34
A. Hemodialisis 1. Pengertian Hemodialisis adalah dialysis yang dilakukan di luar tubuh. Darah dikeluarkan dari tubuh, melalui sebuah kateter arteri, masuk kedalam sebuah mesin besar. Didalam mesin tersebut terdapat dua ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermiable. Darah dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan pen-dialisis atau dilisat yang dipisahkan oleh membrane semipermiabel, dan diantara keduanya akan terjadi difusi. Darah dikembalikan ke tubuh melalui sebuah pirau vena (Corwin, 2009). 2. Prinsip Dasar Hemodialisis Menurut Smeltzer & Bare, 2002 ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: a. Difusi Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat ke konsentrasi yang lebih rendah. b. Osmosis Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient

3. Hemodialisis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3. Hemodialisis

A. Hemodialisis

1. Pengertian

Hemodialisis adalah dialysis yang dilakukan di luar tubuh. Darah

dikeluarkan dari tubuh, melalui sebuah kateter arteri, masuk kedalam

sebuah mesin besar. Didalam mesin tersebut terdapat dua ruang yang

dipisahkan oleh sebuah membran semipermiable. Darah dimasukkan ke

salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan pen-dialisis

atau dilisat yang dipisahkan oleh membrane semipermiabel, dan diantara

keduanya akan terjadi difusi. Darah dikembalikan ke tubuh melalui sebuah

pirau vena (Corwin, 2009).

2. Prinsip Dasar Hemodialisis

Menurut Smeltzer & Bare, 2002 ada tiga prinsip yang mendasari

kerja hemodialisis, yaitu:

a. Difusi

Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses

difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi

tinggi, ke cairan dialisat ke konsentrasi yang lebih rendah.

b. Osmosis

Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan

gradient tekanan; dengan kata lain, air bergerak dari daerah tekanan

yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan

dialisat).

c. Ultrafiltrasi

Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative

yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan

negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada

membran dan memfasilitasi pengeluaran air.

Page 2: 3. Hemodialisis

3. Komponen Hemodialisis

a. Akses pada Sirkulasi Darah Pasien

Menurut Smeltzer & Bare, 2002 ada tiga akses sirkulasi pada darah

pasien, yaitu:

1) Kateter Subklavia dan Femoralis

Akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis

darurat dicapai melalui kateterisasi subklavia untuk pemakaian

sementara. Kateter dwi-lumen atau multi-lumen dimasukkan

kedalam vena subklavia.

2) Fistula

Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (yang

biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara

menghubungkan atau menyambung pembuluh arteri dengan vena

yang dihubungkan antar sisi atau dihubungkan antara ujung dan

sisi pembuluh darah. Fistula tersebut memerlukan waktu empat

hingga enam minggu untuk menjadi “matang” sebelum siap

digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberikan untuk

member kesempatan agar fistula pulih dan segmen-vena fistula

berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum dengan

ukuran 14 sampai 16. Jarum ditusukkan ke dalam pembuluh darah

agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir melalui

dialiser.

3) Tandur

Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum

dialysis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit

sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tax

(heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya

tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak

cocok untuk dijadikan fistula. Tandur biasanya dipasang pada

lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas.

Page 3: 3. Hemodialisis

b. Dialiser

Dialiser merupakan unit fungsional dari sirkuit ekstrakorporeal

yang fungsinya sama seperti nefron sehingga sering disebut dengan

ginjal buatan. Dialiser berbentuk seperti tabung yang dibagi menjadi

dua ruangan atau kompartemen yaitu kompartemen darah yaitu

ruangan yang berisi darah dan kompartemen dialisat yaitu ruangan

yang berisi dialisat yang dipisahkan oleh suatu membran tipis yang

bersifat semipermiabel. Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung

untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk

dialisat (Thomas, 2002; KKIGDH, 2010)

Terdapat dua jenis dialiser yaitu jenis hallow fiber dialyzer dan

parallel plate dialyzer. Hingga saat ini hallow fiber dialiser lebih

banyak digunakan karena ukuran dan jenis membran yang lebih

bervariasi serta tahanan yang rendah terhadap aliran darah (Thomas,

2002; Kallenbach et al, 2005)

c. Sirkuit Darah

Sirkuit darah merupakan suatu rangkaian sirkulasi darah. Sirkulasi

darah mengalirkan darah dari dalam tubuh pasien melalui jarum/kanula

(inlet) dengan bantuan pompa darah (blood pump) ke kompartemen

darah dengan kecepatan aliran darah/ quick of blood antara 200-400

ml/menit. Darah dari kompartemen darah kemudian dialirkan kembali

kedalam tubuh pasien melali jarum kanula vena (outlet) (Pardede,

2006).

Menurut KKIGDH, 2010 komponen sirkuit darah yaitu Arterial –

Venouse Blood Line (AVBL) yang terdiri dari Arterial Blood Line

(ABL) dan Venouse Blood Line (VBL).

1) Arterial Blood Line (ABL)

Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing

akses vascular tubuh pasien menuju dialiser, disebut inlet ditandai

dengan warna merah.

Page 4: 3. Hemodialisis

2) Venouse Blood Line (VBL)

Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser

dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet

ditandai dengan warna biru.

Selain komponen tersebut, terdapat komponen penting

lainnya yang perlu diperhatikan pada sirkuit darah adalah peranan dari

antikoagulan. Saat darah masuk ke dalam sirkuit dialiser dapat

mengalami pembekuan sehingga diperlukan suatu antikoagulan yang

tepat. Heparin merupakan antikoagulan yang paling sering digunakan

pada dialisis. Pembagian heparin dibagi menjadi 2 tahap yaitu

pemberian dosis awal ( dosis permulaan ) 25 – 100 unit/kgBB

diberikan pada waktu melakukan punksi atau pada persiapan

pemasangan kateter akses vaskuler. Pemberian dosis selanjutnya (dosis

pemeliharaan) yaitu 500 – 2000 unit/jam diberikan selama HD

berlangsung namun 1 jam sebelum HD berakhir maka heparin harus

distop atau habis (Pardede, 2006).

d. Sirkuit Dialisat

Dialisat adalah suatu cairan yang dialirkan kedalam dialiser pada

posisi yang berlawanan dengan kompartemen darah. Tujuan

penggunaan dialisat ini adalah untuk membuat perbedaan konsentrasi

yang mendukung difusi produk akhir dari darah. Dialisat merupakan

larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.

Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat

bicarbonate (KKIGDH, 2010).

Kecepatan aliran dialisat/ quick dialysate yang dihubungkan untuk

HD yang adekuat ialah 400- 800 ml/ menit dan monitor pada sirkulasi

dialisat, yaitu temperature, konduktivitas, detector kebocoran darah

dan tekanan dialisat.

e. Proses Hemodialisis

Proses hemodialisis dimulai dari pemasangan kanula sesuai akses

vaskuler yang telah dibuat sebelumnya. Pemasangan kanula inlet

Page 5: 3. Hemodialisis

dimasukkan kedalam pembuluh darah arteri sedangkan kanula outlet

dipasang di pembuluh darah vena . Pemasangan kanula inlet dan outlet

berjarak kurang lebih 10cm dengan tujuan yaitu mencegah terjadinya

percampuran darah (Thomas, 2002).

Darah ditarik dari akses vaskuler pasien oleh pompa darah melalui

aliran arteri dengan tekanan negative. Selanjutnya, kecepatan pompa

darah diatur yaitu antara 0-600 ml/menit dengan tujuan agar darah

dapat mengalir menuju dialiser. Sebelum darah sampai ke dialiser,

heparin diinjeksikan ke dalam darah untuk mencegah terjadinya

bekuan pada darah yang masuk kedalam dialiser (Thomas, 2002).

Pada HD, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin

dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun

melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu

cairan khusus untuk dialisis), lalu dialirkan kembali kedalam tubuh.

Proses HD dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap

kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam (KKIGDH, 2010).

Selama proses dialysis pasien akan terpajan dengan cairan dialysis

sebanyak 120-150 ml setiap dialysis. Cairan dialysis terbebas dari

pirogen, berisi larutan dengan komposisi yang mirip dengan serum

normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Zat yang

berat moekul ringan yang terdapat pada dialisat akan dapat dengan

mudah berdifusi kedalam darah selama proses dialysis. Melalui

tekhnik reverse osmosis air akan melewati membrane semipermiabel

yang memiliki pori-pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan

berat molekul kecil seperti urea, natrium dan klorida (Sudoyo, 2006).

4. Pengkajian dan Penatalaksanaan Hemodialisis

a. Perawatan sebelum hemodialisis (Pre HD)

Perawat melakukan pengkajian meliputi meninjau ulang

riwayat pasien dan temuan klinis, respon terhadap terapi dialysis

sebelumnya, hasil laboratorium (misalnya elektrolit), warna kulit,

Page 6: 3. Hemodialisis

temperatur kulit, turgor dan integritas kulit, kepatenan akses vaskuler

dan terbebas dari perdarahan dan infeksi, konsultasi dengan pemberi

perawatan lain, dan pengkajian langsung perawatan terhadap pasien

(Morton, 2012; Kallenbach et al, 2005).

Perawat mengevaluasi keseimbangan cairan sebelum dialysis

sehingga tindakan korektif dapat dilakukan pada permulaan prosedur.

Tekanan darah, nadi, berat badan, asupan dan haluaran, turgor

jaringan dan gejala lainnya membantu perawat dalam memperkirakan

kelebihan atau kekurangan cairan. Istilah berat kering atau berat ideal

digunakan untuk menunjukkan saat berat badan dan volume cairan

berada dalam kisaran normal untuk seorang pasien yang tidak

menunjukkan gejala ketidakseimbangan cairan. Ini menjadi panduan

untuk pembuangan atau penggantian cairan (Morton, 2012).

Setelah meninjau ulang data dan berkonsultasi dengan dokter,

perawat dialysis menetapkan tujuan bedasarkan pada pembuangan

cairan dan perbaikan keseimbangan cairan untuk terapi dialysis

tersebut (Morton, 2012). Perencanaan yang dilakukan perawatan

meliputi menyiapkan pasien dan keluarga, menentukan tujuan untuk

pengobatan dan memeriksa keamanan peralatan (Sumpena, 2002).

Pada persiapan mesin dan peralatan hemodialisis yang perlu

diperhatikan,yaitu mesin siap pakai, listrik, air yang sudah

dimurnikan, saluran pembuangan (drainage), komposisi dialisat

(bicnat atau asetat), kaji dialiser yang akan dipakai (dialiser non reuse

atau reuse), kaji konductive, kaji temperature dan limit alarm system,

pastikan sirkuit dialisat bebas udara, pastikan semua peralatan siap

untuk dipakai (Sipayung, 2006).

Kemudian yang dilakukan adalah persiapan sirkulasi darah

(sirkulasi ekstra corporeal) meliputi melembabkan dialyzer (soaking),

membilas dialyzer (rinsing), mengisi sirkulasi pertama (priming).

Peralatan yang digunakan saat hemodialisis, yaitu dialyzer, A.V

blood lines, A.V fistula, NaCL + infusion set, spuit, heparin injeksi,

Page 7: 3. Hemodialisis

anastesi local, kain kasa, doek, sarung tangan, bak dan mangkuk kecil,

desinfektan, klem, alat fiksasi, gelas ukur, timbangan badan, dan

formulir hemodialisis (Sumpena, 2002).

Pada persiapan pasien yang perlu dipersiapkan meliputi

persiapan mental dan persiapan fisik. Persiapan fisik dan mental

meliputi kaji status volume (timbang berat badan, ada/tidaknya

odema, ada/tidaknya peninggian vena jugularis, ada tidaknya bunyi

nafas ronchi, intake dan output), kaji hasil laboratorium, kaji vaskuler

akses, kaji kebutuhan HD, kaji pengetahuan pasien/keluarga terhadap

prosedur yang akan dilakukan, kaji persetujuan keluarga (inform

concent), observasi KU (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu), dan

memberikan posisi yang nyaman (Sipayung, 2006).

b. Perawatan selama hemodialisis (Intra HD)

Perawatan selama hemodialisis meliputi sarana hubungan sirkulasi

(AV shunt atau femoralis). Jika pasien dengan akses AV Shunt hal

yang harus dilakukan selanjutnya adalah desinfektan dengan betadin,

alcohol, tanpa/ dengan anastesi local, fungsi outlet (vena), bolus

heparin injeksi (dosis awal), fungsi inlet (arteri), fiksasi (Sumpena,

2002).

Jika pasien dengan akses femoralis hal yang harus dilakukan

selanjutnya adalah desinfektan, anastesi local, fungsi outlet (vena),

bolus heparin injeksi (dosis awal), fungsi inlet (vena femoralis) secara

perkutanius, fiksasi (Sumpena, 2002).

Memulai hemodialisis yaitu arterial line dihubungkan dengan

fungsi inlet, ujung venous line dihubungkan dengan gelas ukur, semua

klem dibuka kecuali klem infuse set, darah dialirkan ke mesin dengan

mempergunakan pompa darah (blood pump) 100 ml/mnt, cairan

priming ditampung di gelas ukur, jumlahnya dicatat (cairan

dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan, ujung venous line dihubungkan

dengan fungsi outlet A.V blood line difiksasi), hubungkan monitor

venous pressure, arterial pressure dan hidupkan air/ blood leak

Page 8: 3. Hemodialisis

detector. QB dinaikkan berlahan- lahan sampai 200ml/mnt, pompa

heparin dijalankan (dosis maintenance), ukur tekanan darah dan nadi.

Pada saat memprogram mesih HD yang perlu diperhatikan adalah

Quick Blood (QB), Quick Dialisat (QD), Temperature basal, TEMP,

UFR dan Heparinisasi (Dosis awal 25- 50 U/ KgBB dan dosis

selanjutnya 500- 1000 u/jam) (Sumpena, 2002).

Pemantauan intradialisis adalah penilaian berkelanjutan dari pasien

dan peralatan selama perawatan hemodialisis. Pasien dan mesin

dimonitor setiap jam oleh perawat. Pemantauan dilakukan lebih sering

pada pasien yang tidak stabil. Pemantauan yang terpenting yaitu

tanda-tanda vital dan monitor mesin hemodialisis. Peran perawat

dalam pemantauan pasien intradialisis meliputi KU pasien, posisi

pasien, perdarahan, fungsi inlet dan outlet, keluhan/komplikasi akut

HD (seperti hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepada,

sakit dada, sakit punggung, gatal, demam dan menggigil). Selain itu

peran perawat juga melakukan pemantauan mesin dan peralatan HD

meliputi aliran darah/Quick of Blood (QB), aliran dialisat/Quick of

Dialisat (QD), temperature, konduktiviti, pressure/ tekanan (fistula

pressure , arterial pressure, venous pressure), perpindahan

cairan/pengurangan cairan, memantau dialiser, memantau tabung

darah, memantau koneksi mesin HD, heparinisasi, memantau

pengaturan mesin, sambung- sambungan/ klem, akses pada inlet dan

outlet, serta fiksasi (Sumpena, 2002; Kallenbach et al, 2005).

c. Perawatan setelah hemodialisis (Post HD)

Saat mengakhiri hemodialisis yang perlu dilakukan adalah

persiapan alat yang meliputi kain kasa , band aid, antibiotic powder,

perban gulung, alat penekan, bantal pasien. Cara kerjanya meliputi 5

menit sebelum hemodialisis berakhir QB diturunkan sampai 100 cc/

mnt, mungkin juga dengan TMP, ukur tensi dan nadi, pompa darah

stop, ujung arterial diklem, jarum inlet dicabut dan bekas fungsi inlet

ditekan, darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan QB 1 cc/ mnt

Page 9: 3. Hemodialisis

dengan NaCl sebagai pendorong, setelah darah masuk ke dalam

tubuh, pompa darah stop, ujung venous line diklem, jarum outlet

dicabut dan bekas fungsi outlet ditekan, bekas fungsi dibubuhi dengan

powder, lalu ditutup dengan bandage, pasang balutan perban gulung

dengan penekanan sedang ukur tensi dan nadi, timbang BB, dan isi

formulir HD (Sumpena, 2002).

Penilaian pada post dialitik yang dilakukan oleh perawat adalah

mengevaluasi pasien, efektivitas terapi dan interpretasi dari tujuan

predialitic. Evaluasi pada post dialysis meliputi menimbang berat

badan pasien dan mengobservasi penurunan berat badan, tanda vital

(suhu, denyut nadi, pernapasan, tekanan darah), pencapaian

keefektifan terapi pada predialisis bermasalah (peningkatan status

cairan), penilaian fisik pasien secara subjektif (rasa sakit atau keluhan

lain), penilaian akses, dan status pendarahan (Kallenbach et al, 2005).

Hasil terapi dialysis dapat ditentukan dengan mengkaji jumlah

cairan yang dibuang (seperti yang dikaji dengan berat badan

pascadialisis) dan tingkat koreksi ketidakseimbangan elektrolit dan

asam-basa. Darah yang diambil dengan segera pascadialisis melalui

pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan kadar elektrolit,

nitrogen urea, dan kreatinin (Morton, 2012).

Perawat dapat memberikan edukasi tentang diet, intake cairan

dan pencapaian berat badan yang ideal selama pasien dirumah

sebelum menjalani terapi HD berikutnya. Hal ini penting dilakukan

untuk dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawat

hemodialisis memiliki peran penting dalam menurunkan angka

morbility dan mortality pasien yang menjalani hemodialisis, dimana

perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

pasien dengan melaksanakan pengkajian berkelanjutan, memberikan

pendidikan kesehatan, memberikan dukungan untuk kemampuan self

care serta melakukan pemantauan secara menyeluruh. Peran perawat

dialysis di unit hemodialisis dapat mencegah terjadinya komplikasi

Page 10: 3. Hemodialisis

yang berefek pada peningkatan kualitas hidup (Kallenbach et al,

2005).

Diet merupakan factor penting bagi pasien yang menjalani

hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang

rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme,

substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien

dan bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala yang terjadi akibat

penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik

dan akan mempengaruhi setiap system tubuh. Lebih banyak toksin

yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul (Sudoyo, 2006).

Diet yang diberikan pada pasien hemodialisis meliputi diet protein

dengan asupan protein diharapkan 1-1,2 g/kgBB/hari dengan 50%

terdiri atas protein dengan nili biologis tinggi, asupan kalium

diberikan 40-70 mEq/hari. Pembatasan kalium sangat dibutuhkan,

karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-

umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Asupan natrium dibatasi

40-120 mEq/hari guna mengendalikan tekanan darah dan odema.

Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya

mendorong pasien untuk minum. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai

dengan jumlah air kencing yang ada ditambah insisible water loss

(500-750 ml). Asupan cairan bukan hanya didapatkan oleh air tetapi

juga makanan dalam bentuk gelly, ice cream, es batu, saus, dan sup.

Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode selama dialysis

akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (Sudoyo, 2006; Thomas,

2002).

Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan

gagal jantung kongestif serta odema paru. Dengan demikian,

pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet ntuk pasien

ini (Smeltzer & Bare, 2002;1400)

Peningkatan berat badan diantara 2 waktu dialysis yang sering

diistilahkan Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan

Page 11: 3. Hemodialisis

peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan

peningkatan berat badan sebagai indicator untuk mengetahui jumlah

cairan yang masuk selama periode interdialitik dan kepatuhan pasien

terhadap pengaturan cairan pada pasien yang mendapatkan terapi

hemodialisis (Istanti,2009). Berat badan diantara dua waktu dialysis

yang ditoleransi adalah sebesar 1,5 kg atau kurang dari 3% dari berat

badan post HD sebelumnya (Kallenbach et al, 2005). Berat badan

adalah indicator yang penting dalam memprediksi kondisi cairan

tubuh pada pasien HD (Thomas, 2002). Masukan cairan merupakan

factor yang berkontribusi secara significant terhadap IDWG (Istanti,

2009). Menurut Young, 2009 penambahan berat badan yang

berlebihan akan menimbulkan berbagai masalah bagi pasien, dan

semua ini akan dapat memberikan dampak dan mempengaruhi serta

menurunkan kualitas hidup pasien hemodialisis sehingga dapat

menyebabkan perubahan pada kemampuan untuk melaksanakan

fungsi kehidupannya sehari-hari. Kualitas Hidup yang rendah akan

dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien

yang menjalani hemodialisis

IDWG dilihat dari selisih dari berat badan pre HD sekarang dengan

berat badan post HD sebelumnya. Yetti, 2001 mengelompokkan

penambahan berat badan diantara dua waktu dialysis menjadi 3

kelompok, yaitu: penambahan <4% adalah pertambahan ringan,

penambahan 4-6% pertambahan rata-rata, penambahan >6%

merupakan pertambahan bahaya.

Semakin banyak akumulasi/ distribusi cairan didalam tubuh pasien

maka pasien berpotensi mengalami gangguan fisik. Gangguan

tersebut berupa gangguan fungsi paru, pasien biasanya mengeluh

sesak nafas. Sesak nafas terjadi karena akumulasi cairan berlebih pada

abdomen mendesak diafragma sehingga mengganggu proses ventilasi

baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Gangguan lain yang timbul

adalah peningkatan tekanan darah sebagai akibat semakin beratnya

Page 12: 3. Hemodialisis

kerja jantung memompa cairan yang berlebih ini. Akibat lain dari

kelebihan volume cairan ini adalah terjadinya odema paru yang

berpotensi menyebabkan penurunan kualitas hidup bahkan kematian

(Black & Hawks, 2005 dan Thomas, 2005).

5. Peran Perawat

Perawat memiliki peran penting dalam pelaksanaan hemodialisis.

Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan, peneliti, dan

pendidik.

a. Peran Perawat Pre Dialysis

Perawat berperan dalam melakukan persiapan pasien dan alat

dialisa. Pasien diberikan informed consent dan dilakukan

pengkajian pasien predialysis, perawat harus mempersiapkan

mesin hemodialisa, dan mempersiapkan lingkungan.

1) Pengkajian Pasien Predialysis

a) Berat badan, tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan.

b) Kepatenan akses vaskuler

c) Pengkajian status cairan pasien, meliputi :

1. Riwayat pasien : sesak pada saat istirahat atau

beraktivitas, peningkatan konsumsi garam, nafsu

makan terakhir, sakit kepala, diagnosa medis, riwayat

dialysis sebelumnya, urine output, asupan cairan yang

diperkenankan, dan haluaran urine hari sebelumnya.

2. Tanda dan gejala klinis : edema (pada ekstermitas,

periorbital), sesak pada saat istirahat atau beristirahat,

hipertensi pada saat duduk, berdiri, dan berbaring,

hipotensi, peningkatan berat badan sejak dialysis

sebelumnya, distensi JVP, peningkatan CVP, dan suara

crackles pada auskultasi paru.

3. Prosedur diagnostik : pemeriksaan X-ray dada, serum

albumin, Hb, dan serum sodium.

d) Status mental

Page 13: 3. Hemodialisis

2) Persiapan alat HD

Perawat berperan dalam mempersiapkan dialisat, dialiser dan

bloodlines, melakukan priming dan recirculation, serta

melakukan predialysis safety cek yaitu dengan memastikan

alarm pada mesin hemodialisis dapat berfungsi dengan baik.

3) Persiapan lingkungan

Pasien menjalani hemodialisis selama ± 3-4 jam dalam satu kali

dialysis. Oleh karena itu lingkungan harus dipersiapkan dengan

sebaik-baiknya sehingga pasien merasa nyaman dan aman

selama pelaksanaan hemodialisis. Peran perawat disini yaitu

menyiapkan lingkungan yang nyaman bagi pasien seperti bed

yang bersih dan rapi serta memastikan pelindung tempat tidur

berfungsi dengan baik, menyiapakan sarana mengisi waktu

selama dialysis seperti televisi, bacaan.

b. Peran Perawat Intradialysis

Selama pelaksanaan hemodialisis perawat harus memonitor sirkuit

extracorporeal dan pasien untuk memastikan tidak adanya

sumbatan pada aliran darah, tidak tampak adanya gelembung

udara, dan seluruh sambungan sirkuit aman.

Perawat juga harus memantau keadaan umum pasien, tanda-tanda

vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan kecepatan pernapasan),

venous pressure, arterial pressure, cairan yang diekskresikan, UF

rate, dan dosis heparin atau medikasi yang diberikan. Pada

intradialysis, peran terpenting perawat yaitu penanganan

komplikasi akut yang sering terjadi misalnya hipotensi, hipertensi,

mual dan muntah, sakit kepala, kejang, kram, demam disertai

menggigil, nyeri dada, dan gatal-gatal. Peran perawat dalam

mengatasi komplikasi intra HD, perawat melakukan kolaborasi

dengan tim dokter yang bertanggung jawab di ruangan tersebut.

Penanganan komplikasi intra HD antara lain pengaturan Qb,

Page 14: 3. Hemodialisis

pemberian oksigen, pemberian medikasi, dan pemantauan cairan

dialisat. Saat terjadi komplikasi, perawat tetap memberikan

dukungan kepada pasien untuk melanjutkan HD. Dukungan yang

diberikan perawat yaitu dengan menjelaskan penyebab terjadinya

komplikasi dan tindakan yang dilakukan tim untuk mengurangi

komplikasi.

Sebelum meninggalkan pasien, perawat harus yakin bahwa arterial

dan venous line aman, pasien merasa nyaman, pasien telah

diobservasi ulang dan dalam kondisi stabil, kadar gula darah pada

pasien diabetes telah dicek, mesin hemodialisis diatur pada dialysis

mode dan bebas dari alarm, antikoagulasi telah diberikan, 500 cc

Normal Saline telah disiapkan pada sirkuit untuk keadaan

emergency.

Perawat juga harus melaksanakan universal precaution dan

tindakan asepsis baik bagi staff perawat maupun pasien. Setiap

pelaksanaan prosedur klinis, perawat harus mencuci tangan,

menggunakan handschoon dan apron, menggunakan pelindung

wajah pada kondisi yang berisiko terjadinya percikan darah atau

bahan kimia, serta tersedianya substansi bakteriostatik jika terjadi

paparan darah.

c. Peran Perawat Post Dialysis

Perawat harus mengobservasi kembali tekanan darah, berat badan

post dialysis, status cairan, dan status mental, observasi pada luka

penusukan (ada tidaknya hematom, edema, maupun perdarahan),

untuk mencegah hal ini perawat dapat menganjurkan untuk

melakukan penekanan pada luka tusukan. Perawat juga

melakukan monitoring hasil laboratorium kimia darah seperti

ureum kreatinin yang hasilnya dapat digunakan untuk menentukan

frekuensi hemodialisa selanjutnya. Perawat juga harus

memberikan informasi mengenai diet, intake cairan, dan

pencapaian berat badan yang ideal selama pasien di rumah

Page 15: 3. Hemodialisis

sebelum menjalani terapi HD berikutnya. Perawat bekerja sama

dengan dokter dalam menghitung pencapaian adekuasi HD yang

telah terlaksana agar dapat menghitung dosis HD untuk terapi

selanjutnya. Perawat harus melakukan disinfeksi pada mesin HD

dan dialiser (jika menggunakan reuse dialiser).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Fokus Pengkajian

Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada

penderita gagal ginjal kronik menurut Doeges (1999), Smeltzer dan

Bare (2001) ada berbagai macam, meliputi:

1) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler

hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan

kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik

dan neropati obstruktif.

2) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik,

riwayat menderita penyakit gagal ginjal kronik.

b. Pola kesehatan fungsional

1) Pemeliharaan kesehatan

Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin

dosis tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi

makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein,

kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan gula

darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan

diabetes mellitus.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan

inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan

Page 16: 3. Hemodialisis

berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap

pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretik

3) Pola eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut),

abdomen kembung, diare, konstipasi, perubahan warna urin.

4) Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatasan gerak

sendi.

5) Pola istirahat dan tidur

Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)

6) Pola persepsi sensori dan kognitif

Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan

otot, perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala,

kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhati-

hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki

gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya

ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental,

contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan

berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.

7) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,

menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu

bekerja, mempertahankan fungsi peran

8) Pola reproduksi dan seksual

Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi

c. Pengkajian fisik

1) Keluhan umum : Peningkatan berat badan

2) Tingkat kesadaran kompos mentis sampai koma.

3) Pengukuran antropometri : berat badan meningkat

Page 17: 3. Hemodialisis

4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi

lemah, nafas pendek, dipsnea, batuk dengan atau tanpa seputum

kental dan banyak.

5) Kepala

a) Mata

Inspeksi : konjungtiva anemis, mata merah, berair

dan penglihatan kabur,

Palpasi : edema periorbital

b) Rambut

Inspeksi : rambut mudah rontok, tipis

Palpasi : kasar.

c) Hidung

Inspeksi : pernapasan cuping hidung

d) Mulut

Inspeksi : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau

ammonia, mual, muntah serta cegukan,

peradangan gusi.

6) Leher

Inspeksi dan palpasi : pembesaran vena jugularis.

7) Toraks

a) Toraks

Inspeksi : bentuk dada: normal chest, pergerakan

simetris

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Paru :

Inspeksi : penggunaan otot bantu pernafasan,

pernafasan dangkal dan kusmaul

Palpasi : getaran taktil fremitus sama antara

kanan dan kiri

Perkusi : redup akibat edema paru

Page 18: 3. Hemodialisis

Auskultasi : adanya suara tambahan (rales/ronki

basah)

Jantung :

Inspeksi : tampak ictus cordis

Palpasi : pelebaran iktus kordis akibat beban

jantung meningkat

Perkusi : pelebaran batas pekak jantung

akibat hipertrofi

Auskultasi : friction rub pericardial.

8) Abdomen :

Inspeksi : distensi abdomen

Auskultasi : bising usus menurun (< 5x/menit)

Perkusi : suara redup/pekak (berisi cairan/ascites)

Palpasi : ginjal : nyeri tekan pada sudut kostovertebral

9) Genital

Inspeksi dan Palpasi: atropi testikuler

10) Ekstremitas

Inspeksi : kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan pada

tungkai, foot drop

Palpasi : capirally refill time > 3 detik, rasa panas pada

telapak kaki

11) Kulit

Inspeksi : echimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu

abu, mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal

(pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura),

Palpasi : edema

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pre HD.

1) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan odema sekunder

akibat GGK

Page 19: 3. Hemodialisis

2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan

haluaran, diit berlebihan, retensi cairan dan natrium terhadap

penurunan fungsi ginjal.

3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

mengenai diit cairan dan protein

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia, mual dan muntah

5) Perubahan perfusi jaringan, berhubungan dengan penurun aliran

darah sekunder terhadap GGK

6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status

metabolism, pruritus.

b. Intra HD

1) Masalah kolaboratif : hipotensi, nyeri dada, pruritus, sakit

kepala, gangguan keseimbangan elektrolit (kejang), kramp otot,

mual muntah, demam dan menggigil.

2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan proses

ultrafitrasi yang berlebihan

3) Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler

c. Post HD

1) Resiko cedera berhubungan dengan hipotensi ortostatik

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas

pemasangan akses vaskuler

3) Regimen terapi tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan

pengetahuan, deficit support sosial

Page 20: 3. Hemodialisis

Prioritas masalah

1) Pre HD

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan

haluaran, diit berlebihan, retensi cairan dan natrium terhadap

penurunan fungsi ginjal.

2) Intra HD

Masalah kolaboratif : hipotensi, nyeri dada, pruritus, sakit

kepala, gangguan keseimbangan elektrolit (kejang), kramp otot,

mual muntah, demam dan menggigil.

3) Post HD

Resiko cedera berhubungan dengan hipotensi ortostatik.

Regimen terapi tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan

pengetahuan, deficit support sosial.

3. Intervensi Keperawatan

Terlampir

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana

asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan

tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencangkup

tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2003).

5. Evaluasi Keperawatan

a. Pre HD

1) Pola nafas kembali efektif.

2) Volume cairan kembali seimbang

3) Pengetahuan pasien tentang diit cairan cukup

4) Kebutuhan nutrisi pasien tercukupi

5) Perfusi jaringan kembali efektif

6) Kerusakan integritas kulit teratasi

Page 21: 3. Hemodialisis

b. Intra HD

1) Bebas dari komplikasi

2) Kekurangan volume cairan teratasi

3) Cedera tidak terjadi

c. Post HD

1) Terhindar dari cedera

2) Regimen terapi kembali tidak efektif

3) Terhindar dari infeksi