2. Gizi Buruk Madiun

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    1/12

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    2/12

    Gizi buruk merupakan kejadian kronis dan bukan tiba-tiba. Gizi buruk adalah bentuk

    terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Apabila keadaan ini disertai dengan

    tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor (Depkes RI, 2005). Kondisi ini akan

    menimbulkan dampak terhadap pertumbuhan anak secara keseluruhan dan berdampak pula

     pada perkembangannya. 

    Khumaidi (1994) menjelaskan masalah sosial yang mendasari terjadinya gizi buruk

    adalah; masalah kemiskinan, ketidakstabilan kondisi keluarga, kurangnya pengetahuan dan

    ketrampilan di bidang memasak, kurang keragaman bahan dan jenis masakan yang

    menyebabkan kebosanan serta pengadaan dan distribusi pangan antar anggota keluarga yang

    tidak merata. Dengan demikian masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan yang erat

    kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut

    aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.

    Upaya serupa juga telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Madiun dengan

    melibatkan berbagai sektor yang terkait, termasuk bantuan pangan bagi keluarga miskin

    untuk menghindarkan masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun semua upaya tersebut

    nampaknya belum juga dapat mengatasi masalah gizi buruk dan prevalensi gizi buruk

    meningkat pada tahun 2009.

    Berdasar fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang

     berpengaruh terhadap peningkatan jumlah gizi buruk anak balita di Kabupaten Madiun.

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi upaya penanggulangan gizi buruk

    melalui upaya pencarian faktor yang menyebabkan terjadinya gizi buruk.

    Metode

    Penelitian ini menggunakan rancangan case control , yaitu peneliti berupaya mencari

    hubungan antara variabel yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan

    menggunakan pendekatan retrospective. Variabel efek diidentifikasi saat ini, kemudian faktor

    resiko diidentifikasi dan merupakan kejadian pada masa lalu (Notoatmojo, 2005). Dalam

     penelitian ini variabel efek (anak balita yang mengalami gizi buruk dan gizi baik),

    diidentifikasi pada saat sekarang, sedangkan faktor resiko (faktor-faktor yang mempengaruhi

    gizi buruk pada anak balita) diidentifikasi sekarang berdasar kejadian pada masa lalu.

    Pengambilan sampel pada penelitian ini diperoleh dengan menentukan 5 kecamatan

    sebagai klaster dan anak balita yang mengalami gizi buruk di kecamatan tersebut sebagai unit

    elementer dengan menggunakan cara pengambilan sampel acak sederhana. Sehingga besar

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    3/12

    sampel tiap-tiap kecamatan adalah 55 : 5 yaitu 11 anak balita yang mengalami gizi buruk, dan

    11 anak balita yang bergizi baik sebagai kelompok pembanding.

    Peneliti mendatangi rumah responden untuk pengambilan data. Sebelum pengambilan

    data, peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan meminta kesediaan calon

    responden untuk ikut serta dalam penelitian. Jika bersedia, pasien diminta menandatangani

    surat persetujuan penelitian. Peneliti menanyakan karakteristik responden dan faktor yang

    mempengaruhi terjadinya gizi buruk sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disusun.

    Responden menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Pengambilan data gizi

     buruk dilakukan dengan cara mengukur tinggi/ panjang badan dan berat badan anak

    menggunakan timbangan dacin dan alat pengukur tinggi badan/ microtoice,.

    Hasil

    Pengaruh Asupan Gizi Terhadap Gizi Buruk Anak Balita

    Asupan gizi balita gizi buruk 76,37 % kurang dan balita gizi baik 72,73 % baik. Hasil uji

    statistik menunjukkan adanya pengaruh asupan gizi terhadap gizi buruk anak balita dengan

    nilai p = 0,000 < α (0,05).

    Pengaruh Frekuensi Sakit Terhadap Gizi Buruk Anak Balita

    Frekuensi sakit pada balita gizi buruk 85,5% sering sakit dan pada gizi baik 89,1% jarang

    sakit. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh frekuensi sakit sejak lahir terhadap

    gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,05).

    Pengaruh Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Tangga Terhadap Gizi Buruk Anak

    Balita

    Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga pada balita gizi buruk 60,0 % kurang, sedangkan

     pada balita gizi baik 56,36 % tahan. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh

    ketersediaan pangan tingkat rumah tangga terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p =

    0,000 < α (0,05). 

    Pengaruh Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Terhadap Gizi Buruk Anak Balita

    Ketersediaan pelayanan kesehatan balita gizi buruk 96,4% baik dan balita gizi baik 100%

     baik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh ketersediaan pelayanan

    kesehatan terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,999 > α (0,05). 

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    4/12

    Pengaruh Perilaku dan Budaya Pengasuhan Anak Terhadap Gizi Buruk Anak Balita

    Perilaku dan budaya pengasuhan anak balita gizi buruk 52,8% cukup dan pada anak balita

    gizi baik 85,5% baik. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh perilaku dalam

     pengasuhan anak terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,05). 

    Pengaruh Pendidikan Ibu Terhadap Gizi Buruk Anak Balita

    Pendidikan ibu anak balita gizi buruk 51,0% SD, dan ibu anak balita gizi baik 36,4% SD.

    Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh pendidikan ibu terhadap gizi buruk

    anak balita dengan nilai p = 0,157 < α (0,05). 

    Pengaruh Kemiskinan Terhadap Gizi Buruk Anak Balita

    Anak balita gizi buruk 60% tergolong miskin dan anak balita gizi baik 94,5% tergolong tidak

    miskin. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh kemiskinan terhadap gizi burukanak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,05).

    Analisis Asupan Gizi dan Frekuensi Sakit Terhadap Gizi Buruk

    Asupan gizi anak balita yang kurang berisiko 7 kali menyebabkan gizi buruk dengan nilai

    Exp (B) = 6,794. Anak balita yang sering sakit berisiko 47 kali menyebabkan gizi buruk

    dengan nilai Exp (B) = 47,048.

    Analisis Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Tangga, Perilaku dan Budaya

    Pengasuhan Anak dan Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Terhadap Gizi Buruk Anak

    Balita

    Anak balita dari keluarga yang kurang tahan pangan berisiko 11 kali mengalami gizi buruk

    dibanding keluarga tahan pangan dengan nilai Exp (B) = 10,677. Anak balita dari keluarga

    yang tidak tahan pangan berisiko 81 kali mengalami gizi buruk dibanding keluarga yang

    tahan pangan dengan nilai Exp (B) = 80,932

    Perilaku dan budaya pengasuhan anak yang cukup baik berisiko 5 kali untuk terjadinya gizi

     buruk dibanding perilaku dan budaya pengasuhan anak yang baik dengan nilai Exp (B) =

    5,236.

    Pembahasan

    Asupan gizi anak balita menunjukkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi

    oleh anak balita. Gizi pada anak balita digunakan sebagai sumber energi untuk beraktifitas

    dan melakukan pertumbuhan. Hasil penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan bahwa

    asupan gizi anak balita bergizi buruk 76,37% kurang, sedangkan asupan gizi anak balita bergizi baik 72,73 % baik. Hasil analisis multivariat menunjukkan asupan gizi yang kurang

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    5/12

     berisiko 7 kali menyebabkan gizi buruk anak balita. Hal ini berarti anak-anak balita yang

    kurang mendapatkan asupan gizi dapat mengalami kondisi gizi buruk.

    Asupan gizi yang adekuat adalah asupan gizi yang memenuhi unsur-unsur dari enam

    kelompok makanan, yaitu dari kelompok nasi/ sereal, sayuran, buah, susu/keju, protein dan

    lemak. Keenam kelompok makanan ini harus diberikan secara seimbang, sehingga anak dapat

    memenuhi kebutuhan gizinya untuk beraktifitas, pertumbuhan dan mencegah penyakit

    infeksi. Hasil penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan ada 66,4% anak kurang

    mendapat asupan dari kelompok nasi, sebasar 52,7% kurang mendapat asupan dari kelompok

    sayur, sebesar 83,6% kurang mendapat asupan dari kelompok buah, 83,6% kurang mendapat

    asupan dari kelompok susu, 26,4% kurang mendapat asupan dari kelompok protein. Hal ini

    menunjukkan banyak anak yang kurang mendapatkan asupan gizi seimbang sehingga berpengaruh terhadap status gizinya.

    Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh asupan gizi terhadap gizi buruk anak

     balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,005). Asupan gizi yang kurang pada anak balita

    memberikan dampak kurang terpenuhinya kebutuhan zat gizi di dalam tubuh dan tidak

    adanya zat gizi yang disimpan sebagai cadangan makanan. Hal ini menyebabkan sel

    mengambil cadangan makanan untuk melakukan metabolisme. Tubuh anak banyak

    kehilangan cadangan makanan dari lemak bawah kulit, sehingga akan terlihat semakin kurus

    dan keriput (marasmus). Apabila kondisi berlanjut maka cadangan protein dalam otot juga

    akan digunakan sebagai energi. Hal ini berakibat semakin menurunnya kadar protein di

    dalam darah yang menyebabkan bengkak pada seluruh tubuh (marasmus).

    Pengaruh Faktor Penyakit Infeksi Terhadap Gizi Buruk Anak Balita

    Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab gangguan gizi pada anak balita.

    Hasil penelitian menunjukkan anak balita gizi buruk 85,5% sering mengalami sakit sejak

    lahir, dan anak balita yang sering sakit hanya 10,9 %. Hasil uji statistik menunjukkan adanya

     pengaruh frekuensi sakit terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < dari α

    (0,005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa seringnya sakit pada anak balita

    memberikan kontribusi yang besar terhadap terjadinya gizi buruk di Kabupaten Madiun.

    Hasil analisis Multivariat menunjukkan sering sakit berisiko 47 kali menyebabkan gizi buruk.

    Hal ini berarti anak balita yang mulai lahir sampai sekarang sering sakit memiliki risiko yang

     besar untuk mengalami gizi buruk.

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    6/12

    Penyakit yang diderita dan seringnya anak sakit merupakan penyebab terpenting

    kedua dari masalah gizi buruk, terutama di negara terbelakang dan berkembang seperti

    Indonesia. Triningsih (2007) menjelaskan bahwa penyakit dan gizi buruk merupakan dua

    kondisi yang saling berkaitan dan memperberat. Anak yang sering berpenyakit dalam waktu

    lama dapat mengalami penurunan berat badan atau kurang gizi. Hal ini berhubungan dengan

     peningkatan metabolisme, perubahan nafsu makan, menurunnya kemampuan absorbsi dan

    kebiasaan mengurangi makanan pada saat sakit. Penyakit infeksi dapat menyebabkan

    rusaknya beberapa fungsi organ tubuh termasuk fungsi pencernaan, akibatnya zat-zat

    makanan yang masuk ke tubuh tidak dapat dicerna dan diserap dengan baik oleh tubuh (

     Nency & Arifin 2005 ). Dengan demikian anak yang sakit tidak mendapatkan zat gizi yang

    adekuat dan bahkan mereka menggunakan cadangan makanan dalam tubuhnya untuk

    melakukan metabolisme tubuh yang meningkat.

    Beberapa penyakit yang sering menyebabkan terjadinya gizi buruk antara lain cacat

     bawaan pada anak, penyakit kanker dan penyakit infeksi seperti TBC, diare, campak dan

    HIV/AIDS. Alsegaf dkk, (2002) menjelasakan sekitar 70% kasus TB paru disertai dengan

     penurunan berat badan yang menggambarkan kehilangan massa otot dan lemak. Hal ini

     berakibat terjadinya gizi buruk pada penderita tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    anak balita yang bergizi buruk 53 anak balita pernah menderita influenza, 7 anak balita

    menderita retardasi mental, 5 anak balita pernah diare, 2 anak balita masing-masing

    menderita TBC dan talasemia, 1 anak balita masing-masing menderita hidrocepalus,

    microchepali dan bibir sumbing. Sedangkan rata-rata lamanya penyakit infeksi akut yang

    diderita adalah 4 hari.

    Pengaruh Faktor Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Tangga Terhadap Gizi Buruk

    Anak Balita

    Ketersediaan/ ketahanan pangan tingkat rumah tangga adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

    maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan ini berhubungan dengan

    asupan gizi bagi setiap anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan

     pangan tingkat rumah tangga pada anak balita gizi buruk 60,0% kurang tahan dan 34,55%

    tidak tahan. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga pada anak balita gizi baik 56,36%

    tahan dan 40,0% kurang tahan. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh ketersediaan

     pangan tingkat rumah tangga dengan gizi buruk pada balita dengan nilai p = 0,000 < dari α(0,05). Hal ini berarti bahan makanan yang bergizi dan beragam kurang tersedia untuk

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    7/12

    memenuhi kebutuhan zat gizi bagi setiap anggota keluarga sehingga mengakibatkan

    terjadinya gizi buruk.

    Hasil uji multivariat menunjukkan anak balita dari keluarga yang kurang tahan

     pangan berisiko 11 kali mengalami gizi buruk dibanding keluarga tahan pangan. 10,677.

    Anak balita dari keluarga yang tidak tahan pangan berisiko 81 kali mengalami gizi buruk

    dibanding keluarga yang tahan pangan. Hal ini berarti semakin rendah kemampuan keluarga

    dalam menyediakan bahan pangan yang bergizi dan beragam semakin besar pengaruhnya

    untuk terjadinya gizi buruk pada anak balita.

    Terbatasnya persediaan bahan makanan tingkat rumah tangga menyebabkan

     pengurangan frekuensi dan jumlah makanan yang dimakan serta makan makanan seadanya.

    Bagi anak balita kondisi ini tak dapat diadaptasi dengan baik, karena mereka sedang

    mengalami pertumbuhan dan banyak membutuhkan gizi. Akibatnya anak balita kurang

    mendapat asupan gizi yang baik dari segi jumlah maupun kualitas dan bahkan dapat

     berdampak terhadap terjadinya gizi buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan gizi

     pada balita gizi buruk 76,37% kurang sedangkan pada balita gizi baik 72,73% baik.

    Malawirawan, dkk., (2006) dalam studinya menjelaskan anak balita yang mengalami gizi

     buruk, diakibatkan oleh kurang mendapat keragaman konsumsi makanan dan kurang

    mendapat makanan dari sumber energi dan protein. Hasil penelitian menunjukkan sebagian

     besar anak balita yang bergizi buruk mengkonsumsi makanan dari beras dengan lauk yang

    terbatas pada protein nabati (tempe) dan jarang mengkonsumsi buah dan sayuran.

    Tidak tersedinya makanan tingkat rumah tangga berkaitan dengan kondisi sosial

    ekonomi, kurangnya pengetahuan keluarga tentang gizi, serta ketersediaan bahan makanan

    tingkat masyarakat (Sururi, 2006). Hasil penelitian menunjukkan 60% anak balita yang

     bergizi buruk berasal dari keluarga miskin yang kemampuan daya belinya kurang. Akan

    tetapi ada 40% keluarga yang tidak miskin memiliki anak balita bergizi buruk. Keluarga yang

    tidak miskin ini mungkin kurang memiliki pengetahuan keluarga tentang gizi, meskipun daya

     belinya cukup baik. Hasil penelitian menunjukkan dari 74 keluarga yang tidak miskin

    terdapat 39,2% kurang tahan pangan. Hal ini berarti keluarga ini memiliki kemampuan untuk

    membeli tetapi mereka tidak menyediakan sumber bahan makanan yang beragam terutama

    dari protein hewani.

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    8/12

    Pengaruh Faktor Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Terhadap Gizi Buruk Anak

    Balita

    Ketersediaan pelayanan kesehatan adalah terjangkaunya pelayanan kesehatan bagi

    masyarakat berdasarkan lokasi dan dana serta tingginya pemanfaatan pelayanan kesehatan

    oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan yang terjangkau adalah pelayanan kesehatan yang

    dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk keluarga yang miskin. Hasil

     penelitian menunjukkan ketersediaan pelayanan kesehatan bagi anak balita gizi buruk 96,4%

     baik dan 100% baik bagi anak balita gizi baik. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada

     pengaruh ketersediaan pelayanan kesehatan dengan gizi buruk dengan nilai p = 0,999 > α

    (0,05). Hal ini berarti pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Kabupaten Madiun dapat

    dijangkau oleh seluruh masyarakat dan kesadaran masyarakat untuk menggunakan fasilitas

    kesehatan yang tersedia juga tinggi. Dalam hal ini keluarga yang memiliki anak bergizi buruk

    maupun bergizi baik sama-sama mendapatkan fasilitas kesehatan yang sama dan sama

    memiliki kesadaran yang baik untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang

    tersedia.

    Pemantauan pertumbuhan/ berat badan di Kabupaten Madiun telah dilaksanakan di

     posyandu secara rutin setiap bulan. Berdasarkan laporan Gizi di Puskesmas tahun 2009

     jumlah posyandu yang ada sebanyak 863 dan 100% aktif. Jumlah balita yang ada 44.127 dan

    yang ditimbang 33.355. Program cakupan yang dicapai K/S sebesar 99,95%, D/S sebesar

    75,59%, N/D sebesar 64,54% dan BGM/D 4,03%. Hasil penelitian menunjukkan seluruh

     balita memiliki KMS dan rutin melakukan penimbangan.

    Upaya tindak lanjut terhadap penemuan hasil penimbangan di bawah garis merah

    dilakukan melalui kunjungan rumah oleh petugas kesehatan yaitu tenaga gizi, perawat atau

     bidan. Tindakan ini merupakan konseling tentang upaya pemenuhan kebutuhan gizi pada

    anak balita serta promosi program keluarga sadar gizi dengan media leaflet. Hasil penelitian

    menunjukkan sebanyak 96% anak balita gizi buruk telah dikunjungi oleh tenaga puskesmas

    dan 4% belum dikunjungan karena dianggap penemuan baru.

    Upaya pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada balita dilaksanakan setiap 6

     bulan sekali di posyandu. Pencapaian program tahun 2009 adalah 107,63% untuk anak balita

    dan 108,54% untuk bayi (6-11 bulan). Hasil penelitian menunjukkan seluruh (100%) anak

     balita mendapatkan vitamin A secara rutin mulai umur 6 bulan.

    Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk meningkatkan status gizi balita di

    Kabupaten Madiun dilaksanakan dengan menggunakan dana dari DAU APBD dan APBD 1,

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    9/12

    dengan jumlah sasaran 200 balita dan 125 balita. Paket dari DAU APBD berupa Pan Enteral,

    susu Dancow Balita, Grotavit sirup dan zink sirup yang diberikan untuk 90 hari. Sedangkan

     paket dari APBD 1 berupa susu vineral yang diberikan selama 90 hari. Hal ini menunjukkan

     banyak anak balita yang hasil penimbangaannya di bawah garis merah belum semuanya

    mendapatkan intervensi PMT. Hasil evaluasi program dari 200 balita yang mendapatkan

    PMT 18,5% naik statusnya, 79,0% tetap dan 2,5% turun. Hasil penelitian menunjukkan dari

    55 anak balita yang bergizi buruk 74,54 % pernah mendapatkan PMT pada tahun 2009.

    Sedangkan pada tahun 2010 program pemberian PMT belum ada.

    Kegiatan imunisasi dalam upaya mencegah penyakit yang dapat dicegah dengan

    imunisasi telah dilaksanakan di posyandu maupun di puskesmas. Hasil penelitian

    menunjukkan 100% anak balita telah mendapatkan imunisasi BCG, polio sebanyak 4 kali,

    DPT sebanyak 3 kali, campak dan Hepatitis B. Sebagian besar anak mendapatkan imunisasi

    di posyandu dan di bidan desa.

    Upaya pengobatan kasus penyakit pada anak balita dapat dilakukan di puskesmas,

     posyandu untuk penyakit tertentu dan bidan desa. Seluruh desa yang digunakan untuk

     pengambilan data penelitian terdapat bidan desa. Seratus persen anak balita yang sakit segera

    dibawa berobat ke petugas kesehatan baik di puskesmas ataupun bidan desa. Pemerintah juga

    telah memberikan jaminan kesehatan masyarakat/ jamkesmas atau jamkesmasda bagi

    keluarga miskin. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 52,72% keluarga telah

    mendapatkan program ini.

    Pengaruh Perilaku dan Budaya dalam Pengasuhan Anak Terhadap Gizi Buruk Anak

    Balita

    Pola pengasuhan anak atau interaksi ibu dengan anak merupakan kebiasaan-kebiasaan

    yang dilakukan ibu dan memberikan zat gizi pada anak, upaya pencegahan penyakit dan

     perawatan anak ketika sakit. Hasil penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan bahwa

     perilaku dan budaya ibu dalam pengasuhan anak balita gizi buruk 52,8% cukup dan 3,6%

    kurang. Sedangkan perilaku ibu dalam pengasuhan anak balita gizi baik 85,5% baik dan

    14,5% cukup. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh perilaku pengasuhan anak

    terhadap gizi buruk dengan nilai p = 0,000 < dari α (0,05). Hasil analisis multivariat

    menunjukkan perilaku dan budaya pengasuhan anak yang cukup baik berisiko 5 kali untuk

    terjadinya gizi buruk dibanding perilaku dan budaya pengasuhan anak yang baik. Hal ini

     berarti semakin baik pola pengasuhan anak semakin baik status gizinya, sebaliknya pola

     pengasuhan yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk. 

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    10/12

    Sururi (2006) menjelaskan bahwa interaksi ibu dengan anak atau pola pengasuhan

    anak berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak yang mendapatkan perhatian

    secara fisik maupun emosional lebih mudah menerima makanan dengan gizi seimbang

    dibanding dengan anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Hal ini berkaitan

    dengan timbulnya perasaan aman, nyama dan rasa kepercayaan diri yang dibangun oleh

    orang tuanya. Pemberian makan yang menyenangkan, tidak memaksa dengan kekerasan saat

    anak balita makan, membiarkan balita makan dan memilih makanan sendiri, tidak banyak

    aturan saat makan, memperhatikan waktu makan balita dan memberikan contoh pola makan

    yang baik merupakan cara pemberian makan yang dapat dilakukan untuk membiasakan

    makan secara teratur.

    Pola pengasuhan lain yang dilakukan oleh keluarga dengan anak balita bergizi baik di

    Kabupaten Madiun adalah perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) yang meliputi: 1)

    Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan anak balita setiap bulan melalui kegiatan

     posyandu; 2) Memberikan ASI eksklusif; 3) memberikan makanan yang bervariasi dan

    seimbang zat gizinya; 4) menggunakan garam beryodium; 5) memberikan tablet vitamin A

    setiap 6 bulan sekali.

    Pengaruh Faktor Pendidikan Ibu Terhadap Gizi Buruk Anak Balita

    Pendidikan merupakan ijazah pendidikan formal terakhir yang dimiliki oleh ibu dari

    anak balita. Secara umum diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan maka pengetahuan

    seseorang akan bertambah baik, termasuk pengetahuan tentang pengasuhan anak balita.

    Dengan demikian semakin tinggi pendidikan ibu semakin mampu mengasuh anak balitanya,

    sehingga kejadian gizi buruk semakin rendah. Hasil studi Malawirawan L.,dkk, (2006) di

     NTT, menunjukkan bahwa kasus gizi buruk sebagian besar terjadi pada anak balita yang

    memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan SD.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu anak balita gizi buruk 51,0%

    SD, dan ibu anak balita gizi baik 36,4% pendidikan SD. Hasil uji statistik menunjukkan

    adanya pengaruh pendidikan ibu terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,157 < α  

    (0,05). Hal ini berarti ibu yang berpendidikan SD bukan berarti tidak mampu mengasuh dan

    merawat anak, dan sebaliknya ibu yang berpendidikan tinggi belum tentu juga mampu

    mengasuh dan merawat anak. Studi yang dilakukan Maryetti, dkk. (2008) pada keluarga di

    daerah non Gakin menunjukkan bahwa faktor yang berkaitan dengan terjadinya gizi buruk

    adalah ketidakpedulian orang tua terhadap kebutuhan gizi balita, meskipun sebenarnya

    mereka memiliki pengetahuan yang cukup baik.

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    11/12

    Pengaruh Faktor Kemiskinan Terhadap Gizi Buruk

    Kemiskinan merupakan penyebab pokok dari gizi buruk. Hasil penelitian di

    Kabupaten Madiun menunjukkan anak balita bergizi buruk 60% berasal dari keluarga miskin,

    dan anak balita bergizi baik 94,5% berasal dari keluarga tidak miskin. Hasil uji statistik

    menunjukkan adanya pengaruh kemiskinan terhadap gizi buruk dengan nilai p=0,000 < α

    (0,05). Hasil uji statistik multivariat menunjukkan anak balita dari keluarga miskin berisiko

    mengalami gizi buruk sebesar 26 kali.

    Studi di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2006 menunjukkan bahwa anak balita yang

    mengalami gizi buruk adalah anak balita yang kurang mendapat keragaman konsumsi

    makanan dan kurangnya konsumsi makanan dari sumber energi dan protein (Malawirawan,

    dkk, 2006). Penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan 41,1% anak balita dari keluarga

    miskin kurang mendapat asupan gizi dari kelompok nasi, 43,1% kurang mendapat asupan gizi

    dari sayur, 34,8% kurang mendapat asupan gizi dari kelompok buah, 30,4% kurang mendapat

    asupan gizi dari kelompok susu dan 44,8% kurang mendapat asupan gizi dari protein.

    Menurut Nency & Arifin (2005) kemiskinan merupakan penyebab pokok dari gizi

     buruk, dan kemiskinan identik dengan tidak tersedianya makanan bergizi yang beragam dan

    adekuat. Penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan 83,3% keluarga miskin kurang tahan

     pangan dan 13,9% tidak tahan pangan. Hal ini karena mereka kurang mampu membeli bahan

    makanan yang bergizi terutama dari protein hewani dan susu yang harganya relatif mahal.

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa asupan gizi yang kurang

     pada anak balita di Kabupaten Madiun berpengaruh sebesar 7 kali mengalami gizi buruk.

    Penyakit (frekuensi sakit yang sering) pada anak balita di Kabupaten Madiun berpengaruh

    sebesar 47 kali mengalami gizi buruk. Anak balita dari keluarga yang kurang memiliki

    ketersediaan pangan di Kabupaten Madiun berisiko sebesar 11 kali mengalami gizi buruk

    dibanding keluarga yang memiliki ketersediaan pangan yang baik. Perilaku dan budaya

     pengasuhan anak balita di Kabupaten Madiun yang cukup berpengaruh sebesar 5 kali

    mengalami gizi buruk dibanding perilaku dan budaya pengasuhan anak balita yang baik.

    Ketersediaan pelayanan kesehatan tidak berpengaruh terhadap gizi buruk anak balita di

    Kabupaten Madiun. Ditemukan pula bahwa pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap gizi

     buruk anak balita di Kabupaten Madiun. Anak balita dari keluarga miskin di Kabupaten

    Madiun berisiko sebesar 26 kali mengalami gizi buruk. Faktor penyebab langsung yang

  • 8/18/2019 2. Gizi Buruk Madiun

    12/12

     paling berpengaruh untuk terjadinya gizi buruk pada anak balita di Kabupaten Madiun adalah

     penyakit, dari kelompok tidak langsung tingkat pertama adalah ketersediaan pangan tingkat

    rumah tangga dan kelompok penyebab tidak kedua adalah kemiskinan.

    Daftar Pustaka

    Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

    2000. Pedoman Tatalaksana Kurang Energi Protein pada Anak di Puskesmas dan

     Rumah Tangga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

    Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

    2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan

    RI. Jakarta.

    Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

    2008.  Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk.  Departemen

    Kesehatan RI. Jakarta.

    Malawirawan, Lalu; Aryani Ch.K.; Lidya Y.H. Bolo; Yosef R. 2006. Gambaran Determinan

    Gizi Buruk pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kabukarudi Kecamatan

     Lamboya Kabupaten Sumba Barat Nusa Tenggara Timur. 

    http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20

    Laporan%20Penelitian%202006.

    Maryetti; Ematip dan Almaizon. 2008.  Pengetahuan Ibu tentang Gizi Pada Keluarga Non

    Gakin di Desa Talawi Hilir Kota Sawahlunto Padang . http://www.bpsnt-

     padang.info/index.php?option=com_content&task=

    view%id=57&itemid...2/202010

     Nency, Yetty. Arifin, Muhamad Thohar. 2005. GIZI BURUK ,   ANCAMAN GENERASI

    YANG HILANG. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII http://io.ppi-jepang.org/article.

     php?id=113

    Sabri, L. & Hastono, S.P. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

    Sururi, M. 2006. Penanggulangan Gizi Buruk. Akses di http://www. dinkes

     purworejo.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=4

    http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20%20Laporan%20Penelitian%202006.http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20%20Laporan%20Penelitian%202006.http://www.bpsnt-padang.info/index.php?option=com_content&task=%20view%25id=57&http://www.bpsnt-padang.info/index.php?option=com_content&task=%20view%25id=57&http://www.bpsnt-padang.info/index.php?option=com_content&task=%20view%25id=57&http://io.ppi-jepang.org/article.%20php?id=113http://io.ppi-jepang.org/article.%20php?id=113http://io.ppi-jepang.org/article.%20php?id=113http://io.ppi-jepang.org/article.%20php?id=113http://www.bpsnt-padang.info/index.php?option=com_content&task=%20view%25id=57&http://www.bpsnt-padang.info/index.php?option=com_content&task=%20view%25id=57&http://www.bpsnt-padang.info/index.php?option=com_content&task=%20view%25id=57&http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20%20Laporan%20Penelitian%202006.http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20%20Laporan%20Penelitian%202006.