Upload
vanminh
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam kondisi pasar yang kompetitif, preferensi dan kepuasan pelanggan
hingga loyalitas pelanggan adalah kunci kesuksesan sebuah perusahaan.
Pemasaran yang berorientasi pada pelanggan menekankan pada pemuasan
kebutuhan dan keinginan pelanggan (McDonald & Keegan; 1999: 7). Konsep
tersebut telah menjadi tujuan dari setiap perusahaan yang berorientasi pada
pelanggan, sebab “pelanggan yang puas akan memiliki ikatan emosional dengan
produk/pelayanan yang dikonsumsi dan cenderung menjadi loyal kepada
perusahaan” (Kotler; 1997: 41). Kepuasan pelanggan hendaknya terus dikelola
dengan baik, agar dapat tercipta customer relationship untuk jangka waktu yang
panjang, karena kepuasan pelanggan adalah “a short-term emotional reaction to a
specific product/service performance” (Lovelock & Wright; 2002:87).
Maksudnya, apabila kepuasan pelanggan tidak dikelola dengan baik, maka
pelanggan akan beralih ke produk atau perusahaan pesaing.
Persaingan usaha dalam memuaskan pelanggan terjadi pula pada usaha
café. Café adalah tempat yang menyediakan serta menjual makanan dan minuman
dengan pelayanan cepat, serta jenis menunya mudah disiapkan maupun dimasak
(Sulastiyono; 2001). Dan di Tasikmalaya, saat ini banyak bermunculan café, baik
yang berskala kecil maupun besar, baik yang mengambil lokasi di pinggir jalan
2
maupun di hotel-hotel berbintang, dan bahkan di pusat-pusat perbelanjaan seperti
departement store dan plaza.
Menjamurnya café di Tasikmalaya karena saat ini mengonsumsi
makanan dan minuman di café sudah merupakan bagian dari gaya hidup
masyarakat kota, tak terkecuali Tasikmalaya, kota kecil yang mulai berkembang.
Terutama bagi masyarakat yang ingin menikmati suasana santai sambil melepas
dahaga dan lapar di tengah-tengah aktifitas berbelanja di department store atau
plaza.
Café banyak dikunjungi pelanggan setiap harinya, terlebih hari libur,
namun masing-masing pelanggan mempunyai tingkat kepuasaan berbeda.
Pelanggan dapat memiliki persepsi yang berbeda untuk satu objek yang sama, atau
pada objek yang berbeda, pelanggan bisa memiliki persepsi yang berbeda antara
café yang satu dengan café lainnya. Bahkan tidak jarang terdengar berbagai
keluhan dari pelanggan yang mengungkapkan kekecewaannya setelah masuk ke
sebuah café. Beberapa hal yang seringkali menjadi perhatian utama para
pelanggan café diantaranya mengenai kualitas produk (product quality), kualitas
layanan (service quality) yang diberikan pihak café, harga (price), dan suasana
café (situational factors).
Product quality mempunyai dua dimensi, yaitu tingkatan kualitas dan
konsistensi kualitas (Kotler & Armstrong; 2007). Tingkatan kualitas produk
berarti kualitas kinerja produk, yaitu kemampuan produk untuk melakukan fungsi-
fungsinya, misalnya untuk produk makanan dan minuman; lebih bersih, lebih
nikmat, lebih sedap dan lebih bergizi. Sedangkan konsistensi kualitas berarti
3
kualitas kesesuaian, bebas dari kecacatan dan memiliki kekonsistenan dalam
memberikan tingkat kualitas yang akan dicapai/dijanjikan. Product quality yang
baik akan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, sehingga
pelanggan merasakan kepuasan.
Service quality yang baik diharapkan pelanggan karena pada hakekatnya,
pelanggan ingin mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan harga
yang dibayarkan, demi mendapatkan kepuasan.
Price selalu menjadi perhatian pelanggan karena, seperti yang dikatakan
oleh Kotler & Keller (2006:403), bahwa harga merupakan indikator dari kualitas.
Produk dan atau layanan yang berkualitas akan dipasarkan dengan harga relatif
tinggi/mahal, demikian juga sebaliknya. Pelanggan yang menyukai produk dan
layanan yang berkualitas umumnya tidak merasa keberatan mengeluarkan uang
yang relatif lebih tinggi selama merasa puas terhadap kualitas produk dan layanan
tersebut.
Menurut Zeithaml & Bitner (2003:124), situational factors merupakan
situasi/keadaan yang melingkupi perusahaan. Situational factors menjadi
perhatian pelanggan karena mereka membutuhkan rasa nyaman dan puas ketika
berada di sana. Situational factors yang baik tentu saja akan berpengaruh positif
terhadap kepuasan pelanggan.
Melihat tingginya tingkat persaingan, terutama dalam memenuhi
kepuasan pelanggan, para pengusaha café hendaknya memperhatikan hal-hal
tersebut. Dan satu hal yang tak kalah penting adalah brand image. Brand image
adalah persepsi pelanggan terhadap suatu merek yang digambarkan melalui
4
asosiasi merek yang ada dalam ingatan (Keller; 1993). Pelanggan cenderung akan
melakukan transaksi dengan perusahaan yang memiliki brand image yang
dipandang baik, yang mampu memberikan manfaat positif, sehingga akan
diperoleh kepuasaan.
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan konsumen. Beberapa hasil penelitian terdahulu
diantaranya adalah:
1. Evi Mariawati dan Darwin Untoro, tahun 2007, dengan judul penelitian
Analisa Pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction di Golden
City Mall Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara variabel-
variabel service quality yang memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
kepuasan pelanggan/ customer satisfaction adalah reliability dan assurance,
sedangkan variabel lainnya seperti tangibles, responsiveness dan emphaty
berpengaruh tidak signifikan.
2. Nico Satria Wicaksono dan Dian Natalina Laksanawati, tahun 2007, dengan
judul Analisis pengaruh faktor kualitas produk, kualitas layanan, harga, situasi
dan personal terhadap kepuasan konsumen pada tempat-tempat makan di
Bandara Juanda Surabaya. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas layanan dan
harga paling berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen.
3. Vonny Cicilia Thamrin, tahun 2005, dengan judul Analisa Pengaruh Harga,
Produk, Pelayanan dan Suasana terhadap Loyalitas Konsumen di Restoran
Hachi-Hachi Bistro, Tunjungan Plaza Surabaya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa harga, produk, pelayanan dan suasana, baik secara
5
parsial maupun simultan, berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
konsumen.
Berdasarkan uraian di atas dan merujuk pada penelitian sebelumya,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pelanggan café yang ada di
Tasikmalaya dengan judul “Pengaruh Brand Image, Service Quality, Product
Quality, Price, dan Situational Factors terhadap Kepuasan Pelanggan Café”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis mengidentifikasikan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana brand image, service quality, product quality, price,
situational factors, dan kepuasan pelanggan café di Tasikmalaya.
2. Bagaimana pengaruh brand image, service quality, product quality, price,
dan situational factors secara simultan terhadap kepuasan pelanggan café
di Tasikmalaya.
3. Bagaimana pengaruh brand image, service quality, product quality, price,
dan situational factors secara parsial terhadap kepuasan pelanggan café di
Tasikmalaya.
4. Manakah di antara brand image, service quality, product quality, price,
dan situational factors yang berpengaruh dominan terhadap kepuasan
pelanggan café di Tasikmalaya.
6
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud mengumpulkan data yang
relevan dengan objek yang diteliti untuk menjawab masalah yang telah
diidentifikasi.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis:
1. Bagaimana brand image, service quality, product quality, price,
situational factors, dan kepuasan pelanggan café di Tasikmalaya.
2. Pengaruh brand image, service quality, product quality, price, dan
situational factors secara simultan terhadap kepuasan pelanggan café di
Tasikmalaya.
3. Pengaruh brand image, service quality, product quality, price, dan
situational factors secara parsial terhadap kepuasan pelanggan café di
Tasikmalaya.
4. Manakah di antara brand image, service quality, product quality, price,
dan situational factors yang berpengaruh dominan terhadap kepuasan
pelanggan café di Tasikmalaya.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
7
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan
memperdalam permasalahan yang diteliti bagi penulis. Serta penulis
mampu mengaplikasikan teori dengan praktek di lapangan.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran dan
masukan bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan variabel-variabel
yang dapat meningkatkan kepuasaan pelanggan.
3. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca, serta bisa dijadikan bahan
referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
1.5. Lokasi dan Jadwal Penelitian
1.5.1 Lokasi Penelitian
Penelitian direncanakan akan dilakukan di beberapa café yang ada di
pusat kota Tasikmalaya.
1.5.2 Jadwal Penelitian
Penelitian direncanakan akan dilakukan selama 4 bulan, dimulai dari
bulan Desember 2013 sampai bulan Maret 2014. Untuk lebih jelasnya penulis
tampilkan dalam Tabel 1.1 berikut ini.
8
Tabel 1.1Jadwal Penelitian
No. KeteranganBULAN
Des 2013 Jan 2014
Peb 2014 Mar 2014
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul dan Ijin
2 Survei Pendahuluan
3 Penyusunan UP berikut bimbingan
4 Seminar UP
5 Penelitian Lapangan
6 Penyusunan Tesis berikut bimbingan
7 Sidang Tesis
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Brand Image
2.1.1.1 Pengertian Brand Image
Setiap produk yang dijual di pasar tentu memiliki merek sebagai
pembeda antara satu produk dengan produk yang lain. Merek merupakan salah
satu faktor yang penting dalam strategi pemasaran. Bagi sementara produsen,
pemilihan merek merupakan hal yang sangat penting, dan produsen menaruh
perhatian besar terhadap merek (Maulana: 1999).
Kotler (1999:443) mengemukakan pengertian mengenai brand:
“A Brand is a name, term, sign, symbol, or design, or a combination of
them, intended to identify the goods or services of one seller or group of
sellers and to differentiate them from those of competitor”.
Maksudnya, merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau
kombinasi dari semuanya itu yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang
dan jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual untuk membedakannya dari
produk barang atau jasa pesaing.
Merek mengidentifikasikan penjual atau produsen. Merek sebenarnya
merupakan janji penjual/produsen untuk secara konsisten memberikan tampilan,
10
manfaat, dan jasa tertentu kepada pelanggan. Merek-merek terbaik memberikan
jaminan atas kualitas.
Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor
sebagaimana yang dijelaskan oleh Durianto dkk (2001:2) berikut ini:
1. Emosi konsumen terkadang naik-turun. Merek mampu membuat janji
emosi menjadi konsisten dan stabil.
2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Merek yang kuat
mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh; Coca Cola dan
McDonalds dapat diterima di mana saja dan kapan saja di seluruh dunia.
3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan pelanggan.
Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksi dengan pelanggan
dan makin banyak brand association yang terbentuk dalam merek tersebut.
Jika brand association yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas
yang kuat, maka potensi ini akan meningkatkan brand image.
4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku pelanggan. Merek
yang kuat akan sanggup merubah perilaku pelanggan.
5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh
pelanggan. Dengan adanya merek, pelanggan dapat dengan mudah
membedakan produk yang akan dibeli dengan produk lain sehubungan
dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat
pada merek tersebut.
Berdasarkan peran penting merek di atas, dapat disimpulkan bahwa merek
merupakan aset prestisius bagi perusahaan. Dalam kondisi pasar yang kompetitif,
11
preferensi, kepuasan, dan loyalitas pelanggan adalah kunci kesuksesan. Terlebih
lagi pada kondisi sekarang, nilai suatu merek yang mapan sebanding dengan
realitas makin sulitnya menciptakan suatu merek. Pemasaran (marketing) dewasa
ini bukan hanya merupakan pertempuran produk, melainkan pertempuran persepsi
pelanggan atas merek.
Pada saat ini pelanggan tidak hanya melihat suatu produk dari sisi kualitas
dan harga, tetapi juga melihat brand image (citra merek) yang melekat pada
produk yang dikonsumsi. Banyak perusahaan menyadari hal tersebut, sehingga
mereka saling berlomba menciptakan brand image melalui promosi secara besar-
besaran.
Menurut Assael (1992:153):
“Image is total perception of the object that is formed by processing
information from various sources over time”.
Brand image diartikan oleh Kotler (1999:770) sebagai:
“The set of beliefs consumers hold about a particular brand”.
Maksudnya, brand image adalah sejumlah/seperangkat kepercayaan yang
dipegang konsumen berkaitan dengan merek.
Pelanggan mungkin mengembangkan serangkaian kepercayaan merek
yang membentuk citra merek atau brand image. Setiap pelanggan memiliki kesan
tertentu terhadap suatu merek. Kesan dapat timbul setelah calon pelanggan
melihat, mendengar, membaca atau merasakan sendiri merek produk, baik melalui
televise, radio, maupun media cetak.
12
Brand image adalah persepsi pelanggan terhadap suatu merek yang
digambarkan melalui asosiasi merek yang ada dalam ingatan pelanggan,
sebagaimana yang dikatakan Keller (1993:3):
“Brand image is perception about brand as reflected by the brand
association held in consumen memory”.
Adapun yang dimaksud dengan brand association menurut Aaker
(1991:109) adalah:
“Brand association is anything linked in memory to a brand”.
Asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ingatan seseorang
mengenai merek. Asosiasi yang terjalin pada suatu merek dapat membantu proses
mengingat kembali informasi yang berkaitan dengan produk, khususnya selama
proses pembuatan keputusan untuk membeli, sehingga adanya asosiasi tersebut
akan menimbulkan perasaan yang berbeda di benak pelanggan dibanding produk
pesaing. Asosiasi merek dengan brand image terdapat hubungan yang saling
terkait. Asosiasi yang terjalin pada suatu merek dapat membentuk brand image.
Asosiasi merek diklasifikasikan dalam tiga tingkatan kategori, yaitu
attributes, benefit, dan brand attitudes, yang dapat dijelaskan sebagai berikut
(Kellers, 1993:3):
1. Attributes merupakan suatu bentuk deskriptif yang memberikan
karakteristik pada produk dan layanan. Berdasarkan hubungannya dengan
produk dapat dibedakan menjadi atribut yang berkaitan dengan produk dan
atribut yang tidak berkaitan dengan produk. Atribut yang berkaitan dengan
produk membentuk fungsi produk atau layanan. Sedangkan atribut yang
13
tidak berkaitan dengan produk berhubungan dengan pembelian atau
konsumsi, seperti harga, kemasan, penampilan produk, informasi, tipe
orang yang menggunakan dan situasi penggunaan.
2. Benefit merupakan suatu penilaian pribadi konsumen terhadap atribut
produk atau layanan. Manfaat ini dibedakan menjadi tiga, yaitu manfaat
fungsional, manfaat yang dialami, dan manfaat simbolis. Manfaat
fungsional merupakan keuntungan intrinsik dari pemakaian produk dan
jasa, biasanya berkaitan dengan atribut produk yang dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen. Manfaat yang dialami berhubungan
dengan apa yang dirasakan pada saat menggunakan produk atau jasa.
Manfaat simbolis berhubungan dengan atribut yang tidak berkaitan dengan
produk serta berhubungan dengan kebutuhan mendasar untuk
bermasyarakat.
3. Brand attitudes berkaitan dengan evaluasi yang dilakukan secara
menyeluruh terhadap suatu merek. Ini penting, karena sikap konsumen
terhadap merek mendasari konsumen dalam pemilihan merek untuk
kepuasan pembelian yang akan diambil.
2.1.1.2 Pengukuran Brand Image
Sesuai dengan konsepnya, brand image yang positif dapat diukur melalui
tanggapan konsumen tentang asosiasi merek, yang meliputi “favorability of brand
associations, strength of brand associations, dan uniqueness of brand
14
association” (Keller, 1993:8). Ketiga pengukuran brand image tersebut di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Favorability of brand associations (Keuntungan dari asosiasi merek)
Keuntungan dari asosiasi merek adalah konsumen percaya bahwa atribut
dan manfaat yang diberikan oleh suatu merek dapat memuaskan kebutuhan
dan keinginan konsumen, sehingga menciptakan sikap yang positif
terhadap merek. Tujuan akhir dari setiap konsumsi konsumen adalah
mendapatkan kepuasan atas kebutuhan dan keinginan yang ada. Adanya
kebutuhan dan keinginan dalam diri konsumen melahirkan harapan,
dimana harapan tersebut diusahakan konsumen untuk terpenuhi melalui
kinerja produk dan merek yang dikonsumsi. Jika kinerja produk atau
merek melebihi harapan, maka konsumen akan puas, demikian juga
sebaliknya jika kinerja berada di bawah harapan maka konsumen tidak
puas. Keuntungan dari asosiasi merek dapat dinyatakan dalam bentuk
manfaat produk, tersedianya banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan, harga yang ditawarkan bersaing, dan kemudahan
mendapatkan produk yang dibutuhkan.
2. Strength of brand association (Kekuatan dari asosiasi merek).
Kekuatan dari asosiasi merek, tergantung pada bagaimana informasi
masuk dalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi tersebut dikelola
oleh data sensoris di otak sebagai bagian dari brand image. Ketika
15
konsumen secara aktif memikirkan dan menguraikan arti informasi pada
suatu produk atau jasa akan tercipta asosiasi yang makin kuat pada ingatan
konsumen. Konsumen memandang suatu obyek stimuli melalui sensasi-
sensasi yang mengalir melalui kelima indera; mata, telinga, hidung, kulit,
dan lidah. Namun demikian, setiap konsumen mengikuti, mengatur, dan
menginterpretasikan data sensoris ini menurut cara masing-masing.
Persepsi tidak hanya tergantung pada stimuli fisik tetapi juga pada stimuli
yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu
tersebut. Perbedaan pandangan pelanggan atas suatu obyek (merek) akan
menciptakan proses persepsi dalam perilaku pembelian yang berbeda.
3. Uniqueness of brand associations (Keunikan dari asosiasi merek)
Merek harus unik dan menarik, sehingga dapat menimbulkan asosiasi yang
kuat di dalam pikiran pelanggan. Merek harus dapat melahirkan keinginan
pelanggan mengetahui lebih jauh dimensi merek yang terkandung di
dalamnya. Merek hendaknya mampu menciptakan motivasi setiap
pelanggan potensial untuk mulai mengkonsumsi produk tersebut. Merek
juga hendaknya mampu menciptakan prestis bagi pelanggan yang
mengkonsumsi produk dengan merek tersebut. Nama perusahaan yang
bonafid juga mampu mendukung keunikan asosiasi merek.
2.1.2 Service Quality
2.1.2.1 Pengertian Service Quality
16
Zeithaml & Bitner (2003:5) mendefinisikan service atau layanan sebagai
berikut:
“Services are deeds, processes, and performances”.
Secara komprehensif, pengertian service dijelaskan Kotler (2003: 444)
sebagai berikut:
“A service is any act or performance that one party can offer to another
that is essentially intangible and does not result in the ownership of
anything. It’s production may or may not be tied to physical product.”
Pengertian di atas menyatakan bahwa service/layanan adalah setiap
tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu perusahaan kepada
pelanggan, yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud, dan tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu. Supaya service dapat memuaskan konsumen/pelanggan dan
unggul dalam bersaing dengan perusahaan sejenis, maka service harus dibuat
berkualitas.
Menurut Payne (2001:275) service quality adalah:
“Kemampuan sebuah organisasi memberikan pelayanan untuk
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.”
Definisi service quality menurut Lovelock yang dikutip Tjiptono
(2001:59) adalah:
“Service quality merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan”.
17
Keunggulan dibentuk melalui pengintegrasian empat pilar service
excellence yang saling berkait erat, yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan, dan
kenyamanan pelayanan (Tjiptono & Chandra: 2005). Keunggulan pelayanan tidak
dapat terwujud apabila ada satu pilar yang lemah. Untuk mencapai tingkat
keunggulan pelayanan, setiap karyawan harus memiliki keterampilan khusus,
diantaranya memahami produk (barang/jasa) secara mendalam, berpenampilan
rapid dan menarik, bersikap ramah dan bersahabat, menunjukkan komitmen dan
responsivitas dalam melayani pelanggan, tidak tinggi hati karena merasa
dibutuhkan, menguasai pekerjaan, mampu berkomunikasi secara efektif, bisa
memahami dengan baik bahasa isyarat pelanggan, dan mampu menangani keluhan
pelanggan secara professional.
Service dapat dikatakan berkualitas apabila kinerja service dapat
memenuhi harapan pelanggan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi service
quality, yaitu pelayanan yang diharapkan (expectation) dan pelayan yang diterima
(performance). Perbandingan antara performance dengan expectation dari service
melahirkan tiga kesimpulan (Kotler: 2003):
1. Apabila performance dari service sesuai dengan expectation, maka service
quality dipersepsikan baik oleh pelanggan.
2. Apabila performance dari service melampaui expectation, maka service
quality dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.
3. Apabila performance dari service lebih rendah dari expectation, maka
service quality dipersepsikan buruk oleh pelanggan.
18
Dengan demikian, baik atau buruk service quality suatu perusahaan
tergantung pada kemampuan perusahaan penyedia pelayanan tersebut dalam
memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
2.1.2.2 Dimensi Service Quality
Service quality dalam implementasi mempunyai beberapa dimensi, yang
keberadaannya perlu diperhatikan. Dijelaskan oleh Zeithaml & Bitner dalam
Tjiptono dan Chandra (2005: 133) bahwa ada lima dimensi service quality, yaitu:
1. Reliability (Keandalan)
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan
yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan pelayan sesuai dengan waktu yang dijanjikan (providing
service as promised)
2. Responsiveness (Daya Tanggap)
Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan karyawan untuk membantu
para pelanggan dan merespon permintaan pelanggan serta
mengkonfirmasikan kapan saja jasa/layanan akan diberikan dan kemudian
memberikan jasa secara cepat.
3. Assurance (Jaminan)
Berkenaan dengan perilaku karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa
19
aman bagi para pelanggan. Assurance juga berarti bahwa karyawan selalu
bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menjawab setiap pertanyaan atau menangani masalah
pelanggan.
4. Empathy (Kepedulian)
Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggan dan bertindak demi
kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para
pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Tangibles (Bukti Fisik)
Meliputi penampilan fasilitas fisik (appearance of physical facilities),
peralatan, personalia (karyawan), dan material-material yang dimiliki oleh
perusahaan. Misalnya; perlengkapan kantor, ruang transaksi, tempat
parker, dan sarana komunikasi.
2.1.3 Product Quality
2.1.3.1 Pengertian Product Quality
Produk merupakan salah satu dari empat variabel bauran pemasaran
(marketing mix), disamping harga, distribusi, dan promosi yang keberadaannya
sangat penting, karena produk merupakan sesuatu atau obyek yang ditawarkan ke
pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tidak akan ada harga
20
yang ditawarkan, distribusi yang menjadi perantara, dan promosi sebagai media
komunikasi tanpa adanya suatu produk.
Tjiptono mengemukakan (1998:95) bahwa:
“Produk adalah sesuatu yang dihasilkan produsen, yang bisa ditawarkan
kepada konsumen sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi
melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen”.
Sedangkan Kotler (2003:106) memberikan definisi atas produk sebagai
berikut:
“A product is anything that can be offered to a market to satisfy a want
or a need”.
Dalam usaha menarik minat beli pelanggan potensial, maka produk harus
dibuat berkualitas, terutama dalam memenuhi harapan konsumen agar menjadi
puas dan loyal pada perusahaan.
Menurut Kotler (1999:30):
“Product quality is the totality of features and characteristics of a
product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied
needs”.
Adam and Eberts (2005:511) menyatakan bahwa:
“Product quality is the appropriateness of design specification of
function and use as well the degree specification”.
2.1.3.2 Dimensi Product Quality
21
Menurut Kotler dan Amstrong (2007:347) kulaitas produk mempunyai
dua dimensi, yaitu tingkatan kualitas dan konsistensi kualitas, seperti dijelaskan di
bawah ini:
1. Tingkatan Kualitas
Dalam dimensi tingkatan kualitas, kualitas produk berarti kualitas
kinerja, yaitu kemampuan produk untuk melakukan fungsi-
fungsinya. Misalnya; Rolls Royce memberikan kualitas kinerja yang
lebih tinggi dibanding Chevrolet, yaitu lebih lembut dikendarai, lebih
baik dikemudikan, dan lebih tahan lama. Demikian juga untuk
produk makanan dan minuman yang disediakan di café memberikan
kualitas kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk
makanan dan minuman di kaki lima, yaitu lebih bersih, lebih nikmat,
lebih bergizi.
2. Konsistensi Kualitas
Dalam dimensi konsistensi kualitas, kualitas produk berarti kualitas
kesesuaian, bebas dari kecacatan dan adanya kekonsistenan dalam
memberikan tingkatan kualitas yang akan dicapai/dijanjikan. Sebagai
contoh Chevrolet (Chevy) dapat memberikan kualitas sebaik Rolls
Royce, meskipun Chevy tidak tampil sebaik Rolls Royce. Chevy
konsisten memberikan kualitas yang dibayar dan diharapkan
pelanggannya.
2.1.4 Price (Harga)
22
2.1.4.1 Pengertian Harga
Sebuah produk, baik berupa barang dan atau jasa, yang dijual di pasar
pasti mempunyai harga (price), dimana besar harga tersebut sebesar nilai yang
harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan untuk mengganti hak milik atas
barang dan atau jasa kepada perusahaan.
Menurut Berkowitz et al (2002:314):
“Price is the money or other considerations (including other goods and
service) exchanged for the ownership or use good or service”.
Maksudnya, price (harga) adalah sejumlah uang atau wujud lain (termasuk barang
dan jasa) sebagai ganti kepemilikan dari barang dan jasa.
Nitisemito (2000:55) mendefinisikan harga sebagai berikut:
“Harga adalah nilai suatu produk (barang dan jasa) yang diukur dengan
sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang bersedia
melepaskan produk yang dimilikinya kepada pihak lain”.
Berdasarkan dua pengertian mengenai harga di atas, dapat dikatakan
bahwa harga adalah sejumlah nilai uang termasuk barang dan jasa lain yang
ditawarkan untuk mengganti hak milik suatu barang atau jasa kepada pihak lain.
Salah satu cara supaya sebuah produk dapat unggul di pasar, harga yang
ditawarkan kepada konsumen harus mampu bersaing secara wajar, tetapi tanpa
harus mengorbankan kepentingan perusahaan, yaitu mendapatkan keuntungan
yang optimal.
Pelanggan yang berorientasi pada harga mengharapkan mendapatkan
manfaat dari produk yang diterima sebanding dengan uang yang dikeluarkan.
23
Manfaat dapat meliputi manfaat yang sesungguhnya (actual benefits) maupun
manfaat yang dipersepsikan (perceived benefits). Apabila pelanggan
mempersepsikan bahwa harga lebih besar dari nilai produk, maka pelanggan tidak
akan melakukan pembelian.
Harga tidak hanya berbentuk nominal (angka) yang tertera pada suatu
produk, melainkan dapat berupa persepsi atau yang lazim disebut persepsi harga.
Pelanggan memiliki persepsi atas seluruh variabel pemasaran perusahaan, seperti
yang dijelaskan oleh Dharmesta dan Handoko (2002:83) bahwa pelanggan akan
mempunyai persepsi produk, persepsi harga, persepsi periklanan, dan persepsi
penjual dari kegiatan pemasaran perusahaan. Jadi setiap variabel bauran
pemasaran mampu melahirkan persepsi tersendiri di dalam diri pelanggan.
Persepsi harga berkenaan dengan bagaimana informasi harga dipahami
oleh pelanggan dan menjadi sesuatu yang berarti bagi mereka (Peter & Olson;
2003: 554).
Ahtola (1984) dalam Zeithaml (1998:10) menjelaskan pengertian
persepsi harga sebagai berikut:
“Price is a ‘give’ component of the model, rather than a ‘get’
component”.
Bahwa harga yaitu sesuatu komponen yang diberikan sebagai ganti sesuatu
komponen yang didapatkan.
2.1.4.2 Komponen Harga
Menurut Zeithaml (1998:10) ada tiga komponen harga, yaitu:
24
1. Objective Monetary Price
Maksudnya adalah harga sesungguhnya (actual product) dari suatu produk
yang tertulis di suatu produk, yang harus dibayar oleh pelanggan.
Pelanggan cenderung melihat harga akhir dan memutuskan atau
memikirkan apakah akan menerima nilai yang baik (seperti yang
diharapkan)
2. Perceived Price
Maksudnya adalah harga yang ditafsirkan atau dipersepsikan oleh
pelanggan. Kerap kali pelanggan tidak mengingat betul harga produk yang
pernah dibeli, tetapi pelanggan dapat mengingat bahwa harga produk yang
dimaksud adalah “murah” atau “mahal”, “sesuai dengan kualitas” atau
“tidak sesuai kualitas”.
3. Sacrifice Price
Maksudnya adalah harga yang harus dibayar oleh pelanggan berikut
pengorbanan, baik berupa transportasi, telepon (komunikasi) mungkin juga
jasa pihak ketiga (komisi) yang harus dibayar oleh pelanggan untuk
mendapatkan suatu produk yang hendak dibeli.
Harga secara implisit mempunyai hubungan dengan kualitas. Produk
yang berkualitas akan dijual dengan harga yang tinggi, demikian sebaliknya.
Adanya hubungan antara harga dengan kualitas diterangkan oleh Adam & Ebert
(2005:521) sebagai berikut:
“Quality provide a product or service at the price the customer can
afford. Quality is the most expensive product or service.”
25
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kualitas memberikan produk atau layanan
pada harga yang mampu dibayar oleh pelanggan. Kualitas adalah produk atau
layanan yang mahal. Dengan kata lain, kualitas yang baik dijual dengan harga
yang mahal atau sebanding dengan tingkat product quality atau service quality
yang ditawarkan, demikian pula sebaliknya.
2.1.5 Situational Factors (Faktor Situasional)
2.1.5.1 Pengertian Situational Factors (Faktor Situasional)
Zeithaml & Bitner (2003:124) mendefinisikan situasi sebagai:
“Situasi adalah keadaan lokasi atau kondisi ruangan (atmosfer) yang
melingkupi perusahaan, yang dapat dinikmati pelanggan ketika
mengkonsumsi produk/layanan”.
Faktor situasi berkaitan dengan atribut-atribut fisik atau atmosfer yang
ada di perusahaan. Kotler et al. (1999:277) mendefinisikan atmosfer sebagai:
“Atmosphere is a critical element in service. It can be the customer’s
reason for choosing to do business with an establishment”.
Pernyataan tersebut bahwa atmosfer adalah elemen pelayanan yang kritis.
Atmosfer dapat menjadi alasan pelanggan melakukan transaksi dengan
perusahaan. Dicontohkan oleh Kotler et al (1999), restoran/café yang berada di
bagian strategis pusat perbelanjaan dengan eksterior panel kaca (a glass panel
exterior) banyak dijumpai di bagian pusat perbelanjaan. Lantai dari granit atau
karpet, bentuk kursi atau sofa yang indah dan nyaman, instalasi lampu yang
menarik di pintu masuk serta aroma masakan/minuman yang berkualitas,
26
diharapkan dapat menarik pelanggan untuk datang. Sebaliknya, eksterior
restoran/café yang kurang menarik tidak akan mampu menarik pelanggan
potensial.
Atmosfer mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian
pelanggan, dimana akhir dari keputusan pembelian (post purchase) adalah
kepuasan. Secara eksplisit Berman & Evans (2001:89) menjelaskan:
“The physical attributes, or atmosphere, of a location and its
surrounding area greatly influence perceptions of a consumer”.
Sejalan dengan pendapat Kotler et al. (1999) di atas, Berman & Evans
(2001:89) juga menjelaskan bahwa atribut-atribut fisik dan atmosfer dapat berupa
eksterior dan interior. Eksterior bangunan merupakan bagian pertama yang dilihat
oleh pelanggan dan mempunyai pengaruh yang tidak kecil. Begitu pula dengan
interior atau sisi dalam lokasi usaha, misalnya layout dan display, dinding dan
warna lantai, penerangan, musik dan pramuniaga yang mengenakan pakaian
seragam juga memberikan kontribusi terhadap company image (citra perusahaan).
2.1.5.2 Dimensi Atmosfer
Lebih lanjut Kotler (1999:278) mengatakan atmosfer diapresiasikan atau
dinyatakan melalui perasaan. Panca indera akan mendeskripsikan atmosfer yang
ada di sekeliling dengan seksama. Saluran panca indera utama untuk atmosfer
adalah penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan. Dimensi penglihatan
yang utama atas atmosfer adalah warna, terang, ukuran, dan ketajaman. Dimensi
pendengaran yang utama atas atmosfer adalah volume dan suara. Dimensi
27
penciuman yang utama atas atmosfer adalah bau (aroma) dan kesegaran. Dimensi
perabaan yang utama atas atmosfer adalah kelembutan, kehalusan, dan sushu
ruangan (temperatur).
Atmosphere can effect purchase behavior in at least four ways (Kotler et
al.; 1999: 278). Maksudnya bahwa atmosfer dapat mempengaruhi perilaku
pembelian, sedikitnya pada empat cara. Pertama, atmosfer dapat menjadi media
layanan yang menciptakan perhatian pelanggan. Kedua, atmosfer dapat menjadi
media layanan yang menciptakan informasi/berita bagi pelanggan. Ketiga,
atmosfer dapat menjadi media layanan yang menciptakan pengaruh bagi
pelanggan. Terakhir, atmosfer dapat menjadi media layanan yang menciptakan
perasaan pelanggan. Jadi secara runtut kinerja atmosfer dalam mempengaruhi
keputusan pembelian pelanggan dan membuat pelanggan merasakan kepuasan
dimulai dari menciptakan perhatian, kemudian menciptakan informasi/berita,
selanjutnya menciptakan pengaruh, dan akhirnya menciptakan perasaan (mood)
pada pelanggan.
2.1.6 Kepuasan Pelanggan
2.1.6.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Dewasa ini, inti dari pemasaran adalah meningkatkan kepuasan
pelanggan (Barnes, 2003:14). Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan
(customer) akan berusaha membuat kepuasan pelanggan meningkat, sehingga
diharapkan pelanggan menjadi loyal dan akhirnya dapat menguntungkan
perusahaan.
28
Pengertian kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menurut
Schiffman dan Kanuk (2004:14) adalah:
“Customer satisfaction is the individuals’s perception of the
performance of the product or service in relation to his or her
expectations”.
Sejalan dengan pendapat tersebut, dikemukakan Kotler (2003:61):
“Customer satisfaction is a person’s feeling of pleasure or
disappointment resulting from comparing a product’s perceived
performance (or outcome) in relation to his or her expectations”.
Jadi, kepuasan pelanggan adalah persepsi seseorang atas kinerja
(performance) produk/layanan dibandingkan dengan harapan (expectation) yang
dimiliki. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah
perbandingan antara kinerja (performance) dan harapan (expectation).
Kinerja adalah realitas atau sesuatu yang diterima pelanggan dari
perusahaan, sedangkan harapan pelanggan adalah “beliefs about product and
service delivery that function as standards or reference points against which
performance is judged” (Zeithmal & Bitner, 2003:76).
Hal ini berarti, untuk sampai pada tingkat kepuasan tentu terlebih dulu
seorang pelanggan mempunyai harapan-harapan yang ingin dipenuhi melalui
transaksi dengan perusahaan yang menawarkan produk/layanan. Setiap terjadi
transaksi, maka akan ada evaluasi di dalam diri pelanggan, dengan demikian
evaluasi kepuasan pelanggan akan berjalan secara otomatis. Usaha untuk
29
membandingkan (evaluasi) antara kinerja dengan harapan terjadi sepanjang
pelanggan melakukan konsumsi produk/layanan.
Berkenaan dengan evaluasi kepuasan pelanggan, Kotler (2003:61)
menjelaskan sebagai berikut:
“If the performance falls short of expectation, the customer is dissatisfied. If the performance matches the expectation, customer is satisfied. If the performance exceeds expectations, the customer is highly satisfied or delighted”.Evaluasi atas kinerja dan harapan dari pernyataan tersebut di atas secara
eksplisit dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jika kinerja lebih rendah dari yang diharapkan, maka pelanggan akan
merasa tidak puas.
2. Jika kinerja yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka pelanggan
akan merasa puas.
3. Jika kinerja yang diterima melebihi dari yang diharapkan, maka pelanggan
akan merasa sangat puas.
Pelanggan yang merasakan kepuasan tinggi akan memiliki ikatan
(affinity) emosional dengan merek yang dikonsumsi, tidak lagi menggunakan
pilihan yang dilakukan secara rasional, dan hal ini dapat menciptakan kesetiaan
(loyalitas) pelanggan yang tinggi (Kotler, 1997: 41).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan, jika sebuah perusahaan ingin
unggul dalam bersaing harus dapat membuat pelanggan merasa sangat puas (high
satisfaction), karena pelanggan yang hanya merasa cukup puas (just satisfied)
masih mudah berganti ke produk/layanan lain apabila mendapat tawaran lain yang
lebih menarik/baik. Oleh karena itu kepuasan pelanggan harus dipelihara dan
30
dikelola dengan baik secara terus-menerus. Hal ini dikarenakan kepuasan
pelanggan adalah reaksi perasaan (senang atau tidak senang) yang sifatnya jangka
pendek, sebagaimana yang dikatakan oleh Lovelock & Wright (2002: 87) bahwa
“customer satisfaction is a short-term emotional reaction to a specific
product/service performance”.
2.1.6.2 Pandangan Pelanggan Terhadap Kepuasan
Kepuasan merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh individu dari hasil
mengkonsumsi suatu produk atau jasa.
Adapun alasan bahwa kepuasan merupakan sesuatu yang dikejar oleh
individu menurut Oliver (1997: 10) adalah:
1. Kepuasan merupakan kondisi akhir yang diinginkan individu dalam
mengkonsumsi produk/jasa.
2. Meniadakan kebutuhan untuk mengambil suatu tindakan atau menerima
akibat dari kepuasan yang salah.
3. Membenarkan keberanian pelanggan dalam mengambil keputusan.
2.1.6.3 Prinsip Kepuasan Pelanggan
Terdapat sepuluh prinsip kepuasan pelanggan yang harus diperhatikan
oleh perusahaan guna mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi (Handi
Irawan: 2001), yaitu:
1. Mulailah percaya akan pentingnya kepuasan pelanggan
31
2. Pilihlah pelanggan dengan benar untuk membangun kepuasan pelanggan
3. Memahami harapan pelanggan adalah kunci
4. Cari faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan
5. Faktor emosional adalah faktor penting yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan
6. Pelanggan yang komplain adalah pelanggan yang loyal
7. Garansi adalah lompatan yang besar dalam kepuasan pelanggan
8. Dengarkanlah suara pelanggan
9. Peran karyawan sangat penting dalam kepuasan pelanggan
10. Kepemimpinan adalah teladan dalam kepuasan pelanggan
2.2. Kerangka Pemikiran
Tujuan akhir dari aktivitas bisnis sekarang ini adalah membuat high
customer satisfaction (kepuasan pelanggan yang tinggi) agar tercipta high
customer loyalty (loyalitas pelanggan yang tinggi) (Kotler & Keller, 2006: 135).
Kepuasan pelanggan merupakan persepsi pelanggan atas kinerja
produk/layanan dalam hubungan memenuhi harapan yang dimilikinya. Kepuasan
ini merupakan perasaan senang atau kecewa dari diri seseorang setelah ia
membandingkan antara kinerja suatu produk/layanan yang diterima dan
dirasakannya dengan yang diharapkannya.
Pelanggan yang merasakan kepuasan atas suatu produk/layanan tertentu
akan memiliki ikatan emosional dengan produk/layanan tersebut, sehinggan akan
tercipta customer relationship jangka panjang. Inilah yang harus terus
32
dipertahankan oleh sebuah perusahaan sehingga perusahaan mampu bersaing dan
memiliki keunggulan kompetitif.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan adalah
brand image, service quality, product quality, price, dan situational factors (Peter
& Olson, 2003:148).
Pada saat ini pelanggan tidak hanya melihat suatu produk dari sisi kualitas
dan harga, tetapi juga melihat brand image (citra merek) yang melekat pada
produk yang dikonsumsi. Brand image (citra merek) merupakan persepsi
pelanggan terhadap suatu merek yang digambarkan melalui asosiasi merek yang
ada dalam ingatan pelanggan. Oleh karena itu agar tercipta persepsi yang baik dari
pelanggan atas suatu merek, merek harus mampu memberikan jaminan atas
kualitas. Jadi, sesungguhnya merek merupakan janji penjual/produsen untuk
secara konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu kepada
pelanggan.
Pelanggan cenderung akan melakukan transaksi dengan perusahaan yang
memiliki brand image yang dipandang baik, yang mampu memberikan manfaat
positif, sehingga akan diperoleh kepuasaan.
Selain brand image, faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan
pelanggan adalah service quality (kualitas layanan). Seperti yang dikatakan oleh
Kotler dan Amstrong (1996:583) bahwa “higher levels of quality (product or
service) result in greater customer satisfaction”. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa tingginya service quality akan membuat besarnya kepuasan
pelanggan.
33
Service quality merupakan kemampuan sebuah organisasi memberikan
pelayanan untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Ketika perusahaan
mampu memenuhi harapan pelanggan, maka pelanggan akan merasa terpuaskan.
Ketika perusahaan mampu memberikan layanannya melebihi harapan pelanggan,
maka pelanggan akan sangat merasa puas. Dan sebaliknya, ketika perusahaan
memberikan layanan tidak seperti yang diharapkan pelanggan, maka kepuasan
pelanggan tak dapat dicapai.
Product quality (kualitas produk) menjadi sangat penting dan dapat
mempengaruhi kepuasan pelanggan karena produklah obyek yang ditawarkan ke
pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Product quality memiliki dua dimensi, yaitu tingkatan kualitas dan
konsistensi kualitas (Kotler & Armstrong; 2007). Tingkatan kualitas produk
berarti kualitas kinerja produk, yaitu kemampuan produk untuk melakukan fungsi-
fungsinya. Sedangkan konsistensi kualitas berarti kualitas kesesuaian, bebas dari
kecacatan dan memiliki kekonsistenan dalam memberikan tingkat kualitas yang
akan dicapai/dijanjikan. Product quality yang baik akan dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan, sehingga pelanggan merasakan kepuasan.
Price (harga) suatu produk dapat berpengaruh besar terhadap persepsi
kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Harga adalah sejumlah nilai uang
termasuk barang dan jasa lain yang ditawarkan untuk mengganti hak milik suatu
barang atau jasa kepada pihak lain.
Pelanggan yang berorientasi pada harga mengharapkan mendapatkan
manfaat dari produk yang diterima sebanding dengan uang yang dikeluarkan.
34
Manfaat dapat meliputi manfaat yang sesungguhnya (actual benefits) maupun
manfaat yang dipersepsikan (perceived benefits). Manfaat yang dipersepsikan
dapat mempengaruhi keputusan pembelian pelanggan sebelum bertransaksi, dan
manfaat yang sesungguhnya dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan setelah
bertransaksi, terkait pula dengan kualitas produknya. Harga secara implisit
mempunyai hubungan dengan kualitas. Produk yang berkualitas akan dijual
dengan harga yang tinggi, demikian sebaliknya.
Jika pelanggan merasa bahwa uang yang dikeluarkannya tidak sebanding
dengan manfaat yang sesungguhnya ia terima, maka akan muncul ketidakpuasan
pelanggan. Demikian sebaliknya, jika pelanggan merasa bahwa sejumlah uang
yang dikeluarkan sebanding atau dapat tergantikan dengan manfaat yang
sesungguhnya ia terima, maka akan tercipta kepuasaan.
Faktor yang tak kalah pentingnya, yang harus dimiliki sebuah
perusahaan, yang menginginkan memiliki suatu keunggulan bersaing adalah
situational factors (faktor situasional). Faktor situasi meliputi keadaan lokasi atau
kondisi ruangan (atmosfer) yang melingkupi perusahaan, yang dapat dinikmati
pelanggan ketika mengkonsumsi produk/layanan yang ditawarkan perusahaan
kepada pelanggan.
Faktor situasi berkaitan dengan atribut-atribut fisik atau atmosfer yang
ada di perusahaan, meliputi tampilan interior dan tampilan eksterior. Atmosfer
dapat menjadi alasan pelanggan melakukan transaksi dengan perusahaan karena
mempengaruhi perilaku pembelian, sedikitnya pada empat cara. Pertama, atmosfer
dapat menjadi media layanan yang menciptakan perhatian pelanggan. Kedua,
35
atmosfer dapat menjadi media layanan yang menciptakan informasi/berita bagi
pelanggan. Ketiga, atmosfer dapat menjadi media layanan yang menciptakan
pengaruh bagi pelanggan. Terakhir, atmosfer dapat menjadi media layanan yang
menciptakan perasaan pelanggan. Jadi atmosfer dalam mempengaruhi keputusan
pembelian pelanggan dan membuat pelanggan merasakan kepuasan dimulai dari
menciptakan perhatian, kemudian menciptakan informasi/berita, selanjutnya
menciptakan pengaruh, dan akhirnya menciptakan perasaan (mood) pada
pelanggan.
Berdasarkan uraian di atas jelas terlihat bahwa kepuasan pelanggan dapat
dipengaruhi oleh brand image, service quality, product quality, price, dan
situational factors.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diambil suatu
hipotesis sebagai berikut:
1. Brand image, service quality, product quality, price, dan situational
factors berpengaruh, secara simultan, terhadap kepuasan pelanggan.
2. Brand image, service quality, product quality, price, dan situational
factors berpengaruh, secara parsial, terhadap kepuasan pelanggan.
36
BAB III
OBYEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah brand image,
service quality, product quality, price, situational factors, dan kepuasaan
pelanggan. Sedangkan yang menjadi subjek penelitian adalah café-café yang ada
di pusat kota Tasikmalaya.
3.1.1 Gambaran Umum Café yang ada di Tasikmalaya
Café adalah tempat yang menyediakan serta menjual makanan dan
minuman dengan pelayanan cepat, serta jenis menunya mudah disiapkan maupun
dimasak (Sulastiyono; 2001).
Di Tasikmalaya – kota kecil yang kini tengah berkembang – saat ini
banyak bermunculan café, baik yang berskala kecil maupun besar, baik yang
mengambil lokasi di pinggir jalan maupun di hotel-hotel berbintang, dan bahkan
di pusat-pusat perbelanjaan seperti departement store dan plaza. Umumnya
37
pertumbuhan café di Tasikmalaya menyusul pertumbuhan pusat-pusat
perbelanjaan yang ada, seperti departemen store dan plaza.
Café muncul sebagai pelengkap tempat perbelanjaan yang ditawarkan.
Selain makan atau jajan di café sudah merupakan bagian dari gaya hidup
masyarakat kota, café menyediakan tempat bagi masyarakat yang ingin menikmati
suasana santai sambil melepas dahaga dan lapar di tengah-tengah aktifitas
berbelanja di department store atau plaza.
Pusat perbelanjaan yang tergolong besar di Tasikmalaya adalah Plaza
Asia dan Mayasari Plaza. Beberapa café dapat kita temukan di sana, tentunya
dengan tema café yang berbeda-beda. Diantaranya Blue Resto, Solaria Café,
Expresso Coffeé, McDonald, Kentucky Fried Chicken, Texas Chicken, Ichi-Ichi
Bento, dll..........
..........................................................
.............................................................
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Metode Penelitian yang Digunakan
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis
dengan pendekatan survey.
Metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang meneliti status
kelompok manusia, objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan membuat deskripsi,
38
gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat,
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Mochammad Nazir, 2005: 54).
Sedangkan metode survey adalah penyelidikan yang diadakan untuk
memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-
keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial ekonomi/politik dari suatu
kelompok atau terhadap keadaan dan praktek yang sedang berlangsung
(Mochammad Nazir, 2005: 58).
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis pada besarnya
pengaruh yang ditimbulkan variabel independen terhadap variabel dependen, yaitu
pengaruh brand image, service quality, product quality, price, dan situational
factors terhadap kepuasaan pelanggan.
Variabel–variabel tersebut dioperasionalisasikan seperti yang dapat dilihat
dalam Tabel 3.1.
39
Tabel 3.1Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Variabel Indikator Ukuran Skala
X1Brand Image
Brand image adalah persepsi pelanggan terhadap suatu merek yang digambarkan melalui asosiasi merek yang ada dalam ingatan pelanggan. (Keller,1993:3)
Favorability of brand association
Strength of brand association
Uniqueness of brand association
Skor Ordinal
X2Service Quality
Service quality adalah kemampuan sebuah organisasi memberikan pelayanan untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Payne (2001:275)
Reliability Responsiveness Assurance Emphaty Tangibles
Skor Ordinal
X3Product Quality
Product quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs. (Kotler,1999:30)
Kebersihan produk Manfaat produk Aneka ragam produk
Skor Ordinal
X4Price
Harga adalah nilai suatu produk (barang dan jasa) yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang bersedia melepaskan produk yang dimilikinya kepada pihak lain (Nitisemito ,2000:55)
Memadainya harga Kesesuaian harga dengan
kualitas Kesesuaian dengan
pelayanan
Skor Ordinal
X5Situational Factors
Situasi adalah keadaan lokasi atau kondisi ruangan (atmosfer) yang melingkupi perusahaan, yang dapat dinikmati pelanggan ketika mengkonsumsi produk/layanan (Zeithaml & Bitner ,2003:124)
Lokasi yang mudah dijangkau
Keterbukaan ruangan Kenyamanan ruangan Keindahan interior
Skor Ordinal
40
YKepuasan Pelanggan
Customer satisfaction is a person’s feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s perceived performance (or outcome) in relation to his or her expectations.(Kotler,2003:61)
Kepuasan atas brand image Kepuasan atas service
quality Kepuasan atas product
quality Kepuasan atas price Kepuasan atas situational
factors
Skor Ordinal
3.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
1. Interview (wawancara), yaitu usaha-usaha memperoleh data dengan
jalan mengadakan wawancara langsung dengan para pejabat atau
karyawan yang diberi wewenang untuk itu.
2. Kuesioner (data pertanyaan), yaitu alat pengumpul data primer berupa
daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, dimana metode
penyebaran kuesioner dilakukan secara langsung kepada responden
terpilih. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bertanya
kepada responden jika ada pertanyaan yang tidak dipahami, tanpa
mempengaruhi jawabannya.
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu dengan cara mempelajari, meneliti, mengkaji serta menelaah
literatur-literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
Kegunaan dari literatur ini adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin
41
dasar-dasar teori yang diharapkan akan menunjang data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini.
3.2.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dapat dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007: 5).
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi sasaran adalah seluruh
pelanggan café yang ada di Tasikmalaya, yang tidak diketahui jumlahnya.
3.2.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2007: 62). Jumlah pelanggan yang akan dijadikan sampel
penelitian ditetapkan sebanyak 400 orang, karena dianggap memadai untuk diolah
dengan menggunakan analisis multivariate (termasuk regresi) sesuai dengan yang
disarankan oleh Hair et al. (1998: 605), yaitu antara 200 sampai dengan 400
orang.
Teknik sampling yang digunakan adalah convenience purposive sampling
atau judgment sampling, yaitu mengambil sejumlah pelanggan yang mudah
ditemui (convenience) dan memenuhi kriteria-kriteria (purposive) tertentu untuk
dijadikan sampel (Singarimbun & Effendi, 2005:155).
Adapun kriteria yang ditetapkan yaitu:
1. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan dan berdomisili di Tasikmalaya
42
2. Usia pelanggan minimal 18 tahun.
3. Pelanggan melakukan repurchase /pembelian kembali (minimal dua kali
melakukan transaksi).
3.2.4 Pengukuran Data
Semua data penelitian diukur dengan menggunakan skala interval, yaitu
skala yang mempunyai jarak (interval) yang sama pada semua tingkat (rank)
dengan suatu atribut yang hendak diukur (Malhotra, 2005: 278).
Metode penyusunan skala menggunakan skala Likert 5 point, yang lazim
disebut a five point Likert Scale, mulai dari skala 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai
dengan skala 5 (Sangat Setuju).
3.2.5 Rancangan Analisis Data dan Uji Hipotesis
3.2.5.1 Teknik Pengujian Data
1. Uji Validitas
Uji Validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu instrumen
pengukuran yang digunakan, artinya mampu mengungkapkan apa yang akan
diukur. Pengujian validitas akan menggunakan Corrected Indicator – Total
Correlation pada output SPSS versi 16, untuk menu Reliability Analysis. Jika
nilainya > 0,30 (Gozali, 2005), maka disimpulkan butir pertanyaan valid atau
sahih. Dan jika ada butir tidak valid dapat direvisi atau dibuang.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas dari suatu skor (skala
pengukuran). Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat
43
pengumpulan data yang digunakan konsisten dalam mengungkapkan fenomena
tertentu dari sekelompok individu meskipun dilakukan dalam kurun waktu yang
berbeda. Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara
berulang-ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data cenderung
tidak berbeda.
Uji reliabilitas akan dilakukan dengan menggunakan metode Cronbachs’s
Alpha dengan program SPSS versi 16. Variabel-variabel pertanyaan dikatakan
reliabel apabila r-alpha > 0,60 (Hair et al.,1998:118). Variabel-variabel yang tidak
reliabel perlu diuji coba ulang.
3.2.5.2 Alat analisis
Dalam penelitian ini terdapat enam variabel, dimana lima variabel
merupakan variabel bebas/variabel independen (Independent Variable) yakni
brand image (X1), service quality (X2), product quality (X3), price (X4), dan
situational factors (X5) serta satu variabel lainnya merupakan variabel
terikat/variabel dependen (Dependent Variable) yaitu kepuasan pelanggan (Y).
Teknik yang digunakan adalah analisis regresi berganda, yang
diterjemahkan dalam sebuah diagram berikut ini:
ε
X1
X2
YX3
ρYε
ρYX1
ρYX2
ρYX3
44
Gambar 3.1Struktur Lengkap Regresi Ganda
Rancangan pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Persamaan Regresi Ganda
Merupakan alat analisis untuk mengukur keadaan variabel dependen bila
terdapat dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor
dengan model persamaan sebagai berikut:
Y=a+b 1 X 1+b2 X 2+b3 X 3+b 4 X 4+b 5 X 5+е
Keterangan:Y = variabel dependen (kepuasan pelanggan)X1 = variabel independen (brand image)X2 = variabel independen (service quality)X3 = variabel independen (product quality)X4 = variabel independen (price)X5 = variabel independen (situational factors)a = nilai Y jika X=0 (harga konstan)b = angka arah atau koefisien regresiе = kesalahan baku estimasi regresi
2. Analisis Korelasi Ganda
Adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui arah dan kuatnya
hubungan antara dua variabel independen atau lebih secara simultan
dengan satu variabel dependen. Menghitung korelasi ganda
mempergunakan program aplikasi SPSS Versi 16.
X5
X4ρYX4
ρYX5
45
Untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan (r) antara variabel independen
dengan variabel dependen dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut:
Tabel 3.2Pedoman untuk Memberikan Interpretasi
Terhadap Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2007: 183)
3. Analisis Koefisien Determinasi
Merupakan pengkuadratan dari nilai korelasi (r2). Analisis ini digunakan
untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen yang dinyatakan dalam persentase. Rumus yang
digunakan adalah:
Kd = r2 x 100% (Sugiyono, 2007: 229)
Dimana:
Kd = koefisien determinasi
46
r2 = koefisien korelasi dikuadratkan
3.2.5.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis akan dimulai dengan penetapan hipotesis operasional,
penetapan signifikansi, uji signifikansi, kaidah keputusan dan penarikan
kesimpulan.
a. Penetapan hipotesis operasional
Ho : ρ = 0 Brand image, service quality, product quality, price, dan
situational factors secara simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan pelanggan
Ha : ρ ≠ 0 Brand image, service quality, product quality, price, dan
situational factors secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan pelanggan
Ho : ρ = 0 Brand image tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pelanggan
Ha : ρ ≠ 0 Brand image berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pelanggan
Ho : ρ = 0 Service quality tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan pelanggan
Ha : ρ ≠ 0 Service quality berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pelanggan
Ho : ρ = 0 Product quality tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan pelanggan
47
Ha : ρ ≠ 0 Product quality berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pelanggan
Ho : ρ = 0 Price tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pelanggan
Ha : ρ ≠ 0 Price berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan
Ho : ρ = 0 Situational Factors tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan pelanggan
Ha : ρ ≠ 0 Situational Factors berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan pelanggan
b. Penetapan Signifikansi
Tingkat keyakinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar
95% dengan taraf nyata 5% (α = 0,05). Hal ini sering digunakan dalam
ilmu sosial.
c. Uji Signifikansi
Untuk mengetahui korelasi antara variabel independen secara simultan
terhadap variabel dependen ini signifikan atau tidak digunakan uji F, dan
secara parsial digunakan uji t. Pengujian akan dilakukan dengan program
aplikasi SPSS versi 16.
d. Kaidah keputusan
Secara Simultan
Terima Ho (Tolak Ha) jika F hitung ≤ F tabel atau Sig. ρ > 0,05
Tolak Ho (Terima Ha) jika F hitung > F tabel atau Sig. ρ < 0,05
Secara Parsial
48
Terima Ho (Tolak Ha) jika: -t½α ≤ t hitung ≤ t½α atau Sig. ρ > 0,05
Tolak Ho (Terima Ha) jika: t hitung < -t½α atau t hitung > t½α atau Sig.ρ
< 0,05
e. Penarikan Kesimpulan
Dari hasil analisis tersebut akan ditarik kesimpulan apakah hipotesis yang
ditetapkan dapat diterima atau tidak berdasarkan kaidah keputusan di atas.