20
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Cakalang precooked loin beku adalah produk yang dihasilkan oleh PT..Gabungan Era Mandiri (GEM). Produk diekspor sebagai bahan baku pengalengan karena perusahaan ini belum mempunyai tempat memadai dalam proses pengalengan. Produk ini cukup diminati negara pengimpor yang mempunyai pabrik pengalengan seperti Jepang, Thailand,Vietnam, Iran dan Oman. Produk cakalang precooked loin beku memiliki beberapa tahapan proses mulai dari penerimaan bahan baku, pelelehan, penyiangan, pengukusan, pendinginan suhu ruang, pemotongan kepala, pengulitan, pembersihan, metal detekting, penimbangan, pengemasan, pembekuan, penyimpanan beku dan pengepakan. Deskripsi produk cakalang precooked loin beku di PT. GEM dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM Deskripsi Produk Cakalang Precooked Loin Beku Nama Produk Cakalang precooked loin beku dan shredded Nama Species Katsuwonus pelamis Kapal Penangkap Penangkapan menggunakan purse seine Bagaimana Ikan diterima Bahan baku diterima dalam keadaan utuh beku 90% dan segar 10% Produk Akhir Frozen precooked loin dan frozen precooked shredded Tahapan Proses Penerimaan bahan baku, Pelelehan, Penyiangan, Pengukusan, Pendinginan Suhu Ruang, Pemotongan Kepala, Pengulitan, Pembersihan, Metal Detector, Penimbangan, Pengemasan, Pembekuan, Penyimpanan Beku, Pengepakan Tipe Kemasan Kemasan dalam kantong plastik, Kemasan luar karung Daya Awet Produk dapat bertahan selama ±1 tahun dengan suhu maksimal -18 O C Label/Spesifikasi Kode produksi, negara asal produksi. Penggunaan Produk Akhir Bahan baku pengalengan Sasaran Pelanggan Asia : Vietnam, Jepang, Thailand Timur Tengah: Iran, Oman Eropa

230110090128_4_1713

  • Upload
    tika

  • View
    226

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

loin proses

Citation preview

Page 1: 230110090128_4_1713

27

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Produk

Cakalang precooked loin beku adalah produk yang dihasilkan oleh

PT..Gabungan Era Mandiri (GEM). Produk diekspor sebagai bahan baku

pengalengan karena perusahaan ini belum mempunyai tempat memadai dalam

proses pengalengan. Produk ini cukup diminati negara pengimpor yang

mempunyai pabrik pengalengan seperti Jepang, Thailand,Vietnam, Iran dan

Oman.

Produk cakalang precooked loin beku memiliki beberapa tahapan proses

mulai dari penerimaan bahan baku, pelelehan, penyiangan, pengukusan,

pendinginan suhu ruang, pemotongan kepala, pengulitan, pembersihan, metal

detekting, penimbangan, pengemasan, pembekuan, penyimpanan beku dan

pengepakan. Deskripsi produk cakalang precooked loin beku di PT. GEM dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM

Deskripsi Produk Cakalang Precooked Loin Beku

Nama Produk Cakalang precooked loin beku dan shredded

Nama Species Katsuwonus pelamis

Kapal Penangkap Penangkapan menggunakan purse seine

Bagaimana Ikan diterima Bahan baku diterima dalam keadaan utuh beku 90% dan segar 10%

Produk Akhir Frozen precooked loin dan frozen precooked shredded

Tahapan Proses Penerimaan bahan baku, Pelelehan, Penyiangan, Pengukusan, PendinginanSuhu Ruang, Pemotongan Kepala, Pengulitan, Pembersihan, Metal Detector,Penimbangan, Pengemasan, Pembekuan, Penyimpanan Beku, Pengepakan

Tipe Kemasan Kemasan dalam kantong plastik, Kemasan luar karung

Daya Awet Produk dapat bertahan selama ±1 tahun dengan suhu maksimal -18OC

Label/Spesifikasi Kode produksi, negara asal produksi.

Penggunaan Produk Akhir Bahan baku pengalengan

Sasaran Pelanggan Asia : Vietnam, Jepang, ThailandTimur Tengah: Iran, OmanEropa

Page 2: 230110090128_4_1713

28

4.1.1 Bahan baku

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan cakalang

(Katsuwonus pelamis) yang diterima dalam keadaan beku. Bahan baku diperoleh

dari kapal penangkapan yang daerah fishing ground di Samudra Hindia. Jumlah

bahan baku yang diterima oleh perusahaan dari setiap kapal sebanyak 6-8 ton

setiap kali kapal datang. Ukuran bahan baku ikan yang diterima mempunyai bobot

±1kg. PT. GEM dapat memproses sekitar 8-10 ton per hari.

Bahan baku diterima dalam keadaan beku menggunakan mobil pick up

dari kapal ke perusahaan. Mutu bahan baku ikan cakalang beku yang diterima

harus mempunyai mutu yang baik, tidak kotor, tidak mengandung bahan kimia

dan tidak berasal dari perairan yang tercemar. Menurut Ditjenkan (1997) dalam

Nasution (2009) bahwa suatu unit pengolahan tidak boleh menerima bahan baku

yang berasal dari perairan tercemar, yaitu perairan yang dicemari baik sengaja

maupun tidak sengaja oleh kotoran manusia atau hewan yang dapat

mengkontaminasi dan membahayakan kesehatan manusia.

4.1.2 Bahan Pembantu Penanganan Ikan Cakalang

Bahan pembantu merupakan bahan yang digunakan untuk membantu

proses produksi pengolahan ikan meliputi air, es dan klorin. Air digunakan di

PT. GEM diperuntukan dalam proses pelelehan (thawing), mencuci tangan dan

proses pencucian peralatan. Air merupakan bahan pembantu yang sangat penting

dalam pencucian, pembersihan tempat produksi serta pembersihan alat kerja yang

dibutuhkan dalam jumlah besar. Menurut Thaheer (2005), air dalam penanganan

pangan terdiri dari air pengolahan, air minum, dan air bersih.

Air yang digunakan di PT. GEM adalah air PDAM yang telah diuji

terlebih dahulu melalui Laboratorium Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil

Perikanan (BPMPHP) Jakarta. Kualitas air di PT. GEM telah sesuai dengan

standar yang ditetapkan pemerintah yaitu Permenkes RI

No.907/MENKES/SK/VII/2002 mengenai syarat-syarat dan pengawasan kualitas

air minum. Standar baku mutu air dan es yang digunakan oleh PT. GEM disajikan

pada Tabel 5.

Page 3: 230110090128_4_1713

29

Tabel 5. Standar Mutu Air dan Es dalam PT. GEM

No. ParameterHasil Uji

PersyaratanAir Es

1 ALT (koloni/ml) 20 20 1002 Escherichia coli (MPN/ml) <2 <2 <23 pH 7,22 6,55 6,5-8,54 Bau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau5 Turbiditas (NTU) 0,26 0,68 56 Total Dissolved Solid (mg/L) 84 61 5007 Klorida (mg/L) 10 10 2508 Klorin (mg/L) 0,5 <0,1 59 Hg (mg/L) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0,00110 Pb (mg/L) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0,00311 Cd (mg/L) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0,01012 Cu (mg/L) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 2,00

Sumber: BPMPHP (2013)

Es merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam memepertahankan

mutu ikan. Es akan menurunkan suhu sehingga dapat mempertahankan kesegaran

ikan dan menghambat pertumbuhan mikroba. Es digunakan oleh PT.GEM bila

bahan baku datang dalam keadaan segar dan es berasal dari air PDAM yang

diproduksi sendiri perusahaan.

Klorin digunakan sebagai desinfektan yang mempunyai kemampuan untuk

membunuh mikroba. Penggunaan klorin di PT. GEM untuk cuci kaki sebelum

masuk ke dalam ruang produksi. Konsentrasi klorin yang digunakan untuk

pemakaian cuci kaki adalah 200 ppm dan 50 ppm digunakan untuk mencuci

peralatan produksi.

4.2 Alur Proses dan Analisis Bahaya Penanganan Cakalang precooked Loinbeku

Alur proses pengolahan di PT. GEM telah menerapkan cara berproduksi

yang baik dan benar sesuai dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan,

Kementrian Kelautan dan Perikanan pada Lampiran 1. Alur proses pengolahan

cakalang precooked loin beku yaitu penerimaan bahan baku, pelelehan,

penyiangan, pengukusan, pendinginan suhu ruang, pemotongan kepala,

pengulitan, pembersihan, deteksi logam, penimbangan, pengemasan, pembekuan,

penyimpanan beku dan pengepakan. Setelah mengetahui alur proses penanganan

Page 4: 230110090128_4_1713

30

cakalang precooked loin beku maka dapat dianalisis bahaya yang mungkin terjadi

pada tahapan proses pengolahan cakalang precooked loin beku pada Lampiran 5.

4.2.1 Penerimaan Bahan Baku

Hal yang perlu diperhatikan pemilihan bahan baku adalah mutu bahan

baku saat penerimaan. Mutu bahan baku mempengaruhi produk akhir yang

dihasilkan dalam proses pengolahan cakalang precooked loin beku. Menurut

Hadiwiyoto (1993), mutu bahan baku menentukan hasil akhir pengolahannya.

Proses pengolahan tidak dapat meningkatkan mutu tetapi hanya mempertahankan

mutu dan memperlambat pertumbuhan bakteri.

Penerimaan bahan baku ikan cakalang berasal dari kapal penangkapan

yang transit di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman. Kapal purse seine memiliki

palka yang berfungsi untuk membekukan dan menyimpan ikan cakalang dalam

keadaan beku sehingga memiliki suhu ±-10OC. Ikan cakalang beku datang

dikeluarkan dari kapal terbungkus karung untuk mempermudah pengangkutan.

Ikan cakalang dari kapal diangkut dengan wadah box fiber dan tong plastik

menggunakan mobil pick up (bak terbuka). Jarak antara transit dengan perusahaan

berjarak ±200m sehingga tidak memerlukan waktu yang lama dalam

pengangkutan bahan baku. Bahaya potensial yang mungkin timbul dalam hal ini

adalah kenaikan suhu saat diangkut sehingga dapat meningkatkan histamin.

Bahaya ini dapat dicegah dengan penerapan GMP dengan mempertahankan suhu

bahan baku ikan cakalang -18OC dalam wadah saat pengangkutan dari tempat

transit kapal.

Staff penerimaan bahan baku dan Quality Control (QC) melakukan

pencatatan penerimaan bahan baku (lampiran 15) dan pengecekan mutu bahan

baku ikan cakalang dengan uji organoleptik setelah sampai di pabrik untuk

penentuan harga dari bahan baku ikan cakalang. setiap kapal mempunyai

kapasitas muatan 6-8 ton. Ukuran bahan baku ikan cakalang yang diterima 1 kg

sampai 3 kg. Bahan baku ikan cakalang masuk ke dalam cold storage dan diberi

tanda berupa tanggal dan asal kapal bahan baku. Tahap penerimaan bahan baku

ini memiliki potensi bahaya yang cukup tinggi pada proses sortasi. Terkadang

Page 5: 230110090128_4_1713

31

mutu bahan baku ikan yang diterima tidak sesuai standar yang diminta. Proses

sortasi perlu dilakukan ketika ditemukan bahan baku yang diterima lalu disortasi

dengan sampling sehingga terdapat ikan cakalang yang tidak sesuai dengan mutu.

Hal ini terjadi karena banyaknya bahan baku yang harus disortir dan pekerja pada

tahap penerimaan terbatas. Bahaya ini dapat dikategorikan bahaya yang signifikan

apabila tidak ditangani secara baik dengan menerapkan GMP perusahan karena

dapat berpengaruh pada mutu produk akhir.

Penyebab bahaya yang lain saat penerimaan bahan baku yaitu adanya

kontaminasi silang dengan lingkungan atau daerah penangkapan ikan. Bahaya

yang mungkin timbul seperti kontaminasi logam berat seperti Cd, Hg dan Pb.

Bahaya ini dapat dikategorikan ke dalam bahaya yang tidak sering terjadi. Bahan

baku ikan cakalang yang diterima di PT. GEM dilakukan monitoring penerimaan

bahan baku dengan melakukan pengujian kadar logam berat di Laboratorium

Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan (BPMPHP) Jakarta Utara.

Pengujian ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada sampel ikan tuna dari masing-

masing transit yang mensuplai bahan baku.

4.2.2 Pelelehan (thawing)

Tahap proses pelelehan (thawing) bertujuan untuk melelehkan bahan baku

ikan cakalang beku. Bahan baku ikan cakalang dalam keadaan beku dikeluarkan

dari cold storage, lalu direndam ke dalam bak yang berisi air. Permukaan air

menutupi seluruh permukaan ikan cakalang. Proses pelelehan perlu diperhatikan

dalam pencatatan suhu pusat ikan dan suhu air. Proses pelelehan berhenti ketika

suhu pusat ikan antar -3-0OC dan suhu air 15OC, waktu yang dibutuhkan dalam

proses pelelehan sekitar ±4-6 jam. Bahan baku ikan cakalang dilanjutkan ke

proses penyiangan dan pengukusan.

Tahap pelelehan (thawing) memiliki potensi bahaya yaitu bahaya biologi

yang meliputi kontaminasi mikroba Coliform, E. Coli, Vibrio cholera dan

Salmonella. Penyebab bahaya timbul yaitu kontaminasi peralatan dan air. Bahaya

ini mempunyai peluang yang tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat

dikendalikan dengan penerapan SSOP dan GMP dengan kualitas air sesuai dengan

Page 6: 230110090128_4_1713

32

Standar yang ditetapkan Permenkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002.

Kebersihan peralatan pekerja dilakukan pembersihan setiap awal memulai

produksi dan secara berkala. Pengujian kualitas air dan peralatan produksi

dilakukan oleh laboratorium pemerintah yaitu Balai Pengujian Mutu dan

Pengolahan Hasil Perikanan (BPMPHP).

4.2.3 Penyiangan

Tahap proses penyiangan (butchering) bahan baku ikan cakalang setelah

dilakukan proses pelelehan. Penyiangan yang dilakukan membersihkan kotoran isi

perut dan insang pada ikan cakalang. Penyiangan dilakukan untuk mencegah

pertumbuhan mikroba dalam organ ikan. Penyiangan dilakukan oleh pekerja

dengan peralatan yang bersih dan higienis. Proses penyiangan dilakukan dengan

cepat, cermat dan saniter karena bahan baku harus secepatnya dimasukan ke

dalam pan untuk dilanjutkan pada proses pengukusan.

Bahaya yang muncul pada proses penyiangan adalah kontaminasi

mikroba, Coliform, E. Coli, Vibrio cholera dan Salmonella. Penyebabnya

kontaminasi silang dari peralatan dan darah tahap proses penyiangan. Bahaya ini

dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP perusahaan dengan sanitasi peralatan

secara berkala serta dilakukannya pengawasan dan penanganan secara hati-hati

oleh pekerja yang terlatih.

4.2.4 Pengukusan

Tahap proses pengukusan dilakukan dengan cara memasak ikan cakalang

yang telah di siangi dan telah disusun ke dalam panning sesuai ukuran ikan

cakalang. Waktu antara pelelehan dan pencairan sampai dengan pengukusan tidak

lebih dari 2 jam, karena bila terlalu lama dapat suhu sehingga dapat

meningkatkan kadar histamin dan pertumbuhan mikroba dalam ikan.

Lama pengukusan waktu yang dibutuhkan sesuai ukuran bahan baku ikan

cakalang. Ikan cakalang ukuran 1 kg dilakukan ±20 menit, Lama pengukusan ikan

cakalang yang berukuran 1,2-2 kg selama ±30 menit dan ikan cakalang yang

berukuran 2 kg lebih lama pengukusan ±40 menit. Alat pengukus diatur pada suhu

95OC dalam proses pengukusan. Pengecekan suhu pusat Ikan dilakukan untuk

Page 7: 230110090128_4_1713

33

mengetahui tingkat kematangan daging ikan cakalang.. Suhu pusat ikan yang

matang harus mencapai suhu 65-75OC. Apabila suhu pusat ikan tidak mencapai

65-75OC, ikan belum matang secara merata sampai ke dalam daging sehingga

dilakukan penambahan waktu lama pengukusan.

Tahap proses pengukusan ditemukan potensi bahaya dalam proses

pengukusan adalah bahaya fisik yaitu degradasi bentuk daging loin. Bahaya ini

disebabkan lama pengukusan yang dilakukan. Bahaya ini dapat dikategorikan

bahaya yang signifikan apabila tidak ditangani secara baik dengan menerapkan

GMP perusahan karena dapat berpengaruh pada mutu produk akhir. Pengawasan

saat proses pengukusan perlu diperlukan seperti kalibrasi alat pengukus

pengecekan suhu oven dan pengecekan hasil pengukusan loin.

4.2.5 Pendinginan suhu ruang

Tahap pendinginan suhu ruang dilakukan setelah pengukusan bertujuan

untuk menurunkan suhu ikan dan bebas dari kontaminasi bakteri pathogen. Tahap

pendinginan dibantu dengan penyemprotan/ water spray. Bahaya yang timbul

pada tahap pendinginan suhu ruang yaitu bahaya biologis yaitu terjadinya

kontaminasi dari pekerja. Peluang terjadinya bahaya dengan tingkat keseriusan

yang tinggi tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan oleh GMP

dan SSOP perusahaan dengan menjaga sanitasi pekerja seperti mencuci tangan

sebelum masuk ke ruang proses pendinginan suhu ruang dan dilakukan

pengawasan terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi dan Quality

Control (QC).

4.2.6 Pemotongan kepala dan ekor

Tahap pemotongan kepala dan ekor ikan cakalang dilakukan setelah

pendinginan suhu ruang. Tahap ini kepala dipotong menggunakan tangan tanpa

menggunakan bantuan peralatan seperti pisau. Bahaya yang mungkin timbul pada

saat pemotongan kepala dan ekor adalah bahaya biologi yaitu kontaminasi

mikroba. Penyebab timbulnya bahaya berasal dari kontaminasi silang dari

kebersihan pekerja. Peluang terjadinya bahaya dengan tingkat keseriusan yang

tinggi tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan oleh GMP dan

Page 8: 230110090128_4_1713

34

SSOP perusahaan dengan menjaga sanitasi pekerja seperti mencuci tangan

sebelum masuk ke ruang proses produksi dan dilakukan pengawasan terhadap

kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi.

4.2.7 Pengulitan

Tahap pengulitan dilakukan setelah ikan cakalang masak yang dipotong

kepala dan ekor. Pembersihan kulit dan duri dengan bantuan pisau dilakukan oleh

pekerja. Kemudian ikan cakalang dipotong menjadi 4 bagian loin. Bahaya yang

mungkin timbul adalah bahaya biologis yaitu kontaminasi peralatan pisau dan

kebersihan pekerja. Tahap ini harus dikerjakan dengan cepat dan cermat agar

dapat dilanjutkan ke proses tahapan selanjutnya. Peluang terjadinya bahaya

dengan tingkat keseriusan yang tinggi tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat

dikendalikan oleh SSOP perusahaan dengan menjaga kebersihan peralatan dan

kebersihan pekerja seperti mencuci peralatan secara berkala dan pencucian tangan

serta pengecekan kebersihan pekerja oleh pengawas sebelum masuk ke ruang

proses produksi dan dilakukan pengawasan saat proses produksi berlangsung.

Bahaya lainnya yang timbul adalah bahaya fisik yaitu masih tertinggalnya

duri dan kulit yang menempel pada loin. Bahaya ini bisa dikategorikan bahaya

yang sering terjadi dan tidak termasuk bahaya yang signifikan karena pada saat

proses pengulitan dapat dikontrol penerapan GMP perusahaan dengan cara

melakukan training pekerja untuk proses pengulitan dan juga dilakukan

pengawasan hasil pengulitan oleh pengawas per divisi dan QC.

4.2.8 Pembersihan

Tahapan pembersihan merupakan tahapan lanjutan dari tahap pengulitan.

Tahapan ini melakukan pembersihan daging merah pada loin. Bahaya yang

mungkin timbul adalah bahaya biologis yaitu kontaminasi silang dari peralatan

dan kebersihan pekerja. Peluang terjadinya bahaya memiliki tingkat keseriusan

tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan oleh SSOP perusahaan

dengan menjaga kebersihan peralatan dan kebersihan pekerja seperti mencuci

peralatan secara berkala dan pencucian tangan serta pengecekan kebersihan

Page 9: 230110090128_4_1713

35

pekerja oleh pengawas sebelum masuk ke ruang proses produksi dan dilakukan

pengawasan saat proses produksi berlangsung.

4.2.9 Metal Detector

Setelah loin melewati berbagai proses tahapan pembersihan, loin melewati

metal detector sebelum masuk ke penimbangan loin. Bahaya yang mungkin

terjadi adalah bahaya fisik yaitu adanya benda asing seperti serpihan logam dari

pisau yang digunakan dalam pan loin. Bahaya ini mempunyai peluang yang tidak

mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan dengan penerapan GMP

perusahaan dengan pengontrolan setiap pan loin masuk ke metal detector. QC

melakukan kalibrasi alat metal detector setiap akan mulai produksi dan

mengecekan sensitifitas metal detector setiap 1 jam sekali. Setiap produk yang

terdeteksi adanya logam maka dikembalikan (reprocess) dan dilakukan

pengecekan ulang pan loin lalu hasil yang ditemukan dilaporkan dan dibuat

pencacatan dalam laporan catatan harian.

4.2.10 Penimbangan

Tahap penimbangan berat loin dalam pan ditimbang seberat 5.030 g.

Penimbangan dilakukan untuk mempermudah pengemasan loin dalam plastik

pada tahap pengemasan. Penentuan berat loin dalam kemasan sesuai dengan

permintaan buyer. Tahapan penimbangan dilanjutkan ke tahapan pengemasan.

Bahaya yang mungkin timbul pada tahap penimbangan adalah kesalahan pekerja

dalam melakukan penimbangan loin. Bahaya ini mempunyai peluang yang tidak

mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan dengan penerapan GMP

perusahaan dengan pengontrolan penimbangan oleh pengawas dan QC. Tindakan

pencegahan lain adalah pemberian pelatihan dan informasi pada pekerja dalam

penimbangan berat minimal cakalang loin.

4.2.11 Pengemasan

Tahap pengemasan yang dilakukan loin yang telah ditimbang dalam pan

kemudian dimasukan ke dalam plastik dilanjutkan proses vaccum dan wrapping.

Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya fisik yaitu kesalahan pekerja pada

Page 10: 230110090128_4_1713

36

saat loin dilakukan vaccum dan wrapping yang dilakukan oleh kesalahan pekerja

(humman error). Kesalahan ini terjadi karena kesalahan tata cara pengemasan loin

saat proses vaccum dan wrapping. Bahaya ini mempunyai peluang tingkat

kesalahan yang tinggi tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan

dengan penerapan GMP perusahaan yaitu pengontrolan tata cara pengemasan dan

pengecekan hasil produk yang telah di vaccum dan wrapping oleh pengawas dan

QC. Proses pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari kontaminasi,

kerusakan selama transportasi, mempermudah dalam proses pembekuan dan

penyimpanan. Bahan pengemas harus bersih, tidak mencemari produk yang

dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi syarat kemasan untuk bahan

pangan.

4.2.12 Pembekuan

Tahap pembekuan bertujuan untuk membekukan produk hingga mencapai

suhu beku secara cepat. Produk cakalang precooked loin yang telah dikemas

vaccum kemudian diletakkan di dalam wadah long pan diletakkan ke dalam rak

ruangan Contact Plate Freezer (CPF) dibekukan dengan suhu -40OC. Pembekuan

dilakukan untuk membuat suhu pusat loin tuna mencapai maksimal -18oC

sehingga tidak terdapat organisme mikrobiologi yang dapat hidup dalam daging

tuna. Proses pembekuan dilakukan selama 4 jam untuk mencegah terjadinya

dehidrasi pada cakalang precooked loin.

Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya fisik yaitu suhu tidak

mencapai suhu optimal dalam proses pembekuan sehingga hasil produk akhir

tidak mencapai suhu yang diinginkan dan ditetapkan sehingga bisa berpotensi

pertumbuhan mikroba pada produk. Bahaya ini bisa dikategorikan bahaya yang

tidak sering terjadi dan tidak termasuk bahaya yang signifikan karena pada saat

proses penyimpanan beku dapat dikontrol penerapan GMP perusahaan dengan

cara pengawasan hasil pencatatan suhu oleh pengawas operator CPF dan QC.

4.2.13 Penyimpanan beku

Fungsi penyimpanan beku adalah untuk menyimpan produk beku pada

tingkat suhu rendah diinginkan sehingga dapat mempertahankan kondisi dan mutu

Page 11: 230110090128_4_1713

37

produk beku selama jangka waktu yang ditetapkan (Ilyas 1983). Produk cakalang

precooked loin yang telah dikemas dan dibekukan kemudian dimasukan ruang

penyimpanan. Pengamatan I, II, III suhu pada ruang penyimpanan ABF (Air Blast

Freezer) sebesar -22OC, -25OC dan -30OC. Pengecekan suhu selama penyimpanan

dilakukan agar suhu tidak mengalami penurunan ataupun kenaikan. Pengawas dan

operator yang mempunyai tanggung jawab menjaga suhu tetap stabil dan

melakukan pencatatan suhu dalam ABF.

Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya fisik yaitu penyusutan fisik

dan pertumbuhan mikroba pada produk akibat fluktuatif suhu. Bahaya ini bisa

dikategorikan bahaya yang tidak sering terjadi dan tidak termasuk bahaya yang

signifikan karena pada saat proses penyimpanan beku dapat dikontrol penerapan

GMP perusahaan dengan cara melakukan pengawasan hasil pencatatan suhu oleh

pengawas operator dan QC.

4.2.14 Pengepakan

Tahap pengepakan dilakukan dengan mengepak cakalang precooked loin

beku ke dalam karung. Setelah pengepakan loin siap dimasukan ke dalam truk

kontainer dengan suhu maksimal -18OC. Bahaya potensial yang mungkin timbul

pada proses pengepakan adalah bahaya kimia diantaranya histamin yang

disebabkan kenaikan suhu pada saat pengepakan. Bahaya ini dapat dicegah

dengan penerapan GMP yaitu mempertahankan suhu dingin dalam ruangan dan

melakukan proses pengepakan dengan cepat dan cermat.

Tabel 6. Analisis Bahaya Penanganan Cakalang Precooked Loin beku

No Alur Proses PenyebabBahaya

BahayaPotensial

SSOP/GMP TindakanPencegahanSSOP GMP

1 PenerimaanBahan Baku

Kesalahan sortirBahan bakumutu

Bahaya fisik:Mutu yangtidak sesuai

- √ Penggunaan pekerjaterampil danpemeriksaan olehQC

Kenaikan suhu Bahaya kimia :Kenaikanhistamine

- √ Pengecekan dankontrol suhu.

Cemaran logamberat

Bahaya kimia :Cemarankadmium,timbal, dan

- √ Pengecekan uji labs.

Page 12: 230110090128_4_1713

38

No Alur Proses PenyebabBahaya

BahayaPotensial

SSOP/GMP TindakanPencegahanraksa

2 Pelelehan Kontaminasi airdan peralatan

Bahaya biologi:Kontaminasibakteri

√ √ Periksa mutu dariair yang digunakanuntuk pelelehansetiap awalproduksi.

3 Penyiangan Kontaminasisilang dariperalatan

Bahaya biologi:Pertumbuhanmikroba

√ √ Pembersihanperalatan secaraberkala.

4 Pengukusan Mutu tidaksesuai denganspesifikasi

Bahaya Fisik:Degradasibentuk daging

- √ Kalibrasi alat,pengecekan suhupusat danpengukusankembali.

5 PendinginanSuhu Ruang

Kontaminasi daripekerja

Bahaya biologi:Kontaminasimikroba

√ √ Sanitasi pekerja

6 PemotonganKepala dan

ekor

Kontaminasi daripekerja

Bahaya biologi:Kontaminasimikroba

√ √ Sanitasi pekerja

7 Pengulitan Kesalahanpekerja

Bahaya Fisik:Kesalahanpemotongan

- √ Pelatihan pekerjadan pengecekankembali oleh QC

Kontaminasisilang dariperalatan

Bahaya biologi:Kontaminasimikroba

√ - Sanitasi peralatan

8 Pembersihan Kesalahanpekerja

Bahaya fisik:Duri dandaging merah

√ √ Pelatihan pekerjadan pengecekankembali oleh QC

Kontaminasisilang dariperalatan

Bahaya biologi:Kontaminasimikroba

√ - Sanitasi peralatan

9 MetalDetector

Kontaminasiperalatan logam

Bahaya Fisik:Adanyaserpihan logam

- √ Pengontrolan alatdan Pengecekansensitifitas alat

10 Penimbangan Kesalahanpekerja

Bahaya Fisik:Kekuranganberat

- √ Pengecekan beratproduk

11 PengemasanWrapping

dan vacuum

Kesalahanwrapping danvacuum

Bahaya fisik :Kemasan bocor

- √ Pengecekan kondisidan tata carapengemasan

12 Pembekuan Waktu danpeningkatansuhu

Bahaya biologi:Pertumbuhanmikroba

- √ Pengecekan suhusecara berkala

13 PenyimpananBeku

Suhu tidakmencapaioptimal

Bahayabiologi:Pertumbuhanmikroba

- √ Pengecekan suhusecara berkala

14 Pengepakan Peningkatansuhu

Bahaya kimia:KenaikanHistamin

- √ Pengecekan suhu

Page 13: 230110090128_4_1713

39

4.3 Identifikasi Titik Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP)

Setelah tahap analisis bahaya dilakukan pada setiap tahapan pengolahan

cakalang precooked loin beku, maka diperoleh tahapan yang mengandung bahaya

potensial. Penentuan CCP pada alur proses dilakukan untuk memudahkan

pengontrolan titik kritis terhadap bahaya yang telah diidentifikasi. Penentuan CCP

dapat digunakan pohon keputusan “Decision Tree” pada Lampiran 3.

Alur proses penanganan cakalang precooked loin beku di PT. Gabungan

Era Mandiri pada tahapan yang teridentifikasi sebagai CCP. Bahaya potensial ini

bila tidak ditangani dengan baik yaitu pada tahap penerimaan bahan baku dapat

menyebabkan meningkatnya kadar histamin yang terkandung pada ikan cakalang.

Kandungan histamin ini tidak dapat dihilangkan atau dikurangi tetapi hanya bisa

dihambat dengan cara pengawasan khusus, karena bila tidak diawasi dan melewati

batas kritis maka histamin dapat menimbulkan bahaya bagi konsumen. Gejala ini

hanya akan muncul apabila Anda mengkonsumsi ikan dengan kandungan

histamin yang berlebih. Akibatnya, timbul muntah-muntah, rasa terbakar pada

tenggorokan, bibir bengkak, sakit kepala, kejang, mual, muka dan leher kemerah-

merahan, gatal-gatal dan badan lemas (FDA 2013).

Bahaya ini dapat dihambat dengan dilakukan penanganan cepat dan

penerapan sistem rantai dingin (cold chain). Pengawasan juga dilakukan dengan

analisis laboratorium pemerintah Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil

Perikanan (BPMPHP) seiap 3 bulan sekali untuk mengetahui batas bahaya yang

dapat diterima. Hasil identifikasi CCP dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Identifikasi CCP Pada Penanganan Cakalang Precooked Loin Beku

Tahapan Proses Bahaya SignifikanIdentifikasi CCP CCP/

Not CCPQ1 Q2 Q3 Q4PenerimaanBahan Baku

Penurunan mutu bahan baku Y N N - Not CCP

Histamin Y Y - - CCPLogam berat Y N N - Not CCP

Keterangan:

Q1 : Adakah tindakan pengendalian? Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjut ke Q2Q2 : Apakah tahapan dirancang secara spesifik untuk menghilangkan atau

Page 14: 230110090128_4_1713

40

mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkat yang dapatditerima? Jika ya CCP, jika tidak lanjutkan ke Q3

Q3 : Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihitingkatan yang dapat diterima atau dapatkan ini meningkat sampaitingkatan yang tidak dapat diterima? Jika tidak bukan CCP, jika yalanjutkan ke Q4

Q4 : Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi tingkatankemungkinan terjadinya sampai tingkatan yang dapat diterima? Jika yabukan CCP, jika tidak CCP.

4.4 Hasil Uji Mikrobiologi

Pengujian mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri dalam

suatu produk yang diuji. Pengujian dilakukan di laboratorium pemerintah Balai

Pengujian Mutu dan Penolahan Hasil Perikanan (BPMPHP) setiap 3 bulan sekali

terhadap bahan baku, air, es, peralatan dan hasil akhir produk. Penghitungan

jumlah koloni bakteri merupakan salah satu uji yang penting dalam menilai mutu

suatu bahan pangan, karena selain menduga daya tahan suatu makanan juga dapat

digunakan sebagai indikator kebersihan dan keamanan pangan (Fardiaz 1996).

4.4.1 Hasil Uji Bahan Baku

Pengujian mikrobiologi terhadap bahan baku di laboratorium pemerintah

BPMPHP dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pengujian terhadap bahan baku

dilakukan sebagai syarat eksport ke negara pengimpor untuk menjamin bahwa

bahan baku yang digunakan aman untuk dikonsumsi. Parameter uji pada

pengujian bahan baku meliputi jumlah bakteri Angka Lempeng Total (ALT), E.

Coli, Salmonella dan Vibrio cholera.

Tabel 8. Hasil Uji Mikrobiologi Bahan Baku Ikan Cakalang Beku

Jenis Uji Satuan PersyaratanSNI

HasilUji

Metode

Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7 7 SNI 2346:2011Cemaran Mikroba- ALT- Escherichia coli- Vibrio cholerae- Salmonella

Koloni/gAPM/gPer 25 gPer 25 g

Maks.5,0 x 105

Maks.< 2negatifnegatif

8x103

<2NegatifNegatif

SNI 01-2332.3-2006SNI 01-2332.1-2006SNI 01-2332.4-2006SNI 01-2332.2-2006

Sumber: BPMPHP (2013)

Page 15: 230110090128_4_1713

41

4.4.2 Hasil Uji Produk Akhir Cakalang Precooked Loin Beku

Pengujian mikrobiologi terhadap bahan baku di laboratorium pemerintah

BPMPHP dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pengujian terhadap produk akhir

cakalang precooked loin beku dilakukan sebagai syarat eksport ke negara

pengimpor untuk menjamin bahwa bahan baku yang digunakan aman untuk

dikonsumsi. Parameter uji pada pengujian bahan baku meliputi jumlah bakteri

Angka Lempeng Total (ALT), E. Coli, Salmonella dan Vibrio cholera.

Tabel 9. Hasil Uji Produk Akhir Cakalang Precooked Loin Beku

Jenis Uji Satuan PersyaratanSNI

Hasil Uji Metode

Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7 7 SNI 2346:2011Cemaran Mikroba- ALT- Escherichia coli- Vibrio cholerae- Salmonella

Koloni/gAPM/gPer 25 gPer 25 g

Maks.5,0 x 105

Maks.< 3negatifnegatif

5x103

<2NegatifNegatif

SNI 01-2332.3-2006SNI 01-2332.1-2006SNI 01-2332.4-2006SNI 01-2332.2-2006

Sumber: BPMPHP (2013)

4.4.3 Hasil Uji Bahan Pembantu Air dan Es

Pengujian mikrobiologi terhadap bahan pembantu air dan es di

laboratorium pemerintah BPMPHP setiap 3 bulan sekali. Pengujian terhadap air

dan es dilakukan sebagai syarat dokumen ekspor ke negara pengimpor untuk

menjamin bahwa bahan pembantu air dan es yang digunakan aman untuk

dikonsumsi. Hasil pengujian air dan es dapat dilihat di Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengujian Air dan Es

PARAMETER HASILUJI ES

HASILUJI AIR

PERSYARATAN METODE

Mikrobiologi test

Angka Lempeng Total

(ALT) (koloni/ml)

Escherichia coli (MPN/ml)

20

<2

20

<2

100

<2

SNI 01-2332.3-2006

SNI 01-2332.1-2006

Sumber: BPMPHP (2013)

Berdasarkan Tabel 10 pertumbuhan jumlah bakteri masih memenuhi

persyaratan standar yang ditetapkan yaitu untuk jumlah ALT 100 koloni/g,

Page 16: 230110090128_4_1713

42

sedangkan hasil uji untuk air yang digunakan memiliki nilai 20 koloni/g dan hasil

uji untuk es memiliki nilai 20 koloni/g. Hasil uji Escherichia coli dari air dan es

masih memenuhi standar yaitu kurang dari 2. Hasil uji tersebut berarti bahan

pembantu air dan es masih memenuhi standar karena hasil tidak melampaui dari

standar yang ditetapkan dan tidak membahayakan kesehatan.

4.4.4 Hasil Uji Swab Peralatan Produksi

Pengujian Swab terhadap peralatan produksi dilakukan di laboratorium

pemerintah BPMPHP setiap 3 bulan. Pengujian terhadap peralatan produksi yaitu

pan cleaning, pan sortir, timbangan, pisau, apron dan meja dalam Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji Swab Peralatan

Parameteruji

PanSortir

PanCleaning

Timbangan Apron Meja Pisau Standar Metode

ALT 300 100 200 100 2000 100 500.000 SNI 01-2332.3-2006

E. coli <2 <2 <2 <2 <2 <2 <2 SNI 01-2332.1-2006

Salmonella Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif SNI 01-2332.2-2006

V. cholerae Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif SNI 01-2332.4-2006

Berdasarkan Tabel 11 pertumbuhan jumlah bakteri memenuhi persyaratan

standar yang ditetapkan yaitu untuk jumlah ALT 500.000.koloni/100cm2,

sedangkan hasil uji swab peralatan pan cleaning, pisau dan apron memiliki

jumlah ALT 100 koloni/100cm2 sedangkan meja memiliki jumlah ALT 2.000

koloni/100cm2, pan sortir memiliki jumlah ALT 300 koloni/100cm2.dan

timbangan memiliki jumlah ALT 200 koloni/100cm2. Persyaratan standar bakteri

Salmonella dan V. cholerae adalah negatif, hasil uji swab yang dilakukan juga

semua peralatan negatif. Persyaratan bakteri E.Coli memiliki persyaratan

<2MPN.cm2, hasil uji swab yang dilakukan semua peralatan adalah <2MPN.cm2.

Hasil uji swab pan cleaning, pan sortir, timbangan, pisau, apron dan meja masih

memenuhi standar karena hasil tidak melampaui dari standar yang ditetapkan.

4.5 Hasil Uji kimia

Pengujian kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia yang

terkandung dalam suatu produk yang diuji. Pengujian kimia dilakukan di

Page 17: 230110090128_4_1713

43

laboratorium pemerintah Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan

(BPMPHP) setiap 3 bulan sekali terhadap bahan baku, air, es, peralatan dan hasil

akhir produk. Pengujian kimia terhadap produk akhir cakalang precooked loin

beku dilakukan sebagai syarat ekspor ke negara pengimpor untuk menjamin

bahwa bahan baku yang digunakan aman untuk dikonsumsi. Parameter uji pada

pengujian kimia bahan baku dan hasil produk yaitu mercury (Hg) dan histamin.

Parameter uji pada pengujian kimia bahan pembantu air dan es meliputi mercury

(Hg), lead (Pb), cadmium (Cd), Copper (Cu), pH, odor, chloroide, turbidity, total

dissolved solid dan klorin.

4.5.1 Hasil Uji Bahan Baku dan Hasil Produk

Pengujian kimia terhadap bahan baku ikan cakalang dilakukan adalah uji

histamin dan mercury (Hg). Standar yang ditetapkan untuk mercury (Hg) sebesar

1.00 mg/kg dan kandungan histamin sebesar 100 mg/kg. Hasil uji kimia mercury

dan histamin bahan baku dan hasil produk pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Uji Kimia Kandungan Mercury dan Histamin Bahan Baku danHasil Produk Akhir

PARAMETER BAHANBAKU

PRODUKAKHIR

PERSYARATAN METODE

Chemical test :

-Histamin (mg/Kg)

-Mercury /Hg (mg/Kg)

0.076

0.28

0.062

-

100

1.00

SNI 2354.10-2009

Direct Mercury Analyzer

Sumber: BPMPHP (2013)

Berdasarkan hasil uji, bahan baku memiliki kadar histamin yang rendah

yaitu 0.0076 mg/kg, sedangkan hasil uji histamin produk akhir sebesar 0.062

mg/kg. Umumnya Ikan laut memiliki kandungan histamin yang berasal dari

pemecahan protein histidin. Histidin bebas yang terdapat dari daging ikan erat

sekali hubungannya dengan terbentuknya histamin dalam daging. Semua daging

yang berwarna gelap (merah) kandungan histidin bebasnya tinggi (Rospiati,

2006). Berdasarkan hasil pengujian laboratorium kandungan histamin mengalami

penurunan, hal ini dapat terjadi karena kandungan histamin pada daging merah

Page 18: 230110090128_4_1713

44

terbuang pada saat proses produksi yaitu pembersihan daging merah (trimming)

yang terdapat pada ikan cakalang.

Hasil uji mercury (Hg) bahan baku memiliki 0.28 mg/kg dan hasil uji

produk akhir tidak terdeteksi adanya mercury. Menurut Darmono (2001), logam

berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan,

yaitu: saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Akumulasi

logam tertinggi biasanya dalam hati (detoksikasi) dan ginjal (ekskresi). Mercury

dapat menempel pada kulit dan insang saat ikan melakukan respirasi. Akumulasi

logam berat pada organ hati ikan lebih banyak dibandingkan dengan ginjal. Proses

penyiangan, pengulitan dan pembersihan dimungkinkan mereduksi mercury

dalam bahan baku yang terdapat di kulit dan organ ikan. Hasil ini menunjukkan

bahan baku dan hasil produk akhir dapat dinyatakan aman dikonsumsi karena

hasil pengujian masih dibawah standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

4.5.2 Hasil Uji Air dan Es

Pengujian kimia terhadap bahan pembantu air dan es dilakukan dengan uji

pH, odor, turbidity, total dissolved solid, chloride, chlorine, mercury, cadmium,

copper dan lead. Hasil pengujian kimia mercury dan pada Tabel 13.

Tabel 13 Hasil Uji Kimia Air dan Es

PARAMETER HASILUJI ES

HASILUJI AIR

PERSYARATAN METODE

Chemical test

pH

Odor

Turbidity (NTU)

Total dissolved solid (mg/L)

Chloride (mg/L)

Chlorine (mg/L)

Mecury /Hg (mg/L)

Lead /Pb (mg/L)

Cadmium /Cd (mg/L)

Copper / Cu (mg/L)

6.55

Odorles

s

0.68

61

10

<0.1

-

-

-

7.22

Odorless

0.26

84

10

0.5

-

-

-

-

6.5-8.5

Odorless

5

500

250

5

0.001

0.003

0.010

2.00

pH Meter

Tes sensori

Turbiditymeter

SNI 06-6989.26-2005

SNI 6989.19-2009

Tes klorin

SNI 01-2354.6-2006

SNI 2354.5:2011

SNI 2354.5-2011

SNI 01-2362-1991

Sumber: BPMPHP (2013)

Page 19: 230110090128_4_1713

45

Air merupakan bahan pembantu yang sangat penting dalam pencucian,

pembersihan tempat produksi serta pembersihan alat kerja yang dibutuhkan dalam

jumlah besar. Menurut Thaheer (2005), air dalam penanganan pangan terdiri dari

air pengolahan, air minum, dan air bersih.

Berdasarkan pengujian kimia dengan masing-masing parameternya, hasil

uji yang dihasilkan masih sesuai standar yang ditetapkan Standar Nasional

Indonesia (SNI). Hasil ini dapat dinyatakan hasil uji air dan es pada pengujian

kimia aman sehingga penggunaan bahan pembantu air dan es tidak

membahayakan kesehatan.

4.6 Hasil Uji Fisik

Pengujian fisik yang dilakukan yaitu pengecekan suhu pusat terhadap hasil

bahan baku ikan cakalang beku. Bahan baku yang telah melewati proses

pembekuan dilakukan pengecekan suhu pusat yang diambil secara sampling. Suhu

pusat yang ditetapkan perusahaan maksimal -18 OC. Pengamatan pengecekan suhu

yang dilakukan pada pengamatan I mendapati hasil suhu pusat -19OC, pengamatan

II -18OC dan pengamatan III -20OC. Suhu pusat yang didapat masih diatas masih

memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu -18OC. Hasil rata-rata

pengujian suhu pusat produk akhir memiliki suhu pusat sebesar -18OC.

4.7 Hasil Uji Organoleptik

Pengujian organoeptik di PT. Gabungan Era Mandiri (GEM) dilakukan

setiap bahan baku datang. Pengujian organoleptik pada bahan baku langsung dari

kapal dalam keadaan beku oleh bagian penerimaan dan Quality Control (QC).

Berikut ini hasil pengujian organoleptik bahan baku yang berasal dari kapal

disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Pengujian Organoleptik Bahan Baku.

Sampel ikanRata-Rata

1 2 3 4 5

7 7 8 7 7 7,2

Page 20: 230110090128_4_1713

46

Berdasarkan Tabel 14 penilaian organoleptik meliputi mata, insang, perut

dan bau. Penilaian diatas merupakan parameter uji yang penting dalam

menentukan bahan baku yang layak. Hasil pengujian organoleptik PT. Gabungan

Era Mandiri menunjukan hasil 7,2 sehingga bahan baku masih bisa dilanjutkan

proses selanjutnya. Penanganan ikan di kapal yang kurang baik dan kurang cepat

dapat mempengaruhi mutu ikan. Penanganan ikan pasca tangkap yang baik sangat

penting dalam mempertahankan kesegaran dan mutu ikan (Maulana 2012).