31
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda- beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Menurut Pangabean (2004) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut: Kepuasan kerja merupakan tingkat keserasian antara apa yang diharapkan dengan apa yang dapat diperoleh, atau antara kebutuhan dan penghargaan.Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut : “Kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan positif tentang pekerjaan, sementara seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya memiliki perasaan yang negatif. Keyakinan bahwa karyawan yang merasa kepuasan terhadap pekerjaannya jauh lebih produktif daripada karyawan yang tidak memiliki kepuasan kerja telah dijadikan prinsip dasar dalam penilaian diantara manajer selama beberapa tahun belakangan ini.

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kepuasan Kerja

Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari

tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-

beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin

banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka

semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.

Menurut Pangabean (2004) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai

berikut:

“Kepuasan kerja merupakan tingkat keserasian antara apa yang diharapkan

dengan apa yang dapat diperoleh, atau antara kebutuhan dan

penghargaan.”

Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai berikut :

“Kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang pekerjaan seseorang

yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan

tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan positif tentang

pekerjaan, sementara seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya

memiliki perasaan yang negatif. Keyakinan bahwa karyawan yang merasa

kepuasan terhadap pekerjaannya jauh lebih produktif daripada karyawan

yang tidak memiliki kepuasan kerja telah dijadikan prinsip dasar dalam

penilaian diantara manajer selama beberapa tahun belakangan ini.”

Page 2: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

12

Menurut Rivai dan Jauvani (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai

berikut :

“Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas

perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam

bekerja.”

Menurut McShane dan Glinow (2008) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai berikut :

“Kepuasan kerja merupakan evaluasi individu tentang tugas dan konteks

pekerjaannya. Kepuasan kerja terkait dengan penilaian tentang

karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di

tempat kerja. Karyawan yang puas mempunyai penilaian yang baik tentang

pekerjaan mereka, berdasarkan pengamatan dan pengalaman mereka.

Kepuasan kerja merupakan sekumpulan sikap tentang aspek-aspek yang

berbeda dari tugas dan konteks pekerjaan.”

Menurut Noe et al (2011) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut :

“Kepuasan kerja meruapakan perasaan senang sebagai akibat persepsi

bahwa pekerjaan seseorang memenuhi atau memungkinkan terpenuhinya

nilai-nilai kerja penting bagi orang itu.”

Definisi ini merefleksikan tiga aspek penting, yaitu:

1. Kepuasan kerja merupakan fungsi nilai yang didefinisikan sebagai apa

yang ingin diperoleh seseorang baik sadar maupun tidak sadar.

2. Beragam karyawan memiliki pandangan yang juga berbeda-beda

menyangkut nilai-nilai yang dirasa penting dan sangat berpengaruh

terhadap penentuan sifat dan derajat kepuasan mereka.

Page 3: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

13

3. Persepsi individu bisa saja bukan merupakan refleksi yang sepenuhnya

akurat terhadap realitas, dan beragam orang bisa memandang situasi yang

sama secara berbeda-beda.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karyawan dengan

kepuasan kerja akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaan serta

tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang

merasa tidak puas dalam pekerjaannya cenderung memiliki pikiran untuk keluar,

mengevaluasi alternatif pekerjaan yang lain dan berkeinginan untuk keluar karena

berharap mendapatkan pekerjaan yang memuaskan. Kepuasan kerja menjadi

urgent untuk diketahui oleh setiap pemimpin baik pimpinan pada posisi atas

manajemen maupun manajemen menengah.Pentingnya bagi para manajer dan

peneliti, sehubungan dengan fakta bahwa kepuasan kerja memiliki potensi untuk

mempengaruhi secara luas perilaku dalam organisasi dan berperan untuk

kesejahteraan karyawan.

2.1.1.1 Teori Kepuasan Kerja

Teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal menurut Rivai (2004)

adalah :

1. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja sesorang dengan menghitung selisih

antara sesuatu yang seharusnya dengan yang dirasakan. Sehingga apabila

kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan

menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan

discrepancy yang positif.

Page 4: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

14

2. Teori keadilan (Equity theory)

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,

tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (Equity) dalam suatu situasi,

khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori

keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah

faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya,

seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan

atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya.

Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan

yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan

sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil

atau aktualisasi diri.

3. Teori dua faktor (Two factor theori)

Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan

hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu

bukan suatu variabel yang kontinyu. Teori ini merumuskan karakteristik

pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies (motivator) dan

dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan

sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari pekerjaan : pekerjaan

yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi,

kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Dissatisfies (hygiene

faktor) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang

Page 5: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

15

terdiri dari : gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja

dan status.

2.1.1.2 Jenis-Jenis Kepuasan Kerja

Menurut Samad (2006) menyebutkan bahwa kepuasan kerja dapat dibagi

menjadi tiga jenis variasi yaitu intrinsic, extrinsic, dan general satisfaction.

Berikut ini merupakan penjelasan ketiga jenis variasi kepuasan kerja tersebut :

a. Intrinsic Satisfaction

Intrinsic satisfaction mengacu kepada kinerja karyawan, aktualisasi diri,

serta rasa keberhasilan, seperti kebebasan berkreasi dalam bekerja dan

kejelasan tugas.

b. Extrinsic Satisfaction

Extrinsic satisfaction merupakan bentuk penghargaan yang diberikan

organisasi kepada karyawan.

c. General Job Satisfaction

General job satisfaction merupakan kumpulan rasa kepuasan karyawan

terhadap berbagai jenis pekerjaan yang pernah dikerjakanya.

2.1.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja akan mendorong karyawan untuk berprestasi lebih baik.

Prestasi yang lebih baik akan menimbulkan imbalan ekonomi dan psikologi yang

lebih tinggi. Apabila imbalan tersebut dipandang pantas dan adil maka timbul

kepuasan yang lebih besar karena karyawan merasa bahwa mereka menerima

imbalan sesuai dengan prestasinya. Sebaliknya apabila imbalan dipandang tidak

sesuai dengan tingkat prestasi maka cenderung timbul ketidakpastian. Kepuasan

Page 6: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

16

kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan dengan

kenyataan. Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan job

descriptive index (JDI) menurut Gibson et al (2009) yaitu :

1. Pekerjaan itu sendiri

Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang

menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan

tanggung jawab. Hal ini menjadi sumber mayoritas kepuasan kerja.

2. Gaji

Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang di

terima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja dan

bagaimana gaji di berikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang

signifikan terhadap kepuasan kerja. Dengan mengunakan teori keadilan,

orang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu

besar mengalami distress (ketidakpuasan), yang penting ialah sejauh mana

gaji yang di terima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan adil akan

didasarkan pada tuntutan perkerjaan, tingkat keterampilan individu dan

standar gaji yang berlaku serta perbedaan tingkat pendidikan maka akan

ada kepuasan kerja.

3. Kesempatan atau Promosi

Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan

pengembangan kerja, serta terbukanya kesempatan untuk kenaikan

jabatan.

Page 7: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

17

4. Supervisor

Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku

dukungan. Hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan yang positif

memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan.

Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu

tenaga kerja untuk memuaskan nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga

kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan pribadi yang

mencerminkan sikap dasar dan nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja

yang paling besar dengan atasan adalah jika keduanya memiliki hubungan

positif.

5. Rekan kerja

Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan

terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika ada

karyawan yang mempunyai konflik dengan sesama rekan kerja mereka,

maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja karyawan tersebut.

Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam

kepemimpinan. Kepemimpinan berpartisipasi memberikan kepuasan kerja

bagi karyawan. Kepuasan kerja karyawan juga merupakan kunci

pendorong moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam

mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.

Page 8: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

18

Menurut Veithzal (2004) faktor–faktor yang dapat mempengaruhi

kepuasan kerja yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang

karyawan adalah sebagai berikut :

1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol

terhadap pekerjaan

2. Supervisi

3. Organisasi dan manajemen

4. Kesempatan untuk maju

5. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya

insentif

6. Rekan kerja

7. Kondisi pekerjaan

Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) ada lima faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja yaitu sebagai berikut :

1. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)

Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan

kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Perbedaan (Discrepancies)

Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan

mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang

diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa

yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila

menerima manfaat diatas harapan.

Page 9: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

19

3. Pencapaian nilai (Value attainment)

Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan

pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4. Keadilan (Equity)

Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di

tempat kerja.

5. Komponen genetik (Genetic components)

Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini

menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk

Menurut Robbins (2001) faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja

adalah :

1. Kerja yang secara mental menantang.

Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi

mereka kesempatan untuk maju menggunakan keterampilan dan

kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan

umpan balik mengenai betapa baiknya mereka bekerja. Karakteristik ini

membuat kerja secara mental menantang.

2. Ganjaran yang pantas

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang

bersifat adil, tidak bermakna ganda dan sejalan dengan harapan mereka.

Upah dan promosi dapat menghasilkan kepuasan jika didasarkan pada

tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan

secara umum.

Page 10: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

20

3. Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi

maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik.

4. Rekan kerja yang mendukung

Rekan kerja yang ramah dapat menimbulkan kepuasan kerja yang akan

meningkat termasuk pula penyelia yang bersikap ramah dan menawarkan

pujian untuk kinerja yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja.

5. Kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan.

Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seseorang karyawan dan

okupasi akan menghasilkan seseorang individu terpuaskan.

6. Disposisi genetik individu.

Disposisi seseorang terhadap hidup-positif atau negatif ditentukan oleh

bentukan genetisnya, bentukan sepanjang waktu, dan dibawa serta

kedalam disposisinya terhadap kerja.

2.1.1.4 Konsekuensi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja perlu dipantau dampaknya dengan mengaitkan kepada

output yang dihasilkan. Mengenai konsekuensi kepuasan kerja, menurut Davis

dan Newstrom (2002) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :

1. Absenteeism

Kepuasan kerja (job sataisfaction) karyawan yang tinggi cenderung untuk

tidak sering absen dan karyawan yang kurang puas cenderung lebih sering

absen.Absen karyawan juga disebabkan karena sakit, dan izin.

Page 11: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

21

2. Labor turnover

Kepusan kerja (job satisfaction) yang lebih tingi berkaitan erat dengan

rendahnya tingkat perputaran karyawan (labor turnover). Para karyawan

yang merasa lebih puas, kemungkinan besar akan lebih lama bertahan,

sebaliknya para karyawan yang kurang puas biasanya menunjukkan

tingkat perputaran karyawan yang tinggi.

2.1.1.5 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja

Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat dilakukan melalui

berbagai cara, menurut Robins and Judge (2007) menerangkan ada 4 respon

yang berbeda satu sama lain dalam 4 dimensi yaitu dimensi konstruktif dan

destruktif serta dimensi aktif dan pasif dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Exit

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku dengan cara

meninggalkan organisasi dan berusaha mencari posisi baru.

2. Voice

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan

konstruktif untuk memperbaiki keadaan termasuk menyarankan

perbaikan serta mendiskusikan masalah dengan atasan dan

membentuk berbagai aktivitas perserikatan.

3. Loyalty

Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif tetapi optimistik dengan

menunggu kondisi untuk memperbaiki ketidakpuasan dengan

berbicara dengan organisasi dan mempercayai organisasi

Page 12: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

22

melakukan hal yang benar.

4. Neglect

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif

membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau

keterlambatan.Secara tidak langsung akan mengurangi kinerja kerja

dan meningkatkan tingkat kesalahan.

2.1.1.6 Meningkatkan Kepuasan Kerja

Menurut Riggio (2005), peningkatan kepuasan kerja dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

1. Melakukan perubahan struktur kerja, misalnya dengan melakukan

perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem perubahan

pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang

disesuaikan dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan

adalah dengan pemekaran (job enlargement), atau perluasan satu pekerjaan

sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktik untuk

para pekerja yang menerima tugastugas tambahan dan bervariasi dalam

usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari

sekedar anggota dari organisasi.

2. Melakukan perubahan struktur pembayaran, perubahan sistem pembayaran

ini dilakukan dengan berdasarkan pada keahliannya (skill-based pay),

yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji berdasarkan pengetahuan

dan keterampilannya daripada posisinya di perusahaan. Pembayaran kedua

dilakukan berdasarkan jasanya (merit pay), sistem pembayaran dimana

Page 13: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

23

pekerja digaji berdasarkan performance, pencapaian finansial pekerja

berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri. Pembayaran

yang ketiga adalah Gainsharing atau pembayaran berdasarkan pada

keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh anggota

kelompok).

3. Pemberian jadwal kerja yang fleksibel, dengan memberikan kontrol pada

para pekerja mengenai pekerjaan sehari-hari mereka, yang sangat penting

untuk mereka yang bekerja di daerah padat, dimana pekerja tidak bisa

bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang mempunyai tanggung jawab

pada anak-anak. Compressed work week (pekerjaan mingguan yang

dipadatkan), dimana jumlah pekerjaan per harinya dikurangi sedang

jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Para pekerja dapat

memadatkan pekerjaannya yang hanya dilakukan dari hari Senin hingga

Jum’at, sehingga mereka dapat memiliki waktu longgar untuk liburan.

Cara yang kedua adalah dengan sistem penjadwalan dimana seorang

pekerja menjalankan sejumlah jam khusus per minggu (Flextime), tetapi

tetap mempunyai fleksibilitas kapan mulai dan mengakhiri pekerjaannya.

4. Mengadakan program yang mendukung, perusahaan mengadakan

program-program yang dirasakan dapat meningkatkan kepuasan kerja para

karyawan, seperti; health center, profit sharing, dan employee sponsored

child care.

Page 14: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

24

2.1.2 Keadilan Organisasi

Keadilan organisasional digunakan untuk mengkategorikan dan

menjelaskan pandangan dan perasaan pekerja tentang sikap mereka sendiri

danorang lain dalam organisasi, dan hal itu dihubungkan dengan pemahaman

mereka dalam menyatukan persepsi secara subyektif yang dihasilkan dari hasil

keputusan yang diambil organisasi, prosedur dan proses yang digunakan untuk

menuju pada keputusan-keputusan ini serta implementasinya.

Menurut Koopman (2003) mendefinisikan keadilan organisasional sebagai

berikut :

“Keadilan organisasi adalah hasil persepsi subyektif individu atas

perlakuan yang diterimanya dibanding dengan orang lain di sekitarnya.

Dalam literatur perilaku organisasi, konsep keadilan dibagi menjadi tiga,

yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional.”

Menurut Tabibnia et al (2008) mendefinisikan keadilan organisasional

sebagai berikut :

“Keadilan organisasional dapat mencakup masalah yang berkaitan dengan

persepsi gaji yang adil, kesempatan yang sama untuk mendapatkan

promosi kenaikan jenjang karir dan prosedur seleksi yang benar.”

Karyawan akan mengevaluasi keadilan organisasional dalam tiga

klasifikasi peristiwa berbeda, yakni hasil yang mereka terima dari organisasi

(keadilan distributif), kebijakan formal atau proses dengan mana suatu pencapaian

dialokasikan (keadilan prosedural), dan perlakuan yang diambil oleh pengambil

keputusan antar personal dalam organisasi (keadilan interaksional) (Cropanzano et

al, 2000).

Page 15: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

25

2.1.3 Keadilan Distributif

Pada awalnya keadilan distributif dikenal sebagai teori keadilan (Adams,

1965; dalam Panggabean, 2010). Teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan

menilai keadilan dengan cara membandingkan outcomes yang ia terima dengan

inputs yang ia berikan dan kemudian membandingkannya dengan outcomes dan

inputs dari yang dijadikan pembanding.

Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan keadilan distributif

sebagi berikut :

“Keadilan distributif sebagai keadilan jumlah dan penghargaan yang

dirasakan diantara individu-individu.”

Menurut Noe et al (2011) mendefinisikan keadilan distributif sebagi

berikut :

“Keadilan imbalan atau keadilan distributif sebagai penilaian yang dibuat

orang terkait imbalan yang diterimanya dibanding imbalan yang diterima

orang lain yang menjadi acuannya.”

2.1.3.1 Dimensi Keadilan Distributif

Menurut Cropanzano et al (2007) menyebutkan bahwa keadilan distributif

teridiri dari 3 dimensi yaitu sebagai berikut :

1. Keadilan

Menghargai karyawan berdasarkan kontribusinya.

2. Persamaan

Menyediakan kompensasi bagi setiap karyawan yang secara garis besar

sama.

Page 16: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

26

3. Kebutuhan

Menyediakan benefit berdasarkan pada kebutuhan personal seseorang.

2.1.4 Keadilan Prosedural

Teori tentang keadilan prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur

yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumberdaya-

sumber daya organisasi kepada para anggotanya. Para peneliti umumnya

mengajukan dua penjelasan teoritis mengenai proses psikologis yang mendasari

pengaruh keadilan prosedural, yaitu: kontrol proses atau instrumental dan

perhatian-perhatian relasional atau komponen struktural. Perspektif kontrol

instrumental atau proses berpendapat bahwa prosedur-prosedur yang digunakan

oleh organisasi akan dipersepsikan lebih adil manakala individu yang terpengaruh

oleh suatu keputusan memiliki kesempatan-kesempatan untuk mempengaruhi

proses-proses penetapan keputusan atau menawarkan masukan (Taylor dalam

Pareke, 2003).

Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan keadilan prosedural

sebagi berikut :

“Keadilan prosedural merupakan keadilan yang dirasakan dari proses yang

digunakan untuk menentukan distribusi imbalan.”

Menurut Noe et al (2011) mendefinisikan keadilan prosedural sebagi

berikut :

“Keadilan prosedural merupakan konsep keadilan yang berfokus pada

metode yang digunakan untuk menentukan imbalan yang diterima.”

Page 17: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

27

Perspektif komponen-komponen struktural mengatakan bahwa keadilan

prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan

prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi

yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar

dalam organisasi (Gilliland dalam Pareke, 2003).

2.1.4.1 Dimensi Keadilan Prosedural

Menurut Cropanzano et al (2007) menyebutkan bahwa keadilan prosedural

teridiri dari 6 dimensi yaitu sebagai berikut :

1. Konsistensi

Semua karyawan diperlakukan sama.

2. Kurangnya Bias

Tidak ada orang atau kelompok yang diistimewakan atau diperlakukan

tidak sama.

3. Keakuratan

Keputusan dibuat berdasarkan informasi yang akurat.

4. Pertimbangan wakil karyawan

Pihak-pihak terkait dapat memberikan masukan untuk pengambilan

keputusan.

5. Koreksi

Mempunyai proses banding atau mekanisme lain untuk memperbaiki

kesalahan.

6. Etika

Norma pedoman profesional tidak dilanggar.

Page 18: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

28

2.1.5 Keadilan Interaksional

Aspek terakhir dari keadilan organisasional adalah keadilan interaksional

dan mungkin yang paling sederhana diantara ketiga aspek ini (Cropanzano et al,

2007). Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan keadilan interaksional

sebagi berikut :

“Keadilan interaksional merupakan persepsi individu tentang tingkat

sampai dimana seorang karyawan diperlakukan dengan penuh martabat,

perhatian, dan rasa hormat.”

Menurut Greenberg (1987) terdapat dua aspek dalam keadilan

interaksional, yaitu informasional dan interpersonal. Keadilan informasional

adalah persepsi individu tentang keadilan informasi yang digunakan sebagai dasar

pembuatan keputusan, sedangkan keadilan interpersonal adalah sebagaimana yang

didefinisikan oleh Robbins dan Judge (2008) di atas.

Menurut Tyler (Yuwono dkk, 2005) menyebutkan ada tiga hal penting

yang patut diperhatikan dalam membahas keadilan interaksional, yaitu :

1. Pertama adalah Penghargaan

Khususnya penghargaan kepada status seseorang, hal ini tercermin

dalam bentuk perlakuan.Lebih khusus lagi adalah bentuk perlakuan

atau tindakan dari orang yang berkuasa (pimpinan) terhadap anggota

kelompoknya.Apabila makin baik kualitas perlakuan pimpinan

terhadap para anggota maka interaksinya dinilai makin adil oleh

anggotanya.

Page 19: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

29

2. Kedua adalah Netralitas

Konsep ini berkembang karena butuh keterlibatan pihak ketiga

manakala ada masalah hubungan social antara suatu pihak dengan

pihak yang lain. Netralitas dalam keputusan atas konflik kedua belah

pihak dapat tercapai manakala dasar-dasar dalam pengambilan

keputusan lebih banyak menggunakan fakta dan bukan opini, apalagi

fakta yang ditampilkan mempunyai nilai objektifitas yang tinggi juga

punya validitas yang tinggi pula.

3. Ketiga adalah Kepercayaan

Hal ini banyak dikaji pada aspek keadilan interaksional. Kepercayaan

seriong didefinisikan sebagai harapan pihak lain dalam melakukan

hubungan social, yang didalamnya mencakup resiko yang berkaitan

dengan harapan tersebut.

2.1.5.1 Dimensi Keadilan Interaksional

Menurut Cropanzano et al (2007) menyebutkan bahwa keadilan

interaksional teridiri dari 2 dimensi yaitu sebagai berikut :

1. Keadilan interpersonal

Memperlakukan seorang karyawan dengan martabat, perhatian, dan rasa

hormat

2. Keadilan informasional

Berbagi informasi yang relevan dengan karyawan

Page 20: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

30

2.2 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki visi dan misi tertentu yang

harus dicapai, salah satunya adalah untuk memperoleh profit (profit oriented).

Untuk dapat mencapai setiap tujuan perusahaan tersebut, mendorong para

manajemen perusahaan agar dapat memaksimalkan kinerja karyawannya dalam

mencapai tujuan perusahaan. Dalam hal ini kinerja adalah melakukan suatu

kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan

hasil seperti yang diharapkan (Widodo, 2006).

Tuntunan yang datang dari pihak perusahaan terhadap karyawan untuk

dapat memaksimalkan kinerjanya dalam mencapai tujuan perusahaan,

menimbulkan pula harapan para karyawan agar perusahaan dapat memberikan

timbal balik (feedback) atas hasil kinerja yang telah dicapai perusahaan. Setiap

karyawan yang telah bekerja secara maksimal akan mengharapkan timbal balik

(feedback) agar perusahaan dapat memberikan dan mencukupi segala kebutuhan

karyawan. Maka dalam hal ini perusahaan diharapkan dapat memperhatikan

kebutuhan para karyawan sebagai bentuk timbal balik (feedback) atas kinerja

karyawan, karena hal tersebut akan memimbulkan kepuasan kerja pada diri setiap

karyawan yangtelah bekerja secara maksimal.

Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas

perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja

(Rivai dan Jauvani, 2009). Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang

sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang

merasakan kepuasan dalam bekerja, ia akan berupaya semaksimal mungkin

Page 21: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

31

dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas

pekerjaannya. Efektivitas dan produktivitas organisasi sangat dipengaruhi oleh

kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja akan menimbulkan penurunan semangat

dan gairah kerja (Nitisemito, 1992). Hal tersebut terkait bagaimana karyawan

merasakan pekerjaan mereka dan memberi dampak terhadap perilaku kerja

lainnya, seperti: organizational citizenship, ketidakhadiran, dan intensi keluar.

Lebih jauh lagi, kepuasan kerja dapat menjadi mediator yang menghubungkan

dengan variabel-variabel kepribadian dan perilaku menyimpang di tempat kerja.

Berbagai perilaku menyimpang seperti datang terlambat, mengabaikan

perintah atasan, atau menggunakan barang perusahaan di luar kewenangannya

merupakan bentuk penyimpangan yang dilakukan secara sadar untuk mengganggu

perusahaan (Aquino et al, 1999). Pada akhirnya ketidakadilan hanya akan

menghilangkan ikatan di antara anggota organisasi, sangat menyakitkan bagi

individu, dan berbahaya bagi perusahaan (Cropanzano et al, 2007).

Terdapat tiga alasan mengapa karyawan peduli terhadap masalah keadilan.

Pertama, manfaat jangka panjang, karyawan lebih memilih keadilan yang

konsisten daripada keputusan seseorang, karena dengan keadilan tersebut

karyawan dapat memprediksi hasil di masa yang akan datang. Karyawan juga mau

menerima imbalan yang tidak menguntungkan sepanjang proses pembayarannya

adil dan mendapat perlakuan yang bermartabat. Kedua, pertimbangan sosial,

setiap orang mengharapkan diterima dan dihargai oleh pengusaha tidak dengan

cara kasar dan tidak dieksploitasi. Ketiga, pertimbangan etis, orang percaya bahwa

Page 22: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

32

keadilan merupakan cara yang secara moral tepat dalam memperlakukan

seseorang (Cropanzano et al, 2007).

Keadilan organisasional berpusat pada dampak dari pengambilan

keputusan manajerial, persepsi kualitas, efek keadilan, hubungan antara faktor

individu dan situasional serta menjelaskan persepsi keadilan individu dalam

organisasi (Greenberg dan Bies, 1992). Keadilan organisasional telah dibuktikan

menjadi anteseden bagi sikap dan perilaku karyawan. Sehingga konsep keadilan

organisasional dan konsekuensinya perlu dipahami oleh para pengelola sumber

daya manusia.

Konsep ini penting bagi organisasi yang ingin mengembangkan kebijakan

dan prosedur yang lebih dilembagakan. Salah satu sikap karyawan yang banyak

menjadi bahan penelitian dihubungkan dengan keadilan organisasional adalah

kepuasan kerja. Karyawan akan mengevaluasi keadilan organisasional dalam tiga

klasifikasi peristiwa berbeda, yakni hasil yang mereka terima dari organisasi

(keadilan distributif), kebijakan formal atau proses dengan mana suatu pencapaian

dialokasikan (keadilan prosedural), dan perlakuan yang diambil oleh pengambil

keputusan antar personal dalam organisasi (keadilan interaksional) (Cropanzano et

al, 2000). Keadilatn organisasi yang terdiri dari keadilan distributif, keadilan

prosedural, dan keadilan interaksional merupakan faktor penting yang harus

diimplementasikan oleh perusahaan agar menimbulkan kepuasan kerja bagi para

karyawan, hal tersebut akan berimbas denganmeningkatnyakinerja para karyawan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peniliti akan menggambarkannya dalam

sebuah skema paradigma pemikiran dan kerangka pemikiran sebagai bentu alur

Page 23: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

33

pemikiran peniliti atas masalah yang sedang diteliti. Adapun skema tersebut

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Perusahaan

Profit (Keuntungan)

Kinerja Perusahaan

Keadilan Interaksional

Keadilan Organisasi

Keadilan Distributif Keadilan Prosedural

1. Konsistensi

2. Kurangnya Bias

3. Keakuratan

4. Pertimbangan Wakil

Karyawan

5. Koreksi

6. Etika

7.

1. Keadilan

Interpersonal

2. Keadilan

Informasional

3.

1. Keadilan

2. Persamaan

3. Kebutuhan

Kepuasan Kerja

Karyawan

Menigkatkan Kinerja

Karyawan

Feedback (Timbal Balik)

1. Pekerjaan itu Sendiri

2. Gaji

3. Kesempatan atau Promosi

4. Supervisor

5. Rekan Kerja

Page 24: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

34

Gambar 2.2

Paradigma Penelitian

2.2.1 Penelitian Terdahulu

Berikut ini akan disajikan beberapa rangkuman mengenai penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan judul dalam penelitian ini yaitu “Pengaruh

Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, dan Keadilan Interaksional Terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan.”

Tabel 2.1

Review Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Kesimpulan/Hasil Persamaan Perbedaan

1. Hasmarini

dan

Yuniawan

(2008)

Pengaruh

keadilan

distributif dan

prosedural

terhadap

kepuasan kerja

dan komitmen

afektif

Hasil penelitian menunjukan

bahwa keadilan prosedural

dan keaditan distributif

memiliki pengaruh positif

dan signifikan terhadap

kepuasan kerja, yang

kemudian kepuasan kerja

mempengaruhi komitmen

afektil secara positif dan

signifikan. Keadilan

Persamaannya

adalah sama-sama

meniliti keadilan

distributif dan

keadilan

prosedural

terhadap

kepuasan kerja.

Perbedaannya

adalah pada

penelitian

sebelumnya

menggunakan

komitmen

afektif,

sedangkan

dalam penelitian

ini

Keadilan Prosedural

(X2)

Kepuasan Kerja

(Y)

Keadilan Distributif

(X1)

Keadilan

Interaksional

(X3)

Page 25: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

35

prosedural maupun keadilan

distributif memiliki

pengaruh tidak langsung

terhadap komitmen afektif

melalui kepuasan kerja.

Untuk pengaruh langsung

hanya keadilan distributif

yang mempengaruhi

komitmen afektif secara

positif dan signifikan,

sedangkan keadilan

prosedural hanya memberi

pengaruh positif ke

komitmen afektif akan

tetapi tidak signifikan.

menggunakan

keadilan

interaksional.

2.

Suhartini

dan Hakim

(2010)

Pengaruh

keadilan

organisasional

terhadap

kepuasan kerja

karyawan FEUII

Hasil penilitiannya

menunjukan bahwa secara

parsial keadilan distributif

dan keadilan interaksional

berpengaruh positif dan

signifikan terhadap

kepuasan kerja karyawan,

sedangkan keadilan

prosedural berpengaruh

positif tetapi tidak

signifikan. Selain itu secara

simultan ketiganya

berpengaruh signfikan

terhadap kepuasan kerja

karyawan.

Persamaannya

adalah sama-sama

menggunakan

keadilan

distributif,

keadilan

prosedural, dan

keadilan

interaksional

terhadap

kepuasan kerja.

Perbedaannya

adalah pada

penelitian

sebelumnya

menggunakan

komitmen

afektif,

sedangkan

dalam penelitian

ini

menggunakan

keadilan

interaksional.

3.

Budiarto

dan

Wardani

(2005)

Peran keadilan

distributif,

keadilan

proseduran dan

keadilan

interaksional

terhadap

komitmen

karyawan pada

perusahaan

Hasil penelitiannya

menunjukan bahwa keadilan

distributif,

prosedural dan interaksional

perusahaan

secara bersama-sama

berpengaruh terhadap

komitmen karyawan.

Sedangkan untuk simpulan

minor, keadilan distributif

perusahaan lebih dominan

mempengaruhi

komitmen karyawan

dibandingkan keadilan

interaksional dan

prosedural.

Persamaannya

adalah sama-sama

menggunakan

keadilan

distributif,

keadilan

prosedural dan

keadilan

interaksional

Perbedaanya

adalah pada

penelitiannya

sebelumnya

menggunakan

komitmen

karyawan,

sedangkan pada

penelitian ini

mengunakan

kepuasan kerja

karyawan.

Page 26: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

36

4. Kadarudin

(2012)

Pengaruh

keadilan

distributif,

keadilan

proseduran dan

keadilan

interaksional

terhadap

kepuasan

pegawai pajak

Hasil pnelitiannya

menunjukan bahwa

Keadilan disributif, keadilan

prosedural, dan keadilan

interaksional secara parsial

dan secara simultan

berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan kerja

pegawai Direktorat Jenderal

Pajak di Kota Makassar.

Keadilan distributif

mempunyai pengaruh yang

paling dominan.

Persamaannya

adalah sama-sama

menggunakan

keadilan

distributif,

keadilan

proseduran, dan

keadilan

interaksional

terhadap

kepausan pegawai

Perbedaanya

adalah terletak

pada responden

dan subjek

penlitian yang

diteliti

5 Kristanto

(2013)

Pengaruh

keadilan

organisasional

terhadap

kepuasan kerja

dan dampaknya

terhadap

komitmen

intensi keluar

Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa

keadilan distributif tidak

signifikan terhadap

kepuasan kerja, keadilan

prosedural dan keadilan

Interaksional berpengaruh

terhadap

kepuasan kerja,

kepuasan kerja berpengaruh

terhadap komitmen, dan

kepuasan kerja

berpengaruh terhadap

intensi keluar.

Persamaannya

adalah sama-sama

menggunakan

keadilan

distributif,

keadilan

proseduran, dan

keadilan

interaksional

terhadap

kepausan kerja

karyawan

Perbedaanya

adalahpada

penelitian

sebelumnya

mengunakan

komitmen dan

intensi keluar,

sedangkan pada

penelitian ini

tidak

menggunakan

variabel

tersebut.

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Hubungan Keadilan Distributif Dengan Kepuasan Kerja Karyawan

Keadilan imbalan atau keadilan distributif sebagai penilaian yang dibuat

orang terkait imbalan yang diterimanya dibanding imbalan yang diterima orang

lain yang menjadi acuannya (Noe et al, 2011). Dengan adanya keadilan distributif,

penialai terhadap karyawan atau imbalan yang diberikan keapda masing-masing

karyawan dalam suatu kelompok sesuai dengan tingkat kinerja karyawan yang

ditunjukan. Keadilan distributif sebagai penilaian mengenai seberapa adilnya

Page 27: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

37

peraturan-peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan hasil yang diterima

seseorang (Lind dan Tyler, 1988).

Kewajaran merupakan norma yang fundamental, seorang individu akan

merasakan ketidakwajaran ketika alokasi hasil antara para anggota tidak

sebanding dengan kontribusi yang diberikan individu. Meskipun demikian

keadilan distributif tidaklah sepenuhnya dibangun oleh hasil yang mutlak, tetapi

dengan perbandingan proporsi yang dialokasikan kepada individu relatif dengan

proporsi yang dialokasikan ke anggota kelompok (Adams, 1965). Keadilan

distributif merupakan prediktor yang lebih kuat bagi kepuasan kerja dibanding

prosedural. Keadilan distributif merupakan prediktor penting bagi perilaku

personal karyawan, misalnya kepuasan kerja (McFarlin dan Sweeney, 1992). Hal

yang sama dikemukakan oleh Cohen-Carash dan Spector (2001) yang menyatakan

bahwa keadilan distributif merupakan prediktor yang paling kuat bagi kepuasan

kerja dibanding prosedural dan interaksional.

Jadi dengan adanya keadilan distributif yang diterapkan perusahaan dalam

memberikan penilaian atau imbalan harus sesuai dengan tingkat kinerja masing-

masing individu dalam suatu kelompok, maka hal tersebut dapat memberikan

kepuasan kerja karyawan akan hasil yang diperoleh dan dirasa adil. Berdasarkan

uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

H1 : Keadilan distributif berpengaruh siginifikan terhadap kepuasan kerja

karyawan

Page 28: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

38

2.3.2 Hubungan Keadilan Prosedural Dengan Kepuasan Kerja Karyawan

Teori tentang keadilan prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur

yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumberdaya-

sumber daya organisasi kepada para anggotanya. Keadilan prosedural merupakan

konsep keadilan yang berfokus pada metode yang digunakan untuk menentukan

imbalan yang diterima (Noe et al, 2011). Kepuasan kerja merupakan salah satu

akibat utama dari keadilan prosedural (Lind and Tyler, 1988).

Perspektif komponen-komponen struktural mengatakan bahwa keadilan

prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan

prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi

yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar

dalam organisasi (Gilliland dalam Pareke, 2003).

Jadi individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan

prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh

para pengambil kebijakan. Sebaliknya apabila prosedur dalam organisasi itu

dilanggar maka individu akan mempersepsikan adanya ketidakadilan. Karenanya

keputusan harus dibuat secara konsisten tanpa adanya bias-bias pribadi dengan

melibatkan sebanyak mungkin informasi yang akurat, dengan kepentingan-

kepentingan individu yang terpengaruh terwakili dengan cara-cara yang sesuai

dengan nilai-nilai etis mereka, dan dengan suatu hasil yang dapat dimodifikasi.

Anggota organisasi akan merasa dihargai apabila prosedur yang

ditanamkan memperlakukan mereka dengan hormat dan adil, membuat lebih

Page 29: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

39

mudah diterima meskip un mereka tidak menyukai hasil dari keputusan itu

sendiri, ini merupakan salah satu faktor terpenting didalam tempat kerja saat ini

dan akan berdampak pada kepuasan kerja karyawan. Puas atau tidaknya

karyawan dengan system yang adapada perusahaan ditentukan oleh persepsi

mereka tentang keadilan procedural (Greenberg, 1990). Dengan adanya keadilan

prosedural dalam hal ini akan memberikan rasa keadilam kepada karywan terkait

dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh perusahaan baik dalam

pengalokasian sumberdaya manusia yang sesuai atau imbalan yang akan diperoleh

karyawan, maka hal tersebut dapat memunculkan kepuasan kerja karyawan.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

H2 : Keadilan prosedural berpengaruh siginifikan terhadap kepuasan kerja

karyawan

2.3.2 Hubungan Keadilan Interaksional Dengan Kepuasan Kerja

Karyawan

Aspek terakhir dari keadilan organisasional adalah keadilan interaksional

dan mungkin yang paling sederhana diantara ketiga aspek ini (Cropanzano et al,

2007). Keadilan interaksional merupakan persepsi individu tentang tingkat sampai

dimana seorang karyawan diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, dan

rasa hormat (Robbins dan Judge, 2008).

Menurut Greenberg (1987) terdapat dua aspek dalam keadilan

interaksional, yaitu informasional dan interpersonal. Keadilan informasional

adalah persepsi individu tentang keadilan informasi yang digunakan sebagai dasar

Page 30: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

40

pembuatan keputusan, sedangkan keadilan interpersonal adalah sebagaimana yang

didefinisikan oleh Robbins dan Judge (2008) di atas.

Keadilan interaksional dalam hal ini merupakan sejauh mana perusahaan

dalam memerikan rasa keadilan bagi karyawan baik dalam keadilan informasional

atau keadilan interpersonal. Perusahaan akan dianggap adil dalam membuat

keputusan dengan apabila informasi yang digunakan dalam pengambilan

keputusan sesuai dan akurat sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan

keputuasan. Sedangkan keadilan interpersonal sendiri dirasakan adil apabila

perusahaan memperlakukan karyawan-karyawan sama dengan penuh rasa hormat,

perhatian dan martabat yang sama tanpa membeda-bedakan kedudukan atau posisi

karyawan dalam suatu organisasi. Karena pada dasarnya karyawan juga

merupakan mahluk yang sama secara sosial, sehingga akan sangat merasa dihargai

ketika perlakuan yang diberikan oleh perusahaan tidak membandingkan karyawan

satu dengan yang lainnya, sehingga hal tersebut dapat memberikan kepuasan kerja

karyawan.

Jadi dengan adanya keadilan interaksional yang diterapkan oleh

perusahaan yang terdiri dari keadilan interpersonal dan keadilan informasional,

maka hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawam. Jika semakin

tinggi keadilan interaksional yang diterapkan oleh perusahaan, maka akan

semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas, maka

hipotesis yang terbentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H3 : Keadilan interaksional berpengaruh siginifikan terhadap kepuasan kerja

karyawan

Page 31: 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan

41

H4 : Keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional

berpengaruh siginifikan terhadap kepuasan kerja karyawan