177

10tahunbr

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 10tahunbr
Page 2: 10tahunbr

i

10 tahun Kerjasama Pemerintah- Swasta (KPS)Air Minum di DKI Jakarta

(1998-2008)

Page 3: 10tahunbr

i i

Kutipan Pasal 44 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Republik Indonesiatentang HAK CIPTA:

Tentang Sanksi Pelanggaran Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentangHAK CIPTA, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun1987 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1997, bahwa:

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan ataumemperbanyak suatu ciptaan atau memberik izin untuk itu, dipidanadengan pidana penjara paling lama t (tujuh) tahun dan/atau dendapaling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau baranghasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ataudendan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Page 4: 10tahunbr

iii

10 tahun Kerjasama Pemerintah- Swasta (KPS)Air Minum di DKI Jakarta

(1998-2008)

Achmad LantiRiant Nugroho

Firdaus AliAgus KretartoAndi Zulfikar

Page 5: 10tahunbr

iv

10 tahun Kerjasama Pemerintah- Swasta (KPS) Air Minumdi DKI Jakarta (1998-2008)Oleh: Achmad Lanti, Riant Nugroho, Firdaus Ali, AgusKretarto, Andi Zulfikar© 2008 Badan Regulator PAM JakartaHak Cipta dilindungi oleh Undang-UndangDiterbitkan pertama kali oleh:Badan Regulator PAM Jakarta

ISBN: 978-979-16315-1-8

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkansebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dariPenerbit.

Dicetak oleh Percetakan CV Subur Makmur, JakartaIsi di luar tanggung jawab percetakan.

Page 6: 10tahunbr

v

Tim Penyusun

Ir.Achmad Lanti,M.EngDr.Riant Nugroho,M.SiIr.Firdaus Ali,M.Sc,PhDAgus Kretarto, Ak,MM

Andi Zulfikar,SHMohammad Romadhoni,MDP

Ir.Alizar Anwar,M.ScDjenal Asikin SalehSubiyantoro D,SHCipta Aditya,STIr.Jaya Saputra

Drs.Rizafsyah Taufik, AkRusdiati Utami,SH

Patmi Rita Andayani,SEBirowo Winu Aji,SE,Ak

Didik Sabudi, AkKemas MF.Azhari,SEMarsha Kamila,SE

Page 7: 10tahunbr

vi

“SEKAPUR SIRIH”

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt, karenaatas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya kami berlima, AchmadLanti, Riant Nugroho, Firdaus Ali, Agus Kretarto dan Andi Zulfikar,telah menunaikan tugas sebagai Ketua dan Anggota BadanRegulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta periode 2005-2008.

Pekerjaan di BR, demikian biasanya organisasi kami dipanggildan dikenal publik, jauh dari kata ringan. Tugas BR adalahmembangun Good Governance atau tata kelola yang baik,artinya semua pihak melakukan semua hal sesuai dengan tugasdan kewajibannya. Penyelenggara pelayanan berkewajibanmemproduksi air dan mendistribusikan air bersih/minum PAMdengan tiga kriteria dasar 3K : Kualitas, Kuantitas, danKontinyuitas secara berhasil guna dan berdaya guna, sedangkanPelanggan berkewajiban menjaga infrastruktur PAM danmembayar tagihan pemakaian PAM-nya tepat waktu, termasukmemberikan masukan obyektif tentang mutu pelayanan yangditerima. Sementara itu, PAM JAYA diharapkan dapat senantiasameningkatkan kinerja pengawasannya terhadap pelaksanaanPerjanjian Kerjasama, sehingga memberikan hasil yang palingoptimal. Pemerintah Provinsi menetapkan tarif PAM yang wajar,dalam arti memberi ruang kepada perusahaan untuk berkinerjadan mendapatkan keuntungan yang wajar, tetapi masih dalamrentang yang terjangkau oleh masyarakat. LSM berkewajibanmengawasi dan memberikan respon konstruktif jika adakekurangan, dan seterusnya dan seterusnya.

Page 8: 10tahunbr

vii

Ternyata tugas yang “sederhana” ini jauh dari kata “Mudah”.Kerjasama Pemerintah – Swasta (KPS) Air Minum di DKI Jakartadibangun di atas “pondasi” yang ambigu. PKS yang sulitdikatakan “fair” baik untuk masyarakat, PAM, Mitra Swasta,bahkan juga bagi Pemprov. BR seakan berda di tengah himpitankebijakan yang ambigu dan terbelenggu di masa lalu.

Ada yang mengatakan, pengalaman KPS Jakarta adalah “guru”yang pahit, di mana suatu kerjasama kemitraan pemerintahswasta yang seharusnya berjalan di atas kaidah-kaidah yangwajar, menjadi kaidah-kaidah yang serba politis, kurang wajar,dan seterusnya.

Namun prinsip kerja BR, sebagaimana diamanatkan GubernurSutiyoso pada saat pengangkatan, adalah bekerja secaraprofesional, independen, adil, dan bertanggungjawab, sertaberfikir problem solving. Karena itu kendala yang ada disikapidengan argumen : “bagaimana menyelesaikan dengan baik”.Argumen ini menjadi tidak mudah karena “baik bagi yangsatu” seringkali “tidak baik bagi yang lain”. Judgement bagiBR berkembang dari sekedar technical judgement menjadistrategically judgement.

Kerjasama PKS perlu untuk terus berjalan. Jika ada pihak yangtidak sesuai terhadap kewajibannya, ditegur, bahkan dalamkonteks tertentu “ditekan”, tanpa kecuali. Tidak jarang,karena keinginan menjaga integritas dari amanat yangdiberikan, BR acapkali tidak disukai kehadirannya. Bahkanada yang dengan tegas meminta agar “BR dibubarkan saja”.Tetapi, dengan kekuatan, dan ketulusan, kami mengemukakanhal yang sebenarnya, yang senyatanya. Kesalahan-fahamanusai dengan segera.Dalam pekerjaannya pun BR melakukan karya lebih dari tugasyang diberikan. Pada saat ini BR bahkan telah mengembangkan

Page 9: 10tahunbr

viii

konsep Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) yang mampumengatasi puncak banjir, sebagian kemacetan lalu lintas,memperbaiki sanitasi lingkungan di central zone dan mendaurulang air limbah menjadi air bersih, serta menghasilkan energilistrik, dan pupuk organik. BR juga mengembangkan konsepwater security dengan konsep utama pembangunan InstalasiPenjernihan Air (IPA) di Jatiluhur, untuk kemudian di alirkanke Jakarta dalam pola “Pipa Tertutup”, dan masuk ke Jakartasebagai tambahan pasokan air minum. Kedua konsep ini telahdi sampaikan dan diterima oleh masyarakat, investor,Pemprov DKI Jakarta, Departemen PU, hingga Wakil Presiden.Kesemuanya dilakukan untuk membangun sebuah dukunganstrategis bagi ketersediaan air bersih dalam system perpipaanJakarta masa depan. Isu ini kami nilai sangat penting, karenatahun 2015 Indonesia akan dinilai tingkat pencapaian MDG(Millenium Development Goal) nya, sekaligus pada saat ituorganisasi ASEAN akan menjadi ASEAN COMMUNITY (AC).Tanpa pasokan air perpipaan yang memadai, maka Jakartaakan sulit menjadi salah satu prominent hub bagi AC.

Di luar itu, sepanjang 3 tahun penuh, kami memberikanpengabdian dalam tugas-tugas ke-BR-an. Kinerja selama 3tahun inilah yang kami kodifikasikan sebagai knowledgemanagement bagi siapa pun yang hendak mempelajarikerjasama pemerintah swasta dalam kerjasama air bersih/minum di Jakarta. Bahkan, karena tahun ini tepat 10 tahunkerjasama, maka buku ini mencakup deskripsi dan evaluasiselama 10 tahun. Ada banyak keberhasilan, namun masihbanyak agenda yang tertinggal.

Sebagai sebuah produk, buku ini masih memiliki sejumlahkekurangan, bahkan dimungkinkan ada data atau informasiyang belum lengkap. Karena itu, kami mohon dukungan, saran,dan kritik atas kekurangan kami.

Page 10: 10tahunbr

ix

Akhir kata, kami menyampaikan ucapan terima kasih yangsebesar-besarnya kepada Bapak Menteri Pekerjaan Umum yangberkenan memberikan Kata Pengantar pada buku ini, sekaligusmenjadi mentor bagi kami dalam melaksanakan tugas. Terimakasih kepada Bapak Gubernur Provinsi DKI Jakarta, baikkepada Bapak Sutiyoso, dan Bapak Fauzi Bowo, GubernurProvinsi DKI Jakarta 2008-2013, yang telah memberikan arahandan kepercayaan yang tinggi kepada BR, sehingga kami dapatmelaksanakan tugas dengan penuh dedikasi kepada setiappihak. Secara khusus, kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Gubernur Fauzi Bowo, yang berkenanmemberikan Kata Pengantar pada buku ini.

Terima kasih kepada Bapak Ketua dan Anggota DPRD DKIJakarta, yang senantiasa dengan kritis mengawasi BR. Kritisipara Anggota Dewan yang kami hormati, sangat membantukami agar senantiasa dapat menjaga kehormatan publik yangdiberikan kepada institusi BR.

Terima kasih kepada seluruh jajaran Pemerintah Provinsi DKIJakarta, Bapak Wakil Gubernur, Bapak SEKDA, Bapak/IbuAsisten SEKDA, Bapak Ketua BPMPKUD dan pihak pihak yangtidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Terima kasih kepada Direksi dan Dewan Pengawas PAM JAYA,Direksi dan Komisaris PT. PALYJA , Direksi dan Komisaris PT .AETRA (d/h TPJ), atas kerjasama yang baik selama ini.

Terima kasih kepada seluruh rekan Ketua dan seluruh AnggotaKomite Pelanggan Air Minum (KPAM), kepada seluruh mitra kerjadi Forum Komunikasi Pelanggan Air Minum (FKPM), khususnyaYLKI, FORKAMI, dan rekan-rekan LSM lainnya, atas kerjasamadan kritisi yang membangun yang diberikan selama ini.

Page 11: 10tahunbr

x

Terima kasih kepada seluruh Tim BR yang berada di balikpenyusunan buku ini, Mohammad Romadhoni, Alizar Anwar,Asikin Saleh, Subiyantoro, Cipta Aditya, Jaya Saputra,Rizafsyah Taufik, Rusdiati Utami, Patmi Rita Andayani, DidikSabudi, Kemas Azhari, Birowo Winu Aji dan Marsha Kamila.

Akhirnya, terima kasih yang tertinggi kami sampaikan kepadaseluruh pelanggan PAM, yang dengan senantiasamengharapkan peningkatan yang lebih baik dari pelayananair PAM Jakarta. Dengan dukungan Anda semua, Insya Allah,pelayanan air PAM Jakarta akan semakin baik, dan terussemakin baik.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, April 2008

Achmad LantiRiant NugrohoFirdaus AliAgus KretartoAndi Zulfikar

Page 12: 10tahunbr

xi

Daftar Isi

Sekapur Sirih vi

Kata Pengantar Gubernur DKI Jakarta xii

Kata Pengantar Menteri PU xiv

Bab 1:

Pendahuluan 1

Bab 2:

Peran Swasta Dalam Pelayanan Dasar

Privatisasi Dan Kerjasama Pemerintah-Swasta

(KPS) 7

Bab 3:

Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS

Dibidang Air Minum DKI Jakarta 44

Bab 4:

Badan Regulator 73

Bab 5:

Kinerja Pelayanan Pasca PKS 116

Bab 6:

Penutup :

Pembelajaran Dari KPS Air Minum

DKI Jakarta 147

Daftar Pustaka 159

Page 13: 10tahunbr

xii

KATA PENGANTAR

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA

Tahun 2015, sebagai Ibukota Negara, Jakarta diharapkanmenjadi etalase Indonesia dalam pencapaian MilleniumDevelopment Goals, di antaranya dalam hal kesehatan airminum dan sanitasi. Namun demikian, untuk mewujudkanhal tersebut begitu banyak agenda yang harus diselesaikanoleh Jakarta. Pada tahun tersebut, saya harapkan 80% dariseluruh populasi rumah tangga dan kegiatan di Jakarta dilayanimelalui air bersih perpipaan. Untuk itulah kita memerlukanpelayanan PAM yang prima.

Badan Regulator PAM DKI Jakarta, adalah sebuah lembagaindependen yang bekerja untuk Pemerintah Provinsi DKIJakarta, untuk menjaga keseimbangan hak dan kewajiban darisetiap pihak yang terkait di dalamnya, yaitu Pemprov, PAM,Mitra Swasta, Pelanggan, dan Publik. Saya mendukung danmenyambut baik gagasan Badan Regulator untukmendokumentasikan 10 tahun perjalanan kerjasamapemerintah-swasta tersebut dalam sebuah buku yang secarakomprehensif menyajikan lesson learned upaya strategisPemprov DKI Jakarta mewujudkan pelayanan PAM terbaik.

Melalui buku ini kita dapat melihat bahwa upaya-upayaperbaikan terus dilakukan. Hal ini tentu saja membutuhkankerja sama antara Badan Regulator PAM DKI Jakarta, PAM Jaya,operator mitra swasta (TPJ dan Palyja), lembaga berbasismasyarakat serta juga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Page 14: 10tahunbr

xiii

Ke depan saya mengajak agar seluruh pelaku pelayanan airminum di DKI Jakarta, berupaya sekuat tenaga untukmeningkatkan kualitas pelayanan air minum perpipaan diJakarta sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

Buku yang disusun oleh Badan Regulator ini dapat menjadisalah satu referensi untuk menyusun strategi pengembanganpelayanan air PAM Jakarta dan daerah-daerah lain, hari inidan ke depan.

Saya menyampaikan selamat atas diterbitkannya buku denganjudul “Sepuluh Tahun Kerjasama Pemerintah- Swasta (KPS)Air Minum di DKI Jakarta (1998-2008)” ini. PengalamanKerjasama KPS air minum di DKI Jakarta yang dikodifikasikandi sini akan memberikan manfaat bagi setiap mereka yanghendak memahami tentang KPS di sektor air minum, termasukjika hendak mengembangkan KPS di masa-masa mendatang.Semoga buku ini bermanfaat.

Jakarta, April 2008

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

FAUZI BOWO

Page 15: 10tahunbr

xiv

KATA PENGANTAR

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIKINDONESIA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atasrahmat dan karunia-Nya kita diberikan kesehatan untuk dapatterus mengabdi kepada negara dan bangsa.

Kami menyambut baik dan mengucapkan selamat kepadaBadan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta atasterbitnya buku “Sepuluh Tahun Kerjasama Pemerintah-Swastapada Pelayanan Air Minum di DKI Jakarta.”

Buku ini mempunyai materi yang penting, yaitu merangkumdokumentasi dan pengalaman dalam pelayanan air minum diDKI Jakarta yang diselenggarakan khususnya melalui PolaKerjasama Pemerintah dan Swasta. Kerjasama Pemerintah danSwasta dalam penyediaan dan pelayanan air minum di DKIJakarta ini telah berlangsung sejak tahun 1998, terutamaditujukan untuk memperluas jangkauan pelayanan air minum,meningkatkan efisiensi pelayanan air minum, dan mancapaikemandirian dalam pengelolaan air minum di DKI Jakarta.

Kerjasama Pemerintah dan Swasta seperti ini bermanfaat untukmengurangi beban pendanaan Pemerintah dalam pembangunandan pengembangan sistem penyediaan air minum. Selain itu,kerjasama seperti ini juga bermanfaat bagi pihak swasta,karena dapat memberikan keuntungan, tanpa harusmengabaikan kepentingan pelanggan dan konsumen air

Page 16: 10tahunbr

xv

minum. Pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta seperti inijuga dapat mempercepat pembangunan infrastruktur yangmendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkankesejahteraan masyarakat.

Kami harapkan buku yang diterbitkan Badan RegulatorPelayanan Air Minum DKI Jakarta ini dapat memberikankontribusi positif dalam rangka meningkatkan pelayanan airminum perpipaan yang lebih baik. Diharapkan juga, buku inidapat membantu dalam penanganan permasalahan dantantangan pengelolaan air minum yang menyeluruh, sejaktahap pengadaan air baku hingga tahap pengelolaan danpengendalian pelayanan air minum kepada masyarakatkonsumen. Dokumentasi pengalaman kerjasama Pemerintahdan Swasta di DKI Jakarta dalam pelayanan air minum inidiharapkan juga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi PDAMlainnya di Indonesia, khususnya dalam rangka mengatasikebocoran air minum yang masih tinggi, cakupan pelayananair minum yang masih rendah, kualitas air yang belumsempurna, dan keterjangkauan (affordability) masyarakat yangmasih terbatas.

Semoga penerbitan buku ini dapat bermanfaat untuk semuapihak dalam rangka meningkatkan Kerjasama Pemerintah danSwasta dalam pelayanan air minum di Indonesia.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, April 2008MENTERI PEKERJAAN UMUMREPUBLIK INDONESIA

DJOKO KIRMANTO

Page 17: 10tahunbr

1

PENDAHULUAN

1

Tahun 2015 ASEAN Community akan diimplementasikan.Kawasan Asia Tenggara akan menyatukan diri secara ekonomidalam sebuah integrasi yang mendekati European Community.Sebuah era di mana batas-batas ASEAN secara politik tidaksekuat hari ini lagi. Pada tahun itu, Jakarta diharapkan untukmenjadi prominent hub dari ASEAN Community, bersamadengan Singapura dan Kuala Lumpur. Tantangan ini menjadigenting, karena jika Jakarta terlambat menjadi prominenthub, maka poisisi tersebut dapat diambil alih oleh Bandar SeriBegawan, Bangkok, Manila, bahkan Johor Baru. Pilihan bagiJakarta hanya dua: the prominent hub atau the laggard.

Jakarta memang telah mencanangkan diri sebagai Service Citykelas dunia. Bahkan Jakarta akan mengembangkan diri dariMetropolitan menjadi A World Class Megapolitan (Sutiyoso,2007). Sebuah visi yang sangat relevan dan berpotensi untukdiraih oleh Jakarta. Untuk menjadikan dirinya seperti kondisiyang diharapkan, ternyata tidak mudah. Masalah terbesarJakarta ada tiga, yaitu implementasi pertumbuhan kota yangberbeda dengan rancangan tata kota. Bahkan, dalam banyakkasus, perkembangan kota berada di depan rancangan tata

Page 18: 10tahunbr

2

kota, sehingga yang terjadi adalah keruwetan kota, denganimpak keruwetan tata kesibukan kota, dan selanjutnyamemunculkan keruwetan transportasi kota dengan fakta yangpaling menyolok adalah kemacetan, munculnya banjir secaramassif, terutama pada musim hujan, dan menurunnya kualitasdari humanitas kota.

Masalah ke dua terbesar bagi Jakarta adalah populasi yangberkembang dengan pertumbuhan yang berada di luarantisipasi dari Jakarta. Hari ini Jakarta diperkirakanmempunyai populasi resmi sekitar 8,7 juta jiwa. Populasi riilmencapai 12 juta pada waktu siang, karena banyak pekerjakomuter yang tinggal di sekitar Jakarta, dan mencapai 10juta pada waktu malam hari.

Masalah ke tiga adalah air bersih. Sulit dibayangkan sebuahkota yang akan menjadi prominent hub bagi ASEAN Community,tanpa dukungan sistem penyediaan air minum perpipaan yangprima. Dan, isu ke tiga inilah yang menjadi tema dari buku ini.

Air Bersih, Air Minum

Pada tahun 1997, Pemerintah mulai melihat bahwa pelayananPAM yang dikelola oleh perusahaan daerah, yaitu PD PAMJakarta Raya (PAM Jaya), mengalami tantangan yang luarbiasa. Amatan pada saat itu adalah bahwa kondisi finansialdari perusahaan yang kurang memadai untuk mendapatkandukungan dari sektor perbankan untuk memperluas jaringanpelayanannya di satu sisi, dan di sisi lain terjadi kebutuhanuntuk meningkatkan pelayanan secara kualitas dan kuantitas,khususnya cakupan pelanggan atau pelayanan. Pemerintahpada saat itu memilih kebijakan untuk mengundang mitraswasta untuk memegang konsesi pelayanan PAM dariperusahaan daerah untuk kurun waktu tertentu, dengan

Page 19: 10tahunbr

3

harapan agar pelayanan itu menjadi terdongkrak dengancepat. Sejumlah lembaga dunia mendukung pemikiran ini,salah satunya adalah Bank Dunia, yang kebetulan pada saatitu sedang mempromosikan kebijakan privatisasi perusahaan-perusahaan negara di negara-negara berkembang.

Untuk itu, diundang dua pelaku bisnis swasta terbesar di duniapelayanan air minum dunia, yaitu Lyonnaise des Eaux(sekarang Suez Environment) dari Perancis. dan Thames WaterInternational dari Inggris. Diharapkan kedatangan keduanyaakan mendorong pelayanan PAM di Jakarta meningkat, sepertiyang diharapkan oleh Pemerintah, khususnya PemerintahProvinsi Jakarta.

Masalahnya menjadi lain, ketika selama 10 tahun kerja sama,1998-2008, walaupun kinerja pelayanan PAM mengalamiperbaikan, tetapi belum mencapai kriteria “seperti yangdiharapkan”, paling tidak seperti yang tertulis pada kontrakkerja sama.

Pertanyaan besarnya adalah: Mengapa? Apa faktorpenyebabnya? Pertanyaan ini diangkat tidak dengan tujuanmencari yang salah, namun untuk menemukan faktor-faktorstrategis yang akan me-leverage pelayanan air PAM Jakarta,dalam rangka mempersiapkan diri untuk masuk tahun 2015,ke era ASEAN Community, sekaligus era di mana MilleniumDevelopment Goals dari PBB dicapai oleh seluruh bangsa didunia. Dan, juga memberikan pembelajaran (lesson learned)bagi pelaku dan pihak yang berkepentingan melakukan kerjasama pemerintah – swasta (KPS) dengan PAM, khususnyaPemda di seluruh Indonesia. Untuk itu, kita akan memulaidari fakta pelayanan air PAM Jakarta dan prosesi historis kerjasama pemerintah – swasta PAM Jakarta.

Page 20: 10tahunbr

4

Air PAM Jakarta

Air bersih merupakan kebutuhan yang amat vital bagimasyarakat Indonesia, jauh lebih penting dari sekedarkebutuhan dasar, ketersediaan air bersih diasosiasikan denganpemenuhan hak asasi yakni hak untuk hidup sehat. Kebutuhanair minum setiap orang bervariasi dari 60 liter hingga 175liter per hari. Maka secara keseluruhan jika tercatat jumlahpenduduk di DKI Jakarta adalah 8.699.600 orang, maka palingtidak mesti dipasok air bersih sejumlah 521.976. sampaidengan 1.522.430 m3/ hari.Hal ini belum termasuk kebutuhanair bersih untuk kebutuhan komersial (industri, perkantoran,hotel) yang diperkirakan 33 % dari kebutuhan di atas.Kebutuhan ini juga belum termasuk para pelaju yang tinggaldi sekitar Jakarta seperti Bogor, Tangerang dan Depok yangsehari–hari bekerja di Jakarta.

Kenyataan juga menunjukan bahwa kondisi permintaan(demand) air bersih akan terus meningkat dari tahun ke tahun,baik dari sisi kuantitas – karena pertumbuhan jumlah pendudukJakarta dan skala aktivitas ekonomi yang demikian besar,maupun dari sisi kualitas – karena konsumen yang lebih kritisdan aktivitas perkotaan yang bertambah kompleks. Dalammerespons hal ini tentunya peningkatan kapasitas institusiyang terkait menjadi sangat mendesak. Jika tidak gap yangada menjadi semakin besar dan tentunya akan menjadipenghambat kemajuan ekonomi, penurunan kualitas hidupmasyarakat- terutama mereka yang berpenghasilan rendah,serta bisa berpengaruh terhadap domain sosial masyarakat,seperti misalnya pergolakan sosial.

Permasalahan–permasalahan kunci penyediaan air bersih diJakarta terutama dalam hal kinerja pelayanan air bersih yangtidak memadai, keterbatasan sumberdaya finansial, cakupan

Page 21: 10tahunbr

5

pelayanan yang sangat rendah, serta tingkat kehilangan air yangsangat tinggi. Ditambah lagi permasalahan aksesibilitas air bersihbagi penduduk miskin perkotaan. Mereka harus membayar airbersih dengan proporsi yang tinggi dari keseluruhan pendapatanmereka. Terlebih ketika mereka mesti membayar melalui penjajaair (Badan Regulator Air Minum, 2007).

Berangkat dari kenyataan di masa lalu bahwa tingkat pelayananpublik dan kondisi infrastruktur pelayanan air yang masih jauhdari memadai. Pada tahun 1996 cakupan area pelayanan hanyalah41%, tingkat Non Revenue Water (NRW) mencapai sekitar 57%.Kondisi sisi pasokan (supply side) ini jelas mencerminkan kinerjapelayanan air minum yang dinilai masih lemah.

Sekitar 30 persen dari pelanggan yang tersambung tidakmenerima air 24 jam sehari. Anggota masyarakat yang tidakterkoneksi jaringan air bersih mau tak mau menggunakan airtanah. Dan ternyata faktanya air tanah tidak hanya digunakanoleh rumah tangga, namun juga oleh kegiatan komersial (hotel,rumah makan,tempat hiburan), perusahaan – perusahaan besarserta kegiatan industri. Salah satu dampak negatifnya adalahterjadi penurunan tanah. Fakta yang ada menunjukkan bahwatingkat penurunan muka tanah yang terjadi di Jakarta sudahberada pada tingkat yang mengkhawatirkan, dengan kecepatanberkisar antara 6-12cm/tahun. Dari data oleh Prof. HasanuddinZ. Abidin pada tahun 2005, didapati bahwa level yang palingtinggi sampai 12 cm pertahun terjadi di Jakarta Timur bagianutara dan Jakarta Barat bagian utara. Sementara sebagianbesar Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Timurmerupakan kawasan yang mengalami penurunan muka tanahyang tinggi sampai 10 cm per tahun. Untuk daerah–daerahlain di Jakarta berkisar antara 6-8 cm per tahun.

Dalam kaitannya dengan kualitas air, berbeda dengan kondisi

Page 22: 10tahunbr

6

di negara – negara yang lebih maju, di Indonesia, air yangkeluar dari keran tidak bisa langsung diminum, mesti direbusterlebih dulu agar layak diminum (Jensen 2005). Dari sudutpandang pemanfaatan energi, kondisi ini sebenarnya jauh dariefisien, karena masyarakat Jakarta harus untuk memasak airPAM tersebih dahulu sebelum dikonsumsi. Meski belum adapenelitian tentang kebutuhan energiuntuk memasak di jakarta,tetapi diperkirakan konsumsi energi yang diperlukan untukmemasak air saja sudah sangat besar.

Pada saat ini, tarif rata-rata PAM Jakarta lebih tinggi dibandingkota-kota besar di Asia Tenggara, di antaranya Bangkok,Manila, Kuala Lumpur Johor Baru, dan Singapura. Dibandingkota-kota lain di Indonesia, dapat dipastikan tarif Jakartaadalah yang tertinggi. Ditengarai tingginya harga air bersihper unit ini disebabkan oleh proses provision, produksi dandelivery air bersih masih di bawah tingkat efisiensiyangdiperlukan. Inefisiensi tersebut dibebankan pada konsumen.Ke depan tantangan bagi perbaikan semakin besar antara lainkarena permasalahan kekurangan pasokan air baku yangsemakin mendesak (Jensen 2005). Hal Ini diperparah olehkerusakan lingkungan pendukung sumber air baku sertaperilaku masyarakat sendiri di sekitar sumber air baku yangtidak kondusif terhadap ketersedian air baku yangberkesinambungan.

Page 23: 10tahunbr

7

Para pendukung privatisasi berargumen bahwa sangatlahpenting agar sektor swasta terlibat aktif dalam pembangunaninfrastruktur dan penyediaan pelayanan bagi pendudukperkotaan. Privatisasi pada dasarnya membangunketerhubungan yang kuat antara domain sektor publik dengansumberdaya yang dimiliki pihak – pihak swasta. Bahwa manfaatutama dari privatisasi adalah untuk peningkatan efisiensi.Pengalaman menunjukkan bahwa banyak barang kebutuhandasar dan pelayanan publik yang mana masyarakat mestimembayar tinggi untuk mendapatkannya – termasuk dalamhal ini pelayanan air minum, sebetulnya sistemnya bisa lebihefisien dengan melibatkan sektor swasta (Roth 1987 dalamRondinelli 2002). Privatisasi ini juga dipandang bermanfaatdalam mendorong ‘mobilisasi investasi swasta’ (Cointreau-Levine, 1994 dalam Lee 1997). Berdasar pada temuan faktadi beberapa negara Asia, ternyata ‘memobilisasi investasiswasta’ justru adalah manfaat yang banyak diprioritaskan olehotoritas pemerintah (Lee 1997).

Ada yang mengibaratkan privatisasi dengan “seks”, tabudibicarakan, tetapi banyak dilakukan, dan dalam kondisi,

PERAN SWASTA DALAM PELAYANAN DASAR ,PRIVATISASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH–SWASTA (KPS)

2

Page 24: 10tahunbr

8

proporsi, dan konteks yang benar, merupakan sesuatu yangwajar. Namun, untuk mendapatkan pemaknaan privatisasi, perludifahami latar belakang pemikiran dari privatisasi itu sendiri.

Pengertian Privatisasi dan Kerja Sama Pemerintah Swasta

Sampai saat ini sebenarnya tidak ada kesepakatan penuhtentang definisi yang akurat dari ’privatisasi’. Namun demikiansecara tentatif privatisasi dapat diartikan sebagai sebuahupaya umum untuk memberlakukan mekanisme disinsentifuntuk mencapai efisiensi dari institusi publik dengan caramengaplikasikan mekanisme insentif dari pasar sektor swasta.(Bailey 1987).

Privatisasi ini seringkali diasosiasikan dengan pendekatankemitraan publik – swasta atau Public – Private Partnership (PPP)ataupun KPS (Kerjasama Pemerintah Swasta) (Rondinelli 2002).

Di sisi lain, privatisasi dapat difahami dalam konteks yangluas, dalam pemahaman privatisasi yang “lunak” dan “keras”(Sanjoyo dan Dwidjowijoto, 2006). Privatisasi paling “lunak”terjadi dalam bentuk pemerintah melakukan contracting outkepada fihak luar, misalnya untuk pengadaan jasa rekrutmenpegawai hingga jasa cleaning service. Privatisasi selanjutnyaadalah privatisasi yang berpola “kemitraan” yang lazim disebutsebagai Private Sector Participation. Bentuk privatisasinyaberupa tiga jenis, yaitu :

a) Pemberian konsesi secara terbatas, baik waktu dan/atau lingkup kerja. Di sini fihak swasta hanyamengoperasikan infrastruktur yang dimiliki olehBUMN/BUMD, atau pemerintah untuk lingkup tertentudan waktu tertentu.

Page 25: 10tahunbr

9

b) KSO atau Kerja sama Operasi, di mana fihak BUMN/BUMD melakukan kerja sama manajemen untukmengelola unit bisnis tertentu yang dikelolanya. Pola inibanyak dipergunakan oleh Telkom sejak tahun 1980an.

c) BOT atau Built Operate and Transfer, di mana fihakswasta membangun sebuah infrastruktur dari awal,untuk kemudian dikelola, dan pada kurun waktutertentu diserahkan kepada pemerintah atau BUMN/BUMD. Pola ini misalnya untuk jalan tol.

d) ODT atau Operate Develop and Transfer. Di siniBUMN/BUMD memberikan konsesi kepada swastauntuk mengelola bisnisnya (atau sebagian bisnisnya),mengembangkannya, dan pada kurun waktu yangdisepakati mengembalikan kepada BUMN/BUMD. Polaini dipergunakan misalnya untuk PAM DKI Jakartakepada dua mitra swastanya, Palyja dan TPJ.(Sanjoyo & Dwidjowijoto, 2006)

Dalam pemahaman akademis, mekanisme KerjasamaPemerintah Swasta, dapat dikategorikan dengan pendekatan“privatisasi lunak”.

Bentuk ketiga adalah privatisasi “keras” yaitu melepas kepemilikanpemerintah di suatu BUMN/BUMD kepada fihak lain, baik itu BUMNasing, swasta, manajemen BUMN/BUMD, atau publik; baik melaluipola IPO atau go public, employee & management buy out (EMBO),hingga private placement atau mengundang mitra investorstrategis (Sanjoyo & Dwidjowijoto, 2006)

Page 26: 10tahunbr

10

Mengapa Privatisasi dan KPS ? – Arti penting Privatisasidan KPS

Dari perspektif pemerintah, ada beberapa faktor mengapapemerintah memilih melakukan privatisasi dan kerjama samadengan pihak swasta, diantaranya untuk memperolehkeuntungan ekonomi dari adanya efisiensi, memperbaiki posisifiskal, menumbuh-kembangkan modal asing, dan memperluasskala dan besaran sektor swasta (Kirkpatrik 2002). Sementaradari perspektif publik, privatisasi sering dipandang sebagaisebuah gagasan yang lebih menjamin tercapai nya efisisensi,terutama dalam hal pelayaan publik. Namun ternyata tidakselalunya seperti itu, seperti pengalaman yang terjadi dibeberapa negara.

Kaitannya dengan sumberdaya finansial, privatisasi dan KPSmendorong pemerintah untuk secara efektif memobilisasiinvestasi modal swasta dan asing bagi pengembanganinfrastruktur serta ekspansi cakupan pelayanan air bersih. Ketikamekanisme privatisasi dan KPS ini berhasil mencapai tujuan –tujuannya maka akan membawa peningkatan produktivitas,memastikan alokasi sumberdaya dana yang lebih efisien, sertapengembangan sektor swasta. Hal ini relevan berkait dengansinyalemen bahwa pemerintah dipandang tidak memiliki kinerjabagus dalam hal pengembangan infrastruktur dengan teknologiyang up to date dan peningkatan pelayanan yang menjadikomponen penting dalam peningkatan daya saing ekonomi(Rondinelli dan Vastag 1998 dalam Rondinelli 2002).

Dewasa ini mekanisme privatisasi dan KPS telah banyakdigunakan oleh pemerintah lokal dan pusat di berbagai negarauntuk mengembangkan sumberdaya energi, memperluascakupan jaringan utilitas dan pelayanan dasar,mengembangkan telekomunikasi dan sistem transportasi,

Page 27: 10tahunbr

11

pengembangan pelayanan kesehatan, pendidikan dan takterkecuali penyediaan air minum (Rondinelli 2002).

Keterkaitan antara Privatisasi dan Kerja Sama Pemerintah– Swasta (KPS)

Disebutkan bahwa ada beberapa jenis – jenis privatisasi yangbiasanya digunakan di banyak negara berkembang diantaranyakontrak manajemen pelayanan, co-ownership atau co-financingof the projects, mekanisme BO, kerja sama antara pemerintahdan sektor swasta serta dukungan finansial atau insentif bagipelayanan oleh swasta (Gentry and Fernandez 1997 dalamRondinelli 2002). Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwamekanisme kerja sama pemerintah-swasta (KPS) termasuk salahsatu komponen kunci dari gagasan tentang privatisasi.Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, mekanisme KPSyang digunakan dalam proses kerjasama PAM di DKI Jakartadiasosiasikan dengan pendekatan privatisasi “lunak”.

KPS atau bahkan bentuk perjanjian kerja sama antarapemerintah dan sektor swasta dalam bentuk yang tidak terlaluformal ketimbang konsesi juga dipercaya mampu menanganimeningkatnya kebutuhan akan pelayanan publk yang semakinmeningkat dari tahun ke tahun, seperti yang terjadi di negara– negara Amerika Latin dan Asia (Rondinelli 2002).

Teori di Belakang Privatisasi dan KPS

Sebagaimana dikemukakan Nugroho dan Wrihatnolo (2008),istilah privatisasi diyakini bermuara dari teori neo-liberalisme,sebuah teori yang menggerakkan “revolusi” ekonomi duniapada pertengahan tahun 1980an: revolusi neoliberalisme.Revolusi neoliberalisme ini bermakna bergantinya sebuahmanajemen ekonomi yang berbasiskan persediaan menjadi

Page 28: 10tahunbr

12

berbasis permintaan. Sehingga menurut kaum Neoliberal,sebuah perekonomian dengan inflasi rendah dan penganggurantinggi, tetap lebih baik dibanding inflasi tinggi denganpengangguran rendah. Tugas pemerintah hanya menciptakanlingkungan sehingga modal dapat bergerak bebas dengan baik.Dalam titik ini pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakanmemotong pengeluaran, memotong biaya-biaya publik sepertisubsidi, sehingga fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan publikharus dikurangi. Akhirnya logika pasarlah yang berjaya diataskehidupan publik. Ini menjadi pondasi dasar neoliberalism,menundukan kehidupan publik ke dalam logika pasar. Semuapelayanan publik yang diselenggarakan negara harusnyamenggunakan prinsip untung-rugi bagi penyelenggara bisnis publiktersebut, dalam hal ini untung rugi ekonomi bagi pemerintah.

Prasetiantono (2005) mengemukakan bahwa, privatisasimenempati wacana akademik yang luas. Menurutnya, dalamwacana akademik, fenomena privatisasi BUMN sebenarnyasudah mendapatkan perlindungan “payung” teori yangmemadai. Beberapa argumen yang mendukung privatisasiBUMN didasarkan pada akar teori kegagalan pemerintah dalammengelola perekonomian (government failure), teori propertyrights, hubungan principal-agent, dan masalah insentif. Berikutini tiga teori paling klasik, yang dinilai Prasetiantono (2005)sebagai sebagai esensi dan arti penting privatisasi.

Pertama, teori monopoli. Secara sederhana dikatakan, bahwaBUMN dalam banyak kasus sering menerima privilegemonopoli. Akibatnya, mereka sering terjerumus menjadi tidakefisien karena hak istimewa ini. Demikian juga dengan BUMD.Kedua, teori property rights. Esensinya, perusahaan swastadimiliki oleh individu-individu, yang bebas untukmenggunakan, mengelola, dan memberdayakan aset-asetprivatnya. Konsekuensinya, mereka akan mendorong habis-

Page 29: 10tahunbr

13

habisan usahanya agar efisien. Property rights swasta telahmenciptakan insentif bagi terciptanya efisiensi perusahaan.Sebaliknya, BUMN tidak dimiliki oleh individual, tetapi oleh“negara”. Dalam realitas, pengertian “negara” menjadi kaburdan tidak jelas. Jadi, seolah-olah mereka justru seperti “tanpapemilik”. Akibatnya jelas, manajemen BUMN menjadikekurangan insentif untuk mendorong efisiensi.

Studi di banyak negara secara universal menyimpulkan, bahwaefisiensi perusahaan swasta lebih baik daripada BUMN. Dalamkasus Indonesia, I Ketut Mardjana (1995) juga menyimpulkanhal yang sama. Perusahaan-perusahaan swasta di bidangtransportasi (bus) di Jakarta dan perhotelan bintang lima diNusa Dua Bali, dalam studi Mardjana, terbukti mengungguliBUMN yang bergerak di bidang yang sama. Meski demikian,tentu saja tidak bisa langsung menggeneralisasi bahwa semuaBUMN pasti kalah efisien dibandingkan swasta. BUMN semen,misalnya, terbukti tidak kalah kinerjanya dibandingkan swasta.Sedangkan dalam kasus perbankan, baik bank BUMN maupunswasta, sama-sama bangkrut di saat krisis, dan sama-samaharus direkapitalisasi.

Ketiga, teori principal-agent. Dalam teori ini diungkapkanbagaimana peta hubungan antara principal (pemilikperusahaan, dalam hal BUMN/D adalah pemerintah) dan agent(perusahaan, yakni BUMN/D). Di sektor swasta, manajemenperusahaan (sebagai agen) sudah jelas tunduk dan loyal kepadapemilik atau pemegang saham (shareholders). Sedangkan diBUMN/D, mau loyal kepada siapa? Di sini kemudian nuansa“politisasi” menjadi kental, karena berbagai kepentinganpolitik aktif bermain, yang ujung-ujungnya menyebabkanBUMN tereksploitasi oleh para politisi. Para pengelola BUMNterpaksa harus “meladeni” para politisi, sehingga pastimengganggu ruang geraknya menuju efisiensi.

Page 30: 10tahunbr

14

Selain teori ekonomi, dalam wacana politik, privatisasididukung sebagai upaya untuk melakukan redistribusikekuasaan (redistribution of power). Melalui privatisasi,sebuah perusahaan eks BUMN bisa dimiliki oleh masyarakatluas melalui bursa efek. Proses kepemilikan yang meluas dikalangan masyarakat juga dianggap sebagai upayademokratisasi di bidang ekonomi.

Pemahaman tentang privatisasi juga perlu diluruskan.Pemahaman klasik tentang privatisasi adalah pelepasankepemilikan pemerintah pada perusahaan pemerintah/negara,termasuk perusahaan daerah. Privatisasi biasanya hanyadifahami dalam lingkup yang sempit, yaitu denasionalisasi, yangpada dasarnya berarti penjualan aset atau saham perusahaanmilik negara kepada sektor swasta. Definisi ini bagaimanapuntidaklah lengkap karena tidak menjelaskan aset dan saham yangmana dari peusahaan negara tersebut yang mesti dijual kepadasektor swasta. Sebetulnya akan lebih tepat jika denasionalisasidiartikan sebagai mekanisme pelepasan 51% saham (atau lebih)perusahaan millik negara kepada sektor swasta. Denasionalisasiskala penuh berarti semua saham atau aset yang dimikipemerintah dalam perusahaan milik negara tersebut mesti dijualkepada sektor swasta. Pada dasarnya ada dua manfaat utamamengapa orang perlu melakukan denasionalisasi: yang pertamauntuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi dan kedua dalamrangka memperluas kepemilikan swasta (Bos 1986). Efisiensiini dicapai melalui mekanisme kompetisi yang dihasilkan olehdenasionalisasi. Pasar yang kompetitif akan menghasilkanproductive efficiency dan allocative efficiency. Yang terakhirini berarti sumberdaya – sumberdaya ekonomi bisa dilaokasikanpada proses produksi dan pelayanan jasa pada hal – hal yangpaling berdaya guna (paling bisa menambah nilai tambah).Dalam kaitanya dengan efisiensi produktif, mekanismekompetisi akan mendorong perusahaan untuk memproduksi

Page 31: 10tahunbr

15

outputnya dengan biaya serendah mungkin. Hal ini penting untukdilakukan oleh perusahaan milik negara karena kebanyakan darimereka yang identik dengan monopoli dan tidak memadainyainsentif kewirausahaan (entreprenueral) bagi mereka. Meskiperusahaan milik negara tersebut bisa memperoleh keuntungandari proses produksi yang lebih efisien dan pengurangan biaya- biaya produksi, namun bagaimanapun tidak ada tekanan –tekanan kompetititif untuk mendorong melakukan hal tersebut.

Privatisasi bagi BUMD –sebagaimana BUMN—adalah keharusan,karena ternyata restrukturisasi saja tidak memadai untukmerombak BUMD menjadi perusahaan yang transparan,akuntabel, responsif, fair, dan independen. Hanya saja, BUMDperlu memahami mana privatisasi yang paling sesuai, dandikomunikasikan secara terbuka kepada masyarakat, karenabagaimana pun juga, BUMD adalah milik masyarakat daerah.(Sanjoyo & Dwidjowijoto, 2006).

Untuk mengatasi rendahnya kualitas pengelolaan dan kinerjadari BUMN/D, privatisasi bukan satu-satunya jalan keluar.Strategi yang terkini yang dikedepankan adalah strategireinvensi dengan pola yang disebut “RPP”, yaitu restrukturisasi,profitisasi, privatisasi (Abeng, 2000; Dwidjowijoto, 2005;Sanjoyo & Dwidjowijoto, 2006). Restrukturisasi dimaksudkansebagai upaya mengingkatkan posisi kompetitif dan nilai tawardari perusahaan melalui penajaman inti bisnis, perbaikan skalausaha dan penciptaan core competencies. Profitisasi, yakniupaya meningkatkan secara agresif perusahaan sehinggamencapai profitabilitas dan nilai perusahaan yang optimal.Sedangkan privatisasi, adalah peningkatan kegiatan penyebarankepemilikan perusahaan kepada masyarakat umum, swastanasional dan asing sehingga memudahkan perusahaanmengakses pendanaan, teknologi, manajemen modern danpasar internasional.

Page 32: 10tahunbr

16

Program reinvensi BUMD ditujukan untuk menjadikan BUMDsebagai perusahaan yang memiliki daya asing dan daya ciptatinggi, sehingga diharapkan mampu unggul di arena global.Selain tujuan tersebut reinvensi BUMD juga ditujukan untuk:(1) meningkatkan perekonomian daerah melalui perbaikanstruktur penerimaan daerah; (2) mengejar ketinggalan dayaasing perusahaan; dan (3) meningkatkan kesejahteraanmasyarakat. Untuk mencapai tujuan reinvensi BUMD tersebut,diperlukan penataan ulang di bidang manajemen, lingkungandari BUMD, dan budaya perusahaan dari BUMD. Pola reinvensiBUMD dengan demikian dapat digambarkan dalam bentuksekuensi sebagai berikut:

Dengan pemahaman, bahwa reinvensi BUMD dimulai darirestrukturisasi BUMD dengan tujuan awal adalah membangun profityang maksimal, atau profitisasi. Setelah itu BUMD dapatdiprivatisasi atau tetap sebagai BUMD. BUMD pun dapat pula di-divestasi, dalam arti pemerintah menjadi pemegang sahamminoritas, atau tidak memegang saham sama sekali. Namunkesemuanya untuk satu tujuan: menjadi korporasi yang sehat,profesional, mandiri sehingga mampu mengkontribusikan nilaikepada pemilik dan penggunanya. (Sanjoyo & Dwidjowijoto, 2006).

Page 33: 10tahunbr

17

Namun, tidak sedikit negara berkembang yang memilih “jalanpintas” untuk memprivatisasi BUMN/D-nya yang tidak sehatdaripada menatanya terlebih dahulu agar sehat, sehingga padasaat dilakukan privatisasi, yang terjadi adalah kerja samayang sehat dan seimbang, dan bukan dalam posisi di manaBUMN/D lemah, dan swasta dalam posisi yang jauh lebih kuat.Dalam konteks seperti ini, privatisasi dapat bermaknamemberikan cek kosong kepada swasta untuk mengelola usahayang sebelumnya dikuasai negara.

Desakan privatisasi BUMD juga tidak digerakkan oleh wacanaakademik, namun oleh politik global, yaitu dengandikembangkannya Konsensus Washington pada tahun 1993(Dwidjowijoto & Hanurita, 2005). Pada tahun 1989, Prof. JohnWilliamson, ekonom dari The Institute of InternationalEconomics, Washington DC, menawarkan konsep bahwa setiapnegara (berkembang) yang meminta bantuan (pinjaman) dariIMF dan Bank Dunia hendaknya mematuhi persyaratan yaitumelakukan:

• Price decontrol, yaitu menghapuskan kontrol atas hargakomoditi, faktor produksi, dan mata uang.

• Fiscal discipline, yaitu mengurangi defisit anggaranpemerintah atau bank sentral ke tingkat yang bisadibiayai tanpa memakai inflatory financing.

• Public expenditure priorities, yaitu penguranganbelanja pemerintah dan pengalihan belanja daribidang-bidang yang secara politik sensitif, sepertiadministrasi pemerintahan, pertahanan, subsidi yangtidak terarah, dan berbagai kegiatan yang boros kepembiayaan infrastruktur, kesehatan primermasyarakat, dan pendidikan.

Page 34: 10tahunbr

18

• Tax reform, yaitu perluasan basis perpajakan,perbaikan administrasi perpajakan, mempertajaminsentif bagi pembayar pajak, penguranganpenghindaran dan manipulasi aturan pajak, danpengenaan pajak pada aset yang ditaruh di luar negeri.

• Financial liberalization, yaitu bahwa tujuan-tujuanjangka pendek adalah untuk menghapuskan pemberiantingkat bunga bank khusus bagi peminjam istimewadan mengenakan tingkat bunga nominal yang lebihtinggi dari tingkat inflasi. Tujuan jangka-panjangnyaadalah penciptaan tingkat bunga bank berdasar pasardemi memperbaiki efisiensi alokasi kapital.

• Exchange rates, yaitu bahwa untuk meningkatkanekspor dengan cepat, negara-negara berkembangmemerlukan tingkat nilai tukar mata uang yang tunggaldan kompetitif.

• Trade liberalization, yaitu bahwa pembatasan luarnegeri melalui kuota harus diganti dengan pembatasanmelalui tarif, dan secara progresif mengurangi tarifsehingga mencapai tingkat yang rendah dan seragam.

• Domestic saving, yaitu penerapan disiplin fiskal/APBN,pengurangan belanja pemerintah, reformasiperpajakan, dan liberalisasi finansial sehinggasumberdaya negara dapat dialihkan ke sektor-sektorprivat dengan produktivitas tinggi, di mana tingkattabungannya tinggi. Model pertumbuhan neo-klasiksangat menekankan pentingnya tabungan danpembentukan kapital bagi pembangunan ekonomisecara cepat.

Page 35: 10tahunbr

19

• Foreign direct investment, yaitu penghapusan hambatanterhadap masuknya perusahaan asing. Perusahaan asingharus boleh bersaing dengan perusahaan nasional secarasetara; tidak boleh ada “pilih-kasih”

• Privatization, yaitu swastanisasi perusahaan negara.

• Deregulation, yaitu penghapusan peraturan yang dapatmenghalangi masuknya perusahaan baru ke suatu bidangbisnis dan yang membatasi persaingan, kecuali kalaupertimbangan-pertimbangan keselamatan atau perlindunganlingkungan mengharuskan pembatasan tersebut.

• Property rights, yaitu sistem hukum yang berlaku harusbisa menjamin perlindungan hak milik atas tanah,kapital, dan bangunan.

Reinvensi Peran Pemerintah

Berkait dengan menguatnya aspirasi dan tingkat kesadaranmasyarakat yang semakin tinggi dalam merespons isu – isupembangunan yang secara langsung mempengaruhi kualitashidup mereka. Ditambah lagi semakin berkembangnyakemampuan mereka membandingkan kondisi ekonomi dan sosialmereka dengan masyarakat di tempat lain – berkat kemajuanteknologi informasi dan perkembangan media. Akibatnya munculpula tantangan baru dalam melakukan transformasi perannegara: ‘reinvensi’ institusi bagi pengembangan kapasitaspenyediaan pelayanan dan prasarana dasar mesti pulamenyentuh aspek – aspek operasional (Pinto 1998).

Cenderung berseberangan dengan pandangan yag menyorotikeunggulan sektor swasta dalam mengembangkanproduktifitas dan sistem yang lebih efisien, dewasa ini juga

Page 36: 10tahunbr

20

muncul banyak arus pemikiran untuk kembali menekankanperan penting pemerintah, hal ini juga sejalan dengankebutuhan masyarakat yang lebih besar akan sebuahpemerintahan memiliki kinerja baik. Adalah fakta bahwa dalamsetiap kisah sukses negara, pemerintah berperan sangat besar- misalnya yang disebut dengan keajaiban Asia Timur: Jepang,Korea Selatan, Hong Kong, begitu halnya dengan China danIndia bahkan Malaysia dan Singapura. Satu hal yang mestidigarisbawahi bahwa kinerja ekonomi yang memuaskan inisangat menuntut peran pemerintah yang efektif dan efisien(Stiglitz 2007). Perlu dipikirkan kembali (reinvensi) bagaimanaperan – peran pemerintah dan bagaimana pemerintahmengimplementasi hal tersebut. Tergantung pada konteksyang ada pada suatu negara, namun yang jelas pemerintahmestilah berperan besar dalam pengentasan kemiskinan,konservasi lingkungan hidup, stabilitas ekonomi makro,peningkatan iklim tenaga kerja, regulasi ekonomi,perlindungan sosial dan khususnya dalam hal ini yang palingrelevan : penyediaan pelayanan dasar (Stiglitz 2007).

Hubungan antara Negara, Market dengan Publik

Pemerintah di banyak negara maju dan berkembang pada saatini melihat pentingnya melakukan perubahan fundamentaldalam hal reformasi institusi. Hal ini antara lain dipicu olehdesakan transformasi global serta makin meluasnya tuntutanakan adanya peningkatan efisiensi. Kebutuhan akan penguatanmasyarakat madani dan bagaimana pemerintah memilikikapasitas yang memadai dalam aspek tersebut juga relevandengan konsep reformasi institusi. Selain itu reformasi institusijuga erat kaitannya dengan fenomena berkurangnya dominasinegara dalam mengendalikan perekonomian akibat daritumbuh kembangnya paham liberalisasi politik dan ekonomi(Pinto 1998).

Page 37: 10tahunbr

21

Dalam kaitannya dengan hubungan antara negara, market danpublik (masyarakat) sebenarnya perdebatan ideologis initerbelah menjadi dua arus utama: Pertama, menekankan padaperan negara yang dibatasi namun diperkuat, seperti kasussukses di beberapa negara Asia Timur dan Asia Tenggara: KoreaSelatan, Hong Kong, Malaysia dan Singapura. Dan kedua,menekankan pada peran negara yang minimalis, dimanaperusahaan – perusahaan sangat yang berorientasi pasardiijinkan beroperasi leluasa tanpa ada pembatasan –pembatasan berarti (Pinto 1998).

Namun pada akhirnya perbedaan ini mengkerucut pada satukesimpulan bahwa diperlukan peran negara dengan kapasitasyang memadai, yang tetap memegang kendali pada aspekprovision, namun cenderung melepas peran dalam hal produksidan delivery nya (Pinto 1998).

Situasi ini ternyata memberikan dilema tersendiri. Fenomenaakhir – akhir ini dimana peran negara semakin mengecil,namun pada saat yang sama kebutuhan dan ‘demand’ akanpelayanan publik ternyata semakin meningkat. Pemerintahyang semestinya berperan dominan dalam penyediaanpelayanan publik ternyata juga menanggung beban berat dalammerespon kebutuhan manajemen ekonomi yang lebih baik,pelaksanaan demokratisasi politik, serta pengembangansumberdaya institusi. Kondisi terbatasnya energi yang dimilikioleh pemerintah ini, kembali membuka peluang bagi sektorswasta untuk berperan lebih luas lagi (Pinto 1998).

Dengan demikian KPS sebagai terjemahan dari kemitraanantara sektor swasta dan sektor publik menjadi kebutuhansentral. KPS ini erat kaitannya dengan penataan kolaboratif(collaborative arrangement) yang baik, utamanya untukmendorong alokasi sumberdaya yang efektif dan efisien dari

Page 38: 10tahunbr

22

sektor swasta, terutama sumberdaya finansial. Selain itupenataan kolaboratif ini mestinya juga mendorong peningkatankapasitas dalam sisi pasokan (supply side).

Kolaborasi antara pihak swasta dan pemerintah seyogianyaadalah proses yang saling menguntungkan antara keduanya (win– win solution). Selain diharapkan memberi banyak manfaatpada kinerja sektor publik, dalam perspektif pihak swasta halini pun, sudah jelas, bisa dilihat sebagai peluang ekspansi bisnisyang menjanjikan. Karena dengan menjual jasanya kepadapublik luas, semisal penduduk dalam suatu kota, yang padadasarnya adalah konsumen dengan ‘potensi laba’ yang layakuntuk diusahakan. Hal ini tentunya selaras dengan kepentingansektor swasta untuk memperoleh keuntungan ekonomi (profitseeking). Gagasan tentang proses yang saling menguntungkanini penting bagi sebuah kerja sama jangka panjang danpeningkatan kinerja yang berkelanjutan karena terjadi sinergisehat antara kedua pihak tersebut (Lee 1997).

Dalam hal ini, pola – pola kemitraan antara pemerintah – swastamesti dilakukan dengan cara tidak sekedar memperbaiki formattradisional dari penyediaan pelayanan publik, namun lebih dariitu: ‘reinvention’ dan rekonstruksi dari penyediaan pelayananamat lah diperlukan. ‘Reinvention’ dan rekonstruksi ini dilakukanbukan dengan cara meletakkan prinsip – prinsip ‘market’berhadap – hadapan melawan ideologi negara, namun bagaimanamengkombinasikan ‘best practices’ dan kecocokan diantarakeduanya, sehingga keunggulan komparatif bisa dikembangkan.Masyarakat umum sebagai pengguna amat perlu dilibatkansecara penuh dalam proses rekonstruksi ini (Pinto 1998).

Pertanyaan yang kemudian mengemuka, apakah memangdiperlukan bagi sektor pelayanan publik untuk ‘mengimpor’prinsip dan praktek pengembangan dari ekonomi ‘pasar ’

Page 39: 10tahunbr

23

untuk memunculkan inovasi – inovasi baru? (Pinto 1998)kemudian strategi dan organisasi apa yang dibutuhkan agarpendekatan ‘market’ tersebut bisa secara efektif diaplikasikanpada sektor pelayanan publik? (Pinto 1998).

Mengamati pengalaman yang telah terjadi di Eropa Tengahdan Timur, berkurangnya peran pemerintah dalam kegiatanekonomi telah membuat peran swasta menjadi lebih menonjol,tidak hanya dalam hal membangun kesejahteraan namun jugadalam ekspansi lingkup penyediaan pelayanan publik, yangsebelumnya lebih banyak mengandalkan peran negara (Pinto1998). Reinvensi peran – peran institusi negara dalampeningkatan kinerja pelayan publik juga berkait denganperumusan insentif dan bagaimana mengatasi kendala –kendala, serta dalam tataran ideologis mengembangkan polahubungan yang lebih sehat antara negara, market dan suarapublik (Pinto 1998).

Kebijakan – kebijakan untuk melindungi kepentingan investorswasta asing memang diperlukan namun bagaimanapun parapengambil keputusan kebijakan publik mesti sangat berhati –hati. Beberapa kesalahan yang sering terjadi pada negaraberkembang adalah, sementara sektor swasta terus mendulangkeuntungan berlipat, pemerintahlah yang mesti menanggungsegala resiko yang mungkin muncul, termasuk resiko – resikofinansial (Stiglitz 2007). Jika hal ini terus berlangsung, pemerintahmesti menanggung beban hutang yang tidak terbayar, dan bukantak mungkin akan membawa pada krisis yang merugikan tidakhanya stakeholder kunci namun juga masyarakat secara luas.Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah tidak melakukanpemberian konsesi jangka panjang. Evaluasi dan monitoring yangberkala dan komprehensif mutlak diperlukan. Dan tak kalahpentingnya, tentu saja implementasi prinsip transparansi danakuntabilitas yang sebenarnya (genuine).

Page 40: 10tahunbr

24

Kesalahan lain yang sering dilakukan pemerintah ialah tidakkonsistennya kebijakan untuk memfasilitasi kepentinganinvestor swasta asing. Kepastian bagi investor adalah katakunci dalam hal ini. Semua sependapat – seperti halnyapermainan sepak bola - bahwa aturan main tidak bisa dirubahbegitu saja, ketika ’permainan’ sudah dimulai.

Oleh karenanya peran pengetahuan dan penguasaan skills yangrelevan mutlak dimiliki oleh institusi pemerintah serta badanregulator terkait. Analisis strategis yang memadai amatlahpenting bagi perumusan inovasi pelayanan publik. Begitupunmenemukenali bagaimana provider-nya, siapa – siapasebenarnya pemilik perusahaan mitra swasta , sertabagaimana kondisi end-usernya (Pinto 1998). Analisis jugaperlu dilakukan untuk menemukan pendekatan yang palingefektif yang bisa mendorong perbaikan kinerja pemangkukepentingan yang ada. Analisis strategis ini semestinya jugamencakup rencana kontijensi dan identifikasi kondisisumberdaya (terutama sumberdaya air baku, dalam kaitannyadengan air bersih) serta memastikan bahwa inovasi tidakdilakukan semata karena pertimbangan ingin menggantiformat sektor publik tradisional (Pinto 1998).

Salah satu komponen utama dari reinvensi ini adalah perubahanorientasi menuju orientasi pada hasil (Joedo dan Nugroho 2006).Kerja – kerja para pemangku kepentingan perlu berubah daripola yang statutory based approach menuju performance basedapproach. Masih menjadi pertanyaan besar seberapa jauhefektifitas regulasi yang berlaku mampu mengakomodasiperubahan fisik, ekonomi, dan sosial masayarakat yangdemikian dinamis. Ada indikasi kuat bahwa tatanan regulasiyang ada, tidak seiring dan sejalan dengan kebutuhanpeningkatan kinerja yang semakin mendesak. Oleh karenanyapendekatan pengembangan infrastruktur dasar dan peningkatan

Page 41: 10tahunbr

25

pelayanan publik tidak bisa lagi semata mengacu pada tataperaturan dan perangkat regulasi yang ada, namun teramatpenting untuk berfokus pada kinerja (performance). Kinerjaharuslah menjadi acuan utama bagaimana pihak – pihak swastadan pemerintah bekerja memenuhi dan melayani kebutuhanmasyarakat. Lebih dari itu kinerja dalam jangka pendekmestilah terukur. Misalnya, berapa km jaringan pipa induk akandibangun di wilayah X dalam 1 tahun ke depan, berapa tenagateknik dilatih dalam dua tahun ke depan dan sebagainya.

Peningkatan Kinerja Pelayanan pada Masyarakat

Penting untuk mengetahui seberapa efektif sebuah kebijakandilakukan dan sejauh mana dapat memberi manfaat padapeningkatan kualitas hidup masyarakat luas. Mengingatpertumbuhan penduduk Jakarta yang relatif tinggi serta,kondisi ekonomi sosial dan institusi di Jakarta yang demikiandinamis, adalah penting agar outcome penyediaan pelayanandan pengembangan prasarana dasar bisa keluar dari jebakan‘catch up’ development, yakni situasi saat ini dimana hasilpembangunan yang ada selalu mengikuti di belakang ataubahkan seringkali tidak mampu mengejar peningkatankebutuhan masyarakat dan konsumen yang secara drastis terusbertambah dari tahun ke tahun. Berkait dengan penyediaanpelayanan air minum bagi masyarakat dan pengembanganprasarana dasar air minum, salah satu masalah kunci yangperlu diselesaikan adalah adanya gap yang semakin melebardari waktu ke waktu antara tuntutan kebutuhan masyarakatdi satu sisi dengan kapasitas pasokan di sisi lain.

Kemitraan swasta – pemerintah yang lebih kolaboratif inisejalan dengan gagasan ideal bahwa penyediaan pelayanandan pengembangan prasarana dasar mesti keluar dari jebakan‘catch up’ development tersebut.

Page 42: 10tahunbr

26

Selain itu, kerangka perencanaan strategis (strategic planning)amatlah penting dalam proses penyediaan infrastruktur dasar,termasuk air minum. Oleh karenanya proses pengelolaan airbersih di Jakarta juga semestinya menggunakan perencanaanstrategis. Perencanaan strategis mengedepankan pendekatankomprehensif, dan pada dasarnya adalah kerangka kerja danberpikir yang berorientasi pada kinerja dan output. Denganmengedepankan perencanaan strategis, organisasi akanmemiliki kerangka kerja yang secara fleksibel bisadisesuaikan (tailored) dengan permasalahan spesifik yang ada,sehingga diperoleh penanganan masalah yang efektif.

Secara umum kebijakan privatisasi, yang trend nya meluas dibanyak negara dalam dekade belakangan ini - diyakini bisamengatasi shortfall dalam pembangunan infrastruktur dasardan penyediaan pelayanan publik (Lee 1997). Implementasiprivatisasi yang berhasil memberikan manfaat signifikan bagipemerintah dan juga masyarakat pada umumnya. Privatisasidan KPS bisa meningkatkan efisiensi dan mekanisme kompetisidalam penyediaaan air minum, memperluas cakupanpelayanan, dan menurunkan biaya delivery. Selain itu halk inijuga memperkuat kapasitas dari sisi supply, sehinggamasyarakat luas bisa mendapat manfaatnya. Privatisasi inijuga dipandang bermanfaat bagi keberlangsungan intervensipembangunan yang tidak bisa ditangani oleh sektor publikmaupun sektor swasta secara sendiri – sendiri (Rondinelli 2002)KPS juga dipandang sebagai unsur penting dalam pemanfaatanteknologi yang modern dalam skala yang lebih luas lagi. Jugadalam mengembangkan kapasitas yang lebih kuat dalam halperawatan (maintenance) infrastruktur air minum yang telahterbangun. Dengan begitu diharapkan kapasitas yang adaakan lebih baik ketimbang dilakukan sebelumnya oleh sektorpublik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja.

Page 43: 10tahunbr

27

Masalah Finansial dan Efisiensi Ekonomi

Praktisi manajemen publik senantiasa bergelut denganpertanyaan bagaimana melakukan desain ulang peran negaradan administrasi publiknya dalam rangka memenuhi demandakan pelayanan publik yang selalu meningkat secara signifikandari waktu ke waktu (Pinto 1998). Sayangnya tuntutan inimenghadapi kendala finansial yang cenderung membatasi perannegara ketimbang memperluasnya. Karena bagaimanapun,basis finansial ekonomi yang berkelanjutan adalah pentingbagi pengembangan pelayanan dasar bagi masyarakat.

Kenyataan akan adanya masalah dalam hal lemahnya kondisifinansial dan kinerja ekonomi perusahaan milik negara di banyaknegara berkembang, membuat pemerintah dan mitra swastanyasudah tidak bisa lagi semata menggantungkan diri pada transferdana dari pemerintah pusat. Hal ini jelas mendorongdilakukannya privatisasi. Selain itu pandangan bahwasumberdaya sektor swasta lebih memiliki kemampuan dalammengelola perusahaan, juga turut berkontribusi dalammeluasnya mekanisme privatisasi (Kirkpatrick 2002). Olehkarenanya arti penting KPS berkait erat dengan upayamengakses sumberdaya pendanaan yang lebih luas melaluipendekatan yang lebih inovatif. Dan hal ini sudah selayaknyadilakukan secara intensif dalam jangka waktu pendek ke depan.

Peran serta swasta yang lebih luas juga terbukti dapatmengurangi pengeluaran pemerintah atau bahkan menambahpemasukan dari konsesi yang ada. KPS yang menggantikanperan badan usaha milik pemerintah juga ternyata berpotensimengurangi subsidi pemerintah serta pemborosan setamelepaskan tekanan finansial pemerintah. (Rondinelli 2002).Gagasan ini ternyata selaras dengan kenyataan riil yangterjadi. Sebagai contoh di India, minimnya sumber pendanaan

Page 44: 10tahunbr

28

pemerintah menjadi alasan utama bagi pentingnya dilakukanprivatisasi pelayanan publik (Mehta and Mehta, 1992 dalamLee 1997). Kenyataan ini bagaimanapun merupakan indikasidari akutnya permasalahan sumberdaya pendanaan bagipengembangan infrastruktur.

Di sisi lain, dalam perspektif pihak swasta, Privatisasi danKPS ini juga dipandang baik dalam meningkatkan kemampuanpara stakholder kunci untuk merespons sinyal – sinyal pasar,sehingga mampu menguatkan keterkaitan dengan manfaatyang diperoleh dari pasar global. Dalam kaitannya dengansumberdaya manusia, KPS bermanfaat dalam mengakomodasiperekrutan karyawan dan SDM secara lebih fleksibel denganpendekatan yang berorientasi kinerja (performance based)(Rondinelli 2002).

Manfaat lain dari privatisasi ialah untuk mengurangi jumlahtenaga kerja di sektor publik yang tentunya juga akanmengurangi beban keuangan pemerintah dalam menggajipegawai. Seperti yang terjadi di Malaysia, hal ini merupakanstrategi yang efektif untuk revitalisasi ekonomi pascapertumbuhan ekonomi Malaysia yang negatif pada tahun 1985(Sinha 1993 dalam Lee 1997). Seperti telah diketahui bahwajumlah pegawai pemerintah yang besar tidak selalu berartiproduktivitas yang juga tinggi.

Partisipasi Publik dan Pendekatan Bottom-Up

Pada konteks sekarang ini pertanyaan yang relevan adalah,apakah publik luas lebih memilih untuk ‘didengar’ atau‘dilayani’? Dan apa saja implikasi – implikasi ketika publikdipandang sebagai ‘konsumen’ ketimbang sebagai‘warganegara’? (Pinto 1998)

Page 45: 10tahunbr

29

Selain masyarakat membutuhkan pelayanan yang baik, namunbagaimanapun – dalam kaitannya dengan kebijakan sosial -mereka juga butuh didengarkan (Pinto 1998). Oleh karenanyapemerintah dan stakeholder yang terkait perlu memilikikemampuan berdialog dengan masayarakat secara lebihbermakna. Istilahnya ‘memakai kacamata dan sepatu mereka’untuk melihat dan menangani berbagai masalah penyediaanpelayanan dasar termasuk air minum, yang memang memilikidampak langsung terhadap kualitas hidup mereka.

Privatisasi dalam hal ini diharapkan menjadi instrumen yang dapatmengintegrasikan manfaat – manfaat efisiensi dan transparansidalam manajemen operasional perusahaan swasta di satu sisidengan pendekatan partisipatif dan bottom up di sisi lain.

Survai pelanggan dalam hal ini amatlah penting sebagai suatualat untuk mengetahui persepsi terhadap kualitas dan kinerjayang diterima oleh pelanggan. Sebaliknya, survai terhadappelanggan ini bisa membahayakan apabila ternyata tidakmemiliki kaitan dengan upaya perbaikan kinerja ke depannya.Survai juga amat penting sebagai sebuah komponen yangmendorong pendekatan bottom–up, dalam artian bahwapengelolaan organisasi mesti disesuaikan dengan merujukpada outcome kinerja yang dikehendaki oleh end user. Dengankata lain standar – standar strategis dan manajemenorganisasi dari provider mesti bersandar pada standar output/standar pelayanan (Pinto 1998).

Pelayanan Air bagi warga miskin dan pendudukberpengasilan rendah lainnya

Air bersih bagaimana pun adalah kebutuhan dasar (basic need)bagi semua, termasuk bagi mereka yang berpenghasilanrendah dan tinggal di permukiman miskin, ilegal dan kumuh.

Page 46: 10tahunbr

30

Akses air bersih bagi penduduk berpenghasilan rendahmerupakan masalah akut yang dari waktu – ke waktu belumada solusinya. Penting untuk digarisbawahi bahwa kebijakandan strategi penyediaan air bersih haruslah diintegrasikandengan strategi keadilan sosial (social equity strategy) dan -khususnya - penanggulangan kemiskinan.

Perlu menjadi perhatian besar juga bahwa pelayanan air minumbagaimanapun adalah pelayanan publik, oleh karenanyakinerja tidak hanya ditentukan oleh economic return, namunaspek – aspek keadilan sosial serta norma – norma sosial mestijuga digarisbawahi. Melalui pendekatan privatisasi ini,manajemen sektor swasta didorong agar tidak semataberorientasi keuntungan (profit seeking), namun lebih luaslagi bagaimana indikator – indikator sosial menjadi faktor –faktor penting untuk menentukan sejauh mana kinerja mitraswasta tersebut dalam memberikan pelayanan masyarakatyang berkualitas.

Lebih jauh lagi banyak pihak menyakini bahwa air bersih harusdapat diakses oleh semua warga dan rumah tangga di Jakarta.Dari perspektif ini para pengambil kebijakan perlu beralih tidakhanya fokus pada efisiensi karena hal ini tidak memadai. Lebihjauh lagi manfaat redistribusi bersama dengan sejauh manamampu adaptif terhadap kebutuhan rumah tangga miskin diJakarta seharusnya juga menjadi salah satu kriteria utamadalam penilaian kinerja (Lee 1997). Dengan kata lainpenyediaan air bersih harus terintegrasi dengan strategikeadilan (equity strategy).

Dalam hal penyediaan Air Bersih bagi masyarakat miskin,kolaborasi dengan CBO (Community Based Organization) danNGO yang kompeten menjadi sangat penting. Oleh karenanyajaringan kerja dengan mereka perlu terus dikembangkan dari

Page 47: 10tahunbr

31

waktu ke waktu. Sehingga mampu bekerja sama dengandidasari peran, fungsi dan tanggung jawab yang jelas diantarapara pemangku kepentingan tersebut.

Prinsip Transparansi

Akses informasi yang baik – yaitu transparansi- amatlahpenting bagi peningkatan kinerja sektor publik. Kemitraandengan sektor swasta semestinya bermanfaat dalammendorong institusi yang ada menerapkan prinsip – prinsiptransparansi dan akuntabilitas.

Transparansi mengacu pada proses yang fair, terbuka danmudah diakses oleh masyarakat luas. Transparansi jugamemastikan bahwa tidak ada hal – hal dilakukan di bawahmeja, dan tidak ada negosiasi dan deal – deal yang dilakukan‘di balik pintu tertutup’. Transparansi amat bermanfaat untukmencegah terjadinya asimetri informasi yang bisa membawapada biasnya proses pengambilan keputusan bagi stakeholder– stakeholder kuncinya. Asimetri informasi yang terjadi antarapengambil kebijakan dan masyarakat luas mesti segeradiatasi, jika tidak masyarakat akan terus dirugikan karenatidak mengetahui posisi nya dalam konstelasi kerja saat ini.Ini berkait dengan kebutuhan untuk mengambil manfaat –manfaat optimal dari ekonomi pasar. Seperti halnya informasidan kompetisi yang baik amat penting bagi kinerja ekonomipasar, begitu juga informasi yang baik – yaitu tranparansi –serta kompetisi – persaingan kekuatan politik- amat pentingbagi perbaikan kinerja sektor publik (Stiglitz 2007).

Pandangan bahwa proses transparansi dan akuntabilitas yangada pada sektor swasta lebih berkembang ketimbang yangada pada sektor publik membawa harapan bahwa sudahwaktunya sektor publik pun sepatutnya mengadopsi prinsip –

Page 48: 10tahunbr

32

prinsip transparansi dan akuntabilitas tersebut dalam proseskebijakan dan manajemen sehari – hari sektor publik. Hal inibisa dilakukan dengan mendorong sektor publik untukmemanfaatkan sumberdaya yang ada di pihak swasta,khususnya sumberdaya manusia dan pengetahuan dalam halimplementasi kebijakan finansial yang lebih transparan danaccountable tersebut.

Bahwa setiap kontrak publik mesti dibuat ‘publik’. Pertanyaanmendasarnya: apakah masyarakat yang bekerja untukpemerintah? Ataukah pemerintah yang bekerja untukmasyarakat? Jika memang pemerintah yang bekerja untukmasyarakat (Stiglitz 2007) dan memang demikian adanya,maka sangatlah wajar apabila masyarakat berhak mengetahuiapa yang telah dan akan dilakukan para pengambil kebijakandan para pihak nya. Transparansi menjadi sangat pentingdalam hal ini. Perlu dilakukan upaya pencegahan agar hal –hal yang menyangkut kepentingan masyarakat luas tidakdilakukan ‘di balik pintu tertutup’.

Oleh karena itu sangat diperlukan kapasitas yang memadaidalam memonitor kontrak – kontrak publik. Terlebih dalamera yang menuntut adanya tata kelola pemerintahan yang baik(Good Corporate Governance). Masyarakat berhak untukmengetahui apa yang telah dan akan dilakukan oleh regulatordan mitra operator swastanya. Bagaimana alokasi sumberdayadilakukan di setiap levelnya? Apakah cukup efektif? Bagaimanadana digunakan, apakah cukup efisien dan tepat sasaran?Bagaimana kondisi keuangan PAM Jaya dan mitra swastanya,mengingat tarif yang dibebankan kepada masyarakatpelanggan sampai saat ini lebih didasarkan pada kebutuhankeuangan para pihak. Fakta bahwa adanya klausa kerahasiaandalam perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dan mitra swastasemestinya tidak terjadi lagi. Lebih jauh lagi, semua

Page 49: 10tahunbr

33

pembayaran publik mesti dibuat terbuka oleh publik (Stiglitz2007). Penguatan kapasitas masyarakat madani (civil society)menjadi sangat penting, yakni pemberdayaan organisasiberbasis masyarakat, LSM, perwakilan perguruan tinggi, KPAMdan sebagainya.

Publik adalah pemangku kepentingan (stakeholder) yang vitalbagi proses pembangunan prasarana dasar dan pelayanan publik.Seiring dengan proses demokratisasi politik dan ekonomi yangsemakin berkembang, aspirasi publik memberikan pengaruhyang berarti dalam penentuan arah kebijakan, apakah outcomedari kebijakan – kebijakan tersebut berdampak langsung padakondisi ekonomi dan sosial mereka.

Aplikasi teknologi informasi (TI) berbasis internet berperanbesar dalam implementasi prinsip transparansi. TI ini amatbermanfaat dalam mengatasi asimetri informasi (Lanti 2006)antara pejabat pemerintah dengan publik luas. Manfaat lainyaitu informasi bisa mengalir tanpa terkendala strukturbirokrasi, yang seringkali amat berbelit. Pengembangan TIyang konsisten juga berdampak besar bagi peningkatankapasitas monitoring masyarakat karena akan lebih mendorongumpan balik (feedback) dan kritisi dari masyarakat.

Media juga berperan besar sebagai sebuah strategi alternatifuntuk menjangkau para pelanggan. Seperti yang terjadi diHyderabad India, dimana ada penerbitan mingguan yangmelaporkan kemajuan yang dilakukan oleh operator air minum.Juga ada sebuah program televisi yang memfasilitasi dialogantara manajemen tingkat atas operator dan pengambilkebijakan di Badan Regulator dengan para pelanggan. Bahkandiskusi publik dan sosialisasi dengan masyarakat juga sempatdisiarkan TV secara langsung.

Page 50: 10tahunbr

34

Tantangan dalam Inovasi Pelayanan Publik

Unsur kunci dalam pendekatan yang inovatif dalam penyediaanpelayanan publik bukanlah menekankan pada peningkatan kinerjamanajemen publik yang kemudian diharapkan berdampak padameningkatnya hasil (outcome) pelayanan, melainkan semestinyadilakukan sebaliknya : fokus pada outcome pelayanan yangdiminta konsumen dahulu baru kemudian memperbaiki kinerjaorganisasinya (Pinto 1998). Jadi inovasi yang dilakukan mestiberfokus pada ‘point of delivery’ ketimbang pada prosesmanajemen sehari – hari dari providernya. Karena ibaratnya ‘pointof delivery’ ini adalah sebuah interface yang menhubungkanprovider dengan pelanggan.

Berangkat dari hal ini, pendekatan yang lebih bisamengakomodasi kebutuhan akan inovasi adalah pendekatansisi permintaan (demand side). Seperti telah disebutkansebelumnya, yakni pendekatan yang menekankan pada sisikebutuhan konsumen dan outcome pada point of deliverytersebut. Pendekatan ’demand side’ juga memberikankonsekuensi positif pada peningkatan kemampuan untukmengetahui kebutuhan – kebutuhan spesifik para konsumendan masyarakat pada umumnya, dengan begitu dibutuhkanpendekatan partisipatif yang lebih memadai.

Demand side approach ini juga identik dengan peran pemerintahyang lebih minimal dalam kegiatan perekonomian.Konsekuensinya lebih mengedepankan kemampuan masyarakatdalam meng-cover consumption cost dari pelayanan yangdisediakan. Dalam hal ini subsidi yang berkelanjutan menjaditidak lagi relevan, kalaupun subsidi masih perlu dilakukanhanyalah subsidi berupa ’sekali di depan’ (one off) yangsebenarnya identik dengan capital cost. Kondisi ini mendorongagar sistem yang ada bisa memberikan manfaat ekonomi

Page 51: 10tahunbr

35

sepadan dengan yang dibayarkan oleh konsumen, sehinggakonsumen dituntut berperan lebih besar agar pelayanan bisalebih efisien dan secara finansial lebih transparan dan akuntabel.

Pelayanan publik ,termasuk juga pelayanan air bersih, padadasarnya terdiri dari tiga fungsi utama, provision, produksidan pengiriman (delivery). Inovasi–inovasi yang dilakukan padaumumnya berkait dengan aspek produksi dan delivery, dantidak banyak menyentuh sisi provisionnya. Beberapa inovasisebenarnya bisa dilakukan berkait dengan provision ini, yakniperumusan kebijakan alokatif dan aspek finance, yangselanjutnya menentukan seberapa luas lingkup pelayanan bagipelanggan serta bagaimana distribusi beban biaya dilakukan(Pinto 1998). Inovasi dalam hal provision juga bisa berartiperumusan kerangka regulasi oleh pemerintah yang sepenuhnyaberfokus pada isu – isu tentang provision dan standarpelayanan, dan menyerahkan mekanisme produksi dan deliverysepenuhnya pada mitra swastanya (Pinto 1998).

Aspek Kelestarian Lingkungan Hidup

Permasalahan besar yang sering terjadi adalah lingkungan hidupdikorbankan untuk kepentingan komersial berjangka pendek(Stiglitz 2007). Pada praktek penyediaan air bersih di negaralain, ketika investor swasta asing diminta memperbaiki kualitassumber air baku, mereka selalu berdalih tidak memiliki danayang cukup. Tentu saja, yang sebenarnya terjadi adalah danayang mereka punya sudah dialihkan kepada share holder mereka.

Dalam kaitannya dengan arti penting privatisasi, di sampingmobilisasi investasi sektor swasta, manfaat lain yaitu mitigasiakibat negatif perusakan lingkungan. Hal ini bisa diamati padakasus Thailand, ketika Kementerian Ilmu Pengetahuan,Teknologi dan Lingkungan menyatakan bahwa privatisasi

Page 52: 10tahunbr

36

berkaitan erat dengan upaya pemerintah untuk menghematjutaan Baht anggaran dalam penanganan permasalahanlingkungan. Hal ini juga ternyata berdampak positif terhadappenguatan mekanisme ‘polluters pay principle” (Bangkok Post,5 April 1995 dalam Lee 1997), yakni mekanisme yangdigunakan untuk mengatasi pencemaran lingkungan. Misalnyadalam kasus pencemaran sungai, perusahaan yang terindikasikuat mencemari sungai, mesti membayar sejumlah uang untukmembersihkan seperti semula.

Dalam kaitanya dengan penyediaan air bersih bagi masyarakat,upaya pemanfaatan sumber air baku untuk produksi air bersihbagaimanapun berdampak pada meningkatnya biayalingkungan hidup (environmental cost). Aspek lingkungan hidupjuga mesti mendapat perhatian, sejalan dengan paradigmadevelopment yang berkembang dewasa ini tentang triplebottom line bahwa pendekatan pembangunan selain fokus padaaspek ekonomi dan sosial juga mesti mengedepankan aspeklingkungan. Perlu adanya regulasi yang baik untuk menjagakeseimbangan antara aspek ekonomi dan sosial, serta jugamencegah dampak buruk komersialiasi air terhadap penurunankualitas lingkungan hidup dan sumberdaya air.

Fase Awal Privatisasi di Kawasan Asia Pasifik

Kenyataan bahwa meluasnya pendekatan privatisasipembangunan infrastruktur dasar dan penyediaan pelayananmasyarakat di Indonesia bagaimanapun terpengaruh danbermula dari fenomena yang sama yang berkembang diregional sekitarnya – di kawasan Asia Pasifik.

Fenomena privatisasi telah mulai dilakukan pemerintah dinegara – negara kawasan Asia Pasifik pada akhir 1980an danmenjadi trend luas terutama awal 1990an. Pemerintah Malaysia

Page 53: 10tahunbr

37

dinyakini sebagai pelopor di kawasan Asia pasifik dalampendekatan privatisasi ini, dan manajemen pengolahan sampah(solid waste management) adalah bidang pertama yangdiprivatisasi dengan dikoordinir oleh Kementerian Perumahandan Pemerintah Lokal (Bartone 1993 dalam Lee 1997). Contohlain, manajemen Pengolahan sampah juga menjadi titikberangkat bagi Pemerintah China dalam melakukan privatisasi.Hal ini dilakukan dengan mendorong peran swasta untukberinvestasi lebih besar dalam program pengolahan sampahserta daur ulang. Mereka memandang sangatlah penting agaraktifitas – aktifitas tersebut tidak lagi semata dibebankan padapemerintah. Inisiator dari program ini di China adalah WakilMenteri Konstruksi yang menerbitkan regulasi tentangmanajemen persampahan pada tahun 1992 (Lee 1997).

Jenis – Jenis privatisasi /PPP

Ada beberapa jenis – jenis privatisasi yang biasanya digunakandi banyak negara berkembang diantaranya kontrakmanajemen pelayanan, co-ownership atau co-financing of theprojects, mekanisme BOT, kerja sama informal antarapemerintah dan sektor swasta serta dukungan finansial atauinsentif bagi pelayanan oleh swasta (Gentry and Fernandez1997 dalam Rondinelli 2002).

1. Menjalin Kontrak dengan Sektor Swasta

Partisipasi sektor swasta melalui mekanisme kontrak banyakdilakukan oleh negara – negara berkembang. Kontrak pelayanan(service contract) atau kontrak manajemen dalam hal inimembolehkan sektor swasta untuk ikut mengembangkaninfrastruktur dan pelayanan (dalam jangka waktu spesifik)dimana institusi pemerintah sendiri tidak bisa melakukannyasecara efektif dan efisien (Rondinelli 2002).

Page 54: 10tahunbr

38

Seperti yang dilakukan pemerintah Chile dan Guatemala yangmenjalin kontrak dengan perusahaan swasta dalam halmemproduksi, mengolah, mendistribusikan dan melakukanpenagihan terhadap pelayanan air bersih (Lewis dan Miller 1986dalam Rondinelli 2002). Begitupun halnya dengan pemerintahlokal Cartagena, di Kolombia, yang memberikan konsesi 26 tahunberupa kontrak operasi dan perawatan kepada ACUACAR –sebuah joint venture swasta – publik antara institusi pemerintahdan sebuah konsorsium yang dipimpin oleh Aguas de Barcelona– pada tahun 1995 untuk memberikan pelayanan air minum, airlimbah dan pengolahan persampahan pada seluruh pendudukkota (Rivera 1996 dalam Rondinelli 2002).

2. Mekanisme Built – Operate – Transfer (BOT)

BOT merupakan sebuah pendekatan relatif baru dalampembangunan infrastruktur. Pendekatan ini memungkinkanaliran investasi swasta secara langsung dalam proyek – proyekskala besar, seperti jalan tol, jembatan, pembangkit listrik,bendungan dan sebagainya. Build, operate and transfer” (BOT)dipandang lebih sejalan bagi kebutuhan ‘infusi modal swasta’yang berdampak positif langsung bagi penguatan kapasitaspendanaan bagi sebuah basis ekonomi yang lebih viable(Walker et al 1992 cited in Lee 1997).

Teori BOT dapat dijelaskan sebagai berikut (TERRA 1996)

Built: Sebuah perusahaan swasta (atau konsorsium) membuatperjanjian dengan pemerintah untuk melakukan investasidalam pembangunan proyek infrastruktur. Perusahaan tersebutkemudian melakukan aktivitas financingnya untuk membangunproyek tersebut

Page 55: 10tahunbr

39

Operate: Pembangun dari pihak swasta tersebut kemudianmemiliki, merawat serta mengelola fasilitas (misalnya jalantol) tersebut untuk konsesi jangka waktu tertentu yang telahdisepakati (misal 20 tahun) dan recovery investasi merekadilakukan melalui tarif tol misalnya.

Transfer: Setelah periode konsesi tersebut habis, perusahaankemudian mentransfer kepemilikan dan pengelolaan fasilitastersebut kepada pemerintah atau kepada otoritas publiklainnya yang relevan.

Konsorsium biasanya mengambil equity dalam jumlah kecildan kemudian berupaya mengakses pinjaman dari institusifinansial internasional serta bank komersial denganmenggunakan revenue yang akan diperolehnya untukmelakukan pembayaran kembali (Rondinelli 2002).

Mekanisme BOT utamanya bisa digunakan dalam mendesain,membiayai, membangun, mengoperasikan serta merawatinfrastruktur dan fasilitas. Mekanisme BOT ini lazim dilakukanoleh pemerintahan di Amerika Latin dan Afrika (Rondinelli 2002).

BOT dilihat oleh industri, pemerintah serta bank multilateralsebagai sebuah solusi efektif bagi pembiayaan proyekinfrastruktur skala besar, untuk membangun infrastrukturpublik tanpa menyedot sumber pendanaan publik yang besar(TERRA 1996). Mekanisme BOT ini sejalan dengan manfaatinvestasi sektor swasta dalam proyek infrastruktur dalam hal’manfaat ganda berupa tambahan dana dan sistem provisionyang lebih efektif.’ Dengan membuka peluang sektor swastauntuk bisa secara langsung berinvestasi di proyek infrastrukturberarti alokasi anggaran bagi kepentingan publik – membangunsekolah, fasilitas kesehatan, pengentasan kemiskinan, dsb -tidak terganggu. Di saat yang sama ketika sektor swasta

Page 56: 10tahunbr

40

mengelola sesuai kaidah komersil, diharapkan efisiensi jugaakan meningkat. Dengan kata lain, infrastruktur publik bisaterbangun tanpa harus menginvestasikan dana publik. Di sisilain, dengan mendorong kucuran investasi asing ini, BOT jugamemfasilitasi terjadinya transfer teknologi yang efektifterutama antara negara maju dan negara berkembang,sehingga diharapkan berkait positif dengan pertumbuhansektor swasta lokal yang lebih kuat (TERRA 1996).

Di sisi lain ada pula yang berargumen bahwa keuntungan –keuntungan yang diperoleh melalui mekanisme BOT ini lebihbersandar pada ideologi pasar bebas ketimbang bukti – buktidan fakta empiris di lapangan. Bagaimanapun rekam jejakBOT belum benar – benar terbukti, dan sampai tahun akhir1980an konsep ini masih tanda tanya besar. Dan faktanyasampai saat ini belum ada proyek BOT yang sudah menjalanisiklus (Built-Operate –Transfer) tersebut secara penuh sesuaidengan rencana aslinya. Dan pada beberapa kasus dijumpaiproyek BOT yang bermasalah dalam hal biaya yang jauhmelonjak, proyeksi harga dan pendapatan yang tidak realistisserta perselisihan hukum dengan pihak perusahaan swasta.

3 Public Private Joint Ventures

Dalam pendekatan Joint Venture ini memungkinkan pemerintahuntuk memperoleh kepemilikan saham dalam perusahaan yangmenguntungkan atau perusahaan yang memiliki arti politikyang strategis, di saat yang sama juga dapat mengakomodasiinvestasi swasta dan keuntungan berupa peningkatan kapasitasinstitusi (Rondinelli 2002).

Bisa dilihat pada kasus Perusahaan Minyak milik Negara diVenezuela, Petroleos de Venezuela, melakukan privatisasi padasebagian aset perusahaan di bawah payungnya, Pequiven,

Page 57: 10tahunbr

41

dengan cara melakukan Joint Venture antara Pequiven denganENI, sebuah perusahaan di bawah payung raksasa industri diItalia (Webb 1993 dalam Rondineli 2002).

4. Kerja sama Pemerintah –Swasta (KPS)

Perjanjian kerja sama antara pemerintah dan sektor swastadalam bentuk yang tidak terlalu formal ketimbang konsesijuga dipercaya mampu menangani meningkatnya kebutuhanakan pelayanan publk yang semakin meningkat dari tahun ketahun, seperti yang terjadi di negara – negara Amerika Latindan Asia (Rondinelli 2002).

Sebagai contoh pemerintah Kostarika yang menjalin kerjasama dengan prusahaan swasta di negara tersebut dalampengembangan industri eco-tourism (Rivera et al 1998 dalamRondinelli 2002). Peran pemerintah Kostarika dalam hal inimencakup pembangunan, pelestarian serta pengembangansistem area alam yang terlindungi (protected natural area)serta taman – taman nasional. Sementara peran sektor swastadan investor swasta dalam hal ini adalah mengembangkanprogram – program eco tourism dan turut memberikankontribusi dalam mekanisme pembiayaannya. Hasilnya industrieco tourism ini tidak saja berhasil memperoleh revenue yangsignifikan dan banyak menciptakan lapangan kerja baru namunjuga memperkuat sistem taman nasional, membiayai risetdan pendidikan tentang konservasi lingkungan sertamengembangkan sumberdaya alam yang notabene dimilki olehsektor swasta (Paddon 1998 dalam Rondinelli 2002)

Pemerintah juga dapat berperan aktif dalam memberikaninsentif fiskal serta penjaminan untuk semakin mendorongsektor swasta serta organisasi nirlaba lainnya untuk jugaberkontribusi membangun infratruktur dan pelayanan publik.

Page 58: 10tahunbr

42

Di India misalnya, institusi pemerintah tingkat pusat (federal)maupun badan – badan pemerintah gencar menawarkan insentifpada sektor swasta untuk mengembangkan lahan danmembangun perumahan murah dalam area kota miskin (PADCOdalam Rondinelli 2002).

Konsep Kerja sama Pemerintah Swasta (KPS) juga dikenalsebagai salah satu pendekatan dalam menerjemahkanswastanisasi atau privatisasi. Pendekatan KPS inilah yang saatini dilakukan dalam pelibatan swasta di sub-sektor air bersihdi Jakarta, dan telah diperkenalkan sejak tahun 1990an. Titiktolaknya adalah petunjuk Presiden Republik Indonesia padawaktu itu, Soeharto, sekitar bulan Juni 1995.

Penekanan pada manfaat ‘memobilisasi investasi swasta’seperti telah didiskusikan sebelumnya juga tercermin padapendekatan KPS di Indonesia. Dinyatakan bahwa pada awalnyakepentingan utama pemerintah Indonesia dalammenyelenggarakan pelibatan sektor swasta dalam penyediaanair minum adalah untuk menyuntikkan dana segar dari sektorswasta kepada sumberdaya finansial publik (Walker et al 1992dalam Lee 1997).

Gagasan tentang KPS juga didorong oleh kebutuhanpenyelesaian masalah yang mendesak, karena pada dasarnyapenyediaan air bersih di Jakarta pada awal 1990an identikdengan pelayanan yang buruk namun dengan pengenaan hargayang tinggi (Jensen 2005).

Dalam hal ini KPS penting dalam mengurangi ketergantunganpendanaan semata pada anggaran negara dan transfer danadari pemerintah pusat. Penyediaan air minum sudah selayaknyamendapatkan pinjaman dari lembaga perbankan dalam rangka

Page 59: 10tahunbr

43

memulihkan biaya investasi yaitu menutupi biaya operasi danpemeliharaan serta mengatasi pembiayaan bagipengembangan sistem penyediaan air bersih dengan kinerjayang lebih baik (Badan Regulator Air Minum, 2007).

Implementasi KPS di Indonesia

Berbeda dengan yang berlaku di Inggris dan Wales, asetPemerintah untuk melayani kepentingan publik, seperti airminum pada hakekatnya tidak dapat dialihkan kepemilikannya.Konsep yang berlaku di Indonesia adalah diasosiasikan denganpendekatan kemitraan publik–swasta atau Public-PrivatePartnership (PPP) ataupun KPS (Kerjasama Pemerintah Swasta).

KPS di bidang pelayanan air minum di DKI Jakarta ini dipandangpenting bagi peningkatan efisiensi dan perbaikan pelayananair bersih, perbaikan kinerja manajemen, peningkatankapasitas pembiayaan serta mengakses sumber – sumberpendanaan bagi investasi yang berkelanjutan (Badan RegulatorAir Minum, 2007). KPS diharapkan memberikan manfatsignifikan dalam manajemen pembiayaan yang lebih baik.Pendekatan KPS ini dinilai bermanfaat bagi penyelenggaraanpelayanan publik dengan alasan untuk peningkatan efisiensidan penggalangan dana bagi pembangunan karenapenyelenggaraan sektor publik (pemerintah) biasanyaterkendala dan terhambat oleh keterbatasan pendanaan dankelemahan manajemen.

Page 60: 10tahunbr

44

KERJASAMA PEMERINTAH-SWASTA (KPS)DIBIDANG AIR MINUM DKI JAKARTA

3

Dalam praktek Kerja sama Pemerintah - Swasta (KPS) atauPrivate- Public Partnership (PPP) yang dewasa terjadi diIndonesia adalah pengalihan penyelenggaraan pelayanan publikdalam bentuk manajemen, investasi, atau operasi suatuutilitas publik milik pemerintah oleh mitra swasta. Ada 6 opsikerja sama dengan mitra swasta, yakni kontrak jasa, kontrakmanajemen, konsesi, sewa (leasing), pola BOT, danswatanisasi penuh. Tiap opsi menawarkan lingkup kerja samayang berbeda. Kontrak jasa mempunyai tujuan dan durasikontrak yang terbatas, yang dapat mencakup pekerjaandesain, studi, supervisi, perbaikan, penagihan, pembacaanmeter. Pembayaran kepada mitra swasta didasarkan padainput, output atau penawaran. Kontrak manajemen diberikankepada mitra swasta karena keahlian yang dimiliki denganresiko operasi menjadi tanggung jawab mitra swasta. Durasikontrak sekitar 3-5 tahun atau 25 tahun. Dalam kontrakmanajemen tidak dilakukan investasi oleh mitra swasta.Pembayaran berdasarkan biaya manajemen (management fee).Kontrak sewa atau leasing berupa “sewa” tahunan untukpengelolaan, operasi, pemeliharaan, tidak melibatkaninvestasi. Alasan sewa karena sumber daya manusia yang

Page 61: 10tahunbr

45

terbatas serta kendala dalam peraturan kepegawaian publik.Kontrak konsesi atau franchasing sama seperti kontrak sewatetapi mitra swasta dapat melakukan investasi. Durasi kontraksekitar 25 tahunan. Dalam konsesi biasanya ada masa transisi(lead time) selama 2 tahunan karena diperlukan identifikasiresiko dan telaahan kondisi awal. Pola BOT (Built-Operate-Transfer) atau semacamnya diperlukan karena adanyakebutuhan modal yang besar untuk pembangunan. Durasikontrak sekitar 10 tahunan. Swastanisasi penuh merupakanpengalihan seluruh urusan kepada mitra swasta. Namun, karenautilitas publik bersifat monopoli, maka konsumenmembutuhkan perlindungan terhadap kesewenanganpenyelenggara (swasta). Penentuan tarif dan standar pelayananserta pembatasan keuntungan jangka pendek merupakan halyang perlu dikendalikan.

Dalam pangsa pasar yang bersifat monopolistik, menurutinternational best practice dibutuhkan suatu lembagaindependen dan profesional yang mampu melindungikepentingan konsumen sekaligus memberikan tarif yangterjangkau dan wajar bagi operator.

Pada masa lalu Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAMJaya) adalah perusahan air minum milik pemerintah DKIJakarta, dan merupakan institusi yang paling bertanggungjawab dalam hal penyediaan air minum di Jakarta. PAM Jayamengoperasikan pelayanan penyediaan air sejak mulai tahun1922 sampai dengan 1998. Sejak 1 Februari tahun 1998 wilayahyang mesti dilayani di Jakarta dibagi menjadi dua bagian,yaitu bagian barat dan timur dalam sebuah skema KPS.

KPS yang diterjemahkan dalam bentuk perjanjian kerja samaantara PAM Jaya dengan operator swasta dimotivasi olehketerbatasan dana dan inefisiensi yang dialami oleh PAM Jaya

Page 62: 10tahunbr

46

dengan harapan mitra swasta akan lebih baik melakukanperbaikan pelayanan air bersih di wilayah DKI Jakarta. Prosespemilihan Mitra Swasta didasarkan pada proses “penunjukan”mengingat belum adanya pengalaman dan peraturan mengenaiperan serta swasta, serta pertimbangan peran serta swastaini sebagai proyek perintisan di sektor air minum.

Alasan KPS Pelayanan Air Minum di DKI Jakarta

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa, dalam kontekspengembangan sektor air minum di Jakarta, yang terjadiadalah KPS. World Bank berperan besar dalam berkembangnyapendekatan KPS bagi pembangunan prasarana dasar khususnyaprasarana penyediaan air bersih ini. Dan berpendapat bahwaKPS diperlukan karena akan mendorong ekspansipembangunan infrastruktur air minum. Oleh karena itudiperlukan kebijakan – kebijakan yang bisa meningkatkandaya tarik terhadap masuknya investasi asing. Sepertidiantaranya political will yang kuat, penataan regulasi yanglebih mendukung dan kualitas SDM yang memadai.

Tahun 1991 menjadi titik tolak proses KPS di bidang air bersihdi Indonesia. Pada saat itu Bank Dunia berkomitmen untukmengucurkan dana pinjaman sebesar US$92 juta kepadaotoritas penyedia air minum pada waktu itu –PAM Jaya.Bantuan dana ini mesti dialokasikan bagi perbaikan sistemjaringan dan pengembangan infrastruktur penyediaan airbersih bagi warga Jakarta. Sementara itu pihak Jepangmelalui, Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) jugamenyediakan loan untuk pembangunan IPA di Buaran I, BuaranII dan Pulo Gadung Bank Dunia lah yang sedari awal terusmendorong badan – badan pemerintah Indonesia untukmelakukan skema kerja sama dengan pihak swasta dalam halpembangunan prasarana dasar dan pengelolaan air bersih.

Page 63: 10tahunbr

47

Kemitraan dengan Bank Dunia dan Overseas EconomicCooperation Fund antara lain diterjemahkan melaluipembangunan instalasi Pengolahan Air Bersih di Pulo Gadung,Jakarta Timur (ICIJ 2003).

Kesepakatan Kerja sama

Inisiatif kerja sama dengan pihak swasta ini kemudian mulaimelibatkan sebuah perusahaan swasta yang berbasis diReading, Inggris yakni Thames Water Overseas Ltd, yangpertama kali mulai secara permanen menginjakkan kakinyadi Indonesia pada 1993. Perusahaan ini menjalin kemitraandengan Sigit Harjojudanto, salah satu putera Suharto. Darikesepakatan ini Sigit – yang notabene tidak memilikipengalaman apapun dalam penyediaan air bersih, ternyatamendapat porsi saham sebesar 20 persen. Situasi inibagaimanapun mengundang kritik, koordinator ICWberkomentar bahwa pemberian saham tersebut tak lebih darisebuah oligarki yang nepotis. Kenyataan bahwa anak – anakSuharto memperoleh saham secara gratis makin menguatkansinyalemen bahwa yang diminta dari anak – anak Suharto itutak lain adalah pengaruh politik karena nama besar ayahnya(ICIJ 2003).

Berkait dengan ini Thames berargumen bahwa hal tersebutdilakukan semata karena kebutuhan merespon situasi riilpolitik pada saat itu, Peter Spillet, Kepala Lingkungan, Kualitasdan Keberlanjutan Thames menyatakan bahwa sudah menjadipersepsi umum kala itu bahwa semua perusahaan asing yangberurusan dengan pemerintah Indonesia mau tak mau mestijuga berurusan dengan – apapun namanya – salah satu elemenkeluarga Suharto (ICIJ 2003).

Suez, mengamati perkembangan Thames. Suez sendiri

Page 64: 10tahunbr

48

sebenarnya bukan pemain baru dalam industri air bersih diIndonesia. Perusahaan multinasional ini telah memulaibisnisnya di Indonesia sejak tahun 1950an, sebagai kontraktorpembangunan instalasi pengolahan aiar (IPA) di Indonesia.Laporan pada saat itu menyebutkan bahwa fihak Suez khawatirbahwa “manuver” Thames bisa merugikan bagi konsesi yangtelah mereka terima lebih dulu (ICIJ 2003).

Khawatir ketinggalan, Suez kemudian mengambil inisiatifmendekatkan diri pada kelompok Anthony Salim, salah satu kronidekat Suharto dan CEO salah satu perusahaan terbesar diIndonesia, Salim Group. Sisi historis mewarnai kedekatandiantara mereka, karena sebelumnya mereka pernah bekerjasama dalam pembangunan Instalasi Pengolah Air (IPA) melaluianak perusahaannya, Veolia (ex Generale des Eaux) di Serang,Jawa Barat. Keduanya sepakat untuk bermitra untuk mendapatkankonsesi pengelolaan air minum di Jakarta (ICIJ 2003).

Salim ternyata berhati–hati menyikapi persaingan ini, danmemilih untuk tetap menjaga hubungan harmonis denganimperium bisnis keluarga Suharto. Atas inisiatif Suez, kelompokSalim mengajukan sebuah solusi win-win kepada Pemerintah,yaitu menyarankan agar hak konsesi untuk Jakartadilaksanakan dengan membagi dua wilayah Jakarta denganwilayah yang kira–kira sama besar dengan aliran SungaiCiliwung sebagai batasnya. Pendekatan ini ternyata didukungoleh Pimpinan Suez pada saat itu yang berpandangan bahwapotensi ekonomi Jakarta cukup besar bagi dua perusahaanuntuk secara bersama – sama digarap. Hal yang sama jugaterjadi di Metro Manila dan Paris dimana hak penyediaan airbersih juga diberikan kepada dua perusahaan (ICIJ 2003).

Proses ke arah kontrak tersebut yang kemudian dikenal jugadengan ‘Perjanjian Kerja Sama (Cooperation Agreements)

Page 65: 10tahunbr

49

selanjutnya dinegosiasikan dengan dua konsorsium tersebut.Proses ini berlangsung cukup lama dan pada akhirnya lobi –lobi intens mereka akhirnya membuahkan hasil. Pada 12 Juni1995 Presiden Suharto mengeluarkan petunjuk tentang perlunyasebuah skema kerja sama yang kemudian dikenal denganistilah Kerja Sama Pemerintah – Swasta (KPS) bagipengembangan sektor air minum di DKI Jakarta. Hal inisebetulnya sejalan dengan landasan hukum yang telah adasebelumnya yakni Permendagri No.4 tahun 1990 tentang “KerjaSama Kemitraan dengan Swasta”. Presiden juga setuju denganpembagian konsesi berdasarkan pembagian wilayah Jakarta,dan kemudian memberikan instruksi langsung kepada MenteriPekerjaan Umum, Radinal Moochtar, agar wilayah Jakarta dibagidua dengan luas wilayah yang kira – kira sama besar. Mewakilipihak pemerintah perjanjian kerja sama ini ditandatanganioleh PAM Jaya, perusahaan publik yang telah sangat lamaberkecimpung dalam pembangunan utilitas air minum. PAMJaya ini juga menjadi aktor utama dalam hal pengawasan(monitoring) pelaksanaan kontrak nantinya.

Kronologis proses KPS sektor air bersih di DKI Jakarta dapatdiamati pada diagram di bawah ini (gambar 2):

Page 66: 10tahunbr

50

Page 67: 10tahunbr

51

Menindak lanjuti petunjuk Presiden Suharto tentang pentingnyaKPS, kemudian dilakukan perjanjian Letter of Intent (L.O.I)antara Menteri PU dengan Pemda DKI, yang kemudian tertuangdalam Keputusan Menteri PU No 249/KPTS/1995 bertanggal 6Juli 1995 serta Keputusan Gubernur DKI No 1327/95 tertanggal31 Oktober 1995.

• Pada tanggal 6 Oktober 1995 dilakukan penunjukanoperator swasta untuk pengelolaan penyediaan air bersihdi DKI Jakarta yang terbagi menjadi dua wilayah, yaknisebelah barat kali Ciliwung dan sebelah Timurnya.

• Berikutnya dilakukan mekanisme pemanggilanterhadap dua calon operator air minum yangmerupakan perusahaan internasional, yaitu ThamesWater (yang bermitra dengan PT Kekar Pola Airindo)pada tanggal 30 Juni 1995 serta Lyonnaise des Eaux,sekarang Suez Environment (yang bermitra denganPT Garuda Dipta Semesta –PT GDS) pada tanggal 21Agustus 1995. Masing – masing operator tersebutkemudian memberikan respons kepada Menteri PUyang intinya menyanggupi bahwa Feasibility Studyakan diselesaikan dalam jangka waktu 6 bulan.

• Pada 6 Oktober 1995 dilakukan penandatangan MoU,yang antara lain mengandung poin bahwa konsesi padasatu bagian Jakarta tersebut diberikan pada Thamesdan perusahaan anak Soeharto, PT Kekarpola Airindo,sedangkan bagian lainnya diberikan kepada Lyonnaisedes Eaux dan rekanannya grup Salim (PT.GDS) (ICIJ 2003).

• Menurut regulasi yang berlaku di Indonesia, padadasarnya perusahaan asing tidak diperbolehkanberinvestasi dan mengoperasikan sistem pelayanan

Page 68: 10tahunbr

52

air bersih di Indonesia. Tindakan yang diambilpemerintah adalah dengan merevisi regulasi yag ada.Menteri Dalam Negeri saat itu Yogie S Memet meresponssegera hal ini, dengan mengeluarkan peraturan Menteriyang baru pada tahun 1996 yang mencoret bidang‘penyediaan air minum ‘dari salah satu sektor yangtidak diperbolehkan dikelola swasta asing.

• Menindaklanjuti perjanjian MoU tersebut, dilakukandua proses secara simultan. Yang pertama adalahpembentukan tim koordinasi lintas sektor, serta yangkedua dilakukan pembentukan tim negosiasi. Prosesnegosiasi yang terjadi antara pemerintah denganThames Water (yang bermitra dengan PT Kekar PolaAirindo) dan Lyonnaise des Eaux (yang bermitradengan PT GDS). Salah satu poin dari negosiasi iniialah dilakukan penjadwalan ulang dari pelaksanaanfeasibility study (FS) yang mundur selama enam bulan.

• Pada akhirnya FS intern pihak Lyonnaise des Eauxkeluar pada 19 Maret 1996 sedangkan, Thames Waterpada 31 Mei 1996. Setelah dilakukan proses evaluasi,FS dari kedua mitra swasta internasional tersebutdisetujui pada tanggal 4 Juni 1996.

• Namun kemudian negosiasi antara pihak operatordengan tim negosiasi kembali berjalan berlarut- larutselama lebih dari satu tahun, melibatkan tiga menteriyang berbeda ditambah juga Pemerintah DKI Jakarta.Lamanya proses negosiasi, yang berlangsung sampaiJuni 1997, antara lain karena banyak kalangan birokratyang pada dasarnya menentang adanya pengalihan hakpenyediaan air bersih kepada mitra swastainternasional tersebut.

Page 69: 10tahunbr

53

• Isu lain yang mengganjal proses negosiasi berkaitdengan permasalahan pengelolaan finansial, Suhartomemberi arahan melalui Menteri PU saat itu RadinalMoochtar untuk lebih cenderung pada kemauanoperator swasta. Perusahaan swasta menginginkanadanya pengelolaan finansial secara eksklusif. PAMJaya, di sisi lain, menghendaki adanya akses terhadapinformasi pendapatan serta data–data tentang kinerjapelayanan air lainnya. Melalui perundingan yangserius, akhirnya kesepakatan dicapai.

• Mitra swasta mengalah pada permasalahan bahwamereka meminta dibayar oleh PAM Jaya dalam matauang dollar AS, dengan alasan mereka mendapatkankredit pinjaman dalam US$. Namun Gubernur DKIketika itu, Surjadi Soedirja menolak permintaankonsorsium swasta dan ketika mereka tetap padakemauannya, Gubernur berkeras akan mundur dariperjanjian, kedua mitra swasta PAM pun bersediadibayar dalam rupiah.

• Perjalanan perundingan berjalan sangat alot, denganproses negosiasi mencapai dua (2) tahun, melibatkaninstitusi-institusi penting, yaitu Bank Dunia/IBRD,Departemen PU, Bappenas, Departemen Keuangan,dan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.

• Setelah begitu banyak pertemuan dilangsungkan, danrapat – rapat diadakan hampir secara marathon,melalui dialog dan negosiasi yang “take and give”,akhirnya kesepakatan bisa tercapai dan PerjanjianKerja sama (PKS) pun bisa ditandatangani pada tanggal25 Agustus 1997. Sigit Harjojudanto, putera mantanPresiden Soeharto ikut hadir dalam acara

Page 70: 10tahunbr

54

penandatanganan tersebut. Eksekutif Lyonnaise desEaux menyatakan bahwa hanya pada kesempatan kaliitulah ia melihat langsung Sigit selama prosesnegosiasi. Hadir juga pada kesempatan itu AnthonySalim, yang oleh banyak pihak dilihat sebagai kronidekat Presiden Suharto.

• Karena berlakunya condition precedent (persyaratanpendahuluan) yang tertuang dalam 11 butir, makaPKS ini baru berlaku efektif per 1 Februari 1998.

Turbolensi pada masa akhir pemerintahan Suharto terjadisebagai akibat krisis moneter Asia, yang mana tepatterjadi dalam periode tersebut (6 Juni 1997 – 1 Februari1998). Pada diagram dan time line berikut terlihatbagaimana gejolak reformasi banyak mewarnaiperjalanan PKS dalam lima tahun pertama :

Page 71: 10tahunbr

55

Page 72: 10tahunbr

56

• Sebagai implikasinya, Lyonnaise des Eaux mendirikananak perusahaan dengan mitra lokalnya dari SalimGrup yakni PT Garuda Dipta Semesta dan memberikan40 persen saham kepada Lyonnaise des Eaux,sedangkan Thames yang bermitra dengan PT KekarThames Airindo diberikan 80 persen saham.

• Dalam perjanjian ini, komitmen terhadap tata kelolaperusahaan yang lebih transparan, khususnya dalamhal mengakses laporan keuangan dari mitra swasta,juga menemui hambatan. Pada perjalanan waktu,proses transparansi berjalan agak tersendat. Bahkan,dari kedua mitra swasta, hanya satu yang bersediamemberikan transparansi sebagaimana yangdiperlukan untuk melakukan analisis kinerja,sementara mitra yang satu lagi memberikantransparansi dengan tingkatan yang sangat terbatas.

• Masalah selanjutnya adalah efektifitas perjanjian yangdinilai kurang memadai dalam memicu kinerja yangbagus operator swasta. Salah satu indikatornya adalahlemahnya sanksi apabila operator tidak menunjukkankinerja yang baik dan atau gagal memenuhi target teknisdan standar pelayanan yang ternyatakan dalam kontrak.

• PAM Jaya juga menyetujui dilakukan upaya- upaya yangtegas agar pemilik usaha, pabrik – pabrik serta rumahtangga bersedia menutup sumur pompa nya, untukkemudian beralih membeli air bersih dari operator.Meski, pada saat itu terindikasi lebih dari 70 persensumber air minum di Jakarta berasal dari air sumur.

• Bagaimanapun melalui perjanjian ini otoritas PAM Jayaberkurang secara signifikan. Pada kenyataannya, PAM

Page 73: 10tahunbr

57

Jaya tidak memiliki akses terhadap dataperkembangan kinerja keuangan perusahaan.

• Dalam kaitannya dengan kenaikan tarif nantinya mestimendapat persetujuan DPRD, namun kontrakmenyebutkan bahwa PAM Jaya diwajibkan untukmembayar shortfall yang terjadi karena terlambatnyapenetapan kenaikan tarif misalnya karena tertundaakibat alotnya proses perdebatan yang terjadi di DPRD.Pada perkembangannya, fihak PAM Jaya mempunyaihutang kepada mitra swasta dalam jumlah yang cukupbesar, sebagai konsekuensi dari shortfall tersebut.

• Berkait dengan kinerja dalam kontrak disebutkan bahwadalam lima tahun pertama operator berkewajibanmeningkatkan level jumlah sambungan sampai 757.129, volume air hampir dua kali lipat serta wilayah layananmesti mencapai 70 persen dari populasi. Pada saat ituuntuk konteks di Jakarta diasumsikan satu sambungan(connection) digunakan untuk tujuh orang. Operator jugamenjanjikan dalam lima tahun pertama akan dilakukaninvestasi sebesar 732 miliar rupiah (atau US$318 jutapada tingkat harga tahun 1997).

• PKS ditandatangani 25 Agustus 1997, dan disepakatuefektif awal 1998. Pada saat itu kondisi ekonomiIndonesia mulai “digedor” krisis. Juni 1997 mata uangThailand, Baht, anjlok. Bulan Juli 1997, krisis moneterThailand mengimbas ke Indonesia. Pada bulan Februari1998 operasionalisasi kerjasama PKS PAM-Swastadimulai. Sementara itu, sejak Januari 1998 Indonesiamulai dihempas habis-habisan oleh krisis. Rupiah sudahmenembus Rp 10.000 per dollar AS, dari Rp 2.500 perdollar AS pada bulan Juni 1997. Ekonomi Indonesia di

Page 74: 10tahunbr

58

ujung tanduk. Bulan Mei dollar menembus Rp 15.000per dollar. Kerusuhan melanda seluruh negeri. Krisismoneter berkembang menjadi krisis ekonomi.Perkembangan terus memburuk, dengan terjadinyakerusuhan sosial skala besar yang melanda Jakarta danbeberapa kota lain. Tekanan maraknya aksi demonstrasimembawa akibat pada jatuhnya Presiden Suharto.

• Pihak operator swasta berhadapan dengan fakta:reformasi yang merubah Indonesia dari sisi politik,sosial, ekonomi, bahkan budaya. Para investor globalmasuk di tengah Indonesia yang sedang dalam gejolakluar biasa, ketidak pastian, bahkan kengerian. Konsesiair bersih yang didapatkan dengan perjuangan keras,bertemu dengan kenyataan berat pada saatimplementasinya. Tantangan yang, kemungkinanbesar, di luar perkiraan para Eksekutif Puncaknya.

Krisis 1998

Adalah sebuah kenyataan bahwa proses yang berkaitanpengembangan infrastruktur dasar akan selalu berhadapandengan perubahan serta resiko–resiko akan ketidakpastian.Dan terkadang perubahan yang mesti dihadapi begitu cepat.Penyediaan infrastruktur dan pelayanan dasar termasuk jugaair minum bagaimanapun berkait erat dengan dinamikakondisi ekonomi, sosial dan kelembagaan dalam konteks yanglebih luas. Hal ini tentu saja menambah kompleks bagaimanamerespons kebutuhan masyarakat yang lebih luas di tengahperubahan yang seringkali terjadi demikian cepat.

Peristiwa dramatis Mei 1998 yang diwarnai meluasnya kerusuhansosial jelas mempengaruhi kerja dan manajemen operasionalperusahaan mitra swasta penyedia air minum. Begitu banyak

Page 75: 10tahunbr

59

warga masyarakat yang khawatir akan tidak terkendalinyasituasi, ketakutanpun merebak dimana – mana. Hal ini jugayang dirasakan warga asing, termasuk diantaranya 30 eksekutifdan anggota keluarga dari dua perusahaan multinasional tersebutyakni TPJ dan PALYJA yang terbang ke luar negeri (Singapura)selama kerusuhan terjadi. Padahal kurang lebih tiga bulansebelumnya perusahaan tersebut baru saja mengambil alihpengelolaan air bersih di Jakarta, melalui sebuah mekanismekerja sama dengan mitra lokal serta PAM Jaya.

Salah satu pegawai di instalasi pengolahan air minum,mengatakan bahwa kerusuhan telah menyebabkanterganggunya pasokan bahan – bahan kimia yang amatdibutuhkan dalam proses produksi air, yakni chlorine danaluminium sulfat (ICIJ 2003). Proses pengolahan air bersihyang terganggu jelas beresiko tinggi bagi pelanggan yaitulebih dari 7.5 juta penduduk kota Jakarta. Tidak adanyapasokan air bersih bagi warga Jakarta jika tidak amat segeraditangani dapat memicu kekacauan yang lebih luas lagi.

Meluasnya krisis ini tentu berdampak pada proses KPS dalampenyediaan air bersih di DKI Jakarta. Daya beli masyarakatjatuh secara dramatis, di saat yang sama beban masyarakatdalam pemenuhan kebutuhan dasar juga meningkat secaradrastis. Kemampuan pelanggan untuk memenuhi tanggungjawab tagihan air bersihnya bagaimanapun ikut terpengaruh.Dalam sisi pasokan penyediaan air minum tentu berimplikasipada menurunnya pendapatan dari operator swasta, di sisilain akibat nilai tukar rupiah yang anjlok, biaya – biayaoperasional, terutama berkait dengan material dan teknologiyang harus diimpor, melambung sangat tinggi. Akibatnya tentusaja shortfall menjadi tak terelakkan lagi.

Page 76: 10tahunbr

60

Pasca peristiwa Mei 1998, dan lengsernya Suharto, situasi telahdemikian berbeda. Arus perubahan tidak lagi membawakeuntungan bagi kroni dan jaringan bisnis mantan PresidenSuharto. Setelah terjadinya kerusuhan sosial dan reformasi,Eksekutif Suez dan Thames mendapati kenyataan bahwakontrak kerja sama yang baru saja mereka tanda tanganiternyata telah kehilangan hampir seluruh dukungan politisnya.Rekanan mereka yang sebelumnya diharapkan banyakmembantu kelancaran dalam mengatasi kendala birokrasi tiba– tiba menjadi beban yang menghambat proses pemberlakuanperjanjian kerja sama (PKS) ini. Pemerintah Provinsi DKImelalui kebijakannya ternyata tidak lagi mendukung posisikonsorsium swasta tersebut. Kondisi ini memaksa merekamerumuskan strategi baru untuk merespon kondisi yang telahberubah ini. Eksekutif perusahaan operator air minum punmenyadari bahwa renegosiasi kontrak kerja sama tidak bisalagi dielakkan. Renegosiasi ini pun tidak berjalan mulus sepertiyang diharapkan.

Reformasi juga membawa makin menguatnya tekanan publik,isu–isu yang pada masa sebelumnya tidak pernah terbahas,karena tidak selaras dengan kepentingan operator swasta airminum, seperti kebutuhan penyediaan air minum bagi masyarakatmiskin serta perbaikan manajemen finansial menjadi topik kunciyang mesti didiskusikan penyelesaiannya.

Salah satu yang dilakukan konsorsium swasta untuk mengatasiresiko–resiko yang bisa muncul adalah memutuskan untuk membelibagian saham yang dimiliki oleh Salim Group dan SigitHarjojudanto. Dengan begitu mereka tidak lagi memilikiketerkaitan dengan jejaring bisnis keluarga Suharto yang saatitu mendapat tentangan luas dari publik. Pada saat yang sama,Gubernur menyarankan kepada kedua mitra swasta, agar konsesiyang telah disepakati dikembalikan kembali, untuk direnegosiasi.

Page 77: 10tahunbr

61

Sebuah penyelesaian yang dapat dianggap sebagai “jalantengah” diambil. Perusahaan swasta pemegang konsesi“mendorong ke luar” pemegang saham yang dianggap olehpublik sebagai mewakili “kekuasaan Orde Baru”. PengusahaSigit Hardjojudanto keluar dari Kekarpola Airindo, dan Salimkeluar dari Garuda Dipta Semesta1.

Perubahan yang terjadi dramatis sebagai implikasi kompleksdari terjadinya krisis ekonomi ternyata memiliki konsekuensidari aspek legal yaitu berbelit – belitnya proses litigasi. Konflikdengan mitra perusahaan swasta pun tidak bisa dihindari lagi.Menyikapi hal ini pemerintah berpendapat bahwa konflikdengan mitra investor asing hanya akan merugikan citraIndonesia yang sedang giat -giatnya menarik investasi asing.Kelanjutan proses ini akhirnya membawa Thames and Suezuntuk setuju diadakan renegosiasi kontrak. Pada kenyataannyaproses renegosiasi Ini berlajalan sangat alot sampai tiga tahun.Faktor–faktor yang turut menambah kompleks prosesrenegosiasi diantaranya (Lanti 2004) :

1. Dampak dari krisis moneter di Asia, sehingga nilairupiah terhadap Dollar Amerika terpuruk jatuh dariRp 2200 menjadi Rp 12.000 dan akhirnya menjadisekitar Rp 8500 per 1US$. Hal ini jelas mempengaruhiproses negosiasi terutama dalam hal besaraninvestasi, gambaran margin profit bagi operator danresiko – resiko finansial lainnya.

2. Menimbang tingkat daya beli (affordability level)masyarakat yang merosot jatuh, pemerintah sempatberupaya mendorong diberlakukannya kebijakan agarPAM Jaya tidak menaikan tarif pada tiga tahunpertama pelaksanaan KPS ini. Di sisi lain inflasimembumbung begitu tinggi mencapai 120%. Namun

1 ….melaporkan bahwa menurut surat yang dikirim pada Presiden pada saat itu BJ Habibie, PT Kekarpola

Airindo dihargai US$ 3,5 juta – per Oktober 1998, dari sini bagian Saham Sigit bernilai US$700.000 sedangkan

anak perusahaan Suez/Salim, PT Garuda Dipta Semesta dihargai US$ 5,3 juta (per Juni 1998), dari sini grup

Salim dilaporkan memperoleh bagian saham senilai sekitar US$3,2 juta2.

Page 78: 10tahunbr

62

pada kenyataanya dalam merespons inflasi yangbegitu tinggi ini diberlakukan kenaikan tarif sebanyaktiga kali, yakni pada April 2001 sebesar 35%, April2003 sebesar 40% dan Januari 2004 sebesar 30%.

3. Mengenai hutang PAM Jaya dan defisit operator yangberkaitan dengan penentuan ulang dasar imbalan air.

4. Ketidak jelasan status karyawan PAM Jaya setelahpengalihan kepemilikan ke operator swasta. Lebihdari 90% karyawan PAM Jaya dialihkan kepadaoperator swasta. Proses ini ternyata mengalamibanyak kendala, dan bagaimanapun mempengaruhikinerja operator swasta tersebut Kondisi inidiperburuk dengan mogoknya karyawan yangberstatus karyawan PAM Jaya. Pelayanan air PAM diJakarta seakan berhadapan dengan ujung buntu.

Renegosiasi ini pun berlangsung berlarut – larut. Namunkecenderungan yang terjadi mitra swasta asing kembalidiuntungkan oleh klausul – klausul yang sudah ada sebelumnyadi perjanjian lama.

Akhirnya dicapailah kesepakatan pada 22 Oktober 2001 yangdisebut dengan Re-stated Cooperation Agreement (RCA).Butir – butir yang terkandung dalam RCA ini bisa dilihat padatabel berikut ini :

Page 79: 10tahunbr

63

Tabel 1

Page 80: 10tahunbr

64

Page 81: 10tahunbr

65

Dalam kontrak yang baru ini, perusahaan swasta tersebut setujuagar PAM Jaya diberikan hak untuk ikut mengkontrol rekeningbank yang nantinya akan digunakan. Juga disepakati bahwasebelum rekening bank tersebut digunakan untuk membayar biaya– biaya operasional yang ada, rekening tersebut juga digunakanuntuk menalangi hutang – hutang yang dimiliki pihak PAM Jaya.

Dari proses kesepakatan ini kemudian Thames dan Suezmendirikan dua perusahaan baru: PT Thames PAM Jaya (TPJ)dan PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA). Pada saat itu 95% sahammereka dimiliki oleh perusahaan induk mereka di Reading,United Kingdom dan Paris, Perancis. Thames memberikan sisa5 persennya kepada PT Terra Metta Phora sedangkan Suezmemberikannya kepada PT Bangun Cipta Sarana. Keduaperusahaan dalam negeri tersebut sebelumnya merupakan mitrakerja (sub-kontraktor) dari kedua mitra swasta PAM tersebut.

Salah satu butir perjanjian dalam Re-Stated CooperationAgreement (RCA), PAM Jaya dengan mitra swastanyamemasukkan klausul pembentukan “Badan Independen’ padapasal 51 RCA yang disebut Badan Regulator Pelayanan Air MinumDKI (BRPAMDKI) . Organisasi BR secara resmi terbentuk padatanggal 1 November 2001 melalui Keputusan Gubernur DKI no95 tahun 2001, yang kemudian diperbaharui dengan PeraturanGubernur (PERGUB) no 54/2005 tertanggal 27 April 2005.

Sebuah auditor yang berbasis di Jakarta menyatakan bahwapermasalahan kurangnya sumberdaya finansial yang dihadapikonsorsium swasta tersebut sebenarnya lebih disebabkan olehfaktor internal mereka sendiri, karena biaya operasional yangmemang terlalu tinggi dan kurang efisien. Kenyataannya bahwaperusahaan memilih untuk menyewa kantor di dua tempatberbeda di kawasan bisnis elit di Jakarta, ketimbang menempatibangunan PAM Jaya yang telah ada sebelumnya. Selain itu gaji

Page 82: 10tahunbr

66

untuk para eksekutif konsorsium tersebut juga dinilai tinggi.

Pasca RCA

Periode pasca penandatanganan PKS baru atau Re-StatedCooperation Agreement (RCA) adalah periode transisi, danjuga merupakan tahun – tahun akhir dari program 5 tahunpertama yang sedianya berakhir pada Desember 2002. Sasarandari periode transisi ini diantaranya :

menetapkan biaya yang nyata dan wajar

mengembangkan sikap saling percaya

memantapkan pemahaman peran & fungsi masingmasing Pihak

Dalam kaitannya dengan kinerja pelayanan, pada tahun 2001Suez mengklaim bahwa mereka telah berhasil meningkatkantingkat jumlah sambungan sebesar 50% menjadi hampir300.000 sambungan dari posisi sebelumnya pada tahun 1997sebesar 200.000. Sedangkan Thames menyatakan bahwamereka telah mampu meningkatkan jumlah sambungan dari268.000 pada tahun 1998 menjadi kira – kira 320.000 padatahun 2001. Kinerja kedua perusahaan ini jika dijumlahkanmenjadi 620.000 jumlah sambungan, bagaimanapun masihjauh dari target sebesar 711.000 sambungan. Kondisi ini dapatdimengerti, karena krisis selama 1998-1999. Kondisi politikdan ekonomi mulai membaik tahun 2000, sehingga masa kerjasesungguhnya hanya sekitar 1 tahun.

Berkait dengan kegagalan pencapaian target dalam jumlahsambungan baru, eksekutif Thames dan Suez berdalih bahwadampak krisis telah banyak menyulitkan mereka dalam

Page 83: 10tahunbr

67

2 Disini masalah perbedaan nilai kurs seringkali menjadi perdebatan. Pada saat awal 1997), nilai investasiyang ditanamkan adalah US$ 318 juta. Pada saat imlementasi, dengan nilai tukar rupiah yang terdepresiasiterhadap dollar, maka nilai investasi menjadi sekitar US$100 juta. Masalahnya, pada saat itu tidak diperkirakanakan ada krisis yang sedemikian berat, sehingga tidak diperkirakan ada koreksi seandainya ada perubahannilai kurs. Jadi, daalam jumlah rupiah, sebenarnya investasi sudah melebihi dari target, tetapi dalam dollarAS masih di bawah. Banyak fihak menilai perdebatan ini tidak cukup relevan, karena terjadi dalam “ruang,waktu, dan perobahan lingkungan” yang “anomali”.

pencapaian target ini, karena devaluasi yang terjadi telahmembuat harga peralatan yang dibutuhkan melambung tinggi,karena masih harus diimpor. Eksekutif Suez juga menyalahkansikap para pekerja eks –PAM Jaya yang enggan bekerja samadengan pimpinan baru mereka karena diperlakukan tidak adilserta kekhawatiran mereka diberhentikan dari pekerjaannya.Thames juga menyalahkan tidak adanya dukungan pemerintahdalam hal kenaikan tarif, yang mana amat dibutuhkan dalamperbaikan kondisi finansial perusahaan.

Dalam perspektif masyarakat miskin perkotaan di Jakarta,pada dasarnya sambungan baru bagaimanapun tidak selaluberarti mereka bisa secara kontinyu mendapatkan air. Bagikebanyakan masyarakat miskin ini hanya berarti pemasanganmeteran baru, mereka tetap saja membeli air dari penyediaair bakulan. Kondisinya lebih dari 70 persen penduduk memilikisuplai air yang tidak memadai. Keterjangkuan menjadipermasalahan kunci dalam hal ini dan kenaikan tarif sudahterjadi beberapa kali sejak tahun 1998. Tingkat kenaikan yangterjadi tidak sama antara satu kelompok pelanggan dengankelompok pelanggan lainnya (berpenghasilan rendah,menengah dan mewah).

Kondisi ini serba dilematis, karena pada kenyataannya, keduamitra swasta yang mengelola konsesi PAM juga melayanijumlah pelanggan kategori miskin (K-1 dan K-2) dalam jumlahyang besar, sekitar 25% dari total pelanggan.

Kedua mitra operator swasta tersebut dinilai tidak berhasilmencapai target investasi seperti yang dinyatakan dalamkontrak, yang mana dalam tahun 2001 kedua perusahaantersebut mesti berinvestasi sebesar 732 milliar rupiah. Padakenyataannya pihak konsorsium swasta telah berinvestasisebesar 850 miliar rupiah yang hanya senilai2

Page 84: 10tahunbr

68

Pelayanan publik, seperti utilitas air minum, menyangkut hajathidup orang banyak sehingga penyelenggaraannya menjadiurusan dan tanggung jawab pemerintah. Karena menyangkutkepentingan publik dan memiliki fungsi sosial dan ekonomi,maka penetapan tarif pelayanan tidak dapat bersifatmonopolistik. Oleh karena itu, penetapan tarif harusmencerminkan pula kemampuan daya beli masyarakat,terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Di lain pihak,biaya operasi dan pemeliharaan harus dapat dipenuhi dari hasilpenjualan air, termasuk biaya investasi pengembangannya.Menimbang kedua sisi yang berlawanan ini menjadi tantanganbagi penyelenggaraan suatu utilitas air minum.

Antara 1998-2001, karena kondisi krisis, maka Pemda DKIJakarta tidak memberikan kenaikan tarif PAM. Sementara itu,imbalan air (water charge), yang diesuaikan setiap semestersesuai dengan kenaikan inflasi terus meningkat. Dengandemikian, terjadi shorfall atau hutang dari PAM Jaya kepadamitra swastanya. Beban hutang PAM kepada swasta totaldiperkirakan mencapai Rp 800 milyar. Dengan negosiasi yangbaik, swasta bersedia dicicil tanpa beban bunga dari PAM Jaya.Pembayaran tersebut diatur dengan mekanisme PenyesuaianTarif Otomatis, atau PTO, yang ditetapkan oleh Gubernur padatahun 2004, dengan klausul bahwa tarif air PAM Jaya dinaikkansetiap 6 bulanan (semester), hingga tahun 2007. PTO yangberlangsung selama 3 tahun diharapkan dapat menutuppinjaman kepada mitra swasta, sehingga mitra swasta menjadisehat neraca usahanya.

Di tengah terjadinya krisis ekonomi ini, pada bulanDesember 1999, DPRD DKI Jakarta meminta BPKP untukmengaudit secara lebih akurat bagaimana status shortfallyang dialami oleh operator penyedia air bersih. Hasil auditBPKP ini kemudian menjadi masukan utama bagi proses yang

Page 85: 10tahunbr

69

terjadi di ICE (Independent Combined Expert) Team di dalamrangka proses rebasing periode ke satu.

Di luar hutang tersebut, PAM Jaya juga mempunyai hutangsekitar Rp 1,6 trilyun kepada Pemerintah Pusat. Hutangtersebut berasal dari pembangunan beberapa InstalasiPenjernihan Air, perbaikan dan peningkatan jaringan pipa airminum dan investasi lainnya selama kurun waktu 1980 sampaidengan 1995, yang merupakan two-step-loan dari Bank Duniadan OECF Jepang, kepada PAM Jaya, sebagai lembaga di bawahkepemilikan dan pengelolaan Pemda DKI Jakarta. Hutangawalnya sekitar Rp 762 milyar. Namun, karena gagalmembayar, maka pinjaman tersebut menjadi besar, dari bungayang berbunga. Pada saat awal, terdapat 21 pinjaman, di manatahun 2006 telah dilunasi 9 buah.

Antara 2004-2007, Keputusan Gubernur tentang PTOmemberikan angin segar bagi swasta untuk mendapatkaninjeksi kapital yang berasal dari selisih kenaikan tarif setiapsemester, dan sebagian dari pendapatan dapat dikonversisebagai pembayaran pinjaman.

Water Tariff dan Water ChargeDalam PKS ini , mitra swasta diasumsikan memproduksi air untukdidistribusikan kepada publik. Water charge atau imbalan air adalah imbalanyang diterima operator per m3 air tertagih dan dibebankan kepada PAMJaya melalui Escrow Account. Water charge ini merupakan hasil perhitunganyang terdiri atas biaya CAPEX (Capital Expenditure), OPEX (OperationalExpenditure), IRR (Investment Rate of Return = merupakan besaranpengembalian atas equity operator yang telah diinvest dengan prinsip“constant price” sampai dengan tahun 2022) dan biaya-biaya lainnya; dibagidengan volume air tertagih. Water charge ini disesuaikan setiap semestersesuai dengan indikator inflasi, ditambah dengan FOREX loss (jika ada) danperbedaan tingkat bunga bank atas pinjaman operator di mana besarannya

Boks 1

Page 86: 10tahunbr

70

ditetapkan antara operator dan PAM Jaya. Sementara itu Water Tariff adalahtarif air PAM yang dibebankan kepada masyarakat, yang ditetapkan oleh GubernurDKI Jakarta setelah mendapatkan usulan dari Badan Regulator PAM DKI Jakarta(BR). Usulan tersebut akan diajukan setelah mendapatkan permintaan dari parapihak dan telah melakukan due diligence atas usulan tersebut.

Dengan tidak adanya kenaikan tarif antara 1998-2001, water charge lebihtinggi dibanding rata-rata water tariff. Selisih ini yang ditanggung oleh PAMJaya, sebagai pihak yang diasumsikan menjamin KPS. Untuk membantuagar PAM Jaya tidak terbebani hutang, maka dibuat mekanisme PenyesuaianTarif Otomatis (PTO) oleh Gubernur DKI Jakarta setelah mendapatkanpersetujuan tertulis dari DPRD . Kebijakan ini secara politis mendesakindependensi BR untuk menolak mengajukan kenaikan tarif jika kinerjapelayanan sesuai PKS tidak tercapai atau di bawah target. Namun, padaprakteknya, dari 6 kali PTO, BR hanya mengajukan 4 kali usulan PTO, dan 2kali mengajukan usulan tidak melaksanakan PTO. Gubernur menerimapendapat BR, sehingga hanya 4 kali PTO diberikan, karena kinerjanya yangbelum memenuhi syarat.

Konsekuensinya, hutang PAM Jaya masih belum terbayar, dan neraca darimitra swasta terganggu. Keputusan ini diambil, karena kenaikan watercharge tidak dikaitkan dengan kinerja, sementara kenaikan tarif dinilai BRharus berdasarkan kinerja pelayanan.

Dengan tekanan ini, pada waktu terakhir, mitra swasta telah berusahakeras memperbaiki kinerjanya. Hanya, sayangnya, program PTO sudahselesai.

Masalah terjadi ketika dalam pemberian PTO I, II, III, tidakterjadi kenaikan kinerja pelayanan, bahkan cenderung terjadipenurunan kinerja, khususnya pada tingkat kebocoran. Hinggatahun 2007, tingkat kebocoran rata-rata dari kedua operatormendekati 50%. Memang, NRW tidak identik dengan kinerja,

Page 87: 10tahunbr

71

3 kondisi air dapat langsung dikonsumsi ataupotable water di tingkat konsumen

namun secara teknis, dalam bisnis air minum/bersih, NRWmerupakan indikator teknis dan pelayanan yang kunci.

Para pelaku swasta pengelola PAM di Jakarta sepertinyamendapat momentum kritikal, ketika pada tahun 2006,Menteri Pekerjaan Umum menyampaikan surat kepadaPemerintah DKI Jakarta, yang berisi evaluasi pelaksanaan KerjaSama Pemerintah dan Swasta (KPS) pelayanan air minum DKIJakarta, yang antara lain menyebutkan bahwa sejak PTO ke 3(Semester Pertama 2006), maka tarif rata-rata air PAM DKIJakarta sudah melebihi Rp 6.000/meter3, yang berarti tertinggidibanding kota-kota besar lain di Asia Tenggara. Data yangdipergunakan oleh Departemen PU adalah data dari US-AEPtahun 2005 tentang Regional Assesment Survey and Workshopon Full Cost Recovery for Water Utilites in Southeast Asia,dengan perbandingan sebagai berikut:

Pelayanan PAM Jaya menjadi sorotan publik nasional daninternasional. Sejumlah ilmuwan dari berbagai negara,termasuk untuk kepentingan riset universitas, melakukankajian tentang KPS Jakarta. Sejumlah lembaga non-pemerintahdan lembaga pendidikan mengajukan serangkaian kajian,diskusi, dan kritisi tentang KPS tersebut.

3

Page 88: 10tahunbr

72

Ada sisi akurat, dan ada sisi yang belum akurat. Untuk hal-halyang belum akurat, pada bagian-bagian berikut akandipaparkan hal-hal yang akan memperjelas KPS PAM di Jakartayang akan berjalan selama 25 tahun, hingga tahun 2022 yangakan datang.

Page 89: 10tahunbr

73

BADAN REGULATOR PELAYANAN AIR MINUMDKI JAKARTA

4

Salah satu institusi penting dalam KPS pelayanan publik yangbersifat dasar, seperti air minum, adalah adanya lembagaimparsial dan independen yang mempunyai misi atau tugasmemastikan bahwa proses KPS berjalan dengan memberikankeuntungan yang optimal secara seimbang dan proporsional,di antara para pihak yaitu:

• Pelaku bisnis swasta, sebagai penerima konsesi.

• Masyarakat konsumen, sebagai pihak yang menerimaproduk barang/jasa yang diKPSkan dari Pemerintahke swasta.

• BUMN/D sebagai pihak yang sebelumnya menjadipengelola.

• Pemerintah (dan/atau Pemerintah Daerah) sebagai pihakyang berkepentingan atas dibuatnya kebijakan pengalihanpengelolaan kepada swasta, berkenaan dengan jaminanbahwa KPS akan memberikan peningkatan kebaikanpelayanan kepada masyarakat konsumen.

Page 90: 10tahunbr

74

• masyarakat umum, sebagai pihak di mana seluruhpelaku berada.

Pada kasus KPS PAM Jakarta, dibentuk lembaga dimaksuddengan nama Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta.

Landasan Hukum

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu mandatdari perjanjian Re-Stated Cooperation Agreement (RCA)adalah keharusan dibentuknya sebuah badan regulator baru.PAM Jaya dengan mitra swastanya memasukkan klausulpembentukan “Badan Independen’ pada pasal 51. OrganisasiBadan Regulator Air Minum DKI Jakarta secara resmi terbentukpada tahun 2001, melalui Keputusan Gubernur no 95/2001,yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Gubernur(PERGUB) no 54/2005 tertanggal 27 April 2005. Perumusanformat awal dan desain organisasi dari Badan Regulator inibanyak memperoleh masukan dari IBRD. Juga pada tahun 1999memperoleh masukan dari organisasi serupa yang berbasis diPerth Australia, NERA (Lanti 2006).

Alasan yang mengemuka tentang perlunya kebijakan Gubernuruntuk membentuk sebuah badan baru yang independen dantidak memanfaatkan badan – badan pemerintah yang sudahada sebelumnya, misalnya PAM Jaya, adalah sulitnya merubahbadan pemerintah yang sudah ada, menjadi sebuah badanregulator. Jika hal itu dilakukan yang jelas akan muncul konflikkepentingan. PAM Jaya sebagai salah satu pihak kemitraan,tidak boleh di saat yang sama menjalankan fungsi regulasi. Disamping itu pembentukan badan regulator baru yang independenlazim ditemui dalam praktek KPS di berbagai negara.

Dalam kaitannya dengan pengembangan lebih lanjut terkait

Page 91: 10tahunbr

75

dengan kerangka hukum, telah dikeluarkan Peraturan GubernurPropinsi DKI Jakarta No. 54/2005 tentang Badan RegulatorPelayanan Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta, untukselanjutnya disebut sebagai BR, menyebutkan bahwa :

BR adalah suatu Badan Independen danprofesional yang mempunyai sasaran, fungsidan kewenangan sebagai regulator, fasilitator,mediator dan arbiter, serta fungsi dankewenangan lainnya sebagaimana diaturdalam ketentuan ini dan dalam PerjanjianKerja Sama berikut perubahannya sertaPerjanjian-perjanjian Pendukungnya.

Pasal 3 dan 4 Pergub No. 54/2005 menyebutkan bahwakedudukan BR adalah sebagai badan independen4 danprofesional yang terlepas dari pengaruh serta kekuasaan pihaklain termasuk Pihak Pertama dan Pihak Kedua dalam PerjanjianKerja Sama. BR, dalam kedudukan tersebut, dapatmemberikan keputusan-keputusan yang bersifat regulasi,mediasi, dan arbiter terhadap permasalahan yang menyangkutpengelolaan dan pelayanan air minum Provinsi DKI Jakartadengan di dasari transparansi. Keputusan BR mengenaipermasalahan yang melibatkan pihak atau badan/instansilainnya, dapat diajukan dan atau diteruskan kepada Para Pihakdan badan/instansi lainnya yang berwenang dengan mengacupada ketentuan dan peraturan perundang-undangan yangberlaku. Keputusan BR bersifat mengikat dan wajibdilaksanakan oleh Para Pihak, namun tetap tunduk kepadamekanisme penyelesaian perselisihan sebagaimana Pasal 45.Selanjutnya, BR berfungsi untuk menjaga keseimbangankepentingan antara masyarakat, Para Pihak yang bekerja sama,dan badan/instansi lainnya dalam rangka penyelenggaraanpelayanan air minum di Provinsi DKI Jakarta.

4 Istilah “independen” ini ada juga yang “mempertanyakan” karena,secara struktural PAM dan BR bertanggungjawab kepada Gubernur.Pertanyaan ini kelak akan menjadi tidak relevan, ketika BR dapatmenunjukkkan kinerjanya yang profesional dan independen terhadapsemua pihak, tanpa kecuali.

Page 92: 10tahunbr

76

Pada fase awal ini fungsi utama Badan Regulator ini adalahmelakukan mediasi jika terjadi perselisihan antara pihak –pihak kunci. BR sebagai sebuah lembaga independen untukmengatur tata kelola air minum di Jakarta diharapkan berperanbesar agar proses kemitraan KPS Ini didukung oleh polakoordinasi dan integrasi antara stake holder kunci (PAM Jaya,TPJ, Palyja dan Pemprov DKI) yang efektif dan efisien.

Kedudukan dan tugas yang diamanatkan dalam kebijakanGubernur tersebut dituangkan dan diperkuat melalui KeputusanKetua BR No. 012/BR/KPTS/BR/XI/2005 tentang Tata KelolaBadan Regulator, yang menyebutkan bahwa BR adalah suatuBadan Independen dan Profesional yang mempunyai sasaran,fungsi, kewenangan selaku fasilitator, mediator, arbiter, danpengawas, serta fungsi dan kewenangan lainnya sebagaimanadiatur pada Perjanjian Kerja sama PAM Jaya dengan MitraSwastanya, berikut perubahan serta perjanjian-perjanjianpendukungnya, dan Peraturan Gubernur No. 54/2005 tentangPembentukan Badan Regulator Pelayanan Air Minum, tertanggal27 April 2005. BR merupakan bagian yang tidak terpisahkandari Kontrak PKS Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta, antaraPAM Jaya dengan mitra swasta, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya(Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (TPJ).

Page 93: 10tahunbr

77

Badan Regulator yang independen juga memiliki beberapamanfaat lain, diantaranya adanya kontinuitas kebijakanditengah terjadinya pergantian Menteri atau Gubernur,diharapkan ada integrasi antara fungsi adjudication, perumusandan implementasi kebijakan. Selain itu Badan yang independendiharapkan bisa secara mandiri mengembangkan kualifikasiprofesional nya dengan dukungan SDM yang berkualitas.

Periode kerja kepengurusan Badan Regulator ini ialah tigatahun. Pada periode kepengurusan yang pertama (2001-2004),para anggota BR terdiri dari individu yang kompeten yanglangsung ditunjuk oleh Gubernur DKI Jakarta. Anggota BR ketikaitu terdiri dari Ketua, Sekretaris, Anggota Bidang Teknik, danAnggota Bidang Keuangan. Ir. Achmad Lanti, M.Eng sebagaiketua; Ir. Suratmo Notodipuro (alm.) sebagai Sekretaris; Drs.Mohammad Jusuf sebagai Anggota Bidang Keuangan, danProf.Dr.Ir.Benny Chatib, M.Sc sebagai Anggota bidang Teknik.

Tugas pokok dari BR adalah membangun Tata Kelola Yang Baikberkenaan dengan pengelolaan pelayanan air minum di DKIJakarta yang diselenggarakan oleh PAM Jaya dan mitraswastanya. Dengan kata lain, BR dibentuk dengan maksuduntuk menjaga agar pelaksanaan PKS dapat berjalan denganmemperhatikan hak dan kewajiban serta prinsip-prinsipindependensi, berkeadilan, konsisten, transparan, akuntabel,sebagaimana mestinya, serta dapat dipertanggungjawabkankepada publik, dan dengan tujuan untuk menjagaterselenggaranya penyediaan dan distribusi air minum yangmemenuhi standar kualitas, kuantitas, kontinuitas, ekonomis,dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Dalam perjalanannya, fungsi BR mendapat sorotan berkaitandengan sejauh mana mampu menjaga keseimbangan yangwajar antara kepentingan konsumen dan mitra swasta dan

Page 94: 10tahunbr

78

peran apa yang terbaik untuk menjaga keseimbangankepentingan kedua belah pihak. Pemilik yang diwakili oleh PAMJaya berkepentingan dengan harga yang terendah dalampenyelenggaraan pelayanan air bersih, yang berarti pelayanandiperoleh dengan harga yang terjangkau. Sedang, Mitra Swastaberkepentingan dengan tingkat pengembalian Investor Rate ofReturn (IRR) sebesar 22%, menekan resiko sekecil mungkin,kepuasan pegawai, menjaga reputasi yang baik, kontinuitaspekerjaan, menyelesaikan misi dan menjaga visi. Sebaliknya,berdasarkan Survey Kepuasan Pelanggan (SKP), konsumen ataupublik lebih berkepentingan dengan kualitas pelayanan, pasokanyang kontinu, kemudahan tempat pembayaran, perlakuan yangadil dan wajar mengenai pembayaran air, dan bahkan air dapatdiminum langsung dari kran.

Sebagai badan yang independen, BR diharapkan memilikibeberapa kelebihan (championing) atas instansi pemerintahsebagai regulator, yaitu kebijakan yang kontinu selama adaperubahan pemerintahan, lebih baik menjalankan fungsiajudikasi, pengambil keputusan dan penegakan, serta memiliki keahlian yang lebih tinggi. Badan Regulator karenanyabertanggung jawab atas bidang-bidang : (i) pengambilankebijakan, (ii) elaborasi standar dan target yang lebih rinci,(iii) monitoring ketaatan terhadap kesepakatan, (iv)penentuan tarif, (v) mediasi, dan (vi) penegakan sanksi.Namun dalam hal penentuan dan perubahan tarif, pemerintahtetap bertanggungjawab karena peraturan perundang-undangan dan pertimbangan politis. Sementara,tanggungjawab di bidang-bidang lainnya mitra swasta banyakmenderita karena berbagai peraturan yang diberlakukan.Karenanya, peran Badan Regulator perlu dibatasi kepadatanggungjawab mengenai regulasi ekonomi, dengan fokuskepada menjaga target teknis dan layanan standar yang lebihsesuai untuk penentuan perubahan tarif. Bidang-bidang

Page 95: 10tahunbr

79

tanggungjawab lainnya lebih bersifat pada koordinasi. Sedang,PKS nampaknya menekankan peran Badan Regulator sebagaimediator dan fokus kepada isu-isu teknis.

Setelah mengakhiri periode kerja pertamanya (satu periodenyatiga tahun), diterbitkan regulasi baru untuk periode kedua(2005-2008) Badan regulator yang dituangkan dalam PeraturanGubernur No 54 tahun 2005, yang antara lain memberikanperan lebih luas bagi badan Regulator ini.

Selama kurun waktu lima tahun belakangan ini , BadanRegulator telah menjalani proses ‘learning by doing’. Namundemikian, ada beberapa parameter awal yang bisamenjelaskan sejauh mana sistem yang ada sekarang efektif,yaitu (Lanti 2006):

Mandat : apakah Badan regulator memiliki mandatyang jelas untuk melakukan semua fungsi, tugas dankewajibannya. Dengan kata lain apakah ia memilikiotoritas hukum yang memadai?

Akuntabilitas dan Independensi: apakah BR dinilaicukup akuntabel bagi para stakeholder kuncinya?Dengan kata lain apakah BR telah memilki sistem yangmemadai dalam pengembangan akuntabilitas?Seberapa jauh tingkat kontrol yang dilakukanpemerintah lokal dan parlemen lokal dalam upayamenjaga independensi BR.

Transparansi : seberapa jauh operasi BR transparan,begitupun dalam hal kinerja, apakah BR mampu secaratransparan mengkomunikasikannya kepadastakeholder kunci dan masyarakat secara luas. Apakahinformasi tentang kinerja serta biaya – biaya operasi

Page 96: 10tahunbr

80

yang ada tersebut benar dan dapat mudah diaksestanpa prosedur yang berbelit?

Kepakaran dan Kredibilitas : apakah Badan Regulatordalam bertindak dan mengimplementasi kebijakantelah berbasis pada kapakaran dan kualifikasi memadaidalam upayanya membangun kredibilitas? Hal inipenting untuk menarik investasi lebih jauh lagi sertamemberi perlindungan dan advokasi optimal kepadapara pelanggan air minum dan masayarakat luas.

Efisiensi dan Prinsip Keadilan : apakah sistem yangada cukup efisien dalam pencapaian tujuan – tujuannya.Apakah Badan Regulator telah menunujukkan reputasiyang baik dalam komitmen pada prinsip keadilanterutama pada pemegang konsesi dan konsumen?Apakah proses pengambilan keputusannya telahmengakomodasi stakeholder kunci, termasuk jugakepentingan publik secara lebih luas.

Mandat Legislatif

Kriteria ini amatlah penting dalam rangka memberikanlegitimasi bahwa badan ini berkerja dengan dukungan penuhnegara, serta memberikan penguatan pada perannya untukmemberikan advokasi kepada masyarakat luas. Posisi dari BadanRegulator perlu ditopang oleh sistem legal dan administrasi yangkuat, sehingga mampu menghadapi berbagai macam tantangandan mengatasi kendala – kendala yang ada. Idealnya otoritasBadan Regulator berasal dari badan dan institusi negara yangpaling dekat dengan kepentingan publik, dalam hal ini parlemenyang terpilih secara demokratis (DPRD yang terpilih secarademokratis atau bahkan DPR Pusat) (Lanti 2006).

Page 97: 10tahunbr

81

Dasar hukum pendirian Badan Regulator saat ini yakniPeraturan Gubernur tahun 54/2005 bagaimanapun merupakanpayung hukum sementara sampai nantinya posisi badan inibisa diperkuat oleh sebuah PERDA. Bakan lebih dari itu diskusiyang berkembang cenderung pada kebutuhan payung aturanhukum tingkat nasional yang dapat memberikan legitimasidan arahan bagi pembentukan badan – badan regulatorsemacam ini pada suatu saat nanti di seluruh Indonesia.Bagaimanapun dengan terbitnya Undang – Undang tentangSumberdaya Air (No 7/2004) serta Peraturan Pemerintah No16/2005, undang – undang tentang Badan Regulator dimaksudbelum juga ada realisasinya.

Akuntabilitas dan Independensi

Mekanisme check and balance adalah penting agar para pihaktidak semata berorientasi pada kepentingan – kepentinganekonomi mereka semata. Lebih jauh dari itu mekanisme yanglebih efektif perlu dilakukan untuk menghindari adanyakeuntungan eksesif (excesive profit) dari para pihak.Akuntabilitas badan Regulator adalah unsur yang penting dalamhal ini, yang mesti dilakukan secara seimbang dengan prinsipindependensi. Badan Regulator juga pada prinsipnya mestidiawasi, namun tidak dengan metode top down garis komandoyang ketat oleh pemerintah daerah dan pusat, namun lebihpada pengawasan model partisipatif yang menitik beratkanperan masyarakat yang lebih luas dan berpengetahuan.

Independensi Badan Regulator juga bermanfaat dalammengurangi beban tekanan terhadap Pemerintah Daerah sertaDPRD ketika mesti mengambil keputusan yang tidak populis,seperti misalnya kebijakan kenaikan tarif.

Page 98: 10tahunbr

82

Beberapa peran kunci yang bisa dijalankan oleh BadanRegulator berkait dengan prinsip akuntabilitas danindependensi antara lain :

a. Fungsi supervisi dan pengawasan, yang untuk berjalanbaik membutuhkan penjabaran fungsi dan tanggungjawab yang jelas dalam peraturan perundang –undangannya. Pada saat ini masih banyak fungsi dantanggung jawab yang tumpang tindih dengan PAM Jaya.

b. Kebutuhan mendesak sebuah SOP (standard operationprocedure) yang tentu saja tertulis bagi BadanRegulator sehingga sistem yang ada bisa lebih efektifdan memberikan kepastian pada para stakeholderkunci yang lain. Saat ini pendekatan bagi proseduryang jelas dan tertulis ini belum ada, kecuali untukmekanisme penentuan penyesuaian tarif.

c. Penentuan anggota Badan Regulator yang ditunjuk olehGubernur melalui proses seleksi yang selektif, terbukaserta terpublikasi luas kepada masyarakat luas.

d. Mekanisme pelaporan tahunan kepada eksekutif danlegislative serta dilakukannnya audit publik yangindependen berkenaan dengan aspek finansial sertakinerja operasional akan secara signifikanmemperkuat komitmen pada akuntabilitas.

e. Perlu ada batasan yang jelas tentang area - area manaBadan Regulator semestinya membuat keputusan sertaarea mana Badan Regulator hanya memberi masukanberupa proposal kepada eksekutif (pemerintah daerah)serta DPRD. Hal ini penting karena selama ini seringterjadi perdebatan berlarut – larut dengan operator

Page 99: 10tahunbr

83

tentang keputusan – keputusan yang akan diambil, yangsebenarnya merupakan wewenang Badan Regulator.Terlebih lagi pada saat ini tidak ada follow up yangberarti tentang prosedur – prosedur pengambilankeputusan seperti tertuang dalam kontrak.

f. PKS menyatakan bahwa proses proses diskusi danpertemuan publik yang merupakan terjemahan daripendekatan partisipatif mesti dilakukan oleh BadanRegulator. Di bawah payung Badan Regulator dibentuk pulaFKPM, yang merupakan forum komunikasi pelanggan ditingkat provinsi serta KPAM yang merupakan representasipelanggan dari Lima wilayah Jakarta. Forum – forum inicukup memadai dalam menampung keluhan-keluhan daripelanggan, meski upaya masukan yang diperoleh melaluicara yang tidak terlalu sistematis. Bagaimanapun upayamerespon masalah dan komplain tersebut mesti segeradikongkritkan.

Transparansi

Bekerja melayani kepentingan publik membutuhkan itikadpolitik (political will) yang kuat agar secara terbuka dapatberkomunikasi dengan publik. Fakta bahwa BadanRegulator dan para pihak bekerja untuk publik, maka publikperlu mengetahui apa yang terjadi. Penting untukdipastikan bahwa masyarakat luas memiliki aksesterhadap informasi tentang hal – hal apa yang telahdilakukan, apa pencapaian – pencapaian spesifik danterukurnya, dan bagaimana alokasi sumberdaya dilakukan,apakah cukup efektif dan tepat sasaran. Oleh karenanyatransparansi adalah unsur yang penting untuk mendukunglegitimasi Badan Regulator dan sumber otoritas dalammewakili kepentingan publik.

Page 100: 10tahunbr

84

Penggunaan teknologi IT berbasis internet sangatbermanfaat dalam hal ini agar artikulasi informasi antarstakeholder terkait bisa lebih lancar. Pemanfaatan IT yangmemadai juga mendorong proses integrasi kerja – kerjaorganisasi bisa berlangsung tanpa hirarki yangmenghambat serta proses koordinasi bisa berjalan tanpaterhalangi oleh kendala struktur yang birokratis.

Kualifikasi Pakar dan Kredibilitas

Sumber daya manusia adalah komponen vital bagipenguatan institusi dan pengembangan kapasitas suatuorganisasi. Dukungan tenaga ahli dengan kualifikasimemadai berdampak positif langsung pada peningkatankinerja organisasi. Menyadari hal ini Badan Regulator perlumemberikan penekanan pada hal ini diantaranya denganmelakukan pengembangan skill dan pengetahuan bagi SDMnya secara efektif. Proses rekrutmen dan penilaian terukur(measured assessment) perlu dilakukan dengan metodologiyang baik agar hasilnya optimal.

Ada kalanya keputusan penting mesti diambil pada saatinformasi pendukung yang tersedia begitu terbatas, sertadalam kondisi lingkungan yang berubah begitu cepat.Dalam kondisi ini kualifikasi keahlian amatlah penting.Adanya dukungan dari pakar ini akan mendorong otoritasdan kredibilitas organisasi, serta dalam banyak hal bisamenguatkan keputusan yang diambil tanpa harus melaluiproses yang berlarut-larut.

Tantangannya adalah bagaimana Badan Regulator bisamerekrut tenaga ahli dengan kualifikasi yang sesuai danmemadai. Salah satu strategi yang ditempuh adalah denganmenscreening potensi – potensi SDM yang sebelumnya telah

Page 101: 10tahunbr

85

banyak berproses di Institusi teknis seperti misalnya Dep.PU, PDAM dan lain-lain. Namun pada kenyataannya tidaksemua yang lama bekerja di PDAM memilki skill danpengetahuan yang memadai. Yang diperlukan adalahsebuah keseimbangan antara merekrut SDM berkualitasdari instansi terkait atau tenaga konsultan eksternal yangbisa memberikan perspektif baru serta pendekatanpemecahan masalah yang lebih Inovatif.

Efisiensi dalam Pencapaian Tujuan dan Prinsip Keadilan

Konsep efisiensi berarti ‘do the things right’. Hal Iniberarti ketika sebuah cara atau pendekatan dalampemecahan masalah telah diputuskan, efisiensi berartimenggunakan alat dan metode yang benar dalammelakukan pendekatan tersebut. Kerja - kerja operasionalperusahaan yang efisien tentunya akan meningkatkankredibitas Badan Regulator.

Efisiensi juga perlu dilakukan agar kerja - kerja organisasidapat selaras dengan peraturan dan perundang - undanganyang berlaku, sepanjang memang undang – undangtersebut sejalan dengan kebutuhan peningkatan kinerjapelayanan air minum pada masyarakat. Pendekatan untukmemenuhi regulasi yang ada Ini terkadang membutuhkanstaf dalam jumlah besar dalam mengelola informasi yangbegitu banyak melalui mekanisme ‘command and control’.Namun ada sebuah pendekatan alternatif, yaitu self-regulation, yang dalam hal Ini membutuhkan elaborasiinformasi serta manajemen pengetahuan (knowledgemanagement) yang baik. Tantangan yang ada berkaitdengan situasi ‘what if’, karena ternyata sulit untukmemprediksi hasil - hasil apa yang bisa dicapai denganmenggunakan pendekatan yang baru. Tantangan juga pada

Page 102: 10tahunbr

86

bagaimana kita mengetahui apakah sebuah regulasiternyata efektif sebagai sebuah instrumen pengembangan.Hasil - hasil dari kerja yang efisien semestinya tercermindalam kinerja operator, dalam artian bagaimana target -target teknis serta standar pelayanan seperti yangtercantum dalam PKS bisa tercapai setiap tahunnya.Tantangannya adalah bagaimana kapasitas institusi bisaterus dikembangkan secara terukur danberkesinambungan. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi danmonitoring secara berkala. Upaya yang lebih jauh perludilakukan , terutama untuk mengetahui apakah targetteknis dan standar pelayanan yang telah disepakati tersebutsejalan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasadinamis dan senantiasa meningkat.

Benchmarking, baik mengacu pada standar nasionalmaupun internasional, dalam kegiatan operasionalnyaberperan penting dalam peningkatan efisiensi sertamendorong berlakunya manfaat mekanisme pasar bagioperator. Perumusan sistem benchmarking oleh PERPAMSIoleh karenanya amatlah penting, terutama dalammenjembatani perbedaan situasi permasalahan dankondisi fisik, ekonomi dan kelembagaan antar bagianbarat dan timur Jakarta.

Jaringan regional serta internasional antar Badan Regulatorjuga menjadi penting, pertama dalam mendorongpertukaran Informasi, saling bertukar pengalaman darikonteks masing - msing yang berbeda, sehingga merekamengetahu best practice yang bisa sesuai diterapkan diwilayah kerja mereka masing - masing.

Page 103: 10tahunbr

87

Dalam hal komitmen pada praktek - praktek yangberkeadilan (fairness), beberapa pendekatan berikutdiyakini dapat bermanfaat:

a. Kepentingan operator mesti dengan jelasteridentifikasi melalui cara - cara yang lebihindependen. Hal Ini belum sepenuhnya bisa dilakukan,antara lain karena masih adanya tumpang tindihnyafungsi, peran dan wewenang antara Badan Regulatordengan PAM Jaya.

b. Pertemuan publik secara berkala terus intens dilakukan(melalui wadah FKPM dan KPAM). Forum Ini amatbermanfaat untuk menjaring komplain dan keluhan daripara pelanggan, dan memungkinkan adanya Interaksidan respon langsung dari pihak operator berkait denganpermasalahan - permasalahan tersebut.

c. Badan Regulator menjalin hubungan kerja sama eratdengan lembaga survai, dan telah menyelenggaranSurvai Kepuasan Pelanggan (SKP) pada tahun 2003,2004 dan 2005. Kegunaan dari SKP Ini diantaranyauntuk mengetahui :

o Tingkat pencapaian pelayanan pada saat Inio Jenis dan karakteristik dasar dari keluhan-

keluhan yang adao Ekspektasi konsumen untuk ke depannya

Hubungan dan Koordinasi dengan Stakeholder Kunci

Koordinasi antar instansi dan institusi terkait amatlah penting.Proses Ini perlu terus diupayakan bagi adanya Integrasi, baiksecara horizontal maupun vertikal. Hal Ini penting agarstakeholder - stakeholder kunci tersebut dapat bergerak

Page 104: 10tahunbr

88

bersama - sama ke arah yang sama dalam mencapai tujuan -tujuan yang telah disepakati.

Sementara itu, dengan maksud mencari klarifikasi mengenaiperbedaan pandangan dan mendapatkan kesamaanpemahaman, para penasehat telah juga melakukan diskusidengan PAM Jaya, PALYJA, dan TPJ, untuk membahas beberapaaspek dari fungsi-fungsi regulator sebagaimana dilihat ole parapihak. Kewenangan BR sebagaimana ditetapkan oleh Pasal51.1. dan 51.2 dari Perjanjian Kerja Sama masih terbatasdan mandat yang diterima dari Peraturan Gubernur No. 54Tahun 2005 membutuhkan klarifikasi lebih lanjut.

Legalitas Hukum

Kaitannya dengan aspek perundang – undangan, pembentukanBR sejalan dengan ketentuan yang diatur di dalam PeraturanMenteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2006 tentang PedomanTeknis dan Tata Cara Perhitungan Tarif Air Minum BagiPerusahaan Daerah Air Minum. Hal ini dinyatakan oleh DirekturAdministrasi dan Pendapatan Daerah Depdagri, Drs. FauzieRafei, M.Si, selama diskusi terhadap klarifikasi ketentuan-ketentuan Permendagri 23/2006 tersebut, Senin, 14 Mei 2007di Departemen Dalam Negeri. Ia menekankan bahwa BR sudahdiberi mandat dengan Peraturan Gubernur.

Permendagri 23/2006 mencakup beberapa permasalahan,yakni peran Badan Regulator, pembagian Kelompok Pelangganyang baru, penyelenggara air minum selain PDAM, perjanjiandengan badan usaha swasta, konsultasi publik sebelumpemberlakuan penyesuaian tarif, kasus penyelenggaraan airminum di Jakarta, keabsahan perjanjian kerja samasehubungan dengan diterbitkannya Permendagri, perlakuankhusus bagi Jakarta, mekanisme pengajuan penyesuaian tarif.

Page 105: 10tahunbr

89

Salah satu sisi lemah dari Permendagri 23/2006 bahwasubstansinya menyamaratakan kondisi pengelolaan PDAM diIndoneisa tanpa mengakomodasi kondisi spesifikpenyelenggaraan air minum di Jakarta. Tujuan disusunnyaperaturan tersebut adalah memfasilitasi PDAM dalammengajukan penyesuaian tarif tanpa persetujuan terlebih dahuludari DPRD seperti yang terjadi di waktu yang lalu. Pembagiankelompok pelanggan yang baru disederhanakan menjadi tigakelompok dan di samping itu terdapat hanya 2 (dua) blokkonsumsi dirancang untuk melindungi sumber daya air daripemakaian diatas standar kebutuhan pokok air minum , yaitu60 ltr/orang/hari. Tarif progresif akan diberlakukan kepadamereka yang mengkonsumsi melebihi standar kebutuhan pokok.Ia mengatakan bahwa hal ini akan membuat pelangganmelestarikan atau mengkonsumsi air dengan lebih efisien.Konsultasi publik selayaknya dilakukan oleh PDAM dalam rangkamensosialisasikan penyesuaian tarif dan PDAM perlu membinaperwakilan dari pelanggan. Mengenai Komite Pelanggan AirMinum (KPAM) dan Forum Komunikasi Pelanggan Air Minum(FKPM) yang telah dibentuk di Jakarta dapat digunakan sebagaiprototipe bagi PDAM-PDAM lain di Indonesia. Kaitannya dengenproposal penyesuaian tarif, Permendagri 23/2006 harusdigunakan sebagai dasar untuk penentuan tarif. Pada dasarnyapenyesuaian tarif diajukan sekali setahun agar tidak terjadipenambahan beban bagi PDAM.

Kaitannya dengan pencapaian kinerja

Dalam beberapa kali diskusi dengan Tim Penasehat ProgramPeningkatan Kapasitas (Capacity Building) Badan Regulator (BR)pada bulan Januari 2006 di kantor BR, Badan Regulator telahmenyampaikan suatu “daftar keinginan” apabila dipenuhidiharapkan dapat meningkatkan kinerjanya serta menjalankanfungsi sebagaimana mestinya. Pada saat ini, BR dinilai tidakdapat menjaga keseimbangan kepentingan antara konsumen

Page 106: 10tahunbr

90

dan operator, mengingat adanya dua perbedaan pandanganyang muncul. BR melihat bahwa konsumen tidak mendapatperlindungan semestinya di dalam kontrak perjanjian,sedangkan operator lebih memperhatikan segi pelaksanaanproyek (bukan segi pelayanan umum), yaitu aspek-aspekkontrak. Agar dapat menjalankan fungsinya dan mencapaitujuannya, BR telah membuat suatu daftar keinginan yang mencakup pengembangan sistem “database” (pangkalan data)agar dapat memonitor kinerja operator dengan lebih baik,tidak tergantung para Pihak Pertama dalam pengalokasiananggaran, peningkatan status hukum yang mennyetarakankedudukan BR dengan PAM Jaya, menjamin keterbukaan parapihak, mendapatkan kewenangan yang lebih besar untuk dapatmenerapkan keputusan-keputusan yang dikeluarkan, sertaketerlibatan dalam proses rate rebasing (penghitungan kembaliimbalan) dari kegiatan “hulu hingga hilir”.

Pada rapat tingkat pimpinan, April, 2006, Ketua Badan RegulatorAchmad Lanti mengagas perlunya menerbitkan rapor kinerjauntuk operator dan BR, memperlancar proses rebasing,melaksanakan survey kepuasan pelanggan gabungan, danperbaikan pelayanan sebelum IPTO 4-2006 pada bulan Juli 2006.Isu-isu ini dikemukakan untuk menampung keluhan konsumenterhadap pelayanan yang kurang memuaskan dan juga untukmenghindari berulangnya pengalaman yang sama yangmenghambat jalannya pelaksanaan kerja sama. Agar seimbang,dalam memenuhi aspirasi publik dan prinsip-prinsip tata kelolayang baik, usulan rapor kinerja akan diterapkan oleh operatormaupun BR. Namun, pihak operator meminta agar definisi daributir-butir yang akan dinilai dan cara menilainya seyogyanyadibahas lebih lanjut dalam pertemuan teknis.

Khawatir terulangnya lagi pengalaman yang lalu dalam prosesrebasing yang sulit dan berlarut-larut, BR mengusulkan untuk

Page 107: 10tahunbr

91

melaksanakan monitoring yang kontinu agar dapatmemperlancar proses rebasing mendatang. Dalam menanggapiini, pihak operator mengusulkan agar persiapan pembuatanstudi kelayakan dilakukan secara bersama untuk menyusunisu-isu strategis yang sama, sementara isu-isu khususdilaksanakan terpisah sesuai dengan masing-masing wilayahkerja operator. Rapat menyetujui untuk melibatkan PemdaDKI, Bappenas, Departemen Pekerjaan Umum dan BR untukmemberi masukan dalam penyusunan asumsi-asumsi dasardalam studi kelayakan.

Pada kesempatan kali Itu PAM Jaya menekankan bahwa sesuaidengan perjanjian terakhir mengenai LACA, selain keterlibatankedua belah pihak, BR seyogyanya terlibat pula dalam semuakegiatan proses rebasing mendatang.

Pihak operator menolak gagasan untuk menunda kenaikan tarifsemester 2-2006 mendatang, karena hal ini akan membuatkerja sama terhenti. Gagasan ini dilontarkan dalam rangkamenanggapi tuntutan masyarakat bahwa operator seyogyadapat membuktikan upaya-upaya perbaikan pelayanan yangdikerjakan sebelum Juli 2006. Isu-isu lain yang dibahas adalahkonsumen “nol konsumsi” tidak ditarik tagihan, penerapansistem potongan (rebate), penurunan UFW (kebocoran),pembelian air curah dan air baku, program investasi, dankeuntungan/kerugian finansial operator. Juga disepakatibahwa kegiatan-kegiatan sebelum IPTO 4, harus sudah dimulaiApril dan seterusnya dan untuk ini, BR akan memfasilitasinya.

Dalam kaitannya dengan kebutuhan memperoleh informasisecara utuh tentang pereferensi kepuasan pelanggan, amatperlu dilakukan Survai Kepuasan Pelanggan yang pada dasarnyaadalah riset dengan metodologi yang baik. Mengingat kondisisaat ini dimana masing-masing pihak melakukan survai

Page 108: 10tahunbr

92

kepuasan pelanggan sendiri, diusulkan untuk menyatukan hasildari survai-survai tersebut agar dapat digunakan bersamadalam kegiatan sosialisasi. Ini juga dipandang bermanfaatdalam menguatkan kerja sama antara Badan Regulator danoperator swasta. Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja yangdisetujui bersama, diusulkan untuk melaksanakan survaigabungan sebagai upaya bersama yang akan diadakan setiap6 bulan sekali. Sementara itu, angket gabungan sedang disusununtuk finalisasi.

Menyadari pentingnya survai kepuasan pelanggan dan survaiaffordabilitas, hal ini telah dilakukan oleh Badan Regulator bekerjasama dengan Universitas Atmajaya pada akhir tahun 2007.

Analisis Kepuasan Pelanggan dalam survai ini dilakukan denganmembagi kepuasan dalam dua kategori, yaitu kepuasanterhadap aspek teknis dengan 3 indikator (kualitas air,kontinuitas aliran air, dan tekanan air), dan aspek pelayanandan pendukung teknis dengan 9 indikator (pembacaan meterair, tagihan dan keluhan air tak mengalir, tanggapan terhadapkeluhan, respon terhadap keluhan, kemudahan kontakpelanggan, respon dan penyelesaian secara umum, pembacaanmeter air, rekening air, tanggapan atas kebocoran air pipainduk, keluhan tentang kualitas air dan waktu penyambunganpipa air minum).

Kepuasan terhadap Aspek Teknis; Mayoritas pelangganmenjawab merasa puas dan sangat puas terhadap kualitasair, yaitu berjumlah 77,36% dan 7,52%. Hal ini menunjukkanbahwa indeks kepuasan konsumen PAM terhadap kualitas airadalah 85%. Namun demikian masih terdapat konsumen yangtidak puas dan sangat tidak puas sebesar 14.6%.

Page 109: 10tahunbr

93

Kepuasan terhadap Kontinuitas Aliran Air Kontinuitas air,yang diukur dari berapa lama air mengalir dalam seharimenurut hasil penelitian ini telah memuaskan konsumen yangditunjukkan dengan indeks kepuasan 71%, yang diperoleh daripersentase responden yang menjawab puas mencapai 66% dansangat puas 5%. Hampir sepertiga konsumen menikmati airPAM yang mencapai 24 jam tiap hari (30%), dan secara rata-rata air PAM mengalir selama 12 jam tiap harinya. Namundemikian di beberapa daerah, karena adanya gangguan teknis,air PAM mengalir hanya waktu tertentu saja

Kepuasan terhadap Tekanan Air, Tekanan air merupakandimensi kualitas yang penting karena menentukan seberapajauh air dapat mengalir ke rumah pelangggan. Datamenunjukkan bahwa indeks kepuasan konsumen terhadaptekanan air sebesar 64%. Sedangkan responden yang menjawabtidak puas adalah sebesar 34%.

Kepuasan terhadap Aspek Pelayanan dan Pendukung Teknis;kepuasan responden terhadap kesembilan aspek pelayanan dandukungan teknis terlihat bervariasi, dengan nilai kepuasantertinggi pada dimensi kepuasan terhadap pembacaan meterdan rekening tagihan yang mencapai lebih dari 80%. Dimensikepuasan yang lain terlihat mencapai persentase sekitar 35%sd 50% yaitu pada dimensi respon terhadap keluhan,penyelesaian keluhan komplain kualitas air,kemudahan kontakdan waktu penyambungan PAM. Sedangkan ketidakpuasanyang menonjol adalah pada dimensi pelayanan dari karyawanperusahaan, yaitu respon pada keluhan, penyelesaian keluhandan kemudahan kontak dengan kisaran ketidakpuasan sekitar26%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja dari karyawan yanglangsung berhubungan dengan pelanggan (front office) masihdirasakan kurang memuaskan.

Page 110: 10tahunbr

94

Isu-Isu prioritas

Peran BR yang optimal serta efektif dalam menjalankan fungsinyaamatlah penting untuk mendukung kinerja Pemda DKI,khususnya dalam penyediaan pelayanan air minum. Berkaitdengan otoritas BR, terungkap dalam diskusi “Meja Bundar”yang diadakan sebagai bagian dari kegiatan programPengembangan Kapasitas BR, hari Kamis, 2 Februari 2006, diBalai Kota. Dalam pertemuan ini dibahas empat agenda utama,yakni status dan fungsi, hubungan pelanggan dan indikatorkinerja kunci, perencanaan strategis, dan aspek-aspekfinansial. Sekitar 50 peserta dari unsur Pemerintah Daerah,Departemen Pekerjaan Umum, LSM, asosiasi profesi, perguruantinggi, akuntan publik (auditor), dan instansi pemerintah terkaitlainnya yang menghadiri pertemuan sehari itu.”

Dalam forum tersebut Ketua Badan Regulator Achmad Lanti,mengemukakan isu - isu prioritas untuk ditangani lebih lanjutsebagai suatu daftar komitmen. Diantaranya , monitoringkinerja berdasarkan data yang handal dari operator danmemungkinkan Badan Regulator untuk menerapkan sanksikepada operator yang tidak berhasil mencapai kinerjanyaberdasarkan benchmark yang telah disepakati. Mengenaipenetapan tarif, disarankan agar Badan Regulator diberi waktuyang cukup untuk dapat melakukan analisis dengan mengkajiperhitungan imbalan air dan komponen-komponen biayalainnya. Setiap keputusan yang diambil yang berdampak kepadakepentingan publik seyogyanya dikomunikasikan ke masyarakatsecara intensif melalui komunikasi dua arah. Keterbukaanmerupakan hal penting dan untuk itu perlu lebih ditingkatkandengan menyediakan informasi rutin dan memberitahumasyarakat dimana mereka dapat menyelesaikan keluhan danmasalah yang dihadapinya. Diseminasi benchmarking

Page 111: 10tahunbr

95

mengenai kualitas pelayanan seyogyanya dilakukan oleh BadanRegulator maupun operator.

Pertemuan ’meja bundar’tersebut, yang dihadiri sekitar 55peserta dari berbagai stakeholder, memfokuskan kepadaempat topik yang disajikan oleh Tim Penasehat ProgramPengembangan Kapasitas, yang setiap aspek menyoroti isu-isu dan persoalan-persoalan yang dihadapi berkaitan denganperan dan fungsi Badan Regulator, yakni kewenangan dan statushukum, manajemen strategis, benchmarking, komunikasi,serta keuangan. Topik-topik ini dibahas lebih lanjut dalamdiskusi kelompok yang terdiri dari kelompok pemerintah, LSM,dan penyelenggara pelayanan air minum.

Pada kesempatan yang lain, yaitu kedatangan delegasi DPRDSemarang ke kantor PAM Jaya, April 2006, menjadikesempatan untuk melakukan evaluasi terhadap ImplementasiKPS dan pelaksanaan kerja oleh para pihak.

Rombongan diterima oleh Direktur Utama PAM Jaya, HaryadiPriyohutomo, yang memberi penjelasan mengenai latarbelakang dan keterlibatan swasta dalam penyediaan air minumJakarta. Selama 9 tahun pertama kerja sama mengalamibanyak kendala, antara lain asumsi-asumsi keuangan yangdigunakan berubah tatkala krisis ekonomi menerpa Indonesia,penolakan publik terhadap peran serta swasta, perselisihanyang tajam antara para pihak mengenai rebasing, pembekuankenaikan tarif selama tiga setengah tahun pertama yangmenyebabkan terjadinya defisit.

Peserta delegasi ingin mengetahui tentang penanganankeluhan pelanggan, kebijakan mengenai pemakaian air tanahdan tarif, penerapan standar minimum pelayanan, peranlegilsatif dalam penentuan tarif, dana pensiunan untuk para

Page 112: 10tahunbr

96

karyawam PAM, program penurunan kebocoran, penegakan hukum,pelestarian sumber daya air, pemutihan tagihan lama, dls.

Pada kesempatan lain di sebuah rapat Pimpinan PemprovDKI Jakarta awal Juli 2006 yang diadakan di Balaikota,dibahas tentang kinerja para pihak yang menekankan padatarget – target teknis. Rapat ini juga dihadiri oleh narasumberBadan Regulator dan PAM Jaya.

1. Pada kaitan dengan Standar Teknis, realisasikebocoran/Unaccounted For Water (UFW) yangsangat tinggi dibandingkan dengan target yangditetapkan dalam Perjanjian Kerja sama (PKS).

2. Untuk Zero Consumption (Air Mati Total ) selama 30hari (1bln) BR mencatat jumlah yang signifikan, yaitu110.000 pelanggan (14,28%) dan Zero Consumptionselama 3 bulan diderita oleh 11.300 pelanggan, dalamhal ini BR mencatat para pelanggan tidakmendapatkan aliran air, namun pihak operator tetapmenagihkan rekening dan dendanya.

3. Dalam hal Billing System BR menemukan kasus yangsangat meresahkan pelanggan, yaitu TagihanKadaluwarsa (1-5 th lalu) yang ditagihkan kembali olehoperator disertai dendanya. Ada indikasi kuat bahwapermasalahan ini erat kaitannya dengan lemahnyaadministrasi hutang dan piutang pelanggan dtambahmasih lemahnya pengelolaan data. Kondisinya bahwatidak ada pengaturan yang jelas, siapa yangbertanggung jawab mengelola informasi danmenyelesaikan masalah hutang pelanggan. Apakah

Page 113: 10tahunbr

97

menjadi tanggung jawab PAM Jaya atau para pihak?Masalah utama di balik ini adalah adanya regulasidalam bentuk PERDA yang tidak memungkinkan PAMJAYA melakukan pemutihan terhadap tagihankedaluwarsa. Oleh karena itu upaya untukmemperbaiki Perda PAM yang ada, dengan merujukpada regulasi Nasional tentang hal yang sama,merupakan langkah strategis ke depan untukpenyelesaian masalah yang telah berlarut-larut ini.

Permasalahan – permasalahan ini bagaimanapun erat kaitannyadengan IPTO. Persyaratan IPTO harus mengacu kepada SKGubernur dan surat Gubernur yang menandaskan bahwaoperator harus menunjukan kinerjanya dan pelayanan yangsemakin meningkat sebelum fasilitas itu diberikan. Jika tidaktercapai dimungkinkan adanya rebate terhadap water charge.Dalam perkembangannya, gagasan ini tidak diterima oleh paraphak, utamaya mitra swasta, untuk dimasukkan ke dalamLACA. Dengan kata lain, sebelum penyesuaian tarif diberikantidak semata-mata berdasarkan pertimbangan mikro ekonomisaja tetapi faktor peningkatan pelayanan harus juga ikutdipertimbangkan.

Dari hasil analisis BR dalam mencermati ke empat point diatas,maka BR merekomendasikan kepada Gubernur untuk tidakmelaksanakan Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO) IV, yangmenurut jadwal efektif per 1 Juli 2006, dan dalam jangkawaktu 6 (enam) bulan kedepan BR didukung Komite PelangganAir Minum (KPAM) akan memonitor perkembangan pelayananoperator terhadap pelanggan, apakah mengarah ke“perbaikan” atau sebaliknya. Gubernur akhirnya menyetujuirekomendasi BR tersebut dalam bentuk Penolakan KenaikanTarif PAM dan menyerukan kepada operator untuk segera

Page 114: 10tahunbr

98

memperbaiki pelayanannya kepada pelanggan, khususnyadalam menekan angka kebocoran air yang semakin tinggi.

Gubernur juga meminta semua pihak yang terkait agarmembantu para operator untuk menekan angka kebocoranyang masih relatif tinggi, serta menugaskan PAM JAYA untuk:

Menyakinkan operator agar bersedia menyetujui salahsatu klausul dalam LACA bahwa persyaratan IPTOharus mengacu kepada SK Gubernur dan suratGubernur yang menandaskan bahwa operator harusmenunjukan kinerjanya dan pelayanan yang semakinmeningkat sebelum fasilitas itu diberikan. Jika tidaktercapai dimungkinkan adanya rebate terhadap watercharge. Namun hal ini sampai sekarang masihdiperdebatkan oleh operator untuk dimasukkan kedalam LACA.

Meminta operator agar bersedia diaudit secaraoperasional (operational audit) terhadap beberapafaktor operasional yang strategis. Di luar negerioperational audit ini bersifat wajib mandatory.

Standar Pelayanan

Standar pelayanan yang ditetapkan dalam ketentuan kerjasama mencakup: (i) Tekanan pada Sambungan Pelanggan; (ii)Pelayanan Pelanggan; (iii) gangguan rutin pada jaringandistribusi; (iv) pelayanan sambungan baru dan (v) kualitasair.Tekanan pada sambungan rumah dinyatakan sebesar 7,5meter yang dicapai pada tahun ke-5 PKS untuk seluruh wilayahDKI Jakarta kecuali Pluit, dan untuk seluruh wilayah DKI Jakartapada tahun ke-10.

Page 115: 10tahunbr

99

Pelayanan Pelanggan ditetapkan menurut respon darioperator terhadap keluhan atau laporan pelanggan yangmengalami gangguan pelayanan air minum sebagai berikut:

Seluruh panggilan akan dijawab dalam 30 detik.Respon pengaduan mengenai pecahnya pipautama dalam 2 jam.Respon pengaduan mengenai tidak ada alirandalam waktu 4 jam.Respon pengaduan atas kualitas air dalam waktu 6 jam.

Sedangkan, pemasangan sambungan baru dikerjakan dalamwaktu rata-rata satu hari kerja setelah pembayaran dansemua dokumen yang dibutuhkan telah dilengkapi pelanggan.Setelah penerimaan ijin-ijin yang berkaitan, perbaikan akandiselesaikan dalam jangka waktu sebagai berikut :

Pipa tersier sampai dengan 100 mm dalam kondisinormal dalam waktu 6 jam, dalam waktu sulit dalamwaktu 24 jam.Pipa sekunder 150 mm-250 mm dalam kondisi normal dalamwaktu 12 jam, dalam kondisi sulit dalam waktu 24 jam.Pipa primer 300 mm-450 mm dalam kondisi normal dalamwaktu 24 jam, dalam kondisi sulit dalam waktu 48 jam.Pipa primer 450 mm-seterusnya dalam kondisiapapun dalam waktu 72 jam.

Permasalahan Imbalan Air

Mitra Swasta (PALYJA dan TPJ) yang telah mengikat PerjanjianKerja Sama (PKS) selama 25 tahun dengan PAM Jaya padatahun 1997 akan melaksanakan pengelolaan, operasi,pemeliharaan dan pembangunan sistem penyediaan air bersih

Page 116: 10tahunbr

100

untuk Provinsi DKI Jakarta. Konsesi kerja sama dibagi ke dalamdua wilayah kerja, yaitu PALYJA untuk wilayah Barat Jakartadan TPJ untuk wilayah Timur dengan batas sungai Ciliwung.Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mencapai prinsipkemandirian (swadana), secara finansial layak bagi semuapihak sebagaimana tercapai melalui tarif rata-rata masing-masing wilayah kerja sama; sementara tingkat tarif tiappelanggan akan ditetapkan sesuai dengan kemampuan dayabeli masyarakat DKI Jakarta.

Perjanjian Kerja Sama telah diamandemen pada bulan Oktober2001 karena pembekuan (tidak ada kenaikan) tarif air minumyang dikenakan selama masa krisis ekonomi yang telahberlangsung sejak pertengahan tahun 1997. PKS yangdiamandemen atau disebut Restated Cooperation Agreement(RCA) memuat mekanisme untuk penyesuaian tarif selamamasa hidup konsesi. Penyesuaian tarif dapat dilakukan tiaptahun atau pada interval sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan berdasarkan kesepakatanantar kedua belah pihak. PAM Jaya akan menyampaikan usulanuntuk penyesuaian tarif kepada Badan Regulator PAM DKIJakarta untuk dianalisis, kemudian diajukan kepada GubernurDKI Jakarata untuk mendapatkan persetujuan; dan DPRD DKIJakarta akan menjalankan fungsi post audit. Selainmenyangkut tarif, RCA juga memuat ketentuan-ketentuan yangrinci mengenai pembayaran yang harus disediakan oleh PAMJaya kepada Mitra Swasta untuk investasi dan jasa yangmereka keluarkan yang disebut sebagai imbalan air.

Pasal 27.2. c dari RCA menyatakan bahwa imbalan air harusdisepakati dari waktu ke waktu oleh semua pihak setelahtelaahan Proyeksi Keuangan dengan mempertimbangkan antaralain parameter berikut ini : (i) tarif air rata-rata yang dibayarpelanggan dan tarif air rata-rata DKI Jakarta; (ii) kebutuhan

Page 117: 10tahunbr

101

keuangan Badan Regulator, kebutuhan utama keuangan PAMJaya, dan kebutuhan keuangan Pemda DKI Jakarta; (iii) biayapengeluaran yang lalu dari Mitra Swasta yang dinyatakan dalamPKS dan jumlah yang telah dibayarkan sebelumnya kepadaMitra Swasta; (iv) proyeksi pengeluaran sampai dengan tahun2022 yang terdiri dari proyeksi permintaan (demand) danpendapatan, proyeksi investasi, proyeksi operasi danpemeliharaan, proyeksi biaya pendanaan, pajak dandepresiasi; (v) tingkat keuntungan Pihak Kedua; (vi) minimumrasio cakupan layanan dan rasio lainnya dan parametersebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Keuangan dandinyatakan dalam Lampiran 6.

Pasal 27.3 dari PKS selanjutnya menetapkan bahwa ProyeksiKeuangan untuk periode-periode berikutnya akan disiapkandan disepakati oleh para pihak berdasarkan pada StudiKelayakan dan Program Investasi.

Dalam pelaksanaan PKS, Mitra Swasta mencari keuntunganyang wajar dengan tingkat IRR tertentu bagi investasi danjasa yang diberikan, dan juga pencapaian target teknis danstandar pelayanan sebagaimana ditetapkan dalam PKS. Targetteknis dan standar pelayanan termasuk volume air terjual,tingkat kehilangan air, rasio cakupan pelayanan, jumlahsambungan baru, tekanan minimum di kran pelanggan yangdidasarkan pada tujuan PKS.

Salah satu isu utama adalah bagaimana mencapai kesepakatanatas besaran imbalan air yaitu pembayaran oleh Pihak Pertamakepada Mitra Swasta untuk investasi dan jasa Mitra Swasta.Imbalan dasar baru (Co) untuk setiap periode 5 (lima) tahunberikutnya dihitung kembali dalam proses re-basing. Imbalandasar baru tersebut dibangun berdasarkan Proyeksi Keuangan yangharus disiapkan dan disepakati oleh Para Pihak berdasarkan studi

Page 118: 10tahunbr

102

kelayakan dan Program Investasi untuk Periode Berikut yang terkaitsebagaimana disebutkan dalam Klausula 24.2, termasuk TargetTeknis dan Standar Pelayanan untuk Periode Berikut yang terkaitdan parameter-parameter yang diuraikan dalam Klausula 27.2.

Proses rebasing ini cukup rumit, sehingga untuk periode 2002-2007 penyelesaiannya berlarut-larut. Setelah masa transisiselesai pada akhir tahun 2002, belum terjadi kesepakatanantara kedua belah pihak mengenai parameter-parameter baruyang nantinya dipergunakan sebagai dasar masukan terhadapformulasi Water Charge (imbalan air) dan Water Tariff untukperiode lima tahun kedua sampai dengan akhir Desember 2007.Atas permintaan dari Pemprov DKI Jakarta, pada bulanNopember 2003, DEP. PU yang bekerjasama dengan ADBmemberikan bantuan dana melalui jasa konsultan yang dikenalsebagai ICE (Independenl Combined Expert) Team. ICE Teamini dibiayai dari dana ADB yang ditanggung PemerintahPusat.Tugas utama dari ICE Team tersebut adalah untukmemberikan opini secara independen terhadap besaran WaterCharge dan Water Tariff, serta juga termasuk menetapkanbiaya OPEX (operational expenses) yang “real dan reasonable”serta shortfall dari operator Namun, hasil laporan ICE Teamyang diselesaikan pada Pebruari 2004, tidak dapat diterimaoleh Para Pihak, termasuk juga oleh Badan Regulator. Padaawal April 2004 sampai dengan akhir April 2004, dibentuklahtim bersama yang merupakan gabungan dari Pemprov. DKIJakarta dan Dep.PU untuk mengevalusi tingkat kelayakanlaporan ICE Team. Secara professional ICE Team telah dapatmengungkap permasalahan ke arah yang lebih spesifik danbersifat kuantitatif. Sesuai dengan permasalahan yang ada,direkomendasikan bahwa permasalahan yang akan dibahasakan difokuskan pada 4 hal pokok, yakni: Target Teknis,Capital Expenditures (CAPEX), Operation Expenditures (OPEX)dan Model Finansial.

Page 119: 10tahunbr

103

Perhitungan ulang imbalan air rebasing dapat dipengaruhi oleh berbagai kendala dan kondisi, seperti perbedaanpendekatan yang digunakan (pelayanan pelanggan vs biayainvesatasi dan operasi), tarif berdasarkan tingkat kemampuandaya beli (keterjangkauan), penetapan tarif oleh Pemda DKIJakarta, perbedaan persoalan di masing-masing wilayah kerjasama, pembekuan tarif air semasa krisis ekonomi (1998-2001), biaya tenaga ahli, pengalihan karyawan PAM Jaya,bantuan teknis, dan lainnya.

Mitra Swasta dibayar dari pendapatan air yang juga digunakanuntuk kebutuhan biaya PAM Jaya (termasuk cicilan utangkepada Dep. Keuangan), biaya Badan Regulator, dan PemdaDKI Jakarta. Pembayaran kepada Mitra Swasta diberikan dalambentuk imbalan air (Rupiah/m3).

Mengingat rumitnya permasalahan, maka rebasing periode2003-2007 baru dapat diselesaikan dan disepakati setelahmelalui mediasi Badan Regulator, yakni untuk PALYJA padabulan Desember 2004 dan untuk TPJ pada bulan Oktober 2005Mitra Swsata dibayar dari pendapatan air (shared revenue)yang juga digunakan untuk kebutuhan biaya PAM Jaya, biayaBadan Regulator, dan Pemda DKI Jakarta. Pembayaran kepadaMitra Swasta diberikan dalam bentuk imbalan air (Rupiah/m3). Imbalan air mitra swasta dibayarkan dari RekeningEscrow sebanyak volume air yang tertagih (billed and collected)dikalikan nilai imbalan/m3 dengan mengacu pada Bulan dimanarekening Pelanggan dicetak. Untuk itu terlebih dahulu setiapbulan mitra swasta berkewajiban untuk menyerahkanperhitungan Volume Air Yang Ditagih Dan Dibayar besertarincian data rekening tercetak dan rekening terbayar dariPelanggan (data base master cetak, dan master bayar danmaster restitusi) untuk dievaluasi dan diverifikasi PAM Jaya

Page 120: 10tahunbr

104

Penyesuaian Imbalan

Mengacu pada pasal 28.4 PKS, Imbalan Dasar Baru akandisesuaikan pada permulaan setiap Semester atas seluruhJangka Waktu, sesuai dengan rumus indeksasi Imbalan :

Cn = [Co x {Fn x Gn + Hn x On}] + K$n + Kin

Pada intinya Indeksasi imbalan tersebut mencerminkanperlindungan PKS terhadap investor mitra swasta terhadaprisiko-risiko inflasi [Co x {Fn x Gn + Hn x On}], perubahan kursvaluta asing (K$n) dan variasi suku bunga (Kin) Sesuai denganprinsip self financing yang dianut dalam PKS, maka semuarisiko tersebut pada hakekatnya harus dapat ditutup oleh tarif.

Hutang Mitra Swasta

Untuk membiayai investasi awal, mitra swasta selainmenyetorkan modal juga menggunakan pinjaman valuta asing,sehingga ketika terjadi krisis telah memberikan dampak yangcukup signifikan terhadap proyek kerja sama. Dengan adanyafaktor K$N dalam formula indeksasi imbalan, sebenarnya untukperiode berikutnya mitra swasta sudah terlindungi dari risikoperubahan kurs valuta asing. Namun demikian menjadipermasalahan tersendiri ketika pendapatan imbalan dalambentuk rupiah, sehingga mitra swasta berpendapat bahwarefinancing hutang valas dengan instrumen hutang rupiah akanlebih aman, walaupun ada konsekuensi lainnya.

Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO).

Dalam rangka mencapai self financing dan melindungikepentingan konsumen/pelanggan serta sekaligus menjagakepentingan para pihak, maka dengan persetujuan tertulis Ketua

Page 121: 10tahunbr

105

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi DKI Jakarta No : 550/-1.778.1 tanggal 23 Juli 2004, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkanSurat Keputusan Nomor 2459/2004 tanggal 28 Oktober 2004tentang Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO) Air Minum Prop. DKIJakarta, yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2005 dan untuksetiap 6 bulan berikutnya sampai dengan akhir tahun 2007.

Rumusan Tarif menurut keputusan tersebut adalah :

T = Cn + K + RDimana,

T : Tarif Rata-rata DKI JakartaCn : Imbalan Pihak Kedua pada periode n (semesterke depan) sesuai dengan formula indeksasi yangterdapat pada PKS dan berdasarkan banding criteria yang harus disepakati para Pihak setiap semester kedepan, dengan memperhatikan faktor kinerja dalambentuk rebate terhadap kemungkinan penyesuaianCn, sehubungan dengan tingkat ketercapaian tarifrata-rata semester yang lalu.K : Kebutuhan Pihak Pertama, termasuk didalamnya Pengembalian Hutang DepartemenKeuangan, PAD dan Kebutuhan Keuangan BRR : Reserve, Cadangan sesuai kebutuhan termasukuntuk pembayaran shortfall periode sebelumnya,TBD, GHS dan lain-lain.

Dalam implementasinya, ketika mengajukan usulan tarifkepada Gubernur, Badan Regulator terlebih dahulu melakukananalisis antara lain dengan memperhatikan affordabilitaspelanggan, sehingga penyesuaian tarif yang diberikan selalutidak setinggi yang diharapkan oleh mitra swasta. Bahkanpenyesuaian tidak dilakukan setiap semester dalam periodeantara 1 Januari 2005 sampai dengan akhir tahun 2007, antara

Page 122: 10tahunbr

106

lain karena setelah adanya beberapa kali penyesuaian, ternyatatarif air minum rata-rata di DKI Jakarta sudah tertinggi diIndonesia, bahkan di antara beberapa negara di Asia Tenggara.Hal ini disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum kepadaGubernur DKI Jakarta pasca implementasi PTO ke-3 dengansurat tanggal 23 Februari 2006. Menurut surat tersebut tarifair minum rata-rata per m3 di DKI Jakarta pada waktu itutelah setara USD 0.7, sedangkan negara lainnya Singapura :USD .0.35 (kualitas siap minum), Filipina :USD 0.35, Malaysia:USD 0.22, dan Thailand : USD 0.29.

Sementara itu bila dibandingkan dengan tarif air minum rata-rata beberapa kota di Indonesia, berdasarkan data BPPSPAMSemester I/2007 adalah sebagai berikut :

Gambar 5: Tarif Minum Rata – rata Kota – kota di Indonesia

Permasalahan Pengalihan Kepemilikan Perusahaan

Keputusan pemegang saham PALYJA (Suez Environtment) danpemegang saham TPJ (Thames Water Overseas Limited/TWOL)untuk menjual sahamnya pada tahun 2006 telah membuatbeberapa anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta bertanya - tanya,dan menyulut tanggapan krtitis dari masyarakat umum. Suez

Page 123: 10tahunbr

107

setelah membeli saham 5 % saham PALYJA dari PT Bangun TjiptaSarana menjual 49 % saham PALYJA kepada pihak ASTRATELNUSANTARA (30%) dan CITIGROUP (19%) pada bulan Juni 2006.Sedangkan TWOL bersama PT Tera Meta Phora pada awal tahun2007 menjual 100 % saham TPJ kepada Pihak AQUATICO Pte.Ltd (95%) dan PT Alberta Utilities (5%). Pemegang saham Palyjaberalasan keputusan tersebut diambil dengan tujuan untukmeningkatkan kinerja manajemen dengan cara menggandengmitra dari lokal, berbeda dengan pemegang saham TPJ (TWOL)yang memang menjual seluruh sahamnya untuk memfokuskaninvestasi pada core bisnis-nya di Inggris dan melepaskan semuasahamnya dari bidang – bidang lain di negara-negara lain.Ketentuan dan ketetapan dalam PKS memperbolehkan penjualansaham tersebut dengan pemberitahuan tertulis kepada PAM Jayaselaku Pihak Pertama, jika 51 % atau lebih saham lainnya tetapdimiliki oleh Pemegang Saham lama. Untuk kasus saham TPJyang dijual seluruhnya, dalam hal ini harus mendapatkanpersetujuan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melaluiPAM Jaya sebagai Pihak Pertama dalam kontrak.

Pada waktu itu DPRD berpendapat bahwa pihak yang membelisaham PALYJA tersebut (ASTRATEL NUSANTARA danCITIGROUP) adalah pihak/group yang sama sekali tidakmempunyai pengalaman di sektor air bersih. Demikian pulapada saat proses penjualan saham TPJ, DPRD menyarankanagar penjualan 100 % saham TPJ ditunda, dikarenakan adakekhawatiran bahwa pada umumnya investor – investortersebut hanya mencari laba/keuntungan dan menjadikan airbersih sebagai komoditi bisnis.

Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta telahmemberikan opininya kepada Gubernur Provinsi DKI Jakartasbb :

Page 124: 10tahunbr

108

Penjualan Saham PALYJA

a. Kontraktual : Sesuai dengan Perjanjian Kerja sama(PKS) pasal 7.2. (a) (ii), penjualan 49 % saham Palyja“diperbolehkan”, namun dengan syarat pihakPemegang Saham Palyja sebagai “Pihak Kedua”menyampaikan pemberitahuan tertulis terlebih dahulukepada “Pihak Pertama” yaitu PAM Jaya mengenaimaksud dari pengalihan saham tersebut.

b. Fakta yang terjadi : Pemegang Saham PALYJA belummenyampaikan pemberitahuan tertulis tersebut, yangada hanya surat dari Presiden Direktur PALYJA yang belummemuat maksud dari pengalihan saham tersebut.

c. Kesimpulan : Secara kontraktual “diperbolehkan”,namun dari segi kepatuhan terhadap PKS masihterdapat “kekurangan” administratif, selain itumengingat pembelian saham dari “Pihak Ketiga” tidakberakibat kepemilikan saham oleh pemegang sahamlama kurang dari 51 %, maka tidak diperlukan ijinterlebih dahulu dari “Pihak Pertama”.

Penjualan Saham TPJa. Kontraktual : Pengalihan lebih dari 51 % saham pada

“Pihak Kedua” harus mendapatkan persetujuan tertulisterlebih dahulu dari “Pihak Pertama” : PAM JAYA, danapabila terealisasi, Pihak Investor baru tersebut harustetap berada di bawah penguasaan manajemenprofessional yang memiliki keahlian dalam usahapengelolaan air yang secara wajar memuaskan “PihakPertama”

b. Fakta yang terjadi :Sehubungan dengan rencanapengalihan lebih dari 51 % saham, Gubernur telahmeminta BR PAM DKI untuk menyiapkan kerangka acuan(TOR) untuk proses due diligence (pemeriksaan/Uji

Page 125: 10tahunbr

109

Kepatuhan) terhadap kinerja teknis & keuangan TPJ.c. Dalam perkembangannya ; 1)TOR due diligence perlu

dikonsultasikan terlebih dahulu kepada PemegangSaham TPJ, sebelum disampaikan ke Dep. PU untukpelaksanaannya. 2) Due Diligence harus dilakukan olehpihak-pihak yang benar-benar independen, agar hasilserta harga jual TPJ betul-betul objektif. 3)Diperlukan adanya shortlist calon investor baru yangmempunyai keahlian, komitmen dan keuangan yangdipersyaratkan, untuk terlebih dahulu disetujui PAMJaya. 4) Harga jual TPJ harus yang terbaik untukkepentingan pemegang saham lama maupunkepentingan pelanggan.

d. Akhirnya setelah melalui proses due diligence yangmelibatkan Departemen PU, Ketua Badan Regulatordan Bank Dunia serta PAM Jaya, Gubernur DKImenyetujui penjualan saham TPJ kepada ACUATICOdengan beberapa prasyarat di antaranya yangmenyangkut perbaikan PKS untuk mencapaikesetaraan.

KPAM (Komite Pelanggan Air Minum)

KPAM pada dasarnya adalah sebuah institusi independen yangmenjalankan fungsi mewakili kepentingan pelanggan dalamhal pelayanan air bersih di DKI Jakarta. Dengan paraanggotanya dipilih dari pelanggan itu sendiri. Bisa dikatakanbahwa KPAM adalah sebuah LSM yang proses kerjanya berfokuspada kepentingan pelanggan air bersih di DKI Jakarta. Denganadanya KPAM ini diharapkan pelanggan akan memiliki akseslebih langsung terhadap proses – proses kerja dan pengambilankeputusan yang terjadi di operator maupun Badan Regulator.KPAM diharapkan juga dapat membantu Badan Regulator untukbisa memahami bagaimana situasi dan permasalahan

Page 126: 10tahunbr

110

sebenarnya di lapangan. Sehingga diharapkan keputusan dankebijakan yang diambil oleh BR maupun para operator dapatlebih mempertimbangkan fakta – fakta riil di lapagan.

Proses pembentukan KPAM ini diinisiatifkan pada Januari 2002melalui Forum Komunikasi Pelanggan dan Masyarakat Air Minum(FKPM). Pelanggan anggota kelompok Barat dan Timur yangberasal dari Dewan Kelurahan (Dekel) sepakat untukmembentuk Komite Pelanggan Air Minum per wilayah kota diDKI Jakarta. Sejak bulan Oktober 2002 sampai dengan akhirFebruari 2003 para Dekel dari lima wilayah kota di DKI Jakartamemproses pembentukan komite secara langsung dandemokratis diantara para pelanggan di wilayahnya.

KPAM ini kemudian dibagi menjadi lima organ sesuai denganlima wilayah Jakarta, yakni :

• Anggota KPAM Wilayah Jakarta Utara• Anggota KPAM Wilayah Jakarta Barat• Anggota KPAM Wilayah Jakarta Pusat• Anggota KPAM Wilayah Jakarta Timur• Anggota KPAM Wilayah Jakarta Selatan

Pada prosesnya KPAM banyak berperan dalam menjembataniproses dialog antara Badan Regulator, operator, denganmasyarakat umum. KPAM berupaya memfasilitasi komplaindari masyarakat serta suara- suara publik agar bisa mendapatrespon dan tindakan dari pihak yang berwenang, dalam hal inipihak operator, dengan didukung oleh BR. Hal ini dilakukanmelalui mekanisme Forum Sosialisasi di kelurahan – kelurahanmaupun dengan pertemuan Kelompok Kerja Gabungan (KKG)yang dituan rumahi oleh BR. Dari permasalahan – permasalahanyang disampaikan oleh KPAM kepada operator, sebagianmendapat respon namun masih banyak yang tidak mendapatpenanganan yang memadai.

Page 127: 10tahunbr

111

Permasalahan kunci yang berkait dengan peran KPAM diantaranyaefektifitas dalam berdialog dan kinerja dalam membangunproses kemitraan yang dirasa masih lemah, kondisi sumberdayafinansial yang masih lemah, kompetensi manajemen yang masihkurang serta kapasitas institusi yang belum memadai. Kendalalain berupa pola kerja sama antar institusi dan kerangka kerjabersama yang dirasa masih belum memadai.

Ke depan KPAM mesti berfungsi lebih sentral dalam penguatanproses partisipasi publik dan mengembangkan dialog denganmasyarakat. KPAM juga diharapkan bisa berkontribusi besardalam melakukan mekanisme check and balance berdasar padadinamika kepentingan pelanggan, serta menjaga agar prosesintitusi yang terjadi dalam jangka panjangnya bisamemberikan manfaat lebih luas kepada masyarakat.

Selain itu KPAM juga seyogyanya mengembangkan potensinyadalam menyuarakan pentingnya akses air bersih yang lebihberkeadilan terutama bagi mereka golongan miskin serta pelakusektor informal. Dalam hal ini tentunya diperlukan kerangkakerja strategis yang memadai, penguatan infrastruktur fisik,pengembangan kapasitas SDM yang berkesinambungan dansumber pembiayaan yang memadai dan kontinyu.

Perbandingan Pelayanan dan KinerjaPDAM Tirta Pakuan Kota Bogor

BR pada hari Rabu, 2 Agustus 2006 telah melakukan KunjunganKerja & Study Banding ke PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor –Jawa Barat, terkait dengan berhasilnya PDAM Tirta Pakuanmenekan angka kebocoran ke level 31 % (angka yang sangatideal dalam pengelolaan pelayanan air bersih bagi PDAM).

Page 128: 10tahunbr

112

Hal tersebut diungkapkan Ketua BR Ir.Achmad Lanti,M.Engdisela-sela acara diskusi dengan Direksi dan para managerPDAM Tirta Pakuan Kabupaten Bogor. Achmad Lanti jugamenjelaskan bahwa di DKI Jakarta pihak Mitra operator PT.PALYJA dan TPJ belum mampu menekan angka kebocoran yangsemakin “membengkak” hingga mendekati level 51 %,sehingga BR mencoba mencari benang merah tentang kiat-kiat PDAM Tirta Pakuan dalam meningkatkan kualitaspelayanan dan menekan angka kebocoran.

Dalam sambutannya Direktur Teknik PDAM Tirta Pakuan KabupatenBogor Ir. Syahban Maulana menegaskan bahwa pihaknya sudahsejak lama manangani masalah kebocoran ini dengan sangatserius, pihaknya juga telah mempunyai program – program dankiat-kiat khusus untuk menekan angka kebocoran fisik maupunkebocoran non fisik / komersial. Salah satu program mengurangiangka kebocoran fisik, yaitu dengan mengadakan evaluasi selama24 jam nonstop aliran air ke instalasi meteran sambunganpelanggan, rehabilitasi pipa-pipa tua, pemeliharaan tekanan air,sistem pasokan air, pembangunan sarana & prasarana penunjangcontoh : penyempurnaan As Built Drawing, GIS, penambahanperalatan teknis penunjang lainnya. Untuk kebocoran non fisikharus didukung dengan komitmen yang kuat dari semua levelmanajemen, diantaranya dengan cara mengganti meteran air,dan menjamin sistem validitas pembacaan meter dari petugasdi lapangan.

Lebih lanjut, Ir. Syahban Maulana menambahkan bahwa dalamimplementasi sistem penetapan daerah operator harusmengirim langsung tim perbaikan ke lokasi terjadinyakebocoran, dalam hal ini pihak nya tidak menggunakanteknologi modern, ataupun strategi khusus. PDAM Tirta Pakuanjuga mendorong partisipasi masyarakat dan pelanggan untukmelaporkan segala bentuk kebocoran di daerahnya. PDAM Tirta

Page 129: 10tahunbr

113

Pakuan relatif mempunyai tekanan air yang cukup baik karenaditunjang dengan sistem gravitasi dari sumber-sumber airbaku yang berasal dari mata air dipegunungan dan juga SungaiCisadane yang mengalir dari dataran tinggi.

Perbandingan pelayanan PAM Jakarta dengan PAM Bogormemang belum dapat dikatakan aple to aple, megingatbesarnya perbedaan kondisi di antara kedua kota. Namundemikian, gambaran ini menunjukkan bahwa ada ruang bagiPAM Jakarta untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Kota-Kota di Australia

Dalam rangka program peningkatan kapasitas kelembagaanBR (capacity building program) bantuan teknik Bank Duniayang didanai oleh Dutch Trust Fund, dua anggota BadanRegulator, Achmad Lanti dan Agus Kretarto, serta Alizar Anwarsebagai konsultan telah melakukan studi banding ke Australiaselama satu minggu dari 12-19 Februari 2006. Kunjungandilakukan ke kantor Independent Pricing and RegulatoryTribune/IPART di Sydney, Essential Services Commission/ESCdi Melbourne, dan Economic Regulator Authority/ERA di Perth.

Dari hasil studi banding terdapat beberapa perbedaanmengenai operasi sistem air dan indikator kunci antara BRdan IPART, ESC maupun ERA. Di Jakarta, operasipenyelenggaraan sistem air dilaksanakan oleh mitra swastaberdasarkan kontrak konsesi, sedangkan di Australia tidakada peran serta swasta dalam bentuk kontrak konsesi danpenyelenggaraannya dilakukan oleh korporatisasi perusahaanmilik negara bagian, mengingat operasi sistem air merupakanhajat hidup orang banyak. Lingkup pelayanan di Australiamencakup penyediaan air minum, sanitasi, irigasi,pengendalian banjir dan drainase dengan cakupan pelayanan

Page 130: 10tahunbr

114

mencapai 100%. Tarif air minum per m3 di Perth sebesar Rp 6.354 di Perth, Melbourne Rp. 6.007 dan Sydney Rp. 9.875yang langsung dapat diminum (potable), sedangkan di Jakartasekitar Rp. 7.025 sebagai air bersih. Di Australia diberlakukanhanya satu instrumen pembayaran yaitu tarif air saja (karenatidak ada peran serta swasta), sedangkan di Jakartadiberlakukan dua instrumen, yakni imbalan air kepada operatorsedangkan tarif air dikenakan kepada konsumen.

Mengenai aspek kelembagaan juga terdapat perbedaan dalamhal status, peran dan fungsi. Secara umum, status regulator diAustralia bersifat independen yang dibentuk oleh Undang-undang, sedangkan BR berstatus semi independen yang dibentukoleh Peraturan Gubernur. Tingkat transparansi di Australia cukuptinggi. DI Jakarta, PKS yang ada mempunyai batas transparansipublik yang relatif rendah, adanya klausa kerahasiaan dalamPerjanjian Kerja Sama antara PAM Jaya dan mitra swasta.Sektor yang ditangani di Australia mencakup pula listrik, gas,air dan transportasi. Secara umum lisensi operasi diterbitkandi Australia untuk penyeleggaraan pelayanan umum.

Hal-hal yang menarik lainnya adalah mengenai prosespenetapan tarif air. Regulator di Australia umumnya berwenangmenetapkan tarif air, kecuali di Perth dimana regulatormengusulkan tarif air dengan terlebih dahulu mendapatkantanggapan dari publik sebelum ditetapkan final olehpemerintah. Peran publik di Australia cukup siginifkan denganterbukanya mekanisme penyampaian masukan publiksehubungan dengan usulan tarif. Lain dari itu, penetapan tarifair diproses selama 2 tahun, tidak seperti di Jakarta yanghanya diproses sekitar 2 minggu. Masa jabatan regulator diAustralia berlaku sampai 5 tahun dengan staf berkisar antara26 sampai 70 orang. Anggaran yang dialokasikan cukup besar

Page 131: 10tahunbr

115

sekitar 9 hingga 16 juta dollar Australia, sedangkan BR hanyasekitar 550.000 AU$.

Selain itu di Australia ketentuan audit operasional selain auditkeuangan terhadap operator telah diatur secara jelas dalamUndang-undang dan biayanya dianggarkan sebagai bebanregulator. Dengan demikian kinerja operator dapat lebih jelasakuntabilitas publiknya. Sementara dalam PKS di Jakarta barumengatur audit keuangan.

Page 132: 10tahunbr

116

KINERJA PELAYANAN PASCA PKS

5

Salah satu fungsi yang mesti dilaksanakan oleh BRsebagaimana yang diatur dalam pasal 4 Surat KeputusanGubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 95 tahun 2001 adalahmengawasi pemenuhan hak dan kewajiban para pihaksebagaimana diatur dalam PKS beserta perubahannya danperjanjian pendukungnya. Dalam hal ini kinerja operator dalammelayani kebutuhan air minum masyarakat Jakarta merupakankomponen penting.

Evaluasi terhadap kinerja proyek kerja sama dilakukan dengancara melakukan evaluasi terhadap kedua belah pihak (PAMJaya dan kedua mitra swasta) namun penekanannya lebihkepada kedua mitra swasta karena posisi mereka yang diberihak secara ekslusif untuk bertindak sebagai operator pelayananair minum di DKI Jakarta.

Pokok yang diperjanjikan dalam PKS adalah tentang penyediaandan peningkatan pelayanan dan air bersih di DKI Jakarta dengantarget dan standar pelayanan diatur dalam pasal 20 dan 21PKS 2001 (Restated Cooperation Agreement/RCA). Pencapaiantarget teknis ini merupakan kewajiban Pihak Kedua dan

Page 133: 10tahunbr

117

berdasarkan kontrak Pihak Kedua secara ekslusifbertanggungjawab untuk menentukan cara dan metode untukmencapainya dengan Tata Cara Pengoperasian Yang Baik (GoodOperating Practice). Sedangkan hak Pihak Kedua adalah berupaImbalan Air (Water Charge) dalam bentuk uang per m3 air yangdijual dan ditagih dari pelanggan. Sementara itu dari sisipelanggan selain harus membayar harga air, juga memilikikewajiban untuk membayar Biaya Sambungan Baru, dan setiapbulannya dibebani Biaya Sewa Meter dan Biaya Administrasiyang sifatnya tetap. Harga air atau tarif per m3 ditetapkanoleh Gubernur berdasarkan usulan BR melalui mekanismePenyesuaian Tarif Otomatis (PTO).

Pasal 20 dan 21 Perjanjian Kerja sama (PKS) antara PAM Jayadengan mitra swastanya mencantumkan hal-hal yang berkenaansecara spesifik dengan kinerja operator. Pasal 20 berkenaandengan Target Teknis dan pasal 21 berkenaan dengan StandarPelayanan. Kedua artikel ini berkenaan dengan pencapaiankinerja secara teknis dari Operator mitra swasta PAM.

Meskipun sejak ditanda tanganinya PKS pada tanggal 22Oktober 2001 terjadi peningkatan realisasi komponen targetteknis dan standar pelayanan, namun dibandingkan denganyang telah disepakati para pihak pada awal kerja sama kinerjamitra swasta masih belum memusakan, selain itu masihbanyak keluhan pelanggan yang masih belum tertangani.Sesuai dengan PKS, kinerja mitra swasta ditunjukkan melaluiindikator–indikator dalam target teknis (technical targets) danstandar pelayanan.

Page 134: 10tahunbr

118

Target teknis

1. Jumlah Pelanggan

Jumlah pelanggan Jakarta meningkat dari 713.606 (PALYJA344.610 dan TPJ 368.996) pada awal Januari 2006 menjadi755.555 (PALYJA 377.765 dan TPJ 377.790) pada akhir tahun2007, hal ini berarti ada kenaikan sebesar 5.87 % (PALYJA9.62 % dan TPJ 2.38 %). Hal ini menandakan bahwa jumlahpelanggan Jakarta mencapai 98.478% dari target (PALYJA101,55% dari target dan TPJ hanya 95.58%).

Untuk pencapaian PALYJA, sampai dengan tahun 2002 masihberhasil mencapai target yang telah ditetapkan, namun padatahun – tahun berikutnya PALYJA mengalami kendala untukbisa mencapai target, dan baru pada tahun 2007 dapatmelebihi targetnya.

Sedangkan untuk pencapaian TPJ dalam memperolehpelanggan baru sampai tahun 2004, TPJ mampu mencapaitarget nya, namun pada tahun – tahun selanjutnya kesenjanganantara target dan realisasi semakin melebar, puncaknya justruterjadi pada tahun 2007. Dari sini bisa diamati bahwa kinerjaPALYJA dan TPJ dalam pencapaian target jumlah pelangganternyata cukup signifikan.

Page 135: 10tahunbr

119

JUM

LAH

PEL

AN

GG

AN

PALY

JA

Page 136: 10tahunbr

120

JUM

LAH

PEL

AN

GG

AN

TPJ

Page 137: 10tahunbr

121

JUM

LAH

PEL

AN

GG

AN

JAK

ART

A

Page 138: 10tahunbr

122

2. Kapasitas Produksi

Pencapaian kapasitas produksi air Jakarta di tahun 2007 adalahsebesar 425.613.975 m3/tahun (Palyja 164.406.585 m3/thn,TPJ 261.207.390 m3/thn). Pencapaian ini telah melebihi targetFinpro Jakarta sebesar 395.358.281 m3/thn (Palyja145.444.032 m3/thn, TPJ 249.914.249 m3/thn) atau 107,65%untuk Jakarta (Palyja 115.34% , TPJ 110.21%).Dalam kaitannya dengan pencapaian kinerja produksi air, faktabahwa sejak tahun 2004 Palyja dan TPJ melebihi target mestidilihat dalam perspektif lebih luas. Dalam artian ketikaproduksi air secara signifikan meningkat namun di sisi laintingkat kebocoran tetap tinggi dan penanganan yang dilakukantidak efektif, berarti terjadi pemborosan dan inefisiensimanajemen yang akhirnya konsumen yang mesti menanggungkonsekuensi nya.

Page 139: 10tahunbr

123

KAPA

SITA

S PR

OD

UKS

IPA

LYJA

Page 140: 10tahunbr

124

3. Rasio Cakupan PelayananBedasarkan laporan operator, rasio Cakupan Pelayanan Jakartamengalami kenaikan sebesar 0,48% dari 60,39% (PALYJA54,59% , TPJ 67,38%) pada bulan Januari 2006 menjadi 60,68%(PALYJA 55,49%, TPJ 66,94%) di bulan Desember 2006.Pencapaian rasio tertinggi yang pernah dicapai TPJ pada tahun2006 dicapai pada bulan April 2006 sebesar 67,64%, sedangkanpada PALYJA pencapaian rasio tertinggi dicapai pada bulanDesember 2006 sebesar 55,49%.Pada tahun 2007, rasio cakupan mengalami peningkatan.Secara keseluruhan, rasio cakupan pelayanan untuk Jakartaper-tahun 2007 adalah 60.21%. Bila hasil ini dibandingkandengan target PKS dimana pada akhir tahun 2006 rasiopelayanan yang harus dicapai Jakarta adalah sebesar 70,18%(PALYJA 69%, TPJ 71,6%) maka dapat dikatakan bahwa keduaoperator masih berada di bawah target.Angka cakupan pelayanan yang hingga saat ini masih dilaporkanoleh para pihak harus segera direvisi mengingat beberapaparameter dalam perhitungan tingkat cakupan pelayanansangat jauh dari kondisi yang sesungguhnya. Seperti contoh,para pihak masih tetap menggunakan angka 7,6 jiwa per-KKuntuk menghitung jumlah jiwa dalam 1 satuan sambungan(SR)1. BR PAM DKI sudah meminta klarifikasi kepada para pihakterhadap penggunaan angka tersebut, karena data dari BPS(2005, 2006, dan 2007) Dinas Kependudukan DKI, MottMacDonald (2007), dan hasil survey BR (2004, 2005, dan 2006)rasio jiwa per KK tidak lebih dari 5.0 jiwa per-KK.Perbedaan sebesar 2,6 jiwa per KK (7,6-5.0) tersebutmengakibatkan terjadi pembengkakan sebesar 52% darikondisi yang sesungguhnya. Jika dihitung denganmenggunakan kondisi yang sesungguhnya dan kemudianmempertimbangkan rasio cakupan pelayanan dengan MeterBesar, maka rasio cakupan pelayanan untuk Jakarta hingga

KAPA

SITA

S PR

OD

UKS

ITP

J

Page 141: 10tahunbr

125

KAPA

SITA

S PR

OD

UKS

IJA

KA

RTA

Page 142: 10tahunbr

126

3. Rasio Cakupan Pelayanan

Bedasarkan laporan operator, rasio Cakupan Pelayanan Jakartamengalami kenaikan sebesar 0,48% dari 60,39% (PALYJA54,59% , TPJ 67,38%) pada bulan Januari 2006 menjadi 60,68%(PALYJA 55,49%, TPJ 66,94%) di bulan Desember 2006.Pencapaian rasio tertinggi yang pernah dicapai TPJ pada tahun2006 dicapai pada bulan April 2006 sebesar 67,64%, sedangkanpada PALYJA pencapaian rasio tertinggi dicapai pada bulanDesember 2006 sebesar 55,49%.

Pada tahun 2007, rasio cakupan mengalami peningkatan.Secara keseluruhan, rasio cakupan pelayanan untuk Jakartaper-tahun 2007 adalah 60.21%. Bila hasil ini dibandingkandengan target PKS dimana pada akhir tahun 2006 rasiopelayanan yang harus dicapai Jakarta adalah sebesar 70,18%(PALYJA 69%, TPJ 71,6%) maka dapat dikatakan bahwa keduaoperator masih berada di bawah target.

Angka cakupan pelayanan yang hingga saat ini masih dilaporkanoleh para pihak harus segera direvisi mengingat beberapaparameter dalam perhitungan tingkat cakupan pelayanansangat jauh dari kondisi yang sesungguhnya. Seperti contoh,para pihak masih tetap menggunakan angka 7,6 jiwa per-KKuntuk menghitung jumlah jiwa dalam 1 satuan sambungan(SR)5. BR PAM DKI sudah meminta klarifikasi kepada para pihakterhadap penggunaan angka tersebut, karena data dari BPS(2005, 2006, dan 2007) Dinas Kependudukan DKI, MottMacDonald (2007), dan hasil survey BR (2004, 2005, dan 2006)rasio jiwa per KK tidak lebih dari 5.0 jiwa per-KK.

Perbedaan sebesar 2,6 jiwa per KK (7,6-5.0) tersebutmengakibatkan terjadi pembengkakan sebesar 52% darikondisi yang sesungguhnya. Jika dihitung dengan

5 Angka ini merupakan angka yang diberikan oleh PAM Jaya kepada mitrasswasta sebagai acuan perhitungan.

Page 143: 10tahunbr

127

menggunakan kondisi yang sesungguhnya dan kemudianmempertimbangkan rasio cakupan pelayanan dengan MeterBesar, maka rasio cakupan pelayanan untuk Jakarta hinggasaat ini adalah 42.92%. Perbedaan yang sangat besar iniberpotensi menimbulkan bias apabila dikaitkan denganperhitungan neraca air (water balance) serta perencanaanpengembangan sistem pelayanan air minum ke depan,terutama ketika menghadapi situasi keterbatasan air baku.

Page 144: 10tahunbr

128

RASI

O C

AKU

PAN

PEL

AYA

NA

NPA

LYJA

Page 145: 10tahunbr

129

RASI

O C

AKU

PAN

PEL

AYA

NA

NTP

J

Page 146: 10tahunbr

130

RASI

O C

AKU

PAN

PEL

AYA

NA

NJA

KA

RTA

Page 147: 10tahunbr

131

3.1.4 Volume Air Terjual

Total volume air yang terjual tahun 2007 sebesar 252.017.904m3 (PALYJA 130.261.004 m3, TPJ 121.756.900 m3) masih belummencapai target Finpro sebesar 295.400.000 m3 (PALYJA146.930.000 m3), TPJ 148.470.000 m3). Walaupun hasilmaksimal diperoleh pada akhir tahun 2007 namun capaiantersebut masih jauh dari target Finpro. Pencapaian volume airterjual Jakarta hanya 85,32% (PALYJA 88,67% dan TPJ 82,10%)

Page 148: 10tahunbr

132

VOLU

ME

AIR

TER

JUA

LPA

LYJA

Page 149: 10tahunbr

133

VOLU

ME

AIR

TER

JUA

LTP

J

Page 150: 10tahunbr

134

VOLU

ME

AIR

TER

JUA

LJA

KA

RTA

Page 151: 10tahunbr

135

5. Unaccounted for Water (UfW)

UfW kumulatif Jakarta tahun 2007 dilaporkan sebesar 50.56%(PALYJA 47.69 % dan TPJ 53.30%). Nilai UfW minimum diperolehJakarta pada bulan Desember 2006 sebesar 48,8%, PALYJApada bulan November 2006 dengan UfW sebesar 44,63% danTPJ pada bulan Desember 2006 dengan UfW sebesar 49,69%.Pencapaian pada tahun 2007 ini ternyata masih jauh dari targetyang ditetapkan oleh Finpro sebesar 38.05% untuk Jakarta (35.40% PALYJA dan 40.59% TPJ. Sebagai informasi tambahannilai UfW maksimum diperoleh Jakarta pada tingkat 54,23%(PALYJA sebesar 52,95% dan TPJ sebesar 55,25%, kesemuanyadicapai pada bulan Maret 2006).

Beberapa sumber mengemukakan, bahwa target-targettersebut sebenarnya disadari tidak dapat tercapai oleh mitraswasta, tetapi karena negosiasi rebasing yang tidak kunjungselesai, yang akhirnya mengganggu pelayanan air PAM sendiri,maka pihak mitras swasta bersedia menerima saja permintaantarget tersebut, terutama dengan pertimbangan denda yang(sangat) kecil6.

Namun demikian, bukan berarti para pihak kemudian salingberdiam diri. Dialog dan dorongan dari Pemerintah DKIJakarta, PAM Jaya, dan BR, kepada mitra swasta,mendorong mitra swasta untuk melakukan terobosaninovatif untuk mengatasi krisis UfW. Dua contoh berikutmenunjukkan upaya yang telah dilakukan oleh Palyja danTPJ (yang pada tahun 2008 berganti pemilik dan bergantinama menjadi Aetra).

6 Karena klausul “konfidensialitas” dari PKS, dapat disampaikan (kecilnya)jumlah denda yang dibebankan kepada mitra swasta jika tidak dapatmemenuhi target. Nilai denda ini sendiri sudah ada sejak PKS dibuatpertama kali.

Page 152: 10tahunbr

136

Boks 2

Proyek Percontohan Palyja Permanen Area di Cengkareng

Program Permanen Area (PA) Cengkareng merupakan salah satuproyek percontohan (pilot project) yang berhasil dicapai olehPALYJA yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepadapelanggan.

Sebelum Juni 2005, di area Cengkareng, khususnya CengkarengBarat, terdapat banyak keluhan pelanggan PALYJA terhadapkondisi suplai air yang rendah ke daerah tersebut. Suplaiyang tidak kontinu juga terjadi di Taman Palem Lestari danTegal Alur.

Dengan memperhatikan kondisi pada pelanggan di daerah itu,maka PALYJA melakukan beberapa kegiatan-kegiatan yangmerupakan bagian dari program PA. Dari lebih dari 10.000pelanggan yang di survei, PALYJA telah mengidentifikasi 952pemakaian ilegal, menyelesaikan 3.000 keluhan danmerehabilitasi 548 sambungan rumah yang tidak sesuaistandar. Selanjutnya PALYJA juga mengganti lebih dari 2.000meter air, memperbaiki bak meternya dan merotasi pembacameter. Disamping itu, lebih dari 5.000 unit segel meter telahdipasang dan lebih dari 500 kebocoran, baik yang kelihatanmaupun yang tidak terlihat telah diperbaiki.

Selain tindakan langsung ke pelanggan, kegiatan jugadilakukan pada jaringan pipa di area tersebut berupamemaksimalkan aliran pada siang hari dan menurunkan aliranpada malam hari ketika pelanggan tidak menggunakan air yangbertujuan mengurangi tingkat kebocoran.

Hasil dari kegiatan di atas, yang tentunya juga didukung daridiselesaikannya pemasangan pipa primer berdiameter 800 mmdi Daan Mogot, adalah pelanggan yang mendapat suplai selama

Page 153: 10tahunbr

137

24 jam naik dari 2% menjadi 80%, UFW turun dari 54.0% menjadi32.6% sehingga dapat dikatakan lebih banyak pelanggan yangdapat dilayani lebih baik lagi. Hal ini diperkuat dari datapeningkatan rata-rata pemakaian air dari 12,1 m3/plg/bulanpada saat sebelum diaplikasikannya PA Cengkareng menjadi18,2 m3/plg/bln setelah diterapkannya PA Cengkareng.

Pada tahun 2007 PALYJA juga telah melakukan pilot projectyang sama di 6 lokasi permanent area dari sekitar 35permanent area yang ada.

Sebagai kesimpulan, program permanent area ini merupakanlangkah strategis yang diambil PALYJA dalam memenuhi 2target yang tercantum dalam kontrak kerjasama dengan PAMJaya yaitu peningkatan penjualan air (sales) dan menurunkantingkat kebocoran air (UFW).

Program District Meter Area PT.Aetra

PT Aetra Air Jakarta (Aetra) – dulu dikenal dengan nama PTThames Pam Jaya (TPJ), mengungkapkan keberhasilannyadalam mengimplementasikan strategi District Meter Area(DMA) di sejumlah area dalam wilayah operasionalnya.

Program ini bertujuan untuk menurunkan tingkat kehilanganair atau sering disebut dengan Non Revenue Water (NRW) disejumlah area target – dan, sejak 2004 Aetra secara agresifberhasil memperluas strategi DMA tersebut dalam wilayahoperasionalnya di bagian timur Jakarta. Aetra saat ini telahberhasil mengoperasikan sebanyak 134 DMA (Q1 2008) dimana92 DMA diantaranya sudah dalam status pemeliharaan penuh(fully developed).

Boks 3

Page 154: 10tahunbr

138

Agar District Meter Area (DMA) di wilayah operasional Aetrasampai pada status pemeliharaan penuh (fully developed),maka perlu dilakukan sejumlah aktivitas antara lain seperti:pembacaan aliran pada malam hari, deteksi kebocoran secaraaktif dan perbaikan kebocoran, pengelolaan tekanan, pe-nonaktifan dan penggantian pipa jaringan.

Dari aktivitas DMA tersebut di atas, pada akhir tahun 2007lalu Aetra telah berhasil ‘menyelamatkan’ sedikitnya 114 liter/detik air bersih, atau sekitar 54 liter/detik lebih tinggidaripada target kumulatifnya s/d akhir 2007. Lebih jauh lagi,dengan penerapan strategi DMA dalam sejumlah wilayahoperasionalnya, Aetra telah berhasil ‘menyelamatkan’ airbersih total sebesar 653 liter/detik sejak tahun 2004

Pada akhir 2007 lalu, sedkitnya 36 % dari total wilayah layanankepelangganan TPJ telah dikelola dengan strategi DMAtersebut, dan bahkan dalam area yang status DMAnya sudahdalam pemeliharaan penuh, tingkat Non Revenue Water (NRW)telah turun mencapai angka rata-rata 38 %.

Page 155: 10tahunbr

139

UFW

PALY

JA

Page 156: 10tahunbr

140

UFW

TPJ

Page 157: 10tahunbr

141

UFW

JAK

ART

A

Page 158: 10tahunbr

142

Perbandingan Kinerja dengan Kota-Kota Asia

Pembahasan tentang perbandingan pencapaian kinerjaPelayanan Air Minum antara Jakarta dengan beberapa kotalain di Asia memang diperlukan sehingga bisa diperolehperspektif yang lebih luas. Pembahasan ini juga bermanfaatuntuk mengetahui bagaimana posisi Jakarta dalam halpelayanan air minum bagi warganya dibandingkan dengankota – kota lain di Asia, yang mana memiliki tingkatkemajuan ekonomi yang relatif sebanding. Hal ini sejalandengan konsep benchmarking, dimana kondisi Jakartadianggap sebagai baseline nya. Sehingga bisa diperolehinformasi sejauh mana gap yang ada antara kondisi diJakarta dengan kondisi di kota – kota lain di Asia. Denganbegitu diharapkan kita bisa mengambil pelajaran dari hasilprogram dan pencapaian kinerja, baik itu best practicemaupun sebaliknya, yang terjadi di negara lain.Pembahasan ini utamanya disarikan dari penelitian yangdipublikasikan oleh Asian Development Bank (ADB) dalampapernya “Small Piped Water Networks : Helping LocalEntrepreneurs to Invest (2003).”Dalam pembahasan ini beberapa kota yang menjadipembanding Jakarta yaitu :

o Cebu (Filipina)o Delhi (India)o Dhaka (Bangladesh)o Ho Chi Minh City (Vietnam)o Kathmandu (Nepal)o Shanghai (Republik Rakyat China)o Ulaanbaatar (Mongolia)

Berikut profil singkat kondisi demografi kota – kota Asiatersebut :

Page 159: 10tahunbr

143

Salah satu indikator utama dalam kualitas penyediaan airminum ialah tingkat cakupan pelayanan serta ketersediaanair. Tabel berikut menjelaskan perbandingan Jakarta dengankota – kota lainnya di Asia tentang aspek tersebut.

*)persentase koneksi air yang terlayani pasokan selama 24 jam

penuh. Sumber : ADB, 2003

Page 160: 10tahunbr

144

Dari tabel diatas dapat diamati bahwa dalam hal kontinuitaspasokan air bersih, Jakarta dengan level 92% (ADB 2003),masih relatif baik jika dibandingkan dengan kota – kota laindi Asia Tenggara. Kondisi Jakarta ini masih diatas Manila(88%), Ho Chi Minh City (75%) dan Vientiane (50%), namunmasih dibawah Kuala Lumpur (100%) dan Phnom Penh (100%).

Di sisi lain, dapat pula dilihat dari tabel diatas bahwa kinerjaJakarta dalam hal coverage (dengan level saat itu 51%, (ADB,2003) dan per tahun 2007 sudah mencapai 60.21%) ternyatasecara signifikan tertinggal di banding kota – kota lain di AsiaTenggara, bahkan dengan kota yang level kemajuanekonominya lebih rendah. Ho Chi Minch City (84%) dan PhnomPenh (84%) atau bahkan Vientiane (63%) dan Dhaka (72%)contohnya, yang ternyata memilki coverage yang lebih tinggi.Apalagi jika dibandingkan dengan kota – kota lain dengan levelekonomi lebih maju, dalam hal cakupan pelayanan Jakartasangat jauh tertinggal dibandingkan Kuala Lumpur, Seoul, danShangHai yang telah mencapai cakupan pelayanan dengantingkat 100%. – dan sangat disayangkan hingga saat ini belumada peta jalan (roadmap) dan rencana strategis yang jelasbagi Jakarta untuk sekedar mengatakan butuh berapa dekadeuntuk mengejar ketertinggalannya ini.

Dinyatakan juga bahwa pada tahun 2015 akses air bersih masihmenjadi permasalahan paling krusial yang dihadapi olehJakarta. Berangkat dari kondisi saat ini, dengan pertumbuhanpenduduk 2,5% dan laju eksisting untuk membangunsambungan baru sebanyak 50,000 pelanggan per tahun. Dengankecenderungan ini, sampai dengan tahun 2015 diprediksi akanmasih ada sebanyak 31% penduduk yang tidak memilki aksespipa koneksi air bersih. Dengan begitu ada perbaikan daritingkat 54% dari tahun 2002 (ADB 2003). Hal ini berarti sampaitahun 2015 masih ada 4,3 juta orang di Jakarta tidak memiliki

Page 161: 10tahunbr

145

akses pipa koneksi air bersih, angka memang lebih rendahdibanding kondisi saat ini yang berjumlah 5,4 juta. Kondisiini memang belum memasukkan pertimbangan lain, yaitumereka yang memilih untuk tidak mau menggunakan airperpipaan.

Matriks diatas sangat membantu untuk memahami posisiJakarta di banding kota – kota lain dalam hal kinerja pelayananair bersih . Dapat dilihat Jakarta dalam hal coverageteridentifikasi sebagai low, reliabilitas pelayanan (high),sumber alternative (medium) serta aspek keterjangkuan (low).Kondisi Jakarta ini dipandang selevel dengan kota Cebu(Philiphines) dan Ho Chi Minh City (Vietnam), dan ternyatahanya lebih baik ketimbang kota Ulaanbaatar di Mongolia.Dari beberapa indicator tersebut ternyata pencapaian Jakartadalam penyediaan air bersih masih jauh tertinggal ketimbangShanghai dan Delhi dan bahkan juga masih di bawah pencapaianDhaka (Bangladesh) dan Kathmandu (Nepal).

Fakta – fakta ini sebenarnya memprihatinkan, namunbagaimanapun mesti diambil sisi positifnya. Ini adalah sebuahwake up call bagi pemerintah DKI Jakarta , PAM Jaya, Badan

Page 162: 10tahunbr

146

Regulator , para pihak, KPAM, dan stakeholder kunci nya lainnyauntuk segera mengambil tindakan bagi solusi komprehensif,melakukan reformasi institusi bagi penguatan peningkatankinerja serta pentingnya sebuah sistem yang lebih transparandan berakuntabilitas. Upaya – upaya untuk menguatkan basisfinansial yang lebih viable dan berkelanjutan juga jelas perludilakukan. Investasi kapasitas infrastruktur dan aset fisiklainnya juga perlu diimplementasikan. Satu hal yang mestipula dikedepankan adalah komitmen pada inovasi sertakerangka kerja dan berpikir yang ‘out of the box’.

Page 163: 10tahunbr

147

PENUTUP:PEMBELAJARAN DARI KPS AIR MINUMDKI JAKARTA

6

Impelementasi kebijakan yang menyangkut kepentingan publiksemestinya mendapatkan umpan balik (feedback) dandilakukan proses kajian tentang pembelajaran (lesson learned)agar permasalahan tidak terus berlanjut menjadi akut danlebih besar sehingga tidak tertanggani serta memastikanterjadi pengembangan yang terus menerus (on goingimprovement).

Proses alokasi sumberdaya dan pentingnya perencanaanstrategis

Proses alokasi sumberdaya Badan Regulator PAM DKI Jakartaperlu dilakukan secara lebih efisien dan keterbatasansumberdaya jelas mesti dipertimbangkan. Di sisi lain BadanRegulator membutuhkan input – input sumberdaya yangberkualitas dalam upaya membangun kredibilitasnya (Lanti2006). Dukungan publik akan meningkat jika Badan Regulatordan operator mampu secara proaktif fokus pada penangananmasalah yang memang menjadi concern tinggi darimasyarakat luas dan para pelanggan (Lanti 2006).

Page 164: 10tahunbr

148

Perencanaan strategis berperan amat penting dalam hal inidan mesti dikedepankan oleh Badan regulator PAM DKI Jakarta,sehingga organisasi dapat melakukan perencaanaan denganberorientasi jangka panjang, tidak hanya fokus pada jangkapendek, seperti yang selama ini terjadi. Seperti telah dibahasdalam bab sebelumnya, perencanaan strategis bermanfaatdalam memberikan kerangka logis dan indikator – indikatorterukur. Implementasi perencanaan strategis jugamengakomodasi kebutuhan akan benchmarking danmemperkuat mekanisme monitoring – evaluasi.

Regulasi yang mendukung peningkatan kinerja

Berkait dengan lemahnya kinerja para pihak yang tampak daripencapaian target teknis dan standar pelayanan yang relatifmasih di bawah target, serta pendekatan yang dilakukan olehpara pihak yang cenderung mengalihkan beban shortfall dandefisit finansial semata pada konsumen mengakibatkanmuncul pandangan bahwa implementasi KPS penyediaan airminum di Jakarta bagaimanapun bukanlah sebuah bestpractice, seperti pendapat Ketua Badan Regulator A. Lantikepada delegasi DPRD Semarang pada presentasi mengenaiperan serta swasta untuk air minum Jakarta di kantor PAMJaya, Selasa, 18 April 2006 “Pengalaman Jakarta jangan ditirudi tempat lain”, ditambahkan olehnya bahwa dalam kaitannyadengan peran Badan Regulator dan mekanisme penyesuaiantarif otomatis. “Konsesi penuh sebaiknya dihindari karenamenempatkan air lebih banyak sebagai komoditi ekonomi.Keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan air minumsebaiknya dalam bentuk BOT.”

Dihadapkan pada kondisi mekanisme kompetisi yang tidakberkembang (Lanti 2006) sehingga tidak mampu memicuoperator untuk berkinerja lebih baik lagi, regulasi yang memadai

Page 165: 10tahunbr

149

kemudian menjadi penting. Yang penting dari regulasi ini adalahyang benar – benar realistis untuk diimplementasikan dengansepenuhnya mengakomodasi perkembangan ekonomi, sosial ,dan institusi yang ada. Peran regulasi juga teramat pentinguntuk memicu sebuah iklim berbasis kinerja (performancebased). Diperlukan sebuah regulasi yang bisa membuat seolah– oleh terjadi kompetisi. Sehingga bisa mencegah keuntunganberlebihan (excessive profit) dari para pihak, jika pun terjadiregulasi mesti mampu mendorong agar excessive profit tersebutbisa dikembalikan bagi keuntungan konsumen, misalnya berupatarif yang lebih rendah.

Di sisi lain, kerangka regulasi yang adaptif amatlah penting.Dalam artian mampu mengakomodasi dinamika perubahan aspekekonomi, sosial dan institusi yang ada di tengah masyarakat.Sehingga regulasi tersebut menjadi realistis untukdiimplementasikan di lapangan. Implementasi regulasi mestiseiring sejalan dan mendukung penguatan kinerja pelayanan airminum serta mendukung adanya nilai tambah bagi peningkatanpelayanan bagi masyarakat secara keseluruhan. Kerangka regulasitersebut diharapkan memperkuat upaya peniadaan pembedaanperlakukan akses air bersih kepda kelompok ekonomi lemah danrumah tangga berpenghasilan rendah.

Masih kurang efektifnya, metode penentuan tarif saat ini.Metode yang baik amat diperlukan untuk memastikan sejauhmana tingkat tarif saat ini mampu mendorong investasi lebihjauh lagi (Lanti 2006). Tingkat tarif yang sesuai penting bagikeberlanjutan basis finansial bagi pengembangan sistempenyediaan air bersih yang lebih baik lagi.

Page 166: 10tahunbr

150

Aspek Teknis dan Pengembangan Fisik

Pengembangan aspek fisik dan teknis amat penting utamanyadalam penanganan masalah kebocoran, sambungan ilegal danpencurian air. Kemampuan teknis dalam operasional sehari –hari mesti terus dikembangkan dari waktu ke waktu,pemanfaatan teknologi yang up to date yang sesuai. Tindakan– tindakan ini diperlukan agar hasil – hasil (outcome) yangberkait aspek fisik tetap bisa reliable dalam tahun – tahun kedepannya.

Tindakan – tindakan perawatan teknis (technical maintenance)adalah unsur yang teramat penting. Alokasi dana yangsignifikan mesti dilakukan untuk menjamin proses perawatanyang memenuhi syarat. Kasus matinya aliran air selama enamhari di 29 Kelurahan di Jakarta Utara pada bulan November2007, akibat rusaknya panel listrik di instalasi pengolahanTPJ di Buaran, mengakibatkan meluasnya wabah diare. Tercatat12 bayi meninggal dan ratusan lainnya dirawat. Ada indikasikuat hal ini terjadi akibat terabaikannya proses perawatan.Kasus – yang tidak boleh terulang lagi - ini memberikanpelajaran sangat berharga bahwa ketika perawatan tidakdilakukan, resiko tinggi berupa jatuhnya korban jiwa sangatmungkin terjadi. Pengembangan kapasitas operator perluterus dikembangkan dan supervisi teknis yang efektif mestidilakukan pada setiap tahapan prosesnya, yang secara garisbesar mencakup provision, production dan delivery. Tindakanjuga perlu diambil untuk mencegah diambil jalan pintas (shortcut) dalam pembangunan infrastruktur dan fasilitas air bersih,karena jalan pintas ini hanya akan menaikkan biayaperawatan. Hal ini bagaimanapun berkait dengan aspekkeuangan dan ekonomi, dimana keseluruhan sistem yang adamesti mampu meng-cover biaya operasi dan biaya perawatan.

Page 167: 10tahunbr

151

Pentingnya penggunaan benchmarking dalam kegiatan operasi(Lanti 2006), Hal ini diharapkan dapat memicu adanyakompetisi diantara para operator. Benchmarking juga pentingdalam proses pemantauan kinerja yang lebih terukur.Memberikan milestone yang jelas, untuk memastikan adanyaperkembangan konsisten dan perbaikan dari waktu ke waktu.Manfaat kunci dari benchmarking ini adalah identifikasi gapyang ada antara base-line dengan target pencapaian yang ada.

Sistem informasi operasi yang akurat (Lanti 2006) jelaslahpenting, yaitu sistem yang bisa secara kontinyu dan reliablemensuplai informasi tentang bagaimana produktivitas operasisehari – hari, bagaimana proses produksi dan deliverydijalankan, dan bagaimana pencapaian kinerja dalam jangkapendek dan menengah? Bagaimana kondisi masukan darikonsumen dan bagaimana respon dilakukan? Aset – aset fisikdalam hal ini perlu dibangun karena penting untuk memperkuatkapasitas monitoring bagi Badan Regulator, PAM Jaya,operator, serta stakeholder – stakeholder terkait lainnya.

Berkait dengan hal tersebut, pemangku kepentingan(stakeholder) kunci perlu mengembangkan kapasitas yangmemadai dalam hal dokumentasi. Dalam artian bagaimanasecara sistematis mendokumentasi permasalahan yang ada.Sehingga permasalahan yang ada bisa distrukturkan, dan akanmemberi manfaat positif terhadap penentuan skala prioritas.Hal ini tentunya mendukung adanya proses alokasi sumberdayayang lebih efektif dan efisien. Dalam hal pelayanan air bersih,pemanfaatan teknologi GIS (Geographical Information System)akan sangat bermanfaat. Perangkat ini sangat efektif dalammemberikan solusi geografis dan memenuhi kebutuhan –kebutuhan dokumentasi seperti yang telah disebutkan diatas.

Page 168: 10tahunbr

152

Pengembangan Modal Sosial (Social Capital)

Penyediaan air minum bagaimanapun melayani kepentinganpublik. Konsekuensinya, penataannya mesti melampaui aspek– aspek fisik. Oleh karenaya aspek – aspek sosial mesti jugaamat diperhatikan, yang mencakup keadilan sosial, norma –norma sosial serta aspek sosial lain yang relevan (Lee 1997).Termasuk di dalam nya bagaimana institusi dapat menstimulasiberkembangnya ’sense of solidarity’ diantara sesama anggotamasyarakat, sehingga terbangun jaringan sosial dan merekamampu bekerja sama menjaga sistem pengelolaan air bersihtetap berjalan baik. Hal ini juga sejalan dengan pentingnyaintervensi pembangunan (development intervention) yangkomprehensif.

Dalam kaitan dengan permasalahan NRW misalnya, faktabahwa penegakkan hukum yang ternyata masih lemah,menambah rumit masalah pencurian air ini. Sehingga tidakada efek jera dan tidak ada sanksi yang tegas bagi pelakuyang terlibat dalam tindakan pencurian air dan sambunganillegal. Dari perspektif ini ada indikasi kuat adanya keterkaitanantara problem NRW di satu sisi misalnya dengan lemahnyamodal sosial (social capital) masyarakat di sisi lain.

Modal sosial dalam hal ini mengacu kepada kapasitas stakeholderkunci untuk mengembangkan dialog yang sejati dan membangunsuatu jejaring sosial. Hal ini yang amat berguna untuk mendorongmasyarakat mengambil inisiatif dan mampu bekerja bersama –sama dalam menangani masalah kebocoran, sambungan ilegaldan pencurian air dan pekerjaan – pekerjaan perawatan. Kedepannya hal ini membutuhkan terbangunnya rasa saling percayaantara sesama dan antara masyarakat dengan institusi lainnya,sehingga memberikan impak pada pada peningkatan kinerjasemua stakeholder kuncinya.

Page 169: 10tahunbr

153

Integrasi Rumah Tangga Informal dan Ekonomi Informal

Kondisi kota – kota di Indonesia bagaimanapun amat berbedajika dibandingkan dengan kota – kota di negara maju.Kenyataannya bahwa rumah tangga di Jakarta didominasi olehrumah tangga informal, begitupun halnya dengan lansekapusaha mikro dan menengah di Jakarta yang didominasi olehsektor informal. Tidak ada data yang akurat tentang hal ini,namun sebagai perbandingan di Bandung misalnya, lebih dari70% unit usaha tergolong informal, sementara di Yogyakartaproporsi jumlah unit usaha informal mencapai sekitar 75% .Ada indikasi kuat kondisi di Jakarta tidak jauh berbeda. Halini jauh berbeda dengan kondisi di negara lain, di Singapuramisalnya lebih dari 90% unit usaha tergolong formal.Permasalahan bertambah kompleks karena faktanyapertumbuhan ’permukiman informal’ tersebut dua kali lebihcepat dibanding pertumbuhan kota formal.

Kapasitas ekonomi sektor informal di Jakarta sama sekali tidakbisa diabaikan, karena menyangkut perputaran uang yangsangat besar per harinya. Dalam kaitannya pelayanan airbersih, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kinerjacakupan pelayanan misalnya. Permasalahan muncul pada saatsektor informal tersebut mengajukan permohonanberlangganan, namun mereka tidak memiliki IMB, kartukeluarga bahkan juga KTP setempat. Belum lagi dalamkompleksitas permasalahan. Kata kuncinya disini adalahintegrasi antara regulasi dan institusi formal di satu sisi dengankondisi eksisting informal di sisi lain.

Dalam kaitannya dengan penanganan kebocoran air danpencurian air, pelibatan sektor informal dan rumah tanggainformal dalam hal ini menjadi unsur yang penting. Dengankata lain, integrasi antara komponen formal dengan informal

Page 170: 10tahunbr

154

menjadi penting dalam mendorong kerja sama antar berbagaikomponen masyarakat dalam mengatasi masalah tersebut.Sehingga ke depan diharapkan jaringan yang berbasis rasasaling percaya (mutual trust) bisa semakin berkembang.

Penyediaan Air Bersih bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Fakta bahwa dominannya proporsi masyarakat berpenghasilanrendah di Jakarta menegaskan bahwa penyediaan air bersihbagi masyarakat miskin terutama yang tinggal di daerahkumuh harus mendapat perhatian besar. Sayangnya hal inimasih menjadi permasalahan besar yang belum teratasi .

Pelibatan CBO (Community Based Organization) dan NGOmenjadi penting dan sejalan dengan kebutuhan akanpendekatan partisipatif yang sebenarnya, yang ditandai denganmekanisme bottom up, dialog yang terbuka serta pelibatanmasyarakat dalam proses pengambilan keputusan. CBO danNGO ini diharapkan mampu berkontribusi besar dalammemberikan bantuan dan keterampilan teknis kepadamsyarakat tentang pengelolaan dan perawatan infrastrukturair bersih yang baik. Di samping itu juga mereka dapatberperan lebih besar dalam hal ’pelaporan kembali padamasyarakat’, sehingga masyarakat dapat secara terbukamengetahui bagaimana penyediaan air bersih dilakukan dilingkungan mereka. Apa – apa yang telah dicapai dan apa yangbelum dilakukan. Bagaimana kinerja para pihak, pemerintahlokal maupun NGO dan CBO itu sendiri. CBO dengan dukunganmasyarakat lokal juga diharapkan mampu mengatasimunculnya ’mafia air’ yang erat kaitannya dengan masalahpencurian air yang tentu saja merugikan banyak pihak.

Pengembangan kapasitas (capacity building) CBO dan NGOtersebut juga mesti mendapat perhatian besar. Kapasitas

Page 171: 10tahunbr

155

manajemen, pengetahuan pengelolaan finansial dan pengetahuanpendekatan partsipatif yang baik tentu saja berdampak langsungpada peningkatan pelayanan air minum dan kualitas hidup secarakeseluruhan masyarakat miskin tersebut.

Dengan dilakukannya pola – pola ini, diharapkan manajemenpelayanan air bersih bagi masyarakat miskin terutama yangtinggal di kawasan kumuh bisa menjadi efektif dan efisien.

Koordinasi dan Integrasi antar para PihakPenandatangan PKS dan Stakeholder terkait

Tantangan ke depan bagi Badan Regulator adalah bagaimanameningkatkan perannya bagi adanya sebuah kerja sama yangberpijakan kuat. Hal ini menggarisbawahi perlunya pengelolaanpelaksanaan kerja sama dengan prinsip kolaboratif(collaborative arrangement) dengan peran fungsi dan tanggungjawab yang jelas untuk masing – masing pihaknya. Hal inikemudian erat kaitannya dengan penanganan asimetriinformasi, karena adalah penting agar para stakeholder bisabekerja sama saling bertukar informasi yang vital.

Selain itu mekanisme monitoring dan evaluasi perlu dilakukanuntuk mengetahui sejauh mana masih – masing pihak bekerjasesuai koridor peran dan fungsi ini. Mekanisme monitoringdan evaluasi ini perlu dilakukan secara konsisten dan berkala,untuk memastikan bahwa masing – masing pihak berjalanke arah yang sama untuk mencapai tujuan – tujuan spesifikdan terukur dalam penyediaan air minum bagi masyarakatdi Jakarta. Hal ini berkait dengan pentingnya prosesbenchmarking. Dimana perlu ditetapkan baseline dan targetdalam jangka pendek menengah dan panjang, sehingga biasditemukan sejauh mana gap yang ada.

Page 172: 10tahunbr

156

Dampak positif dari penataan kolaboratif yang baik adalah antarberbagai stakeholder mampu saling menggunakan sumberdayadiantara mereka. Misalnya Badan Regulator bisa menggunakansumberdaya informasi (contoh : peta – peta digital) yang dibuatoleh operator, sedangkan operator bisa memperoleh masukandari organisasi berbasis masyarakat (KPAM, LSM) yang selamaini bekerja bersama – sama Badan Regulator.

Sejalan dengan perlu dilakukannya upaya penguatan terhadaporganisasi berbasis masyarakat, berkembangnya kelompok –kelompok konsultatif masyarakat yang bersifat sukarela ataunirlaba (seperti YLKI misalnya) di satu sisi membawakonsekuensi perlunya lembaga dialog antar organisasi berbasismasyarakat tersebut (Lanti 2006). Hal ini akanmengembangkan integrasi horisontal dan sinergi juga agar‘suara’ mereka bisa lebih didengar dan mampu berperan lebihbesar dalam penentuan arah kebijakan pelayanan publik yanglebih berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

Regulator sepatutnya menjaga independensinya. Persepsibahwa Badan Regulator adalah perpanjangan tangan darieksekutif (gubernur) dan legislatif (DPRD) DKI Jakata mestidihindari, begitupun anggapan bahwa Badan Regulator tak lebihdari “corong” yang cenderung hanya mengedepankankepentingan mitra swasta (Lanti 2006).

Fakta bahwa ketika perselisihan terjadi misal antara operatordengan pelanggan, atau antara operator dengan PAM Jayamembutuhkan energi dan sumberdaya besar untukmenanganinya. Adalah mendesak untuk secara proaktifmembangun sebuah mekanisme penyelesaian konflik (conflictresolution mechanism) dengan pendekatan menyeluruh.Sehingga ketika bibit – bibit perselisihan terdeteksi, bisadilakukan mitigasi resiko – resiko sehingga akibat dari

Page 173: 10tahunbr

157

perselisihan berkepanjangan tidak terjadi.

Kaitan dengan Pendekatan Partisipatif dan Bottom Up

Menyadari bahwa masyarakat adalah stakeholder kunci danBadan Regulator serta operator bekerja untuk masyarakat,maka Badan Regulator sangat perlu untuk sejak awalmelibatkan masyarakat dalam proses perencanaanpembanguan infrastruktur air bersih dan perumusan kebijakan.Masyarakat umum mesti dilibatkan dan pelibatan masyarakatini mesti ‘melebur’ ke dalam dengan tidak terbatas padastruktur formal. Tidak cukup dengan hanya berhubungandengan lurah dan struktur formal lainnya, namun perluinteraksi, dialog agar bisa bekerja sama dengan masyarakatumum. Ini memerlukan pendekatan partisipatif yang lebihbermakna yang sejalan dengan pentingnya proses perencanaanbottom up. Hal ini penting sehingga stakeholder kunci bisamemahami situasi sebenarnya di lapangan. Mekanismepartisipatif ini juga kan mendorong kemampuan operatorswasta, PAM Jaya dan Badan Regulator untuk bekerja bersama– sama dengan pemerintah sehingga kinerja secarakeseluruhannya dapat meningkat.

Pentingnya Transparansi

Gagasan terpentingnya adalah Badan Regulator dan pemangkukepentingan lainnya mesti berfungsi secara efektif dan efisien,dan oleh karena itu transparansi yang sebenarnya (genuine)merupakan unsur kunci dalam hal ini. Perlu juga dipastikanagar audit operasional dilakukan secara berkala dan inidilakukan oleh pihak eksternal yang independen, sehinggaakuntabilitas kinerja dari proyek kerja sama dapat lebihdipertanggung jawabkan kepada publik.

Page 174: 10tahunbr

158

Dalam upaya mendorong implementasi prinsip transparansidan akuntabilitas, pengembangan infrastruktur teknologiinformasi interaktif dan on line sudah pada waktunyadiimplementasikan dengan target yang jelas untuk jangkapendek, menengah dan panjangnya, khususnya oleh mitraswasta sebagai operator dalam rangka menunjang operasimaupun transparansi kondisi pelayanan dan keuangan. Seiringdengan meningkatnya melek huruf masyarakat dan semakinbebasnya media, media menjadi sebuah instrumen yang amatpenting dalam meningkatkan kesadaran publik danmeningkatkan pressure tentang pentingnya reformasi institusi(Davis 2004).

Buku ini telah menguraikan beberapa aspek penting tentang10 tahun KPS Air Minum di DKI Jakarta termasuk tantangan-tantangan yang dihadapi suatu Badan Regulator Independen,yang tengah berusaha menunjukkan kredibilitasnya. Topik inimencakup hal yang sangat luas dan merupakan topik yangmasih terus berkembang baik pada tingkat Nasional maupunInternasional. Sangatlah diharapkan agar pembelajaran (lessonlearned) dari kasus Jakarta ini dapat merupakan masukanbagi PDAM-PDAM lainnya di Indonesia pada masa-masa yangakan datang.

Page 175: 10tahunbr

159

DAFTAR PUSTAKA

Badan Regulator Air Minum (2007).” Tata Kelola AirMinum.”Pertemuan FKPM tahun 2007.Hotel GrandMahakam Jakarta

Badan Regulator Air Minum (2006).” Laporan KinerjaTahunan: Laporan Akuntabilitas.”

Bailey, Robert W. (1987), “Uses and Misuses of Privatization”,in Steve H. Hanke (Ed.) “Prospects for Privatization”,New York, The Academy of Political Science.

Bos, Dieter (1985), “A Theory of the Privatization of PublicEnterprises”, Journal of Economics, Supplement, 5,1985, pp 17-40.

ICIJ(2003),”Water and politics in the fall of Suharto.”. http://www.geocities.com/waterose_test/water04.

Conan, Hervì (2004).”Small Piped Water Networks: HelpingLocal Entrepreneurs to Invest”. Asian DevelopmentBank. Manila

Davis, Jennifer (2004).”Corruption in Public Service Delivery:Experience from South Asia’s Water and SanitationSector.” World Development, 32 (1)

Dwidjowijoto, Riant Nugroho, & Ricky Siahaan, eds., (2005),BUMN Indonesia, Jakarta: Elex/Gramedia

Dwidjowijoto, Riant Nugroho, & Randy R. Wrihatnolo, (2008),Manajemen Privatisasi BUMN, Jakarta: Elex/Gramedia.

Jensen, Olivia (2005).” Troubled Partnership: Problems andCoping Strategies in Jakarta’s WaterConcessions.”.Paper presentation 4th at the BerlinConference on Applied Infrastructure Research

Kirkpatrick ,Colin (2002),” Privatization.” In Kirkpatrick,C; Clark, R and Polidano, C (eds), Handbook onDevelopment Policy and Management, Northampton,Edward Elgar Publishing, 121-141

Page 176: 10tahunbr

160

Lanti, Achmad (1996).” Private Sector Participation inIndonesia for Water sector.” Center for InternationalDevelopment

Lanti, Achmad (2004).” Regulatory Approach to the JakartaWater Supply Concession Contract.” Paper presentedat the 14th Stockholm Water Symposium August 2004

Lanti, Achmad (2006).”A Regulatory Approach to the JakartaWater Supply Concession Contracts.”, Water ResourcesDevelopment,Journal , special edition on WaterManagement for Large Cities, halaman 72 – 93.

Lee, Yok-Shiu.H. (1997), “The Privatization of Solid WasteInfrastructure and Services in Asia”, TWPR, 19 (2)

Pinto, Rogerio F. (1998), “Innovations in the provision ofpublic goods and services”, Public Administration andDevelopment, 18 (387-397)

Sanjoyo, Hari, & Riant Nugroho Dwijdowijoto (2006),“Reinvensi BUMD”, Jakarta: Elex/Gramedia

Sitorus, Robert (2000).”Pengukuran Kinerja PAM Jaya EraSwastanisasi : Suatu Studi Kasus dengan PendekatanBalanced Score Card untuk Mengukur Kinerja PAM Jayasetelah dikelola PT.Palyja, Tesis FISIP UniversitasIndonesia.

Stiglitz, Joseph (2007), “Making Globalization Work forIndonesia.” Presentation presented in PublicDiscussion “Indonesia in the Face of Globalization,Jakarta August 14, 2007

Rondinelli, Dennis (2002),” Public-Private Partnership.” InKirkpatrick, C;Clark, R and Polidano, C (eds),Handbook on Development Policy and Management ,Northampton, Edward Elgar Publishing, 381-388

Towards Ecological Recovery and Regional Alliance (TERRA)(1996),” Build-Operate-Transfer (BOT) PrivateInvestment in Public Projects or Just More PublicSubsidies for the Private Sector.”

Page 177: 10tahunbr