7
I.W. Sutresna: Pengaruh seleksi massa … 112 PENGARUH SELEKSI MASSA TERHADAP KEMAJUAN GENETIK POPULASI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) EFFECT OF MASS SELECTION ON GENETIC GAIN OF CORN (Zea mays L.) POPULATION I Wayan Sutresna Jurusan Budidaya Fakultas Pertanian Universitas Mataram ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan dan tanpa pengendalian penyerbukan terhadap kemajuan genetik aktual hasil biji kering populasi jagung hingga siklus ke tiga. Pengujian hasil seleksi dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok, masing- masing perlakuan diulang 6 kali. Kemajuan genetik aktual diukur dari selisih nilai rerata populasi setelah seleksi dengan sebelum seleksi. Sedangkan perbedaan daya hasil antar populasi dilakukan dengan sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Kemajuan genetik aktual hasil biji kering hingga siklus ketiga, untuk seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan lebih besar daripada kemajuan genetik aktual seleksi massa tanpa pengendalian penyerbukan; Daya hasil keenam populasi hasil seleksi massa siklus pertama, kedua dan ketiga sama dengan populasi awal maupun varietas unggul Arjuna; Umur panen keenam populasi hasil seleksi massa siklus pertama, kedua dan ketiga berbeda dengan populasi awal maupun varietas unggul Arjuna. ABSTRACT This research aimed to evaluate the effects of mass selection through controlled and uncontrolled pollination on actual genetic gain for dry grain yield of maize populations up to the third cycles. Field testing of the selection results was conducted using Randomized Complete Block Design with six replicates for each treatment. Actual genetic gain was measured from the difference between population mean values after and before selection. Differences in yield potential between populations were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA). Results indicated that actual genetic gain for dry grain yields up to the third cycles of selection was higher on mass selection with pollination control than on those with no pollination control. Yield potentials of the six populations resulted from mass selection of the first, second and third cycles were similar to those of the initial population or of the “Arjuna" superior variety. However, days to harvest of the six populations resulted from mass selection of the first, second and third cycles were different from those of the initial population or of the "Arjuna" superior variety. _____________________________________________ Kata kunci: seleksi massa, kemajuan genetik, jagung Keywords: mass selection, genetic gain, maize PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting setelah padi, karena selain sebagai bahan makanan, bahan baku pakan ternak dan bahan baku industri, juga merupakan salah satu komoditi ekspor. Bila dikaitkan dengan pertambahan penduduk serta berkembangnya usaha peternakan dan industri yang menggunakan bahan baku jagung, maka kebutuhan akan jagung semakin besar. Sementara itu produksi nasional belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya varietas unggul dan sebagian besar areal pertanaman jagung berada di lahan kering dengan produktivitas rendah (Agustina dan Semaoen, 1995). Oleh karena itu, perbaikan varietas jagung di lahan kering sangat diperlukan guna mendukung peningkatan produksi tersebut. Koleksi plasma nutfah disertai evaluasi merupakan langkah awal dalam perbaikan genetik tanaman pada usaha pemuliaan tanaman. Koleksi adalah tindakan pengumpulan berbagai genotipe yang diinginkan melalui program pemuliaan. Sedangkan evaluasi adalah penilaian sifat-sifatnya sehingga diperoleh sifat-sifat yang dapat dikombinasikan untuk mendapatkan genotipe yang diinginkan (Makmur, 1985).

20-2-3_04-Sutresna_Rev-Sudantha__P-1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hhhh

Citation preview

I.W. Sutresna: Pengaruh seleksi massa …

112

PENGARUH SELEKSI MASSA TERHADAP KEMAJUAN GENETIK POPULASI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

EFFECT OF MASS SELECTION ON GENETIC GAIN OF CORN (Zea mays L.) POPULATION

I Wayan Sutresna Jurusan Budidaya Fakultas Pertanian Universitas Mataram

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan dan tanpa pengendalian penyerbukan terhadap kemajuan genetik aktual hasil biji kering populasi jagung hingga siklus ke tiga. Pengujian hasil seleksi dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok, masing-masing perlakuan diulang 6 kali. Kemajuan genetik aktual diukur dari selisih nilai rerata populasi setelah seleksi dengan sebelum seleksi. Sedangkan perbedaan daya hasil antar populasi dilakukan dengan sidik ragam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Kemajuan genetik aktual hasil biji kering hingga siklus ketiga, untuk seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan lebih besar daripada kemajuan genetik aktual seleksi massa tanpa pengendalian penyerbukan; Daya hasil keenam populasi hasil seleksi massa siklus pertama, kedua dan ketiga sama dengan populasi awal maupun varietas unggul Arjuna; Umur panen keenam populasi hasil seleksi massa siklus pertama, kedua dan ketiga berbeda dengan populasi awal maupun varietas unggul Arjuna.

ABSTRACT

This research aimed to evaluate the effects of mass selection through controlled and uncontrolled pollination on actual genetic gain for dry grain yield of maize populations up to the third cycles. Field testing of the selection results was conducted using Randomized Complete Block Design with six replicates for each treatment. Actual genetic gain was measured from the difference between population mean values after and before selection. Differences in yield potential between populations were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA).

Results indicated that actual genetic gain for dry grain yields up to the third cycles of selection was higher on mass selection with pollination control than on those with no pollination control. Yield potentials of the six populations resulted from mass selection of the first, second and third cycles were similar to those of the initial population or of the “Arjuna" superior variety. However, days to harvest of the six populations resulted from mass selection of the first, second and third cycles were different from those of the initial population or of the "Arjuna" superior variety. _____________________________________________

Kata kunci: seleksi massa, kemajuan genetik, jagung Keywords: mass selection, genetic gain, maize

PENDAHULUAN

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting setelah padi, karena selain sebagai bahan makanan, bahan baku pakan ternak dan bahan baku industri, juga merupakan salah satu komoditi ekspor. Bila dikaitkan dengan pertambahan penduduk serta berkembangnya usaha peternakan dan industri yang menggunakan bahan baku jagung, maka kebutuhan akan jagung semakin besar. Sementara itu produksi nasional belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya varietas unggul dan sebagian besar areal pertanaman

jagung berada di lahan kering dengan produktivitas rendah (Agustina dan Semaoen, 1995). Oleh karena itu, perbaikan varietas jagung di lahan kering sangat diperlukan guna mendukung peningkatan produksi tersebut.

Koleksi plasma nutfah disertai evaluasi merupakan langkah awal dalam perbaikan genetik tanaman pada usaha pemuliaan tanaman. Koleksi adalah tindakan pengumpulan berbagai genotipe yang diinginkan melalui program pemuliaan. Sedangkan evaluasi adalah penilaian sifat-sifatnya sehingga diperoleh sifat-sifat yang dapat dikombinasikan untuk mendapatkan genotipe yang diinginkan (Makmur, 1985).

Agroteksos Vol. 20 No.2-3, Desember 2010

113

Koleksi dan evaluasi plasma nutfah jagung lokal NTB, NTT dan Bali telah dilakukan di lahan kering dan telah diperoleh 28 populasi terbaik. Kedua puluh delapan populasi tersebut telah disilangkan dengan varietas unggul Arjuna dan digunakan sebagai populasi dasar. Metode seleksi yang digunakan adalah seleksi berulang sederhana selama tiga siklus. Seleksi diarahkan terhadap umur panen dan daya hasil.

Hingga tiga siklus diperoleh bahwa populasi hasil seleksi siklus ketiga (C3) memiliki umur panen yang jauh lebih genjah, yakni 74 hari; sedangkan populasi dasar (C0), 79 hari dan varietas unggul Arjuna, 84 hari. Daya hasil tidak banyak yang berubah yakni 3,436 ton.ha-1 untuk C3 dan 3,344 ton.ha-1 untuk C0 serta daya hasil Arjuna 3,380 ton.ha-1 (Sudika et al., 1998). Oleh karena itu, perbaikan daya hasil perlu dilakukan dengan metode seleksi yang lainnya, namun tetap mempertahankan umur panen yang genjah.

Metode seleksi yang digunakan adalah seleksi massa. Selain karena prosedurnya mudah dan sederhana, juga pelaksanaannya mudah dan cepat, yakni satu siklus satu musim serta lebih murah (Chaudhary, 1984). Seleksi ini tidak ada pengendalian penyerbukan, sehingga kemung-kinan kemajuan seleksi lebih kecil.

Dahlan (1988) menyatakan, bahwa seleksi massa dapat diperbaiki dengan memilih tetua jantan dan tetua betina pada waktu berbunga, tanaman-tanaman terpilih disilangkan, seperti yang dilaporkan Sridanti (1997) dan Wahyudi (1997). Mengingat seleksi dilakukan terhadap hasil, maka perlu ditetapkan sifat yang dapat dipilih sebelum berbunga yang berkorelasi erat dengan hasil.

Sudika et al. (1998) melaporkan bahwa jumlah daun populasi C3 bervariasi antara 10-14. Sifat tersebut juga berkorelasi erat dan positif terhadap hasil dan nilai heritabilitas arti luas sifat tersebut juga tinggi yakni 77,75 persen. Oleh karena itu, jumlah daun dapat digunakan sebagai sifat yang diseleksi guna memperbaiki daya hasil.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan genetik aktual sebagai upaya peningkatan daya hasil melalui seleksi massa, dengan dua cara yakni dengan pengendalian penyerbukan yaitu melaui jumlah daun dan tanpa pengenlalian penyerbukan terhadap berat biji kering pipil.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan percobaan di lapang.

Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan di Desa Banyumulek Kabupaten Lombok Barat.

Rancangan Percobaan

Ada dua kegiatan, yaitu tahap I: melaksa-nakan seleksi massa selama satu siklus yaitu seleksi massa siklus ke tiga (C3). Seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan dan tanpa pengen-dalian penyerbukan. Tahap II yaitu melaksa-nakan pengujian hasil seleksi dari siklus pertama (C1), (C2), sampai siklus ke tiga (C3) serta populasi dasar (C0).

Selama melakukan seleksi massa dipergu-nakan “Grid System” untuk mengurangi efek lingkungan, yaitu dengan membagi petak seleksi menjadi 20 plot (grid) untuk setiap cara seleksi dan seleksi dilakukan dalam setiap plot, setiap plot memuat 100 tanaman.

Dalam pengujian hasil seleksi digunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 8 perlakuan, masing-masing diulang 6 kali. Dalam pengujian hasil seleksi digunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 8 perlakuan, masing-masing diulang 6 kali. Perlakuan tersebut adalah: C0 = Populasi awal dan varietas unggul

Arjuna C1.1 = Populasi siklus 1 dari seleksi massa

dengan pengendalian penyerbukan C1.2 = Populasi siklus 1 dari seleksi massa

tanpa pengendalian penyerbukan C2.1 = Populasi siklus 2 dari seleksi massa

dengan pengendalian penyerbukan C2.2 = Populasi siklus 2 dari seleksi massa

tanpa pengendalian penyerbukan C3.1 = Populasi siklus 3 dari seleksi massa

dengan pengendalian penyerbukan C3.2 = Populasi siklus 3 dari seleksi massa

tanpa pengendalian penyerbukan Pelaksanaan Percobaan

a) Pelaksanaan seleksi massa (Tahap I) dengan pengendalian penyerbukan. Sebelum ditanami, lahan yang digunakan sebagai petak seleksi dibajak dan digaru masing-masing dua kali kemudian diratakan dengan selang waktunya satu minggu. Petak seleksi yang telah diolah tersebut, dibagi atas 20 plot dengan ukuran 4 x 8 m per plot. Dalam setiap plot ditanam 5 baris dan setiap baris memuat 20 tanaman, sehingga setiap plot memuat 100 tanaman. Jarak tanam yang digunakan adalah 80 x 40 cm dengan satu tanaman per lubang. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan menungal sekitar 7,5 cm di samping kanan/kiri lubang tanam dengan dosis 100 kg Urea, 100 kg TSP, 100 kg KCl per

I.W. Sutresna: Pengaruh seleksi massa …

114

hektar. Pemupukan kedua dilakukan setelah penyiangan dan pembumbunan pertama yakni umur 21 hari setelah tanam dengan cara menugal tanah sekitar 10 cm dari tanaman. Penyiangan dari pembumbunan dilakukan dua kali yaitu pada umur 21 hari dan 42 hari setelah tanam, sedangkan pengairan tidak dilakukan dan sepenuhnya tergantung dari curah hujan. Seleksi dilakukan dengan memilih tanaman sebanyak 10 persen tiap plot yang jumlah daunnya terbanyak. Perhitungan jumlah daun dilakukan pada saat tanaman keluar malai, namun belum memencarkan serbuk sari. Selanjutnya dilakukan persilangan diantara tanaman terpilih, dengan cara membagi dua kelompok tanaman terpilih dalam setiap plot. Tepung sari kelompok pertama digunakan untuk menyerbuki putik kelompok kedua dan sebaliknya. Tongkol-tongkol tua dari hasil persilangan dipanen, kemudian dikeringkan. Setiap tongkol diambil 200 biji kemudian di bulk dan ini merupakan populasi hasil seleksi massa dengan pengedalian penyerbukan siklus ketiga (C3.1).

b) Seleksi massa tanpa pengendalian penyerbukan Pembagian petak seleksi dan teknik bercocok tanamnya sama dengan cara tidak langsung. Perbedaannya terletak pada cara melakukan seleksi, yaitu dilakukan dengan memilih 10 persen tiap plot tanaman yang menghasilkan berat biji kering pipil terberat. Oleh karena itu, seluruh tongkol dari setiap plot dipanen dan dijemur secara terpisah dan tongkol-tongkol kering selanjutnya dipipil kemudian ditimbang satu per satu. Data hasil penimbangan dari setiap plot diurut mulai terbesar hingga terkecil, kemudian ditetapkan 10 persen dari terberat merupakan tongkol terpilih. Dari setiap tongkol tersebut diambil 200 biji, kemudian di bulk dan hasilnya merupakan populasi hasil seleksi massa tanpa pengendalian penyerbukan siklus ketiga (C3.2).

c) Pengujian hasil seleksi (Tahap II) Sebagai perlakuan dalam pengujian ini yaitu: varietas unggul Arjuna, C0; C1.1; C1.2; C2.1; C2.2; C3.1; dan C3.2. Lahan untuk percobaan sama seperti di atas, kemudian dibagi atas 6 blok (ulangan) dengan ukuran setiap blok 22,5 x 8 m. Dalam setiap blok, setiap populasi ditanam 5 baris sepanjang 8 m. Jarak antar baris 80 cm dan dalam baris 40 cm dan disisakan satu tanaman, sehingga setiap populasi terdapat maksimal 60

tanaman per blok. Penempatan populasi dalam setiap blok dilakukan secara acak.

d) Peubah yang diamati Dalam melakukan seleksi, peubah yang

diamati meliputi: 1. Jumlah daun (lembar): dihitung seluruh

daun baik yang sudah kering maupun yang masih hijau pada saat keluar malai dari seluruh tanaman dalam petak seleksi dalam setiap plot, kemudian ditetapkan tanaman terpilih yakni sebanyak 10 persen yang jumlah daunnya terbanyak.

2. Berat biji kering pipil per tanaman (g), ditimbang seluruh biji dari setiap tanaman seluruh tanaman dalam setiap plot seleksi dan data ini digunakan dalam seleksi massa tanpa pengen-dalian penyerbukan.

Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak dalam setiap baris sebanyak 10 persen.

Peubah yang diamati pada pengujian hasil seleksi sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman (cm); 2. Diameter batang, 3. Jumlah daun (helai), 4. Lebar daun (cm); 5. Panjang daun (cm); 6. Bobot berangkasan segar (g), 7. Umur keluar malai (bunga jantan); 8. Umur keluar rambut tongkol (bunga betina); 9.Umur panen (hari); 10. Panjang tongkol (cm); 11. Diameter tongkol (cm); 12. Berat 100 butir biji (g); 13. Hasil biji kering pipil (g.tan.-1); 14. Berat biji kering pipil (kg.plot.-1.)

Data hasil pengamatan dianalisis dengan Sidik ragam, dan dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil pada taraf nyata 5%. Sedangkan kemajuan seleksi aktual diperoleh dari selisih antara rerata populasi hasil seleksi dengan populasi awal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbaikan daya hasil jagung di lahan kering telah dilakukan melaui dua cara seleksi massa, yaitu seleksi massa dengan cara pengendalian penyerbukan atas dasar jumlah daun. Seleksinya dilakukan pada tanaman terpilih, sedangkan seleksi massa tanpa pengendalian penyerbukan didasarkan atas berat biji kering pipil per tanaman, sehingga seleksinya merupakan persilangan acak diantara tanaman terpilih dan tidak terpilih. Kedua cara seleksi tersebut dimulai dari populasi awal (CO) hingga siklus ketiga (C3).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kedua cara seleksi membedakan secara nyata terhadap jumlah daun, lebar daun, panjang daun, umur keluar malai, umur keluar rambut tongkol,

Agroteksos Vol. 20 No.2-3, Desember 2010

115

umur panen, diameter tongkol, bobot 100 butir biji kering pipil, dan berat biji kering pipil (g.tan.-1). Sedangkan terhadap sifat yang lain tidak berbeda nyata

Kemajuan genetic actual (respon seleksi) dapat diukur dari selisih antara nilai rerata populasi setelah seleksi dengan nilai rerata populasi sebelum seleksi Kemajuan genetic actual seleksi kassa dengan pengendalian penyerbukan hingga siklus ketiga (C3.1) untuk jumlah daun 0,24 lembar lebih besar bila dibandingkan dengan seleksi massa tanpa pengendalian penyerbukan (C3.2) yaitu sebesar 0,21 lembar. Hal ini wajar terjadi karena jumlah daun digunakan sebagai kriteria seleksi pada populasi (C3.1), sedangkan pada populasi (C.3.2) tidak, dan perubahan yang terjadi merupakan respon ikutan (correlated renponse), yakni akibat hubungan genetic sifat jumlah daun dengan sifat yang diseleksi, pada seleksi tanpa pengendalian penyerbukan yaitu berat biji kering pipil pertanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemartono et al. (1992), bahwa respon ikutan merupakan perubahan sifat yang satu akibat terseleksinya sifat yang lain, sehingga besarnya kemajuan seleksi dan arahnya tergantung dari besar dan arah korelasi. Pada penelitian ini juga

dilakukan pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas (H2), walaupun kurang tepat namun cukup memberi arti penting dalam program pemuliaan tanaman. Menurut Baker (1986), heritabilitas dalam arti luas sesuai diterapkan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan seleksi tanaman antar galur murni, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit (h2) lebih tepat digunakan untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan seleksi dalam populasi kawin acak.

Hasil pendugaan heritabilitas dalam arti luas menunjukkan bahwa sifat jumlah daun, panjang daun, umur keluar malai, umur keluar rambut tongkol, umur panen dan bobot 100 butir biji kering tergolong tinggi yaitu lebih besar dari 50 persen. Adanya variasi lingkungan yang kecil untuk sifat jumlah daun dan sifat yang lain menunjukkan bahwa variasi yang ada, adalah sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik (Stanfild, 1991; Widiartha, 1993).

Bila seleksi dilakukan terhadap semua sifat-sifat tersebut maka kemajuan seleksinya akan besar. Penelitian Sudika et al. (2004) dan Sudika et al. (2005) juga memperoreh nilai duga henitabilitas arti luas untuk jumlah daun tergolong tinggi.

Tabel 1. Nilai Kemajuan Genetic Aktual Terhadap Semua Sifat yang Diamati

Kemajuan genetic actual pada masing-masing populasi setelah seleksi b) Sifat-sifat yang diamati a) C1.1 - C0 C1.2 - C0 C2.1 - C0 C2.2 - C0 C3.l - C0 C3.2 - C0

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14

6,13 0,02 0,1 083 6,09

17,31 -0,33 -0,33 -2,17 0,9

0,41 0,82 12

0,72

3,32 0,03 0,2

0,69 4,76

11,19 0,00 0,00 -1,17 0,81 0,43 299

19,18 1,151

12,71 0,02 0,54 0,59 7,69

87,34 -1,17 -1,17 -2,5 0,78 0,43 1,55

20,18 1,207

0,57 0,05 0,15 0,32 8,12

55,64 -2 -2 -2

0,96 0,56 1,96

20,18 1,69

2,41 -0,04 0,24 0,61 7,58

33,42 -1,67 -1,66 -5,5 1,01 0,52 2,31

28,17 2:07

-14,54

0 0,21 1,03 3,69

-12,68 -0,50 -0,5

-3,34 0,6

0,52 3,5

26,12 1,67

Keterangan: a). Urutan sifat sesuai dengan yang tertulis pada Metode Penelitian. b). Perlakuan sesuai dengan yang tertulis pada Metode Penelitian

I.W. Sutresna: Pengaruh seleksi massa …

116

Tabel 2. Nilai Rerata Populasi Sifat-Sifat yang Diamati

Populasi yang diuji b) Sifat yang diamati a) C0 C1.1 C1.2 C2.1 C2.2 C3.1 C3.2 Arjuna

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14

215,26 2,00

10,54 8,03

80,21 419,36 44,83 46,83 82,50 16,99 4,15

25,36 81,88 4,913

221,39 2,02 10,64 8,86 86,30

436,67 44,50 46,50 80,33 17,89 4,56 26,18 93,88 5,633

218,58 2,03 10,74 8,72 84,97

430,55 44,83 46,83 81,33 17,80 4,58 28,35

101,06 6,064

227,97 2,02 11,08 8,62 87,90

506,67 43,67 45,66 80,00 17,77 4,58 26,91

102,00 6,120

415,83 2,05 10,69 8,35 88,33

475,00 42,83 44,83 80,83 17,95 4,71 27,32

110,05 6,603

217,67 1,96 10,78 8,64 87,79

452,78 43,16 45,17 77,00 18,00 4,67 27,67

116,39 6,983

200,72

2,0 10,75 9,06 83,50

406,68 44,33 46,33 79,16 17,59 4,67 28,86

108,00 6,480

223,33 2,13 13,39 8,91 92,47

441,91 54,83 56,83 94,33 18,44 4,66 29,29

121,82 7,309

Keterangan: a). Urutan sifat sesuai dengan yang tertulis pada Metode Penelitian. b). Perlakuan sesuai dengan yang tertulis pada Metode Penelitian

Menurut Moll dan Stubber (1977), secara genetic perbaikan populasi tanaman jagung pada dasarnya adalah meningkatkan frekuensi allel yang diinginkan dengan jalan mengganti, allel yang tidak dikehendaki dengan maksud meningkatkan rerata populasi untuk sifat yang diminati.

Seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan pada populasi (C1.1, C2.1, dan C3.1) bila dibandingkan dengan seleksi massa tanpa pengendalian penyerbukan pada populasi (C2.1, C2.2 dan C3.2) terhadap daya hasil (hasil biji kering kg.plot.-1) tidak nyata. Pada siklus ketiga nilai rerata populasi setelah seleksi (C3.I) adalah 6,983 kg.plot-1 dan pada populasi (C3.2) sebesar 6,480 kg.plot-1, sedangkan populasi awalnya (CO) adalah 4,913 kg.plot-1, sehingga diperoleh kemajuan seleksi aktual masing - masing sebesar 2,07 kg.plot-1 dan 1,567 kg.plot-1 atau mengalami peningkatan masing-masing sebesar 42,13 dan 31,89 persen. Hal ini berarti bahwa kemajuan genetic actual kurang berarti terhadap kedua cara seleksi tersebut, untuk jumlah daun menyebabkan perbedaan nilai rerata populasi setelah seleksi dengan sebelum seleksi sangat kecil. Selain itu juga disebabkan oleh seleksi baru dilakukan selama tiga siklus sehingga perubahan rerata populasi belum begitu besar.

Sudika (1992) juga melaporkan hasil penelitianya bahwa selama dua siklus seleksi massa tidak didapatkan penambahan sifat-sifat yang diseleksi maupun sifat-sifat lain yang tidak

diseleksi, karena kecilnya frekuensi gen. Pendapat ini didukung oleh Muntono dan Sulaminingsih (1985), bahwa perbaikan genetic populasi jagung tidak dapat dicapai dalam satu siklus, namun untuk memperoleh perubahan yang nyata perlu beberapa siklus (sepuluh siklus) tergantung besarnya keragaman genetic dan heritabilitas sifat yang diseleksi. Hal yang sama pada seleksi sebelumnya bahwa hingga tiga siklus belum menyebabkan perbedaan rerata populasi hasil seleksi dengan populasi awal untuk seleksi massa berulang sederhana (Sudika et al., 1998). Dan seleksi massa dengan dua cara seleksi siklus pertarna dan siklus kedua. Daya hasil kedua cara seleksi tersebut juga belum berbeda dengan populasi awal, karena rerata kemajuan seleksi per siklus sifat tersebut masih kecil dan baru dua siklus (Sudika et al., 2004; Sudika et al., 2005).

Dalam penelitian ini juga digunakan varietas unggul Arjuna sebagai pembanding, karena diharapkan hasil perbaikan populasi jagung yang dihasilkan lebih unggul dari pada varietas unggul yang sudah ada. Pengujian hasil seleksi dilakukan pada musim kemarau pertama setelah penanaman padi sehingga tanaman hanya memanfaatkan sisa air tanah pada penanaman sebelumnya. Walaupun demikian populasi tanaman tidak menunjukkan gejala kekurangan air, ini berarti bahwa tanaman masih adaptip pada kondisi kekurangan air.

Agroteksos Vol. 20 No.2-3, Desember 2010

117

Terhadap daya hasil populasi hasil seleksi (Cl.1, C1,2, C2.1, C2.2, C3.1 dan C3.2) juga tidak berbeda nyata dengan varietas unggul Arjuna, lain halnya dengan umur panen. Varietas unggul Arjuna memiliki umur panen yang lebih dalam bila dihandingkan dengan populasi awal (CO) maupun populasi hasil seleksi hingga tiga siklus (C3.l dan C3.2). Umur panen Arjuna adalah 94,5 hari sedangkan populasi awal (CO) 82,5 hari, populasi (C3.1) 77 hari dan populasi (C3.2) adalah 79,6 hari. Melihat kenyataan ini maka seleksi masih bisa dilanjutkan untuk siklus berikutnya dan populasi hasil seleksi dapat diaplikasikan di lahan tegalan pada musim kemarau kedua.

Seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan pada populasi (C3.1) menunjukkan kemajuan genetik aktual terhadap penurunan umur panen bila dibandingkan dengan populasi awal (CO) maupun populasi yang lainnya. Pada populasi awal nilai rerata populasi umur panen 82,5 hari berkurang (-5,5 hari) menjadi 77 hari, bila dibandingkan dengan populasi yang lainya (Cl.1, C 1.2, C2.1 dan C2.2) lebih rendah bahkan kemajuan genetic actual hampir dua kali lipat dengan populai (C3.2) yaitu sebesar (-3,34 han) dengan nilai rerata populasi sebesar 79,16 hari atau berkurang masing-masing 6,67 dan 4,05 persen.

Penurunan umur panen berkaitan erat dengan sifat umur keluar malai dan umur keluar rambut tongkol serta sifat-sifat tersebut berkorelasi positif sangat nyata, dengan koefisien korelasi 0,830. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sudika et al. (1998) bahwa umur panen yang lebih genjah pada populasi jagung berkaitan erat dengan sifat umur keluar malai dan umur keluar rambut tongkol yang lebih awal dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut sebesar 0,854 dan 0,873 dan bersifat positif sangat nyata. Hubungan yang erat positif pada beberapa pasang sifat dapat disebabkan oleh pleitropi dan linkage. Lebih lanjut Sutresna (1997), melaporkan bahwa umur keluar malai dan umur keluar rambut tongkol memiliki ragarn aditif yang lebih besar dibandingkan dengan ragam dominannya.

Menurut Jain (1982) dan Soemartono et al. (1992), menyatakan bahwa semakin besar ragam genetic akan semakin besar terjadinya perubahan akibat seleksi. Keserempakan saat keluarnya malai dengan saat keluarnya rambut tongkol lebih menjamin proses penyerbukan dan pembuahan yang lebih baik, sehingga waktu pengisian biji menjadi lebih singkat dan proses pemasakan lebih cepat yang pada akhirnya umur panen lebih genjah.

KESIMPULAN

Kesimpulan

1) Kemajuan genetik aktual hingga siklus ketiga, untuk seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan lebih besar daripada kemajuan genetic actual seleksi massa tanpa pengendalian penyerbukan terhadap daya hasil.

2) Daya hasil keenam populasi hasil seleksi massa siklus pertama, kedua dan ketiga sama dengan populasi awal maupun varietas unggul Arjuna.

3) Umur panen keenam populasi hasil seleksi massa siklus pertama, kedua dan ketiga berbeda dengan populasi awal maupun varietas unggul Arjuna.

Saran

Seleksi rnassa dengan pengendalian penyerbukan dan tanpa pengendalian pender-bukan masih bisa dilanjutkan pada sikius berikutnya, sedangkan aplikasinya untuk populasi hasil seleksi baik dengan pengendalian penyerbukan maupun tanpa pengendalian penyerbukan dapat ditanam pada musim kemarau kedua di lahan tegalan

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L dan I. Semaoen, 1995. Pengernbangan Lahan Kering yang Berkelanjutan di Kawasan 1 timur Indonesia dan Teknologi Pertanian yang Relevan, Kasus NTB, hal 73-86. Dalam Jaya, Abdullah, Parman dan Ma’shum (ed). Prosiding Lokakarya Pendidikan Tinggi Pertanian untuk Kawasan Lahan Kering, Fakultas Pertanian Unram, Mataram.

Baker, R.J., 1986. Selection Indices in Plant Breeding. Inc Boca Raton Florida.

Chaudhary, R. C., 1984. Introduction to Plant Breeding Oxford and IBH Pub. New Delhi Bombay.

Dahlan, M., 1988. Pembentukan dan Produksi Benih Varietas Bersari Bebas. Hal 81-118. Dalam Subandi, Mahyuddin Syam dan Adiwisono (ed). Jagung Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Jain, J.P., 1982. Statistical Tecniques in Qutitative Genetics, Tata Mc. Graw Hill Pub. Co. Ltd, New Delhi

Makmur, A., 1985. Pokok-pokok Pernuliaan Tanaman. PT. Bina Aksara, Jakarta.

I.W. Sutresna: Pengaruh seleksi massa …

118

Moentono, M.D. dan E. Sulaminingsih, 1985. Status Penelitian Jagung Hibrida, hal. 123-143. Dalam Subandi, Mahyuddin Syam, S.O. Manurung dan Yuswardi (Penyunting). Hasil Penelitian Jagung, Sorghum, Terigu 1980-1984. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Moll, R.H. and C.W. Stubber, 1971. Comparisons of Response to Alternative Selection Procedures Initiated with Two Populations of Maize (Zea mays L.). Crop. Sci. 11: 706-711.

Soemartono, Nasrullan dan H. Hartiko, 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknotogi UGM, Yogyakarta. 374. h.

Sridanti, 1997. Perbaikan Umur Panen tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt). Melalui Dua Cara Seleksi Massa. (Skripsi). Fakultas Pertanian Unram

Sudika, 1992. Perubahan Komponen Varian Genetik Akibat Dua Siklus Seleksi Massa pada Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt). Tesis. Pascasarjana UGM, Yogyakarta

Sudika, Kantun, Sutresna dan Idris, 1998. Seleksi Berulang Sederhana Guna Mendapatkan Varietas Jagung Unggul

untuk Lahan Kering (Laporan penelitian HB 11/3), Fakultas Pertanian Universitas Mataram, (Tidak dipublikasikan).

Sudika, Sutresna dan Sudantha, 2004. Perbaikan Daya Hasil Jagung di Lahan Kering Melalui Dua Cara Seleksi. Staff Research Grant Proyek TPSDP Bacth II Tahun I Program Studi Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unram, Mataram 51 h.

Sudika, Sudarma dan Parwata, 2005. Perbaikan Daya Hasil Jagung di Lahan Kering Melalui Dua Cara Seleksi. Staff Research Grant Proyek TPSDP Bacth II Tahun II Program Studi Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unram, Mataram 51 h.

Sutresna, 1997. Perubahan Variabilitas Genetik Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt) Setelah Enam Siklus Seleksi Massa. Agroteksos Vol.6 No. 4 :236-243

Stansfield, W.D., 1991. Genetika Edisi Kedua (Terjemahan dari Bahasa Inggris). Erlangga, Jakarta.

Wahyudi, T.I., 1997. Perbaikan Sifat Umur Panen Tanaman Jagung Manis (Zea mays Saccharata) Sturt. Melalui Dua Cara Seleksi Massa Hingga Siklus Kedua. Skripsi. Fakultas Pertanian Unram