30
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Good Corporate Governance (GCG) II.1.1 Sejarah GCG Sejarah lahirnya GCG muncul atas reaksi para pemegang saham di Amerik Serikat pada tahun 1980-an yang terancam kepentingannya (Budiati, 01!" pada saat itu di Amerika terjadi gej$lak ek$n$mi yang luar %iasa yang mengaki %anyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi dengan menjalankan se untuk mere%ut kendali atas perusahaan lain" &indakan ini menim%ulkan pr$tes ke masyarakat atau pu%lik" 'u%lik menilai %ah a manajemen dalam mengel$la perusah menga%aikan kepentingan-kepentingan para pemegang saham se%agai pemilik m$dal perusahaan" Merger dan akuisi pada saat itu %anyak merugikan para pemegang s aki%at kesalahan manajemen dalam pengam%ilan keputusan" )ntuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul k$nsep pem%erdayaan *$misaris se%agai salah satu acana penegakan GCG" *$misaris +ndependen adalah #e an *$misaris yang tidak memiliki hu%ungan dengan #ireksi, Angg$ta #e an *$misaris lainnya dan 'emegang Saham pengendali, serta %e%as dari hu%ungan %is atau hu%ungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk %ertindak independen atau %ertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan" #i +nd$nesia, k$nsep GCG mulai dikenal sejak krisis ek$n$mi tahun 199 krisis yang %erkepanjangan yang dinilai karena tidakdikel$lanya perusahaan perusahaan secara %ertanggungja a%, serta menga%aikan regulasi dan sar praktek (k$rupsi, k$lusi, nep$tisme! **. (Budiati, 01!"Bermula dariusulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa / ek akarta (sekarang +nd$nesia2B/+! yang mengatur mengenai peraturan %agi emiten yang tercatat di B 1 1

2011-2-00483-AK Bab2001

  • Upload
    dee

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

2011-2-00483-AK Bab2001gcggood corporate governancesejarah

Citation preview

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Good Corporate Governance (GCG)II.1.1 Sejarah GCGSejarah lahirnya GCG muncul atas reaksi para pemegang saham di Amerika Serikat pada tahun 1980-an yang terancam kepentingannya (Budiati, 2012). Dimana pada saat itu di Amerika terjadi gejolak ekonomi yang luar biasa yang mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi dengan menjalankan segala cara untuk merebut kendali atas perusahaan lain. Tindakan ini menimbulkan protes keras dari masyarakat atau publik. Publik menilai bahwa manajemen dalam mengelola perusahaan mengabaikan kepentingan-kepentingan para pemegang saham sebagai pemilik modal perusahaan. Merger dan akuisi pada saat itu banyak merugikan para pemegang saham akibat kesalahan manajemen dalam pengambilan keputusan. Untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul konsep pemberdayaan Komisaris sebagai salah satu wacana penegakan GCG. Komisaris Independen adalah Anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan dengan Direksi, Anggota Dewan Komisaris lainnya dan Pemegang Saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal sejak krisis ekonomi tahun 1997 krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena tidak dikelolanya perusahaanperusahaan secara bertanggungjawab, serta mengabaikan regulasi dan sarat dengan praktek (korupsi, kolusi, nepotisme) KKN (Budiati, 2012). Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia/BEI) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEI yang mewajibkan untuk mengangkat Komisaris Independen dan membentuk Komite Audit pada tahun 1998, GCG mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan publik di Indonesia.

Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan (Letter of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang mendorong terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi penerapan GCG. Pemerintah Indonesia mendirikan lembaga khusus, yaitu Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang memiliki tugas pokok dalam merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia.Sejauh ini penegakan aturan untuk penerapan CGG belum ada sanksi bagi perusahaan yang belum menerapkan maupun yang sudah menerapkan tetapi tidak sesuai standar pelaksanaan GCG. Namun pelaksanaan penerapan GCG memberi nilai tambah bagi perusahaan. Perusahaan yang melakukan peningkatan pada kualitas GCG menunjukan peningkatan penilaian pasar, sedangkan perusahaan yang mengalami penurunan kualitas GCG, cenderung menunjukan penurunan pada penilaian pasar (Cheung, 2011).II.1.2 Definisi GCGIstilah tata kelola perusahaan di Indonesia merupakan terjemahan dari corporate governance. Kata governance berasal dari bahasa Prancis kuno yaitu gouvernance yang berarti pengendalian (control) atau regulated dan dapat dikatakan sebagai suatu keadaan yang berada dalam kondisi yang terkendali (Subroto, 2005).

GCG merupakan masalah yang tidak akan berakhir dan terus akan menjadi bahan pembahasan bagi pelaku bisnis, akademis, pembuatan kebijakan dan lain sebagainya. Perhatian terhadap GCG kian meningkat seiring banyak bermunculan masalah skandal keuangan di lingkungan bisnis. Konsep GCG telah banyak dikemukakan oleh banyak ahli dan badan sebagai alat control dan pengawasan terhadap kinerja manajemen.

Definisi GCG menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 adalah suatu proses atau struktur yang digunakan oleh BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka waktu panjang dan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Sehubungan dengan tidak berlakunya Keputusan Menteri Negara BUMN tersebut yang selama ini digunakan sebagai dasar penerapan GCG, yaitu Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: Kep117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan Praktik GCG pada Badan Usaha Milik Negara karena digantikan dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (tanggal 1 Agustus 2011), maka definisi GCG berubah menjadi prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.

Menurut Muh. Arief Effendi (2009) dalam bukunya The Power of Good Corporate Governance, pengertian GCG adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.

Definisi GCG yang dikemukakan diatas berbeda namun memiliki maksud yang sama. Dari definisi diatas dapat disimpulkan GCG adalah sistem atau seperangkat peraturan yang mengatur, mengelola dan mengawasi hubungan antara para pengelola perusahaan dengan stakeholders disuatu perusahaan. GCG tidak hanya sebagai alat pengatur dan pengendali saja namun juga sebagai nilai tambah bagi suatu perusahaan.II.1.3 Teori GCG

II.1.3.1 Teori Agensi (Agency Theory)Konsep GCG timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agent-nya (www.bpkp.go.id, 2012). Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak. Teori agensi menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga ahli (agent) yang lebih mengerti dalam menjalankan pengelolaan perusahaan (Sutedi, 2011). Pemisahan dalam pengelolaan perusahaan dari pemiliknya ditujukan agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya yang seefisien mungkin. Tugas para agent adalah menjaga kepentingan perusahaan dan menjalankan manajemen perusahaan sesuai fungsi yang telah ditetapkan. Dengan kata lain agent adalah perantara para pemegang saham dalam menjalankan pengelolaan perusahaan, sementara para pemegang saham hanya mengawasi kinerja para agent-nya dan memastikan bahwa para agent bekerja sesuai dengan fungsi, tugasnya, dan menjunjung tinggi kepentingan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Kinerja manajemen dapat dilihat dari keberhasilannya dalam memaksimalkan laba perusahaan yang berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup perusahaan.

Keleluasaan manajemen dalam mengelola dana guna mencapai hasil yang maksimal bagi perusahaan bisa mengarah pada memaksimalkan tambahan ekonomis bagi kepentingan pribadi (kepentingan para agent ) dengan beban dan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan, sehingga dalam menyajikan laporan atas penggunaan dan pengelolaan dana oleh para agent tidak melaporkan informasi keuangan perusahaan sesuai dengan yang sebenarnya (Ernawan, 2011). Dengan kata lain, para agent merekayasa laporan keuangan perusahaan guna menghindari resiko ditemukannya fraud yang dilakukan. Disamping itu, kinerja manajemen yang diukur dari keberhasilannya dalam memaksimalkan laba perusahaan, mendorong para agent untuk melakukan earnings management dalam penyusunan laporan keuangan, dimana agent merekayasa laba perusahaan agar kinerja dalam mengelola perusahaan dinilai baik oleh para pemegang saham.

Teori agensi tersebut mendorong munculnya konsep GCG dalam pengelola bisnis perusahaan, dimana GCG diharapkan dapat meminimumkan hal-hal tersebut melalui pengawasan terhadap kinerja para agent. GCG memberikan jaminan kepada para pemegang saham bahwa dana yang diinvestasikan dikelola dengan baik dan para agent bekerja sesuai dengan fungsi, tanggung jawab dan untuk kepentingan perusahaan.II.1.3.2 Teori Stakeholders

Pengertian stakeholders atau para pemangku kepentingan menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik adalah pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (BUMN) karena mempunyai hubungan hukum dengan perusahaan (BUMN). Perusahaan tidak hanya memandang bahwa stakeholders adalah investor dan kreditor saja, melainkan antara lain pemerintah, pelanggan, pemasok, karyawan (tenaga kerja), masyarakat dan lingkungan.

Pemerintah dapat dikatakan sebagai stakeholders bagi perusahaan karena pemerintah mempunyai kepentingan atas aktivitas perusahaan dan keberadaan perusahaan sebagai salah satu elemen sistem sosial dalam sebuah negara. Oleh kerena itu perusahaan tidak bisa mengabaikan peran pemerintah dalam menjalankan pengelolaan bisnis (Sarwako, 2003). Terdapatnya birokrasi yang mengatur jalannya perusahaan dalam sebuah negara yang harus ditaati oleh perusahaan melalui kepatuhan terhadap peraturan pemerintah menjadikan terciptanya sebuah hubungan yang baik antara perusahaan dengan pemerintah.

Pelanggan dianggap sebagai salah satu stakeholders dari suatu perusahaan karena pelanggan memberikan kontribusi pendapatan dari pemakaian produk atau jasa perusahaan. Secara umum pelanggan menuntut agar produk atau jasa tersebut dapat dipercaya dengan tingkat harga yang seminimal mungkin, serta menuntut pula adanya pelayanan yang diberikan oleh produk, garansi yang cocok, riset dan pengembangan perbaikan produk dan jasa.

Pemasok merupakan salah satu stakeholders dengan tuntutan adanya sumber usaha yang berkelanjutan, pelaksanaan dari perjanjian kredit yang tepat waktu, hubungan yang profesional dalam pengontrakan untuk pembelian dan penerimaan barang dan jasa. Karyawan dianggap pula sebagai pihak yang mempunyai pengaruh bagi kegiatan operasional perusahaan. Karyawan mengharapkan perusahaan menyediakan lingkungan kerja yang dinamis yang memberikan imbalan yang memuaskan dan yang mendorong untuk pengembangan keahlian, pengetahuan dan karir. Pihak yang paling penting dalam menjalankan pengelolaan perusahaan adalah masyarakat dan lingkungan, dimana perusahaan dituntut dapat memberi pekerjaan yang produktif dan sehat dalam masyarakat dan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan hidup.Dalam teori ini menunjukkan adanya peran penting stakeholders dalam perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu memberikan kepuasan terhadap stakeholders, dimana perusahaan dituntut untuk dapat memenuhi semua tuntutan stakeholders agar dapat mendukung pencapai tujuan perusahaan. Dalam tesisnya, Sarwako (2003) menyimpulkan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengelola tuntutan stakeholders adalah dengan menerapkan GCG secara efektif.

II.1.3.3 Stewardship theoryStewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam tuntutan yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya.II.1.4 Prinsip-Prinsip GCG

Menurut KNKG, Prinsip-prinsip GCG adalah sebagai berikut:1. Transparansi (Transparency)Dalam prinsip ini, perusahaan dituntut mampu menyediakan informasi yang penting atau materiil dan relevan secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, comparable dan mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders karena keyakinan dan kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan tergantung pada pengungkapan informasi tersebut. Untuk itu, perusahaan hendaknya menggunakan prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang lazim digunakan dan dapat diterima secara luas dalam pengungkapan laporan keuangan. Disamping itu, perusahaan diharapkan mempublikasikan laporan keuangan dan informasi agar investor mudah dalam mengakses informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat menghindari benturan kepentingan (conflict of interest). Selain laporan keuangan, perusahaan harus menyediakan informasi-informasi penting lainnya dan kebijakan-kebijakan perusahaan kepada stakeholders, khususnya para pemegang saham. Informasi yang disajikan oleh perusahaan harus mencerminkan keadaan yang sesungguhnya (transparency), tanpa rekayasa oleh pihak manapun.2. Akuntabilitas (Accountability)Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Prinsip ini ditujukan untuk menghindari agency problem yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara Pemegang Saham dan Direksi. Usaha yang dilakukan perusahaan untuk menjalankan prinsip ini antara lain dengan memisahkan secara jelas fungsi, hak, wewenang dan tanggungjawab masing-masing organ perusahaan, dan memastikan setiap organ perusahaan mampu melaksanakan fungsinya sesuai dengan anggaran dasar, etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan.

Untuk meyakinkan bahwa tidak adanya penyimpangan fungsi, hak dan wewenang, maka dibentuk suatu sistem pengendalian internal (SPI) yang efektif dalam pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Disamping itu perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) untuk mendorong semua organ perusahaan melaksanakan tugas dan kewajiban dengan penuh tanggungjawab.3. Responsibilitas (responsibility)Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk yang berkaitan dengan pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat. Mengingat dalam menjalankan operasinya perusahaan seringkali menghasilkan dampak yang negatif yang harus ditanggung masyarakat, untuk ini tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat sangat diperlukan. Perusahaan juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi terjadinya kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja yang terjadi pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar. Dengan perusahaan mematuhi hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan tanggung jawab kepada lingkungan dan masyarakat maka kesinambungan usaha dalam jangka panjang akan terwujud dan perusahaan mendapatkan penghargaan sebagai Good Corporate Citizen.4. Independensi (Independency)Dalam hal ini perusahaan dikelola secara independent, dimana perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak dipengaruhi oleh kepentingan tertentu, bebas dari conflict of interest dan dari segala pengaruh dan tekanan pihak manapun, sehingga dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara objektif. Dalam hal ini pula, setiap organ perusahaan dituntut untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang telah ditentukan, tidak mendominasi atau melempar tanggung jawab satu sama lain sehingga kejelasan tugas dan tanggung jawab dapat terlihat. Untuk mewujudkan prinsip ini dapat ditempuh dengan penetapan job description secara jelas dan memastikan setiap organ telah melakukan tanggung jawabnya dengan baik sesuai apa yang telah ditentukan.5. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)Dapat dipastikan semua investor pasti membutuhkan jaminan bahwa setiap asset atau capital yang mereka tanamkan dikelola secara aman. Untuk itu perusahaan dituntut untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh kepentingan pemegang saham secara fair, termasuk kepada pemegang saham minoritas. Perlindungan tersebut termasuk perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya praktek korporasi yang merugikan seperti fraud, insider trading dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan prinsip ini, dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:

a. Dalam pengambilan keputusan, perusahaan melibatkan para pemangku kepentingan untuk memberikan kesempatan menyampaikan saran, masukan serta pendapat.

b. Membuat peraturan untuk melindungi kepentingan saham minoritas dalam perusahaan.

c. Menetapkan secara jelas peran, fungsi dan tanggung jawab semua organ perusahaan.

d. Menyampaikan informasi penting secara terbuka dan secara wajar.

e. Memberikan perlakuan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara professional.II.1.5 Faktor Keberhasilan Penerapan GCGMenurut KNKG (2009), keberhasilan pelaksanaan GCG pada perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:1. Komitmen dari organ perusahaan yang dilandasi oleh itikad baik untuk menerapkan GCG secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan.2. Penciptaan sistem pelaksanaan GCG di semua lapisan serta melakukan deseminasi dan sosialisasi secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan mengikutsertakan semua pihak yang ada dalam perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya.3. Penyesuaian peraturan dan kebijakan perusahaan dengan sistem pelaksanaan GCG.4. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seluruh jajaran perusahaan yang mengacu pada pedoman perilaku (code of conduct).5. Dukungan dari pihak stakeholders.6. Evaluasi pelaksanaan GCG yang dilakukan berkala oleh perusahaan sendiri maupun dengan menunjuk pihak lain yang kompeten dan independen.II.1.6 Tujuan dan Manfaat Penerapan Prinsip-Prinsip GCGMengacu pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, maka dapat diketahui tujuan dari penerapan prinsip-prinsip GCG antara lain:1. Penerapan prinsip-prinsip GCG untuk memaksimalkan nilai BUMN agar BUMN memiliki daya saing yang kuat baik secara nasional maupun internasional, sehingga tujuan BUMN dapat dicapai.2. Agar BUMN dalam menjalankan usahanya dapat dijalankan secara professional, transparant, efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ-organ perusahaan.3. Agar setiap keputusan yang diambil dilandasi oleh nilai moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memperhatikan kepentingan-kepentingan para stakeholder (melindungi hak stakeholders).4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.5. Meningkatkan iklim investasi nasional.II.1.7 Organ PerseroMenurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, organ persero terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Pengawas, dan Direksi.II.1.7.1 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) pasal 75 sampai dengan pasal 91, RUPS merupakan sebuah forum dimana para Pemegang Saham memiliki kewenangan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai perusahaan, baik dari Direksi maupun Dewan Komisaris. Informasi-informasi itu merupakan landasan bagi RUPS untuk menentukan kebijakan dan langkah strategis perusahaan dalam mengambil keputusan sebagai sebuah badan hukum. Dalam forum RUPS, mekanisme penyampaian keterangan dan keputusan itu disusun secara teratur dan sistematis sesuai agendanya. Dalam forum RUPS, para peserta tidak dapat memberikan keterangan dan keputusan diluar agenda rapat, kecuali RUPS itu dihadiri oleh semua Pemegang Saham dan mereka menyetujui penambahan agenda rapat itu dengan suara bulat.

RUPS menetapkan Indikator Pencapaian Kinerja (Key Performance Indicators) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas berdasarkan usulan dari Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang bersangkutan. Selanjutnya Dewan Komisaris/ Dewan Pengawas wajib menyampaikan laporan triwulanan perkembangan realisasi Indikator Pencapaian Kinerja kepada para Pemegang Saham/Menteri.

Sebagai sebuah forum, pada prinsipnya RUPS harus diselenggarakan di Indonesia. Penyelenggaraan itu dilakukan di tempat kedudukan perusahaan atau di tempat perusahaan melakukan kegiatan operasional. Selain di tempat perusahaan, RUPS juga dapat diselenggarakan melalui media elektronik, misalnya media telekonferensi atau video konferensi. Semua peserta RUPS yang diselenggarakan dengan media elektronik harus bisa saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi di dalam rapat. Meskipun sifatnya telekonferensi, RUPS itu juga harus dibuatkan risalah rapatnya dan ditandatangani oleh semua peserta rapat.Jenis RUPS dapat terdiri dari :

a. RUPS Tahunan adalah RUPS yang wajib diselenggarakan Direksi minimal 6 bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Dalam RUPS Tahunan, Direksi mengajukan semua dokumen dari Laporan Tahunan Perseroan.

b. RUPS Lainnya adalah RUPS yang dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perusahaan.

Pemegang Saham dapat mengambil keputusan di luar RUPS, dengan syarat semua Pemegang Saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani keputusan yang dimaksud. Keputusan Pemegang Saham ini mempunyai kekuatan hukum mengikat yang sama dengan keputusan RUPS secara fisik. Keputusan Pemegang Saham di luar RUPS dapat dilakukan dalam bentuk surat keputusan atau surat biasa, yang keduanya mempunyai kekuatan mengikat sebagai Keputusan RUPS/Menteri.

Menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, hak-hak Pemegang Saham antara lain:

1. Mendapatkan perlakuan yang sama (setara) antar Pemegang Saham.

2. Menghadiri dan mempunyai hak mengemukakan pendapat dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

3. Mendapatkan informasi-informasi yang penting berkaitan dengan BUMN secara tepat waktu, terukur dan teratur. Informasi tersebut antara lain :

a. Panggilan untuk RUPS.

b. Informasi laporan metode perhitungan, penentuan serta rincian atas gaji, honorarium, fasilitas, tunjangan.

c. Informasi mengenai Rencana Kerja Perusahaan dan Anggaran Perusahaan.

d. Informasi keuangan perusahaan.

e. Informasi yang berkaitan dengan agenda RUPS yang diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung.

4. Menerima deviden sesuai dengan komposisi modal yang ditanamkan.

5. Menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.II.1.7.2 Dewan Komisaris ( Dewan Pengawas)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 1, definisi Dewan Komisaris (Dewan Pengawas) adalah organ perusahaan yang menjalankan tugas pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar yang telah ditetapkan perusahaan serta memberikan nasihat kepada Direksi.

Dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01 /MBU/2011 pasal 12, diatur mengenai fungsi Dewan Komisaris, antara lain:

1. Mengawasi kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada BUMN dan memberikan nasihat kepada Direksi.

2. Menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi kepentingan BUMN.

3. Membuat pembagian tugas yang diatur oleh mereka sendiri.

4. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Dewan Komisaris yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RKAP.

5. Memantau dan memastikan implementasi GCG dilakukan secara efektif dan berkelanjutan.6. Memastikan bahwa dalam Laporan Tahunan BUMN telah memuat informasi mengenai identitas, pekerjaan-pekerjaan utamanya, jabatan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas di perusahaan lain, termasuk rapat-rapat yang dilakukan dalam satu tahun buku (rapat internal maupun rapat gabungan dengan Direksi), serta honorarium, fasilitas, dan/atau tunjangan lain yang diterima dari BUMN yang bersangkutan.II.1.7.3Dewan Direksi (Board Of Director/BOD)

Tugas dan fungsi utama Dewan Direksi menjalankan dan melaksanakan pengurusan Perseroan. Jadi Perseroan diurus, dikelola dan di-manage oleh Direksi (Harahap, 2009). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan tugas pokok Dewan Direksi adalah:1. Bertanggungjawab penuh atas kepengurusan perusahaan.

2. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan maksud, tujuan perusahaan dan demi kepentingan perusahaan.

3. Mewakili perusahaan baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggara dasar perusahaan.II.1.8 Komite Penunjang Dewan KomisarisUntuk membantu Komisaris dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar yang telah ditetapkan, maka Komisaris dapat meminta saran, nasihat, pendapat pihak ketiga atau membentuk komite khusus. Komite tersebut antara lain:1. Komite audit

Komite Audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Ketua Komite Audit bertanggungjawab penuh kepada Dewan Komisaris dalam bentuk laporan berkala .Menurut KNKG (2006), komite audit membantu dewan komisaris untuk memastikan:a. Laporan keuangan perusahaan telah disajikan secara wajar dan transparan.b. Dalam melaksanakan audit (eksternal maupun internal) telah dilaksanakan sesuai standar audit yang berlaku.c. Pengendalian perusahaan telah dilaksanakan dengan maksimal.d. Memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan tata kelola perusahaan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.e. Menindaklanjuti temuan audit yang dilakukan oleh manajemen.2. Komite Nominasi

Komite Nominasi bertugas menyusun kriteria pemilihan dan penilaian kinerja Komisaris dan Direksi (Effendi, 2009). Tanggung jawab Komite Nominasi mencakup :a. Pengkajian kompetensi calon Anggota Direksi dan Komisaris untuk posisi yang dimaksud.b. Pengkajian rencana suksesi.c. Evaluasi kinerja Komisaris dan Direksi.d. Pengusulan, menilai, dan memberikan rekomendasi atas calon-calon Direksi dan komisaris BUMN.3. Komite Remunerasi

Komite ini bertugas membantu Komisaris dalam menentukan jumlah kompensasi bagi Direksi dan dalam mengevaluasi mekanisme dalam pelaksanaannya (Effendi, 2009). Tanggung jawab Komite Remunerasi antara lain:

a. Menyusun kebijakan penggajian, insentif Direksi dan Komisaris.b. Memastikan jumlah dan komposisi yang layak dan wajar dari remunerasi di perusahaan.4. Komite Manajemen Risiko

Menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor :PER-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, dalam setiap mengambil tindakan dan keputusan, direksi harus mempertimbangkan risiko yang akan dihadapi. Atas hal tersebut Direksi wajib melaksanakan program manajemen risiko korporasi secara terpadu yang merupakan bagian dari pelaksanaan program GCG. Pelaksanaan program manajemen risiko dapat dilakukan dengan membentuk unit kerja tersendiri yang ada di bawah Direksi atau memberi penugasan kepada unit kerja yang ada dan relevan untuk menjalankan fungsi manajemen risiko.

Kewenangan dan tanggung jawab Komite Manajeman Risiko antara lain :

1. Memberikan saran, masukan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pedoman manajeman risiko dan menerapkannya.2. Mensosialisasikan kebijakan, strategi, dan pedoman manajeman risiko keseluruh stakeholders.3. Melakukan evaluasi atas kebijakan, strategi dan pedoman manajemen risiko.

II.1.9 Sekretaris PerusahaanSekretaris Perusahaan merupakan elemen penting dalam perusahaan yang mendukung keberhasilan implementasi GCG. hal tersebut disebabkan Sekretaris Perusahaan merupakan pihak penting bagi perusahaan dalam berhadapan dengan pihak ketiga (Effendi, 2009). Dalam hal ini, Sekretaris Perusahaan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan informasi secara terbuka yang berkaitan dengan perusahaan kepada stakeholders. Sekretaris Perusahaan diangkat dengan kualifikasi profesionalisme yang memadahi dan diberhentikan oleh Direktur Utama berdasarkan mekanisme internal perusahaan dengan persetujuan Dewan Komisaris. Kinerja Sekretaris Perusahaan diawasi dan dievaluasi oleh Dewan Direksi.

Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, fungsi sekretaris perusahaan adalah:

1. Memastikan BUMN dalam menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.

2. Memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan Dewan Direksi apabila dibutuhkan.

3. Sebagai penghubung antara perusahaan dan pemangku kepentingan

4. Menatausahakan serta menyimpan dokumen perusahaan.II.1.10 Sistem Pengendalian Internal (SPI)Direksi wajib menyelenggarakan pengawasan intern yang salah satu caranya dilakukan dengan membentuk Satuan Pengawas Internal (SPI) yang dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama berdasarkan mekanisme internal perusahaan dengan persetujuan Dewan Komisaris. Fungsi pengawas internal antara lain:a. Evaluasi atas efektifitas pelaksanaan pengendalian intern, manajemen risiko, dan proses tata kelola perusahaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan perusahaan.

b. Pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektifitas di bidang keuangan, operasional, sumber daya manusia, teknologi informasi, dan kegiatan lainnya;

Sistem pengendalian internal (internal control) merupakan salah satu bentuk implementasi pelaksanaan GCG (Effendi, 2009). Implementasi sistem pengendalian dalam perusahaan dapat menghindari timbulnya fraud di lingkungan perusahaan. Pengendalian intern yang efektif berguna untuk menjaga asset perusahaan dari tindakan pencurian, penyalahgunaan, maupun KKN.

II.1.11 Pengukuran Terhadap Pelaksanaan GCG

Dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, mewajibkan BUMN melakukan pengukuran terhadap penerapan GCG. Pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan:1. Penilaian (assessment)Penilaian (assessment) adalah program untuk mengidentifikasikan implementasi GCG pada BUMN melalui pengukuran pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN yang dilaksanakan secara berkala setiap 2 (dua) tahun. Sebelum melakukan penilaian didahului dengan mensosialisasikan GCG pada semua lapisan BUMN. Penilaian dilakukan oleh penilai (assessor) independen yang ditunjuk oleh Dewan Komisaris melalui proses dan ketentuaan yang berlaku. Penilaian juga dapat dilakukan dengan menggunakan jasa Instansi Pemerintah yang berkompenten di bidang GCG, yang ditunjuk oleh Direksi secara langsung. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menggunakan indikator yang ditetapkan oleh Sekretaris Kementerian BUMN.Sebelum melaksanakan penelitian, penilai menandatangani perjanjian kerja dengan Direksi BUMN yang terkait. Perjanjian tersebut mengatur tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu dan biaya pelaksanaan. Hasil penilaian dilaporkan kepada RUPS/ Menteri bersamaan dengan penyampaian Laporan Tahunan.2. Evaluasi (review)Evaluasi (review) adalah program untuk menggambarkan tindak lanjut pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN yang dilakukan pada tahun berikutnya setelah penilaian, yang mencakup evaluasi terhadap hasil penilaian dan tindak lanjut atas perbaikan. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh BUMN itu sendiri (self assessment). Dalam pelaksanaan evaluasi dapat dibantu oleh penilai independen atau Jasa Instansi Pemerintah yang berkompeten, tetapi penilai independen atau Jasa Instansi Pemerintah tidak dapat menjadi penilai pada tahun berikutnya. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan indikator yang ditetapkan Sekretaris Kementerian BUMN. Hasil evaluasi dilaporkan kepada RUPS/ Menteri bersamaan dengan penyampaian Laporan Tahunan.II.1.12 Peraturan Nasional Yang Terkait Dengan Implementasi GCG di

Indonesia

II.1.12.1 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)Pemerintah mengesahkan peraturan yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas yaitu Undang-undang No. 40 Tahun 2007 untuk menggantikan UU Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995. Tujuan pembaruan undang-undang tersebut adalah untuk mendukung implementasi GCG. Prinsip GCG mengacu pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip GCG harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :1. Transparansi

Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh undang-undang seperti dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan informasi ataupun dalam hal penerapan manajemen keterbukaan, informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu baik kepada para pemangku kepentingan.

2. Akuntabilitas

Adanya keterbukaan informasi dalam bidang finansial dalam hal ini ada dua pengendalian yang dilakukan oleh Direksi dan Komisaris. Direksi menjalankan operasional perusahaan, sedangkan Komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran manajemen yang profesional atas semua keputusan dan kebijakan yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional Perseroan.

3. Responsibilitas

Pertanggung jawaban perseroan kepada stakeholders dengan tidak merugikan kepentingan stakeholders. Yang ditekankan dalam undang-undang ini Perseroan haruslah berpegang pada hukum yang berlaku.4. Keadilan

Prinsip keadilan menjamin bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang diambil adalah demi kepentingan seluruh pihak yang berkepetingan. Selain itu prinsip keadilan ini tercermin dalam Pasal 53 ayat 2 Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. Pasal ini menunjukkan unsur fairness (non diskriminatif) antar Pemegang Saham dalam klasifikasi yang sama untuk memperoleh hak-haknya, seperti hak untuk mengusulkan dilaksanakannya RUPS, hak untuk mengusulkan agenda tertentu dalam RUPS dan lain-lain.II.1.12.2 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011.Penerapan tata kelola perusahaan pada BUMN di Indonesia terus ditingkatkan mengingat adanya pembaruan hukum di bidang perseroan terbatas dan BUMN, serta memperhatikan perkembangan dunia usaha yang semakin dinamis dan kompetitif. Peningkatan itu dapat dilihat dari adanya pembaruan Peraturan Menteri BUMN mengenai tata kelola perusahaan, dimana dikeluarkannya Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menggantikan Keputusan Menteri BUMN Nomor:KEP-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam pembaruan peraturan menteri tersebut ada beberapa hal yang mengalami perubahan materi secara keseluruhan maupun penyempurnaan materi, Penambahan materi yang sebelumnya tidak tercantum dalam Kep-117/M-MBU/2002, dan Penghapusan materi yang sebelumnya tercantum dalam Kep-117/M-MBU/2002. (Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran II )II.1.12.3 Pedoman Umum GCG di Indonesia oleh KNKG

Pedoman Umum GCG di Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), merupakan acuan bagi semua perusahaan di Indonesia dalam melaksanakan penerapan implementasi GCG dalam menjalankan pengelolaan perusahaan. Pedoman KNKG tersebut adalah :1. Penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG

Dalam bagian ini memaparkan bahwa penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.

2. Asaz GCG

Dalam bagian ini menegaskan bahwa setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan para pemangku kepentingan (stakeholders).

3. Etika bisnis dan pedoman perilaku.

Dalam bagian ini menjelaskan bahwa pedoman perilaku yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan.4. Organ perusahaan

Dalam bagian ini menjelaskan bahwa organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan.5. Pemegang SahamDalam bagian ini memaparkan tentang hak dan kewajiban pemegang saham serta tanggung jawab perusahaan terhadap hak dan tanggung jawab pemegang saham.

6. Pemangku kepentinganDalam bagian ini dijelaskan bahwa pemangku kepentingan (selain pemegang saham) adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan. Antara perusahaan dengan pemangku kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai dengan asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak.

7. Pernyataan tentang pedoman penerapan GCG.

Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG dengan pedoman GCG ini dalam Laporan Tahunannya. Pernyataan tersebut harus disertai laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan serta informasi penting lain yang berkaitan dengan penerapan GCG. Dengan demikian, Pemegang Saham dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk regulator, dapat menilai sejauh mana Pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah diterapkan.

8. Pedoman praktis penerapan GCG

Dalam bagian ini menyatakan bahwa perusahaan wajib membuat pedoman pelaksanaan GCGII.1.13 Penelitian TerdahuluII.1.13.1 Penelitian Fenny Wijaya berjudul (2007) EVALUASI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT ASTRA INTERNASIONAL TBK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran seberapa jauh penerapan GCG dan kualitas tata kelola perusahaan pada PT Astra Internasional Tbk. Penelitian ini menggunakan teknik evaluasi GCG berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), Lampiran Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal, dan Code for Good Corporate Governance yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Pembahasan dalam skripsi ini merupakan evaluasi penerapan prinsip-prinsip GCG yang dicerminkan melalui 5 aspek yaitu: hak-hak pemegang saham, kebijakan corporate governance, praktik corporate governance, pengungkapan (disclosure), dan audit. Hasil evaluasi penerapan GCG yang dilakukan perusahaan, kemudian akan digunakan untuk mengetahui dan menilai kualitas tata kelola perusahaan yang menjadi objek penelitian. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kepustakaan dan studi lapangan melalui kuesioner. Melalui kuesioner tersebut, penulis memperoleh gambaran seberapa jauh penerapan GCG di PT Astra Internasional Tbk .Hasil dari penelitian adalah penerapan GCG pada PT Astra Internasional Tbk telah disosialisasikan, dilaksanakan, di-review pelaksanaannya, dan secara konsisten terus ditingkatkan implementasinya. Pada dasarnya penerapan GCG yang dilakukan PT Astra Internasional Tbk sudah baik, tetapi masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki dalam hal isi dari website, kurangnya pengungkapan atas resiko, dan tidak adanya komite GCG. Saran atas kekurangan dalam penerapan GCG diperbaiki dengan menambah isi dan memaksimalkan fungsi dari website perusahaan, membuat pengungkapan resiko usaha perusahaan, meningkatkan penerapan prinsip-prinsip GCG, dan membentuk komite GCG.II.1.13.2Penelitian Cheesy Sundae Fluff (2007) berjudul EVALUASI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT KRAKATAU STEEL (PERSERO)

Penelitian yang dilakukan pada PT Krakatau Steel (Persero) yaitu mengevaluasi penerapan prinsip-prinsip GCG apakah telah sesuai dengan peraturan dan atau pedoman yang berlaku atau belum. Metode penelitian yang dilakukan meliputi penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan meminta data yang berhubungan dengan corporate governance, melakukan wawancara serta membagikan kuesioner. Sedangkan penelitian kepustakaan dilakukan dengan membandingkan implementasi prinsip corporate governance pada perusahaan dengan teori dan peraturan yang berlaku.Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Krakatau Steel (Persero) sudah memiliki divisi khusus yang menangani masalah GCG. Tetapi dalam prakteknya, PT Krakatau Steel (Persero) belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam tubuh perusahaan. Belum optimalnya kinerja para Direksi dan Komisaris dalam mendukung terciptanya GCG menjadi salah satu penyebabnya. Sosialisasi yang kurang tentang penerapan GCG juga dapat mengakibatkan kurang pedulinya karyawan terhadap praktek GCG. Pemilihan dan pengangkatan Komite Audit telah dilakukan sesuai dengan Komite Audit charter yang ada. Dalam pelaksanaan tugasnya, Komite Audit berhubungan dengan SPI, sedangkan SPI harus bertanggung jawab serta patuh terhadap Direksi. Hal tersebut dapat menyebabkan ketidakbebasan SPI dalam melakukan pengawasan. Pemilihan dan penunjukan KAP (Kantor Akuntan Publik) diusulkan oleh Dewan Komisaris dan diputuskan serta disetujui melalui RUPS.

Berdasarkan hasil penelitian, PT Krakatau Steel (Persero) belum optimal dalam menerapkan prinsip GCG. Langkah yang dapat dilakukan yaitu, sebaiknya dilakukan koordinasi yang baik antara Direksi dan Komisaris dalam mendukung terciptanya good corporate governance yang baik. Sosialisasi mengenai pedoman dan pelaksanaan GCG seharusnya dilakukan sampai ke level bawah. Terkait dengan kemandirian fungsi SPI, Komite Audit akan meningkatkan dan memperbaiki kerja sama yang saling menguntungkan dengan SPI dan manajemen eksekutif.II.1.13.3Penelitian Haris Sarwako (2003) berjudul EVALUASI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT ANEKA TAMBANG Tbk.Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan, mengevaluasi, serta menganalisis kendala-kendala penerapan prinsip-prinsip GCG pada PT Aneka Tambang Tbk. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian diskriptif kualitatif, dengan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Responden dari penelitian tersebut adalah pemegang saham dan manajemen PT Aneka Tambang Tbk yang memahami tentang GCG.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa prinsip-prinsip GCG dalam PT Aneka Tambang Tbk belum berjalan dengan semestinya. Hal tersebut tercermin dengan belum adanya pedoman corporate governance, code of conduct secara tertulis, komisaris independen hanya terdiri dari satu orang dan ditunjuk oleh Mentri Negara BUMN, belum ada Komite nominasi, Komite kompensasi, kepatuhan dan manajemen resiko, mekanisme market of corporate control belum berjalan. Kendala-kendala yang dihadapi PT Aneka Tambang Tbk adalah penentuan keputusan perusahaan yang masih ada di tangan para pemegang saham mayoritas yaitu Pemerintah RI, sehingga proses GCG belum berjalan dengan maksimal.

Dalam penelitian ini, penulis menyarankan agar perusahaan dapat menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik, dengan menyusun pedoman GCG secara tertulis, Code of Conduct, membentuk komisaris independen yang dipilih oleh bukan pemilik saham pengendali agar terciptanya kesamaan hak bagi para pemegang saham.Tabel II.1

Penelitian Terdahulu

Nama peneliti

(tahun penelitian)Pertanyaan risetMetode PenelitianHasil penelitian

Fenny Wijaya (2007)1. Bagaimana gambaran penerapan GCG pada PT Astra Internasional Tbk ?

2. Bagaimana kualitas tata kelola perusahaan PT Astra Tbk ?1. Penelitian explanatory dengan pendekatan case study.2. Data diperoleh dengan: Studi kepustakaan dan studi lapangan.1. Penerapan GCG pada PT Astra Internasional Tbk telah disosialisasikan, dilaksanakan, di-review pelaksanaannya, dan secara konsisten terus ditingkatkan implementasinya.

2. Kekurangan dalam penerapan GCG yang perlu diperbaiki dalam hal isi dari website.

3. Kurangnya pengungkapan atas risiko oleh perusahaan

4. Tidak adanya komite GCG dalam perusahaan

Cheesy Sundae Fluff (2007)1. Apakah penerapan GCG pada PT Krakatau Steel (Persero) sesuai dengan kebijakan pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan pengelolaan perusahaan yang baik ?

2. Apakah ada kelemahan dalam penerapan prinsip-prinsip GCG ?1. Penelitian: explanatory.

2. Metode pengumpulan data: studi lapangan dan studi kepustakaan.1. PT Krakatau Steel (Persero) belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip GCG ke dalam tubuh perusahaan. 2. Belum optimalnya kinerja para Direksi dan Komisaris dalam mendukung terciptanya GCG menjadi salah satu penyebabnya. 3. Sosialisasi yang kurang tentang penerapan GCG juga dapat mengakibatkan kurang pedulinya karyawan terhadap praktek GCG. 4. Pemilihan dan pengangkatan Komite Audit telah dilakukan sesuai dengan Komite Audit charter yang ada. 5. Dalam pelaksanaan tugasnya, Komite Audit berhubungan dengan SPI, sedangkan SPI harus bertanggung jawab serta patuh terhadap direksi. Hal tersebut dapat menyebabkan ketidakbebasan SPI dalam melakukan pengawasan. 6. Pemilihan dan penunjukan KAP (Kantor Akuntan Publik) diusulkan oleh Dewan Komisaris dan diputuskan serta disetujui melalui RUPS.

Haris Sarwako (2003)1. Apakah PT Aneka Tambang (Persero) sudah menerapkan prinsip-prinsip GCG?

2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi PT Aneka Tambang (Persero) dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG?1. Penelitian deskriptif analitis.

2. Metode penelitian: studi kepustakaan dan kuesioner 1. Penerapan prinsip-prinsip GCG dalam PT Aneka Tambang Tbk belum berjalan dengan semestinya.

2. Belum adanya pedoman corporate governance, code of conduct secara tertulis.

3. Komisaris independen hanya terdiri dari satu orang dan ditunjuk oleh Meneg BUMN.

4. Belum ada komite nominasi, komite kompensasi, kepatuhan dan menejemen resiko.

5. Mekanisme market of corporate control belum berjalan.

6. Kendala-kendala yang dihadapi PT Aneka Tambang Tbk adalah penentuan keputusan perusahaan yang masih ada di tangan para pemegang saham mayoritas yaitu Pemerintah RI, sehingga proses GCG belum berjalan dengan maksimal.

(Disarikan dari berbagai sumber)12

12