3
ENVIRO 5 (1): 64-66, Maret 2005, ISSN: 1411-4402 2005 PPLH-LPPM UNS Surakarta. Alamat korespondensi: Kampus Unsyiah Banda Aceh 23111, NAD. Tel./Fax.: +62-0651-555622 e-mail: [email protected] Pemanfaatan Keong Mas (Pomacea canaliculata) sebagai Pakan Alternatif dalam Budidaya Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina) The possibility of golden snail (Pomacea canaliculata) as an alternative feed for cultured grouper (Epinephelus tauvina) FIRDUS ,1 , MUCHLISIN Z.A. 2 1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh 23111. 2 Jurusan Ilmu Kelautan FMIPA Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh 23111. Diterima: 16 Desember 2004. Disetujui: 20 Januari 2005. ABSTRACT The study on the possibility of the golden snail (Pomacea canaliculata) as an alternative feed for cultured grouper (Epinephelus tauvina) was done. The present study was a preliminary to evaluate the role of the golden snail as an alternative feed for grouper. Experimental design and completely random sampling were used in this study. Four experimental diets were tested in this study: A (100% freshly golden snail), B (50% freshly golden snail + 50% processed golden snail), C (100% processed golden snail), and D (100% fish by product). Feed was fed twice a day with ration of 15% of body weight at 8.00 PM and 4 PM. Poliethelene cages 1x1x1 (m) in size were used as medium with stocking density of 25 fishes per medium. The result show that golden snail fed not affect significantly on the growth performance and specific growth of grouper but gave significant affect on survival rate. However, the trend show that the fish fed with 50% freshly golden snail + 50% golden snail processed resulted in higher growth performance, while fish fed with 100% fish by product gave best result than the other diets. Key words: grouper (Epinephelus tauvina), golden snail, fish. PENDAHULUAN Ikan kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) merupakan salah satu spesies ikan yang benilai ekonomis karena disukai dan harga jualnya relatif tinggi. Usaha penangkapan ikan kerapu di alam untuk tujuan ekspor sudah lama dikembangkan di Indonesia, sedangkan usaha budidayanya mulai dikembangkan pada awal tahun 1980-an. Pertama kali dibudidayakan di dalam keramba di perairan Kepulauan Riau. Saat ini usaha budidaya kerapu sudah berkembang hampir di semua perairan Indonesia. Volume ekspor ikan kerapu juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam rentang 1986-1990, dengan kenaikan rata- rata 31,5% per tahun (Departemen Pertanian, 1991). Produksi ini sebagian besar berasal dari perikanan tangkap. Selain dapat dibudidayakan di perairan terbuka, ikan kerapu khususnya kerapu lumpur juga dapat dibudidayakan di tambak (Sunyoto, 1994). Indonesia memiliki potensi lahan tambak yang luas dan sebagian besar di antaranya dalam kondisi terlantar, sehingga berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya ikan kerapu lumpur. Selain itu permintaan pasokan ikan kerapu diprediksi akan semakin meningkat baik untuk pasar lokal maupun ekspor seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran akan pentingnya protein hewani yang berasal dari ikan. Oleh karena itu, pengembangan usaha budidaya ikan kerapu khususnya kerapu lumpur mempunyai prospek sangat cerah. Saat ini pakan ikan kerapu masih mengandalkan ikan rucah. Harga jual ikan rucah tidak tetap, kadang kala meningkat terutama pada musim barat, yaitu saat hasil tangkapan ikan rucah menurun. Hal ini menyebabkan nelayan harus mengeluarkan biaya ekstra sehingga biaya produksi akan meningkat. Biaya pakan mencapai 40-60% dari total biaya produksi. Untuk memecahkan permasalahan pakan dalam usaha budidaya kerapu perlu dicari alternatif pakan yang murah, mudah didapat, tersedia setiap saat, dan memberikan nilai produksi yang tinggi. Keong mas atau siput murbei (Pomacea canaliculata) merupakan salah satu alternatif pakan yang kemungkinan dapat menggantikan peran ikan rucah sebagai pakan dalam budidaya ikan kerapu. Keong mas merupakan hama pada tanaman padi, namun hewan ini mempunyai kandungan protein yang tinggi (55-60%), serta sudah lama digunakan sebagai pakan tambahan pada usaha budidaya itik dan telah terbukti dapat meningkatkan nilai produksi telurnya (Pitojo, 1996). Pada usaha budidaya ikan kerapu pemakaian keong mas sebagai pakan belum pernah dilakukan, oleh karena itu sebelum diaplikasikan perlu terlebih dahulu diuji tingkat keberhasilannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian keong mas ter-hadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu. BAHAN DAN METODE Penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diuji adalah pemberian pakan berupa keong mas, yaitu: A (100% keong mas segar), B (50% keong mas segar + 50% keong mas olahan), C (100% keong mas olahan), dan D (100% pemberian ikan rucah) sebagai kontrol. Keong mas olahan adalah keong mas yang dipanaskan selama 30 menit pada suhu 60 o C. Masing-masing unit percobaan dilakukan tiga ulangan. Unit percobaan yang digunakan adalah karamba dengan ukuran 1 m 3 sebanyak 12 unit, setiap keramba diisi 25 ekor benih kerapu uji. Keramba diikatkan pada rakit bambu dan ditempatkan dalam tambak berukuran (20x40) m 2 dan penempatan keramba dilakukan secara acak.

2005 Keong Mas Sebagai Pakan Kerapu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2005 Keong Mas Sebagai Pakan Kerapu

ENVIRO 5 (1): 64-66, Maret 2005, ISSN: 1411-4402 2005 PPLH-LPPM UNS Surakarta.

♥ Alamat korespondensi:

Kampus Unsyiah Banda Aceh 23111, NAD. Tel./Fax.: +62-0651-555622 e-mail: [email protected]

Pemanfaatan Keong Mas (Pomacea canaliculata) sebagai Pakan Alternatif dalam Budidaya Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina) The possibility of golden snail (Pomacea canaliculata) as an alternative feed for cultured grouper (Epinephelus tauvina) FIRDUS♥,1, MUCHLISIN Z.A.2 1Jurusan Biologi FMIPA Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh 23111. 2Jurusan Ilmu Kelautan FMIPA Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh 23111. Diterima: 16 Desember 2004. Disetujui: 20 Januari 2005.

ABSTRACT

The study on the possibility of the golden snail (Pomacea canaliculata) as an alternative feed for cultured grouper (Epinephelus tauvina) was done. The present study was a preliminary to evaluate the role of the golden snail as an alternative feed for grouper. Experimental design and completely random sampling were used in this study. Four experimental diets were tested in this study: A (100% freshly golden snail), B (50% freshly golden snail + 50% processed golden snail), C (100% processed golden snail), and D (100% fish by product). Feed was fed twice a day with ration of 15% of body weight at 8.00 PM and 4 PM. Poliethelene cages 1x1x1 (m) in size were used as medium with stocking density of 25 fishes per medium. The result show that golden snail fed not affect significantly on the growth performance and specific growth of grouper but gave significant affect on survival rate. However, the trend show that the fish fed with 50% freshly golden snail + 50% golden snail processed resulted in higher growth performance, while fish fed with 100% fish by product gave best result than the other diets. Key words: grouper (Epinephelus tauvina), golden snail, fish.

PENDAHULUAN Ikan kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) merupakan

salah satu spesies ikan yang benilai ekonomis karena disukai dan harga jualnya relatif tinggi. Usaha penangkapan ikan kerapu di alam untuk tujuan ekspor sudah lama dikembangkan di Indonesia, sedangkan usaha budidayanya mulai dikembangkan pada awal tahun 1980-an. Pertama kali dibudidayakan di dalam keramba di perairan Kepulauan Riau. Saat ini usaha budidaya kerapu sudah berkembang hampir di semua perairan Indonesia. Volume ekspor ikan kerapu juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam rentang 1986-1990, dengan kenaikan rata-rata 31,5% per tahun (Departemen Pertanian, 1991). Produksi ini sebagian besar berasal dari perikanan tangkap.

Selain dapat dibudidayakan di perairan terbuka, ikan kerapu khususnya kerapu lumpur juga dapat dibudidayakan di tambak (Sunyoto, 1994). Indonesia memiliki potensi lahan tambak yang luas dan sebagian besar di antaranya dalam kondisi terlantar, sehingga berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya ikan kerapu lumpur. Selain itu permintaan pasokan ikan kerapu diprediksi akan semakin meningkat

baik untuk pasar lokal maupun ekspor seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran akan pentingnya protein hewani yang berasal dari ikan. Oleh karena itu, pengembangan usaha budidaya ikan kerapu khususnya kerapu lumpur mempunyai prospek sangat cerah.

Saat ini pakan ikan kerapu masih mengandalkan ikan rucah. Harga jual ikan rucah tidak tetap, kadang kala meningkat terutama pada musim barat, yaitu saat hasil tangkapan ikan rucah menurun. Hal ini menyebabkan nelayan harus mengeluarkan biaya ekstra sehingga biaya produksi akan meningkat. Biaya pakan mencapai 40-60% dari total biaya produksi. Untuk memecahkan permasalahan pakan dalam usaha budidaya kerapu perlu dicari alternatif pakan yang murah, mudah didapat, tersedia setiap saat, dan memberikan nilai produksi yang tinggi. Keong mas atau siput murbei (Pomacea canaliculata) merupakan salah satu alternatif pakan yang kemungkinan dapat menggantikan peran ikan rucah sebagai pakan dalam budidaya ikan kerapu. Keong mas merupakan hama pada tanaman padi, namun hewan ini mempunyai kandungan protein yang tinggi (55-60%), serta sudah lama digunakan sebagai pakan tambahan pada usaha budidaya itik dan telah terbukti dapat meningkatkan nilai produksi telurnya (Pitojo, 1996).

Pada usaha budidaya ikan kerapu pemakaian keong mas sebagai pakan belum pernah dilakukan, oleh karena itu sebelum diaplikasikan perlu terlebih dahulu diuji tingkat keberhasilannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian keong mas ter-hadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Perlakuan yang diuji adalah pemberian pakan berupa keong mas, yaitu: A (100% keong mas segar), B (50% keong mas segar + 50% keong mas olahan), C (100% keong mas olahan), dan D (100% pemberian ikan rucah) sebagai kontrol. Keong mas olahan adalah keong mas yang dipanaskan selama 30 menit pada suhu 60oC. Masing-masing unit percobaan dilakukan tiga ulangan. Unit percobaan yang digunakan adalah karamba dengan ukuran 1 m3 sebanyak 12 unit, setiap keramba diisi 25 ekor benih kerapu uji. Keramba diikatkan pada rakit bambu dan ditempatkan dalam tambak berukuran (20x40) m2 dan penempatan keramba dilakukan secara acak.

Page 2: 2005 Keong Mas Sebagai Pakan Kerapu

FIRDUS dan MUCHLISIN – Pomacea canaliculata sebagai pakan alternatif Epinephelus tauvina 65

Cara kerja Persiapan wadah

Wadah/karamba dibuat dari jaring polyethiline dengan rangka bambu berukuran 1 m3. Keramba diletakkan secara acak dalam tambak yang ber-ukuran (20x40)m dengan kedalaman air ± 200 cm. Setiap keramba diikatkan pada rakit bambu agar mengapung.

Persiapan pakan

Keong mas yang diperoleh terlebih dahulu dicuci bersih dan dikeluarkan dari cangkangnya dengan cara memecahkan cangkang. Daging dan jeroannya dipisahkan, selanjutnya daging yang diperoleh direndam dengan air garam selama 30 menit untuk membersihkan lendir dan menetralkan sifat asamnya. Dagingnya dicincang sesuai dengan ukuran mulut ikan. Selanjutnya sebagian daging diolah dengan cara dipanaskan selama 30 menit pada suhu air 60oC, dan sebagian lainnya dibiarkan segar yang disimpan dalam lemari es (freezer), sebelum diberikan pada ikan. Pada suhu yang tinggi kandungan protein akan rusak sehingga nilai gizinya turun, oleh karena itu hanya digunakan suhu maksimal 60oC.

Penebaran Benih

Setiap keramba ikan diisi dengan 25 ekor benih kerapu berukuran rata-rata 2 cm dan berat rata-rata 0,5 g yang diperoleh dari nelayan pengumpul di Desa Seunuddon Panton Labu Kabupaten Aceh Utara. Penebaran benih dilakukan pada sore hari (pukul 16.00 WIB). Benih terlebih dahulu ditimbang berat dan panjang awalnya, dan diaklimatisasi selama dua jam sebelum dilepaskan ke dalam keramba.

Pemberian pakan

Pakan diberikan menurut perlakuan yang telah ditetapkan secara acak, jumlah pakan yang diberikan setiap hari adalah 15% (berat basah) dari berat total ikan uji, frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pukul 8.00 dan 16.00 WIB. Ikan uji dipelihara selama 12 minggu. Pengambilan data dilakukan setiap 2 minggu sekali dan penyesuaian jumlah pakan setiap bulan sesuai dengan berat total tubuh ikan.

Parameter yang diukur dan dihitung: • Pertumbuhan harian (De Silva and Anderson, 1995):

ln (W2) – ln (W1) SGR (%) = ------------------------- x 100% (t2 – t1) SRG (specific growth rate) atau pertumbuhan harian,

berat awal ikan (W1), berat akhir ikan (W2), dan t adalah waktu.

• Pertumbuhan mutlak: G = Wt - Wo

Wt = berat ikan pada akhir penelitian Wo = berat ikan pada awal penelitian.

Jumlah ikan pada akhir penelitian • Persentase kelangsungan hidup (%) = --------------------------- x 100%

Jumlah ikan pada awal penelitian

Analisis data Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA satu

arah untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Selanjutnya jika ada pengaruh yang nyata dilakukan uji lanjut BNT (Duncan’s) untuk menentukan perlakuan yang optimum. Analisis data dilakukan dengan program aplikasi SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan harian Hasil pengukuran berat dan panjang ikan pada akhir

penelitian setelah 50 hari pemeliharaan dengan pakan keong mas disajikan pada Tabel 1. dan 2. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan harian larva ikan kerapu lumpur. Uji lanjut Duncan’s pada taraf 0,05 terhadap rerata pertambahan berat, pertambahan panjang, dan pertumbuhan harian memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0,05).

Tabel 1. Rata-rata pertambahan berat dan panjang individu larva ikan kerapu lumpur pada masing-masing perlakuan selama 50 hari pemeliharaan.

Pertumbuhan mutlak Perlakuan Pertambahan berat (g) Pertambahan

panjang (cm) A 1,89 a 4,13 a

B 4,95 a 7,36 a

C 3,8 a 5,26 a

D 2,92 a 6,2 a

Keterangan: A: 100% keong mas segar; B: 50% keong mas segar + 50% keong mas olahan; C: 100% keong mas olahan; D: 100% ikan rucah. Superskrip huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Tabel 2. Pertumbuhan harian larva ikan kerapu lumpur pada masing-masing perlakuan selama 50 hari pemeliharaan.

Perlakuan Pertumbuhan harian (%) A 2,733 ± 0,888 a

B 3,533 ± 0,019 a

C 0,143 ± 0,196 a

D 3,400 ± 1,000 a

Keterangan: A: 100% keong mas segar; B: 50% keong mas segar + 50% keong mas olahan; C: 100% keong mas olahan; D: 100% ikan rucah. Superskrip huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Kelangsungan hidup Hasil pengukuran tingkat kelangsungan hidup ikan

kerapu lumpur selama penelitian disajikan pada Tabel 3. di atas. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan pakan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kelangsungan hidup larva ikan kerapu lumpur. Uji lanjut Duncan’s membuktikan bahwa hasil terbaik diperoleh pada pemberian pakan ikan rucah (perlakuan kontrol), hasil ini berbeda nyata (F<0,05) dengan perlakuan lainnya.

Tabel 3. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup larva ikan kerapu lumpur pada masing-masing perlakuan selama 50 hari pemeliharaan.

Perlakuan Kelangsungan hidup (%) A 33,33 ± 0,611 bc

B 44,000 ± 10,583 ab

C 25,333 ± 2,309 c

D 49, 333 ± 8,326 a

Keterangan: A: 100% keong mas segar; B: 50% keong mas segar + 50% keong mas olahan; C: 100% keong mas olahan; D: 100% ikan rucah. Superskrip huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Page 3: 2005 Keong Mas Sebagai Pakan Kerapu

ENVIRO 5 (1): 64-66, Maret 2005 66

Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan

keong mas sebagai pakan alternatif baik segar, olahan dan kombinasi keduanya untuk ikan kerapu lumpur tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbedaan pertumbuhan panjang, pertumbuhan berat, dan pertumbuhan harian. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, namun nilai pertumbuhan mutlak dan harian yang diperoleh pada pemberian kombinasi keong mas segar dengan olahan lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa keong mas dapat dijadikan pakan alternatif ikan kerapu lumpur.

Selain sesuai untuk ikan kerapu lumpur, daging keong mas juga dilaporkan dapat dijadikan sumber protein dalam usaha budidaya udang windu, sehingga dapat menekan biaya produksi dan mendatangkan keuntungan yang tinggi (Bombeo-Tuburan et al., 1999). Kajian pemanfaatan keong mas sebagai pakan hewan air masih sangat terbatas dan hanya mencakup beberapa spesies tertentu, namun pemanfaatan keong mas sebagai pakan hewan darat telah lama dilakukan, misalnya pada itik dan terbukti dapat meningkatkan produksi daging dan telur (Pitojo, 1996).

Secara umum ikan kerapu lumpur memerlukan pakan dengan kandungan protein berkisar 40-50% (Lall, 1991), jumlah ini dapat dipenuhi keong mas, yang memiliki kandungan protein antara 55-60% (Pitojo, 1996). Kualitas protein keong mas diduga sebanding dengan kandungan protein ikan rucah, artinya kandungan asam amino penyusun protein daging keong mas cukup lengkap dan kualitasnya juga sebanding dengan asam amino ikan rucah, sehingga memberikan nilai yang relatif sama. Ikan rucah telah lama menjadi pakan andalan dalam budidaya ikan kerapu dan terbukti memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan pakan buatan dengan kandungan protein 47%. Hal ini disebabkan ikan rucah (dari jenis Letognathus spp.) memiliki kandungan protein yang lebih tinggi, yaitu: 71,5% (Bombea-Tuburan, et al. 2001).

Informasi mengenai kebutuhan asam amino ikan kerapu secara khusus belum tersedia, namun dapat dirujuk pada kebutuhan ikan karnivora, karena ikan kerapu merupakan ikan yang bersifat karnivora. Menurut Tacon (1987), ikan karnivora memerlukan setidaknya 10 jenis asam amino essensial dengan kadar yang berbeda-beda mengikuti fase pertumbuhannya (Tabel 4.). Secara umum kebutuhan asam amino pada fase larva lebih tinggi dibandingkan fase lain; kebutuhan lisin dan leusin lebih dominan dibandingkan jenis asam amino lain dan tenyata bahwa kandungan kedua asam amino ini cukup tinggi dalam daging keong mas.

Daging keong mas mengandung berbagai jenis asam amino dengan komposisi: arginin 18,9%, histidin 2,8%, Isoleusin 9,2%, leusin 10%, lysine 17,5%, methionin 2%, phenilalamin 7,6%, threonin 8,8%, triptofan 1,2%, dan valin 8,7% (Anonim, 2004a). Selain kaya asam amino, daging keong mas juga kaya akan mineral khususnya fosfor, sodium, dan potassium yang sangat bermanfaat dalam pembentukan rangka dan sisik ikan (Anonim, 2004b); juga mengandung vitamin C dalam jumlah yang signifikan. Vitamin C diketahui berperan penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Soliman et al., 1986). Keong mas diduga juga mengandung enzim-enzim yang dapat membantu proses pencernaan (Endo et al., 1993; Yamaura et al., 1997).

Untuk meningkatkan efektifitas pakan, daging keong mas dapat diolah menjadi tepung dan selanjutnya dapat diramu dengan berbagai jenis bahan mentah lain untuk dijadikan makanan kering (pellet), sehingga dapat disimpan

lebih lama dan digunakan bila diperlukan. Hal ini perlu dilakukan mengingat ketersediaan keong mas tidak selalu melimpah setiap waktu, biasanya banyak dijumpai pada awal hingga akhir musim penghujan. Oleh karena itu kajian-kajian tentang pemanfaatan keong mas sebagai pakan ikan khususnya ikan kerapu masih sangat terbuka dan masih banyak aspek-aspek yang dapat ditelusuri.

Tabel 4. Kebutuhan asam amino esensial untuk ikan karnivora (Tacon, 1987).

Tingkat umur/ukuran ikan Jenis asamamino (mg) Benih Pendederan Juwana Pembesaran Induk Leusin 2,66 2.50 2,40 2,30 2,40 Metionin 1,00 0,94 0,90 0,87 0,90 Isoleusin 1,46 1,37 1,32 1,26 1,32 Triptofan 1,67 1,58 1,57 1,45 1,50 Valin 0,31 0,29 0,28 0,27 0,28 Arginin 2,24 2,11 2,02 1,94 2,02 Histidin 1,20 1,13 1,09 1,04 1,09 Fenilalanin 0,95 0,89 0,85 0,82 0,85 Treonin 1,57 1,42 1,36 1,31 1,36 Lisin 3,08 2,90 2,78 2,66 2,78

KESIMPULAN DAN SARAN

Keong mas mempunyai potensi untuk dijadikan pakan

alternatif dalam usaha budidaya ikan kerapu lumpur, karena memberikan angka pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan pakan ikan rucah yang selama ini digunakan. Namun, untuk meningkatkan efektifitasnya perlu dilakukan kajian-kajian yang lebih mendalam, serta disarankan agar daging keong mas diramu dengan berbagai bahan lain dan dijadikan pakan kering, sehingga semua komponen gizi yang diperlukan ikan dapat dipenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004a. Snail meal, Fresh snails, Boiled snails, Raw snails, Golden snail (Pomacea sp, Pomacea ensularis canaliculata), Golden apple snail (Ampularia sp., Helix aspersa), Land snail (Trachia vittata, Pila globosa). http: //www.fao.org/ag/AGA/AGAP/FRG/AFRIS/DATA/340.htm

Anonim. 2004b. Eating Apple Snails. http: //www.applesnail.net. [2 Desember 2004].

Bombeo-Tuburan, I., Coniza, E.B., Rodriguez, E.M., and R.F. Agbayani. 2001. Culture and economic of wild grouper (Epinephelus coioides) using three type feed in pond. Aquaculture 201: 229-240.

Bombeo-Tuburan, I., S. Fukumoto, and E.M. Rodriguez. 1999. Use of the golden apple snail, cassava, and maize as feeds for the tiger shrimp, Penaeus monodon, in ponds. Aquaculture 131 (1-2) : 91-100.

De Silva, S.S. and A. Anderson. 1995. Fish Nutrition in Aqua Culture; The First Series. London: Chapman and Hall.

Departemen Pertanian. 1991. Statistik Ekspor dan Impor Hasil Perikanan 1990. Jakarta: Dirjen Perikanan, Departemen Pertanian RI.

Endo, T., T. Tsukoda, M. Hiraiwa, Y. Uda, and A. Kobata. 1993. Purification and charecterization of an alfa-L-Fucosidase from Pomacea canaliculata. Archives in Biochemistry and Biophysics 302 (1): 152-160.

Lall, S.P. 1991. Concepts in formulation and preparation of a complete fish died. In: De Silva, S.S. (ed.). Proceeding of the Fourth Asian Fish Nutrition Workshop “Fish Nurition Research in Asia”. Asian Fisheries Society Special Publication 5: 1-12.

Pitojo, S. 1996. Petunjuk Pengendalian dan Pemantauan Keong Mas. Trubus Agriwidya, Jakarta.

Soliman, A.K., K. Jauncy, and R.J. Robert. 1986. The effect of dietary ascorbic acid supplementation on hatchability, survival rate and fry performance in Oreochromis mosambicus (Peter). Aquaculture 59: 197-208.

Sunyoto, P. 1994. Pembesaran Ikan Kerapu dengan Karamba Jaring Apung. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tacon, 1987. Essential Nutrients. London: Chapman and Hall. Yamaura, I, T. Koga, T. Matsumoto, and T. Kato. 1997. Purification and

some properties of endo-1,4-beta-D-xylanase from a fresh water mollusk. Bioscience, Biotechnology and Biochemistry 6 (4): 615-620.