15
1 VARISELA I. Pendahuluan Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit  polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral tubuh (8) . Varisela biasanya merupakan penyakit terbatas yang berlangsung 4 hingga 5 hari dan ditandai dengan demam, malaise, dan ruam vesikular generalisata biasanya terdiri dari 250-500 lesi. Bayi, remaja, dewasa, dan orang-orang yang immunocompromised berada pada risiko tinggi untuk komplikasi. (3)  Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa  penularannya lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit. (8)  Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin maupun ras. Penyakit ini sangat menular dengan attack rate ± 90% terhadap orang yang rentan. Insidensinya  berkisar antara 65-86% dengan masa penularan 24-48 jam sebelum lesi kulit muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul. Sekitar 50% kasus terjadi pada anak-anak usia 5-9 tahun, banyak pula ditemukan pada usia 1-4 tahun dan 10- 14 tahun, 11.000 kasus diperlukan perawatan di rumah sakit dan 100 meninggal setiap tahunnya. (1) Varisela Perinatal dengan kematian dapat terjadi apabila ibu hamil terjangkit varisela pada 5 hari sebelum melahirkan atau 48 jam setelah melahirkan. Kematian berkaitan dengan rendahnya sistem imununitas pada neonatus. Varisela Kongenital ditandai dengan hipoplasia ekstremitas, lesi kulit, dan mikrosefali. Secara keseluruhan, insiden dari herpes zoster adalah 215 per 100.000 orang per tahun. Sekitar 75% kasus terjadi pada umur di atas 45 tahun, insidens akan meningkat pada penderita dengan sistem imun rendah. (1)

132412537-harfana-varisela-docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

varicela

Citation preview

VARISELA

I. PendahuluanVarisela adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral tubuh (8).Varisela biasanya merupakan penyakit terbatas yang berlangsung 4 hingga 5 hari dan ditandai dengan demam, malaise, dan ruam vesikular generalisata biasanya terdiri dari 250-500 lesi. Bayi, remaja, dewasa, dan orang-orang yang immunocompromised berada pada risiko tinggi untuk komplikasi.(3) Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularannya lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit. (8)Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin maupun ras. Penyakit ini sangat menular dengan attack rate 90% terhadap orang yang rentan. Insidensinya berkisar antara 65-86% dengan masa penularan 24-48 jam sebelum lesi kulit muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul. Sekitar 50% kasus terjadi pada anak-anak usia 5-9 tahun, banyak pula ditemukan pada usia 1-4 tahun dan 10-14 tahun, 11.000 kasus diperlukan perawatan di rumah sakit dan 100 meninggal setiap tahunnya.(1)Varisela Perinatal dengan kematian dapat terjadi apabila ibu hamil terjangkit varisela pada 5 hari sebelum melahirkan atau 48 jam setelah melahirkan. Kematian berkaitan dengan rendahnya sistem imununitas pada neonatus. Varisela Kongenital ditandai dengan hipoplasia ekstremitas, lesi kulit, dan mikrosefali. Secara keseluruhan, insiden dari herpes zoster adalah 215 per 100.000 orang per tahun. Sekitar 75% kasus terjadi pada umur di atas 45 tahun, insidens akan meningkat pada penderita dengan sistem imun rendah.(1)

II. EtiologiChickenpox dan shingles disebabkan oleh Varicella-Zooster Virus (VZV) dari famili virus herpes, sangat mirip dengan Herpes Simplex Virus. Virus ini mempunyai amplop, berbentuk ikosahedral, dan memiliki DNA berantai ganda yang mengkode lebih dari 70 macam protein.(1)Varisela zoster virus (VZV) adalah Human Herpes Virus neurotropik yang menyebabkan kurang empat juta kasus cacar setiap tahunnya. Setelah cacar, VZV menjadi laten pada saraf kranial, dorsal akar dan ganglia sistem saraf otonom sepanjang neuraxis.(4)Varicella-Zoster Virus (VZV) atau virus herpes, terdiri dari genom DNA berantai ganda dikelilingi oleh protein dan terkandung dalam suatu selubung dari ikosahedral dan lipid pada membran luar. Genom VZV memiliki 69 gen yang berbeda yang mengkode protein membentuk virus dan masuk ke dalam sel inang. Replikasi virus DNA dan sintesis virion baru menyebar ke sel yang tidak terinfeksi berdekatan.(5)VZV, seperti human herpes virus lainnya, merupakan ancaman bagi penerima transplantasi sel hematopoietik (HCT). Selama infeksi primer, yang menyebabkan varisela, VZV menetapkan latensi dalam sel-sel ganglia akar dorsal sensorik. Di antara pasien dewasa HCT, sebagian besar infeksi VZV menandakan pengaktifan kembali virus laten. Herpes zoster klasik, dengan ruam vesikuler dermatomal adalah gejala klinis yang paling umum disebabkan oleh reaktivasi VZV, namun beberapa penerima HCT memiliki eksantema vesikular umum yang menyerupai varisela, sindrom nyeri neuropatik, atau keterlibatan organ yang tidak terkait dengan ruam apapun.(5)

III. PatogenesisVZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi melalui droplet kepada membran mukosa orang sehat misalnya konjungtiva. Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada dalam sel mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada penderita immunocrompomised, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam setelah timbulnya ruam kulit.(2)Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya protein ORF47 kinase yang berguna pada proses replikasi virus. VZV dapat menyebabkan terjadinya infeksi diseminata yang biasanya berhubungan dengan rendahnya sistem imun dari penderita.(1)Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus kedua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14 hingga16, yang mengakibatkan timbulnya lesi di kulit yang khas. Seorang anak yang menderita varisela akan menularkan kepada orang lain 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.(2)Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya varisela, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus.(2)

IV. Manifestasi KlinisDimulai dengan gejala prodromal seperti demam, malaise, sakit kepala, dan nyeri abdomen, yang berlangsung 24 hingga 48 jam sebelum lesi kulit muncul. Gejala sistemik seperti demam, lelah, dan anoreksia dapat timbul bersamaan dengan lesi kulit. Gejala pada saluran pernafasan dan muntah jarang sekali terjadi. Lesi kulit awal mengenai kulit kepala, muka, badan, biasanya sangat gatal, berupa makula kemerahan, kemudian berubah menjadi lesi vesikel kecil dan berisi cairan di dalamnya, seperti tampilan tetesan air mata. Penyembuhannya ditandai dengan terbentuknya sel epitel kulit baru yang muncul dari dasar lesi. Hipopigmentasi dapat terjadi akibat penyembuhan lesi. Parut atau bekas luka jarang terjadi akibat infeksi varisela.(1)Gambar 1. Dikutip dari kepustakaan 7

Lesi pada varisela, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada (penyebaran secara sentripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varisela biasanya sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan.(2)

Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan dada, dan kemudian berubah cepat dalam waktu 12-14 jam menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa.(2)

Gambar 2. Dikutip dari kepustakaan 7

Gambar 3. Dikutip dari kepustakaan 7

Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang eritematosa mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air di atas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik-titik embun di atas daun bunga mawar (dew drop on a rose petal). Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan masunya sel radang sehingga pada hari ke-2 akan berubah menjadi pustula. Lasi kemudian akan mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umblikasi (delle) dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu 1-3 minggu. Pada fase penyembuhan varisela jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder bakterial.(2)Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selapit lender mata, mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal (8).

V. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium sangat penting untuk mendiagnosis pasien yang dicurigai menderita varisela atau herpes zoster serta untuk menentukan terapi antivirus yang sesuai. Leukopenia terjadi pada 72 jam pertama, diikuti oleh limfositosis. Pemeriksaan fungsi hati (75%) juga mengalami kenaikan. Pasien dengan gangguan neurologi akibat varisela biasanya mengalami limfositik pleositosis dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal serta glukosa yang umumnya dalam batas normal.(1)1. Tes Tzank Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini sensitivitasnya sekitar 84% Tes ini tidak dapat membedakan antara virus varisela zoster dengan virus herpes simpleks.(2)

Gambar 4. Dikutip dari kepustakaan 7

2. Teknik PCRMetode virologi dengan mendeteksi DNA virus ataupun protein virus digunakan sebagai salah satu metode diagnosis infeksi VZV. Spesimen sebaiknya disimpan di dalam es atau pendingin dengan suhu -70C apabila penyimpanan dilakukan untuk waktu yang lebih lama.(1)

3. Teknik SerologiSalah satu metode serologik yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi VZV didasarkan pada pemeriksaan serum akut dan konvalesens yaitu IgM dan IgG. Pemeriksaan VZV IgM memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Reaktivasi VZV memacu IgM yang terkadang sulit dibedakan dengan kehadiran IgM pada infeksi primer. Salah satu kepentingan pemeriksaan antibodi IgG adalah untuk mengetahui status imun seseorang, dimana riwayat penyakit variselanya tidak jelas. Pemeriksaan IgG mempunyai kepentingan klinis, guna mengetahui antibodi pasif atau pernah mendapat vaksin aktif terhadap varisela.(1)Keberadaan IgG pada dasarnya merupakan petanda dari infeksi laten terkecuali pasien telah menerima antibodi pasif dari imunoglobulin. Teknik lain adalah dengan menggunakan fluorescent-antibody membran eantigen assay, pemeriksaan ini dapat mendeteksi antibodi yang terikat pada sel yang terinfeksi oleh VZV. Tes ini sangat sensitif dan spesifik, hampir serupa dengan pemeriksaan enzyme immunoassay atau imunoblotting. Pemeriksaan serologik lain yang mendukung adalah lateks aglutinasi, untuk mengetahui status imunitas terhadap VZV.(1)

VI. Diagnosis BandingHarus dibedakan dengan variola, penyakit ini lenih berat, memberi gambaran monomorf, dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan telapak kaki (8). Varisela juga harus dibedakan dengan herpe zoster, dimana lesi monomorf, nyeri, biasanya unilateral.

VII. PengobatanPenyakit varisela dan herpes zoster pada anak imunokompeten biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis, yaitu:(2) Jika lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah. Jika vesikel sudah pecah atau sudah berbentuk krusta, dapat diberikan salep antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya sindroma Reye. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat garukan. Pemberian obat antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih singkat. Pemberian obat antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah erupsi di kulit muncul. Golongan obat antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir. Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varisela adalah:Neonatus: Asiklovir 500 mg/m2IV setiap 8 jam selama 10 hariAnak (2-12 tahun) : Asiklovir 4x20 mg/kg BB/ hari/oral selama 5 hariPubertas dan dewasa: Asiklovir 5x800 mg/hari/oral selama 7 hari Valasiklovir 3x1 gr/hari/oral selama 7 hari Famasiklovir 3x500 mg/hari/oral selama 7 hari.(2)Pemberian asetaminofen untuk mengurangi perasaan tidak nyaman akibat demam; antipruritus seperti difenhidramin 1,25 mg/kg setiap 6 jam atau hidroksin 0,5 mg/kg setiap 6 jam. Topikal dan antibiotik sistemik dapat diberikan untuk mengatasi superinfeksi bakteri. Terapi antivirus menurunkan mortalitas karena progresif pneumonia dapat dicegah, dan mengubah prognosis infeksi varisela pada anak yang beresiko tinggi. Terapi asiklovir pada anak imunodefisiensi harus dimulai pada 24 hingga 72 jam sesudah muncul ruam kulit. Oleh karena rendahnya absorbsi oral, obat diberikan intravena dengan tiap pemberian dosis 500 mg/m2 dalam 8 jam. Terapi dilanjutkan untuk 7 hari atau sampai tidak ada lesi baru yang muncul dalam 48 jam.(1)

VIII. KomplikasiKomplikasi yang paling sering ditemukan akibat infeksi varisela adalah infeksi bakteri S. aureus atau Streptococcus pyogenes (grup A beta hemolitik streptococcus). Antibiotik sebenarnya dapat dipakai untuk mengurangi resiko kematian, namun pada keadaan sepsis kurang berguna. Infeksi sekunder akibat bakteri biasanya ditandai dengan munculnya bula atau selulitis, limfadenitis regional dan abses subkutan dapat muncul. S. pyogenes umumnya menyebabkan varisela gangrenosa yang bersifat invasif. Manifestasi lain yang adalah pneumonia, arthritis, dan osteomyelitis. Sindroma Reye, yang merupakan ensefalopati non inflamasi dengan degenerasi lemak pada hati dapat merupakan komplikasi yang menyulitkan. Anak yang menderita varisela tidak boleh diberikan aspirin, karena dapat meningkatkan resiko terjadinya sindroma Reye.(1)Komplikasi neurologis seperti meningoensefalitis dan ataxia cerebral merupakan gejala utama yang biasa terjadi. Komplikasi pada susunan saraf pusat biasanya terjadi pada anak dibawah 5 tahun dan lebih dari usia 20 tahun. Varisela ensefalitis biasanya dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu 24 hingga 72 jam. Begitu pula dengan ataksia serebelum, biasanya hilang dalam beberapa waktu. Gejala seperti perdarahan, petekie, purpura, epistaksis, hematuria, perdarahan gastrointestinal, dan DIC disebabkan karena komplikasi yang berupa trombositopenia, terjadi 1 sampai 2 minggu setelah infeksi varisela.(1)Dapat juga terjadinya artritis virus yang disebabkan karena adanya virus varisela di dalam sendi. Infeksi sendi biasanya sembuh dalam 3 hingga 5 hari. Komplikasi lain yang mungkin pula terjadi, namun jarang sekali ditemukan adalah miokarditis, perikarditis, pankreatitis, dan orkitis.(1)

IX. PencegahanVaksin varisela berasal dari galur yang telah dilemahkan. Angka serokonversi mencapai 97%-99%, Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun.(8)Pemberiannya secara subkutan, 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sapai 12 tahun. Pada usia diatas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis yang sama.(8)Bila terpajan baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi. Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari.(8)Pada anak imunokompeten yang telah menderita varisela tidak diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang berisiko tinggi untuk menderita varisela yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Tindakan pencegahan yang dapat diberikan, yaitu:(2)1. Imunisasi PasifPada tahun 1962, Ross meringkas literatur terbatas pada kasus-kasus varisela yang parah dan kemudian melakukan studi klasik tentang penggunaan gamma globulin untuk memodifikasi penyakit. Sebuah kemajuan yang signifikan dalam memberikan peningkatan pasokan gamma globulin potensi tinggi dihasilkan dari penggunaan selektif bank darah yang banyak ditunjukkan oleh fiksasi komplemen memiliki tingkat signifikan antibodi varisela.(7)Imunisasi pasif menggunakan VZIG (Varicella-Zoster Immumoglobin) (Lubis, 2008). Varisela zoster immunoglobulin (VZIG) adalah antibodi IgG terhadap VZV dengan dosis pemberian satu vial untuk 10 kg berat badan secara intramuskular (IM). VZIG profilaksis diindikasikan untuk individu beresiko tinggi, termasuk anak-anak imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah mempunyai kontak langsung dengan penderita varisela, neonatal yang terpapar oleh ibu yang terinfeksi varisela, setidaknya diberikan dalam waktu tidak lebih dari 96 jam. Antibodi yang diberikan setelah timbulnya gejala tidak dapat mengurangi keparahan yang terjadi.(1)Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varisela sedangkan pada anak-anak imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan gejala varisela. VZIG dapat diberikan pada anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun yang berlum pernah menderita varisela atau herpes zoster, pada usia pubertas lebh dari 15 tahun yang belum pernah menderita varisela atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV, pada bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varisela dalam kurun waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan, pada bayi premature dan bayi usia 14 hari yang ibunya belum pernah menderita varisela atau herpes zoster, pada anak-anak yang menderita leukimia atau lymphoma yang belum pernah menderita varisela.(2)2. Imunisasi AktifPada tahun 1974, Takahashi dkk melaporkan bahwa vaksin virus hidup dikembangkan oleh mereka telah mencegah penyebaran varisela di sebuah rumah sakit. Virus strain Oka, telah diperoleh dari kasus varisela pada anak laki-laki 3 tahun. Atenuasi dari strain diikuti 11 bagian struktur pembangun dari manusia sel paru-paru embrio pada 34C dan 12 bagian dalam embrio marmot sel pada 37C. Dalam retrospeksi, ada hal yang menarik bahwa meskipun upaya tak terhitung tidak sama dilemahkan ketegangan telah dikembangkan. Dengan demikian, strain Oka tetap penting menjadi unsur vaksin saat ini. Takahashi vaksin yang diproduksi oleh Institut Biken digunakan secara luas di Jepang dan negara-negara timur jauh lainnya.(7)Pada tahun 1984, Varilrix, sebuah produk Smith Kline Beecham, pertama kali berlisensi di Eropa dan sekarang berlisensi di sekitar 40 negara. Pada 1980-an Pasteur Merieux serum dan Vaccins SA memulai penelitian dari vaksin di Perancis. Varivax, diproduksi oleh Merck and Company, telah dilisensi di Amerika Serikat pada tahun 1995 diikuti 14 tahun penelitian kolaboratif yang luas yang diselenggarakan oleh Dr Anne Gershon. Dengan demikian, vaksin sekarang tersdia secara universal.(7)Vaksin VZV menggunakan vaksin varisela virus (Oka strain) dan kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Vaksin ini digunakan di Amerika sejak tahun 1995 dengan daya proteksi melawan varisela berkisar 71-100%. Vaksin efektif jika diberikan pada umur 1 tahun dan direkomendasikan diberikan pada usia 12-18 bulan. Anak yang berusia 13 tahun yang tidak menderita varisela direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4 hingga 8 minggu dan diberikan secara subkutan. Efek samping yang ditimbulkan dapat berupa demam ataupun raksi lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3-5% anak-anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan. Jenis vaksin varisela lainnya yaitu Varivax. Dimana tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat menyebabkan terjadinya kongenital varisela.(2)Karena kejadian varisela adalah tertinggi di antara anak usia 1-6 tahun, menerapkan persyaratan vaksinasi untuk perawatan anak dan masuk sekolah memiliki dampak besar pada pengurangan kejadian penyakit. Komite Praktek Imunisasi (ACIP) merekomendasikan agar semua negara mengharuskan anak memasuki fasilitas perawatan anak dan sekolah dasar baik telah menerima vaksin varisela atau memiliki bukti lain dari kekebalan terhadap varisela. Bukti lainnya kekebalan harus terdiri dari diagnosis dokter varisela, sejarah dapat diandalkan penyakit, atau bukti serologis imunitas. Untuk mencegah anak-anak lebih tua rentan dari memasuki dewasa tanpa kekebalan terhadap varisela, negara juga harus mempertimbangkan implementasi penting kebijakan yang memerlukan bukti vaksinasi varisela atau bukti lain kekebalan untuk anak-anak masuk sekolah menengah.(3)Data dari Amerika Serikat dan Jepang yang diperolah dari rumah tangga, rumah sakit, dan masyarakat pengaturan menunjukkan bahwa vaksin varisela efektif dalam mencegah penyakit atau memodifikasi varisela keparahan jika digunakan dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, paparan. ACIP sekarang merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang rentan setelah terpapar ke varisela. Jika paparan varisela tidak menyebabkan infeksi pasca pajanan vaksinasi harus mendorong perlindungan terhadap paparan berikutnya. Jika hasil pemaparan infeksi, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin varisela selama tahap presimptomatik atau prodromal penyakit meningkatkan risiko untuk vaksin terkait efek samping.(3)Meskipun pasca pajanan penggunaan vaksin varisela telah teraplikasi esensial dalam pengaturan rumah sakit, vaksinasi secara rutin direkomendasikan untuk semua rentan kesehatan pekerja dan merupakan metode yang disukai untuk mencegah varisela dalam lingkungan perawatan kesehatan. Wabah varisela di beberapa tempat (misalnya, fasilitas penitipan anak, sekolah, lembaga) bisa bertahan 3-6 bulan. Varisela Vaksin telah berhasil digunakan oleh departemen kesehatan dan oleh militer untuk pencegahan dan pengendalian wabah3.

X. PrognosisDengan perawatan yang teliti dan memperhatikan hygiene memberi prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit (8).

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan, M., N. Dessy & M. Tatang, 2009. Varisela zoster pada anak. Medicinus, 3(1), hal. 23-31.

2. Lubis, RD., 2008. Varisela dan Herpes Zoster. Makalah. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 1999. Prevention of Varisela: updated recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). MMWR U.S. Department of Health & Human Services, 48(6), p. 1-5.

4. Gilden, L. Williams & Cohrs, 2002. Clinical features of Varisela Zoster Virus infection of the nervous system. Review Article ANCR, 2(2), p. 7-10.

5. Arvin, AM., 2000. Varisela-zoster virus: Pathogenesis, immunity, and clinical management in hematopoietic cell transplant recipients. Biology of Blood and Marrow Transplantation, 6(1), p. 219-230.

6. Fairley, CK. & E. Miller, 1996. Varisela-Zoster Virus Epidemiology-A Changing Scene?. The Journal of Infectious Diseases, 174(3), p. 314-319.

7. Fitzpatrick TB, Wolff K, Allen R. Color atlas & Synopsis of Clinical Dermatology , 6th edition. New York: McGraw-Hill Inc, 2009.p. 833-49

8. Handoko, Ronny, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; Varisela. Jakarta.15