Upload
wahyu-setiawan
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Tubuh kita merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam
organ dan saling terintegrasi oleh berbagai macam sistem koordinasi. Salah satu
sistem yang mengatur tubuh kita adalah sistem persyarafan.1,2,6
Sistem persarafan kita diatur menjadi suatu sistem yang kompleks yang
juga mengatur mata sebagai indera penglihatan sehingga mata dapat menjalankan
fungsinya dengan sempurna. 1,2,6
Mata di dalam fungsi persarafannya diatur langsung oleh 6 dari 12 saraf
cranialis yang merupakan bagian dari sistem saraf perifer. Keenam saraf cranialis
tersebut adalah nervus optikus ( N. II ), nervus occulomotoris ( N.III ), nervus
trochlearis ( N. IV ), nervus trigeminus (N.V), nervus abducens (N.VI), dan
nervus facialis (N.VII). Selain itu sistem syaraf autonom juga mengatur mata kita
yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. 1,2,6,7
Keenam saraf cranialis yang mengatur persarafan ke mata mempunyai
fungsi, distribusi topografi di otak yang berbeda-beda. Semuanya akan
berintegrasi dan bersinergis sehingga membuat suatu sistem yang akan mengatur
mata sehingga dapat menjalankan fungsinya. 1,2,6,7
Perlunya kita mengetahui tentang persarafan orbita ini, terutama tentang
topografinya akan sangat membantu kita dalam mendiagnosa penyakit lebih dini
sebelum kita melakukan pemeriksaan penunjang. 6,7
Saraf otak (nervus cranialis) adalah saraf perifer yang berpangkal pada
batang otak dan otak. Fungsinya sebagai sensorik, motorik dan khusus. Fungsi
khusus adalah fungsi yang bersifat panca indera, seperti penghidu, penglihatan,
pengecapan, pendengaran dan keseimbangan. (1)
Saraf otak terdiri atas 12 pasang, saraf otak pertama langsung
berhubungan dengan otak tanpa melalui batang otak, saraf otak kedua sampai
keduabelas semuanya berasal dari batang otak. Saraf otak kedua dan ketiga
berpangkal di mesensefalon, saraf otak keempat, lima, enam dan tujuh berinduk
di pons, dan saraf otak kedelapan sampai keduabelas berasal dari medulla
oblongata. (1)
Yang berperan dalam mengurus gerakan ke dua bola mata adalah sara otak
ke 3, ke 4, dan ke 6. Oleh karena itu maka ke tiga saraf otak tersebut dinamakan
nervi okulares yang didalam klinik diperiksa secara bersama sama. Dalam gerakan
tersebut ke dua mata bertindak sebagai organ visual yang tunggal, dimana
gambaran obyek yang tiba di retina kedua sisi menduduki tempat yang identik,
gerakan ini dikenal sebagai gerakan konyugat. Jika terdapat selisih dalam
sinkronisasi itu akan menyebabkan timbulnya diplopia. 6,7
Untuk mengatur gerakan mata secara konyugat tersebut dikelola oleh area
8 Brodmann di lobus frontalis, yang impulsnya di batang otak dikordinasikan
melalui fasikulus longitudinalis medialis, serebelum dan alat keseimbangan.
Sinkron dengan dikirimnya impuls okulomotorik oleh area 8, dikirim pula impuls
akulomotorik yang mengatur fiksasi ke dua bola mata sehingga proyeksi di retina
kedua sisi terjadi pada tempat yang identik. Sumber impuls tersebut yaitu 19
Broadmann. 1,2,6,7
Fasikulus longitudinalis medialis merupakan serabut yang
menghubungkan inti-inti saraf otak ke 3, ke 4 dan ke 6. Ditingkat medula
oblongata jaras tersebut menerima serabut dari nuklei vestibularis yang akan
berakhir di ketiga saraf tersebut. Impuls dari auklei vestibularis tersebut
merupakan gabungan impuls dari alat-alat keseimbangan (kanalis semisirkulasi,
utrikulus dan sakulus) dan serebelum. Serabut-serabut yang menghantarkan
impuls propioseptif dari otot-otot leher berakhir di saraf otak ke 3, ke4 dan ke 6
melalui fasikulus longitudinal juga. 7,9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Nervus III (Okulomotorius)
Gambar 1 : Otot-otot pergerakan bola mata
medial rectus (MR)— menggerakkan mata ke arah dalam atau mendekati
hidung (adduction)
lateral rectus (LR)— menggerakan mata ke arah luar atau menjauhi
hidung (abduction)
superior rectus (SR)— menggerakkan mata ke atas (elevation)
o membantu otot superior oblique memutarkan bagian atas mata
kearah mendekati hidung (intorsion)
o membantu otot medial rectus melakukan gerakan adduction
inferior rectus (IR)— menggerakkan mata ke bawah (depression)
o membantu otot inferior oblique memutarkan bagian tas mata ke
arah menjauhi hidung (extorsion)
o membantu oto lateral rectus melakukan gerakan abduction.
superior oblique (SO)— memutarkan bagian atas mata mendekati hidung
(intorsion)
o membantu gerakan depression dan abduction
inferior oblique (IO)— memutarkan bagian atas mata menjauhi hidung
(extorsion)
o membantu gerakan elevation dan abduction.
Nervus okulomotorius berasal dan inti yang terletak di sisi ventrolateral
substansia grisea sentralis mesensefalon sekitar akwaduktus. Penataan inti tersebut
masih belum diketahui secara pasti. Tetapi mungkin sekali sebagai berikut. Inti
median ialah tunggal dan dinamakan inti dari Perlia. Inti ini mengurus
konvergensi dan akomodasi. Inti yang lateral ialah sepasang. Salah satu dari
kelompok lateral itu tersusun oleh sel-sel yang berukuran kecil. Inilah inti dari
Edinger Westphal yang mengurus konstnksi pupil. Inti lateral lainnya terdiri dari
motoneuron yang berukuran besar. Serabut-serabutnya menyarafi muskulus
levator palpebrale, rektus superior, oblikus inferior, rektus medialis dan rektus
inforior. Baik serabut-serabut visero motorik {dari inti dari EdingerWestphal) ,
maupun serabut-serabut somatomotorik dari inti lateral lainnya menyusun nervus
okulomotorius ipsilateral. Lain halnya dengan serabut-serabut yang berasal dari
inti median yang tunggal. Mereka ikut menyusun nervus okulomotorius kedua
sisi. 1,2,6,7,8
Gambar 2 : Nervus Okulomotorius
Setelah mereka meninggalkan intinya nervus okulomotorius menuju ke
ventral dan melintasi fasikulus longitudinalis medialis, nukleus ruber dan tepi
medial substansia nigra untuk muncul pada permukaan ventral di tepi medial krus
serebri (pedunkulus serebri). Kemudian ia menjulur ke depan, di antara arteria
serebeli superior dan arteria serebri posterior dekat arteria komunikans posterior.
Di tingkat prosesus klinoideus posterior ia menembus dura mater pada suatu
tempat di antara daun tentorium serebeli yang bebas dan yang lidak bebas.
Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke depan melalui dinding lateral sinus
kavernosus. Di situ ia berdekatan dengan saraf otak keempat, keenam dan cabang
pertama saraf otak kelima. Ia meninggalkan dinding lateral sinus tersebut untuk
tiba di fisura orbitalis superior, di antara kedua bagian dari muskulus rektus
lateralis. Di sini ia bercabang dua. Yang atas menyarafi muskulus levator
palpebrale dan muskulus oblikus inferior. Dan cabang bawahnya menyarafi
muskulus rektus medialis, rektus inferior dan oblikus inferior. 1,2,6
Nervus okulomotorius mengurus gerakan bola mata secara konjugat dan
diskonjugatif. Gerakan bola mata konjugat berarti kedua bola mata bergerak ke
suatu jurusan sedangkan pada gerakan diskonjugatif kedua bola mata bergerak ke
arah yang saling berlawanan, seperti pada waktu konvergensi dan divergensi.
Pada gerakan konjugat dan diskonjugatif, kedua nervus okulomotorius bekerja
sama dengan sarafotak -sarafotak okuler lainnya, yaitu nervus trokhlearis dan
nervus abdusens. (1)
Secara ringkas, fungsi nervus okulomotorius, mempersarafi otot-otot bola
mata antara lain:
Muskulus recti superior, inferior dan medial yang fungsinya menarik bola
mata ke arah superior, inferior dan medial.
Muskulus obligus inferior, fungsinya memutar bola mata menghadap atas-
lateral.
Muskulus levator palpebra superior, fungsi mengangkat palpebra superior.
Muskulus ciliaris, fungsi dipengaruhi oleh saraf simpatis dan parasimpatis.
Muskulus sphingter pupil, fungsi dipengaruhi oleh saraf parasimpatis, jika
dirangsang pupil mengecil.
Muskulus dilatator pupil, fungsi dipengaruhi oleh saraf parasimpatis, jika
dirangsang pupil membesar. (2)
B. Definisi
Parese nervus okulomotorius atau paralysis parsial nervus okulomotorius
adalah gangguan fungsi motorik akibat adanya lesi jaringan saraf pada nervus
okulomotorius. (3)
C. Etiologi
Kongenital, terjadi kelumpuhan pada otot – otot ekstraokular dan kadang disertai
dengan ptosis. Tidak terdapat iternal oftalmoplegia.
Trauma, dapat berupa trauma karena kelahiran ataupun kecelakaan. Namun
nervus okulomotorius ebih kecil kemungkinannya tertekan dibanding nervus
abdusens.
Aneurisma, biasanya mengenai arteri comunicans posterior atau arteri carotis
interna pars supraklinoid. Kelumpuhan nervus okulomotius dapat terjadi sebagian
atau total dan biasanya disertai dengtan nyeri hebat di sekitar mata. Apabila
aneurisma terjadi pada arteri carotis interna pars infraklinoid maka kelumpuhan
biasanya di dahului oleh kelumpuhan nervus abdusens.
Diabetes dan hipertensi. Kelumpuhan disebabkan oleh arterosklerosis.
Neoplasma. Kerusakan pada okulomotorius dapat terjadi akibat invasi neoplasma
pada nervus okulomotorius atau akibat kerusakan di sepanjang perjalanan nervus
okulomotorius mulai dari fasciculus nervus okulomotorius sampai ke terminalnya
di orbital contohnya akibat tumor nasofaring, tumor kelenjar hipofise dan
meningioma.
Penyebab parese nervus okulomotorius pada orang dewasa berbeda dengan anak –
anak. Berikut ini penyebab parese nervus okulomotorius pada dewasa dan anak –
anak pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Etiologi parese nervus okulomotorius pada orang dewasa
Etiologi Rucker (335 kasus) Rucker (273 kasus) Green (130 kasus)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Aneurisma 64 19 50 18 38 13
Vaskuler 63 19 47 17 25 6
Trauma 51 15 34 13 14 5
Sipilis 6 2 0 0 12 4
Neoplasma 35 11 50 18 5 1
Penyakit
Lain
95 28 55 20 33 12
Misseleneus 21 6 38 12 5 1
Tabel Etiologi parese nervus III (1,4)
Etiologi Miller (30 kasus) Harley (32 kasus)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Kongenital 13 43 15 47
Aneurisma 2 7 3 9
Neoplasma 3 10
Penyakit
vaskuler
2 6
Trauma 6 20 4 13
Inflamasi 4 13 3 9
Misselaneus 2 7 5 10
D. Manifestasi Klinis
Gangguan pada nervus okulomotorius dapat terjadi dimana saja sepanjang
perjalanan saraf tersebut. Lesi di nukleus nervus okulomotorius mempengaruhi M.
rekti medialis dan inferior ipsilateral, kedua M. Levator palpebra, dan kedua M.
rektus superior. Akan terjadi ptosis bilateral dan pembatasan elevasi bilateral serta
pembatasan aduksi dan depresi ipsilateral. Dari fasikulus nervus okulomotorius di
otak tengah ke terminalnya di orbita, semua lesi lain menimbulkan lesi yang
semata-mata ipsilateral.
Apabila lesi mengenai nervus okulomotorius di mana saja dari nukleus
(otak tengah) ke cabang perifer di orbita, maka mata akan berputar ke luar karena
otot rektus lateralis yang utuh dan sedikit depresi oleh otot obliqus superior yang
tidak terpengaruh. Mungkin dijumpai dilatasi pupil, hilangnya akomodasi, dan
ptosis kelopak mata atas, sering cukup berat sehingga pupil tertutup. Mata
mungkin hanya dapat digerakan ke lateral.
Parese nervus okulomotorius dapat dibagi menjadi:
1. Kelumpuhan total nervus okulomotorius
Pada kelumpuhan total nervus okulomotorius, semua otot intraokular
dan semua otot ekstraokular yang dipersarafi oleh nervus okulomotorius
terkena, disertai dengan hilangnya refleks akomodasi dan refleks cahaya pupil.
Kerusakan dari serabut parasimpatis pada N III menyebabkan pupil
midriasis, juga terdapat ptosis karena M. levator palpebra ikut mengalami
kelumpuhan. Akibat lumpuhnya otot-otot ekstraokular yang dipersarafi oleh
nervus okulomotorius dan karena fungsi dari M. rektus lateral dan M. Obliqus
superior masih baik maka mata akan berdeviasi ke luar dan ke bawah. Deviasi
mata yang disebabkan oleh parese N III dapat digolongkan ke dalam
strabismus paralitik atau inkomitan. Pasien tidak mengalami diplopia karena
kelopak mata yang ptosis menutupi pupil.
2. Kelumpuhan parsial nervus okulomotorius
Pada kelumpuhan parsial nervus okulomotorius, paralisis otot-otot
intraokular dan ekstraokular dapat terjadi secara terpisah.
a. Eksternal oftalmoplegia
Kelumpuhan hanya terjadi pada otot-otot ekstraokular yang
dipersarafi oleh nervus okulomotorius. Mata akan berdeviasi ke luar dan
ke bawah, dan apabila ptosis tidak menutupi pupil maka pasien akan
mengalami diplopia. Untuk mengatasi diplopia, pasien akan mengatur
posisi kepalanya agar penglihatannya menjadi binokular, akibatnya akan
terjadi postur abnormal dari kepala pasien.
b. Internal oftalmoplegia
Kelumpuhan hanya terjadi pada otot-otot intraokular sehingga
yang terjadi adalah hilangnya refleks akomodasi akibat paralisis M. siliaris
dan midriasis akibat paralisis M. sfingter pupil. Pasien tidak mengalami
diplopia karena tidak terjadi strabismus.
Letak kelumpuhan vaskuler yang biasanya disebabkan oleh
diabetes melitus, migren, ataupun hipertensi sering terjadi di daerah sinus
kavernosus, tempat serat-serat pupil terletak perifer dan mendapat banyak
makanan dari vasa vasorum sehungga pada lesi-lesi iskemik biasanya
pupil tidak mengalami gangguan. Pada lesi-lesi kompresif, biasanya
aneurisma, serat-serat pupil terkena secara dini sehingga pupil mengalami
dilatasi. Dengan demikian, lesi iskemik dan lesi kompresif dapat
dibedakan secara klinis, karena pada lesi iskemik respon pupil umumnya
normal, sedangkan lesi kompresif menyebabkan pupil mengalami dilatasi
dan fiksasi total. Kurang dari 5% kelumpuhan nervus okulomotorius
akibat lesi iskemik berkaitan dengan kelumpuhan pupil total, dan hanya
15% terjadi kelumpuhan pupil parsial.
c. Sinekinesis Okulomotor (Regenerasi aberan nervus okulomotorius)
Fenomena ini ditandai oleh:
Diskinesia kelopak mata pada saat menatap horizontal akibat
M. Levator palpebra bekerja sewaktu M. rektus medialis bekerja
Aduksi sewaktu berusaha melihat ke atas akibat M. rektus
medialis bekerja sewaktu M. rektus superior bekerja
Retraksi sewaktu berusaha melihat ke atas karena kedua rektus,
yang bersifat retraktor, bekerja,
Pupil pseudo-Argyll Robertson, yaitu tidak ada respon cahaya,
tidak ada respon dekat pada posisi primer tetapi respon “dekat” pada
aduksi atau aduksi-depresi akibat persarafan pupil dari M. rektus
inferior atau medialis;
Tanda pseudo-Graefe, dimana terjadi retraksi kelopak mata
sewaktu menatap ke bawah akibat persarafan kelopak dari M. rektus
inferior
Respon nistagmus optokonetik vertikal monokular akibat otot-
otot yang memfiksasi mata yang terkena bekerja bersama-sama
sehingga hanya mata normal yang berespon terhadap target yang
bergerak.
Sinkinesis okulomotor ini mungkin terjadi tidak saja sebagai
kombinasi kesalahan arah akson yang sedang tumbuh ke selaput yang
salah tetapi juga sebagai akibat dari transmisi atau timbal balik antara
akson-akson yang tidak memiliki penutup selaput mielin. Sinkinesis
okulomotor dapat terjadi akibat trauma berat atau penekanan N III oleh
aneurisma a. komunikans posterior, atau secara primer disebabakan
oleh aneurisma a. karotis interna atau meningioma di sinus kavernosus.
Apabila penekanan berlangsung beberapa minggu, maka sering
diperlukan bedah strabismus untuk memperoleh penglihatan tunggal
binokular
3. Kelumpuhan okulomotor siklik
Kelumpuhan okulomotor siklik dapat menjadi penyulit
kelumpuhan kongenital nervus okulomotorius. Kelainan ini merupakan
proses predominan unilateral yang jarang terjadi berupa kelumpuhan N III
yang memperlihatkan spasme siklik setiap 10-30 detik. Selama selang
waktu ini, ptosis membaik dan akomodasi meningkat.
Fenomena ini berlanjut terus seumur hidup tetapi berkurang
sewaktu tidur dan meningkat seiring dengan tingkat kewaspadaan.
Kelainan ini mungkin terjadi akibat lepas muatan periodik oleh neuron-
neuron yang rusak di nukleus okulomotorius yang menimbulkan rangsang
subthreshold yang semakin bertambah sampai timbul lepas muatan. (1,4,5)
E. DIAGNOSIS
Diagnosis parese nervus okulomotorius dapat ditegakkan dengan
melakukan anamnesis tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan,
berapa lama keluhan sudah timbul dan apakah unilateral ataukah bilateral. (1,4)
Pemeriksaan nervus okulomotorius biasanya dilakukan bersama-sama
dengan pemeriksaan nervus troklearis dan nervus abdusen, pemeriksaan tersebut
terdiri atas:
1. Celah kelopak mata
Pasien disuruh memandang lurus ke depan, kemudian dinilai
kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris. Pada ptosis neurogenik
jatuhnya kelopak mata atas dapat unilateral, sedangkan pada ptosis miogenik
biasanya bilateral. Karakteristik dari ptosis unilateral adalah pasien berusaha
untuk meningkatkan fisura palpebra dengan cara
merengut atau mengernyitkan dahi (kontraksi dari otot frontalis).
Ptosis kongenital biasanya mengenai satu mata saja.
2. Pupil
Yang perlu diperiksa adalah (1) ukuran: apakah normal (diameter
4-5 mm), miosis, midriasis atau pin pont pupil, (2) bentuk: apakah normal,
isokor atau anisokor, (3) posisi: apakah central atau eksentrik, (4) refleks
pupil: refleks cahaya langsung, cahaya diarahkan pada satu pupil, reaksi
yang tampak untuk kontraksi pupil homolateral, refleks cahaya tidak
langsung (konsensual /crossed light refleks), selain kontraksi homolateral
juga akan tampak kontraksi kontralateral, refleks akomodasi-konvergensi,
pasien diminta melihat jauh kemudian melihat ketangan pemeriksa yang
diletakkan 30 cm di depan hidung pasien.
Pada saat melihat tangan pemeriksa, kedua bola mata pasien
bergerak secara konvergensi (kearah nasal) dan tampak pupil mengecil.
Refleks ini negatif pada kerusakan saraf simpatikus leher, refleks
siliospinal, refleks nyeri ini dilakukan dalam ruangan dengan penerangan
samar-samar. Caranya ialah merangsang nyeri pada daerah leher dan
sebagai reaksi pupil akan melebar pada sisi ipsilateral. Refleks ini terjadi
bila ada benda asing pada kornea atau intraokuler, atau pada cedera mata
atau pelipis, refleks okulosensorik, refleks nyeri ini adalah konstriksi atau
dilatasi disusul konstriksi, sebagai respons rangsang nyeri di daerah mata
atau sekitarnya. 1,2,6,7
3. Gerakan bola mata
Fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata dinilai dengan gerakan bola
mata keenam arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas, medial
atas dan medial bawah, cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata
digerakkan menurut perintah atau mengikuti arah objeck. 1,2
Kelainan-kelainan yang dapat terjadi:
a. Kelemahanotot-otot bola mata (opthalmoparese/opthalmoplegi)
berupa: (1) gerakan terbatas,
(2) kontraksi skunder dari anta-gonisnya,
(3) strabismus,
(4) diplopia
b. Nistagmus (gerakan bolak-balik bola mata yang involunter),
dapat terlihat saat melihat ke samping, atas, bawah. (4,5,6,7,8)
4. Kornea
Hirschberg reflction test: memeriksa reflek cahaya pada kedua
permukaan kornea. Dengan tes ini adanya strabismus dapat dideteksi,
setiap 1 mm penyimpangan sama dengan 15 dioptri prisma (70).
Ortofori → bila masing-masing refleks cahaya pada kornea berada
di tengah pupil.
Heterofori → bila salah satu refleks cahaya pada kornea tidak
berada di tengah pupil.
5. Ketajaman penglihatan: masing-masing mata harus dievaluasi secara
tersendiri. Ketajaman penglihatan dapat dinilai dengan kartu Snellen atau
pada anak dapat dinilai dengan menggunakan “E” jungkir balik (Snellen)
atau gambar Allen.
6.Cover-uncover test: tes ini bertujuan untuk menentukan sudut
deviasi/sudut strabismus. Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di
depan mata yang lain ditaruh penutup untuk menghalangi pandangannya,
kemudian amati mata yang tidak ditutup apakah mata tersebut bergerak
untuk melakukan fiksasi atau tidak. Setelah itu buka penutup yang telah
dipasang dan perhatikan apakah mata yang telah dibuka penutupnya
melakukan fiksasi kembali atau tidak. Jika mata tersebut melakukan
fiksasi maka mata tersebut normal dan mata yang mengalami deviasi
adalah mata sebelahnya.
7. Hess screen: tes ini bertujuan untuk mengukur sudut deviasi/sudut
strabismus. Untuk tes ini di depan salah satu mata pasien dipakaikan kaca
berwarna merah dan kaca berwarna hijau pada mata lainnya. Kemudian
pasien diminta untuk memegang tongkat dengan lampu hijau dan diminta
untuk menunjuk cahaya merah yang terlihat pada layar dengan tongkat
tersebut. Dengan tes ini masing – masing mata dapat dinilai sehingga
dapat diukur arah dan sudut deviasinya. Penilaian dan pengukuran deviasi
pada strabismus paralitik/inkomitan adalah penting, tidak hanya untuk
mendiagnosa otot ekstraokular mana yang terkena tapi juga sebagai
patokan awal terhadap derajat kelumpuhan otot sehingga kemajuan pasien
dapat dievaluasi dengan baik.
8. Pemeriksaan sensorik: pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai status
pengihatan binokular. Pemeriksaan tersebut adalah untuk stereopsis,
supresi, dan potensi fusi. Semua memerlukan dua sasaran terpisah untuk
masing-masing mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono M, Sidharta P. Sarafotak dan Patologinya. Dalam: Neurologi
Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta. 2000: 114 – 82.
2. Sidarta Ilyas. Anatomi dan Fisiologi Otot Pengerak Bola Mata. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2000: 233 – 65.
3. Dorland: Kamus Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi 26,
cetakan II, Jakarta 1996
4. Prof. Dr. I. Gusti Ng. Gd. Ngoerah. Nervi Kranialis. Dalam: Dasar-Dasar
Ilmu Penyakit Saraf. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya. 1990: 103
– 130.
5. Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Pemeriksaan Saraf Kranial. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1995: 945 – 6.
6. Judana A, Santoso D, Kusumoputro S. Saraf – Saraf Otak. Dalam:
Pedoman Praktis Pemeriksaan Neurologi. Penerbit Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1978: 10 – 21.
7. Cibis GW, Abdel Latief AA, Bron AJ, Chalam KV, Tripathy BJ et al.
BCSC : Fundamental and principles of opthalmology. Section 2. San
Francisco, USA : AAO, 2008-2009 ; 96-125.
8. Newman SA, Arnold AC, Friedman DI, Kline LB, Rizzo III JF. BCSC :
Neuro-opthalmology. Section 5. San Francisco, USA : AAO, 2008-2009;
23-28.
9. Anonim, Cranial nerves. Available from : http.//www. Wikipedia.org.
Accessed on september 4.2009
10. Anonim. Available from : 150 Cranial Nerves ppt. Accessed on 6
September 2009.
11. Sidarta P, Mahar Mardjono. Neurologi Klinis Dasar, edisi 6. Jakarta. Dian
Rakyat. 1994: 116-60.
12. Cranial Nerve Nucleus. Available from : http://www. Wikipedia.org.
13. Kanski JJ. Clinical opthalmology 5th edition. Butterworth-Heinerman Ltd.
Oxford American. 2003: 596-647
14. Anonim. Abducen nerve. Available from : http://www. Wikipedia.org.
15. Available in http://www. medscape.com/surgical management of
unruptured post carotid artery wall aneurysma/2003/459061/art-
nf459061.fig.
16. Diplopia. Available in http: //jnnp.bmj.com/egi/Diplopia and eye
movement/75/iv24.
17. EA Gallman. Medical Neuroscience. Available from :
42905_EyeMovementAnswer.pdf-Adobe reader
18. Trigeminal Nerve. Available from : http://www. Wikipedia.org. Accesssed
on September 6. 2009
19. Facial Nerve. Available from : http: // www.Radiopaedia.org. Accessed on
24 september 2009.
20. John Patten: Neurological Differential Diagnosis 2 ed, Springer-Verlag
London Limited 1996
21. Marshall BL Craigmyli: The Mix Cranial Nerves, A. Wiley Medical
Publication 1185
22. Netter FH: Nervus System Part One. Anatomy and Physiology The Ciba
Collection of Medical Illustration, 1996.
23. Autonomic Nervous System. Available from : http://www.WordiQ.com.
Accessed on oktober 14. 2009.
24. Denis J Dupre, Autonomic Pharmacology, Available
from :[email protected]
25. Burde RM. Clinical decisions in neuroophthalmology. Missouri : Mosby,
1985:187-
26. Nancy JN. Third, Fourth, Sixth-nerves lession and the cavernous sinsu, in
Principles and Practice of Ophthalmology. Jakobiec (ed). Philadelphia :
WB
27. Patten J. Neurological differential diagnosis. 2nd ed. New York:Springer,
1996:47-60