24
RUM AH SAKIT PUSAT PERTAM INA (R S P P ) SURAT KEPUTUSAN No. Kpts- /B00000/2013-S0 TENTANG KEBIJAKAN AKSES KE PELAYANAN DAN KONTINUITAS PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA DIREKTUR RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Pusat Pertamina, maka diperlukan penyelenggaraan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan b. Bahwa agar Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Pusat Pertamina sebagai landasan bagi penyelenggaraan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan Kebijakan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Pusat Pertamina. Mengingat : 1. Akta PENDIRIAN Perseroan Terbatas RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA No. 30 tanggal 21 Oktober 1997 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Sulami Mustofa, SH di Jakarta dan telah mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman RI berdasarkan Kep. MenKeh No. C2 – 18 HT.01.01.Th.98 tanggal 12 Januari 1998. 2. Akta Pernyataan Keputusan rapat PT RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA No. 8 tanggal 15 Januari 2002 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Sulami Mustofa, SH di Jakarta. 3. Surat Keputusan Direktur Utama PT RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA No. Kpts P-1102/RS000/2001-S8 tanggal 12 Desember 2001 tentang Pengangkatan Direktur RSPP.

01.ACC - SK KEBIJAKAN.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GHJGG

Citation preview

SURAT KEPUTUSAN

No. Kpts- /B00000/2013-S0

TENTANG

KEBIJAKAN AKSES KE PELAYANAN DAN KONTINUITAS PELAYANAN

DI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA

DIREKTUR RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA

Menimbang

:

a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Pusat Pertamina, maka diperlukan penyelenggaraan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan

b. Bahwa agar Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Pusat Pertamina sebagai landasan bagi penyelenggaraan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina

c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan Kebijakan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Pusat Pertamina.

Mengingat

:

1. Akta PENDIRIAN Perseroan Terbatas RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA No. 30 tanggal 21 Oktober 1997 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Sulami Mustofa, SH di Jakarta dan telah mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman RI berdasarkan Kep. MenKeh No. C2 18 HT.01.01.Th.98 tanggal 12 Januari 1998.

2. Akta Pernyataan Keputusan rapat PT RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA No. 8 tanggal 15 Januari 2002 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Sulami Mustofa, SH di Jakarta.

3. Surat Keputusan Direktur Utama PT RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA No. Kpts P-1102/RS000/2001-S8 tanggal 12 Desember 2001 tentang Pengangkatan Direktur RSPP.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN.....

-2-

M E M U T U S K A N

Menetapkan

:

PERTAMA

:

Keputusan Direktur Rumah Sakit Pusat Pertamina tentang kebijakan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan.

KEDUA

:

Kebijakan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

KETIGA

:

Kebijakan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam menyelenggarakan Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina.

KEEMPAT

:

SuratKeputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkandenganketentuanbahwahal-hal yang belumcukupdiaturdalam keputusan ini, akan ditetapkan kemudian

Ditetapkan di: Jakarta

Pada tanggal:01Juli2013

RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA

Direktur,

dr. Musthofa Fauzi, Sp. An

(SK. DirekturNo. Kpts- /B00000/2013-S0Tanggal 01 Juli 2013)

(LampiranSuratKeputusanNo. Kpts- /B00000/2013-S0)

KEBIJAKAN AKSES KE PELAYANAN DAN KONTINUITAS PELAYANAN

DI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA

KEBIJAKAN UMUM RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA

1. Setiap pasien yang menerima pelayanan kesehatan rawat jalan dan atau rawat inap di Rumah Sakit Pusat Pertamina didasarkan pada identifikasi kebutuhan perawatan kesehatan mereka dan misi dari rumah sakit serta sumber daya yang ada.

2. Untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai misi dan sumber daya yang tersedia tergantung pada informasi, kondisi dan kebutuhan pasien yang diperoleh melalui proses skrining sejak kontak pertama dengan petugas kesehatan.

3. Proses skrining terdiri dari tiga kriteria, penilaian secara visual, atau hasil dari pemeriksaan fisik, laboratorium, psikologi atau dari hasil pencitraan yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

4. Skrining dapat terjadi di sumber perujuk, selama berada di dalam transportasi darurat, atau ketika pasien tiba.

5. Keputusan untuk merawat, merujuk, atau pemindahan hanya ketika hasil skrining sudah ada.

6. Pasien yang dipertimbangkan untuk menjadi pasien rawat inap ataupun didaftarkan sebagai pasien rawat jalan hanya bila rumah sakit dapat memberikan pelayanan perawatan yang dibutuhkan oleh pasien.

KEBIJAKAN KHUSUS RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA

Saat Pasien Masuk Ke RS Pusat Pertamina

1. Setiap pasien yang masuk Rumah Sakit Pusat Pertamina dapat melalui Instalasi Gawat Darurat dan Rawat Jalan.

2. Rumah Sakit Pusat Pertamina tidak dapat menerima pasien-pasien tertentu dengan diagnosa medis severe acute respiratory syndrome (SARS), psikotik akut, flu burung (avian influenza) dan rabies. Jika pasien tersebut terlanjur sudah ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, maka akan ditangani kedaruratannya kemudiandi rujuk ke RS yang mampu melayaninya.

3. Setiap pasien yang masuk Rumah Sakit Pusat Pertamina sejak kontak pertama harus dilakukan registrasi dan skrining baik di dalam maupun di luar rumah sakit untuk menyesuaikan kebutuhan dan kondisi pasien dan apakah kebutuhan pasien bisa terpenuhi sesuai dengan misi dan sumber daya yang dimiliki rumah sakit sebelum didaftarkan sebagai pasien rawat jalan atau rawat inap.

4. Skrining dilakukan disemua pintu masuk dengan MetodeTriage di UGD, evaluasi visual, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, psikologis, hasil pencitraan, review dokumen medis baik dari RS asal rujukan, selama transportasi menuju RS rujukan ataupun saat datang di RS Pusat Pertamina.

5. Metode Triage menggunakan proses Evidence-Based Triage (berbasis bukti empiris). Kategori berdasarkan warna.

4.1 Warna Merah (segera-immediate/prioritas tertinggi)merupakan kondisi gawat darurat artinya terancam jiwa atau anggota badannya (akan menjadi cacat), jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Contoh: Tension Pneumothorax,distresspernafasan (RR 3 detik,Nadi : kuat, Frekuensi : < 40 x/menit dan > 150 x/menit, TD < 90 mmHg dan >170 mmHg, Respirasi :> 35 x/menit dan 38 derajat cesius, Skala Nyeri : 4 10,GCS < 13

Indikasi rawat sesuai dengan indikasi masuk ICU/SU/BU.

Indikasi sosial atau atas permintaan sendiri/keluarga

5.2 Kriteria pasien dipulangkan:

Tanda vital : Capilari Revill Time< 3 detik, Nadi : kuat, Frekuensi : >40 x/menit dan 90 mmHg dan < 170 mmHg, Respirasi :< 35 x/menit dan >12 x/menit, Suhu > 36 derajat Celsius dan < 37 derajat cesius, Skala Nyeri : 0 3, GCS 15.

Klinis: keluhan membaik, atau hilang.

7. Pasien dengan kebutuhan mendesak atau darurat diberikan prioritas utama untuk dilakukan pemeriksaan dan perawatan.

8. Seluruh petugas di rumah sakit harus dapat memberikan Bantuan Hidup Dasar untuk seluruh pengunjung/ pasien yang memerlukan.

9. Pasien yang dipertimbangkan untuk menjadi pasien rawat inap ataupun didaftarkan sebagai pasien rawat jalan hanya bila rumah sakit dapat memberikan pelayanan perawatan yang dibutuhkan oleh pasien.

10. Pasien yang membutuhkan pelayanan paliatif, kuratif, rehabilitatif harus diprioritaskan berdasarkan kondisi pasien saat masuk sebagai pasien rawat inap.

11. Mengatasi kebutuhan klinis pasien atau ketika ada periode menunggu dan penundaan diagnosa dan atau layanan pengobatan harus dilakukan re-asessment.

12. Pasien rawat jalan dan pasien rawat inap diberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan.

13. Untuk pasien dari IGD yang akan masuk rawat, namun ruang rawat penuh/ pasien menolak di rujuk/ pasien menolak naik atau turun kelas perawatan, maka pasien tersebut diinapkan sementara di IGD maksimal 1 x 24 jam. Jika dalam batas waktu tersebut ruang rawat masih juga belum tersedia maka pasien ditempatkan di boarding room sampai ruang rawat tersedia.

14. Pada saat masuk sebagai pasien rawat inap, pasien dan keluarga akan diberikan informasi mengenai rencana perawatan yang akan diberikan, hasil yang diharapkan dari perawatan tersebut, perkiraan biaya perawatan untuk pasien dan lama perawatan.

15. Proses memasukan atau memindahkan pasien dari satu unit ke unit lain yang lebih intensif berdasarkan kriteria yang ada.

A. KRITERIA MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF

1. Model Diagnosa Masuk Ruang ICU

Sistem jantung dan pembuluh darah

Akut myocard infark dengan komplikasi

Shock kardiogenik

Aritmia kompleks yang membutuhkan pemantauan dan intervensi ketat

Jantung kongestif akut dengan kegagalan pernafasan dan membutuhkan support hemodinamik

Hypertensi emergency

Unstable angina dengan disritmia, hemodinamik tidak stabil dan nyeri dada yang menetap

Pasca cardiac arest

Tamponade jantung dengan hemodinamik tidak stabil

Diseksi aneurisma aorta

Total blok jantung

Sistem pernafasan

Gagal nafas akut yang membutuhkan bantuan ventilator

Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil

Batuk darah masif

Gagal nafas dan membutuhkan intubasi.

Sistem Persarafan

Stroke akut dengan gangguan penurunan kesadaran

Koma metabolik, keracunan maupun anoxic

Perdarahan intrakranial dengan potensi terjadi herniasi

Perdarahan subarachnoid akut

Meningitis dengan kesadaran menurun

GBS dengan gangguan kesadaran dan pernafasan

Myastenia Gravis dengan gangguan kesadaran dan pernafasan

Status epilepsi

Vasospasme

Cedera kepala berat

Pemberian obat dan overdosis obat

Pemberian obat pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil

Pemberian obat dengan status perubahan mental yang signifikan dengan potensi jalan nafas tidak adekuat

Pemberian obat pada pasien dengan kejang

Sistem pencernaan

Perdarahan saluran cerna disertai hypotensi, angina, perdarahan masif atau risiko kematian

Gagal hati

Pankreatitis berat

Perforasi oesopagus dengan atau tanpa mediastinitis.

Sistem endokrin

Komplikasi ketoasidosis diabetik dengan hemodinamik tidak stabil, perubahan status mental, kegagalan pernafasan dan asidosis berat

Struma tyroid atau koma miksudema dengan hemodinamik tidak stabil.

Status hyperosmolar dengan koma dan atau hemodinamik tidak stabil

Krisis adrenal dengan hemodinamik tidak stabil

Hypercalsemia berat dengan perubahan status mental yang membutuhkan pemantauan hemodinamik ketat

Hypo atau hypernatremia dengan kejang atau perubahan status mental

Hypo atau hypermagnesemia dengan gangguan hemodinamik dan disritmia

Hypo atau hyperkalemia dengan disritmia dan kelemahan otot

Hypopospatemia dengan kelemahan otot.

Pembedahan

Pasca bedah yang membutuhkan pemantauan hemodinamik ketat atau membutuhkan support ventilasi mekanik

Lain-lain

Shock septik dengan hemodinamik tidak stabil

Monitoring hemodinamik ketat

Kondisi klinis yang membutuhkan perawatan intensif

Trauma lingkungan (luka bakar, hypo/hypertermia,tenggelam)

Terapi percobaan yang berpotensi menimbulkan komplikasi.

1. Model Parameter Terukur

Vital sign

Denyut nadi < 40 atau > 150 kali permenit

Tekanan sistolik < 80 atau 20 mmHg dibawah tekanan biasanya

Tekanan arteri rata-rata 120 mmHg

Laju pernafasan >35 x/menit.

Nilai laboratorium

Natrium 170 mEq/L

Kalium 7.0 mEq/L

PaO2 < 50 mmHg

Ph 7.7

Gula Darah > 800 mg/Cl

Kalsium >15 mg/Cl

Tingkat ureum dan kreatinin yang berpengaruh pada perubahan status mental dan hemodinamik.

Radiografi/USG/Tomografi

Perdarahan serebral, kontusio atau perdarahan sub arachnoid dengan perubahan status mental dan gangguan neurologi

Rupture visera, kandung kemih, varises esofagus atau uterus dengan hemodinamik tidak stabil

Diseksi aneurisma aorta

Kelainan fisik

Pupil anisokor pada pasien tidak sadar

Luka bakar >10%

Anuria

Obstruksi jalan nafas

Coma

Kejang berulang

Sianosis

Tamponade jantung

2. Model Skala Prioritas Prioritas 1Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti dukungan/ bantuan ventilasi, infus obat-obatan vasoaktif kontinyu dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain: pasca bedah kardiotoraksik, atau pasien pasca shock septik. Pasien prioritas 1 umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang diterimanya. Prioritas 2Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari unit intensif. Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya, mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah. Prioritas 3Pasien ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ruang intensif. Contoh pasien ini antara pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan nafas, atau pasien penyakit jantung, paru terminal disertai komplikasi penyakit akut bera. Terapi pasien prioritas 3 hanya untuk mengatasi penyakit akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner. PengecualianDengan pertimbangan dan atas persetujuan kepala ruang intensif, beberapa golongan pasien bisa dikecualikan untuk dirawat di ICU. Namun perlu diingat bahwa pasien demikian bila perlu harus bisa dikeluarkan dari ruang intensif agar fasilitas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2 dan 3.Pasien yang tergolong demikian antara lain:1) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati otak. Pasien-pasien seperti itu dapat dimasukan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya untuk kepentingan donor organ.2) Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi perawatan yang aman saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah DNR (Do Not Resuscitate). Sebenarnya pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ruang intensif untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.3) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.4) Pasien yang secara fisiologis stabil dan secara statistik berisiko rendah untuk memerlukan terapi intensif. Contoh-contoh pasien kelompok ini antara lain pasien pasca bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetik ketoasidosis tanpa komplikasi, keracunan obat tetapi sadar atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien semacam ini lebih disukai dimasukan ke satu unit intermediate untuk terapi definitif dan/ atau observasi.3. Indikasi masuk ICU Anak Bayi dengan gangguan hemodinamik Apnoe Gawat nafas sedang atau berat yang memerlukan CPAP atau ventilasi mekanik Bayi baru lahir sangat rendah 15 mg/Cl

Tingkat ureum dan kreatinin yang berpengaruh pada perubahan status mental dan hemodinamik.

Radiografi/USG/Tomografi

Perdarahan serebral, kontusio atau perdarahan subarachnoid dengan perubahan status mental dan gangguan neurologi

Rupture visera, kandung kemih, varises esofagus atau uterus dengan hemodinamik tidak stabil

Diseksianeurisma aorta

Kelainan fisik

Pupil anisokor pada pasien tidak sadar

Luka bakar >10%

Anuria

Obstruksi jalan nafas

Coma

Kejang berulang

Sianosis

Tamponade jantung

Indikasi masuk ICU Anak:

Bayi dengan gangguan hemodinamik

Apnoe

Gawat nafas sedang atau berat yang memerlukan CPAP atau ventilasi mekanik

Bayi baru lahir sangat rendah