59
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN (BATU SALURAN KEMIH) UROLITHIASIS Pengertian Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69). Urolithiasis merujuk pada adanya kalkuli (batu) dalam urinari tract, sedang nephrolitiasis menggambarkan bahwa kalkuli terbentuk dalam parenkim ginjal” (Ignativicius, 1995). Urolithiasis adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya batu di satu atau beberapa tempat di sepanjang collecting system (Munver & Preminger, 2001). Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana

2Urolithiasis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hhvdhsjvsidjvisdjvi

Citation preview

Batu Ginjal

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN (BATU SALURAN KEMIH) UROLITHIASISPengertian

Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.

Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Urolithiasis merujuk pada adanya kalkuli (batu) dalam urinari tract, sedang nephrolitiasis menggambarkan bahwa kalkuli terbentuk dalam parenkim ginjal (Ignativicius, 1995).

Urolithiasis adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya batu di satu atau beberapa tempat di sepanjang collecting system (Munver & Preminger, 2001).

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan batu di dalam saluran air kemih mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior (Gardjito, 1994).

Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi

Sistem perkemihan (urinari) terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas di sepanjang kolumna vertebra. Pada posisi supine ginjal terletak antara vertebra thorakal XII vertebra lumbal III, pada saat posisi trendelenberg posisinya bisa naik ke atas sampai ruang intercosta X, sedangkan pada saat berdiri letak ginjal bisa turun sampai di atas permukaan sacroiliaka. Karena adanya hepar, ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri. Bentuk ginjal menyerupai kacang mente dengan sisi cekungnya menghadap ke medial dan disebut sebagai hilus renalis, yaitu tempat struktur struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinik didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram atau kurang lebih 0,4 % dari berat badan. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut true capsule (kapsula fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenalis yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang berfungsi menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta menghambat ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma, di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ organ intraperitoneal. Ginjal kanan di kelilingi oleh hepar, kolon dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon. Secara anatomik jaringan parenkim ginjal terdiri atas : korteks dan medula

Bagian korteks merupakan bagian luar yang berhubungan langsung dengan kapsul, sedang medula merupakan bagian dalam yang berada di bawah korteks. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal, terdapat 12 sampai 18 piramida tiap ginjal. Kolumna dari Bertin merupakan tonjolan korteks ke dalam medula dan memisahkan medula. Ujung atau bagian akhir piramida disebut papila yang menyalurkan urine yang terbentuk ke dalam collecting system dan berhubungan dengan kaliks minor. Beberapa kaliks minor bergabung membentuk kaliks mayor, dimana kaliks mayor akan bergabung lagi membentuk pelviks renal yang terletak di atas ureter.

Aliran darah ke ginjal berasal dari arteri renal, merupakan arteri tunggal (end artery) cabang dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena cava inferior. Saluran getah bening (limfe) dari ginjal mengalir ke kelenjar limfe di hilus renalis selanjutnya ke kelenjar limfe paraaorta. Persyarafan dari ginjal dilaksanakan oleh sistem otonom, yaitu simpatis dan parasimpatis. Bila diperiksa secara histologik maka ginjal terdiri dari satuan unit fungsional yang disebut nefron, masing-masing ginjal terdapat 1 juta sampai 1,25 juta nefron, semua berfungsi sama dan independen. Tiap nefron terbentuk dari dua komponen utama : (1) Glomerulus dan Kapsula Bowmans, tempat air dan larutan difiltrasi dari darah dan (2) Tubulus, yang mereabsorpsi material penting dari filtrat dan memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam filtrat (material hasil filtrasi glomerulus) dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urine. Glomerulus terdiri atas sekumpulan kapiler-kapiler yang mendapat suplai nutrisi dari arteriole afferen dan diperdarahai oleh arteriole afferen. Glomerulus dikelilingi oleh kapsula bowmans, arteriole efferen mensuplai darah ke kapiler peritubuler. Cairan filtrat dari kapiler masuk ke kapsula kemudian mengalir ke dalam sistem tubular, yang terdiri atas empat bagian :

(1) Tubulus Proksimus,

(2) Ansa Henle

(3) Tubulus Distalis dan Tubulus kolegentes. Berdasarkan letak nefron pada massa ginjal, ada dua tipe nefron :

nefron kortikal

nefron jukstamedular

Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal, nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang menembus ke dalam medula dengan jarak dekat. Nefron jukstamedular kira-kira 20 % sampai 30 % mempunyai glomerulus dan terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medula, nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula, pada beberapa tempat semua berjalan ke ujung papila renal. Struktur vaskuler yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler peritubular yang luas, sedangkan pada nefron jukstamedular, arteriol efferen panjang akan meluas dari glomerulus turun ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler-kapiler peritubular khusus yang disebut vasa rekta, meluas ke bawah menuju medula dan terletak berdampingan dengan ansa henle. Seperti ansa henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya kedalam vena kortikal; jaringan kapiler khusus dalam medula ini memegang peranan penting pembentukan urine pekat (Ignatavicius,1995).

b. Fisiologi

Ginjal menjalankan berbagai fungsi penting untuk mempertahankan homeostasis, antara lain :

(1). pengeluaran cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa serta pengeluaran nitrogen dan produk sisa

(2). aktivitas hormonal

Melalui efek beberapa hormon dan pengaturan keseimbangan cairan, ginjal juga ikut mengatur tekanan darah.

(1). Fungsi regulasi/pengaturan

Proses fisiologis yang terlibat dalam pengaturan lingkungan interna adalah termasuk :

(a). filtrasi glomerulus

(b). reabsorpsi tubular

(c). sekresi tubular

Adapun mekanisme masing-masing proses di atas meliputi :

(a). difusi

(b). transport aktif

(c). osmosis

(d). filtrasi

(a). Filtrasi glomerulus

Merupakan proses penting dalam pembentukan urine. Sewaktu darah mengalir dari arteriole afferen masuk glomerulus, sejumlah air, elektrolit dan zat terlarut (seperti creatinin, urea nitrogen dan glukosa) difiltrasi melewati membran glomerular masuk kapsul bowmans membentuk filtrat. Substansi dan berat molekul lebih dari 69.000 terlalu besar untuk melewati membran dan merupakan subyek terjadinya penolakan elektrostasis pada membran kapiler glomerulus (Guyton, 1991), sehingga substansi seperti protein-albumin, globulin dan SDM normalnya tidak terdapat dalam filtrat. Adanya tekanan positif memungkinkan terjadinya filtrasi glomerulus. Tekanan hidrostatik merupakan tekanan utama yang mendukung terjadinya ultrafiltrasi darah dimana ada tekanan yang melawan filtrasi glomerulus, yaitu tekanan onkotik plasma dari darah di dalam glomerulus dan tekanan filtrat tubular dari filtrat di dalam kapsul bowmans. Filtrat glomerulus terjadi apabila tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan oposisinya (tekanan onkotik plasma dan filtrat tubular). Ginjal mempunyai kemampuan autoregulasi untuk mempertahankan atau mengatur tekanan dan aliran darah ginjal, sehingga memungkinan Glomerular Filtration Rate (GFR) berjalan relatif konstan dimana otot polos arteriole afferen dan efferen bertanggung jawab dalam proses ini. Hal ini dapat kita lihat, meskipun tekanan darah sistemik darah meningkat dan dapat meningkatkan GFR, namun vasodilatasi dari arteriole afferen akan menurunkan tekanan darah ke ginjal, sehingga GFR berlangsung konstan. Hal yang sama juga terjadi apabila tekanan darah sistemik menurun, maka akan terjadi vasokonstriksi arteriole afferen, sehingga tekanan darah ke ginjal naik, akibatnya filtrasi tetap berlangsung tanpa perubahan yang besar. Autoregulasi akan terjadi selama tekanan sistolik dipertahankan antara 75 sampai 160 mmHg (Guyton, 1991). Setiap hari sekitar 180 liter terbentuk filtrat dari glomerulus atau normalnya GFR berkisar 125 ml/menit, dari sejumlah tersebut hanya sekitar 1 sampai 2 liter yang dikeluarkan sebagai urine.

(b). Reabsorpsi tubular

Merupakan proses kedua yang juga ikut mempertahankan konsentrasi plasma normal dan pengeluaran cairan serta solut melalui urine secara tepat. Sewaktu filtrat mengalir melalui komponen tubular dari nefron, sejumlah air, elektrolit dan solut lain direabsorpsi oleh tubuh. Reabsorpsi terjadi dari filtrat yang berada dalam lumen tubular masuk ke dalam kapilar peritubuler atau vasa rekta. Di dalam tubulus proksimal direabsorpsi sekitar 65 % dari filtrat.

Reabsorpsi air : lebih dari 99 % filtrat air direabsorpsi kembali oleh tubulus ke dalam tubuh. Beberapa proses juga membantu ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan antara lain kemampuan mempertahankan interstisial medula hipertonik dan kemampuan memproduksi variasi dalam volume urine. Sebagian besar air direabsorpsi dari filtrat ke dalam plasma saat melewati tubulus proksimal, saat filtrat berada pada pars desenden air juga direabsorpsi. Pada pars asenden yang berdinding berdinding tipis, sodium dan klorida secara aktif direabsorpsi, akan tetapi dindingnya tidak permeabel terhadap air, sehingga cairan jaringan interstisial medula menjadi hipertonik. Pada saat filtrat melewati tubulus distal reabsorpsi air juga terjadi karena dindingnya permeabel terhadap air. Dinding membran tubulus distal dapat menjadi lebih permeabel terhadap air atas pengaruh vasopresin (ADH). ADH meningkatkan permeabilitas membran terhadap air dan meningkatkan reabsorpsi air. Aldosteron juga mengubah permeabilitas membran, aldosteron meningkatkan reabsorpsi sodium dalam tubulus distal; sedangkan reabsorpsi air terjadi sebagai hasil perpindahan sodium.

Reabsorpsi solut : sebagian besar sodium, clorida dan air direabsorpsi sewaktu di tubulus proksimal dan reabsorpsi yang sama juga terjadi pada tubulus koligentes dan biasa terjadi atas pengaruh aldosteron. Potassium utamanya direabsorpsi pada tubulus proksimal dimana 20 % sampai 40 % potassium direabsorpsi pada pars asenden yang berdinding tebal. Bikarbonat, kalsium dan phospat utamanya juga direabsorpsi pada tubulus proksimal dan sebagian pada pars asenden dan tubulus distal. Reabsorpsi bikarbonat menjadi dasar penetralan asam dalam plasma dan membantu mempertahankan pH serum normal. Kalsitonin dan paratiroid hormon (PTH) juga mempengaruhi reabsorpsi dan sekresi kalsium. Magnesium terutama direabsorpsi pada pars asenden dinding tebal dan sebagian kecil pada tubulus proksimal. Biasanya ambang batas ginjal terhadap glukosa adalah pada tingkat kadar glukosa serum sekitar 220 mg/dl. Normalnya hampir semua glukosa dan beberapa asam amino atau protein yang difiltrasi kemudian direabsorpsi kembali, sekitar 50 % dari urea yang ada difiltrat difiltrasi dan tidak ada kreatinin yang diabsorpsi.

(c). Sekresi tubular

Sekresi tubular adalah proses ketiga dalam pembentukan urine dan merupakan perpindahan substansi dari plasma ke dalam filtrat tubular. Selama sekresi tubular, molekul molekul mengalir dari kapiler peritubular melewati membran kapiler masuk ke dalam sel di sekitar tubular. Sebuah pertukaran molekul secara konstan dan reaksi koreksi kimia memungkinkan pengeluaran hydrogen (melalui ammonium klorida), pelepasan potassium dari tubuh dan regenerasi bikarbonat.

(2). Fungsi hormonal

Ginjal memproduksi beberapa hormon yang signifikan mempengaruhi fisiologi, antara lain :

(a). erithropoetin

(b). pengaktif vitamin D

(c). renin

(d). prostaglandin

Sekresi lain seperti kinin, mempengaruhi aliran darah ginjal dan permeabilitas kapiler. Ginjal juga berperan dalam penghambatan dan pengeluaran insulin. (a). Produksi erythropoetin

Erythropoetin diproduksi dan dikeluarkan sebagai respon terhadap penurunan ekanan oksigen pada suplai darah ginjal. Erythropoetin menstimuli pembentukan SDM dalam sumsum tulang. Saat massa parenkim ginjal menurun; produksi erythropoetin juga menurun.

(b). Aktivasi vitamin D

Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1,25-Dihidroksi vitamin D3, dimana bentuk aktif ini diperlukan pada pengaturan kalsium dan phospat.

(c). Produksi renin

Renin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah. Renin dibentuk dan dikeluarkan apabila ada penurunan dalam aliran darah, volume atau tekanan dalam arteriole serta apabila adanya penurunan konsentrasi ion sodium yang dideteksi oleh reseptor jukstaglomerular. Angiotensinogen yang dihasilkan oleh hati diaktifkan oleh angiotensinogen I pada waktu terdapatnya renin. Enzim pada paru-paru mengubah angiotensin I menjadi bentuk aktif; angiotensinogen II. Angotensinogen II merupakan vasokonstriktor yang kuat yang juga merangsang dikeluarkannya aldosteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron meningkatkan reabsorpsi sodium oleh ginjal, air mengikuti sodium, berdampak peningkatan volume darah.

(d). Produksi prostaglandin

Prostaglandin diproduksi salah satunya termasuk dalam parenkim ginjal. Prostaglandin dibentuk dari metabolisme asam arakidonik yang merupakan derivat dari asam lemak. Protaglandin spesifik yang diproduksi dalam korteks renal adalah prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2). Prostaglandin ini memegang peranan dalam pengaturan filtrasi glomerulus, resistensi vaskular dan produksi renin. Di dalam medulla PGE2 mempengaruhi tubulus distal dan koligentes dalam menghambat sekresi ADH, menurunkan permeabilitas membran, meningkatkan sekresi sodium dan air.Etiologi

Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, meliputi:

1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.

2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:

1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)

2. Iklim dan temperatur3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.

5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih

Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:

1. Teori nukleasiBatu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.

2. Teori matriks Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.

3. Penghambat kristalisasiUrine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat

Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.a. Batu Kalsium

Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:

1. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.

2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.

3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.

4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.

5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.

b. Batu Struvit

Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

c. Batu Urat

Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.Patofisiologi

Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme, meskipun belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun beberapa teori menyebutkan diantaranya teori inti matriks, teori supersaturasi, teori presipitasi-kristalisasi, teori berkurangnya faktor penghambat. Setiap orang mensekresi kristal lewat urine setiap waktu, namun hanya kurang dari 10 % yang membentuk batu. Supersaturasi filtrat diduga sebagai faktor utama terbentuknya batu, sedangkan faktor lain yang dapat membantu yaitu keasaman dan kebasaan batu, stasis urine, konsentrasi urine, substansi lain dalam urine (seperti : pyrophospat, sitrat dll). Sedangkan materi batunya sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat, oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu kalsium banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu saluran kemih, kandungan batu jenis ini terdir atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Batu asam urat merupakan 5-10 % dari seluruh BSK yang merupakan hasil metabolisme purine. Batu struvit disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter, yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi basa. Batu struvit biasanya mengandung magnesium, amonium dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang ditemui di Indonesia, berasal dari kristal sistin akibat adanya defek tubular renal yang herediter (Purnomo, 2000). Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka kondisi ini akan memudahkan terjadinya supersaturasi, sebagai contoh pada seseorang yang mengalami immobilisasi yang lama maka akan terjadi perpindahan kalsium dari tulang, akibatnya kadar kalsium serum akan meningkat sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine. Dari sini apabila intake cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi, maka supersaturasi akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium sangat besar. pH urine juga dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam urat dan sistin cenderung terbentuk pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan batu struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk pada suasana urine basa, adapun batu kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh pH urine. Batu yang berada dan terbentuk di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Ignatavicius, 1995). Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo, 2000). Batu yang besar dan menyumbat saluran kemih akan menyebabkan obstruksi sehingga menimbulkan hidronefrosis atau kaliektasis. Peningkatan tekanan akibat obstruksi menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks renalis dan medulla dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urin stasis yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi sehingga menambah kerusakan ginjal yang ada. Sebagian urin dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke vena dan tubulus getah bening yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi guna mencegah kerusakan ginjal. Ginjal yang tidak menderita mengambil alih eliminasi produk sisa yang banyak. Karena obstruksi yang berkepanjangan, ginjal yang tidak menderita membesar dan dapat berfungsi seefektif seperti kedua buah ginjal seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi kedua belah ginjal berdampak kepada kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala selama ginjal berfungsi adekuat dan urin masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan infeksi akan menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul (dull pain), mual, muntah dan perkembangan hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat menimbulkan nyeri ketok pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri akibat kerusakan epitel. Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan menimbulkan rasa nyeri kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia dan paha yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot polos pada ureter yang berusaha melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk berlalu. Mual dan muntah seringkali menyertai obstruksi ureter akut disebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat diredakan setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak lambung dan menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila fungsi ginjal sangat terganggu, mual dan muntah merupakan ancaman gajala uremia (Long, 1996).

Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)

Gambaran KlinisKeluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.

Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.

Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).

Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.

Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.Komplikasi

a. Obstruksi Ginjal

b. Perdarahan

c. Infeksi

d. HidronefrosisPenatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.Pencegahan

Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.

Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari

2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu

3. Aktivitas harian yang cukup

4. Medikamentosa

Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat

3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria

4. Rendah purin

5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

Pengkajian KeperawatanBerdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al, 1986). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu yang meliputi :

Pengumpulan data

a. Identitas penderita

Meliputi nama, umur (penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun), jenis kelamin (BSK banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan 3 kali lebih banyak dari wanita), alamat, agama/kepercayaan, pendidikan, suku/bangsa (beberapa daerah menunjukkan angka kejadian BSK yang lebih tinggi dari daerah lain), pekerjaan (BSK sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life) (Purnomo, 2000).

b. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu ginjal adalah nyeri pinggang akibat adanya batu pada ginjal, berat ringannya nyeri tergantung lokasi dan besarnya batu, dapat pula terjadi nyeri kolik/kolik renal yang menjalar ke testis pada pria dan kandung kemih pada wanita. Klien dapat juga mengalami gangguan saluran gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi urine (Ignatavicius, 1995).

c. Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin berhubungan dengan BSK, antara lain infeksi saaluran kemih, hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan-keadaan yang mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi (Carpenito, 1995).d. Riwayat penyakit keluarga

Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal tubular acidosis (RTA), cystinuria, Xanthinuria dan dehidroxynadeninuria (Munver & Preminger, 2001).

e. Riwayat psikososial

Klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang kondisi yang dialami, juga berkenaan dengan rasa nyeri, dapat juga mengekspresikan masalah tentang kekambuhan dan dampak pada pekerjaan serta aktifitas harian lainnya (Engram, 1998).

f. Pola fungsi kesehatan

l). Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan lingkungan dengan kadar mineral kalsium yang tinggi pada air (Purnomo, 1999). Terdapat riwayat penggunaan alkohol, obat-obatan seperti antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinol dan sebagainya. Aktifitas olah raga biasanya tidak pernah dilakukan (Doenges, 1999).2). Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat. Terdapat juga ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami mual/muntah, nyeri tekan abdomen (Doenges, 1999).

3). Pola eliminasi

Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obstruksi sebelumnya sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urine, kandung kemih terasa penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih dan adanya diare (Doenges, 1999).

4). Pola istirahat - tidur

Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul pada malam hari atau saat istirahat (Marsorie & Susan, 1984).5). Pola aktifitas

Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis) (Doenges, 1999).

6). Pola hubungan dan peran

Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan masyarakat, interaksi dengan keluarga dan orang lain serta hubungan kerja, adakah perubahan atau gangguan (Carpenito, 1999).

7). Pola persepsi dan konsep diri

Klien dapat melaporkan adanya perasaan gugup atau kecemasan yang dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi, diagnosa dan tindakan/operasi (Engram, 1998).

8). Pola kognitif-peseptual

Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik tergantung lokasi batu (Doenges, 1999).

9). Pola reproduksi seksual

Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam hubungan seksual karena perubahan kondisi yang dialami (Engram, 1998).

l0). Pola koping dan penanganan stress

Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stress yang mungkin diketahui, bagaimana mengambil keputusan (Carpenito, 1999).

ll). Pola tata nilai dan kepercayaan

Bagaimana praktik religius klien (type, frekwensi), dengan apa (siapa) klien mendapat sumber kekuatan atau makna (Carpenito, 1999).

g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan kasus urologi atau penyakit ginjal dilakukan berdasarkan data/informasi yang diperoleh saat melakukan pengkajian tentang riwayat penyakit. Pemeriksaan meliputi sistem urinari disertai review sistem yang lain dan status umum.

1. Keadaan umum

Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat kelemahan (keadaan penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan (Black, l993). Tanda vital dapat meningkat menyertai nyeri, suhu dan nadi meningkat mungkin karena infeksi serta tekanan darah dapat turun apabila nyeri sampai mengakibatkan shock (Ignatavicius, l995).

2. Ginjal, ureter, buli-buli dan uretra

Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan pemeriksaan abdomen yang lain dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Inspeksi : dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya pembesaran di daerah pinggang atau abdomen sebelah atas; asimetris ataukah adanya perubahan warna kulit. Pembesaran pada daerah ini dapat disebabkan karena hidronefrosis atau tumor pada retroperitonium.

Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta atau arteri renal untuk memeriksa adanya bruit. Adanya bruit di atas arteri renal dapat disebabkan oleh gangguan aliran pada pembuluh darah seperti stenosis atau aneurisma arteri renal.

Palpasi : palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan, tangan kiri diletakkan di sudut kosta-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba dari depan dengan sedikit menekan ke bawah (pada ginjal kanan), bagian bawah dapat teraba pada orang yang kurus. Adanya pembesaran pada ginjal seperti tumor, kista atau hidronefrosis biasa teraba dan terasa nyeri. Ureter tidak dapat dipalpasi, tetapi bila terjadi spasme pada otot-ototnya akan menghasilkan nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah, menjalar ke skrotum atau labia. Adanya distensi buli-buli akan teraba pada area di atas simphisis atau setinggi umbilikus, yang disebabkan adanya obstruksi pada leher buli-buli.

Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan terasa nyeri ketok. Pada buli-buli diketahui adanya distensi karena retensi urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas atas buli-buli serta adanya tumor/massa.

Uretra

Inspeksi pada daerah meatus dan sekitarnya, diketahui adanya discharge; darah; mukus atau drainase purulen. Kulit dan membran mukosa dilihat adanya lesi, rash atau kelainan pada penis atau scrotum; labia atau vagina. Iritasi pada uretra biasanya dilaporkan dengan adanya rasa tidak nyaman saat klien miksi.

3. Sistem integumen

Diperiksa adanya perubahan warna; pucat dapat menandakan adanya anemia defisiensi erythropoetin, kuning kemungkinan karena adanya deposit carotene like substance akibat kegagalan ekskresi ginjal. Kulit kering dapat mengindikasikan adanya gagal ginjal kronik atau kekurangan cairan, adanya ptekie menandakan adanya perdarahan, adanya deposit kristal pada kulit merupakan tanda kegagalan ginjal yang berlangsung lama (Black, l993).4. Sistem respirasi

Dalam beberapa keadaaan, kualitas pernafasan menggambarkan status cairan klien atau keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal pernafasan mungkin berbau urine atau 'fruit-flavored gum' yang menandakan adanya tosin dalam darah (Black, 1993).

5. Sistem kardiovaskuler

Pemantauan sistem kardiovaskuler dapat digunakan untuk mengetahui status keseimbangan cairan dan elektrolit dan yang spesifik dengan urinary tract adalah pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat ditemukan pada beberapa penyakit ginjal dan mungkin adanya overload cairan atau gangguan sistem renin-angiotensin (Black, 1993).

6. Sistem muskuloskeletal

Diperiksa pergerakan klien selama pemeriksaan untuk menentukan tonus otot tubuh secara keseluruhan dan menentukan kemampuan fisik klien mengontrol eliminasi urine, otot yang spesifik pada proses ini adalah otot perineal dan abdomen. Klien dianjurkan untuk mengencangkan (kontraksi) otot tersebut yang dapat diketahui dengan cara palpasi (Black, 1993).

7. Sistem neurologi

Disfungsi ginjal dapat berpengaruh pada sistem persyarafan. Pada gagal ginjal kronik peningkatan kalsium akan menyebabkan tetani, penurunan kalsium akan menyebabkan kelemahan atau penumpukan toksin. Karena spinkter ani dan spinkter urinari berasal dari cabang persyarafan yang sama maka pada pemeriksaan bila salah satu utuh maka spinkter yang lain juga demikian. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memasukan jari ke dalam anus, jari akan terasa terjepit pada saat diberikan rangsangan nyeri pada penis akibat berkontraksinya spinkter ani eksterna dan otot bulbokavernosa, hal ini menandakan reflek pada S2 dan S4 intak (Black, 1993).

Pemeriksaan Diagnostik

a. Urinalisa: warna: normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.

c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.

d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.

e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).

f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.

g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.Diagnosa Keperawatan

1) Analisa data

Data yang terkumpul, selanjutnya diklasifikasikan, diidentifikasi serta dilakukan validasi data untuk menentukan masalah keperawatan.

2) Perumusan diagnosa keperawatan

Setelah dikelompokkan, diidentifikasi dan divalidasi data-data yang signifikan, selanjutnya dirumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan dapat bersifat aktual, potensial dan kemungkinan. Untuk klien batu ginjal (pra pembedahan) diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi adalah :

a) Nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu ginjal dan spasme otot polos (Engram, 1998).

b) Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi mekanik, inflamasi (Doenges, 1999)

c) Ansietas sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan (Engram, 1998).

d) Ansietas sehubungan dengan tindakan pembedahan, kehilangan kontrol, hasil yang tidak dapat diperkirakan dan ketidakcukupan pengetahuan tentang rutinitas pra operasi, latihan dan aktifitas pasca operasi (Carpenito, 1999).

e) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan sehubungan dengan mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvik umum dari ginjal atau kolik uretral) (Doenges, 1999).

f) Resiko tinggi terhadap cedera sehubungan dengan adanya batu pada saluran ginjal (Engram, 1998).

g) Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi sehubungan dengan prosedur/tindakan operasi (Ignatavius, 1995)

b. Perencanaan

Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil dan rencana tindakan. Adapun perencanaan pada klien batu ginjal (pra pembedahan) adalah sebagai berikut:

1) Nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu ginjal dan spasme otot polosTujuan : mendemonstrasikan rasa nyeri hilang

Kriteria hasil : tak ada nyeri

ekspresi wajah rileks

tak ada mengerang dan perilaku melindungi bagian yang nyeri

frekwensi nadi 60-100 kali/menit

frekwensi nafas 12-24 kali/menit

Rencana tindakan :

a) Kaji dan catat lokasi, intensitas (skala 0-10) dan penyebarannya. Perhatikan tanda-tanda verbal : tekanan darah, nadi, gelisah, merintih

Membantu mengevaluasi tempat obstruksi & kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar, nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas sampai tingkat berat/pani

b) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri

Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai waktu (membantu meningkatkan koping klien dan dapat menurunkan ansietas), mewaspadakan staf akan kemungkinan lewatnya batu/terjadinya komplikasi

c) Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan seperti pijatan punggung, lingkungan nyaman, istirahat

Meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan koping

d) Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi dan aktifitas terapeutik

Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otote) Dorong/bantu dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 l/hari dalam toleransi jantung

Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.

f) Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi :

narkotik

antispasmmodik

Menurunkan refleks spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri

kortikosteroid

Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan dan untuk membantu gerakan batu

g) Berikan kompres hangat pada punggung

Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks spasme

h) Pertahankan patensi kateter bila digunakan

Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi

2) Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi mekanik, inflamasi

Tujuan : klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa atau tidak ada gangguanKriteria hasil : jumlah urine 1500 ml/24 jam dan pola biasa

tidak ada distensi kandung kemih dan oedema

Rencana tindakan

a) Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine

Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi (infeksi dan perdarahan). Perdarahan dapat mengindikasikan peningkatan obstruksi/iritasi

b) Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi

Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera

c) Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan

Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris serta dapat membantu lewatnya batu

d) Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa

Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi.e) Selidiki keluhan kandung kemih penuh : palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urine, adanya edema periorbital/tergantung

Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal) dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal

f) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran

Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP

g) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN kreatinin

Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal

h) Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas

Menentukan adanya ISK, yang menjadi penyebab/gejala komplikasi

i) Berikan obat sesuai indikasi, contoh :

asetazolamid, alupurinol

Meningkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan batu asam

HCT, klortaridon

Mungkin digunakan untuk mencegah stasis urine dan menurunkan pembentukan batu kalsium tertentu

amonium klorida : kalium fosfat/natrium fosfat

Menurunkan pembentukan batu fosfat

agen antigout

Menurunkan produksi asam urat/potensial pembentukan batu

antibioticAdanya ISK/alkaline urine potensial pembentukan batu

natrium bikarbonat

Mengganti kehilangan yang tak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine dapat menurunkan/mencegah pembentukan beberapa kalkuli

asam askorbat

Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin

j) Perhatikan patensi kateter tak menetap, bila menggunakan

Mungkin diperlukan untuk membantu aliran urine/mencegah retensi dan komplikasi

k) Irigasi dengan asam atau larutan alkali sesuai indikasi

Mengubah pH urine dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya

3) Ansietas sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan

Tujuan : klien mendemonstrasikan ansietas berkurangKriteria hasil : mengungkapkan pemahamana tentang kondisi

pemeriksaan diagnostik dan rencana terapeutik

keluhan berkurang tentang cemas atau gugup

ekspresi wajah rileks.

Rencana tindakan :

a) Berikan kesempatan pada klien dan orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan dan harapannya. Perbaiki konsep yang salah.

Kemampuan pemecahan masalah klien ditingkatkan bila lingkungan nyaman dan mendukung diberikan

b) Berikan informasi tentang :

Sifat penyakit

Tujuan tindakan yang diprogramkan

Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

tujuan

deskripsi singkat tentang prosedur

pemeriksaan setelah perawatan

Bila informasi harus diberikan selama episode nyeri, pertahankan instruksi dan penjelasan singkat dan sederhana. Berikan informasi lebih detil bila nyeri terkontrol.

Pengetahuan apa yang akan dirasakan membantu mengurangi ansietas. Nyeri mempengaruhi proses belajar.

4) Ansietas sehubungan dengan tindakan pembedahan, hasil yang dapat diperkirakan dan ketidakcukupan pengetahuan tentang rutinitas preoperasi, latihan dan aktifitas pascaoperasi.

Tujuan : klien akan menunjukkan perasaan dan pemahaman tentang rutinitas pembedahan

Kriteria hasil : klien akan :

mengkomunikasikan perasaan mengenai pengalaman bedah

mengungkapkan, bila ditanya, apa yang diharapkan mengenai rutinitas, lingkungan dan sensasi

memperagakan latihan, pembebatan dan regimen pernafasan pascaoperasi

Rencana tindakan :a) Berikan jaminan dan kenyamanan; tinggal dengan klien, berikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya, dengarkan dengan penuh perhatian dan tunjukkan empati serta pengertian.

Memberikan dukungan emosional dan dorongan pada klien untuk berbagi memungkinkan klien untuk mengklarifikasi rasa takutnya dan memberi kesempatan pada perawat untuk memberikan umpan balik positif dan penenangan

b) Perbaiki miskonsepsi dan ketidakakuratan informasi yang dimiliki klien tentang prosedur

Faktor penunjang ansietas yang dapat diubah termasuk ketidaklengkapan dan ketidakakuratan informasi. Pemberian informasi yang akurat dan meluruskan kesalahan konsep dapat membantu menghilangkan rasa takut dan mengurangi ansietas (Redman, 1992)

c) Tentukan apakah klien menginginkan dukungan spiritual ( misalnya kunjungan rohaniawan atau pemimpin agama lain;artikel keagamaan atau ritual). Atur untuk dukungan ini bila diperlukan.Banyak klien memerlukan dukungan spiritual untuk meningkatkan kemampuan koping

d) Izinkan dan dorong anggota keluarga dan orang terdekat untuk saling berbagi rasa takut dan kekhawatirannya. Sebutkan dukungan mereka untuk klien, tetapi hanya bila bermakna dan produktif

Penelitian telah menunjukkan bahwa anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan mengakibatkan peningkatan kerjasama klien dan penyesuaian positif pada pengalaman (Leske, 1993)

e) Evaluasi tingkat ansietas klien dan keluarga (Willard, 1995) :

Rendah (diperkirakan)

Sedang (persepsi menyempit, kesulitan untuk konsentrasi, akan mempunyai kesulitan menganalisa, gemetar)

Tinggi (persepsi sangat menurun, perhatian sangat mudah dialihkan, tak mampu berkonsentrasi, belajarsangat terganggu)

Strategi keperawatan akan berbeda tergantung pada tingkat ansietas (Tarsitono, 1992)

f) Beri tahu dokter bila klien menunjukkan ansieas berat atau panicPemberitahuan segera memungkinkan pengkajian segera dan kemungkinan intervensi farmakologis

g) Bila ansietas sedang, bantu klien untuk mendapatkan pemahaman ke dalam ansietas mereka dan alasan mengapa timbul ansietas. Bantu untuk menilai kembali ancaman dan belajar cara baru untuk menerimanya (Tarsitono, 1992).

Dengan membantu klien untuk memahami ansietas dan sumbernya memungkinkan kesempatan untuk dapat mengatasinya (Tarsitano, 1992)h) Beri tahu dokter jika klien memerlukan penjelasan lanjut tentang prosedur, sebelumnya dokter harus menjelaskan tentang sifat pembedahan, alasan untuk pembedahan dan hasil yang diperkirakan, setiap resiko yang termasuk, jenis anastesi yang akan digunakan, lama pemulihan yang diperkirakan dan setiap pembatasan dan instruksi pasca operasi

Dokter bertanggungjawab untuk memberitahukan pembedahan pada klien, keluarga dan perawat, untuk menentukan tingkat pemahaman dan kemudian memberitahu dokter tentang kebutuhan akan pemberian informasi lebih banyak (Douglas, 1986)

i) Libatkan anggota keluarga dan orang terdekat dalam penyuluhan klien, setiap saat bila memungkinkan.

Anggota keluarga atau orang terdekat yang mempunyai pengetahuan yang cukup dapat berfungsi sebagai pelatih untuk mengingatkan klien tentang instruksi dan larangan

j) Berikan instruksi (di tempat tidur atau kelompok) tentang informasi umum yang berkaitan dengan pentingnya partisipasi aktif, rutinitas pra operasi, lingkungan, petugas dan latihan pascaoperasi.

Penyuluhan praoperasi memberikan klien informasi, yang dapat membantu menurunkan ansietas dan takut berkenaan dengan ketidaktahuan dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi

k) Berikan informasi atau pertegas belajar menggunakan materi tertulis (misalnya buku, panflet, lembar instruksi) atau alat audiovisual (misalnya videotape, slide, poster)

Stimulasi berbagai pengindera secara simultan meluaskan proses belajar. Materi tertulis dapat disimpan dan digunakan sebagai referensi setelah pulang. Materi ini secara khusus sangat berguna untuk untuk pemberi perawatan yang tidak berpartisipasi pada sesi penyuluhan klien (Redman, 1992

l) Jelaskan pentingnya dan tujuan dari semua prosedur pascaoperasi

Informasi ini dapat membantu menghilangkan ansietas dan takut yang berkaitan dengan kurang pengetahuan tentang pentingnya aktivitas dan rutinitas praoperasi

Enema

Enema kadang dilakukan untuk mengosongkan usus dari materi fekal yang dapat membantu mengurangi resiko obstruksi usus pascaoperasi karena peristaltik usus tak ada

status puasa

Menghindari cairan per oral praoperasi akan mengurangi resiko aspirasi pascaoperasi

pemeriksaan laboratorium

Tes dan pemeriksaan menetapkan nilai data dasar dan membantu mendeteksi adanya abonormalitas sebelum pembedahan

obat-obatan praoperasi

Sedatif praoperasi mengurangi ansietas dan emningkatkan relaksasi yang meningkatkan efektifitas anestesia dan menurunkan sekresi dalam berespon terhadap intubasi

m) Diskusikan prosedur intraoperasi dan sensasi yang diperkirakan :

Penampilan ruangan dan peralatan operasi

Kehadiran staf pembedahan

Pemberian anestesi

Penampilan ruang pemulihan

Pemulihan dari anestesi

Menjelaskan apa yang dapat diperkirakan klien, mengapa prosedur dilakukan dan mengapa sensasi tertentu dapat terjadi membantu mengurangi takut yang berkaitan dengan ketidaktahuan dan hal-hal yang tidak diperkirakan (Christman, 1992)

n) Jelaskan semua rutinitas dan sensasi pascaoperasi yang diperkirakan

Pemberian cairan parenteral

Cairan perenteral menggantikan cairan yang hilang akibat puasa dan kehilangan darah

Pemantauan tanda vital

Pemantauan yang cermat diperlukan untuk menentukan status dan melacak setiap perubahan

Pemeriksaan dan penggantian balutan

Sampai tepi luka membaik, luka harus dilindungi dari kontaminan

Pemasangan dan perawatan selang nasogastrik (NGT)Selang nasogastrik meningkatkan drainase dan mengurangi distensi abdominal dan tegangan pada jahitan

Pemasangan dan perawatan kateter indwelling (Foley)

Kateter Folley mengalirkan kandung kemih sampai tonus otot kembali saat anestesi diekskresi

Alat lain, seperti jalur intravena (IV), pompa dan drain

Gejala-gejala termasuk mual, muntah dan nyeri

Ketersediaan analgesik dan antiemetik, jika diperlukan

Mual dan muntah adalah efek samping umum dari obat-obat praoperasi dan anestesi; faktor penunjang lain termasuk jenis pembedahan tertentu, obesitas, ketidakseimbangan cairan, perubahan posisi yang cepat dan faktor-faktor psikologis serta lingkungan. Nyeri biasanya terjadi bila obat-obat sudah tidak efektif lagi

o) Jelaskan rasional nafas dalam, peragakan dan minta klien memperagakan ulang (Tarsitano, 1992)

Letakkan tangan di atas abdomen dan tangan lainnya di tempat insisi akan dilakukan

Inspirasi dan kembangkan abdomen

Ekspirasi dengan lambat dan dalam

Latihan dan gerakan meningkatkan ekspansi paru dam memobilisasi sekret. Spirometri insentif meningkatkan nafas dalam dengan memberikan indikator visual dari efektifitas upaya bernafas (Litwack, 1991)

p) Jelaskan rasional batuk, peragakan dan minta klien memperagakan ulang, batuk hanya saat ekspirasi.Menghembuskan nafas kuat saat glotis tertutup dapat menaikkan tekanan pleural di atas tekanan alveolar, menyebabkan kolaps alveolar (Huddleston, 1990)

q) Jelaskan rasional untuk latihan kaki, peragakan dan minta klien memperagakan ulang (Tarsitano, 1992)

Dengan tumit di tempat tidur, dorong ibu jari kaki kedua kaki searah tempat tidur sampai otot betis kaki mengencang. Rileks kedua kaki. Tarik ibu jari ke arah dagu sampai otot betis mengencang. Rilekskan kaki.

Dengan tumit di tempat tidur, putar kedua pergelangan kaki, pertama ke kanan dan kemudian ke kir. Ulangi tiga kali. Rileks.

Tekuk setiap lutut secara bergantian, luncurkan kaki sepanjang di tempat tidur. Rileks.

Latihan ini akan meningkatkan aliran balik vena dan mencegah stasis ( Caswell, 1993)

r) Bila dapat dilakukan, ajarkan klien (menggunakan peragaan ulang untuk memastikan pemahaman dan kemampuan) cara melakukan hal berikut:

Berbalik, batuk atau nafas dalam

Menyangga insisi saat batuk

Mengubah posisi di tempat tidur setiap 1 sampai 2 jam

Duduk, turun dari tempat tidur dan ambulasi sesegara mungkin setelah pembedahan (duduk lama harus dihindari)

Pengertian klien tentang tindakan perawatan pascaoperasi dapat membantu mengurangi ansietas berkenaan dengan ketidaktahuan dan ini dapat meningkatkan kepatuhan. Penyuluhan klien tentang rutinitas pascaoperasi sebelum pembedahan memastikan bahwa pengertiannya tidak rusak oleh kontinuitas efek sedasi pascaoperasi (Tarsitano, 1992)

s) Jelaskan pentingnya aktivitas progressif pascaoperasi termasuk ambulasi setelah pembedahan dan perawatan diri sesegera mungkin klien mampu

Aktifitas memperbaiki sirkulasi dan membantu mencegah pengumpulan sekresi pernafasan. Perawatan diri meningkatkan harga diri dan dapat memantau meningkatkan pemulihan

t) Jelaskan pentingnya kebijakan rumah sakit untuk anggota keluarga/orang terdekat, misalnya jam berkunjung, jumlah pengunjung, lokasi ruang tunggu dan bagaimana dokter akan menghubungi mereka setelah pembedahan

Memberikan informasi pada anggota keluarga dan orang terdekat tentang informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas mereka dan memungkinkan mereka untuk mendukung klien lebih baik (Leske, 1993)

u) Evaluasi kemampuan klien dan keluarga atau orang terdekat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan secara mutual dan telah ditetapkan sebelumnya.

Pengkajian ini mengidentifikasi kebutuhan akan penyuluhan dan dukungan tambahan

5) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan sehubungan dengan mual/muntah

Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan adekuat

Kriteria hasil :

tekanan darah 120/85 mm Hg

nadi 60 100 kali/menit

berat badan dalam rentang normal

membran mukosa lembab

turgor kulit baik

Rencana tindakan

a) Monitor pemasukan dan pengeluaran

Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/derajat stasis/kerusakan ginjal

b) Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan frekwensi muntah/diare, jaga kejadian yang menyertai atau mencetuskan

Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung. Pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian abdominal lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus

c) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter/hari dalam toleransi jantung

Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare)

d) Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa

Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi

e) Timbang BB tiap hari

Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi

Kolaborasi :

f) Awasi Hb/Ht, elektrolit

Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi

g) Berikan cairan intra vena

Mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal

h) Berikan diet tepat, cairan jernih dan makanan lembut sesuai toleransi

Makanan mudah cerna menurunkan aktifitas GI/iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi

i) Berikan obat sesuai indikasi : antiemetik, contoh : proklorperazin (compazin)

Menurunkan mual/muntah.6) Resiko tinggi terhadap cedera sehubungan dengan adannya batu pada saluran ginjal

Tujuan : klien mendemonstrasikan fungsi ginjal normal

Kriteria hasil :

urine berwarna kuning atau kuning jernih

BUN 10 - 20 mg/dl

Kreatinin