20
. 10 BAB II TEORI BELAJAR A. Teori Belajar Behaviorisme Dalam teori Behaviorisme “belajar” adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah lainnya. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena la belum dapat menunjukkan pemahaman perilaku sebagai hasil belajar. Di bawah ini dijelaskan beberapa teori behaviorisme; 1. Teori Koneksionisme Teori ini dipelopori pertamakali oleh thorndike yang dipublikasikan dalam Animal Intelligence (1898). Thorndike adalah salah seorang tokoh dalam lapangan psikologi pendidikan yang besar pengaruhnya dalam perkembangan dunia pendidikan. Menurut Thorndike, dasar pembelajaran (basis of learning) adalah asosiasi (gabungan) antara kesan panca indera (sense imprension) dengan dorongan- dorongan untuk bertindak (impulses to action). Asosiasi yang demikian itu disebut pertalian atau koneksi (bond” or connection)” antara stimulus dan respon (S-R). Asosiasi atau bond atau koneksi itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan- kebiasaan bertingka laku. Prinsip yang demikian disebut pula Connectionism atau Bond Psycohlogy. Dalam eksperimen pertamanya Thorndike menggunakan seekor kucing sebagai subyeknya, kucing yang masih muda yang kebiasaan-kebiasaanya belum kaku, dibiarkan lapar; lalu dimasukan kedalam kurungan yang disebut “problem box”. Konstruksi pintu kurungan itu dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentukurungan akan terbuka dan kucing dapat keluar dan mencapai makanan (daging) yang ditempatkan diluar kurungan itu sebagai hadiah (reward) atau daya penarik kucing yang lapar itu. Pada usaha (trial) yang pertama kucing itu melakukan bermacam-macam gerakan yang kurang relevan bagi pemecahan masalahnya, seperti mencakar, menubruk dan sebagainya, sampai kemudian menyentuh tombol dan pintu terbuka. Percobaan yang sama seperti itu dilakukan secara berulang-ulang; pada usaha-usaha (trial) berikutnya ternyata waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu semakin singkat. Dalam

10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

. 10 BAB II TEORI BELAJAR A. Teori Belajar Behaviorisme Dalam teori Behaviorisme “belajar” adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah lainnya. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena la belum dapat menunjukkan pemahaman perilaku sebagai hasil belajar. Di bawah ini dijelaskan beberapa teori behaviorisme; 1. Teori Koneksionisme Teori ini dipelopori pertamakali oleh thorndike yang dipublikasikan dalam Animal Intelligence (1898). Thorndike adalah salah seorang tokoh dalam lapangan psikologi pendidikan yang besar pengaruhnya dalam perkembangan dunia pendidikan. Menurut Thorndike, dasar pembelajaran (basis of learning) adalah asosiasi (gabungan) antara kesan panca indera (sense imprension) dengan dorongan-dorongan untuk bertindak (impulses to action). Asosiasi yang demikian itu disebut pertalian atau koneksi (bond” or connection)” antara stimulus dan respon (S-R). Asosiasi atau bond atau koneksi itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan- kebiasaan bertingka laku. Prinsip yang demikian disebut pula Connectionism atau Bond Psycohlogy. Dalam eksperimen pertamanya Thorndike menggunakan seekor kucing sebagai subyeknya, kucing yang masih muda yang kebiasaan-kebiasaanya belum kaku, dibiarkan lapar; lalu dimasukan kedalam kurungan yang disebut “problem box”. Konstruksi pintu kurungan itu dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentukurungan akan terbuka dan kucing dapat keluar dan mencapai makanan (daging) yang ditempatkan diluar kurungan itu sebagai hadiah (reward) atau daya penarik kucing yang lapar itu. Pada usaha (trial) yang pertama kucing itu melakukan bermacam-macam gerakan yang kurang relevan bagi pemecahan masalahnya, seperti mencakar, menubruk dan sebagainya, sampai kemudian menyentuh tombol dan pintu terbuka. Percobaan yang sama seperti itu dilakukan secara berulang-ulang; pada usaha-usaha (trial) berikutnya ternyata waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu semakin singkat. Dalam

2. 11 percobaannya ini Thorndike memasukan masalah baru didalam belajar, yakni masalah dorongan (motivation), hadiah (ganjaran, reward) dan hukuman (punishment). Dari hasil percobaan tersebut, Thorndike menyimpulkan bahwa (1) adanya hadiah (reward), yang berupa makanan yang diletakan di luar kotak, membuat kucing terdorong untuk memberikan respon. (2) respon-respon yang ditampakan oleh hewan bersifat otomatis-mekanistik. (3) respon-respon yang dilakukan kucing (dan hewan-hewan yang lain) bukanlah merupakan hasil dari reasoning/penalaran, respon yang muncul lebih merupakan usaha yang bersifat coba-coba yang dilakukan oleh hewan. Dalam perkembangan eksperimennya Thorndike menyatakan bahwa bentuk kegiatan belajar, baik pada kehidupan hewan maupun kehidupan manusia, berlangsung menurut prinsip yang sama yaitu melalui pembentukan assosiasi anatara kesan panca indra dengan perbuatan. Selanjutnya bentuk belajar yang khas baik pada hewan maupun pada manusia itu disifatkan sebagai “trial and error learning” atau “learning by selecting and connecting” (belajar dengan proses memilih dan menghubungkan). Dalam situasi paradigmatis ini, learner (bisa berupa hewan atau manusia) dihadapkan pada situasi problematik yang harus dipecahkan agar bisa memperoleh tujuan yang diharapkan konsekuensinya. a) Hukum Belajar Thorndike Sedangkan proses belajar berlangsung sesuai dengan hukum kesiapan (Low of Readiness), Hukum latihan (Law of Exercise), dan Law of

Page 2: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

Efect (Hukum Pengaruh). 1. Low of Readiness Kesiapan disini merujuk pada keadaan-keadaan dimana pembelajar berkencenderungan untuk menerima atau menolak sesuatu dan mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasan. Menurut Thorndike, keadaan tersebut terdiri dari : - Keinginan yang kuat (strong desire) akan mendorong munculnya aksi, yang kemudian menghasilkan kepuasan; - Keinginan yang kuat mungkin juga akan memunculkan aksi/respon yang tidak sempurna, dan hasilnya nanti adalah ketidakpuasan; - Keinginan yang lemah akan memunculkan respon yang juga lemah (tidak sempurna) Hal di atas, menjelaskan bahwa kegiatan belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien apabila peserta didik tidak hanya menunjukan keinginan yang kuat akan tetapi telah harus memiliki kesiapan lebih awal; hukum ini menjelaskan bahwa materi hendaknya sesuai dengan kebutuhan belajar dan seseuai dengan cara-cara belajar yang dimiliki peserta didik, sehingga kegiatan belajar dapat menimbulkan kepuasan peserta didik;

3. 12 2. Low Of Exercises Hukum ini mengandung dua prinsip yaitu: Law of use : menyatakan bahwa koneksi S-R akan menjadi lebih kuat bila dipergunakan atau dimanfaatkan; ini bermakna hubungan antara kondisi dan tindakan dalam belajar akan menjadi bertambah kuat karena adanya pemanfaatan atau penggunaan sesuatu yang dipelajari melalui latihan. Law of disuse : menyatakan bahwa koneksi S-R akan menjadi lebih lemah bila tidak dipergunakan atau dimanfaatkan; artinya koneksi atau hubungan dan tindakan itu akan menjadi lemah atau terlupakan apabila tanpa adanya latihan atau dihentikan. Jadi hukum ini memberikan pembenaran terhadap pentingnya peserta didik untuk selalu mengulangi materi yang dipelajari. 3. Law of Effect Hukum ini berkaitan dengan kepuasan (satisfaction) dan ketidakpuasan (annoyence). Kepuasan ini diyakini karena adanya hadiah dan tidak memuaskan karena adanya hukuman. Efek atau akibat dari adanya reward dan punishment adalah tidak sama; reward (hadiah) mungkin akan menjadi stimulan yang lebih kuat yang mendorong seseorang melakukan aksi; sedangkan punishment juga mendorong atau menyebabkan aksi, tapi sekuat pengaruh efek reward. Contohnya, dalam belajar, adanya hadiah akan memberikan dorongan yang kuat bagi siswa untuk lebih banyak belajar. Sebaliknya, dalam kriminalitas, adanya hukuman atas suatu perbuatan, tidak cukup kuat untuk mencegah seseorang untuk tidak melakukan perbuatan tersebut; atau dengan kata lain, dalam kegiatan belajar jika senantiasa diikuti dengan pujian atau hadiah dapat memberikan hasil yang menyenangkan bagi peserta peserta didik, sehingga kegiatan itu cenderung akan diulangi dan dikembangkan oleh peserta didik, dan siswa yang lain juga terdorong untuk melakukan hal yang sama seperti peserta didik sebelumnya. Sebaliknya kegiatan belajar yang memberikan hasil yang tidak menyenangkan, seperti celaan dan hukuman, cenderung akan dihentikan atau dihindari oleh peserta didik. b) Konsep Dasar Perkembangan Teori Thorndike Dalam upaya untuk memperbaiki teorinya, Thorndike mengungkapkan beberapa konsep yang berkaitan dengan pembelajaran. Konsep-konsep tersebut secara singkat diuraikan sebagai berikut; 1. Belongingness Maksud dari belongingness ini adalah koneksi atau hubungan antara dua hal akan menjadi lebih kuat jika salah satu merasa memiliki yang lain, atau merasa sebagai satu kesatuan. Misalnya, jika hadiah atau hukuman dianggap sebagai satu kesatuan dengan stimulus-respons yang mendahuluinya, maka respon atau aksi yang dihasilkannya akan menjadi lebih kuat. Belongingness ini bersifat mekanistik.

4. 13 2. Associative Polarity Maksud dari konsep ini adalah hubungan S-R akan lebih dapat terwujud dalam alur yang urut, dari pada alur terbalik atau tidak sistematis. Misalnya, dalam belajar Statistik, siswa yang belum memiliki dasar alan lebih mudah memahami materi jika diajarkan secara urut/sistematis. Sebaliknya, jika materi tidak disampaikan dengan acak atau dari belakang kedepan, maka dapat dijamin bahwa siswa tersebut akan kesulitan dan kebingungan dalam memahami

Page 3: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

materi-materi yang disampaikan. 3. Stimulus Identifiability Maksudnya adalah situasi tertentu akan lebih mudah menghasilkan respon, jika situasi tersebut dapat diindentifikasi. Dengan konsep ini, Thorndike juga ingin mengatakan bahwa stimulus yang berbeda akan menghasilkan respon yang berbeda. Ia juga secara tidak langsung telah memperkenalkan salah satu metode belajar yang dikenal dengan perceptual learning. 4. Teori Classical Conditioning Tokoh teori ini bernama Ivan Petrovic Pavlov (1849-1936) seorang ahli fisiologi dari Rusia, teori ini sangat terkenal dan berpengaruh di Uni Soviet karena didalamnya terdapat konsep “condition reflex”. Menurutnya melalui proses pengkondisian klasik, manusia dan binatang dapat belajar merespon secara otomatis terhadap sitimuls yang sama sekali tidak punyak efek atau yang berbeda atasnya. Eksperimen klasik Pavlov dimulai dengan melakukan pengamatan pada seekor anjing yang diberi makanan berupa daging, sehingga anjing akan mengeluarkan air liurnya. Langkah-langkah eksperiman Pavlov sebagai berikut; 1). Jika daging diletakan didekat seekor anjing yang lapar, anjing mengeluarkan air liur; ini menunjukan daging telah menimbulkan rangsangan pada anjing sehingga secara spontan anjing tersebut mengeluarkan air liur (Saliva); 2). Berikutnya, daging diganti dengan bel. Lalu bel tersebut dibunyikan berulangkali namun anjing tersbut tidak mengeluarkan air liur; 3). Bel didekatkan pada daging, lalu bel tersebut dibunyikan berulang kali dan rupanya anjing mengeluarkan air liurnya; latihan ini dilakukan terus menerus dan anjing tetap melakukan respon yang sama dari sebelumnya; 4). Bel dibunyikan tanpa ada daging didekatnya dan hasilnya sangat mengejutkan bahwa anjing tersebut mengeluarkan air liur, meskipun dilakukan berulang-ulang. Sebagai catatan Pertama, dalam eksperimen di atas (sebelum Pengkodisian); menunjukan bahwa makanan (daging) disebut Unconditional Stimulus (US) sebab menyebabkan peliuran otomatically. Sedangkan peliuran itu sendiri disebut unconditional

5. 14 response (UR) sebab terjadi secara otomatis pula. Hubungan alamiah antara makanan dan peliuran tidak ada proses belajar yang mendahului atau conditioning. Bunyi lonceng/bel awal disebut neutral stimulus (NS) sebab tidak mengangkibatkan response. Sebagai Catatan Kedua, Pengkodisian; dengan menggunakan tiga elemen yakni makanan, peliuran dan bel/lonceng; Pavlov mengkondisikan peliuran dapat terjadi setelan bunyi lonceng yang diikuti dengan pemberian makanan. Dan berikutnya terjadi peliuran dengan hanya bunyi bel tanpa makanan. Dengan demikian bunyi bel menjadi conditioned stimulus (CS) dan peliuran merupakan conditioned response (CR). Hasil eksperimen tersebut di atas, terkonversi kedalam dunia pendidikan yakni; 1). Belajar bisa berjalan dengan baik, bila kita menghubungkan hal-hal yang positif dan menyenangkan bagi peserta didik; 2). Memberikan dorongan bagi diri peserta didik agar mau melakukan hal-hal yang tidak disenanginya secara sukarela; dalam artian membiasakan siswa yang pemalu dalam kerja kelompok; 3). Memfasilitasi siswa yang memiliki kemampuan rendah agar belajar mandiri; berani melakukan penyajian lisan baik secara individu maupun kelompok; 4). Bantulah siswa membedakan kondisi yang mungkin membuat tingka laku yang pantas dan tidak. 5. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikkan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif Respons atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik adalah: 1. Menentukan tujuan pembelajaran 2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal (entry

Page 4: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

behavior) siswa. 3. Menentukan materi pelajaran. 4. Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik, dsb. 5. Menyajikan materi pelajaran.

6. 15 6. Memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas. 7. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa. 8. Memberikan penguatan/reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman. 9. Memberikan stimulus baru: 10. Mengamati dan mengkaji respons yang yang diberikan siswa. 11. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman. 12. Evaluasi hasil belajar.

7. 16 B. TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN 1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual, Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan rnakna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti, "Tahap-tahap perkembangan" dikemukakan oleh J. Piaget, Advance organizer dari Ausubel, Pemahaman konsep dari Bruner, Hirarkhi belajar dari Gagne, Webteaching dari Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan lebih rinci beberapa pandangan mereka. a). Teori Perkembangan Piaget Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik. Artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubunban dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.

8. 17 Proses adaptasi mernpunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekararg, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka

Page 5: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyainya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitifnya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi. Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitiff atau suatu ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses ini akan mempengaruhi struktur kognitif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau menyatukan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkam proses equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh, seorang anak sudah memahami prinsip pengurangan. Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang sudah dikuasainya, dengan prinsip pembagian (informasi baru). lnilah yang disebut proses asimilasi. Jika anak tersebut diberikan soal-soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya, anak tersebut sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalarn dirinya, maka diperlukan proses penyeimbangan. Proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut equilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur (disorganized). Hal ini misalnya tampak pada caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, tidak logis, dan sebagainya. Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur kognitif. Sebagaimana dijelaskan di atas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan terrtentu. Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya.

9. 18 b). Teori Belajar Menurut Bruner Jerome Bruner (1966) adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut: 1. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan. 2. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis. 3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. 4. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya. 5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain. 6. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalarn berbagai situasi. Dalam mernandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang, Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika Piaget. menyatakan bahwa perkembangan

Page 6: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolic. 1) Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

10. 19 2) Tahap ikonik, seseorang memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambar- gambar dan visualisasi verbal Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (Komparasi). 3) Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalarn berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Semakin matang seseorang dalarn proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar. Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara mengurutkan rnateri pelajaran mulai dari mengajarkan meteri secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalarn cakupan yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang dikemukakannya dalarn model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dargan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar. c). Teori Belajar Bermakna Ausubel Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang di[pelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Struktur kognitif merpakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Dikatakan bahwa pengetahuan diorganisasi dalam ingatan seseorang dalam stniktur hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit. Demikian juga pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang, akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.

11. 20 2. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalarn merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik seperti yang dilakukan dalam pendekatan behaviristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa sccara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka

Page 7: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

mengalami perkembangan kognitif melalui talrap-tahap tertentu. 2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, tetutama jika menggunakan benda-benda kongkrit. 3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. 4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengara struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar. 5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks. 6. Belajar memahami akan febih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa. 7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatiakan, karena faktor sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya. Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memiiiliki pandangan yang sama mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piaget, dengan mengaktifkan siswa secara optima! maka proses asimilasi dari pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu, lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri aktivitas menernukan (discovery). Cara demikian akan mengarahkan siswa bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan. Berbeda dengan Ausubel lebih mementingkan struktur disiplin ilmu. Dalam proses belajar lebih menekankan pada cara berfikir deduktif.

12. 21 C. TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN 1. Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleln teori- teori belajar lainnya. Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau "Meaningful learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi daa keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanistik berpndapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisaai diri orang yang belajar, secara optimal. a). Pandangan Kolb terhadap Belajar. Kolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu: a) Tahap pengalaman konkrit, b) Tahap pengamatan aktif dan reflektif, c) Tahap konseptualisasi, dan d) Tahap eksperimentasi aktif. 1. Tahap pengalaman konkrit Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat

Page 8: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

menceriterakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari peristiwa tersebut. 2). Tahap pengamatan aktif dan retlektif Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara akatif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan- pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa itu mesti terjadi.

13. 22 3. Tahap konseptualisasi Tahap ke tiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berfikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan urnum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. 4. Tahap eksperimentasi aktif. Tahap terakhir dari peristiwa belajar adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Yada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. b). Pandangan Honey dan Mumford terhadap Belajar. Menurut Habermas, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam maupun lingkuagan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Dengan pandangannya yang demikian, ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu; 1) belajar teknis( technical learning), 2) belajar praktis ( practical learning), dan 3) belajar emansipatoris (emansipatoris learning). 1. Belajar Teknis (technical learning) Yang dimaksud belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan ketrampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik. 2. Beiajar Praktis (practical learning) Yang dimaksud belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya, dengan baik. Kegiatan belajar lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antara sesama manusia. Pemahaman dan ketrarnpilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kegentingan manusia pada umumnya. Interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tanpak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.

14. 23 3. Belajar Emansipatoris (emancipator learning). Belajar emansipatoris menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya pembahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk merdukung terjadinya tarnsformasi kultural tersebut. Pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural inilah yang oleh Habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi. 2. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Mesikupun teori hurnanistik ini rnasih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional,

Page 9: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

namun sumbangan teori ini sangat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu meraka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut. Dalam praktektiya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk bafikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa agar aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu, walauprm secara eksplisit belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, paling tidak dapat dirumuskan langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut: 1. menentukan tujuan-tujuan pembelajaran. 2. Menentukan materi pelajaran. 3. identifikasi kernampuan awal (entry behaviour) siswa. 4. identifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar. 5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran. 6. Membimbing siswa belajar secara aktif. 7. Membimbing siswa untuk memahami hakekat makna dari pengalaman belajarnya. 8. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya. 9. Membimbing siswa dalam rnengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata. 10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Recommended

More from User

Teori belajar dan pembelajaran jenis belajar, prinsip belajar, dan asas pembela……

STAIN CURUP

14,949

Macam macam teori pembelajaran

Dei Al-faroby

24,641

Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran Bab I Belajar dan Pembelajaran

-Nining Syafitri

844

Teori belajar dan aplikasinya

Page 10: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

Dedi Yulianto

10,832

Teori belajar dan pembelajaran

Dei Al-faroby

1,093

Konsep belajar dan pembelajaran

Tarbiya Faculty of Islamic State University at Jakarta

16,891

Hakikat belajar dan hakikat pembelajaran

memochika

797

Faktor faktor yang memengaruhi belajar

Winda010293

10,811

Teori belajar-behavioristik-penerapannya-dalam-pembelajaran

حمزه روحايز

10,305

Tugas belajar dan pembelajaran

Nur Khairiah

12,927

Page 11: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

MATERI 3 - Prinsip-Prinsip Belajar dan Asas-Asas Pembelajaran

STKIP Bina Bangsa Getsempena

8,320

Soal dan Kunci Jawaban Evaluasi Pembelajaran

Andy Saputra

11,617

Prinsip prinsip belajar

Hery Sulistiowati

9,625

Macam macam teori belajar

Dei Al-faroby

9,900

Hakikat belajar dan pembelajaran ppt

Fiqran Haruna

543

Makalah teori pembelajaran

Arif Wicaksono

17,754

Makalah faktor faktor yang mempengaruhi belajar (kelompok 10)

Winda010293

12,286

Page 12: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

Makalah belajar pembelajaran

Naa Sadjo

2,576

teori belajar behavioristik

Febrian Sururi

18,353

Teori belajar dan pembelajaran

Iyus Jatikusumah

8,731

Teori pembelajaran dan dinamika kelompok dalam pelatihan

Bun Faris

1,664

Prinsip prinsip belajar

heri sulistiowati

12,715

MATERI 4 - Prinsip-Prinsip Belajar dan Model Pembelajaran

STKIP Bina Bangsa Getsempena

5,792

Prinsip prinsip belajar teori pembelajaran

heri sulistiowati

Page 13: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

3,508

Teori Belajar dan Pembelajaran (14) -model pembelajaran

jayamartha

11,731

Hakikat Pembelajaran

Shinta Alya

1,025

Pengertian perencanaan pendidikan

Lhya Baha

6,074

Hakikat belajar dan pembelajaran

Bedoe Gates

679

Macam teori belajar

Susila Hartono

12,527

TEORI BEHAVIORISME

Amelia Jaminkhiri

76,023

Makalah Teori pembelajaran Ausuble, Gagne dan Bandura

Page 14: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

Nailul Hasibuan

5,165

Hakekat pembelajaran

Ismi Kamaliyah

2,404

Konsep belajar yang baik

PLo PLorina Yulinda

7,457

Teori kognitif dalam pembelajaran

Retno Wahyuningsih

25,151

Implikasi Teori Behavioris dalam Pengajaran & Pembelajaran

Noorezayu Mohd Said

20,257

Motivasi Belajar Ppt

desips_1012

10,036

Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar Siswa

Melda Amelia

5,919

Page 15: 10 BAB II TEORI BELAJAR A.docx

TEORI KOGNITIVISME

Fauziah Nofrizal

3,427

Teori pembelajaran

Eyzan Rashid

4,359

Teori teori pembelajaran dan pengajaran

Sulaiman Shahadan

11,578