164
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan salah satu BUMD yang dimiliki pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1962 sebagai usaha milik Pemerintah Daerah (Pemda) yang memberikan jasa pelayanan dan menyelenggarakan kemanfaatan umum di bidang air minum. Aktivitas PDAM mulai dari memproduksi, mengolah, dan mendistribusikan air bersih ke pelanggan. Sebagai perusahaan daerah PDAM diberi tanggung jawab untuk mengembangkan dan mengelola sistem penyedia air bersih serta melayani semua kelompok konsumen dengan harga yang terjangkau. PDAM bertanggung jawab pada operasional sehari-hari, perencanaan aktivitas, persiapan dan implementasi proyek, serta bernegosiasi dengan pihak swasta untuk mengembangkan pelayanan kepada masyarakat (Akbar, 2010). PDAM menjalankan orientasi tujuan ganda yaitu public service oriented, dalam rangka menyelanggarakan kemanfaatan umum dan profit orinted untuk mengakumulasikan pendapatan guna dimanfaatkan sebagai PAD. Dua orientasi tersebut yaitu public mission dan profit mission merupakan dua sisi yang kontradiktif dan sulit disatukan serta berjalan selaras bersama-sama. Kemanfaatan umum akan dikorbankan jika laba yang diutamakan, dan sebaliknya target laba akan dikorbankan jika kualitas pelayanan publik yang diprioritaskan.

1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan salah satu BUMD

yang dimiliki pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1962

sebagai usaha milik Pemerintah Daerah (Pemda) yang memberikan jasa pelayanan

dan menyelenggarakan kemanfaatan umum di bidang air minum. Aktivitas

PDAM mulai dari memproduksi, mengolah, dan mendistribusikan air bersih ke

pelanggan.

Sebagai perusahaan daerah PDAM diberi tanggung jawab untuk

mengembangkan dan mengelola sistem penyedia air bersih serta melayani semua

kelompok konsumen dengan harga yang terjangkau. PDAM bertanggung jawab

pada operasional sehari-hari, perencanaan aktivitas, persiapan dan implementasi

proyek, serta bernegosiasi dengan pihak swasta untuk mengembangkan pelayanan

kepada masyarakat (Akbar, 2010).

PDAM menjalankan orientasi tujuan ganda yaitu public service oriented,

dalam rangka menyelanggarakan kemanfaatan umum dan profit orinted untuk

mengakumulasikan pendapatan guna dimanfaatkan sebagai PAD. Dua orientasi

tersebut yaitu public mission dan profit mission merupakan dua sisi yang

kontradiktif dan sulit disatukan serta berjalan selaras bersama-sama. Kemanfaatan

umum akan dikorbankan jika laba yang diutamakan, dan sebaliknya target laba

akan dikorbankan jika kualitas pelayanan publik yang diprioritaskan.

Page 2: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

2

Sebagai perusahaan yang produknya adalah barang publik (public good),

selayaknya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Namun untuk kelangsungan hidup sebagai suatu perusahaan daerah , terutama

sebagai sumber pendapatan asli daerah PDAM diarahkan sebagai pengelola

barang ekonomis (economic good). Demikian juga ketetapan undang-undang

pembentukan PDAM menggambarkan pengelolaan barang publik sebagai barang

semi ekonomis. Terlebih pada masa mendatang bila dikaitkan dengan kelangkaan

sumber air baku menjadikan air bersih sebagai barang yang bernilai ekonomis

tinggi. Ke depan pemerintah harus menegaskan arah pengelolaan air minum

karena berkaitan dengan tujuan pendirian PDAM sebagai suatu perusahaan yang

berorientasi ekonomis.

Dalam menjalankan misi ini PDAM menghadapi banyak kendala,

terutama di kota besar permasalahan ketersediaan air bersih sangat terasa, hal itu

dipicu oleh pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk kota, perkembangan

wilayah, industri yang semakin pesat dan pencemaran lingkungan yang sulit

dikendalikan. Ketersediaan air tanah tidak bisa diandalkan lagi, karena kondisi

rumah yang berdesakan, gedung bertingkat menjulang, jalan aspal, serta

permukaan tanah yang penuh beton. Kondisi seperti itu menghalangi air hujan

masuk ke dalam tanah, sehingga kuantitas dan kualitas air tanah (ground water)

semakin merosot. Oleh karena itu, penyediaan air bersih sangat bergantung

kepada air permukaan (surface water). Air permukaan ini merupakan air baku

yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di kota-kota besar.

Apabila masalah ini tidak direspon dengan cepat oleh pemerintah daerah terutama

Page 3: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

3

pemerintah kota dan kabupaten, akan menimbulkan persoalan yang lebih serius

bahkan akan menimbulkan krisis air bersih di perkotaan.

Effendy (2011) masalah PDAM adalah masalah kelembagaan dan

manajemen terkait dengan effisiensi rendah, SDM kurang kompeten, sistem

operasi belum effisien, budaya kerja perusahaan kurang menunjang dan tidak

dihayati, leadership tidak visioner, kurang entrepreneurship, strategi usaha tidak

jeli, dan kurang tajam.

Berdasarkan laporan dari World Bank (Mugabi et al. 2006) tantangan yang

dihadapi oleh manajemen air minum di negara berkembang antara lain: pertama,

inefisiensi air minum yang penyebab utama dari akses masyarakat miskin untuk

pelayanan air di negara-negara berkembang. Sepertiga dari produksi hilang

(melalui kerugian fisik dan komersial), pendapatan tidak cukup untuk menutup

biaya operasional apalagi memperluas cakupan pelayanan. Kedua kurangnya

sistem manajemen informasi yang effektif untuk melakukan pengawasan dan

evaluasi. Ketiga, terkait isu pelayanan publik yaitu: visi dan misi yang kurang

jelas, struktur manajemen yang kurang baik dan rendahnya kualitas sumber daya

manusia.

Siswadi (2012) berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan

Perusahan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI) permasalahan umum

PDAM adalah sebagai berikut: (1) cakupan pelayanan rendah: hal ini diakibatkan

dari tingginya biaya investasi pengembangan jaringan PDAM serta keterbatasan

persediaan air baku, (2) tingkat kehilangan air tinggi: diakibatkan karena kurang

terawatnya jaringan distribusi dan perpipaan, (3) tingkat penagihan piutang

Page 4: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

4

rendah: kebanyakan PDAM masih belum menerapkan snksi yang tegas terhadap

penunggak pembayaran air, (4) meningkatnya komponen biaya produksi, seiring

dengan laju inflasi dan nilai tukar tukar yang tinggi, (5) tarif yang belum menutupi

biaya produksi, masalah tarif selalu menjadi perdebatan antara eksekutif dan

legislatif, (6) utang yang sangat besar: sejalan dengan masalah penetapan tarif dan

investasi yang besar pada jaringan dan pengolahan air, (7) ineffisiensi tenaga

kerja: masalah tenaga kerja dan profesionalisme juga menjadi kendala dalam

pengembangan PDAM menjadi perusahaan yang effisien, (8) kebijakan investasi

kurang terarah:kebijakan investasi memang menjadi pilihan yang sulit bagi

PDAM, terjadinya konflik perhitungan bisnis dan sosial menjadikan hasil dalam

kebijakan investasi kurang terarah, dan (9) campur tangan Pemda dan DPR dalam

pengambil kebijakan: hal ini yang menjadikan PDAM lambat dalam pengambil

keputusan.

Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia untuk kebutuhan

penyediaan air bersih bagi masyarakatnya tergantung pada PDAM. Terdapat

sembilan PDAM yang beroperasi di Provinsi Bali yang didirikan berdasarkan

peraturan daerah (Perda) kabupaten/kota masing-masing. Peningkatan jumlah

penduduk harus disertai oleh peningkatan kualitas hidup dan sanitasi lingkungan,

oleh karena itulah air bersih yang biasa dimanfaatkan oleh penduduk untuk

dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari semakin

meningkat pula. Seiring dengan perkembangan penduduk jumlah pelanggan yang

dilayani oleh PDAM dari delapan kabupaten dan satu kota di provinsi Bali

Page 5: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

5

mengalami peningkatan. Rincian sambungan rumah dari Tahun 2008 sampai

Tahun 2010 disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1Jumlah Pelanggan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

Kabupaten /Kota di Bali Tahun 2008 -2010

No PDAM

Kabupaten/Kota

2008

(SR)

2009

(SR)

2010

(SR)

1 Badung 27.454 29.022 30.494

2 Denpasar 65.786 66.583 67.162

3 Gianyar 44.378 46.457 47.729

4 Klungkung 19.175 19.809 20.512

5 Tabanan 38.170 39.783 41.750

6 Buleleng 32.097 33.669 35.017

7 Karangasem 19.789 19.956 21.232

8 Bangli 10.065 10.995 11.612

9 Jembrana 17.019 17.762 18.266

Total 273,933 284.036 293.774

Sumber : DPD Perpamsi Bali, 2011

Berdasarkan Tabel 1.1 Tahun 2008 pelanggan yang dilayani adalah

sebanyak 273.933 sambungan rumah, Tahun 2009 terjadi peningkatan menjadi

284.036 sambungan rumah dan Tahun 2010 sebanyak 293.974 sambungan rumah.

Pelanggan yang paling banyak adalah Kota Denpasar, disusul Kabupaten

Tabanan, dan paling sedikit Kabupaten Bangli. Kalau diperhatikan jumlah

pelanggan PDAM seperti yang tersaji pada Tabel 1.1 terkait dengan populasi

masing-masing kabupaten/kota yang ada di Bali Kota Denpasar merupakan

jumlah penduduk terpadat di Bali, menurut data statistik (Bali Dalam Angka,

2012), penduduk Bali pada Tahun 2011 sebanyak 3.572.831 orang , sebanyak

788.589 orang tinggal di Kota Denpasar.

Page 6: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

6

PDAM di Provinsi Bali mengalami beberapa kendala seperti biaya

operasional yang tinggi, tarif masih murah, kapasitas produksi yang masih

terbatas, sarana produksi yang masih kurang, kuantitas dan kualitas air baku yang

tidak memenuhi standar dan tingkat kebocoran yang masih tinggi. Kendala yang

dihadapi tersebut, menyebabkan pelayanan kepada masyarakat tidak maksimal,

terbukti masih banyaknya keluhan dari pelanggan. Adapun keluhan pelanggan

selama tiga tahun (2008-2010) disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Banyak Keluhan Pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

Kabupaten /Kota di Bali Tahun 2008 -2010

No

PDAM

Kabupaten/Kota

2008 2009 2010

(Buah)(%)

(Buah) (%) (Buah) (%)

1 Badung 2.856 10,40 2.499 8,61 2.558 8,39

2 Denpasar 5.580 8,48 7.122 10,70 9.574 14,26

3 Gianyar 8.628 19,44 8.879 19,11 8.792 18,42

4 Klungkung 1.836 9,57 1.967 9,93 1.968 9,59

5 Tabanan 2.496 6,54 2.542 6,39 2.237 5,36

6 Buleleng 2.724 8,49 2.691 7,99 2.511 7,17

7 Karangasem 480 2,43 547 2,74 658 3,10

8 Bangli 288 2,86 415 3,77 637 5,49

9 Jembrana 960 5,64 1.466 8,25 1.619 8,86

Total / Rata-Rata 25.860 8,21% 28.128 8,61% 30.554 8,96%

Sumber : DPD Perpamsi Bali, 2011.

Berdasarkan Tabel 1.2 selama 3 tahun terakhir dari Tahun 2008 sampai

Tahun 2010 jumlah keluhan pelanggan mengalami peningkatan. Keluhan

pelanggan merupakan refleksi dari ketidak puasan pelanggan atas pelayanan yang

Page 7: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

7

diberikan oleh PDAM. Secara parsial selama tiga tahun terakhir keluhan

pelanggan PDAM Gianyar paling tinggi, disusul oleh PDAM Kota Denpasar, dan

yang paling kecil PDAM Karangasem. Secara keseluruhan jumlah keluhan

pelanggan selama tiga tahun terakhir dapat dikatakan tinggi karena secara

statistik besarnya di atas 5 prosen atau di atas derajat toleransi (Arikunto, 2010).

Disamping keluhan pelanggan, tingkat kebocoran (losses), disebut juga

istilahnya dengan un accounted for water (UFW) atau air tak berekening (ATR)

merupakan selisih antara air yang di distribusikan dengan air yang tercatat di

water meter selama tiga tahun terakhir juga semakin meningkat, secara rinci

masing-masing PDAM disajikan pada Tabel 1.3 berikut ini :

Tabel 1.3

Kehilangan air pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)Kabupaten /Kota di Bali Tahun 2008 -2010

NoPDAM Kabupaten/Kota 2008

(%)

2009

(%)

2010

(%)

1 Badung 22,19 20,80 19,64

2 Denpasar 22,90 21,12 27,94

3 Gianyar 49,00 49,00 49,00

4 Klungkung 19,55 22,95 22,84

5 Tabanan 39,09 33,24 31,52

6 Buleleng 22,28 21,03 20,86

7 Karangasem 22,19 22,47 21,29

8 Bangli 21,46 26,08 28,49

9 Jembrana 22,24 20,00 20,00

Rata-Rata 26,77 26,30 26,84

Sumber : DPD Perpamsi Bali, 2011.

Page 8: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

8

Berdasarkan Tabel 1.3 selama 3 tahun terakhir secara parsial (pada Tahun

2010) PDAM Gianyar tingkat kebocorannya paling tinggi sebanyak 49,00%,

disusul PDAM Tabanan sebesar 31,52%, dan yang paling kecil PDAM Badung

sebesar 19,64%. Secara keseluruhan selama tiga tahun terkahir tingkat kebocoran

dikatakan tinggi, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri)

No. 47 tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air

Minum, batas maksimal kebocoran yang dapat ditoleransi sebesar 20%.

Berdasarkan data yang disajikan tentang meningkatnya keluhan pelanggan

dan tingkat kebocoran yang tinggi merupakan indikasi kinerja PDAM di Provinsi

Bali tidak sesuai dengan harapan. Agar kinerja organisasi meningkat serta tujuan

organisasi dapat tercapai, maka diperlukan budaya organisasi yang kuat, budaya

dalam hal ini termasuk nilai, norma dan sikap (Rivai, et al., 2011). Semakin kuat

budaya organisasi, semakin besar dorongan para karyawan untuk maju bersama

dengan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, pengenalan, penciptaan, dan

pengembangan budaya organisasi dalam suatu perusahaan mutlak diperlukan

dalam rangka membangun perusahaan yang efektif dan efisien sesuai dengan misi

dan visi yang hendak dicapai.

Menurut Lee dan Yu, (2004) budaya organisasi merupakan variabel penting

dalam mewujudkan kinerja perusahaan, dan budaya organisasi tidak hanya

menjadi salah satu faktor penting sebagai pendorong utama pengembangan dan

keberhasilan pada perusahaan besar, tetapi juga penting bagi perusahaan kecil.

(Chouke dan Armstrong, 2000). Schein (2004) menjelaskan budaya organisasi

sebagai kunci dalam pencapaian keunggulan perusahaan, hal ini disebabkan

Page 9: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

9

karena budaya organisasi mampu membuat kelompok dalam organisasi

mengambil tindakan cepat dan terkoordinasi terhadap pesaing, pelanggan, dan

berbagai proses dalam organisasi (Susanto et al. 2008).

Davidson et al. (2007) melakukan penelitian pada perusahaan perbankan

bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, demikian

pula Kotter dan Heskett (1997) menyatakan budaya organisasi berpengaruh

signifikan dengan kinerja ekonomi jangka panjang, serta mampu menentukan

sukses dan gagalnya perusahaan dimasa yang akan datang. Denison (1991)

mengembangkan keterkaitan budaya organisasi dengan kegiatan manajemen dan

kinerja usaha dengan mengembangkan empat kunci sifat budaya organisasi

meliputi: involment, consistency, adaptability dan mission.

Beberapa penelitian yang meneliti hubungan antara budaya organisasi

dengan kinerja organisasi, dimana budaya organisasi merupakan salah satu faktor

kunci peningkatan kinerja organisasi (Onken, 1998; Denison dan Mishra, 1995;

Davidson et al.,2007; Carl F Fey dan Denison, 2003; Gani, 2006; Supartha, 2006;

Gunawan, 2009; Riana, 2010; Kamaliah, 2011; dan Astawa et al. , 2012.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Chouke dan Armstrong (2000);

Marcoulides dan Heck (1993); Michie dan A.West; Lee dan Yu (2004);

Koesmono (2011); Astawa et al. (2013) dan Rashid et al (2003). Dari berbagai

penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa budaya organisasi

berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja organisasi. Hal ini berarti

pembentukan budaya organisasi yang positif dalam organisasi akan berpengaruh

positif terhadap peningkatan kinerja organisasi. Pendapat yang sama dikemukakan

Page 10: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

10

oleh: Moeljono (2008), Kotter dan Hasket (1997), Robbins dan Judge (2009),

mengatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi kinerja perusahaan.

Kondisi ini berbeda apa yang ditemukan oleh Lim (1995); Raka Suardana

(2003); Subroto (2009) ; Yuan dan Lee (2011); Ferbruanto; Dharmanegara et al

(2013); Syauta (2012); Chen (2004); Sumarto dan Subroto (2011); Xenikou dan

Simosi (2006). mengatakan bahwa budaya organisasi tidak mempengaruhi kinerja

perusahaan. Hal ini berarti pelaksanaan budaya organisasi yang baik dalam

organisasi tidak akan mempengaruhi kinerja organisasi.

Budaya organisasi dapat juga berpengaruh negatif terhadap kinerja, budaya

organisasi, merupakan budaya organisasi disfungsional. Van Veet dan Griffin

(2006) menyatakan bahwa budaya defensif berpengaruh negatif terhadap

peningkatan kinerja. Hal ini juga sejalan dengan Bathazard et al.(2006)

menemukan bahwa organisasi yang disfungsional akan menghasilkan efisiensi,

efektivitas dan kinerja yang rendah atau dalam arti budaya organisasi berpengaruh

negatif signifikan terhadap kinerja organisasi.

Disamping budaya organisasi kepemimpinan juga mempengaruhi kinerja

organisasi. Kepemimpinan merupakan kunci manajemen yang memainkan peran

penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu usaha (Handoko, 2000).

Hal senada juga dikatakan bahwa pihak manajer yang paling dekat dengan

perusahaan dan bertanggung jawab atas efisiensi operasi, profitabilitas jangka

pendek dan jangka panjang, serta penggunaan yang efektif atas modal, sumber

daya manusia dan sumber daya lainnya.. Berbagai teori menyatakan keterkaitan

Page 11: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

11

antara Gaya kepemimpinan terhadap Kinerja organisasi (Day dan Lord, 1988;

Reksohadiprojo dan Handoko, 1996; Fidler, 1987).

Hasil beberapa penelitian hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap

kinerja organisasi (Elenkov, 2000;. Waldman et al., 2001; Obganna dan Harris,

2000), menemukan hubungan antara kepemimpinan khususnya atribut

kepemimpinan transformasional dan pengukuran efektifitas organisasi

(Bass,1985; Bass dan Avolio, 1993). kinerja kepemimpinan juga terbukti

mempengaruhi peningkatan kinerja organisasi (Prabhu dan Robson, 2000; Lee

dan Yu, 2004; Gunawan, 2009; Kamaliah, 2012; Hidayat, 2011; dan Koesmono,

2011).Beberapa penelitian di atas memperkuat keberadaan teori yang menyatakan

hubungan yang erat antara kepemimpinan terhadap kinerja organisasi.

Pendapat yang berbeda dari (Xenikou dan Simosi, 2006); Februanto, 2011;

Supartha, 2006; Yuan dan Lee, 2011), menemukan hasil tidak ada pengaruh yang

signifikan antara kepemimpinan dan kinerja. Hal ini berarti kepemimpinan yang

baik dalam organisasi tidak mampu meningkatkan kinerja atau kepemimpinan

dalam organisasi dpat dikatakan tidak effektif. Hasil yang berbeda ditemukan

oleh Timothy et al. (2011) mengatakan bahwa kepemimpinan transaksional

berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja organisasi, sedangkan

kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja perusahaan adalah komitmen

organisasional, karena komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan yang

kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi (Mowday et al.

1982). Komitmen organisasional bisa tumbuh disebabkan karena individu

Page 12: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

12

memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dikungan moral dan

menerima nilai yang ada serta tekad dalam diri untuk mengabdi pada organisasi

(Porter et al. 1985) sedangkan menurut Wiener (1982) komitmen organisasional

merupakan dorongan dari dalam individu untuk berbuat sesuatu agar dapat

menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan

kepentingan organisasi dibandingkan kepentingan sendiri.

Berbagai penelitian terdahulu yang melihat hubungan antara komitmen

organisasional terhadap kinerja . Penelitian Rashid et al. (2006) adanya pengaruh

positif antara komitmen organisasional dengan kinerja organisasi. Begitu juga

penelitian yang dilakukan oleh Somers, (1995); Kamaliah, (2011); Koesmono

(2011); Syauta (2012) melalui identifikasi variabel komitmen affektif, normatif

dan kontinyu memberikan hasil semuanya mempengaruhi kinerja organisasi.

Sedangkan dan Randall et al. (1990) menyatakan bahwa komitmen organisasional

tidak berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Berbeda dengan hasil penelitian

Shaw et al. (2003) mengenai komitmen organisasional terhadap kinerja organisasi

antara pekerja pendatang dengan pekerja penduduk asli memukan hasil bahwa

pekerja pendatang komitmen organisasional tidak berpengaruh terhadap kinerja

organisasi, sedangkan pekerja penduduk asli kinerja organisasi berpengaruh

positif signifikan.

Pengaruh budaya organisasi terhadap kepemimpinan telah dilakukan secara

emperis. Penelitian yang dilakukan dilakukan oleh: Ogbonna dan Haris, (2002);

Kamaliah, (2011); dan Gunawan, (2009); Mehta dan Krishnan (2004); Butarbutar

dan Sandjaya (2010); dan Mohanty et al. 2012) hasil-hasil penelitiannya

Page 13: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

13

menyimpulkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi

terhadap kepemimpinan. Sharma dan Sharma, (2011); Sumarto dan Subroto,

(2011); Endorgan et al., (2006); Van Emmerik et al., (2009); dan Alas et al.,

(2011), telah melakukan penelitian, berdasarkan hasil penelitiannya mendapatkan

hasil yang sama bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepemimpinan.

Hasil-hasil penelitian ini mendukung pendapat Schein (2004) yang menyatakan

bahwa budaya organisasi mempengaruhi kepemimpinan.

Schimmoeler (2010) menemukan hasil yang berbeda dari penelitiannya

mengenai pengaruh jenis budaya terhadap tipe kepemimpinan. Hasil temuannya

bahwa budaya Clan dan Adhocracy memberikan pengaruh positif signifikan

terhadap kepemimpinan transformational dan transaksiiona. Tetapi budaya clan

memiliki pengaruh terhadap kepemimpinan laissez- faire. Budaya adhocracy dan

hierarchi tidak memiliki pengaruh terhadap kepemimpinan laissez-faire.

Sedangkan budaya organisasi market tidak memiliki pengaruh dengan gaya

kepemimpinan baik transformasional, transaksional, laissez-faire.

Berbagai penelitian terdahulu yang melihat hubungan antara budaya

organisasi terhadap komitmen organisasional Penelitian Rashid et al. (2006);

Chen, (2004); Koesmono, (2011) hasil penelitiannya menyimpulkan adanya

pengaruh adanya pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan

komitmen organisasional. Hal ini berarti implementasi budaya organisasi yang

baik di perusahaan akan meningkatkan keinginan karyawan untuk tetap

mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras

bagi pencapaian tujuan organisasi.

Page 14: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

14

Berbeda dengan hasil kajian oleh Nongo dan Ikyanyon (2012) mengatakan

bahwa budaya involment dan adaptability berpengaruh positif signifikan terhadap

komitmen organisasional, sedangkan budaya consistency dan mission tidak

berpengaruh terhadap komitmen organisasional.

Beberapa kajian emperis menjelaskan hasil temuannya bahwa budaya

organisasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, pendapat yang berbeda ada

juga yang mengatakan budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan bahkan ada temuan data emperis yang mengatakan justru budaya

organisasi berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Budaya organisasi di

samping berpengaruh terhadap kinerja perusahaan juga berpengaruh terhadap

kepemimpinan dan komitmen organisasional. Namun demikian, dalam penelitian

terdahulu juga ditemukan adanya variasi (inkonsisten) temuan penelitian yang

tidak saling mendukung pengaruh budaya organisasi terhadap kepemimpinan dan

komitmen organisasional. Hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh atau

hubungan antar variabel terdapat perbedaan hasil temuan antar peneliti satu

dengan yang lain. Perbedaan atau tidak konsistennya hasil penelitian dari

beberapa peneliti terhadap pengaruh antar variabel serta hasil temuannya secara

ringkas disajikan pada Tabel 1.4.

Page 15: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

15

Tabel 1.4

Kesenjangan Hasil Penelitian Terdahulu

Kesenjangan

PenelitianPeneliti Temuan

Gap1.

Tidak konsistennya

temuan pengaruh

budaya organisasi

terhadap kinerja

perusahaan

Onken (1998); Denison & Mishra,

(1995); Davidson et al.(2007); Carl F

Fey dan Denison (2003); Gani (2006);

Supartha (2006); Gunawan (2009);

Riana (2010); Kamaliah (2011);

Astawa et al. (2012); Astawa et al.

(2013; Chouke dan Armstrong (2000);

Marcoulides dan Heck (1993); Michie

dan A.West; Lee dan Yu (2004);

Koesmono (2011);dan Rashid et al

(2003).

Budaya organisasi berpengaruh

terhadap kinerja perusahaan.

Lim (1995); Raka Suardana (2003);

Subroto (2009) ; Yuan dan Lee (2011);

Ferbruanto; Dharmanegara et al (2013);

Syauta (2012); Chen (2004); Sumarto

dan Subroto (2011); Xenikou dan

Simosi (2006).

Tidak terdapat pengaruh atau

pengaruhnya sangat lemah

sekali antara budaya organisasi

dengan kinerja organisasi

Gap2.

Tidak konsistennya

temuan pengaruh

budaya organisasi

terhadap

kepemimpinan

Ogbonna dan Haris (2002); Gunawan

(2009); Sharma dan Sharma (2010);

Sumarto dan Subroto Mehta dan

Krishnan (2004); Endorgan etal.

(2006); Van Emmerik et al. (2009);

Butarbutar dan Sandjaya (2010); Alas

et al. (2011); Mohanty et al. (2012)

Budaya organisasi berpengaruh

positif signifikan terhadap

kepemimpinan

Schimmoeller (2010),

Budaya organisasi tertentu akan

mempengaruhi gaya

kepemimpinan secara positif,

negatif, dan tidak memberikan

pengaruh sama sekali.

Page 16: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

16

Gap 3.

Tidak konsistennya

temuan pengaruh

budaya organisasi

terhadap komitmen

organisasional

Rashid et al. (2003); Chen (2004);

Koesmono (2011);

Terdapat pengaruh positif dan

signifikan antara budaya

organisasi dengan komitmen

organisasional.

Kamaliah (2012)Budaya organisasi tidak

berpengaruh terhadap

komitmen organisasional

Nongo dan Ikyanyon (2012)Budaya involment dan

adaptability berpengaruh

positif signifikan terhadap

komitmen organisasional,

sedangkan budaya consistency

dan mission tidak berpengaruh

terhadap komitmen

organisasional

Sumber : Hasil penelitian terdahulu

Berdasarkan Tabel 1.4 tentang uraian penelitian terdahulu menunjukkan

bahwa terdapat gap yang masih harus dikaji terkait pengaruh budaya organisasi

terhadap kepemimpinan, komitmen organisasional dan kinerja perusahaan. Selain

itu dalam penelitian terdahulu, terlihat masih sangat minim budaya organisasi dan

kepemimpinan yang mengadopsi nilai-nilai lokal serta pengaruhnya terhadap

komitmen organisaional dan kinerja perusahaan.

Demikian pula studi tentang budaya organisasi dan kepemimpinan lebih

banyak menganalisis fenomena yang ada di dunia Barat, yang memilki budaya

berbeda dengan perusahaan di Indonesia pada umumnya dan Bali khususnya.

Budaya organisasi perusahaan di Bali sangat kental diwarnai oleh budaya lokal

yang bersumber pada agama (Riana, 2010). Menurut Windia dan Dewi (2011)

THK sebagai suatu kebudayaan masyarakat Bali mengandung elemen

Page 17: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

17

parahyangan (hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan), pawongan

(hubungan harmonis antar manusia), dan palemahan (hubungan harmonis antara

manusia dengan lingkungan).

Dalam studinya Riana (2010) telah melakukan studi kontemplasi antara

budaya THK dengan beberapa teori budaya organisasi. Ditemukan bahwa dimensi

parahyangan analog dengan basic assumptions (Schein, 2004) dan sub sistem

nilai (Koentjaraningrat, 2005) serta merupakan perilaku yang cendrung sulit untuk

diubah karena mengandung nilai – nilai yang tidak kelihatan (Kotter & Heskett,

1997; Denison, 1991). Demikian pula Hofstede (2001) memandang basic

assumption merupakan norma-norma agama dimana oleh sebagian besar

masyarakat di Asia digunakan sebagai salah satu cara untuk menghindari

ketidakpastian (uncertainty avoidance). Dibandingkan dengan konsep budaya

Hofstede (2001)) dimensi palemahan analog dengan short term & long term, dan

dimensi pawongan analog dengan individualism & collectivism, power distance,

masculinity & feminity.

Berdasarkan kesenjangan penelitian pada Tabel 1.4 penelitian ini mengkaji

peran dari nilai-nilai kepemimpinan lokal yang dikenal dengan asta dasa

paramiteng prabhu dan komitmen organisasional sebagai mediasi pengaruh

budaya organisasi lokal (Tri Hita Karana) terhadap kinerja perusahaan. Dengan

demikian dipandang perlu adanya penelitian lanjutan khususnya di Perusahaan

Daerah Air Minum di Provinsi Bali. Hasil telaah teoritis dan fenomena emperis

atas konsep dari konstruksi pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan, dan

kinerja perusahaan masih diperoleh celah yang penting dan menarik untuk diteliti

Page 18: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

18

lebih lanjut menjadi temuan baru sehingga menginspirasi peneliti untuk menguji

kembali hasil penelitian terdahulu tidak konsistennya temuan pengaruh budaya

organisasi terhadap kepemimpinan, komitmen organisasional, dan kinerja

perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan pengaruh budaya organisasi yang

dimediasi oleh kepemimpinan dan komitmen organisasional dalam rangka

meningkatkan kinerja perusahaan tetapi masih menjadi perdebatan dalam

penelitian. Hasil beberapa penelitian terdahulu masih terdapat kontradiktif

tentang hubungan antar variabel, di samping itu hasil penelitian terdahulu masih

menyisakan fenomena bahwa konten lokal yang berkenaan budaya organisasi dan

kepemimpinan akan sangat berpengaruh terhadap hubungan antar variabel yang

telah dibangun belum banyak di teliti. Oleh karena itu peneliti berupaya untuk

memperoleh kejelasan nilai budaya lokal secara agama Hindu di Bali yang

terangkum dalam budaya Tri Hita Karana yang dimediasi oleh model

kepemimpinan secara agama Hindu yang dikenal dengan Asta Dasa Paramiteng

Prabhu, dan dimediasi oleh komitmen organisasional pengaruhnya terhadap

kinerja perusahaan pada Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, terdapat kontradiktif dan

kesenjangan hasil penelitian menemukan hasil berbeda tentang hubungan dan

pengaruh masing-masing variabel. Masalah utama dalam penelitian ini: “Apakah

Budaya Tri Hita Karana berpengaruh terhadap Kepemimpinan dan Kinerja

Page 19: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

19

Perusahaaan dengan Mediasi Komitmen Organisasional pada Perusahaan

Daerah Air Minum di Provinsi Bali ”

Untuk menjawab permasalahan penelitian di atas, disusunlah rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah Budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap kinerja

Perusahaan Daerah Air minum di Provinsi Bali?

2. Apakah Budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap

kepemimpinan pada Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali?

3. Apakah kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pada

Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali?

4. Apakah Budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap komitmen

organisasional pada Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali?

5. Apakah komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja

pada Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali?

6. Apakah kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap komitmen

organisasional pada Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali?

Page 20: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, disajikan tinjauan pustaka yang terdiri dari dua bagian utama

yaitu: bagian pertama, dikemukan kajian emperik mengacu pada hasil penelitian

sebelumnya yang relevan dengan konstruk yang dikaji dalam penelitian ini. Bagian

kedua, kajian teori sebagai landasan teoritis dalam studi ini yang meliputi: (1) budaya,

(2) budaya organisasi, (3) nilai-nilai budaya Tri Hita Karana, (4) kepemimpinan, (5)

kepemimpinan Asta Dasa Paramiteng Prabhu, (6) komitmen organisasional, dan (7)

kinerja perusahaan.

2.1 Penelitian Terdahulu

2.1.1 Hubungan antara budaya organisasi terhadap kinerja organisasi.

Marcoulides dan Heck (1993), melakukan pengkajian untuk menguji secara

konsepsual pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja organisasi. Penelitiannya

dilakukan di Amerika Serikat dengan sampel 26 unit organisasi, respondennya sebanyak

392 orang. Hasil penelitiannya: Variabel budaya organisasi dapat dipergunakan untuk

memprediksi kinerja organisasi, dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi bervariasi

sesuai dengan budaya organisasi dalam organisasi tersebut.

Lim (1995) melakukan pengkajian atau evaluasi ulang (Critical Review)

terhadap hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya keterkaitan budaya

organisasi dengan kinerja organisasi,. Dasar pemikiran yang dipakai dalam

critical review ini adanya perbedaan-perbedaan dalam metodelogi yang

digunakan atas pendekatan dalam pemahaman dan pengukuran fenomena budaya

Page 21: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

21

organisasi. Hasil kajiannya menemukan bahwa budaya organisasi tidak

berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

Penelitian lain dengan jenis dimensi budaya yang sama dilakukan oleh Fey

dan Denison (2003) meneliti Perusahaan Negara di Rusia, dengan sampel

sebanyak 179 perusahaan dengan skala pengukuran yang dikemukakan oleh

Likert. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang kuat dan

positif antara budaya organisasi terhadap efektifitas organisasi. Penelitian ini

mendukung teori yang ada yang menyatakan bahwa budaya organisasi dapat

meningkatkan efektifitas organisasi (Denison, 1991)

Gunawan (2009) melakukan penelitian terhadap LPD di Bali, hasil penelitiannya

ada pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi terhadap gaya

kepemimpinan dan kinerja organisasi, demikian juga gaya kepemimpinan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi. Penelitian yang mengkaji keterkaitan

Budaya Tri Hita Karana dengan kinerja dilakukan oleh Riana (2010) terhadap industri

IKM Perak di Bali, hasil penelitiannya Budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif

terhadap kinerja usaha artinya semakin baik penerapan Tri Hita Karana, semakin baik

pula kinerja usaha.

Astawa et al. (2012) yang mengkaji keterkaitan antara Budaya Tri Hita Karana

yang tercermin dalam nilai-nilai harmoni dengan effisiensi perusahan, hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa nilai-nilai harmoni yang terangkum dalam budaya

Tri Hita Karana telah diterapkan dengan baik pada LPD dan mampu menurunkan risiko

kredit serta meningkatkan efisiensi perusahaan.

Page 22: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

22

Dharmanegara et al. (2013) Hasil penelitiannya, kepemimpinan asta brata

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, sedangkan budaya Tri Hita Karana

berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan Lembaga Perkreditan Desa di

Kabupaten Badung.

2.1.2 Hubungan antara budaya organisasi terhadap kepemimpinan.

Ogbonna dan Harris. (2002) hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan kepemimpinan. penelitian ini

juga merekomendasi tiga hal antara lain; (1) pentingnya meningkatkan kinerja dengan

gaya kepemimpinan; (2) pentingnya meningkatkan kinerja dengan budaya yang baik;

(3) pentingnya menciptakan budaya dengan kepemimpinan yang baik.

Gunawan (2009) hasil penelitiannya, budaya organisasi berpengaruh positif

signifikan terhadap gaya kepemimpinan. Penelitian yang mengkaji keterkaitan antara

budaya organisasi dengan kepemimpinan juga dilakukan oleh Sharma dan Sharma

(2010) hasil penelitiannya ada hubungan positif dan signifikan budaya organisasi

terhadap kepemimpinan.

Schimmoeller (2010) Hasil penelitiannya: budaya clan dan adhoccracy sama-sama

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap gaya kepemimpinan transformasional

dan transaksional; budaya clan berpengaruh negatif signifikan terhadap terhadap gaya

kepemimpinan laissesz-faire; dan budaya organisasi market tidak mempunyai pengaruh

dengan kepemimpinan, baik dengan transformasional, transaksional, maupun laissez-

faire.

Keterkaitan antara budaya organisasi dengan kepemimpinan juga dikaji oleh

Sumarto dan Subroto (2011) hasil penelitiannya: kepemimpinan dan strategi

berpengaruh terhadap kinerja tetapi budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap

Page 23: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

23

kinerja. Penelitian ini juga menemukan adanya pengaruh kepemimpinan terhadap

budaya dan budaya organisasi terhadap kepemimpinan.

2.1.3 Hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja organisasi.

Xenikou dan Simosi (2006) hasil penelitiannya menyimpulkan ada pengaruh

positif dan kuat budaya organisasi adaftif terhadap kinerja perusahaan, sedangkan

budaya humanistik dan kepemimpinan transpormasional tidak berpengaruh. Penelitian

lain yang mengkaji hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja organisasi dilakukan

oleh Februanto (2011) pada Direktorat IV/Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan

Terorganisir Bareskrim Polri. Hasil penelitiannya kepemimpinan tidak berpengaruh

terhadap kinerja organisasi.

Tomothy et al. (2011) melakukan penelitian terhadap industri kecil di Negeria,

hasil penelitiannya: kepemimpinan transaksional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja organisasi, sedangkan kepemimpinan transformasional berpengaruh

positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja organisasi. Rekomendasi yang diberikan

untuk membangun dan pengembangan usaha di masa mendatang sebaiknya strategi

kepemimpinan yang dipergunakan adalah kepemimpinan transaksional.

Koesmono (2011) mengkaji keterkaitan budaya organisasi, kepemimpinan,

komitmen organisasional, dan kinerja. Hasil penelitiannnya kepemimpinan berpengaruh

positif signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.1.4 Hubungan antara Budaya Organisasi terhadap Komitmen Organisasional.

Keterkaitan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasional juga

dikaji oleh Ojo (2011) hasil penelitiannya terbukti secara emperis ada pengaruh

yang positif signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen karyawan

Page 24: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

24

dalam mencapai tujuan perusahaan begitu juga dengan budaya organisasi dengan

kinerja perusahaan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan.

Koesmono (2011) mengkaji keterkaitan budaya organisasi, kepemimpinan,

komitmen organisasional, dan kinerja. Hasil penelitiannya budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional.

Nongo dan Ikyanyon (2012) melakukan penelitian mengkaji keterkaitan

antara budaya organisasi dengan komitmen organisional, hasil penelitiannya:

involment dan adaptability berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan,

sedangkan consistency dan mission tidak berpengaruh signifikan terhadap

komitmen karyawan.

2.1.5 Hubungan antara Komitmen Organisasional terhadap kinerja organisasi.

Shaw et al. (2003) melakukan penelitian, hasil penelitiannya: komitmen

organisasional untuk pekerja pendatang tidak berpengaruh, sedangkan untuk

pekerja Warga Arab berpengaruh positif dan signifikan. Koesmono (2011) Hasil

penelitiannya ada pengaruh positif dan signifikan antara komitmen organisasional

dengan kinerja organisasi.

Syauta (2012) mengadakan penelitian yang mengkaji keterkaitan antara budaya

organisasi, komitmen organisasional dengan kinerja, Hasil penelitiannya: budaya

organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, sedangkan

komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan

2.1.6 Hubungan antara kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasional.

Lok dan Crawford (2004) melakukan penelitian mengenai perbedaan persepsi

pimpinan pada gaya kepemimpinan, kepuasan kerja dan komitmen ditinjau dari level

pekerjaan dan budaya antar negara bagi mahasiswa MBA di Hongkong dan Sidney. Hasil

Page 25: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

25

penelitiannya menunjukkan tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan

kerja dan komitmen organisasional. Chen (2004), hasil penelitiannya kepemimpinan

terbukti secara empiris ada pengaruh positif signifikan terhadap komitmen

organisasional.

Keterkaitan antara kepemimpinan dengan komitmen organisasional juga

dikaji oleh Yiing dan Ahmad (2008). Hasil penelitiannya terbukti secara empiris

ada hubungan yang positif signifikan antara kepemimpinan dengan komitmen

organisasional, dan budaya organisasi sangat berperanan dalam memoderasi

hubungan antara kepemimpinan dengan komitmen organisasional. Komitmen

organisasional juga terbukti secara empiris ada hubungan positif signifikan

dengan kepuasan karyawan, sedangkan terhadap kinerja tidak signifikan.

Koesmono (2011) mengkaji keterkaitan budaya organisasi, kepemimpinan,

komitmen organisasional, hasil penelitiannya kepemimpinan berpengaruh positif

signifikan terhadap komitmen organisasional.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Budaya (Culture)

Konsep budaya sejak awal telah menjadi bahasan utama dalam bidang

antropologi dan telah memperoleh perhatian dalam perkembangan awal studi perilaku

organisasi (organizational behavior). Konsep budaya pertama kali muncul ke permukaan

sebagai suatu dimensi utama di dalam memahami perilaku organisasi sehingga banyak

karya terakhir berpendapat tentang peran kunci budaya dalam mencapai keunggulan

organisasi (Hofstede 2001). Schein (2004) budaya dan masyarakat merupakan dua buah

Page 26: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

26

sisi yang tidak terpisahkan. Pemahaman yang benar terhadap suatu masyarakat akan

membantu memahami budaya masyarakat tersebut secara utuh dan benar. Kesadaran

mengenai pentingnya peranan budaya dalam sebuah organisasi semakin mengemuka

dan mendapat tempat yang semakin penting dalam kajian ilmu manajemen. Kajian inilah

kemudian diaplikasikan dalam konteks praktik-praktik ilmu manajemen sehingga

melahirkan istilah budaya korporasi (corporate culture) yang dalam perkembangannya

telah meluas menjadi kajian budaya organisasi (organization culture).

Luthan (2006) mengungkapkan bahwa budaya merupakan suatu pengetahuan di

mana masyarakat menggunakan pengalamannya untuk menghasilkan suatu sikap diri

dan perilaku sosial. Susanto et al. (2008) mendefinisikan budaya merupakan sekumpulan

pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kapabilitas serta kebiasaan

yang diperoleh sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu.

Kumpulan budaya yang ada inilah nantinya membentuk budaya nasional yang

membedakan mereka di dalam menetapkan tujuan.

Budaya nasional merupakan pola pikir dan tata nilai yang membedakan sebuah

masyarakat dengan masyarakat lain yang selanjutnya dipergunakan sebagai pedoman

berperilaku dalam kelompok masyarakat tersebut. Susanto et al. (2008) mengemukakan

bahwa budaya yang ada di sebuah wilayah atau suatu negara ternyata memiliki

pengaruh terhadap budaya organisasi yang ada di negara tersebut. Salah satu budaya

nasional (nation culture) yang telah tumbuh dan berkembang pada masyarakat Bali dan

telah dijadikan sebagai falsafah hidup masyarakat adalah budaya Tri Hita Karana (THK).

2.2.2 Budaya Organisasi (Organizational Culture)

2.2.2.1 Definisi Budaya Organisasi

Page 27: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

27

Berbagai definisi tentang budaya organisasi telah disampaikan dalam konteks

antropologi, psikologi organisasi, dan teori manajemen. Deal dan Kennedy (1982)

menjelaskan budaya organisasi sebagai nilai dominan yang dianut oleh organisasi, Kotter

dan Heskett (1997) mengemukakan budaya organisasi merupakan pola perilaku atau

gaya yang mendorong anggota baru untuk mengikutinya. Hofstede (2001)

mendefinisikan budaya sebagai suatu pola pemikiran, perasaan, dan tindakan dari satu

kelompok sosial, yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain.

Selanjutnya Robbins dan Judge (2009) mendefinisikan budaya organisasi sebagai

suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi dan menjadi suatu

sistem dari makna bersama. Schein (2004) memilih definisi yang dapat menjelaskan

bagaimana budaya berkembang, bagaimana budaya itu menjadi seperti sekarang ini,

atau bagaimana budaya dapat diubah jika kelangsungan hidup organisasi sedang

dipertaruhkan. Schein memberikan definisi bahwa budaya organisasi merupakan:

“a pattern of basic assumptions that a given group has invented, discovered, or

developed in learning to cope with its problems of external adaptation and

internal integration, and that have worked well enough to be considered valid,

and therefore, to perceive, think and feel in relation to those problems.“

Pada sisi lain budaya organisasi sering diartikan sebagai filosofi dasar yang

memberikan arahan bagi karyawan dan konsumen. Berdasarkan berbagai definisi

tersebut, hal penting yang perlu ada dalam definisi budaya organisasi adalah suatu

sistem nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh anggota dalam perusahaan. Selain

dipahami, sistem nilai tersebut digunakan sebagai pegangan sumber daya manusia

dalam menjalankan kewajiban dan perilakunya di dalam organisasi (Susanto et al. 2008).

2.2.2.2 Model Budaya Organisasi

Page 28: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

28

(1) Model Budaya Organisasi Hofstede

Hofstede (2001) mengidentifikasi empat basic problem area yang dapat dianggap

sebagai dimensi budaya, yaitu: (a) social inequality, termasuk hubungan dengan

pemegang kekuasaan; (b) hubungan antara individu dengan kelompok; (c) konsep

masculinity dan femininity, merupakan implikasi sosial sebagai pembedaan gender; dan

(d) sikap terhadap ketidakpastian, sehubungan dengan kontrol terhadap agresivitas dan

pengungkapan emosi.

(2) Model Budaya Organisasi Schein

Schein (2004) membagi budaya organisasi ke dalam tiga tingkatan bangunan, yaitu

sebagai berikut. Tingkat pertama adalah artifak (artifact) di mana budaya bersifat kasat

mata tetapi sering kali tidak dapat diartikan. Tingkat kedua adalah nilai (value) yang

memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artifak. Tingkat ketiga adalah

asumsi dasar (basic assumption) di mana budaya diterima begitu saja (taken for

granted), tidak kasat mata dan kadang kala tidak disadari.

(3) Denison (1991) menghadirkan saling keterkaitan antara budaya organisasi, praktek-

praktek manajemen, kinerja dan efektifitas. Model ini menyoroti pentingnya

menghubungkan praktik-praktik manajemen dengan asumsi dasar dan kepercayaan

dalam menilai efektivitas budaya organisasi. Nilai-nilai dan kepercayaan dalam

organisasi menumbuhkan seperangkat praktik manajemen di mana aktivitas-

aktivitas yang dilakukan tersebut berasal dari nilai-nilai yang ada dalam organisasi.

(4) Model Budaya Organisasi Kotter dan Heskett

Kotter dan Heskett (1997) menguraikan bahwa budaya mempunyai dua tingkatan

yang berbeda dalam kaitannya dengan kemampuan dan kekuatan untuk berubah.

Secara lebih mendalam, pada tingkatan yang kurang kelihatan, budaya mengacu pada

Page 29: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

29

nilai-nilai yang dibagi bersama oleh orang-orang di suatu kelompok dan berlaku dari

waktu ke waktu bahkan ketika keanggotaan kelompok telah berubah.

2.2.3 Budaya Tri Hita Karana (THK)

Dunia tradisi Bali yang berjiwa Hindu dengan elemen pemujaan alam dan para

leluhur adalah hasil evolusi dan akulturasi dari beberapa budaya yang datang ke Pulau

Bali. Sistem dan tatanan kehidupan seperti desa adat dengan banjarnya yang direkat

oleh konsep tiga pura yang disebut dengan Kahyangan Tiga (Puseh, Desa, Dalem) dan

pura keluarga (Merajan) serta organisasi pertanian bernama subak yang diperkirakan

mulai diterapkan di Bali sejak awal abad ke 11 hingga kini masih tetap kuat

keberadaannya. Lembaga tradisional sosial, seperti banjar, desa adat, dan subak inilah

dianggap sebagai pilar-pilar penyangga kelestarian kebudayaan Bali (Pitana, 2002).

Menurut Sulistyawati (2000) THK adalah kearifan lokal (lokal wisdom) yang sudah

menjadi kepribadian budaya (cultural identity) karena mampu mengakomodasikan dan

mengintegrasikan unsur-unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli sekaligus menjadi

bingkai tatanan kehidupan masyarakat Bali di berbagai sektor. THK adalah konsep

bersifat totalitas meliputi alam semesta, di mana unsur-unsur THK di alam semesta

(makrocosmos) meliputi lingkungan alam fisik, manusia sebagai penggerak alam, dan

Tuhan yang menjiwai alam semesta (Putra, 2000). Menurut Kaler (2000) dalam diri

manusia (mikrocosmos) unsur-unsur THK meliputi badan kasar (angga sarira); tenaga

atau energi (prana) yang mengaktifan manusia; serta jiwa zat penghidupan manusia

atau atman.

2.2.4. Relevansi Konsep THK dalam Bisnis

Putra (2000) menyatakan bahwa apabila konsep THK dikaitkan dengan bisnis,

maka dalam parahyangan seorang pengusaha memiliki keyakinan bahwa keberhasilan

Page 30: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

30

yang dicapai bukanlah semata-mata karena kemampuan dan kerja keras mereka,

melainkan keberhasilan tersebut juga karena kehendak Tuhan. Dalam kaitan dengan

pawongan pengusaha Hindu memiliki pandangan bahwa manusia tidak berada sendiri di

dunia sehingga manusia selalu mengharapkan kerja sama dari sesama. Dalam

hubungannya dengan usaha, mereka berupaya membina hubungan harmonis dengan

karyawan, pelanggan, pembeli, pemilik perusahaan dan pemerintah. Pengusaha

menanamkan ajaran budi pekerti atau etika dalam membina hubungan harmonis,

bertenggang rasa, saling menghormati. Pitana (2002) menekankan bahwa ajaran karma

menjadi pegangan bagi pengusaha untuk mengembangkan hubungan harmonis

terhadap berbagai unsur yang terkait dengan usahanya.

Sistem bisnis berlandaskan THK bertujuan untuk tercapainya keberlanjutan bisnis

yang tidak terbuai hanya pada usaha untuk mencari keuntungan yang maksimal dengan

menghalalkan segala cara. Pitana (2002) memandang bahwa dari ketiga komponen THK

tersebut posisi pawongan adalah sebagai subjek sekaligus objek, dalam arti manusia

dalam hidupnya menentukan dan ditentukan oleh dirinya sendiri terkait dengan

pengetahuan dan pengamalannya. Oleh karena itu, apabila konsep tersebut

diaplikasikan secara ideal maka keharmonisan akan tercapai. Sebaliknya apabila manusia

tidak peduli, maka akan menemukan ketidakharmonisan. Dengan demikian, dapat

dijelaskan bahwa jika aspek manusianya sukses tergarap, maka dua aspek lainnya yaitu

parahyangan dan palemahan secara otomatis akan mengikutinya.

2.2.5 Budaya THK dan Budaya Organisasi

Budaya THK merupakan budaya yang bersumber dari kearifan lokal. Menurut

Sobirin (2009) budaya nasional terbentuk oleh alasan-alasan yang berbeda karena

munculnya sebuah negara memiliki latar belakang yang berbeda. Oleh karena itu,

Page 31: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

31

berbagai faktor (seperti etnis, ekonomi, politik, agama, ataupun bahasa) memberikan

kontribusi dalam pembentukan budaya nasional.

Schein (2004) mengemukakan bahwa budaya organisasi didasarkan atas tiga

tingkatan yaitu: Pertama adalah artifacts, sesuatu yang dimodifikasi oleh manusia untuk

tujuan tertentu yang dapat langsung dilihat dari struktur sebuah organisasi dan proses

yang dilakukan dalam organisasi. Kedua espoused beliefs and values adalah nilai-nilai

pendukung mencakup strategi, tujuan, dan filosofi dasar yang dimiliki oleh organisasi

yang dapat dipahami jika sudah mulai menyelami organisasi tersebut dengan tinggal

lebih lama dalam organisasi. Ketiga underlying basic assumptions, merupakan asumsi-

asumsi tersirat yang diyakini bersama. Nilai-nilai, kepercayaan, dan asumsi-asumsi yang

digunakan oleh para pendiri yang dianggap sebagai hal penting dalam membawa

organisasi menuju gerbang kesuksesan. Konsep bangunan budaya Schein (2004)

tersebut dapat digambarkan pada Gambar 2.1.

Page 32: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

32

Gambar 2.1 Elemen-elemen Budaya

Sumber : Schein, 2004 (Riana, 2010; 58)

Model Schein (2004) dapat diaplikasikan, baik terhadap budaya nasional maupun

budaya organisasi. Budaya organisasi dapat memodifikasi pada dua tingkatan, tetapi

mempunyai sedikit dampak terhadap asumsi dasar bilamana dikaitkan dengan budaya

nasional. Kondisi ini menimbulkan tanggapan apakah perilaku, nilai, dan kepercayaan

yang ditentukan oleh budaya nasional semata-mata dipatuhi atau benar-benar

dimasukkan di dalam budaya organisasi (Sathe, 1983, dalam Sangen, 2005).

Kebudayaan selalu dikonsepsikan sebagai hasil dari hubungan yang dipolakan

dari berbagai unsur, seperti teknologi, kepercayaan, nilai, dan aturan yang berfungsi

sebagai pedoman. THK merupakan produk perilaku manusia yang lebih bersifat subjektif

dan interpretatif. Oleh sebab itu, simbol-simbol akan terbangun oleh pemahaman

subjektif yang dikaitkan dengan fenomena-fenomena yang mempunyai konsekuensi

objektif. Dalam kaitannya dengan THK, parahyangan analog dengan subsistem nilai,

pawongan analog dengan subsistem sosial, dan palemahan analog dengan subsistem

Visible organizationalstructure and processes

(hand to decipher)

Strategic, goals, philosophis(espoused jushfications)

Unconscious, taken-for-granded Beliefs,perception, thought, and feelings

(ultimate source of value and action)

Artifacts

Espoused Beliefs and

Values

Underlying

Assumptions

Page 33: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

33

artefak (Windia dan Dewi 2011). Keterkaitan antar subsistem tersebut dalam konsep

THK dapat digambarkan seperti Gambar 2.2

Gambar 2.2 Konsep THK sebagai Sistem Kebudayaan

Sumber : Windia dan Dewi 2011: Halaman 11.

Berdasarkan Gambar 2.2 elemen-elemen budaya; artifacts, espouse value, dan

basic assumptions (Schein, 2004) dan subsistem pola pikir, subsistem sosial, artifak

(Koentjaraningggat, 2005) tercermin di dalam elemen-elemen budaya THK, yaitu

parahyangan, pawongan, dan palemahan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa

nilai-nilai yang terkandung di dalam THK telah digunakan sebagai suatu tata nilai yang

digunakan sebagai pegangan anggota organisasi dalam melaksanakan kewajiban dan

berperilaku.

Apabila dibuatkan dalam bentuk matriks perbandingan antara teori budaya

Hofstede, Schein, Koentjaraninggrat, dan Budaya Tri Hita Karana (THK) dapat dilihat

pada Tabel 2.1 berikut.

LingkunganLingkungan

Palemahan

Sub sistem artefak

Pawongan

Sub sistem sosial

Perahyangan

sub sistem nilai

Page 34: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

34

Tabel 2.1 Perbandingan Tingkatan dan Dimensi Budaya Organisasi

THK Koentjaraninggrat Schein Hofstede

Parahyangan Sistem nilai Basic assumption Uncertaity avoidance

Pawongan Sistem sosial Value system Individualism &

Collectivism Power

distance Maskulinity

& feminity

Pelemahan Sistem kebendaan Artifact Short term & long

term

Sumber: Berbagai referensi

Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dijelaskan bahwa karakteristik dan dimensi budaya

THK telah tercermin dalam dimensi beberapa konsep budaya (Koentjaraninggrat, Schein,

dan Hofstede). Dengan demikian, konsep budaya THK merupakan konsep budaya di

mana nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah mewarnai berbagai kehidupan

masyarakat khususnya di Bali, termasuk dalam melakukan aktivitas bisnis sehingga

dapat disebut budaya organisasi.

Selanjutnya Hofstede (2001) berpendapat bahwa pendekatan terhadap analisis

budaya nasional dan budaya organisasi memiliki suatu perbedaan. Pendekatan analisis

budaya nasional berpegang secara menyeluruh pada tata nilai dan norma-norma,

sedangkan budaya organisasi lebih berpegang pada praktika. Oleh sebab itu, budaya

organisasi merupakan perilaku anggota organisasi sehari-hari sehingga pengukuran tata

nilai dilakukan dengan melihat perilaku anggota organisasi (Hofstede, 2001). Dengan

demikian, sebenarnya Hofstede melakukan analisis budaya organisasi berdasarkan

Page 35: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

35

praktika, walaupun membahas budaya nasional namun latar belakangnya adalah budaya

organisasi.

Dengan demikian konsep Tri Hita Karana dapat menuntun sikap dan perilaku

untuk menjaga integritas melalui: mensyukuri karunia tuhan dengan jalan bertakwa

kepadaNya (Ketakwaan), Bekerja sebagai pengorbanan dan pengabdian (Dedikasi) dan

sikap Kejujuran sebagai manefestasi dari unsur parahyangan. Untuk memperoleh

kesejahteraan manusia dituntut adanya etos kerja yang tinggi dalam bentuk: kreativitas,

kerja keras tanpa mengenal putus asa, menghargai waktu, kerja sama yang harmonis,

Satya wacana, efisiensi yang etis dan penuh prakarsa sebagai manefestasi dari unsur

pawongan. Untuk memperoleh kesejahteraan manusia dituntut untuk melestarikan

lingkungan dalam bentuk membangun, memelihara, dan mengamankan lingkungan

sebagai manefestasi unsur palemahan.

Berdasarkan kajian yang telah disajikan maka variabel budaya organisasi dalam

penelitian ini mengacu pada konsep falsafah budaya Bali Tri Hita Karana yang memiliki

tiga dimensi yaitu: unsur parahyangan, unsur pawongan, dan unsur palemahan yang

diadopsi sebagai Budaya Organisasi.

Teori budaya organisasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendapat

Hofstede (2001) mengatakan bahwa pada masyarakat di Asia nilai-nilai dan norma

agama masih sangat kuat. Di samping itu konsep budaya Hofstede telah populer dan

dipakai dasar untuk melihat konsep budaya nasional lebih mendalam tampaknya tidak

bisa lepas dari hasil karya Hofstede. Budaya nasional akan secara terus menerus

mempengaruhi nilai-nilai kerja dalam suatu organisasi, begitu juga dalam berbagai

literatur, khususnya yang mengkaji aspek kehidupan dan kegiatan manusia lintas budaya

(nasional), tulisan-tulisan Hofstede hampir selalu menjadi rujukan utama (Sobirin 2009).

Page 36: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

36

Untuk dapat mengaplikasikannya ke dalam nilai budaya Tri Hita Karana akan

dijastifikasikan terlebih dahulu. Dimensi parahyangan dalam budaya Tri Hita Karana

yang merupakan hubungan manusia dengan Tuhan. Dimensi parahyangan ini kalau

dijastifikasikan ke teori Hofstede identik dengan uncertainty avoidance, merupakan

reaksi dari masing-masing anggota organisasi terhadap ketidaktahuan dan

ketidakpastian. Secara umum uncertainty avoidance dibedakan menjadi dua yakni : (i)

strong uncertainty avoidance adalah toleransi yang relatif rendah terhadap situasi

ketidakpastian. Rendahnya toleransi ini mendorong munculnya upaya-upaya yang

sangat kuat untuk menghindarinya. (ii) weak uncertainty avoidance adalah toleransi

yang relatif tinggi terhadap situasi ketidakpastian, cendrung berupaya untuk

menghindari ketidakpastian. Dimensi pawongan dalam budaya Tri Hita Karana yang

merupakan hubungan manusia dengan manusia. Dimensi pawongan kalau

dijastifikasikan ke teori Hofstede identik dengan: (1) power distance, (2) individualism

dan collectivism. (3) masculinity dan feminity, Dimensi palemahan dalam budaya Tri

Hita Karana yang merupakan hubungan manusia dengan lingkungan. Dimensi

palemahan kalau dijastifikasikan ke teori Hofstede identik dengan short term dan long

term orientation merupakan orientasi terhadap waktu.

2.2.6 Kepemimpinan.

2.2.6.1 Pengertian Kepemimpinan

Berbagai aktivitas yang ada dalam suatu lembaga atau organisasi tidak akan

terlepas dari arahan dan kontrol dari seorang pemimpin, karena pemimpin akan

bertanggung jawab terhadap pendelegasian sebagian wewenangnya kepada

subordinatenya. Hubungan antara pemimpin dan pengikutnya sangat erat, karena

Page 37: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

37

keberhasilan seorang pemimpin dalam sebuah organisasi tidak terlepas dari peran

anggota organisasinya. Kasali (2005) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah

mengkomunikasikan kepada orang lain nilai dan potensi mereka secara amat jelas

sehingga mereka bisa melihat hal itu dalam diri mereka dan mempunyai komitmen yang

tinggi terhadap organisasi. Yukl (2010) mengatakan kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi orang lain untuk memenuhi sasaran bersama.

Menurut Luthans, (2006) mendefinisikan sebagai proses kelompok, personalitas,

pemenuhan perilaku tertentu, persuasi, kekuatan, tujuan, pencapaian, diferensiasi

peran, anisiasi struktur, serta kombinasi dari dua atau lebih dari hal tersebut .

Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam perusahaan, karena perilaku

kepemimpinan akan mempengaruhi perilaku, persepsi, dan sikap karyawan kepada

perusahaan, seperti effective commitment (Podsakoff et al., 2006; Gilbert, De Winne,

dan Sels, 2009), commitment organizational of valued Human Capital (Shahzad,

Rehman, dan Abbas, 2010), organizational citizenship behavior (Lian dan Salleh, 2011),

kepuasan kerja (Yusof dan Tahir, 2011; Lee, 2008), employee turnover (Yusof dan Tahir,

2011).

Menurut Drucker (Moeljono, 2008) pemimpin adalah individu yang made things

happen. Pemimpin adalah yang membuat sesuatu menjadi sesuatu itu sendiri, membuat

organisasi menjadi sebuah organisasi yang sesungguhnya. Dalam hal ini, pemimpin

adalah individu manusianya, sementara kepemimpinan adalah sifat yang melekat

kepadanya sebagai pemimpin. Selanjutnya dari kata pemimpin tersebut, kepemimpinan

didefinisikan sebagai "the art of getting others to want to do something that individual is

convinced should be done" (Kouzes dan Posner, dalam Sims, 2002). Menurut Hasibuan

Page 38: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

38

(2013) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan

agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Tannenbaum dan Schmidt mengembangkan model kepemimpinan continuum

(leadership continuum model) pada tahun 1958. Lussier dan Achua (2010) menjelaskan

bahwa leadership continuum model digunakan untuk menentukan jenis kepemimpinan

yang dipilih oleh pemimpin dengan mempertimbangkan situasi (pemimpin, bawahan,

situasi/waktu) untuk memaksimalkan kinerja. Griffin dan Moorhead (2012) juga

menjelaskan bahwa continuum perilaku memiliki range mulai dari perilaku ekstrim

pemimpin yang menggunakan otoritasnya (boss-cantered leadership) sampai perilaku

ekstrim yang membiarkan karyawan mengambil keputusan sendiri (subordinate-

centered leadership).

2.2.6.2 Teori Kepemimpinan

Menurut Gibson et al. (1996) di dalam mempelajari kepemimpinan ada

banyak teori yang dapat dijadikan acuan. Namun teori-teori tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu :

1. Teori Sifat (Trait theory) yaitu suatu pendekatan yang mempertanyakan sifat-

sifat apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. Dari teori inilah

timbul pernyatan-pernyataan ilmiah yang mengemukakan bahwa

kepemimpinan itu dilahirkan sebagi pemimpin. Pendekatan ini didasarkan

pada asumsi bahwa dapat ditemukan sejumlah ciri individu terbatas dari

pemimpin yang efektif. Unsur-unsur testing kepegawaian dari manajemen

keilmuan dalam kadar yang signifikan, mendukung teori sifat kepemimpinan.

Unsur-unsur testing kepegawaian tersebut adalah :(i) Kecerdasan

Page 39: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

39

(intelligence), (ii) Kepribadian (personality), (iii)Karakteristik fisik (physical

characteristic), dan (iv)Kemampuan supervisi.

2. Teori Situasional menyatakan bahwa keefektifan kepemimpinan tergantung pada

kecocokan antara kepribadian, tugas, kekuasaan, sikap, dan persepsi. Ada tiga

pendekatan kepemimpinan yang berorientasikan situasi yaitu :

a) Model kepemimpinan kontingensi.

Teori kontingensi ini dikemukakan oleh Fred Fielder (1987) model

kontingensi yang dikembangkan disebut Contingency Model of Leadership

effectiveness. Model ini memuat hubungan antara leadership style dengan

favorableness of the situation, di mana untuk favorableness of the situation

digambarkan dalam tiga dimensi empiris yang meliputi: (i) Struktur derajat

tugas (The degree of task structure), (ii) Hubungan antara Anggota dengan

pemimpin (the leader-member relationship), dan (iii) Kekuatan posisi (the

leader’s position power). Dari hasil analisis Fielder menemukan bahwa dalam

situasi yang sangat favorable dan yang sangat tidak favorable maka tipe leader

yang paling efektif adalah task directed atau otoriter.

b) Model kepemimpinan Vroom-Yetton.

Vroom dan Yetton telah mengembangkan sebuah model pengambilan

keputusan kepemimpinan yang menunjukkan jenis-jenis situasi di mana

berbagai tingkatan pengambilan keputusan partisipatif akan tepat. Mereka

mencoba menyediakan suatu model normatif. Pendekatan mereka berasumsi

bahwa suatu gaya kepemimpinan tunggal adalah tepat untuk segala situasi

tidak seperti halnya Fiedler, Vroom dan Yetton berasumsi bahwa pemimpin

Page 40: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

40

harus cukup luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan mereka agar sesuai

dengan situasi. Fiedler berpendapat bahwa situasi harus diubah agar cocok

dengan gaya kepemimpinan yang kaku.

c). Model jalur-tujuan

Robbins (2009) menjelaskan Model Jalur - Tujuan sebagai berikut:

Hakikat teori Jalur – Tujuan yang dikembangkan oleh Robert House ini

adalah bahwa merupakan tugas seorang pemimpin untuk membantu

pengikutnya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberikan

pengarahan yang perlu dan/atau dukungan guna memastikan tujuan mereka

sesuai dengan sasaran keseluruhan dari kelompok atau organisasi.

2.2.6.3 Kepemimpinan yang Efektif

Morgan dan Marshal (2006) mengatakan ciri-ciri pemimpin yang efektif adalah

pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengenali dan menyediakan besaran

pembinaan yang tepat bagi bawahan memiliki kepribadian yang caring, openness,

flexibility, warmth, objectivity, truth worthiness, honesty, strength, patience, dan

sensitivity.

Kemimpinan yang effektif menurut Jacobs et al. (2012) nyaman dengan diri

sendiri dan orang lain, meliputi nyaman dengan posisi sebagai pemegang otoritas,

percaya diri dengan kemampuannya untuk memimpin, dan kemampuan untuk

mendengarkan perasaan, reaksi, mood, dan kata-kata orang lain. Hal terpenting lainnya

adalah memiliki kesehatan psikologis.

Adair (2011) menjelaskan kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan

yang mampu memahami dan memenuhi tiga jenis kebutuhan dalam organisasi, yaitu

Page 41: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

41

kebutuhan tugas (task needs), kebutuhan individu (individual needs), dan kebutuhan tim

(team needs). Untuk lebih jelasnya mengenai kepemimpinan yang effektif disajikan pada

Tabel 2.2

Tabel 2.2. Kepemimpinan Efektif

Kebutuhan Kualitas Nilai/fungsi

Tugas

Inisiatif Menggerakkan kelompok

perseverance

(pemeliharaan)

Mencegah kelompok agar tidak mudah menyerah

Efisiensi Pekerjaan berjalan dengan baik, memahami biaya

(energi, waktu, dan uang)

Kejujuran Sesuai dengan fakta

Percaya diri Menghadapi kenyataan

Industry Mendapatkan hasil dengan aplikasi yang mantap

Audacity/berani Tidak terkekang dengan aturan atau konvensi

Humility/sederhana Menghadapi kesalahan dan tidak menyalahkan

orang lain

Tim

Integritas Mengintegrasikan tim dan menciptakan

kepercayaan

Humor Bisa menyenangkan suasana

Audacity/berani Memberi inspirasi dengan orisinalitas dan

semangat

Percaya diri Menciptakan kepercayaan

Adil Membangun kedisiplinan melalui kesepakatan

yang adil

Jujur Penuh penghargaan

Page 42: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

42

Kebutuhan Kualitas Nilai/fungsi

Humility/sederhana Tidak egois, sombong, dan bisa memberi pujian

Individual

Kebijaksanaan Sensitif dalam berhubungan dengan orang lain

Rasa kasih sayang Menunjukkan simpati dan keperdulian, serta sikap

membantu

Konsistensi Memudahkan orang-orang di mana mereka harus

berada

Humility/sederhana Mengenali kualitas/kemampuan dan memberikan

penghargaan

Jujur Menghargai individu

Adil Memberi dukungan dan semangat kepada individu

melalui kesepakatan yang adil

Sumber: Adair (2011: 9-11).

2.2.6.4 Kepemimpinan Dalam Agama Hindu

Dalam ajaran hindu terdapat beberapa ajaran atau prinsip kepemimpinan

(leadership) yang menekankan kepada perilaku seorang pemimpin. Salah satunya

adalah Astadasa Paramiteng Prabhu atau delapan belas prinsip-prinsip utama

kepemimpinan. Suhardana (2008) prinsip-prinsip kepemimpinan ini termuat dalam

Kakawin Gajah Mada. Kakawin ini menguraikan kejayaan mahapatih Gajah Mada yang

terkenal bijaksana. Di dalam kakawin tersebut terdapat ajaran kepemimpinan di

antaranya tentang profil pemimpin, kerja keras, visioner, cerdik, cermat, tipu daya,

melenyapkan gangguan terhadap negara. Pemimpin dan pandita melaksanakan

fungsinya sebagai Brahma, Wisnu, dan Siva, mewujudkan kesejahtraan, melindungi

seluruh wilayah negara, menumbuhkan kesadaran warga negara terhadap tegaknya

Page 43: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

43

hukum, mewujudkan kesucian pribadi melalui pertapaan, dan samadhi. Gajah Mada

seorang negarawan besar dan ajaran kepemimpinan yang diajarkan dan di

implementasikan masih sangat relevan dewasa ini.

Kegemilangan, kesuksesan dan kemampuan Gajah Mada dalam mempersatukan

seluruh Nusantara tentu amat menarik untuk dipelajari. Sejarah telah mencatat bahwa

misteri sukses Gajah Mada itu ternyata terletak pada kuatnya dalam meyakini dan

menjalankan prinsip-prinsip kepemimpinan yang dinamakan Astadasa Paramiteng

Prabhu. Menurut Tandes (2007) secara garis besar, norma-norma kepemimpinan

Gajah Mada yang terdiri dari 18 (astadasa) prinsip itu dapat diklasifikasikan dalam tiga

dimensi :

a. Dimensi Spiritual: merupakan dimensi inti dari Astadasa Paramiteng Prabhu.

Dimensi ini membentuk kecerdasan spiritual seorang pemimpin. Kecerdasan

spiritual ini dapat diperoleh dengan mengkhayati dan mengamalkan apa yang

dinamakan Tri Hita Karana atau tiga penyebab kebahagaiaan, yakni adanya

hubungan baik dengan Tuhan, hubungan baik antar sesama manusia dan hubungan

baik dengan lingkungan. Selanjutnya pengkhayatan dan pengamalan Tri Hita

Karana secara terus menerus akan dapat meningkatkan Tri Kaya Parisudha seorang

pemimpin: berfikir yang baik, berkata yang baik dan berbuat yang baik. Dengan

semakin meningkatnya Tri Kaya Parisudha itu, maka kemampuan pengendalian

dirinya pun akan meningkat pula.

Dimensi spiritual kepemimpinan Gajah Mada itu terdiri atas tiga prinsip, yakni :

1) Wijaya artinya tenang, sabar dan bijaksana.

2) Masihi Samasta Bhuwana atau harmonis dengan alam.

3) Prasaja artinya hidup sederhana.

Page 44: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

44

b. Dimensi Moral :

Dimensi Moral kepemimpinan Gajah Mada terdiri dari enam prinsip, yaitu:

1) Mantriwira artinya seorang pemimpin harus berani membela dan menegakkan

kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh oleh tekanan dari pihak lain.

2) Sarjawa Upasama. Seorang pemimpin harus rendah hati, tidak boleh sombong atau

congkak dan tidak mentang-mentang karena jadi pemimpin atau janganlah sok

kuasa.

3) Tan Satresna. Seorang pemimpin harus berdiri diatas semua golongan.

4) Sumantri. Seorang pemimpin haruslah tegas, jujur, bersih dan berwibawa.

5) Sih Samasta Bhuwana atau dicintai dan mencintai rakyat.

6) Nagara Gineng Pratijna. Seorang pemimpin hendaknya mengutamakan kepentingan

negara dan bangsa dari pada kepentingan pribadi.

c. Dimensi Managerial:

Dimensi Managerial kepemimpinan Gajah Mada terdiri atas sembilan prinsip, yakni

:

1) Matangguan. Seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakatnya.

2) Satya Bhakti Prabhu. Seorang pemimpin harus loyal kepada kepentingan yang lebih

tinggi.

3) Wagmi wak. Seorang pemimpin haruslah menjadi komunikator yang baik.

4) Wicaksaneng Naya. Untuk mencapai tujuan, seorang pemimpin perlu mengatur

strategi yang tepat.

5) Dhirotsaha. Seorang pemimpin harus bekerja dengan target yang jelas, terukur dan

berbatas waktu.

Page 45: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

45

6) Dibyacitta. Seorang pemimpin harus akomodatif dan aspiratif.

7) Nayaken Musuh. Seorang pemimpin harus mampu menundukkan musuh-musuhnya

dengan baik yang ada di dalam dirinya sendiri maupun yang datang dari luar.

8) Ambek Paramartha. Seorang pemimpin hendaknya memusatkan perhatiannya

kepada sasaran atau target. Untuk itu seorang pemimpin harus pandai menentukan

skala prioritas, artinya mana yang perlu didahulukan.

9) Waspada Purwartha. Seorang pemimpin organisasi harus selalu mengadakan

evaluasi dan perbaikan yang terus menerus.

Penelitian ini akan menggunakan konsep pendekatan situasional (contingency)

yang dipaparkan oleh Fiedler (1987) yang dikembangkan oleh Paul dan Blanchard

(1992). Adapun pertimbangan memakai pendekatan ini: (i) secara filosofis fundamental

kepemimpinan situasional mengatakan: tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik.

Kepemimpinan yang efektif adalah tergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua

pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat, (ii)

efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok

tapi tergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara

keseluruhan, (iii) fokus kepemimpinan situasional pada fenomena kepemimpinan di

dalam suatu situasi yang unik, dan (iv) kepemimpinan memiliki batas-batas budaya,

artinya para pemimpin perlu menyesuaikan gaya mereka dengan aspek-aspek kultural

yang unik dari suatu negara (Robbins, 2009).

Pada pendekatan situasional terdapat 3 variabel situasi utama yang cenderung

menentukan apakah suatu situasi tertentu menguntungkan bagi pemimpin, yaitu : (i)

hubungan pribadi mereka dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin-

Page 46: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

46

anggota), (ii) kadar struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok untuk dilaksanakan

(struktur tugas), dan (iii) kuasa dan wewenang posisi yang dimiliki (kuasa posisi).

Untuk mengimplikasikan ajaran kepemimpinan dalam agama hindu asta dasa

paramiteng prabhu dengan menggunakan konsep pendekatan situasional yang

dipaparkan oleh Fiedler terlebih dahulu akan dijastifikasikan. Untuk dimensi spritual dan

moral identik dengan hubungan pemimpin anggota, sedangkan untuk dimensi

manajerial identik dengan struktrur tugas dan kuasa posisi.

2.2.7 Komitmen Organisasional

Komitmen organisasional (organizational commitment) merupakan salah satu

tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai variabel

terikat, variabel bebas, maupun variabel mediasi. Hal ini antara lain dikarenakan

lembaga membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi

agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang

dihasilkannya. Menurut Baron dan Greenberg (1990) karyawan yang memiliki komitmen

organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif sehingga

pada akhirnya juga lebih menguntungkan bagi organisasi. Mondy dan Noe. (1996)

mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan

lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan

organisasi.

Baron dan Greenberg (1990) mengemukakan bahwa komitmen kerja

merefleksikan tingkat identifikasi dan keterlibatan individu dalam pekerjaannya dari

ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut.

2.2.7.1 Pengertian Komitmen Organisasional

Page 47: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

47

Luthans (2006), mengemukakan, bahwa organizational commitment are (1) a

strong desire to remain a member of particular organization, Keinginan yang kuat untuk

mempertahankan seorang anggota organisasi tertentu, (2) a willingness to exert high

levels of effort on behalf of the organization, Sebuah kemauan yang kuat untuk berusaha

mempertahankan name organisasi and (3) a definite belief in, and acceptance of, the

values and goals of the organization.

George dan Gareth (2002) organizational commitment is the collection of feelings

and beliefs that people have about their organization as a whole. Hal ini berarti level

komitmen dimulai dari sangat tinggi sampai sangat rendah, orang-orang dari

mempunyai sikap tentang berbagai aspek organisasi mereka seperti saat praktek

promosi organisasi, kualitas produk organisasi dan perbedaan budaya organisasi. Sopiah

(2008) mendefinisikan komitmen organizational sebagai derajat dimana karyawan

percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau akan

meninggalkan organisasinya. Robbins dan Judge (2009) mendefinisikan komitmen

organizational sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi

tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan

dalam organisasi tersebut. Keterlibatan terhadap pekerjaan tinggi mempunyai anti

bahwa seorang individu telah melibatkan dirinya kepada aktivitas organisasi, sementara

komitmen organizational yang tinggi berarti keberpihakan karyawan terhadap organisasi

secara riil akan dapat meningkatkan kinerja organisasi.

Ayenew (2009) mengungkapkan komitmen organisasional: “organizational

commitment is based on affective attachment to the work organization. Organizational

commitment can become a vehicle by which individuals manifest loyalty to and

identification with the organization. Committed employees identify with and feel loyal

Page 48: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

48

toward the organization, they share the value of the organization and have a personal

sense of importance about the agency's mission”.

Namun O’Reilly dan Chatman, J. (1986) berpendapat bahwa kedua hal di atas

tidak secara tiba-tiba datangnya, melainkan harus didahului oleh apa yang ia sebut

sebagai compliance dan identification. Complication adalah suatu kepatuhan individu

terhadap keinginan perusahaan semata-mata karena yang bersangkutan ingin

mendapatkan sesuatu dari perusahaan tersebut sedangkan identification adalah suatu

kebanggaan yang ada di dalam diri individu karena menjadi bagian dari perusahaan.

2.2.7.2 Komponen Komitmen Organisasional

Mowday, Steers, dan Porter (Spector, 2000) mengemukakan bahwa komitmen

organisasional terdiri dari tiga komponen, yaitu penerimaan dan keyakinan yang kuat

terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi, kesediaan individu untuk berusaha

dengan sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi serta keinginan yang kuat untuk

mempertahankan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut.

Menurut Meyer dan Allen (1991) ada tiga komponen komitmen organisasional

yaitu:

1. “Affective commitment refers to the employee's emotional attachment to,

identification with, and involvement in the organization. Employees with a strong

affective commitment continue employment with the organization because they

want to do so. Komitmen afektif sebagai keinginan untuk tetap menjadi anggota

organisasi karena adanya ikatan emosional, identifikasi dengan organisasi dan

keterlibatan dengan kegiatan organisasi.

Page 49: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

49

2. Continuance commitment refers to an awareness of the costs associated with

leaving the organization. Employees whose primary link to the organization is based

on continuance commitment remain because they need to do so.

Komitmen continuance adalah komitmen yang berkelanjutan sebagai keinginan

untuk tetap menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran akan biaya yang

terkait dengan itu ketika meninggalkan organisasi.

3. “Normative commitment reflects a feeling of obligation to continue employment

Employees with a high level of normative commitment feel that they ought to remain

with the organization”.Komitmen normatif adalah komitmen yang didasarkan pada

norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab

terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen

ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to)”.

Hal yang umum dari ketiga pendekatan tersebut adalah pandangan bahwa

komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan

dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan individu untuk tetap berada

atau meninggalkan organisasi, namun demikian sifat dan kondisi psikologis untuk bentuk

komitmen sangat berbeda.

2.2.8.Kinerja Perusahaan

2.2.8.1 Pengertian Kinerja Perusahaan

Kinerja organisasi publik belakangan ini sering di perdebatkan. Jacky Holloway,

dalam Rose dan Lawton (1999) menyatakan; At its broadest, performance management

can be defined as the managerial work needed to ensure that organization’s top – level

aims (somes times expressed as vision and mission statement) and objectives are

Page 50: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

50

attained. Usually this will require rewalistic time periods for their attained in a

controlled way, contributing in a tangible way to top-level objectives.

Mardiasmo (2002), mengemukakan tolok ukur kinerja organisasi publik berkaitan

dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut. Satuan ukuran

yang relevan digunakan adalah effisiensi pengelolaan dana dan tingkat kualitas

pelayanan yang dapat diberikan kepada publik.

Dengan demikian, dapat dinyatakan kinerja organisasi publik adalah hasil kerja

yang dapat menjamin tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan visi, misi dan sasaran

organisasi. Sehingga untuk menilai kinerja organisasi publik, diperlukan beberapa

indikator yakni; efektivitas, efisiensi, ekonomis dan ekuitas.

2.2.8.2. Pengukuran Kinerja Perusahaan

Ukuran kinerja atau parameter performance adalah suatu ukuran yang dibuat

untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja fungsi, pekerjaan maupun kinerja

industri secara umum. Dengan perkataan lain, ukuran kinerja dilakukan untuk

mengetahui seberapa jauh suatu fungsi atau bagian tertentu dari perusahaan dan orang-

orang yang bekerja di dalamnya mencapai tujuan, baik tujuan umum maupun khusus,

yang ditugaskan kepada mereka. Ukuran tersebut dinamakan ukuran kinerja dan dapat

dinyatakan secara kuantitatif atau secara kualitatif (Indrajid dan Djokopranoto, 2005).

Zainal dan Hessel (2004) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan

suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan

yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai

mekanisme untuk memberikan penghargaan / hukuman (reward / punishment), akan

tetapi pengukuran kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk

memperbaiki kinerja organisasi.

Page 51: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

51

2.2.8.3 Pengukuran Kinerja Model Balanced Scorcard

Robert dan David (1997), telah merumuskan Balanced Scorcard dalam rangka

pengukuran kinerja dengan menggunakan empat aspek pengukuran. Ukuran kinerja ini

sudah mendekati ukuran ideal karena selain mengukur kinerja keuangan juga diukur

aspek non keuangan. Dalam metode pengukuran ini terdapat empat persepektif yaitu:

(i) perspektif keuangan, (ii) perspektif pelanggan, (iii) perspektif operasional, dan (iv)

perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

2.2.8.4 Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik

Menurut Selim dan Woodward (2004, dalam Nawawi, 2013) mengemukakan

bahwa ada lima dasar yang bisa dijadikan indikator kinerja sektor publik antara lain: (i)

pelayanan, yang menunjukkan seberapa besar pelayanan yang diberikan, (ii) ekonomi,

yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih murah daripada yang

direncanakan, (iii) efisiensi, yang menunjukkan perbandingan hasil yang seharusnya

dengan hasil yang dicapai, dan (v) equity, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial

dan kebijakan yang dihasilkan.

2.2.8.5 Pengukuran Kinerja Kepmendagri No.47 Tahun 1999

Dalam rangka meningkatkan pelayanan air minum kepada masyarakat baik

secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas, Kementrian Dalam Negeri telah

mengeluarkan Peraturan No. 47 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja

Perusahaan Daerah Air Minum. Pedoman ini harus dipakai untuk mengetahui

keberhasilan direksi dalam mengelola PDAM sekaligus dijadikan dasar dalam

menentukan penggolongan tingkat keberhasilan PDAM. Pada Bab II pasal 2 dan

Page 52: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

52

pasal 3, disebutkan Badan Pengawas pada setiap akhir tahun buku melakukan

penilaian atas kinerja PDAM meliputi aspek keuangan, aspek operasional, dan

aspek administrasi. Adapun indikator dari masing-masing aspek akan disajikan

pada bab 3 dalam definisi operasional variabel .

Penelitian ini akan menggunakan pengukuran kinerja perusahaan mengacu

kepada pedoman yang lazim berlaku pada PDAM di seluruh Indonesia tentang: Pedoman

Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum berdasarkan Kepmendagri No.47 tahun

1999. Adapun pertimbangan menggunakan pengukuran kinerja ini: (i) secara praktek

sebagai pedoman untuk mengetahui keberhasilan direksi dalam mengelola PDAM

sekaligus dijadikan dasar dalam menentukan penggolongan tingkat keberhasilan PDAM,

dan (ii) kalau dibandingkan secara teori ukuran kinerja model Balanced Scorecard

(Robert dan David, 1997) tidaklah jauh berbeda, indikator masing-masing perspektif

yang dipakai ukuran kinerja dalam Balance Score Card, sudah juga dipakai indikator

pada masing-masing aspek dalam Kepmendagri No 47 Tahun 1999. Berdasarkan

pertimbangan ini menurut pandangan penulis dalam rangka menilai kinerja PDAM

sangat cocok dipakai.

Page 53: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

53

BAB 3

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis hubungan antar

variabel penelitian yang secara operasional dapat dilakukan melalui uji emperis

terhadap beberapa hal sebagai berikut :

1. Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap kinerja pada Perusahaan Daerah

Air Minum di Provinsi Bali.

2. Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap kepemimpinan pada Perusahaan

Daerah Air Minum di Provinsi Bali.

3. Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap komitmen organisasional pada

Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali.

4. Pengaruh kepemimpinan terhadap komitmen organisasional pada Perusahaan

Daerah Air Minum di Provinsi Bali.

5. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja perusahaan pada

Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali.

6. Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja perusahaan pada Perusahaan Daerah

Air Minum di Provinsi Bali.

3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini memberikan kontribusi baik

secara teoretis maupun secara praktis sebagai berikut :

Page 54: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

54

3.2.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1 Memberikan sumbangan pemikiran kepada dunia akademik, baik dalam

bidang manajemen sumberdaya manusia maupun perilaku organisasi,

khususnya mengenai budaya organisasi dengan nilai-nilai budaya Tri Hita

Karana , kepemimpinan, komitmen organisasional serta kinerja perusahaan

yang selama ini banyak diterapkan pada perusahaan atau industri apakah

sesuai jika diterapkan pada BUMD salah satunya pada Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM).

2 Dapat memberikan sumbangan konseptual dan bahan kajian teori perilaku

organisasi, khususnya mengenai budaya organisasi, kepemimpinan, komitmen

organisasional dengan menguji hubungan dengan kinerja perusahaan

berdasarkan kajian emperik yang dilakukan.

3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi khasanah pemikiran guna

penelitian lebih lanjut, khususnya penelitian yang berhubungan dengan

variabel yang dibahas.

3.2.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1 Para Direksi PDAM, dapat memberikan sumbangan informasi dalam

pengambilan keputusan manajerial untuk budaya organisasi, kepemimpinan,

Page 55: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

55

dan komitmen organisasional terhadap kinerja perusahaan dengan

mengimplementasikan nilai-nilai atau kontens lokal.

2 Diharapkan memberi manfaat bagi Direksi PDAM di Bali sebagai sumbangan

pemikiran dalam upaya merumuskan berbagai kebijakan tentang pengelolaan

sumberdaya manusia yang terkait dengan nilai-nilai lokal (budaya organisasi

dan kepemimpinan), komitmen organisasional dalam rangka meningkatkan

kinerja PDAM.

3 Bagi pemerintah Daerah sebagai pemilik PDAM sangat berkepentingan

terhadap kemajuan PDAM, baik dalam pelayanan maupun dalam peningkatan

keuntungan (Laba). Hasil penelitian ini yang menyangkut budaya organisasi

dengan nilai-nilai Budaya Tri Hita Karana dan kepemimpinan lokal dalam

hubungannya dengan komitmen organisasional dalam rangka meningkatkan

kinerja perusahaan dapat memberikan masukan dalam kebijakan rekrutmen

calon Direksi PDAM pada masa yang akan datang.

Page 56: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

56

BAB 4

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode penelitian yang meliputi: Kerangka konseptual

penelitian, hipotesis penelitian, definisi operasional variabel, lokasi penelitian, populasi

dan sampel, teknik pengukuran variabel, jenis data dan sumber data teknik

pengumpulan data, pendekatan penelitian, skala pengukuran data, uji validitas dan

reliabilitas instrumen, dan teknik analisis data yang digunakan. Semua hal tersebut

diuraikan sebagai berikut:

Dari berbagai telaah yang telah dipaparkan pada bab 2, baik dari aspek teoritis

maupun empiris, berbagai determinan telah dikembangkan untuk menjelaskan

beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Dalam penelitian ini dikaji 3

(tiga) variabel yang mempengaruhi kinerja perusahaan yaitu: Budaya Tri Hita Karana,

Kepemimpinan, dan Komitmen Organisasional.

4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kajian

mendalam, baik berdasarkan teori maupun kajian emperis tentang hubungan

antara budaya organisasi, kepemimpinan, komitmen organisasional, dan kinerja

perusahaan. Kerangka konseptual dijabarkan dari perumusan masalah yang telah

diuraikan sebelumnya serta penjelasan tiap-tiap variabel dan pola variabel

tersebut. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa budaya organisasi,

kepemimpinan, komitmen organisasional merupakan variabel penting dalam

meningkatkan kinerja perusahaan.

Page 57: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

57

Kompleksitas dari pengaruh budaya dapat membuat sesuatu yang mudah

dipahami, namun tidak dapat dimplementasikan secara baik. Meskipun berbagai

aspek budaya nasional telah mendapat perhatian dari para praktisi, pengaruh

budaya dalam penerapan budaya organisasi belum dikoneksikan dengan baik

(Clifford dan Markus, 1986; Emerson et al., 1995; dalam Subroto, 2009).

Hofstede (2001) telah berupaya melakukan kajian untuk mengkoneksikan budaya

nasional ke dalam budaya organisasi. Hasil karyanya telah memberikan dasar

pertimbangan bahwa manusia memiliki program mental yang dibangun melalui

pengalamannya. Program mental yang dibawa dan pengalaman yang didapatkan

tersebut merupakan tata nilai dan norma-norma yang terkandung dalam budaya

nasional.

Nilai dan norma-norma yang terkandung dalam budaya nasional di

Indonesia secara tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan budaya

organisasi. Shein (2004) mengemukakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam

budaya nasional akan berpengaruh terhadap beberapa aspek budaya organisasi

(seperti pola kekerabatan, politik, dan pembentukan asosiasi). Pada sisi lain

Hofstede (2001) memandang bahwa pengaruh penting dari budaya nasional

terhadap budaya organisasi khususnya di Asia berada pada aspek religius yang

disebut konfusianisme. Menurut Hofstede (2001) sebagian besar masyarakat di

Asia masih menggunakan dogma dan nilai-nilai agama dalam menentukan pilihan

untuk menghindari ketidakpastian (uncertainty avoidance).

Robbins (2009) memandang budaya organisasi sebagai nilai-nilai dasar dan

dominan yang dianut oleh anggota organisasi. Disamping itu, merupakan filosofis

Page 58: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

58

dasar organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain.

Budaya organisasi merupakan nilai-nilai dasar dalam organisasi yang diyakini

kebenarannya oleh seluruh anggota organisasi. Nilai-nilai dasar inilah yang

nantinya menjadi pedoman sumber daya manusia dalam organisasi serta

digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh

suatu organisasi. Menurut Susanto et al. (2008) budaya organisasi menjadi faktor

yang semakin penting, baik dalam menentukan keberhasilan maupun kegagalan

perusahaan. Oleh karena itu, yang sering terjadi justru budaya organisasi yang

kurang tepat menjadi penghalang menuju kinerja unggul.

Kajian tentang budaya organisasi dalam kaitannya dengan kinerja

perusahaan telah banyak dilakukan. Dari berbagai penelitian yang telah dilkukan

terbukti bahwa budaya organisasi dapat membawa perusahaan menuju teciptanya

kinerja yang unggul (Kotter dan Hessket 1997). Studi yang dilakukan Kotter &

Heskett menyimpulkan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak positif

terhadap kinerja usaha. Selanjutnya dikatakan bahwa pada dasawarsa yang akan

datang budaya organisasi akan menjadi salah satu faktor yang yang lebih penting

lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Michie dan A. West (2004); Lee dan Yu

(2004); Onken (1998); Davidson et al.(200); Fey dan Denison (2003), hasil

penelitiannya menyimpulkan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja

organisasi. Pengkajian yang lain yang mendapatkan hasil penelitian bahwa budaya

organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi

dilakukan oleh: Gani (2006); Supartha (2006); Koesmono (2011); dan

Page 59: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

59

Marcoulides (1993). Penelitian yang mengkaji keterkaitan nilai budaya lokal

yang terangkum dalam budaya Tri Hita Karana dengan kinerja usaha dilakukan

oleh: Gunawan (2009); Riana (2010); Astawa et al. (2012); dan Astawa et al.

(2013) menemukan hasil bahwa budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja organisasi.

Peran budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja usaha tidak terlepas

dari dukungan kepemimpinan. Budaya organisasi dan kepemimpinan merupakan

dua komponen yang saling bekaitan seperti dua sisi dalam satu uang koin. Pada

awalnya budaya perusahaan diciptakan oleh pemimpin/pendiri perusahaan yang

merupakan nilai (asumsi dasar) pendiri perusahaan untuk memecahkan masalah.

Selanjutnya nilai ini dibagikan kepada seluruh anggota organisasi sebagai

tuntunan berpikir, berbicara dan berprilaku sehingga menjadi suatu budaya

organisasi. Setelah budaya terbentuk, maka budaya tersebut akan menentukan

kepemimpinan yang dapat diterima yaitu pemimpin yang selaras dengan nilai

budaya tersebut. Oleh karena itu kepemimpinan dan budaya organisasi merupakan

dua variabel penting yang saling mempengaruhi dan juga berpengaruh terhadap

kinerja perusahaan. Pada tingkat organisasi budaya merupakan seperangkat

asumsi-asumsi, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang dimiliki para

anggota kelompok yang bersangkutan (Schein, 2004). Oleh karena itu budaya

organisasi akan mempengaruhi perilaku individu dan kelompok di dalam

organisasi, sehingga budaya organisasi dapat memberikan sumbangan terhadap

kepemimpinan dalam suatu organisasi.

Page 60: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

60

Sharma dan Sharma (2010); Ogbonna dan Harris (2000); dan Sumarto dan

Subroto (2011), hasil penelitiannya menemukan bahwa budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepemimpinan. Dari hasil penelitian

Ogbonna dan Harris (2000) merekomendasikan tiga hal: (1) pentingnya

meningkatkan kinerja dengan gaya kepemimpinan; (2) pentingnya meningkatkan

kinerja dengan budaya yang baik.

Keberadaan seorang pemimpin dalam suatu organisasi sangat dibutuhkan

untuk memberikan arahan serta mengendalikan jalannya suatu organisasi,

berbagai gaya kepemimpinan akan mewarnai perilaku seorang pemimpin dalam

menjalankan tugasnya. Robbins (2009) kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Seorang pemimpin yang

partisipatif, berakibat kreativitas karyawan akan menonjol, karena pemimpin akan

memberikan kesempatan kepada karyawan untuk ikut memikirkan cara mencapai

tujuan perusahaan. Hasibuan (2013) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin

mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara

produktif untuk mencapai tujuan perusahaan. Pimpinan yang memiliki komitmen

organisasional yang tinggi akan berdampak pada kepuasan kerja karyawan dan

berdampak pula pada kinerja perusahaan.

Penelitian yang mengkaji keterkaitan kepemimpinan dengan kinerja

organisasi dilakukan oleh: Elenkov (2000); Waldman et al. (2001); Xenikou dan

Simosi; Prabhu dan Robson (2000); Februanto (2011); Hidayat (2011); dan

Koesmono (2011); Gunawan (2009); Kamaliah (2011); dan Dharmanegara

Page 61: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

61

(2013). Hasil-hasil penelitiannya menemukan kepemimpinan berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Selain budaya organisasi dan kepemimpinan, komitmen organisasional juga

berperan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Komitmen menunjukkan

keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai

oleh organisasi (Mowday et al. 1979). Komitmen organisasional bisa tumbuh

disebabkan karena individu memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang

meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada serta tekad dari dalam diri

untuk mengabdi pada organisasi (Porter et al. 1974).

Komitmen akan membuat organisasi lebih produktif dan profitable (Luthan,

2006). Bagi individu dengan komitmen organisasional yang tinggi, pencapaian

tujuan organisasi merupakan hal yang penting, sebaliknya bagi individu atau

karyawan dengan komitmen organisasional rendah akan mempunyai perhatian

yang rendah pada tujuan organisasi dan cendrung berusaha memenuhi

kepentingan pribadi. Dalam pencapaian tujuan akhir organisasi yang sesuai

dengan yang diharapkan, maka organisasi harus mempunyai komitmen

organisasional yang kuat. Komitmen organisasional yang kuat menyebabkan

individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kepentingan

organisasi serta akan memiliki pandangan positif dan lebih berusaha berbuat yang

terbaik demi kepentingan organisasi dan menjadikan organisasi ke arah yang lebih

baik (Angle dan Perry 1981).

Penelitian tentang komitmen organisasional dalam kaitannya dengan kinerja

perusahaan telah banyak dilakukan. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan

Page 62: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

62

terbukti bahwa komitmen organisasional berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan (Rashid et al., 2003); Shaw et al. (2003); Kamaliah (2011); Koesmono

(2011); dan ( Syauta, 2012 ).

Berdasarkan saling ketekaitan antar variabel penelitian, dapat dibangun

kerangka konseptual seperti pada Gambar 4.1

Gambar 4.1Kerangka Konseptual Penelitian

Sumber : Beberapa Hasil Penelitian.

Keterangan :

1. Budaya THK Kinerja Perusahaan: Michie dan A. West (2004); Lee dan Yu (2004);Onken (1998); Davidson et al. (2000); Fey dan Denison (2003); Denison dan Mishra(1995); Onken (1998); Davidson et al. (2007); Moelyono (2003); Raka Suardana(2003); Gani (2006); Supartha (2006); Gunawan (2009); Riana, (2010); Astawa etal.(2012); Astawa et al. (2013); Dharmanegara et al. (2013); Koesmono (2011);Kamaliah (2011); Marcoulides dan Heck (1993); Lim (1995); dan Februanto (2011)

Komitmen

Organisasional

(Y2)

Kepemimpin

an

(Y1)

Budaya

THK

X1

(Y1)2

1

3

4

5

6

Kinerja

Perusahaan

(Y3)

Page 63: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

63

2. Budaya THK Kepemimpinan: Robbins (2009); Schein (2004); Ogbonna danHarris, (2000); Sumarto dan Subroto, (2011); Sharma and Sharma, (2010); danGunawan (2009); Schimmoeller (2010);

3. Kepemimpinan Kinerja Perusahaan: Ogbonna dan Harris, (2000); Raka Suardana(2003); Elonkov (2000); Waldman et al. (2005); Gede Supartha (2006); Gunawan(2009); Xenikou dan Simosi (2006); Prabhu dan Robson (2000); Februanto (2011);Hidayat (2011); Koesmono (2011); dan Dharmanegara et al. (2013); Timothy et al.(2011)

4. Budaya THK Komitmen Organisasional: Kamaliah (2011); Rashid et al. (2003);Koesmono (2011); Lock and Crawford (2003); Nongo dan Ikyanyon, (2012); Ojo(2011); Chen (2004); dan Setyabudi (2008).

5. Komitmen Organisasional Kinerja Perusahaan: Rashid et al. (2006); Somers,(1998); Kamaliah, (2011); Shaw et al. (2003); Syauta (2012); dan Koesmono (2011).

6. Kepemimpinan Komitmen Organisasional: Muchiri (2002); O’Relly dan Chatman(1986); Randal (1990); Savery (1994); Lok dan Crawford (2004); Nystrom (1993);Chen (2004); Yousef (2000); Bass dan Avolio (1993); Rowden (2000); Bourantas danPapalexandris (1993); Yiing dan Ahmad; dan Kuo- Tsai Liou dan Ronald C. Nyhan,

(1994).

4.2 Hipotesis Penelitian.

Pembuktian hubungan antar variabel dalam kerangka konseptual penelitian dapat

dirumuskan hipotesis penelitian didasarkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian,

tinjauan pustaka, dan penelitian terdahulu.

3.2.1. Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap Kinerja Perusahaan.

Gunawan (2009) dan Riana (2010); melakukan kajian budaya organisasi dengan

mengadopsi nilai-nilai budaya Tri Hita Karana menemukan hasil bahwa pelaksanaan

budaya THK mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Di samping itu juga budaya THK

mampu mempengaruhi orientasi berpikir karyawan dalam melaksanakan tugas di

perusahaan. Astawa et al. (2012) menemukan nilai-nilai harmoni yang terangkum dalam

budaya THK telah dilakukan dengan baik pada perusahaan akan memiliki kinerja yang

bagus. Berdasarkan pemaparan ini dapatlah diajukan hipotesis berikut ini.

Page 64: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

64

Hipotesis 1: Budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja perusahaan.

3.2.2. Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap Kepemimpinan.

Ogbonna dan Harris (2000) menemukan bahwa terdapat hubungan yang

kuat antara budaya organisasi terhadap kepemimpinan. Demikian juga Sumarto

dan Subroto (2011), Sharma and Sharma (2011). Begitu juga Gunawan (2009);

Sumarto dan Subroto (2011); dan Schimmoeler (2010) menemukan hasil bahwa

terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi terhadap

kepemimpinan. Beberapa penelitian di atas memperkuat keberadaan teori yang

menyatakan hubungan yang erat antara budaya organisasi terhadap

kepemimpinan. Berdasarkan pemaparan ini dapatlah diajukan hipotesis berikut

ini.

Hipotesis 2: Budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepemimpinan.

3.2.3. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Perusahaan.

Elenkov (2000); Waldman et al. (2001); Obganna dan Harris (2000), menemukan

adanya hubungan antara kepemimpinan khususnya atribut kepemimpinan

transformasional dengan kinerja organisasi. Begitu juga kajian yang dilakukan oleh

Bass (1993); Xenikou dan Simosi (2006); dan Prabhu dan Robson (2000) menemukan

hasil peningkatan kinerja kepemimpinan terbukti mempengaruhi peningkatan kinerja

organisasi. Pendapat yang sama dikemukakan oleh: Lee and Yu, (2004); Gunawan

(2009); Subroto (2009); dan Kamaliah (2011) mendapatkan hasil bahwa kepemimpinan

berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Raka Suardana (2003) dan Koesmono

Page 65: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

65

(2011); mengatakan bahwa kepemimpinan terhadap kinerja organisasi. Beberapa

penelitian di atas memperkuat keberadaan teori yang menyatakan hubungan yang erat

antara kepemimpinan terhadap kinerja organisasi. Berdasarkan pemaparan ini dapatlah

diajukan hipotesis berikut ini.

Hipotesis 3: Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

perusahaan

3.2.4. Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap Komitmen Organisasional.

Rashid et al.(2003); Setyabudi (2008); Ojo (2001) berdasarkan hasil penelitiannya

mendapatkan kesimpulan budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen

organisasional. Pendapat yang sama dikemukan Lock and Crawford (2004); Nongo dan

Ikyanyon (2012); dan Koesmono (2012) berdasarkan kajiannya mendapatkan

kesimpulan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen organisasional.

Beberapa penelitian di atas memperkuat keberadaan teori yang menyatakan

hubungan yang erat antara budaya Tri Hita Karana terhadap komitmen organisasional.

Berdasarkan pemaparan ini dapatlah diajukan hipotesis berikut ini.

Hipotesis 4: Budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif dan signifikan terhadap

komitmen organisasional.

3.2.5. Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Perusahaan.

Rashid et al. (2003), Koesmono (2011), dan Syauta (2012) melakukan penelitian

mendapatkan kesimpulan adanya pengaruh positif antara komitmen organisasional

dengan kinerja organisasi. Begitu pula Kamaliah (2011) melalui identifikasi variabel

komitmen affektif, normatif dan kontinyu mendapatkan hasil komitmen organisasional

berpengaruh terhadap kinerja manajemen. Shaw et al. (2003) menyatakan bahwa

Page 66: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

66

komitmen organisasional untuk ekspatriat tidak berpengaruh terhadap kinerja

organisasi. Sedangkan untuk pekerja penduduk asli berpengaruh positif signifikan.

Yousef (2000) berdasarkan hasil penelitiannya terhadap berbagai organisasi bisnis baik

bisnis jasa maupun industri, begitu juga dilihat dari status kepemilikan (swasta,

pemerintah dan kerja sama) menyimpulkan, bahwa komitmen organisasional

berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Beberapa penelitian di atas memperkuat keberadaan teori yang menyatakan

pengaruh yang erat antara komitmen organisasional terhadap kinerja organisasi.

Berdasarkan pemaparan ini dapatlah diajukan hipotesis berikut ini.

Hipotesis 5: Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja perusahaan.

3.2.6. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasional

Penelitian keterkaitan antara kepemimpinan terhadap komitmen organisasional

telah dilakukan beberapa penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh: Muchiri (2002) dan

Chen (2004), mendapatkan hasil ada pengaruh positif dan signifikan antara

kepemimpinan dengan komitmen organisasional. Hasil penelitian ini diperkuat oleh

penelitian yang dilakukan oleh Ying dan Ahmad, (2008) ; Kamaliah, (2011) mendapatkan

kesimpulan yang sama bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan

dengan komitmen organisasional.

Beberapa penelitian di atas memperkuat keberadaan teori yang menyatakan

hubungan yang erat antara kepemimpinan terhadap komitmen organisasional.

Berdasarkan pemaparan ini dapatlah diajukan hipotesis berikut ini.

Page 67: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

67

Hipotesis 6 : Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

komitmen organisasional

4.3 Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka konseptual, penelitian ini dapat diklasifikasikan

menjadi 4 (empat) variabel yaitu :

1. Budaya Tri Hita Karana (THK) sebagai variabel bebas (independent

variables) (Xi)

2. Kepemimpinan sebagai variabel terikat (dependent variables), dan

sekaligus sebagai variabel mediasi (mediation variables) (Y1)

3. Komitmen Organisasional sebagai variabel terikat (dependent

variables), dan sekaligus sebagai variabel mediasi (mediation

variables) (Y2)

4. Kinerja Perusahaan sebagai variabel terikat (dependent variables)

(Y3)

Untuk memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, maka ditetapkan definisi operasional dari masing-

masing variabel

1). Budaya Tri Hita Karana (Xi) adalah persepsi Direksi PDAM terhadap

implementasi suatu sistem nilai yang diwarnai oleh nilai-nilai yang

menekankan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (parahyangan),

manusia dengan manusia (pawongan) dan manusia dengan lingkungan alam

(palemahan) yang secara rinci masing-masing hubungan tersebut adalah

sebagai berikut:

Page 68: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

68

a) Parahyangan (Xi.1) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap implementasi

hubungan antara manusia dengan Tuhan.

b) Pawongan (Xi.2) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap implementasi

hubungan antara manusia dengan manusia. Perilaku Organ PDAM sudah

berorientasi kepada kepentingan perusahaan.

c) Palemahan (Xi.3) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap implementasi

hubungan antara manusia dengan lingkungan.

2). Kepemimpinan (Y1) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap implementasi

mengenai proses atau cara mempengaruhi karyawan dalam mencapai tujuan

perusahaan, yang terdiri dari indikator: spiritual, moral, dan manajerial. Adapun

masing-masing indikator secara rinci dijabarkan sebagai berikut :

a) Indikator spiritual (Y1.1) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap implementasi

mengenai kadar kecerdasan spiritual kepemimpinan.

b) Indikator moral (Y2.2) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap implementasi

mengenai kadar upaya pemimpin membina hubungan dengan organ PDAM.

c) Indikator manajerial (Y1.3) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi mengenai kekuasaan dan upaya pemimpin memberikan

penghargaan dan sangsi.

Page 69: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

69

3). Komitmen Organisasional (Y2) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi mengenai derajat dimana organ PDAM percaya dan mau menerima

tujuan-tujuan perusahaan dan tetap tinggal atau meninggalkan perusahaan, yang

terdiri dari indikator: afektif, kontinyu, dan normatif yang secara rinci dijelaskan

sebagai berikut :

a) Indikator afektif (Y2.1) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi mengenai keinginan untuk tetap menjadi karyawan

perusahaan karena adanya ikata emosional, dan keterlibatan dengan

kegiatan perusahaan.

b) Indikator kontinyu (Y2.2) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi mengenai keinginan untuk tetap menjadi karyawan

perusahaan karena adanya kesadaran akan biaya yang terkait dengan itu

ketika meninggalkan perusahaan.

c) Indikator normatif (Y2.3) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi mengenai norma yang ada dalam diri karyawan berisi

keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap perusahaan. Secara detail

implementasi tersebut terdiri dari item-item:

4). Kinerja Perusahaan (Y3) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi keberhasilan mengelola PDAM dan sekaligus menentukan

tingkat penggolongan keberhasilan, yang terdiri dari indikator: Keuangan,

Operasional, dan Administrasi. secara rinci dijabarkan sebagai berikut:

a) Indikator Keuangan (Y3.1) yaitu tanggapan Direksi PDAM terhadap

implimentasi keberhasilan pengelolaan keuangan, akuntansi dan

pengolahan data elektronik.

Page 70: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

70

b) Indikator Operasional (Y3.2) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi keberhasilan dalam menyelenggaraan dan mengendalikan

kegiatan dalam bidang produksi, distribusi, dan perencanaan umum.

c) Indikator Administrasi (Y3.3) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi keberhasilan dalam pengawasan dan pengendalian terhadap

penyelenggaraan, tata kerja, dan prosedur dari unit-unit kerja dalam perusahaan

sesuai ketentuan yang berlaku.

4.4 Lokasi Penelitian.

Penelitian ini berlokasi pada Perusahaan Daerah Air Minum di Bali. Terdapat 9

PDAM yang ada di Bali, yang terdiri dari 8 PDAM di tingkat kabupaten dan 1 PDAM di

tingkat kota, untuk lebih jelasnya mengenai lokasi masing-masing PDAM di Bali disajikan

pada Gambar 4.1

Gambar 4.1

Lokasi Masing-Masing PDAM di Provinsi Bali

PDAM TABANAN

PDAM KARANGASEM

PDAM BANGLIPDAM BULELENG

PDAM KLUNGKUNG

PDAM GIANYAR

PDAM JEMBRANA

PDAM BADUNG

PDAM DENPASAR

70

b) Indikator Operasional (Y3.2) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi keberhasilan dalam menyelenggaraan dan mengendalikan

kegiatan dalam bidang produksi, distribusi, dan perencanaan umum.

c) Indikator Administrasi (Y3.3) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi keberhasilan dalam pengawasan dan pengendalian terhadap

penyelenggaraan, tata kerja, dan prosedur dari unit-unit kerja dalam perusahaan

sesuai ketentuan yang berlaku.

4.4 Lokasi Penelitian.

Penelitian ini berlokasi pada Perusahaan Daerah Air Minum di Bali. Terdapat 9

PDAM yang ada di Bali, yang terdiri dari 8 PDAM di tingkat kabupaten dan 1 PDAM di

tingkat kota, untuk lebih jelasnya mengenai lokasi masing-masing PDAM di Bali disajikan

pada Gambar 4.1

Gambar 4.1

Lokasi Masing-Masing PDAM di Provinsi Bali

PDAM TABANAN

PDAM KARANGASEM

PDAM BANGLIPDAM BULELENG

PDAM KLUNGKUNG

PDAM GIANYAR

PDAM JEMBRANA

PDAM BADUNG

PDAM DENPASAR

70

b) Indikator Operasional (Y3.2) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi keberhasilan dalam menyelenggaraan dan mengendalikan

kegiatan dalam bidang produksi, distribusi, dan perencanaan umum.

c) Indikator Administrasi (Y3.3) adalah tanggapan Direksi PDAM terhadap

implementasi keberhasilan dalam pengawasan dan pengendalian terhadap

penyelenggaraan, tata kerja, dan prosedur dari unit-unit kerja dalam perusahaan

sesuai ketentuan yang berlaku.

4.4 Lokasi Penelitian.

Penelitian ini berlokasi pada Perusahaan Daerah Air Minum di Bali. Terdapat 9

PDAM yang ada di Bali, yang terdiri dari 8 PDAM di tingkat kabupaten dan 1 PDAM di

tingkat kota, untuk lebih jelasnya mengenai lokasi masing-masing PDAM di Bali disajikan

pada Gambar 4.1

Gambar 4.1

Lokasi Masing-Masing PDAM di Provinsi Bali

PDAM TABANAN

PDAM KARANGASEM

PDAM BANGLIPDAM BULELENG

PDAM KLUNGKUNG

PDAM GIANYAR

PDAM JEMBRANA

PDAM BADUNG

PDAM DENPASAR

Page 71: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

71

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Gambar 4.1 dari 9 PDAM yang tersebar di Provinsi Bali, 4 PDAM

berada di Bali Tengah, yaitu: Denpasar, Badung, Tabanan, dan Gianyar. Sebanyak 3

PDAM berada di Bali Timur, yaitu : Bangli, Klungkung, dan Karangasem. Satu PDAM

berada di Bali Barat yaitu: PDAM Jembrana, dan sisanya satu PDAM berada di Bali Utara

yaitu: PDAM Buleleng. Profile masing-masing PDAM tentang: jumlah pelanggan, cakupan

pelayanan, kehilangan air, kapasitas, tarif dasar, keluhan pelanggan, jumlah pegawai,

pendidikan pegawai, diklat pegawai, dan nilai kinerja secara lengkap disajikan pada Bab

V (Hasil dan pembahasan).

4.5 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh PDAM yang ada di Provinsi Bali sebanyak 9

PDAM yang terdiri dari sembilan kabupaten dan satu kota, yang juga merupakan unit

analisis penelitian ini. Teknik penarikan sampel dalam sampel dalam penelitian ini

menggunakan metode sampel populasi (population sampling) atau sampel jenuh

(sensus). Dengan demikian penelitian ini dikatakan penelitian populasi atau studi sensus

(Arikunto,2010). Penelitian ini dilakukan sejak bulan April sampai Juli 2013, secara

legalitas penelitian ini telah mendapatkan izin penelitian dari: pengantar izin penelitian

dari Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya; izin

penelitian dari instansi berwewenang (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Bali);

dan izin penelitian dari DPD Perpamsi (Persatuan Perusahaan Air Minum) Bali. Sampai

dengan batas akhir waktu pengumpulan data, jumlah kuesioner yang terkumpul

sebanyak 15 buah. Ada 1 direksi PDAM (Direktur Utama PDAM Kabupaten Gianyar)

tidak mengisi kuesioner karena kesibukan dalam menjalankan operasional perusahaan

Page 72: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

72

dan memberikan peningkatan pelayanan sehingga sampai batas waktu pengumpulan

data belum sempat menjawab kuesioner, sehingga total kuesioner yang digunakan

untuk analisis data sebanyak 15 direksi.

4.6 Teknik Pengukuran Variabel

Berdasarkan kerangka konseptual penelitian terdapat 3 kelompok variabel dilihat

dari sifat pengaruh interaksinya yaitu: variabel bebas, variabel tergantung, dan variabel

perantara (mediating). Variabel dikenal juga sebagai source variabel atau independent

variabel yaitu variabel yang mempengarauhi variabel lain dalam model. Dalam

penelitian ini variabel bebas adalah budaya Tri Hita Karana. Variabel tergantung

(dependent variabel) adalah variabel yang diidentifikasi atau diduga sebagai variabel

yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Pada penelitian ini variabel tergantung meliputi:

kepemimpinan, komitmen organisasional dan kinerja perusahaan. Variabel perantara

(mediating) yaitu merupakan variabel yang bersifat menjadi perantara (mediating) dari

hubungan variabel penjelas ke variabel tegantung, sifatnya adalah sebagai penghubung

(“jembatan”). Dalam penelitian ini variabel mediating adalah kepemimpinan dan

komitmen organisasional.

Adapun teknik pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Budaya Tri Hita Karana, variabel ini menggunakan tiga indikator yaitu : parahyangan

di ukur dengan 12 item, pawongan di ukur dengan 12 item dan palemahan di ukur

dengan 6 item mengacu kepenelitian Riana (2010), Windia dan Dewi (2007) serta

Astawa (2012).

Page 73: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

73

b. Kepemimpinan, variabel ini menggunakan tiga indikator yaitu: dimensi spiritual

diukur dengan 3 item, dimensi moral di ukur dengan 6 item dan dimensi manajerial

di ukur dengan 9 item. Penelitian ini berdasarkan penelitian Fidler (1987), Tandes

(2007), Sutantra (2008), serta Suhardana (2008).

c. Komitmen organisasional, variabel ini menggunakan tiga indikator yaitu : komitmen

affektif (affektive commitment) di ukur dengan 8 item, komitmen berkelanjutan

(continuance commitment) di ukur dengan 8 item, dan komitmen normatif

(normative commitment) di ukur dengan 8 item. Penelitian ini berdasarkan

penelitian Meyer dan Allen (1991) dan Ronald F Cichy, et al. (2009).

d. Kinerja perusahaan, variabel ini menggunakan tiga indikator yaitu: aspek keuangan

di ukur dengan 10 item, aspek operasional di ukur dengan 10 item dan aspek

administrasi di ukur dengan 10 item. Penelitian ini mengacu ke Permendagri No. 47

Tahun 1999 tentang Pedoman Kinerja PDAM.

Responden diminta untuk menanggapi tiap item dari indikator variabel dinilai

berdasarkan skala likert dengan interval penilaian mulai dari skor 1 (sangat tidk setuju-

STS) sampai dengan skor 5 (sangat setuju-SS). Jawaban responden yang mengarah ke

skor 5 (nilai tertinggi) dari setiap indikator menunjukkan semakin baik penerapan

masing-masing item tersebut.

Page 74: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

74

4.7 Jenis dan Sumber Data

Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang

diuraikan sebagai berikut.

a. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dengan melakukan

penyebaran kuesioner kepada para Pimpinan/ Direksi PDAM kabupaten/

kota di Provinsi Bali melalui pengisian kuesioner yang berhubungan dengan

penerapan budaya Tri Hita Karana di PDAM, karakteristik responden dan

identitas PDAM.

b. Data sekunder, merupakan data yang berasal dari sumber lain yang

mendukung penelitian. Data tersebut diperoleh dari Persatuan Perusahaan

Daerah Air Minum (Perpamsi) DPD Bali selaku Pembina Assosiasi.

4.8 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini:

a. Kuesioner, diberikan kepada jajaran Direksi PDAM untuk memberikan tanggapan

dan persepsi mereka terhadap pertanyaan - pertanyaan yang berkaitan dengan

variabel penelitian.

b. Wawancara mendalam, dilakukan dengan jajaran Direksi PDAM, Badan Pengawas,

Pengamat air minum dan akademisi terkait dengan hal-hal yang dapat menunjang

kegiatan penelitian. Metode ini digunakan untuk mendukung dan mengungkap

fakta-fakta dibalik temuan analisis kuantitatif. Fakta ini diharapkan mendukung

penelitian ini, yang tidak terdapat dalam kuesioner ditanyakan juga di dalam metode

ini.

Page 75: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

75

4.9 Skala Pengukuran Data

Pengukuran data penelitian ini mempergunakan skala Likert. Skala Likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden terhadap objek (Nasir, 2009).

Dalam mengukur variabel penelitian, responden diminta untuk menyatakan

persepsinya dengan memilih salah satu dari alternatif jawaban berupa lima angka

penilaian: (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) tidak pasti atau netral, (2) tidak setuju, (1)

sangat tidak setuju. Skala Likert digunakan untuk mengukur variabel budaya THK,

kepemimpinan, komitmen organisasional, dan kinerja perusahaan.

4.10 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Pengujian instrumen dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah instrumen

yang yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik

atau sesuai dengan standar metode penelitian.

Adapun rekapitulasi hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen terhadap item

pertanyaan atas indikator dari variabel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.1

Page 76: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

76

Tabel 4.1

Rekapitulasi Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Variabel Penelitian Indikator

Variabel

Item

( Butir)

Koefisien

Korelasi ( r)

Sign. Keterangan Cronbach’s

Alpha

Keterangan

Budaya

Tri Hita Karana

(X)

Parahyangan

(X1)

X11 0.408 0.025 Valid

0.852 Reliabel

X12 0.657 0.000 Valid

X13 0.612 0.000 Valid

X14 0.763 0.000 Valid

X15 0.582 0.001 Valid

X16 0.424 0.020 Valid

X17 0.763 0.000 Valid

X18 0.796 0.000 Valid

X19 0.626 0.000 Valid

X110 0.810 0.000 Valid

X111 0.583 0.001 Valid

X112 0.516 0.003 Valid

Pawongan

(X.2)

X21 0.547 0.002 Valid

0.869 Reliabel

X22 0.515 0.004 Valid

X23 0.563 0.001 Valid

X24 0.575 0.001 Valid

X25 0.672 0.000 Valid

X26 0.713 0.000 Valid

X27 0.644 0.000 Valid

X28 0.612 0.000 Valid

X29 0.647 0.000 Valid

X210 0.715 0.000 Valid

X211 0.730 0.000 Valid

X212 0.825 0.000 Valid

Palemahan

X31 0.530 0.003 Valid

X32 0.695 0.000 Valid

X33 0.804 0.000 Valid

Page 77: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

77

(X.3) X34 0.735 0.000 Valid

0.783 ReliabelX35 0.845 0.000 Valid

X36 0.697 0.000 Valid

Page 78: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

78

Lanjutan Tabel 4.2

Variabel

Penelitian

Indikator

Variabel

Item

( Butir)

Koefisien

Korelasi ( r)

Sign. Keterangan Cronbach’s

Alpha

Keterangan

Kepemimpinan

(Y1)

Spiritual

(Y11)

Y111 0.830 0.000 Valid

0.737 ReliabelY112 0.780 0.000 ValidY113 0.826 0.000 Valid

Moral

(Y12)

Y121 0.549 0.002 Valid

0.828 Reliabel

Y122 0.782 0.000 ValidY123 0.843 0.000 ValidY124 0.780 0.000 ValidY125 0.754 0.000 ValidY126 0.730 0.000 Valid

Manajerial

(Y13)

Y131 0.617 0.000 Valid

0.738 Reliabel

Y132 0.557 0.001 ValidY133 0.505 0.004 ValidY134 0.364 0.048 ValidY135 0.566 0.001 ValidY136 0.633 0.000 ValidY137 0.572 0.001 ValidY138 0.855 0.000 ValidY139 0.678 0.000 Valid

Komitmen

Organisasional

Affektif

(Y2.1)

Y211 0.811 0.000 Valid

0.898 Reliabel

Y212 0.827 0.000 ValidY213 0.751 0.000 ValidY214 0.773 0.000 ValidY215 0.756 0.000 ValidY216 0.682 0.000 ValidY217 0.800 0.000 ValidY218 0.757 0.000 Valid

Kontinyu

(Y2.2)

Y221 0.817 0.000 Valid

0.907 Reliabel

Y222 0.621 0.000 ValidY223 0.922 0.000 ValidY224 0.918 0.000 ValidY225 0.628 0.000 ValidY226 0.864 0.000 ValidY227 0.607 0.000 ValidY228 0.772 0.001 Valid

Y231 0.426 0.019 ValidY232 0.545 0.002 Valid

Page 79: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

79

(Y2)

Normatif

(Y2.3)

Y233 0.361 0.050 Valid

0.642 Reliabel

Y234 0.552 0.002 ValidY235 0.814 0.000 ValidY236 0.654 0.000 ValidY237 0.473 0.008 ValidY238 0.377 0.040 Valid

Page 80: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

80

Lanjutan Tabel 4.2

Variabel

Penelitian

Indikator

Variabel

Item

( Butir)

Koefisien

Korelasi ( r)

Sign. Keterangan Cronbach’s

Alpha

Keterangan

Kinerja

Perusahaan

(Y3)

Keuangan

(Y3.1)

Y311 0.738 0.000 Valid

0.937 Reliabel

Y312 0.695 0.000 Valid

Y313 0.733 0.000 Valid

Y314 0.889 0.000 Valid

Y315 0.898 0.000 Valid

Y316 0.909 0.000 Valid

Y317 0.706 0.000 Valid

Y318 0.894 0.000 Valid

Y319 0.844 0.000 Valid

Y310 0.718 0.000 Valid

Operasional

(Y3.2)

Y321 0.881 0.000 Valid

0.960 Reliabel

Y322 0.879 0.000 Valid

Y323 0.855 0.000 Valid

Y324 0.864 0.000 Valid

Y325 0.777 0.000 Valid

Y326 0.786 0.000 Valid

Y327 0.940 0.000 Valid

Y328 0.930 0.000 Valid

Y329 0.930 0.000 Valid

Y3210 0.856 0.000 Valid

Administrasi

Y331 0.796 0.000 Valid

Y332 0.818 0.000 Valid

Y333 0.939 0.000 Valid

Page 81: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

81

(Y3.3) Y334 0.756 0.000 Valid

0.942 Reliabel

Y335 0.815 0.000 Valid

Y336 0.745 0.000 Valid

Y337 0.835 0.000 Valid

Y338 0.783 0.000 Valid

Y339 0.861 0.000 Valid

Y3310 0.806 0.000 Valid

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan rekapitulasi hasil uji validitas dan reabilitas instrumen pada Tabel

4.2 di atas, menunjukkan bahwa seluruh variabel penelitian adalah valid karena

koefisien korelasi semua indikatornya lebih besar dari 0,30 dan cronbach alpha lebih

besar dari 0,60 yang berarti semua item pernyataan yang dijadikan sebagai instrumen

dapat dipercaya keandalannya. Dapat disimpulkan seluruh butir (item pernyataan) yang

digunakan adalah valid dan reliabel, sehingga kuesioner yang digunakan dapat dikatakan

valid dan dipercaya sebagai instrumen untuk melakukan pengukuran setiap indikator

variabel dan analisis data selanjutnya.

4.11 Teknik Analisis Data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptip

dan statistik inferensial.

4.11.1 Analisis Staatistik Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik responden dan

deskripsi responden terhadap indikator-indikator setiap variabel penelitian. Deskripsi

Page 82: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

82

setiap indikator dinyatakan dalam nilai frekuensi dan nilai rata-rata. Selanjutnya didapat

gambaran persepsi responden terhadap indikator-indikator dalam membentuk atau

merefleksikan variabel. Analisis deskriptif juga ditujukan untuk menggambarkan

kecenderungan tanggapan responden terhadap item-item pertanyaan yang berkaitan

dengan variabel penelitian.

4.11.2 Analisis Statistik Inferensial

Untuk menguji hipotesis dan menghasilkan suatu model yang layak (fit), penelitian

ini menggunakan Generalized Structured Component Analysis (GSCA) dikembangkan

oleh Hwang, et al. pada tahun 2004 (Solimun; 2012).

Pertimbangan pemilihan metode statistik inferensial metode GSCA dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1) Model yang terbentuk pada kerangka konseptual penelitian ini terlihat adanya

hubungan kausal yang berjenjang yaitu implementasi budaya Tri Hita Karana

mempengaruhi kepemimpinan dan komitmen organisasional selanjutnya

mempengaruhi kinerja perusahaan. Dengan banyaknya hubungan serta berjenjang,

maka permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai hanya dapat diselesaikan dengan

bantuan model berbentuk struktural.

2) GSCA merupakan alat analisis yang cocok untuk melakukan pengembangan model

dengan kriteria pemilihan model yang tepat dengan menggunakan goodness of fit

(AFIT) yang terbesar.

3) Studi ini menggunakan variabel laten yang diukur melalui indikator. GSCA cocok

digunakan untuk mengkonfirmasi unidimensionalitas dari berbagai indikator

variabel laten baik indikator bersifat refleksif maupun formatif.

Page 83: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

83

4) GSCA merupakan metode analisis yang power full yang tidak didasarkan banyak

asumsi dan memungkinkan dilakukan analisis serangkaian dari beberapa variabel

laten secara simultan sehingga memberikan efisiensi secara statistik.

5) Metode GSCA lebih mudah untuk dioperasikan dan spesifikasi model indikator

refkleksif dan formatif. Hal ini dikarenakan pada GSCA tidak memerlukan asumsi

distribusi tertentu dan tidak memerlukan adanya modifikasi indeks.

6) Unit analisis penelitian ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tipe A, B

dan C di Provinsi Bali yang jumlahnya relatif sangat kecil yaitu 9 PDAM, sehingga

pendekatan analisis GSCA tepat untuk menggeneralisasi dari sampel yang sangat

kecil

Page 84: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

84

BAB 5

HASIL YANG DICAPAI

5.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Pulau Bali memiliki luas wilayah sekitar 5.636,66 KM², secara geografis terbelah

menjadi 2 yaitu Bali Utara dan Bali Selatan, secara administratif dibagi dalam delapan

kabupaten yang meliputi Buleleng, Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar, Badung,

Tabanan, Jembrana dan satu kota yaitu Denpasar. Secara tradisional terdiri dari 1.473

desa adat/desa pakraman, 3.624 banjar, 2.760 subak. Jumlah penduduk Bali Tahun 2011

sebanyak 3.572.831 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.791.953 jiwa (49,15 % dan

perempuan sebanyak 1.780.878 jiwa (49,85%) (Pemda Provinsi Bali, 2013).

Bali merupakan satu daerah tujuan wisata yang terkenal di dunia, mengalami

perkembangan yang pesat pada sektor pariwisata. Kepariwisataan Bali telah tumbuh

dan berkembang sedemikian rupa memberikan sumbangan yang besar terhadap

pembangunan daerah dan masyarakat Bali baik secara langsung maupun tidak langsung

(Negara, 2012).

Kemajuan industri pariwisata tersebut harus didukung oleh peningkatan air bersih

secara kualitas, kuantitas, dan kontinuitas karena sistem penyediaan air bersih (fresh

water supply) merupakan general infrastructure dalam pariwisata (Yoeti, 2008),

sehingga pengelolaan secara profesional serta pengembangan sistem air bersih juga

terus dilakukan sejalan dengan perkembangan kepariwisataan. Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM) merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap penyediaan dan

pelayanan air bersih bagi masyarakat luas baik untuk rumah tangga, sosial, pemerintah,

niaga, dan industri.

5.2 Profil PDAM di Provinsi Bali.

Page 85: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

85

Untuk mengetahui informasi atau profil PDAM di Bali Tahun 2012 mengenai :

jumlah pelanggan berdasarkan golongan, begitu pula jumlah penduduk yang dilayani

(cakupan pelayanan), persentase air yang hilang, kapasitas air yang terpasang, tarif

dasar, jumlah keluhan, karyawan berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan

karyawan, jumlah karyawan yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan, begitu pula

data tentang kinerja PDAM dari indikator keuangan, operasional dan administrasi

disajikan berikut ini:

5.2.1Jumlah Pelanggan

Jumlah pelanggan PDAM diseluruh Bali pada Tahun 2012 sebanyak 346.391

Sambungan Rumah (SR) yang diklasifikasikan berdasarkan Rumah Tangga, Niaga,

pemerintah, Sosial, Sosial, Hidran Umum, MCK, Tangki Air, dan pelanggan khusus

(pelabuhan). Adapun jumlah masing-masing golongan pelanggan disajikan dalam

Gambar 5.1 berikut:

Berdasarkan Gambar 5.1

golongan pelanggan rumah

tangga paling banyak

berjumlah 301.407 SR atau

87,01 persen, pelanggan

berikutnya adalah golongan

niaga sebesar 9,35 persen

atau sebanyak 32.383 SR .

Pelanggan katagori sosial seperti tempat/rumah ibadah, yayasan atau institusi yang

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

301.407

32.383

1.764 5.739 3.934 1.123 41 RumahTanggaNiaga

Industri

Sosial

Pemerintah

HU/MCK/TA

Lain-Lain/Khusus

Gambar 5.1

Jumlah Pelanggan PDAM di Bali Tahun 2012

Page 86: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

86

bertujuan sosial sebanyak 5.739 SR atau 1,66 % dari seluruh pelanggan. Pelanggan

instansi pemerintah sebanyak 3.934 SR atau sebesar 1,14 % dari jumlah pelanggan.

Sisanya jumlah pelanggan katagori Hidran Umum (HU), Mandi Cuci Kakus sebanyak

(MCK) , Tangki Air (TA), dan pelanggan khusus (pelabuhan) sebanyak 5.057 SR atau

sebanyak 1,26% dari jumlah pelanggan seluruhnya.

5.2.2 Cakupan Pelayanan

Jumlah penduduk yang terlayani (cakupan pelayanan) persentase yang mampu

dilayani bervariasi antara kabupaten/kota di Bali bekisar antara 11,79 prosen

(Kabupaten Klungkung) sampai 73,70 prosen (Kabupaten Badung) secara rata-rata

cakupan pelayanan air minum di Bali sebesar 54,18 prosen. Kalau dibandingkan dengan

cakupan pelayanan secara nasional pada tahun yang sama (2012) berdasarkan data dari

Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) masih

berada di bawah tingkat nasional sebesar 58,05 prosen (Sutjiono, 2013) Begitu pula

dibandingkan dengan target pembangunan milenium (Milenium Development Goals)

masih dibawah yang ditargetkan sebesar 68,8 prosen.

5.2.3 Tingkat Kebocoran (losses),

Merupakan selisih antara air yang di distribusikan dengan air yang tercatat di

water meter.disebut juga istilahnya dengan un accounted for water (UFW) atau air tak

berekening (ATR) Tingkat kebocorannya bervariasi antara kabupaten/kota di Bali

bekisar antara 20,39 % (Kabupaten Buleleng) sampai 49,83% (Kabupaten Gianyar)

secara rata-rata tingkat kehilangan air di Bali sebesar 27,99%. Angka ini lebih tinggi dari

yang ditetapkan berdasarkan Kepmendagri No. 47 Tahun 1999 tentang Pedoman

Penilaian Kinerja PDAM, batas tingkat kebororan (kehilangan) air yang dapat ditoleransi

Page 87: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

87

maksimal 20 persen. Dibandingkan dengan tingkat kebocoran secara nasional pada

tahun yang sama, keboran air di Bali lebih rendah dari tingkat kebocoran secara nasional

yang berkisar 37% (Sutjiono, 2013). Data secara rinci mengenai tingkat kebocoran

disajikan pada lampiran (Lampiran 11).

5.2.4 Tarif Dasar

Tarif dasar dasar yang ditetapkan oleh masing-masing PDAM bervariasi antara

kabupaten/kota di Bali bekisar antara Rp. 1.100/M3 (Kabupaten Buleleng) sampai

Rp.4.442,32/M3 (Kabupaten Badung) secara rata-rata tarif dasar air minum di Bali

sebesar Rp.2.229,80. Tarif dasar ini sudah merupakan tarif yang wajar/terjangkau oleh

daya beli pelanggan masyarakat Bali. Tarif dasar air minum dikatakan standar/wajar dan

terjangkau oleh daya beli pelanggan apabila pengeluaran air minum tidak melebihi 4%

dari pendapatan per kapita (Wahyunurdin, 2011). Pendapatan per kapita Bali pada

Tahun 2012 Rp. 21,82 juta atau Rp. 1,82 juta per bulan (www.bali.bisnis.com.

didownload, 29 Agustus 2013) dengan rata-rata 1 SR berpenghuni sebanyak 5 orang dan

konsumsi air rata-rata 20 M3 per bulan sehingga pengeluaran untuk konsumsi air sebesar

Rp.44.956,00 /SR atau 0,49%.

Page 88: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

88

Gambar 5.2

Jumlah Karyawan PDAM di Bali Tahun 2012

5.2.5 Keluhan

Jumlah pelanggan yang merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan oleh

PDAM direpleksikan oleh keluhan bervariasi antara kabupaten/kota di Bali. Jumlah

keluhan pelanggan seluruhnya sebanyak 32.823, dari jumlah tersebut PDAM Kabupaten

Jembrana paling sedikit sebanyak 1.861 keluhan dan PDAM Kabupaten Gianyar paling

banyak sebanyak 8.597 keluhan. Berdasarkan data dari Perpamsi Bali jenis kasus

keluhan dari pelanggan (direngking kasus yang paling banyak) yaitu: bocor sebelum

water meter 27,90 %, water meter mati 10,96 %, tidak ada air 10,05 %, air kotor dan

berbau 7,66 %, air kecil 3,79 %, pemakaian tinggi 3,55 %, water meter bocor 1,53 %,

water meter kabur 0,67%, water meter tertanam, water meter di bawah bangunan,

water meter di luar tembok batas, water meter di tempat yang sempit, water meter

tertanam bangunan, dan lokasi water meter rendah. Dibandingkan dengan jumlah

pelanggan keluhan pelanggan dapatlah dikatakan cukup tinggi sebesar 9,48% di atas

5,00 %.

5.2.6 Jumlah Karyawan

Banyaknya karyawan PDAM di Bali pada Tahun 2012 berdasarkan jenis kelamin

disajikan pada Gambar 5.2 berikut ini :

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

88

Gambar 5.2

Jumlah Karyawan PDAM di Bali Tahun 2012

5.2.5 Keluhan

Jumlah pelanggan yang merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan oleh

PDAM direpleksikan oleh keluhan bervariasi antara kabupaten/kota di Bali. Jumlah

keluhan pelanggan seluruhnya sebanyak 32.823, dari jumlah tersebut PDAM Kabupaten

Jembrana paling sedikit sebanyak 1.861 keluhan dan PDAM Kabupaten Gianyar paling

banyak sebanyak 8.597 keluhan. Berdasarkan data dari Perpamsi Bali jenis kasus

keluhan dari pelanggan (direngking kasus yang paling banyak) yaitu: bocor sebelum

water meter 27,90 %, water meter mati 10,96 %, tidak ada air 10,05 %, air kotor dan

berbau 7,66 %, air kecil 3,79 %, pemakaian tinggi 3,55 %, water meter bocor 1,53 %,

water meter kabur 0,67%, water meter tertanam, water meter di bawah bangunan,

water meter di luar tembok batas, water meter di tempat yang sempit, water meter

tertanam bangunan, dan lokasi water meter rendah. Dibandingkan dengan jumlah

pelanggan keluhan pelanggan dapatlah dikatakan cukup tinggi sebesar 9,48% di atas

5,00 %.

5.2.6 Jumlah Karyawan

Banyaknya karyawan PDAM di Bali pada Tahun 2012 berdasarkan jenis kelamin

disajikan pada Gambar 5.2 berikut ini :

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Laki-LakiPerempuanTotal

1.492

292

1.784

16,37%100,00%

88

Gambar 5.2

Jumlah Karyawan PDAM di Bali Tahun 2012

5.2.5 Keluhan

Jumlah pelanggan yang merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan oleh

PDAM direpleksikan oleh keluhan bervariasi antara kabupaten/kota di Bali. Jumlah

keluhan pelanggan seluruhnya sebanyak 32.823, dari jumlah tersebut PDAM Kabupaten

Jembrana paling sedikit sebanyak 1.861 keluhan dan PDAM Kabupaten Gianyar paling

banyak sebanyak 8.597 keluhan. Berdasarkan data dari Perpamsi Bali jenis kasus

keluhan dari pelanggan (direngking kasus yang paling banyak) yaitu: bocor sebelum

water meter 27,90 %, water meter mati 10,96 %, tidak ada air 10,05 %, air kotor dan

berbau 7,66 %, air kecil 3,79 %, pemakaian tinggi 3,55 %, water meter bocor 1,53 %,

water meter kabur 0,67%, water meter tertanam, water meter di bawah bangunan,

water meter di luar tembok batas, water meter di tempat yang sempit, water meter

tertanam bangunan, dan lokasi water meter rendah. Dibandingkan dengan jumlah

pelanggan keluhan pelanggan dapatlah dikatakan cukup tinggi sebesar 9,48% di atas

5,00 %.

5.2.6 Jumlah Karyawan

Banyaknya karyawan PDAM di Bali pada Tahun 2012 berdasarkan jenis kelamin

disajikan pada Gambar 5.2 berikut ini :

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Series1Series2

0

500

1.000

1.500

2.000

Laki-Laki

1.492

83,63%

Series1

Series2

Page 89: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

89

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

185

1.287

25245 13 SMTP+

SDSMTA

Diploma

S1

Gambar 5.3

Pendidikan Karyawan PDAM di Bali Tahun 2012

Berdasarkan Gambar 5.2 Jumlah karyawan PDAM di Bali sebanyak 1.784 orang

terdiri dari 1.492 laki-laki (83,63 %), perempuan 292 orang (16,37%). Berdasarkan

informasi dari salah seorang direksi jenis pekerjaan teknik terkait dengan pekerjaan di

lapangan lebih banyak dibandingkan dengan pekerjaan umum (di kantor), jadi wajar

tenaga laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.

5.2.7 Pendidikan Karyawan

Pendidikan karyawan PDAM di Bali pada Tahun 2012 berdasarkan jenjang

pendidikan disajikan pada Gambar 5.3 berikut ini:

Berdasarkan Gambar 5.3 Pendidikan

karyawan paling banyak tamatan SMTA

sebanyak 1.287 orang (73,33 %), disusul

tamatan S1 sebanyak 245 (13,96%),

karyawan tamatan SD dan SMP masih

juga ada terutama karyawan lama

sebanyak 185 orang (10,54 %), yang lebih

menggembirakan karyawan sudah ada tamatan S2 sebanyak 13 orang (0,74 %).

Page 90: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

90

Gambar 5.4

Nilai Kinerja PDAM di Bali Tahun 2012

5.2.8 Pendidikan dan Pelatihan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sekaligus

meningkatkan pelayanan kepada pelanggan PDAM telah melaksanakan program

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat). Jumlah karyawan yang telah mendapatkan pendidikan

dan pelatihan pada Tahun 2012 sebanyak 522 orang. Jenis Diklat seperti pendidikan

berkompetensi (manajemen air minum tingkat dasar, tingkat madya dan tingkat utama

yang merupakan syarat bagi karyawan yang menduduki eselon/manajemen di PDAM.

Sedangkan pelatihan bagi staf seperti: pelatihan operasional dan pemeliharaan instalasi

pengolahan air, pelatihan komunikasi dan hubungan pelangan, pelatihan motor listrik,

pelatihan menekan kebocoran (NRW), pelatihan komunikasi dan sikap pelayanan

kepada pelanggan, pelatihan mekanikal dan elektrikal, pelatihan operasional dan

pemeriksaan kualitas air di instalasi pengolahan.

5.2.9 Kinerja PDAM di Bali.

Nilai kinerja PDAM kabupaten/kota di Bali pada Tahun 2012 disajikan pada

Gambar 5.4 berikut :

Berdasarkan Gambar 5.4 secara

rata-rata nilai kinerja PDAM di Bali

sebesar 60,49. Indikator keuangan

nilainya paling tinggi sebesar 27,75,

disusul oleh indikator operasional, dan

yang paling kecil adalah indikator

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

27,75

21,23

11,51

60,49Keuangan

Operasional

Administrasi

Total

Page 91: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

91

Gambar 5.5

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

administrasi sebesar 11,51. Nilai kinerja PDAM di Bali pada Tahun 2012 termasuk

kedalam katagori yang baik. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri

(Kepmendagri) No. 47 Tahun 1999 pasal 3 tentang penilaian kinerja PDAM disebutkan

katagori nilai kinerja yang dicapai yaitu: a) >75 dikatagorikan baik sekali, b) >60 – 75

dikatagorikan baik, c) >45 – 60 dikatagorikan cukup, d) >30 – 45 dikatagorikan kurang,

dan e) ≤30 dikatagorikan tidak baik.

5.3 Karakteristik Responden

Responden penelitian adalah para direksi PDAM yang memimpin dan

mengendalikan semua kegiatan PDAM sesuai dengan jumlah pelanggan yaitu :

Direktur, Direktur utama, Direktur Teknik dan Direktur Umum. Populasi dan sampel

penelitian ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum yang ada di Provinsi Bali sebanyak 9

PDAM dengan 16 direksi. Dari jumlah direksi tersebut yang dapat diperoleh datanya

sebanyak 15 direksi. Karakteristik responden bertujuan untuk mendeskripsikan

karakteristik direksi menurut : jenis kelamin, umur, masa kerja, tingkat pendidikan dan

jabatan. Hasil analisis deskripsi karakteristik responden disajikan dalam bentuk gambar

atau grafik berikut ini :

5.3.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin secara lengkap disajikan pada

Gambar 5.5 berikut ini :

Page 92: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

92

Gambar 5.6

Responden Berdasarkan Umur

Gambar 5.6

Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dijelaskan karakteristik responden dilihat dari jenis

kelamin, menunjukkan bahwa semua responden 15 orang (100%) adalah laki-laki

sedangkan perempuan sama sekali tidak ada (0%). Hal tersebut mencerminkan bahwa

kiprah dan peran kaum perempuan sebagai pimpinan (direksi) pada PDAM di Bali belum

terlihat. Pada masa mendatang hendaknya memberikan kesempatan kepada

perempuan untuk berpartisipasi dan berperan dalam pembangunan di sektor air bersih

sekaligus mengakomodir Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000, tentang kesetaraan

gender dalam pembangunan nasional diharapkan berdampak pada peningkatan

kesetaraan gender untuk memperoleh kesempatan dalam berpartisipasi pada berbagai

kegiatan, sehingga pemberdayaan dan keberdayaan mereka juga akan meningkat.

5.3.2 Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur

secara lengkap disajikan pada Gambar 5.6.

Berdasarkan Gambar 5.6 umur

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

92

Gambar 5.6

Responden Berdasarkan Umur

Gambar 5.6

Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dijelaskan karakteristik responden dilihat dari jenis

kelamin, menunjukkan bahwa semua responden 15 orang (100%) adalah laki-laki

sedangkan perempuan sama sekali tidak ada (0%). Hal tersebut mencerminkan bahwa

kiprah dan peran kaum perempuan sebagai pimpinan (direksi) pada PDAM di Bali belum

terlihat. Pada masa mendatang hendaknya memberikan kesempatan kepada

perempuan untuk berpartisipasi dan berperan dalam pembangunan di sektor air bersih

sekaligus mengakomodir Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000, tentang kesetaraan

gender dalam pembangunan nasional diharapkan berdampak pada peningkatan

kesetaraan gender untuk memperoleh kesempatan dalam berpartisipasi pada berbagai

kegiatan, sehingga pemberdayaan dan keberdayaan mereka juga akan meningkat.

5.3.2 Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur

secara lengkap disajikan pada Gambar 5.6.

Berdasarkan Gambar 5.6 umur

Series10

10

20 1515

Series1 Series2

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

2

7

2

2

13,33%

46,67%

13,33%

13,33%

92

Gambar 5.6

Responden Berdasarkan Umur

Gambar 5.6

Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dijelaskan karakteristik responden dilihat dari jenis

kelamin, menunjukkan bahwa semua responden 15 orang (100%) adalah laki-laki

sedangkan perempuan sama sekali tidak ada (0%). Hal tersebut mencerminkan bahwa

kiprah dan peran kaum perempuan sebagai pimpinan (direksi) pada PDAM di Bali belum

terlihat. Pada masa mendatang hendaknya memberikan kesempatan kepada

perempuan untuk berpartisipasi dan berperan dalam pembangunan di sektor air bersih

sekaligus mengakomodir Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000, tentang kesetaraan

gender dalam pembangunan nasional diharapkan berdampak pada peningkatan

kesetaraan gender untuk memperoleh kesempatan dalam berpartisipasi pada berbagai

kegiatan, sehingga pemberdayaan dan keberdayaan mereka juga akan meningkat.

5.3.2 Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur

secara lengkap disajikan pada Gambar 5.6.

Berdasarkan Gambar 5.6 umur

Series1

Series2

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

2

2

13,33%

13,33%

46,67%

≤40

41 -45

46-50

51-55

≥ 55

Page 93: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

93

responden berusia di bawah 40 tahun sebanyak 2 orang (13,33%), usia responden 41 –

45 tahun dan usia 51- 55 tahun sebanyak 2 orang (13,33%), dan di atas 56 tahun masing-

masing sebanyak 2 orang (13,33%). Umur responden di atas 56 tahun masih bisa

menduduki jabatan direksi PDAM karena di atur dalam Perda PDAM. Beberapa Perda

kabupaten mengatakan jabatan direksi maksimal berumur 60 tahun. Secara umum

responden penelitian ini berumur antara 46-50 tahun sebanyak 7 orang (46,67%).

Kelompok umur tersebut secara teoritis tergolong dalam umur atau usia produktif.

Ditinjau dari kondisi umur responden menunjukkan bahwa sebagian besar para direksi

PDAM di Bali berada pada kisaran umur produktif. Artinya para direksi diharapkan

mempunyai kemampuan phisik untuk bekerja dan memiliki potensi berpikir dan

bertindak secara efektif dan effisien dalam mengelola asset perusahaan dalam rangka

meningkatkan kinerja perusahaan.

5.3.3 Responden Berdasarkan Masa Kerja

Karakteristik responden berdasarkan masa kerja secara lengkap disajikan pada

Gambar 5.7.

Page 94: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

94

Gambar 5.7

Responden Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan Gambar 5.7 masa kerja responden mayoritas di atas 21 tahun sebanyak 7

orang (6,67%). Kondisi ini mencerminkan bahwa sebagian besar responden memiliki

masa kerja cukup lama sehingga diharapkan Direksi PDAM di Bali lebih profesional dan

terampil dalam melaksanakan manajemen air minum. Kemudian disusul oleh masa kerja

1 - 5 tahun sebanyak 5 orang (33,33%), kondisi ini mencerminkan sebagian besar

responden menduduki jabatan

Direksi PDAM mempunyai

masa kerja yang relatif

singkat. Keadaan ini

dimungkinkan karena

persyaratan direksi yang

diatur di dalam Permendagr

No. 2 Tahun 2007 dan juga

dalam Perda bisa dari

kalangan internal (karier)

maupun dari kalangan

eksternal (profesional).

5.3.4 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan secara lengkap disajikan

pada Gambar 5.8 berikut ini:

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

94

Gambar 5.7

Responden Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan Gambar 5.7 masa kerja responden mayoritas di atas 21 tahun sebanyak 7

orang (6,67%). Kondisi ini mencerminkan bahwa sebagian besar responden memiliki

masa kerja cukup lama sehingga diharapkan Direksi PDAM di Bali lebih profesional dan

terampil dalam melaksanakan manajemen air minum. Kemudian disusul oleh masa kerja

1 - 5 tahun sebanyak 5 orang (33,33%), kondisi ini mencerminkan sebagian besar

responden menduduki jabatan

Direksi PDAM mempunyai

masa kerja yang relatif

singkat. Keadaan ini

dimungkinkan karena

persyaratan direksi yang

diatur di dalam Permendagr

No. 2 Tahun 2007 dan juga

dalam Perda bisa dari

kalangan internal (karier)

maupun dari kalangan

eksternal (profesional).

5.3.4 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan secara lengkap disajikan

pada Gambar 5.8 berikut ini:

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

5

10

2

7

94

Gambar 5.7

Responden Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan Gambar 5.7 masa kerja responden mayoritas di atas 21 tahun sebanyak 7

orang (6,67%). Kondisi ini mencerminkan bahwa sebagian besar responden memiliki

masa kerja cukup lama sehingga diharapkan Direksi PDAM di Bali lebih profesional dan

terampil dalam melaksanakan manajemen air minum. Kemudian disusul oleh masa kerja

1 - 5 tahun sebanyak 5 orang (33,33%), kondisi ini mencerminkan sebagian besar

responden menduduki jabatan

Direksi PDAM mempunyai

masa kerja yang relatif

singkat. Keadaan ini

dimungkinkan karena

persyaratan direksi yang

diatur di dalam Permendagr

No. 2 Tahun 2007 dan juga

dalam Perda bisa dari

kalangan internal (karier)

maupun dari kalangan

eksternal (profesional).

5.3.4 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan secara lengkap disajikan

pada Gambar 5.8 berikut ini:

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

1-5

6-10

11-15

16-20

≤ 21

Page 95: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

95

Gambar 5.8

Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Gambar 5.9

Responden Berdasarkan Jabatan

Berdasarkan Gambar 5.8

karakteristik responden dilihat dari

tingkat pendidikan menunjukkan

bahwa responden merupakan

golongan yang berpendidikan

tinggi, tingkat pendidikan paling

banyak S1 sebanyak 10 orang (66,67%), hal ini juga tidak bisa lepas dari Perda dan

Permendagri no. 2 tahun 2007, yang mensyaratkan seorang direksi minimal tingkat

pendidikannya S1. Responden berpendidikan Magister (S2) sebanyak 5 orang (33,33%),

kondisi ini mencerminkan sebagian besar direksi PDAM di Bali telah menamatkan

pendidikan pascasarjana. Sehingga dengan pendidikan tinggi yang dimiliki oleh Direksi

PDAM diharapkan mempunyai kemampuan ketrampilan menyelesaikan tugas yang

diembannya, mengadopsi teknologi dan informasi baru dalam proses pelayanan air

minum kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan.

5.3.5 Responden Berdasarkan Jabatan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan secara lengkap disajikan

pada Gambar 5.9 berikut ini:

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

0

5

10

0 0

95

Gambar 5.8

Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Gambar 5.9

Responden Berdasarkan Jabatan

Berdasarkan Gambar 5.8

karakteristik responden dilihat dari

tingkat pendidikan menunjukkan

bahwa responden merupakan

golongan yang berpendidikan

tinggi, tingkat pendidikan paling

banyak S1 sebanyak 10 orang (66,67%), hal ini juga tidak bisa lepas dari Perda dan

Permendagri no. 2 tahun 2007, yang mensyaratkan seorang direksi minimal tingkat

pendidikannya S1. Responden berpendidikan Magister (S2) sebanyak 5 orang (33,33%),

kondisi ini mencerminkan sebagian besar direksi PDAM di Bali telah menamatkan

pendidikan pascasarjana. Sehingga dengan pendidikan tinggi yang dimiliki oleh Direksi

PDAM diharapkan mempunyai kemampuan ketrampilan menyelesaikan tugas yang

diembannya, mengadopsi teknologi dan informasi baru dalam proses pelayanan air

minum kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan.

5.3.5 Responden Berdasarkan Jabatan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan secara lengkap disajikan

pada Gambar 5.9 berikut ini:

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Ser…

10

5

Series1Series2

95

Gambar 5.8

Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Gambar 5.9

Responden Berdasarkan Jabatan

Berdasarkan Gambar 5.8

karakteristik responden dilihat dari

tingkat pendidikan menunjukkan

bahwa responden merupakan

golongan yang berpendidikan

tinggi, tingkat pendidikan paling

banyak S1 sebanyak 10 orang (66,67%), hal ini juga tidak bisa lepas dari Perda dan

Permendagri no. 2 tahun 2007, yang mensyaratkan seorang direksi minimal tingkat

pendidikannya S1. Responden berpendidikan Magister (S2) sebanyak 5 orang (33,33%),

kondisi ini mencerminkan sebagian besar direksi PDAM di Bali telah menamatkan

pendidikan pascasarjana. Sehingga dengan pendidikan tinggi yang dimiliki oleh Direksi

PDAM diharapkan mempunyai kemampuan ketrampilan menyelesaikan tugas yang

diembannya, mengadopsi teknologi dan informasi baru dalam proses pelayanan air

minum kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan.

5.3.5 Responden Berdasarkan Jabatan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan secara lengkap disajikan

pada Gambar 5.9 berikut ini:

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Page 96: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

96

Berdasarkan Gambar 5.9

karakteristik responden berdasarkan

jabatan, dapat dijelaskan bahwa

responden mayoritas Direktur,

Direktur Utama, dan Direktur Umum

masing-masing 4 orang (26,67%),

disusul oleh direktur teknik 3 orang

(19,99%). Kondisi ini

mengindikasikan sebagian PDAM di Bali mempunyai pelanggan dibawah 30.000 SR

(Sambungan Rumah) dan sebagian lagi mempunyai pelanggan di atas 30.000

SR(Sambungan Rumah). Permendagri No. 2 Tahun 2007 tentang organ dan kepegawaian

PDAM mengatakan jumlah direksi ditetapkan berdasarkan jumlah pelanggan PDAM

dengan ketentuan: a) satu orang direksi untuk jumlah pelanggan sampai dengan 30.000.

b) 3 orang direksi untuk jumlah pelanggan dari 30.001 sampai dengan 100.000 dan c)

paling banyak 4 orang direksi untuk jumlah pelanggan di atas 100.000.

5.4 Deskripsi Variabel Penelitian

Analisis deskripsi variabel bertujuan untuk menginterpretasikan makna masing-

masing variabel penelitian, indikator variabel dan item pernyataan penelitian

berdasarkan distribusi frekuensi, persentase dan rerata (mean) jawaban responden.

Berdasarkan skala pengukuran data yang digunakan (Likert), rentang skala pernyataan

responden dimulai dari satu sampai lima yang artinya dimulai dari sangat tidak

baik/setuju sampai sangat baik/setuju. Variabel-variabel yang dianalisis dalam

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

96

Berdasarkan Gambar 5.9

karakteristik responden berdasarkan

jabatan, dapat dijelaskan bahwa

responden mayoritas Direktur,

Direktur Utama, dan Direktur Umum

masing-masing 4 orang (26,67%),

disusul oleh direktur teknik 3 orang

(19,99%). Kondisi ini

mengindikasikan sebagian PDAM di Bali mempunyai pelanggan dibawah 30.000 SR

(Sambungan Rumah) dan sebagian lagi mempunyai pelanggan di atas 30.000

SR(Sambungan Rumah). Permendagri No. 2 Tahun 2007 tentang organ dan kepegawaian

PDAM mengatakan jumlah direksi ditetapkan berdasarkan jumlah pelanggan PDAM

dengan ketentuan: a) satu orang direksi untuk jumlah pelanggan sampai dengan 30.000.

b) 3 orang direksi untuk jumlah pelanggan dari 30.001 sampai dengan 100.000 dan c)

paling banyak 4 orang direksi untuk jumlah pelanggan di atas 100.000.

5.4 Deskripsi Variabel Penelitian

Analisis deskripsi variabel bertujuan untuk menginterpretasikan makna masing-

masing variabel penelitian, indikator variabel dan item pernyataan penelitian

berdasarkan distribusi frekuensi, persentase dan rerata (mean) jawaban responden.

Berdasarkan skala pengukuran data yang digunakan (Likert), rentang skala pernyataan

responden dimulai dari satu sampai lima yang artinya dimulai dari sangat tidak

baik/setuju sampai sangat baik/setuju. Variabel-variabel yang dianalisis dalam

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

4

4

3

4

15

96

Berdasarkan Gambar 5.9

karakteristik responden berdasarkan

jabatan, dapat dijelaskan bahwa

responden mayoritas Direktur,

Direktur Utama, dan Direktur Umum

masing-masing 4 orang (26,67%),

disusul oleh direktur teknik 3 orang

(19,99%). Kondisi ini

mengindikasikan sebagian PDAM di Bali mempunyai pelanggan dibawah 30.000 SR

(Sambungan Rumah) dan sebagian lagi mempunyai pelanggan di atas 30.000

SR(Sambungan Rumah). Permendagri No. 2 Tahun 2007 tentang organ dan kepegawaian

PDAM mengatakan jumlah direksi ditetapkan berdasarkan jumlah pelanggan PDAM

dengan ketentuan: a) satu orang direksi untuk jumlah pelanggan sampai dengan 30.000.

b) 3 orang direksi untuk jumlah pelanggan dari 30.001 sampai dengan 100.000 dan c)

paling banyak 4 orang direksi untuk jumlah pelanggan di atas 100.000.

5.4 Deskripsi Variabel Penelitian

Analisis deskripsi variabel bertujuan untuk menginterpretasikan makna masing-

masing variabel penelitian, indikator variabel dan item pernyataan penelitian

berdasarkan distribusi frekuensi, persentase dan rerata (mean) jawaban responden.

Berdasarkan skala pengukuran data yang digunakan (Likert), rentang skala pernyataan

responden dimulai dari satu sampai lima yang artinya dimulai dari sangat tidak

baik/setuju sampai sangat baik/setuju. Variabel-variabel yang dianalisis dalam

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

4

3

Direktur

Dirut

Dirtek

Dirum

Total

Page 97: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

97

penelitian ini terdiri dari: variabel budaya Tri Hita Karana (Xi), kepemimpinan (Y1),

komitmen organisasional (Y2), dan kinerja perusahaan (Y3). Deskripsi setiap indikator dan

variabel dapat diuraikan sebagai berikut:

5.4.1 Budaya Tri Hita Karana

Pengujian variabel budaya Tri Hita Karana, dalam studi ini difokuskan pada

implementasi nilai budaya lokal oleh pihak manajemen melalui persepsi oleh direksi

PDAM di Bali. Variabel budaya Tri Hita Karana di ukur melalui tiga indikator meliputi:

hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan) (Xi1), hubungan manusia dengan

manusia (pawongan) (Xi2) dan hubungan manusia dengan lingkungan (palemahan) (Xi3).

Analisis data secara deskripsi disajikan pada Tabel 5.1 berikut:

Page 98: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

98

Tabel 5.1

Deskripsi Variabel Budaya Tri Hita Karana (X1)

IndikatorVariabel

Item(Butir)

Frekwensi Jawaban ( f ) & Persentase ( %) Rerata(Mean)STB (1) TB (2) CB (3) B (4) SB (5)

f % f % f % f % f %

Parahyangan

( X1.1)

X111 0 00,00 0 00,00 0 00,00 2 22,22 7 77,78 4,63X112 0 00,00 0 00.00 0 00,00 4 44,44 5 55,56 4,50X113 0 00,00 1 11,11 1 11,11 3 33,33 4 44,44 4,02X114 0 00,00 0 00,00 0 00,00 2 22,22 7 77,78 4,67X115 0 00,00 0 00,00 1 11,11 2 22,22 6 66,67 4,41X116 0 00,00 0 00,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,31X117 0 00,00 0 00,00 1 11,11 6 66,67 2 22,22 4,13X118 0 00,00 0 00,00 0 00,00 7 77,78 2 22,22 4,20X119 0 00,00 0 00,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,39X1110 0 00,00 0 00,00 1 11,11 6 66,67 2 33,33 4,28X1111 0 00,00 0 11,11 0 00,00 6 66,67 2 22,22 4,06X1112 0 00,00 0 00,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,33Rerata 1,85% 02,78 % 95,37%

Rerata Indikator Parahyangan

Pawongan

( X12 )

X121 0 00,00 0 0,00 0 00,00 3 33,33 6 66,67 4,52X122 0 00,00 0 0,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,28X123 0 00,00 0 0,00 0 00,00 4 44,44 5 55,56 4,54X124 0 00,00 0 0,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,33X125 0 00,00 0 0,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,46X126 0 00,00 0 0,00 1 11,11 6 66,67 2 22,22 4,19X127 0 00,00 0 0,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,37X128 0 00,00 0 0,00 0 00,00 6 66,67 2 33,33 4,31X129 0 00,00 0 0,00 0 00,00 5 55,56 4 66,67 4,56X1210 0 00,00 0 0,00 0 00,00 5 55,56 4 33,33 4,31X1211 0 00,00 0 0,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,35X1212 0 00,00 0 0,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,31Rerata 0,0 % 1,85% 98,15%

Rerata Indikator Pawongan

Palemahan

(X13)

X131 0 00,00 0 00,00 2 22,22 4 44,44 3 33,33 3,98X132 0 00,00 0 00,00 0 00,00 3 33,33 6 66,67 4,26X133 0 00,00 0 00,00 0 00,00 8 88,89 1 11,11 4,07X134 0 00,00 0 00,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,22X135 0 00,00 0 00,00 0 00,00 8 88,89 1 11,11 4,15X136 0 00,00 0 00,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,22Rerata 1,85 % 1,85 % 96,29%

Rerata Indikator Palemahan

Persentase Rerata 1,23% 2,16% 96,60% 4,29Rerata Variabel Budaya Tri Hita Karana

Sumber : Data primer diolah, Tahun 2013

Hasil penelitian pada Tabel 5.1 tanggapan responden terhadap implementasi budaya Tri

Hita Karana dapat dijelaskan sebagai berikut:

4,38

4,33

4,15

Page 99: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

99

Tanggapan responden secara keseluruhan terhadap pelaksanaan budaya Tri Hita

Karana dapat disimpulkan sebesar 96,60% responden telah menerapkannya dengan baik

melalui: parahyangan, pawongan dan palemahan, Berdasarkan Tabel 5.1 menurut

penilaian responden pelaksanaan parahyangan paling bagus , disusul pawongan, dan

paling kecil palemahan. Dengan nilai masing-masing 4,38, 4,33, dan 4,15.

5.4.2 Kepemimpinan Asta Dasa Paramiteng Prabhu

Pengujian variabel kepemimpinan asta dasa paramiteng prabhu, dalam studi ini

difokuskan pada implementasi nilai kepemimpinan lokal oleh pihak manajemen melalui

persepsi oleh direksi PDAM di Bali. Variabel kepemimpinan ini di ukur melalui tiga

indikator meliputi: spiritual (Y1.1) merupakan inti dari nilai kepemimpinan, yang

membentuk kecerdasan spiritual seorang pemimpin, moral (Y1.2) mencakup penegakan

kebenaran dan keadilan, serta manajerial (Y1.3) pelaksanaan tugas yang terfokus pada

pencapain tujuan. Analisis data secara deskripsi disajikan pada Tabel 5.2 berikut:

Page 100: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

100

Tabel 5.2

Deskripsi Variabel Kepemimpinan (Y1)

Indikator

Variabel

Item

(Butir)

Frekwensi Jawaban ( f ) & Persentase ( %) Rerata

(Mean)STB (1) TB (2) CB (3) B (4) SB (5)

f % f % f % f % f %

Indikator

Spiritual

( Y1.1)

Y111 0 00,00 0 00,00 0 00,00 4 44,44 5 55,56 4,44

Y112 0 00,00 0 00,00 0 00,00 3 33,33 6 66,67 4,56

Y113 0 00,00 0 00,00 0 00,00 6 66,67 3 66,67 4,37

Rerata 00,00 % 00,00% 100,00%

Rerata Indikator Dimensi Spiritual

Indikator

Moral

(Y12)

Y121 0 00,00 0 00,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,28

Y122 0 00,00 0 00,00 0 00,00 8 88,89 1 11,11 4,09

Y123 0 00,00 0 00,00 0 00,00 6 6,667 3 33,33 4,41

Y124 0 00,00 0 00,00 0 00,00 5 55,56 3 44,44 4,35

Y125 0 00,00 0 00,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,39

Y126 0 00,00 0 00,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,41

Rerata 00,0 % 00,00% 100,00%

Rerata Indikator Dimensi Moral

Indikator

Manajeria

l

(Y13)

Y131 0 00,00 0 0,00 0 00,00 4 44,44 5 55,56 4,44

Y132 0 00,00 0 0,00 1 11,11 4 44,44 4 44,44 4,28

Y133 0 00,00 0 0,00 1 11,11 5 55,56 3 33,33 4,33

Y134 0 00,00 0 0,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,28

Y135 0 00,00 0 0,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,28

Y136 0 00,00 0 0,00 0 00,00 3 33,33 6 66,67 4,56

Y137 0 00,00 0 0,00 0 00,00 4 44,44 5 55,56 4,50

Y138 0 00,00 0 0,00 0 00,00 4 44,44 5 55,56 4,48

Y139 0 00,00 0 0,00 0 00,00 4 44,44 5 55,56 4,39

4,46

4,32

4,39

Page 101: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

101

Rerata 00,00 % 1,39 % 98,61%

Rerata Indikator Dimensi Manajerial

Persentase Rerata 00,0% 0,46% 99,54% 4,44Rerata Variabel Kepemimpinan

Sumber : Data primer diolah, Tahun 2013

Hasil penelitian pada Tabel 5.2 tanggapan responden terhadap implementasi ajaran

kepemimpinan asta dasa paramiteng prabhu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tanggapan responden secara keseluruhan terhadap pelaksanaan kepemimpinan asta

dasa paramiteng prabhu pernyataan responden sebagian besar sudah baik sebesar

99,54%. Fakta empiris menunjukkan mampu menundukkan musuh terutama yang

bersumber dalam diri sendiri untuk mencapai tujuan perusahaan, memusatkan

perhatian kepada sasaran atau target dan selalu mengadakan evaluasi dan perbaikan

yang terus menerus. Berdasarkan Tabel 5.2 menurut penilaian responden pelaksanaan

spiritual paling bagus , disusul manajerial, dan paling kecil adalah moral, dengan nilai

masing-masing 4,46, 4,39, dan 4,32.

5.4.3 Komitmen Organisasional

Pengujian variabel komitmen organisasional, dalam studi ini difokuskan pada

implementasi ikatan psikologi dan pekerjaan pada organisasi oleh pihak manajemen

melalui persepsi direksi PDAM di Bali. Komitmen organisasional di ukur melalui tiga

indikator meliputi: keterikatan affektif/psikologi terhadap pekerjaannya (komitmen

affektif) (Y2.1), perhitungan untung rugi dalam diri karyawan sehubungan dengan

keinginan tetap mempertahankan atau meninggalkan pekerjaan (komitmen kontinyu)

Page 102: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

102

(Y2.2), dan kewajiban untuk bertahan dalam pekerjaan (komitmen normatif) (Y2.3).

Analisis data secara deskripsi disajikan pada Tabel 5.3 berikut:

Page 103: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

103

Tabel 5.3

Deskripsi Variabel Komitmen Organisasional(Y2)

IndikatorVariabel

Item(Butir)

Frekwensi Jawaban ( f ) & Persentase ( %) Rerata(Mean)

STB (1) TB (2) CB (3) B (4) SB (5)

f % f % f % f % f %

Affektif( Y2..1)

Y211 0 00,00

0 00,00

3 33,33

2 22,22

4 44,44 3,93

Y212 0 00,00

0 00,00

2 22,22

6 66,67

1 11,11 3,78

Y213 0 00,00

0 00,00

2 00,00

6 00,00

1 11,11 3,91

Y214 0 00,00

1 11,11

1 11,11

7 77,78

0 00,00 3,78

Y215 0 00,00

0 00,00

1 11,11

6 66,67

2 22,22 4,11

Y216 0 00,00

0 00,00

1 11,11

7 77,78

1 11,11 4,04

Y217 0 00,00

0 00,00

0 00,00

5 55,56

4 44,44 4,43

Y218 0 00,00

0 00,00

0 00,00

5 55,56

4 44,44 4,48

Rerata

1,39% 13,89% 84,72%

Rerata Indikator Affektif

Kontinyu(Y2.2)

Y221 0 00,00

0 00,00

5 55,56

4 44,44

0 00,00 3,43

Y222 0 00,00

0 00,00

0 00,00

8 88,89

1 11,11 4,07

Y223 0 00,00

0 00,00

3 33,33

6 66,67

0 00,00 3,39

Y224 0 00,00

0 00,00

3 33,33

6 66,67

0 00,00 3,54

Y225 0 00,00

0 00,00

1 11,11

8 88,89

0 00,00 3,83

Y226 0 00,00

0 00,00

6 66,67

3 33,33

0 00,00 3,41

Y227 0 00,00

0 00,00

1 11,11

8 88,89

0 00,00 3,81

Y228 0 00,00

1 11,11

3 33,33

5 55,56

0 00,00 3,37

Rerata

1,39% 30,26% 68,06%

Rerata Indikator Kontinyu

Normatif

(Y2.3)

Y231 0 00,00

0 00,00

5 55,56

3 33,33

1 11,11 3,39

Y232 0 00,00

1 11,11

0 00,00

5 55,56

3 33,33 4,24

Y233 0 00,00

0 00,00

3 33,33

4 44,45

2 22,22 3,69

Y234 0 00,00

0 00,00

1 11,11

6 66,67

2 22,22 4,22

Y235 0 00,0 0 00,0 3 33,3 5 55,5 1 11,11 3,80

4,06

3,61

Page 104: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

104

0 0 3 6Y236 0 00,0

00 00,0

01 11,1

17 77,7

81 11,11 4,00

Y237 0 00,00

0 00,00

2 22,22

6 66,67

1 11,11 3,74

Y238 0 00,00

0 00,00

0 00,00

8 88,89

1 11,11 4,26

Rerata

1,39 % 20,83% 77,78%

Rerata Indikator Normatif

PersentaseRerata

1,39% 21,78% 75,85% 3,86Rerata Variabel Komitmen Organisasional

Sumber : Data primer diolah, Tahun 2013

Berdasarkan pada Tabel 5.3 tanggapan responden terhadap implementasi

komitmen organisasional dapat dijelaskan berikut: Tanggapan responden secara

keseluruhan terhadap pelaksanaan komitmen organisasional dapat disimpulkan sebesar

75,85% responden telah menerapkannya dengan baik melalui: affektif, kontinyu dan

normatif. Berdasarkan Tabel 5.3 menurut penilaian responden pelaksanaan afektif

paling bagus , disusul normatif dan kontinyu dengan nilai masing-masing 4,06, 3,92 dan

3,61.

5.4.4 Kinerja Perusahaan

Pengujian variabel kinerja perusahaan, dalam studi ini difokuskan pada

implementasi kemampuan melakukan effisiensi dan efektivitas operasional perusahaan

pihak manajemen melalui persepsi oleh direksi PDAM di Bali. Variabel kinerja

perusahaan di ukur melalui tiga indikator meliputi: indikator keuangan (Y3.1), indikator

operasional (Y3.2), dan indikator administrasi (Y3.3). Analisis data secara deskripsi

disajikan pada Tabel 5.4 berikut:

3,92

Page 105: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

105

Tabel 5.4Deskripsi Variabel Kinerja Perusahaan(Y3)

IndikatorVariabel

Item(Butir)

Frekwensi Jawaban ( f ) & Persentase ( %) Rerata(Mean)STB (1) TB (2) CB (3) B (4) SB (5)

f % f % f % f % f %

Keuangan( Y3.1)

Y311 0 00,00 0 00,00 1 11,11 6 66,67 2 22,22 4,04Y312 0 00,00 0 00,00 0 00,00 7 77,78 2 22,22 4,20Y313 0 00,00 0 00,00 2 22,22 6 66,67 1 11,11 3,87Y314 0 00,00 1 11,11 1 11,11 6 66,67 1 11,11 3,87Y315 0 00,00 0 00,00 1 11,11 7 77,78 1 11,11 3,98Y316 0 00,00 0 00,00 1 11,11 7 77,78 1 11,11 3,94Y317 0 00,00 0 00,00 1 11,11 7 77,78 1 11,11 4,94Y318 0 00,00 0 00,00 1 11,11 6 66,67 2 22,22 4,09Y319 0 00,00 0 00,00 1 11,11 7 77,78 1 11,11 3,98Y3110 0 00,00 0 00,00 0 00,00 0 00,00 0 00,00 3,98Rerata 1,11 % 11,11% 87,78%

Rerata Indikator Aspek Keuangan

Operasional(Y3.2)

X121 0 00,00 0 00,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,31X122 0 00,00 0 00,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,37X123 0 00,00 0 00,00 1 11,11 5 55,56 3 33,33 4,15X124 0 00,00 0 00,00 0 00,00 7 77,78 2 22,22 4,15X125 0 00,00 0 00,00 1 11,11 5 55,56 3 33,33 4,15X126 0 00,00 0 00,00 2 22,22 4 44,44 3 33,33 4,08X127 0 00,00 0 00,00 0 00,00 6 66,67 3 33,33 4,31X128 0 00,00 0 00,00 1 11,11 4 44,44 4 44,44 4,28X129 0 00,00 0 00,00 0 00,00 7 77,78 2 22,22 4,20X1210 0 00,00 0 00,00 1 11,11 5 55,56 3 33,33 4,15Rerata 00,00 % 6,67% 93,33%

Rerata Indikator Aspek Operasional

Administrasi

(Y3.3)

X131 0 00,00 0 00,00 0 00,00 7 77,78 2 22,22 4,15X132 0 00,00 0 00,00 0 00,00 8 88,89 1 11,11 4,04X133 0 00,00 0 00,00 1 11,11 6 66,67 2 22,22 4,04X134 0 00,00 0 00,00 1 11,11 8 88,89 0 00,00 3,87X135 0 00,00 0 00,00 2 22,22 7 77,78 0 00,00 3,76X136 0 00,00 0 00,00 0 00,00 7 77,78 2 22,22 4,15X137 0 00,00 0 00,00 1 11,11 6 66,67 2 22,22 4,15X138 0 00,00 0 00,00 1 11,11 6 66,67 2 22,22 4,15X139 0 00,00 0 00,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,43X1310 0 00,00 0 00,00 0 00,00 5 55,56 4 44,44 4,33Rerata 00,00 % 06,67 % 93,42%

Rerata Indikator Aspek AdministrasiPersentase Rerata 0,37% 8,15% 91,48% 4,10Rerata Variabel Kinerja Perusahaan

Sumber : Data primer diolah, Tahun 2013

Berdasarkan pada Tabel 5.4 tanggapan responden terhadap implementasi kinerja

perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tanggapan responden secara keseluruhan terhadap pelaksanaan kinerja

perusahaan dapat disimpulkan sebesar 91,48% responden telah menerapkannya dengan

4,21

3,99

4,11

Page 106: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

106

baik melalui: indikator keuangan, operasional dan administrasi tetapi masih ada

responden belum melaksanakan dengan baik sekitar 0,37%. Walaupun memiliki

persentase kecil, tetapi harus membutuhkan penangan khusus bagi pihak manajemen di

PDAM Provinsi Bali. Karena itu diperlukan adanya saling pengertian, sosialisasi antara

pihak manajemen dan karyawan mengenai kinerja perusahaan dan

mengimplementasikan berdasarkan permendagri No. 47 Tahun 1999. Tanggapan

responden terhadap kinerja perusahaan indikator operaional paling bagus, disusul oleh

keuangan dan paling kecil indikator administrasi masing-masing nilainya 4,21, 4,11, dan

3,99.

5.5 Asumsi Generalized Structured Componen Analysis (GSCA)

Asumsi pada GSCA hanya berkaitan dengan pemodelan persamaan struktural dan

tidak terikat dengan pengujian hipotesis, yakni hubungan antara variabel laten dalam

model struktural adalah linear. Uji asumsi linear dilakukan dengan regresi dengan Curve

Estimation dengan menggunakan software SPSS. Pengujian linearitas data bertujuan

untuk melihat apakah model yang digunakan merupakan model linear. Linear adalah

peningkatan atau penurunan variasi pada kriterium diikuti secara konsisten oleh

peningkatan atau penurunan pada prediktor sehingga pola hubungannya membentuk

garis lurus. Dikatakan memenuhi asumsi linearitas (Solimun, 2010) apabila: (1) nilai

equation linear adalah signifikan (di bawah 0,05), dan nilai equation yang lain diabaikan,

(2) semua nilai equation tidak signifikan (di atas 0,05). Tidak memenuhi asumsi

linearitas apabila: (1) nilai equation linear tidak signifikan (di atas 0,05), (2) minimal ada

satu nilai equation yang lain signifikan (di bawah 0,05). Hasil pengujian linearitas

hubungan antar masing-masing variabel laten disajikan pada Tabel 5.5

Page 107: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

107

Tabel 5.5Hasil Pengujian Asumsi Linearitas

NO. Hubungan

Antara Variabel

(Keterangan)

Equation Model Summary

R Square F df1 df2 Sig

1

Budaya Tri Hita Karana

Kinerja Perusahaan

(Linear)

Linear ,245 2,276 1 7 ,175

Logarithmica - - - - -

Inverse .020 ,142 1 7 ,717

Quadratic ,283 1,183 2 6 ,369

Cubic ,304 ,729 3 5 ,578

2

Budaya Tri Hita Karana

Kepemimpinan

(Linear)

Linear ,195 1,898 1 7 ,234

Logarithmica - - - - -

Inverse ,003 ,021 1 7 ,890

Quadratic ,236 ,927 2 6 ,446

Cubic ,247 ,547 3 5 ,672

3

Kepemimpinan

Kinerja Perusahaan

(Linear)

Linear ,054 ,399 1 7 ,548Logarithmica - - - - -Inverse ,353 3,818 1 7 ,092Quadratic ,192 ,713 2 6 ,527Cubic ,654 3,149 3 5 ,124

4

Budaya Tri Hita Karana

Komitmen

Organisasional

(Linear)

Linear ,587 9,930 1 7 ,016Logarithmica - - - - -Inverse ,216 1,925 1 7 ,208Quadratic ,632 5,153 2 6 ,050Cubic ,646 3,040 3 5 ,131

Page 108: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

108

5

Komitmen

Organisasional

Kinerja Perusahaan

(Linear)

Linear ,150 1,231 1 7 ,304Logarithmica - - - - -Inverse ,008 ,041 1 7 ,845Quadratic ,213 ,812 2 6 ,488Cubic ,558 2,108 3 5 ,218

6

Kepemimpinan

Komitmen

Organisasional

(Linear)

Linear ,002 ,014 1 7 ,909Logarithmica - - - - -Inverse ,131 1,053 1 7 ,339Quadratic ,023 ,071 2 6 ,932Cubic ,486 1,578 3 5 ,305

Sumber : Data primer diolah, Tahun 2013

Berdasarkan hasil pengujian asumsi linearitas seperti tercermin pada Tabel 5.5

hasil analisis menunjukkan hubungan antar semua variabel memenuhi asumsi linearitas,

dengan demikian, membuktikan bahwa data yang digunakan memenuhi persyaratan

linearitas. Karena hubungan antar semua variabel memenuhi asumsi linearitas, maka

bisa dilanjutkan ke analisis GESCA.

5.6 Evaluasi Goodness-of- fit Model Struktural dan Overall Model

Model yang diuji dalam penelitian ini dikatakan fit apabila didukung oleh data

empiris. GSCA memberikan ukuran goodness-of-fit yang terdiri dari fit model structural

dan overall model yang dapat dilihat dari nilai FIT, AFIT, GFI (Unweighted least-squares)

Page 109: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

109

dan SRMR (Standardized root mean square residual). Hasil komputasi data penelitian ini

dengan metode GSCA diperoleh model fit, yang dapat disajikan pada Tabel 5.6

Tabel 5.6

Evaluasi Goodnes-of-fit Model Struktural dan Overall Model GSCA

NO MODEL FIT

1 FIT 0.909

2 AFIT 0.864

3 GFI 0.948

4 SRMR 0.163

5 NPAR 30

Sumber : Hasil olahan GSCA, Tahun 2013 (Lampiran 13)

Dari hasil output GSCA pada Tabel 5.6 evaluasi goodness-of-fit model struktural

dan overall model penelitian ini, dapat diuraikan sebagai berikut:

Berdasarkan goodness-of-fit model struktural dan model keseluruhan (overall

model) dengan uji FIT, AFIT, GFI dan SRMR dapat disimpulkan bahwa kompleksitas

model yang dispesifikasi dalam penelitian ini mampu menjelaskan 86,40% varian data

yang telah terkoreksi. Begitu pula nilai GFI=0,948 dan SRMR = 0,163 yang menunjukkan

model fit yang baik (GFI≥0,90 dan SRMR mendekati nol).

5.7 Pengujian Model Pengukuran (Measurement Model)

Page 110: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

110

Pengujian model pengukuran (measurement model) dalam penelitian ini

bertujuan untuk menilai indikator - indikator variabel (observed variabel) yang

merefleksi sebuah konstruk atau variabel laten yang tidak dapat diukur secara langsung.

Analisis atas indikator-indikator yang diuji agar dapat memberikan makna atas simbol

yang diberikan pada variabel laten. Analisis secara empiris bertujuan memvalidasi model

dan realibilitas konstruk yang mencerminkan parameter-parameter pada variabel laten

yang dibangun berdasarkan teori dan kajian empiris. Penelitian ini mempergunakan

analisis GSCA, ada tiga kriteria untuk menilai model pengukuran yaitu: convergent

validity, discriminan validity dan composite reliability.

Berdasarkan ketiga kriteria penilaian model pengukuran dari hasil bootstrapping

pada metode GSCA, maka pengujian model pengukuran terhadap setiap indikator yang

merefleksikan konstruk atau variabel laten dapat dijelaskan sebagai berikut:

5.7.1 Measurement Model Variabel Budaya Tri Hita Karana

Variabel Budaya Tri Hita Karana, diukur dengan tiga indikator yaitu :

Parahyangan, (X1), Pawongan (X2) dan Palemahan (X3). Nilai estimate pada

loading untuk setiap indikator variabel budaya Tri Hita Karana, AVE dan Alpha

dapat dilihat pada Tabel 5.7

Tabel 5.7

Hasil Pengujian Model Pengukuran Variabel Budaya Tri Hita Karana

Page 111: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

111

Keterangan : CR*= Signifikan pada = 0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Hasil komputasi model pengukuran variabel laten budaya Tri Hita Karana pada

Tabel 5.7 nampak bahwa ketiga indikator, yaitu: parahyangan, pawongan dan

palemahan valid untuk digunakan dalam merefleksi pengukuran variabel laten budaya

Tri Hita Karana. Dibuktikan dengan nilai estimasi pada loading ketiga indikator variabel

secara keseluruhan memiliki nilai lebih besar dari 0,70 dan nilai CR signifikan pada

tingkat kepercayaan 95%. Mencerminkan bahwa korelasi diantara semua indikator

variabel positif dan signifikan dalam merefleksi variabel budaya Tri Hita Karana.

Hasil analisis data, jika dilihat dari nilai estimasi pada loading yang diperoleh

untuk masing-masing indikator, indikator parahyangan adalah paling dominan dalam

merefleksi variabel budaya Tri Hita Karana. Nilai estimasi loading faktor pada indikator

parahyangan paling besar diantara ketiga indikator lainnya yakni sebesar 0,993.

Kemudian indikator pawongan 0,989 dan terkecil indikator palemahan sebesar 0,989.

Variabel

Indikator

Loading

Budaya

Tri Hita Karana

(X)

Estimate SE CR

AVE = 0.982 Alpha = 0,990

X1 Parahyangan 0.993 0.132 7.53*

X2 Pawongan 0.990 0.276 3.59*

X3 Palemahan 0.989 0.295 3.35*

Page 112: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

112

Selain itu nilai titik kritis (CR) yang diperoleh, indikator parahyangan dapat dipergunakan

untuk mengukur variabel budaya Tri Hita Karana karena diperoleh nilai terbesar 7.53*

signifikan pada tingkat kepercayaan α = 0,05 dibandingkan dengan indikator pawongan

dan palemahan.

5.7.2 Measurement Model Variabel Kepemimpinan

Variabel kepemimpinan, diukur dengan tiga indikator yaitu: spiritual (Y1.1), moral

(Y1.2) dan manajerial (Y1.3). Nilai estimate pada loading untuk setiap indikator variabel

kepemimpinan, AVE dan Alpha dapat dilihat pada Tabel 5.8

Page 113: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

113

Tabel 5.8

Hasil Pengujian Model Pengukuran Variabel Kepemimpinan

Keterangan : CR*= Signifikan pada = 0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Hasil komputasi model pengukuran variabel laten kepemimpinan pada Tabel 5.8

nampak bahwa ketiga indikator, yaitu: spiritual, moral dan manajerial valid untuk

digunakan dalam merefleksi pengukuran variabel laten kepemimpinan. Dibuktikan

dengan nilai estimasi pada loading ketiga indikator variabel secara keseluruhan memiliki

nilai lebih besar dari 0,70 dan nilai CR signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

Mencerminkan bahwa korelasi diantara semua indikator variabel positif dan signifikan

dalam merefleksi variabel kepemimpinan. Hasil analisis data, jika dilihat dari nilai

estimasi pada loading yang diperoleh untuk masing-masing indikator, indikator

manajerial adalah paling dominan dalam merefleksi variabel kepemimpinan. Nilai

estimasi loading faktor pada indikator manajerial paling besar diantara ketiga indikator

lainnya yakni sebesar 0,992. Kemudian indikator spritual 0,980 dan terkecil indikator

moral sebesar 0,988. Selain itu nilai titik kritis (CR) yang diperoleh, indikator manajerial

dapat dipergunakan untuk mengukur variabel kepemimpinan karena diperoleh nilai

Variabel

Indikator

Loading

Kepemimpinan(Y1)

Estimate SE CR

AVE = 0.974 Alpha=0,987

Y1.1 Spiritual 0.980 0.456 2.15*

Y1..2 Moral 0.988 0.692 2.40*

Y1.3 Manajerial 0.992 0.029 34.5*

Page 114: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

114

terbesar 34,5* signifikan pada tingkat kepercayaan α = 0,05 dibandingkan dengan

indikator spiritual dan moral.

5.7.3 Measurement Model Variabel Komitmen Organisasional

Variabel komitmen organisasional diukur dengan tiga indikator yaitu: affektif

(Y2.1), kontinyu (Y2.2), dan normatif (Y2.3). Nilai estimate pada loading untuk setiap

indikator variabel komitmen organisasional, AVE dan Alpha dapat dilihat pada Tabel 5.9

Tabel 5.9Hasil Pengujian Model Pengukuran Variabel Komitmen Organisasional

Variabel

Indikator

Loading

Komitmen

Organisasional

(Y2)

Estimate SE CR

AVE = 0.974 Alpha=0,987

Y2.1 Afektif 0.983 0.210 4.68*

Y2.2 Kontinyu 0.986 0.471 2.09*

Y2.3 Normatif 0.998 0.040 25.02*

Keterangan : CR* = Signifikan pada = 0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Hasil komputasi model pengukuran variabel laten komitmen organisasional pada

Tabel 5.9 nampak bahwa ketiga indikator, yaitu: afektif, kontinyu, dan normatif valid

untuk digunakan dalam merefleksi pengukuran variabel laten komitmen organisasional.

Page 115: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

115

Dibuktikan dengan nilai estimasi pada loading ketiga indikator variabel secara

keseluruhan memiliki nilai lebih besar dari 0,70 dan nilai CR signifikan pada tingkat

kepercayaan 95%. Mencerminkan bahwa korelasi diantara semua indikator variabel

positif dan signifikan dalam merefleksi variabel komitmen organisasional . Hasil analisis

data, jika dilihat dari nilai estimasi pada loading yang diperoleh untuk masing-masing

indikator, indikator normatif adalah paling dominan dalam merefleksi variabel

komitmen organisasional. Nilai estimasi loading faktor pada indikator normatif paling

besar diantara ketiga indikator lainnya yakni sebesar 0,998. Kemudian indikator kontinyu

0,986 dan terkecil indikator affektif sebesar 0,983. Selain itu nilai titik kritis (CR) yang

diperoleh, indikator normatif dapat dipergunakan untuk mengukur variabel komitmen

organisasional karena diperoleh nilai terbesar 25,02* signifikan pada tingkat

kepercayaan α = 0,05 dibandingkan dengan indikator affektif dan kontinyu.

5.7.4 Measurement Model Variabel Kinerja Perusahaan

Variabel kinerja perusahaan, diukur dengan tiga indikator yaitu : keuangan(Y3.1),

operasional (Y3.2), dan administrasi (Y3.3). Nilai estimate pada loading untuk setiap

indikator variabel kinerja perusahaan, AVE dan Alpha dapat dilihat pada Tabel 5.10

Page 116: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

116

Tabel 5.10

Hasil Pengujian Model Pengukuran Variabel Kinerja Perusahaan

Keterangan : CR* = Signifikan pada = 0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Hasil komputasi model pengukuran variabel laten kinerja perusahaan pada Tabel

5.10 nampak bahwa ketiga indikator yaitu: keuangan, operasional dan administrasi valid

untuk digunakan dalam merefleksi pengukuran variabel laten kinerja perusahaan. Hal

tersebut dibuktikan dengan nilai estimasi pada loading ketiga indikator secara

keseluruhan memiliki nilai lebih besar dari 0,70 dan nilai CR signifikan pada tingkat

kepercayaan 95%. Hal ini mencerminkan bahwa korelasi diantara semua indikator positif

dan signifikan dalam merefleksi variabel kinerja perusahaan. Hasil analisis data, jika

dilihat dari nilai estimasi pada loading yang diperoleh untuk masing-masing indikator,

indikator operasional adalah paling dominan dalam merefleksi variabel kinerja

perusahaan. Nilai estimasi loading faktor pada indikator operasional paling besar

Variabel

Indikator

Loading

Kinerja

Perusahaan

(Y3)

Estimate SE CR

AVE = 0.983 Alpha = 0,991

Y3.1 Keuangan 0.992 0.050 20.04*

Y3.2 Operasional 0.995 0.041 24.27*

Y3.3 Administrasi 0.988 0.164 6.01*

Page 117: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

117

diantara ketiga indikator lainnya yakni sebesar 0,995. Kemudian indikator keuangan

0,992 dan terkecil indikator administrasi sebesar 0,988. Selain itu nilai titik kritis (CR)

yang diperoleh, indikator operasional dapat dipergunakan untuk mengukur variabel

kinerja perusahaan karena diperoleh nilai terbesar 24,27* signifikan pada tingkat

kepercayaan α = 0,05 dibandingkan dengan indikator keuangan dan administrasi.

5.8 Pengujian Model Struktural dan Hipotesis Penelitian

Model struktural dievaluasi dengan melihat nilai koefisien parameter jalur

hubungan antara variabel laten. Pengujian struktural dilakukan setelah model hubungan

yang dibangun dalam riset ini sesuai dengan data hasil observasi dan kesesuaian model

secara keseluruhan (goodness-of-fit model overall). Tujuan pengujian terhadap model

hubungan struktural untuk mengetahui hubungan antara variabel laten yng dirancang

dalam studi ini. Dari out put model GSCA, pengujian struktural dan hipotesis dilakukan

dengan melihat nilai estimasi koefisien jalur dan nilai titik kritis (CR*) yang signifikan

pada α= 0,05. Hasil analisis data secara lengkap dapat dilihat pada out put model GSCA,

(Lampiran 13). Berdasarkan kerangka konseptual penelitian ini, maka pengujian model

hubungan dan hipotesis antara variabel dapat dilakukan dengan tiga tahapan yaitu: (1)

pengujian koefisien jalur pengaruh langsung, (2) pengujian koefisien jalur pengaruh

variabel mediasi. Uraian hasil pengujian hubungan antara variabel penelitian sebagai

berikut:

5.8.1 Pengujian Hipotesis dan Koefisien Jalur Pengaruh Langsung

Pengujian hipotesis dan koefisien jalur pengaruh secara langsung antara budaya

Tri Hita Karana, kepemimpinan, komitmen organisasional dan kinerja perusahaan. Hasil

Page 118: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

118

analisis data pengujian pengaruh langsung antara variabel penelitian dapat dilihat dari

nilai koefisien jalur dan titik kritis (CR*) yang signifikan pada α =0,05 yang disajikan pada

diagram jalur Gambar 5.10

Gambar 5.10Diagram Koefisien Jalur dan Pengujian Hipotesis

Ket. : ns = Non Signifikan; s= Signifikan (CR*)pada α =0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Hasil pengujian pada Gambar 5.10 tampak bahwa dari enam pengaruh langsung

antara variabel yang diuji terdapat 5 berpengaruh signifikan yaitu: (1) variabel budaya

Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, (2) budaya Tri Hita

Karana berpengaruh signifikan terhadap kepemimpinan, (3) kepemimpinan

berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, (4) variabel komitmen

organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, dan (5) budaya Tri

Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional. Sementara

hanya satu variabel yang tidak berpengaruh signifikan adalah kepemimpinan tidak

Komitmen

Organisasional

(Y2)

Kepemimpin

an

(Y1)

Budaya

THK

X1

(Y1)0.993 (s)

)(((s)

Kinerja

Perusahaan

(Y3)

0.670 (s)

)(((s)

0.454 (s)

)(((s)

0.599 (s)

)(((s)

0.251(s)

)(((s)

0.261(ns)

)(((s)

Page 119: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

119

berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional. Hasil Pengujian pengujian

pengaruh langsung antara variabel secara lengkap disajikan pada Tabel 5.11

Tabel 5.11

Koefisien Jalur Pengaruh Langsung dan Pengujian Hipotesis

Keterangan : CR*= Signifikan pada =0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian, maka pengujian pengaruh langsung dan hipotesis

penelitian bertujuan untuk menjawab apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima

atau ditolak. Hasil pengujian hipotesis pengaruh langsung dapat dijelaskan sebagai

berikut:

H1 : Budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan

Hipotesis PengaruhLangsung

KoefisienJalur

C.R(Uji t) Keterangan

H1Budaya THK (Xi) Kinerja Perusahaan(Y3)

0.670 2.41* Signifikan Diterima

H2Budaya THK (Xi) Kepemimpinan (Y1) 0.993 6.27* Signifikan Diterima

H3Kepemimpinan (Y1) KinerjaPerusahaan

0.454 5.47* Signifikan Diterima

H4Budaya THK (Xi)KomitmenOrganisasional (Y2)

0.599 2.56* Signifikan Diterima

H5KomitmenOrganisasional (Y2) KinerjaPerusahaan (Y3)

0.051 2.46* Signifikan Diterima

H6Kepemimpinan (Y1)KomitmenOrganisasional (Y2)

0.261 0.15 T.Signifikan Ditolak

Page 120: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

120

Hasil pengujian pengaruh budaya Tri Hita Karana terhadap kinerja perusahaan

dapat dibuktikan dengan nilai estimate koefisien jalur sebesar 0.670 dengan arah positif.

Koefisien jalur bertanda positif memiliki arti hubungan antara budaya Tri Hita Karana

dengan kinerja perusahaan adalah searah, dapat pula dibuktikan dengan nilai titik kritis

(CR) sebesar 2.41*. Hasil pengujian hipotesis (H1) membuktikan bahwa budaya Tri Hita

Karana berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Artinya semakin

baik implementasi budaya Tri Hita Karana maka kinerja perusahaan akan semakin

meningkat, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima atau

didukung oleh fakta empiris.

H2 : Budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap kepemimpinan.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa nilai estimasi koefisien jalur

pengaruh langsung budaya Tri Hita Karana terhadap kepemimpinan sebesar 0.993

dengan nilai titik kritis (CR) sebesa 6.27*, signifikan pada α =0,05. Hasil pengujian

diperoleh adanya dukungan fakta empiris terbukti untuk menerima hipotesis (H2).

Koefisien jalur bertanda positif dapat diartikan hubungan antara budaya Tri Hita Karana

terhadap kepemimpinan searah. bahwa semakin baik penerapan budaya Tri Hita Karana

maka kepemimpinan semakin baik.

H3: Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Hasil analisis pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja perusahaan diperoleh

nilai estimasi koefisien jalur pengaruh langsung sebesar 0.454 dengan nilai titik kritis

(CR) sebesar 5.47* yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini berarti

terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis (H3). Mencermati nilai koefisien

jalur bertanda positif dapat diartikan bahwa hubungan antara kepemimpinan terhadap

kinerja perusahaan adalah searah. Hubungan searah tersebut berarti kepemimpinan

Page 121: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

121

yang baik mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan demikian semakin bagus

kepemimpinan maka semakin meningkat kinerja perusahaan.

H4: Budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan pada komitmen organisasional.

Hasil pengujian diperoleh bahwa nilai estimasi koefisen jalur pengaruh langsung

budaya Tri Hita Karana terhadap komitmen organisasional sebesar 0.599 dengan nilai

titik kritis (CR) sebesar 2.56* berarti signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil

pengujian menunjukkan terdapat cukup bukti secara empiris untuk menerima hipotesis

(H4) yang menyatakan budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap

komitmen organisasional diterima. Namun dengan melihat tanda koefisien jalur positif

berarti hubungan antara budaya Tri Hita Karana dengan komitmen organisasional

searah. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik implementasi Tri Hita Karana

maka semakin tinggi komitmen organisasional.

H5: Komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Pengujian secara langsung diperoleh nilai estimasi koefisien jalur komitmen

organisasional terhadap kinerja perusahaan sebesar sebesar 0.051 dengan nilai titik

kritis (CR) sebesar 2.46* signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil pengujian

menunjukkan terdapat cukup bukti secara empiris untuk menerima hipotesis (H5) yang

menyatakan komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja

perusahaan. Dengan melihat tanda koefisien jalur positif berarti hubungan antara

komitmen organisasional dengan kinerja perusahaan searah. Hasil ini mengindikasikan

bahwa semakin tinggi komitmen organisasional maka kinerja perusahaan semakin

meningkat.

H6: Kepemimpinan berpengaruh tidak signifikan terhadap komitmen organisasional

Page 122: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

122

Hasil pengujian diperoleh bahwa nilai estimasi koefisen jalur pengaruh langsung

kepemimpinan terhadap komitmen organisasional sebesar 0.261 dengan nilai titik kritis

(CR) sebesar 0.15 berarti tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil pengujian

menunjukkan tidak terdapat cukup bukti secara empiris untuk menerima hipotesis (H6)

yang menyatakan kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap komitmen

organisasional ditolak.

5.8.2 Pengujian Hipotesis dan Koefisien Jalur Pengaruh Mediasi

Pengujian pengaruh mediasi bertujuan mendeteksi kedudukan variabel

intervening dalam model. Pengujian mediasi dilakukan guna menentukan sifat hubungan

antara variabel baik sebagai variabel mediasi sempurna (complete mediation), mediasi

sebagaian (partial mediation) dan bukan variabel mediasi. Pendekatan GSCA pengujian

variabel mediasi dapat dilakukan melalui perbedaan koefisien. Pendekatan perbedaan

koefisien menggunakan metode pemeriksaan dengan melakukan analisis tanpa

melibatkan variabel mediasi.

H1.a : Budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan,

dimediasi oleh kepemimpinan.

Hasil pengujian pengaruh variabel budaya Tri Hita Karana terhadap kinerja

perusahaan pada model awal dengan melibatkan variabel mediasi menunjukkan budaya

Tri Hita Karana secara langsung berpengaruh signifikan terhadap kepemimpinan

maupun pada variabel kinerja perusahaan seperti Gambar 5.11.

Gambar 5.11

Diagram Jalur Pengujian Dengan Variabel Mediasi

Kepemimpinan Pengaruh Budaya Tri Hita Karana

Terhadap Kinerja Perusahaan

Page 123: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

123

Budaya Tri

Hita Karana

(X)

Kinerja

Perusahaan

(Y3)

Kepemimpinan

(Y1)

0.670*

(a)

(b) (c)

0.454*0.993*

Keterangan : *= signifikan pada α =0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Agar menyimpulkan dugaan atas variabel mediasi, maka variabel budaya Tri Hita

Karana dianalisis kembali hubungannya tanpa melibatkan variabel mediasi dalam model

dan hasil pengujian dapat dilihat pada diagram jalur pada Gambar 5.12

Gambar 5.12

Diagram Jalur Pengujian Tanpa Variabel Mediasi

Pengaruh Budaya Tri Hita Karana Terhadap

Kinerja Perusahaan

Budaya Tri

Hita Karana

(X)

Kinerja

Perusahaan

(Y3)

0.985*

(d)

Page 124: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

124

Keterangan : * = signifikan pada α =0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Gambar 5.13 Berdasarkan kedua model pada Gambar 5.11 dan 5.12 dapat

dilihat bahwa nilai koefisien jalur dan signifikansi hubungan (a), (b) dan (c) signifikan

pada model awal, namun nilai koefisien (a) lebih kecil (turun) dari nilai koefisien (d) dan

koefisien (d) signifikan, maka variabel kepemimpinan dalam model penelitian ini

dikatakan variabel mediasi parsial (partial mediation). Hasil ini berarti hubungan antara

budaya Tri Hita Karana secara langsung dapat mempengaruhi kinerja perusahaan,

maupun melalui pengaruh mediasi kepemimpinan.

H1.b : Budaya Tri Hita Karana berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan

dimediasi oleh Komitmen organisasional.

Hasil pengujian pengaruh variabel budaya Tri Hita Karana terhadap kinerja

perusahaan pada model awal dengan melibatkan variabel mediasi menunjukkan budaya

Tri Hita Karana secara langsung berpengaruh signifikan terhadap komitmen

organisasional maupun pada variabel kinerja perusahaan seperti Gambar 5.13.

Agar menyimpulkan dugaan atas variabel mediasi, maka variabel budaya Tri Hita Karana

dianalisis hubungannnya dengan kinerja perusahaan tanpa melibatkan variabel mediasi

dalam model dan hasil pengujian dapat dilihat pada diagram jalur Gambar 5.12.

Page 125: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

125

Gambar 5.13

Diagram Jalur Pengujian Dengan Variabel Mediasi

Komitmen Organisasional Pengaruh Budaya

Tri Hita Karana Terhadap Kinerja Perusahaan

Keterangan : *= signifikan pada α =0,05

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Berdasarkan kedua model pada Gambar 5.12 dan Gambar 5.13 dapat dilihat

bahwa nilai koefisien jalur dan signifikansi hubungan (a) signifikan, (b) signifikan dan (c)

signifikan pada model awal, namun nilai koefisien (a) lebih kecil (rendah) dari nilai

koefisien (d) dan koefisien (d) signifikan, maka variabel komitmen organisasional dalam

model penelitian ini dikatakan variabel mediasi parsial (partial mediation). Hasil ini

berarti hubungan antara budaya Tri Hita Karana secara langsung dapat mempengaruhi

kinerja perusahaan, maupun melalui pengaruh mediasi komitmen organisasional. Hasil

pengujian koefisien pengaruh variabel mediasi kepemimpinan dan komitmen

organisasional dalam penelitian ini, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.12

Budaya Tri

Hita Karana

(X)

Kinerja

Perusahaan

(Y3)

Komitmen

Organisasional

(Y2)

0.670*

(a)

(b) (c)

0.051*0.599*

Page 126: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

126

Page 127: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

127

Tabel 5.12

Koefisien Jalur Pengaruh Mediasi dan Pengujian Hipotesis

Hipotesi

s

Pengaruh Variabel Mediasi Koefisien

Jalur

Keterangan

Sifat

Bebas Mediasi Terikat Mediasi

H1.a Budaya Tri

Hita

Karana

Kepemimpinan Kinerja

Perusahaan0.993 Signifikan

Mediasi

Parsial

H1.b Budaya Tri

Hita

Karana

Komitmen

Organisasional

Kinerja

Perusahaan 0,599 Signifikan

Mediasi

Parsial

Sumber : Hasil Olahan GSCA, Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 5.12 hasil pengujian koefisien jalur dan hipotesis pengaruh

variabel mediasi dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel budaya Tri Hita Karana

terhadap kinerja perusahaan melalui kepemimpinan dan komitmen organisasional

adalah mediasi parsial (partial mediation). Artinya hubungan antara variabel budaya Tri

Hita Karana dengan kinerja perusahaan secara langsung dapat mempengaruhi kinerja

perusahaan, maupun melalui pengaruh kepemimpinan dan komitmen organisasional.

5.9 Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan ini, berkaitan dengan hipotesis yang dirumuskan pada pembahasan

sebelumnya, dan juga memuat penjelasan pengaruh antara variabel penelitian baik

secara langsung, maupun pengaruh variabel mediasi. Hasil penelitian ini sekaligus

Page 128: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

128

menjastifikasi hipotesis penelitian yang diajukan pada bab sebelumnya. Uraian

pembahasan hasil pengujian hipotesis penelitian ini, sebagai berikut:

5.9.1 Pembahasan Pengaruh Langsung

Pembahasan pengaruh langsung antara variabel penelitian ini, mengacu pada

hasil pengujian hipotesis pengaruh secara langsung yakni pengaruh budaya Tri Hita

Karana, kepemimpinan, dan komitmen organisasional, terhadap kinerja perusahaan.

Kemudian pengaruh kepemimpinan terhadap komitmen organisasional. Pengujian

hipotesis pengaruh langsung terdiri dari enam hipotesis, hasil pengujian diperoleh lima

hipotesis berpengaruh signifikan (didukung oleh fakta empiris) dan satu hipotesis tidak

berpengaruh signifikan (ditolak/tidak dapat dibuktikan secara empiris). Penjelasan

terhadap hasil pengujian hipotesis pengaruh langsung, dapat diuraikan sebagai berikut:

5.9.1.1 Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap Kinerja Perusahaan

Hasil analisis variabel budaya Tri Hita Karana terhadap kinerja perusahaan

menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan. Hasil ini mengindikasikan bahwa

budaya Tri Hita Karana mampu menjelaskan variasi perubahan pada kinerja PDAM di

Provinsi Bali.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Robbin (2009), yang menyatakan

kinerja dibentuk oleh budaya organisasi. Penelitian ini juga mendukung pendapat

Kotter dan Haskett (1997) mengatakan budaya yang kuat sering dikatakan membantu

kinerja bisnis karena menciptakan suatu tingkatan yang luar biasa dalam diri karyawan.

Budaya yang kuat membantu kinerja karena memberikan struktur dan kontrol yang

dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang kaku dan yang dapat

menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi. Begitu pula penelitian ini juga mendukung

Page 129: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

129

pendapat Hofstede (2001) bahwa budaya yang kuat dan khas sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan suatu organisasi. Organisasi yang sukses mempunyai budaya kuat

sekaligus khas, termasuk mitos yang memperkuat subbudaya organisasi. Organisasi yang

gagal mempunyai sub-sub budaya kerja yang berlainan satu sama lain, atau mempunyai

budaya masa lalu yang membuat organisasi terhalangi dalam melakukan adaptasi

terhadap lingkungan yang berubah.

Temuan penelitian ini memperluas penelitian yang dilakukan oleh: Davidson et al.

(2000); Fey dan Denison (2003); Denison et al.(2004); Lee dan Yu (2004); Onken (1998);

Supartha (2006); dan Kamaliah (2011) menyimpulkan adanya pengaruh positif dan

signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya Lee dan Yu

(2004) menjelaskan bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu budaya organisasi dapat

menjadi sumber unggulan kompetitif berkelanjutan di dalam melakukan aktivitas bisnis.

Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chouke dan

Amstrong (2000) bahwa budaya organisasi yang unik berdampak positif tehadap kinerja

usaha. Budaya merupakan bagian integral dari proses adaptasi organisasi dan ciri-ciri

budaya spesifik sangat bermanfaat sebagai determinan kineja usaha dan efektivitas

organisasi (Denison dan Mishra, 1995). Katagori yang unik dimaksud (Chouke dan

Amstrong, 2000), dan spesifik (Denison dan Mishra, 1995) adalah dari pengukuran

budaya organisasi menggunakan nilai-nilai budaya Tri Hita Karana dengan tiga indikator

yaitu: Parahyangan, Pawongan dan Palemahan dalam praktika budaya organisasi.

Temuan hasil penelitian ini memperkaya dan memperkuat penelitian yang

terdahulu mempergunakan variabel budaya Tri Hita Karana yang dilakukan oleh

Gunawan (2009); Riana (2010); Astawa et al. (2012); Astawa et al. (2013), menghasilkan

penelitian searah dengan penelitian ini, budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif

Page 130: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

130

signifikan terhadap kinerja organisasi. Kondisi ini memberikan makna bahwa di PDAM

untuk meningkatkan kinerja perusahaan diperlukan penerapan nilai- nilai budaya yang

mengedepankan keharmonisan antar sesama manusia, lingkungan dan Tuhan.

Hubungan antar manusia dapat dicerminkan melalui pemenuhan dan penghormatan

hak dan kewajiban karyawan oleh manajemen. Hubungan baik dengan pelanggan atau

masyarakat serta lingkungan akan membawa nama baik PDAM di mata pelanggan,

sehingga mampu mendorong tercapainya kinerja yang optimal. Hubungan baik yang

dibangun oleh menajemen terhadap karyawan dan lingkungan di yakini juga berasal dari

kekuatan sang pencipta, sehingga penerapan atas kepercayaan terhadap Tuhan

dimasing diri karyawan adalah kegiatan yang mutlak dilakukan secara terencana dalam

program kinerja perusahaan.

Budaya Tri Hita Karana sebagai budaya organisasi pada PDAM dapat

mengarahkan PDAM menuju kinerja yang diharapkan. Hasil wawancara dengan

beberapa direksi PDAM dapat disajikan untuk mendukung hasil temuan ini seperti

disampaikan oleh Direktur Utama PDAM Tabanan:

“Saya menyadari pemahaman di setiap karyawan tentang konsep hubungan harmonis

adalah sangat penting untuk memperlancar pelayanan terhadap masyarakat, sehingga

konsep THK merupakan solusi yang saya lakukan disini. Hal lain hampir delapan puluh

lima persen staf saya berasal dari Bali sehingga akan lebih mudah pemahaman

mengenai budaya THK”

Direktur PDAM Klungkung telah menyampaikan kepada peneliti terkait penerapan

THK untuk menjaga kinerja agar tetap tercapai dengan baik sebagai berikut:

Page 131: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

131

“Saya sangat percaya hubungan baik dengan Tuhan lewat upacara mecaru untuk

memelihara debit air agar sesuai dengan perencanaan, hal ini saya sudah lakukan setiap

desa yang ada sumber airnya”

Hal yang sangat antusias dilakukan oleh Direktur Utama PDAM Badung terkait

dengan kepercayaan untuk memelihara sumber mata air lewat kekuatan Tuhan dalam

bentuk Upacara Pakelem setiap purnama sasih keenem (setiap bulan penuh pada bulan

Februari) di Bendungan Estuary yang merupakan sumber air baku utama PDAM Badung

untuk melayani pelanggan di Badung Selatan khususnya di Kecamatan Kuta dan

kawasan wisata Nusa Dua. Hasil wawancara ini memberikan makna bahwa konsep THK

telah dipahami oleh Direktur Utama PDAM dan dilakukan secara berkala.

Pada model pengukuran indikator parahyangan memiliki kontribusi paling kuat

dalam penerapan budaya Tri Hita Karana pada PDAM di Bali dengan nilai loading factor

sebesar 0,993. Dapat dikatakan bahwa indikator parahyangan merupakan indikator

yang mampu merubah prilaku organ PDAM. Ini menunjukkan bahwa indikator

parahyangan sangat diperlukan bagi manajemen PDAM terutama berkenaan dengan

sejauh mana nilai-nilai yang dianut mampu membentuk perilaku manajemen PDAM

dalam bentuk tindakan nyata terhadap ketakwaan, dedikasi dan kejujuran. Dalam ajaran

agama hindu ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa merupakan kewajiban karena

rasa syukur diciptakan sebagai manusia. Rasa syukur mendorong manusia untuk

melaksanakan amanah bekerja tanpa pamerih yang diwujudkan dalam bentuk dedikasi.

Ketaatannya terhadap ajaran Tuhan melahirkan sikap yang menjunjung tinggi kejujuran.

5.9.1.2 Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap Kepemimpinan

Page 132: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

132

Hasil analisis variabel budaya Tri Hita Karana terhadap kepemimpinan

menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan. Dengan demikian hasil penelitian

ini dapat membuktikan secara empiris bahwa semakin baik pelaksanaan budaya Tri Hita

Karana maka semakin baik kepemimpinan. Hasil ini mengindikasikan bahwa budaya Tri

Hita Karana mampu menjelaskan variasi perubahan pada kepemimpinan PDAM di

Provinsi Bali.

Hasil ini dapat dijelaskan bahwa budaya Tri Hita Karana yang diterapkan oleh

PDAM mengarahkan kepemimpinan asta dasa paramiteng prabhu untuk memerankan

model spiritual, moral dan manajerial. Adanya pengaruh positif signifikan budaya Tri

Hita Karana terhadap kepemimpinan asta dasa paramiteng prabhu dapat dijelaskan

budaya Tri Hita Karana yang dianut oleh PDAM di Bali mendukung pemimpin untuk

menerapkan model kepemimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur:

spiritual, moral dan manajerial.

Jika ditinjau dari indikator pembentuk budaya Tri Hita Karana dan

kepemimpinan asta dasa paramiteng prabhu yang digunakan dalam penelitian ini maka

bisa dilihat adanya kesejajaran indikator kedua variabel tersebut, sehingga ketika

dilakukan pengujian secara empiris, maka hasil yang diperoleh juga cendrung

berpengaruh positif. Indikator pembentuk dimensi parahyangan, pawongan dan

palemahan dalam budaya Tri Hita Karana sejajar dengan spiritual, moral dan manajerial.

Ketika budaya Tri Hita Karana yang di implementasikan pada PDAM di Bali, mendukung

indikator budaya Tri Hita Karana tersebut, maka secara langsung pula akan mendukung

indikator-indikator kepemimpinan asta dasa paramiteng prabhu.

Penerapan nilai budaya Tri Hita Karana akan dapat menuntun manajemen

PDAM untuk meningkatkan kualitas kepemimpinannya sehingga layak

Page 133: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

133

diimplementasikan sebagai budaya organisasi pada PDAM. Hal ini disebabkan karena

mayoritas manajemen PDAM adalah orang Bali yang beragama hindu yang sebagaian

besar telah mengenal nilai-nilai budaya lokal sehingga sudah saatnya dijadikan nilai-nilai

yang patut dipedomani sebagai budaya PDAM. Nampaknya nilai-nilai yang ada belum

terimplementasi dengan baik. Hasil wawancara dengan beberapa Direksi PDAM

mengenai implementasi Tri Hita Karana sebagai budaya organisasi PDAM menyatakan

sangat setuju karena nilai- nilai tersebut ada dan telah dianut, namun belum dibakukan

sebagai nilai-nilai budaya organisasi PDAM.

Hasil analisis model pengukuran , jika dilihat dari nilai estimasi pada loading

yang diperoleh untuk masing-masing indikator, indikator parahyangan adalah paling

dominan dengan nilai estimasi sebesar 0,993, selain itu nilai titik kritis (CR) terbesar

7.53* dalam merefleksi variabel budaya Tri Hita Karana. Dapat dikatakan indikator

parahyangan paling diyakini merupakan indikator yang mampu merubah perilaku

seseorang. Ini menunjukkan bahwa indikator parahyangan sangat diperlukan bagi

manajemen PDAM terutam berkenaan sejauh mana nilai-nilai yang dianut mampu

membentuk perilaku manajemen PDAM dalam bentuk tindakan nyata terhadap

ketakwaan, dedikasi dan kejujuran. Dalam ajaran agama Hindu ketakwaan terhadap

Tuhan yang Maha Esa merupakan kewajiban karena rasa syukur diciptakan sebagai

manusia. Rasa syukur mendorong manusia untuk melaksanakan amanah bekerja secara

tulus tanpa pamerih yang diwujudkan dalam bentuk dedikasi. Ketaatannya terhadap

ajaran Tuhan melahirkan sikap yang menjunjung tinggi kejujuran.

Hal ini menunjukkan bahwa pengadopsian Budaya Tri Hita Karana yang tercermin

pada parahyangan, pawongan dan palemahan telah dapat membentuk perilaku yang

baik. Perubahan perilaku kerja telah menimbulkan perilaku kepemimpinan yang baik

Page 134: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

134

dalam bentuk adaptabilitas kepemimpinan dalam PDAM. Kuatnya nilai budaya Tri Hita

Karana telah dapat membentuk gaya kepemimpinan yang baik bagi manajemen PDAM.

Sehingga dapat dikatakan kuatnya budaya organisasi (budaya Tri Hita Karana) PDAM

berpengaruh terhadap kepemimpinan PDAM. Oleh karena itu patut secara formal

ditetapkan sebagai budaya kerja bagi PDAM di Provinsi Bali.

Temuan ini mendukung kajian empiris terdahulu yang dilakukan oleh: Obganna

dan Harris (2002); Sharma dan Sharma (2010); Sumarto dan Subroto (2011); Gunawan

(2009); Mehta dan Krishnan (2004); Endorgan et al. (2006); Van Emmerik et al. (2009);

Butarbutar dan Sendjaya (2010); dan Mohanty et al (2012), hasil-hasil penelitiannya

menyimpulkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi

terhadap kepemimpinan. Kesesuaian penelitian terdahulu dengan penelitian yang

dilakukan ini menunjukkan bahwa dalam situasi apapun dan dimanapun kontek

keterjadiannya, budaya organisasi merupakan elemen universal yang akan

mempengaruhi perilaku kepemimpinan dalam sebuah organisasi. Hasil penelitian ini

memperkuat teori yang dicetuskan oleh Schein (2004) dan Fleenor dan Bryant (2002)

yang menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi gaya kepemimpinan.

5.9.1.3 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Perusahaan.

Hasil analisis variabel kepemimpinan terhadap kinerja perusahaan menunjukkan

adanya pengaruh positif dan signifikan. Hasil penelitian ini dapat membuktikan secara

empiris bahwa semakin baik pelaksanaan kepemimpinan maka semakin baik kinerja

perusahaan. Hasil ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan mampu menjelaskan

variasi perubahan pada kinerja perusahaan pada PDAM di Provinsi Bali.

Page 135: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

135

Penelitian ini menunjukkan berlakunya teori kepemimpinan dan memperkaya

penelitian terdahulu yaitu: kepemimpinan berperan besar dalam mencapai sasaran atau

tujuan organisasi, dimana sasaran atau tujuan yang ingin dicapai berupa prestasi atau

kinerja (Day dan Lord, 1988). Senada dengan pendapat tersebut Reksohadiprojo dan

Handoko (1996) menyatakan bahwa kepemimpinan mempengaruhi banyak faktor, salah

satunya adalah kinerja sebuah organisasi. Pendapat ini juga didukung oleh Fiedler

(1987), menyatakan bahwa keberhasilan manajer mempengaruhi bawahannya

ditentukan oleh motivasi dasar yang dimiliki oleh manajer bersangkutan. Hasil

penelitian ini mendukung hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Elenkov (2000)

dan Waldman et al. (2001), mengatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan

antara kepemimpinan karismatik terhadap kinerja organisasi.

Kepemimpinan dalam penelitian ini mempergunakan kepemimpinan agama

hindu yaitu asta dasa paramiteng prabhu mempergunakan 3 indikator, yaitu : spiritual,

moral, dan manajerial. Teori kepemimpinan yang dipakai menurut pendapat Fiedler

(1987), yang juga memakai 3 indikator yaitu: struktur tugas, struktur hubungan, dan

posisi kekuasaan. Kalau dijastifikasi seperti yang telah diuraikan pada bab 2, dimana

struktur tugas dan posisi kekuasaan identik dengan manajerial, sedangkan struktur

hubungan identik dengan spritual dan moral.

Berdasarkan analisis model pengukuran indikator manajerial memiliki kontribusi

dominan dalam penerapan kepemimpinan pada PDAM di Provinsi Bali dengan nilai

loading faktor sebesar 0,992 (seperti tersaji pada Tabel 5.8). Jika hasil penelitian ini

dikaitkan dengan operasional PDAM di Bali, maka hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa kepemimpinan yang di dalamnya meliputi struktur tugas, struktur hubungan dan

Page 136: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

136

posisi kekuasaan mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan yang didalamnya

meliputi : keuangan, operasional dan administrasi.

Struktur tugas menunjukkan sejauhmana direksi menekankan perhatian mereka

pada penyelesaian tugas kelompok mereka, dan anggota-anggotanya sebagai suatu alat

untuk mencapai tujuan akhir (Robbins, 2009). Yukl (2010) menyatakan berorientasi pada

struktur tugas artinya sejauhmana seorang pemimpin menentukan dan menstrukturkan

perannya sendiri dan peran dari para bawahan ke arah pencapaian tujuan formal

kelompok.

Seorang pimpinan yang menekankan pada struktur tugas senantiasa menjelaskan

tugas-tugas kepada bawahannya, mengajak para bawahannya untuk merumuskan

tujuan organisasi yang dipimpinnya dan menjelaskan bagaimana cara mengerjakan

suatu pekerjaan kepada bawahannya. Kondisi ini akan memberikan pemahaman kepada

bawahan terhadap apa yang harus dikerjakan.

Seorang pimpinan yang akan menekankan pada posisi kekuasaan akan senantiasa

memberikan kesempatan kepada bawahan untuk memperoleh penghargaan atas

prestasi yang dicapai baik penghargaan finansial maupun non finansial serta senantiasa

akan memberikan sangsi finansial maupun non finansial kepada bawahan yang tidak

berprestasi. Kondisi ini akan dapat memberikan kepuasan bagi pemimpin dan bawahan

karena penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan.

5.9.1.4 Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap Komitmen Organisasional

Hasil analisis variabel budaya Tri Hita Karana terhadap komitmen organisasional

menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan. Dengan demikian hasil penelitian

ini dapat membuktikan secara empiris bahwa semakin baik pelaksanaan budaya Tri Hita

Karana maka semakin tinggi komitmen organisasional. Hasil ini mengindikasikan bahwa

Page 137: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

137

budaya Tri Hita Karana mampu menjelaskan variasi perubahan pada komitmen

organisasional PDAM di Provinsi Bali.

Budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial (social glue) yang mengikat

semua anggota organisasi secara bersama-sama (Kreitner dan Knicky, dalam Susanto et

al. 2008). Temuan ini mendukung kajian empiris terdahulu yang dilakukan oleh: Rashid

et al. (2003); Chen (2004; Ojo (2011); Koesmono (2011); Nongo dan Ikyanyon (2012).

Hasil-hasil penelitiannya menyimpulkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara

budaya organisasi terhadap kepemimpinan. Kesesuaian penelitian terdahulu dengan

penelitian yang dilakukan ini menunjukkan bahwa dalam situasi apapun dan dimanapun

kontek keterjadiannya, budaya organisasi merupakan elemen universal yang akan

mempengaruhi perilaku karyawan dalam sebuah organisasi dalam menjalankan tugas

dan beraktivitas.

Temuan ini mendukung pendapat Robbins dan Judge (2009) yang menyatakan

hasil spesifik dari budaya yang kuat adalah menurunnya tingkat perputaran karyawan,

kultur yang kuat menunjukkan kesepakatan yang tinggi antar anggota mengenai apa

yang diyakini organisasi. Keharmonisan tujuan semacam ini membangun kekompakan,

loyalitas, dan komitmen organisasional. Sifat-sifat ini, pada gilirannya, memperkecil

kecendrungan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

Temuan ini juga memperkuat teori yang dicetuskan oleh Schein (2004) yang

menyatakan pada dasarnya budaya organisasi mewakili norma-norma, perilaku yang

diikuti oleh anggota organisasi. Budaya berperan penting dalam mendorong terciptanya

effektifitas organisasi, secara spesifik budaya berperan dalam menciptakan jati diri,

ikatan emosional, komitmen dan landasan berprilaku. Budaya kuat akan menciptakan

Page 138: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

138

suatu tingkat motivasi yang luar biasa dalam diri karyawan, motivasi yang tinggi inilah

menumbuhkan komitmen dan loyalitas yang tinggi pada organisasi.

5.9.1.5 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap kinerja perusahaan.

Hasil analisis variabel komitmen organisaional terhadap kinerja perusahaan

menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan. Dengan demikian hasil penelitian

ini dapat membuktikan secara empiris bahwa semakin tinggi pelaksanaan komitmen

organisasional maka semakin baik kinerja perusahaan. Hasil ini mengindikasikan bahwa

komitmen organisasional mampu menjelaskan variasi perubahan pada kinerja

perusahaan pada PDAM di Provinsi Bali.

Temuan ini memperkuat hasil penelitian Shaw et al. (2003) yang melakukan

penelitian terhadap pekerja-pekerja di Uni Emirat Arab (UEA) yang menguji pengaruh

komitmen organisasional terhadap kinerja organisasi. Hasilnya untuk pekerja/warga

Arab terdapat pengaruh yang positif dan signifikan. Hasil penelitian ini juga memperkaya

hasil penelitian Kamaliah (2011) yang melakukan penelitian terhadap bagian pada Bank

Syariah di Riau, salah tujuan penelitiannya mengkaji pengaruh komitmen organisasional

terhadap kinerja bagian pada Bank Syariah di Pekanbaru. Hasil penelitiannya ada

pengaruh positif dan signifikan komitmen organisasional terhadap kinerja bagian.

Temuan ini juga memperkuat dan mendukung hasil temuan Syauta (2012) yang

melakukan penelitian di Perusahaan Daerah Air Minum Jayapura Provinsi Papua. Salah

satu kajiannya, menguji pengaruh komitmen organisasional tehadap kinerja karyawan,

temuan yang didapatkan komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap

kinerja karyawan.

Page 139: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

139

5.9.1.6 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasional.

Hasil analisis diperoleh kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap komitmen

organisasional. Hasil penelitian ini tidak dapat membuktikan secara empiris bahwa

pelaksanaan kepemimpinan yang baik akan menyebabkan komitmen organisasional

semakin tinggi. Hasil ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan tidak mampu

menjelaskan variasi perubahan komitmen organisasional pada PDAM di Provinsi Bali.

Tidak signifikannya pengaruh kepemimpinan terhadap komitmen organisasional

salah satunya disebabkan perbedaan konsep pengukuran. dan indikator. Kepemimpinan

dalam penelitian ini terbentuk dari indikator- indikator yang diambil dari nilai-nilai

kepemimpinan agama Hindu, sedangkan konsep pengukuran dan indikator komitmen

organisasional tidak terbentuk dari nilai-nilai agama Hindu. Di samping itu pemimpin di

PDAM merupakan jabatan politis yang tidak mampu mempengaruhi komitmen

karyawan yang sudah ditetapkan dalam tupoksi secara tegas dan jelas, sehingga

keberadaan pimpinan merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Daerah. Kondisi

ini akan sangat membatasi usaha kreatif dan inovatif dalam membangun komitmen

perusahaan yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan swasta. Hal ini berarti

komitmen perusahaan yang dibalut dalam tupoksi hanya bisa dijalankan dengan baik

apabila disetujui oleh pemilik melalui peraturan bupati atau wali kota.

Temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Lok dan Crawford

(2004), yang melakukan penelitian mengenai kepemimpinan, kepuasan kerja, dan

komitmen organisasional ditinjau dari level pekerjaan dan budaya antar bangsa negara

bagi mahasiswa MBA di Hongkong dan Sydney. Hasil temuannya tidak ada pengaruh

kepemimpinan terhadap komitmen organisasional.

Page 140: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

140

Begitu juga temuan ini memperluas mendukung hasil temuan Bourantas dan

Papalexandris (1993) yang melakukan pengkajian di Yunani terhadap prilaku pemimpin

dan variabel yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi publik dan

organisasi private (bisnis). Temuannya pengaruh pimpinan lemah terhadap kepuasan

dan komitmen karyawan terhadap organisasi pada organisasi publik dibandingkan

dengan organisasi privat. Temuan ini mendukung temuan Kuo-Tsai Liou, (1994) yang

melakukan pengkajian beberapa faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada

organisasi publik. Temuannya komitmen terhadap organisasi publik secara signifikan

ditentukan oleh masa jabatan dan kedudukan dalam organisasi sedangkan

kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan.

Kesesuaian penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan ini walaupun

hasil penelitian menemukan hasil sama namun objek dan pengukurannya berbeda, jadi

hasil penelitian ini memperkaya temuan penelitian terdahulu.

Temuan ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh: Yousef (2000);

Muchiri (2002)); Chen; (2004); Yiing dan Ahmad (2008); dan Koesmono (2011) yang

menemukan kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen

organisasional. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu disebabkan

oleh objek penelitian yang berbeda dan perbedaan konsep dari konstruk atau variabel

yang dipakai dan indikator yang membentuk terutama mengenai kepemimpinan .

Kepemimpinan dalam penelitian ini terbentuk dari indikator- indikator yang diambil dari

nilai-nilai kepemimpinan agama Hindu, sedangkan peneliti yang lain memakai konsep

kepemimpinan yang berbeda. Yiing dan Ahmad (2008) kepemimpinan yang dipakai

mengacu konsep yang dipergunakan oleh Ogbonna dan Haris (2001) yang

diklasifikasikan 3 jenis (directive, partisipative dan supportive). Muchiri (2002) konsep

Page 141: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

141

kepemimpinan yang dipakai adalah kepemimpinan transformasional dan transaksional.

Begitu juga halnya dengan peneliti yang lain memakai konsep dari konstruk atau variabel

serta indikator yang yang membentuknya memakai konsep dan pengukuran yang

berbeda, sehingga berkontribusi terhadap hasil temuan yang berbeda pula.

5.9.2. Pembahasan Pengaruh Variabel Mediasi

Pembahasan pengaruh variabel mediasi, berdasarkan hasil pengujian diperoleh

bahwa hubungan variabel budaya Tri Hita Karana terhadap kinerja perusahaan, yang

dimediasi oleh kepemimpinan dan komitmen organisasional adalah mediasi parsial

(partial mediation). Penjelasan terhadap hasil pengujian hipotesis pengaruh mediasi

antara variabel penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

5.9.2.1 Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap Kinerja Perusahaan di Mediasi oleh

Kepemimpinan.

Hasil analisis jalur pengaruh budaya Tri Hita Karana terhadap kinerja perusahaan,

yang di mediasi oleh kepemimpinan diperoleh nilai koefisien positif dan signifikan

(Tabel 5.11). Hasil ini berarti bahwa implementasi budaya Tri Hita Karana mampu

menciptakan kepemimpinan yang baik dan melalui kepemimpinan yang baik maka

kinerja perusahaan meningkat.

Hasil uji sifat mediasi diperoleh bahwa kepemimpinan merupakan mediasi

parsial (partial mediation). Artinya implementasi budaya Tri Hita Karana dapat

mempengaruhi kinerja secara langsung dan dapat juga melalui kepemimpinan. Dengan

kata lain, jika kepemimpinan yang diterapkan di PDAM di Bali tidak mengarah ke

perilaku kepemimpinan spiritual, moral dan manajerial pun, budaya Tri Hita Karana

Page 142: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

142

tetap dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Namun demikian, pada tertentu

keberadaan kepemimpinan spiritual, moral, dan manajerial diperlukan untuk

mendorong peran budaya Tri Hita Karana dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

Berdasarkan hasil tersebut, maka penelitian ini mampu memberikan bukti secara

empiris bahwa kepemimpinan merupakan variabel intervening yang memediasi

hubungan antara implementasi budaya Tri hita Karana terhadap kinerja perusahaan

secara parsial. Dengan demikian bagi pengambil keputusan pada PDAM di Provinsi Bali

yang memiliki perhatian terhadap kepemimpinan sebaiknya terus menerus

meningkatkan manajerial karena memberikan dampak positif terhadap peningkatan

kinerja perusahaan.

Dengan kata lain bahwa implementasi budaya Tri hita Karana yang direfleksi melalui

parahyangan, mampu meningkatkan manajerial (kepemimpinan). Selanjutnya

manajerial yang baik didukung oleh peningkatan operasional perusahaan berupa

cakupan pelayanan meningkat, peningkatan kecepatan penyambungan baru, dan

peningkatan kemudahan pelayanan tersedianya service point di luar kantor pusat dapat

meningkatkan kinerja perusahaan pada PDAM di Provinsi Bali.

Jika mengacu hasil kajian Rashid et al.(2003), bahwa budaya Tri Hita Karana di

PDAM di Bali akan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan ketika ada faktor lain yang

membantu menginternalisasikan budaya Tri Hita Karana agar bisa dengan mudah

diterima oleh staf dan karyawan yang pada akhirnya akan mempengaruhi sikap dan

loyalitas karyawan pada pekerjaan dan terhadap organisasi.

5.9.2.2. Pengaruh Budaya Tri Hita Karana terhadap Kinerja Perusahaan di Mediasi Oleh

Komitmen Organisasional.

Page 143: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

143

Hasil analisis jalur pengaruh budaya Tri Hita Karana terhadap kinerja perusahaan,

yang di mediasi oleh komitmen organisasional diperoleh nilai koefisien positif dan

signifikan (Tabel 5.11). Hasil ini berarti bahwa implementasi budaya Tri Hita Karana

mampu meningkatkan komitmen organisasional dan melalui komitmen organisasional

yang tinggi maka kinerja perusahaan meningkat. Hasil uji sifat mediasi diperoleh bahwa

komitmen organisasional merupakan variabel mediasi parsial (partial mediation).

Artinya implementasi budaya Tri Hita Karana dapat mempengaruhi kinerja secara

langsung maupun melalui komitmen organisasional. Berdasarkan hasil tersebut, maka

penelitian ini mampu memberikan bukti secara empiris bahwa komitmen organisasional

merupakan variabel intervening yang memediasi hubungan antara implementasi budaya

Tri hita Karana terhadap kinerja perusahaan secara parsial. Dengan kata lain bahwa

implementasi budaya Tri hita Karana yang direfleksi melalui parahyangan, mampu

meningkatkan normatif (komitmen organisasional). Selanjutnya normatif yang tinggi

didukung oleh peningkatan operasional perusahaan berupa cakupan pelayanan

meningkat, peningkatan kecepatan penyambungan baru, dan peningkatan kemudahan

pelayanan tersedianya service point di luar kantor pusat dapat meningkatkan kinerja

perusahaan pada PDAM di Provinsi Bali.

Dengan demikian bagi pengambil keputusan pada PDAM di Provinsi Bali yang

memiliki perhatian terhadap komitmen organisasional sebaiknya terus menerus

meningkatkan komitmen normatif karena memberikan dampak positif terhadap

peningkatan kinerja perusahaan.

5.10 Implikasi Penelitian

5.10.1 Implikasi Teoretis

Page 144: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

144

Hasil penelitian ini telah memberikan temuan-temuan sesuai dengan model

penelitianyang telah dibangun, sehingga dapat dikemukakan beberapa implikasi

teoretis sebagai berikut:

1. Secara teoretis penelitian ini telah mampu membangun model teoritik tentang

nilai-nilai budaya lokal (Tri Hita Karana) pada Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) di Bali serta peran mediasi nilai-nilai kepemimpinan lokal dan komitmen

organisasional dalam kaitannya dengan kinerja perusahaan. Hasil dari model

teoritik tersebut menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya lokal secara umum

disebut dengan Tri Hita Karana secara langsung mempengaruhi kinerja

perusahaan sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi kinerja perusahaan

melalui nilai-nilai kepemimpinan lokal (asta dasa paramiteng prabhu) dan

komitmen organisasional.

2. Penelitian ini juga mampu membangun model teoretik tentang peranan budaya

Tri Hita Karana yang menekankan keselarasan hubungan manusia dengan

Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan alam

sekitarnya yang di mediasi oleh nilai kepemimpinan lokal (asta dasa paramiteng

prabhu) dan komitmen organisasional. Hasil dari model ini menjelaskan budaya

Tri Hita Karana yang dijalankan oleh salah satu lembaga BUMD yaitu PDAM di

Bali telah mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

3. Penelitian telah mampu mengembangkan kajian empiris Hofstede (1991)

mengidentifikasi empat basic problem area yang dapat dianggap sebagai

dimensi budaya salah satu terkait dengan sikap ketidak pastian. Pada

PDAM model ketidak pastian telah dikemas ke dalam implementasi nilai

budaya lokal yaitu Tri Hita Karana yang berbasis relegi menuju

Page 145: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

145

keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (parahyangan), manusia

dengan manusia (pawongan) dan manusia dengan alam sekitarnya

(palemahan).

5.10.2 Implikasi Praktis

Implikasi praktis penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan

pemahaman bagi direksi dan manajemen Perusahaan Daerah Air Minum dalam

mengimplikasikan nilai-nilai lokal yaitu budaya dan kepemimpinan dalam

meningkatkan kinerja perusahaan melalui komitmen organisasional. Berdasarkan

temuan penelitian maka implikasi praktis penelitian ini dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Penerapan nilai budaya THK berpengaruh langsung terhadap kinerja

perusahaan. Implikasinya adalah bahwa konsep nilai-nilai harmonisasi

hubungan (baik hubungan dengan Tuhan, maupun horizontal antar manusia

dan dengan lingkungan) di dalam budaya THK terbukti mampu meningkatkan

kinerja perusahaan. Konsep harmonisasi dimaksud adalah sikap organ PDAM

yang memandang bahwa segala yang mereka dapatkan dari aktivitas

perusahaan bukan hanya semata-mata hasil jerih payah yang dilakukan, tetapi

juga karena karunia Tuhan. Oleh sebab itu, segala hasil yang didapat tersebut

seharusnya dapat dipergunakan untuk menjaga harmonisasi dengan Tuhan dan

sesama manusia, dengan selalu menempatkan manusia pada derajat yang

sama. Di samping itu, dalam menjalankan aktivitas perusahaan organ PDAM

wajib menjaga harmonisasi dengan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan

dengan selalu memperhatikan keseimbangan lingkungan, baik lingkungan

Page 146: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

146

fisik maupun non fisik seperti: menjaga kelestarian lingkungan perusahaan,

lingkungan sumber air baku, kesejahteraan masyarakat sekitar lingkungan

perusahaan, masyarakat sekitar sumber air baku, dan turut mendukung

program corporate social responsibility. Hasil analisis empiris

mengindikasikan bahwa secara konseptual para direksi menganggap aspek

pawongan (hubungan harmonis antar manusia) memegang peranan penting.

Artinya dalam melaksanakan aktivitas perusahaan manusia memegang peran

yang strategis karena di samping sebagai subjek, manusia juga merupakan

objek dalam perusahaan.

2. Kepemimpinan dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya THK. Implikasi yang

terkandung adalah konsep harmonisasi, baik secara vertikal maupun secara

horizontal adalah merupakan konsep spiritualitas dalam menjalankan misi

perusahaan yang menekankan pada nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan

tanggung jawab sosial dalam melakukan aktivitas perusahaan. Hal ini

mengindikasikan bahwa harmonisasi hubungan berperan penting dalam

membangun jiwa kepemimpinan karena dapat menjadi spirit dalam membina

hubungan baik secara individu maupun secara kelompok sekaligus

menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan mempengaruhi perilaku,

persepsi, dan sikap karyawan kepada perusahaan.

3. Komitmen organisasional dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya THK. Implikasi

yang terkandung adalah konsep harmonisasi, baik secara vertikal maupun

secara horizontal adalah meupakan konsep spiritualitas dan moralitas menjadi

penggerak kesetiaan karyawan pada organisasi dan kepercayaan terhadap

Page 147: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

147

nilai-nilai perusahaan. Karyawan yang diperlakukan sama dengan karyawan

lain akan setia pada perusahaan, mereka berbagi nilai perusahaan dan

mempunyai suatu pengertian dan kepedulian terhadap arti pentingnya budaya

dan misi perusahaan.

Page 148: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

148

5.11 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dengan maksimal, dan hasil penelitian atas

pengujian model yang dibangun telah diupayakan agar terintegrasi dan

komprehensif, namun disadari masih terdapat keterbatasan-keterbatasan sehingga

menjadikan penelitian ini kurang sempurna. Adapun keterbatasan penelitian ini

sebagai berikut :

1. Sampel hanya direksi Perusahaan Daerah Air Minum, untuk mengekploitasi

implimentasi nilai-nilai lokal dalam budaya dan kepemimpinan terhadap

kinerja perusahaan melalui komitmen organisasional seharusnya melibatkan

Dewan Pengawas, pihak manajemen, dan kepala unit.

2. Analisis empiris dari penelitian ini berdasarkan data survei yang hanya

menyajikan hubungan dalam satu titik waktu (cross sectional), karena

lingkungan bisnis yang terus berubah, maka untuk mengidentifikasikan

perubahan tersebut diperlukan kajian penelitian lanjutan.

Page 149: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

149

BAB 6

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Rencana tahap berikutrnya adalah menyempurnakan laporan ini berdasarkan masukan

dari tim monitoring dan evaluasi, sehingga laporan ini menjadi sempurna.

Page 150: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

150

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengujian hipotesis, hasil dan temuan penelitian, dapat

dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif terhadap kinerja pada Perusahaan

Daerah Air Minum di Provinsi Bali. Pelaksanaan budaya Tri Hita Karana yang baik

mampu meningkatkan kinerja PDAM. Implementasi parahyangan, pawongan dan

palemahan yang baik mempunyai peran penting dalam mendukung tercapainya

pelaksanaan budaya Tri Hita karana, sehingga dapat memberikan kontribusi nyata

pada kinerja perusahaan. Dari pelaksanaan budaya Tri Hita Karana, indikator

parahyangan lebih mendominan merefleksikan budaya Tri Hita Karana, tetapi

persepsi responden ternyata yang di diprioritaskan adalah palemahan. Hasil ini

mengindikasikan bahwa parahyangan lebih dominan namun belum dilaksanakan

dengan baik sehingga berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan. Selain itu

karena adanya perbedaan dalam segi pemahaman dan pelaksanaan budaya Tri Hita

Karana di tingkat manajemen serta adanya mediasi parsial kepemimpinan dan

komitmen organisasional.

2. Budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif terhadap kepemimpinan pada

Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali. Pelaksanaan budaya Tri Hita Karana

yang baik mampu meningkatkan kepemimpinan PDAM. Implementasi parahyangan,

pawongan dan palemahan yang baik mempunyai peran penting dalam mendukung

Page 151: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

151

tercapainya pelaksanaan budaya Tri Hita Karana, sehingga dapat memberikan

kontribusi nyata pada kepemimpinan.

3. Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja pada Perusahaan Daerah Air

Minum di Provinsi Bali. Pelaksanaan kepemimpinan yang baik mampu meningkatkan

kinerja perusahaan PDAM. Implementasi spritual, moral, dan manajerial yang baik

mempunyai peran penting dalam mendukung tercapainya pelaksanaan

kepemimpinan , sehingga dapat memberikan kontribusi nyata pada kepemimpinan

dan kinerja perusahaan.

4. Budaya Tri Hita Karana berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional pada

Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali. Pelaksanaan budaya Tri Hita Karana

yang baik mampu meningkatkan komitmen organisasional PDAM. Implementasi

parahyangan, pawongan dan palemahan yang baik mempunyai peran penting dalam

mendukung tercapainya pelaksanaan budaya Tri Hita karana, sehingga dapat

memberikan kontribusi nyata pada komitmen organisasional perusahaan.

5. Komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja pada Perusahaan

Daerah Air Minum di Provinsi Bali. Pelaksanaan komitmen organisasional yang baik

mampu meningkatkan kinerja PDAM. Implementasi afektif, kontinyu, dan normatif

yang baik mempunyai peran penting dalam mendukung tercapai pelaksnaan

komitmen organisasional, sehingga dapat memberikan kontribusi nyata pada kinerja

perusahaan.

6. Kepemimpinan tidak berpengaruh nyata terhadap komitmen organisasional pada

Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali. Pelaksanaan spiritual, moral dan

manajerial yang baik mempunyai peranan dalam mendukung tercapainya komitmen

Page 152: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

152

organisasional tetapi tidak dapat memberikan manfaat yang nyata pada peningkatan

komitmen organisasional pada Perusahaan Daerah Air Minum di Provinsi Bali.

7. Komitmen Organisasional sebagai mediasi hubungan antara implementasi Budaya Tri

Hita Karana dengan kinerja perusahaan dapat memberikan peran yang penting dan

nyata dalam mendukung peningkatan kinerja perusahaan pada Perusahaan Daerah

Air Minum di Provinsi Bali.

7.2 Saran

Berdasarkan pada hasil dan kesimpulan dapat dikemukakan saran-saran yang

menjadi rekomendasi penelitian ini sebagai berikut:

1. Budaya Tri Hita Karana sebaiknya diadopsi sebagai budaya organisasi PDAM di

Provinsi Bali karena dapat meningkatkan kualitas kepemimpinan, dan meningkatkan

komitmen organisasional serta mampu meningkatkan kinerja PDAM. Hendaknya

kepada jajaran direksi dan manajemen PDAM di Bali lebih memasyarakatkan budaya

yang dianut bahkan dijadikan pedoman kerja bagi organ PDAM di Bali.

2. Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan kepada pihak manajemen PDAM di

Provinsi Bali untuk meningkatkan pelaksanaan budaya Tri Hita Karana, selalu

menjaga hubungan harmonis dengan pihak yang terkait, hukum karma phala

hendaknya menjadi pegangan dalam melaksanakan pelayanan air minum.

Kesuksesan pelayanan air minum kepada pelanggan bukan semata-mata karena

kemampuan perusahaan tetapi juga kehendak Tuhan, dan melaksanakan tugas

dalam pelayanan air minum kepada masyarakat merupakan yadnya berdasarkan

prinsip ngayah.

Page 153: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

153

3. Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan kepada pihak manajemen PDAM di

Provinsi Bali untuk meningkatkan pelaksanaan kepemimpinan melalui: pengendalian

diri sendiri untuk mencapai tujuan perusahaan, hendaknya memusatkan perhatian

kepada sasaran atau target, dan selalu mengadakan evaluasi dan perbaikan yang

terus menerus.

4. Pengembangan komitmen organisasional oleh pihak manajemen PDAM harus

memperhatikan kondisi yang berkaitan dengan kekawatiran karyawan jika

diberhentikan karena jenis pekerjaan ini bersifat spesifik menyulitkan untuk

memperoleh pekerjaan yang sama.

5. Perlu dikaji ulang bobot masing-masing indikator penilaian kinerja berdasarkan

Kepmendagri No. 47 tahun 1999. Pada pasal 3 ayat 2, bobot masing-masing

indikator: keuangan sebesar 45%, operasional 40%, dan administrasi 15%. Dari hasil

analisis terhadap pelaksanaan kinerja, indikator operasional paling dominan

merefleksikan kinerja perusahaan, diikuti oleh indikator keuangan, dan paling kecil

indikator administrasi begitu juga dari persepsi responden ternyata yang di

diprioritaskan (paling dominan) adalah indikator operasional, keuangan, dan

indikator administrasi. Sebaiknya untuk penilaian kinerja berdasarkan Kepmendagri

No. 47 tahun 1999 khusus untuk daerah Provinsi Bali ditinjau kembali urutan

pembobotan kinerjanya dimulai dari indikator operasional yang nilai bobotnya

paling besar, diikuti indikator keuangan, serta terakhir indikator administrasi.

Page 154: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

154

DAFTAR PUSTAKA

Adair, John. 2011. 100 Greatest Ideas for Effective Leadership, CapstonePublishing Ltd, West Sussex, UK.

Alas, Ruth, Olle Obius, dan Sinikka Vanhala. 2011. Connection betweenOrganizational Culture, Leadership and the Innovation Climate inEstonian Enterprises, E- Leader Vietnam, p.15

Akbar, Andri. 2010. Gambaran Umum PDAM di Indonesia, Google, Diunduhmelalui: andriakbar.blogspot.com/2010/gambaran umum-pdam-di-indonesia.html., pada Desember 2013.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, EdisiRevisi, Rineka Cipta, Jakarta.

Astawa Putu, Sudarma Made, Siti Aisjah, dan Djumahir. 2012. Credit Risk andHarmonious Values Practice (Study at Village Credit Institution(Lembaga Perkreditan Desa) of Bali Province. Journal of Business andManagement Volume 6, Issue 4, pp., 16-20.

Astawa Putu, Sudarma Made, Siti Aisjah, dan Djumahir. 2013. InstitutionalOwnership and Harmonious Values in Increasing Financial Performanceof Village Credit Institution(Lembaga Prekreditan Desa/LPD). Journal ofBasic and Applied Scientific Research Volume 3, No.6, Part IV, pp.,813-824.

Ayenew, Berhan. 2009. The Impact of Motivational Factors on OrganizationalCommitment, VDM Verlag Muller Aktiengesllschft & Co.KG. USA.

Balthazard, Pierra A, Robert A. Cooke and Richard E Potter. 2006. DysfunctionalCulture, Dysfunction Organization: capturing the Behavioural Normsthat form Organizational Culture and Drive Performance, Journal ofManagerial Pyschology, Vol. 21, No. 8, pp. 709-732.

Baron, R.A., dan J. Greenberg. 1990. Behavior in Organization: Understandingand Managing the Human Side of Work, Third Edition, Allyn and Bacon,Toronto.

Bass, B.M. 1985. Leadership and Performance Beyond Expectation, New York:the Free Press.

Bourantas, Dimitris dan Papalexandris Nancy,.1993. Diffrerences in LeadershipBehaviour and Influence Between Public and Private Organizations inGreece, The International Journal of Human Resource Management Vol.4, pp. 859-871.

Page 155: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

155

Butarbutar, Ivan D. dan Sen Sendjaya. 2010. The Influence of National Culture onCorporate Leadership in High- Performing Firms: A case of Indonesia.Proceeding of the 2010 Business and Information ConferenceConference kitakyushu, Japan, 2-4 July, pp.1-15.

Chen Li Yueh. 2004, Examining The Effect of Organization Culture andLeadership Behaviors on Organization Commitment, Job Satisfaction,and Job Performance at Small and Middle –Size Firms of Taiwan, TheJournal of American Academy of Business, Cambridge, September, pp.432-438.

Chouke dan Amstrong R. 2000. The Learning Organization in Small andMedium-Size Enterprises in Singapore, International Journal ofOperation of entrepreuneurial Behavior and Research, Vol.14. No.2, pp.129-140.

Davidson Gina, Coetzee, Melinde, and Visser, Delene, 2007. OrganizationalCulture and financial performance in a South African Invesment Bank,university of South Africa, Journal of Industrial Psychology, 33 (1), pp.38-48.

Day, D.V. and Lord, R.G. 1988. Executive Leadership and OrganizationalPerformance : Suggestions for New Theory and Methodology, Journalof Management, 14.p.453-464.

Denison, Daniel R. 1991. Corporate Culture and Organization Effectiveness,John Welly & Sons, New York.

Denison, Daniel R. and Mishra Aneil K.1995. Toward A Theory OfOrganizational Culture and Effectiveness. Organization Scienne. Vol. 6No.2

Denison, D.R, Stephanie Haaland, Paulo Goelzer. 2004. Corporate Culture andOrganizational Effectiveness: is Asia Different from The Rest of TheWorld, Organizational Dynamic, Vol. 33, No. 1, pp.98-109

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 1998. Keputusan Menteri DalamNegeri Nomor 7 Tahun 1998, Tentang Kepengurusan PerusahaanDaerah Air Minum, Jakarta.

--------- , 1999, Keputusan Menteri Dalam Negeri No 47. 1999. TentangPedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum, Jakarta.

---------- , Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 2 Tahun 2007. Tentang Organdan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum, Jakarta.

Dharmanegara, Ida Bagus Agung, Made Sudarma, Noermijati, and Solimun.2013. Effect of Spiritual Intelligence and Asta Brata Leadership to theCulture of Tri Hita Karana and Employment Performance, Journal ofBusiness and Management, Vol 11, pp. 05 – 12.

Page 156: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

156

Effendy Sjahril. 2011. Memotivasi SDM PDAM, Majalah Air Minum, PersatuanPerusahaan Air Minum Seluruh Indonesia, Edisi 187, April 2011, Hal 50-51.

Elenkov, Detelin S. 2000. Effects of Leadership on Organizational Performance InRussian Companies, Journal of Business Research, Vol.55, pp. 467-480.

Erdogan, Berrin, Robert C. Liden, dan Maria L. Kraimer, 2006. Justice andLeader Member Exchange: The Moderating Role of OrganizationalCulture, Academy of Management Journal, 2006, Vol. 49, No.2, pp. 395-406.

Februanto, Heru. 2011. Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan DanOrganisasi Pembelajaran Terhadap Kinerja Organisasi (Studi PadaDirektorat IV/ Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Terorganisir),Desertasi Program Doktor Ilmu Manajemen, Universitas BrawijayaMalang.

Fey, Carl F and Denison, Daniel R. 2003. Organizational Culture andEffectiveness: Can American Theory Be Applied in Russia?,Organization Science, Vol.14, No.6, pp.686-706.

Fidler, F.E. dan Garcia, J.E. 1987. New Approaches to Effective Leadership:Cognitive and Organizational Performance, Willey&Sons Inc., NewYork.

Fleenor, John.W and Bryant Carl. 2002. Leadership Effectiveness andOrganizational Culture: An Exploratory Study, Center for creativeLeadership, Toronto, Canada.

Gani, Achmad. 2006. Pengaruh gaya Kepemimpinan, Budaya organisasi danMotivasi kerja terhadap kinerja karyawan Industri kayu olahan di kotamakasar, Disertasi, Program Doktor Ilmu Administrasi, PPS UnibrawMalang.

Gibson, J L., Ivancevich John M, dan James H. Donnely.1996. OrganizationalBehaviour Structure Process, Nunuk Adiarni (Penerjemah) OrganisasiPerilaku Struktur Proses, Binarupa Aksara, Jakarta.

Gilbert Caroline, Sophie De Winne, dan Luc Sels. 2009. The Influence of lineManagers and HR Departement on Employees, Affective Commitment,Faculty of Business and Economics, Katholieke Universitet Leuven.

George JM. dan Gareth R. Jones. 2002. Organizational Behaviour, Third Edition,Printice Hall, New Jersey.

Griffin Ricky W. dan Morhead Gregory. 2012. Organizational BehaviorManaging People and Organizations, South-Western Cengage Learning,Mason OH.

Page 157: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

157

Gunawan Ketut. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja danMotivasi Kerja terhadap Gaya Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi(Studi pada LPD di Bali), Jurnal Aplikasi Manajemen, vol.7, pp 441-449

Hasibuan, Malayu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi,Cetakan keTujuhbelas, Bumi Aksara, Jakarta.

Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia,Edisi Kedua , BPPE, Yogyakarta.

Hidayat. 2011. Perilaku Kepemimpinan dan Komitmen Karyawan Pengaruhnyaterhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi pada DinasKependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta), DisertasiProgram Doktor Ilmu Manajemen Program Pascasarjan UniversitasBrawijaya, Malang

Hofstede, Geert. 2001. Culture’s Consequencess; International Deferences inwork related values. Beverly Hills, CA and London : Sage Publication

Indrajid, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto. 2005. Strategi ManajemenPembelian dan Suply Chain, Pendekatan Manajemen Terkini, Untukmenghadapi Persaingan Global, Grasindo Indonesia, Jakarta

Jacobs E., Robert L.L. Masson, Riley L. Harvill, dan Christine J. Schimmel. 2012.Group Counseling: Strategies and Skills, Cengage Learning, Beltmont,CA.

Kaler. 2000. Keseimbangan antar unsur Tri Hita Karana, IKIP Negeri Singaraja

Kamaliah. 2012. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi, Pengaruhnya terhadapKomitmen Organisasi dan Kinerja Manajemen, Disertasi ProgramDoktor Ilmu Manajemen Program Pascasarjana Universitas BrawijayaMalang

Kasali, Rhenald. 2005. Change, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Koentjaraningrat. 2005. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, GramediaPustaka Utama, Jakarta.

Koesmono Teman H. 2011. Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinanterhadap Kinerja melalui Variabel Mediasi Komitmen OrganisasionalKaryawan Perusahaan Swasta di Surabaya Timur, Jurnal Mitra Ekonomidan Manajemen Bisnis, Vol. 2, No. 2, pp.155-171.

Kotter, JP and Heskett, S.L. 1997. Corporate Culture and Performance, PTPrehanlindo Simon & Schruster Pte Ltd, Jakarta

Kuo- Tsai Liou and Ronald C. Nyhan. 1994. Dimensions of OrganizationalCommitmen in the Public Sector: an Emperical Assessment PublicAdministration Quarterly, Southtern Public Administration Education

Page 158: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

158

Poundation, Unpublished Articles. Frontiers of Emperical Research andDevelopment pp. 99-118.

Lee Kwik Yiing & Ahmad Kamarul Bin Zaman, 2008. The Moderating Effect ofOrganizational Culture on The Relationship between LeadershipBehavior and Organizational Commitment and Job Satisfaction andPerformance, Leadership & Organizational Development Journal, Vol.30. pp. 53-86.

Lee Seung Suk. 2008. Relationship Among Leadership Empowerment, JobSatisfaction, and Employee Loyalty in University Dining StudentWorkers, Dissertation (Doctor of Philosophy), Iowa State University,Ames, Iowa.

Lee Siew Kim Jean dan Yu Kevin. 2004. Corporate Culture and OrganizationalPerformance. Journal of Management Psychology, Vol.19 PP. 340-359

Lian Lee Kim dan Salleh Abdul Latif. 2011. Mediating Effects of SubordinatesCompetence on Leadership Styles and Organizational CitizenshipBehaviour, African Journal of Business Management, Vol. 5, No. 19, pp.7790-7801.

Lim Bernard. 1995. Examining the Organizational Culture and OrganizationalPerformance Link: A critical review of The Methodologies and Findingsof Recent Reseachers Into The Presumed Link Between Culture andPerformance, Leadership & Organization Development Journal, Vol.16,No.5, pp.16-21.

Lok Peter and Crowford John. 2004. The Effect Of Organizational Culture AndImpact Leadership Style On Job Satisfaction And OrganizationalCommitment. A Cross National Comparison, journal of ManagementDevelopment, Vol. 23, pp.321-338.

Lussier Robert N. dan Achua Christopher F. 2010. Leadership: Theory,Application, & Skill Development, South-Western Cengage Learning,Mason, OH.

Luthans Fred. 2006. Organizational Behavior, edition 10 th Edition, VivinAndhika Yuwono,Shekar Purwani, Th. Arie P, dan Winong RosariPerilaku Organisasi Edisi 10 (Penerjemah), Andi, Yogyakarta.

Marcoulides George A, dan Heck Ronald. 1993. Organization Culture AndPerformance : Proposing And Testing Model, Organization Science,Vol.4, pp. 209-225.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi,Yogyakarta.

Page 159: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

159

Mehta, Shuchi dan Venkat R. Krishnan. 2004. Impact of Organizational Cultureand Influence Tactics on Transformational Leadership, Management &Labour Studies, Vol. 29, No. 4, pp. 281-290

Meyer, John P. dan Allen, Natalie J. 1991. A Three Component Conceptualizationof Organizational Commitment, Human Resource Management Review,Vol.1, No.1, pp. 61-89.

Michie Susan, and A. West Michael, 2004. Managing People and Performance: anEvidance Based Frame Work Applied to Health Service Organizations,the International Journal of Management Reviews, Vol.6, Issue 2, pp.91 -111.

Moeljono, Djokosantoso. 2008. More About Beyond Leadership – 12 KonsepKepemimpinan , PT Alex Media Komputendo, Jakarta.

Mohanty, Ayasakanta, Manoranjan Dash, Sanjib Pattnaik, Jyoti Ranjan Das, danSurjya Kumar Misra. 2012. Study of Organization Culture andLeadership Behavior in Small and Medium Sized Enterprises, EuropeanJournal of Scientific Reseach, Vol. 68, No. 2, pp. 258-267.

Mondy R. Wayne dan Noe Robert M. 1996. Human Resource Management,Prentice-Hall international, Inc. USA.

Morgan Howard phil Harkins, dan Marshal Goldsmith. 2006. The Art andPractice Leadership Coaching, Alih Bahasa; Santi Indra Astuti, PTTransmedia.

Mowday, RT. Steers, R.M, Porte` LW. 1979. The Measurement of OrganizationalCommitment, Journal of Vocational Behavior, Vol.14. 224-247.

Mugabi Josses, Sam Kayaga, and Cyrus Njiru. 2006. Strategic Planning forWater Utilities in Developing Countries, Journal of Utility Policy, Vol.15, pp.1-8.

Muchiri Michael Kibaara.2002. The effects of Leadership Style on OrganizationalCitizenship Behavior and Commitment: The Case of Railwaycorporation, Gadjah Mada Internatiobal Journal of Business Vol. 4,No.2, pp.265-293.

Nasir, M. 2009. Metode Penelitian, Cetakan ke tujuh, Penerbit Ghalia Indonesia,Jakarta.

Nawawi Ismail. 2013. Budaya Organisasi Kepemimpinan & Kinerja, EdisiRevisi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.

Negara Kusuma, I Made. 2012. Potensi Ikan Air Tawar di Danau Batur sebagaiPengembangan Wisata Alternatif, Analisis Pariwisata, Vol. 12, No.1 Th.2012, hal. 1, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Denpasar

Page 160: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

160

Nongo Ezekiel Saasongu dan Ikyanyon Darius Ngutor. 2012. The Influence ofCoporate Culture on Employee Commitment to the Organization,International Journal of Business Management, Vol.7, pp. 21-28.

Ogbonna, Emmanuel and Harris C Lioyd. 2000. Leadership style, organizationalculture and performance: emperical evidence from UK Company,Journal of Resources management, Vol.11, pp. 766-788.

Ojo,Olu. 2010. Organizational Culture and Corporate Performance:EmpericalEvidence from Nigeria, Journal of Business Systems, Governance andEthics, Vol. 5, No. 2, pp. 1-12.

Onken, Marina. H. 1998. Temporal Elements of Organizational Culture andImpact on Firm Performance, Journal of Managerial Psychology Vol.14,pp. 231-243.

O’Reilly,CA and Chatman,J. 1986, Organizational Commitment and PsychologyAttachment : The Effect of Compliance and Internalization on ProsicalBehavior, Journal of Applied Psychology, Vol.71, No.3, pp.492-499.

Paul Hersey dan Blanchard Kennet H. 1992. Management of OrganizationalBehaviour: Utilizing Human Resources, New Jersey: Prentice – Hallinternational, Inc.

Pemerintah Daerah Provinsi Bali. 2013. Bali Dalam Angka 2012, Badan PusatStatistik Provinsi Bali, Denpasar.

Pitana, I Gede. 2002. Wahana Pelestarian Kebudayaan dan Dinamika MasyarakatBali, dalam Pidato ilmiah Pengukuhan Guru Besar, Unud, Denpasar.

Podsakoff, Philip M., William H. Bommer, Nathan P. Podsakoff, dan Scott B.MacKenzie. 2006. Relationships between Leader reward and PunishmentBehaviour and Subordinate Attitudes, Perceptions, and Behaviours:AMeta-analytic Review of Existing and New Reseach, OrganizationalBehavior and Human Decision Process, Vol.99, pp. 113-142.

Porter, L.Steers, Mowday, R and Boulin, P. 1974. Organization Commitmen, JobSatisfaction and Turnover Among, Psychiatric Technicians, Journal ofApplied Psycology, pp.603-609.

Prabhu, Vas B. & Robson Andrew. 2000. Impact of Leadership and SeniorManagement Commitment on Business Excellence : An Emperical Studyin the North East of England, Total Quality Management, Vol.11, pp.399 – 409.

Putra, Gusti Made. 2000. THK dalam Arsitektur Bali, Kumpulan MakalahKonsep dan Implementasi THK dalam Pembangunan Bali MenyongsongPelaksanaan Otonomi Daerah, Pusat Kajian Bali.

Page 161: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

161

Raka Suardana, Ida Bagus. 2003. Pengaruh Kepemimpinan, Budaya organisasidan faktor Individu terhadap Perilaku Kerja dan Kinerja Organisasi,Disertasi PPS Universitas Airlangga Surabaya

Rashid, Md.Zabid Abdul, Sambasivan, Murali dan Johari Juliana. 2003. TheInfluence of Corporate Culture and Organizational Commitment onPerformance, Journal of Management Development, Vol. 22, No. 8,pp.708-728.

Reksohadiprojo, Sukanto. dan Handoko 1996. Perencanaan dan organisasiperusahaan, Edisi 1, Yogyakarta, BPFE

Ritchie, Michael, 2000, Organizational Culture: An Examination of its Effects onthe Internalization Process and Member Performance, SouthernBusiness Review, School of Business Administration, University ofSouth Carolina Alken, SC 29801

Riana, I Gede. 2010. Dampak Penerapan Budaya Tri Hita Karana TerhadapOrientasi Kewirausahaan dan Orientasi Pasar Serta KosekuensinyaPada Kinerja Usaha Dengan Moderator Pembelajaran Bisnis, Disertasi,Program Doktor Ilmu Manajemen, Program Pascasarjana FakultasEkonomi Universitas Brawijaya.

Rivai Veithzal, Ahmad Fawzi, Ella Jauvani Sagala, dan Silviana Murni. 2011.Performance Appraisal, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Robbins, Stephen, dan Judge P. Timothy A. 2009. Organizational Behaviour,Diana Angelica, Ria Cahyani, dan Abdul Rosyid (penerjemah) PerilakuOrganisasi, Edisi 12, Salemba Empat, Jakarta.

Robert Kaplan dan David P. Norton. 1997. Balance Score Card, TranslatingStrategy in to action, Harvard Business School, Press Boston,Messachusets.

Rose Aidan dan Lawton Alan. 1999. Public Services Management, EnglandPearson Limited

Sangen, M. 2005. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan, Orientasi Pasar dn BudyaTerhadap Kinerja Usaha Kecil Etnis Cina, Bugis, Jawa, dan Banjar (Studipada Industri Pengolahan Pangan di Kalimantan Selatan), DisertasiProgram Doktor Ilmu Manajemen, Program Pascasarjana FakultasEkonomi Universitas Brawijaya.

Schein, Edgar H. 2004. Organization Culture and Leadership, John Willey &Son, Inc., New York.

Schimmoeller, Leon J. 2010. Leadership Style in Competing OrganizationalCultures, Kravis Leadership Institute, Leadership Review, Vol. 10,Summer 2010, pp. 125 – 141.

Page 162: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

162

Shazad Khurram, Rehman-Ur- Kashif, dan Abbas Muhammad. 2010. HRPractices and Leadership Styles as Predictors of Employee Attitude andBehaviour: Evidence from Pakistan, European Journal of SocialSciences, Vol.14, No. 3, pp. 417-426.

Sharma, Sanjeev K. and Sharma Aditi. 2010. Examining the Relationship betweenOrganization Culture and Leadership Styles, Journal of the IndianAcademy of Applied Psychology, Vol. 36, pp. 97-105.

Shaw,Jason D., Delery, John E., Abdulla Mohamed H.A. 2003. OrganizationalCommitment and Performance among guest workers and Citizens ofArab Country, Journal of Business Research, Vol. 56, pp., 1021-1030.

Sims, Ronald R. 2002. Managing Organizational Behavior, GreenwoodPublishing Group Inc., Westport USA.

Siswadi, Edi. 2012. Reengineering BUMD Mengoptimalkan Kualitas pelayananyang Unggul, Mutiara Press, Bandung.

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Sobirin Achmad. 2009. Budaya Organisasi (Pengertian, Makna dan Aplikasinyadalam Kehidupan Organisasi), Edisi Kedua, UPP STIM, Yogyakarta.

Analysis GSCA, Diklat : Aplikasi Statistika Multivariat GSCA, di Fakultas MIPAUniversitas Brawijaya Malang.

-----------. 2013. Diklat Penguatan Metodelogi Penelitian, Program StudiStatistika Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya Malang.

Somers, M.J.Bimbaum, D. 1998. Work Related Commitment and JobPerformance ; Its’s Also The Nature of Perform That Count , Journal ofOrganizational Behaviour Vol.16. pp.621-634.

Spector, P.E. 2000. Industrial and Organizational Psychology: Reseach andPractice, second Edtion, John Willey & Sons, Inc. New York.

Subroto, Andi. 2009. Peranan budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Strategiuntuk Meningkatkan Kinerja. Disertasi Program Doktor IlmuManajemen, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.

Suhardana, KM. 2008. Niti Sastra :Ilmu kepemimpinan atau ManajemenBerdasarkan Agama Hindu, Paramita, Surabaya.

Sulistyawati. 2000. THK sebagai Local Genius, kumpulan makalah konsep danimplementasi THK dalam Pembangunan Bali Menyongsong PelaksanaanOtonomi Daerah, Pusat Kajian Bali. Denpasar.

Sumarto dan Sobroto Andi. 2011. Organizational Culture and Leadership Rolefor Improving Organizational Performance : Automotive Components

Page 163: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

163

Industry In Indonesia, International Journal of Innnovation Managementand Tecnology, Vol. 2, pp. 383-389.

Susanto A.B, F.X. Sujanto, Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, SuwahyudiMertosono, dan Wagiono Ismangil. 2008. Corporate Culture &Organization Culture, The Jakarta Consulting Group, Jakarta

Syauta, Jack Henry. 2012. Pengaruh Budaya Organisasi KomitmenOrganisasional Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan (StudiPada Perusahaan Daerah Air Minum Jayapura Provinsi Papua),Desertasi Program Doktor Ilmu Manajamen Universitas BrawijayaMalang.

Tandes, Bhree. 2007. Asta Dasa Kottamaning Prabhu 18 Rahasia SuksesPemimpin Besar Nusantara Gajah Mada, PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Timothy C., Obiwuru, Andy T. Okwu, Victoria O. Akpa, dan Idowu A. Nwankwere. 2011. Effect of Leadership Style on Organizational Performance:Survey of Selected Small Scale Enterprises in Ikosi- ketu CouncilDevelopment Area of Lagos State, Nigeria, Australian Journal ofBusiness and Management Research, Vol. 1 No. 7, pp.100-111.

Undang Undang No. 5 Tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah. PemerintahRepublik Indonesia, Jakarta.

Van Emmerik, Hetty, Hein Wendt, dan Martin C. Euwema. 2009. Gender Ratio,Societal Culture, Male and Female Leadership, Journal of Occupationaland Organizational Psychology, pp. 1-21, Copyright 2009 The BritishPsychological Society.

Van Veet, Griffin. 2006, Dysfunctional Organization Culture, Journal ofManagrial Psychology, Vol. 21, No. 88.

Waldman, David A., Ramires GabrielG., House RobertJ., Puranam Phanish. 2001.Does Leadership Matter? CEO Attributes and Profitability UnderConditions of Perceived Environmental Uncertainty, Academy ofManagement Journal,Vol. 44, pp. 134-143.

Wiener, Y.1982. Commitment in Organizations: A Normative View. TheAcademy of Management Review. 7(3), pp.418-428.

Xenikou, Athena and Maria Simosi. 2006. Organizational Culture andTransformational Leadership as predictors of business Unit Performance,Journal of Managerial Psychology Vol. 21, No.6, pp. 566-579.

Yiing Lee Huey, and Ahmad Kamarul Zaman Bin. 2009. The Moderating effectsof Organizational Culture on Relationships between LeadershipBehaviour and Organizational Commitment and between organizational

Page 164: 1 BAB 1 PENDAHULUAN - UNUD

164

commitment and job satisfaction and performance, Leadership &Organization Development Journal, Vol. 30, No. 1, pp. 53 - 86

Yoeti, Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata: introduksi, Informasi, danImplementasi, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Yousef, Darwish A. 2000. Organizational Commitment: a Mediator of theRelationship of Leadership behaviour with Job Satisfaction andPerformance in a non Western Country, Journal of ManagerialPsychology, Vol. 15, pp. 6-28.

Yuan Cheng Kang dan Lee Chuan Yin. 2011. Exploration of Construct ModelLinking Leadership Types, Organization Culture, EmployeesPerformance and Leadership Performance, Procedia Social andBehavioral Sciences, Vol 25, pp., 123-136.

Yukl, Gary. 2010. Leadership in Organization, Budi Supriyanto KepemimpinanDalam Organisasi, Edisi Kelima (Penerjemah), PT Indeks, Jakarta.

Yusof Juhaizi Mohd., dan Tahir Izah Mohd., Tahir. 2011. Spiritual Leadershipand Job Satisfaction: A Proposed Conceptual Framework, InformationManagement and Business Review, Vol. 2. No. 6, pp. 239-245.

Zainal, Syarifudin dan Hessel Nogi S. Tangkilisan. 2004. Kinerja OrganisasiPublik, YPAPI, Yogyakarta.