33
8 Universitas Kristen Petra 2. STUDI LITERATUR DAN IDENTIFIKASI DATA 2.1 Studi Literatur 2.1.1. Tinjauan Permainan Dunia anak tak lepas dari kegiatan bermain. Bermain merupakan kegiatan utama yang dilakukan anak dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya untuk membangun pengetahuannya. Menurut Huizinga, permainan adalah suatu perbuatan atau kegiatan sukarela, yang dilakukan dalam batas-batas ruang dan waktu tertentu yang sudah ditetapkan, menurut aturan yang telah diterima secara sukarela tapi mengikat sepenuhnya, dengan tujuan dalam dirinya sendiri, disertai oleh perasaan tegang dan gembira, dan kesadaran”lain daripada kehidupan sehari- hari” (39). Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar.” (dikutip dalam Prabowo 4). Bermain merupakan aktivitas yang spontan dan melibatkan motivasi serta prestasi dalam diri anak yang mendalam. Karena dalam alam dunianya, seorang anak merupakan decision maker dan play master (dalam Akbar, Hawadi 5-6). Bermain juga merupakan dunia olah raga bagi anak, di mana anak bermain tanpa aturan dan banyak menggunakan fisik, melatih otot-ototnya (Akbar, Hawadi 6). Bermain tentunya merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Menurut Hughes, seorang ahli perkembangan anak dalam bukunya Children, Play, and Development, mengatakan harus ada 5 (lima) unsur dalam suatu kegiatan yang disebut bermain. Kelima unsur tersebut adalah : Tujuan bermain adalah permainan itu sendiri dan si pelaku mendapat kepuasan karena melakukannya, bukan untuk misalnya mendapatkan uang. Dipilih secara bebas. Permainan dipilih sendiri, dilakukan atas kehendak sendiri dan tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa. Menyenangkan dan dinikmati. Ada unsur khayalan dalam kegiatannya.

2. STUDI LITERATUR DAN IDENTIFIKASI DATA 2.1 Studi ... · dalam diri anak yang mendalam. Karena dalam alam dunianya, seorang anak merupakan decision maker dan play master (dalam Akbar,

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8

    Universitas Kristen Petra

    2. STUDI LITERATUR DAN IDENTIFIKASI DATA

    2.1 Studi Literatur

    2.1.1. Tinjauan Permainan

    Dunia anak tak lepas dari kegiatan bermain. Bermain merupakan kegiatan

    utama yang dilakukan anak dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya

    untuk membangun pengetahuannya. Menurut Huizinga, permainan adalah suatu

    perbuatan atau kegiatan sukarela, yang dilakukan dalam batas-batas ruang dan

    waktu tertentu yang sudah ditetapkan, menurut aturan yang telah diterima secara

    sukarela tapi mengikat sepenuhnya, dengan tujuan dalam dirinya sendiri, disertai

    oleh perasaan tegang dan gembira, dan kesadaran”lain daripada kehidupan sehari-

    hari” (39).

    Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak

    mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada

    hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar.” (dikutip dalam Prabowo 4).

    Bermain merupakan aktivitas yang spontan dan melibatkan motivasi serta prestasi

    dalam diri anak yang mendalam. Karena dalam alam dunianya, seorang anak

    merupakan decision maker dan play master (dalam Akbar, Hawadi 5-6). Bermain

    juga merupakan dunia olah raga bagi anak, di mana anak bermain tanpa aturan

    dan banyak menggunakan fisik, melatih otot-ototnya (Akbar, Hawadi 6).

    Bermain tentunya merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan

    bekerja. Menurut Hughes, seorang ahli perkembangan anak dalam bukunya

    Children, Play, and Development, mengatakan harus ada 5 (lima) unsur dalam

    suatu kegiatan yang disebut bermain. Kelima unsur tersebut adalah :

    − Tujuan bermain adalah permainan itu sendiri dan si pelaku mendapat

    kepuasan karena melakukannya, bukan untuk misalnya mendapatkan

    uang.

    − Dipilih secara bebas. Permainan dipilih sendiri, dilakukan atas kehendak

    sendiri dan tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa.

    − Menyenangkan dan dinikmati.

    − Ada unsur khayalan dalam kegiatannya.

    http:www.petra.ac.idhttp://dewey.petra.ac.id/dgt_directory.php?display=classificationhttp://digilib.petra.ac.id/help.htlm

  • 9

    Universitas Kristen Petra

    − Dilakukan secara aktif dan sadar (dikutip dalam Prabowo 5)

    2.1.1.1. Karakteristik bermain

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smith, Garvery, Rubin, Fein

    dan Vandenberg diungkapkan adanya beberapa ciri kegiatan bermain, yaitu

    sebagai berikut:

    1. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya muncul berdasar

    keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri. Perasaan dari orang yang

    terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi yang positif.

    Kalaupun emosi positif tidak tampil, setidaknya kegiatan bermain mempunyai

    nilai bagi anak. Kadang-kadang kegiatan bermain dibarengi oleh perasaan

    takut, misalnya saat harus meluncur dari tempat tinggi, namun anak

    mengulang-ulang kegiatan itu karena ada rasa nikmat yang diperolehnya.

    2. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke

    aktivitas lain.

    3. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir.

    Saat bermain, perhatian anak-anak lebih terpusat pada kegiatan yang

    berlangsung dibandingkan tujuan yang ingin dicapai. Tidak adanya tekanan

    untuk mencapai prestasi membebaskan anak untuk mencoba berbagai variasi

    kegiatan. Karena itu bermain cenderung lebih fleksibel karena tidak semata-

    mata ditentukan oleh sasaran yang ingin dicapai.

    4. Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi

    konsep bermain pada anak-anak kecil. Sebagai contoh, pada anak TK,

    menyusun balok disebut bermain bila dilakukan atas kehendak anak. Tetapi

    dikatagorikan dalam bekerja, bila ditugaskan oleh guru. Kebebasan memilih

    menjadi tidak begitu penting bila anak beranjak besar. Menurut hasil

    penelitian King (1979) pada anak kelas lima SD kesenangan yang didapat

    lebih penting dibandingkan kebebasan untuk memilih sehingga pada usia di

    atas pra sekolah, pleasure menjadi parameter untuk membedakan bermain

    dengan bekerja.

    5. Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka

    tertentu yang memisahkannya dari kehidupan nyata sehari-hari. Kerangka ini

  • 10 Universitas Kristen Petra

    berlaku terhadap semua bentuk kegiatan bermain seperti bermain peran,

    menyusun balok-balok, menyusun kepingan gambar dan lain-lain. Realitas

    internal lebih diutamakan dari pada realitas eksternal, karena anak memberi

    'makna' baru terhadap objek yang dimainkan dan mengabaikan keadaan objek

    yang sesungguhnya. Keadaan ini bisa kita simak saat anak bermain, tindakan-

    tindakan anak akan berbeda dengan perilakunyan saat sedang tidak bermain.

    Misalnya anak yang pura-pura minum dari 'cangkir' yang sebenarnya

    berwujud balok, atau menganggap kepingan gambar sebagai kue keju.

    Kualitas 'pura-pura' memungkinkan anak bereksperimen dengan

    kemungkinan-kemungkinan baru (Ismail).

    2.1.1.2. Pengaruh bermain bagi perkembangan anak.

    Permainan meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi

    tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan

    memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial

    berbahaya. Melalui bermain, anak melakukan proses belajar dalam pengembangan

    dirinya baik fisik maupun mental yang bermanfaat bagi kehidupannya di masa

    depan. Menurut Prabowo, ada banyak manfaat bermain seperti yang dijelaskan di

    bawah ini :

    − Perkembangan Fisik

    Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih

    seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga

    yang berlebihan yang bila terpendam terus akan membuat anak tegang,

    gelisah, dan mudah tesinggung.

    − Dorongan Berkomunikasi

    Agar dapat bermain dengan baik bersma yang lain, anak harus belajar

    berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka

    harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain.

    − Penyaluran bagi kebutuhan dan Keinginan

    Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain

    seringkali dapat dipenuhi dengan bermain. Anak yang tidak mampu

    mencapai peran pemimpin dalam kehidupan nyata mungkin akan

  • 11 Universitas Kristen Petra

    memperoleh pemenuhan keinginan itu dengan menjadi pemimpin tentara

    mainan

    − Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam

    Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang

    disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka.

    − Sumber Belajar

    Seperti kata Reamonn O Donnchadha dalam bukunya The Confident Child

    "Permainan akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi

    kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah"

    (“Permainan Anak”).

    − Standar Moral

    Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang

    dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada pemaksaan standar moral

    paling teguh selain dalam kelompok bermain.

    − Rangsangan bagi kreativitas

    Melalui eksperimentai dalam bermain, anak-anak menemukan bahwa

    merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan.

    Selanjutnya mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya ke situasi di luar

    dunia bermain

    − Perkembangan Wawasan Diri

    Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan

    dengan temannya bermain. Ini memungkinkan mereka untuk

    mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata

    − Belajar Bermasyarakat

    Dengan bermain bersama anak lain, mereka belajar membentuk hubungan

    sosial dan menghadapi serta memecahkan masalah yang timbul.

    − Perkembangan Ciri Kepribadian

    Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak

    belajar bekerjasama, murah hati, jujur, sportif dan disukai orang (7-8).

    Dengan kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk

    mempraktikkan rasa percayanya kepada orang lain dan kemampuan dalam

  • 12 Universitas Kristen Petra

    bernegosiasi, memecahkan masalah (problem solving) atau sekedar bergaul

    dengan orang sekitarnya. (“Permainan Anak”).

    2.1.1.3. Kategori Permainan

    Dibawah ini merupakan kategori permainan menurut beberapa pakar,

    seperti yang diulas dalam artikel Education Games.

    1. Mildred Parten (1932)

    Dalam Lifespan Development karya Jeffrey Turner dan Donald B. Helms

    (1993), Mildred Parten menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi.

    Ia pun mengamati ada enam bentuk interaksi antar anak yang terjadi saat

    mereka bermain. Pada keenam bentuk kegiatan bermain tersebut terlihat

    adanya kadar interaksi sosial, mulai dari kegiatan bermain sendiri sampai

    bermain bersama. Selengkapnya perkembangan tersebut yaitu:

    a. Unoccupied play (bermain tidak sibuk)

    Pada tahap ini anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain,

    melainkan hanya mengamati kejadian di sekelilingnya yang menarik

    perhatian anak. Bila tidak ada hal yang menarik, anak akan menyibukkan

    diri dengan melakukan berbagai hal, seperti memainkan anggota tubuhnya,

    mengikuti orang lain, berkeliling atau naik turun kursi tanpa tujuan yang

    jelas.

    b. Solitary play (bermain sendiri)

    Solitary play biasanya tampak pada anak yang berusia amat muda. Anak

    sibuk bermain sendiri, dan tampaknya tidak memperhatikan kehadiran anak-

    anak lain di sekitarnya. Perilakunya egosentris, dengan ciri-ciri antara lain

    tidak ada usaha untuk berinteraksi dengan anak lain. Mencerminkan sikap

    memusatkan perhatian pada diri sendiri dan kegiatannya sendiri. Anak lain

    baru dirasakan kehadirannya manakala misalnya mengambil alat

    permainannya.

    c. Onlooker play (penonton/pengamat)

    Onlooker play yaitu kegiatan bermain dengan mengamati nak-anak lain

    yang melakukan kegiatan bermain, dan tampak adanya minat yang semakin

    besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya. Jenis kegiatan bermain

  • 13 Universitas Kristen Petra

    ini pada umumnya tampak pada anak usia 2 tahun, atau dapat juga tampak

    pada anak yang belum kenal dengan anak lain di suatu lingkungan baru,

    sehingga malu atau ragu-ragu untuk bergabung dalam kegiatan bermain

    yang sedang dilakukan anak-anak lainnya.

    d. Parallel play (bermain Paralel)

    Permainan model ini dilakukan secara bersama-sama oleh dua atau lebih

    anak, namun belum tampak adanya interaksi di antara mereka. Mereka

    melakukan kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri. Bentuk kegiatan ini

    akan tampak pada anak-anak yang sedang bermain mobil-mobilan, membuat

    bangunan dari alat permainan lego atau balok-balok menurut kreasi masing-

    masing. Bentuk lainnya dapat berupa bermain sepeda atau sepatu roda tanpa

    berinteraksi.

    e. Assosiative play (Permainan bersama)

    Permainan ini ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain,

    saling tukar alat permainan, tetapi jika diamati akan tampak bahwa mereka

    sebenarnya tidak terlibat dalam kerja sama. Misalnya anak yang sedang

    menggambar, mereka saling memberi komentar terhadap gambar masing-

    masing, berbagi pensil berwarna, ada interaksi di antara mereka, namun

    sebenarnya kegiatan menggambar itu mereka lakukan sendiri-sendiri.

    Kegiatan bermain ini biasa tampak pada anak usia pra sekolah.

    f. Cooperative Play (permainan bekerja sama)

    Permainan ini ditandai dengan adanya kerja sama atau pembagian tugas dan

    pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan, untuk

    mencapai satu tujuan tertentu. Misalnya bermain dokter-dokteran, bekerja

    sama membuat karya bangunan dari balok-balok dan semacamnya. Kegiatan

    seperti ini biasanya tampak pada anak usia lima tahun, namun demikian

    perkembangannya tergantung pada latar belakang orang tua, sejauh mana

    meraka memberi kesempatan dan dorongan agar anak mau bergaul dengan

    sesama temannya. Kegiatan bermain bersama teman sebenarnya merupakan

    sarana untuk anak bersosialisasi atau bergaul atau membaur dengan orang

    lain.

  • 14 Universitas Kristen Petra

    2. Jean Piaget (1962)

    Sejalan dengan perkembangan kognisi atau daya pikir anak, Jean Piaget

    mengemukakan tahapan bermain sebagai berikut:

    a. Sensory Motor Play (Bermain yang mengandalkan indera dan gerakan-

    gerakan tubuh, +3 atau 4 bulan - setengah tahun).

    Bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensori motor,

    sebelum usia 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat

    dikategorikan bermain, kegiatan anak semata-mata merupakan kelanjutan

    dari kenikmatan yang diperolehnya. Kegiatan bayi hanya merupakan

    pengulangan dari hal-hal yang dilakukan sebelumnya. Jean Piaget

    menamakannya dengan reproductive assimilation. Meskipun demikian

    kegiatan tersebut merupakan cikal-bakal dan kegiatan bermain di tahap

    perkembangan selanjutnya.

    Sejak usia 3-4 bulan, kegiatan anak lebih terkoordinasi dan dari

    pengalamannya anak belajar bahwa dengan menarik mainan yang tergantung

    di atas tempat tidurnya, maka mainan tersebut akan bergerak dan berbunyi.

    Kegiatan seperti ini diulang berkali-kali dan menimbulkan rasa senang,

    senang yang sifatnya fungsional dan senang karena dapat menyebabkan

    sesuatu terjadi. Pada usia 7-11 bulan kegiatan yang dilakukan anak bukan

    semata-mata berupa pengulangan, namun sudah disertai variasi.

    Pada usia 18 bulan baru tampak adanya percobaan-percobaan aktif

    pada kegiatan bermain anak. Anak sudah semakin mampu memvariasikan

    tindakannya terhadap berbagai alat permainan. Hal ini merupakan awal dari

    penjelajahan sistematik terhadap lingkungannya.

    b. Symbolic atau Make Believe Play (+2-7 tahun)

    Periode pra operasional yang terjadi antara 2-7 tahun dapat dikategorikan

    Symbolic atau Make Believe Play, tandanya ialah anak dapat bermain khayal

    dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan

    menjawab pertanyaan, mencoba berbagai kegiatan yang berkaitan dengan

    konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya. Seringkali anak menanyakan

    sesuatu hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang

    diperolehnya. Walau sudah dijawab anak akan terus bertanya lagi. Anak

  • 15 Universitas Kristen Petra

    sudah mulai dapat menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau

    representasi benda lain. Misalnya menggunakan sapu sebagai kuda-kudaan,

    menganggap sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik

    juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan

    (menggabungkan) pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan

    bagi anak, akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya. Dalam

    perkembangan selanjutnya, kegiatan bermain simbolik ini akan akan

    semakin bersifat konstruktif dalam arti lebih mendekati kenyataan,

    merupakan latihan berpikir serta mengarahkan anak untuk dapat

    menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

    c. Social Play Games with rules (+8-11 tahun)

    Dalam bermain pada tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak

    diwarnai oleh nalar dan logika yang bersifat objektif. Sejak usia 8-11 tahun

    anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules, di mana

    kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.

    d. Games with Rules and Sports (11 tahun ke atas)

    Contoh lain dari kegiatan bermain yang memiliki aturan adalah olah raga.

    Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak,

    meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku

    dibandingkan dengan jenis permainan yang tergolong games seperti kartu

    atau kasti. Anak senang melakukannya berulang-ulang dan terpacu untuk

    mencapai prestasi sebaik-baiknya (Piaget, 1951; dalam Mayke, 2001).

    Dengan demikian bagi Jean Piaget, bermain pada awalnya dilakukan hanya

    sekedar demi kesenangan, lambat laun mengalami pergeseran. Bukan hanya

    rasa senang yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir tertentu yang

    ingin dicapai, seperti ingin menang dan memperoleh hasil kerja yang baik.

    2.1.1.4. Jenis Permainan

    1. Permainan sensorimotor ialah perilaku yang diperlihatkan oleh bayi untuk

    memperoleh kenikmatan dari melatih perkembangan (skema) sensorimotor

    mereka.

  • 16 Universitas Kristen Petra

    2. Permainan praktis melibatkan pengulangan perilaku ketika keterampilan-

    keterampilan baru sedang dipelajari atau ketika penguasaan dan koordinasi

    keterampilan-keterampilan fisik atau mental dalam games atau olahraga.

    3. Permainan pura-pura/simbolis terjadi ketika anak mentransformasikan

    lingkungan fisik ke dalam suatu simbol (DeHart & Smith, 1991; Fein, 1986;

    Howes, Unger & Seidner, 1989; Rogers & Sawyers, 1988).

    4. Permainan sosial ialah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan

    teman-teman sebaya.

    5. Permainan konstruktif mengombinasikn kegiatan sensorimotor/praktis yang

    berulang dengan representasi gagasan-gagasan simbolis. Permainan

    konstruktif terjadi ketika anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi atau

    konstruksi suatu produk atau suatu pemecahan ciptaan sendiri.

    6. Games ialah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan yang

    melibatkan aturan dan seringkali kompetisi dengan satu atau lebih orang.

    (Santrock 274-5)

    2.1.2. Tinjauan Permainan Edukatif

    Beberapa orang tua sering menganggap bahwa bermain merupakan

    aktivitas yang membuang waktu dan tidak berguna, mereka cenderung menuntut

    anak mereka untuk belajar terus menerus demi memacu prestasi. Mereka lebih

    suka melihat anaknya belajar dengan duduk rapih tanpa keributan, daripada

    bergerak dan bersuara. (“Permainan Anak”). Padahal lewat bermain, anak-anak

    dapat belajar banyak hal. Di bawah ini adalah unsur-unsur dari mainan Edukatif :

    − Multifungsi

    Dari satu mainan bisa didapat berbagai variasi mainan sehingga stimulasi yang

    didapat anak juga lebih beragam.

    − Melatih problem solving

    Dalam memainkannya anak diminta untuk melakukan problem solving. Dalam

  • 17 Universitas Kristen Petra

    permainan puzzle misalnya, anak diminta untuk menyusun potongan-

    potongannya menjadi utuh.

    − Melatih konsep-konsep dasar

    Lewat permainan ini, anak dilatih untuk mengembangkan kemampuan

    dasarnya seperti mengenal bentuk, warna, besaran, juga melatih motorik halus.

    − Melatih ketelitian dan ketekunan

    Dengan mainan edukatif, anak tak hanya sekadar menikmati tetapi juga

    dituntut untuk teliti dan tekun ketika mengerjakannya.

    − Merangsang kreativitas

    Permainan ini mengajak anak untuk selalu kreatif lewat berbagai variasi

    mainan yang dilakukan. Bila sejak kecil anak terbiasa untuk menghasilkan

    karya, lewat permainan rancang bangun misalnya, kelak dia akan lebih

    berinovasi untuk menciptakan suatu karya, tidak hanya mengekor saja.

    − Melatih kemampuan motorik

    Stimulasi untuk motorik halus diperoleh saat anak menjumput mainannya,

    meraba, memegang dengan kelima jarinya, dan sebagainya. Sedangkan

    rangsangan motorik kasar didapat anak saat menggerak-gerakkan mainannya,

    melempar, mengangkat, dan sebagainya.

    − Melatih konsentrasi

    Mainan edukatif dirancang untuk menggali kemampuan anak, termasuk

    kemampuannya dalam berkonsentrasi. Saat menyusun pasel, katakanlah, anak

    dituntut untuk fokus pada gambar atau bentuk yang ada di depannya -- ia tidak

    berlari-larian atau melakukan aktivitas fisik lain sehingga konsentrasinya bisa

    lebih tergali. Tanpa konsentrasi, bisa jadi hasilnya tidak memuaskan.

    − Mengenalkan konsep sebab akibat

    Contohnya, dengan memasukkan benda kecil ke dalam benda yang besar anak

    akan memahami bahwa benda yang lebih kecil bisa dimuat dalam benda yang

    lebih besar. Sedangkan benda yang lebih besar tidak bisa masuk ke dalam

  • 18 Universitas Kristen Petra

    benda yang lebih kecil. Ini adalah pemahaman konsep sebab akibat yang

    sangat mendasar.

    − Melatih bahasa dan wawasan

    Permainan edukatif sangat baik bila dibarengi dengan penuturan cerita. Hal ini

    akan memberikan manfaat tambahan buat anak, yakni meningkatkan

    kemampuan berbahasa juga keluasan wawasannya.

    − Mengenalkan warna dan bentuk

    Dari mainan edukatif, anak dapat mengenal ragam bentuk dan warna. Ada

    benda berbentuk kotak, segiempat, bulat dengan berbagai warna; biru, merah,

    hijau, dan lainnya (“Pilihan Mainan Edukatif agar Si Kecil Rukun” ).

    2.1.3. Tinjauan Perkembangan Anak Usia 6-9 Tahun.

    Papalia dan Old (1987) membagi masa kanak-kanak dalam lima tahap :

    1. Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir

    2. Masa bayi dan tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan

    masa bayi, di atas usia 18 bulan sampai dengan tiga tahun merupakan masa

    tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju penguasaan bahasa dan motorik serta

    kemandirian.

    3. Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal

    juga dengan masa prasekolah.

    4. Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa

    sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap

    berbagai hal yang ada di lingkungannya.

    5. Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas

    dirinya dan banyak menghabiskan waktuya dengan teman sebayanya serta

    berupaya lepas dari kungkungan orang tua. (Akbar, Hawadi 4)

  • 19 Universitas Kristen Petra

    Dan yang dibahas lebih lanjut disini adalah rentang usia sasaran pengguna yang

    dibidik. Berikut merupakan deskripsi perkembangan dalam masa kanak-kanak

    kedua:

    − Perkembangan Fisik

    Dalam usia ini, otot-otot anak menjadi lebih kuat dan tulang-tulang tumbuh

    menjadi lebih besar dan keras (Akbar, Hawadi 6). Damon & Hart menyatakan

    bahwa kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image anak. Anak yang

    memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga akan

    menyebabkan dia dihargai teman-temannya (dikutip dalam Wijaya).

    − Perkembangan Motorik

    Menurut Petterson, usia emas dalam perkembangan motorik adalah middle

    childhood atau masa pertengahan anak-anak/ masa kanak-kanak kedua

    (dikutip dalam Wijaya). Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak,

    perkembangan motorik anak-anak menjadi lebih halus dan terkoordinasi

    daripada pada masa awal anak-anak. Ketika anak-anak memasuki sekolah

    dasar, mereka memperoleh kendali yang lebih besar atas tubuh mereka dan

    dapat duduk serta berdiri dalam waktu yang lebih lama. Perkembangan

    motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

    perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh

    perkembangan motorik terhadap konstelasi perkembangan individu

    dipaparkan oleh Hurlock sebagai berikut (dikutip dalam Wijaya):

    − Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan

    memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan

    memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap

    bola atau memainkan alat-alat mainan.

    − Melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya

    dengan lingkungan sekolah.

    − Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat

    bermain atau bergaul dengan teman sebayannya, sedangkan yang tidak

    normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman

  • 20 Universitas Kristen Petra

    sebayanya bahkan dia akan terkucilkankan atau menjadi anak yang

    terpinggirkan.

    − Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan

    self-concept atau kepribadian anak.

    Stimulasi yang bisa diberikan untuk mengoptimalkan perkembangan motorik

    anak adalah:

    1. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis (huruf arab dan latin) dan

    menggambar.

    2. Keterampilan berolah raga (seperti senam) atau menggunakan alat-alat

    olah raga.

    3. Gerakan-gerakan permainan, seperti meloncat, memanjat dan berlari.

    4. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan

    kedisiplinan dan ketertiban.

    5. Gerakan-gerakan ibadah shalat (dikutip dalam Wijaya par.2)

    − Perkembangan Kognitif

    Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara

    berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih

    bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah

    berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya

    menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.

    Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut

    pemikiran Operasional Konkrit (Concrete Operational Thought), artinya

    aktivitas mental yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau

    konkrit. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu

    mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai

    mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata

    dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan

    3 macam proses yang disebut dengan operasi – operasi, yaitu:

  • 21 Universitas Kristen Petra

    − Negasi (Negation)

    Yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan –

    hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau

    keadaan yang lain.

    − Hubungan Timbal Balik (Resiprok)

    Yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu

    keadaan.

    − Identitas

    Yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda

    yang ada. Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula

    untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan

    tersebut ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur

    kognitif yang memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu

    tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.

    a. Perkembangan Memori

    Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang

    dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi

    banyak peningkatan dengan disertai adanya keterbatasan –

    keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan tersebut, anak

    berusaha menggunakan strategi memori, yaitu merupakan perilaku

    disengaja yang digunakan untuk meningkatkan memori. Matlin

    (1994) menyebutkan 4 macam strategi memori yang penting, yaitu :

    1. Rehearsal (Pengulangan): Suatu strategi meningkatkan memori

    dengan cara mengulang berkali-kali informasi yang telah

    disampaikan.

    2. Organization (Organisasi): Pengelompokan dan pengkategorian

    sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan memori. Seperti,

    anak SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya

    menurut susunan di mana mereka duduk dalam satu kelas.

    3. Imagery (Perbandingan): Membandingkan sesuatu dengan tipe

    dari karakteristik pembayangan dari seseorang.

  • 22 Universitas Kristen Petra

    4. Retrieval (Pemunculan Kembali): Proses mengeluarkan atau

    mengangkat informasi dari tempat penyimpanan. Ketika suatu

    isyarat yang mungkin dapat membantu memunculkan kembali

    sebuah memori, mereka akan menggunakannya secara spontan.

    Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal lain yang

    mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak (termasuk

    sikap, kesehatan dan motivasi), serta pengetahuan yang diperoleh anak

    sebelumnya.

    b. Perkembangan Pemikiran Kritis

    Perkembangan Pemikiran Kritis yaitu pemahaman atau refleksi

    terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran

    agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-

    informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir

    secara reflektif dan evaluatif.

    c. Perkembangan Kreativitas

    Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk

    menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat

    dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.

    d. Perkembangan Bahasa

    Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak menjadi

    lebih analitis dan logis di dalam pendekatan kata-kata dan tata bahasa

    (Santrock 336). Perbendaharaan kosa kata dan cara menggunakan

    kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam cara

    berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat dan secara bertahap anak

    akan mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta

    dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat.

    e. Perkembangan psikososial

    Pada tahap ini, anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas

    atau perbuatan yang dapat membuahkan hasil, sehingga dunia

  • 23 Universitas Kristen Petra

    psikososial anak menjadi semakin kompleks. Anak sudah siap untuk

    meninggalkan rumah dan orang tuanya dalam waktu terbatas, yaitu

    pada saat anak berada di sekolah. Melalui proses pendidikan ini,

    anak belajar untuk bersaing (kompetitif), kooperatif dengan orang

    lain, saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar

    peraturan – peraturan yang berlaku. Dalam hal ini proses sosialisasi

    banyak terpengaruh oleh guru dan teman sebaya. Identifikasi bukan

    lagi terhadap orang tua, melainkan terhadap guru. Selain itu, anak

    tidak lagi bersifat egosentris, ia telah mempunyai jiwa kompetitif

    sehingga dapat memilah apa yang baik bagi dirinya, mampu

    memecahkan masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi

    terhadap tokoh tertentu yang menarik perhatiannya.

    2.1.4 Masa emas belajar bahasa

    Banyak orang tua yang berbondong-bondong mengajak anak mereka

    untuk kursus bahasa asing terutama bahasa inggris. Mereka beranggapan bahwa

    usia anak-anak lebih mudah untuk belajar bahasa asing tersebut dan tentunya

    berharap bahwa mereka sudah mahir saat dewasa nanti. Tampaknya hal ini juga

    menjadi pandangan serius bagi beberapa pakar.

    Seperti yang dipaparkan oleh Kafka dalam blog-nya dikatakan bahwa

    beberapa pakar bahasa mendukung pandangan "Semakin dini anak belajar bahasa

    asing, semakin mudah anak menguasai bahasa itu ". Misalnya, McLaughlin dan

    Genesee menyatakan bahwa anak-anak lebih cepat memperoleh bahasa tanpa

    banyak kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa.

    Demikian pula Eric H. Lennenberg, ahli neurologi, berpendapat bahwa

    sebelum masa pubertas, daya pikir (otak) anak lebih lentur. Makanya, ia lebih

    mudah belajar bahasa. Sedangkan sesudahnya akan makin berkurang dan

    pencapaiannya pun tidak maksimal.

    Dr. Bambang Kaswanti Purwo, ketua Program Studi Linguistik Terapan

    Bahasa Inggris, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, dalam tulisannya

    Pangajaran Bahasa Inggris di SD dan SMTP, menyebut bahwa usia 6 - 12 tahun,

  • 24 Universitas Kristen Petra

    merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu

    (bahasa pertama). Alasannya, otak anak masih plastis dan lentur, sehingga proses

    penyerapan bahasa lebih mulus. Masa emas itu sudah tidak dimiliki oleh orang

    dewasa (Kafka).

    2.1.5 Standar Ukuran Sepatu Anak-anak

    Tabel 2.1. Sepatu Anak Perempuan

    Sumber: International Shoe Size Conversion Charts (2006)

    Tabel 2.2. Sepatu Anak Laki-laki

    Sumber: International Shoe Size Conversion Charts (2006)

  • 25 Universitas Kristen Petra

    Tabel 2.3. Sepatu Wanita Dewasa

    Sumber: International Shoe Size Conversion Charts (2006)

    Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 menunjukkan standar nomor ukuran kaki anak-

    anak, ukuran tersebut bermanfaat sebagai standar ukuran media permainan yang

    akan dirancang. Sedangkan pada Tabel 2.3. juga dipaparkan untuk melihat

    perbandingan konversi nomor sepatu ke dalam cm yang digunakan sebagai

    pedoman ukuran sepatu anak-anak dalam satuan centimeter (cm).

    2.2. Identifikasi Data

    2.2.1. Identifikasi Data Engkle

    a. Sejarah

    Permainan tradisional adalah permainan yang dikenal sejak jaman dulu kala

    dan mempunyai unsur budaya dan tradisi yang tinggi. Permainan tradisional pada

    umunya memiliki nilai filosofis tinggi dan memiliki sisi positif bagi

    perkembangan kepribadian anak.

    Permainan engkle dikenal dengan banyak nama, ada yang menyebut

    ingkling, sundah mandah, taplak kuping dan lain-lain. Permainan engkle di

    Indonesia ini belum diketahui secara jelas bagaimana sejarah dan asal-usulnya.

    Namun di luar negeri permainan ini cukup dikenal dengan sebutan hopscotch.

    Seperti yang dijelaskan dalam Wikipedia, sejarahnya, permainan ini diciptakan

    oleh The Great Alexander. Pada awalnya permainan ini diciptakan untuk melatih

    kekuatan pasukan Romawi yang harus sanggup berlari di medan pertempuran

  • 26 Universitas Kristen Petra

    yang penuh dengan senjata dan disinyalir bahwa latihan ini dapat meningkatkan

    kemampuan dan kekuatan kaki mereka. Hopscotch berawal dari Inggris kuno pada

    masa kekuasaan kekerajaan Romawi. Awal dari area permainan Hopscotch ini

    berukuran sebesar 100 kaki jauhnya. Tentara Romawi berlari melewati area

    Hopscotch dengan membawa senjata dan perlengkapannya serta diajarkan bahwa

    permainan Hopscotch ini akan meningkatkan stamina dan kemampuan kaki kaki

    mereka. Anak anak para sergacon Romawi ini menirukan kelakuan para sergacon

    ini dengan menggambarkan area permainan Hopscotch ini dalam buku catatan

    mereka berupa papan serta menciptakan metode penilaian sendiri, hingga

    akhirnya Hopscotch menyebar keseluruh eropa.

    Gambar 2.1. Permainan Engkle berisi sajak “Magpie” (puisi berima)

    berada di Morecambe, Inggris.

    Sumber: Hopscotch (2009)

    b. Etimologi

    Kata “Hopscotch” merupakan gabungan dari kata “Hop” (lompatan

    pendek) dan “Scoth” (Garis yang digambarkan). Disebut sebagai Lompatan yang

    dipandu akan garis, istilah ini digunakan sejak tahun 1677. Bagaimanapun juga,

    “hop” dan “skoc” (sama cara lafalnya dgn “scoth”) juga berarti “melompat”

  • 27 Universitas Kristen Petra

    dalam bahasa Ceko (begitu juga dalam bahasa Polandia “skocz”). Tapi permainan

    ini juga disebut sebagai “panák” (postur) di Ceko.

    c. Jenis-jenisnya

    Ada beberapa macam dari permainan “Hopscotch” yang dimainkan di

    seluruh dunia. Di Rusia dan negara-negara berbahasa Rusia banyak dikenal

    sebagai knaccuku (kata lain dari ruang kelas). Di Polandia, disebut sebagai Klasy,

    yang artinya kelas. Di Kroasia disebut dengan istilah Skolica, yang artinya sekolah

    kecil. Di Malaysia tipe “Hopscotch” yang paling populer disebut Tengteng. Di

    Meksiko, disebut sebagai bebeleche yang artinya minum susu. Di Romania

    permainan ini disebut sotron dan banyak dimainkan oleh anak-anak diseluruh

    negeri.

    d. Tempat, peralatan, waktu dan cara bermain di Indonesia.

    − Tempat

    Engkle adalah permainan yang relatif mudah dimainkan. Untuk

    memainkannya, hanya dibutuhkan lapangan datar berupa tanah atau tanah

    bersemen sekitar 2x3 meter. Lapangan datar tersebut kemudian diberi

    garis dengan menggunakan gacon, atau menggunakan kapur tulis jika

    tanahnya bersemen, yang bentuknya disesuaikan dengan jenis engkle yang

    hendak dimainkan. Ada engkle pesawat yang bentuknya menyerupai

    pesawat; engkle gunung dan engkle kitiran (kincir angin) yang bentuknya

    seperti gunung dan kitiran; engkle saruk yang dimainkan dengan susunan

    kotak engkle pesawat dan engkle segi empat. Disebut engkle saruk karena

    gaconnya disaruk (ditendang dengan menggunakan ujung kaki).

    Oleh karena tempat yang diperlukan untuk memainkan engkle tidak

    terlalu luas, maka permainan ini dapat dimainkan di emperan dan halaman

    rumah, halaman sekolah, masjid, gereja, atau surau. Dengan kata lain,

    dimana tersedia tempat untuk membuat lapangan engkle, di situlah

    permainan ini dapat dimainkan.

  • 28 Universitas Kristen Petra

    Gambar 2.2. Jenis lapangan permainan Engkle

    Sumber: Utomo (2007)

    − Peralatan

    Peralatan yang diperlukan untuk memainkan engkle adalah sebuah

    gacon, yaitu berupa benda pipih berdiameter sekitar 4-5 cm. Gacon

    biasanya dibuat dari pecahan genteng atau tegel. Penggunaan gacon

    dengan spesifikasi pipih, karena benda pipih akan lebih mudah dikontrol

    ketika dilemparkan ke dalam kotak engkle.

    − Waktu

    Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak pada pagi hari

    ketika hendak masuk kelas, pada saat jam istirahat, atau sore hari sekitar

    pukul 15-17 waktu setempat.

    − Pemain

    Engkle biasanya dimainkan oleh dua orang anak atau lebih yang

    berumur 7-12 tahun. Jika hanya dimainkan oleh dua orang anak, untuk

    menentukan siapa yang berhak bermain terlebih dahulu ditentukan melalui

    pingsut. Sedangkan jika lebih dari dua orang, maka penentuan urutannya

    dilakukan dengan hompimpa. Oleh karena pemain pertama mempunyai

    kesempatan lebih besar untuk memiliki kotak engkle, maka mereka akan

    berusaha agar pada saat pingsut atau hompimpa menjadi pemenangnya.

    − Tata Cara Permainan

    Secara garis besar, permainan engkle terdiri dari dua tahapan, yaitu

    persiapan dan permainan.

  • 29 Universitas Kristen Petra

    a. Persiapan

    − Mengumpulkan anak yang hendak bermain.

    − Membuat gacon.

    Bahan untuk membuat gacon biasanya berasal dari pecahan

    genteng atau tegel.

    − Setiap anak menunjukkan gaconnya.

    − Membuat lapangan

    Yaitu dengan membuat garis-garis di atas tanah sesuai dengan jenis

    engkle yang hendak dimainkan.

    b. Permainan

    − Menentukan urutan pemain

    Urutan pemain biasanya ditentukan dengan pingsut jika pemain

    hanya terdiri dari dua orang, atau hompimpa jika pemain lebih dari

    dua orang.

    − Pemain yang berhasil mendapatkan urutan pertama dapat memulai

    permainan dengan melemparkan gaconnya pada kotak pertama.

    Jika gacon yang dilemparkan ke luar dari kotak yang menjadi

    target, atau berada di atas garis antar kotak, maka pemain tersebut

    dinyatakan gugur dan kesempatan diberikan kepada pemain

    selanjutnya. Setiap pemain yang gagal harus menunggu giliran

    sampai seluruh pemain mendapat giliran. Seandainya pada putaran

    tersebut ia sukses, si pemain dapat melemparkan gaconnya pada

    kotak berikutnya. Selanjutnya sesuai dengan tata cara yang awal,

    yaitu berjalan melompat-lompat, dan pada kotak yang ada engkle

    miliknya, dia harus melompatinya. Demikian seterusnya sampai

    gaconnya melewati semua kotak yang ada pada arena engkle.

    − Mendapat Sawah

    Bagi yang berhasil melewati semua kotak, maka dia bepeluang

    untuk memiliki secara eksklusif sebuah kotak, yaitu pemain lain

    tidak boleh menginjakkan kaki pada kotak yang telah ada

    pemiliknya. Namun sebelum memiliki kotak secara eksklusif,

    peserta harus memutari kotak-kotak engkle dengan melompat-

  • 30 Universitas Kristen Petra

    lompat menggunakan satu kaki, dan meletakkan gaconnya pada

    bagian punggung tangannya. Setelah itu, ia dapat menentukan

    kotak miliknya dengan melemparkan gaconnya ke kotak engkle

    dengan membelakangi arena permaianan. Kotak tempat jatuhnya

    gacon itulah yang berhak menjadi sawahnya. Untuk menandai

    kepemilikannya, biasanya kotak yang menjadi miliknya diberi

    tanda khusus, seperti gambar bintang.

    − Saling berbagi dan penentuan pemenang

    Jika salah satu pemain memiliki banyak kotak, dan pemain lain

    kesulitan untuk melompati kotak-kotak yang telah ada pemiliknya

    tersebut, maka pemain yang lain dapat meminta bagian dari kotak

    yang telah ada pemiliknya tersebut. Dipenuhi atau tidaknya

    permintaan untuk membagi kotak, sepenuhnya ditentukan oleh

    kebaikan si pemilik kotak. Namun biasanya akan dikabulkan,

    karena jika tidak mengabulkan pemain tersebut dianggap pelit.

    Pada akhirnya, pemenang permainan ini adalah pemain yang

    mempunyai banyak sawah.

    e. Manfaat bermain Engkle

    − Melatih dan meningkatkan fisik anak.

    Ketika anak-anak melompat-lompat dengan menggunakan satu kaki secara

    langsung sama seperti melakukan latihan agar otot-otot tubuh berkembang

    dan berkoordinasi dengan baik. Motorik kasar dan motorik halus si anak

    dilatih dan dikembangkan secara bersama-sama sehingga mereka

    mempunyai kemampuan untuk menjaga keseimbangan badan, melatih

    kemampuan reka visual, mengembangkan kemampuan motor planning

    (perencanaan gerak) dan meningkatkan kemampuan differensiasi tekstur.

    − Menghilangkan stres dan menumbuhkan keceriaan.

    Gerakan berjalan melompat-lompat dengan satu kaki selain bermanfaat

    untuk mengembangkan fisik juga berfungsi untuk melepaskan energi

    stress. Suasana ceria yang dibangun senantiasa melahirkan dan

    menghasilkan kebersamaan yang menyenangkan. Pada saat inilah, spirit

    hidup rukun dan harmonis pada anak dikembangkan.

  • 31 Universitas Kristen Petra

    − Bersosialisasi dan bernegosiasi.

    Ketika beberapa anak berkumpul dan bersepakat untuk bermain engkle,

    misalnya, maka pada saat itu mereka belajar untuk bersosialisasi dan

    bernegosiasi. Tentu setiap anak mempunyai keinginan berbeda-beda

    tentang permainan apa yang hendak dimainkan, namun karena tidak semua

    permainan dapat dilakukan secara bersamaan, maka mereka harus

    mengkomunikasikan keinginannya masing-masing. Terjadilah negosiasi

    walaupun mungkin dalam kategori yang sangat sederhana. Ketika mereka

    bernegosiasi, maka mereka juga belajar untuk menghargai dan

    menghormati pendapat dan keinginan anak yang lain. Selain itu, mereka

    juga belajar untuk bisa menerima jika usulnya tidak terpilih.

    − Membangun kreativitas dan sportivitas.

    Ketika anak-anak bersepakat untuk bermain engkle, maka mereka semua

    mempunyai tanggung jawab agar permainan berlangsung semarak,

    menyenangkan, dan adil. Untuk menciptakan kondisi demikian, mereka

    bersama-sama harus membuat aturan. Untuk menghasilkan aturan yang

    baik, anak-anak tersebut harus mengerahkan nalar budinya secara

    sungguh-sungguh walaupun mungkin tidak mereka sadari. Selain itu,

    adanya obsesinya pada setiap anak untuk memenangkan pertandingan,

    juga menuntut anak-anak untuk membuat dan merumuskan strategi

    pemenangannya. Mereka belajar berkompetisi, belajar memenangkannya,

    dan juga belajar bagaimana menerima kekalahan secara kesatria.

    − Mentaati aturan.

    Setelah anak-anak berkreasi membuat aturan permainan, maka pada saat

    bersamaan mereka dituntut untuk mentaati aturan yang telah mereka

    sepakati. Bagi anak-anak yang bertindak curang, atau tidak mematuhi

    aturan main, dia akan mendapatkan sanksi sosial dari sesamanya. Pada

    kesempatan ini, anak mulai belajar hidup bermasyarakat dan menjadi

    bagian dari masyarakat. Jika anak yang melakukan kecurangan mengakui

    kesalahannya, maka teman-temannya yang lain biasanya bersedia

  • 32 Universitas Kristen Petra

    menerimanya kembali. Suatu bentuk proses belajar memaafkan dan

    menerima kembali mereka yang telah mengakui kesalahannya.

    − Mengenal lingkungan.

    Engkle merupakan salah satu permainan anak tradisional yang

    peralatannya berasal dari alam. Lapangan sebagai tempat bermain dan

    gaconnya yang terbuat dari pecahan genteng atau tegel semuanya tersedia

    secara gratis. Hal ini melahirkan interaksi antara anak dengan lingkungan

    sedemikian dekatnya. (Salehudin, par. 21).

    2.2.2. Identifikasi Data Kuesioner

    Penulis memberikan kuesioner kepada target sasaran pengguna yang dibidik

    untuk mengetahui sekiranya bentuk dan warna seperti apa yang disukai oleh

    mereka. Dalam pertanyaan pertama, penulis memberikan alternatif pilihan bentuk

    yang dipilih dari sekian banyak sketsa bentuk yang bisa digunakan sebagai alas

    engkle yang membutuhkan petak-petak yang ukurannya hampir sama dan

    mempunyai ruang yang cukup untuk diinjak serta ukuran yang menghemat

    tempat. Sedangkan dalam pilihan warna, penulis memberikan pilihan warna-

    warna umum namun terbagi dalam dua kategori yaitu cerah dan gelap.

    2.2.2.1 Pertanyaan Kuesioner

    1. Mana yang kamu suka? Berilah tanda √

    Gambar 2.3. Pertanyaan Kuesioner no.1

  • 33 Universitas Kristen Petra

    2. Yang mana warna favoritmu? Urutkan ya!

    Gambar 2.4 Pertanyaan Kuesioner no.2

    2.2.2.2 Data Responden

    Jumlah responden : 55 orang (29 perempuan dan 26 laki-laki)

    Tempat Tinggal : di Surabaya

    Pendidikan : SD Swasta dan Negeri, Kelas 1-5

    Usia : 6-11 tahun

    Tabel 2.4. Data Responden

    No Nama Kelas Nama sekolah Jenis

    kelamin 1 Aude 3 SD. Kr Petra 9 P 2 Sarah 4 SD. Kr Petra 13 P 3 Dominique 4 SDK. Santa Carolus P 4 Mercy 5 SD. Kr Petra 13 P 5 V.K Lativa 3 SDK. Santa Carolus P 6 Diahayu Ramadhanik 3 SDN Jemur W.Sari P 7 Karissa 2 SD. Kr Petra 13 P 8 Alyaa Shinta Vania 4 SDN Menanggal 3 P 9 Fitri 1 SDK. Santa Carolus P 10 Riska Dewi Zandra 4 SDN Pakis 8 P 11 Vita 1 SD. Kr Petra 13 P 12 Brigitta A 3 SD. Kr Petra 13 P 13 Tirza 1 Petra P 14 Angelyn 1 SD. Kr Petra 13 P 15 Aricha Khoirunnisa 3 SDK. Santa Carolus P 16 Lala 1 SD. Kr Petra 13 P 17 Angelina 3 SD. Santo Yosep P 18 Regine 3 SD. Kr Petra 13 P

  • 34 Universitas Kristen Petra

    19 Claudia - - P 20 Tia 3 SDN Jemur W.Sari I P 21 Yovita 3 SD. Santa Maria P 22 Ina-Ai - - P 23 Janice 2 SD. Kr Petra 13 P 24 Vanessa 5 SD. Kr Petra 5 P 25 Marciella 2 SD. Kartika P 26 Livia 3 Petra P 27 Aurelia 3 SD. Kr Petra 9 P 28 Ferren 2 SD. Kr Petra 9 P 29 Maria.S 3 SD. Kr Petra 9 P 30 Ansell 3 SD. Kr Petra 13 L 31 Michael Petra L 32 Owens 1 SD. Kr Petra 13 L 33 Monti 3 SD. Santo Yusup L 34 Rayhan R.A 4 Petra L 35 Dicky 3 SD. Kr Petra 13 L 36 Darren 3 Petra L 37 Steven 3 SD. Kr Petra 13 L 38 Dimas 2 SD. Dahanrejo L 39 Roviado.Y.W 2 SDN Ponganan I L 40 Nanda 2 Petra L 41 Roni 3 SD. Kr Petra 13 L 42 Hans 4 SD. Kr Petra 13 L 43 Danny 4 SD. Kr Petra 13 L 44 Akbar 3 SDN Jemur W.Sari I L 45 Dylan 2 SD. Kr Petra 13 L 46 Terence 3 SD. Kr Petra 13 L 47 Antonio 3 SD. Kartika L 48 Bobby 1 SD. Tunas Bunga L 49 Andrew. K 5 SD. Kr Petra 9 L 50 Willy 2 SD. Kr Petra 9 L 51 Henry 2 SD. Kr Petra 9 L 52 Pieter 2 SD. Kr Petra 9 L 53 Stanley 3 SD. Kr Petra 9 L 54 Richard 1 SD. Kr Petra 9 L 55 Henry 1 SD. Kr Petra 13 L

  • 35 Universitas Kristen Petra

    2.2.2.3 Jawaban pertanyaan

    a. Jawaban pertanyaan No.1

    Tabel 2.5. Data penghitungan jawaban soal kuesioner No.1

    Bentuk  Jumlah Pohon  21 Ikan  15 Bola  19 

    Gambar 2.5. Grafik Penghitungan Jawaban No.1

    Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa bentuk pohon menempati urutan tertinggi

    dengan jumlah 21 pemilih, sedangkan bola di urutan kedua dengan 19 pemilih dan

    bentuk ikan menempati urutan terakhir dengan 15 jumlah pemilih. Dan

    kesimpulannya, bentuk pohon merupakan bentuk, yang paling diminati.

    b. Jawaban pertanyaan No.2

    Tabel 2.6. Data Hasil Penghitungan Kuesioner Responden Anak Perempuan

    Warna Urutan Nilai

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 merah 6 11 3 2 4 0 2 1 0 0 oranye 3 4 3 7 6 2 1 2 1 0 kuning 6 3 5 3 3 4 2 1 1 1 hijau 2 3 4 4 4 5 4 2 0 1 biru 4 2 4 4 5 4 1 5 0 0

    biru tua 0 1 2 2 1 4 9 6 3 1 ungu 4 1 7 3 3 1 3 6 1 0

    marun 1 5 0 3 2 5 5 5 1 2 coklat 0 0 0 2 1 1 1 1 16 7 hitam 1 0 1 1 0 3 1 0 6 16

  • 36 Universitas Kristen Petra

    Gambar 2.6 Grafik Penghitungan Jawaban No.2 (Responden Anak Perempuan

    Berdasarkan Urutan Nilai 1-10)

    Penjelasan diagram :

    Melalui grafik di atas dapat dilihat bahwa warna yang disukai oleh anak

    perempuan dan menempati urutan pertama adalah warna merah dan kuning,

    urutan kedua warna merah lagi, urutan ketiga warna ungu, di urutan keempat dan

    kelima warna oranye, keenam warna hijau dan marun, ketujuh diduduki warna

    biru tua, ke delapan warna biru tua dan ungu, kesembilan dan sepuluh warna

    coklat dan hitam.

    Tabel 2.7. Data Hasil Penghitungan Kuesioner Responden Anak Laki-laki

    Warna Urutan Nilai

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 merah 8 4 1 3 6 2 2 0 0 0 oranye 3 3 4 7 3 2 1 2 0 1 kuning 1 2 7 2 2 2 4 0 5 1 hijau 4 4 2 3 4 2 3 1 1 2 biru 6 7 3 4 2 1 1 1 1 0

    biru tua 1 1 6 2 3 7 1 2 2 1 ungu 1 2 1 2 4 4 4 4 0 5

    marun 0 1 1 0 1 2 3 9 8 1 coklat 0 1 0 2 0 3 7 3 7 4 hitam 2 1 1 1 1 0 0 5 2 12

  • 37 Universitas Kristen Petra

           

    Gambar 2.7 Grafik Penghitungan Jawaban No.2 (Responden Anak Laki-Laki

    Berdasarkan Urutan Nilai 1-10)                           

    Penjelasan diagram :

    Melalui grafik di atas dapat dilihat bahwa warna yang disukai oleh anak laki-laki

    pada urutan pertama adalah warna merah, urutan kedua adalah warna biru, urutan

    ketiga warna kuning, di urutan keempat warna oranye, urutan kelima adalah

    warna merah, keenam warna biru tua, ketujuh diduduki warna coklat, ke delapan

    warna marun, kesembilan warna marun dan kesepuluh adalah warna hitam.

    2.3 Analisa data 2.3.1. Analisa data literatur

    Analisa data studi literatur dengan mencari data tentang perkembangan

    anak dalam berbagai segi, baik motorik, kognitif, maupun perkembangan

    psikososialnya. Dalam tahap perkembangan motorik, pada rentang umur ini, anak-

    anak sudah memiliki kemampuan motorik yang cepat, halus dan sudah cukup

    matang. Sedangkan pada perkembangan kognitifnya, anak-anak sudah mampu

    mengenal realitas, tidak seperti pada rentang anak usia pra sekolah yang

    cenderung berpikiran imajinatif. Sedangkan dalam perkembangan psikososialnya,

    anak sudah mampu menerima peraturan karena sudah terbiasa dengan aturan-

    aturan yang mengatur mereka di sekolah. Mereka tahu mana yang benar dan salah

  • 38 Universitas Kristen Petra

    dan jiwa kompetitif yang dimiliki lebih kuat karena mereka mulai mengenal

    persaingan seperti dalam nilai-nilai yang diperoleh dari hasil belajar.

    Seperti yang diungkapkan oleh Petterson bahwa masa emas perkembangan

    motorik anak-anak adalah masa pertengahan anak-anak yaitu dalam rentang usia

    6-11 tahun. Oleh karena itu olahraga merupakan suatu aktivitas penting bagi

    perkembangan fisik dan motorik anak-anak. Sedangkan anak-anak sekarang, sejak

    taman kanak-kanak sudah banyak yang terbiasa bermain video game maupun

    game komputer yang menyebabkan tubuh mereka kurang beraktifitas. Maka

    permainan yang diperlukan bagi anak-anak usia 6-9 adalah permainan yang

    memerlukan unsur gerakan aktif yang dapat melatih perkembangan motorik

    mereka.

    Sedangkan dalam perkembangan bahasa, Dr. Bambang Kaswanti Purwo,

    ketua Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Universitas Katolik

    Atma Jaya, Jakarta, dalam tulisannya Pangajaran Bahasa Inggris di SD dan

    SMTP, menyebut bahwa usia 6 - 12 tahun, merupakan masa emas atau paling

    ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Alasannya, otak

    anak masih plastis dan lentur, sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus.

    Masa emas itu sudah tidak dimiliki oleh orang dewasa (Kafka). Oleh karena itu

    perancang memilih bahasa inggris sebagai unsur yang diterapkan dalam

    permainan, karena bahasa inggris merupakan bahasa internasional yang paling

    utama penting untuk dipelajari. Sehingga nantinya materi bahasa Inggris yang

    diterapkan disesuaikan dengan porsi kemampuan dan mata pelajaran bahasa

    inggris di sekolah yang diterima pada umunya.

    2.3.2. Analisa hasil Observasi 2.3.2.1. Analisa melalui Pengamatan Lapangan

    Awalnya penulis membidik usia 4-6 tahun sebagai target sasaran pengguna

    dalam perancangannya. Namun setelah melakukan observasi ke sebuah sekolah

    TK di kawasan Pondok Tjandra Indah yang bernama TK. Sarinah, penulis

    memperoleh sebuah kenyataan bahwa anak usia tersebut masih belum bisa

    menguasai permainan engkle dikarenakan aturan yang dimilikinya terlalu

    kompleks dan kemampuan keseimbangan tubuh anak-anak di usia tersebut masih

  • 39 Universitas Kristen Petra

    belum cukup kuat untuk melompat secara berkelanjutan. Mereka juga masih

    memiliki kepercayaan diri yang tipis serta jiwa kompetitif yang rendah. Hal ini

    terlihat saat mereka bermain melawan temannya, beberapa anak masih menunggu

    anak yang lain bukannya berusaha untuk menjadi pemenang. Oleh karena itu

    target sasaran pengguna disesuaikan menjadi anak usia 6-9 tahun yang sudah usia

    sekolah dasar, dimana mereka sudah mengenal peraturan dan perkembangan fisik

    serta motoriknya sudah cukup matang.

    Sedangkan dari pengamatan lapangan, dimana saya mengamati

    bagaimana tingkah laku 2 orang anak berusia 6 dan 9 tahun, dalam kegiatan

    sehari-hari mereka menyukai kegiatan yang aktif dan tidak terbiasa berdiam diri.

    Jika tidak melakukan apapun, kegiatan berlari kejar-kejaran pun bisa menjadi hal

    yang menarik bagi mereka. Di waktu luang, mereka juga sangat suka bermain, dan

    sangat mudah bosan jika tidak ada yang dikerjakan. Intinya mereka menyukai

    kegiatan yang bersemangat. Dan melihat sisi pendidikan mereka, di sekolah sudah

    mulai dibiasakan menggunakan bahasa inggris, hal ini bisa dilihat dari penulisan

    jadwal kegiatan di agenda yang menggunakan bahasa inggris. Kemudian,

    meninjau perkembangan bahasa inggris yang didapat oleh sekolah adalah

    pelajaran dasar yang masih mudah dicerna. Anak kelas satu sudah mempelajari

    arti benda-benda dalam ruangan. Sedangkan pelajaran anak kelas 3 SD sudah

    berupa kalimat yang lebih panjang. Sedangkan dalam pelajaran matematika, di

    kelas 1 SD sudah mempelajari angka 1-100 beserta penjumlahan dan pengurangan

    sederhana.

    Sedangkan hal-hal yang disukai oleh anak adalah yang berbau kartun, lucu

    dan ceria. Hal ini bisa dilihat dari ketertarikan mereka terhadap film kartun dan

    konsentrasi yang dicurahkan mereka saat menonton film kartun.

    2.3.2.2. Analisa Observasi melalui kegiatan uji coba permainan. Uji coba dilakukan kepada anak SD kelas 1 dan kelas 3, yang tinggal di

    lingkungan perumahan. Setelah permainan diuji cobakan, memang untuk pertama

    kali, mengenai aturan permainan harus dibimbing oleh orang dewasa, namun

    setelah sekali mencoba anak-anak langsung mengerti.

  • 40 Universitas Kristen Petra

    Saat menebak kata, anak kelas 1 sedikit kesulitan dalam menebak kategori

    animal. Sedangkan anak kelas 3 tidak mengalami kesulitan tersebut. Di sisi lain,

    terkadang mereka merasa kesulitan saat menulis kata yang mereka tebak terdiri

    dari huruf apa saja. Di saat tertentu mereka tak segan membisikan anak lain untuk

    memberi clue.

    Untuk keseimbangan tubuh dalam kegiatan melompat, tergantung dari

    setiap anak, karena di sini anak kelas 1 memiliki keseimbangan yang lebih kuat

    daripada anak kelas 3. Mereka memang tidak mengenal engkle sehingga mungkin

    dalam panduan permainannya dibutuhkan gambar sebagai contoh posisi badan

    saat engkle harus bagaimana. Sedangkan dalam kegiatan berhitung, mereka sudah

    cukup lancar dan tidak mengalami kesulitan. Disamping itu, ada kesulitan lain

    yang dirasakan oleh anak kelas 1, awalnya mereka belum mengenal istilah huruf

    vokal dan huruf mati (konsonan), namun setelah dijelaskan mereka sudah

    mengerti. Kemudian dalam pencapaian poin tertinggi, tidak ada kesulitan karena

    dalam waktu yang tidak terlalu lama (kurang lebih 1 jam), angka 50 sudah bisa

    dicapai apabila jumlah pemain 2 orang, semakin banyak jumlah pemain maka

    semakin lama pencapaian poinnya.

    2.3.3. Analisa data Kuesioner Dalam memilih bentuk, yang paling banyak dipilih adalah bentuk pohon

    sedangkan pada pertanyaan kedua dimana pertanyaan ini menyuruh anak-anak

    untuk mengurutkan warna favorit mereka diperoleh bahwa warna yang sebagian

    besar disukai oleh anak-anak adalah warna merah, kuning, oranye, biru, hijau

    sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka menyukai warna-warna yang cerah

    dan ceria.

    master index: back to toc: help: ukp: