16
Modul-3 Hal-1 PSEA 03-Analisis Rangkaian AC MODUL-03 ANALISIS RANGKAIAN AC Tujuan: Setelah mengikuti perkuliahan dengan pokok bahasan ini, mahasiswa akan dapat memahami konsep dasar dan dapat melakukan analisis rangkaian listrik AC. Materi: 1. Gelombang AC 2. Diagram Phasor 3. Resistansi dan Reaktansi Komponen LRC 4. Rangkaian Kombinasi LRC 5. Resonansi Rangkaian LRC Perbedaan mendasar antara rangkaian listrik AC dan DC adalah bagaimana tegangan atau arus listrik tersebut dibangkitkan, baik oleh sumber rangkaian (catu daya) maupun oleh sinyal masukan. Pada rangkaian DC, sumber listriknya adalah searah dan tidak mempunyai frekuensi, sedangkan pada rangkaian listrik AC sumber listriknya adalah bolak-balik (umumnya periodik) dan mempunyai frekuensi. Sehingga bahasan respon frekuensi pada rangkaian listrik AC menjadi sangat penting. 3.1 GELOMBANG AC Umumnya arus AC mempunyai polaritas yang selalu berubah secara periodik. Polaritasnya berubah dari positif ke negatif dan sebaliknya dalam satu siklus yang dinamakan satu periode (T), sehingga bentuk gelombang AC didefinisikan sebagai gelombang yang besar dan arahnya selalu berubah. Suatu fungsi AC murni, baik itu catu daya ataupun sinyal umumnya direpresentasikan sebagai bentuk gelombang sinus sebagai berikut: ) ( sin ) ( t V t V m (3.1) dimana m V adalah amplitudo gelombang, f 2 adalah frekuensi anguler, dan adalah pergeseran fase dari titik origin (lihat gambar 3.1). Karakteristik utama dari Gelombang/Sinyal AC murni adalah sebagai berikut: Periode (T), adalah waktu yang diperlukan untuk terjadi satu siklus gelombang penuh (dinyatakan dalam detik). Untuk gelombang sinus, istilah lain yang sering digunakan adalah Periodic Time (waktu periodik), untuk gelombang kotak (square waves) digunakan istilah Pulse Width (lebar pulsa). Frekuensi (ƒ), banyaknya gelombang yang terjadi selama waktu satu detik, dan dinyatakan dengan satuan Hertz (Hz). Frekuensi adalah kebalikan dari periode.

03-Analisis Rangkaian AC.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

materi eldas Pak Didiek

Citation preview

Modul-3 Hal-1

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

MODUL-03

ANALISIS RANGKAIAN AC

Tujuan:

Setelah mengikuti perkuliahan dengan pokok bahasan ini, mahasiswa akan

dapat memahami konsep dasar dan dapat melakukan analisis rangkaian listrik

AC.

Materi:

1. Gelombang AC

2. Diagram Phasor

3. Resistansi dan Reaktansi Komponen LRC

4. Rangkaian Kombinasi LRC

5. Resonansi Rangkaian LRC

Perbedaan mendasar antara rangkaian listrik AC dan DC adalah bagaimana

tegangan atau arus listrik tersebut dibangkitkan, baik oleh sumber rangkaian (catu

daya) maupun oleh sinyal masukan. Pada rangkaian DC, sumber listriknya adalah

searah dan tidak mempunyai frekuensi, sedangkan pada rangkaian listrik AC sumber

listriknya adalah bolak-balik (umumnya periodik) dan mempunyai frekuensi. Sehingga

bahasan respon frekuensi pada rangkaian listrik AC menjadi sangat penting.

3.1 GELOMBANG AC Umumnya arus AC mempunyai polaritas yang selalu berubah secara periodik.

Polaritasnya berubah dari positif ke negatif dan sebaliknya dalam satu siklus yang

dinamakan satu periode (T), sehingga bentuk gelombang AC didefinisikan sebagai

gelombang yang besar dan arahnya selalu berubah. Suatu fungsi AC murni, baik itu

catu daya ataupun sinyal umumnya direpresentasikan sebagai bentuk gelombang

sinus sebagai berikut:

)(sin)( tVtV m (3.1)

dimana mV adalah amplitudo gelombang, f 2 adalah frekuensi anguler, dan

adalah pergeseran fase dari titik origin (lihat gambar 3.1).

Karakteristik utama dari Gelombang/Sinyal AC murni adalah sebagai berikut:

Periode (T), adalah waktu yang diperlukan untuk terjadi satu siklus gelombang

penuh (dinyatakan dalam detik). Untuk gelombang sinus, istilah lain yang

sering digunakan adalah Periodic Time (waktu periodik), untuk gelombang

kotak (square waves) digunakan istilah Pulse Width (lebar pulsa).

Frekuensi (ƒ), banyaknya gelombang yang terjadi selama waktu satu detik,

dan dinyatakan dengan satuan Hertz (Hz). Frekuensi adalah kebalikan dari

periode.

Modul-3 Hal-2

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Amplitudo (A), adalah besaran atau simpangan maksimum sinyal, diukur dalam

volt atau amper.

t

y

0

y = A sin (t-)

y = A sin t

y = A sin (t+)

2

Gambar 3.1: Bentuk gelombang AC murni

Bentuk gelombang periodik yang sering digunakan dalam bidang elektronika

adalah gelombang sinusoidal. Namun demikian, yang perlu diingat bahwa bentuk

gelombang AC tidak selalu dalam bentuk sinus atau cosinus murni. Bentuk gelombang

AC dapat juga berupa gelombang kompleks yang lain seperti gelombang kotak

(square wave) atau gelombang segitiga (triangular wave). Gambar 3.2 menunjukkan

beberapa bentuk gelombang AC yang sering digunakan dalam bidang elektronika.

waktu

waktu waktu

waktu

Am

plit

ud

oA

mp

litu

do

Gelombang Sinus

Gelombang Segitiga Gelombang Kotak

Gelombang Kompleks

Gambar 3.2: Beberapa contoh gelombang periodik

Amplitudo

Seperti telah dijelaskan di depan, amplitudo adalah simpangan maksimum atau

puncak suatu gelombang. Istilah lain dalam bidang elektronika yang sering digunakan

untuk menyatakan amplitudo adalah Vmax (tegangan maksimum) atau Imax (arus

Modul-3 Hal-3

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

maksimum). Kedua nilai puncak tersebut diukur dari garis nol (zero baseline). Tidak

seperti pada tegangan atau arus DC, nilai tegangan dan arus AC selalu berubah

sepanjang waktu. Untuk gelombang AC murni, nilai amplitudo dalam satu siklus

adalah sama untuk positif dan negatif (+Vmax = - Vmin), tapi untuk bentuk gelombang

kompleks, nilai puncak maksimum belum tentu sama dengan nilai puncak minimum,

dan bisa sangat berbeda. Kadang-kadang nilai puncak dinyatakan dalam istilah peak-

to-peak (Vpp), artinya tegangan puncak maksimum-ke-puncak minimum.

Nilai Rata-rata

Nilai rata-rata dari gelombang sinus murni dalam satu siklus penuh adalah nol.

Hal ini karena bagian positif dan bagian negatif akan saling meniadakan. Untuk itu

definisi tegangan rata-rata adalah dihitung dalam setengah siklus, perhatikan gambar

3.3 di bawah ini.

t

V

0

V1

V2

V3

VN

Vmax

Vmin

Siklus positif

1 Periode

VRata-rata

Siklus positif

Gambar 3.3: Nilai rata-rata gelombang AC

Untuk mencari nilai rata-rata (dalam setengah siklus) pada gelombang AC

(non-sinusoidal), maka perlu dilakukan pencuplikan nilai amplitudo dalam setengah

siklus tersebut, selanjutnya dicari nilai-rata-ratanya secara matematik.

N

VVVV N

ratarata

...21 (3.2)

Sedangkan untuk gelombang sinus murni, secara analisis matematik nilai rata-ratanya

diberikan oleh:

max637,0 VxV ratarata (3.3)

Ninal RMS (Root Mean Square)-nilai efektif

Nilai rata-rata gelombang AC tidaklah sama dengan nilai-rata gelombang DC,

hal ini karena gelombang AC selalu berubah terhadap waktu. Jika ditinjau dari

“heating effect” dalam hal konsumsi daya listriknya (diberikan oleh P=I2R), akan

Modul-3 Hal-4

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

selalu berubah. . Nilai ekivalen untuk gelombang AC yang sama dengan gelomang DC

dalam hal mengkonsumsi daya dinamakan sebagai “nilai efektif”. Nilai efektif

gelombang AC adalah sama dengan (I2R), artinya nilai daya adalah proporsional

dengan kuadrat arus. Oleh karena itu, arus efektif sebuah gelombang AC disebut

sebagai nilai “Root Mean Squared (RMS)”. Nilai RMS inilah yang setara dengan nilai

ekivalen DC.

Nilai RMS gelombang AC dinyatakan sebagai berikut:

N

VVVV N

RMS

22

2

2

1 ... (3.4)

Sedangkan untuk gelombang sinus murni, secara analisis matematik nilai RMS

diberikan oleh:

maxmax 707,02

1VxVxVRMS (3.5)

Definisi Form Factor dan Crest Factor

Walaupun jarang digunakan, istilah Form Factor dan Crest Factor dapat

digunakan untuk memberikan informasi tentang bentuk gelombang AC secara aktual.

Form Factor adalah rasio antara nilai rata-rata dengan nilai RMS-nya, diberikan oleh:

rataRata

RMS

V

VFactorForm

(3.6)

Untuk Gelombang Sinus murni

11,1637,0

707,0

max

max xV

xVFactorForm (3.7)

Sedangkan Crest Factor adalah rasio antar nilai RMS dengan nilai puncak, yakni:

RMSV

VFactorCrest max (3.8)

Untuk gelombang sinus murni Crest Factor=1,414.

3.2 DIAGRAM PHASOR Diagram phasor digunakan untuk menyatakan fase gelombang dalam bentuk

vektor rotasi. Ini dapat digunakan untuk menggantikan istilah “mendahului” atau

“meninggalakan” antara gelombang satu terhadap lainnya. Perhatikan gambar 3.4 di

bawah ini. Pada gambar tersebut, sinyal tegangan V mendahului arus I sebesar 30

derajat. Dalam diagram phasor ini bisa dinyatakan seperti pada gambar 3.4b.

Modul-3 Hal-5

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Tegangan, V

Arus, I

30o

2

Tertinggal

V = Vm sin (t)

I = Im sin (t-)

Gambar 3.4: Beda fase V dan I

Diagram phasor dapat dinyatakan dalam bentuk bilangan kompleks rectanguler (S-

plane), atau dalam bentuk polar, seperti pada gambar 3.5.

Sumbu Real Positif

Su

mb

u Im

ajin

er

Po

sitif

Z=6+j4

AZ

(a) (b)

Gambar 3.5: Diagram Phasor dalam bentuk (a) S-Plane dan (b) Polar

Konversi polar ke rectanguler dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

misalkan

AZ (bentuk polar) (3.9)

maka cosAx dan sinAy

sehingga

jyxZ (bentuk rectanguler, S-plane) (3.10)

Jika persamaan (3.10) ditransformasi lagi ke bentuk polar, maka

22 yxA dan )/(tan 1 xy (3.11)

Modul-3 Hal-6

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Aturan penting lainnya dalam diagram polar, diantaranya adalahoperasi perkalian dan

pembagian.

Misal 111 AZ dan 222 AZ

maka:

)()( 212121 AAZZ (3.12)

)( 21

2

1

2

1

A

A

Z

Z (3.14)

Bentuk eksponensial dari )sin(cos jAjyxAZ adalah:

jAeZ (bentuk eksponensial) (3.15)

3.3 RESISTANSI DAN REAKTANSI KOMPONEN L-R-C

Pada modul sebelumnya kita telah diskusikan respon V-I pada catu daya atau

sinyal DC. Pada bahasan kali ini kita akan mendiskusikan respon komponen LRC ketika

diberi arus atau tegangan AC.

RESISTANSI AC

Gambar 3.6: Resistansi AC

Gambar 3.6 adalah suatu rangkaian AC dengan resistor tunggal. Respon V-I rangkaian

ini dapat dianalisis sebagai berikut:

Misal tj

mt eVV )(

Maka tegangan di terminal positif resistor R adalah

tj

mttR eVVV )()( (3.16)

dari hukum Ohm, arus yang mengalir pada R adalah:

R

Ve

R

VI

tRtjmtR

)(

)( (3.17)

Sehingga

Modul-3 Hal-7

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

tj

mtR eII )( dimana R

VI m

m (3.18)

Ini artinya arus yang mengalir pada resistansi R mempunyai fase yang sama dengan

tegangannya, dan besarnya arus maksimum adalah sama dengan tegangan maksi-

mum dibagi dengan besarnya R (lihat gambar 3.7). Dalam nilai RMS, ini diberikan

oleh:

2

mRMS

II amper (3.19)

2

. mRMS

IRV volt (3.20)

Pada rangkaian AC, formulasi V/I tidak disebut sebagai Resistansi, namu sebagai

“Impedansi”. Khusus untuk resistor murni nilai imdedansi sama dengan nilai

resistansinya, atau Z=R. Dalam bentuk kompleks, impedansi dari resistor murni R

dinyatakan dalam:

RjRZ 0 (3.21)

VR(t) = Vm sin (t)

)(sin tR

VI m R(t)

t

Gambar 3.7: Hubungan V-I untuk Resistor murni

INDUKTANSI AC

Gambar 3.8: Indukstansi AC

Pada rangkaian gambar 3.8, besarnya tegangan di titik L adalah:

Modul-3 Hal-8

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

tj

mttL eVVV )()( (3.22)

Jika arus melewati komponen induktor L, maka:

t

tLtL dtVL

I0

)()(

1 (3.23)

sehinggga

)(

0

)(

11tL

tj

m

t

tj

mtL VL

jeV

LjdteV

LI

(3.24)

Jadi untuk rangkaian induktif murni, selisih arus terhadap tegangan adalah (-j) atau

arus tertunda sebesar 90o terhadap tegangan. Nilai fLL 2 disebut sebagai

reaktansi induktif dari komponen L.

Besarnya arus maksimum adalah:

L

VI m

m

(3.25)

Gambar 3.9: Hubungan V-I untuk Induktor murni

Dalam diagram phasor

0

90

L

LL

I

VX (3.26)

90900 ZLjXLjX LL (3.27)

Kapasitansi AC

Gambar 3.10: Kapasitansi AC

Modul-3 Hal-9

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Pada rangkaian gambar 3.10, besarnya tegangan pada kapasitor adalah:

tj

mttC eVVV )()( (3.28)

Arus yang melewati komponen kapasitor C:

dt

dVCI

tC

tC

)(

)( (3.29)

sehinggga

)()( )()(

tCmm

tC CVjeVCjdt

eVdCI tj

tj

(3.30)

fCCI

VXZ

C

CCC

2

11 (3.31)

Jadi untuk rangkaian kapasitif murni, selisih arus terhadap tegangan adalah (+j) atau

arus mendahului sebesar 90o terhadap tegangan. Nilai )2/1()/1( fCC disebut

sebagai reaktansi kapasitif dari komponen C.

Besarnya arus maksimum adalah:

mm CVI (3.32)

Ic

Vc

Gambar 3.11: Hubungan V-I untuk Kapasitor murni

9090

0

Z

I

VX

C

CC (3.26)

909001

0 ZLL

j

CjXC

(3.27)

Modul-3 Hal-10

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

3.4 RANGKAIAN KOMBINASI L-R-C

Kombinasi RL Seri

Gambar 3.12: Rangkaian kombinasi RL seri dan diagram vektornya

Dari gambar di atas, dapat diturunkan beberapa persaman sebagai berikut:

222

LR VVV (3.28)

222222 ).().( LLLR XRIXIRIVVV (3.29)

Jadi

22

LXR

VI

(3.30)

Nilai 22

LXR merupakan kuantitas impedansi total dari rangkaian RL seri. Jika

dinyatakan dalam bentuk bilangan kompleks:

LjRjXRZ LT (3.31)

Besarnya arus yang melewati rangkaian dapat dihitung:

j

m

T

eVLjRZ

VI

1 (3.32)

Modul-3 Hal-11

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Kombinasi RC Seri

Gambar 3.13: Rangkaian kombinasi RC seri dan diagram vektornya

Dengan cara yang sama seperti di atas, didapatkan:

22222 ).().( CCR XIRIVVV (3.33)

2222

CCR XRIVVV (3.34)

22

CXR

VI

(3.35)

Nilai 22

CXR merupakan kuantitas impedansi total dari rangkaian RC seri. Jika

dinyatakan dalam bentuk bilangan kompleks:

C

jRZT

(3.36)

Besarnya arus yang melewati rangkaian dapat dihitung:

j

m

T

eV

C

jR

Z

VI

1

(3.37)

Modul-3 Hal-12

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Kombinasi RLC Seri

Gambar 3.13: Rangkaian kombinasi RLC seri dan diagram vektornya

Menurut KVL:

C

Q

dt

dILIRVVVV CLRS (3.38)

Analisis vektor rangkaian ini (dari vektor individunya):

222 )( CL VVVV

RS (3.39)

22 )( CLS VVVV

R (3.40)

2222 )()..().( CLLS XXRIXIXIRIV C (3.41)

Maka

22 )( CL XXR

I

VZ (3.42)

Dalam bentuk phasor, impedansi Z adalah:

)1

(1

CLjR

LjLjRZ

(3.43)

Nilai atau magnitudo dari impedansi ini adalah:

2

2 1

CLRZ

(3.44)

Modul-3 Hal-13

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Rangkaian RLC Parallel

Gambar 3.14: Rangkaian kombinasi RLC paralel

Dalam penyelesaian rangkaian paralel, penggunaan admintansi lebih memudahkan

daripada impedansi. Untuk rangkaian di atas, besarnya impedansi kompleks dapat

dinyatakan dengan:

CL XXRZ

1111 (3.45)

Kondukstansi R

G1

(3.46)

Admintansi Z

Y1

(3.47)

Suseptansi Induktif LjX

BL

L

11 (3.48)

Suseptansi Kapasitif CjX

BC

C 1

(3.49)

Maka persamaan (3.45) dapat dinyatakan kembali sebagai:

)1

(111

LCj

RCj

LjRY

(3.50)

Sehingga magnitudo admintansi rangkaian RLC paralel adalah:

2211

LC

RY

(3.51)

atau magnitudo impedansinya:

22

11

11

LC

R

YZ

(3.52)

Modul-3 Hal-14

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

3.5 RESONANSI RANGKAIAN L-R-C Dalam rangkaian RLC, peristiwa resonansi terjadi jika reaktansi induktif (XL)

sama dengan reaktansi kapasitif (XC). Frekuensi yang bertepatan dengan kondisi ini

dinamakan sebagai frekuensi resonansi (fr).

Rangkaian Resonansi Seri

Lihat kembali rangkaian LRC seri pada gambar 3.13. Dalam rangkaian ini, jika

nilai-nilai:

XL > XC, maka rangkaian bersifat induktif

XC > XL, maka rangkaian bersifat kapasitif

Total reaktansi adalah:

XT = (XL - XC) atau XT = (XC – XL)

Total impedansi adalah:

22

TXRZ atau R+jXT

Frekuensi resonansi terjadi jika XL=XC. Dari yang sudah dijelaskan di depan, ini dapat

digambarkan seperti gambar 3.15 di bawah.

Bersifat InduktifBersifat Kapasitif

Frekuensi, f

Re

akta

nsi T

ota

l

Gambar 3.15: Kondisi resonansi rangkaian RLC seri

Syarat resonansi:

CL XX C

L

1

(3.53)

LC

12 LC

1

LCf

2

1 (3.54)

Modul-3 Hal-15

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Pada saat resonansi, reaktansi kapasitif dan induktif saling meniadakan, sehingga

reaktansi total sama dengan nol (XT=0). Ini berarti impedansi total rangkaian akan

berharga minimum, yaitu:

RXRZ T 22 (3.55)

Ketika impedansi rangkaian minimum, maka arusnya maksimum. Ini berarti daya

yang diserap oleh rangkaian adalah maksimum. Sehingga dapat dikatakan bahwa

pada peristiwa resonansi terjadi penyerapan daya oleh rangkaian secara maksimum.

Sudut fase pada rangkaian LRC seri dan peristiwa resonansi dapat dilihat pada

gambar 3.16 di bawah ini.

Gambar 3.16: Sudut fase pada rangkaian LRC seri

Bandwidth (lebar pita) frekuensi resonansi

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pada peristiwa resonansi akan terjadi

penyerapan daya maksimum oleh rangkaian. Besarnya daya yang diserap adalah

P = I2Z. Besarnya arus efektif (IRMS) didefinisikan sebagai 0,707 arus maksimum, atau

70,7%. Nilai ini kalau dinyatakan dalam dB adalah -3dB dari nilai maksimumnya.

Kalau ini ditarik garis mendatar pada grafik resonansi akan diperoleh gambar 3.17.

Dua frekuensi batas/pertemuan ini disebut sebagai half-power points.

Jika frekuensi bawah kita sebut fL dan frekuensi atas kita sebut fH, maka lebar

pita frekuensi (BW) didefinisikan sebagai:

LH ffBW (3.56)

dimana, nilainya dapat dihitung:

LCL

R

L

RL

1

22

2

(3.57)

LCL

R

L

RH

1

22

2

(3.58)

Modul-3 Hal-16

PSEA 03-Analisis Rangkaian AC

Frekuensi, f

Gambar 3.17: Bandwidth dari Rangkaian Resonansi LRC seri

Satu lagi besaran yang penting dalam hal ini, yakni Quality factor (Q). Quality

factor didefinisikan sebagai "sharpness" dari kurva resonansi, ini tidak lian adalah

magnitudonya. Q faktor adalah energi yang disimpan oleh rangkaian.

C

L

RBW

fQ r 1

(3.59)

Gambar 3.18: Quality factor (Q)