan banyak kenikmatan sebagai pejabat negara. Jabatannya telah memuliakan dirinya denga aneka fasilitas dan kebesaran. Kini semua itu akan dirusak oleh tentara kera. Meski dia memaklumi bahwa tentara kera di pihak yang benar, tetapi tidak melawan juga berarti berkianat kepada negaranya sendiri. apalagi bala tentara kera sangat ngawur dan tak tahu adab. Sesuka hati mereka membuat Alengka porak poranda. Ini harus dihentikan sampai akhir kemampuannya, sampai titik darah terakhirnya.

Akhirnya Kumbakarna tewas di tangan kedua kakak beradik Rama-Laksmana. Tangan dan kakinya putus oleh panah mereka berdua, tubuhnya melayang diterjanga angin yang keluar dari pusaka Ramawijaya. Kumbakarna gugur menepati darma seorang prajurit agung.

Kisah ini memberi keteladanan bahwa bagi seorang prajurit mematuhi perintah atasan adalah kewajiban yang nomer satu. Meskipun perintah itu tidak disukainya. Prajurit bukanlah pengamat politik yang bisa nyinyir kepada penguasa tetapi adalah alat negara yang siap dipakai untuk tujuan kenegaraan. Meski demikian sebagai pejabat Kumbakarna juga menolak perintah yang tidak patut, hal itu dibuktikan ketika dia memilih tidur dan tidak maju perang di awal. Hal itu adalah sikap yang patut dipuji karena tidak melulu membebek kepada atasan saja.

Kita agak susah menemukan kelemahan Kumbakarna ini karena dia adalah seorang yang jauh dari ambisi. Kelemahannya mungkin hanya tampak jika diperbandingkan dengan langkah adiknya, Gunawan Wibisana, yang memilih bergabung dengan Rama Wijaya. Bagi Wibisana membela kebenaran lebih penting daripada membela negara dan keluarga. Bagaimanapun kedua ksatria itu tidak bisa dibandingkan, apalagi Wibisana tidak dalam posisi sebagai panglima perang seperti Kumbakarna.

Kajian kita masih berlanjut dengan meneladani satu tokoh kontroversial yang hidupnya jauh dari kata bahagia. Sepanjang hidupnya dilalui dengan peran sebagai korban. Nantikan dalam kajian berikutnya.

Page 37: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 26 Kajian Serat Tripama (5-6): Ksatria Yang Terbuang

Pupuh 1, bait 5-6, Dhandhang Gula (metrum: 10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Tripama, karya Sri Mangkunegara IV

Wontên malih kinarya palupi, Suryaputra Narpati Ngawôngga. Lan Pandhawa tur kadange, lèn yayah tunggil ibu. Suwita mring Sri Kurupati, anèng nagri Ngastina, kinarya gul-agul, manggala golonganing prang. Bratayuda ingadêgkên senapati, ngalaga ing Korawa. Dèn mungsuhkên kadange pribadi, aprang tandhing lan Sang Dananjaya. Sri Karna suka manahe, de gonira pikantuk, marga dènnya arsa malês sih- ira Sang Duryudana. Marmanta kalangkung, dènnya ngêtog kasudiran. Aprang rame Karna mati jinêmparing, sumbaga wirotama.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Ada lagi yang dapat dipakai teladan, Suryaputra raja dari Awangga. Dengan Pandawa masih saudaranya, lain ayah satu ibu. Mengabdi kepada Sri Kurupati, di negeri Astina, sebagai andalan, manggala balatentara perang. Dalam Baratayuda diangkat sebagai Senapati, berperang di pihak Kurawa.

Page 38: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 27

Di hadapkan sebagai musuh dengan saudara sendiri, berperang tanding dengan Sang Arjuna. Sri Karna bersuka hatinya, karena dirinya mendapat, kesempatan bagi dirinya hendak membalas kasih, dari Sang Duryudana. Karena itu dengan sangat, dirinya mengeluarkan seluruh kemampuan. Berperang dengan dahsyat, Karna mati terkena panah, termasyhur sebagai perwira utama.

Kajian per kata:

Wontên (ada) malih (lagi) kinarya (dipakai) palupi (teladan), Suryaputra (Suryaputra) Narpati (raja dari) Ngawôngga (Awangga). Ada lagi yang dapat dipakai teladan, Suryaputra raja dari Awangga.

Ada lagi yang pantas untuk menjadi teladan baik bagi para prajurit. Dialah Suryaputra raja dari negeri Awangga. Suryaputra juga disebut Karna Basusena, nama kecilnya adalah Radeya. Secara yuridis Karna adalah anak dari seorang kusir kerajaan Astina yang bernama Adirata. Namun Karna hanyalah anak temuan, yang ditemukan oleh Adirata di sungai dalam keadaan masih bayi. Bayi itu oleh orang tuanya sengaja dibuang untuk menutup aib.

Lan (dengan) Pandhawa (Pandawa) tur (lagi pula) kadange (saudaranya), lèn (lain) yayah (ayah) tunggil (satu) ibu (ibu). Dengan Pandawa masih saudaranya, lain ayah satu ibu.

Sesungguhnya Karna masih bersaudara dengan Pandawa. Dia merupakan saudara lain ayah satu ibu. Ibunya sebenarnya adalah Dewi Kunthi yang tak lain merupakan ibu dari Pandawa. Lalu mengapa Karna bisa terpisah dari keluarganya dan hidup sebagai seorang sudra, anak kusir yang berkasta rendah? Inilah kisahnya.

Ketika masih gadis Dewi Kunthi yang merupakan putri dari Prabu Kunthiboja di Mandura adalah gadis yang sangat pintar mengurus keperluan rumah tangga. Suatu ketika di negeri Mandura kedatangan tamu

Page 39: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 28 seorang resi yang ahli bertapa, Resi Druwasa. Selama Sang Resi di negeri Mandura Kunthi ditugaskan untuk melayani Resi Druwasa dalam perjamuan makan. Resi Druwasa sangat terkesan dengan cara Kunthi menyiapkan hidangan dan melayaninya. Oleh karena itu Resi Druwasa memberi Kunthi sebuah hadiah berupa aji Adithyahrehdaya. Fungsi dari aji itu adalah mampu memanggil seorang dewa untuk memberinya anak dengan cara manunggal rasa.

Dewi Kunthi merasa penasaran dengan pemberian aji Adithyahrehdaya itu. Dia tidak begitu yakin kalau mantera itu dapat mendatangkan dewata dan bermaksud mencobanya. Setelah dipikir-pikir dia memutuskan untuk mencoba mendatangkan Batara Surya, dewa Matahari. Maka sekonyong-konyong datanglah dihadapannya Batara Surya dan bermaksud memberinya seorang anak. Kunthi menolak dan mengatakan bahwa dia hanya ingin mencoba saja. Batara Surya mengatakan kalau mantera yang dibaca Kunthi itu bukan sesuatu yang boleh dicoba-coba. Kalau sudah diucapkan harus dilaksanakan, dan Surya tetap akan memberi Kunthi seorang anak.

Kunthi menangis sejadi-jadinya, bagaimana aku akan menghadapi orang-orang kalau sampai aku punya anak nanti, sedangkan aku belum menikah. Akhirnya Batara Surya mau sedikit mengalah dengan mengatakan bahwa dia akan mengembalikan keperawanan Kunthi begitu anak yang dikandungnya lahir. Kunthi kemudian hamil.

Setelah menginjak usia lahir, maka lahirlah seorang anak lelaki tampan yang sudah dibekali baju perang dan anting dewata. Baju perang itu membuat pemakainya tak mempan segala senjata perang. Walau sang bayi sangat tampan dan lucu, Kunthi tetap tak mau mengasuh anak itu. Dia kemudian membuang bayi itu ke sungai dengan harapan ditemukan oleh orang lain. Batara Surya menepati janji dengan mengembalikan keperawanan Kunthi.

Kunthi kemudian menikah dengan Prabu Pandu Dewanata, ayah dari para Pandawa. Jejak anak sulung Kunthi di luar nikah itu lenyap ditelan bumi. Kunthi selamat, setidaknya untuk sementara.

Suwita (mengabdi) mring (kepada) Sri (Sri) Kurupati (Kurupati), anèng (di) nagri (negeri) Ngastina (Astina), kinarya (sebagai) gul-agul (andalan), manggala (panglima) golonganing (para balatentara) prang

Page 40: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 29 (ketika perang). Mengabdi kepada Sri Kurupati, di negeri Astina, sebagai andalan, manggala balatentara perang.

Alkisah, anak Kunthi yang dihanyutkan ke sungai tadi kemudian ditemukan oleh Adirata, seorang kusir yang bertugas di Astina. Dia begitu gembira karena menemukan seorang bayi yang tampan. Adirata bergegas pulang untuk memberitahu istrinya. Pasangan suami-istri itu sangat bersuka cita karena mereka akhirnya mendapatkan seorang anak, meski hanya anak temuan. Bayi itu kemudian diberi nama Radeya, artinya anak dari Rada, istri Adirata. Ketika remaja Radiya sangat menyukai olah keprajuritan. Namun apa daya dia bukanlah ksatria yang bisa dengan leluasa berlatih memainkan senjata. Sebagai anak kusir dia tidak boleh memegang senjata. Oleh karena itu dia belajar sendiri dengan cara mengintip para ksatria Astina yang sedang latihan keprajuritan. Dari cerita ini kita bisa tahu bagaimana perasaan hati Radeya, ketika bakat besarnya tidak mendapat penyaluran yang tepat.

Dasar anak yang berbakat, Radeya tumbuh menjadi pemuda yang mahir memainkan segala senjata, yang paling menonjol adalah keahliannya memanah. Pada suatu hari di istana Astina diadakan perlombaan ketangkasan memainkan senjata. Para murid Resi Drona bergantian memainkan senjata andalan mereka. Yang keluar sebagai pemenang panahan adalah Arjuna. Namun tiba-tiba dari luar arena Radiya membidikkan anak panahnya. Dia kemudian masuk ke gelanggang untuk menantang Arjuna adu ketangkasan memanah. Resi Krepa yang bertindak sebagai panitia mengajukan syarat, Radeya boleh bertanding dengan Arjuna asal bisa menyebutkan silsilah ksatrianya. Mendengar hal itu Radeya tertunduk membisu, menyadari dirinya hanyalah anak kusir. Kebanggaannya jatuh seketika.

Tak diduga Duryudana mendekati Radeya dan mengumumkan bahwa mulai hari ini Radeya diberi kedudukan sebagai penguasa Awangga, dengan pangkat Adipati. Maka jadilah dia seorang ksatria dengan nama Adipati Karna Basusena. Sekarang dia bisa bertanding dengan Arjuna. Konon pertandingan itu berlangsung ketat dan imbang. Sampai akhir acara tak bisa ditentukan siapa pemenangnya.

Peristiwa itu merupakan titik balik dalam kehidupan Karna, karena sejak itu dia berkedudukan sejajar dengan ksatria yang lain. Dan semua itu

Page 41: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 30 terjadi atas kemurahan hati Duryudana, pangeran dari keluarga Kurawa. Dia merasa berhutang budi dan bertekad akan mengabdikan diri kepada Duryudana. Bagi Duryudana bergabungnya Karna di pihaknya membuatnya percaya diri. Karena biasanya Kurawa selalu kalah prestasi dengan Pandawa. Kali ini mereka bisa menepuk dada karena mendapat dukungan ksatria yang sebanding dengan Pandawa. Mulai saat itu pula Karna mengabdi sebagai perwira Astina dan menjadi tulang punggung pasukan Kurawa.

Bratayuda (Baratayuda) ingadêgkên (diangkat sebagai) senapati (Senapati), ngalaga (berperang) ing (di) Korawa (Kurawa). Dalam Baratayuda diangkat sebagai Senapati, berperang di pihak Kurawa.

Ketika pecah perang Baratayuda, Karna diangkat sebagai Mahasenapati menggantikan Resi Drona yang gugur di hari kelima belas. Karna sendiri baru ikut serta dalam perang mulai hari kesebelas karena sampai hari kesepuluh dia dilarang ikut oleh Mahasenapati Bhisma. Hal itu akibat ulah Karna sendiri yang bermulut lancang kepada sang Bhisma.

Dèn (di) mungsuhkên (hadapkan sebagai musuh) kadange (saudara) pribadi (sendiri), aprang (berperang) tandhing (tanding) lan (dengan) Sang (sang) Dananjaya (Arjuna). Di hadapkan sebagai musuh dengan saudara sendiri, berperang tanding dengan Sang Arjuna.

Ketika menjadi Mahasenapati Karna harus berhadapan dengan saudaranya sendiri. Dia berhadapan dengan senapati Pandawa sang Arjuna atau dikenal juga dengan nama Dananjaya. Sebenarnya Arjuna bukan mahasenapati Pandawa, karena yang menjadi mahasenapati adalah Dresthadyumna. Namun keduanya berhadapan karena dalam peperangan senapati akan memilih lawan tanding yang sepadan keahliannya. Karena Karna ahli dalam memanah maka yang menjadi lawan dalam perang juga harus ahli memanah, dan orang itu adalah Arjuna. Dalam perang yang lain, misalnya Duryudana yang ahli bermain gada yang menghadapi juga ahli bermain gada, yakni Bima. Begitulah aturan perang zaman dahulu, tidak seperti kelakuan penjahat perang zaman sekarang yang beraninya cuma mengirim rudal jarak jauh.

Sri (Sri) Karna (Karna) suka (bersuka) manahe (hatinya), de (dene, karena) gonira (dirinya) pikantuk (mendapat), marga (jalan, kesempatan) dènnya (bagi dirinya) arsa (hendak) malês (membalas) sih- ira (kasih dari)

Page 42: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 31 Sang (Sang) Duryudana (Duryudana). Sri Karna bersuka hatinya, karena dirinya mendapat, kesempatan bagi dirinya hendak membalas kasih, dari Sang Duryudana.

Karna sangat bersuka cita dapat tampil dalam perang melawan Arjuna. Inilah kesempatan baginya untuk membayar lunas jasa-jasa dan belas kasih Duryudana. Hal itu dilakukan karena Karna tidak mau berhutang budi kepada Duryudana. Atas jasa Duryudana dia menjadi berderajat setara dengan ksatria lain. Atas jasa Duryudana pula dia menjadi seorang raja bawahan. Dan itu semua disadarinya tidak gratis. Maka dia harus membayarnya lunas di dunia ini.

Sebelum pecah perang Baratayuda, Kunthi yang kemudian mengetahui bahwa Karna adalah anaknya, datang menemui. Kunthi meminta baju perang yang dipakai Karna atas dasar permintaan seorang ibu. Karna dengan besar hati memberikannya sambil bercucuran air mata.

“Ibu datang kepadaku setelah bertahun-tahun menelantarkan. Ibu tidak datang kepadaku sebagai ibuku, tetapi sebagai ibu dari Pandawa yang takut anak-anaknya kalah dalam perang. Namun walau bagaimanapun anakmu ini menghadap kepadamu sebagai anak. Bawalah baju perangku ini, sebagai wujud darma seorang anak!”

Baju perang itu menyatu laksana kulit baginya. Karena menyerahkan baju perang itu setelah mengoyak dari tubuhnya. Kunthi menerima baju perang itu dengan perasaan luka. Untuk kedua kalinya dia berbuat aniaya terhadap anaknya sendiri. Sesungguhnya dia meminta baju perang itu demi para Pandawa. Dia tahu, Karna yang berbaju perang dewata takkan mempan oleh senjata apapun. Itu akan sangat merugikan para Pandawa. Di tempat itu pula Karna berjanji tidak akan membunuh Pandawa dalam perang Baratayuda. Kecuali dia minta ijin untuk membunuh Arjuna bila ada kesempatan. Kunthi berlalu dengan hati pedih. Hati Karna lebih pedih lagi.

Marmanta (karena itu) kalangkung (dengan sangat), dènnya (dirinya) ngêtog (mengeluarkan) kasudiran (seluruh kemampuan). Karena itu dengan sangat, dirinya mengeluarkan seluruh kemampuan.

Oleh karena itu Karna sangat bersemangat dalam perang. Dia mengeluarkan seluruh kemampuannya melawan Arjuna. Walau dia tahu bahwa Arjuna adalah adiknya sendiri dia sudah minta ijin kepada Kunthi

Page 43: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 32 untuk membunuhnya. Mengapa Karna tega berniat seperti itu, sementara kepada adik-adiknya yang lain tidak. Hal itu karena dia sudah bosan terus-menerus dibawah bayang-bayang Arjuna sebagai ahli memanah. Dia ingin membuktikan bahwa dia juga ahli memanah yang jempolan, tak kalah dari Arjuna.

Aprang (berperang) rame (dahsyat), Karna (Karna) mati (tewas) jinêmparing (terkena panah), sumbaga (termasyhur) wirotama (sebagai perwira utama). Berperang dengan dahsyat, Karna mati terkena panah, termasyhur sebagai perwira utama.

Keduanya adalah lawan yang sepadan, sehingga pertempuran keduanya berlangsung amat seru. Tetapi Karna mempunyai kelemahan yang fatal. Kusir Arjuna adalah Krisna, seorang ahli siasat perang. Dan kusir Karna adalah Prabu Salya, mertuanya sendiri yang juga merupakan uwak dari Arjuna. Namun letak fatalnya bukan itu, sejatinya Prabu Salya sangat mencintai para Pandawa dan agak kurang suka dengan Karna yang sering bersikap congkak. Dua orang mertua-menantu itu sering berselisih sehingga konsentrasi Karna selalu buyar. Misalnya ketika Karna sedang membidik Arjuna, Salya sengaja melewatkan roda kereta di kubangan agar bidikan Karna meleset. Karna sangat jengkel sehingga marah kepada sang mertua. Salya tidak terima diperlakukan Karna dengan kasar dan ngambek. Dia tidak mau mengangkat roda kereta dari kubangan.

Akhirnya Karna turun sendiri mengangkat roda kereta perangnya agar keluar dari kubangan. Namun di saat itulah panah Arjuna melesat menembus jantungnya. Karna gugur dalam perang. Walau kalah Karna mati dengan perasaan lega. Hutangnya pada Duryudana sudah lunas. Dia pun mati dengan tenang karena selama hidupnya di dunia telah menepati darma sebagai ksatria yang tidak takut mati, tidak pernah melawan perintah atasan dan tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri.

Demikianlah kisah Suryaputra raja muda dari negeri Awangga. Apa yang dapat kita teladani dari kisahnya adalah keteguhannya sebagai prajurit yang patuh pada perintah atasan, tidak takut dalam perang, bersikap ksatria dengan membalas budi baik Duryudana. Di tengah cemooh dia tetap melangkah dengan percaya diri dan tahu akan tugas kewajibannya. Selain itu kegigihannya dalam berlatih sehingga menjadi ksatria besar juga patut diteladani, apalagi dia melakukan itu dalam keterbatasan.

Page 44: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 33 Namun demikian tidak semua sikap Suryaputra ini patut ditiru. Dia terkenal akan sikap congkaknya jika berbicara. Banyak tokoh yang merasa sakit hati atas sikapnya itu. Resi Bhisma sampai tidak mengijinkan dia menjadi anggota pasukannya. Prabu Salya yang notabene mertuanya sendiri pun kurang suka dengn sikap Karna itu. Itu sebabnya Salya terkesan enggan ketika diminta menjadi kusir kereta perang Karna. Boleh jadi sikap Karna yang congkak itu akibat dari perlakuan tak baik yang kerap diterimanya ketika remaja. Ketika dia banyak diremehkan orang karena berasal dari keluarga jelata. Misalnya Drupadi pernah menolak Karna dalam syembara memanah di negeri Pancala dengan mengatakan, “Aku tak mau menjadi istri anak kusir!”

Begitulah manusia, tak ada yang sempurna, selalu ada kurang dan lebihnya. Kita ambil yang baik, kita buang yang buruk.

Page 45: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 34 Kajian Serat Tripama (7): Jangan Membuang Teladan

Pupuh 1, bait 7, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Tripama, karya Sri Mangkunegara IV

Katri môngka sudarsanèng Jawi, pantês sagung kang para prawira, amirita sakadare, ing lêlabuhanipun. Aywa kongsi buwang palupi, mênawa tibèng nistha, ina èsthinipun. Sanadyan tekading buta, tan prabeda budi panduming dumadi, marsudi ing kotaman.

Terjemahan dlam bahasa Indonesia:

Ketiganya sebagai teladan di Tanah Jawa, pantas semua para prajurit, mengikuti sekuatnya, pada jasa-jasanya. Jangan sampai membuang teladan, kalau terjatuh dalam kenistaan, hina sesungguhnya. Walaupun tekad seorang raksasa, tak ada beda dalam budi sebagai sesama makhluk, berupaya mencapai keutamaan.

Kajian per kata:

Katri (ketiga) môngka (minangka, sebagai) sudarsanèng (teladan di) Jawi (Tanah Jawa), pantês (pantas) sagung (semua) kang (yang) para (para) prawira (perwira), amirita (mengikuti, menuruti) sakadare (sekuatnya), ing (pada) lêlabuhanipun (jasa-jasanya). Ketiganya sebagai teladan di Tanah Jawa, pantas semua para prajurit, mengikuti sekuatnya, pada jasa-jasanya.

Ketiganya, tiga tokoh di atas, sebagai teladan di tanah Jawa. Pantas bagi semua perwira atau prajurit untuk mengikuti langkah-langkah tersebut

Page 46: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 35 sekuatnya. Berusaha mencontoh jasa-jasa mereka sesuai dengan kehidupan masa kini.

Aywa (jangan) kongsi (sampai) buwang (membuang) palupi (teladan), mênawa (kalau) tibèng (terjatuh) nistha (kenistaan), ina (hina) èsthinipun (angan-angannya). Jangan sampai membuang teladan, kalau terjatuh dalam kenistaan, hina sesungguhnya.

Jangan sampai membuang teladan baik, kalau jatuh dalam kenistaan, sangatlah hina angan-angan orang. Jika dalam hidup kita membuang teladan baik, kita sulit mendapatkan inspirasi dari para generasi terdahulu. Salah-salah malah kita terperosok mengikuti angan-angan yang belum tentu benar. Bisa-bisa kita terperosok dalam kehinaan. Sebagai penerus kita belum tentu sanggup mencari atau membuat teladan-teladan untuk anak cucu sebagaimana orang-orang terdahulu. Maka kalau ada teladan baik lestarikan dan sedapatnya kita terapkan dalam kehidupan.

Sanadyan (walaupun) tekading (tekad seorang) buta (raksasa), tan (tak) prabeda (ada beda) budi (dalam budi) panduming (sebagai sesama) dumadi (makhluk), marsudi (berupaya mencapai) ing kotaman (keutamaan). Walaupun tekad seorang raksasa, tak ada beda dalam budi sebagai sesama makhluk, berupaya mencapai keutamaan.

Seperti halnya tiga tokoh kita ini, masing-masing mempunyai kelemahan dalam hidupnya. Sumantri pernah berbuat dosa pada adiknya, Kumbakarna adalah raksasa yang sekian lama hidup bersama para durjana-angkara dan Adipati Karna selama hidupnya selalu terbuang dan dinistakan. Namun ketiganya bangkit dengan penuh perjuangan, menutupi kekurangan pada diri mereka sendiri, berbuat baik untuk menebus kekurangannya, sehingga hanya kebaikannya yang dikenang.

Tiga kisah itu memberi pelajaran kepada kita, bahwa dimanapun seseorang ditakdirkan hidup, selalu ada kesempatan untuk meraih keutamaan. Namun jelas bahwa keutamaan itu takkan mudah untuk digapai. Kita lihat bagaimana Sumantri harus bekerja keras untuk meraih kepercayaan rajanya. Lha wong ingatase baru melamar menjadi prajurit, kok sudah diberi tugas yang berat untuk memboyong putri dengan mengalahkan banyak raja. Itu berat! Hanya Sumantri yang kuat.

Page 47: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 36 Demikian juga bagi Kumbakarna, bisa dibayangkan sulitnya hidup dibawah kuasa sang kakak yang angkara murka dan pengecut seperti Rahwana. Namun jika kebanyakan raksasa lain memilih tunduk, Kumbakarna mengambil sikap anti mainstream. Kumbakarna selalu bisa bersikap tegas dan tidak ikut arus. Satu hal lagi, meski Kumbakarna sering berselisih dengan sang kakak dia tidak ditendang, karena dia memiliki kemampuan yang unggul sebagai prajurit.

Adipati Karna jelas sadar bahwa takdir tak berpihak padanya. Dia meraih setiap hasil dengan perngorbanan yang luar biasa. Untuk sekedar eksis sebagai ksatria dia harus berpihak pada Kurawa, yang jelas bahwa standar moralnya jauh dibawahnya. Kurawa adalah sekumpulan ksatria pengecut dan curang, sampai hati mereka mengkianati gelar kekesatriaannya demi kepentingan sesaat. Mereka juga menghalalkan segala cara dalam meraih kekuasaan. Peristiwa Bale Sigala-Gala, permainan dadu, penelanjangan Drupadi, sampai pembuangan Pandawa, itu semua menjadi bukti kebejatan moral Kurawa. Jika dibandingkan dengan sikap ksatria Karna, ibarat bumi dan langit. Dan sedihnya Karna harus hidup bersama mereka. Namun Karna ternyata mampu menemukan jalan keutamaan walau harus dibayar dengan nyawanya.

Para pembaca yang budiman, kita tutup kajian tematik tentang keteladanan prajurit ini dengan mengingat bahwa serat yang kita kaji adalah serat Tripama. Artinya, tri adalah tiga, karena yang dibahas tiga tokoh. Pama dari kata umpama, artinya perumpamaan atau mistal atau ibarat. Jadi penggubah serat ini tidak mengajak kita meneladani seseorang secara membabi-buta dan fanatik. Namun mengajarkan bahwa dari riwayat hidup dan perjuangan seseorang, entah itu di alam nyata atau sekedar cerita, ada ibarat-ibarat yang dapat kita ambil sebagai inspirasi. Itulah pesan dari Sri Mangkunegara IV dalam kitab ini.

Sekian kajian serat Tripama.

Page 48: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 37

SERAT WIRAWIYATA

Page 49: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 38

Page 50: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 39

KATA PENGANTAR

Serat Wirawiyata ditulis oleh Sri Mangkunagara IV pada tahun 1860, tujuh tahun setelah berkuasa. Sesuai namanya yang berasal dari wira artinya perwira dan wiyata yang artinya pengajaran, serat ini berisi ajaran kepada prajurit muda yang baru masuk dinas militer. Juga sebagian merupakan pedoman bagi komandan muda yang akan menjabat sebagai senapati.

Serat ini menekankan agar para prajurit melestarikan perjuangan yang telah dirintis oleh para pendahulu mereka, yakni pasukan Pangeran Adipati Mangkunagara I yang telah berhasil mendirikan negara Mangkunagaran dengan susah payah. Anjuran agar para prajurit menempuh jalan yang telah dilalui oleh para leluhur itu, melengkapi kemuliaan mereka dan melestarikan sifat-sifat baik bagi para prajurit. Semua itu agar negar yang mereka tempati sekarang, yang telah memberi kesejahteraan dapat terus bertahan sampai ke anak-cucu nanti. Jangan sampai kemuliaan mereka berhenti sampai di sini, maka upayakan kemuliaan baru untuk menyambung yang sudah ada. berbakti kepada negara dan patuh para perintah atasan serta raja.

Kepada para komandan muda juga diberikan pengarahan bagaimana mengelola pasukan. Sejak merekrut sampai menempatkan mereka dalam kesatuan. Setiap orang hendaknya ditempatkan sesuai bakat dan kondisi fisiknya agar diperoleh pasukan yang tangguh dan cakap bertempur. Juga anjuran untuk selalu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk keberlangsungan pasukan. Logistik, kesehatan, peralatan dan berbagai keahlian yang diperlukan jangan sampai tidak tersedia. Agar pasukan kuat dan andal, para komandan hendaknya memperhatikan hal itu.

Serat ini hampir senada dengan serat Nayakawara yang dikhususkan kepada para punggawa dan abdi dalem kerajaan. Namun serat ini ditulis lebih dahulu. Kedua serat tersebut berbicara tantang etos kerja para

Page 51: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 40 pegawai. Serat Wirawiyata ini memuat pesan untuk pegawai militer sedangkan Serat Nayakawara ditujukan kepada pegawai sipil.

Walau sudah berusia lebih dari 100 tahun, tampaknya masih banyak pesan-pesan yang relevan dan patut diamalkan untuk para pejabat di zaman sekarang. Tentu saja dengan sedikit penyesuaian. Sesuai dengan prinsip kajian sastra klasik, teladani yang baik, abaikan yang tak bermanfaat.

Page 52: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 41

PUPUH PERTAMA

S I N O M

Page 53: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 42

Page 54: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 43 Kajian Wirawiyata (1:1-3): Pambuka Pupuh 1, bait 1-3, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Wuryanta dènnya manitra, nujwari ing Wrahaspati, Kaliwon tanggal sapisan, sasi Saban wuku Wukir, Ehe sangkalèng warsi, murtyastha amulang sunu. Sung pariwara darma, Jêng Gusti Pangran Dipati, Arya Mangkunagara ingkang kaping pat. Hèh sagung pra siswaningwang, kang sami dadya prajurit, aja wiyang ing wardaya, rèhning wus sira lakoni, balik dipun nastiti, marang ing kawajibamu. Owêlên sariranta, rêksanên luhurmu sami, yèn kuciwa wèh alun alaning raga. Awit sira wus prasêtya, nalika jinunjung linggih, saguh nut anggêring praja, myang pakoning narapati, sinêksèn dèn èstrèni, mring para wira sawêgung. Upama sira cidra, nyirnakkên ajining dhiri, têmah nistha wèh wiranging yayah rena.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Mulai dia menulis, bertepatan dengan hari Kamis, Kliwon tanggal satu, bulan Sa’ban wuku Wukir,

Page 55: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 44

tahun Ehe sengkala dalam tahun, delapan orang pilihan mengajarkan pada anak. Yang memberi kabar kebaikan, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, Arya Mangkunagara yang keempat. Wahai segenap siswa-siswaku, yang menjadi prajurit, jangan loyo dalam hati, karena sdah engkau jalani, sebaliknya ditelateni, pada yang menjadi kewajibanmu. Sayangilah dirimu, jagalah kemuliaanmu semua, kalau kecewa akan memberi ombak keburukan bagi dirimu. Karena engkau sudah berjanji, ketika diangkat pada kedudukanmu, sanggup patuh pada peraturan negara, dan perintah raja, disaksikan dan diharidi, oleh para perwira semua. Andai engkau ingkar, menghilangkan harda diri, sehingga nista memberi malu pada ayah ibu.

Kajian per kata:

Wuryanta (mulai) dènnya (dia) manitra (menulis), nujwari (bertepatan hari) ing (pada) Wrahaspati (Kamis), Kaliwon (Kliwon) tanggal (tanggal) sapisan (pertama), sasi (bulan) Saban (Sya’ban) wuku (wuku) Wukir (wukir), Ehe (tahun Ehe) sangkalèng (sengkala dalam) warsi (tahun), murtyastha amulang sunu (delapan orang pilihan mengajarkan kepada anak = 1788). Mulai dia menulis, bertepatan dengan hari Kamis, Kliwon tanggal satu, bulan Sa’ban wuku Wukir, tahun Ehe sengkala dalam tahun, delapan orang pilihan mengajarkan pada anak.

Mulai ditulisnya serat Wirawiyata ini pada Kêmis Kliwon, 1 Saban 1788 AJ, bertepatan dengan Kamis, 23 Februari 1860 AD. Candra sengkala yang

Page 56: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 45 dipakai: murtyastha (88) amulang (7) sunu (1), artinya delapan orang pilihan mengajarkan kepada anak, bermakna tahun 1788 AJ. Kata dalam kurung menunjukkan angka yang ditunjukkan oleh kata-kata itu. Kata murtyastha dari kata murti artinya orang pilihan, yang dimaksud adalah brahmana (pendeta), dan kata astha artinya delapan.

Sung (yang memberi) pariwara (kabar) darma (kebaikan), Jêng (Kanjeng) Gusti (gusti) Pangran (Pangeran) Dipati (Adipati), Arya (Arya) Mangkunagara (Mangkunagara) ingkang (yang) kaping pat (keempat). Yang memberi kabar kebaikan, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, Arya Mangkunagara yang keempat.

Yang memberi kabar kebaikan maksudnya yang menulis serat ini, adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, Arya Mangkunagara IV. Penguasa praja Mangkunagaran yang berkuasa tahun 1853-1881 AD.

Hèh (hai) sagung (segenap) pra (pra) siswaningwang (siswa-siswaku), kang (yang) sami (sama-sama) dadya (menjadi) prajurit (prajurit), aja (jangan) wiyang (loyo, kurang semangat) ing (dalam) wardaya (hati), rèhning (karena) wus (sudah) sira (engkau) lakoni (jalani), balik (sebaliknya) dipun (di) nastiti (telateni), marang (pada) ing (di) kawajibamu (kewajibanmu). Wahai segenap siswa-siswaku, yang menjadi prajurit, jangan loyo dalam hati, karena sdah engkau jalani, sebaliknya ditelateni, pada yang menjadi kewajibanmu.

Wiyang artinya loyo, kurang bersemangat, ogah-ogahan. Jika menjadi prajurit janganlah seperti itu. Yang semangat dong! Yang telaten, artinya dilakukan dengan sabar tanpa berkurang semangatnya. Telaten bisa diartikan tetap menjaga ritme kerja dengan stabil. Tidak naik-turun semangatnya. Karena prajurit mempunyai kewajiban yang sudah ditetapkan baginya. Dan semua kewajiban itu memerlukan semangat yang tinggi.

Dalam bait ini Sri Mangkunagara IV menyapa para prajurit dengan sebutan siswaningwang, (siswaku). Hal itu karena memang Sri MN IV pernah menjadi instruktur dan prajurir senior di kesatuan Legiun Mangkunagaran. Beliau mengikuti pendidikan keprajuritan sejak muda sampai menjadi perwira. Beberapa tugas penting pernah beliau emban, antara lain ikut perang Jawa melawan pasukan Dipanegara. Maka sah saja kalau beliau memanggil para prajurit muda dengan sebutan siswa-siswaku.

Page 57: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 46 Owêlên (sayangilah) sariranta (dirimu), rêksanên (jagalah) luhurmu (kemuliaanmu) sami (semua), yèn (kalau) kuciwa (kecewa) wèh (memberi) alun (ombak) alaning (keburukan) raga (diri). Sayangilah dirimu, jagalah kemuliaanmu semua, kalau kecewa akan memberi ombak keburukan bagi dirimu.

Menjadi prajurit harus patuh dan tunduk kepada atasan dengan sepenuh hati. Darma seorang prajurit adalah memegang teguh nilai-nilai keperwiraan. Jangan sampai menjalankan tugas sebagai prajurit dengan rasa yang berat karena akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik baik bagi diri sendiri. Maka sayangilah dirimu dengan tetap memegang teguh sumpah seorang perwira. Kalau memendam kekecewaan atau berat hati, hal itu akan merusak diri sendiri, mendatangkan keburukan yang bertubi-tubi laksana ombak keburukan yang bergulung-gulung menerpa diri. Weh alun alaning raga.

Awit (karena) sira (engkau) wus (sudah) prasêtya (berjanji), nalika (ketika) jinunjung (diangkat) linggih (pada kedudukan), saguh (sanggup) nut (patuh) anggêring (peraturan) praja (negara), myang (dan) pakoning (perintah) narapati (raja), sinêksèn (disaksikan) dèn (di) èstrèni (dihadiri), mring (oleh) para (para) wira (perwira) sawêgung (semua). Karena engkau sudah berjanji, ketika diangkat pada kedudukanmu, sanggup patuh pada peraturan negara, dan perintah raja, disaksikan dan diharidi, oleh para perwira semua.

Karena engkau sudah bersumpah untuk patuh pada aturan dan perintah raja dengan disaksikan dan dihadiri oleh segenap para perwira semua. Pada saat lulus seleksi kemudian mengikuti pelatihan dan kemudian ditempatkan dalam kesatuan, engkau sudah ditanting, sudah diberikan waktu untuk berpikir akan tugas dan tanggung jawab dan engkau telah berjanji untuk memenuhinya. Sumpahmu sebagai prajurit kemudian diambil dihadapan semua perwira dan pembesar negara. Jadi patuhilah sumpah itu dengan sepenuh hati.

Upama (andai) sira (engkau) cidra (ingkar), nyirnakkên (menghilangkan) ajining (harga) dhiri (diri), têmah (sehingga) nistha (nista) wèh (memberi) wiranging (malu pada) yayah (ayah) rena (ibu). Andai engkau ingkar, menghilangkan harga diri, sehingga nista memberi malu pada ayah ibu.

Page 58: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 47 Jika engkau ingkar dari sumpah dan janjimu itu, maka habislah harga dirimu. Keperwiraanmu hilang dan bagi seorang prajurit itu adalah kehilangan terbesar. Lebih baik kehilangan nyawa daripada mengingkari keperwiraanmu. Karena jika demikian engkau tidak saja menghinakan dirimu sendiri, tetapi juga ayah-ibumu. Juga membuat malu saudara-saudaramu, teman-teman dan orang-orang terdekatmu. Rentetan keburukan akan menimpamu dan keluargamu jika engkau sampai mengingkari sumpah prajurit. Seperti yang disinggung dalam gatra sebelumnya, akan tertimpa keburukan yang datang seperti ombak, bergulung-gulung.

Page 59: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 48 Kajian Wirawiyata (1:4-5): Luwih Becik Laksitarja Pupuh 1, bait 4-5, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Ywa sira duwe pangira, lamun wong dadi prajurit, karyane abot priyôngga, wruhanta sagung pakarti, kabèh dunya puniki, tan ana prabedanipun. Kang dagang nèng lautan, miwah ingkang among tani, sumawana kang suwita ing narendra. Myang kang tapa jroning guwa, kang manusup ing asêpi, lakone padha kewala. Awit iku dadi margi, mrih katêkaning kapti, sapangkate pandumipun. Nanging sarananira, mantêp têmên lan tabêri, samêktane ingaranan laksitarja.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia;

Jangan engkau mempunyai anggapan, kalau menjadi prajurit, pekerjaannya paling berat, ketahuilah semua pekerjaan, yang ada di dunia ini, tak ada perbedaannya. Yang dagang di lautan, serta yang menjadi petani, dan juga yang mengabdi pada raja. Dan yang bertapa di dalam gua, yang menyusup ke tempat sepi, pengalamannya sama saja. Karena itu menjadi jalan,

Page 60: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 49

agar tercapainya keinginan, sesuai pangkat yang diperoleh. Namun sarananya, mantap dan sungguh-sungguh serta rajin, kesiapannya disebut laku yang baik.

Kajian per kata:

Ywa (jangan) sira (engkau) duwe (punya) pangira (anggapan), lamun (kalau) wong (orang) dadi (menjadi) prajurit (prajurit), karyane (pekerjaannya) abot (berat) priyôngga (sendiri), wruhanta (ketahuilah) sagung (semua) pakarti (pekerjaan), kabèh (semua) dunya (dunia) puniki (ini), tan (tak) ana (ada) prabedanipun (perbedaannya). Jangan engkau mempunyai anggapan, kalau menjadi prajurit, pekerjaannya paling berat, ketahuilah semua pekerjaan, yang ada di dunia ini, tak ada perbedaannya.

Jangan mempunyai anggapan kalau menjadi prajurit itu pekerjaan yang paling berat. Apalagi kalau kemudian meremehkan pekerjaan lain. Atau kemudian besikap sombong dan berhak mengklaim sebagai yang paling berjasa untuk negara. Semua pekerjaan di dunia ini sama, masing-masing pekerjaan itu berat. Tidak ada satu pekerjaan lebih enak atau lebih berat dibanding pekerjaan lain. Tinggal engkau saja yang menjalani bagaimana. Jika dijalani dengan semangat dan senang hati tentu akan ringan. Sebaliknya jika dilakukan dengan berat hati dan memendam kecewa tentu pekerjaan apapun akan terasa berat.

Kang (yang) dagang (dagang) nèng (di) lautan (lautan), miwah (serta) ingkang (yang) among tani (menjadi petani), sumawana (dan juga) kang (yang) suwita (mengabdi) ing (pada) narendra (raja). Yang dagang di lautan, serta yang menjadi petani, dan juga yang mengabdi pada raja.

Orang yang berdagang dengan pergi berlayar menyeberangi lautan pun juga berat. Sewaktu-waktu kapalnya bisa karam. Nyawa pun menjadi taruhan. Belum kalau kemudian bertemu perompak, harta nyawa hilang percuma. Juga kalau perniagaannya merugi karena berbagai sebab. Semua ada resiko yang berat juga.

Bahkan menjadi petani yang kelihatan adem-ayem pun juga berat. Pagi-pagi bersaing bangun pagi dengan ayam berkokok. Menyiapkan tanaman,

Page 61: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 50 membajak, menyemai, merawat dan memelihara sampai panen. Sudah begitu hasilnya tak seberapa. Itu juga kadang tanaman diserang hama. Sedih dan lemah tak berdaya.

Yang mengabdi kepada raja pun sulit. Siang malam harus bersiap sedia menerima perintah. Meninggalkan keluarga demi tugas. Kadang sampai tak sempat istirahat karena banyaknya pekerjaan. Kalau tak berkenan yang dilayani bisa marah dan memberi hukuman. Kalau raja terancam harus menjadi tameng pelindung. Itu semua berat juga.

Myang (dan) kang (yang) tapa (bertapa) jroning (di dalam) guwa (gua), kang (yang) manusup (menyusup) ing (dalam) asêpi (tempat sepi), lakone (pengalamannya) padha (sama) kewala (saja). Dan yang bertapa di dalam gua, yang menyusup ke tempat sepi, pengalamannya sama saja.

Juga yang bertapa di tengah hutan di dalam gua-gua, menyusup ke alam sepi. Mereka pun mempunyai rasa berat yang sama. Rasa jenuh karena sendirian, rasa lapar dan dahaga, ada banyak hewan liar yang siap menerkam. Semua itu juga berat.

Awit (karena) iku (itu) dadi (menjadi) margi (jalan), mrih (agar) katêkaning (tercapainya) kapti (keinginan), sapangkate (sesuai pangkat) pandumipun (yang diperoleh). Karena itu menjadi jalan, agar tercapainya keinginan, sesuai pangkat yang diperoleh.

Karena semua pekerjaan itu menjadi jalan kemuliaan bagi masing-masing orang, maka upaya menempuhnya pun berat. Pedagang yang jujur adalah orang mulia, maka jalan hidup menjadi pedagang yang jujur juga berat. Petani yang tekun dan sabar adalah orang mulia, maka menjadi petani yang demikian pun berat. Menjadi abdi raja yang patuh dan setia itu juga pekerjaan mulia, maka menjalaninya juga berat. Sesuatu yang mulia pastilah akan panjang jalannya, berat cobaannya dan sulit dicapainya. Itu berlaku untuk semua pekerjaan baik yang ada di dunia ini.

Nanging (namun) sarananira (sarananya), mantêp (mantap) têmên (sungguh-sungguh) lan (dan) tabêri (rajin), samêktane (kesiapannya) ingaranan (disebut) laksitarja (laku yang baik). Namun sarananya, mantap dan sungguh-sungguh serta rajin, kesiapannya disebut laku yang baik.

Page 62: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 51 Maka sesudah yang demikian kau ketahui, mantaplah dan rajinlah engkau dalam menjalani pekerjaanmu. Persiapkan dirimu dengan sungguh-sungguh. Inilah yang disebut laku yang baik atau laksitarja.

Page 63: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 52 Kajian Wirawiyata (1:6-7): Sakeh Panggawe Becik Iku Panembah Pupuh 1, bait 6-7, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Lawan sira sumurupa, kang kalêbu pangabêkti, nora sêmbahyang kewala. Kang dadi parênging Widhi, sakèh panggawe bêcik, kang mantêp suci ing kalbu, uga dadi panêmbah. Yèn katrima iku sami, sinung rahmat samurwate badanira. Lamun tan mawa sarana, paran katêkaning kapti, lir bêdhag tanpa wisaya. Sayêktinira Hyang Widhi, tan karsa mitulungi, marang wong kang datan laku. Nir ngamal myang panêmbah, kumudu dipun turuti, ngêndi ana Gusti rinèh ing kawula.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Dan engkau ketahuilah, yang termasuk ibadah, bukan sembahyang saja. Yang menjadi kehendak Tuhan, semua perbuatan baik, yang mantap suci dalam hati, juga menjadi ibadah. Kalau diridhai itu sama-sama, mengandung rahmat sepantasnya bagi dirimu. Kalau tak memakai sarana, tempat tercapainya kehendak, seperti berburu tanpa alat.

Page 64: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 53

Sebenarnya Tuhan Yang Maha Benar, tak mau menolong, kepada orang yang tidak mengamalkan. Tanpa beramal dan ibadah, mengharuskan dituruti, mana ada Tuhan diatur oleh hambanya.

Kajian per kata:

Lawan (dan) sira (engkau) sumurupa (ketahuilah), kang (yang) kalêbu (termasuk) pangabêkti (ibadah, penyembahan), nora (bukan) sêmbahyang (sembahyang) kewala (saja). Dan engkau ketahuilah, yang termasuk ibadah, bukan sembahyang saja.

Bukan saja seluruh pekerjaan itu berat, tetapi juga bisa membuat mulia pelakunya. Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan baik akan menjadi sarana bagi pelakunya untuk berbakti kepada Tuhan, juga bisa menjadi sarana pengabdian. Jadi yang disebut pengabdian bukan saja ada dalam sembahyang. Seseorang yang menjalani kehidupan dengan baik berarti dia telah beribadah kepada Tuhan.

Kang (yang) dadi (menjadi) parênging (kehendak) Widhi (Tuhan), sakèh (semua) panggawe (perbuatan) bêcik (baik), kang (yang) mantêp (mantap) suci (suci) ing (dalam) kalbu (hati), uga (juga) dadi (jadi) panêmbah (ibadah). Yang menjadi kehendak Tuhan, semua perbuatan baik, yang mantap suci dalam hati, juga menjadi ibadah.

Semua pekerjaan yang dikehendaki Tuhan, artinya diridhai, maka semua itu menjadi perbuatan baik. Dan setiap perbuatan baik akan menjadi ibadah. Pelakunya mendapat pahala. Karena apa? Karena lawan dari perbuatan baik pasti perbuatan jahat, dan jika seseorang terhindar dari yang jahat maka dia telah melakukan kebaikan. Pantas baginya mendapat pahala. Misalnya bekerja apapun yang halal itu ibadah, sebab jika tidak bekerja dia akan menjadi peminta-minta, yang jelas merupakan perbuatan hina. Dengan bekerja dia terhindar dari kehinaan, maka baginya adalah pahala di akhirat, selain rezeki yang diperolehnya.

Oleh sebab itu dalam pekerjaan apapun lakukan dengan hati yang mantap. Agar selain karirnya bagus, rezeki lancar, kebutuhan terpenuhi, juga masih mendapat bonus berupa pahala di akhirat. Pekerjaannya bernilai ibadah.

Page 65: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 54 Yèn (kalau) katrima (diridhai) iku (itu) sami (sama-sama), sinung (mengandung) rahmat (rahmat) samurwate (sepantasnya) badanira (bagi dirimu). Kalau diridhai itu sama-sama, mengandung rahmat sepantasnya bagi dirimu.

Kalau apa yang dilakukan itu diterima Tuhan, diridhai maka akan turunlah rahmat Allah kepadanya, sesuai dengan usaha yang dia lakukan. Dalam hasil kerja yang diterima terdapat barakah dan rahmat Allah. Apa yang dihasilkan akan memberi manfaat maksimal kepadanya. Barakah artinya berdaya guna maksimal. Rezeki yang barokah itu walau sedikit tapi mampu mencukupi semua kebutuhan. Sebaliknya jika pekerjaannya menjadi sumber dosa baginya maka hasilnya tak barokah. Walau kelihatan banyak tapi tidak karuan kemanfaatannya.

Lamun (kalau) tan (tak) mawa (memakai) sarana (sarana), paran (tempat) katêkaning (tercapainya) kapti (kehendak), lir (seperti) bêdhag (berburu) tanpa (tanpa) wisaya (alat). Kalau tak memakai sarana, tempat tercapainya kehendak, seperti berburu tanpa alat.

Semua pekerjaan tadi adalah sarana mencapai kehendak. Apapun itu bila dikerjakan dengan sungguh-sungguh akan menjadi jalan bagi dirinya dalam mendekat kepada Tuhan. Tidak soal pekerjaan yang dia tekuni, asalkan itu pekerjaan halal maka akan menjadi sarana menuju kebaikan. Karena kebaikan bukanlah sesuatu di ruang kosong, seseorng disebut baik dilihat dari apa yang dikerjakan dalam hidupnya. Bila tidak ada pekerjaan maka akan sulitlah dia berbuat baik. Ibaratnya seorang pemburu, apabila dia berburu tanpa memakai alat maka sulitlah mendapat hewan buruan. Alat itu bisa bermacam bentuk; ada panah, jerat, perangkap, getah yang lengket, jaring, dan sebagainya. Semua alat itu menjadi sarana bagi tertangkapnya hewan buruan. Seperti itulah perumpamaannya.

Sayêktinira (sebenarnya) Hyang (Tuhan) Widhi (Yang Maha Benar), tan (tak) karsa (mau) mitulungi (menolong), marang (kepada) wong (orang) kang (yang) datan (tidak) laku (mengamalkan). Sebenarnya Tuhan Yang Maha Benar, tak mau menolong, kepada orang yang tidak mengamalkan.

Karena sesungguhnya Tuhan tidak akan memberi pertolongan kepada orang yang tidak melakukan amalan apapun. Dia tidak akan mendahului memberi sebelum ada kesungguhan dalam perbuatan manusia. Oleh sebab itu yang paling penting adalah melakukan sesuatu dengan sungguh-

Page 66: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 55 sungguh. Apapun itu akan menjadi sarana datangnya pertolongan Tuhan baginya. Akan menjadi sarana baginya untuk mendapat ridha Tuhan. Akan menjadi sarana baginya untuk mendapat pahala.

Nir (tanpa) ngamal (beramal) myang (dan) panêmbah (ibadah), kumudu (mengharuskan) dipun (di) turuti (turuti), ngêndi (mana) ana (ada) Gusti (Tuhan) rinèh (diatur) ing (oleh) kawula (hambanya). Tanpa beramal dan ibadah, mengharuskan dituruti, mana ada Tuhan diatur oleh hambanya.

Tanpa melakukan amal perbuatan dan ibadah, kemudian mengharuskan keinginannya dikabulkan itu tak mungkin terjadi. Mana ada Tuhan kok diatur oleh makhluknya. Sedangkan bagi yang telah melakukan amal perbuatan pun dia masih harus membersihkan niat agar perbuatannya diterima. Tentu tak masuk akal jika seseorang tak pernah melakukan kebaikan mengharap pahala.

Page 67: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 56 Kajian Wirawiyata (1:8-9): Brekah Saka Wong Tuwa Pupuh 1, bait 8-9, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Kang mangkono andupara, lamun jinurung ing kapti, malah nandhang duka cipta, kasiku angrèh Hyang Widhi. Marmanta sira sami, aja kasusu panggayuh, manawa durung ngrasa, duwe ngamal kang nglabêti, bêcik sira angona lakuning praja. Dene sira iku agya, antuk kawiryawan mangkin, yêktine katut prabawa, saking lêluhurmu sami. Nguni wus potang sakit, dadya ing kapenakipun, tumiba marang sira. Marma dèn sukur ing Widhi, tarimanên brêkahe wong tuwanira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yang demikian itu mustahil, kalau dituruti dalam keinginannya, malah mengalami kesedihan, dihukum karena memerintah Tuhan. Oleh karena itu engkau semua, jangan tergesa-gesa mencapai (keinginan), kalau belum merasa, mempunyai amal yang merupakan jasa, lebih baik engkau memakai tata aturan negara. Adapun bika sekarang engkau segera, mendapat pangkat keperwiraan, sesungguhnya hanya terbawa wibawa, dari leluhurmu semua.

Page 68: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 57

Ketika dahulu sudah mempunyai piutang bersakit-sakit, sehinnga ketika mendapat kesenangan, jatuh kepadamu. Karenanya bersyukurlah kepada Tuhan Yang Maha Benar, mendapat berkah dari orang tuamu.

Kajian per kata:

Kang (yang) mangkono (demikian itu) andupara (mustahil), lamun (kalau) jinurung (dituruti) ing (dalamn) kapti (keinginan), malah (malah) nandhang (mengalami) duka cipta (kesedihan), kasiku (dihukum) angrèh (memerintah) Hyang (Tuhan) Widhi (Yang Maha Benar). Yang demikian itu mustahil, kalau dituruti dalam keinginannya, malah mengalami kesedihan, dihukum karena memerintah Tuhan.

Orang yang mendapat anugrah tanpa berusaha itu mustahil. Kalaupun ada yang bermaksud demikian itu maka justru mendatangkan kesedihan baginya. Dia akan dihukumi sebagi memerintah kepada Tuhan. Dia akan dikenal sebagai tak tahu tatakrama kepada Tuhan. Dia tak menghargai Tuhan sebagai sesembahan. Dia telah meremehkan Tuhan dengan menjadikannya pemuas hawa nafsunya.

Marmanta (oleh karena) sira (engkau) sami (semua), aja (jangan) kasusu (tergesa-gesa) panggayuh (mencapai), manawa (kalau) durung (belum) ngrasa (merasa), duwe (mempunyai) ngamal (amal) kang (yang) nglabêti (merupakan jasa), bêcik (lebih baik) sira (engkau) angona (memakai) lakuning (tata aturan) praja (negara). Oleh karena itu engkau semua, jangan tergesa-gesa mencapai (keinginan), kalau belum merasa, mempunyai amal yang merupakan jasa, lebih baik engkau memakai tata aturan negara.

Oleh karena itu, dalam perbuatan sehari-hari berlakulah demikian. Misalnya, engkau sekarang sebagai prajurit, jika belum mempunyai amal dan jasa jangan sampai tergesa-gesa ingin mendapat anugrah dari raja. Lebih baik memakai aturan yang berlaku sesuai aturan negara dengan sungguh-sungguh. Kelak bila baktimu diterima anugrah akan menyertai ke manapun engkau ditempatkan.

Page 69: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 58 Dene (adapun) sira (engkau) iku (itu) agya (segera), antuk (mendapat) kawiryawan (pangkat keperwiraan) mangkin (sekarang), yêktine (sesungguhnya) katut (terbawa) prabawa (wibawa), saking (dari) lêluhurmu (leluhurmu) sami (semua). Adapun bika sekarang engkau segera, mendapat pangkat keperwiraan, sesungguhnya hanya terbawa wibawa, dari leluhurmu semua.

Kalaupun sekarang engkau seolah segera mendapat pangkat keperwiraan yang tinggi, tanpa berjuang lebih dahulu maka sesungguhnya engkau hanya terbawa oleh apa yang dilakukan oleh para leluhurmu. Engkau hanya menuai hasil yang telah dirintis para pendahulu kita. Engkau menempati tempat yang mereka sediakan dengan susah payah. Ibarat seperti nglungguhi klasa gumelar, tinggal duduk di tikar yang dibentangkan orang lain.

Nguni (ketika dahulu) wus (sudah) potang (mempunyai piutang) sakit (bersakit-sakit, menderita), dadya (sehingga) ing (dalam) kapenakipun (mendapat senang), tumiba (jatuh) marang (kepada) sira (kamu). Ketika dahulu sudah mempunyai piutang bersakit-sakit, sehinnga ketika mendapat kesenangan, jatuh kepadamu.

Para leluhur itu ketika dahulu sudah mempunyai piutang bersakit-sakit, sehingga ketika tiba saat untuk menikmatinya maka anak cucunya yang menemukan. Giliran mendapat kenikmatan jatuh kepadamu, kalian semua.

Perumpamaan seperti seorang tua yang menanam pohon jati. Pohon itu baru akan menghasilkan kayu untuk bahan bangunan setelah berumur puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Maka setiap orang yang bersusah payah menanam pohon jati yang akan mendapat hasil adalah anak cucunya.

Marma (karena itu) dèn (di) sukur (syukur) ing (pada) Widhi (Tuhan Yang Maha Benar), tarimanên (terimalah) brêkahe (berkah dari) wong (orang) tuwanira (tuamu). Karenanya bersyukurlah kepada Tuhan Yang Maha Benar, mendapat berkah dari orang tuamu.

Segala apapun yang kau terima adalah hasil jerih payah dari para leluhurmu. Mereka yang telah berjuang hingga bediri sebuah negara yang dapat menjadi tempat berlindung bagimu. Syukurilah kepada Tuhan karena mendapat berkah dan anugrah dari perbuatan orang tuanmu.

Page 70: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 59 Kajian Wirawiyata (1:10-11): Nuladha Gusti Mangkunagara I Pupuh 1, bait 10-11, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Jêr janma kang wus minulya, lir wadhahe lênga wangi, upamane winantonan, gandane saya mênuhi, nadyan ngisenan warih, tabêting we maksih arum. Kang môngka sudarsana, Jêng Gusti Pangran Dipati, Arya Mangkunagara ingkang kapisan. Duk bêbadhe murwèng yuda, nèng alas limalas warsi, sèwu lara sèwu papa, ngupaya mulyaning dhiri. Antuk pitulung Widhi, katutugan karsanipun, mukti sawadyanira, tumêrah dalah samangkin, buyut canggah kasrambah milu wibawa.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Karena manusia yang sudah mulia, seperti botol minyak wangi, umpama diganti isinya, wanginya semakin semerbak. Walau hanya diisi air, sisa-sisa wanginya masih membekas pada air itu. Yang sebagai contoh, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, Arya Mangkunagara yang pertama. Ketika akan memulai perang, di hutan lema belas tahun, seribu sakit seribu derita, mencari kemuliaan diri.

Page 71: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 60

Mendapat pertolongan Tuhan Yang Maha Benar, tercapai kehendaknya, kecukupan bersama balatentaranya, berkembang sampai sekarang, buyut canggah tercakup ikut hidup mulia.

Kajian per kata:

Jêr (karena) janma (manusia) kang (yang) wus (sudah) minulya (mulia), lir (seperti) wadhahe (botol) lênga (minyak) wangi (wangi), upamane (seumpama) winantonan (digantikan), gandane (baunya) saya (semakin) mênuhi (memenuhi, semerbak). Karena manusia yang sudah mulia, seperti botol minyak wangi, umpama diganti isinya semakin semerbak.

Manusia yang mulia itu ibarat botol minyak wangi. Kalau sebuah botol minyak wangi yang sudah kosong diisi minyak wangi lagi, maka wanginya akan menjadi-jadi karena bekas wangi dari minyak terdahulu masih menempel di botol.

Nadyan (walau) ngisenan (diisi) warih (air), tabêting (sisa-sianya) we (air) maksih (masih) arum (wangi). Walau hanya diisi air, sisa-sisa wanginya masih membekas pada air itu.

Bahkan andai diisi dengan air pun akan terasa sisa-sisa wanginya. Sisa wanginya akan larut dalam air, dan airnya menyisakan bau wangi.

Kang (yang) môngka (sebagai) sudarsana (contoh), Jêng (Kanjeng) Gusti (Gusti) Pangran (Pangeran) Dipati (Adipati), Arya (Arya) Mangkunagara (Mangkunagara) ingkang (yang) kapisan (pertama). Yang sebagai contoh, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, Arya Mangkunagara yang pertama.

Sebagai contoh apa yang dilakukan oleh KGPAA Mangkunagara I. Beliau ibarat botol minyak wangi tadi. Namanya masih harum wangi terasa sampai beberapa generasi keturunannya. Dan itu akibat dari perjuangannya dalam hidupnya dahulu, yang telah berusaha keras selalu menapak jalan keutamaan.

Duk (ketika) bêbadhe (akan) murwèng (memulai) yuda (perang), nèng (di) alas (hutan) limalas (lima belas) warsi (tahun), sèwu (seribu) lara (sakit) sèwu (seribu) papa (derita), ngupaya (mencari) mulyaning

Page 72: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 61 (kemuliaan) dhiri (diri). Ketika akan memulai perang, di hutan lima belas tahun, seribu sakit seribu derita, mencari kemuliaan diri.

Ketika akan memulai perang, beliau rela menyusup ke hutan-hutan. Hidup susah dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Semua itu demi memperjuangkan cita-citanya membentuk kerajaan sendiri. Ibarat mengalami seribu sakit, seribu derita dalam upaya mencari kemuliaan diri.

Antuk (mendapat) pitulung (pertolongan) Widhi (Tuhan), katutugan (tercapai) karsanipun (kehendaknya), mukti (kecukupan) sawadyanira (bersama balatentaranya), tumêrah (berkembang) dalah (bersama-sama) samangkin (sampai sekarang), buyut (buyut) canggah (canggah) kasrambah (tercakup) milu (ikut) wibawa (mulia, punya posisi, punya pengaruh). Mendapat pertolongan Tuhan Yang Maha Benar, tercapai kehendaknya, kecukupan bersama balatentaranya, berkembang sampai sekarang, buyut canggah tercakup ikut hidup mulia.

Setelah perjuangan yang panjang, beliau mendapat pertolongan Tuhan. Apa yang dicita-citakan tercapai. Beliau dapat hidup mulia berkecukupan bersama seluruh punggawa dan balatentaranya. Namanya harum dan disegani oleh kawan dan lawan. Negaranya berkembang sampai sekarang. Memberi kepada anak-cucu, buyut-canggah dengan kehidupan yang mulia.

Page 73: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 62 Kajian Wirawiyata (1:12-13): Kadya Lenga Wangi Arume Tansah Gumanti Pupuh 1, bait 12-13, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Iku ta kayêktènira, pralambanging lênga wangi. Upamane duk samana, tan antuk pitulung Widhi, praptane zaman iki, tan ana caritanipun. Marma dèn èngêt sira, aja ngaku angêngkoki, mung ngrasaa lamun anêmpil wibawa. Mangkana gya winantonan, marang kang jumênêng malih, Jêng Gusti Pangran Dipatya, Mangkunagara ping kalih, pinèt sraya mring Enggris, amukul nagri Matarum, sabêdhahe kang praja, ginanjar sèwu kang bumi, dadi têtêp lênggah limang èwu karya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Itulah kenyataannya, dari perumpamaan minyak wangi tadi. Seumpama ketika waktu itu, tak mendapat pertolongan Tuhan, sampai zaman ini, tak ada ceritanya. Maka ingatlah engkau, jangan mengaku melakukan sendiri, hanya selalu merasalah kalau ikut menikmati kemuliaan. Demikian pula ketika segera berganti, kepada yang berdiri lagi sebagai, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati,

Page 74: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 63

Mangkunagara II. Disuruh oleh Inggris, menyerang negeri Mataram, setelah takluk negeri itu, diberi hadiah seribu tanah, menjadi tetap tanah lungguhnya lima ribu karya.

Kajian per kata:

Iku ta (itulah) kayêktènira (kenyataannya, sebenarnya), pralambanging (perumpamaan dari) lênga (minyak) wangi (wangi). Itulah kenyataannya, dari perumpamaan minyak wangi tadi.

Dalam kehidupan nyata riwayat kehidupan KGPAA Mangkunagara I adalah wujud nyata dari perumpamaan minyak wangi tadi.

Upamane (seumpama) duk (ketika) samana (waktu itu), tan (tak) antuk (mendapat) pitulung (pertolongan) Widhi (Tuhan), praptane (sampai) zaman (zaman) iki (ini), tan (tak) ana (ada) caritanipun (ceritanya). Seumpama ketika waktu itu, tak mendapat pertolongan Tuhan, sampai zaman ini, tak ada ceritanya.

Kalau saja Mangkunagara I tidak berupaya keras meraih kemuliaan, dan atas pertolongan Tuhan kemudian beliau berhasil, maka sampai zaman ini takkan ada cerita tentang beliau. Namun karena beliau sudah berupaya dengan sungguh-sungguh dan membuahkan hasil, namanya tetap dikenang sampai sekarang. Beliau seperti minyak wangi pertama dalam wadah botol. Ketika minyak itu habis dan botol diisi air pun aromanya tetap wangi.

Marma (maka dari itu) dèn èngêt (ingatlah) sira (engkau), aja (jangan) ngaku (mengaku) angêngkoki (melakukan sendiri), mung (hanya) ngrasaa (merasalah) lamun (kalau) anêmpil (ikut menikmati) wibawa (kemuliaan). Maka ingatlah engkau, jangan mengaku melakukan sendiri, hanya selalu merasalah kalau ikut menikmati kemuliaan.

Engkau ini ibaratnya hanya air pengisi botol itu. Wangimu bukan dari baumu sendiri. Sadarilah itu. Jangan sekali-kali mengaku melakukan kemuliaan sendiri. Itu klaim terlalu berat. Yang kau lakukan tak seberapa. Kalau engkau sekarang kelihatan berhasil itu karena sudah ada yang

Page 75: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 64 membuka jalan terlebih dahulu. Engkau hanya ikut menikmati dari apa yang sudah orang-orang terdahulu kerjakan.

Mangkana (demikian pula) gya (segera) winantonan (berganti), marang (kepada) kang (yang) jumênêng (berdiri) malih (lagi), Jêng (Kanjeng) Gusti (Gusti) Pangran (Pangeran) Dipatya (adipati), Mangkunagara (Mangkunagara) ping kalih (kedua). Demikian pula ketika segera berganti, kepada yang berdiri lagi sebagai, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, Mangkunagara II.

Demikian pula ketika pimpinan berganti kepada yang berdiri sebagai raja selanjutnya, yakni KGPA Mangkunagara II. Ini bukan air yang mengisi botol minyak wangi lama, tetapi minyak wangi yang mengisi botol lama, sehingga wanginya semakin semerbak. Hal itu karena sang pengganti sama-sama berupaya keras seperti pendahulunya. Sebagai contoh beliau tetap bisa mempertahankan keperwiraan pendahulunya dengan membuat kekuatan militer Mangkunagaran tetap diperhitungkan. Pada masanya dibentuk Legiun Mangkunagaran, atas perintah Gubenur Jenderal Daendles pada tanggal 29 Juli 1808. Terdiri dari pasukan infanteri dan kavaleri atau yang dikenal sebagai dragonders, Legiun Mangkunagara dikepalai oleh Sri Mangkunagara II dengan pangkat kolonel. Dibentuknya Legiun Mangkunagaran oleh Belanda dimaksudkan sebagai cadangan militer bagi Pemerintah Hindia-Belanda. Selain itu juga dipakai sebagai kekuatan penekan bila Surakarta atau Yogyakarta melakukan manuver militer. Bagi Mangkunagaran dibentuknya legiun ini memberi keuntungan untuk mengamankan keberadaan negeri mereka. Dalam perjalanan sejarah Legiun Mangkunagaran terbukti mampu melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya oleh pemerintah Kolonial.

Pinèt (diambil) sraya (suruh) mring (oleh) Enggris (Inggris), amukul (menyerang) nagri (negeri) Matarum (Mataram), sabêdhahe (setelah takluk) kang (yang) praja (negeri), ginanjar (diberi hadiah) sèwu (seribu) kang (yang) bumi (tanah), dadi (menjadi) têtêp (tetap) lênggah (tanah lungguh) limang (lima) èwu (ribu) karya (karya). Disuruh oleh Inggris, menyerang negeri Mataram, setelah takluk negeri itu, diberi hadiah seribu tanah, menjadi tetap tanah lungguhnya lima ribu karya.

Setelah perjanjian Giyanti yang membagi negara Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta, Pangeran Mangkunagara I masih melanjutkan

Page 76: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 65 perlawanan. Namun akhirnya pada tahun 1757 beliau mengadakan perjanjian damai dengan Surakarta dan Belanda, atau dikenal dengan perjanjian Salatiga. Mangkunagara I bersedia menjadi otonom dari Surakarta dengan tanah lungguh 4000 karya.

Ketika Hindia-Belanda dikuasai Ingrris dan Gubernur Jenderalnya, Raflles, berseteru dengan Yogyakarta, Legiun Mangkunagaran mendapat tugas membantu Belanda menekan Yogyakarta. Raja Hamengkubuwana II kemudian menanda tangani perjanjian baru dengan pemerintah Inggris. Sebagai balas jasa Inggris memberi tambahan lungguh kepada penguasa Mangkunagaran saat itu, Adipati Mangkunagara II, dengan tanah 1000 karya.

Page 77: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 66 Kajian Wirawiyata (1:14-15): Pinarcaya Dening Gupremen Pupuh 1, bait 12-13, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Rambah malih sinaraya, marang Guprêmèn Walandi, mukul prang Dipanagara. Sarampunge ing ajurit, ginanjar bumi malih, Sukawati limang atus, lan blônja sabên wulan, môngka ingoning prajurit, patang èwu patang atus wolung dasa. Prapta panjênênganira, Jêng Gusti Pangran Dipati, Mangkunagara ping tiga, ing drajad pinrih lêstari, mangun arjaning budi. Mring guprêmèn tyas sumungku, ginanjar kang bandera, lan mariyêm kalih rakit, iku môngka tandhaning sih pinarcaya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Ditambah lagi diminta, oleh Pemerintah Belanda, untuk menyerang Pangeran Dipanegara. Setelah selesai dalam peperangan, diberi hadiah tanah lagi, dari bumi Sukowati lima ratus, dan belanja setiap bulan, sebagai jatah makan prajurit, empat ribu empat ratus delapan puluh. Sampai saat beliau, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, Mangkunagara III, dalam derajat diupayakan lestari,

Page 78: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 67

membangun kesejahteraan budi. Kepada Pemerintah hati selalu patuh, diberi hadiah bendera, dan meriamdua set, itu sebagai tanda bahwa dipercaya.

Kajian per kata:

Rambah (ditambah) malih (lagi) sinaraya (diminta tolong, disuruh), marang (oleh) Guprêmèn (Pemerintah) Walandi (Belanda), mukul (menyerang) prang (perang) Dipanagara (Dipangara). Ditambah lagi diminta, oleh Pemerintah Belanda, untuk menyerang Pangeran Dipanegara.

Setelah keberhasilan menekan Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengku Buwana II, Legiun Mangkunagaran diminta oleh Belanda untuk ikut memerangi pemberontakan Pangeran Dipanegara.

Legiun Mangkunagaran terbukti menjadi andalan Pemerintah Hindia-Belanda dalam memadamkan berbagai pemberontakan. Pernah juga dikirim ke luar Jawa untuk melawan pemberontakan di Aceh. Posisi ini membuat Mangkunagaran menjadi kekuatan penyeimbang antara kraton Yogyakarta dan Surakarta.

Sarampunge (setelah selesai) ing (dalam) ajurit (peperangan), ginanjar (diberi hadiah) bumi (tanah) malih (lagi), Sukawati (Sukowati) limang atus (lima ratus), lan (dan) blônja (belanja) sabên (setiap) wulan (bulan), môngka (sebagai) ingoning (jatah makan) prajurit (prajurit), patang (empat) èwu (ribu) patang (empat) atus (ratus) wolung (delapan) dasa (puluh). Setelah selesai dalam peperangan, diberi hadiah tanah lagi, dari bumi Sukowati lima ratus, dan belanja setiap bulan, sebagai jatah makan prajurit, empat ribu empat ratus delapan puluh.

Setelah selesai perang, Mangkunagaran diberi kompensasi tanah lungguh seluas 500 karya, yang diambilkan dari bumi Sukowati. Selain itu juga diberi uang bulanan untuk logistik prajurit Legiun Mangkunagaran sejumlah 4480 satuan mata uang. Dalam serat ini tidak disebutkan dalam satuan mata uang apa uang itu diberikan.

Page 79: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 68 Kekuasaan kraton Surakarta makin terdesak karena ternyata Sunan Pakubuwana VI memihak Dipanagara sehingga diasingkan. Sementara itu posisi Mangkunagaran makin menguat. Hubungannya dengan Pemerintah kolonial Hindia-Belanda juga semakin erat. Orientasi politik Mangkunagaran yang cenderung mendekat kepada Belanda adalah untuk mempertahankan keberadaan mereka. Dengan status kadipaten di bawah Surakarta posisi Mangkunagaran sewaktu-waktu bisa goyah. Maka mereka mengamankan diri dengan bersedia menjadi cadangan pasukan Pemerintah Hindia Belanda.

Prapta (sampai) panjênênganira, (kepada beliau) Jêng (Kanjeng) Gusti (Gusti) Pangran (Pangeran) Dipati (Adipati), Mangkunagara (Mangkunagara) ping tiga (ketiga), ing (dalam) drajad (derajat) pinrih (diupayakan) lêstari (lestari), mangun (membangun) arjaning (kesejahteraan) budi (budi). Sampai saat beliau, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, Mangkunagara III, dalam derajat diupayakan lestari, membangun kesejahteraan budi.

Sampai pada pemerintahan KGPA Mangkunagara III posisi itu tetap lestari. Mangkunagaran aman dari intrik politik dan mampu membangun wilayah mereka. Mereka juga semakin mendapat otonomi untuk mengelola wilayah mereka sendiri.

Mring (kepada) guprêmèn (Pemerintah) tyas (hati) sumungku (selalu patuh), ginanjar (diberi hadiah) kang (yang) bandera (bendera), lan (dan) mariyêm (meriam) kalih (dua) rakit (set), iku (itu) môngka (sebagai) tandhaning (tanda-tanda) sih (kasih) pinarcaya (dipercaya). Kepada Pemerintah hati selalu patuh, diberi hadiah bendera, dan meriamdua set, itu sebagai tanda bahwa dipercaya.

Semua itu terjadi karena mereka selalu patuh kepada Pemerintah Hindia-Belanda. Mangkunagaran kemudian diberi hadiah bendera, sebagai lambang pasukan yang mandiri dan dua rakit meriam. Semua itu menunjukkan kalau mereka dipercaya oleh Pemerintah Hindia-Belanda.

Page 80: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 69 Kajian Wirawiyata (1:16-17): Durung Kaya Leluhurira Pupuh 1, bait 16-17, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Kapriye yèn sira ngrasa, antuka lawan pribadi, dadi mungkir jênêngira. Kacirèn lair myang batin, ginaguywèng sêsami, lupute gonira ngaku, langguk piangkuhira. Kasiku marang Hyang Widhi, dadi tuna duwe turun kang mangkana. Lamun yêkti saking sira, pribadi tandhane êndi. Apa wus munjuli sira, marang samaning dumadi, saking ing kramaniti. Lawan apa wus misuwur, ing guna prawiranta, kang kanggo marang nagari. Baya durung lir lakone luhurira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Bagaimana kalau engkau merasa, mendapat dengan upaya sendiri, menjadi ingkar sebutan bagimu. Ditndai sebagai cacat lahir dan batin, ditertawakan oleh sesama, kesalahannya engkau mengaku-aku, angkuh sombong kelakuannya. Dihukum oleh Tuhan Yang Maha Benar, menjadi rugi mempunyai keturunan seperti itu. Kalau sungguh darimu, sendiri tandanya mana? Apa sudah mempunyai kelebihan engkau, dari sesama makhluk,

Page 81: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 70

dalam hal tatakrama. Dan apa sudah terkenal engkau, dalam ilmu keperwiraan, yang berguna pada negara. Lah ternyata belum seperti pengalaman leluhurmu.

Kajian per kata:

Kapriye (bagaimana) yèn (kalau) sira (engkau) ngrasa (merasa), antuka (mendapat) lawan (dengan upaya) pribadi (sendiri), dadi (menjadi) mungkir (ingkar) jênêngira (sebutan bagimu). Bagaimana kalau engkau merasa, mendapat dengan upaya sendiri, menjadi ingkar sebutan bagimu.

Setelah pemaparan tersebut di atas, tentang perjuagan KGPA Mangkunagara I sampai KGPA Mangkunagara III, terbukti bahwa perjuangan merekalah yang membuat negeri ini tegak berdiri. Negeri ini tetap kokoh karena pendirinya dan penggantinya sama-sama melakukan bakti yang besar untuk negara. Maka wajarlah kalau engkau, para prajurit dan punggawa yang hidup di zaman kini menemui kemuliaan. Tetap sadarlah bahwa pencapaianmu adalah karena berkah para pendahulu. Bagaimana mungkin engkau mengaku apa yang telah kau dapatkan sebagai upayamu sendiri. Jika demikian engkau pantas disebut ingkar.

Kacirèn (ditandai cacat) lair (lahir) myang (dan) batin (batin), ginaguywèng (ditertawakan oleh) sêsami (sesama), lupute (kesalahannya) gonira (engkau) ngaku (mengaku-aku), langguk (angkuh) piangkuhira (kesombongannya). Ditndai sebagai cacat lahir dan batin, ditertawakan oleh sesama, kesalahannya engkau mengaku-aku, angkuh sombong kelakuannya.

Kaciren artinya diciri, yakni dikenali oleh orang banyak sebagi orang yang cacat moral. Orang seperti itu akan ditandai sebagai cacat lahir dan batinnya. Ditertawakan oleh sesama, artinya diremehkan kepribadiannya. Karena ulahnya mengaku-aku tersebut, tampak angkuh sombong kelakuannya. Setelah ingkar terhadap jasa dan rintisan leluhur sifat sombong dan angkuh pun menjadi cacat baginya.

Kasiku (dihukum) marang (oleh) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), dadi (menjadi) tuna (rugi) duwe (mempunyai) turun (keturunan) kang

Page 82: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 71 (yang) mangkana (deperti itu). Dihukum oleh Tuhan Yang Maha Benar, menjadi rugi mempunyai keturunan seperti itu.

Jangan mengaku-aku begitu. Nanti mendapat hukuman Tuhan. Diciri oleh banyak orang sebagai tidak memuliakan leluhur. Nyata-nyata rugi leluhur yang mempunyai keturunan seperti itu. Tidak bisa mikul dhuwur mendhem jero terhadap para leluhurnya.

Lamun (kalau) yêkti (sungguh) saking (dari) sira (engkau), pribadi (sendiri) tandhane (tandanya) êndi (mana). Kalau sungguh darimu, sendiri tandanya mana?

Kalau engkau memang mampu meraih kemuliaan atas dirimu sendiri, tandanya mana? Jasa apa yang telah engkau lakukan? Hal besar apa yang telah engkau perbuat?

Apa (apa) wus (sudah) munjuli (mempunyai kelebihan) sira (engkau), marang (dari) samaning (sesamanya) dumadi (makhluk), saking (dari) ing (pada) kramaniti (tatakrama). Apa sudah mempunyai kelebihan engkau, dari sesama makhluk, dalam hal tatakrama.

Apa engkau sudah mempunyai kelebihan dari sesama makhluk dalam hal tatakrama. Apakah punya kelebihan dalam olah susastra, pengetahuan seni dan budaya. Sebagaimana keahlian yang dikuasai oleh para pendahulu. Sri Mangkunagara I misalnya, adalah ahli seni yang menciptakan berbagai tarian bedaya. Seperti bedhaya Anglirmendhung, bedaya Diradameta dan bedhaya Sukpratama.

Lawan (dan) apa (apa) wus (sudah) misuwur (terkenal), ing (dalam) guna (ilmu) prawiranta (keperwiraan), kang (yang) kanggo (berguna) marang (pada) nagari (negara). Dan apa sudah terkenal engkau, dalam ilmu keperwiraan, yang berguna pada negara.

Apakah engkau sudah terkenal dalam hal keperwiraan? Pandai mengatur siasat perang? Mampu menaklukkan musuh? Apakah engkau sudah berjasa pada negara? Apakah sudah menjadi pahlawan yang menyumbang hal-hal berguna kepada negara? Apakah sudah menjadi penolong masyarakat? Belum kan? Para pendiri negara ini telah berjuang puluhan tahun ketika perang suksesi, ketika kemudian terjadi palihan nagari dan ketika kemudian mendapat kekuasaan wilayah sendiri sebagai kadipaten Mangkunagaran. Mereka telah menjalani kehidupan sebagai prajurit yang

Page 83: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 72 gagah berani di medan perang. Sedangkan kamu, apa yang sudah kamu lakukan untuk negara?

Baya (lah ternyata) durung (belum) lir (seperti) lakone (pengalaman) luhurira (leluhurmu). Lah ternyata belum seperti pengalaman leluhurmu.

Ternyata apa yang kau lakukan belum seperti yang dilakukan oleh para leluhur. Apa yang engkau kerjakan belum menyamai karya-karya mereka.

Page 84: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 73 Kajian Wirawiyata (1:18-20): Aja Munggel Kamulyane Leluhur Pupuh 1, bait 18-20, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Pirabara sira bisa, nguruni darajad malih, dadi jangêt kinatigan, majade santosèng wuri, tumurun marang siwi, sukur bisa praptèng putu, milu tômpa kawiryan. Yogyane angkahên kaki, ra-orane aja punggêl saking sira. Lamun drajad kalakona, punggêle saking sirèki, dadi sira nganiaya, marang darahmu pribadi. Tan kandêl ingkang wuri, dhapur kaputungan laku. Salagi têmbe bisa, antuk kang darajad malih, sêsambungan yêkti bêcik kang widada. Upama nora punggêla, jêr nora ngupaya malih. Yèn wus punggêl nadyan sira, sêmèdi ing sabên ratri, antuke durung mêsthi, tiwas angêngècèr laku. Marma dèn èngêt sira, sajrone lumakwèng kardi, pangrêksamu ing drajad aywa pêpeka.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia.

Lebih baik engkau bisa, menyumbang derajat lagi, menjadi tiga ikatan yang kuat, nama baiknya sentosa di belakang hari,

Page 85: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 74

menurun pada anak-anak, syukur bisa sampai cucu, ikut menerima keperwiraan. Sebaiknya rencanakan, anakku, setidak-tidaknya hal itu tidak terputus pada dirimu. Kalau derajat sampai terjadi, terputusnya dari dirimu, jadilah engkau berbuat aniaya, kepada keturunanmu sendiri. Tak sentosa yang belakangan, wujud dari terputusnya jalan. Selagi kelak bisa, mendapat derajat lagi, kesinambungan sungguh lebih baik yang selamat sejahtera. Seumpama tidak putus, dengan demikian tidak mengupayakan lagi. Kalau sudah terlanjur putus walau engkau, bertapa setiap malam, belum tentu mendapatkannya, hanya malah berceceran upayanya. Oleh karena itu ingatlah engkau, dalam melakukan pekerjaan, penjagaanmu dalam derajat jangan sembarangan.

Kajian per kata:

Pirabara (lebih baik) sira (engkau) bisa (bisa), nguruni (menyumbang) darajad (derajat) malih (lagi), dadi (menjadi) jangêt kinatigan (rangkap tiga), majade (nama baiknya) santosèng (sentosa) wuri (di belakang hari), tumurun (menurun) marang (pada) siwi (anak-anak), sukur (syukur) bisa (bisa) praptèng (sampai) putu (cucu), milu (ikut) tômpa (menerima) kawiryan (kemuliaan). Lebih baik engkau bisa, menyumbang derajat lagi, menjadi tiga ikatan yang kuat, nama baiknya sentosa di belakang hari, menurun pada anak-anak, syukur bisa sampai cucu, ikut menerima keperwiraan.

Page 86: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 75 Janget kinatigan atau janget kinatelon adalah ungkapan untuk menunjukkan kesentosaan karena adanya tiga orang yang saling bahu membahu. Dalam hal ini kalau seseorang dapat napak-tilas keperwiraan orang tuanya, kemudian berlanjut kepada cucunya, maka akan semakin kuat dan berpengaruh nama baik keluarga itu. Anak-anak keturunan yang datang belakangan tidak hanya mengandalkan nama besar keluarga mereka, tetapi justru menambah nama baik itu dengan perbuatan yang mulia. Jika demikian akan semakin mudah bagi keturunan selanjutnya kelak untuk meraih kemuliaan.

Kawiryan adalah derajat tinggi dalam masyarakat yang dicapai karena perbuatan baik, yakni perbuatan prawira atau watak ksatria. Seorang yang berwatak ksatria adalah orang yang dapat diandalkan untuk mengatasi masalah, cakap dan tidak takut resiko. Bila sudah berkeyakinan maka dia akan membela keyakinan itu, tidak peduli jika harus mengorbankan kepentingannya sendiri, bahkan nyawanya sendiri sekalipun.

Yogyane (sebaiknya) angkahên (rencanakan, cita-citakan) kaki (anakku), ra-orane (setidak-tidaknya) aja (jangan) punggêl (putus) saking (pada) sira (dirimu). Sebaiknya rencanakan, anakku, setidak-tidaknya hal itu tidak terputus pada dirimu.

Cita-citakan hal itu untuk kau lakukan. Upayakan dalam perbuatan. Lestarikan apa yang telah dirintis oleh para leluhur. Jangan berpuas diri dengan warisan mereka, tetapi sumbangkan juga kemampuanmu untuk semakin mengharumkan nama baik leluhur. Jangan sampai kemuliaan itu putus hanya sampai pada dirimu. Namun upayakan agar juga mengalir kepada anak-cucumu kelak.

Lamun (kalau) drajad (derajat) kalakona (sampai terjadi), punggêle (putusnya) saking (dari) sirèki (dirimu), dadi (jadi) sira (engkau) nganiaya (berbuat aniaya), marang (kepada) darahmu (darah) pribadi (sendiri). Kalau derajat sampai terjadi, terputusnya dari dirimu, jadilah engkau berbuat aniaya, kepada keturunanmu sendiri.

Kalau sampai derajat leluhurmu terputus kemuliaannya oleh sebab dirimu, maka engkau telah berbuat aniaya kepada keturunanmu sendiri. Engkau telah mendapat warisan kemuliaan yang bisa membuatmu hidup enak dan mulia, tetapi engkau tidak melanjutkan kemuliaan itu. Bahkan engkau memutus mata rantai kemuliaan itu dengan perbuatan tercela. Maka

Page 87: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 76 engkau telah berbuat aniaya kepada keturunanmu. Mereka tidak bisa ikut menikmati kemuliaan leluhurnya oleh sebab dirimu.

Tan (tak) kandêl (sentosa) ingkang (yang) wuri (belakangan), dhapur (wujud) kaputungan (terputus) laku (jalan). Tak sentosa yang belakangan, wujud dari terputusnya jalan.

Anak-anak keturunanmu yang datang belakangan tidak dapat mengandalkan nama baik leluhurnya, karena kemuliaan telah terputus pada dirimu. Mereka adalah perwujudan dari orang-orang yang terputus jalan kemuliaannya. Naman baik keluarga sudah tidak sentosa lagi untuk menopang keturunan selanjutnya.

Salagi (selagi) têmbe (kelak) bisa (bisa), antuk (mendapat) kang (yang) darajad (derajat) malih (lagi), sêsambungan (kesinambungan) yêkti (sungguh) bêcik (baik) kang (yang) widada (selamat sejahtera). Selagi kelak bisa, mendapat derajat lagi, kesinambungan sungguh lebih baik yang selamat sejahtera.

Selagi kelak bisa diraih kemuliaan itu maka upayakan derajat yang tinggi untuk kesejahteraan keluarga sampai anak-keturunanmu. Dengan cara mempertahankan hal-hal baik yang telah dilakukan oleh para leluhur. Agar kemulian itu mengalir berkesinambungan antar generasi. Itu lebih menjamin keberhasilannya kelak bagi anak cucu, daripada mereka harus berjuang lagi dari nol. Maka sungguh-sungguh upayakanlah!

Upama (seumpama) nora (tidak) punggêla (putus), jêr (dengan demikian) nora (tidak) ngupaya (mengupayakan) malih (lagi). Seumpama tidak putus, dengan demikian tidak mengupayakan lagi.

Kalau kemuliaan itu tak putus maka tinggal melanjutkan. Anak cucu tidak lagi memulai dari nol berjuang meraih derajat kemuliaan. Tinggal melanjutkan saja. Tentu akan lebih mudah bagi mereka untuk meraih keberhasilan.

Yèn (kalau) wus (sudah) punggêl (putus) nadyan (walau) sira (engkau), sêmèdi (bertapa) ing (di) sabên (tiap) ratri (malam), antuke (mendapatkannya) durung (belum) mêsthi (pasti), tiwas (hanya malah) angêngècèr (berceceran) laku (upayanya). Kalau sudah terlanjur putus walau engkau, bertapa setiap malam, belum tentu mendapatkannya, hanya malah berceceran upayanya.

Page 88: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 77 Sebab kalau merintis dari awal belum tentu akan berhasil. Walau sungguh berupaya keras dengan bertapa setiap malam. Walau dengan berperang setiap hari. Belum tentu berhasil. Semua itu karena atas pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa. Semua atas seizinNya. Bagaimana akan dipastikan berhasil kalau Tuhan tidak meridhai? Maka jalan yang lebih mudah bagimu adalah melanjutkan keberhasilan itu dengan selalu menjaga perilaku baik agar pencapaian itu lestari.

Marma (oleh karena itu) dèn èngêt (ingatlah) sira (engkau), sajrone (dalam) lumakwèng (melakukan) kardi (pekerjaan), pangrêksamu (penjagaanmu) ing (dalam) drajad (derjat) aywa (jangan) pêpeka (sembrono, sembarangan). Oleh karena itu ingatlah engkau, dalam melakukan pekerjaan, penjagaanmu dalam derajat jangan sembarangan.

Oleh karena dalam melakukan setiap pekerjaan selalu ingatlah bahwa keberhasilanmu dalam melakukannya akan menjaga kemuliaan yang telah dirintis leluhur. Syukur kalau dapat melakukan karya yang lebih baik sehingga kemuliaan itu semakin bertambah. Jangan sekali-kali berbuat sembarangan sehingga kemuliaan itu meredup. Lakukan dengan standar moral seperti yang telah dilakukan para pendahulu kita.

Page 89: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 78 Kajian Wirawiyata (1:21-22): Wandaning Prajurit Pupuh 1, bait 21-22, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Dene jêjêre wandanta, ing mêngko dadi prajurit, maju baris lawan jaga, tiyori lèsan sêpèksi, iku dudu pakarti, ajar-ajar jênêngipun, wus dadi wajibira. Prajurit dipun gêladhi, pêpadhane santri ingajar sêmbahyang. Sinung ukum sawatara, yèn nglirwakkên marang wajib, iku wus lakuning praja, jêjêge kalawan ngadil. Sanadyan liyan janmi, duk nèng yayah remanipun, yèn luput rinêngonan, utawa dèn jêmalani, dadi iku winêruhkên tatakrama.

Terjemahan dalam bahasa Indoseia:

Adapun sebagai gambaran bagimu, pada saat nanti menjadi prajurit, maju baris dan berjaga, teori dengan sasaransebersar burung, itu bukan pekerjaan yang sebenarnya, baru belajar namanya. Sudah menjadi kewajibanmu, prajurit dilatih, sama seperti santri diajarkan shalat. Semua latihan tadi ada beberapa hukuman, kalau sampai melalaikan kewajiban, itu sudah menjadi tatacara negara, aturan itu berdiri dengan adil.

Page 90: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 79

Walaupun kepada orang lain, atau kepada saudara seayah ibu, kalau salah dimarahi, atau dipukul, jadi dengan cara itu ditunjukkan tatakrama prajurit.

Kajian per kata:

Dene (adapun) jêjêre (sebagai) wandanta (gambaran bagimu), ing (pada saat) mêngko (nanti) dadi (menjadi) prajurit (prajurit), maju (maju) baris (baris) lawan (dan) jaga (berjaga), tiyori (teori) lèsan (sasaran) sêpèksi (sebesar burung), iku (itu) dudu (bukan) pakarti (pekerjaan), ajar-ajar (untuk belajar) jênêngipun (namanya). Adapun sebagai gambaran bagimu, pada saat nanti menjadi prajurit, maju baris dan berjaga, teori dengan sasaransebersar burung, itu bukan pekerjaan yang sebenarnya, baru belajar namanya.

Itulah prinsip moral yang harus engkau pegang sebagai calon prajurit. Sekarang ketahuilah sebagai gambaran bagimu. Pada saat nanti engkau menjadi prajurit akan dilatih maju berbaris dan berjaga, diberi teori dengan sasaran sebesar burung. Itu bukan pekerjaanmu nanti, tetapi hanya sebagai sarana belajar.

Lesan sepeksi artinya sasaran sebesar burung. Mungkin ini adalah latihan memanah atau menembak. Karena Sri Mangkunagara adalah komandan Legiun Mangkunagaran, kesatuan militer yang telah modern, maka pelajaran baris berbaris dan pendidikan militernya telah mengikuti standar dari tentara Belanda. Akan ada banyak latihan yang ketat dan disiplin nantinya.

Wus (sudah) dadi (menjadi) wajibira (kewajibanmu), prajurit (prajurit) dipun (di) gêladhi (latih), pêpadhane (sama seperti) santri (santri) ingajar (diajarkan) sêmbahyang (shalat). Sudah menjadi kewajibanmu, prajurit dilatih, sama seperti santri diajarkan shalat.

Ini merujuk kepada pelatihan yang disiplin tadi. Seperti seorang santri yang harus detail menguasai tatacara sembahyang, sejak thaharah sampai berdoa, dengan banyak aturan dan dasar-dasar ilmu dari Al Qur’an, Hadits dan pendapat para ulama, demikian pula bagi seorang prajurit. Mereka

Page 91: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 80 harus menguasai teori kemiliteran, strategi perang dan kemampuan tempur dengan berbagai senjata. Juga harus menguasai baris berbaris, untuk berlatih kompak dan disiplin pada posisi masing-masing. Latihan yang berat yang mengadung tantangan juga diberikan untuk menambah kekuatan mental dan daya juang.

Sinung (ada, mengandung) ukum (hukuman) sawatara (beberapa), yèn (kalau) nglirwakkên (melalaikan) marang (pada) wajib (kewajiban), iku (itu) wus (sudah) lakuning (tatacara dalam) praja (negara), jêjêge (berdiri) kalawan (dengan) ngadil (adil). Semua latihan tadi ada beberapa hukuman, kalau sampai melalaikan kewajiban, itu sudah menjadi tatacara negara, aturan itu berdiri dengan adil.

Dari serangkain latihan yang diberikan akan ada hukuman bagi mereka yang melalaikan kewajiban, melanggar disiplin dan bagi yang tidak patuh. Demikianlah tatacara kemiliteran yang berlaku sesuai aturan negara. Dalam hal ini aturan militer ditegakkan dengan adil.

Sanadyan (walaupun) liyan (lain) janmi (orang), duk (ketika) nèng (di) yayah (ayah) renanipun (ibunya), yèn (kalau) luput (salah) rinêngonan (dimarahi), utawa (atau) dèn (di) jêmpalani (dipukul), dadi (jadi) iku (itu) winêruhkên (ditunjukkan) tatakrama (tatakrama). Walaupun kepada orang lain, atau kepada saudara seayah ibu, kalau salah dimarahi, atau dipukul, jadi dengan cara itu ditunjukkan tatakrama prajurit.

Aturan itu tegak dengan disiplin tinggi, tidak mengenal orang lain atau saudara seayah-ibu, atau bagi anggota kerajaan. Kalau salah pasti dimarahi atau dipukul demi tegaknya disiplin. Dengan cara itu prajurit ditunjukkan atau dilatih untuk mematuhi tatakrama. Bagi prajurit tatakrama berdasar pada senioritas dalam kepangkatan dan jabatan. Prajurit yang baik adalah yang patuh pada perintah atasan dan tidak menolak penugasan. Serta memegang teguh pada darma seorang ksatria, sikap ini disebut prawira atau perwira.

Page 92: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 81 Kajian Wirawiyata (1:26-24): Bisaa Miturut Sarta Nglakoni Pupuh 1, bait 23-24, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Mangkono uga yèn bisa, piturut sarta nglakoni, tamtu dèn opahi uga, wit gawe lêganing ati, akèh tuwin sathithik, minurwat lan karyanipun, tan beda patrapira. Prajurit jinunjung linggih, myang ingundur iku adil jênêngira. Yèn tan bisa samêktanya, nora jumênêng prajurit, gawe tuna marang praja, wèh lingsêming narapati. Amung sira pribadi, kang dhuwurkên ing piangkuh, mung lagi bisa aba, anggêpmu butuhkên nagri. Ywa kabanjur duwe cipta kang mangkana.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Demikian juga kalau bisa, menurut serta menjalani, tentu diberi imbalan juga. Karena bisa membuat lega dalam hati, banyak serta sedikit, sepantasnya sesuai dengan pekerjaannya, tak beda penerapannya. Prajurit yang diangkat pada kedudukan, dan dilengserkan itulah yang disebut keadilan. Kalau tidak bisa menyiapkan diri, tidak berdiri sebagai prajurit namanya, membuat kerugian kepada negara, dan memberi rasa malu kepada raja.

Page 93: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 82

Hanya engkau sendiri, yang meninggikan kesombongan, hanya bisa meminta, anggapanmu sudah dibutuhkan oleh negara. Jangan terlanjur punya pikiran yang demikian.

Kajian per kata:

Mangkono (demikian) uga (juga) yèn (kalau) bisa (bisa), piturut (menurut) sarta (serta) nglakoni (menjalani), tamtu (tentu) dèn (di) opahi (beri imbalan) uga (juga). Demikian juga kalau bisa, menurut serta menjalani, tentu diberi imbalan juga.

Kalau tidak lalai akan dihukum, sebaliknya kalau mampu menjalankan tugas dengan baik pasti akan diberi imbalan. Jadi ada reward and punishment. Sehingga prajurit semangat dalam berlatih. Bagi mereka yang mampu bersikap baik, menurut pada perintah atasan dan disiplin, tentu semakin banyak imbalan yang diterima.

Wit (karena) gawe (membuat) lêganing (lega dalam) ati (hati), akèh (banyak) tuwin (serta) sathithik(sedikit), minurwat (sepantasnya sesuai) lan (dengan) karyanipun (pekerjaannya), tan (tak) beda (beda) patrapira (penerapannya). Karena bisa membuat lega dalam hati, banyak serta sedikit, sepantasnya sesuai dengan pekerjaannya, tak beda penerapannya.

Prajurit yang disiplin dan patuh, mampu melaksanakan tugas, tentu membuat senang atasan. Komandan merasa puas dengan pekerjaannya. Sudah pasti akan diberi imbalan yang pantas dengan karyanya. Semua itu diterapkan dengan adil, tidak pilih kasih dan tidak berdasar rasa suka. Semua didasari oleh penilaian prestasi si prajurit sendiri.

Prajurit (prajurit) jinunjung (diangkat) linggih (kedudukan), myang (dan) ingundur (dilengserkan) iku (itu) adil (adil) jênêngira (namanya). Prajurit yang diangkat pada kedudukan, dan dilengserkan itulah yang disebut keadilan.

Maka berdasar prestasi dan kualitas pekerjaannya seorang prajurit diangkat untuk jabatan yang lebih tinggi, atau dilengserkan dari jabatannya. Semua itu bisa terjadi tergangung kepada hasil pekerjaan masing-masing. Inilah yang disebut keadilan bagi seorang perwira. Kalau bagus prestasinya akan

Page 94: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 83 cepat naik pangkat. Kalau pekerjaannya jelek dicopot dari jabatannya karena dinilai tidak mampu. Orang yang lebih cakaplah yang akan menggantikannya. Inilah keadilan.

Yèn (kalau) tan (tak) bisa (bisa) samêktanya (menyipkannya), nora (tidak) jumênêng (berdiri sebagai) prajurit (prajurit), gawe (membuat) tuna (kerugian) marang (kepada) praja (negara), wèh (memberi) lingsêming (rasa malu) narapati (raja). Kalau tidak bisa menyiapkan diri, tidak berdiri sebagai prajurit namanya, membuat kerugian kepada negara, dan memberi rasa malu kepada raja.

Seorang prajurit yang tidak berprestasi, yang tak sanggup bekerja dengan baik, bukanlah prajurit sejati. Orang seperti itu hanya membuat kerugian kepada negara. Serta memberi rasa malu kepada raja. Jadi sebaiknya memang dicopot atau dipindah ke profesi lain yang lebih cocok baginya. Kalau tidak, negara akan kacau balau. Raja pun malu.

Amung (hanya) sira (engkau) pribadi (sendiri), kang (yang) dhuwurkên (meninggikan) ing (dalam) piangkuh (kesombongan), mung (hanya) lagi (baru) bisa (bisa) aba (meminta), anggêpmu (anggapanmu) butuhkên (dibutuhkan) nagri (negara). Hanya engkau sendiri, yang meninggikan kesombongan, hanya bisa meminta, anggapanmu sudah dibutuhkan oleh negara.

Engkau jangan berlaku sombong dan seolah merasa menjadi orang penting. Engkau baru bisa meminta ini dan itu. Bekerja pun belum benar. Mengatasi masalah belum mampu. Jangan beranggapan kalau dirimu orang yang dibutuhkan negara. Ketahuilah bahwa nengara tidak akan ambruk hanya karena orang sepertimu tak ada. Lebih baik jika engkau memperbaiki diri agar mampu berjasa kepada negara dengan berbuat sebagai prajurit yang baik.

Ywa (jangan) kabanjur (terlanjur) duwe (punya) cipta (pikiran) kang (yang) mangkana (demikian). Jangan terlanjur punya pikiran yang demikian.

Jangan terlanjur punya pikiran yang malas dansombong dan seolah merasa dirimu penting. Engkau bukan siapa-siapa tanpa kehadiran negara. Engkau hanya berasal dari rakyat yang telah menemukan negara ini makmur. Jangan berpikiran kalau kemakmuran ini untuk dirimu. Ini warisan leluhur

Page 95: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 84 yang harus dilestarikan. Kelak kepada anak cucumu negara ini juga akan diwariskan. Engkau wajib menjaga kemakmuran negara ini agar lestari sampai kelak.

Page 96: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 85 Kajian Wirawiyata (1:25-26): Ngupaya Kamulyan Dhiri Pupuh 1, bait 25-26, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Wruhanta lêlakonira, sajatine wus angêmping, mring praja miwah narendra. Awit durung potang kardi, sira wus dèn paringi, sandhang pangan nora kantu. Sinuba kinurmatan, punjul sêsamaning abdi, môngsakala linilan lungguh satata. Apa kang sira upaya, kamulyan anèng nagari, ingajenan mring sêsama, nyawabi mring anak rabi. Nadyan para maharsi, ingkang tapa nèng asamun, mong tani lan nangkoda, rinewangan andêrpati, nora liyan kamulyan kang dèn upaya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Ketahuilah perjalanan hidupmu, sesungguhnya sudah meminta, kepada negara dan raja. Karena belum mempunyai piutang pekerjaan, engkau sudah diberi, sandang pangan tiada putus. Dipersilakan dengan hormat, lebih dari sesama hamba, kadangkala diinjinkan duduk dalam satu forum. Apa yang engkau cari, kemuliaan didalam negara, dihargai oleh sesama, memberi pengaruh kepada anak-istri.

Page 97: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 86

Walau para maha resi, yang bertapa di tempat sepi, para petani dan nakoda, menempuh dengan nekad, tak lain kemuliaan yang mereka cari.

Kajian per kata:

Wruhanta (ketahuilah) lêlakonira (perjalanan hidudpmu), sajatine (sesungguhnya) wus (sudah) angêmping (meminta), mring (kepada) praja (negara) miwah (dan) narendra (raja). Ketahuilah perjalanan hidupmu, sesungguhnya sudah meminta, kepada negara dan raja.

Ketahuilah bahwa engkau sesungguhnya sudah meminta kemuliaan kepada raja. Dengan menjadi abdi engkau sudah ikut mengenyam kemuliaan sejak awal. Engkau tidak harus melalui perjalanan yang sulit, tahu-tahu tinggal mendaftar sebagai abdi. Tidak harus bersusah payah, hanya tinggal ikut seleksi. Kemudian ikut pelatihan dan diwisuda. Sudah diberi kedudukan dan pangkat.

Awit (karena) durung (belum) potang (mempunyai piutang) kardi (pekerjaan), sira (engkau) wus (sudah) dèn (di) paringi (beri), sandhang (sandang) pangan (pangan) nora (tidak) kantu (putus). Karena belum mempunyai piutang pekerjaan, engkau sudah diberi, sandang pangan tiada putus.

Dalam tahap awal ini engkau belum punya jasa kepada negara. Engkau belum punya saham atau piutang jasa apapun. Namun engkau telah dicukupi segala kebutuhanmu, sandang dan pangan tiada putus-putusnya. Nora kantu artinya ketika engkau butuh semua yang kau butuhkan sudah tersedia. Tidak pernah ketika engkau butuh yang kau butuhkan belum ada. Padahal engkau belum melakukan hal besar untuk negara. Artinya engkau sudah meminta duluan dari negara. Harap engkau sadari hal itu.

Sinuba (dipersilakan) kinurmatan (dengan hormat), punjul (lebih) sêsamaning (dari sesama) abdi (abdi, hamba), môngsakala (kadang kala) linilan (dijinkan) lungguh (duduk) satata (bersama). Dipersilakan dengan hormat, lebih dari sesama hamba, kadangkala diinjinkan duduk dalam satu forum.

Page 98: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 87 Walau belum berjasa, engkau telah dipersilakan dengan hormat. Sinuba artinya dihargai dengan sangat,dianggap sebagai orang pilihan, lebih dari sesama hamba yang lain. Ada kalanya dijinkan untuk duduk bersama raja dalam satu forum. Artinya dianggap sebagai orang istimewa oleh raja. Padahal belum melakukan apapun untuk negara. Bukankah ini namanya ngutang duluan?

Apa (apa) kang (yang) sira (engkau) upaya (cari), kamulyan (kemuliaan) anèng (di dalam) nagari (negara), ingajenan (dihargai) mring (oleh) sêsama (sesama), nyawabi (berimbas) mring (pada) anak (anak) rabi (istri). Apa yang engkau cari, kemuliaan didalam negara, dihargai oleh sesama, memberi pengaruh kepada anak-istri.

Apa yang engkau cari ini, yang berupa kemuliaan kedudukan dan penghargaan yang kau terima, juga berimbas kepada anak istrimu. Bahkan juga mengangkat derajat orang tuamu. Mereka juga mendapat tambahan kemuliaan sebab karena apa yang telah engkau capai selama ini.

Nadyan (walau) para (para) maharsi (maha resi), ingkang (yang) tapa (bertapa) nèng (di) asamun (tempat sepi), mong tani (para petani) lan (dan) nangkoda (nakoda), rinewangan (ditemani) andêrpati (nekad), nora (tidak) liyan (lain) kamulyan (kemuliaan) kang (yang) dèn (di) upaya (cari). Walau para maha resi, yang bertapa di tempat sepi, para petani dan nakoda, menempuh dengan nekad, tak lain kemuliaan yang mereka cari.

Sesungguhnya kemuliaan inilah yang dicari oleh semua manusia. Para maha resi yang tekun bertapa di tempat sepi, dengan menjauhi kenikmatan dunia, menyiksa diri dengan sarana yang minim, semua itu untuk meraih kemuliaan. Para petani yang bersusah payah bercocok tanam, dengan tenaga dan pengorbanan, menempuh jalan sulit dan tak pasti, juga hanya demi kemuliaan hidup. Para nahkoda yang berlayar, menempuh ganasnya ombak, hidup sepi di tengah laut jauh dari keluarga, mereka juga hanya mencari kemuliaan. Sungguh engkau sekarang telah mendapatkan itu semua. Dan itu kau terima sebagai pemberian dari negara dan raja.

Page 99: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 88 Kajian Wirawiyata (1:27-29): Aja Abawa Priyangga Pupuh 1, bait 27-29, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Upamane raganira, nora dadia prajurit, iya misih mangan sêga, apa dene nginum warih, saking wêtuning bumi, uga kagunganing ratu. Lan sira ingayoman, rinêksa kalawan adil, lamun datan rumasa sira duraka. Marma dèn sumurup sira, mring sih kamulèning Gusti, benjang yèn tinuduh sira, lumawat ngadoni jurit, yèku karyanta yêkti, pangudangirèng gustimu. Kono aja pêpeka, dèn madhêp marang sawiji, nanging cipta sêdyakna malês mring praja. Praptèng papan cumadhanga, ing parentah senapati, aja abawa priyôngga. Dumèh sira bôndha wani, lumangkah mrih ngulabi. Kang mangkono saksat mungsuh, gawe guguping rowang, wèh gidhuhing senapati, yèn kasora dadi sira antuk dosa.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Seumpama dirimu, tidak menjadi prajurit, juga masih makan nasi, dan juga minum air, dari hasil yang keluar dari tanah,

Page 100: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 89

juga milik raja. Dan engkau dilindungi, dijaga dengan adil, kalau tidak merasa engkau durhaka. Oleh karena itu ketahuilah dirimu, kepada kasih dan kedekatan Raja. Kelak kalau ditunjuk, berangkat bertempur dalam perang, yaitulah karyamu yang sesungguhnya, menurut kehendak rajamu. Di situ jangan sembrono, yang mantap menghadap kepada satu tujuan, tetapi niatkan membalas kepada negara. Sesampai di medan perang bersiaplah, pada perintah Senapati, jangan bergerak sendiri. Mentang-mentang engkau bermodal berani, melangkah agar terlihat hebat. Yang demikian itu ibarat membantu musuh, membuat gugup teman sendiri, memberi kerepotan pada Senapati, kalaupun nanti kalah engkau mendapat kesalahan.

Kajian per kata:

Upamane (seumpama) raganira (dirimu), nora (tidak) dadia (menjadi) prajurit (prajurit), iya (juga) misih (masih) mangan (makan) sêga (nasi), apa dene (dan juga) nginum (minum) warih (air), saking (dari) wêtuning (hasil yang keluar) bumi (tanah), uga (juga) kagunganing (milik dari) ratu (raja). Seumpama dirimu, tidak menjadi prajurit, juga masih makan nasi, dan juga minum air, dari hasil yang keluar dari tanah, juga milik raja.

Bahkan jika engkau tidak menjadi prajurit engkau pun mendapat berkah dari negara. Nasi yang engkau makan dan air yang engkau minum juga berasal dari tanah milik raja. Di atas tanah milik raja kau lakukan aktivitas sesukamu, tentu dengan beberapa kewajiban yang harus dipatuhi. Namun yang engkau dapatkan jauh lebih banyak dari kewajiban itu. Artinya

Page 101: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 90 engkau pun mendapat banyak kebaikan dari negara. Coba bayangkan jika negara ini tak ada, bagaimana engkau akan menjalani kehidupan. Atau kalau negara ini terus dilanda peperangan, bagaimana engkau bisa hidup tenang. Makmurnya negerimu atas karena jasa para pendiri negara yang telah bersusah payah di zaman dahulu.

Lan (dan) sira (engkau) ingayoman (dilindungi), rinêksa (dijaga) kalawan (dengan) adil (adil), lamun (kalau) datan (tidak) rumasa (merasa) sira (engkau) duraka (durhaka). Dan engkau dilindungi, dijaga dengan adil, kalau tidak merasa engkau durhaka.

Dan engkau di dalam negara ini dilindungi, dijaga dengan prinsip keadilan. Engkau menerima dan engkau juga selayaknya menghaturkan bakti. Sadarilah bahwa engkau telah banyak mendapat kebaikan dari negara. Juga sadarilah bahwa engkau wajib membalas kebaikan itu. Apapun bentuknya akan ditentukan oleh pemimpinmu, yakni sang Raja. Sadarilah ini. Kalau engkau tak merasa begitu, engkau durhaka.

Marma (oleh karena itu) dèn sumurup (ketahuilah) sira (dirimu), mring (kepada) sih (kasih) kamulèning (keakraban, kedekatan) Gusti (Raja). Oleh karena itu ketahuilah dirimu, kepada kasih dan kedekatan Raja.

Sadarilah bahwa Raja telah memberikan kasih sayang kepadamu, sebagai abdi yang tunduk kepada perintahnya. Engkau dekat dengan Raja, dia memperhatikanmu. Maka sepantasnya hidupmu juga kau abdikan kepada negara.

Benjang (kelak) yèn (kalau) tinuduh (ditunjuk) sira (engkau), lumawat (berangkat) ngadoni (bertempur) jurit (perang), yèku (yaitu) karyanta (karyamu) yêkti (sesungguhnya), pangudangirèng (menurut kehendak) gustimu (rajamu). Kelak kalau ditunjuk, berangkat bertempur dalam perang, yaitulah karyamu yang sesungguhnya, menurut kehendak rajamu.

Jika kelak engkau ditunjuk berangkat ke medan perang, itulah karyamu yang sebenarnya sebagai prajurit. Yakni sebagai prajurit engkau memang harus menurut kepada kehendak Raja sebagai komandan perang tertinggi. Di situlah pekerjaanmu yang sebenarnya, yang dengan itu engkau diberi kedudukan dan dihormati oleh semua orang.

Kono (di situ) aja (jangan) pêpeka (sembarangan, sembrono), dèn madhêp (yang mantap menghadap) marang (kepada) sawiji (satu tujuan), nanging

Page 102: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 91 (tetapi) cipta (pikiran) sêdyakna (niatkan) malês (membalas) mring (kepada) praja (negara). Di situ jangan sembrono, yang mantap menghadap kepada satu tujuan, tetapi niatkan membalas kepada negara.

Di tempat itu, lakukan sungguh-sungguh. Jangan sembrono. Hati yang mantap kepada satu tujuan. Namun ingatlah, bahwa di situ engkau hanya membalas kepada negara atas segala kebaikan yang engkau terima. Baktimu sebagai prajurit adalah menjaga keselamatan negara dan Raja.

Praptèng (sesampai) papan (di tempat) cumadhanga (bersiaplah), ing (pada) parentah (perintah) senapati (Senapati), aja (jangan) abawa (bergerak) priyôngga (sendiri). Sesampai di medan perang bersiaplah, pada perintah Senapati, jangan bergerak sendiri.

Inilah disiplin prajurit, tidak boleh bertindak sendiri, harus selalu menunggu perintah dari Senapati. Prajurit harus tunduk kepada perintah atasan, agar pasukan mudah digerakkan, agar strategi mudah diterapkan, agar koordinasi mudah dilakukan. Kalau setiap orang tidak patuh pada komando, pasukan takkan kompak. Kekuatannya pasukan menjadi hilang dan musuh mudah mengalahkan.

Dumèh (mentang-mentang) sira (engkau) bôndha (bermodal) wani (berani), lumangkah (melangkah) mrih (agar) ngulabi (terlihat hebat). Mentang-mentang engkau bermodal berani, melangkah agar terlihat hebat.

Jangan karena engkau pemberani kemudian bertindak sendiri, melangkah di luar komando agar kelihatan hebat. Agar mendapat pujian sebagai prajurit yang tidak takut mati. Yang demikian itu jangan dilakukan.

Kang (yang) mangkono (demikian) saksat (ibarat) mungsuh (musuh), gawe (membuat) guguping (gugup) rowang (teman sendiri), wèh (memberi) gidhuhing (kerepotan) senapati (senapati), yèn (kalau) kasora (kalah) dadi (jadi) sira (engkau) antuk (mendapat) dosa (kesalahan). Yang demikian itu ibarat membantu musuh, membuat gugup teman sendiri, memberi kerepotan pada Senapati, kalaupun nanti kalah engkau mendapat kesalahan.

Perilaku yang demikian itu jangan dilakukan di medan perang. bukannya keberanianmu berguna, malah seakan membantu pihak musuh. Karena temanmu menjadi gugup akibat mengkhawatirkan keselamatanmu yang

Page 103: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 92 gegabah itu. Perhatian mereka menjadi hanya tertuju padamu. Membuat temanmu tidak bisa fokus pada posisi masing-masing. Senapati yang bertugas memberi komando pun menjadi kerepotan karena strateginya rusak karena kesembronoanmu. Kalau nanti kalah perang, engkau yang mendapat kesalahan.

Page 104: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 93 Kajian Wirawiyata (1:30-31): Wedi Wirang Wani Pati Pupuh 1, bait 30-31, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Lungguhe para prawira, yèn ana madyaning jurit, nora wênang duwe karsa. Ragane pama jêmparing, kang musthi senapati, ing sakarsa kang pinanduk. Linêpas ywa sarônta, angsahira dèn mranani, marang mungsuh aja keguh ing bêbaya. Dèn kadi Sang Partasuta, Bimanyu kala tinuding, mangrurah kang gêlar cakra, dening Sang Yudhisthiraji. Sukaning tyas tan sipi, dupi rinoban ing mungsuh, kèsthi trahing satriya, wêdi wirang wani pati. Yèka môngka tamsiling para prawira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kedudukan para perwira, kalau di medan perang, tidak berwenang mempunyai kehendak sendiri. Badannya seumpama anak panah, yang memegang Senapati, dalam kehendak yang melepasnya. Kalau sudah dilepas jangan lambat, cara menerjang musuh yang memuaskan, kepada musuh jangan bergeser karena takut. Jadilah seperti Sang anak Parta, Abimanyu ketika ditunjuk, membedah gelar cakrabyuha, oleh Sang Raja Yudhistira.

Page 105: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 94

Suka dalam hatinya tak terkira, ketika dikepung oleh musuh, terlihat darah ksatrianya, takut malu berani mati. Itulah sebagai perumpamaan para perwira.

Kajian per kata:

Lungguhe (kedudukan) para (para) prawira (perwira), yèn (kalau) ana (berada) madyaning (di medan) jurit (perang), nora (tidak) wênang (berwenang) duwe (mempunyai) karsa (kehendak). Kedudukan para perwira, kalau di medan perang, tidak berwenang mempunyai kehendak sendiri.

Di medan perang seorang perwira adalah bawahan komandan perang yang harus selalu patuh kepada perintah. Dia tidak berwenang mempunyai kehendak sendiri. Dia hanya bergerak setelah digerakkan dengan perintah dan tugas yang diberikan. Tidak boleh dia mengambil inisiatif sendiri, juga tidak boleh ingkar dari perintah.

Ragane (badannya) pama (seumpama) jêmparing (anak panah), kang (yang) musthi (memegang) senapati (Senapati), ing (dalam) sakarsa (kehendak) kang (yang) pinanduk (melepasnya). Badannya seumpama anak panah, yang memegang Senapati, dalam kehendak yang melepasnya.

Badannya seumpama anak panah. Yang berwenang melepas adalah Senapati, yang boleh melepaskan kapan serta sekehendaknya. Senapatilah yang mengambil keputusan kapan anak panah harus dilepas, kapan harus ditahan.

Linêpas (kalau dilepas) ywa (jangan) sarônta (sabar, lambat), angsahira (cara menerjang musuh) dèn mranani (yang memuaskan), marang (kepada) mungsuh (musuh) aja (jangan) keguh (bergeser) ing (oleh) bêbaya (bahaya). Kalau sudah dilepas jangan lambat, cara menerjang musuh yang memuaskan, kepada musuh jangan bergeser karena takut.

Namun kalau sudah dilepas jangan berlambat-lambat, segeralah melesat menuju sasaran. Terjanglah musuh dengan cara yang mengesankan senapatimu, sehingga dia puas akan sepak terjangmu. Jangan gentar akan kekuatan lawan, jangan berbelok karena resiko yang menghadang.

Page 106: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 95 Seumpama anak panah, engkau harus mantap menatap musuh dan menerjangnya.

Dèn kadi (jadilah seperti) Sang (Sang) Partasuta (anak Parta), Bimanyu (Abimanyu) kala (ketika) tinuding (ditunjuk), mangrurah (merusak, membedah) kang (yang) gêlar (gelar) cakra (cakrabyuha), dening (oleh) Sang (Sang) Yudhisthiraji (Raja Yudhistira). Jadilah seperti Sang anak Parta, Abimanyu ketika ditunjuk, membedah gelar cakrabyuha, oleh Sang Raja Yudhistira.

Berlakulah seperti anak dari Parta (Arjuna, Janaka), yakni Abimanyu ketika ditunjuk membedah gelar cakrabyuha. Sang senapati Raja Yudistira telah memberi ijin Abimanyu untuk menerjang gelar cakrabyuha yang terkenal sulit ditembus.

Gelar atau formasi militer cakrabyuha adalah formasi prajurit yang bersusun melingkar (cakra) dan berlapis-lapis. Setiap musuh yang berhasil menembus satu lapis segera ditutup agar terjebak ke dalam lapisan sebelah dalam. Kalau musuh yang masuk tangguh dan menembus lapisan dalam maka segera ditutup lagi sehingga masuk lebih ke dalam lagi. Begitu seterusnya sehingga makin lama makin terjebak ke dalam dan sulit keluar. Ada siasat khusus untuk menembus lapisan cakra itu, begitu pula cara untuk keluar darinya.

Cakrabyuha disusun oleh Mahasenapati Dang Hyang Drona, guru dari Pandawa dan Kurawa. Drona hanya pernah mengajarkan cara melawan formasi cakrabyuha kepada Arjuna. Namun Kurawa bertindak cerdik dengan memancing Arjuna menjauhi medan perang utama. Yang tertinggal adalah putra Arjuna yang bernama Abimanyu. Abimanyu baru memperoleh pelajaran separuh dari ayahnya. Dia baru sanggup menerobos masuk, tapi cara untuk keluar dia belum menguasai.

Sukaning (suka dalam) tyas (hati) tan (tak) sipi (terkira), dupi (ketika) rinoban (dikepung) ing (oleh) mungsuh (musuh), kèsthi (terlihat) trahing (darah) satriya (ksatria), wêdi (takut) wirang (malu) wani (berani) pati (mati). Suka dalam hatinya tak terkira, ketika dikepung oleh musuh, terlihat darah ksatrianya, takut malu berani mati.

Karena pasukan Pandawa telah terdesak, dengan terpaksa Yudhistira mengijinkan Abimanyu untuk menerjang formasi cakrabyuha. Abimanyu

Page 107: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 96 melakukan dengan senang hati. Formasi berhasil ditembus. Namun barisan Kurawa kembali memulihkan formasi dengan cepat. Abimanyu terjebak di dalam tanpa bisa keluar.

Karena sudah dikepung dan terjebak di dalam Abimanyu menunjukkan keberanian yang luar bisa dalam bertahan. Ribuan musuh melepaskan senjata menuju ke arahnya, tanpa dia mendapat bantuan dari rekan-rekannya yang jauh berada di luar formasi. Tidak ada lagi pasukan Pandawa yang berhasil menembus formasi setelahnya. Jarak Abimanyu semakin jauh ke dalam lingkaran yang berlapis-lapis. Pasukan Pandawa hanya menyaksikan dari kejauhan ketika Abimanyu tewas dengan luka arang kranjang di sekujur tubuhnya.

Abimanyu gugur sebagai ksatria yang pemberani. Walau gugur Abimanyu menunjukkan kebanggan yang luar biasa. Suka hatinya menemui ajal di tangan musuh. Itu bukan cara menyambut kematian yang aib. Itulah cara mati yang hebat. Dia sudah menunjukkan teladan sejati seorang prajurit yang memegang prinsip: wedi wirang wani mati, takut menanggung malu berani mati. Daripada malu dengan lari dari perang, lebih baik mati di tangan musuh dengan gagah.

Yèka (itulah) môngka (sebagai) tamsiling (perumpamaan) para (para) prawira (perwira). Itulah sebagai perumpamaan para perwira.

Itulah perumpamaan bagi seorang perwira. Teladan dari Abimanyu hendaknya engkau ikuti, bahwa prajurit harus wedi wirang wani mati.

Page 108: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 97 Kajian Wirawiyata (1:32-33): Tapa Tapaning Prajurit Pupuh 1, bait 32-33, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Kono sêdhênge mêdharna, ing kasuran guna sêkti, nyirnakna paningalira, ing tekad ywa walangati. Wruhanta senapati, wakiling gusti satuhu, gusti wakiling suksma, kang kinon angudanèni, mring kawula kang sumêdya mrih utama. Padha ingaran utama, ing pakaryan mangun jurit, iku kang luhur priyangga. Wus kasêbut kanang sruti, yèn tapaning prajurit, ngasorkên tapaning wiku. Wit sumungkuning puja, nèng pucuking gunung Wêsi, sang pandhita nèng pucuking kang aldaka.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Di situ tempatnya mengeluarkan, kekuatan kepandaian dan kesaktian, menghilangkan penglihatanmu, dalam tekad jangan ada kekhawatiran. Ketahuilah senapati, wakil dari Raja yang sebenarnya, dan raja adalah wakil dari Tuhan, yang disuruh mengabulkan, pada hamba yang hendak meraih keutamaan. Sama-sama disebut mulia, dalam pekerjaan melakukan perang, itu yang paling mulia. Sudah disebutkan dalam berbagai kitab,

Page 109: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 98

kalau bertapanya seorang prajurit, mengalahkan bertapanya seorang pendeta. Mulai dari tunduknya dengan penuh pujian, pertapa di puncak Gunung Besi, sampai para pendeta di puncak gunung.

Kajian per kata:

Kono (di situ) sêdhênge (saatnya) mêdharna (mengeluarkan), ing (dalam) kasuran (kekuatan) guna (kepandaian) sêkti (kesaktian), nyirnakna (menghilangkan) paningalira (penglihatanmu), ing (dalam) tekad (tekad) ywa (jangan) walangati (khawatir). Di situ tempatnya mengeluarkan, kekuatan kepandaian dan kesaktian, menghilangkan penglihatanmu, dalam tekad jangan ada kekhawatiran.

Bagi seorang prajurit medan perang adalah tempat mengeluarkan kekuatan, kepandaian dan kesaktian. Hilangkan pandangan pribadi, semua hendaknya dilakukan sebagai kewajiban seorang prajurit. Seorang prajurit hidup untuk negara, mati karena negara. Buanglah rasa takut atau khawatir dari dalam hati. Mantapkan tekadmu.

Wruhanta (ketahuilah) senapati (senapati), wakiling (wakil dari) gusti (Raja) satuhu (sebenarnya), gusti (Raja) wakiling (wakil dari) suksma (Tuhan), kang (yang) kinon (disuruh) angudanèni (mengabulkan), mring (pada) kawula (hamba) kang (yang) sumêdya (hendak) mrih (meraih) utama (keutamaan). Ketahuilah senapati, wakil dari Raja yang sebenarnya, dan raja adalah wakil dari Tuhan, yang disuruh mengabulkan, pada hamba yang hendak meraih keutamaan.

Inilah alasan dari mengapa engkau harus patuh pada senapatimu, kepada komandanmu. Patuhmu kepadanya adalah patuhnya seorang hamba kepada Raja. Dan patuhmu kepada Raja adalah patuh kepada Tuhan. Senapati adalah wakil Raja di medan perang. Dan Raja adalah wakil Tuhan di dunia ini, yang diberi tugas oleh Tuhan untuk mengabulkan, memberi kemudahan, atau memfasilitasi kepada orang yang hendak meraih keutamaan.

Konsep Raja sebagai wakil Tuhan adalah konsep Raja di kerajaan Mataram. Mereka memakai gelar khalifatullah, yang artinya wakil Tuhan di bumi. Kekhalifahan Mataram dengan demikian tidak sama dengan

Page 110: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 99 konsep khilafah pada zaman Nabi, dimana khalifah Abu Bakar adalah khalifah dari Nabi dalam memimpin umat Islam. Harap jangan dikelirukan dua konsep khilafah ini.

Padha (sama-sama) ingaran (disebut) utama (utama), ing (dalam) pakaryan (pekerjaan) mangun (melakukan) jurit (perang), iku (itu) kang (yang) luhur (mulia) priyangga (sendiri). Sama-sama disebut mulia, dalam pekerjaan melakukan perang, itu yang paling mulia.

Sama-sama disebut mulia, dari berbagai pekerjaan yang dilakukan manusia, yang paling utama adalah pekerjaan seorang prajurit. Seorang prajurit yang rela berperang membela negara adalah seorang yang paling utama dari segala manusia utama yang lain. Bahkan bila dia gugur pun raganya masih mengeluarkan keutamaan. Walau tubuh hancur tak bersisa, tubuh prajurit adalah tubuh yang mulia. Walau dia mati di medan perang dengan tubuh koyak tak karuan, kematiannya adalah kematian yang utama. Seperti yang terjadi pada tubuh Abimanyu dalam wiracerita dalam bait yang lalu.

Wus (sudah) kasêbut (disebutkan) kanang (dalam bentuk) sruti (kitab), yèn (kalau) tapaning (bertapanya) prajurit (prajurit), ngasorkên (mengalahkan) tapaning (bertapanya) wiku (pendeta, ulama). Sudah disebutkan dalam berbagai kitab, kalau bertapanya seorang prajurit, mengalahkan bertapanya seorang pendeta.

Kami belum memahami dengan jelas kitab yang dimaksud. Namun sudah jelas bahwa bagi seorang prajurit berperang adalah kebaikan yang besar. Dalam dunia Islam sudah lama kita kenal semboyan; darah seorang syuhada lebih berat dari tinta ulama.

Wit (mulai) sumungkuning (tunduknya dengan penuh) puja (pujian), nèng (di) pucuking (puncak) gunung (Gunung) Wêsi (Besi), sang (sang) pandhita (pendeta) nèng (di) pucuking (puncak) kang (yang) aldaka (gunung). Mulai dari tunduknya dengan penuh pujian, pertapa di puncak Gunung Besi, sampai para pendeta di puncak gunung.

Ini mengandung pengertian bahwa bagi seorang prajurit berperang untuk membela negara merupakan sebuah jalan menuju kemuliaan, lebih utama dari bakti yang dilakukan pertapa yang bertapa di puncak gunung, atau bakti para ulama (dan atau pendeta) yang mengajarkan kitab-kitab di

Page 111: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 100 puncak gunung. Penyebutan puncak aldaka merujuk kepada kebiasaan para pendeta atau ulama zaman dahulu yang membuat padepokan di puncak gunung. Contohnya, trah Resi Wyasa di Wukir Rahtawu atau trah Sunan Giri di Giri Kedaton (kedaton di gunung).

Page 112: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 101 Kajian Wirawiyata (1:34-35): Matia Kanthi Utama Pupuh 1, bait 32-33, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Ing tekadipun santosa, aja angrasani pati, apan tan winênang sira. Gumantung karsaning Widhi, yèn wis tibaning pasthi, nora pilih marganipun. Ala mati nèng wisma, bêcik mati kang utami, tur sumbaga dadi ngamale trahira. Wus ana kayêktènira, Sang Partasuta ing nguni, palastra anèng palagyan. Lawan lêgawaning pati, wit dènnya anglabuhi, Pandhawa manggiha unggul. Puwarantuk nugraha, sira wau Partasiwi, turunipun angratoni tanah Jawa.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Dalam tekad yang sentosa, jangan merasa akan mati, karena tak berwenang engkau. Bergantung kehendak Tuhan, kalau sudah tiba kepastian, tidak pilih-pilih caranya. Buruk mati di rumah, lebih baik mati dengan cara utama, dan juga menjadi terkenal menjadi kebaikan bagi keturunanmu. Sudah ada kenyataannya, Sang Anak Arjuna di zaman dahulu, gugur di dalam medan perang. Dengan cara yang lega menyambut kematian,

Page 113: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 102

karena dalam dia membela, Pandawa menemui kemenangan. Akhirnya mendapat anugrah, anak Parta tadi, keturunannya merajai Tanah Jawa.

Kajian per kata:

Ing (dalam) tekadipun (tekadnya) santosa (sentosa), aja (jangan) angrasani (merasa akan) pati (mati), apan (memang) tan (tak) winênang (berwenang) sira (engkau). Dalam tekad yang sentosa, jangan merasa akan mati, karena tak berwenang engkau.

Dalam tekad yang sentosa, mantapkan hati dalam menempuh medan perang. Jangan ada perasaan takut mati, karena memang engkau tidak berwenang menentukan kapan seseorang akan mati. Ketakutanmu akan kematian belum tentu terwujud, maka jangan menjadi kekhawatiran.

Gumantung (bergantung) karsaning (kehendak) Widhi (Tuhan), yèn (kalau) wis (sudah) tibaning (tiba dalam) pasthi (kepastian), nora (tidak) pilih (pilih-pilih) marganipun (caranya). Bergantung kehendak Tuhan, kalau sudah tiba kepastian, tidak pilih-pilih caranya.

Sebab hidup mati manusia bergantung kepada kehendak Tuhan. Kalau sudah tiba waktu baginya menjemput kepastian akan waktunya, takkan pilih-pilih cara seseorang menemui ajal. Bisa jadi penyebabnya sepele dan tak masuk akal. Boleh jadi malah tanpa sebab, tahu-tahu mati. Karena sesungguhnya kehidupan seseorang hanya pinjaman Tuhan, maka sewaktu-waktu sang Pemilik Hidup dapat mengambilnya kembali. Kata orang Jawa: nyawa mung gadhuhan, nyawa hanya pinjaman.

Ala (buruk) mati (mati) nèng (di) wisma (rumah), bêcik (lebih baik) mati (mati) kang (yang) utami (utama), tur (dan juga) sumbaga (terkenal) dadi (menjadi) ngamale (kebaikan) trahira (keturunanmu). Buruk mati di rumah, lebih baik mati dengan cara utama, dan juga menjadi terkenal menjadi kebaikan bagi keturunanmu.

Apalagi mati di rumah itu buruk, lebih baik mati di medan perang. Itulah cara mati yang utama, seutamanya cara orang menemui kematian. Orangnya menjadi terkenal sebagai orang yang mulia. Anal kebaikannya

Page 114: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 103 akan berimbas kepada anak cucunya. Jangan dikatakan bahwa seseorang yang menemui ajal dalam peperangan akan sia-sia hidupnya. Tidak karena balasan dari Tuhan akan diterima oleh anak keturunannya.

Wus (sudah) ana (ada) kayêktènira (kenyataannya), Sang (Sang) Partasuta (anak Parta) ing (di) nguni (zaman dahulu), palastra (gugur) anèng (di dalam) palagyan (medang perang). Sudah ada kenyataannya, Sang Anak Arjuna di zaman dahulu, gugur di dalam medan perang.

Seperti yang sudah dialami dalam kehidupan nyata oleh Sang Anak Parta di zaman dahulu. Dia gugur dalam medan perang sebagai prajurit utama. Setelah bertempur dengan gagah berani tanpa kenal takut, dia mati dengan cara yang mulia.

Lawan (dengan) lêgawaning (cara yang lega) pati (mati), wit (karena) dènnya (dalam dia) anglabuhi (membela), Pandhawa (Pandawa) manggiha (agar menemui) unggul (kemenangan). Dengan cara yang lega menyambut kematian, karena dalam dia membela, Pandawa menemui kemenangan.

Dia mati dengan hati yang lega, karena terjadi di saat dia sedang membela Pandawa agar negaranya mencapai kemenangan. Dia adalah seorang pahlawan. Seorang yang amal kebaikannya akan dituai oleh seluruh bangsa.

Puwarantuk (akhirnya mendapat) nugraha (anugrah), sira (engkau) wau (tadi) Partasiwi (anak Parta), turunipun (keturunannya) angratoni (merajai) tanah (Tanah) Jawa (Jawa). Akhirnya mendapat anugrah, anak Parta tadi, keturunannya merajai Tanah Jawa.

Akhirnya dia mendapat anugrah yang amat besar di dunia ini. Anak keturunannya menajdi raja-raja di tanah Jawa. Adapun bagi dirinya sendiri, anugrah kehidupan yang lebih baik menanti di alam selanjutnya. Sungguh suatu kehidupan yang baik buahnya, baik di sini mauun di sana, ing kene kana.

Page 115: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 104 Kajian Wirawiyata (1:36-37): Kumambanga Ing Wisesa Pupuh 1, bait 36-37, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Lamun durung takdirira, nadyan ana hru sakêthi, yèn tan was-was ing wardaya, sayêkti nora ngênani. Amung sajroning jurit, aja sira darbe kayun, ing lair amanuta, ing sakarsa senapati. Batinira kumambanga ing wisesa. Ri sêdhêng nèng bayantaka, kalamun ana kang wèri, nungkul wus buwang warastra, nora wênang dèn patèni. Binandhang iku wajib, yèn ngantia nêmu lampus, têtêp anganiaya, gawe nisthaning prajurit. Nêmu dosa têmah apês ing ayuda.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau belum sampai takdirmu, walau ada panah seratus ribu, kalau tidak was-was dalam hati, sungguh takkan mengenai. Hanya dalam perang, jangan engkau mempunyai keinginan, secara lahir menurutlah, pada sekehendak senapati. Dalam batin mengapunglah dalam kuasa Tuhan. Ketika sedang berlangsung saling membunuh di medan perang, kalau ada musuh yang, menyerah dengah membuang senjata, tidak boleh dibunuh.

Page 116: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 105

Diikat dengan tali itu harus, kalau sampai menemui kematian, tetap dianggap menganiaya, membuat nista bagi prajurit. Menemui dosa sehingga sial dalam perang.

Kajian per kata:

Lamun (kalau) durung (belum) takdirira (takdirmu), nadyan (walau) ana (ada) hru (panah) sakêthi (seratus ribu), yèn (kalau) tan (tidak) was-was (was-was) ing (dalam) wardaya (hati), sayêkti (sungguh) nora (tidak) ngênani (mengenai). Kalau belum sampai takdirmu, walau ada panah seratus ribu, kalau tidak was-was dalam hati, sungguh takkan mengenai.

Kalau belum sampai takdirmu untuk mati, walau ada seratus ribu anak panah datang, dan hatimu tidak menyimpan rasa was-was, selalu teguh pendirian, tidak menyimpan rasa takut, maka takkan ada anak panah itu yang mengenaimu. Jika Tuhan belum berkenan memanggilmu maka akan ada seratus ribu cara untuk lolos juga.

Amung (hanya) sajroning (dalam) jurit (perang), aja (jangan) sira (engkau) darbe (mempunyai) kayun (keinginan), ing (secara) lair (lahir) amanuta (menurutlah), ing (pada) sakarsa (sekehendak) senapati (senapati). Hanya dalam perang, jangan engkau mempunyai keinginan, secara lahir menurutlah, pda sekehendak senapati.

Walau demikian ketika di tengah perang tetaplah jangan mempunyai keinginan. Secara lahir tetaplah mengikuti segala perintah dari senapatimu. Patuh terhadap semua kehendaknya. Pasrahkan cara untuk menang kepadanya. Yang demikian itu untu memudahkan baginya mengatur serangan. Dia sudah pasti akan mempertimbangkan kemaslahatan untuk pasukannya. Jika dia memintamu untuk melakukan hal yang berbahaya, tetap ingatlah bahwa hidupmu di tangan Tuhan. Jangan sekali-kali takut.

Batinira (dalam batin) kumambanga (mengapunglah) ing (dalam) wisesa (kuasa Tuhan). Dalam batin mengapunglah dalam kuasa Tuhan.

Batinmu harus tetap pasrah, mengapung dalam kekuasaan Tuhan. Arti mengapung adalah menurut sekehendak kekuasaan Yang Dituruti. Seumpama gabus yang mengapung di air, dia takkan mampu melawan

Page 117: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 106 kemanapun arus air membawanya. Demikianlah perumpamaan kepasrahan seorang hamba kepada Tuhannya.

Ri (ketika) sêdhêng (tengah) nèng (di) bayantaka (saling bunuh medan perang), kalamun (kalau) ana (ada) kang (yang) wèri (musuh), nungkul (menyerah) wus (sudah) buwang (membuang) warastra (senjata), nora (tidak) wênang (boleh) dèn (di) patèni (bunuh). Ketika sedang berlangsung saling membunuh di medan perang, kalau ada musuh yang, menyerah dengah membuang senjata, tidak boleh dibunuh.

Ketika di tengah peperangan, dalam suasana saling bunuh, ketika pilihannya hanya dibunuh atau membunuh, jangan kehilangan sikap welas asih. Karena seorang ksatria pantang membunuh musuh yang lemah, yang tak sepadan darinya. Maka ketika ada musuh yang menyerah dan memasrahkan hidupnya jangan lantas berbuat semena-mena. Jadilah perlindungan bagi orang yang lemah. Ketika musuhmu sudah menjatuhkan senjata, artinya dia sudah menyerahkan hidupnya kepadamu. Engkau tak boleh berlaku semena-mena kepada orang tak berdaya.

Binandhang (diikat dengan tali) iku (itu) wajib (harus), yèn (kalau) ngantia (sampai) nêmu (menemui) lampus (kematian), têtêp (tetap) anganiaya (menganiaya), gawe (membuat) nisthaning (nista bagi seorang) prajurit (prajurit). Diikat dengan tali itu harus, kalau sampai menemui kematian, tetap dianggap menganiaya, membuat nista bagi prajurit.

Wajib bagimu untuk mengamankannya. Dengan cara yang sepantasnya. Boleh diikat untuk memastikan dia tidak lari atau melakukan tipudaya. Namun tidak boleh diperlakukan dengan buruk. Kalau sampai terjadi suatu celaka padanya maka engkau dianggap telah berbuat aniaya. Itu tindakan yang nista bagi seorang prajurit.

Nêmu (menui) dosa (dosa) têmah (sehingga) apês (sial) ing (dalam) ayuda (perang). Menemui dosa sehingga sial dalam perang.

Jika engkau berbuat seperti itu maka engkau akan menemui kesialan dalam perang. Maka hindarilah memperlakukan tawanan dengan buruk. Sikap yang paling baik adalah menjaga agar tawanan dalam keadaan selamat sampai senapati memutuskan langkah yang akan diambil selanjutnya.

Page 118: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 107 Kajian Wirawiyata (1:38-39): Elinga Watak Prajurit Nistha Pupuh 1, bait 38-39, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Mangkono priyangganira, yèn kasêlut ing ajurit, aja gugup dèn prayitna, ing tekad dipun pratitis. Awit wong murwèng jurit, ana pêpangkatanipun, nistha madya utama. Yèn kobêr dipun èngêti, kanisthane wong kasêbut nèng ranangga. Ing papan nora kuciwa, gêgaman samêkta sami, atandhing padha kèhira, tanpa kiwul ing ajurit, tangèh ana pêpati, myang tan ana nandhang tatu, mundur tanpa larapan. Mung labêt kêkêsing ati, kang mangkono antuk dosa tri prakara. Dhihin marang ing narendra, dènira cidra ing janji. Kapindho ngasorkên praja, kang mulyakkên marang dhiri. Katri marang Hyang Widhi, ngukuhi gadhuhanipun. Kokum pantês linunas, padhane sato wanadri, yèn janmaa pasthi ana tekadira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Demikian engkau sendiri, kalau dikepung dalam perang, jangan gugup yang waspada, dalam tekad harap tepat.

Page 119: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 108

Karena orang yang memulai dala peperangan, ada derajat-derajatnya, nista tengah-tengah dan utama. Kalau sempat cobalah diingat-ingat, kenistaan orang yang disebut dalam perang. Dalam tempat yang tidak mengecewakan, senjata siap semua, dibanding musuh sama banyaknya, tanpa bertempur dalam perang, mustahil ada korban jiwa, dan tak ada yang mengalami luka, mundur tanpa aturan, hanya karena rasa miris dalam hati, yang demikian mendapat dosa tiga perkara. Pertama kepada Raja, karena dia ingkar dalam janji. Kedua mempermalukan negara, yang telah memuliakan pada dirinya. Ketiga kepada Tuhan Yang Maha Benar, mengukuhi pinjamannya. Dihukumi pantas dimusnahkan, sama seperti hewan liar di hutan, kalau manusia pasti ada tekadnya.

Kajian per kata:

Mangkono (demikian) priyangganira (engkau sendiri), yèn (kalau) kasêlut (dikepung) ing (dalam) ajurit (perang), aja (jangan) gugup (gugup) dèn (yang) prayitna (waspada), ing (dalam) tekad (tekad) dipun (harap) pratitis (tepat). Demikian engkau sendiri, kalau dikepung dalam perang, jangan gugup yang waspada, dalam tekad harap tepat.

Demikian juga bagi dirimu sendiri, kalau terkepung dalam perang jangan gugup, tapi waspadalah. Dalam tekad jangan sampai keliru, niatnya yang tepat. Yakni pasrah sambil terus berupaya. Yang gigih dalam bertempur membela negara. Tetaplah memakai watak utama dalam perang.

Page 120: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 109 Awit (karena) wong (orang) murwèng (memulai dalam) jurit (peperangan), ana (ada) pêpangkatanipun (derajat-derajatnya), nistha (nista) madya (tengah-tengah) utama (utama). Karena orang yang memulai dala peperangan, ada derajat-derajatnya, nista tengah-tengah dan utama.

Karena dalam peperangan, orang yang maju ke medan perang ada banyak watak dan perilakunya, ada derajat-derajat keperwiraannya. Ada yang berwatak nista, ada yang berwatak madya, yakni seperti watak kebanyakan orang. Dan ada yang berwatak utama, seperti watak dari para senapati hebat seperti Abimanyu.

Yèn (kalau) kobêr (sempat) dipun (cobalah) èngêti (dingat-ingat), kanisthane (kenistaan) wong (orang) kasêbut (yang disebut) nèng (dalam) ranangga (perang). Kalau sempat cobalah diingat-ingat, kenistaan orang yang disebut dalam perang.

Maka ingat-ingat kalau sempat, apa yang disebut dengan watak nista itu. Agar engkau dapat menghindarinya. Bagaimanakah contoh dari watak nista itu? Bait berikut ini akan menguraikan salah satu contohnya.

Ing (dalam) papan (tempat) nora (tidak) kuciwa (kecewa), gêgaman (senjata) samêkta (siap) sami (semua), atandhing (dibandingkan) padha (sama) kèhira (jumlahnya), tanpa (tanpa) kiwul (bertempur) ing (dalam) ajurit (perang), tangèh (mustahil) ana (ada) pêpati (korban), myang (dan) tan (tak) ana (ada) nandhang (yang mengalami) tatu (luka), mundur (mundur) tanpa (tanpa) larapan (aturan), mung (hanya) labêt (karena) kêkêsing (miris dalam) ati (hati), kang (yang) mangkono (demikian) antuk (mendapat) dosa (dosa) tri (tiga) prakara (perkara). Dalam tempat yang tidak mengecewakan, senjata siap semua, dibanding musuh sama banyaknya, tanpa bertempur dalam perang, mustahil ada korban jiwa, dan tak ada yang mengalami luka, mundur tanpa aturan, hanya karena rasa miris dalam hati, yang demikian mendapat dosa tiga perkara.

Yakni ketika engkau mendapat tempat yang baik, posisi yang strategis, dengan senjata yang siap dan setara dibanding musuh dalam kekuatan dan senjata. Namun tanpa bertempur dalam perang dan tidak ada korban jiwa dan tidak ada yang terluka, tetapi engkau mundur tanpa aturan. Yang demikian itu engkau mendapat dosa tiga perkara.

Page 121: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 110 Jika dalam posisi setimbang engkau tidak berani melawan musuh, dan malah mundur tanpa teratur hanya karena engkau merasa takut dalam hati, miris melihat musuh yang belum tentu menang, malah lari dari medan perang, sungguh engkau telah berbuat nista. Engkau durhaka kepada tiga orang. Siapa saja mereka itu?

Dhihin (pertama) marang (kepada) ing (pada) narendra (raja), dènira (karena dia) cidra (ingkar) ing (dalam) janji (janji). Pertama kepada Raja, karena dia ingkar dalam janji.

Seorang prajurit telah janji setia dan mengabdi kepada raja, sanggup melaksanakan segala perintah dan mau mempertaruhkan nyawa untuk rajanya. Dengan lari dari medan perang maka dia telah mengingkari sumpah janjinya.

Kapindho (kedua) ngasorkên (mempermalukan) praja (negara), kang (yang) mulyakkên (telah memuliakan) marang (pada) dhiri (dirinya). Kedua mempermalukan negara, yang telah memuliakan pada dirinya.

Sebagai prajurit yang semua kebutuhannya telah dicukupi oleh negara, diberi kedudukan, dihormati oleh sesama hamba, sungguh tak elok jika tak mau maju perang. Sungguh tak pantas jika mundur karena takut. Itu berarti dia hanya memikirkan dirinya sendiri, di atas kepentingan negara. Sikap yang demikian itu mempermalukan negara. Tampak bahwa dalam negara itu hanya berisi orang-orang pengecut.

Katri (ketiga) marang (kepada) Hyang (Tuhan) Widhi (Yang Maha Benar), ngukuhi (mengukuhi) gadhuhanipun (barang pinjaman). Ketiga kepada Tuhan Yang Maha Benar, mengukuhi pinjamannya.

Yang ketiga, lari dari perang atau menghindar dari resiko peperangan dengan tanpa berupaya adalah merupakan dosa kepada Tuhan. Karena orang yang lari mencari keselamatan dirinya sendiri berarti dia mencoba untuk mengukuhi barang pinjaman yang ada padanya, yakni kehidupannya atau nyawanya. Tuhan meminjamkan nyawa agar kita memakainya untuk melakukan kebaikan. Apapun resikonya jika telah dipakai dalam kebaikan maka kita telah menunaikan amanat. Mencoba mencari selamat karena lebih sayang kepada nyawanya berarti ingkar akan kewajiban, seolah tak rela kalau barang pinjamannya itu diambil pemiliknya.

Page 122: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 111 Kokum (nanti dihukum) pantês (pantas) linunas (dimusnahkan), padhane (sama seperti) sato (hewan) wanadri (hutan), yèn (kalau) janmaa (manusia) pasthi (pasti) ana (ada) tekadira (tekadnya). Dihukumi pantas dimusnahkan, sama seperti hewan liar di hutan, kalau manusia pasti ada tekadnya.

Orang yang demikian itu dihukumi sebagai pantas dimusnahkan seperti hewan liar yang hidup di hutan. Karena watak manusianya sudah hilang. Kalau masih ada sifat manusia pasti ada tekad untuk melawan, tekad untuk bertahan, tekad untuk merasa malu kalau melarikan diri. Orang yang demikian pasti sebangsa hewan liar wataknya.

Page 123: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 112 Kajian Wirawiyata (1:40-42): Tatag Tur Simpen Wiweka Pupuh 1, bait 40-42, Sinom (metrum: 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Madyane para prawira, yèn kasêsêr ing ajurit, nadyan kèh kêdhike padha, kasor papane kasupit, mundur amrih pakolih. Ing pangolah nora gugup, sarana winaweka, kaangkah dènnya mangungkih, yèn sinêrang rikat rinukêt marwasa. Utamanirèng prawira, sanadyan karoban tandhing, tatag tur simpên wiweka, wêngkoning papan tiniling, linanglangan kang wèri. Endi kang suda ing purun, pinaran pinarwasa, winisesa amrih titih, èstu jaya sahaya samya raharja.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Watak dari para perwira madya, kalau terdesak di dalam perang, walau banyak sedikitnya sama, kalah tempatnya terjepit, mundur agar beroleh selamat. Dalam melihat situasi tidak gugup, dengan sarana berhati-hati, rencananya dengan mengalah, kalau diserang dengan cepat menyergap menaklukkan lawan. Utamanya watak perwira, walaupun terdesak dalam perang, tetap tenang dan juga menyimpan kehati-hatian, batas-batas dari musuh dilihat seksama,

Page 124: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 113

dilihat sekeliling musuhnya. Mana yang berkurang dalam kehendak musuh, didekati dan ditaklukkan, dikuasai agar menang, sungguh sampai menang bawahan semua sejahtera.

Kajian per kata:

Madyane (watak madya) para (para) prawira (perwira), yèn (kalau) kasêsêr (terdesak) ing (dalam) ajurit (perang), nadyan (walau) kèh (banyak) kêdhike (sedikitnya) padha (sama), kasor (kalah) papane (tempatnya) kasupit (terjepit), mundur (mundur) amrih (agar) pakolih (beroleh selamat). Watak dari para perwira madya, kalau terdesak di dalam perang, walau banyak sedikitnya sama, kalah tempatnya terjepit, mundur agar beroleh selamat.

Watak tengah-tengah adalah watak para perwira yang penuh perhitungan. Tidak takut tetapi selalu berhati-hati. Mau mundur kalau terdesak, dengan harapan dapat mempersiapkan diri. Agar bahaya besar dapat dihindari. Kelihatan seperti takut, tetapi sebenarnya hanya menghindar agar tidak jatuh korban yang banyak.

Ing (dalam) pangolah (melihat situasi) nora (tidak) gugup (gugup), sarana (dengan sarana) winaweka (berhati-hati), kaangkah (rencana) dènnya (dalam dia) mangungkih (mengalah), yèn (kalau) sinêrang (diserang) rikat (dengan cepat) rinukêt (menyergap) marwasa (menaklukkan lawan). Dalam melihat situasi tidak gugup, dengan sarana berhati-hati, rencananya dengan mengalah, kalau diserang dengan cepat menyergap menaklukkan lawan.

Dalam melihat situasi tidak gugup, selalu berhati-hati agar selamat. Tidak mengumbar keberanian, tetapi juga tidak takut. Menerapkan strategi agar sedikit mungkin jatuh korban. Berani mengalah dengan tetap menjaga moral prajurit. Tidak tampak gagah memang, tetapi sewaktu-waktu dapat menyerang bila ada kesempatan. Sikapnya selalu penuh perhitungan.

Utamanirèng (utamanya watak dari) prawira (perwira), sanadyan (walaupun) karoban (terdesak) tandhing (dalam perang), tatag (hati tenang) tur (dan juga) simpên (menyimpan) wiweka (kehati-hatian), wêngkoning (batas-batas dari) papan (tempat) tiniling (dilihat seksama),

Page 125: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 114 linanglangan (dilihat sekeliling) kang (yang) wèri (musuh). Utamanya watak perwira, walaupun terdesak dalam perang, tetap tenang dan juga menyimpan kehati-hatian, batas-batas dari musuh dilihat seksama, dilihat sekeliling musuhnya.

Watak perwira utama, walau terdesak tidak lantas lari ketakutan. Hatinya teguh bergeming, tidak ada kekhawatiran. Sambil terus melawan mencoba melihat sekeliling dengan seksama. Sambil mengukur kekuatan musuh, mencoba menguasai medan untuk menerapkan strategi. Walau terdesak tetap menjaga harapan untuk menang, maka selalu mencari cara jalan keluar agar memenangkan pertempuran.

Endi (mana) kang (yang) suda (berkurang) ing (dalam) purun (kehendak, kemauan), pinaran (didekati) pinarwasa (ditaklukkan), winisesa (dikuasai) amrih (agar) titih (menang), èstu (sungguh) jaya (jaya) sahaya (bawahan, pembantu) samya (semua) raharja (sejahtera). Mana yang berkurang dalam kehendak musuh, didekati dan ditaklukkan, dikuasai agar menang, sungguh sampai menang bawahan semua sejahtera.

Sambil terus bertempur terus mengawasi, bagian mana dari musuh yang kelihatan lemah diserang dan ditaklukkan. Dikuasai sedikit demi sedikit agar menang, sampai satu persatu bagian ditaklukkan dan diraih kemenangan. Sungguh kalau sudah memang semua bawahan mendapat kesejahteraan. Itulah tiga watak prajurit dalam perang.

Page 126: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 115

PUPUH KEDUA

PANGKUR

Page 127: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 116

Page 128: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 117 Kajian Wirawiyata (2:1-3): Pitung Prakara Watak Calon Senapati Pupuh 2, bait 1-3, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Kapungkur patraping bala, ginantyakkên lungguhing senapati, ingkang sinrahan wadyagung, dening jêng narèswara, kinèn matah saprayoganirèng wadu, kinarya rumêksèng praja. Dènira ngupaya janmi, ywa tinggal pitung prakara, mrih utama adêgirèng prajurit. Kang dhihin nalurinipun, tan kêna trahing sudra, kapindhone bumi kalairanipun, kang maksih tunggal sapraja, katri tanpa cacad dhiri. Papat otot balungira, ingkang tigas lima tanpa panyakit, ênêm sawang-sawungipun, pitu kang datan darwa, pakarêman kang mlarati raganipun, marma milih kang mangkana, watêke wantalèng kardi.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Sudah selesai pelajaran tentang disiplin bagi balatentara, sekarang ganti dengan disiplin bagi senapati, yang diserahi segenap prajurit, oleh Kanjeng Sang Raja, disuruh memerintah bagaimana baiknya prajurit, untuk menjaga keadaan negara. Dalam mencari personil, jangan meninggalkan tujuh perkara, agar utama berdiri mereka di depan prajurit.

Page 129: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 118

Yang pertama nalurinya, tak boleh keturunan sudra, keduanya tanah kelahirannya, yang masih satu negara, ketiga tanpa cacat diri. Keempat otot-tulangnya, yang segar kelima tanpa penyakit, keenam enak dipandang, ketujuh yang tidak mempunyai, watak yang merusak badannya, maka pilihlah yang demikian itu, wataknya lugas dalam bekerja.

Kajian per kata:

Kapungkur (sudah selesai) patraping (pelajaran tentang disiplin) bala (bagi balatentara), ginantyakkên (digantikan) lungguhing (yang duduk sebagai) senapati (senapati), ingkang (yang) sinrahan (diserahi) wadyagung (segenap prajurit), dening (oleh) jêng (Kanjeng) narèswara (Raja), kinèn (disuruh) matah (memerintah) saprayoganirèng (bagaimana baiknya) wadu (prajurit), kinarya (untuk) rumêksèng (menjaga keadaan) praja (negara). Sudah selesai pelajaran tentang disiplin bagi balatentara, sekarang ganti dengan disiplin bagi senapati, yang diserahi segenap prajurit, oleh Kanjeng Sang Raja, disuruh memerintah bagaimana baiknya prajurit, untuk menjaga keadaan negara.

Pelajaran untuk para prajurit sudah selesai. Sekarang kita masuk kepada pelajaran bagi para senapati sebagai komandan yang diserahi untuk memerintah prajurit. Bagaimana perlakuan terhadap mereka agar dapat dibentuk pasukan yang dapat diandalkan untuk menjaga negara. Bagaimana sebaiknya para senapati harus bertindak agar dapat memberi perintah kepada para prajurit dengan baik.

Dènira (dalam dia) ngupaya (mencari) janmi (personil), ywa (jangan) tinggal (meninggalkan) pitung (tujuh) prakara (perkara), mrih (agar) utama (utama) adêgirèng (berdiri mereka) prajurit (di depan prajurit). Dalam dia mencari personil, jangan meninggalkan tujuh perkara, agar utama berdiri mereka di depan prajurit.

Page 130: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 119 Untuk membentuk pasukan yang utama, yang dapat diandalkan, yang tuntas dalam menjalankan tugas, dimulai sejak merekrut personil prajurit. Ada tujuh perkara atau kriteria dalam menyeleksi prajurit yang baik. Tujuh perkara itu sebagai berikut ini.

Kang (yang) dhihin (pertama) nalurinipun (nalurinya), tan (tak) kêna (boleh) trahing (keturunan) sudra (orang rendah), kapindhone (keduanya) bumi (tanah) kalairanipun (kelahirannya), kang (yang) maksih (masih) tunggal (satu) sapraja (negara), katri (ketiga) tanpa (tanpa) cacad (cacat) dhiri (diri). Yang pertama nalurinya, tak boleh keturunan sudra, keduanya tanah kelahirannya, yang masih satu negara, ketiga tanpa cacat diri.

Tujuh kriteria untuk merekrut senapati itu adalah: Yang pertama, tidak boleh keturunan sudra, yakni orang biasa yang tidak pernah menjadi prajurit. Hal ini berkaitan dengan pendidikan kewiraan yang tidak dia dapatkan kalau dia keturunan sudra. Di zaman dahulu tidak ada sekolah, jadi yang mendidik anak hanyalah orang tuanya. Selain itu dikhawatirkan sifat orang tuanya menurun kepadanya, karena tidak biasa berperang mungkin saja kurang cakap dalam olah keprajuritan.

Yang kedua, tanah kelahirannya masih satu negara dengan tempat dia mengabdi. Tidak boleh misalnya mengangkat prajurit dari kalangan lain bangsa. Dikhawatirkan loyalitasnya masih kepada negara asalnya. Yang ketiga tidak boleh cacat diri. Yang dimaksud adalah cacat fisik yang menganggu tugasnya sebagai prajurit. Seorang prajurit harus cakap dan berwibawa, gagah menggentarkan musuh.

Papat (keempat) otot (otot) balungira (tulangnya), ingkang (yang) tigas (segar) lima (kelima) tanpa (tanpa) panyakit (penyakit), ênêm (keenam) sawang-sawungipun (enak dipandang), pitu (ketujuh) kang (yang) datan (tidak) darwa (punya), pakarêman (kegemaran) kang (yang) mlarati (memiskinkan) raganipun (badannya), marma (oleh karena itu) milih (pilihlah) kang (yang) mangkana (demikian), watêke (wataknya) wantalèng (wantah, lugas) kardi (dalam bekerja). Keempat otot-tulangnya, yang segar kelima tanpa penyakit, keenam enak dipandang, ketujuh yang tidak mempunyai, watak yang merusak badannya, maka pilihlah yang demikian itu, wataknya lugas dalam bekerja.

Yang keempat otot-tulangnya masih segar. Tigas artinya baru, segar seperti belum dipakai, maksudnya sangat sigap, tangkas, cekatan. Kelima tidak

Page 131: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 120 mempunyai penyakit yang parah yang membuat pekerjaannya tidak sempurna. Keenam penampilannya bagus, gagah, tegap dan tinggi. Kalau secara fisik tidak menarik jika menjadi prajurit tentu kurang meyakinkan, misalnya terlalu pendek, dsb. Ketujuh tidak mempunyai kebiasaan yang bisa merusak badannya, semisal minum tuak, mabuk atau gemar berjudi. Pilihlah orang yang memenuhi tujuh kriteria itu agar dapat menjadi prajurit yang cakap. Lugas dalam bekerja. Tidak neko-neko.

Page 132: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 121 Kajian Wirawiyata (2:4-9): Den Gegulang Rujuk Lawan Watake Pupuh 2, bait 4-9, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Sawusing pamilihira, pamintane mring wong sawiji-wiji, pinantês cêkêlanipun, rujuke lan sarira. Pangulahe warastra ywa kongsi rikuh, rikate dènnya marwasa, myang panangkis amrih titih. Wong kang sêdhêng dêdêgira, aparigêl tuwin kang andhap alit, akas cukat tandangipun, iku sinung sanjata. Watak nora kewran sabarang pakewuh, mudhun jurang munggah arga, aluwês tur miyatani. Wong kang lêncir dêdêgira, kurang tandang aropèk ingkang dhiri, iku cinêkêlan lawung. Jangkah dhêpane dawa, watak corok lêlantaran silih panduk, mlumpad jagang pasang ôndha, angunggahi balowarti. Wong sadhepah dêdêgira, kang pawakan otot balung kawijil, mariyêm cêkêlanipun. Amolahakên rosa, nadyan kêmbêl kêbladhêr kuwawa junjung, manawa bobrok kang kuda, watêke kêlar gêntèni. Wong gung luhur kang sêmbada, iku pantês karya wadya turanggi. Agampang panitihipun, klar nêmbadani kuda,

Page 133: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 122

nangkis rosa mêdhang mring pratala gadug. Yèn têmpuk padha turôngga, silih rok amigunani. Dene wong kang môndraguna, kinaryaa margôngsa juru margi, myang rêrakit kuwu-kuwu. Kalamun anèng têba, lawan bètèng karêtêg sêsaminipun, kang tan kewran ing pangreka, mêmènèk lan bisa nglangi.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Setelah selesai seleksi, diminta kepada setiap prajurit satu per satu, yang pantas memegang senjata, disesuaikan dengan postur tubuhnya. Pelatihan senjata yang akan mereka pakai jangan sampai merepotkan mereka, agar cepat dia menyergap lawan, dan mudah dalam menangkis agar unggul. Orang yan sedang posturnya, mahir serta pendek kecil, gesit cekatan gerakannya, itu diberi senjata. Wataknya tidak kesulitan dalam segala kerepotan, turun jurang naik gunung, luwes dan juga andal. Orang yang tinggi kurus posturnya, kurang gerakan lemah badannya, itu diminta memegang tombak. Langkah dan bentang tangannya panjang, wataknya dapat menyodok dengaran lebih mengenai, melompati parit memasang tangga, menaiki benteng. Orang yang tinggi besar dada bidang posturnya, yang tubuhnya terlihat berotot tulang,

Page 134: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 123

pegangnya meriam. Menggerakkan kuat, walau terperosok terjeblos lumpur sanggup mengangkat, kalau kuda penarik payah, kuat menggantikan. Orang yang besar, tinggi yang kuat, itu pantas untuk pasukan berkuda. Memudahkan dia naik, kuat mengendalikan gerakan kuda, menangkis kuat menyabetkan pedang sampai ke tanah. Kalau tertempur sesama prajurit berkuda, saling terjang sangat berguna. Adapun orang yang punya keahlian, pakailah sebagai tukang kayu pembuka jalan, dan merakit pos-pos peristirahatan, kalau di luar kota. Dan benteng jembatan semacamnya, yang tak kesulitan dalam merekayasa, bisa memanjat dan bisa berenang.

Kajian per kata:

Sawusing (setelah) pamilihira (seleksi selesai), pamintane (diminta) mring (kepada) wong (orng) sawiji-wiji (satu per satu), pinantês (yang pantas) cêkêlanipun (memegang senjata), rujuke (merujuk, sesuai) lan (dengan) sarira (postur tubuh). Setelah selesai seleksi, diminta kepada setiap prajurit satu per satu, yang pantas memegang senjata, disesuaikan dengan postur tubuhnya.

Setelah terkumpul orang-orang pilihan yang mampu menjai prajurit, selanjutnya kepada mereka diminta untuk memegang senjata sesuai dengan postur tubuh mereka. Penempatan mreka dalam pasukan disesuaikan dengan sifat-sifat fisik mereka. Tentu juga selain postur tubuh dipertimbangkan pula kemampuan intelektual, bakat dan minat para prajurit.

Page 135: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 124 Pangulahe (pelatihan) warastra (senjata) ywa (jangan) kongsi (sampai) rikuh (merepotkan), rikate (agar cepat) dènnya (dia) marwasa (menyergap lawan), myang (dan) panangkis (mudah dalam menangkis) amrih (agar) titih (unggul). Pelatihan senjata yang akan mereka pakai jangan sampai merepotkan mereka, agar cepat dia menyergap lawan, dan mudah dalam menangkis agar unggul.

Ada postur tertentu yang lebih cocok jika memakai senjata tertentu. Ada tugas tertentu yang lebih cocok jika memakai orang yang tinggi, yang pendek, yang kurus yang kekar dan sebagainya. Kepada mereka dilatih sesuai dengan kondisi tubuh dan bakat kemampuannya.

Wong (orang) kang (yang) sêdhêng (sedang) dêdêgira (posturnya), aparigêl (mahir) tuwin (serta) kang (yang) andhap (pendek) alit (kecil), akas (gesit) cukat (cekatan) tandangipun (gerakannya), iku (itu) sinung (diberi) sanjata (senjata). Orang yan sedang posturnya, mahir serta pendek kecil, gesit cekatan gerakannya, itu diberi senjata.

Yang postur pendek tapi gesit, lincah, terampil gerakannya diberi senjata. Pistol atau senapan. Karena motoriknya bagus dan cekatan dia akan berhasil kalau memegang senapan yang memerlukan gerak cepat dan akurat.

Watak (wataknya) nora (tidak) kewran (kesulitan) sabarang (dalam segala) pakewuh (kerepotan), mudhun (turun) jurang (jurang) munggah (naik) arga (gunung), aluwês (luwes) tur (dan juga) miyatani (andal). Wataknya tidak kesulitan dalam segala kerepotan, turun jurang naik gunung, luwes dan juga andal.

Karena kelebihan dari fisiknya yang cekatan dan terampil, tidak akan kesulitan dalam segala keadaan. Turun jurang, naik gunung, dapat dilakukan dengan luwes dan dapat diandalkan.

Wong (orang) kang (yang) lêncir (tinggi kurus) dêdêgira (posturnya), kurang (kurang) tandang (gerakan) aropèk (lemah) ingkang (yang) dhiri (diri), iku (itu) cinêkêlan (diminta memegang) lawung (tumbak). Orang yang tinggi kurus posturnya, kurang gerakan lemah badannya, itu diminta memegang tombak.

Orang yang tingginya di atas rata-rata dan besar biasanya lamban dalam gerakan, lemah dalam merespon serangan, tidak cekatan dan gesit. Senjata

Page 136: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 125 yang cocok baginya adalah tombak. Dengan memegang tombak orang yang berpostur tinggi lebih panjang jangkauannya. Ini menguntungkan baginya.

Jangkah (langkah) dhêpane (bentang tangannya) dawa (panjang), watak (wataknya) corok (dapat menyodok) lêlantaran (dengan sarana) silih panduk (lebih mengenai), mlumpad (melompat) jagang (parit) pasang (memasang) ôndha (tangga), angunggahi (menaiki) balowarti (benteng). Langkah dan bentang tangannya panjang, wataknya dapat menyodok dengaran lebih mengenai, melompati parit memasang tangga, menaiki benteng.

Dengan postur tubuh yang tinggi langkah kaki dan rentang tanggannya juga panjang. Kalau menyodok dengan tumbak akan lebih sampai mengenai sasaran. Juga cocok jika bertugas di tempat yang memerlukannya, seperti melompati parit, memasang tangga untuk menaiki benteng dan sebagainya.

Wong (orang) sadhepah (tinggi besar dada bidang) dêdêgira (posturnya), kang (yang) pawakan (tubuhnya) otot (berotot) balung (tulang) kawijil (terlihat), mariyêm (meriam) cêkêlanipun (pegangannya). Orang yang tinggi besar dada bidang posturnya, yang tubuhnya terlihat berotot tulang, pegangnya meriam.

Sadhepah adalah postur tinggi dan berotot, dada bidang tubuh kekar lebar, orang seperti itu pasti kuat. Cocok kalau memegang meriam, artileri yang sudah mulai dipakai oleh pasukan Mangkunagaran.

Amolahakên (menggerakkan) rosa (kuat), nadyan (walau) kêmbêl (terperosok) kêbladhêr (terjeblos lumpur) kuwawa (sanggup) junjung (mengangkat), manawa (kalau) bobrok (rusak) kang (yang) kuda (kuda), watêke (sifatnya) kêlar (kuat) gêntèni (menggantikan). Menggerakkan kuat, walau terperosok terjeblos lumpur sanggup mengangkat, kalau kuda penarik payah kuat menggantikan.

Orang yang tinggi besar mampu dengan mudah menggerakkan meriam yang berat, kalau roda meriam terperosok dalam tanah yang lengket (kembel), atau terjeblos lumpur (kebladher) mampu mengangkat. Kalau kuda penarik meriam lempoh pun sanggup untuk menarinya.

Page 137: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 126 Wong (orang) gung (besar) luhur (tinggi) kang (yang) sêmbada (kuat), iku (itu) pantês (pantas) karya (untuk) wadya (pasukan) turanggi (berkuda). Orang yang besar, tinggi yang kuat, itu pantas untuk pasukan berkuda.

Orang yang tinggi besar dan kuat sangat cocok ditempatkan di pasukan kavaleri atau dragonder, pasukan berkuda gerak cepat.

Agampang (memudahkan) panitihipun (dia naik), klar (kuat) nêmbadani (mengendalikan gerakan) kuda (kuda), nangkis (menangkis serangan) rosa (kuat) mêdhang (menyabetkan pedang) mring (ke) pratala (tanah) gadug (sampai ke dasar). Memudahkan dia naik, kuat mengendalikan gerakan kuda, menangkis kuat menyabetkan pedang sampai ke tanah.

Posturnya memudahkan dia naik, kuat mengendalikan gerakan kuda yang tak beraturan. Mampu menangkis serangan lawan, tidak terpental karena tubuhnya besar. Juga mampu menyabetkan pedang sampai ke tanah, untuk memancung lawan yang terjatuh.

Yèn (kalau) têmpuk (bertempur) padha (sesama) turôngga (berkuda), silih (saling) rok (terjang) amigunani (sangat berguna). Kalau tertempur sesama prajurit berkuda, saling terjang sangat berguna.

Kalau melakukan duel dengan sesama prajurit berkuda, orang berpostur tinggi sangat berguna. Lebih unggul karena jangkauan tangannya lebih panjang. Dengan senjata pedang pun menjangkau, dengan tombak juga lebih dulu mengenai lawan.

Dene (adapun) wong (orang) kang (yang) môndraguna (keahlian), kinaryaa (pakailah) margôngsa (sebagai tukang kayu) juru margi (pembuka jalan), myang (dan) rêrakit (merakit) kuwu-kuwu (pos-pos peristirahatan), kalamun (kalau) anèng (ada di) têba (luar kota). Adapun orang yang punya keahlian, pakailah sebagai tukang kayu pembuka jalan, dan merakit pos-pos peristirahatan, kalau di luar kota.

Orang yang punya keahlian ditempatkan dalam pasukan zeni, bertugas sebagai pembuka jalan, merakit fasilitas tempur seperti pos-pos, tempat peristirahatan. Jika kebetulan pasukan sedang melawat ke luar daerah akan sangat berguna.

Lawan (dan) bètèng (benteng) karêtêg (jembatan) sêsaminipun (semacamnya), kang (yang) tan (tak) kewran (kesulitan) ing (dalam)

Page 138: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 127 pangreka (merekayasa), mêmènèk (bisa memanjat pohon) lan (dan) bisa (bisa) nglangi (berenang). Dan benteng jembatan semacamnya, yang tak kesulitan dalam merekayasa, bisa memanjat dan bisa berenang.

Dan juga mempersiapkan benteng darurat, jembatan darurat, bangunan logistik seperti lumbung, dapur umum, serta sarana mobilisasi pasukan seperi gerobak, kereta dan lain-lain. Agar tangguh pasukan zeni juga dibekali dengan kemampuan jelajah medan, seperti memanjat pohon, menyeberangi rawa, berenang dan sebagainya.

Page 139: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 128 Kajian Wirawiyata (2:10-11): Ngumpulna Samektaning Jurit Pupuh 2, bait 10-11, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Yogyane malih ngumpulna, para tukang kang kanggo mring prajurit, gêrji lawan tukang puntu. Karya busana wastra, tukang nyamak mênjait pakaryanipun, parabot kang bôngsa carma, tukang tapêl lawan nyingi. Sayang lan tukang marakas, mirantèni bêkakasing prajurit, pandhe miwah tukang kayu, mranggi lawan kêmasan. Ingkang karya gêgamaning aprang pupuh, sadaya dipun samêkta, rèhning rumêksèng prajurit.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Lebih baik lagi kumpulkan, para tukang yang digunakan para prajurit, seperti tukang jahit dan tukang tali, membuat pakaian dan kain. Tukang samak menjahit pekerjaannya, membuat perabot sebangsa kulit, tukang pelana dan tukang logam. Tukang tembaga dan tukang gosok intan, melengkapi perkakas dari prajurit, panda besi serta tukang kayu, pembuat rangka senjata dan tukang emas. Yang membuat senjata perang besar, semua disiapkan, karena berkaitan denan penjagaan prajurit.

Page 140: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 129 Kajian per kata:

Yogyane (lebih baik) malih (lagi) ngumpulna (kumpulkan), para (para) tukang (tukang) kang (yang) kanggo (digunakan) mring (oleh) prajurit (prajurit), gêrji (tukang jahit) lawan (dan) tukang (tukang) puntu (tali), karya (membuat) busana (pakaian) wastra (kain). Lebih baik lagi kumpulkan, para tukang yang digunakan para prajurit, seperti tukang jahit dan tukang tali, membuat pakaian dan kain.

Lebih baik dalam pasukanmu ada orang yang mampu membuat atau menyediakan keperluan prajurit, seperti tukang jahit dan tukang tali. Tukang jahit untuk membetulkan pakaian prajurit yang rusak, sobek, bedhah. Juga untuk menjahit kain yang diperlukan selama perang. Tukang tali untuk membuat keperluan perang, seperti tali kekang, tali kereta, tali untuk tali temali perabotan, dan lain-lain.

Tukang (tukang) nyamak (samak) mênjait (menjahit) pakaryanipun (pekerjaannya), parabot (perabot) kang (yang) bôngsa (sebangsa) carma (kulit), tukang (tukang) tapêl (pelana) lawan (dan) nyingi (logam). Tukang samak menjahit pekerjaannya, membuat perabot sebangsa kulit, tukang pelana dan tukang logam.

Tukang samak untuk membuat perabot dari kulit, seperti tempat anak panah, tali senjata, tali kuda, pelana, dan sebagainya. Tukang logam untuk membuat peralatan perang, senjata, mata panah, pedang, tapal kuda dan berbagai perabot lain yang diperlukan.

Sayang (tukang tembaga) lan (dan) tukang (tukang) marakas (penggosok intan), mirantèni (melengkapi) bêkakasing (perkakas dari) prajurit (prajurit), pandhe (pandai besi) miwah (serta) tukang kayu (tukang kayu), mranggi (pembuar rangka senjata) lawan (dan) kêmasan (tukang emas). Tukang tembaga dan tukang gosok intan, melengkapi perkakas dari prajurit, panda besi serta tukang kayu, pembuat rangka senjata dan tukang emas.

Semua tenaga trampil di atas diperlukan dalam perang. Jangan sampai ketika dibutuhkan mereka harus dicari-cari. Syukur kalau di antara prajurit ada yang mampu melakukan itu. Kalau tidak perlu direkrut dari luar, terutama untuk pekerjaan profesional.

Page 141: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 130 Ingkang (yang) karya (membuat) gêgamaning (senjata) aprang (perang) pupuh (besar), sadaya (semua) dipun samêkta (disiapkan), rèhning (karena) rumêksèng (berkatian dengan penjagaan) prajurit (prajurit). Yang membuat senjata perang besar, semua disiapkan, karena berkaitan denan penjagaan prajurit.

Mereka harus siap sedia, standby di medan perang. Kalau sewaktu-waktu dibutuhkan sudah siap. Dengan demikian pasukan selalu bertempur dengan alat yang baik, senjata yang sempurna, sarana yang lengkap dan pendukung logistik yang cukup. Tugas mereka memang berkaitan dengan penjagaan agar performa tempur prajurit tidak menurun.

Page 142: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 131 Kajian Wirawiyata (2:12-14): Wruhna Dununge Sawiji-Wiji Pupuh 2, bait 12-14, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Liya kang wus kanggwèng wadya, sêpi andhungan tikêl kalih, gêgaman saprantinipun, tuwin busana wastra. Obat mimis kang cukup dèn anggo nglurug, awit rumêksa ing praja, tan wruh sangkaning bilai. Ri wusing pamintanira, lan piranti kang kanggo nèng prajurit, mangkana pangrêksanipun, dipun titi ing bala. Sandhang pangan ing saari aywa kantu, sukêr sakit kinawruhan, dèn bisa ngenaki kapti. Ywa pêgat pamulangira, saniskara wajibirèng prajurit, wêruhna sadurungipun, nistha madya utama. Myang pêpacak pacuwan kang wus tinamtu, kang kanggo nèng pra prawira, dununge sawiji-wiji.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Selain yang sudah diperuntukkan bagi pasukan, jangan kurang cadangan lipat dua, senjata lengkap dengan pirantinya, serta pakaian dan kain. Obat dan peluru yang cukup untuk menyerang musuh, karena menjaga negara itu, tak tahu datangnya celaka. Sekarang setelah cukup permintaanmu, dan piranti yang dipakai para prajurit,

Page 143: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 132

demikian perawatannya, diteliti oleh pasukan. Sandang pangan dalam sehari jangan terlambat, yang sakit segera diketahui, yang bisa menyenangkan hati. Jangan putus pengajaranmu, segala sesuatu yang wajib bagi prajurit, tunjukkan sebelumnya, yang nista, madya dan utama. Dan hal-hal yang baik serta hal-hal yang mengecewakan yang sudah pasti, bagi para perwira, tunjukkan letaknya satu-persatu.

Kajian per kata:

Liya (selain) kang (yang) wus (sudah) kanggwèng (diperuntukkan) wadya (pasukan), aja (jangan) sêpi (sepi) andhungan (cadangan) tikêl (lipat) kalih (dua), gêgaman (senjata) saprantinipun (lengkap dengan pirantinya), tuwin (serta) busana (pakaian) wastra (dan kain). Selain yang sudah diperuntukkan bagi pasukan, jangan kurang cadangan lipat dua, senjata lengkap dengan pirantinya, serta pakaian dan kain.

Selain yang telah disebut tadi, perlu juga dipersiapkan cadangan lipat dua yang berupa senjata lengkap dengan pirantinya, serta pakaian dan kain. Jangan sampai pasukan kekurangan senjata dan pakaian. Kalau berperang seringkali senjata direbut musuh atau rusak. Pakaian juga sobek, basah kotor atau dijarah. Pasukan yang tangguh harus mampu memulihkan keadaan dengan cepat. Maka perlu cadangan yang cukup.

Obat (obat) mimis (peluru) kang (yang) cukup (cukup) dèn anggo (dipakai) nglurug (menyerang musuh), awit (karena) rumêksa (menjaga) ing (dalam) praja (negara), tan (tak) wruh (tahu) sangkaning (datangnya) bilai (celaka). Obat dan peluru yang cukup untuk menyerang musuh, karena menjaga negara itu, tak tahu datangnya celaka.

Obat-obatan dan peluru juga harus cukup. Setiap perang pasti ada yang terluka. Setiap perang perlu persediaan peluru yang banyak. Apalagi kalau menyerang ke pihak lawan, pasti dibutuhkan logistik yang besar. Sebab

Page 144: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 133 menjaga negara tak boleh kompromi, dan datangnya celaka tak dapat diduga-duga.

Ri (Sekarang) wusing (setelah) pamintanira (cukup permintaanmu), lan (dan) piranti (piranti) kang (yang) kanggo (dipakai) nèng (dalam, oleh) prajurit (prajurit), mangkana (demikian) pangrêksanipun (perawatannya), dipun titi (diteliti) ing (oleh) bala (pasukan). Sekarang setelah cukup permintaanmu, dan piranti yang dipakai para prajurit, demikian perawatannya, diteliti oleh pasukan.

Sekarang setelah semua itu cukup, pikirkan juga piranti dan keahlian yang diperlukan untuk mendukung sebuah pasukan. Perawatan piranti tersebut juga diperlukan agar awet dan tidak rusak menjadi rongsokan. Perlu orang yang mampu menjaga dan merawat, memperbaiki dan mengganti komponen yang rusak. Di sini dibutuhkan beberapa keahlian di luar keahlian tempur.

Sandhang (sandang) pangan (pangan) ing (dalam) saari (sehari) aywa (jangan) kantu (terlambat), sukêr-sakit (yang sakit) kinawruhan (diketahui), dèn bisa (yang bisa) ngenaki (menyenangkan) kapti (hati). Sandang pangan dalam sehari jangan terlambat, yang sakit segera diketahui, yang bisa menyenangkan hati.

Sandang pangan jangan sampai terlambat dalam sehari pun. Arti kantu adalah ketika dibutuhkan barangnya belum ada, sehingga menimbulkan masalah. Yang demikian jangan sampai terjadi. Prajurit yang sakit harus segera dilaporkan agar bisa dirawat. Sediakan berbagai unit-unit pendukung agar para prajurit bertempur dengan hati yang nyaman.

Ywa (jangan) pêgat (putus) pamulangira (pengajaranmu), saniskara (segala sesuatu) wajibirèng (yang wajib bagi) prajurit (prajurit), wêruhna (tunjukkan) sadurungipun (sebelumnya), nistha (nista) madya (madya) utama (utama). Jangan putus pengajaranmu, segala sesuatu yang wajib bagi prajurit, tunjukkan sebelumnya, yang nista, madya dan utama.

Jangan putus pengajaranmu kepada para prajurit. Sebagai senapati engkau harus bisa memompa semangat mereka terus-menerus. Agar mereka mampu bertindak dengan disiplin prajurit yang penuh sifat ksatria. Mampu bertindak dengan cara utama, mampu menjauhi sikap nista.

Page 145: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 134 Myang (dan) pêpacak (hal-hal baik) pacuwan (hal-hal yang mengecewakan) kang (yang) wus (sudah) tinamtu (pasti), kang (yang) kanggo (bagi) nèng (dalam) pra (para) prawira (perwira), dununge (letaknya) sawiji-wiji (satu per satu). Dan hal-hal yang baik serta hal-hal yang mengecewakan yang sudah pasti, bagi para perwira, tunjukkan letaknya satu-persatu.

Dan semua sikap yang baik-baik tunjukkanlah, juga semua sikap yang membuat kecewa. Yang bagi prajurit semua itu sudah pasti. Tunjukkanlah letak kebaikan dan kehinaan satu per satu agar mereka paham dan patuh.

****

Sampai di sini selesailah kajian serat Wirawiyata karya Sri Mangkunagara IV. Pengkaji berharap upaya kecil ini bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan.

Mireng, 14 Agustus 2018.

Bambang Khusen Al Marie

Page 146: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 135

SERAT NAYAKAWARA

Page 147: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 136

Page 148: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 137

Kata Pengantar

Serat Nayakawara berisi pesan dan nasihat kepada para punggawa agar mereka bekerja sungguh-sungguh dalam mengabdi kepada raja. Tujuan dari nasihat ini adalah agar para punggawa mempunyai sikap yang baik dalam memerintah para bawahan dan melindungi rakyat. Jika sikap mereka baik maka negara akan maju, berkembang mencapai kemakmuran. Negara akan lestari tegak berdiri, dapat diwariskan kemakmurannya kepada anak cucu.

Dalam serat ini juga disinggung bahwa para punggawa zaman kini tinggal mewarisi hal-hal baik dari para pendahulu mereka yang telah bersusah payah dalam mendirikan negara. Maka hendaknya mereka menyadari itu dan meningkatkan semangat pengabdian mereka. Agar negara yang sudah susah payah dirintis ini dapat berlanjut mencapai kemakmuran.

Kepada para punggawa juga diingatkan bagaimana awal mula mereka ingin mendaftar sebagai punggawa. Bagaimana mereka mempunyai cita-cita yang tinggi dahulu, kemudian dengan bersusah payah berhasil mencapai keinginan. Kepada mereka diharap tetap menjaga semangat itu dan tetap tidak berhenti berupaya keras agar negara mencapai kemakmuran.

Seperti kebiasaan Sri Mangkunagara IV, dalam karya-karya beliau selalu terselip perumpamaan-perumpamaan. Dalam serat ini pun juga ada perumpamaan agar para punggawa jangan bertidak seperti ulat yang menggerogoti negara. Juga ada perumpamaan tentang bulan yang tertutup awan. Untuk lebih jelasnya, silakan membaca sendiri karya klasik dari Sri Mangkunagara ini.

Page 149: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 138

Page 150: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 139

PUPUH PERTAMA

PANGKUR

Page 151: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 140

Page 152: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 141 Kajian Nayakawara (1:1-2): Pambuka

Pupuh 1, bait 1-2, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Wuryanta dera manitra, dina Isnèn wayah jam wolu enjing, Madilawal ping sapuluh, nuju môngsa kalima, ing Prangbakat taun Dal sangkalanipun, atmaja Hyang Girinata, mulang mring punggawa mantri. Mangkunagara kaping pat, kang puwara nguni datan marsudi, mring gunêm rèh kang rahayu, masalahing suwita. Mung ngugêmi ujar kuna kang tan jujur, kabanjur praptaning mangkya, piangkuhe angrikuhi.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Mulai dia menulis, pada hari Senin waktu jam 8 pagi, bulan Jumadil Awwal hari ke-10, bertepatan dengan masa ke-5, di wuku Prangbakat, tahun Dal.Dengan candra sengkala: putra Hyang Girinata mengajar kepada punggawa mantri, penanda tahun 1791 AJ). Mangkunagara IV, Kepada yang terakhir tidak mempelajari, pada perkataan kebaikan, permasalahan pengabdian. Hanya memegang perkataan orang dahulu yang tiak jujur, berlarut-larut sampai sekarang, keangkuhannya merepotkan.

Page 153: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 142 Kajian per kata:

Wuryanta (mulai) dera (dia) manitra (menulis), dina (hari) Isnèn (Senin) wayah (waktu) jam (jam) wolu (delapan) enjing (pagi), Madilawal (Jumadilawal) ping sapuluh (hari ke sepuluh), nuju (bertepatan) môngsa (mangsa) kalima (kelima), ing (di) Prangbakat (wuku Prangbakat) taun (tahun) Dal (Dal). Mulai dia menulis, pada hari Senin waktu jam 8 pagi, bulan Jumadil Awwal hari ke-10, bertepatan dengan masa ke-5, di wuku Prangbakat, tahun Dal.

Mulai ditulis serat ini di hari Senin, tanggal 10 Jumadilawal. Bertepatan dengan masa ke-lima dalam sistem pranata mangsa. Pada wuku Prangbakat, tahun Dal. Di Jawa ada beberapa sistem penanggalan yang cukup banyak dipakai sebagai penanda waktu. Yang dituliskan ini hanya sedikit diantaranya.

Sangkalanipun (sengkala tahun), atmaja Hyang Girinata, mulang mring punggawa mantri (putra Hyang Girinata mengajar kepada punggawa mantri). Dengan candra sengkala: putra Hyang Girinata mengajar kepada punggawa mantri, penanda tahun 1791 AJ).

Dalam kalender Jawa sengkala tahun tersebut menunjukkan angka tahun 1791 AJ. Dalam kalender Masehi bertepatan dengan tanggal 3 November 1862 AD. Jika dilihat dari masa pemerintahan Sri Mangkunagara IV tahun 1853-1881, maka serat ini ditulis ketika di awal pemerintahan. Pemilihan kalimat yang dipakai dalam candra sengkala: atmaja Hyang Girinata mulang mring punggawa, mengisyaratkan bahwa serat ini berisi petuah kepada para punggawa dan mantri dalam mengabdi kepada raja. Mengabdi kepada raja adalah berarti mengabdi kepada negara, karena di zaman itu raja adalah pemegang hukum sekaligus pemilik negara.

Mangkunagara (Mangkunagara) kaping pat (yang keempat), kang (yang) puwara (terakhir) nguni (dahulu) datan (tidak) marsudi (mempelajari), mring (kepada) gunêm (perkataan) rèh (hal) kang (yang) rahayu (kebaikan), masalahing (permasalahan) suwita (pengabdian). Mangkunagara IV, yang terakhir tidak mempelajari, kepada perkataan kebaikan, permasalahan pengabdian.

Ditulis oleh Mangkunagara IV, kepada yang terakhir tidak mempelajari segala hal dalam kebaikan, tantang masalah orang mengabdi. Isi serat ini

Page 154: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 143 ditujukan kepada para punggawa yang tidak mempelajari segala hal berkaitan dengan kebaikan berkaitan dengan masalah pengabdian kepada raja.

Mung (hanya) ngugêmi (memegang) ujar (perkataan) kuna (dahulu) kang (yang) tan (tak) jujur (jujur), kabanjur (berlarut-larut) praptaning (sampai) mangkya (sekarang), piangkuhe (keangkuhannya) angrikuhi (merepotkan). Hanya memegang perkataan orang dahulu yang tiak jujur, berlarut-larut sampai sekarang, keangkuhannya merepotkan.

Kepada mereka yang hanya memegang perkataan orang dahulu, yang dalam melaksanakannya sering tidak jujur karena keangkuhannya merepotkan. Angrikuhi artinya merepotkan, mengganggu, menghalangi. Maksudnya adalah dalam melaksanakan ajaran orang terdahulu sering berlaku tidak jujur akibat diganggu oleh rasa angkuh dalam hati. Rasa angkuh itu kemudian menimbulkan beberapa tindakan tidak terpuji, seperti akan diuraikan dalam bait berikutnya.

Page 155: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 144 Kajian Nayakawara (1:3-4) Marenana Watak Tan Becik

Pupuh 1, bait 2-4, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Mring kônca sakancuhira, barang karya tan gagah sami wigih, keguh labêt tanpa kawruh. Kewran nalaring nala, yun tinilar kogêl bokmanawa mêsgul, mogol magêl yèn dèn dêlna, daluya anandho kardi. Karya pitunaning praja, ngrêregoni parentah kang wus dadi. Yèn sinêrêg asring rêngu, tampane sinrêngênan, lêlembatan nguring-uring kancanipun. Kang mangkono marènana, rungunên pitutur mami.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kepada teman-temannya, semua pekerjaan tak gagah semua terlihat segan, karena terdorong keadaan tanpa pengetahuan. Kerepotan dalam pikiran dan perasaan, hendak ditinggal kecewa barangkali menjadi masygul, setengah-stengah kalau diandalkan, abai menumpuk pekerjaan. Membuat kerugian pada negara, mengganggu aturan yang sudah baku. Kalau diarahkan sering marah, dianggapnya sedang dimarahi, kemudian melampiaskan kemarahannya kepada temannya. Yang demikian itu hentikanlah, dengarkan nasihatku.

Page 156: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 145 Kajian per kata:

Mring (kepada) kônca (teman) sakancuhira (temannya), barang (semua) karya (pekerjaan) tan (tak) gagah (gagah) sami (semua) wigih (segan, ogah-ogahan), keguh (tergiur) labêt (karena) tanpa (tanpa) kawruh (pengetahuan). Kepada teman-temannya, semua pekerjaan tak gagah semua terlihat segan, karena terdorong keadaan tanpa pengetahuan.

Kepada teman-temannya dalam semua pekerjaan tak gagah. Maksudnya adalah ketika bersama teman-temannya dia terlihat enggan melakukan pekerjaan. Hanya menyuruh saja tanpa mau mengerjakan. Semua itu karena dia angkuh, merasa lebih baik daripada teman-temannya. Kamu saja yang mengerjakan, kira-kira begitu. Namun sebenarnya dia bertingkah seperti itu karena tidak mampu melakukan pekerjaan tadi, tetapi dia enggan belajar. Karena merasa angkuh, merasa malu kalau bertanya, karena dia selalu sudah bersikap sok tahu dalam segala hal. Orang demikian sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Kewran (kerepotan) nalaring (pikiran dalam) nala (hati), yun (hendak) tinilar (ditinggal) kogêl (kecewa) bokmanawa (barangkali) mêsgul (masygul), mogol magêl (setengah setengah) yèn (kalau) dèn (di) dêlna (andalkan), daluya (abai) anandho (menumpuk) kardi (pekerjaan). Kerepotan dalam pikiran dan perasaan, hendak ditinggal kecewa barangkali menjadi masygul, setengah-stengah kalau diandalkan, abai menumpuk pekerjaan.

Sesungguhnya pikiran dan hatinya sedang kerepotan. Nalarnya repot karena tak tahu harus mengerjakan apa. Hatinya pun was-was takut ketahuan kalau tak tahu. Namun karena sudah sering menampilkan diri di depan, kalau tidak diajak akan masygul. Repotnya, kalaupun diajak pekerjaannya hanya setengah-setengah, istilah akan mindho gaweni, hasil pekerjaannya harus diulang oleh orang lain karena tak beres. Benar-benar tak dapat diandalkan, hanya akan menumpuk pekerjaan saja.

Karya (membuat) pitunaning (kerugian pada) praja (negara), ngrêregoni (mengganggu) parentah (perintah , aturan) kang (sudah) wus (sudah) dadi (baku). Membuat kerugian pada negara, mengganggu aturan yang sudah baku.

Page 157: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 146 Watak dari punggawa negara yang seperti ini akan membuat kerja tidak produktif. Negara rugi kalau cara bekerjanya seperti ini. Merusak budaya kerja yang sudah mapan. Merusak aturan yang berlaku. Membikin jengkel teman kerjanya. Dan akhirnya menurunkan etos kerja secara keseluruhan. Kalau berkaitan dengan pelayanan publik, bisa menurunkan kualitas pelayanan.

Yèn (kalau) sinêrêg (diusut, diarahkan) asring (sering) rêngu (marah), tampane (anggapannya) sinrêngênan (dimarahi), lêlembatan (mengalihkan) nguring-uring (dengan melampiaskan kemarahan) kancanipun (kepada temannya). Kalau diarahkan sering marah, dianggapnya sedang dimarahi, kemudian melampiaskan kemarahannya kepada temannya.

Sungguhpun demikian, kalau diingatkan, diarahkan, orang yang seperti itu seringkali malah marah-marah. Dianggapnya dia sedang dimarahi, dianggapnyadia sedang diragukan kemampuannya. Kemudian tersinggung dan marah, membawa-bawa serta orang lain. Kemarahannya dilampiaskan kepada teman-temannya.

Kang (yang) mangkono (demikian itu) marènana (hentikanlah), rungunên (dengarkan) pitutur (nasihat) mami (aku). Yang demikian itu hentikanlah, dengarkan nasihatku.

Sikap, perilaku, watak, kebiasaan yang demikian itu tak baik. Bagi dirinya, orang lain dam bagi negara. Hentikanlah! Bukalah hatimu! Dengarkan nasihatku!

Page 158: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 147 Kajian Nayakawara (1:5-7): Mula Bukane Punggawa Wolulas

Pupuh 1, bait 5-7, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Wruhanta purwane ana, kang punggawa wolulas dalah mangkin, iku ing nalikanipun, Jêng Gusti kang kapisan, miyos saking prajarsa ambangun tuwuh. Wite gumanti kang rama, ingangkah sangkaning jurit. Samana ngumpulkên wadya, pinilihan antuk wolulas iji, iku kinarya gul-agul. Jinênêngkên punggawa, lan jinanji ing têmbe kalamun antuk, pitulungira Hyang Suksma, kadugèn ingkang kinapti, linilan milu sarasa. Arja papa tumutur datan kari, winangênan turun pitu, lamun tan dosèng praja. Sarta ingkang bêcik kalakuanipun, myang tan nandhang cala ina, pêsthi kalilan gêntèni.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Ketahuilah asal mulanya ada, yang disebut punggawa delapan belas yang ada sampai sekarang. Itu waktu ketika, Kanjeng Gusti pertama, keluar dari negara hendak membangun negara. Mulai menggantikan ayahandanya, dengan harapan dapat menjadi awal memulihkan keperwiraan.

Page 159: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 148

Ketika itu mengumpulkan pasukan, dipilih mendapatkan delapanbelas orang, itu akhirnya yang dipakai sebagai pemuka. Dinamakan punggawa, dan dijanjikan pada waktunya nanti kalau mendapat pertolongan Tuhan Maha Suci, tercapai apa yang dikehendaki, diijinkan ikut menikmati. Baik sejahtera maupun sengsara dikatajan takkan ketinggalan, dijanjikan sampai keturunan ke tujuh, kalau tak berdosa kepada negara. Serta yang baik kelakuannya, dan tidak menyandang cacat kehinaan, pasti diijinkan menggantikan.

Kajian per kata:

Wruhanta (ketahuilah) purwane (mulanya) ana (ada), kang (yang) punggawa (punggawa) wolulas (delapanbelas) dalah (dan) mangkin (sekarang). Ketahuilah asal mulanya ada, yang disebut punggawa delapan belas yang ada sampai sekarang.

Ketahuilah asal mulanya adanya punggawa yang delapan belas orang itu. Yang sampai sekarang masih lestari kedudukannya. Peristiwa apa yang menjadi sebab adanya punggawa yang jumlahnya ada delapan belas itu?

Iku (itu) ing (waktu) nalikanipun (ketika), jêng (Kanjeng) gusti (Gusti) kang (yang) kapisan (pertama), miyos (keluar) saking (dari) prajarsa (negara hendak) ambangun (membangun) tuwuh (tumbuh). Itu waktu ketika, Kanjeng Gusti pertama, keluar dari negara hendak membangun negara.

Peristiwa itu terjadi ketika Kanjeng Gusti Pangeran Mangkunagara yang pertama keluar memisahkan diri dari negara Surakarta. Beliau hendak membangun negeri sendiri yang terpisah dari Surakarta. Seperti yang tercatat dalam Babad Panambangan, alasan beliau keluar dari Surakarta adalah karena merasa diabaikan begitu saja sejak sang ayahanda Pangeran Adipati Mangkunagara dibuang ke Tanah Kap (cape town).

Page 160: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 149 Wite (mulai) gumanti (menggantikan) kang rama (ayahandanya), ingangkah (dengan harapan) sangkaning (menjadi awal) jurit (keperwiraan). Mulai menggantikan ayahandanya, dengan harapan dapat menjadi awal memulihkan keperwiraan.

Pada zaman ketika kekuasaan dipegang oleh para ksatria, kehilangan kedudukan hanya dapat dipulihkan dengan menunjukkan ketangguhan sebagai prajurit. Orang yang mempunyai banyak pasukan akan dianggap kuat dan cakap, sehingga tawaran untuk menjadi pemimpin pun datang. Kanjeng Gusti yang pertama telah kehilangan kedudukan adipati karena ayahandanya dibuang ke tanah Kap, maka dia pun tak dapat mewarisi kedudukan ayahandanya. Dia hanya dianggap pegawai keraton dengan kedudukan yang rendah. Babad Panambangan mencatata Gusti Mangkunagara pertama atau dikenal dengan nama RM Said hanya menjadi gandhek anom di keraton. Kedudukan yang amat rendah dibanding sang ayah yang telah memegang kedudukan adipati. Maka untuk memulihkan kedudukan sesuai kedudukan ayahandanya tersebut, tak dapat dilakukan dengan cara lain selain membentuk pasukan sendiri.

Samana (ketika itu) ngumpulkên (mengumpulkan) wadya (pasukan), pinilihan (dipilih) antuk (mendapatkan) wolulas (delapan belas) iji (biji, maksudnya orang), iku (itulah) kinarya (yang dipakai sebagai) gul-agul (pembesar, pemuka, andalan). Ketika itu mengumpulkan pasukan, dipilih mendapatkan delapanbelas orang, itu akhirnya yang dipakai sebagai pemuka.

RM Said keluar dari negara dengan membawa serta prajurit pilihan, yang telah beliau tunjuk dari kerabat dan bawahan, serta kenalan beliau. Mereka telah menyatakan kesetiaan dan kepatuhan kepada RM Said. Kedelapanbelas orang ini kemudian dibawa ke Panambangan dan bertemu dengan Ki Wiradiwangsa, orang dari dusun yang kemudian menjadi pembantu setianya. Kelak Ki Wiradiwangsa menjadi patih dan berganti nama menjadi Ngabei Kudanawarsa. Salah seorang pilar penting dari Mangkunagaran.

Jinênêngkên (dinamakan) punggawa (punggawa), lan (dan) jinanji (dijanjikan) ing (pada) têmbe (waktunya nanti) kalamun (kalau) antuk (mendapat), pitulungira (pertolongan) Hyang (Tuhan) Suksma (Maha Suci), kadugèn (tercapai) ingkang (yang) kinapti (dikehendaki), linilan

Page 161: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 150 (dijinkan) milu (ikut) sarasa (menikmati). Dinamakan punggawa, dan dijanjikan pada waktunya nanti kalau mendapat pertolongan Tuhan Maha Suci, tercapai apa yang dikehendaki, diijinkan ikut menikmati.

Mereka yang delapanbelas orang itu disebut punggawa, artinya yang dibawa dari Surakarta. Kepada mereka dijanjikan bila nanti mendapat pertolongan Tuhan, tercapai apa yang dikehendaki, mereka diijinkan untuk ikut menikmati kedudukan beliau. Artinya bila perjuangan mereka nanti berhasil, kepada mereka juga akan diberikan kedudukan yang sepadan dengan kesetiaan mereka.

Arja (sejahtera) papa (sengsara) tumutur (dikatakan) datan (takkan) kari (ketinggalan), winangênan (dijanjikan) turun (keturunan) pitu (tujuh), lamun (kalau) tan (tak) dosèng (berdosa pada) praja (negara. Baik sejahtera maupun sengsara dikatajan takkan ketinggalan, dijanjikan sampai keturunan ke tujuh, kalau tak berdosa kepada negara.

Kepada para punggawa pertama yang berjumlah delapanbelas itu dikatakan, baik nanti akan mengalami sejahtera atau sengsara mereka takkan ditinggalkan. Dijanjikan sampai keturunan ke tujuh mereka tetap ikut merasakan kemuliaan negara yang akan mereka dirikan. Asalkan mereka tidak mempunyai dosa kepada negara. Misalnya turut berbuat makar atau melakukan pelanggaran yang tak terampuni.

Sarta (serta) ingkang (yang) bêcik (baik) kalakuanipun (kelakuannya), myang (dan) tan (tidak) nandhang (menyandang) cala ina (kehinaan), pêsthi (dipastikan) kalilan (diijinkan) gêntèni (menggantikan). Serta yang baik kelakuannya, dan tidak menyandang cacat kehinaan, pasti diijinkan menggantikan.

Dari anak keturunan para punggawa itu mereka akan menggantikan kedudukan punggawa yang delapan belas itu, asalkan tidak berdosa kepada negara dan berkelakuan baik, serta tidak menyandang cacat atau kehinaan, pasti mereka diprioritaskan untuk menggantikan kedudukan punggawa yang delapan belas itu. Masing-masing punggawa itu kemudian setelah berhasil mendidirikan negara Mangkunagaran menempati posisi masing-masing. Kepada anak keturunan merekalah kedudukan mereka akan diwariskan. Asalkan memenuhi syarat-syarat di atas. Adapun nama-nama kedelapan belas punggawa itu menurut Baba Panambangan, adalah:

Page 162: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 151 Jayautama, Jayaprameya, Jayawicanten, Jayawiguna, Jayasutirta, Jayanimpuna, Jayaprabata, Jayasantika, Jayapuspita, Jayasudarga, Jayasudarma, Jayadipura, Jayaleyangan, Jayajagalautan, Jayatilarsa, Jayawinata, Jayapangrawit, Jayaprawira. Semua nama mereka berawalan jaya yang artinya menang, karena merupakan doa agar mereka selalu mendapat kemenangan.

Page 163: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 152 Kajian Nayakawara (1:8-9): Keh Kang Tanna Labetipun

Pupuh 1, bait 8-9, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Mêngko luwih satus warsa, kang taliti kwèh samya nora dadi, awit tanna labêtipun. Nanging mau punggawa, ginanêpan saking liya turunipun, para abdi kang kêtrima, ginanjar kinèn gêntèni. Iku mungguh kukumira, pra punggawa lamun tèk ingkang waris, wajib kinukup kang lungguh, tan malih sinlundhingan. Jaman mêngko bumi tan kinarya ngugung, lan tan klêbu nganiaya, mung wuruk karsaning Gusti.

Terjemah dalam bahasa Indonesia:

Sekarang lebih dari seratus tahun, yang setelah diteliti banyak yang sama-sama tidak jadi, karena tak ada jasa-jasanya. Namun para punggawa tadi, digenapkan dari selain keturunannya, dari para abdi yang dianggap cakap, untuk menggantikan. Itulah sebenarnya hukumnya, para punggawa yang telah habis warisannya, harus diambil kembali kedudukannya, tak lagi digantikan oleh mereka. Zaman sekarang tanah tak dipakai untuk memanjakan, dan tak termasuk menyia-nyiakan, hanya menurut ajaran dan kehendak Gusti.

Page 164: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 153 Kajian per kata:

Mêngko (sekarang) luwih (lebih) satus (seratus) warsa (tahun), kang (yang) taliti (setelah diteliti) kwèh (banyak) samya (yang sama-sama) nora (tidak) dadi (jadi), awit (karena) tanna (tak ada) labêtipun (jasa-jasanya). Sekarang lebih dari seratus tahun, yang setelah diteliti banyak yang sama-sama tidak jadi, karena tak ada jasa-jasanya.

Sekarang sudah lebih dari seratus tahun dari peristiwa ini. Setelah diteliti, dilihat seksama, ternyata banyak yang tidak jadi. Artinya tidak sesuai dengan harapan. Leluhur mereka adalah para prajurit pemberani yang telah ikut berjuang dengan Pangeran Mangkunagara pertama. Namun sekarang para keturunannya banyak yang tidak mirip atau sekualitas dengan leluhur mereka itu. Banyak yang bekerja asal-asalan, seperti yang telah disampaikan di awal serat ini.

Nanging (namun) mau punggawa (para punggawa tadi), ginanêpan (digenapkan) saking (dari) liya (selain) turunipun (keturunannya), para (para) abdi (abdi, bawahan) kang (yang) kêtrima (diterima, dianggap cakap), ginanjar (diberi anugrah) kinèn (untuk tugas) gêntèni (menggantikan). Namun para punggawa tadi, digenapkan dari selain keturunannya, dari para abdi yang dianggap cakap, untuk menggantikan.

Banyak dari keturunan para punggawa yang tidak mampu, maka kedudukannya digantikan oleh orang lain. Mereka diambil dari para abdi yang dianggap mampu untuk menggantikan. Oleh karena mengelola negara butuh kecakapan maka bila keturunan itu tidak mempunyai orang yang cakap terpaksalah digantikan oleh orang dari keturunan lain. Mereka diambil dari abdi lain yang dianggap mampu menggantikan.

Iku (itulah) mungguh (sebenarnya) kukumira (hukumnya), pra (para) punggawa (punggawa) lamun (kalau) tèk (habis) ingkang (yang) waris (menjadi warisannya), wajib (harus) kinukup (diambil kembali) kang (yang) lungguh (menjadi kedudukannya), tan (tak) malih (lagi) sinlundhingan (digantikan oleh mereka). Itulah sebenarnya hukumnya, para punggawa yang telah habis warisannya, harus diambil kembali kedudukannya, tak lagi digantikan oleh mereka.

Itulah tatacara yang sebenarnya. Seseorang yang berkedudukan sebagai pejabat wajib menyiapkan pengganti bagi dirinya kelak. Mereka harus

Page 165: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 154 menyiapkan dari anak keturunannya sendiri, mendidiknya dan mengikutsertakan dalam program magang. Agar mereka kelak mampu menggantikan kedudukan ayahnya. Kalau dalam keluarga itu tidak ada penerus yang mampu, atau tidak mempunyai keturunan maka warisan kedudukan itu harus diambil oleh raja dan diserahkan kepada orang lain yang mampu. Tak boleh kemudian digantikan oleh orang sembarangan yang asal-asalan saja. Itulah aturan yang sebenarnya.

Jaman (zaman) mêngko (sekarang) bumi (tanah) tan (tak) kinarya (dipakai) ngugung (memanjakan), lan (dan) tan (tak) klêbu (termasuk) nganiaya (menyia-nyiakan), mung (hanya) wuruk (ajaran) karsaning (kehendak) Gusti (Gusti). Zaman sekarang tanah tak dipakai untuk memanjakan, dan tak termasuk menyia-nyiakan, hanya menurut ajaran dan kehendak Gusti.

Karena di zaman sekarang tanah dan hasil yang menyertainya tidak dipakai untuk memanjakan seseorang. Dan tidak termasuk aniaya atau menyia-nyiakan bila raja mengambil tanah itu kembali. Itu hanya sekedar menjalankan ajaran dan kehendak dari Gusti Mangkunagara pertama, yang telah mendirikan negara ini.

Page 166: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 155 Kajian Nayakawara (1:10-11): Kongsi Nelukake Putra Lan Sentana

Pupuh 1, bait 2-, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Suprandene gustinira, misih karsa ganêpi kadi nguni. Nanging ingkang dudu turun, inganggêpkên nèng praja. Lan ing batin iku kinarya têtulung, mring abdi ingkang sinihan, supaya milua mukti. Kongsi nêlukake putra, myang santana tadhah kalawan panci, misih pilaur sirèku, myang lumuh akaryaa. Saking abdi ingkang bêcik karyanipun, lan ngowahi adat lama, misih anggalih utami.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Walau demikian majikanmu, masih ingin menggenapkan seperti dahulu. Namun yang bukan keturunan, dianggap juga oleh negara. Dan di dalam hati itu untuk menolong, kepada abdi yang dikasihi, agar juga ikut mengenyam kemuliaan. Sampai mengalahkan anak sendiri, dan kerabat dalam hal jatah dan makanan. Masih mending engkau itu, dan malah enggan bekerja. Dari abdi yang baik pekerjaannya, dan merubah kebiasaan lama, masih memikirkan keutamaan.

Page 167: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 156 Kajian per kata:

Suprandene (walau demikian) gustinira (majikanmu), misih (masih) karsa (ingin) ganêpi (menggenapkan) kadi (seperti) nguni (dahulu). Walau demikian majikanmu, masih ingin menggenapkan seperti dahulu.

Walau demikian majikanmu, rajamu, masih hendak menggenapkan seperti sedia kala. Seperti kebiasaan yang sudah berlaku sejak dahulu. Tanpa mengurangi atau mendzalimi keturunan para punggawa itu.

Nanging (tetapi) ingkang (yang) dudu (bukan) turun (keturunan), inganggêpkên (dianggap juga, diakui) nèng (di dalam, oleh) praja (negera). Namun yang bukan keturunan, dianggap juga oleh negara.

Namun yang bukan keturunan dari delapan belas punggawa itu juga diakui juga oleh negara. Hal itu karena untuk membentuk pemerintahan yang kuat dan cakap. Adanya para abdi baru ini untuk mengisi kekosongan yang tidak dapat diambil oleh para keturunan punggawa tersebut. Boleh jadi para abdi yang datang belakangan ini seolah mendapat durian runtuh. Mereka mulai mengabdi ketika negara sudah terbentuk. mereka tidak ikut berjuang dengan darah dan nyawa.

Lan (dan) ing (di dalam) batin (batin) iku (itu) kinarya (sebagai, untuk) têtulung (menolong), mring (kepda) abdi (abdi) ingkang (yang) sinihan (dikasihi), supaya (agar) milua (juga ikut) mukti (mengenyam kemuliaan). Dan di dalam hati itu untuk menolong, kepada abdi yang dikasihi, agar juga ikut mengenyam kemuliaan.

Walau demikian dalam batin raja berketetapan bahwa anugrah untuk para abdi yang datang belakangan ini dianggap sebagai menolong kepada abdi yang dikasihi, agar mereka juga dapat mengenyam kemuliaan, hidup sejahtera tanpa kekurangan.

Kongsi (sampai) nêlukake (mengalahkan) putra (anak), myang (dan) santana (kerabat) tadhah (jatah) kalawan (dan) panci (makanan). Sampai mengalahkan anak sendiri, dan kerabat dalam hal jatah dan makanan.

Adanya keinginan untuk mensejahterakan para abdi dan para keturunan punggawa tadi sampai mengalahkan kepentingan para putra dan kerabat raja. Sampai mengorbankan jatah dan bagian penghasilan mereka. Semua itu dilakukan untuk menghargai jasa para pendahulu mereka yang telah

Page 168: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 157 ikut berjuang. Juga kepada para abdi baru yang telah menunjukkan kecakapan mengelola negara.

Misih (masih) pilaur (mending) sirèku (engkau itu), myang (dan) lumuh (enggan) akaryaa (bekerja). Masih mending engkau itu, dan malah enggan bekerja.

Maka masih mending nasibmu itu, dan engkau enggan melakukan kerja. Hanya menuntut kedudukan seperti para orang tuamu, seolah mereka mewariskan sesuatu kepadamu. Padahal yang dituntut darimu adalah karya untuk negara.

Saking (dari) abdi (abdi) ingkang (yang) bêcik (baik) karyanipun (pekerjaannya), lan (dan) ngowahi (merubah) adat (kebiasaan) lama (lama), misih (masih) anggalih (memikirkan) utami (keutamaan). Dari abdi yang baik pekerjaannya, dan merubah kebiasaan lama, masih memikirkan keutamaan.

Adapun dari abdi yang baik pekerjaannya dan merubah kebiasaan buruk lintas generasi tadi, maka masih dianggap utama jika melakukan demikian itu.

Page 169: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 158 Kajian Nayakawara (1:12-13): Den Bisa Rumangsa

Pupuh 1, bait 2-, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Marma sira dèn rumasa, para abdi sapa kadya sirèki, wus prasasat mangan nganggur, kèhe lêlungguhira. Bumi desa nora kurang wolung êjung, kongsi praptane sadasa, pamêtune angalabi. Mring anak rabi wandawa, kawiryane kinurmatan sêsami, lungguh lampit nganggo payung. Lan sabên kalamôngsa, linilanan lungguh jajar lan gustimu, ingajak boga drawina, pisukamu dèn turuti.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia

Maka dari itu engkau yang bisa menyadari, para abdi siapa yang seperti engkau ini, sudah ibarat makan dengan menganggur, banyak jatah kedudukanmu. Tanah desa tidak kurang delapan jung, sampai sepuluh jung. Hasil buminya bermanfaat, kepada anak istri dan saudara. Keperwiraannya dihormati sesama, duduk tikar memakai payung. Dan setiap saat tertentu, diijinkan duduk berjajar dengan rajamu, diajak makan bersuka ria, kesukaanmu di turuti.

Page 170: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 159 Kajian per kata:

Marma (maka dari itu) sira (engkau) dèn (yang bisa) rumasa (menyadari), para (para) abdi (abdi) sapa (siapa) kadya (seperti) sirèki (engkau ini), wus (sudah) prasasat (ibarat) mangan (makan) nganggur (dengan menganggur), kèhe (banyak) lêlungguhira (jatah kedudukanmu). Maka dari itu engkau yang bisa menyadari, para abdi siapa yang seperti engkau ini, sudah ibarat makan dengan menganggur, banyak jatah kedudukanmu.

Maka dari itu hendaknya engkau menyadari, bahwa para abdi yang seperti engkau ini ibarat makan nganggur atau makan gaji buta. Dari banyaknya tanah lungguh (apange, bengkok) yang engkau punyai. Sedangkan engkau tidak melakukan karya yang berarti.

Bumi (tanah) desa (desa) nora (tidak) kurang (kurang) wolung (delapan) êjung (jung), kongsi (sampai) praptane (sampai) sadasa (sepuluh). Tanah desa tidak kurang delapan jung, sampai sepuluh jung.

Tanah desa tidak kurang dari delapan jung, sampai ada yang mendapat sepuluh jung sebagai gaji dari kedudukanmu yang turun temurun itu. Juga bagi para abdi yang diangkat belakangan, yang seolah tinggal duduk di tikar yang digelar, nglungguhi klasa gumelar.

Jung adalah satuan ukuran luas tanah. Satu jung luasnya 28.386 meter persegi. Satu jung terdiri dari 4 bau, artinya tanah seluas itu memerlukan 4 orang untuk mengerjakannya. Pada zaman itu ukuran tanah yang terpenting adalah bau atau karya atau cacah. Yakni jumlah orang yang mengerjakannya. Para punggawa itu diberi apanage berupa tanah dan penggarapnya sebagai gaji mereka menjadi pejabat. Tentu saja ada sebagian hasil itu yang disetor kepada negara dan sebagian hasilnya untuk para penggarap itu. Sedangkan punggawanya sendiri tinggal menerima bagiannya tanpa mengurus produksinya karena sudah diurus oleh orang lain, yakni penguasa desa setempat. Itulah sistem penggajian zaman dahulu. Dengan sistem ini bukankah si punggawa sudah bisa hidup enak?

Pamêtune (hasil buminya) angalabi (bermanfaat), mring (kepada) anak (anak) rabi (istri) wandawa (saudara). Kawiryane (keperwiraannya) kinurmatan (dihormati) sêsami (sesama), lungguh (duduk) lampit (tikar) nganggo (memakai) payung (payung). Hasil buminya bermanfaat, kepada

Page 171: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 160 anak istri dan saudara, keperwiraannya dihormati sesama, duduk tikar memakai payung.

Hasil bumi dari tanah-tanah itu bermanfaat kepada anak, istri dan saudara. Kedudukan sebagai perwira dihormati oleh sesama, berhak duduk di tikar dan memakai payung kebesaran, tanda kebesaran seorang pejabat.

Lan (dan) sabên (setiap) kalamôngsa (saat tertentu), linilanan (dinjinkan) lungguh (duduk) jajar (berjajar) lan (dengan) gustimu (rajamu), ingajak (diajak) boga (makan) drawina (bersuka ria), pisukamu (kesukaanmu) dèn (di) turuti (turuti). Dan setiap saat tertentu, diijinkan duduk berjajar dengan rajamu, diajak makan bersuka ria, kesukaanmu di turuti.

Dan diijinkan di saat tertentu untuk duduk bersama dengan rajamu. Diajak untuk makan dan bersuka ria. Segala keinginanmu dituruti. Apakah semua itu bukan sebuah kemuliaan? Maka apakah yang engkau dapatkan tidakkah cukup bagimu?

Page 172: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 161 Kajian Nayakawara (1:14-16): Dulunen Bektine Para Prajurit

Pupuh 1, bait 14-16, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Lamun sira tan narima, lah dulunên kancanira prajurit, iku pira panganipun, tikêle lawan sira. suprandene ing pakaryan wêkêl wungkul, tan ana ingkang ngêrsula, sêsêg sukane tan sipi. Kang mangkono iku tôndha, yèn janmadi wêruh wajibing urip, gugu wulang nut ing kukum. Têtêp nora kamalan, arêp mangan gêlêm nyambut karyanipun. Kang utang êsah sanyata, kang kalal ing lair batin. Mufangat tumraping ôngga, pamulihe iya ing jagad kabir, rumêksa ing prajanipun, ngluhurkên gustinira. Anuhoni prajurit andêling kewuh, misuwure saking mônca, nagarane ingkang bathi.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau engkau tak menerima, nah lihatlah temanmu para prajurit, itu berapa makanannya? Kelipatannya dengan kamu. Walau demikian dalam pekerjaan bersungguh-sungguh dan fokus, tak ada yang menggerutu, penuh rasa sukanya tak menyeleweng.

Page 173: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 162

Yang demikian itu tanda, kalau manusia baik mengetahui kewajiban orang hidup, patuh pada pengajaran menurut pada hukum. Tetap bekerja tidak banyak omong, ingin makan mau bekerja. Yang hutang sudah sah nyata-nyata, yang halal dalam lahir dan batin. Bermanfaat bagi dirinya, hasil yang setimpal di alam besar, menjaga negerinya, memiliakan rajanya. Mematuhi tugas yang diandalkan dalam kerepotan, terkenal dari mancanegara, negaranya yang untung negaranya.

Kajian per kata:

Lamun (kalau) sira (engkau) tan (tak) narima (menerima), lah (nah) dulunên (lihatlah) kancanira (temanmu) prajurit (para prajurit), iku (itu) pira (berapa) panganipun (makanannya), tikêle (kelipatannya) lawan (dengan) sira (kamu). Kalau engkau tak menerima, nah lihatlah temanmu para prajurit, itu berapa makanannya? Kelipatannya dengan kamu.

Kalau engkau tidak menerima, coba lihatlah temanmu sesama abdi negara, yakni para prajurit. Seberapa kali lipat hasil yang engkau dapatkan dibanding mereka? Dan seberapa pula susah payah mereka dalam berbakti pada negara. Mengorbankan nyawa dan waktu bersama keluarga demi kejayaan negeri.

Suprandene (walau demikian) ing (dalam) pakaryan (pekerjaan) wêkêl (bersungguh-sungguh) wungkul (fokus), tan (tak) ana (ada) ingkang (yang) ngêrsula (menggerutu), sêsêg (rapat, penuh) sukane (rasa sukanya) tan (tak) sipi (menyeleweng). Walau demikian dalam pekerjaan bersungguh-sungguh dan fokus, tak ada yang menggerutu, penuh rasa sukanya tak menyeleweng.

Page 174: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 163 Walau demikian dalam melaksanakan pekerjaan mereka bersungguh-sungguh. Tidak ada yang menggerutu. Dalam dadanya penuh rasa suka. Tak ada keinginan untuk menyeleweng.

Kang (yang) mangkono (demikian) iku (itu) tôndha (tanda), yèn (kalau) janmadi (manusia baik) wêruh (mengetahui) wajibing (kewajiban) urip (orang hidup), gugu (patuh pada) wulang (pengajaran) nut (menurut) ing (pada) kukum (hukum). Yang demikian itu tanda, kalau manusia baik mengetahui kewajiban orang hidup, patuh pada pengajaran menurut pada hukum.

Yang ditunjukkan para prajurit itu tanda bahwa kalau manusia baik itu mengetahui kewajiban dalam hidup. Patuh pada nasihat atau pengajaran dan menurut pada hukum. Itulah watak para prajurit atau watak awirya. Seharusnya para punggawa lebih mempunyai watak seperti ini karena dari segi kawiryan mereka pangkatnya lebih tinggi.

Têtêp (tetap bekerja) nora (tidak) kamalan (banyak omong), arêp (ingin) mangan (makan) gêlêm (mau) nyambut karyanipun (bekerja). Tetap bekerja tidak banyak omong, ingin makan mau bekerja.

Watak awirya ini membuat seseorang tidak banyak omong. Kemalan artinya banyak keluhan atau celaan. Kata kemalan biasa kita dengar dalam bentuk kata majemuk: kemalan cangkem. Artinya mulutnya banyak omong yang tidak berdasar. Seorang awirya tidak mempunyai watak kemalan seperti itu. Prinsip hidupnya adalah: kalau mau makan ya mau kerja.

Kang (yang) utang (hutang) êsah (sudah sah) sanyata (nyata-nyata), kang (yang) kalal (halal) ing (dalam) lair (lahir) batin (batin). Yang hutang sudah sah nyata-nyata, yang halal dalam lahir dan batin.

Dengan demikian hidup seorang awirya tidak mempunyai hutang kepada siapapun. Dia selalu membayar lunas, esah pada tiap butir nasi yang dimakan. Semua yang masuk ke tubuhnya dan keluarganya adalah halal setiap saat. Itu karena dia terbiasa memberi lebih dari yang diterimanya. Memberi karya lebih dari upah yang dibayarkan kepadanya. Lahir batin hidupnya halal, tidak bercampur denan keraguan. Hidupnya penuh ketenangan.

Mufangat (bermanfaat) tumraping (bagi) ôngga (dirinya), pamulihe (hasil yang setimpal) iya (juga) ing (di) jagad (jagad) kabir (besar), rumêksa

Page 175: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 164 (menjaga) ing (dalam) prajanipun (negerinya), ngluhurkên (memuliakan) gustinira (rajanya). Bermanfaat bagi dirinya, hasil yang setimpal di alam besar, menjaga negerinya, memiliakan rajanya.

Sikap seperti itu bermanfaat kepada dirinya, hasil yang sepadan akan diterima di jagad besar, yakni alam keabadian nanti. Sikapnya yang baik itu juga turut menjaga negerinya, memuliakan rajanya.

Anuhoni (mematuhi) prajurit (tugas prajurit) andêling (yang diandalkan) kewuh (dalam kerepotan), misuwure (terkenal) saking (dari) mônca (mancanegara), nagarane (negaranya) ingkang (yang) bathi (untung). Mematuhi tugas yang diandalkan dalam kerepotan, terkenal dari mancanegara yang untung negaranya.

Mematuhi tugas prajurit yang dapat diandalkan dalam kerepotan. Orang seperti itu akan dikenal di mancanegara sebagai orang yang cakap. Negerinya pun mendapat untung.

Page 176: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 165 Kajian Nayakawara (1:17-19): Aywa Kaya Uler Angrikit Godhong

Pupuh 1, bait 17-19, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Balik ta para punggawa, kayaparan yèn sira tan nimbangi, amrih utamaning laku. Ngluhurkên gustinira, pangowêle mring praja utamanipun, tuwin jiwanta priyôngga. Apa luhur kang prajurit. Kalamun sira kasora, wus têtela mamak datanpa budi, dharusul saparti wêdhus. Têtêp mung dadi ama, padha lawan ulêr ngalêkêr tumanduk, mara marani cukulan, kang lagi rone andadi. Agahan dènnya mêmôngsa, tèking godhong rumambat mring pang alit, pundhêsing êpang mandhuwur. Ngarikit wit kang mudha, tugêling wit si ulêr têmahan katut, nèng kisma datanpa tônja, garêmêt cinucuk paksi.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Berkebalikan dengan para punggawa, bagaimana kalau engkau tak mengimbangi, agar utama dalam perbuatan. Memuliakan rajamu, ada rasa sayang kepada negara utamanya, dan pada jiwamu sendiri. Apakah lebih mulia jiwa para prajurit?

Page 177: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 166

Kalaupun engkau kalah, sudah jelas buta tanpa akal budi, cuek seperti kambing. Tetep hanya menjadi hama, sama dengan ulat meringkuk kerjanya. Kalau datang hanya mencari pupus, yang sedang tumbuh rimbun. Segera dianya memakan, sampai di daun merambat ke ranting kecil, habis papak cabangnya lalu ke atas. Mengerogoti pohon yang masih muda, patah pohon si ulat akhirnya ikut, jatuh ke tanah tanpa guna, melata dipatuk burung.

Kajian per kata:

Balik ta (sebaliknya) para (para) punggawa (punggawa), kayaparan (bagaimana) yèn (kalau) sira (engkau) tan (tak) nimbangi (mengimbangi), amrih (agar) utamaning (utama dalam) laku (perbuatan). Berkebalikan dengan para punggawa, bagaimana kalau engkau tak mengimbangi, agar utama dalam perbuatan.

Sebaliknya para punggawa, bagaimana kalau engkau tak mengimbangi watak para prajurit itu? Bagaimana engkau tidak mengupayakan agar dapat berlaku utama seperti para prajurit itu?

Ngluhurkên (memuliakan) gustinira (rajamu), pangowêle (ada rasa sayang) mring (kepada) praja (negara) utamanipun (utamanya), tuwin (dan) jiwanta (pada jiwamu) priyôngga (sendiri). Memuliakan rajamu, ada rasa sayang kepada negara utamanya, dan pada jiwamu sendiri.

Mau mengambil sikap memuliakan rajamu. Ada rasa sayang kepada negaramu, yang utama. Juga rasa sayang terhadap dirimu sendiri. Kalau engkau bekerja dengan sungguh-sungguh negaramu akan maju. Imbasnya dirimu sendiri pun dikenal sebagai punggawa yang baik. Kalau engkau bekerja dengan asal-asalan, tak berdedikasi, dirimu pun akan dikenal sebagai pejabat yang buruk. Negerimu rugi engkau pun rugi. Oleh karena

Page 178: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 167 itu menjadi punggawa yang baik, kalaupun tak kau maksudkan untuk negaramu, setidaknya sebagai perbuatan yang sayang kepada diri sendiri.

Apa (apa) luhur (lebih mulia) kang (yang) prajurit (prajurit). Apakah lebih mulia jiwa para prajurit?

Apakah para prajurit itu lebih mulia dari dirimu? Sedangkan engkau adalah atasan mereka. Mereka telah bekerja keras penuh pengabdian, sedangkan engkau hanya banyak tuntutan.

Kalamun (kalaupun) sira (engkau) kasora (kalah), wus (sudah) têtela (jelas) mamak (buta) datanpa (tanpa) budi (akal budi), dharusul (cuek) saparti (seperti) wêdhus (kambing). Kalaupun engkau kalah, sudah jelas buta tanpa akal budi, cuek seperti kambing.

Kalau engkau sungguh kalah dari mereka, sudah jelas bahwa engkau punggawa yang tanpa akal budi. Cuek seperti kambing. Watak dari kambing adalah tidak mengindahkan tatakrama, menerobos larangan sesukanya. Berwatak ngeyel terhadap nasihat. Apakah engkau berwatak seperti itu?

Têtêp (tetap) mung (hanya) dadi (menjadi) ama (hama), padha (sama) lawan (dengan) ulêr (ulat) ngalêkêr (meringkuk) tumanduk (kerjanya). Tetep hanya menjadi hama, sama dengan ulat meringkuk kerjanya.

Tetap saja engkau ini menjadi hama atau penyakit bagi negara. Menggerogoti pelan-pelan sehingga si empunya mati perlahan. Ibarat perbuatan seekor ulat yang menumpang hidup di pohon. Kerjanya hanya meringkuk seharian.

Mara (kalau datang) marani (hanya mencari) cukulan (pupus, pucuk semi), kang (yang) lagi (sedang) rone (daunnya) andadi (rimbun). Kalau datang hanya mencari pupus, yang sedang tumbuh rimbun.

Kalau bangun yang dikerjakanya hanya mencari makan. Menggerogoti pucuk yang bersemi. Yang daun-daunnya sedang rimbun. Tak peduli kalau perbuatannya itu merusak si pohon yang dia tempati.

Agahan (segera) dènnya (dianya) mêmôngsa (memakan), tèking (sampai di) godhong (daun) rumambat (merambat) mring (ke) pang (ranting) alit (kecil), pundhêsing (habis) êpang (cabang) mandhuwur (ke atas). Segera

Page 179: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 168 dianya memakan, sampai di daun merambat ke ranting kecil, habis papak cabangnya lalu ke atas.

Sangat rakus dia makan, bersegera pindah dari satu daun ke daun yang lain. Jika pucuk sudah habis segera pindah ke daun. Jika daun habis segera pindah ke ranting kecil. Jika ranting telah papak segera menggerogoti kulit, cabang-cabangnya sampai ke atas.

Ngarikit (mengerogoti) wit (pohon) kang (yang) mudha (muda), tugêling (patah) wit (pohon) si ulêr (si ulat) têmahan (akhirnya) katut (ikut), nèng (ke) kisma (tanah) datanpa (tanpa) tônja (guna), garêmêt (melata) cinucuk (dipatuk) paksi (burung). Mengerogoti pohon yang masih muda, patah pohon si ulat akhirnya ikut, jatuh ke tanah tanpa guna, melata dipatuk burung.

Setelah cabang-cabangnya habis menggerogoti pohon yang muda sampai putus. Setelah putus si ulat ikut jatuh ke tanah. Tanpa guna hidupnya melata di tanah. Nasibnya hanya akan dipatuk burung. Habislah semua. Pohon yang ditempati dan juga dirinya sendiri.

Page 180: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 169 Kajian Nayakawara (1:20-21): Tobato Mring Hyang Agung

Pupuh 1, bait 20-21, Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Yèku ta pralambangira, lamun sira datan bisa marèni, prasasat prajanirèku, kanggonan kang mêmala. Nora wurung sinung usada kang ampuh, hèh eling-eling punggawa, aja angajab bilai. Mupung durung kêlampahan, kacilakan kang bakal sira panggih, bêcik tobata Hyang Agung. Mntaa pangapura, trusing batin ngakua kaluputamu, tur lulus gonmu suwita, ngupayaa kawruh manis.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Itulah perumpamaannya, kalau engkau tidak bisa menghentikan, ibarat negaramu, ketempatan suatu penyakit. Tak urung terkena obat yang ampuh, wahai ingat-ingatlah para punggawa, jangan mengharap celaka. Mumpung belum terjadi, kecelakaan yang akan engkau temui, lebih baik bertobatlah kepada Tuhan Yang Maha Agung. Mintalah ampunan, sampai ke batin mengakui kesalahamu, dan juga ikhlas dalam engkau mengabdi, carilah pengetahuan yang manis.

Page 181: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 170 Kajian per kata:

Yèku ta (itulah) pralambangira (perumpamaannya), lamun (kalau) sira (engkau) datan (tidak) bisa (bisa) marèni (menghentikan), prasasat (ibarat) prajanirèku (negaramu), kanggonan (ketempatan) kang (yang) mêmala (penyakit). Itulah perumpamaannya, kalau engkau tidak bisa menghentikan, ibarat negaramu, ketempatan suatu penyakit.

Itulah perumpamaan punggawa yang tak berdedikasi untuk negara. Punggawa yang tidak ada pengabdian dan jasa bagi raja, tak punya rasa sayang kepada bawahan dan rakyat. Tinggal menunggu waktu kapan negaranya hancur berkeping, dan diapun hancur bersama. Apakah seperti itu yang kau inginkan?

Nora (tak) wurung (urung) sinung (terkena) usada (obat) kang (yang) ampuh (ampuh), hèh (wahai) eling-eling (ingat-ingatlah) punggawa (punggawa), aja (jangan) angajab (mengharap) bilai (celaka). Tak urung terkena obat yang ampuh, wahai ingat-ingatlah para punggawa, jangan mengharap celaka.

Jika engkau begitu engkau akan dianggap hama bagi negaramu. Dan engkau akan terkena obat yang mematikan. Tidak semua punggawa negara berwatak sepertimu. Ada banyak yang masih ingin negeri ini berdiri. Mereka akan menyingkirkanmu laksana obat memusnahkan hama. Oleh karena itu ingatlah, segeralah berhenti berbuat seperti itu. Jangan mengharap celaka untuk dirimu sendiri.

Mupung (mumpung) durung (belum) kêlampahan (terjadi), kacilakan (kecelakaan) kang (yang) bakal (akan) sira (engkau) panggih (temui), bêcik (baik) tobata (bertaubatlah) Hyang (Tuhan) Agung (Maha Agung). Mumpung belum terjadi, kecelakaan yang akan engkau temui, lebih baik bertobatlah kepada Tuhan Yang Maha Agung.

Sekarang mumpung celakamu belum terjadi, sebelum pembersihan hama dilakukan, lebih baik kau perbaiki dirimu. Taubatlah kepada Tuhan Yang Maha Besar. Lakukan pengabdian sebagai makhluk Tuhan dan abdi raja.

Mintaa (mintalah) pangapura (ampunan), trusing (sampai) batin (ke batin) ngakua (mengakui) kaluputamu (kesalahanmu), tur (dan juga) lulus (lestari, langgeng) gonmu (dalam engkau) suwita (mengabdi),

Page 182: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 171 ngupayaa (mencari) kawruh (pengetahuan) manis (manis). Mintalah ampunan, sampai ke batin mengakui kesalahamu, dan juga ikhlas dalam engkau mengabdi, carilah pengetahuan yang manis.

Mintalah pengampunan dari Tuhan atas kesalahanmu menjadi manusia yang tak sungguh-sungguh menjalani tugas. Sesungguhnya setiap pengabaian terhadap kebaikan adalah dosa di mata sang Pencipta, maka bertaubatlah. Adapun kepada raja dan masyarakat, segera perbaiki watakmu. Lakukan pengabdian yang tulus, agar engkau lestari dalam mengabdi kepada raja dan berkhidmat terhadap kepentingan orang banyak. Carilah pengetahuan yang manis, yang mengusir kebodohanmu.

Kalimat ngupayaa kawruh manis, mengisyaratkan akan masuk ke pupuh Dhandhanggula pada bait berikutnya.

Page 183: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 172

Pupuh Kedua

Dhandhanggula

Page 184: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 173 Kajian Nayakawara (2:1-2): Elinga Jaman Sangsara

Pupuh 2, bait 1-2, Dhandhanggula (metrum: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Dhuh èngêta duk lagya prihatin, darbe cipta gayuh kawiryawan, sapira ta sangsarane. Acêgah mangan turu, dera minta sihirèng Widhi, tan jênak anèng wisma, kulinèng asamun. Saking sruning bratanira, katarima sasêdyanta dèn turuti, sira dadi punggawa. Dèn narima sukura ing Widhi, luwarana punagining driya. Aja batalkên niyate, kang marang rèh rahayu, têtumanên dimèn lêstari, tumêrah ing kawiryan. Wuryanta ing dangu, kang wus sinêbut punggawa, yèka mantri kang wicaksana bèrbudi, kondhang mangulah praja.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Duhai, ingatlah ketika sedang prihatin, mempunyai cita-cita mencapai keperwiraan, seberapa sengsaranya. Mencegah makan dan tidur, dalam engkau memohon kasih dari Tuhan, tak betah di rumah, terbiasa menyepi. Karena kerasnya bertapamu, diterima semua kehendakmu dikabulkan, engkau menjadi punggawa. Harap menerima dengan syukur pada Tuhan,

Page 185: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 174

lepaskan apa janji hatimu Jangan membatalkan niatnya, yang menuju pada segala kebaikan, biasakan agar lestari, berkembang dalam sikap keperwiraan. Mulai sampai lama-lama, yang sudah disebut punggawa, yaitu mantri yang bijaksana dan berbudi, terkenal dalam mengelola negara.

Kajian per kata:

Dhuh (duhai) èngêta (ingatlah) duk (ketika) lagya (sedang) prihatin (prihatin), darbe (mempunyai) cipta (cita-cita) gayuh (mencapai) kawiryawan (keperwiraan), sapira ta (seberapa) sangsarane (sengsaranya). Duhai, ingatlah ketika sedang prihatin, mempunyai cita-cita mencapai keperwiraan, seberapa sengsaranya.

Wahai para punggawa, ingatlah ketika sedang prihatin. Ketika engkau mempunyai cita-cita untuk mencapai keperwiraan. Seberapa susahnya. Seberapa sengsaranya engkau menjalani hidup. Penuh pengorbanan. Penuh kerja keras.

Acêgah (mencegah) mangan (makan) turu (tidur), dera (dalam engkau) minta (mohon) sihirèng (kasih dari) Widhi (Tuhan), tan (tak) jênak (betah) anèng (di) wisma (rumah), kulinèng (terbiasa) asamun (menyepi). Mencegah makan dan tidur, dalam engkau memohon kasih dari Tuhan, tak betah di rumah, terbiasa menyepi.

Dengan mencegah makan, mencegah tidur. Hanya memusatkan pikiran, memohon kepada kasih dari Tuhan. Tak enak di rumah, terbiasa menyepi untuk tirakat, bertapa mencari petunjuk dari Tuhan.

Saking (karena) sruning (kerasnya) bratanira (bertapamu), katarima (diterima) sasêdyanta (semua kehendaklmu) dèn (di) turuti (dikabulkan), sira (engkau) dadi (menjadi) punggawa (punggawa). Karena kerasnya bertapamu, diterima semua kehendakmu dikabulkan, engkau menjadi punggawa.

Page 186: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 175 Karena kerasnya bertapamu, diterima oleh Tuhan. Dikabulkan apa yang engkau kehendaki. Engkau bisa menjadi punggawa.

Dèn (harap) narima (menerima) sukura (dengan syulur) ing (pada) Widhi (Tuhan), luwarana (lepaskan) punagining (permintaan) driya (hati). Harap menerima dengan syukur pada Tuhan, lepaskan apa janji hatimu.

Maka hendaknya engkau menerima dengan bersyukur kepada Tuhan. Lepaskan apa yang menjadi janji hatimu. Tentu engkau dulu punya tekad kalau kelak menjadi punggawa akan melakukan kebaikan. Atau melakukan langkah-langkah tertentu yang menurutmu baik. Inilah saatnya untuk melakukan.

Aja (jangan) batalkên (membatalkan) niyate (niatnya), kang (yang) marang (menuju pada) rèh (segala) rahayu (kebaikan), têtumanên (dibiasakan) dimèn (agar) lêstari (lestari), tumêrah (berkembang) ing (dalam) kawiryan (sikap keperwiraan). Jangan membatalkan niatnya, yang menuju pada segala kebaikan, biasakan agar lestari, berkembang dalam sikap keperwiraan.

Jangan sekarang malah loyo tanpa semangat. Membatalkan kebaikan yang sudah dirintis sejak muda, yang mengarah kepada keutamaan. Jangan begitu. Justru sekarang karena sudah tercapai keinginanmu, seharusnya semakin bersemangat melakukan kebaikan. Membiasakan diri agar kecanduan berbuat baik. Agar lestari kedudukanmu sebagai punggawa. Agar lestari pengabdianmu kepada raja, kepada negaramu. Semua itu juga akan berbalik kebaikan untuk dirimu sendiri.

Wuryanta (mulai sampai) ing (pada) dangu (lama), kang (yang) wus (sudah) sinêbut (disebut) punggawa (punggawa), yèka (yaitu) mantri (mantri) kang (yang) wicaksana (bijaksana) bèrbudi (dan berbudi), kondhang (terkenal) mangulah (dalam mengelola) praja (negara). Mulai sampai lama-lama, yang sudah disebut punggawa, yaitu mantri yang bijaksana dan berbudi, terkenal dalam mengelola negara.

Mulai sekarang dan nanti lama-lama, engkau yang sudah disebut punggawa akan dikenal sebagai punggawa yang cakap, bijaksana, pandai mengelola negara. Bukankah itu adalah kebaikan yang banyak. Manakah yang lebih baik bagimu, ketimbang menjadi punggawa bodoh yang serba kerepotan dalam karya.

Page 187: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 176 Kajian Nayakawara (2:3-4): Minangka Sudarsaneng Dasih

Pupuh 2, bait 3-4, Dhandhanggula (metrum: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Ingkang môngka sudarsanèng dasih, kang sinihan ing jêng sri narendra, ginêmpilan kamulyane. Ing pangkat sama sinung, kawibawan angrèh wadyalit, ingkang sumiwèng praja, myang kang anèng dhusun. Winênangkên darbènana, pamêtune ing bumi desa kang dadi, bawah lêlungguhira. Binubuhan rumêksa wadyalit, ingkang ana jroning bawahira, pinriha tata têntrême. Wit sira kang ananggung, aja ana kang laku juti, dèn padha angèstokna, wiradating ratu. Wêruhna mring upa jiwa, adarbea rajakaya karang kitri, mrih jênak dènnya wisma.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yang sebagai teladan bagi rakyat, yang dikasihi oleh Kanjeng Sri Narendra, diberi sedikit dari kemuliaannya. Dalam pangkat sama-sama mempunyai, kewibawan memerintah rakyat kecil, yang menghadap ke kotaraja, dan yang ada di desa-desa. Diberi wewenang memiliki, hasilnya dari tanah di desa yang menjadi, wilayah kedudukanmu. Diserahi tugas tambahn menjaga rakyat kecil,

Page 188: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 177

yang ada dalam kekuasaanmu, upayakanlah agar teratur dan tenteram. Karena engkau yang menanggung, jangan ada yang berbuat jahat, harap semua melaksanakan, kehendak dari raja. Ketahuilah pada cara mencari penghasilan, milikilah hewan ternak dan tanaman produktif, agar tenang engkau dalam berumah tangga.

Kajian per kata:

Ingkang (yang) môngka (sebagai) sudarsanèng (teladan bagi) dasih (kawula, rakyat), kang (yang) sinihan (dikasihi) ing (oleh) jêng (Kanjeng) sri (Sri) narendra (Narendra), ginêmpilan (dicuilkan, diberikan sedikit) kamulyane (kemuliaannya). Yang sebagai teladan bagi rakyat, yang dikasihi oleh Kanjeng Sri Narendra, diberi sedikit dari kemuliaannya.

Punggawa yang demikian itu, yang cakap, bijaksana dan pandai mengelola negara, adalah teladan bagi para abdi dan rakyat. Dikasihi oleh raja karena mampu menjadi pembantu yang baik. Pasti akan diberikan sedikit dari kemuliaan raja kepadanya.

Ginempilan dari kata gempil, artinya cuil sedikit. Maknanya kemuliaan raja akan dicuilkan sedikit untuk dibagi kepadanya. Raja adalah simbol kemuliaan, jika rajanya mulia maka para punggawanya pun akan kecipratan kemuliaan itu. Akan dicintai oleh para kawula dan bawahannya. Sebaliknya jika raja dzalim, maka para punggawa pun terkena imbasnya, yakni dibenci rakyat.

Ing (dalam) pangkat (pangkat) sama (sama-sama) sinung (menmpunyai), kawibawan (kewibawaan) angrèh (memerintah) wadyalit (rakyat kecil), ingkang (yang) sumiwèng (menghadap) praja (negara), myang (dan) kang (yang) anèng (ada di) dhusun (desa). Dalam pangkat sama-sama mempunyai, kewibawan memerintah rakyat kecil, yang menghadap ke kotaraja, dan yang ada di desa-desa.

Dalam pangkat sama-sama memiliki kewibawaan dari raja. Sama-sama dihormati oleh rakyat. Dalam memerintah rakyat kecil yang menghadap raja di kotaraja maupun yang ada di desa-desa. Punggawa adalah wakil raja

Page 189: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 178 di desa-desa, jadi penghormatan rakyat pun tergantung pula kewibawaan raja. Sebaliknya punggawa yang bersikap baik akan semakin menambah kewibawaan raja. Itulah maka keduanya tak terpisahkan, sama-sama menjaga kewibawaan negara secara keseluruhan.

Winênangkên (diberi wewenang) darbènana (memiliki), pamêtune (hasilnya) ing (di) bumi (tanah) desa (desa) kang (yang) dadi (jadi), bawah (wilayah) lêlungguhira (kedudukanmu). Diberi wewenang memiliki, hasilnya dari tanah di desa yang menjadi, wilayah kedudukanmu.

Kepada para punggawa diberi wewenang memiliki hasil dari tanah di desa yang menjadi wilayah kedudukannya. Seorang punggawa pun ibarat raja kecil di wilayahnya. Inilah maksud dari ginempilan kamulyan, dicuilkan kemuliaan raja, yang telah disinggung pada bait yang lalu.

Binubuhan (diserahi tugas tambahan) rumêksa (menjaga) wadyalit (rakyat kecil), ingkang (yang) ana (ada) jroning (dalam) bawahira (kekuasaanmu), pinriha (upayakanlah) tata (teratur) têntrême (dan tenteram). Diserahi tugas tambahn menjaga rakyat kecil, yang ada dalam kekuasaanmu, upayakanlah agar teratur dan tenteram.

Selain itu juga ditambahkan tugas menjaga rakyat kecil yang berada di bawah kekuasaannya. Menjaga ketenteraman agar mereka dapat bekerja dengan tenang. Kehidupan teratur dan tertib. Berkarya menjadi leluasa. Kalau wilayahnya rusuh hasil bumi pun tak keluar dengan maksimal. Apalagi kalau sampai banyak pencuri dan perampok. Maka tugas punggawa untuk menjaga ketenteraman masing-masing wilayah.

Wit (karena) sira (engkau) kang (yang) ananggung (menanggung), aja (jangan) ana (ada) kang (yang) laku (berbuat) juti (jahat), dèn (harap) padha (semua) angèstokna (melaksanakan), wiradating (kehendak) ratu (raja). Karena engkau yang menanggung, jangan ada yang berbuat jahat, harap semua melaksanakan, kehendak dari raja.

Karena engkau sebagai punggawa wajib menanggung, jangan sampai ada perbuatan jahat di wlayahmu. Laksanakan kehendak raja, mewujudkan ketenteraman untuk seluruh negara.

Wêruhna (ketahuilah) mring (pada) upa jiwa (mencari penghasilan), adarbea (milikilah) rajakaya (hewan ternak) karang kitri (pohon yang

Page 190: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 179 produktif, mrih (agar) jênak (tenang) dènnya (dalam engkau) wisma (berumah tangga). Ketahuilah pada cara mencari penghasilan, milikilah hewan ternak dan tanaman produktif, agar tenang engkau dalam berumah tangga.

Juga ketahuilah cara mencari penghasilan. Milikilah hewan ternak dan tanaman produktif. Dengan kedua hal itu rakyat hidup makmur sejahtera. Kebutuhan mereka tercukupi. Sandang pangan tiada kekurangan. Kehidupan rumah tangga mereka menjadi tenang. Tidak saling tengkar memperebutkan jatah.

Kepada para punggawa pun boleh memiliki ternak dan tanaman produktif ini. Agar mereka dapat hidup lebih makmur. Agar mereka tidak ngomel-ngomel mengeluhkan penghasilan sebagai punggawa negara. Kalau bisa melakukan ini, memberdayakan tanah-tanah garapan agar lebih produktif maka itu lebih baik.

Page 191: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 180 Kajian Nayakawara (2:5-6): Wruha Limang Prekara

Pupuh 2, bait 5-6, Dhandhanggula ( metrum: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Yèku wajibing punggawa mantri, pamardine mring wadya ing desa, dènnya bantoni prajane, ngrewangi ratunipun. De pangrèh mring wadyagêng alit, ingkang sumiwèng praja, wruhêna ing khukum, wicara lan tata krama, myang kagunan kalakuan ingkang bêcik, dadya piandêlira. Wardining kang wasita jinarwi, wruh ing khukum iku watêkira, adoh marang kanisthane. Pamicara puniku, wèh rêsêpe ingkang miyarsi. Tata krama punika, ngadohkên panyêndhu. Kagunan iku kinarya, ngupaboga dene kalakuan bêcik, wèh rahayuning raga.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yaitu kewajiban punggawa dan mantri, memberdayakan kepada bawahan di desa, dalam dia membantu negaranya, menjadi pembantu dari rajanya. Adapun dalam memerintah pada bawahan yang besar dan kecil, yang menghadap ke kotaraja, ketahuilah dalam hukum, tata bicara dan tata krama, dan kepandaian kelakuan yang baik, jadikan andalanmu. Makna dari pesan itu diartikan, mengetahui hukum wataknya,

Page 192: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 181

jauh dari kenistaan. Menguasai tata bicara itu, memberi rasa senang kepada yang mendengar. Mengerti tatakrama itu, menjauhkan celaan. Kepandaian itu sebagai, sarana mencari penghasilan adapun kelakuan baik, memberi keselamatan diri.

Kajian per kata:

Yèku (yaitu) wajibing (kewajiban) punggawa (punggawa) mantri (mantri), pamardine (memberdayakan) mring (kepada) wadya (bawahan) ing (di) desa (desa), dènnya (dalam dia) bantoni (membantu) prajane (negaranya), ngrewangi (menjadi pembantu dari) ratunipun (rajanya). Yaitu kewajiban punggawa dan mantri, memberdayakan kepada bawahan di desa, dalam dia membantu negaranya, menjadi pembantu dari rajanya.

Itulah kewajiban seorang punggawa dan mantri. Memberdayakan masyarakat di desa. Para bawahan dan rakyat agar dapat mengelola tanah mereka secara produktif. Punggawa adalah pembantu raja dalam mengelola negara. Harus mampu menjadi wakil raja dalam memerintah rakyat, agar tercapai kemakmuran.

Konsep zaman dahulu seorang pemimpin bukanlah pelayan masyarakat. Pemimpin adalah wakil tuhan di bumi yang berusaha mewujudkan perintah Tuhan, melindungi, mengayomi dan memberikan kemakmuran. Raja mempunyai kehendak sebagai terjemahan kehendak Tuhan, agar dilaksanakan oleh seluruh rakyat. Para punggawa adalah penyambung titah raja agar sampai kepada rakyat. Konsep ini tentu beda dengan konsep kepemimpinan demokrasi modern yang menempatkan pejabar sebagai pelayan rakyat. Dalam konsep lama punggawa wajib menjadi teladan, mampu berbuat baik dan mewujudkan kemakmuran. Syarat menjadi punggawa dengan demikian amatlah berat. Mereka harus mempunyai kemampuan dan rasa welas asih kepada rakyat, sebagaimana watak seorang raja. Beda dengan syarat menjadi punggawa di zaman sekarang. Cukup punya duit untuk mengatrol elektabilitas, beres sudah.

Page 193: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 182 De (adapun) pangrèh (memerintah) mring (pada) wadyagêng (bala yang besar) alit (dan kecil), ingkang (yang) sumiwèng (menghadap) praja (ke kotaraja), wruhêna (ketahuilah) ing (dalam) khukum (hukum), wicara (tata bicara) lan (dan) tata krama (tatakrama), myang (dan) kagunan (kepandaian, keahlian) kalakuan (perilaku) ingkang (yang) bêcik (baik), dadya (menjadi) piandêlira (andalanmu). Adapun dalam memerintah pada bawahan yang besar dan kecil, yang menghadap ke kotaraja, ketahuilah dalam hukum, tata bicara dan tata krama, dan kepandaian kelakuan yang baik, jadikan andalanmu.

Adapun dalam mengelola negara seorang punggawa wajib mempunyai 5 sifat. Yakni: mengetahui hukum, menguasai tata bicara, menguasai tatakrama, menguasai keahlian tertentu dan berkelakuan baik. Mengapa lima sifat itu perlu dikuasai oleh seorang punggawa? Marilah kita pelajari satu per satu dalam uraian di bawah ini.

Wardining (makna dari) kang (yang) wasita (pesan, wasiat) jinarwi (diartikan), wruh (mengetahui) ing (dalam) khukum (hukum) iku (itu) watêkira (wataknya), adoh (jauh) marang (dari) kanisthane (kenistaan). Makna dari pesan itu diartikan, mengetahui hukum wataknya, jauh dari kenistaan.

Makna dari pesan di atas tentang 5 sifat seorang punggawa adalah: yang pertama, mengetahui hukum. Orang yang mengetahui hukum akan jauh dari kenistaan. Hukum di sini adalah segala aturan main tang perlu dipatuhi oleh manusia. Bisa hukum agama, negara atau hukum penciptaan. Orang yang mengetahui itu semua akan tahu mana yang tidak boleh dan mana yang boleh dikerjakan. Dia akan tahu konsekuensi dari tiap perbuatannya.

Pamicara (menguasai tata bicara) puniku (itu), wèh (memberi) rêsêpe (rasa senang) ingkang (yang) miyarsi (mendengar). Menguasai tata bicara itu, memberi rasa senang kepada yang mendengar.

Menguasai tata bicara akan membuat seseorang mampu menyampaikan maksud dengan baik. Mampu memilih kata-kata yang menyenangkan orang lain. Mampu berkomikasi dengan luwes. Lawan bicara pun akan senang mendengarnya. Istilahnya, perkataannya bisa ndudut ati, menarik hati sehingga lawan bicara pun bersikap baik. Kemampuan seperti ini perlu dimiliki seorang punggawa. Oleh karena seorang punggawa kadang harus melakukan sesuatu hal yang tidak populer di mata rakyat, namun harus

Page 194: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 183 dilakukan untuk kepentingan negara. Nah kalau mampu mengkomunikasikan dengan baik tentu lebih mudah bagi orang banyak untuk menerima.

Tata krama (tata krama) punika (itu), ngadohkên (menjauhkan) panyêndhu (celaan). Mengerti tatakrama itu, menjauhkan celaan.

Seorang yang menguasai tata krama akan mampu bersikap sopan santun dalam pergaulan. Mampu menjaga harkat dan martabat dirinya. Mampu membawa diri di tengah masyarakat. Orang seperti ini akan terlihat berwibawa dan disegani. Jauh dari celaan.

Kagunan (kepandaian) iku (itu) kinarya (sebagai), ngupaboga (mencari makan, mencari penghasilan) dene (adapun) kalakuan (kelakuan) bêcik (baik), wèh (memberi) rahayuning (keselamatan) raga (diri). Kepandaian itu sebagai, sarana mencari penghasilan adapun kelakuan baik, memberi keselamatan diri.

Adapun tentang keahlian, hal itu berguna untuk sarana mencari penghasilan. Seorang yang mempunyai kepandaian tertentu akan dibutuhkan orang, dan akan mendapat penghasilan dari keahliannya itu. Jika dia seorang pejabat karir maka pasti akan mendapat promosi sesuai keahliannya itu. Jika dia seorang kebanyakan maka dia dapat bekerja secara bebas. Para punggawa hendaknya juga dapat memberdayakan rakyatnya agar mempunyai keahlian tertentu. Akan lebih baik kalau mampu mengadakan pelatihan atau kursus-kursus kepada masyarakat. Dengan demikian kesejahteraan masyarakat meningkat.

Yang terakhir, hendak setiap orang berkelakuan baik. Mengenai hal ini tidak perlu lagi diuraikan manfaatnya. Sudah jelas orang yang berkelakuan baik adalah orang-orang pilihan. Orang-orang itu akan selamat di dunia dan akhirat.

Page 195: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 184 Kajian Nayakawara (2:7-8): Dadya Cahyaning Praja

Pupuh 2, bait 7-8, Dhandhanggula ( metrum: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Rambah malih tumanjaning pamrih, karya gayuh sihirèng narendra, adol bêcik mring prajane, mrih alêm kancanipun, dadya srana marang utami. Upama kalakona, ujar kang puniku, adoh jalaraning ala, ratu mulya punggawa mantri prayogi, urip cahyaning praja. Anglir wulan sadangune kandhih, dening ima sinrang ing maruta, sumêblak padhang lawêne. Ujwalanira campuh, lan usara têmah martani, mring sakèh tarulata. Ingkang mêntas alum, ing siyang kataman surya, sami nglilir sêgêre ambabar sari, surasane kang praja.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Mengulang lagi manfaat dalam pamrih, sebagai sarana bagimu memperoleh kasih raja, menjual kebaikan bagi negara, dan agar dipuji teman, menjadi sarana menuju yang utama. Andai terjadi, perkataan yang seperti itu, jauh dari menjadi sebab keburukan, raja mulia punggawa dan mantri lebih baik, hidup menjadi cahaya bagi negara. Seperti bulan selama tertutup,

Page 196: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 185

oleh mendung yang diterjang oleh angin, terang benderang cahayanya. Sinarnya bercampur, dengan embun sehingga menyejukkan, pada semua pepohonan. Yang baru saja layu, di siang terkena panas matahari, semua bangun segar kembali mengeluarkan bunga, itulah isyarat keadaan negara.

Kajian per kata:

Rambah (mengulang) malih (lagi) tumanjaning (manfaatnya dalam) pamrih (pamrih), karya (sebagai sarana) gayuh (mencapai, memperoleh) sihirèng (kasihmu oleh) narendra (raja), adol (menjual) bêcik (kebaikan) mring (pada) prajane (negaranya), mrih (agar) alêm (dipuji) kancanipun (temannya), dadya (menjadi) srana (sarana, jalan) marang (menuju) utami (yang utama). Mengulang lagi manfaat dalam pamrih, sebagai sarana bagimu memperoleh kasih raja, menjual kebaikan bagi negara, dan agar dipuji teman, menjadi sarana menuju yang utama.

Mengulang lagi kepada manfaat dari berbuat baik. Ada pendapat bahwa seorang berbuat baik hanya untuk memoperoleh kasih dari raja. Mereka seolah menjual kebaikan terhadap negaranya, atau agar mendapat pujian dan menjadi sarana agar mendapat keutamaan dari negara. Artinya bahwa kebaikan itu tidak dilakukan dengan ikhlas, hanya dalam sisi lahirahnya saja. Kebaikan yang ditunjukkan mempunyai pamrih terhadap keuntungan pribadi. Lalu bagaimana sikap kita terhadap hal ini?

Upama (andai) kalakona (terjadi), ujar (perkataan) kang (yang) puniku (seperti itu), adoh (jauh) jalaraning (menjadi sebab) ala (keburukan), ratu (raja) mulya (mulia) punggawa (punggawa) mantri (mantri) prayogi (lebih baik), urip (hidup) cahyaning (sebagai dahaya) praja (negara). Andai terjadi, perkataan yang seperti itu, jauh dari menjadi sebab keburukan, raja mulia punggawa dan mantri lebih baik, hidup menjadi cahaya bagi negara.

Andai apa yang disebut dalam perkataan itu benar, bahwa seseorang berbuat baik hanya demi mendapat kasih raja dan pujian teman, maka yang

Page 197: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 186 demikian itu tak jadi soal. Dalam urusan hati orang tidak bisa melihat isi hati orang lain. Entah apakah motif seseorang dalam berbuat baik, menjadi punggawa yang tekun dan penuh pengabdian itu baik untuk negara. Jika dia melakukan untuk suatu pamrih itu juga tidak apa. Jika dia melakukan sebagai bakti kepada raja dan sebagai rasa syukur kepada Tuhan itu lebih baik lagi. Yang melakukan dengan motif duniawi untuk kepentingan sendiri pun mendapatkan apa yang diinginkan. Yang melakukan dengan ikhlas pun akan mendapat anugrah yang berlipat ganda. Kedua hal itu tidaklah menjadi persoalan. Yang jadi soal adalah punggawa yang tidak melakukan kebaikan apapun, dengan motif yang manapun sudah pasti buruk.

Oleh karena itu menjadi punggawa, mantri atau raja hendaklah tetap berbuat baik, bisa menjadi cahaya bagi negara.

Anglir (seperti) wulan (bulan) sadangune (selama) kandhih (tertutup), dening (oleh) ima (mendung) sinrang (diterjang) ing (oleh) maruta (angin), sumêblak (terang) padhang (benderang) lawêne (cahayanya). Seperti bulan selama tertutup, oleh mendung yang diterjang oleh angin, terang benderang cahayanya.

Kebaikan punggawa, entah apapun motifnya, perumpamaannya seperti bulan yang tertutup mendung, hilanglah cahayanya. Karena diterjang angin mendung menyingkir, menjadi terang benderanglah cahayanya.

Ujwalanira(sinarnya) campuh (bercampur), lan (dengan) usara (embun) têmah (sehingga) martani (menyejukkan), mring (pada) sakèh (semua) tarulata (pepohonan). Sinarnya bercampur dengan embun sehingga menyejukkan, pada semua pepohonan.

Cahaya bulan yang terang bercampur dengan embun malam, sehingga menimbulkan kesejukan, pada semua pepohonan. Hawa pun menjadi dingin, baik untuk manusia. Menenteramkan suasana, tenang, hening dan terang. Suasana sinar rembulan yang sejuk ini membuat tenteram hati manusia. Anak-anak berkumpul untuk bermain dalam suasana sukaria. Para orang tua bercengkerama menikmati indahnya pemandangan malam.

Ingkang (yang) mêntas (baru saja) alum (layu), ing (di) siyang (siang) kataman (terkena) surya (matahari), sami (semua) nglilir (bangun) sêgêre (segar kembali) ambabar (mengeluarkan) sari (bunga), surasane

Page 198: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 187 (isyaratnya) kang (yang) praja (negara). Yang baru saja layu, di siang terkena panas matahari, semua bangun segar kembali mengeluarkan bunga, itulah isyarat keadaan negara.

Tanaman yang di siang hari layu oleh terik sinar matahari terkena tetesan embun menjadi segar kembali. Yang layu menjadi bangun dan mengeluarkan bunga. Aromanya tertiup angin semilir semerbak kemana-mana. Inilah isyarat atau perumpamaan suasana negara yang para punggawa mantrinya berbuat baik. Bagaimana makna perumpamaan tersebut? Penjelasannya secara gamblang akan disampaikan dalam bait berikutnya.

Page 199: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 188 Kajian Nayakawara (2:9-10): Anglir Wulan Kang Padhang

Pupuh 2, bait 9-10, Dhandhanggula ( metrum: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Kang minôngka wulan sri bupati, ima iku pêpêtênging praja, kang ulah silip sakabèh. Dene marutanipun, patih lawan punggawa mantri, ingkang murinèng praja, ngowêl ratunipun. Padhanging wulan upama, tyas narendra ujwala prentah kang mijil, tumrap ing wong sapraja. Kang usara ibarate adil, taru wadya kang sumiwèng praja, lata wong ing desa kabèh. Sari sanepanipun, enggarira wadyagêng alit, jujur jênjêming driya, cukup uripipun. Mangkana ta sulangira, lamun praja kèh dursila angribêdi, tamtu ratu sungkawa.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yang sebagai bulan adalah raja, awan itu ibarat bagi kejahatan dalam negara, dari polah orang yang menyeleweng semuanya. Adapun anginnya, patih dan punggawa mantri, yang marah atas kejahatan itu, karena sayang pada raja. Terangnya sinar bulan seumpama, hati raja yang bersinar memberi perintah yang keluar, bagi orang senegara. Yang disebut embun ibaratnya keadilan,

Page 200: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 189

pohon adalah para balatentara yang ada di negara, daun adalah rakyat di desa semuanya. Bunga kiasan untuk, senangnya hati bawahan dan rakyat, jujur tenangnya hati, kecukupan hidupnya. Demikain penjelasannya, kalau negara banyak kejahatan merepotkan, tentu raja bersedih.

Kajian per kata:

Kang (yang) minôngka (sebagai) wulan (bulan) sri bupati (raja), ima (awan, mendung) iku (itu) pêpêtênging (bencana, kejahatan) praja (negara), kang (yang) ulah (berulah) silip (menyeleweng) sakabèh (semuanya). Yang sebagai bulan adalah raja, awan itu ibarat bagi kejahatan dalam negara, dari polah orang yang menyeleweng semuanya.

Kita kupas perumpamaan tentang bulan ini. Yang sebagai bulan adalah raja, awan yang menutup bulan adalah segala kejahatan yang ada di negara itu. Adanya banyak kejahatan membuat bulan tertutup sinarnya. Cahaya bulan tidak sampai ke bumi, tidak menyinari tanaman dan segala makhluk lainnya. Gelap gulita tak ada cahaya. Ini ibarat sang raja sedang bersedih sehingga tampak murung tak bersinar wajahnya.

Dene (adapun) marutanipun (anginnya), patih (patih) lawan (dan) punggawa (punggawa) mantri (mantri), ingkang (yang) murinèng (marah atas semua itu) praja (negara), ngowêl (sayang) ratunipun (pada rajanya). Adapun anginnya, patih dan punggawa mantri, yang marah atas kejahatan itu, karena sayang pada raja.

Adapun angin yang mengusir awan itu adalah perumpamaan dari patih dan segenap punggawa mantri. Mereka merindukan keramahan sang raja, mereka sayang kepada rajanya. Maka mereka marah atas maraknya kejahatan sehingga membuat sang raja sedih. Segera mereka bertindak mengusir kejahatan, seperti angin mengusir awan.

Padhanging (terangnya sinar) wulan (bulan) upama (seumpama), tyas (hati) narendra (raja) ujwala (bersinar) prentah (perintah) kang (yang) mijil (keluar), tumrap (bagi) ing (pada) wong (orang) sapraja (senegara).

Page 201: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 190 Terangnya sinar bulan seumpama, hati raja yang bersinar memberi perintah yang keluar, bagi orang senegara.

Terangnya bulan itu seumpama hati sang raja yang telah bersinar gembira. Kemudian memberi perintah untuk kebaikan warganya. Dan karena awan yang menutup sudah hilang maka sinarnya sampai ke bumi, diterima pepohonan dan makhluk lainnya yang ada di muka bumi.

Kang (yang) usara (embun) ibarate (ibarat) adil (keadilan), taru (pohon) wadya (bala tentara) kang (yang) sumiwèng (menghadap) praja (negara), lata (daun) wong (orang) ing (di) desa (desa) kabèh (semua). Yang disebut embun ibaratnya keadilan, pohon adalah para balatentara yang ada di negara, daun adalah rakyat di desa semuanya.

Yang disebut embun seumpama keadilan, pohonnya adalah para balatentara yang menghadap raja, sedangkan dedaunannya adalah rakyat kecil di pedesaan. Jika awan yang menutupi sudah hilang sinar rembulan sampai ke muka bumi. Sama halnya, jika para punggawa bertindak tegas memberantas kejahatan segala perintah raja dapat dilaksanakan tanpa halangan yang berakibat munculnya kemakmuran bagi seluruh rakyat, tercipta keadilan dan terwujud kesejahteraan.

Sari (bunga) sanepanipun (kiasan untuk), enggarira (senang hati) wadyagêng (bawahan) alit (dan rakyat), jujur (jujur) jênjêming (tenangnya) driya (hati), cukup (kecukupan) uripipun (hidupnya). Bunga kiasan untuk, senangnya hati bawahan dan rakyat, jujur tenangnya hati, kecukupan hidupnya.

Perumpamaan dari bunga adalah senang hatinya bawahan, balatentara dan rakyat kecil. Kehidupan mereka jujur dan tenang hatinya, berkecukupan sandang dan pangan. Inilah bunga dari sebuah negara. Kalau rakyat sejahtera dan tenteram serta berkecukupan negara itu tampak indah dipandang mata.

Mangkana ta (demikian) sulangira (penjelasannya), lamun (kalau) praja (negara) kèh (banyak) dursila (kejahatan) angribêdi (merepotkan), tamtu (tentu) ratu (raja) sungkawa (bersedih). Demikain penjelasannya, kalau negara banyak kejahatan merepotkan, tentu raja bersedih.

Sebaliknya, kalau negara banyak kejahatan maka ibarat bulan tertutup mendung, sinarnya tak terlihat. Ini ibarat raja yang sedang bersedih.

Page 202: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 191 Kajian Nayakawara (2:11-12): Panutup

Pupuh 2, bait 11-12, Dhandhanggula ( metrum: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a), Serat Nayakawara, karya KGPAA Mangkunagara IV.

Wajib patih lan punggawa mantri, kang birata mêmala durcara, kabèh praja sêsukêre. Supaya sang aprabu, lêjaring tyas angudanèni, mring solah bawanira, ing wadya sawêgung, kang bêcik lawan kang ala. Awit ratu môngka wakiling Hyang Widhi, nanggung umat sapraja. Lamun ratu wus prastawèng galih, èstu karya parentah utama, sumrambah mring praja kabèh. Sapangkat-pangkatipun, dènnya murih mulyaning dasih. Yèn sampun kalampahan, kadya kang winuwus, nêtêpi nagara arja, kontabing lyan kèh ngayubagya mêmuji. Yeku cahyaning praja.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kewajiban patih dan punggawa mantri, yang menghilangkan penyakit dan kejahatan, semua masalah negara Agar sang raja, longgar hatinya mengabulkan, pada semua polah tingkahmu, pada bawahan semuanya, yang baik dan yang buruk. Karena raja sebagai wakil dari Tuhan Yang Maha Benar, menanggung umat senegara. Kalau raja sudah tenang dalam hati,

Page 203: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 192

sungguh membuat perintah utama, mengalir kepada negara semuanya. Apapun pangkatnya, dalam dia mengupayakan kemuliaan rakyat. Kalau sudah tercapai, seperti yang sudah dikatakan, menurut negara makmur, terkenal bagi orang lain bnyak yang kut senang dan memuji. Ya itulah cahaya bagi negara.

Kajian per kata:

Wajib (kewajiban) patih (patih) lan (dan) punggawa (punggawa) mantri (mantri), kang (yang) birata (menghilangkan) mêmala (penyakit) durcara (kejahatan), kabèh (semua) praja (negara) sêsukêre (penghalang, masalah). Kewajiban patih dan punggawa mantri, yang menghilangkan penyakit dan kejahatan, semua masalah negara.

Setelah kita paham perumpamaan tadi, menjadi jelaslah bahwa mengusir kejahatan adalah tugas para punggawa dan mantri dengan dipimpin patih sebagai pelaksana pemerintahan. Bekerja keras menghilangkan segala penghalang, penyebab kesialan dari negara, yakni segala tindak kejahatan. Baik kejahatan kerah hitam atau kerah putih, pencuri atau koruptor, dan aneka bentuk laku durjana yang lain.

Supaya (agar) sang (sang) aprabu (raja), lêjaring (longgar) tyas (hati) angudanèni (mengabulkan), mring (pada) solah (polah) bawanira (tingkahmu), ing (pada) wadya (bawahan) sawêgung (semuanya), kang (yang) bêcik (baik) lawan (dan) kang (yang) ala (buruk). Agar sang raja, longgar hatinya mengabulkan, pda semua polah tingkahmu, pada bawahan semuanya, yang baik dan yang buruk.

Agar sang raja longgar hatinya sehingga dapat mengabulkan segala keinginanmu, merestui segala tingkah-polahmu dan juga kepada semua bawahan, yang buruk atau yang baik. Asalkan engkau sebagai punggawa bertindak sungguh-sungguh dalam mengabdikan diri kepada negara dab berbakti kepada raja.

Awit (karena) ratu (raja) môngka (sebagai) wakiling (wakil) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), nanggung (menanggung) umat (umat)

Page 204: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 193 sapraja (senegara). Karena raja sebagai wakil dari Tuhan Yang Maha Benar, menanggung umat senegara.

Karena raja adalah wakil Tuhan di muka bumi, maka dialah yang akan menanggung semua akibat dari jalannya pemerintahannya. Kepadanya akan dimintai tanggung jawab,

Lamun (kalau) ratu (raja) wus (sudah) prastawèng (tenang dalam) galih (hati), èstu (sungguh) karya (membuat) parentah (perintah) utama (utama), sumrambah (mengalir) mring (kepada) praja (negara) kabèh (semuanya). Kalau raja sudah tenang dalam hati, sungguh membuat perintah utama, mengalir kepada negara semuanya.

Kalau raja sudah terjamin keamanannya dalam bekerja, tanpa diganggu oleh aneka kejahatan dia dapat fokus memikirkan warga. Negara menjadi sejahtera, rakyatpun sentosa. Segala kemuliaan raja akan mengalir kepada para punggawanya, juga kepada para bawahan dan rakyat kebanyakan.

Sapangkat-pangkatipun (apaun pangkatnya), dènnya (dalam dia) murih (mengupayakan) mulyaning (kemuliaan bagi) dasih (rakyat). Apapun pangkatnya, dalam dia mengupayakan kemuliaan rakyat.

Semua orang dari segala pangkat dan kedudukan, selalu mengupayakan kemuliaan bagi rakyat. Segenap warga negara satu kehendak untuk mewujudkan kesejahteraan.

Yèn (kalau) sampun (sudah) kalampahan (tercapai), kadya (seperti) kang (yang) winuwus (sudah dikatakan), nêtêpi (menurut) nagara (negara) arja (makmur), kontabing (terkenal bagi) lyan (orang lain) kèh (banyak) ngayubagya (ikut senang) mêmuji (dan memuji). Kalau sudah tercapai, seperti yang sudah dikatakan, menurut negara makmur, terkenal bagi orang lain bnyak yang kut senang dan memuji.

Kalau keadaan demikian sudah tercapai, yakni seluruh warga negara satu kehendak untuk mencapai kesejahteraan, maka berlakulah ketetapan Tuhan, negara akan makmur sejahtera. Masing-masing dapat bekerja sesuai bidangnya. Maka kemajuan menjadi niscaya tercapai. Negeri aman makmur sentosa. Dihormati negara lain. Dipuji dan dicontoh oleh negara tetangga.

Yeku (yaitulah) cahyaning (cahaya bagi) praja (negara). Ya itulah cahayanya negara.

Page 205: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 194 Negeri itu laksana cahaya yang bersinar terang diantara bangsa-bangsa dunia.

Cukup sekian kajian serat Nayakawara.

Mireng, 1 Agustus 2018.

Bambang Khusen al Marie

Page 206: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 195

Tentang Penulis

Serat Tripama, Wirawiyata & Nayakawara

Kanjeng Gusti Pangeran Arya Mangkunagara IV lahir dengan nama RM Sudira. Ayahnya adalah Pangeran Arya Adiwijaya I putera dari putera Raden Mas Tumenggung Kusumadiningrat. Sudira merupakan anak ke-7, dan merupakan anak laki-

laki ke-3. Ibu Sudira adalah RA Sekeli, putri dari Mangkunagara II.

Sudira lahir pada tanggal 8 Sapar 1738, bertepatan dengan 3 Maret 1811. Sejak kelahirannya Sudira diambil oleh kakeknya, Mangkunagara II, yang saat itu masih berkuasa. Dan pengasuhannya diberikan kepada istri selir Mbok Ajeng Dayaningsih. Setelah berumur 10 tahun kemudian diserahkan kepada kakak sepupunya Pangeran Riya, untuk dididik dalam sastra, dasar pengetahuan agama, kesenian, kebudayaan dan ilmu pengetahuan lainnya. Setelah berumur 13 tahun kemudian dikhitan.

Pada usia 15 tahun Sudira masuk ke dinas ketentaraan. Ditempatkan di kesatuan Infanteri Kumpeni 5, Legiun Magkunagaran. Ditempatkan untuk berjaga di Klaten pada waktu perang Jawa. Tak lama ditempatkan Sudira mohon pamit karena ayahandanya Pangeran Arya Adiwijaya meninggal dunia, 2 April 1826. Setelah kembali ke kesatuan Sudira ikut berperang di beberapa tempat antara lain, Tanjungtirta, Pleret dan Ngrajakusuma. Pasukan kumpeni dibawah komando Kolonel Kokis. Dari Ngrajakusuma kemudian terus merangsek sampai ke kota Yogyakarta, lalu berpindah-pindah beberapa kali, dari benteng Taman sampai di benteng Gombang Klaten. Sudira telah banyak ikut pertempuran dan cukup berpengalaman dalam perang.

Pada usia 18 tahun Sudira diangkat sebagai Kapten Infanteri, masih di kesatuan Kumpeni 5. Posisi ini didapat setelah kapten lama yang tak lain

Page 207: bambangkhusenalmarie.files.wordpress.com · v KATA PENGANTAR Dalam Serat Wedatama Sri Mangkunagara IV mengajarkan bahwa keperwiraan adalah salah satu dari tiga pegangan orang hidup

Kajian Sastra Klasik Reh Kaprawiran 196 sang kakak sendiri RM Subekti diangkat menggantikan sang ayah Pangeran Adiwijaya yang meninggal. Setelah mendapat pangkat Kapten Infanteri Raden Mas Kapten Sudira ditugaskan memimpin benteng Gombang (sebelah selatan Pedan, Klaten) dengan pasukan; 50 pasukan senapan dengan satu opsir, 50 pasukan tombak dengan satu opsir, satu meriam dan 12 kanonir. Serta diberi kekuasaan mengelola tanah sampai di Masaran (masuk wilayah Wonogiri). Setelah perang Diponagara usai pasukan ditarik kembali ke Surakarta. Raden Mas Kapitan Sudira mendapat penghargaan dengan piagam tertanggal 18 Januari 1833.

Setelah RM Sudira berusia 22 tahun menikah dengan putri dari Pangeran Surya Mataram pada tanggal 24 Desember 1831. Setelah menikah kemudian berganti nama Raden Mas Arya Gandakusuma.

Sepeninggal Mangkunagara II, yang menggantikan adalah Pangeran Riya yang bergelar Mangkunagara III. Pada tahun 1837 RM Sudira mendapat promosi jabatan sebagai patih di Pura Mangkunagaran, menggantikan Kyai Patih Ngabei Wignyawijaya yang meninggal dunia. Saat itu masih merangkap pula sebagai Kapten di kesatuan Kumpeni 5. Kemudian pada 4 April 1840 diangkat sebagai Mayor Infanteri dan diberi tugas memegang administrasi Legiun Mangkunagaran.

Pada 17 Mei 1950 diangkat menjadi pangeran dengan nama Kangjeng Pangeran Arya Gandakusuma. Pada 24 Maret 1953 diangkat sebagai Pengageng Pura dengan nama Kangjêng Gusti Pangeran Adipati Arya Prabu Prangwadana. Pangkat di Legiun naik menjadi Letnan Kolonèl. Setelah itu, di tahun yang sama atas ijin Gubernur Jenderal, menikah dengan putri dari almarhum Pangeran Adipati Mangkunagara III yang bernama BRA Dhunuk.

Tanggal 16 Agustus 1857 ditetapkan secara penuh sebagai Adipati dengan gelar Kangjêng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara IV. Pangkat di Legiun pun dinaikkan menjadi Kolonel.

Mangkunegara IV wafat pada tahun 1881 dan dimakamkan di Astana Girilayu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Beliau mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah Republik Indonesia yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 3 November 2010.