114212909-Kolitis-Ulseratif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

Citation preview

Bab IPendahuluanInflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna yang sampai saat ini penyebab pastinya belum diketahui secara jelas. Secara garis besar IBD terbagi 3 jenis yaitu kolitis ulseratif, chron disease, dan bila sulit membedakan keduanya, maka dimasukan kedalam kategori intermediate colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, ischemik dan radiasi. Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik. (Djojoningrat, 2007)Insidensi penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15 per 100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. Sementara puncak kejadian penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi dalam setiap dekade kehidupan. (Glickman RM, 2000)Penyebab pasti dari kolitis ulseratf tidak diketahui, tetapi penyakit ini tampaknya multifaktor dan polygenic.Terdapat beberapa usulan penyebab diantaranya faktor lingkungan, disfungsi kekebalan tubuh, dan kecenderungan faktor genetik. Beberapa berpendapat bahwa anak-anak lahir di bawah berat rata-rata yang lahir dari ibu dengan kolitis ulseratf memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini. Kolitis adalah penyakit seumur hidup yang memiliki dampak sosial dan emosional yang mendalam pada pasien yang terkena. Diagnosis kolitis ulserativa paling baik dibuat dengan endoskopi dan biopsi mukosa untuk histopatologi.Studi laboratorium sangat membantu untuk menyingkirkan diagnosis lain dan menilai status gizi pasien, tapi pertanda serologi dapat membantu dalam diagnosis penyakit colitis. Pencitraan radiografi memiliki peran penting dalam hasil pemeriksaan pasien dengan suspect kolitis dan dalam diferensiasi kolitis ulserativa dengan penyakit Crohn. Perlakuan awal untuk colitis ulceratif meliputi pemberian kortikosteroid, agen anti-inflamasi, agen antidiare, dan rehidrasi.Bedah dianggap perlu jika pengobatan medis gagal atau jika keadaan darurat bedah berkembang.(Adam, 2010)BAB II

Tinjauan pustaka Definisi

Kolitis ulseratif adalah salah satu dari 2 jenis utamapenyakit radang usus (IBD), bersama denganpenyakit Crohn.Tidak seperti penyakit Crohn, yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan, kolitis ulseratif bersifat hanya melibatkan usus besar, dan ileum terminal pada 10% pasien. (Adam, 2010) Epidemiologi

Penyebaran penyakit kolitis ulseratif ini sama dengan penyakit chron. Banyak ditemukan di negara barat dan sedikit di negara Asia dan Afrika. Akan tetapi akhir-akhir inilebih banyak kasusCrohn ditemukan di Indonesia, mungkin juga karena lebih banyak orang berobat ke dokter dan adanya kemajuan di bidang teknik untuk diagnosa. Insidensi penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15 per 100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. Sementara puncak kejadian penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi dalam setiap dekade kehidupan. (Glickman RM, 2000)

Di RSCM tahun 2001 2006 terdapat 3,9% pasien yang terdeteksi dari 1541 pasien yang dilakukan endoskopi, dan di RSGS tahun 2002 2006 terdapat 6,95% pasien yang terdeteksi sebagai kolitis ulseratif dari 532 pasien yang dilakukan endoskopi.( Djojoningrat dkk, 2011) Etiologi

Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran tertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikogenik. (Glickman RM, 2000) Faktor familial/ genetik

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan orang kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini menunjukan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini. (Glickman RM, 2000) Faktor infeksi

Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha untuk menemukan agen bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi. (Glickman RM, 2000) Faktor imunologik

Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana pasien dengan p-ANCA negatif lebih cenderung menjadi HLADR4 positif. (Glickman RM, 2000) Faktor psikologik

Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan. Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang, sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi gejalanya. (Glickman RM, 2000) Faktor lingkungan

Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan perokok. (Glickman RM, 2000)Patogenesis

Ada bukti aktivasi imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria oleh limfosit, makrofag, dan sel-sel lain, meskipun antigen pencetusnya belum jelas. Virus dan bakteri telah diperkirakan sebagai pencetus, namun sedikit yang mendukung adanya infeksi spesifik yang menjadi penyebab IBD. Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary antigen atau agen mikroba non patogen yang normal mengaktivasi respon imun yang abnormal. Hasilnya suatu mekanisme penghambat yang gagal. Pada tikus, defek genetik pada fungsi sel T atau produksi sitokin menghasilkan respon imun yang tidak terkontrol pada flora normal kolon. Hipotesis ketiga adalah bahwa pencetus IBD adalah suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel intestinal. Pada teori ini, pasien menghasilkan respon imun inisial melawan antigen lumenal, yang tetap dan diperkuat karena kesam/aan antara antigen lumenal dan protein tuan rumah. Hipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan sel-sel epitelial oleh sitotoksisitas seluler antibody-dependent atau sitotoksisitas cell-mediated secara langsung. (Price , 2005)Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam patogenesis IBD. Ada peningkatan sekresi antibodi oleh sel monomuklear intestinal, terutama IgG dan IgM yang melengkapi komplemen. Kolitis ulseratif dihubungkan dengan meningkatnya produksi IgG (oleh limfosit Th2) dan IgG, sub tipe yang respon terhadap protein dan antigen T-cell-dependent. Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor- [TNF-], terutama pada aktivasi makrofag di lamina propria. Sitokin yang lain (IL-10, TGF-) menurunkan imun respon. Defek produksi sitokin ini menghasilkan inflamasi yang kronis. Sitokin juga terlibat dalam penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain dalam pembentukan penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies oksigen reaktif yang lain oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang meningkatkan permeabilitas dan merangsang vasodilatasi, komponen kemotaksis netrofil lekotrien dan nitrit oksida yang menyebabkan vasodilatasi dan edema. ( Djojoningrat dkk, 2011)Klasifikasi kolitis Ulseratif Klasifikasi kolitis ulseratif (Tabel 1) adalah:

a. Kolitis ulserosa dini aktif Pada pemeriksaan endoskopik tampak mukosa rektum hipermia dan edema, erosif dan ulserasif kecil. Gambaran histopatologi biopsi, menunjukkan kelainan kombinasi antara erosi dan ulserasi. Kuantitas elemen kelenjar mukosa berkurang atau menghilang dan vaskularisasi pada lamina propria bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang terdiri dari kumpulan sel radang neutrofil dan limfosit. Mikroabses kemudian pecah dan proses radang meluas pada submukosa. (Jugde TA, 2009)b. Kolitis ulserosa kronik aktif Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta jumlahnya berkurang atau menghilang, pada lamina propria jaringan limfoid mengalami hiperplasia. Kelenjar mukosa mengalami hiperplasia, muncul dalam bentuk psedopolip. (Jugde TA, 2009)c. Kolitis Ulserosa Tenang Pada stadium tenang, mukosa lebih tipis. Walaupun ada proses regenerasi kelenjar, menonjol, akan tetapi vaskularisasi sudah berkurang. Bila kolitis ulserosa sudah berlangsung lama, dapat dijumpai displasia atau prakanker. Itulah alasannya ulserosa dianggap sebagai resiko tinggi untuk karsinoma kolon dan rektum. (Jugde TA, 2009)Tabel 1. Klasifikasi kolitis ulseratifAcute StageResolving StageChronic-healed Stage

Vascular congestion+++

Mucin depletion+-

Cryptitis, crypt abcess+++

Epithelial lost and ulcer++-

PMN, eosinophil and mast cell+++

Luminal pus++-

Basal plasma cell++++

Epithelial regeneration-++

Expantion of mitotic active cell-++

Architectural distortion:

atrophy++

branching++

crypt shortening++

villous surface++

Metaplasia pyloric++

Metaplasia Paneth cell++

Lymphoid hyperplasia++

Epithelial displacement++

Increased mononucleous++

Endocrine cell hyperplasia++

Squamous metaplasia++

Gambaran Klinis

Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulseratf adalah sakit pada perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di samping itu dapat juga dijumpai anemia, kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu makan, kehilangan cairan tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang terganggu, terutama anak-anak. Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam, diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis ulseratf juga dapat menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat diobati. Ada pun organ yang terlibat pada kolitis ulseratif seperti pada gambar 1 dibawah ini. (Judge TA, 2009)

Gambar1. Keterlibatan organ pada kolitis ulseratif. (Judge TA, 2009)Tabel 2. Perbedaan kolitis ulseratif dan penyakit crohnKolitis Ulceratif Penyakit Crohn

Hanya usus yang terlibatPanintestinal

Terus-menerus memperluas peradangan proksimal dari duburSkip-lesi dengan intervening mukosa normal

Peradangan pada mukosa dan hanya submucosaPeradangan Transmural

Tidak ada granulomaNoncaseating granuloma

Perinuclear Anca (PANCA) positifAsca positif

Pendarahan (umum) Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam, diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis ulseratf juga dapat menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti iniPendarahan (jarang)

Fistula (jarang)Fistula (umum)

(Marc D, 2011)

Diagnosis

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi sistemik. (Marc D, 2011)

Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove) ( tabel 3). Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi radang yang secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. (Djojoningrat, 2007)Tabel 3. Truelove and Witts classification of severity of ulcerative colitisActivityMildModerateSevere

Number of bloody stools per day (n)6

Temperature (C)AfebrileIntermediate>37.8

Heart rate (beats per minute)NormalIntermediate>90

Haemoglobin (g/dl)>1110.5115 (dalam lumen usus halus/ ileum terminalisdan kolon proximal) serta lebih efektif dalam penggunaan oral (coated) maupun rektal (foam-enema/suppository). (b) Dosis rata-rata 5-ASA untuk mencapai remisi adalah 2-4 gram/hari. Setelah remisi tercapai yang umumnya setelah 16-24 minggu diberikan kemudian dosis pemeliharaan yang bersifat individual.Terapi jangka panjang 5-ASA dapat pula mencegah karsinoma kolorektal dengan cara apoptosis dan menurunnya proliferasi mukosa kolorektal pada IBD. ( Djojoningrat dkk, 2011)c. Immunomodulators

Immunomodulators adalah obat-obat yang melemahkan sistem kekebalan tubuh. Pada pasien dengan penyakit Crohn dan kolitis ulceratif, bagaimanapun, sistem kekebalan tubuh secara abnormal dan kronis diaktifkan. Immunomodulators mengurangi peradangan jaringan dengan mengurangi populasi sel kekebalan tubuh dan / atau dengan mengganggu produksi protein yang mempromosikan aktivasi kekebalan dan peradangan. Contoh Immunomodulators termasuk azathioprine, 6-mercaptopurine (6-MP),siklosporin, danmethotrexate. ( Djojoningrat dkk, 2011)

Azathioprine atau metabolit aktifnya 6-MP, memerlukan waktu pemberian 2-3 bulan sebelum memperlihatkan efek terapeutiknya. Umumnya sebagai introduktor/ substituensi pada kasus kasus steroid dependent atau refrakter. Umumnya dosis initial 50 mg sampai tercapai efikasi substitusi, kemudian dinaikan bertahap 2,5 mg/kgbb untuk Azathioprine atau 1,5 mg/kgbb untuk 6-MP. Efek samping yang sering timbul adalah nausea dan dispepsia, leukopenia, limfoma, hepatitis, dan pankreatitis. ( Djojoningrat dkk, 2011)

d. PembedahanKolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah. ( Djojoningrat dkk, 2011)

Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi. Bila tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat. (Adam, 2010)Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan. Pembedahan non-darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi. Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan menyembuhkan kolitis ulserativa. ( Djojoningrat dkk, 2011)

Penderita hidup denganileostomi(hubungan antara bagian terendah usus kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan lainnya adalahanastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus. (Marc D, 2011)Komplikasi1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkananemia karena kekurangan zat besi.Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat,perforasiatau penyebaran infeksi. (Marc D, 2011)2. Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.Kerusakan ini menyebabkan terjadinyaileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran. Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh. Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebutmegakolon toksik. Penderita tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih meningkat. Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat. (Marc D, 2011)3. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat.Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi(pemeriksaan usus besar) secara teratur, terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop. Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup. (Marc D, 2011)Prognosis (Marc D, 2011) Remisi pada 10%; eksaserbasi intermiten sebanyak 75%; penyakit aktif berlanjut sebanyak 10%.

Mortalitas

Bab IIIsimpulan

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum ataukolon sigmoid(ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar.Pengobatan kolitis ulseratif memiliki tujuan adalah untuk

1) menginduksi remisi,

2) mempertahankan remisi,

3) meminimalkan efek samping pengobatan,

4) meningkatkan kualitas hidup, dan

5) meminimalkan risiko kanker

Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan konservatif

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam Schoenfeld. 2010. http://www.medicinenet.com/ulcerative_colitis /article.htm. akses pada 22 mei 20112. Anonim. 2011. http://medicastore.com/penyakit/488/Kolitis_Ulserativa. html. Akses pada 22 mei 2011

3. Djojoningrat D. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis dan Pengobatannya di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. hal. 384-88.

4. Djojoningrat D dkk editor. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Inflammatory bowel disease (IBD) di Indonesia. Editor: Djojoningrat D, dkk. Jakarta: Interna Publishing; 2011

5. Glickman RM. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan penyakit Crohn). Dalam: Asdie AH, editor. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. hal. 1577-91.

6. Jugde TA, Lichtenstein GR. Inflammatory Bowel Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd ed. International ed.: McGraw-Hill; 2009. p. 108-30.

7. McQuaid KR. Gastrointestinal Disorders. In : McPhee SJ, Papadakis MA editors Current Medical Diagnosis & Treatment 2009.: McGraw-Hill; 2009.8. Marc D Basson. 2011.http://emedicine.medscape.com/article/183084-overview. Akses pada 22 mei 20119. Price, Sylvia anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses proses Penyakit Edisi 6.: EGC ; 200510. Wasson J et all. az Common Symptom Answer Guide. McGraw-Hill; 200423