46
KASUS A. IDENTITAS Nama : Ny.Hj. Jueriah Umur : 68 tahun Alamat : Cibitung RT 03/04 Kec.Cempaka Ds.Mareluju Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Kamar : Ruang Apel kelas 2 B. ANAMNESIS Keluhan Utama Sesak napas Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD dengan keluhan Sesak napas sejak 1 bulan yang lalu, sesak makin memberat 2 hari kemarin, sesak dirasakan hilang timbul, terutama setelah beraktivitas, terkadang sesak juga masih dirasakan saat pasien berbaring untuk istirahat. Di saat sesak pasien lebih nyaman apabila tidur dengan diganjal 3 bantal. 2 hari terakhir pasien hanya bisa beristirahat di tempat tidur, karena kedua kaki pasien bengkak. pasien mengeluh sesak menganggu tidur malam beberapa hari terakhir, pasien mengatakan seminggu ini 1

Document1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

KASUSA. IDENTITASNama

: Ny.Hj. Jueriah

Umur

: 68 tahun

Alamat

: Cibitung RT 03/04 Kec.Cempaka Ds.Mareluju

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Kamar

: Ruang Apel kelas 2 B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Sesak napas Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD dengan keluhan Sesak napas sejak 1 bulan yang lalu, sesak makin memberat 2 hari kemarin, sesak dirasakan hilang timbul, terutama setelah beraktivitas, terkadang sesak juga masih dirasakan saat pasien berbaring untuk istirahat. Di saat sesak pasien lebih nyaman apabila tidur dengan diganjal 3 bantal. 2 hari terakhir pasien hanya bisa beristirahat di tempat tidur, karena kedua kaki pasien bengkak. pasien mengeluh sesak menganggu tidur malam beberapa hari terakhir, pasien mengatakan seminggu ini sering batuk, berdahak,kadang-kadang sulit dikeluarkan, tidak ada darah, tidak ada nyeri dada, pasien mengeluh nyeri ulu hati, pusing, tidak ada mual, tidak muntah, dan tidak ada demam. Riwayat Penyakit DahuluPasien sudah didagnosa DM sejak 3 tahun yang lalu dan mengaku rutin kontrol dan berobat setiap minggu ke Poli PD RSUD Cianjur. Riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun ini, tekanan darah tertinggi 150/100 mmHg, Riwayat asma disangkal. Riwayat Penyakit Jantung tidak tahu.Riwayat hernia 4 tahun yang lalu, belum dioperasi

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien tidak tahu apakah anggota keluarga ada yang menderita HT, DM, Asma, dan Peny.Jantung. Riwayat psikososial

Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, pasien makan teratur 3xsehari mengikuti anjuran Gizi, ada penurunan BB 20 kg sejak sakit DM Riwayat Pengobatan

Pasien sering mengkonsumsi Captopril 2x1 semenjak didiagnosis Hipertensi dan metformin 3x1, os sering rawat jalan ke poliklinik penyakit dalam Riwayat AlergiDisangkalC. PEMERIKSAAN FISIKKU

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentisTekanan darah: 140/80 mmHgNadi

: 90x/menitPernapasan : 22 x/menitSuhu

: 360CBB

: 50 kgTB

: 150cmStatus gizi

: BB/TB = 50/1,5 = 22,2 (normal)

Kulit

: Sawo matang

Status generalis

Kepala

: NormocephalMata

: Konjungtiva anemi -/-

Sclera ikterik -/-

Reflex pupil +/+ , pupil bulat, isokor

Hidung

:Deviasi septum nasi -/-

Secret -/-

Epistaksis -/-

Mulut

: Sianosis (-)

Bibir kering (+)

Faring hiperemis (-)Telinga

: Serumen +/+

Nyeri tekan tragus -/-Leher

: Pembesaran KGB (-)

Pembesaran kelenjar tiroid (-)

JVP 5+3 cmH2O, pulsasi pembuluh darah normalThorax

: Normochest, jaringan parut (-)

Pulmo

: Inspeksi( simetris, penggunaan otot bantu napas (-),

retraksi dinding dada (-), bagian dada yang

tertinggal (-)

Palpasi

( vocal fremitus sama kedua lapang paru

Perkusi( sonor pada kedua lapang paru, batas paru

hepar setinggi ICS V dextra

Auskultasi( vesicular +/+, ronki +/+ basah halus, wheezing -/-.

Cor: Inspeksi( ictus cordis terlihat 1 jari dibawah papila mamae sinistra.

Palpasi( ictus cordis teraba di ICS VI ke arah lateral Linea midclavicularis sinistra

Perkusi ( batas jantung kanan pada ICS III linea parasternalis dextra batas jantung kiri atas pada ICS III linea parasternalis sinistra. batas kiri bawah pada ICS VI , 2 cm lateral linea midclavikula sinistraAuskultasi ( S1 S2 normal, reguler gallop (-), murmur (+)Abdomen : Inspeksi ( Datar , jaringan parut (-), distensi (-)

Palpasi ( timpani (+), Nyeri tekan (+) epigastrium dan hipokondrium kanan.

Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae , tepi tumpul, permukaan rata, kosistensi kenyal, nyeri tekan (-)

Lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

shifting dullnes (+)

Auskultasi ( bising usus normal

Ekstremitas : Atas Bawah

Akral hangat + +

+ +

Udem

- -

+ +

RCT 50a%) sinus dan diafragma Normal

Pulmo: hili kasar dan corakan bertambah, tampak bercak lunak dan kranialisasi

Kesan : Pembesaran jantung dengan bendungan paru

A : Decompensasi cordis grade IV

P :

a. O2 2-3 L/menit bila sesak

b. Cek Elektrolit Darah,

c. Batasi cairan dan asupan garam,

d. Diuretik Furosemid (1x1),

e. ACE-Inhibitor (Captopril 2x25 mg),

f. -blocker (carvedilol 12,5 mg 1-2 hr),

g. Digoxin (0,25-0,75 mg/hr)

h. Ranitidin IV (2x1 amp)

Masalah II :

S : Ny. Jueriah 68 tahun, telah terdiagnosa DM tipe 2 sejak 3 tahun terakhir. Penurunan BB 20 kg selama sakit. Berobat dan kontrol gula darah teratur. Mengkonsumsi metformin 500 mg 3x1.

O : GDS 188 mg/dl

P : Periksa ulang GDP dan GD2PP bila perlu HbA1C (u/ mengetahui benar terkontrol atau tidak)

Teruskan pengobatan Antidiabetik oral, DIET diabetesi (konsul gizi bila perlu), dan latihan fisik bila memungkinkan.Masalah III :

S : Ny. Jueriah, 68 tahun, keluhan pusing, TD 140/80 mmHg, riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun yang lalu dengan TD tertinggi 150/100mmHg, pasien mengkonsumsi Captopril rutin 25 mg 2x1. Disertai dengan gejala decom derajat IV dengan kelainan EKG dan Foto Thorax.

O : hasil pemeriksaan tanda vital ditemukan Tekanan darah 140/80 mmHg, EKG abnormal, Foto Thorax Pembengkakan Jantung

P :

diet rendah garam III (4 gr garam dapur/hr)

ACE Inhibitor ( Captopril 25 mg 2dd1 (jika

batuk bertambah, ganti lisinopril 5 mg 2dd1) Masalah IV :S : Ny. Jueriah, 68 tahun, ada keluhan batuk (+) seminggu, berdahak (+), penurunan BB(+).O : Pem.Fisik Auskultasi paru Ronkhi basah (+/+)Pemeriksaan Ro.Pulmo : hili kasar dan corakan bertambah, tampak bercak lunak dan kranialisasiKesan : TB paru aktif.P : Pemeriksaan sputum S-P-S

TINJAUAN PUSTAKA

DECOMPENSASI CORDIS

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994) Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995). Diagnosis dari gagal jantung dapat didasarkan atas kriteria Framingham yaitu 2 dari kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor pada saat bersamaan

Kriteria Mayor

1. Paroksismal nocturnal dispnea2. Peningkatan tekanan vena jugularis

3. Rhonki basah tidak nyaring

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Irama derap S3

7. Peningkatan tekanan vena 16cm H2O

8. Refluks hepatojugular Kriteria minor

1. Edema pergelangan kaki

2. Batuk malam hari

3. Dyspneu deffort4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Kapasitas vital berkurang menjadi maksimum

7. Takikardi

Kapasitas FungsionalKlasifikasi New York Heart Association Penilaian Objektif

Class I Pasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan pada aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal

Class II Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik ringan. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik biasa mengakibatkan kelemahan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal.

Class III Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan keterbatasan bermakna pada aktivitas fisik. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari biasanya menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, dan nyeri anginal..

Class IV Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung atau sindroma angina dapat dialami bahkan pada saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, maka rasa tidak nyaman semakin meningkat.

Sumber: Adaptasi dari New York Heart Association, Inc., Diseases of the Heart and Blood Vessels: Nomenclature and Criteria for Diagnosis, 6th ed. Boston, Little Brown, 1964, p. 114.

Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. Dimana jenis penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun.3 Sedang pada anak anak yang menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 15 tahun.ETIOLOGI

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensisistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati.Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisanventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel(perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yangpaling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguanpenghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil( Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab : Stroke volume : isi sekuncup ( Kontraksi kardiak Preload dan afterloadMeliputi :

Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark myocarditis,myocarial fibrosis, aneurysma ventricular

Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri pulmonal, hipertensipulmonari Keterbatasan pengisian sistolik ventricular

Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang tinggi,tamponade,mitra; stenosis Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum ventricalar.

Decompensai cordis terbagi atas dua macam meliputi :1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri

Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir sistolterdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatolberikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadibendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas normal padaatrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluhpulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompadarah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatikdalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasicairan dari pembuluh kapiler paru-paru..Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanintertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukanadanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma kardial fasepermulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makinbertambah akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk,menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yangmakain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udemaparu disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak cardiogenikdiatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurangberakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat kematian.Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigentubuh yang berakibat dua al: Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort (sesak nafas padaakktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat dikurangi pada saat dudukatau berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesakpada saat terbangun) Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah, penurunanpada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia, Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif yangtergantung pada energi) dan kekakuan dindiing ventrikel.

2. Decompensasi cordis kanan

Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan yang naikpada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik,peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam(edemaperier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanantidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapasuperior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali,splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikelkanan pada saat sisitol tidak mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhirdiatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan tekanan dalam atriummeninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena kava inferior serta selruhsistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya bendungan vena jugularis eksterna, bvenhepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada padaena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampuitakanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.

PATOFISIOLOGI

Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dapat dilihatpada gambar berikut :

Hipertensi,iskhemia,infak,mitral valve/ aorta valve defect

Penurunan kontraktilitas miokardium

Penurunan curah jantung

volume darah arteri efektif

lepasnya muatan saraf simpatis Meningkatkan pelepasan

\

renin angiotensin II

Tekanan darah dipertahankan

Mekan tekanan vena vasokontriksi ginjal mekan sekresi aldosteron

Menurunkan GFR nefron mekan reabsorbsi NA+ dan HO di tubulus

Menurunkan eksresi Na+ dan HO dalam urin

Maningkatkan Na dan HO total tubuh

Edema

GEJALA KLINIS

Secara hemodinamik, gejala klinis gagal jantung pada bayi dan anak dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu :

1. Gejala perubahan pada jantung/kerja jantung.

a. Takikardia

b. Kardiomegali

c. Failure to thrived. Keringat berlebihan

e. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi akibat menurunnya curah jantung.

2. Gejala kongesti.

a. Takipnea

b. Kesukaran minum

c. Wheezingd. Kapasitas vital menurun

3. Gejala bendungan sistem vena

a. Hepatomegali

b. Peninggian tekanan vena jugularis

c. Edema

DIAGNOSIS1.Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis

2.Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan gunamengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel

3.Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik padapenyakit jantung kotoner

4.Rontgen thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung5.eschocardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk menyajikandata tentang fungsi jantungPENATALAKSANAAN

Obat untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut

Dosis PermulaanDosis Maksimal

Vasodilators

Nitroglycerin20 g/menit40400 g/menit

Nitroprusside10 g/menit30350 g/menit

NesiritideBolus 2 g/kg0.010.03 g/kg per menita

Inotropes

Dobutamine12 g/kg per menit210 g/kg per menitb

MilrinoneBolus 50 g/kg0.10.75 g/kg per menitb

Dopamine12 g/kg per menit24 g/kg per menitb

LevosimendanBolus 12 g/kg0.10.2 g/kg per menitc

Vasoconstrictors

Dopamine for hypotension5 g/kg per menit515 g/kg per menit

Epinephrine0.5 g/kg per menit50 g/kg per menit

Phenylephrine0.3 g/kg per menit3 g/kg per menit

Vasopression0.05 units/menit0.10.4 units/ menit

Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yangpaling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

a. Penurunan berat badan yang cepat

b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

c. Ketoasidosis diabetik

d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

HIPERTENSIA. DEFINISI

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 .B. KLASIFIKASI

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.

C. ETIOLOGI

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisiD. PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.

E. GEJALA KLINIS

Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :

1. Hipertensi esensial atau primerPenyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.

2. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.

F. KOMPLIKASI

Sistem organ Komplikasi Komplikasi Hipertensi

Jantung Gagal jantung kongestif

Angina pectoris Infark miokard

Sistem saraf pusat Ensefalopati hipertensif

Ginjal Gagal ginjal kronis

Mata Retinopati hipertensif

Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah perifer

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

1. Target tekanan darah yatiu 1 bulan atau adanya batuk kronis.

Batuk yang kadang disertai hemaptoe.

Sesak nafas.

Nyeri dada.

Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.

2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.

3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.

4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.

5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.

6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.

7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.

8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.

9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

F. PENATALAKSANAAN

Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :

1. Jangka pendek Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 3 bulan.

Streptomisin inj 750 mg.

Pas 10 mg.

Ethambutol 1000 mg.

Isoniazid 400 mg.

Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :

INH.

Rifampicin.

Ethambutol.

Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.

2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :

Rifampicin.

Isoniazid (INH).

Ethambutol.

Pyridoxin (B6)

DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton, dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC

Http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm Lily ismudiati rilanto dkk, (2001). Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia, gayabaru Jakarta.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Dabetes melitus Tipe 2 Di Indonesia 2011. Jakarta

Sylvia A. Price, dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC

33