143
LAPORAN AKHIR PENELITIAN Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017 (Studi Multisenter Filariasis) Unit Pelaksana: Loka Litbang P2B2 Baturaja PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2017

kemkes.go.id...viii DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI MULTICENTER LOKA BATURAJA No Nama Jabatan dalam Tim Uraian Tugas 1 Santoso, SKM., M.Sc. Ketua Pelaksana (Peneliti Utama) Bertanggungjawab

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • LAPORAN AKHIR PENELITIAN

    Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017

    (Studi Multisenter Filariasis)

    Unit Pelaksana: Loka Litbang P2B2 Baturaja

    PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

    2017

  • i

    JUDUL PENELITIAN

    Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017

    (Studi Multisenter Filariasis)

  • ii

    SK PENELETIAN

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

  • viii

    DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI MULTICENTER LOKA BATURAJA

    No Nama Jabatan dalam Tim Uraian Tugas

    1 Santoso, SKM.,

    M.Sc. Ketua Pelaksana (Peneliti Utama)

    Bertanggungjawab terhadap seluruh

    kegiatan penelitian

    2 Yulian Taviv,

    SKM., M.Si. PJT Provinsi

    Riau dan Babel

    Bertanggungjawab terhadap aspek teknis

    pengumpulan data di Provinsi Riau dan

    Babel

    3 Anif Budiyanto,

    SKM., M.Epid PJT Kabupaten

    Pelalawan

    Bertanggungjawab terhadap aspek teknis

    pengumpulan data di Kabupaten Pelalawan

    4 Lasbudi P.

    Ambarita, M.Sc.

    PJT Kabupaten Bangka

    Barat

    Bertanggungjawab terhadap aspek teknis

    pengumpulan data di Kabupaten Bangka

    Barat

    5 Yahya, SKM.,

    M.Si. PJT Kabupaten

    Belitung

    Bertanggungjawab terhadap aspek teknis

    pengumpulan data di Kabupaten Belitung

    6 R. Irpan Pahlepi,

    SKM., M.Si. Ketua Tim Vektor

    Kab. Kuantan Senggigi

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data vektor di Kabupaten

    Kuantan Senggigi

    7 Rahayu Hasti

    Komaria, SKM Ketua Tim Vektor

    Kab. Pelalawan

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data vektor di Kabupaten

    Pelalawan

    8 Milana Salim,

    M.Sc. Ketua Tim Vektor

    Kab. Bangka Barat

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data vektor di Kabupaten

    Bangka Barat

    9 Desy Asyati,

    SKM Ketua Tim Vektor

    Kab. Belitung

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data vektor di Kabupaten

    Belitung

    10 drh. Nungki

    Hapsari

    Suryaningtyas

    Ketua Tim Parasitologi

    dan Reservoir

    Kab. Kuantan Senggigi

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data parasitologi dan reservoir

    di Kabupaten Kuantan Senggigi

    11 Yanelza

    Supranelfy, M.Sc. Ketua Tim Parasitologi

    dan Reservoir

    Kab. Pelalawan

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data parasitologi dan reservoir

    di Kabupaten Pelalawan

    12 Tanwirotun

    Ni‘mah, S.Si. Ketua Tim Parasitologi

    dan Reservoir

    Kab. Belitung

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data parasitologi dan reservoir

    di Kabupaten Bangka Barat

    13 drh. I Gede

    Wempi DSP Ketua Tim Parasitologi

    dan Reservoir

    Kab. Bangka Barat

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data parasitologi dan reservoir

    di Kabupaten Belitung

    14 Aprioza Yenni,

    MA. Ketua Tim Sosial

    Budaya Kab. Kuantan Senggigi

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data sosial budaya Kabupaten

    Kuantan Senggigi

    15 Hotnida Sitorus,

    SKM., M.Sc. Ketua Tim Sosial

    Budaya Kab. Pelalawan

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data sosial budaya Kabupaten

    Pelalawan

    16 Indah

    Margarethy,

    M.Sos

    Ketua Tim Sosial

    Budaya Kab. Bangka Barat

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data sosial budaya Kabupaten

    Bangka Barat

    17 Reni Oktarina,

    SKM., M.Epid Ketua Tim Sosial

    Budaya Kab. Belitung

    Bertanggungjawab terhadap kegiatan

    pengumpulan data sosial budaya Kabupaten

    Belitung

    18 Marini, S.Si. Anggota Tim Vektor Kab. Kuantan Senggigi

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    vector di Kabupaten Kuantan Senggigi

  • ix

    19 Vivin Magdalena,

    S.Si. Anggota Tim Vektor

    Kab. Kuantan Senggigi

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    vector di Kabupaten Kuantan Senggigi

    20 Katarina Sri

    Rahayu Anggota Tim Vektor

    Kab. Pelalawan

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    vector di Kabupaten Pelalawan

    21 Maya Arisanti,

    SKM Anggota Tim Vektor

    Kab. Pelalawan

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    vector di Kabupaten Pelalawan

    22 Hendri Erwadi Anggota Tim Vektor Kab. Bangka Barat

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    vector di Kabupaten Bangka Barat

    23 Rizki Nurmaliani,

    SKM Anggota Tim Vektor

    Kab. Bangka Barat

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    vector di Kabupaten Bangka Barat

    24 Surahmi Oktavia,

    SKM Anggota Tim Vektor

    Kab. Belitung

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    vector di Kabupaten Belitung

    25 Ritawati, S.Si Anggota Tim Vektor Kab. Belitung

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    vector di Kabupaten Belitung

    26 Betriyon, SKM Anggota Tim

    Parasitologi dan

    Reservoir

    Kab. Kuantan Senggigi

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    parasitologi dan reservoir di Kabupaten

    Kuantan Senggigi

    27 Tri Wurisastuti,

    S.Stat Anggota Tim

    Parasitologi dan

    Reservoir

    Kab. Kuantan Senggigi

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    parasitologi dan reservoir di Kabupaten

    Kuantan Senggigi

    28 Deriansyah Eka

    Putra, SKM Anggota Tim

    Parasitologi dan

    Reservoir

    Kab. Pelalawan

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    parasitologi dan reservoir di Kabupaten

    Pelalawan

    29 Rika Mayasari,

    S.Si. Anggota Tim

    Parasitologi dan

    Reservoir

    Kab. Pelalawan

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    parasitologi dan reservoir di Kabupaten

    Pelalawan

    30 Ade Verentic,

    SKM Anggota Tim

    Parasitologi dan

    Reservoir

    Kab. Belitung

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    parasitologi dan reservoir di Kabupaten

    Bangka Barat

    31 Yusuf, S.Kom Anggota Tim

    Parasitologi dan

    Reservoir

    Kab. Belitung

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    parasitologi dan reservoir di Kabupaten

    Bangka Barat

    32 Nur Inzana, SKM Anggota Tim

    Parasitologi dan

    Reservoir

    Kab. Bangka Barat

    Membantu kegiatan pengumpulan data

    parasitologi dan reservoir di Kabupaten

    Belitung

    33 Zamriadi Administrasi Kab. Kuantan Senggigi

    Bertanggungjawab terhadap administrasi

    kegiatan di Kabupaten Kuantan Senggigi

    34 Sutiman Administrasi Kab. Pelalawan

    Bertanggungjawab terhadap administrasi

    kegiatan di Kabupaten Pelalawan

    35 Indra, SE Administrasi Kab. Bangka Barat

    Bertanggungjawab terhadap administrasi

    kegiatan di Kabupaten Bangka Barat

    36 Ferdinan, SE Administrasi Kab. Belitung

    Bertanggungjawab terhadap administrasi

    kegiatan di Kabupaten Belitung

  • x

    PERSETUJUAN ETIK

  • xi

    PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG

    Judul Penelitian: “Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017 (Studi

    Multisenter Filariasis)”

    Baturaja, Desember 2017

    Ketua Pelaksana

    Santoso, SKM., M.Sc.

    NIP 197303161998031002

    Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja

    YulianTaviv, SKM., M.Si.

    NIP 196507311989021001

    Menyetujui

    Ketua Panitia Pembina Ilmiah

    Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes.

    NIP 195703171980112001

    Kepala

    Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

    drg. Agus Suprapto, M.Kes

    NIP 196408131991011001

  • xii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

    dan rahmat-Nya maka laporan hasil penelitian yang berjudul: “Studi Evaluasi Eliminasi

    Filariasis di Indonesia Tahun 2017 (Studi Multisenter Filariasis)” dapat diselesaikan

    tepat pada waktunya.

    Laporan hasil penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan, sehingga kami

    memngharapkan kritikan dan saran yang membangun guna perbaikan di masa datang.

    Laporan yang disampaikan merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan tim peneliti

    maupun tim pendukung yang telah bekerjasama dengan kemampuan masing-masing secara

    maksimal.

    Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

    dan berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembuatan

    proposal dan protokol penelitian, pelaksanaan kegiatan penelitian serta pembuatan laporan

    hasil penelitian ini.

    Akhirnya penulis berharap semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat

    sebagai masukan khususnya bagi Dinas Kesehatan Riau (Dinas Kesehatan Kabupaten

    Kuantan Singingi dan Pelalawan) dan Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung

    (Kabupaten Bangka Barat dan Belitung) dalam upaya Eliminasi Filariasis serta bermanfaat

    bagi semua pihak yang membutuhkan terutama dalam rangka mendukung program

    Eliminasi Filariasis di Indonesia.

    Baturaja, Desember 2017

  • xiii

    ABSTRAK

    Latar Belakang: Eliminasi filariasis telah dicanangkan pada tahun 2002 di Sumatera

    Selatan dengan target pada tahun 2020 eliminasi telah dilakukan di seluruh

    kabupaten/kota endemis. Penelitian ini bertujuan untuk diketahuinya dan dianalisis

    program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah melaksanakan POPM selama 5

    putaran.

    Metode: Penelitian ini telah dilaksanakan di Provinsi Riau (Kabupaten Kuantan Singingi

    dan Pelalawan) dan Provinsi Bangka Belitung (Kabupaten Bangka Barat dan Belitung)

    selama lima bulan (Juli–November 2017). Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi

    wawancara, pemeriksaan klinis filariasi dan survey darah jari, terhadap 620 penduduk,

    stool survey terhadap 160 anak SD kelas 2 dan 3, pemeriksaan gen BM, pengambilan

    darah terhadap 100 hewan reservoir, penangkapan nyamuk, dan wawancara mendalam,

    serta pengumpulan data sekunder.

    Hasil: Pengetahuan dan perilaku responden tentang filariasis di empat lokasi penelitian

    masih tergolong rendah, sedangkan sikap responden sebagian besar menunjukkan sikap

    positif. Hasil SDJ di Kabupaten Kuantan Singingi mendapatkan 1 orang positif

    microfilaria (Mf rate>1%), di Kabupaten Pelalawan tidak mendapatkan pendukuk yang

    positif microfilaria. Hasil SDJ di Provinsi Bangka Belitung mendapatkan bahwa di kedua

    kabupaten masih ditemukan penderita microfilaria dengan Mf rate >1%. Prevalensi

    kecacingan di Kabupaten Kuansing sebesar 13,6% (24/177), Pelalawan sebesar 2,4%

    (4/165) Bangka sebesar 5,3% (9/170), Belitung 11,5% (19/165). Hasil deteksi gen BM

    ditemukan 2 anak positif B.malayi, sedangkan di 3 kabupaten lainnya tidak ditemukan

    adanya gen BM. Pemeriksaan darah hewan reservoir di Kabupaten Kuansing dan Bangka

    Barat tidak ditemukan gen B.malayi sedangkan di Kabupaten Pelalawan dan Belitung

    ditemukan gen B.malayi pada kucing dan anjing (Pelalawan) dan monyet ekor panjang

    (Belitung) ditemukan 1 ekor kucing dan 5 ekor anjing positif dirofilaria. Hasil

    penangkapan nyamuk Kabupaten Kuansing mendapatkan 1.235 nyamuk, Pelalawan 1.231,

    Bangka Barat sebanyak 581, dan Belitung sebanyak 603. Hasil pemeriksaan PCR tehadap

    nyamuk ditemukan nyamuk positif mengandung larva cacing filarial di seluruh kabupaten.

    Kebijakan program eliminasi filariasis di wilayah seluruh lokasi penelitian telah dilakukan

    dengan baik dengan dukungan lintas sector dan lintas program. Namun peran lintas

    program dan lintas sector belum optimal.

    Kesimpulan: Kabupaten Kuantan Singingi dan Pelalawan sudah tidak menjadi daerah

    endemis filariasis (Mf rate 1%. Risiko penularan di Kabupaten Kuansing sudah rendah sedangkan di

    Kabupaten Pelalawan, Bangka Barat dan Belitung masih tinggi.

    Kata kunci: Filariasis, vector, reservoir, gen BM

  • xiv

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017

    (Studi Multisenter Filariasis)

    LAPORAN PENELITIAN

    STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN KUANTAN

    SINGINGI

    (Daerah Endemis Brugia malayi Zoonotik/Brugia malayi)

    PENYUSUN: Santoso, Anif Budiyanto, Lasbudi P. Ambarita, Yahya, Aprioza Yenni, Hotnida Sitorus, Indah

    Margarety, Reni Oktarina, Milana Salim, R. Irpan Pahlepi, Nungki Hapsari, I Gede Wempi DSP,

    Yanelza Supranelfy, Ritawati, Vivin Magdalena, Marini, Tri Wuri Sastuti, Tanwirotun Ni‘mah,

    Rizki Nurmaliani, Rika Mayasari, Betriyon, Deriansyah Eka Putra, Desy Asyati, Rahayu Hasti

    Komaria, Surahmi Oktavia, Ade Verentic, Nur Inzana, Katarina Sri Rahayu, Hendri Erwadi

    Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 236

    kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis

    tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal filariasis

    (POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota

    akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah penduduk sebesar

    76 juta jiwa.

    Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki Gajah

    (Belkaga). Sebelumnya pada tahun 2014, Menkes mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun

    2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka

    Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi

    kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala karena harus mengulangi POPM.

    Kabupaten Kuantan Singingi, Pelalawan, Bangka Barat dan Belitung telah

    melakukan pengobatan massal filariasis selama 5 putaran. Kabupaten tersebut telah

    dinyatakan lulus TAS-1 (Kuansing dan Pelalawan) dan TAS-3 (Bangka Barat dan

    Belitung). Meskipun dinyatakan lulus TAS-1 maupun TAS-3namun karena masih ada anak

    yang positif maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Kegiatan yang dilakukan yaitu

    penelitian secara menyeluruh yang dari berbagai factor lain, diantaranya menyangkut

    vektor, hewan reservoir, pemeriksaan kecacingan, perilaku, serta keterlibatan lintas

    program dan lintas sector.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganilis program

    eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah melaksanakan POPM. Hasil penelitian ini

    diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal pengembangan model eliminasi

    filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam penanggulangan filariasis.

    Penelitian ini dilakukan di Provinsi Riau (Kabupaten Kuansing dan Pelalawan) dan

    Bangka Belitung (Kabupaten Bangka Barat dan Belitung). Tiap kabupaten dipilih dua desa

    sebagai lokasi penelitian Kegiatan penelitian meliputi: 1) wawancara terstruktur,

    pemeriksaan klinis dan survey darah jari yang dilakukan terhadap sampel terpilih di dua

  • xv

    desa yang merupakan lokasi penelitian; 2) pemeriksaan gen BM terhadap anak yang positif

    hasil TAS tahun 2016; 3) pemeriksaan sampel tinja pada anak sekolah kelas 2 dan 3 SD; 4)

    wawancara mendalam terhadap informan terpilih di tingkat provinsi, kabupaten,

    kecamatan dan desa; 5) pemeriksaa hewan reservoir; dan penangkapan dan identifikasi

    nyamuk vector filariasis.

    Hasil wawancara terstruktur terhadap responden untuk mengetahui pengetahuan,

    sikap dan perilaku masyarakat melalui wawancara mendapatkan bahwa belum semua

    penduduk mengetahui tentang adanya kegiatan eliminasi filariasis di wilayah seluruh

    lokasi penelitian. Sikap responden terhadap kegiatan eliminasi filariasis sebagian besar

    menunjukkan sikap positif, sedangkan perilaku responden masih ditemukan adanya

    responden yang memiliki perilaku berisiko untuk tertular filariasis. Perilaku berisiko yang

    ditemukkan yaitu ketidakpatuhan penduduk dalam minum obat pencegahan filariasis.

    Faktor penyebab ketidakpatuhan masyarakat tersebut dalam minum obat diantaranya

    karena adanya efek samping yang ditimbulkan akibat minum obat tersebut. Pelaksanaan

    POPM filariasis di masyarakat perlu disosialisasikan terlebih dahulu, sebelum pemberian

    obat ke masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat dan wawancara

    mendlam terhadap informan terpilih, kegiatan POPM filariasis telah disosialisasikan

    terlebih dahulu sebelum pelaksanaan, namun masih ada beberapa responden yang

    mengatakan bahwa tidak ada sosialisasi dalam kegiatan POPM filariasis. Hal ini

    kemungkinan pada saat sosialisasi, responden tidak berada di tempat sehingga tidak

    mengetahui adanya kegiatan sosialisasi tersebut. Hal lain yang mungkin juga menjadi

    penyebab masyarakat tidak mengetahui adanya sosialisasi karena kegiatan yang sudah

    berlangsung lebih dari satu tahun lalu, sehingga masyarakat tidak dapat mengingat

    kembali.

    Hasil pemeriksaan klinis terhadap masyarakat untuk mengidentifikasi gejala klinis

    filariasis di Kabupaten Kuansing ditemukan sebanyak 39 orang (6,2%) mengalami gejala

    klinis filariasis, di Kabupaten Pelalawan tidak ada responden yang mengalami gejala kinis,

    di Kabupaten Bangka Barat sebanyak 25 orang (4%), Belitung sebanyak 47 orang (7,6%).

    Hasil pemeriksaan gen BM pada 20 anak SD yang terpilih tidak menemukan

    adanya DNA cacing filarial pada seluruh anak. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh anak

    (11 anak) yang dinyatakan positif TAS dan 9 anak lainnya tidak terinfeksi cacing filaria,

    sehingga anak yang semula positif hasil TAS sudah dinyatakan sembuh.

    Hasil pemeriksaan kecacingan terhadap anak SD kelas 2 dan 3 di Kabupaten

    Kuansing mendapatn proporsi kecacingan sebesar 13,6% (24/177), Pelalawan sebesar

    2,4% (4/165), Bangka Barat Bangka sebesar 5,3% (9/170), Belitung 11,5% (19/165).

    Tujuan dari pemeriksaan kecacingan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

    kemungkinan adanya cross reaction pada kegiatan TAS yang telah dilakukan. Hasil TAS

    positif dikhawatirkan merupakan positif soil transmited helminth, sehingga perlu diperiksa

    kecacingan pada anak yang positif tersebut. Namun dari hasil pemeriksaan feses terhadap

    semua anak yang positif TAS tidak menunjukkan adanya cross reaction. Tingginya

    proporsi kecacingan pada anak SD tersebut berkaitan dengan hygiene dan sanitasi, baik

    lingkungan maupun individu. Sebagian besar anak yang diperiksa memiliki lingkungan

    tempat tinggal yang kurang bersih serta kurangnya ketersediaan air bersih untuk kebutuhan

    sehari-hari. Hal ini juga dialami oleh tim peneliti pada saat melakukan survey di lokasi

  • xvi

    penelitian. Hasil penelitian di Kabupaten Banjar mendapatkan bahwa infeksi kecacingan

    dapat menurun dengan penyediaan sarana air bersih. Penelitian tersebut mendapatkan

    bahwa prevalensi kecacingan pada daerah yang mendapatkan program pembangunan air

    minum dan sanitasi berbasis masyarakat (PAMSIMAS) angka prevalensinya lebih kecil

    (10,8%) dibandingkan dengan daerah yang tidak mendapatkan program (36,6%).

    Filariasis B.malayi di wilayah Povinsi Riau dan Bangka Belitung merupakan salah

    satu penyakit zoonotik, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan reservoir ke

    manusia dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pemeriksaan terhadap

    hewan reservoir yang ada di wilayah penelitian, diantaranya kucing, anjing dan monyet

    ekor panjang. Hasil pemeriksaan darah hewan di Kabupaten Pelalawan mendapatkan

    kucing dan anjing positif mikrofilaia B.malayi¸ dan di Kabupaten Belitung mendapatkan

    monyet positif filarial B.malayi. Hasil pemeriksaan hewan di Kuansing dan Bangka Barat

    tidak ditemukan adanya hewan positif filaria B.malayi. Anjing, kucing dan merupakan

    hewan reservoir yang berperan dalam penularan filariasis. Hal ini berkaitan juga dengan

    keberadaan vector B.malayi yang dominan (Mansonia spp) yang memiliki habitat di daerah

    rawa-rawa. Sementara berdasarkan hasil penelitian sebelumnya jenis hewan reservoir

    untuk B.malayi yang paling banyak ditemukan adalah kucing (Fellis catus).

    Kegiatan penangkapan nyamuk telah dilakukan empat kabupaten lokasi penelitian.

    Hasil penangkapan nyamuk Kabupaten Kuansing mendapatkan 1.235 nyamuk, Pelalawan

    1.231, Bangka Barat sebanyak 581, dan Belitung sebanyak 603. Hasil pemeriksaan PCR

    terhadap seluruh nyamuk tertangkap hanya mendapatkan satu spesies nyamuk positif

    W.bancrofti di Kabupaten Bangka Barat. Spesies nyamuk positif adalah An.karwari.

    Spesies nyamuk terkonfirmasi positif ini sebelumnya belum pernah dilaporkan di lokasi

    penelitian, demikian juga spesies cacing filarial W.bancrofti sebelumnya juga belum

    pernah dilaporkan, karena spesies microfilaria yang dilaporkan di Kabupaten Bangka Barat

    selama ini adalah B.malayi.

    Hasil wawancara mendalam di tingkat provinsi dengan tema implementasi

    kebijakan pusat di daerah tidak mendapatkan adanya hambatan dan permasalahan.

    Kebijakan daerah juga mendukung kebijakan dari pusat sehingga program eliminasi

    filariasis di tingkat provinsi dapat berjalan dengan baik. Dukungan lintas program dan

    lintas sector sudah cukup baik, hal ini diketahui dari adanya kegiatan eliminasi yang

    didukung oleh program lain di Dinas Kesehatan, serta adanya dukungan dana dan

    pemerintah daerah setempat. Selain itu juga terdapat dukungan dari luar pemerintah, yaitu

    dari lembaga swadaya masyarakat dalam bentuk perencanaan, monitoring dan evaluasi

    program eliminasi filariasis

  • xvii

    DAFTAR ISI

    JUDUL PENELITIAN ......................................................................................................... i

    SK PENELETIAN ............................................................................................................... ii

    DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI MULTICENTER LOKA BATURAJA ........ viii

    PERSETUJUAN ETIK ....................................................................................................... x

    PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ....................................................... xi

    KATA PENGANTAR ....................................................................................................... xii

    ABSTRAK ......................................................................................................................... xiii

    RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................... xiv

    DAFTAR ISI .................................................................................................................... xvii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xix

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xx

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

    1.2. Dasar Pemikiran ......................................................................................................... 2

    1.3. Tujuan ........................................................................................................................ 3

    1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................................................ 3

    1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................................................................... 3

    1.4. Manfaat ...................................................................................................................... 3

    BAB II METODE ................................................................................................................ 5

    2.1. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 5

    2.2. Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan Sumber Biaya ......... 6

    2.3. Jenis Studi .................................................................................................................. 6

    2.4. Populasi, Sampel, dan Lokasi .................................................................................... 6

    2.5. Bahan dan Cara Pengumpulan Data ........................................................................ 13

    2.6. Alur Kegiatan ........................................................................................................... 19

    2.7. Definisi Operasional ................................................................................................ 22

    2.8. Manajemen dan Analisis Data ................................................................................. 22

    BAB III HASIL PENELITIAN ........................................................................................ 23

    3.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ....................................................................... 23

    3.2. Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian ............................. 24

    3.3. Gambaran Jumlah & Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel .............................. 26

    3.4. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis. .......................................... 30

    3.5. Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis. ..................................................... 32

    3.6. Gambaran Perilaku Responden Tentang Filariasis. ................................................. 33

  • xviii

    3.7. Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian .................................................... 34

    3.8. Gambaran Status Infeksi Kecacingan ...................................................................... 37

    3.9. Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi .................................................................... 37

    3.10. Gambaran Hasil Survei Reservoar ........................................................................... 38

    3.11. Gambaran Hasil Survei Vektor ................................................................................ 39

    3.12. Gambaran Hasil Survei Lingkungan ....................................................................... 40

    3.13. Gambaran Hasil Wawancara Mendalam ................................................................. 44

    BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................ 105

    4.1. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden ........................................................ 105

    4.2. Pemeriksaan Klinis dan Survei Darah Jari ............................................................ 107

    4.3. Gambaran Status Infeksi Kecacingan .................................................................... 109

    4.4. Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi .................................................................. 110

    4.5. Gambaran Hasil Survei Reservoar ......................................................................... 110

    4.6. Gambaran Hasil Survei Vektor .............................................................................. 112

    4.7. Survei Lingkungan ................................................................................................. 114

    4.8. Gambaran Hasil Wawancara Mendalam ............................................................... 115

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 118

    5.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 118

    5.2. Saran ...................................................................................................................... 118

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 119

  • xix

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Cakupan POPM Filariasis selama 5 Tahun Pengobatan di 4 Kabupaten ........... 25

    Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/

    Informasi Yang Dikumpulkan Empat Kabupaten pada Tahun 2017 ................. 26

    Tabel 3. Pengetahuan Responden tentang Penyakit Kaki Gajah di Empat Kabupaten

    Tahun 2017 ......................................................................................................... 31

    Tabel 4. Sikap Responden tentang Penyakit Kaki Gajah di Empat Kabupaten Tahun

    2017 .................................................................................................................... 32

    Tabel 5. Perilaku Responden tentang Penyakit Kaki Gajah Empat Kabupaten Tahun

    2017 .................................................................................................................... 33

    Tabel 6. Angka Mikrofilaria dan Kasus Kaki Gajah (Elefantiasis) Empat Kabupaten .... 35

    Tabel 7. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis Kabupaten

    Kuantan Singingi Tahun 2017 ............................................................................ 35

    Tabel 8. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop Survei

    Darah Jari di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2017 .................................... 36

    Tabel 9. Jumlah Parasit Mikrofilaria per Sediaan Darah Pada Responden Positif

    Mikrofilaria Kabupaten Kuansing, Bangka Barat dan Belitung Tahun 2017 .... 36

    Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan Empat Tahun

    2017 .................................................................................................................... 37

    Tabel 11. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Empat Kabupaten .... 37

    Tabel 12. Jumlah Sampel Reservoar yang Positif Mikrofilaria Kabupaten Kuantan

    Singingi Tahun 2017 .......................................................................................... 38

    Tabel 13. Jumlah Vektor (Nyamuk) yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode

    Penangkapan Emapt Kabupaten Tahun 2017 ..................................................... 39

    Tabel 14. Hasil Pemeriksaan PCR pada nyamuk tertangkap di empat kabupaten ............. 40

    Tabel 15. Matrik Indepth Interview Tingkat Provinsi Riau ............................................... 45

    Tabel 16. Matrik Indepth Interview Tingkat Provinsi Bangka Belitung ............................ 48

    Tabel 17. Matrik Indepth Interview Tingkat Kabupaten Kuantan Singingi ....................... 56

    Tabel 18. Matrik Indepth Interview Tingkat Kabupaten Bangka Barat ............................. 59

    Tabel 19. Matrik Indepth Interview Tingkat Kecamatan, Kabupaten Kuatan Singingi ..... 67

    Tabel 20. Matrik Indepth Interview Tingkat Kecamatan, Kabupaten Bangka Barat ......... 69

    Tabel 21. Matrik Indepth Interview tingkat Kecamatan di Kabupaten Belitung ............... 73

    Tabel 22. Matrik Indepth Interview terhadap Penderita Kronis Filariasis ......................... 101

  • xx

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di

    Desa Sukadamai Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing ................................... 27

    Gambar 2. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di

    Desa Pulau Panjang Cerenti Kecamatan Cerenti, Kuansing ............................ 27

    Gambar 3. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di

    Desa Sialang Bungkuk Kecamatan Bandar Petalangan, Pelalawan ................ 28

    Gambar 4. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di

    Kelurahan Ukui 1 Kecamatan Ukui, Pelalawan .............................................. 28

    Gambar 5. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di

    Desa Air Gantang Kecamatan Parittiga, Bangka Barat ................................... 29

    Gambar 6. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di

    Desa Tanjung Niur (Dusun Pelaik) Kecamatan Tempilang, Bangka Barat..... 29

    Gambar 7. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di

    Desa Cerucuk Kecamatan Badau, Belitung ..................................................... 30

    Gambar 8. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di

    Desa Kembiri Kecamatan Membalong, Belitung ............................................ 30

    Gambar 9. Plotting habitat vector di Desa Sukadamai Kecamatan Singingi Hilir,

    Kuantan Singingi ............................................................................................. 40

    Gambar 10. Plotting habitat vector di Desa Pulau Panjang Cerenti Kecamatan

    Cerenti, Kuantan Singingi ................................................................................ 41

    Gambar 11. Plotting habitat vector di Desa Kelurahan Ukui, Pelalawan ............................ 41

    Gambar 12. Plotting habitat vector di Desa Sialang Bungkuk, Pelalawan .......................... 42

    Gambar 13. Plotting habitat vector di Desa Air Gantang, Bangka Barat ............................ 42

    Gambar 14. Plotting habitat vector di Desa Tanjung Niur, Bangka Barat .......................... 43

    Gambar 15. Plotting habitat perkembangbiakan nyamuk dan rumah tempat

    penangkapan nyamuk di Desa Kembiri, Kecamatan Membalong,

    Belitung ............................................................................................................ 43

    Gambar 16. Plotting habitat perkembangbiakan nyamuk dan rumah tempat

    penangkapan nyamuk di Desa Cerucuk Kecamatan Badau, Belitung ............. 44

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Dalam resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 1997, filariasis yang

    dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang terabaikan) menjadi masalah

    kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia1. Indonesia adalah salah satu dari 53

    negara di dunia yang merupakan negara endemis filariasis, dan satu-satunya negara di

    dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria pada manusia yaitu: Wuchereria

    bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori2.

    Tahun 2000 WHO mendeklarasikan global eliminasi filariasis pada tahun 2020.

    Di Indonesia program eliminasi filariasis telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI

    pada tanggal 8 April 2002 di Sumatera Selatan. Sejak pencanangan tersebut, Menteri

    Kesehatan mengeluarkan Keputusan Nomor: 157/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar

    Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yaitu Penatalaksanaan Kasus

    Kronis Filariasis. Tahun 2005 dikeluarkan Keputusan Nomor: 1582/Menkes/SK/XI/2005

    tentang Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)3.

    Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 236

    kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis

    tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal filariasis

    (POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota

    akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah penduduk sebesar

    76 juta jiwa.

    Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun ketiga dilakukan evaluasi

    yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna mengetahui ada

    tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi

    dengan survei kajian penularan (Transmission Assesment Survey)-1/TAS-1 dengan

    menggunakan rapid diagnostic test/RDT1. RDT yang digunakan adalah brugia rapid test

    TM

    untuk parasit Brugia malayi dan/atau Brugia timori1–5

    dan immunochromatographic test

    (ICT) untuk parasit Wuchereria bancrofti. Brugia rapid test digunakan untuk

    mendiagnosis ada tidaknya antibodi B.malayi/B.timori, sedangkan ICT untuk

    mendiagnosis ada tidaknya antigen W.bancrofti. Dari hasil TAS-1 tsb akan diketahui

    apakah di kabupaten/kota tersebut masih terjadi penularan filariasis atau masih

    dikategorikan sebagai daerah endemis. Terhadap daerah yang masih terjadi penularan

    filariasis akan dilakukan POPM ulang selama 2 putaran (2 tahun)6–8

    . Untuk hasil TAS-1

    dengan nilai di bawah nilai cut-off maka kabupaten/kota tersebut dinyatakan lulus TAS.

    Selama 2 tahun setelah dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans

    filariasis. Setelah 2 tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun

    kemudian dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam 2 periode masa surveilans dapat

    dilalui dengan status lulus TAS, maka kabupaten/kota tsb disertifikasi dengan status

    filariasis telah tereliminasi. Dari status terakhir per tahun 2015, terdapat 29 kabupaten/kota

    yang telah lulus TAS dan 22 kabupaten/kota gagal TAS baik TAS-1, TAS-2 atau TAS-3.

  • 2

    Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki Gajah

    (Belkaga). Sebelumnya pada tahun 20148, Menkes mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun

    2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka

    Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi

    kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala karena harus mengulangi POPM.

    Kabupaten Kuantan Singingi telah melakukan pengobatan massal filariasis selama

    5 putaran. Kabupaten Kuantan Singingi dinyatakan lulus TAS yang dilakukan tahun 2016.

    Hasil TAS tersebut mendapatkan sebanyak 11 anak kelas 1 dan 2 yang diperiksa positif

    berdasarkan hasil tes dengan menggunakan Brugia rapid, namun jumlah siswa yang positif

    masih di bawah cut off point sehingga Kabupaten Kuantan Singingi dinyatakan lulus TAS-

    1. Meskipun dinyatakan lulus TAS-1 namun karena masih ada anak yang positif maka

    perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Kegiatan yang dilakukan yaitu penelitian secara

    menyeluruh yang dari berbagai factor lain, diantaranya menyangkut vektor, hewan

    reservoir, pemeriksaan kecacingan, perilaku, serta keterlibatan lintas program dan lintas

    sector.

    1.2. Dasar Pemikiran

    Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan kabupaten/kota untuk lulus TAS.

    Salah satu adalah cakupan POPM yang belum mencapai target yang ditentukan. Dari hasil

    kajian yang dilakukan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI; persentase

    cakupan pengobatan massal pada tahun 2009 mencapai 59,48%. Persentase cakupan ini

    masih jauh di bawah target yang ditetapkan WHO (minimal 65% dari total populasi atau

    85% dari total sasaran)9. Rendahnya cakupan POPM antara lain terbatasnya sumber daya

    yang tersedia, tingginya biaya operasional kegiatan POPM, dan penolakan masyarakat

    dengan adanya reaksi pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit sendi dan

    badan9,10.

    Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM dan metode

    surveilans yang diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan (masih adanya

    reservoar dan vektor penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial ekonomi masyarakat

    yang masih rendah, dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten/kota terkait

    dengan pengendalian filariasis; yang perlu diketahui secara lebih mendalam dan

    komprehensif.

    Salah satu keberhasilan POPM di Kabupaten Alor adalah meningkatnya KAP

    (Knowledge, Attitudes, and Practice) penduduk. Semula 54% penduduk yang mendengar

    dan mengetahui filariasis, menjadi 89% penduduk yang tahu filariasis setelah dilaksanakan

    sosialisasi. Meningkatnya KAP penduduk tentang POPM filariasis berdampak dengan

    meningkatnya cakupan penduduk yang makan obat sebesar 80% 11

    . Studi yang

    dilaksanakan oleh Sekar Tuti dkk pada tahun 2006 di Pulau Alor menunjukkan bahwa

    selama 5 tahun POPM di 9 desa, mf rate turun dari 2,1%--3% menjadi 0% 12

    . Demikian

    juga hasil studi yang dilakukan oleh Clare Huppatz pada 5 negara di Pasifik menemukan

    bahwa pelaksanaan POPM selama 5 tahun berturut-turut dapat menurunkan antigenaemia

    di bawah 1% 13

    . Di India filariasis endemik di 17 negara bagian dan 6 union territories

    dengan 553 juta penduduk berisiko terinfeksi filariasis. Umumnya India endemis W.

    bancrofti, hanya 2% yang endemis B. malayi yaitu di negara bagian Kerala, Tamil Nadu,

  • 3

    Andhra Pradesh, Orissa, Madhya Pradesh, Assam dan Benggala Barat. Pada tahun 2007,

    dari 250 kabupaten endemik, cakupan pengobatan massal adalah 82% dari 518 juta

    penduduk, dan setahun kemudian meningkat menjadi 85,92%. Meningkatnya angka

    cakupan pengobatan massal dikarenakan kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis

    yang merupakan Kebijakan Kesehatan Nasional Tahun 2000 dalam upaya eliminasi

    filariasis tahun 2015 14

    . Secara fenomenal, Tiongkok berhasil melaksanakan eliminasi

    filariasis pada tahun 2006 dengan menggunakan fortifikasi garam dapur dengan DEC.

    Keberhasilan program eliminasi filariasis tersebut karena merupakan program prioritas di

    864 kabupaten/kota, sebagai upaya yang berkelanjutan sejak tahun 1949, adanya kerja

    sama yang erat antar instansi yang terkait, partisipasi aktif masyarakat di wilayah endemis,

    dan tingginya intensitas kampanye pengendalian dan pencegahan15

    . Keberhasilan

    Tiongkok ini dapat dijadikan contoh atas adanya partisipasi aktif masyarakat dan

    kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis.

    Dari pengalaman Tiongkok dan hasil keempat studi tersebut di atas, tampak bahwa

    keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis terjadi jika adanya kebijakan pemerintah

    daerah untuk menjadikan eliminasi filariasis sebagai program prioritas, adanya kontinuitas

    POPM, dan promosi kesehatan yang intensif. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana dengan

    Indonesia?. Dimana letak kegagalan dan keberhasilan kabupaten/kota dalam pelaksanaan

    eliminasi filariasis yang telah berlangsung sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan

    keberhasilan inilah yang akan dicari dalam studi ini dengan melibatkan berbagai

    unit/instansi yang berada di lingkup Badan Litbangkes.

    1.3. Tujuan

    1.3.1. Tujuan Umum

    Diketahui dan dianalisis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah

    melaksanakan POPM.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1) Diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil

    analisis aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan).

    2) Diketahuinya dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari

    hasil analisis aspek manajemen.

    3) Didapatkannya masukan yang signifikan untuk perbaikan eliminasi filariasis di

    Indonesia.

    1.4. Manfaat

    Hasil studi diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal pengembangan

    model eliminasi filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam

    penanggulangan filariasis.

    Untuk melaksanakan program penanggulangan filariasis, telah ditetapkan Peraturan

    Menteri Kesehatan RI No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dalam

    Permenkes tersebut, penyelenggaraan penanggulangan filariasis dilaksanakan oleh

  • 4

    Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah Daerah dengan

    melibatkan peran serta masyarakat. Penanggulangan filariasis dilaksanakan dengan empat

    pokok kegiatan yaitu (1) surveilans kesehatan (penemuan penderita, survei data dasar

    prevalensi mikrofilaria, survei evaluasi prevalensi mikrofilaria, dan survei evaluasi

    penularan); (2) penanganan penderita; (3) pengendalian faktor risiko melalui pemberian

    obat pencegah massal (POPM); dan (4) komunikasi, informasi, dan edukasi.

  • 5

    BAB II METODE

    2.1. Kerangka Konsep

    Keterangan Diagram 1) Keberhasilan kabupaten/kota dalam eliminasi filariasis didasari oleh lulus tidaknya saat

    dilakukan evaluasi (TAS). Pelaksanaan TAS dilakukan setelah POPM dilakukan selama

    5 putaran (5 tahun) berturut-turut tanpa terputus. Pernyataan lulus TAS jika jumlah

    sampel anak usia sekolah (kelas 1 dan 2 atau berumur 6-7 tahun) yang diperiksa

    antibodi/antigen lebih rendah dari nilai cut-off kritis yang ditetapkan (= 18). Sedangkan

    yang gagal TAS adalah sebaliknya (di atas nilai cut-off kritis yang ditetapkan).

    2) Untuk menuju tercapainya eliminasi filariasis, secara garis besar ada 6 faktor yang perlu dilakukan pengamatan dan pelaksanaan. Ke enam faktor tersebut adalah reservoir,

    vektor, lingkungan fisik, pemberian obat pencegah, perilaku masyarakat, dan

    manajemen pengendalian.

    3) Jika digunakan model pendekatan berdasarkan teori H.L Blum, keberhasilan eliminasi dipengaruhi atas faktor lingkungan, perilaku, pelayanan, dan genetik. Enam faktor

    dalam diagram kerangka konsep dapat dikelompokkan sebagai faktor lingkungan

    (vektor, reservoar, lingkungan fisik), perilaku (perilaku masyarakat), pelayanan

    (pemberian obat pencegah dan manajemen pengendalian), sedangkan faktor genetik

    kontribusinya kecil dan dapat diabaikan.

    POPM

    -- Cakupan

    -- Kesesuaian Pelaksanaan

    dengan Prosedur

    -- Kepatuhan Masyarakat

    Minum Obat

    Manajemen Pengendalian -- Surveilans -- Penanganan penderita -- Pengendalian faktor risiko -- Promosi/KIE -- SDM -- Rasio Pembiayaan -- Kebijakan dan Dukungan Pemkab/Pemkot.

    Vektor -- Spesies -- Infectivity rate -- Jenis Tempat Perindukan

    Reservoir – Spesies – Microfilaremia rate - Jarak Habitat dari Pemukiman Penduduk

    Keberhasilan Eliminasi Filariasis

    Perilaku Masyarakat -- Pengetahuan -- Sikap -- Kebiasaan

    Lingkungan Fisik -- Tipe Wilayah -- Kondisi Pemukiman

    Metoda TAS -- Penentuan Subyek -- Teknik Diagnosis -- Penentuan Batas Cut-Off

  • 6

    2.2. Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan Sumber

    Biaya

    1) Waktu:

    Studi dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan Februari

    sampai dengan November 2017.

    2) Tempat/Lokasi:

    Tempat/lokasi studi adalah desa Sukadamai, Kecamatan Singingi Hilir dan

    Desa Pulau Panjang, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi yang

    merupakan wilayah endemis Brugia malayi zoonotic. Pemilihan lokasi kabupaten

    berdasarkan hasil TAS yang dilaksanakan Subdit P2 Filariasis tahun 2016. Hasil

    TAS-1 kabupaten Nias tahun 2016 adalah seluruh anak SD kelas 1 dan 2 yang

    diperiksa mendapatkan 11 anak positif antibody B. malayi. Berdasarkan hasil

    positif tersebut, maka kriteria inklusi lokasi studi ditentukan berdasarkan hasil

    positif terbanyak, yaitu Desa Sukadamai dan Desa Pulau Panjang. Jumlah anak SD

    yang positif di kedua desa tersebut sebanyak 2 anak.

    3) Pelaksana dan Penanggung Jawab:

    Pelaksana dan penanggung jawab adalah Loka Litbang P2B2 Baturaja yang

    merupakan satuan kerja yang berada di bawah Badan Litbangkes.

    4) Sumber Biaya:

    Sumber biaya studi berasal dari dana APBN pada DIPA Loka Litbang P2B2

    Baturaja Tahun Anggara 2017.

    Selain bersumber dari DIPA satuan kerja Loka Litbang P2B2 Baturaja ,

    salah satu kegiatan yaitu pelaksanaan TAS di Kabupaten Kuantan Singingi

    bersumber dari DIPA Ditjen P2P, Kemenkes RI tahun 2016. Untuk kegiatan TAS

    ini pelaksana adalah Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian

    Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2P16

    .

    2.3. Jenis Studi

    Jenis studi adalah potong lintang (cross sectional).

    2.4. Populasi, Sampel, dan Lokasi

    1) Transmission Assesment Survey (TAS)

    Transmission Assessment Survey (TAS) atau Survei Kajian Penularan adalah

    salah satu langkah penentuan evaluasi keberhasilan POPM untuk menuju eliminasi

    filariasis. Merupakan survei potong lintang mengumpulkan data pada waktu yang

    ditetapkan. Disain survei tergantung pada jenis parasit dan vektor, rasio angka

    partisipasi masuk sekolah, besaran populasi anak usia 6-7 tahun atau kelas 1 dan 2,

    dan jumlah sekolah atau daerah pencacahan. Tujuan dari TAS ini adalah untuk

    mengukur apakah di daerah tersebut pasca POPM dapat mempertahankan

  • 7

    prevalensi infeksi di tingkatan yang aman, dalam pengertian tidak terjadi lagi

    penularan baru meskipun POPM telah dihentikan.

    Populasi:

    Anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas 1 dan 2 di Kabupaten

    Kuantan Singingi.

    Sampel:

    Pemilihan sampel dilakukan secara klaster dengan menggunakan survey

    sample builder (SSB)1,17

    . SSB adalah suatu perangkat yang dirancang untuk

    membantu pelaksanaan TAS. Program SSB digunakan untuk mengotomatisasi

    perhitungan guna menentukan strategi survei yang tepat. Dibuat dengan disain

    survei yang fleksibel agar sesuai dengan situasi lokal yang tergantung dengan

    tingkat sekolah dasar, ukuran populasi, jumlah sekolah atau daerah pencacahan, dan

    siswa yang dipilih. Dalam SSB tersebut sudah diperhitungkan tingkat absensi 15%.

    Dari seluruh SD/MI di kabupaten/kota dipilih secara random (acak) sebanyak 30

    SD/MI sesuai dengan standar yang telah ditentukan WHO. Dalam daftar random

    pada SSB mencantumkan juga 5 SD/MI cadangan yang bisa diikutsertakan dalam

    survey berdasarkan urutan yang dipilih. Total sampel antara 1.524-1.552 anak. Dari

    setiap SD/MI tersebut diambil sampel anak-anak kelas 1 dan 2 untuk diambil darah

    jari guna mengetahui antibodi/antigen dengan rapid diagnostic test. Untuk subyek

    yang positif antibodi (lemah), pengambilan dilakukan satu kali lagi.

    Kriteria inklusi dalam studi ini adalah anak SD/MI kelas 1 dan 2. Kriteria

    eksklusi adalah anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit. Lokasi studi adalah SD/MI

    yang terpilih sebagai sampel (30 SD/MI) di setiap kabupaten.

    2) Survei Darah Jari (SDJ)

    SDJ yaitu pengambilan darah jari untuk mengetahui ada tidaknya mikrofilaria

    di dalam darah. Spesimen darah dilihat dengan mikroskop. Waktu pengambilan

    malam hari untuk daerah endemis Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti.

    Populasi

    Populasi untuk SDJ adalah masyarakat di Desa Pulau Panjang dan Desa

    Sukadamai.

    Sampel

    Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan

    pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley

    Lemeshow et.al (1997):

    𝑛 = 𝑍21−∝2𝑃 1 − 𝑃 /𝑑2

    Keterangan: n= jumlah sampel; 𝑍21−∝2=1,960 (tingkat kepercayaan 95%); P=0,28; d=0,05

    Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap desa adalah:

    n = 1,96x1,96x0,28(1-0,28)/0,05 x 0,05 = 309,78 orang, dibulatkan menjadi 310

    orang (minimal).

  • 8

    Jumlah 310 orang terdapat pada + 70-100 rumah tangga (1 rumah tangga 4,5

    orang) per lokasi. Total sampel untuk setiap kabupaten adalah 620 orang di 2 desa

    pada kecamatan yang berbeda. Subyek yang diambil darah adalah penduduk yang

    berusia 5 tahun ke atas, termasuk anak SD/MI yang positif antibodi/antigen dan

    10% yang negatif antibodi/antigen.

    Kriteria Sampel

    Kriteria inklusi adalah penduduk usia 5 tahun ke atas, terutama anak-anak

    kelas 1 dan 2 SD/MI yang positif hasil test antibodi/antigen. Saat pelaksanaan

    penelitian anak-anak tersebut sudah menduduki bangku kelas 2 dan 3. Kriteria

    eksklusi adalah penduduk yang sakit kronis (TBC, kusta), dan gangguan jiwa.

    Lokasi studi adalah Desa Pulau Panjang dan Desa Sukadamai.

    3) Stool Survey (StS)

    Stool survey (StS) yaitu pemeriksaan tinja pada anak-anak SD/MI. Tujuannya

    adalah untuk mengetahui apakah kemungkinan adanya reaksi silang brugia rapid

    diagnostic test yang positif dengan kejadian infeksi kecacingan perut. Pemeriksaan

    tinja dilakukan dengan pemeriksaan langsung. Kegiatan StS ini dilakukan pada

    daerah yang endemis B. malayi.

    Populasi

    Populasi untuk Sts adalah anak SD kelas 2 dan 3 di Kabupaten Kuantan

    Singingi.

    Sampel

    Jumlah sampel untuk StS adalah 10% dari jumlah sampel TAS, sehingga

    jumlah sampel untuk StS adalah 10% dari 1.500-1.600 atau + 150-160 anak.

    Subyek yang diambil faeces adalah anak SD/MI yang positif dan negatif

    antibodi/antigen.

    Kriteria Sampel

    Kriteria inklusi adalah anak kelas 2 dan 3 SD/MI yang positif dan negatif

    hasil test antibodi. Kriteria eksklusi anak kelas 2 dan 3 SD/MI yang sakit (diare).

    Teknik Pengambilan Sampel

    Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 150 anak SD kelas 2 dan 3

    dengan cara sebagai berikut:

    a) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (hanya pada satu SD), maka

    SD dimana ada anak yang positif tadi diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan

    2. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD

    sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih

    kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya

    tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.

    b) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (pada 2 SD), maka pada

    kedua SD tersebut diambil sebanyak 150 anak SD kelas 2 dan 3. Jika sampel

    masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya

    tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga

  • 9

    maka diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD

    tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016.

    c) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negative, maka sampel anak SD

    diambil pada SD yang menjadi sampel TAS tahun 2016 dan paling berdekatan

    dengan lokasi penelitian. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang

    berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS

    tahun 2016, jika masih kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan

    dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016.

    Lokasi

    Untuk Kabupaten Kuantan Singingi ditetapkan SDS Cerenti Subur dengan

    jumlah sasaran (target) sebanyak 60 anak; SDN 07 Sukadamai dengan jumlah

    sasaran (target) sebanyak 60 anak dan SDN 01 Koto Peraku dengan jumlah sasaran

    (target) sebanyak 40 anak; sebagai lokasi pengumpulan sampel stool18

    .

    4) Deteksi DNA Brugia malayi

    Deteksi DNA Brugia malayi adalah pemeriksaan ada tidaknya jejak

    keberadaan fragmen mikrofilaria Brugia malayi di dalam darah. Pemeriksaan

    dilakukan dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR).

    Kegiatan deteksi DNA B. malayi ini dilakukan pada daerah yang endemis B.

    malayi.

    Populasi

    Populasi untuk Gen BM adalah anak SD kelas 2 dan 3 di Kabupaten Kuantan

    Singingi.

    Sampel

    Sampel Gen BM adalah anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil

    tes antibodi. Jumlah sampel 15-20 per kabupaten. Subyek diambil darah jari

    sebanyak 150-200 µl, dimasukkan ke tabung microtainer dan sebagian diteteskan

    ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di tabung microtainer dan kertas

    Whattman filter akan diperiksa dengan metode polymerase chain reaction (PCR).

    Kriteria Sampel

    Kriteria inklusi adalah anak kelas 2 dan 3 SD/MI yang positif dan negatif

    hasil test antibodi. Kriteria eksklusi anak kelas 2 dan 3 SD/MI yang yang tidak

    datang/hadir di sekolah karena sakit atau ijin ada keperluan lainnya. Lokasi studi

    adalah SDN 01 Koto Peraku, SDS Cerenti Subur, SDN Sukadamai.

    Teknik Pengambilan Sampel

    Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 20 anak SD kelas 2 dan 3 dengan

    cara sebagai berikut:

    a) Semua sampel anak SD yang positif hasil TAS 2016 diambil sebagai sampel,

    jika jumlah sampel positif tidak sampai 20 maka untuk memenuhi minimal

    sampel 20 ditambah dengan sampel anak SD yang negatif pada TAS 2016.

    Sampel negatif ini bisa diambil pada salah satu SD yang ada anak yang positif

    sampai terpenuhi minimal sampel. Cara pengambilannya denga purposive

    sampling.

  • 10

    b) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negatif maka sampel anak SD

    sebanyak 20 buah diambil mengikuti lokasi pengambilan sampel stools.

    5) KAP Survey Filariasis

    KAP survey filariasis yaitu survei untuk mengetahui aspek pengetahuan,

    sikap dan perilaku masyarakat terkait dengan program eliminasi filariasis

    (penyebab penyakit, pengobatan, dan pencegahan).

    Populasi

    Populasi untuk KAP adalah masyarakat di Desa Pulau Panjang, Cerenti dan

    Desa Sukadamai, Singingi Hilir.

    Sampel

    Jumlah sampel sebanyak 310 orang yang berusia 5 tahun ke atas pada 70-100

    rumah tangga. Total sampel 620 orang per kabupaten. Subyek diwawancarai

    dengan kuesioner terstruktur yang telah dikembangkan oleh WHO.

    Kriteria Sampel

    Kriteria inklusi adalah penduduk berusia 5 tahun ke atas. Kriteria eksklusi

    penduduk yang kesulitan dalam berkomunikasi (tuna wicara dan tuna rungu), dan lansia

    dementia. Lokasi studi adalah Desa Sukadamai dan Desa Pulau Panjang.

    Teknik Pengambilan Sampel

    Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak minimal 310 responden.

    Responden pertama dipilih dengan kriteria adalah rumah anak positif SDJ dari hasil

    TAS, maka rumah pertama yang terpilih dimulai dari rumah anak/penderita

    tersebut. Sampel rumah tangga berikutnya diambil yang paling dekat dengan rumah

    pertama dan seterusnya sampai mendapatkan 310 responden yang akan dilakukan

    pengambilan darah jari.

    Untuk menentukan titik global positioning system (GPS) rumah responden

    tinggal dilakukan plotting mulai dari rumah pertama sampai seluruh rumah tempat

    tinggal calon responden.

    6) Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

    Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para

    pejabat lintas program dan sektor di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan

    desa; serta penderita klinis kronis filariasis.

    Kriteria Sampel

    a. Para pejabat lintas program dan sektor

    Kriteria inklusi adalah pejabat lintas program dan sektor di

    provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang berada di bawah kordinasi deputi

    kesejahteraan rakyat. Kriteria eksklusi adalah pejabat lintas program dan sektor

    di provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang berada di bawah kordinasi deputi

    kesejahteraan rakyat yang tidak terkait dengan program pengendalian penyakit

    menular. Jumlah informan untuk wawancara mendalam berkisar 4—10 orang.

    Lokasi studi adalah Provinsi Riau, Kabupaten Kuantan Singingi, Kecamatan Cerenti,

    Kecamatan Beringin Jaya, Desa Pulau Panjang, Desa Sukadamai

  • 11

    b. Penderita klinis filariasis

    Kriteria inklusi penderita klinis filariasis dengan ekstremitas

    (kaki/tangan) yang membesar dalam stadium I—IV. Kriteria eksklusi adalah

    penderita klinis filariasis yang tidak menunjukkan pembesaran ekstremitas.

    Untuk wawancara mendalam terhadap penderita klinis filariasis jumlah informan

    adalah 3 orang/penderita. Lokasi studi adalah Desa Pulau Panjang dan Desa

    Sukadamai.

    7) Survei Vektor (Nyamuk)

    Survei vektor (nyamuk) dilakukan untuk melihat spesies nyamuk yang

    mengandung larva L1, L2 dan L3. Pelaksanaannya 2 kali, dengan selang waktu 1

    bulan, pada 3 titik/lokasi di Desa Pulau Panjang dan Desa Sukadamai selama 2

    malam berturut-turut. Dimulai sore hari pukul 17 sampai esok hari pukul 6.

    Metode yang digunakan adalah modifikasi human landing collection dalam

    kelambu.

    Selain survei vektor, juga dilakukan survei habitat vektor. Dalam survei ini

    dilakukan pengamatan dan pencatatan habitat vektor filariasis yang meliputi type

    breeding site, pengamatan flora dan fauna (naungan dan kepadatan flora), kondisi

    ekologi (tanaman air, lumut, ganggang), dan keberadaan hewan air predator, jarak

    dari rumah penduduk, penggunaan lahan, dan total larva yang ditemukan per

    spesies. Untuk mengetahui lokasi habitat vektor dilakukan plotting sehingga akan

    diperoleh titik global positioning system (GPS) habitat vektor tersebut.

    Kriteria Sampel

    Kriteria inklusi adalah titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi

    ekologi yang mendukung keberadaan vektor (ada kobakan air yang tergenang,

    kelompok tumbuhan yang hidup di air, semak belukar, hutan sekunder atau tersier).

    Kriteria eksklusi adalah titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi

    yang tidak menunjukkan keberadaan vektor. Lokasi studi adalah Desa Pulau

    Panjang dan Desa Sukadamai.

    8) Survei Darah Reservoar (kucing rumah, anjing, lutung dan monyet ekor panjang)

    Survei Darah Reservoar adalah pengumpulan darah reservoir (kucing rumah,

    anjing, lutung/monyet daun dan monyet ekor panjang) yang dilakukan di wilayah

    endemis Brugia malayi zoonotic. Tujuannya adalah untuk menentukan ada tidaknya

    mikrofilaria dalam darah reservoar. Pemilihan kucing rumah, anjing, lutung/monyet

    daun dan monyet ekor panjang, baik peliharaan maupun liar dilakukan secara

    purposif. Jumlah sampel semua spesies adalah 100 ekor di setiap kabupaten yang

    tersebar (tidak harus proporsional) di setiap titik pengambilan yang dihitung

    dengan rumus:

    𝑛 = 𝑍1−1 2∝

    2

    .𝑃 1 − 𝑃

    𝑑2

    n = jumlah sampel; 𝑍1−1 2∝ = 𝑍0,95 = 1,96

    P = 0,07 (perkiraan besarnya Microfilaremia rate pada hewan reservoir)

    d = besarnya penyimpangan, ditetapkan = 0,05

  • 12

    Dengan rumus tersebut, besarnya sampel hewan semua spesies di tiap

    kabupaten adalah:

    𝑛 =1,96 𝑥 1,96 𝑥 0,07 1−0,07

    0,05 𝑥 0,05 =100

    Kriteria Sampel

    Kucing

    Kriteria inklusi untuk kucing adalah kucing rumah (Felis catus) yang

    berumur minimum 6 bulan dan dipelihara di/berasal dari desa lokasi penelitian.

    Kriteria eksklusi adalah kucing rumah (Felis catus) yang sakit berat atau tidak

    mendapat ijin dari pemilik.

    Anjing

    Kriteria inklusi untuk anjing adalah anjing (Canis familaris) yang berumur

    minimum 6 bulan dan dipelihara di/berasal dari sekitar desa lokasi penelitian yang

    berjarak maksimum 5 km dari batas desa. Kriteria eksklusi anjing (Canis

    familaris) yang sakit berat.

    Lutung

    Kriteria inklusi untuk lutung (Presbitys cristatus) yang berumur minimum 6

    bulan dan dipelihara di/berasal dari sekitar desa lokasi penelitian yang berjarak

    maksimum 5 km dari batas desa. Kriteria eksklusi lutung (Presbitys cristatus)

    yang sakit berat.

    Monyet Ekor Panjang

    Kriteria inklusi untuk monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang

    berumur minimum 6 bulan dan dipelihara di/berasal dari sekitar desa lokasi

    penelitian yang berjarak maksimum 5 km dari batas desa. Kriteria eksklusi

    monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang sakit berat. Lokasi studi adalah

    Desa Pulau Panjang dan Desa Sukadamai.

    Jumlah masing-masing spesies hewan reservoir diusahakan sebagai berikut:

    jumlah kucing rumah > anjing > monyet ekor panjang > lutung.

    9) Survei Lingkungan

    Survei lingkungan adalah pengumpulan data dan informasi yang terkait

    dengan lingkungan biologis vektor dan reservoar pada daerah tempat pelaksanaan

    studi.

    Sampel untuk lingkungan biologis vektor, jumlah sampel sebanyak 70—100

    bangunan rumah di tempat pelaksanaan SDJ.

    Kriteria Sampel

    Lingkungan biologis vektor

    Kriteria inklusi adalah lingkungan bangunan rumah responden yang terpilih

    dalam survei KAP. Kriteria eksklusi adalah Lingkungan bangunan umum

    (sekolah, kantor, gedung pertemuan, pos keamanan, rumah kosong,

  • 13

    masjid/mushalla/gereja/pura). Lokasi studi adalah Lingkungan rumah penduduk

    tempat pelaksanaan SDJ pada 2 desa/kelurahan di setiap kabupaten.

    Lingkungan biologis reservoar (pada daerah endemis B. malayi zoonotic)

    Kriteria inklusi adalah Hutan dan/atau kebun (karet, sawit) yang dapat diakses

    (minimal ada jalan setapak). Kriteria eksklusi adalah Hutan primer dan /atau

    kebun (karet, sawit) terlantar. Untuk mengetahui kondisi lingkungan biologis

    (vector dan reservoir) dilakukan plotting sehingga akan diperoleh titik global

    positioning system (GPS) lingkungan.

    2.5. Bahan dan Cara Pengumpulan Data

    1) Transmission Assesment Survey (TAS)

    a) Tim TAS terdiri atas (1) pengawas utama yaitu petugas yang sudah menerima

    pelatihan TAS dan atau memiliki pengalaman mengikuti survei TAS sebagai

    supervisor; (2) kordinator lapangan yang bertugas melakukan kordinasi

    dengan pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan; (3) pendaftar

    yaitu petugas yang mencatat dan mendaftar anak-anak yang dipilih sebagai

    sampel untuk diambil darahnya; (4) pengambil darah yaitu petugas yang akan

    mengambil sampel darah; (5) pembaca hasil tes yaitu petugas yang khusus

    memonitor dan membaca hasil tes cepat antibodi/antigen termasuk memonitor

    waktu (pengelola timer).

    b) Di lokasi kegiatan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah), pengawas utama akan

    memberi penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang

    maksud dan tujuan pemeriksaan TAS. Selanjutnya didiskusikan tempat terbaik

    untuk pengambilan darah, sebaiknya di ruangan terpisah untuk mencegah murid

    merasa takut melihat proses pengambilan darah.

    c) Kordinator lapangan memberi penjelasan singkat kepada murid (subyek

    penelitian) tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut

    mengenai risiko terhadap subyek penelitian, meskipun kegiatan ini merupakan

    bagian dari suatu kegiatan rutin program filariasis. Risiko yang dihadapi adalah

    risiko minimal yang dapat menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan.

    Jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa individu

    tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat karena bagi subyek yang

    hasil pengujiannya positif akan diberi pemeriksaan dan tindakan pengobatan

    lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    d) Tim TAS menyiapkan meja yang berpermukaan rata untuk mengatur alat yang

    dibutuhkan dan membaca hasil-hasil tes. Anggota tim yang telah ditentukan

    sebagai pengambil darah dan pembaca tes siap di posisi masing-masing.

    e) Pendaftar mengisi data demografis (nama, jenis kelamin, umur, alamat) untuk

    setiap murid yang terpilih sebagai subyek penelitian di formulir yang telah

    disediakan. Pendaftar memasukkan setiap data dari murid yang menolak atau

    tidak mendapat ijin dan menuliskan jumlah murid yang absen dalam formulir

    serta mengisikan nama subyek dan nomor kode spesimen pada formulir.

  • 14

    f) Pengambil darah menuliskan nama dan nomor kode spesimen pada perangkat kit

    diagnostik yang digunakan. Lakukan pengambilan darah jari pada subyek

    sebanyak 35 μl.

    g) Hasil yang diperoleh berupa jumlah anak/murid SD/MI yang positif dan negatif

    diinformasikan ke Tim Pelaksana Riset Filariasis. Data dan informasi

    anak/murid SD/MI positif antibodi/antigen yang disampaikan adalah: nama

    SD/MI, nama anak, umur, alamat (dusun/RT, desa/kelurahan, kecamatan), dan

    nama orang tua/wali.

    2) Survei Darah Jari (SDJ) dan Survei KAP-Lingkungan (SKAP-L)

    a) Tim SDJ dan SKAP-L terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu peneliti

    yang akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian terkait dengan gejala

    klinis yang dirasakan saat ini atau yang pernah dirasakan subyek setahun

    terakhir, pemeriksa gejala klinis juga merangkap sebagai ketua tim; (2)

    pewawancara yaitu peneliti yang bertugas melakukan wawancara dari rumah ke

    rumah kepada subyek penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur; (3)

    pencatat lokasi GPS yaitu peneliti yang bertugas melakukan plotting rumah

    calon responden; (4) pendaftar yaitu pembantu peneliti yang mencatat dan

    mendaftar subyek penelitian yang dipilih sebagai sampel untuk diambil

    darahnya; (5) pengambil darah yaitu peneliti yang mengambil sampel darah;

    (6) pemroses spesimen yaitu peneliti yang memproses spesimen sejak

    spesimen diteteskan pada slaid sampai diperiksa; (7) pemberi bahan kontak

    yaitu pembantu peneliti yang membagikan bahan kontak kepada subyek

    penelitian yang telah selesai diambil darah jari dan wawancara.

    b) Tim melakukan plotting pada bangunan rumah calon responden, lingkungan

    rumah calon responden, dan habitat vektor.

    c) Tim KAP melakukan wawancara ke masing-masing rumah responden yang

    dilakukan pada siang hari. Pemilihan rumah responden dilakukan dengan

    dimulai dari rumah penderita (positif antibodi atau positif mikrofilaria atau

    kronis elefantiasis) sebagai titik pusat. Selanjutnya dipilih rumah yang

    berdekatan di sekeliling rumah penderita secara melingkar atau secara zig-zag

    disesuaikan dengan posisi letak antar rumah.

    d) Tim mengisi formulir identitas rumah tangga yang berisikan nama-nama anggota

    rumah tangga dan informed concent. Untuk pengisian formulir ini, dapat

    ditanyakan kepada kepala rumah tangga atau salah seorang anggota rumah

    tangga yang berusia dewasa. Informed concent ini diberikan kepada

    responden/subyek penelitian untuk dibawa ke tempat pengambilan darah jari

    sebagai bukti bahwa rumah tangga tersebut telah dilakukan wawancara.

    e) Wawancara dilakukan pada responden yang berusia di atas 5 tahun ke atas.

    Proses wawancara berlangsung antara 15—20 menit.

    f) Sebelum melakukan wawancara, pewawancara akan menyodorkan formulir

    persetujuan setelah penjelasan (PSP) kepada responden/subyek penelitian

    untuk dibaca dan ditandatangani responden jika responden setuju. Jika

  • 15

    responden tidak dapat atau kesulitan membaca, pewawancara akan

    membacakan PSP.

    g) Setelah selesai wawancara ke seluruh subyek penelitian (responden), tim

    melakukan persiapan tempat/posko untuk pengambilan darah jari.

    h) Di tempat pengambilan darah/posko; tim menyiapkan tempat yang cukup

    lapang. Di tempat pengambilan darah hendaknya disediakan kursi secukupnya

    untuk subyek duduk menunggu giliran serta minimal 4 buah meja untuk

    menaruh berbagai peralatan pengambil darah dan bahan-bahan. Disiapkan satu

    tempat/ruangan khusus untuk pemeriksaan klinis.

    i) Subyek penelitian (responden) yang telah datang di tempat pengambilan darah,

    mendaftar ke meja petugas pendaftar dengan menyerahkan informed concent.

    Petugas pendaftar akan mendaftar subyek penelitian pada formulir yang

    disediakan.

    j) Subyek penelitian (responden) beralih ke tempat pemeriksaan klinis. Oleh ketua

    tim, sebagai pemeriksa gejala klinis, diberikan penjelasan singkat kepada subyek

    penelitian tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut

    mengenai risiko terhadap subyek penelitian. Risiko yang dihadapi adalah risiko

    minimal yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan (rasa sakit pada ujung jari)

    namun jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa

    individu tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat karena bagi

    subyek yang hasil pengujiannya positif akan dilakukan pemeriksaan dan

    tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksa

    gejala klinis akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian. Gejala klinis

    yang ditemukan dan yang pernah dirasakan subyek penelitian dalam setahun

    terakhir dicatat dalam formulir yang telah disiapkan.

    k) Selanjutnya subyek penelitian akan diambil darah jari sebanyak 60 μl untuk

    sediaan apus tebal oleh petugas pengambil darah. Pengambilan darah jari

    dimulai pada pukul 21.00. Sediaan darah yang ada pada kaca slaid akan diproses

    oleh pemroses spesimen sampai sedian darah diperiksa dan disimpan pada kotak

    slaid.

    l) Setelah selesai diambil darah jari, subyek penelitian beralih ke meja petugas

    pemberi bahan kontak. Petugas pemberi bahan kontak akan memberikan bahan

    kontak kepada subyek. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.

    m) Proses pengambilan darah jari selesai, subyek kembali ke tempat tinggal.

    n) Proses pewarnaan sediaan darah dan pemeriksaan dilakukan oleh tim. Bagi

    subyek penelitian yang hasil pemeriksaan darah jarinya positif, dirujuk ke

    Puskesmas untuk diberikan pengobatan dengan DEC dan albendazol sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku.

    o) Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10% dari slaid yang negatif dikirim ke

    Tim Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi

    Dasar Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).

    p) Data hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan sediaan darah, dan wawancara

    dientri oleh tim.

  • 16

    3) Stool Survey (StS)

    a) Tim StS terdiri atas (1) ketua tim yaitu peneliti yang memimpin pelaksanaan

    kegiatan; (2) pengumpul dan pemeriksa spesimen yaitu peneliti yang akan

    mengampulkan dan memeriksa spesimen tinja; (3) pendaftar yaitu pembantu

    peneliti yang mencatat, mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada subyek

    penelitian (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel untuk menyerahkan tinjanya;

    (4) penghubung adalah pembantu peneliti yang melakukan kordinasi dengan

    pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan kepada subyek penelitian.

    b) Sehari sebelum pengumpulan spesimen, ketua tim memberikan penjelasan

    singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan survei.

    Selanjutnya pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid

    SD/MI yang terpilih sebagai sampel yang akan menyerahkan spesimen tinja.

    Proses selanjutnya adalah membagikan pot tinja tempat spesimen tinja disertai

    keterangan cara pengambilan, pengemasan, dan waktu penyerahan. Saat

    pembagian pot, kepada murid SD/MI dijelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan

    spesimen tinja dan manfaat yang diterima dari kegiatan yang dilakukan.

    Informed concent diberikan ke murid untuk ditandatangani oleh orang tua

    murid/wali murid.

    c) Hari kedua; murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel menyerahkan pot yang

    telah terisi spesimen tinja kepada tim.

    d) Setelah pemeriksaan klinis subyek penelitian menerima bahan kontak dari

    pendaftar. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.

    e) Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan langsung di lapangan. Bagi subyek

    penelitian yang hasil pemeriksaan tinja positif, dirujuk ke Puskesmas untuk

    diberikan pengobatan dengan albendazol sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    f) Hasil pemeriksaan spesimen tinja yang positif dikirim ke Tim Teknis

    (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar

    Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).

    4) Deteksi DNA Brugia malayi

    a) Tim Deteksi DNA Brugia malayi (DDB) terdiri atas (1) pengambil darah

    yaitu peneliti yang akan mengambil sampel darah jari murid SD/MI yang

    positif/negatif antibodi brugia; (2) pendaftar yaitu peneliti yang mencatat,

    mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada subyek studi (anak-anak) yang

    dipilih sebagai sampel.

    b) Tim DDB akan mendatangi SD/MI tempat anak-anak yang positif/negatif

    antibodi.

    c) Sebelum pengumpulan spesimen, tim memberikan penjelasan singkat kepada

    kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan pengambilan darah

    pada siang hari. Selanjutnya petugas pendaftar melakukan pendaftaran dan

    pencatatan nama murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel.

    d) Subyek studi diambil darah jari sebanyak 200 µl dimasukkan ke tabung

    microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada

  • 17

    di tabung vacutainer dan kertas Whattman akan diperiksa dengan metode

    polymerase chain reaction (PCR).

    e) Spesimen darah tersebut dikirim ke Laboratorium Nasional Badan Litbangkes di

    Jakarta.

    5) Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

    a) Tim Wawancara Mendalam terdiri atas (1) pewawancara, dan (2) pencatat

    (notulis).

    b) Tim Wawancara akan mendatangi informan di tempat masing-masing.

    c) Sebelum pelaksanaan wawancara mendalam, pewawancara memberikan

    penjelasan tentang maksud dan tujuan wawancara mendalam. Informan diminta

    untuk membaca dan menandatangani PSP.

    6) Survey Vektor (Nyamuk)

    a) Tim Survei Vektor (Nyamuk) berjumlah 4 (empat) orang dan dibantu tenaga

    lokal sebanyak 9 (sembilan) orang. Salah seorang dari empat peneliti tersebut

    menjadi ketua tim/ kordinator.

    b) Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim/kordinator mendatangi lokasi

    penangkapan vektor untuk menentukan lokasi penangkapan vektor serta

    melakukan kordinasi dengan aparat desa/kelurahan setempat.

    c) Kelambu dipasang pada 6 titik/tempat di 3 rumah. Setiap rumah dipasang 2

    kelambu yaitu di dalam dan luar rumah.

    d) Kelambu yang dipasang terdiri atas 2 kelambu yaitu kelambu luar yang tempat

    masuknya terbuka dan kelambu dalam yang lebih kecil dari kelambu luar.

    Umpan manusia berada di kelambu dalam.

    e) Setiap 10 menit seorang peneliti dibantu tenaga lokal menangkap nyamuk yang

    hinggap, baik yang di kelambu luar atau pun dalam.

    f) Nyamuk yang terkumpul dibawa ke posko/tempat pemeriksaan untuk dilakukan

    identifikasi. Hasil identifikasi nyamuk dicatat dalam form yang telah disiapkan.

    g) Penangkapan nyamuk dilakukan mulai pukul 18.00 sore sampai pukul 06.00

    pagi berikutnya (12 jam).

    h) Dua sampai empat spesies yang tertangkap dan diperkirakan sebagai vektor

    potensial dikirim ke Laboratorium Entomologi Puslitbang Upaya Kesehatan

    Masyarakat untuk diperiksa dengan teknik PCR guna menentukan besarnya

    infectivity rate vector. Pemeriksaan dilakukan secara pooling berdasarkan

    spesies dan lokasi. Untuk efisiensi pemeriksaan PCR maka hanya nyamuk betina

    parous yang akan diperiksa keberadaan larva cacing filaria.

    7) Survei Darah Reservoar (Kucing, Anjing, dan Primata)

    a) Tim Survei Darah Reservoar berjumlah 3 (tiga) orang dan dibantu beberapa

    tenaga lokal sebagai kolektor dan pemasang perangkap. Salah seorang dari tiga

    peneliti tersebut menjadi ketua tim.

    b) Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim mendatangi lokasi penangkapan

    lutung dan monyet ekor panjang untuk menentukan lokasi penempatan

    perangkap dan melakukan kordinasi dengan aparat desa setempat untuk

    pengumpulan kucing/anjing/monyet/lutung peliharaan penduduk, atau yang liar.

  • 18

    Dalam penangkapan hewan tersebut para kolektor (penangkap) dibekali dengan

    sarung tangan yang kuat yang tahan gigitan kucing/lutung/monyet ekor panjang.

    Selain itu sebelum proses penangkapan, para kolektor diberi vaksinasi anti

    rabies.

    c) Hewan yang tertangkap pada siang hari, sebelum diambil darah, dikandangkan

    terlebih dahulu.

    d) Pengambilan darah reservoir {kucing, anjing dan primata (lutung, monyet)}

    dilakukan pada malam hari, diawali dengan pembiusan menggunakan ketamin

    HCl. Sebelum pengambilan darah kucing, anjing, dan/atau primata (peliharaan),

    pemilik/pemelihara menandatangani kesediaan tidak berkeberatan jika hewan

    peliharaannya diambil darah guna pemeriksaan ada tidaknya mikrofilaria.

    e) Darah diambil minimal 1 cc dari vena savena (kucing/anjing) atau vena

    femoralis (monyet/lutung).

    f) Sediaan darah tebal (60 µl) diperiksa secara mikroskopis untuk menemukan

    adanya mikrofilaria. Sisa darah yang ada diteteskan ke kertas Whattman filter

    untuk selanjutnya diperiksa dengan metode PCR.

    g) Proses pewarnaan dan pemeriksaan sediaan darah, sama dengan proses yang

    dilakukan pada manusia.

    h) Data hasil pemeriksaan sediaan darah dientri oleh tim.

    i) Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10% dari slaid yang negatif dikirim ke

    Tim Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi

    Dasar Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).

    8) Survei Lingkungan

    a) Survei Lingkungan Biologis Vektor dilakukan pada saat survey KAP oleh 1

    orang peneliti.

    b) Salah seorang peneliti pada saat survey KAP akan melakukan survei lingkungan

    biologis vektor di lokasi pengumpulan data KAP. Selain membawa form

    pencatatan, perlengkapan lain yang digunakan adalah kamera pada telepon

    genggam atau gadget guna merekam situasi dan kondisi yang ditemukan, serta

    HP yang telah diinstall dengan program GPS.

  • 19

    2.6. Alur Kegiatan

    Alur kegiatan Studi Multicenter Filariasis di Kabupaten Kuantan Singingi disajikan

    dalam diagram berikut:

    TRANSMISSION ASESSMENT SURVEY (dilakukan pada tahun 2016)

    Populasi Sampel Murid SD/MI kelas 1 & 2 per

    kab/kota

    Klaster/Sekolah 30--40 SD/MI di setiap kab/kota

    yang lulus/gagal TAS.

    Rapid Diagnostic Test (RDT) Brugia Rapid Test/ICT

    Hasil RDT semua neg

    Pilih lokasi: daerah sentinel dan/atau daerah spot.

    Hasil RDT ada yg pos

    DUA desa/kelurahan yang terpilih

    Pilih lokasi: RDT positif terbanyak dan/atau keberadaan reservoar (kucing, anjing, lutung/ monyet) bagi daerah endemis B. malayi.

    Daerah B. malayi: Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi

    Kabupaten/Kota Masa Surveilans (Pasca Lulus

    TAS-1/TAS-2)

    Kabupaten/Kota Pasca POPM (5 -- 7 thn)

  • 20

    DUA desa/kelurahan yang terpilih

    KAP Survei: Jumlah responden = 620 org, usia 5 thn >

    Data kuantitatif diolah dan dianalisis

    Survei Vektor: Mansonia, Culex,

    Aedes, Anopheles.

    Pemeriksaan PCR

    Positif

    Negatif

    Data kuantitatif

    dan kualitatif

    diolah dan dianalisis

    Survei Reservoar (pada daerah endemis B. malayi): Pengambilan sampel darah kucing, anjing, dan primata (lutung, monyet) sebanyak 100 ekor.

    Positif

    Negatif

    Data kuantitatif diolah dan dianalisis

    Survei Darah Jari Bm = 20.00—02.00 Wb = 21.00—24.00 Jumlah sampel = 620 org, usia 5 thn >

    Positif

    Negatif

    Pengobatan

    Data kuantitatif diolah dan dianalisis

    Survei Lingkungan: Lingkungan di seputar desa/kelurahan.

    Data kuantitatif

    diolah dan

    dianalisis

    Wawancara Mendalam (Indepth Interview): Responden adalah (1) pejabat lintas program/sektor tingkat provinsi/kabupaten/kecamatan/desa, (2) penderita elephantiasis (jumlah responden 2—5 orang/kabupaten).

    Data kualitatif

    diolah dan

    dianalisis

    Identifikasi Status Antibodi IgG B. malayi: Jumlah responden 124 orang yang juga sebagai responden survei darah jari. Darah diambil sebanyak l.k 3 cc dari vena responden.

    Data kuantitatif diolah dan dianalisis

  • 21

    Keterangan: = dilaksanakan oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan, Dit. P2TVZ.

    Penjelasan diagram:

    1) Secara garis besar ada 5 faktor utama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis, yaitu

    sumber daya manusia yang kapasitas dan kapabilitas terkait filariasis cukup baik

    kompetensinya; sistem logistik yang memadai; pelaksanaan promosi kesehatan yang

    tepat sasaran, melibatkan lintas sektor dan upaya kesehatan sekolah yang kontinu dan

    terencana; adanya kebijakan dan peraturan yang mendukung kegiatan eliminasi; dan

    tersedianya anggaran operasional yang memadai.

    2) Kegiatan eliminasi filariasis ditujukan ke segenap masyarakat yang berdomisili di

    kabupaten/kota.

    3) Dalam studi ini sasaran penelitian (subyek studi) adalah anak SD/MI, tokoh masyarakat,

    anggota masyarakat termasuk orang tua anak SD/MI, lingkungan, vektor dan reservoar

    penyakit.

    4) Pada diagram di atas, tampak tergambar urutan tahapan pelaksanaan studi yang dimulai

    dari TAS, pemeriksaan hasil SDJ secara mikroskopis, stool survey, wawancara ke stake

    Data kuantitatif diolah dan dianalisis

    Daerah B. malayi: Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi

    Dari 30--40 SD/MI yang dilakukan TAS, pilih: SD/MI yg murid kelas 1 dan 2-nya (saat puldat sudah duduk di kelas 2 dan 3), ada dan banyak yg positif. Minimal 4 SD/MI. Jika kab/kota tsb tidak ada hasil TAS positif, pilih: SD/MI pada daerah sentinel dan/atau daerah spot atau SD/MI yang berdekatan dengan daerah sentinel dan/atau daerah spot; yang terkena sampel TAS. Minimal 4 SD/MI.

    Stool Survey: Sampel 150—170 anak SD/MI kelas 1 dan 2 (10% dari total anak yang menjadi sampel TAS) untuk setiap kabupaten, diutamakan anak-anak yang positif TAS dan sisanya anak-anak yang negatif TAS.

    Positif

    Negatif

    Deteksi DNA B. malayi Jumlah sampel = 15—20.

    Data kuantitatif diolah dan dianalisis

    Pengobatan

  • 22

    holder dan masyarakat, survei lingkungan, penangkapan vektor, dan pemeriksaan

    reservoar.

    2.7. Definisi Operasional

    1) Kabupaten/Kota Gagal TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS

    tidak lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel

    anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di atas nilai cut off yang

    ditetapkan.

    2) Kabupaten/Kota Lulus TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS

    lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak

    SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di bawah nilai cut off yang

    ditetapkan.

    3) Sentinel