1 artikel 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wow

Citation preview

Pil Pahit Kenaikan Harga BBM, Dilema dan Efek Dominonya

KBRN, Jakarta: Kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi akan menimbulkan berbagai dampak, baik bagi pemerintah, pengusaha maupun seluruh masyarakat Indonesia.Pro dan kontra terhadap rencana Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi masih bergulir. Sinyal kenaikan harga BBM bersubsidi secara terbatas dan terukur telah cukup lama disampaikan pihak Pemerintah.Kebijakan ini tentu merupakan pil pahit bagi pemerintah maupun masyarakat, apakah pil ini dapat menyembuhkan dengan cepat atau lambat?Rencana pemerintah tersebut dapat dipastikan akan segera diumumkan setelah DPR RI menyetujui melalui voting Senin malam terhadap rancangan anggaran pendapatan dan belanja perubahan (RAPBN-P) 2013, utamanya guna memastikan kesiapan dana kompensasi atas dampak kenaikan harga BBM kepada rakyat miskin.

Belajar dari pengalaman masa lalu, tentunya pemerintah telah memperhitungkan secara cermat dampak yang akan terjadi bagi masyarakat miskin akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Siapapun yang menjadi Pemimpin pemerintahan di Indonesia tentu tidak bermaksud untuk menyengsarakan rakyatnya.Oleh karena itu, mekanisme yang tepat terkait apapun bentuk kompensasi yang akan diberikan harus dipersiapkan secara matang.

Dalam APBN-2013, kuota BBM bersubsidi ditargetkan sebesar 46 juta Kiloliter. Dengan tren konsumsi beberapa bulan terakhir, maka diperkirakan kebutuhan BBM bersubsidi akan melebihi kuota yang telah ditetapkan dalam APBN-2013.Periode Januari hingga Maret 2013 saja misalnya, realisasi konsumsi BBM bersubsidi telah mencapai 10,74 juta Kiloliter atau 6 persen melebihi target kuota yang telah ditentukan. Tingginya permintaan minyak domestik telah mendorong impor minyak mentah dalam beberapa waktu terakhir.BPS merilis impor minyak mentah bulan Maret 2013 misalnya mencapai 1,23 miliar dollar AS atau naik 65,57 persen dibanding Februari 2013 yang nilainya sebesar 744 juta dollar AS.

Berdasarkan APBN 2013 maka anggaran untuk total subsidi mencapai Rp317,2 triliun, sementara untuk subsidi BBM sendiri mencapai Rp193,8 triliun. Bila tidak dikendalikan maka total subsidi bisa mencapai Rp446,8 triliun, dan subsidi BBM saja bisa mencapai Rp297,7 triliun. Ini berarti, defisitnya bisa mencapai Rp353,6 triliun atau 3,83 persen dari produksi domestik bruto di atas batas aman yang ditentukan dalam UU Keuangan Negara.Oleh karena itu kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan suatu keniscayaan, mengingat kondisi fiskal tak lagi memungkinkan pemerintah mempertahankan harga subsidi BBM seperti sekarang ini. Kebijakan ini diambil mengingat lonjakan konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa waktu terakhir terus meningkat dan berdampak pada terganggunya kesehatan fiskal.Membesarnya defisit fiskal sebagai imbas dari lonjakan konsumsi BBM bersubsidi dipandang dapat mengancam tidak hanya kesehatan fiskal, namun juga berpotensi mengganggu ketahanan nasional. Konsumsi BBM bersubsidi selama ini juga dipandang tidak tepat sasaran, karena sekitar 70 persen dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu.Dengan menaikkan harga BBM secara terbatas dan terukur, alokasi anggaran subsidi dapat dialihkan bagi pembangunan infrastruktur dasar, kesehatan dan pendidikan serta berbagai program peningkatan kesejahteran kelompok masyarakat miskin sebagai pengejawantahan aspek keadilan dan pembangunan inklusif.Perdebatan pro dan kontra dalam pemberian dana kompensasi dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat hingga kini masih bergulir. Setidaknya ada lima dampak paling buruk sebagai akibat dari kenaikan harga BBM, yaitu pertama: bertambahnya jumlah masyarakat miskin sekitar 13,11 persen.Kita masih teringat bahwa Pengalaman kenaikan harga BBM pada tahun 2005 menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan hingga 17 persen, hal ini memberikan pelajaran berharga bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan berkontribusi pada inflasi, yang akan menggerus daya beli masyarakat miskin, sebab setiap kenaikan BBM subsidi 10 persen saja akan menyebabkan bertambahnya inflasi satu persen.

Dampak yang kedua adalah harga barang-barang semakin mahal, apalagi menjelang bulan Puasa dan Lebaran serta kebutuhan biaya sekolah.

Ketiga: daya beli masyarakat akan menurun.Guna tetap menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin diperlukan bentuk kompensasi untuk tetap menjaga daya belinya, melalui percepatan dan perluasan sejumlah perlindungan sosial paska kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi.

Kebijakan ini ditempuh sebagai refleksi dari komitmen pengejawantahan amanat konstitusi melalui pendistribusian kesejahteraan yang berkeadilan dan memprioritaskan upaya perlindungan bagi kelompok masyarakat miskin.

Dampak keempat adalah bertambahnya jumlah pengangguran, biaya produksi usaha akan meningkat memberatkan pengusaha, sehingga dikhawatirkan terjadi PHK.

Dampak yang kelima adalah jumlah usaha kecil akan menurun akibat mereka semakin terpukul dari penambahan beban biaya produksi.

Mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM serta sebagai bentuk proteksi terhadap masyarakat miskin, pemerintah berencana akan mengimplementasikan Percepatan dan Program Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dengan prinsip meningkatkan alokasi baik pada unit cost maupun pada jumlah sasaran.

Total kebutuhan dana yang diperlukan guna mendukung Percepatan dan Perluasan Program Perlindungan Sosial (P4S), yang perlu mendapatkan persetujuan DPR guna dialokasikan dalam APBN-P 2013, berkisar Rp 31 triliun, sebagai wujud keadilan bagi rakyat miskin sekaligus bentuk proteksi terhadap dampak kenaikan harga BBM.

P4S tersebut rencananya akan dielaborasi melalui empat skema, meliputi tiga program regular yakni Raskin, Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM), serta skema keempat yakni Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang akan diberikan selama lima bulan paska kenaikan harga BBM subsidi.

Urgensi pengendalian BBM bersubsidi merupakan faktor determinan terhadap upaya menciptakan kesehatan fiskal dan APBN, guna menjamin kontinuitas berbagai program peningkatan kesejahteraan rakyat, sehingga dibutuhkan visi bersama untuk segera merumuskan dan menyepakati solusi serta langkah kongkrit antisipasi terhadap dampak pengendalian BBM bersubsidi, dengan mengedepankan kepentingan nasional dan momentum yang ada.

Upaya peningkatan pengendalian subsidi BBM melalui kenaikan harga BBM dan proteksi terhadap rakyat miskin rakyat miskin, diharapkan akan dapat menciptakan kesehatan fiskal dan APBN serta keadilan bagi rakyat miskin, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan ketahanan ekonomi, ditengah ketidakpastian ekonomi global, serta yang tak kalah pentingya adalah semakin meningkatnya alokasi pembiayaan berbagai program peningkatan kesejahteraan rakyat melalui perluasan pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan berbagai program pembangunan inklusif lainnya.

Selain itu, Pemerintah harus mampu menjamin pengendalian harga kebutuhan pokok masyarakat dan ketersediaan produksi yang memadai. Apapun kebijakan pemerintah yang akan diambil pasti berdampak pada perekonomian nasional. Semoga efek ini hanya bersifat sementara dan kita segra pulih kembali. (Ida Bagus Alit Wiratmaja SH)

PENCITRAAN INI MENYISA KAMIPermintaan kenaikan harga BBM oleh kubu Jokowi yang menjadi kontroversi beberapa hari ini membuat saya bingung. Pikiran saya semakin bertambah mumet setelah membaca sebuah artikel dukungan kenaikan harga BBM oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri disini.Kebingungan tersebut timbul karena dulu ketika pemerintahan SBY berniat menaikkan harga BBM subsidi maka seluruh jajaran Partai Banteng moncong putih tersebut kompak menolak rencana tersebut dengan bebebrapa alternative solusi yang mereka tawarkan. Salah satu elit partai yang vocal menolak di parlemen saat itu dapat kita ingat kembali melalui artikel ini. Dalam artikel tersebut dikatakan oleh politisi PDIP Maruar Sirait bahwa kenaikan harga BBM bisa ditangkal dengan efesiensi keuangan Negara. Beberapa diantaranya adalah dengan pemangkasan biaya kunjungan luar negeri seluruh kementrian Negara serta menggenjot sector pendapatan lain.Menilik kondisi ini kita yang berusaha objektif melihat kondisi tersebut berusaha merasionalisasi dukungan kenaikan harga BBM oleh kubu PDIP tersebut. Menurut Ketua Umum PDIP, dukungan pihaknya atas kenaikan harga BBM tersebut disebsabkan kondisi keuangan Negara yang mengalami deficit seperti dalam artikel ini.Namun lagi-lagi saya dibuat bingung oleh alasan tersebut. karena jika memang Negara dalam kondisi kritis atas keuangan Negara dan tak ada pilihan selain menaikkan harga BBM maka kenapa pula Presiden SBY menolak rencana tersbut mentah-mentah seperti dalam artikel ini. Jika pemerintahan saat ini menilai belum tepat melakukan kenikan harga BBM saat ini maka, alasan defisitnya kas Negara untuk membiayai pemerintahan yang menurut Megawati sangat mendesak tersebut lalu didapat dari mana dana penggantinya?? Sungguh semakin membuat saya bingung.Kontroversi subsidi BBM memang selalu menjadi komoditi seksi politik di Indonesia. bukan saat ini saja. Namun rakyat awam tak jelas sebenarnya langkah terbaik terkait kontroversi tersebut. naik atau tidak? mana yang terbaik?? Rakyat hanya tahu jika BBM naik maka seluruh harga kebutuhan pokok dipastikan ikut naik (bahkan sebelum harga BBM naik). Itu realitas yang dirasakan rakyat kebanyakan.Jika janji pemangku kebijakan setelah mneaikkan harga BBM akan diganti dengan saluran dan kebijakan baru terkait subsidi yang lebih menyentuh rakyat kurang mampu maka tak ada ukuran jelas apakah kenaikan harga BBM yang telah terjadi selama ini memang realisasi penggantinya sudah menyentuh rakyat kurang mampu seperti yang dimaksud. Maka saya pribadi menilai gonjang-ganjing kontroversi kenaikan harga BBM tepat jika dikatakan sebagai ajang pencitraan salah satu kubu saja. Yang menolak tentu dipastikan mendapatkan citra baik sementara yang mendukung cenderung mendapat celah untuk mengalamai kritik masal oleh kubu lawan yang menolak. Jika penilaian pencitraan tersebut digunakan maka, pemerintahan saat ini dan kubu PDIP yang dahulu kerap menolak kebijakan kenaikan harga BBM hanya berganti posisi saja bukan?? Maka jika kita meletakkan pada kedua masa yang lalu dan masa sekarang rasanya kedua kubu ini sama-sama tak memberikan pendidikan politik yang benar kepada rakyat. Terlepas mana kebijakan yang paling benar (menaikkan atau tidak menaikkan harga BBM). Lagi-lagi rakyat yang dirugikan oleh kondisi ini. Sungguh pencitraan tersebut menyiksa pikiran dan fisik rakyat saja.Masih dalam bingkai pikiran yang mencoba keras untuk merasionalisasi rencana kenaikan harga BBM yang mnejadi kontroversi setelah Presiden terpilih Joko Widodo meminta pemerintah SBY saat ini untuk segera mneaikkan harga BBM tersebut maka, penulis mencoba untuk berharap positif terkait pemerintahan mendatang (JOKOWI-JK). Berharap jika memang subsidi BBM harus dicabut sekalipun, maka pemerintahan mendatang dapat mempertanggung jawabkan kepastian kesejahteraan rakyat tak dikesampingkan atas pencabutan subsidi BBM tersebut. Jangan justru meningkatnya pendapatan Negara dari dampak pencabutan subsidi tersebut justru menguap karena praktek korupsi.Atau seperti argumentasi kubu PDIP dahulu ketika menolak kenaikan harga BBM yang akan dilakukan pemerintah SBY. Bahwa kenaikan harga BBM tak perlu dilakukan jika pemerintah bisa memanfaatkan efesiensi penggunaan keuangan Negara melallui masing-masing Kementerian dan menggenjot penghasilan dari sector lain. Maka jika berlandaskan pada argument kubu PDIP (dahulu) itu maka setidaknya kita bisa berharap atau bahkan menuntut pemerintahan Jokowi JK untuk menerapkan argumentasi kubu PDIP tersebut di pemerintahan Jokowi mendatang yang notabene-nya adalah kader partai yang bersangkutan.Jika dahulu kubu PDIP teriak keras bahwa Negara masih banyak memiliki celah lain untuk menggenjot pnedapatan kas Negara yang berguna untuk menyubsidi rakyat (salah satunya) melalui subsidi BBM maka rakyat butuh pembuktiannya. Saat ini PDIP melalui kadernya Jokowi diberi kesempatan oleh rakyat untuk membuktikan argumentasi mereka dahulu yang menolak kenaikan harga BBM. Maka buktikan saja di pemerintahan Jokowi mnedatang. Rakyat hanya bisa berharap dan Tuhan Yang Maha Esa menjadi saksi atas apa yang akan dilakukan pemerintahan mendatang. Semoga jangan ada lagi pencitraan yang menyiksaku.

Artikel bbm baruKenaikan Harga BBM: Mengorbankan Rakyat, Menguntungkan Pihak Asing[Al-Islam edisi 720, 10 Dzulqadah 1435 H-5 September 2014 M] Belakangan ini usulan kenaikan harga BBM mulai ramai didesakkan. Pemerintah SBY didesak untuk menaikkan harga BBM. Desakan di antaranya datang dari calon presiden terpilih Jokowi dan partai pengusungnya, PDIP. Desakan ini diamini oleh parpol pendukung lainnya: Hanura, Nasdem dan PKB.Demi Rakyat?Semua pihak, baik yang mendesak agar harga BBM dinaikkan maupun Pemerintah yang kali ini menolak, sama-sama mengatasnamakan rakyat.Menko perekonomian Chaerul Tanjung mengungkapkan, pada akhir masa jabatannya, kenaikan harga BBM tidak akan dilakukan Pemerintah SBY. Apalagi dalam dua tahun belakangan Pemerintah sudah menaikkan beberapa komoditas.Di antaranya: harga BBM naik 33 persen pada 2012; tarif dasar listrik (TDL) naik pertiga bulan sejak tahun lalu; dan dalam waktu dekat ada rencana menaikan harga gas elpiji 12 kilogram. Pemerintah tidak ingin membebani masyarakat, katanya(Republika, 27/8).Sebaliknya, dari tim Jokowi-JK di bidang Ekonomi, Arif Budimanta, mengungkapkan alasan PDIP sepakat menaikkan harga BBM subsidi tahun ini. Menurut dia, jika subsidi BBM ini tetap diteruskan, pendidikan sampai 12 tahun tidak berjalan; pembangunan rumah sakit dan penjaminan kesehatan juga tidak akan bertambah.Kalau mau meningkatkan kemakmuran rakyat, tinggal pilih: kita mau meningkatkan di sektor produktivitas, pendidikan, kesehatan, infrastruktur atau hanya sekadar memikirkan kepentingan subsidi kendaraan, kata Arif (Tribunnews.com, 1/9).Tentu kita semua masih ingat, Pemerintah SBY tahun 2012 menaikkan harga BBM 33% dengan alasan demi rakyat. Alasannya, besaran subsidi BBM telah membebani APBN. Anggaran pembangunan pun jadi minim. Karena itu dijanjikan, pengurangan subsidi BBM akan dialihkan untuk pembangunan. Alasan dan dalih yang sama sekarang digunakan oleh mereka yang mendesak agar harga BBM dinaikkan.Harus diingat, PDIP yang saat ini mendesak kenaikan harga BBM, tahun 2012 sangat getol menolak kenaikan harga BBM, bahkan dengan mengerahkan massa. Alasannya, kenaikan harga BBM akan menyusahkan rakyat. Sekarang, alasan yang sama dipakai oleh Pemerintah SBY untuk menolak desakan kenaikan harga BBM.Semua itu membuktikan bahwa alasan atas nama rakyat dan demi kepentingan rakyat itu hanya dijadikan bahan jualan saja.Sama-Sama Rezim NeolibSalah satu ciri rezim neo-liberal (neolib) adalah terus mempermasalahkan (besaran) subsidi. Kebijakan rezim ini adalah mengurangi bahkan menghapus subsidi. Jika ciri ini diterapkan pada pemerintah lama dan pemerintah baru mendatang, jelaslah keduanya sama-sama rezim neolib.Pemerintah SBY telah membuktikan diri sebagai rezim neolib. Besaran subsidi terus dikurangi. Beberapa jenis subsidi bahkan sudah dihilangkan. Kenaikan harga BBM rata-rata 33% pada 2012 lalu menegaskan sifat neolib itu.Pemerintah baru, Pemerintah Jokowi, sejak awal telah menegaskan diri sebagai rezim neolib. Belum memerintah, Jokowi dan parpol pendukungnya telah menegaskan sifat neolib itu dengan menyetujui bahkan mendesak Pemerintah SBY agar menaikkan harga BBM tahun ini. Ketika desakan itu tidak dituruti, Jokowi menegaskan bahwa pemerintahannya akan menaikkan harga BBM.Jokowi mengatakan bahwa menaikkan harga BBM merupakan jalan satu-satunya untuk menekan defisit anggaran. Sudah bolak-balik saya sampaikan bahwa untuk menekan defisit anggaran pada tahun 2015 itu memang jalan satu-satunya di situ. Kamu harus mengerti dong, subsidi BBM itu gede banget, 400 triliun, bahkan 433 triliun untuk tahun depan, ujar Jokowi (Tribunnews.com, 30/8).Jika opsi (pilihan) ini diambil, itu akan dilakukan pada November 2014 atau setelah Januari 2015. Opsi kenaikannya antara 500-3000 rupiah perliter (Kontan.co.id, 1/9). Boleh jadi, kenaikan harga BBM akan menjadi kado pertama dari Jokowi-JK untuk rakyat.Subsidi untuk Pihak AsingDalam pandangan Pemerintah, yang disebut subsidi BBM adalah saat BBM dijual di bawah harga pasar internasional. Jika demikian maknanya, maka selama ini Pemerintah terus mensubsidi pihak asing seperti Cina, Korea, Jepang, AS dan lainnya. Mengapa? Karena Pemerintah menjual gas tersebut jauh di bawah harga pasar internasional. Gas Blok Tangguh sejak masa Megawati dijual ke Cina melalui kontrak 25 tahun dengan harga jauh di bawah harga internasional. Saat itu harganya hanya US$ 2,7 per MMBTU. Lalu naik menjadi US$ 3,5 per MMBTU. Harga internasionalnya saat itu adalah US$ 15-18 per MMBTU. Kerugian negara atas penjualan gas murah ke Cina itu diperkirakan sekitar Rp 500 triliun pertahun (Tribunnews.com, 12/3). Artinya, Pemerintah Indonesia mensubsidi Cina sekitar US$ 12 per MMBTU gas. Awal Juli lalu, Pemerintah mengklaim sukses merenegosiasi harga gas ke Cina menjadi US$ 8 per MMBTU (Detik.finance, 30/6). Meski naik, subsidi ke Cina masih besar sekitar US$ 10 per MMBTU. Begitu juga subsidi ke Korea. Harga jual gas Tangguh ke Korea hanya US$ 4,1 per MMBTU. Hal ini juga terjadi pada harga jual gas ke Jepang dan AS.Alasan Dusta!Menaikkan harga BBM diklaim sebagai satu-satunya jalan karena tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan APBN. Alasan itu dipakai Pemerintahan SBY kala itu dan ditolak oleh PDIP. Sekarang, alasan yang sama dipakai Jokowi dan PDIP. Namun, alasan dulu atau sekarang sama saja: sama-sama dusta! Masih banyak jalan lain.Sebelum Pilpres, menurut tim ekonomi Jokowi-JK, Darmawan Prasodjo, untuk mengatasai masalah subsidi BBM, di antara langkah pertama Jokowi adalah janji bahwa pemerintahannya akan fokus mengurangi kebocoran-kebocoran akibat penyelundupan BBM ke luar negeri. Ada kebocoran penggunaan BBM karena adanya penyelundupan sebesar 15% atau sekitar Rp 42 triliun. Jika pengawasan kepada aparat daerah diperkuat, setidaknya Rp 42 triliun itu bisa dihemat. Lalu pada tahun pertama akan dimulai konversi BBM yang mahal ke gas yang murah. Selain itu, pemborosan 20% BBM bersubsidi juga akan ditekan dengan memperbanyak transportasi publik (Kontan.co.id, 12/6/14).Jokowi juga berjanji akan memotong subsidi energi secara bertahap. Contohnya adalah penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik milik PLN yang mesti diganti dari BBM ke gas atau batubara. Itu sudah menghemat sekitar Rp 70 triliun, katanya (Kompas.com, 16/8).Pemerintahan Jokowi juga berjanji akan: memberantas mafia minyak yang disoal banyak pihak; membeli minyak mentah dan olahan langsung dari produsen, tidak melalui broker seperti selama ini; membangun kilang di dalam negeri; mengurangi anggaran perjalanan yang di RAPBN 2015 sebesar 32 triliun; mengganti BBM dengan gas untuk pembankit PLN yang selama ini memang sudah siap memakai gas; mengalihkan pembayaran bunga utang termasuk bunga utang obligasi rekap BLBI; mengefisienkan belanja pegawai termasuk dengan merampingkan lembaga dan jabatan yang tumpang-tindih; dan jalan lainnya.Pertanyaannya: seriuskah janji-janji itu akan diwujudkan?Demi Para Kapitalis dan Pihak AsingYang jelas, kenaikan harga BBM pasti membuat rakyat susah. Jika harga BBM naik, harga transportasi pasti naik; harga bahan baku naik; harga semua kebutuhan pasti akan naik dan inflasi akan naik. Akibatnya, daya beli rakyat turun. Yang paling terdampak adalah rakyat dengan pendapatan pas-pasan. Kenaikan harga BBM akan menambah jutaan jumlah orang miskin.Jika pun benar pengurangan subsidi dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, yang pertama-tama untung adalah para kapitalis dan pihak asing. Pasalnya, Jokowi senang menyerahkan pembangunan infrastruktur kepada pihak asing. Pembangunan MRT, misalnya, diserahkan ke Jepang; pengadaan Bus Transjakarta dan kereta monorel diserahkan ke Cina.Pengurangan subsidi juga diklaim untuk menciptakan pertumbuhan. Ini pun akan lebih banyak dinikmati oleh orang kaya dan para kapitalis. Pasalnya, rasio gini terus meningkat. Pada 2012 saja rasio gini sebesar 0,41. Artinya, 1% penduduk menikmati 41% pendapatan, kekayaan atau sumberdaya.Jika harga BBM naik, yang langsung untung adalah pihak asing pelaku bisnis eceran BBM. Jika harga BBM naik, orang akan belanja BBM ke SPBU asing seperti Shell dan Total. Pembeli BBM di SPBU Pertamina yang BUMN pasti berkurang.Sebenarnya, pengurangan subsidi termasuk kenaikan harga BBM adalah amanat liberalisasi dalam LoI IMF, Januari 2000. Pengurangan subsidi sekaligus merupakan perintah Bank Dunia dan syarat pemberian utang (Indonesia Country Assistance Strategy, World Bank, 2001).Bank Dunia bahkan sudah mewanti-wanti: pemenang Pemilu harus menaikkan BBM. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves mengatakan, Bank Dunia ingin agar pemerintahan yang baru bisa mengurangi subsidi BBM. Tidak terlalu penting siapa yang menang. Yang diperhatikan adalah bagaimana mereka yang terpilih menerapkan kebijakan. Salah satunya, siapa nantinya yang berani mengurangi subsidi BBM, ujar Chaves (Detikfinance, 21/7/2014).Alhasil, demi para kapitalis dan pihak asinglah sesungguhnya kenaikan harga BBM itu dilakukan meski harus dengan mengorbankan rakyat banyak.Harus Dikelola Sesuai Syariah Minyak dan gas (migas) serta sumberdaya alam (SDA) lainnya yang melimpah dalam pandangan Islam merupakan milik umum. Pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Tambang migas itu tidak boleh dikuasai swasta apalagi pihak asing. Rasul saw. bersabda: Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).Karena itu, kebijakan kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir (termasuk kebijakan harganya) maupun di sektor hulu yang sangat menentukan jumlah produksi migas, juga kebijakan zalim dan khianat serupa harus segera dihentikan. Sebagai gantinya, migas dan SDA lainnya harus dikelola sesuai syariah. Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah ar-Rasyidah ala minhaj an-nubuwah. Saat itulah SDA dan migas akan menjadi berkah yang menyejahterakan seluruh rakyat. WalLh alam bi ash-shawb. []Komentar al-Islam:Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengungkapkan bahwa kesejahteraan petani dan nelayan masih cenderung rendah. Padahal ketahanan pangan nasional menjadi hal yang sangat penting (Kompas.com, 3/9).1. Sistem ekonomi liberal yang diterapkan tidaklah berpihak kepada petani dan nelayan. Buktinya, berbagai subsidi yang berguna untuk mereka dihilangkan atau diminimalkan.2. Kesejahteraan petani dan nelayan akan bisa diwujudkan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, termasuk sistem pertanahannya.