51

4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006
Page 2: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

i

Daftar IsiDaftar Isi ........................................................................................................................................................... i

Sekapur Sirih .................................................................................................................................................... ii

Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya untuk Refraktori Cor ............................................ 1 - 8Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah : Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap .............................9 - 17Parameter Kualitas Tanah (Derajat Keasaman Tanah (pH-H2O), Mn, Fe, P - Total dan P - Tersedia)Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian Timah Bangka ........................18 - 26Supriyono HS, Rachmat Yusuf, Deden Amiruddin, Wawan Purnawan, Mutaqindan Wahyu Agus S.

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral .........................................................................27 - 40Studi Kasus : Tenaga Kerja Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang (PT. Antam Tbk.)Bambang Yunianto dan Binarko Santoso

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil di Kota/Kabupaten Bandung ............................41 - 47Triswan Suseno

Petunjuk Bagi Penulis ...................................................................................................................................... 48

ISSN 0854 – 7890

JurnalNomor 36, Tahun 14, Januari 2006

Teknologi Mineral dan Batubara

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara terbit pada bulan Januari, Mei, September dan memuat karya ilmiah yangberkaitan dengan litbang mineral dan batubara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, lingkungan, kebijakan,dan keekonomiannya.Redaksi menerima sumbangan naskah yang relevan dengan substansi terbitan ini.Biaya langganan : Rp 60.000,-/tahun, termasuk ongkos kirim, harga eceran Rp 20.000,-/eksemplar.

EDITOR IN CHIEF : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraPEMIMPIN REDAKSI : Ka. Bid Program dan InformasiREDAKTUR PELAKSANA : Ka. Sub Bid Dokumentasi dan InformasiEDITORIAL BOARD : Binarko Santoso (Ketua), Pramusanto (Anggota), Bukin Daulay (Anggota) dan Siti Rochani

(Anggota)EDITOR : Tatang Wahyudi, Nining S. Ningrum, Darsa Permana, Retno Damayanti, Sri Handayani,

Maman Surachman, Tendi Rustendi dan ZulfahmiSTAF REDAKSI : Sumartono, Yusi Nuriana dan BachtiarPENERBIT : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraALAMAT REDAKSI : Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211

Telpon : (022) 6030483 - 5, Fax : (022) 6003373e-mail : [email protected]

Page 3: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

ii

Sekapur Sirih

Sidang pembaca yang budiman,

Abu terbang (fly ash) merupakan limbah padat yang dikeluarkan oleh PLTU berbahan bakar batu bara. Jumlahnya diIndonesia melimpah; pada tahun 2006 ini saja diperkirakan akan mencapai 2 juta ton dan akan terus meningkat padatahun-tahun mendatang. Limbah ini perlu mendapat perhatian yang serius karena berpotensi besar menjadi masalahlingkungan, bahkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menetapkannya sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) karena kandungan logam-logam berat yang bersifat toksik. Namun di sisi lain, telah diketahui pula bahwa abuterbang mengandung komponen-komponen sebagai bahan agregat dan beberapa logam jarang yang mempunyai nilaitinggi, sehingga abu terbang mempunyai potensi pula untuk dimanfaatkan. Dalam edisi kali ini, terdapat dua buahtulisan yang berkaitan dengan masalah penanganan dan pemanfaatan abu terbang tersebut. Tulisan utama memaparkankemungkinan pemanfaatan abu terbang untuk bahan baku pembuatan refraktori cor, dan tulisan yang lain menjelaskankemungkinan menggunakan abu terbang sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dan sumber beberapa haramikro pada tanah ampas (tailing). Upaya-upaya penelitian tersebut dilakukan dengan harapan, bukan saja dapat mengatasimasalah lingkungan di PLTU berbahan bakar batu bara, tetapi sekaligus dapat memberi nilai tambah terhadap limbah.Hal itu merupakan bagian penting dari konsep sustainable production.

Sebuah tulisan lain, berjudul “ Penelitian pemisahan dan ekstraksi zirkon-hafnium dari tailing pencucian timah Bangka”masih terkait erat dengan konsep sustainable production, yaitu mencoba memanfaatkan dan memberi nilai tambahkepada tailing pencucian timah dengan cara mengambil mineral-mineral dan logam berharga di dalamnya. Konsepsustainable production adalah konsep industri masa depan yang sangat penting, terutama bagi industri pengolahanmineral karena selalu menghasilkan berbagai produk samping yang menjadi masalah bagi lingkungan.

Di samping itu, terdapat masalah yang dihadapi oleh kegiatan pertambangan ketika memasuki masa pascatambang, yaitubanyak pekerja yang kehilangan pekerjaan atau pindah kerja ke sektor lain. Sebuah tulisan menyajikan hasil observasi danstudi mengenai pola alih kerja pada pascatambang dengan studi kasus di UPB Bauksit Kijang PT Antam Tbk dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Studi ini cukup penting bagi langkah antisipasi yang pasti akan dihadapi oleh setiapkegiatan pertambangan.

Penggunaan batu bara untuk industri tekstil di Kota/Kabupaten Bandung, didatangkan dari luar Jawa melalui Cirebon.Namun, untuk mencapai Bandung melalui jalur konvensional, terdapat kendala yang dikhawatirkan dapat menghambatpasokan batubara, yaitu kepadatan lalulintas dan rawan longsor di beberapa tempat. Oleh karena itu, sebuah tulisanmencoba memberi hasil kajian alternatif transportasi batu bara ini untuk menjamin kelancaran pasokan batu bara untukwilayah Kota dan Kabupaten Bandung.

Selamat membaca.

Salam Redaksi

Page 4: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

1Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli

KARAKTERISASI ABU TERBANG PLTU SURALAYA DANEVALUASINYA UNTUK REFRAKTORI COR

MUCHTAR AZIZ, NGURAH ARDHA DAN LILI TAHLI

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraJalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Abu terbang dari PLTU berbahan bakar batu bara dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk, diantaranya untuk pembuatan refraktori cor. Hasil karakterisasi dan evaluasi abu terbang PLTU-Suralayamenunjukkan abu terbang tersebut secara teknis memiliki prospek untuk dijadikan sebagai salah satu komponenbahan baku refraktori cor, yang dapat saling melengkapi dengan komponen bahan baku refraktori cor lainnya,sehingga dapat memenuhi spesifikasi sebagai refraktori cor. Hasil evaluasi melalui rekayasa komposisi yangdibuat dengan beberapa perbandingan komponen komposit mentah, menghasilkan tipikal komposisi kimiayang memiliki nilai Al2O3/SiO2 tertinggi 1,69, yang dicapai pada komposisi abu terbang/grog/aloxi/Ca-aluminat=3/2/3/2. Nilai ini memenuhi salah satu karakteristik refraktori cor komersial tipe CAJ-16 (Al2O3/SiO2=1,62). Semakin tinggi nilai Al2O3/SiO2, semakin tinggi sifat kerefraktoriannya (kestabilan pada suhutinggi). Komposisi komposit mentah lainnya dapat memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-14 (Al2O3/SiO2=0,9), yaitu 1,24 dan 1,31, dengan perbandingan komposit mentah 3/3/3/1 dan 4/2/3/1.

ABSTRACT

Characterization and evaluation of fly ash of Suralaya coal-fired power station indicate that the fly ash techni-cally has good prospect as a component of castable refractory raw material. The mixing of fly ash and othercomponents would react to form certain specification of castable refractory. A mixing of fly ash/grog/aloxi/Ca-aluminate with composition of 3/2/3/2 by volume yielded the highest typical grade of Al2O3/SiO2 = 1.69.This value could be comparable to the grade of the commercial castable refractory of CAJ-16, in which thetypical grade of Al2O3/SiO2 is 1.62. The higher the value of Al2O3/SiO2, the higher the value of refractoriness.Other compositions, 3/3/3/1 and 4/2/3/1 by volume yielded the grade of Al2O3/SiO2 of 1.24 and 1.31 respec-tively, which were comparable to the commercial castable refractory of CAJ-14, with typical grade of Al2O3/SiO2 is 0.9.

Keywords : fly ash, castable refractory, mixing, waste management

1. PENDAHULUAN

Abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash)merupakan limbah padat yang dikeluarkan olehPLTU berbahan bakar batu bara. Menurut laporanteknik PT PLN (Persero) (1997), di Indonesia produksilimbah abu terbang dan abu dasar dari PLTUdiperkirakan akan mencapai 2 juta ton pada tahun2006, dan meningkat menjadi hampir 3,3 juta ton

pada tahun 2009. Khusus untuk PLTU Suralaya, sejaktahun 2000 hingga 2006 diperkirakan ada akumulasijumlah abu sebanyak 219.000 ton per tahun. Dataselengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 danTabel 2. Jika limbah abu ini tidak ditangani akanmenimbulkan masalah pencemaran lingkungan.Salah satu kemungkinan penanganannya adalahdengan memanfaatkan abu terbang ini untuk bahanbaku pembuatan refraktori.

Page 5: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 – 82

Refraktori merupakan bahan tahan api sebagaipenahan (isolator) panas pada tanur-tanur suhu tinggiyang banyak digunakan oleh berbagai industri, sepertiindustri peleburan logam, kaca, keramik, semen.Refraktori cor merupakan bahan tahan api berupabubuk yang jika dicampur dengan air dan dibiarkanbeberapa saat akan mengeras (setting). Penggunaannyasebagai isolator panas dilakukan dengan carapengecoran adonan campuran bahan tersebut denganair pada dinding tanur yang akan diisolasi.

Ada 3 tipe refraktori cor berdasarkan kandunganCaO-nya (Kumar et al,2003; Silvonen,2001) yaitu:

- Low cement castables mengandung maksimumCaO 2,5 %

- Ultra - low cement castables mengandung CaO< 1 %

- No cement castables mengandung CaO< 0,2 %

Menurut data produk perdagangan dari Sharada Ce-ramic Ltd, India (2000), refraktori cor yang bersifatasam mengandung Al2O3 65 - 95%, dan SiO2 5 -32%, tahan terhadap suhu 1750 - 1860°C, bulk den-sity 2,1 - 2,8 g/ml. Bahan refraktori yang baik harusmemiliki kadar Al2O3 lebih tinggi daripada SiO2dengan perbandingan Al2O3 : SiO2 = 65% : 35%atau nilai Al2O3/SiO2=1,85.

Kebutuhan akan refraktori dan bahan bakunya untuk

industri cenderung meningkat namun sampai saat inimasih dipenuhi melalui impor (PT Indoporlen Re-fractories Indonesia, 2001). Salah satu bahan bakurefraktori, mullite, pada tahun 1996 diimporsebanyak 250 ton namun pada tahun 2000 jumlahimpornya meningkat menjadi 700 ton. Bahan bakulainnya meliputi chamotte, andalusite, kyanite, sil-limanite, zircon, diimpor sekitar 500 hingga 1000ton per tahun. Selain bahan baku juga masih diimporbahan pengikat (binder) seperti calcium aluminate.Bahan - bahan tersebut diimpor dari India, Austra-lia dan Cina.

Menurut Hwang (1991), komponen mineral utamaabu terbang adalah aluminosilikat, besi oksida, silikatdensitas rendah, dan sisa karbon, serta kemungkinanadanya mineral mullite.

Penelitian dan aplikasi pemanfaatan abu terbangsebagai bahan refraktori sudah dilakukan dibeberapa negara seperti India dan Cina. Abu terbangPLTU-Suralaya diduga mempunyai potensi sebagaisalah satu bahan baku refraktori.

Dalam rangka pemanfaatan abu terbang PLTU-Suralaya untuk bahan baku pembuatan refraktori,khususnya refraktori cor (castable refractory), perluterlebih dahulu dilakukan penelitian bahan baku(raw materials) abu terbang tersebut untukmengetahui karakteristiknya melalui serangkaianpenelitian dan pengujian.

Tabel 1. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU di Indonesia

Kapasitas Konsumsi Produksi Produksi Jumlah abuTahun listrik PLTU batu bara abu dasar abu terbang

(MW) (Juta ton) (Juta ton) (Juta ton) (Juta ton)

1996 2,66 7,3 0,04 0,25 0,292000 10,155 27,7 0,25 1,41 1,662006 12,22 33,3 0,30 1,70 2,002009 19,99 54,5 0,49 2,78 3,27

Tabel 2. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU Suralaya

1996 2000 2006 2009

Konsumsi batu bara (Juta ton/th) 4,36 9,27 9,27 9,27Produksi abu dasar (Ribu ton/th) 44 93 93 93Produksi abu terbang (Ribu ton/th) 175 175 175 175Jumlah produksi abu (Ribu ton/th) 219 219 219 219

Page 6: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

3Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli

2. METODOLOGI PENGUJIAN/KARAKTERISASI

Sampling contoh-contoh dilakukan dengan teknikbasung prapat (coning-quartering). Uji karakterisasiabu terbang PLTU Suralaya dilakukan melalui analisiskimia, analisis fisik (distribusi ukuran, porositas,berat jenis, analisis SEM). Hasil - hasil analisis yangdiperoleh kemudian dibandingkan dengan komposisi/karakteristik yang dimiliki oleh refraktori corkomersial. Adapun alat/metoda yang digunakanadalah sebagai berikut :

- Analisis kimia dengan AAS- Mineralogi dengan XRD- Uji struktur mikro dengan SEM- Uji distribusi ukuran dengan Fritsch Particle

Sizer, dan ayakan mesh Tyler- Uji porositas berdasarkan SNI 13-3604-1994- Uji densitas berdasarkan SNI 13-3602-1994

3. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik dan Evaluasi Refraktori CorKomersial

Refraktori cor (berupa bubuk) komersial yang dijualdi pasaran digunakan sebagai bahan pembandingatau kontrol terhadap hasil-hasil karakterisasi abuterbang PLTU Suralaya. Bahan pembanding tersebutadalah refraktori cor komersial tipe CAJ-14 dan tipeCAJ-16, masing-masing tahan terhadap suhu 1400oCdan 1600oC.

Komposisi mineral : komposisi mineral untukkedua tipe refraktori cor komersial tersebutadalah sama yaitu Corundum (Al2O3), Mullite(Al6Si2O13) dan Cristobalite (SiO2).

Ukuran butir : distribusi ukuran butir ditunjukkanpada Tabel 3.1, terlihat bahwa sekitar 44%butiran berukuran +30 mesh (lebih kasar dari30 mesh).

Tekstur : Uji spot EDS menggunakan SEM terhadapbutiran kasar (+30 mesh) dan butiran halus(-200 mesh) menunjukkan, butiran kasarbertekstur seperti butiran gula pasir (sugary) yangberukuran < 3 µm, dan partikel halus (fine)menunjukkan sugary dan tekstur jarum (needle)yang panjangnya sekitar 3 µm ( Gambar 3.1).

Berdasarkan pengamatan Supomo et al,(1997) danSoewanto et al,(1997), kristal menjarum atau

memanjang adalah karakteristik khas darimineral mullite, sedangkan kristal sugary adalahkhas corundum. Adapun kristal yang berbentuksugary tetapi bersudut adalah mineralcristobalite. Mineral-mineral mullite,cristobalite dan corundum adalah mineral-mineral yang tahan suhu tinggi.

Komposisi kimia : Komponen/senyawa kimia yangterdeteksi dari analisis SEM untuk butiran kasarterdiri atas Al2O3=72,7%, SiO2=16,6%,CaO=1,18%, ZrO2=9,4% dan FeO danMoO3 dalam kadar rendah. Adapun partikelhalus terdiri atas senyawa Al2O3=72,2%,SiO2=8,9%, ZrO2=5,71%, Ta2O5=13,2%dan CaO, MgO, C kadar rendah. Keberadaansenyawa Zirkonia dan Tantalum menambahketahanan refraktori terhadap suhu tinggi.Adanya komponen C (karbon) kemungkinanberasal dari bahan abu terbang atau waktuproses sinterisasi menggunakan bahan bakarbatu bara.

Hasil analisis kimia terhadap contoh refraktori corkomersial menunjukkan komposisi kimia sepertitercantum pada Tabel 3.2. Tampak bahwa CAJ-14memiliki nilai Al2O3/SiO2 = 0,9 dan CAJ-16memiliki nilai Al2O3/SiO2 = 1,6. Kandunganpengotor Fe2O3, TiO2 dan CaO relatif tinggi.

Data meliputi pH pada 10% padatan= 10,0 danbulk density bubuk = 1,74 g/ml. Dari hasilkarakterisasi terlihat bahwa komposisi kimia utamabubuk refraktori cor tipe CAJ-16 adalah Al2O3, SiO2,Ta2O5 dan ZrO2 dengan nilai Al2O3/SiO2 = 1,6mengandung mineral-mineral mullite, cristobalitedan corundum. Tekstur dari partikel-partikelnyaadalah sugary dan needle yang saling berikatan.Adapun tipe CAJ-14 mempunyai nilai perbandinganAl2O3/SiO2 = 0,9. Semakin tinggi nilaiperbandingan Al2O3/SiO2 maka semakin tinggi sifatkerefraktoriannya.

3.2. Karakterisasi dan Evaluasi Abu TerbangPLTU-Suralaya

Distribusi ukuran butiran : Hasil analisis distribusiukuran menggunakan Fritch particle sizermenunjukkan bahwa rentang ukuran partikel-partikel abu terbang berkisar antara 0,31 - 300,74mm, dengan distribusi 80% berukuran 0,31 -40.99 mm, atau d50 = 6,22 mm. Ukuranpartikel yang sangat halus ini cocok sebagaibahan pengisi (fine grog) dalam sistem refraktoricor.

Page 7: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 – 84

Tabel 3.2 Komposisi kimia refraktori cor komersial

Kode %SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI

CAJ-14 38,2 35,3 1,48 1,28 3,64 0,53 0,88 0,7 0,58CAJ-16 29,1 47,2 1,2 1,62 4,04 0,17 0,58 0,62 0,72

Komposisi mineral CAJ-14 dan CAJ-16 sama yaitu terdiri atas corundum, mullite dan cristobalite

Material : alumina silicate

Gambar 3.2 Bentuk partikel mikro abu terbang PLTU-Suralaya

Material : alumina silicate

Tabel 3.1 Distribusi ukuran butir refraktori cor komersial CAJ-14 dan CAJ-16

Mesh 30 30 40 40 60 -200 Total

Berat, % 44,33 14,86 7,75 5,10 3,67 24,47 100

Gambar 3.1 Mikrostruktur refraktori cor komersial (berupa bubuk)

Sample code : CAJ-16, Detected particle : Chunk; magnification, 10.000x

Sample code : CAJ-16; Detected particle : fine grain;magnification : 10.000x

Butiran kasar Partikel halus

Page 8: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

5Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli

Bentuk partikelnya menunjukkan bentuk-bentukmembulat (spheres), berukuran <15 µm sepertiterlihat pada Gambar 3.2. Partikel-partikel yangmembulat tersebut satu sama lain terlepas (tidakberikatan).

Bentuk membulat kemungkinan disebabkan karenapada saat aluminosilikat mengalami pembakaransuhu tinggi dalam boiler PLTU, alkali di permukaanpartikel meleleh. Terlihat pada Gambar 3.2 bahwapermukaan partikel membulat tersebut tidak meratayang menunjukkan kemungkinan proses pelelehannyatidak sempurna. Partikel-partikel yang permukaannyameleleh tidak sempurna dan berukuran halus inicenderung bergerak/berputar di dalam dapurpembakaran batu bara akibat tekanan udara panas,dan terbang melalui cerobong sehingga disebutsebagai abu terbang. Bentuk partikel halus yangmembulat cocok untuk bahan tahan api cor karenamemiliki sifat lambat pengendapan dan selfflowing yang lebih baik. Keunggulan dari sifatpengendapan yang lambat adalah cenderungmembentuk distribusi merata sehingga produkrefraktori cor akan mempunyai struktur fisik yanguniform dengan daya tahan abrasif yang lebih baik.

Mullite yang terdeteksi melalui XRD jumlahnyasangat kecil karena tidak nampak adanya teksturmenjarum/memanjang (tekstur khas mullite) sepertipada tekstur refraktori cor komersial. Selain itu jugatidak nampak adanya tekstur yang berikatan satusama lain yaitu tekstur akibat perlakuan suhu tinggi/pelelehan. Oleh karena itu, abu terbang-PLTUSuralaya belum bersifat refraktori.

Komposisi mineral : Hasil uji terhadap contoh abuterbang PLTU-Suralaya menunjukkan mineraldominan kuarsa dan sedikit mullite .Keberadaan mullite menunjukkan bahwaaluminosilikat pada abu terbang telahmengalami kontak dengan suhu tinggi di dalamtungku pembakaran batu bara PLTU. Mullite(3Al2O3.2SiO2) adalah mineral alumina silikatyang tahan terhadap suhu tinggi hingga sekitar1875°C, tetapi karena masih ada mineral kuarsakemungkinan ketahanan terhadap suhu akanberkurang.

Komposisi kimia : komposisi kimia sepertitercantum pada Tabel 3.3 menunjukkan nilaiperbandingan Al2O3/SiO2 = 0,16 berarti kadaraluminanya sangat kecil dibandingkan dengansilikanya. Jika dibandingkan dengan data dalamTabel 3.4 (PT PLN,1997), terlihat kadar alu-

mina lebih tinggi dengan nilai Al2O3/SiO2 =0,6. Perbedaan ini kemungkinan disebabkankarena komposisi batu bara yang digunakan duludengan saat ini oleh PLTU-Suralaya sudahberubah. Saat ini batu bara yang digunakanberasal dari PT. Adaro. Selain itu juga terlihatada senyawa pengotor seperti Fe2O3, TiO2,CaO, K2O dan Na2O yang relatif tinggi,sehingga mungkin akan menurunkan kualitasrefraktori. Dengan kandungan CaO sekitar 3,2%maka abu terbang ini termasuk klasifikasi ASTMkelas “C” yang lebih cocok berfungsi sebagaibahan cementing castables refractory yang tahansuhu relatif rendah. Berdasarkan kandunganmineral dan komposisi kimianya seperti terlihatpada Tabel 3.4, maka abu terbang ini selainberfungsi sebagai bahan pengisi berbutir halus(fine grog) juga dapat berfungsi sebagai binderdalam sistem refraktori.

Data yang ditunjukkan pada Tabel 3.5 adalahkomposisi kimia abu PLTU-Suralaya hasil pengujianmenurut laporan teknik PT PLN, 1977. Datatersebut memperlihatkan kandungan Al2O3 yangrelatif lebih tinggi yaitu 30,8% untuk abu terbangdan 24% untuk abu dasar. Juga kandungan SiO2 yanglebih rendah yaitu 54% untuk abu terbang dan63,4% untuk abu dasar. Untuk abu terbang, nilaiperbandingan Al2O3/SiO2 adalah 0,57. KandunganCaO relatif tinggi yaitu sekitar 4%. Menurutklasifikasi ASTM, abu terbang dengan nilaikandungan CaO tersebut termasuk kelas “C”, yanglebih cocok berfungsi sebagai bahan cementingcastables refractory yang tahan suhu relatif rendah.Untuk mencapai kualitas refraktori yang tahan suhutinggi, kandungan CaO maksimum 1%. Kualitas initermasuk low/ultra-low cement castable refractory,yaitu klasifikasi ASTM kelas “F” (Hwang,1991).Oleh karena itu, untuk mencapai komposisi kimiarefraktori diperlukan penambahan aluminium oksidaatau bahan yang mengandung Al2O3 tinggi ke dalamabu terbang guna mengurangi kadar SiO2, CaO, K2O,Na2O, Fe2O3 sehingga dapat mendekati komposisikimia refraktori cor komersial, dan memiliki nilaiAl2O3/SiO2 sekitar 1,6 – 1,85.

3.3 Rekayasa dan Hasil PenghitunganKomposisi

Dari hasil karakterisasi abu terbang PLTU-Suralayayang telah dilakukan maka diperlukan penelitianuntuk merekayasa dan menghitung komposisi bahanbaku refraktori cor (komposit mentah) yang terdiridari 4 komponen : abu terbang, grog aluminosilikat

Page 9: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 – 86

(crushed brick), aluminium oksida, dan calciumaluminate (sebagai pengikat atau binder). Grog adalahmaterial granular yang dibuat dari bahan tahan apihancur (crushed brick) sebagai pengisi bodi berukurankasar yang dapat berfungsi mengurangi shrinkage danthermal expansion, meningkatkan stabilitas saatmengalami suhu tinggi. Abu terbang mempunyaifungsi ganda yaitu sebagai grog, pengisi refraktoriberbutir halus dan sebagai binder karena mengandungaluminosilika aktif. Sebagai bahan grog kasardigunakan aluminosilikat yang telah mengalamiperlakuan suhu tinggi dan telah dipecah (crushedbrick). Salah satu tipikal grog untuk refraktori corbiasanya dibuat berukuran ± 30 mesh, mempunyaikomposisi mineral: corundum, mullite dancristobalite. Komposisi kimianya tercantum padaTabel 3.5.

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI

72,9 11,37 5,93 0,76 3,19 1,99 0,46 1,45 1,04

Tabel 3.3 Komposisi kimia abu terbang PLTU-Suralaya

Tabel 3.4 Komposisi kimia abu pada limbah PLTU Suralaya

Senyawa Abu dasar Abu terbang% %

Al2O3 24,0 30,8CaO 2,7 4,0Fe2O3 5,5 4,6K2O 0,17 0,18MgO 1,3 1,9Na2O 1,0 1,3P2O5 - -SO3 0,18 0,23SiO2 63,4 54,0TiO2 - -Fe+Si+Al 92,9 89,4CaO bebas <0,06 <0,06Kand. Silika - 53,4LOI 0,68 <0,5D50 - 15,5 (µm)D90 - 67,9 (µm)

Komponen lainnya adalah aluminium oksida (Aloxi)yang berfungsi untuk menambah kandungan Al2O3sehingga sifat kerefraktorian dari refraktori cordiharapkan menjadi meningkat. Komposisi kimiasalah satu tipikal Aloxi dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Kalsium aluminate (Ca-aluminate) berfungsi sebagaibahan pengikat, terutama saat pembentukan ataupencetakan untuk mempercepat waktu pengeringandan pengerasan (setting time). Salah satu tipikalkomposisi kimia Ca-aluminate ditunjukkan padaTabel 3.7.

Salah satu tipikal komposisi yang kemungkinan bisadibangun dan diuji adalah seperti disajikan pada Tabel3.8.

Rekayasa komposisi yang dibuat denganperbandingan komponen komposit mentah sepertiditunjukkan pada Tabel 3.9, menghasilkan tipikalkomposisi kimia seperti yang ditunjukkan pada Tabel3.10. Nilai Al2O3/SiO2 tertinggi dicapai padakomposit mentah kode “A” yaitu 1,69. Nilai inidapat memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-16. Komposit mentah kode “B” dan “D” dapatmemenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-14.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

- Hasil karakterisasi dan evaluasi abu terbangPLTU-Suralaya menunjukkan abu terbangtersebut secara teknis memiliki prospek untukdijadikan salah satu komponen bahan bakurefraktori cor, yang dapat saling melengkapidengan komponen bahan baku refraktori corlainnya sehingga dapat memenuhi spesifikasisebagai refraktori cor.

Tabel 3.5 Tipikal komposisi kimia grog

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI

39,0 54,0 1,70 2,18 1,33 0,62 0,65 0,22 0,12

Page 10: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

7Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli

Tabel 3.6 Tipikal komposisi kimia aluminium oksida (Aloxi)

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI

0,12 98,5 0,094 0,12 0,44 0,004 0,004 0,35 0,23

Tabel 3.7 Tipikal komposisi kimia Ca-aluminate

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI

5,24 40,5 12,18 2,18 35,6 0,30 Tt 0,039 3,52

Tabel 3.8 Tipikal komposisi kimia grog, aloxi dan Ca-aluminate

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI

Grog 39,0 54,0 1,70 2,18 1,33 0,62 0,65 0,22 0,12Aloxi 0,12 98,5 0,094 0,12 0,44 0,004 0,004 0,35 0,23Ca-aluminate 5,24 40,5 12,18 2,18 35,6 0,30 Tt 0,039 3,52

Tabel 3.10 Tipikal hasil penghitungan komposisi kimia komposit mentah refraktori cor

Kode %SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI Al2O3/SiO2

CAJ-16 29,1 47,2 1,2 1,62 4,04 0,17 0,58 0,62 0,72 1,62CAJ-14 38,2 35,3 1,48 1,28 3,64 0,53 0,88 0,7 0,58 0,9

A 30,8 52,0 4,5 1,0 8,5 1,9 0,2 0,6 1,1 1,69B 34,1 42,2 3,5 1,0 5,1 2,4 0,3 0,7 0,7 1,24C 41,3 34,4 4,1 1,1 5,4 2,6 0,3 0,8 0,7 0,83D 37,4 49,0 3,9 0,9 5,2 2,0 0,2 0,7 0,8 1,31

Tabel 3.9 Tipikal rekayasa komposisi komposit mentah refraktori cor (abu terbang, grog, Aloxi, Ca-aluminate)

Kode komposit mentah (perbandingan berat)Komponen

komposit mentah A B C D

Abu terbang 3 3 4 4Grog 2 3 3 2Aloxi 3 3 2 3Ca-aluminate 2 1 1 1

Page 11: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 – 88

- Rekayasa komposisi yang dibuat denganperbandingan komponen komposit mentahmenghasilkan tipikal komposisi kimia yangmemiliki nilai Al2O3/SiO2 tertinggi 1,69 yangdicapai pada komposit mentah kode “A”. Nilaiini dapat memenuhi salah satu karakteristikrefraktori cor komersial tipe CAJ-16. Kompositmentah kode “B” dan “D” dapat memenuhirefraktori cor komersial tipe CAJ-14, bahkannilainya lebih tinggi, yaitu 1,24 dan 1,31.Semakin tinggi nilai Al2O3/SiO2, semakin tinggisifat kerefraktoriannya (kestabilan pada suhutinggi).

4.2 Saran

Diperlukan penelitian lanjutan untuk melakukanrekayasa komposit mentah refraktori cor sertapengujiannya untuk mendapatkan komposisi bahanbaku refraktori cor yang optimal dengan abu terbangsebagai salah satu komponennya.

DAFTAR PUSTAKA

J.Y. Hwang, 1991; Beneficial Use of Fly Ash,Technical Report, Michigan TechnologycalUniversity. http://www.ceramicbulletin.org, 28Jan.2004.

Hwang, J.Y dan Huang, X. 1995, “RefractoryMaterial Produced from Beneficiated Fly Ash”,Proceedings 11th International Symposium onUse and Management of Coal-Combustion By-Products, Orlando, January, Vol.1, pp.32-1-13.

Kumar, D.S. Kumar, M.P. and Sankar R. 2003, “Ef-fect of Syntetic Aggregate on Alumina Castables– Based on Fly Ash, Kyanite and Sillimanite”,Bulletin of American Ceramic Society, Abstracton http://www.ceramicbulletin.org.28 January.2004.

PT.Indoporlen Refractories Indonesia 2001, (Brosur).

PT PLN (Persero) dan PT Kema TeknologiIndonesia 1997, “Pengelolaan Abu Terbang danAbu Dasar Pembangkit Listrik Dengan BahanBakar Batu bara di Indonesia”, Laporan Teknik.

Sharada Ceramic Ltd. 2000, Product data ofCastables Refractories, India, http://www.castablerefractories.com. 4 Febr. 2004.

Silvonen, J. 2001, Porous Ceramic CastableRefractories, Presentation Outline, TUT,Institute of Materials Science, CeramicMaterials Laboratory.

Soewanto, R. dan Sagala, M. 1997, “KarakterisasiKromit Sulawesi Tengah sebagai BahanRefraktori”, Prosiding Kolokium PengolahanMineral Untuk Industri di Indonesia, PuslitbangTeknologi Mineral, hlm. 165.

Supomo, Sagala, M. dan Pranggono, P. 1997,“Pembuatan Mulit dari Topaz”, ProsidingKolokium Pengolahan Mineral Untuk Industridi Indonesia, Puslitbang Teknologi Mineral,hlm. 119.

Page 12: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

9Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti

PENELITIAN ABU BATU BARA SEBAGAI PEMBENAHTANAH : PENGARUH WAKTU INKUBASI TERHADAPPARAMETER KUALITAS TANAH(DERAJAT KEASAMAN TANAH (pH-H2O), Mn,Fe, P-TOTAL DAN P-TERSEDIA)

NIA ROSNIA HADIJAH DAN RETNO DAMAYANTI

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraJalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Abu batu bara merupakan salah satu produk samping dari pembangkit tenaga listrik PLTU batu bara. Padapenelitian ini abu batu bara digunakan sebagai pembenah tanah (soil conditioner) dan sumber beberapa haramikro pada tanah ampas (tailing), karena secara kimia abu batu bara mengandung unsur Fe, Ca, Al, Si, K danMg dengan persentase tinggi, juga mengandung unsur Zn, B, Mn dan Cu dalam jumlah sedang, serta sejumlahkecil unsur C dan N yang terdapat dalam bentuk silikat, oksida, sulfat dan karbonat. Ampas yang digunakanberasal dari kegiatan pengolahan tembaga di Timika dan abu batu bara dari PLTU Asam-asam di Kalimantan.Ampas dan abu batu bara, serta kompos dicampur dengan perbandingan A0 (200:25:25), A1 (225:0:25), A2(225:25:0), A3 (175:0:75) dan A4 (175:75:0). Campuran diinkubasi selama 2, 4 dan 6 minggu. Metodepercobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 (tiga) ulangan. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa lama masa inkubasi berpengaruh terhadap parameter pH, unsur Mn, Fe, P-total dan P-tersedia. Perubahan parameter tersebut optimum pada inkubasi 2 minggu. Terjadi penurunan Mndan Fe, penurunan Mn rata-rata terbesar 4,14 ppm (99,7%) dan penurunan Fe rata-rata terbesar 323,85 ppm(99,75%) terjadi pada ikubasi 2 minggu. Kenaikan P-total dalam tanah berkisar 62,84 –129,89 mg/100gsedangkan P-tersedia adalah 31,19 –70,12 mg/100g. Penambahan abu batu bara signifikan terhadap perubahanparameter Fe dan Mn, tetapi peningkatan P-total dan P-tersedia hanya terjadi pada perlakuan penambahankompos.

ABSTRACT

Fly ash is a by product of pulverized coal fired thermal power stations. As the fly ash contains high concentra-tion of Fe, Ca, Al, Si, K and Mg, medium concentration of Zn, B, Mn and Cu and small amounts of C and N,it is predicted that fly ash can be used as the soil conditioner and as a source of some micro nutrient for tailingmanagement. Most of those elements present in the forms of silicates, oxides, sulphates and carbonates. Thetailing is from Timika copper processing plant and the fly ash is from Asam-asam Power Plant. Compost mustbe added to change the texture of tailing mixture. The composition ratio of tailing, fly ash and compostmixture were A0 (200:25:25), A1 (225:0:25), A2 (225:25:0), A3 (175:0:75) and A4 (175:75:0). The mixturesthen were incubated for 2, 4 and 6 weeks. The experiment used Randomized Block Design (Rancangan AcakKelompok) method which repeated 3 times. Result showed that incubation time influenced the soil parametersuch as pH, Mn, Fe and P. The optimum changes occured in the 2 week of incubation. The Fe and Mn

Page 13: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 – 1710

concentration reduced about 323.85 ppm (99.75%) and 4.14 ppm (99.7%) respectively. Increasing in total Pin soil was in the range of 62.84 – 129.89 mg/100 g and for the available P was 31.19 – 70.12 mg/100 g. Itmeans that fly ash addition caused the significant reduction in soil Fe and Mn parameters but changes inphosphor concentration mostly came from compost addition.

Keywords : fly ash, soil conditioner, incubation, waste management

Penambahan abu batu bara meningkatkan pH tanahterutama pada tanah asam daripada tanah yangcenderung basa, karena CO2 bereaksi lebih reaktifdengan CaO menghasilkan CaCO3 sehingga pHtanah cenderung menjadi netral <http://www.dailynews.lk/2004/02/17/fea09.html>. Padapenelitian ini telah dilakukan percobaan terhadapkemungkinan pemanfaatan abu batu bara sebagaibahan pembenah tanah (soil conditioner).

2. BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

- Abu batu bara yang berasal dari PLTU Asam-asam di Kalimantan

- Ampas yang berasal dari kegiatan pengolahantembaga di Timika

- Bahan organik (kompos) yang diperoleh daripasaran

2.2 Penentuan karakteristik contoh abu batubara dan ampas

a. Analisis kimia contoh abu batu baraContoh abu batu bara yang berasal dari Asam-asam, dianalisis di Laboratorium PengujianKimia Mineral dan Laboratorium PengujianKimia Lingkungan, Pusat Penelitian danPengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA), di Bandung.Pengujian abu batu bara meliputi analisis unsur-unsur mayornya (SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2,K2O, Na2O, P2O5, CaO, MgO, MnO, SO3

2-

dan hilang pijar atau loss of ignition/LOI), dananalisis logam-logamnya (Cu, Pb, Zn, Cd, Cr,As dan Hg). Disamping pengujian secara kimia,dilakukan pula analisis mineralogi denganmenggunakan XRD.

b. Analisis kimia contoh ampasContoh ampas dianalisis di LaboratoriumPengujian Kimia Mineral dan Laboratorium

1. PENDAHULUAN

Salah satu produk samping dari pembangkit tenagalistrik PLTU batu bara adalah abu batu bara. Abubatu bara dapat dimanfaatkan karena berbentukpartikel halus amorf dan bersifat Pozzolan dan dapatbereaksi dengan kapur pada suhu kamar denganmedia air dan membentuk senyawa yang bersifatmengikat. Hingga saat ini abu batu bara banyakdimanfaatkan untuk keperluan industri semen danbeton, bahan pengisi untuk bahan tambang danbahan galian serta berbagai pemanfaatan lainnya.Salah satu pemanfaatan abu batu bara yang ditelitidi Puslitbang tekMIRA adalah untuk mengelola tanahampas (tailing) yang berasal dari kegiatan pengolahanemas. Dalam hal ini, abu batu bara digunakansebagai pembenah tanah dan sumber beberapa haramikro.

Secara fisik abu batu bara merupakan partikel yangsangat kecil, dengan diameter rata-rata 10 mm danluas permukaan yang besar. Sifat kimia danmineralogi abu batu bara bergantung pada komposisibatu bara asal, kondisi selama pembakaran batu bara,penyimpanan dan penanganan abu serta iklim.

Secara kimia abu batu bara mengandung unsur Fe,Ca, Al, Si, K dan Mg dengan persentase tinggi, jugamengandung unsur Zn, B, Mn dan Cu dalam jumlahsedang, serta sejumlah kecil unsur C dan N. Unsur-unsur tersebut terdapat dalam bentuk silikat, oksida,sulfat dan karbonat. Abu batu bara sendiri dapatbersifat sangat asam (pH 3 – 4) tetapi pada umumnyabersifat basa (pH 10 – 12). Secara fisika abu batubara tersusun dari partikel berukuran silt yangmempunyai karakteristik kapasitas pengikatan air darisedang sampai tinggi, sifat-sifat pembentuk semenyang dapat menghambat perkembangan akar tanaman(Muhammad, 2004).

Berdasarkan sifat-sifat fisika dan kimia abu batu baratersebut, abu batu bara digunakan untuk memperbaikitanah asam dan basa serta memperkaya tanah.Dengan ukuran partikel yang kecil, abu batu baradapat memperbaiki tekstur tanah, meningkatkanporositas dan kapasitas penyimpanan air.

Page 14: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

11Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti

Pengujian Kimia Lingkungan, Pusat Penelitiandan Pengembangan Teknologi Mineral danBatu bara (Puslitbang tekMIRA), di Bandung.Pengujian terhadap contoh ampas meliputianalisis logam-logamnya (Cu, Pb, Zn, Fe, Mn,As dan Al), pH, C-organik, N total, P2O5,K2O, perbandingan C dan N, basa yang dapatdipertukarkan (K, Na, Ca, Mg) dan kapasitastukar kation/KTK atau cation exchange capac-ity/CEC.

c. Percobaan inkubasi ampas sebagai mediatanamPada percobaan ini ampas dan abu batu baradicampur dengan berbagai perbandingan.Metode percobaan yang digunakanmenggunakan Rancangan Acak Kelompok(RAK) dengan 3 (tiga) ulangan. Variasi takaranabu batu bara dan yang dicoba dapat dilihatpada Tabel 1. Selanjutnya campuran tersebutini diinkubasi selama 2, 4 dan 6 minggu danpada masa tersebut kelembaban media diaturdengan cara penyiraman hingga mencapaikapasitas lapang.

Analisis tekstur media tanam dilakukan padaakhir masa inkubasi. Selanjutnya analisiskualitas media tanam hasil inkubasi dilakukandi laboratorium pengujian kimia lingkunganuntuk penentuan pH, P2O5 dan analisislogam-logamnya (Fe, Mn).

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik abu batu bara

Karakterisasi abu batu bara PLTU Asam-asam yangdigunakan dalam penelitian ini meliputi analisiskomposisi oksida-oksida unsur-unsur mayor (SiO2,Al2O3, Fe2O3, TiO2, K2O, Na2O, P2O5, CaO,MgO, MnO, SO3

2- dan hilang pijar atau loss ofignition/LOI), analisis konsentrasi logam-logam berat(Cu, Pb, Zn, Cd, Cr dan As). Hasil dari analisistersebut disajikan pada Tabel 2.

Komposisi kimia dari contoh abu batu bara yangditeliti terutama berupa silika (SiO2) dan alumina(Al2O3) dengan konsentrasi yang bervariasi masing-masing antara 55.3 – 59.3 % dan 19.40 – 30.9 %.Oksida-oksida lain yang terdapat dalam abu batubara adalah yang mencapai 12.52 %. Oksida-oksidalain yang terdapat dalam abu batu bara adalah oksida-oksida asam seperti SO3 dan P2O5. Pada Tabel 2

terlihat bahwa di samping oksida-oksida di atas, abubatu bara juga mengandung beberapa logam beratseperti Pb, Cu dan Zn dan lain-lain dengan konsentrasiyang tidak terlalu tinggi (< 500 ppm). Perbandingansilika dan alumina dalam contoh asal Asam-asamsebesar 3.08 sehingga diperkirakan akan dapatdihasilkan zeolit sintetis dari jenis faujasit atau NaP.

3.2 Karakteristik contoh ampas

Karakterisasi contoh ampas yang digunakan dalampenelitian ini meliputi analisis logam-logamnya (Cu,Pb, Zn, Fe, Mn, As dan Al), pH, C-organik, N total,P2O5, K2O, perbandingan C dan N, basa yang dapatdipertukarkan (K, Na, Ca, Mg) dan kapasitas tukarkationnya (KTK). Hasil dari analisis tersebutditunjukkan pada Tabel 3.

Berdasarkan kriteria penilaian kesuburan tanah, dapatdikatakan bahwa ampas yang digunakan padapercobaan ini secara umum kesuburannya rendahdengan kondisi pH cenderung alkali (> 8). KandunganP2O5 dan K2O potensial (P2O5 dan K2O dalam HCl25 %) serta K2O tersedianya (K2O dalam sitrat 2 %)cukup tinggi tetapi P2O5 tersedia rendah. KandunganP potensial dalam contoh ampas sangat tinggi yaitu105 mg/100 g tetapi P tersedia (P2O5 Sitrat 2 %)tergolong sangat rendah yaitu 3,3 mg/100 g. KandunganK potensial (K2O HCl 25 %) dan tersedia (K2O Sitrat2 %) tergolong tinggi yaitu masing-masing sebesar 247mg/100 g dan 22,9 mg/100 g.

Kation-kation basa yang dapat dipertukarkan (K, Na,Ca dan Mg) juga tergolong tinggi tetapi kation-kationtersebut diperkirakan terdapat dalam bentuk garam-garam bebas yang tidak tersedia bagi tanaman (tidakterikat dalam kompleks jerapan). Hal ini jugaditunjukkan dengan nilai kejenuhan basa yangmelampaui 100 % tetapi nilai KTK sangat rendah.

Perbandingan C/N ampas berdasarkan kriteriakesuburan tanah tergolong sangat rendah yaitu 3,3.Kandungan bahan organik yang rendah akan mengurangiketersediaan unsur hara bagi tanaman.

Konsentrasi Fe dan Al dalam ampas relatif cukup tinggiyakni untuk Fe: 1.61 – 12.78 % dan untuk Al: 2.5 –5.0 %. Konsentrasi Mn dalam contoh ampas adalah0.14 %.

Logam Cu, Pb, Zn dan As dalam contoh ampas padaumumnya ada dalam jumlah kelumit (£ 100 ppm)kecuali konsentrasi Cu dan Zn yang mencapai nilai1800 ppm dan 287 ppm.

Page 15: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 – 1712

3.3 Karakteristik media tanam

Dengan berbagai komposisi media tanam, contoh-contoh ampas yang telah dicampur dengan bahanorganik dan juga abu terbang diuji melalui percobaaninkubasi. Hasil percobaan inkubasi kemudiandibandingkan dengan kriteria kesuburan tanah dandievaluasi.

Contoh untuk pengujian sifat kimia media tanamsetelah inkubasi ini diperiksa dari bahan kering (105– 110 °C). Data hasil pengujian sifat kimia mediaperlakuan adalah sebagai berikut :

3.3.1 Derajat Keasaman Tanah (pH-H2O)

Hasil analisis pH-H2O setelah diinkubasi selama 2,

Tabel 1. Takaran pemberian abu batu bara dan pupuk

ContohKomposisi berat (gram)

Ampas Abu batu bara Pupuk

A0 200 25 25A1 225 - 25A2 225 25 -A3 175 - 75A4 175 75 -

Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia abu batu bara asal PLTU Asam-asam

No. Parameter Satuan Abu batu baraAsam-asam

1. pH 7,02. SiO2 % 59,33. Al2O3 % 19,404. Fe2O3 % 12,525. TiO2 % 0,986. CaO % 2,137. MgO % 2,508. K2O % tt9. Na2O % 0,1610. MnO % 0,1911. SO3 % 0,5312. P2O5 % 0,10413. LOI % 1,3014. Pb ppm 1915. Cu ppm 29816. Zn ppm 39117. Cr ppm 22418. As ppm 1019. H2O % 0,033

Keterangan:Contoh diperiksa dari bahan kering (105 – 110 °C) kecualiH2O- yang ditentukan dari bahan asal.tt : tidak terdeteksi

Page 16: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

13Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti

4 dan 6 minggu mengalami perubahan yang secarastatistika perubahan itu signifikan pada uji varians.Hasil uji BNJ taraf nyata α 5 % atau pada tingkatkepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.

pH ampas yang berasal dari Timika bersifat agak al-kali (AA) yaitu sebesar 8.45. Pemberian abu terbangpada ampas (tailing) menyebabkan media cenderungmenjadi netral. Peningkatan pH tertinggi terjadi padacontoh tailing dengan penambahan abu batu barasebanyak 75 g (A4) dengan inkubasi selama 6 minggu.

3.3.2 Unsur Mn

Mineral Mn dalam tanaman berfungsi dalamfotosintesis, dan memecahkan air. Mn diserap dalambentuk Mn2+. Kelarutan Mn dikontrol oleh pHtanah, kelarutannya menurun 100 kali jika pH naik1 unit http://www.tanindo.com/abdi12/hal1501.htm.>.

Hasil uji BNJ taraf nyata a 5 % atau pada tingkatkepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.

Tabel 3. Hasil analisis ampas dan kompos

No. Parameter SatuanAmpas

Timika Kriteria

1. pH H2O 8,45 AA2. pH KCl 8,24 SR3. C-organik % 0,33 R4. N total % 0,10 SR5. Kejenuhan Basa % 4042 ST6. P2O5 (HCl 25%) mg/100 gr 105 ST7. P2O5 (Sitrat 2%) mg/100 gr 3,30 SR8. K2O (HCl 25%) mg/100 gr 247 ST9. K2O (Sitrat 2%) mg/100 gr 22,99 T10. C/N - 3,311. KTK mg/100 gr 1,15 SR

Kation dapat dipertukarkan

12. K mg/100 gr 0,94 T13. Na mg/100 gr 0,56 S14. Ca mg/100 gr 42,06 ST15. Mg mg/100 gr 2,89 T

Logam-logam

16. Fe % 12,7817. Mn % 0,1418. Al % 5,0019. Cu ppm 180020. Pb ppm 1821. Zn ppm 28722. As ppm 21

Keterangan:Data primer tahun 2004Contoh diperiksa dari bahan kering (105 – 110 °C)AA: agak alkali SR: sangat rendah S: sedangT : tinggi ST: sangat tinggi

Page 17: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 – 1714

Gambar 1. Pola perubahan pH-H2O pada tanah ampas(tailing) yang diberi dosis abu batu baradan kompos dan lama inkubasi yangberbeda

4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

Ao

A1

A2

A3

A4

Con

toh

pH-H2O

2 minggu 4 minggu 6 minggu

Tabel 4. Uji varians taraf nyata ααααα 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel

Fk 2,429.84Jktot 75.31Jk kel 0.22 2 0.11Jk perl 73.20 14 5.23 77.26 2.07JK g 1.89 28 0.07

Tabel 5. Uji varians taraf nyata ααααα 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel

Fk 2,700.18Jktot 352.18Jk kel 1.20 2 0.60Jk perl 317.59 14 22.68 19.02 2.07JK g 33.40 28 1.19

Tabel 6. Kadar Mn rata-rata pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu batu bara dankompos dan lama inkubasi yang berbeda

Kode contohWaktu inkubasi (satuan ppm)

Rata-rata2 minggu 4 minggu 6 minggu

Ao 5,28 10,52 8,67 8,16A1 3,4 9,11 9,75 7,42A2 4,85 10,33 9,49 8,22A3 4,05 9,05 9,79 7,63A4 3,1 10,34 8,47 7,3Rata-rata 4,14 9,87 9,23

Page 18: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

15Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti

Kadar Mn rata-rata pada inkubasi 2 minggu adalah4,14 ppm (99,7%) dan pada masa inkubasi 4 mingguadalah 9,87 (99,3%) ppm, sedangkan pada inkubasi6 minggu 9,23 (99,34%). Ini membuktikan lamanyainkubasi berpengaruh terhadap kadar Mn dalam tanahyang secara statistika pengaruhnya signifikan.

Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar Mn rata-rata yangterendah terdapat pada A4, yaitu media tanamdengan komposis ampas dan abu batu bara (175:75),sehingga abu batu bara cukup efekktif sebagaipembenah tanah.

3.3.3 Unsur Fe

Unsur Fe diserap akar dalam bentuk Fe 2+ atau Fe3+,umumnya Fe3+direduksi menjadi Fe2+ sebelumpenyerapan. Kelarutan mineral Fe dalam tanah sangatrendah, mineral amorf Fe(OH)3 mengatur kadar Fedalam larutan tanah. Pada tanah dengan drainasebaik, kondisinya teroksidasi kadar Fe3+ lebih besardaripada Fe 2+. Sebaliknya pada tanah jenuh air Fe3+

mengalami reduksi menjadi Fe 2+. Kelarutannya jugaberkurang 1000 kali lipat pada tanah dengan pHtinggi.

Hasil uji BNJ taraf nyata α 5 % atau pada tingkatkepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.

Kadar Fe dalam tanah ampas (tailing) berdasarkanhasil analisis adalah 127.800 ppm. Kadar Fe rata-rata setelah inkubasi 2 minggu adalah 323,85 ppm,pada inkubasi 4 minggu, yaitu sebesar 799,8 ppm,sedangkan Fe rata-rata pada inkubasi 6 mingguadalah 591,55 ppm. Persen penurunan Fe denganmasa inkubasi 2, 4 dan 6 masing-masing sebesar99,75 %, 99,54% dan 99,37%.

Dari Tabel 8 terlihat bahwa kadar Fe rata-rata yangterendah terdapat pada A4, yaitu media tanamdengan komposisi ampas dan abu batu bara (175:75),sehingga abu batu bara cukup efekktif sebagaipembenah tanah.

3.3.4 P-total dan P-tersedia

Hasil analisis P-total (P dalam HCl 25%) dan P-tersedia setelah 2, 4 dan 6 minggu diinkubasimengalami perubahan. P-total dalam ampas adalah105 mg/100g, peningkatan P total setelah inkubasiberkisar 62,84 – 129,89 mg/100g, kenaikan tertinggiterjadi pada inkubasi 2 minggu, pada contoh A3.

Hasil uji BNJ taraf nyata α 5 % atau pada tingkatkepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.

P-tersedia (P dalam sitrat 2%) dalam ampas adalah

Tabel 7. Uji varians taraf nyata ααααα 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT F hitung F tabel

Fk 14,709,715.29Jktot 2,923,513.46Jk kel 35,589.21 2 17,794,61Jk perl 2,325,260.20 14 166,090,01 8.27 2.07JK g 562,664.05 28 20,095.14

Tabel 8. KadarFe rata-rata pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu batu bara dankompos dan lama inkubasi yang berbeda

Kode contohWaktu inkubasi (satuan ppm) Rata-rata

2 minggu 4 minggu 6 minggu

Ao 527,99 860,12 690,32 686,14A1 338,98 790,02 686,19 605,06A2 361,71 787,10 429,92 526,24A3 372,40 746,35 489,91 536,22A4 18,18 815,43 681,43 505,01Rata-rata 323,85 799,80 591,55

Page 19: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 – 1716

Tabel 9. Uji varians taraf nyata ααααα 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel

Fk 1,833,124.61Jktot 930,116.74Jk kel 4,248.06 2 2,124.03Jk perl 899,422.67 14 64,244.48 68.02 2.07JK g 26,446.00 28 944.50

Tabel 11. Uji varians taraf nyata ααααα 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel

Fk 139,539.65Jktot 264,483.90Jk kel 1,171.00 2 585.80Jk perl 255,473.70 14 82,248.12 65.18 2.07JK g 7,839.19 28 279.97

Tabel 10. Kadar P-total rata-rata (P dalam HCI 25%) pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abubatu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Kode contohWaktu inkubasi (satuan ppm)

Rata-rata2 minggu 4 minggu 6 minggu

Ao 164,99 206,6 187,8 186,46A1 182,65 221,6 183,3 195,85A2 91,197 102,2 95,068 96,16A3 340,93 393,4 607,4 447,24A4 59,41 89,6 100,9 83,30Rata-rata 167,835 202,68 234,8936

Tabel 12. Kadar P-total rata-rata (P dalam sitrat) pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abubatu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Kode contohWaktu inkubasi (satuan ppm)

Rata-rata2 minggu 4 minggu 6 minggu

Ao 58,4 28,76 69,1 52,09A1 59,2 24,9 78 54,03A2 3,8 2,97 2,33 3,03A3 239,5 233,7 18,1 163,77A4 6,2 4,9 4,93 83,30Rata-rata 73,42 59,046 34,492

Page 20: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

17Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti

3,3 mg/100g. Peningkatan P-tersedia berkisar antara31,19 – 70,12 mg/100g. Dengan nilai tertinggiterjadi waktu inkubasi 2 minggu, pada contoh A3.Ini membuktikan bahwa P-total maupun P-tersediameningkat dengan adanya kompos atau zat organik,karena ketersediaan hara organik dalam tanah ikutmenstimulasi aktifnya mikroorganisme dalam tanah.

Hasil uji BNJ taraf nyata α 5 % atau pada tingkatkepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Dari hasil perhitungan secara statistika pada ujivarians dapat dikatakan berbeda nyata,menunjukkan bahwa lama masa inkubasiberpengaruh terhadap parameter pH, unsur Mn,Fe, P-total dan P-tersedia.

2. Penambahan abu batu bara menyebabkan pHampas (tailing) berubah dari agak alkali menjadinetral. Terjadi penurunan Mn dan Fe, rata-ratapenurunan Mn terbesar 4,14 ppm (99,7%)terjadi pada ikubasi 2 minggu, dan rata-ratapenurunan Fe terbesar 323,85 ppm (99,75%)terjadi pada ikubasi 2 minggu. Kenaikan P-totaldalam tanah berkisar 62,84 –129,89 mg/100gsedangkan P-tersedia adalah 31,19 –70,12 mg/100g. Kenaikan P-total dan P-tersedia tertinggi

terjadi pada waktu inkubasi 2 minggu danperlakuan penambahan kompos sebanyak 30%.

3. Penambahan abu batu bara signifikan terhadapperubahan parameter Fe dan Mn, tetapipeningkatan P-total dan P-tersedia hanya terjadipada perlakuan penambahan kompos.

Pada penelitian selanjutnya perlu diukur kadar ionlogam yang terlindi setelah inkubasi, denganmelakukan analisis ion logam dari abu batu baradan ampas.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, B.C. 2004, “Aplikasi Indeks BiokimiaDalam Penentuan Karakteristik dan KesuburanTanah yang Diberi Bahan Organik Terinkubasi”,J. Agroland 11(1): 65 - 72.

V. Thivahary, 2004, Fly ash- A potentialsoil amend-ment for increasing corp yields”, 7 Januari 2005,<http://www.dailynews.lk/2004/02/17/fea09.html.>

Anonim 2005, “Pentingnya Menjaga KeseimbanganUnsur hara makro dan Mikro untuk tanaman”,3 Februari, <http://www.tanindo.com/abdi12/hal.1501.htm.>

Page 21: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 2618

PENELITIAN PEMISAHAN DAN EKSTRAKSI ZIRKON-HAFNIUM DARI TAILING PENCUCIAN TIMAH BANGKA

SUPRIYONO HS, RACHMAT YUSUF, DEDEN AMIRUDDIN, WAWAN PURNAWAN, MUTAQIN DANWAHYU AGUS S.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraJalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Limbah dari pengolahan bijih timah milik PT. Timah dan PT. Kobatin, Bangka, banyak mengandung beberapamineral berharga diantaranya adalah mineral zirkon, ZrSiO4. Logam zirkonium yang berasal dari mineralzirkon banyak digunakan sebagai bahan anti korosi dan penahan panas (refractory), dan bahan pada industrikeramik halus. Sampel dari limbah pengolah bijih timah, diambil dari PT. Timah dan PT. Kobatin, telahberhasil ditingkatkan kadar zirkon dari 18,30% (bahan asal) hingga mencapai 94,76%. Hasil ini diperolehdengan cara peningkatan kadar dengan pemisah magnetik (magnetic separator) yang dilanjutkan cara kimiawimelalui proses peleburan dengan Na2O2 dan pelindian dengan HCl pekat. Produk yang dihasilkan merupakanZrO2 yang masih bercampur dengan hafnium dengan kadar ZrO2 94,76%.

ABSTRACT

The tin ore processing waste at PT. Kobatin and PT. Timah (Persero), contains valuable minerals, such aszircon, ZrSiO4. The zirconium metal that can be separated from zircon mineral has many applications, as anticorrosion, refractories and also used in fine ceramic industry. The sampel in this research was taken from PT.Timah and PT. Kobatin and the zircon was concentrated from 18,30% to 94,76%. Magnetic separator wasused to separate zircon from the impurities, and followed by fusing the zircon with sodium peroxide and thenleached with concentrated hydrochloric acid. The final separation to obtain hafnium (Hf) from zircon is stillin progress.

Keywords : tin ore processing waste, zircon, hafnium, extraction, separation, waste processing

1. PENDAHULUAN

Penampilan suatu bahan atau material, dipengaruhioleh komposisi unsur - unsur pembentuknya.Penambahan sedikit unsur logam jarang ke dalamsuatu bahan dapat memberikan karakteristik yangkhas terhadap bahan itu, misalnya menjadi kuat,tahan terhadap korosi, keras dan mengkilap ataupunkombinasi dari sifat-sifat tersebut. Begitu juga sifat-sifat yang dimiliki oleh zirkonium dan hafnium, duaunsur yang selalu berasosiasi di alam. (Faith, 1965).

Mineral zirkon (ZrO2.SiO2) banyak dikandung dalamtailing pengolahan bijih timah dan ditemukan

bersama-sama dengan xenotim dan monasit(Ce,La,Nd,Th)PO4 yang merupakan bagian daripemisahan senyawa yang non-konduktor dan non-magnetik. Zirkonia adalah bentuk antara sebelummenjadi logam zirkonium melalui jalur pelindianagitasi dengan media pelarut HCl.

Zirkonium (Zr) dan Hafnium (Hf) masing-masingbernomor atom 40 dan 72, keduanya berada dalamgolongan yang sama pada tabel periodik unsur kimiayaitu pada golongan IV B sehingga mempunyaibanyak kemiripan dalam sifat kimianya. Kedua unsurini selalu berasosiasi di alam yang secara empirismempunyai perbandingan 10:1. Karena sifat kimia

Page 22: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

19Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk

yang berdekatan, ekstraksi Zr dan Hf hanya dapatdilakukan melalui cara kimiawi (ekstraksi pelarut).

Mineral zirkon (umumnya 65-66% ZrO2 + HfO2)terdapat bersama-sama dengan rutil dan ilmenit padapasir pantai, diolah melalui tiga tahap yang meliputipenambangan dengan pengerukan (dredging) atauscraping, konsentrasi basah (wet concentration)dengan proses gravitasi, kemudian dilakukanpemisahan kering (dry separation) dengan prosespemisahan magnetik dan elektrostatik. (Sukmadijaya,2000).

Zirkon digunakan dalam bentuk butiran pasir, bentukgilingan (-200 mesh atau –300 mesh) dan tepung(1,5 atau 10 mikron), digunakan terutama pada alatrefractor, keramik dan paduan logam. Penggunaanzirkonium pada paduan logam akan memberikansifat tahan korosi sehingga banyak digunakan untukkeperluan pabrik pengolahan kimia dan pesawatterbang. Jika unsur hafnium dapat dipisahkan, makazirkonium dapat digunakan pada peralatan reaktornuklir. (Lynd and Lefond, 1975).

Guna memperoleh unsur zirkonium (Zr) dan hafnium(Hf) dari mineral zirkon dapat dilakukan dengan carapirometalurgi maupun hidrometalurgi. Dalam duniaindustri, proses Kroll telah dikenal sejak lama. Selainitu telah dikenal juga proses ekstraksi mineral zirkonmelalui cara pelindian dengan asam kuat, HCl.

Proses ekstraksi mineral zirkon melalui jalurpelindian dengan media pelarut HCl dilakukansetelah ikatan zirkonium dengan senyawa silikatdilepaskan karena mineral zirkon tidak denganmudah terdekomposisi atau terurai secara langsungoleh HCl. Pemisahan ini dapat dilakukan denganpenambahan Na2O2 sehingga akan terbentuksenyawa sodium zirkonat dan sodium silikat.Terhadap zirkonat ini kemudian dilakukan pelindiandengan HCl. Walaupun demikian, jika dilihat daridiagram Eh-pH pada range tertentu, silikat (SiO2)tidak larut dalam HCl, sedangkan zirkonium larutsebagai ZrO2+ dan Zr4+ dan hafnium larut pulasebagai HfO2+ dan Hf4+ sehingga kemungkinanmineral zirkon langsung dilindi dengan HCl tetapdapat berlangsung.

Kegiatan penelitian ini lebih menitikberatkan padapemanfaatan tailing pengolahan bijih timah, Bangkakhususnya yang berasal dari PT. Kobatin dan PT.Timah (Persero). Dengan menggunakan metoda grabsampling, sampel asal diambil dari lokasipenimbunan tailing, lalu dilakukan preparasi lanjutandi Lab. Kimia tekMIRA dan selanjutnya dilakukan

uji karakterisasi, peningkatan kadar (beneficiation)dan percobaan peleburan serta ekstraksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah pemisahan danekstraksi Zr-Hf dari mineral zirkon denganpengamatan kondisi dan peubah yang mempengaruhipelindian mineral zirkon dengan media pelindi HCI.

Fokusnya adalah meningkatkan kadar zirkon darisampel yang ada, kemudian pemisahan zirkonterhadap senyawa pengotor termasuk hafniumsebagai logam ikutan sehingga diperoleh zirkon yanglebih murni.

2. METODE PENELITIAN

2.1 Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ialahsampel zirkon yang berasal dari PT. Timah dan PT.Kobatin. Semua reagen dipakai dalam asam khloridap.a (pro analyses) untuk pelindian, asam mandelatuntuk penetapan zirkon dan natrium peroksida yangdipakai sebagai bahan pelebur. Peralatan yangdigunakan adalah pemisah magnetik untukpemisahan pengotor yang bersifat magnet, XRD untukpenentuan struktur kristal mineral, SEM dan AASdigunakan untuk analisis kimiawi dan alatmikroskopi digunakan untuk analisis mineralogi.

2.2 Prosedur Percobaan

- Dilakukan preparasi terhadap sampel tailingpengolahan bijih timah dengan menggiling halusdalam ball mill.

- Seluruh ukuran sampel diratakan dan diayakmenggunakan ukuran –200 mesh hingga homogen.

- Dilakukan pemisahan secara fisika menggunakanmagnetic separator dan HTS (High Tension Sepa-rator) untuk melepaskan senyawa/mineralpengganggu yang bersifat magnetik, (zirkontergolong mineral yang bersifat non konduktor dannon magnetik).

- Hasil pemisahan secara fisik dilanjutkan denganproses kimia melalui peleburan dengan Na2O2dan proses pelindian dengan HCl untukmemisahkan bagian zirkonat dan silikat.

- Dilakukan pencucian dan kalsinasi sehinggadihasilkan ZrO2 sebagai hasil akhir dari penelitiantahap ini.

Page 23: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 2620

2.2.1 Penetapan ZrO2 Cara Peleburan denganNa2O2

Prosedur :1. Ditimbang 0,2 gram sampel zirkon (kadar di

atas 70%) + 2 gram Na2O2 dalam cawan nikel/2. Dilebur di atas nyala mekker (± 500 0C) selama

30 menit3. Setelah terjadi lelehan, diamkan sambil

digoyang-goyang ± 20-25 menit4. Diangkat, dinginkan kemudian dimasukkan ke

dalam beaker glass 250 ml yang berisi 100 mlH2O

5. Setelah terlindi dengan sempurna, ditambahkan25 – 30 ml HCl p.a, dipanaskan di atas hotplate sampai larut

6. Dinginkan, lalu ditambahkan larutan NH4OHsampai terjadi endapan putih dari campuranSi(OH) 4 dan Zr(OH) 4

7. Disaring dan diambil residu dan dicuci denganH2O panas (± 600C) 10 kali. Disemprotkan airdi atas kertas saring langsung ditampung didalam beaker glass (hati-hati jangan sampaikertas saring rusak). Lalu ditambahkan 100 mlair.

8. Ditambahkan 5 ml H2SO4 1 : 1. Lalu dipanaskandan diuapkan larutan sampai keluar asap putih(SO2) sampai terbentuk pasta.

9. Ditambahkan lagi 15 ml HCl pekat, dipanaskansampai garam-garam zirkonat terlarut sempurna,hal ini akan terjadi dua fraksi :· Residu sebagai SiO2· Larutan sebagai ZrOCl2 dan ZrCl4

10. Disaring, dan diambil filtrat, lalu dipanaskandan ditetapkan sebagai garam zirkonat dari asammandalat dengan menambahkan 16% asammandalat sebanyak 50 ml. Residu ditetapkansebagai SiO2 total

2.2.2 Percobaan Peleburan Zirkon

Zirkon yang dilebur dengan natrium peroksida padasuhu 6000C selama 45 menit setelah dinginkemudian dilindi dengan air. Setelah penyaringanresidu dilakukan pelindian langsung dengan asamklorida pekat dan ditambah sedikit dengan asam sulfat1 M untuk menghilangkan pengaruh silika bebas.Proses ini berlangsung selama 4 hari agar terjadikontak pelindian antara sampel dengan asam kuat.(Mohammad and Daher, 2002). Reaksi yang terjadiadalah sebagai berikut :

ZrSiO4 + 4Na2O2 Na2ZrO3 + Na2SO3

Selama pelindian natrium silikat dapat dipisahkan

sedangkan natrium zirkonat dihidrolisis menjadizirkon hidrat dengan reaksi sebagai berikut :

Na2ZrO3 + nH2O ZrO2 (n-1)H2O + 2NaOH

Percobaan ini dilakukan terhadap sampel zirkon asalPT. Kobatin hasil dari pemisahan bertingkat. Hal yangsama dilakukan terhadap sampel asal PT. Timah Bangka.Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 berikut ini.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis terhadap bahan asal (tailing dari PT.Kobatin) dilakukan untuk mengetahui karakteristikdari pasir zirkon sehingga dapat ditentukan metodapengolahan yang tepat.

3.1 Hasil Analisis Kimia Bahan Baku

Analisis kimia dilakukan dengan cara gravimetri,sprektrofotometri dan AAS terhadap bahan asal.Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

3.2 Hasil Analisis Difraksi Sinar-X Bahan Baku

Terhadap bahan asal juga dilakukan analisis denganalat difraksi sinar-X (XRD). Terlihat bahwa 3komponen utama yang dominan adalah kuarsa,zirkon dan monasit.

3.3 Hasil Analisis SEM Bahan Baku

Hasil analisis menggunakan SEM pada bahan asalmenunjukkan terdapat tampilan coklat kemerahandan hitam. Deteksi dengan SEM dan EDS (denganperbesaran 450 x ) menunjukkan bahwa partikel yanghitam adalah rutil, sedangkan yang transparan danberwarna merah kecoklatan adalah zirkon. Tampakkristal zirkon bentuknya tetragonal.

Beberapa pengotor yang terdekteksi adalah Mg, Ti,Mn, Fe, Al, Cr, Be, dan U. Di antara kedelapan unsurpengotor tersebut yang paling dominan adalah Be(97,02%). Kehadiran unsur-unsur pengotorberpengaruh terhadap kuantitas zirkon. Partikel zirkonyang di mapping terdapat unsur Zr hanya 21,14%sedangkan dalam bentuk oksida hanya 28,55%.

3.4 Hasil Analisis Mineralogi Bahan Baku

Analisis mikroskopi terhadap bahan asalmemperlihatkan bahwa kuarsa adalah mineral yangdominan sedangkan kandungan zirkon hanya sekitarseperlimanya dengan beberapa pengotor diantaranya

Page 24: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

21Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk

Preparasi

Tailing Pengolahan Bijih Timah, Bangka

Magnetik Separator Bijih magnet (Monasit & Xenotim)

Mineral Zirkon

Peleburan Na2O2

Pelindian dengan Air

Sodium Zirkonat Na2SiO3

Pelindian dengan HCl

ZrOCl2 HfOCl2

NaCl

Gambar 1. Bagan alir pengolahan mineral zirkon-hafnium

Tabel 2. Hasil analisis SEM proses peleburan

No Asal sampel Hasil (%)ZrO2 SnO2 Al2O3

1 PT. Timah (Konsentrat) 94,76 0 5,24

2 PT. Kobatin 78,15 21,85 0

Tabel 1. Hasil analisis kimia proses peleburan

No Asal sampel Hasil (%) ZrO2 SiO2

1 PT. Timah (Konsentrat) 26,15 18,3525,25 20,50

2 PT. Kobatin 52,20 32,8552,50 32,80

Page 25: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 2622

Gambar 2. Fotomikrograf sayatan polessampel pasir zirkon (konsentrat).Tampak mineral zirkon (Z) dankuarsa (K).Nikol Sejajar 142X

Gambar 3. Fotomikrograf sayatan polessampel pasir zirkon (tailing).Tampak mineral zirkon (Z),kuarsa (K), xenotime-monasit(XM) dan limonit (L). NikolSejajar 71X

Tabel 3. Hasil analisis kimia bahan asal

SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K2O Na2O SnO ZrO2 LOI

66,55 1,86 2,25 2,33 0,17 0,096 0,044 0,14 0,62 18,3 7,64

ilmenit, kasiterit, monasit/xenotim, dan pirit.Komposisi mineral-mineral pada sampel bahan asaldapat dilihat pada fomikrograf, Gambar 2 dan 3berikut ini.

Setelah dilakukan peningkatan kadar zirkon denganmenggunakan pemisah magnetik (magnetic separa-tor) dengan meningkatkan perbesaran nilai gauss(kekuatan magnet) di atas 10 ribu gauss, diperolehdua bagian hasil yang disebut sebagai Magnetik (M-1) dan Non Magnetik (NM-1). Hal ini dilakukanuntuk memisahkan bagian yang lebih bersifat mag-net (diantaranya mineral ilmenit, monasit/xenotimdan pirit) dan non-magnetik. Adapun bagian yangmenjadi obyek penelitian ialah zirkon, masuk kedalam katagori non-magnetik dan non-konduktor,sehingga proses pemisahan dilanjutkan denganmenggunakan alat HTS (High Tension Separator).

Terhadap sampel K-1 dan T-1 dilakukan analisisseperti dilakukan terhadap bahan asal.

3.5 Analisis Kimia Hasil Pemisahan Magnetik

Analisis kimia pada bahan yang telah dilakukanpemisahan magnetik, hasilnya dapat dilihat padaTabel 4, dalam bentuk presen-berat.

3.6 Analisis Difraksi Sinar-X (XRD) HasilPemisahan Magnetik

Analisis menggunakan alat XRD terhadap sampelM-1 dan NM-1 memperlihatkan bahwa telah terjadipemisahan yang relatif baik, karena pada sampel M-1 (KS) terdapat mineral zirkon, kuarsa dan masihada monasit. Pada sampel NM-1 (TL) hanya tinggal2 mineral dominan yaitu kuarsa dan zirkon. Hasil

Tabel 4. Analisis kimia hasil pemisahan magnetik

Kode SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K2O Na2O SnO ZrO2 LOI

M-1 7,55 2,34 3,57 2,10 0,16 0,093 tt 0,11 0,37 2,00 0,72NM-1 59,5 1,41 0,63 0,66 0,26 0,10 0,04 0,17 0,80 21,2 0,46

Page 26: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

23Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk

selengkapnya dapat dilihat pada difraktogram XRDGambar 4 dan 5.

3.7 Analisis SEM Hasil Pemisahan Magnetik

Analisis terhadap hasil pengkayaan kadar denganpemisah magnetik dan HTS, dilakukan pada sampelyang kandungan zirkonnya lebih besar, yaitu sampelNM-1. Pada perbesaran 800x untuk zirkon transparanmenunjukkan sistem kristal tetragonal yang telahmengalami perubahan permukaan yang mungkinkarena pengaruh erosi, transportasi dan sedimentasiyang berlangsung bertahun-tahun. Hal yang samaterjadi pada permukaan zirkon coklat kemerahanyang dideteksi pada perbesaran 170 x. Pada

perbesaran 10.000 x partikel zirkon coklat kemerahanmemperlihatkan topografi yang tidak ratamenampilkan rona abu-abu dan putih. Hasilnyadapat dilihat pada Gambar 6, 7 dan 8.

3.8 Analisis Mineralogi Hasil PemisahanMagnetik

Analisis mikroskopi dilakukan terhadap sampelmagnetik maupun non magnetik yang hasilnya dapatdilihat pada Tabel 5.

Untuk proses peleburan (dengan Na2O2) perluditingkatkan hasilnya hingga minimal mencapai60%. Oleh karena itu, sampel NM-1 ditingkatkan

Gambar 5. Hasil difraktogram sampel tailing asal PT. Kobatin, Bangka

[%]100

64

36

16

4

00 10 20 30 40 50 [”20] 60

Quartz, low S OZircon

i 2

ZrS Oi 4

090904A105 - 049006 - 0266

Sample ident. : II/1665/04 14 Sep-2004 10:03

[%]100

64

36

16

4

00 10 20 30 40 50 [”20] 60

Zircon ZrSiO4

Quartz, low SiOMonazite - (La), syn LaPO

2

4

090904AZ06 - 026605 - 049035 - 0731

Sample ident. : KS/1666/04 9-Sep-2004 10:16

Gambar 4. Hasil difraktogram sampel konsentrat asal PT. Kobatin, Bangka

Page 27: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 2624

kadar zirkonnya dengan menggunakan meja goyanguntuk memisahkan silika bebas yang masih adadalam sampel tersebut.

Perbedaan spesifik graviti antara silika dan zirkon (4,7)cukup besar sehingga diharapkan prosentase zirkonbisa meningkat. Hasil dari pemisahan ini didapatkan

Gambar 6. Jenis zirkon coklat kemerahandengan perbesaran 170xmenggunakan SEM

Gambar 7. Jenis zirkon transparan (color-less) dengan perbesaran 800xmenggunakan SEM

Gambar 8. Jenis zirkon coklat kemerahandengan pembesaran 10.000x

2 sampel yang selanjutnya diberi kode K-2 (konsentratzirkon) dan TL-2 (tailing yang banyak mengandungsilika bebas).

3.9 Analisis SEM Hasil Pemisahan MagnetikBertingkat

Analisis terhadap sampel KS-2 adalah sebagai berikut:Partikel yang dideteksi adalah zirkon jenis transparanberukuran sekitar 0,4 mm masih memperlihatkanstruktur kristal tetragonal yang baik. Ada dua unsuryang dominan dalam partikel tersebut yaitu zirkondan silikon; hanya dibandingkan silikon, zirkonterlihat mempunyai kuantitas lebih banyak (52,30%)yang ditunjukkan pula oleh gradasi warna padapermukaan partikel tersebut. Selain kedua unsur diatas, terdeteksi pula oksigen. Puncak pada kurvaspektrum yang tidak ada notasinya adalah karbonyang berasal dari carbon tape sebagai perekat partikel.

3.10 Analisis Mineralogi Benefisiasi Bertingkat

Analisis mineralogi juga dilakukan terhadap sampelKS-2 dan TL-2 guna mengetahui meningkatnyaprosentase zirkon dalam sampel tersebut. Hasilanalisis mineraloginya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Analisis mikroskopi hasil pemisahan magnetik

Kode Zirkon Kuarsa Monasit/xenotim Kasiterit Limonit Pirit

NM-1 20,61 35,16 34,30 2,61 6,78 0,54M-1 20,51 15,05 59,69 1,62 1,96 1,17

Page 28: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

25Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk

Kode Zirkon Kuarsa Kasiterit Monasit/xenotim Ilmenit Pirit

TL-2 35,30 49,29 13,54 1,87 - -KS-2 78,89 12,95 4,84 1,55 1,08 0,69

Tabel 6. Hasil analisis mineralogi pemisahan magnetik bertingkat

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang telah dicapai pada seluruhproses penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa:

- Pasir zirkon yang berasal dari tailing pencuciantimah, Bangka masih banyak mengandung min-eral ikutan yang perlu dipisahkan dengan carafisik (magnetic separator).

- Mineral ikutan tersebut antara lain, ilmenit,monasit/xenotim dan kuarsa bebas, perlu

penanganan yang lebih tepat guna mendapatkankadar zirkon yang lebih tinggi.

- Peleburan dengan menggunakan Na-peroksidadapat menghasilkan zirkon yang lebih bersihdibandingkan dengan menggunakan NaOHgranular, seperti yang pernah dilakukanpenelitian sebelumnya.

- Kadar zirkon yang dapat dicapai dari prosespeleburan menggunakan Na peroksida adalah94,76%. Peningkatan kadar ini signifikanmengingat bahan bakunya hanya mengandungzirkon 18,30%.

Gambar 9. Fotomikrograft sayatan poles sampel pasir zirkon (magnetik). Tampak mineral kuarsa bebas (K) mendominasi. Nikol Sejajar 8X

Gambar 10. Fotomikrograft sayatan poles sampel pasir zirkon (non-magnetik). Tampak mineral kuarsa bebas (K) dan zirkon (Z). Nikol Sejajar 8X

Page 29: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 2626

DAFTAR PUSTAKA

Faith, W.L. 1965, Industrial Chemical, 3th edition,John Willey and Sons, New York.

Lynd, L.E. and Lefond, S.J. 1975, Industrial Mineraland Rock, 4th edition, New York.

Mohammed, N.A. and A.M. Daher, 2002, Prepara-tion of High-Purity Zirconia from Egyptian Zir-con : an Anion-exchange Purification Process,Hydrometallurgy, Elsevier, hal. 1 - 6.

Sukmadijaya, R.H.,S, 2000, Optimalisasi PelindianIlmenit dari Pasir Besi Cilacap untukMendapatkan TiO2 dengan Media PelarutH2SO4, PPTM-FTUI, hal. 25 - 28.

Page 30: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

27Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso

TRANSFORMASI PEKERJA SEKTOR PERTAMBANGANSECARA SEKTORALSTUDI KASUS : TENAGA KERJA UNIT BISNIS PERTAMBANGAN (UBP)BAUKSIT KIJANG (PT. ANTAM Tbk.)

BAMBANG YUNIANTO DAN BINARKO SANTOSO

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraJalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 60304853, Fax. (022) 6003373e-mail: [email protected]

SARI

Proses transformasi pekerja sektoral dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dan karakteristiktenaga kerja sektor tersebut. Kegiatan pertambangan yang memasuki masa pascatambang, akan ditunjukkanoleh penurunan produksi, lalu tanpa produksi sama sekali. Sementara itu, banyak tenaga kerja yang akanmenganggur, atau mengalami transformasi pekerja ke sektor lainnya. Pola alih kerja dalam kasus pascatambangUBP Bauksit Kijang (PT. Antam Tbk.) cenderung ke arah bidang wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan)sebesar 55,1% dan Sektor Industri (30,6%). Pergeseran pekerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan dipengaruhioleh peranan sektor ini yang memiliki kontribusi terbesar di Kabupaten Kepulauan Riau, sedangkan pergeseranpekerja ke Sektor Industri didasari oleh keterkaitan secara keahlian yang memiliki kesamaan teknologi denganSektor Pertambangan. Latar belakang proses transformasi pekerja tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosialekonomi, sosial spasial, dan persepsi mereka terhadap sektor non-tambang, tetapi dipengaruhi oleh kebutuhanakan modal, pendidikan, peralatan, dan lainnya untuk alih kerja.

ABSTRACT

The transformation process of sectoral worker is influenced by the growth of economic sectors andcharacteristic of the sectoral worker. Mining activity at post-mining period, will be indicated by productdeclining, and followed gradually by zero production. Many workers will have no opportunity, or in conditionof being transformed to other sectors. A model of job transfer at post-mining of UBP Bauksit Kijang (PT.Antam Tbk.) indicates the percentage of enterpreneur activity (Service and Trading Sectors) amounting 55,1%and Industry Sector 30,6%. Worker transfer to Service and Trading Sectors is affected by the role of thosesectors that have a great contribution in Kepulauan Riau regency, meanwhile the worker transfer to IndustrySector is caused by an interrelated skill which has similar tecnology with the Mining Sector. The causal factorsof worker transformation to non-mining sectors are not affected by social-economy, social-spatial and theirperception factors, but are affected by the need of financial capital, education, infrastructure and others.

Keywords : worker transformation, post mining, non-mining sector

Page 31: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 4028

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Transformasi pekerja secara sektoral dipengaruhi olehpertumbuhan sektor-sektor perekonomian dankarakteristik tenaga kerja tiap sektor tersebut, yaitu:tingkat pendidikan (keahlian), produktifitas dankondisi sosial-demografisnya (Sigit, 1989). Sektor-sektor yang tidak membutuhkan keahlian, biasanyamenjadi tempat penampungan penganggur dantenaga kerja tidak terdidik, seperti pertanian,perikanan, perkebunan, transportasi, jasa sertaperdagangan. Tetapi, akibat terjadi pergeseranperanan sektoral akan diikuti oleh perubahankemampuan dalam penyerapan tenaga kerja, sepertipenurunan sektor agraris ke arah non agraris diikutioleh membengkaknya pekerja di sektor non-formal(Rachbini, 1989).

Dalam kajian ini akan dicoba membahas pola alihkerja dan proses transformasi tenaga kerjapertambangan pada saat terjadi penutupan tambang.Kajian ini mengambil contoh kasus pergeseran kerjasecara sektoral yang terjadi pada tenaga kerja UnitBisnis Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang pada saatakan memasuki masa penutupan tambang. Sektorpertambangan merupakan sektor yang membutuhkantenaga kerja terdidik dan memiliki keahlian khususdalam bidang pertambangan. Bagaimana polatransformasi pekerjanya terjadi dan latar belakangapa saja yang mendasari pola alih kerja dari sektortambang ke sektor lainnya? Apakah keahlian di sektorpertambangan dapat dijadikan bekal untuk alih kerjake sektor non-tambang, ataukah tidak? Sementaraitu, Propinsi Riau merupakan daerah yang penuhdengan hasil tambang (Purnama, dkk., 2000), apakahhal ini akan mempengaruhi pergeseran alih kerjaantar sektor?

1.2 Metodologi

Obyek dan lokasi penelitian adalah tenaga kerja UBPBauksit Kijang yang berada di Pulau Bintan,Kabupaten Kepulauan Riau, Propinsi Riau(Gambar 1). Metode penelitian yang digunakandalam kajian ini adalah dengan penelitian survai yangmengoperasionalkan teknik observasi, wawancara,dan pendataan lapangan dengan kuesioner.Pengolahan dan analisis data menggunakan teknikanalisis jalur dengan didukung teknik deskriptif,kompilasi dan tabelisasi. Teknik analisis jalurdigunakan untuk menentukan pengaruh suatu

variabel terhadap variabel lainnya, baik pengaruhlangsung maupun tidak langsung (Hair, 1992).Besarnya pengaruh suatu variabel penyebab terhadapvariabel akibat disebut dengan koefisien jalur dandiberi simbol pYX .

Dalam kajian ini akan dilihat pola alih kerja danlatar belakang proses transformasi tenaga kerja dilingkungan UBP Bauksit Kijang dalam menghadapimasa penutupan tambang, dengan beberapa variabelpenelitian: SES (Status Sosial Ekonomi), SPA (KondisiSosial Spasial), PER (Persepsi Masyarakat), KEB(Kebutuhan Masyarakat) dan AKS (AkseptabilitasTransformasi Struktural Pascatambang).

Sementara itu rumusan konseptual mengenai kondisitenaga kerja dalam masa menghadapi pascatambangadalah sebagai berikut:

a) Antara SES dengan SPA membentuk suatuhubungan korelatif.

b) SES dan SPA sama-sama memberikan pengaruhterhadap PER dan AKS.

c) SES, SPA dan PER secara bersama-samamempengaruhi KEB.

d) SES dengan SPA, dan PER dan KEB secarabersama-sama mempengaruhi AKS.

2. KONDISI WILAYAH

2.1 Lokasi Studi dan Kewilayahan

Secara geografis, wilayah operasional kegiatan UBPBauksit Kijang terletak di wilayah KabupatenKepulauan Riau dalam 4 kecamatan, yakni:Kecamatan Bintan Timur, Teluk Bintan, TanjungPinang Timur dan Tanjung Pinang Barat. BerdasarkanUndang-Undang No. 53 Tahun 1999, dandiperbaharui dengan UU No.13 Tahun 2000,keempat kecamatan tersebut termasuk dalam wilayahKabupaten Kepulauan Riau hasil pemekaran menjadi3 buah kabupaten, yakni Karimun, Natuna danKepulauan Riau. Luas wilayah daratan KabupatenKepulauan Riau setelah pemekaran 4.303,3 km2

dengan 513 buah pulau, 153 pulau di antaranyasudah dihuni dan sisanya belum berpenghuni,dimanfaatkan untuk pertanian dan usaha perkebunan.Secara administratif, kabupaten ini terdiri atas 9kecamatan dan 90 desa/kelurahan, tercatat tahun1999 terdapat 83 desa (92,2%) yang memilikistatus swasembada dan 7 desa masih berstatusswakarya (Tabel 1).

Page 32: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

29Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso

Gam

bar 1

. Pet

a or

ient

asi P

ulau

Bin

tan

103°

30' B

T1°

30'

LU 1°00

'

0°30

'

104°

30'

104°

00'

Kec

. Kar

imun

Kec

. Kun

dur

Kec

. Mor

o

BAT

AM

Kec

. Bin

tan

Uta

ra

Kec

. Bin

tan

Tim

ur

SIN

GA

PO

RE

± 1

Jam

(Den

gan

Ferr

y)

KEP

ULA

UAN

KA

RIM

UN

PU

LAU

SU

MAT

ER

A

!

!

PULA

U B

INTA

N

PULA

U R

EPA

NG

PULA

U G

ALA

NG

KIJA

NG

TAN

JUN

G. P

INAN

G

Kete

rang

an

Bata

s Ka

bupa

ten

Bata

s Ke

cam

atan

Ibuk

ota

Kabu

pate

n

Bata

s KP

DU

21

Bata

s KP

DU

22

Kilo

met

er

10

PETA

OR

IEN

TAS

IPU

LAU

BIN

TAN

020

U

SUM

BER

: - P

eta

Das

ar R

upa

Bum

i Ska

la 1

:250

.000

BA

KO

SUR

TAN

AL

Dat

um W

GS

84- P

T A

neka

Tam

bang

Kija

ng (P

erse

ro) T

bk

REN

CA

NA P

ENUT

UPA

N UB

P B

AUK

SIT

KIJ

AN

GPT

AN

EKA

TA

MB

ANG

(PER

SERO

) Tbk

.

Pro

p.

Sum

ate

ra B

ara

t

Pro

p. R

iau

Pro

p. J

amb

iMA

LAY

SIA

Pro

p S

um

ater

a S

ela

tan

Page 33: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 4030

Luas JumlahNo. Kecamatan (km2) Desa/

Kelurahan

1 Singkep 892,00 102 Tambelan 169,42 63 Senayang 396,00 74 Bintan Timur* 964,12 115 Tanjung Pinang

Timur* 169,00 56 Lingga 892,72 237 Bintan Utara 627,59 148 Tanjung Pinang

Barat* 70,50 59 Teluk Bintan* 185,00 10Jumlah 4.303,35 90

Tabel 1. Kecamatan dan luasnya diKabupaten Dati II Kepulauan Riau

Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000Keterangan : *) Wilayah Pengaruh Kegiatan UBP Bauksit

Kijang (PT. Aneka Tambang Tbk.)

2.2 Penduduk dan Ketenagakerjaan

Dari hasil sensus tahun 2000 yang dilakukan BiroPusat Statistik (BPS), tercatat jumlah penduduk318.566 jiwa. Dari jumlah tersebut diperoleh tingkatkepadatan penduduk 74 jiwa/km2. Penduduk yangtinggal di daerah perkotaan tercatat 224.273 jiwa(atau 71,0%), lebih besar dibandingkan yang tinggaldi daerah pedesaan sekitar 91.600 jiwa (Tabel 2). Lajupertumbuhan penduduknya pada kurun 1990-2000adalah 2,9%. Dari segi perekonomian, hal ini dapatdipandang sebagai suatu transformasi dari ekonomipedesaan menjadi ekonomi yang bercirikan perkotaan.

Dari hasil penelitian sosial ekonomi kerjasamaBappeda Riau dan Pusat Penelitian Sosial EkonomiUniversitas Riau, 1999, diketahui bahwa sebagianbesar penduduk Kecamatan Bintan Timur bekerja diSektor Pertanian dalam arti yang luas, mencapaihampir 85%, sisanya bekerja di Sektor Perdagangan,Industri dan Jasa. Mata pencaharian pendudukKecamatan Tanjung Pinang Timur umumnya diSektor Industri dan Bangunan sekitar 16,9%,kemudian Sektor Pertanian 9,7%, Sektor Perdagangan3,4%, Sektor Transportasi 2,1% dan pegawaipemerintahan 28,7%. Sedangkan sisanya bergerakdi bidang jasa-jasa lainnya. Sementara itu, pendudukKecamatan Tanjung Pinang Barat yang bekerja diSektor Pertanian sangatlah sedikit dan dianggapsebagai usaha sambilan masyarakat. Mayoritaspenduduknya bergerak di Sektor Jasa dan Perdagangan.Sedangkan untuk daerah Kecamatan Teluk Bintan,tidak diperoleh rincian mengenai ketenagakerjaan.

Masalah tenaga kerja yang dihadapi bersumber dariadanya ketidakseimbangan antara permintaan danpenawaran tenaga kerja. Penawaran atau penyediaantenaga kerja sering kali lebih tinggi daripadapermintaan, sehingga tenaga kerja yang dapatdisalurkan jauh lebih sedikit. Selain itu, adanyaketidaksesuaian kualifikasi kerja sehingga tidak semualowongan kerja yang ada dapat terisi.

2.3 Sosial Budaya dan Fasilitasnya

Secara umum, kemajuan dan tingkat kesejahteraansosial suatu daerah dapat dilihat dari berbagaiindikator penting yang diturunkan dari kondisipendidikan, kesehatan, dan sosial lainnya.

Dari catatan BPS (2000), kondisi pendidikan di

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Total

1 Singkep 18.354 18.068 36.4222 Tambelan 2.044 1.914 3.9583 Senayang 8.572 8.165 16.7374 Bintan Timur 28.232 26.458 54.7175 Tanjung Pinang Timur 42.748 41.506 84.2546 Lingga 11.622 10.906 22.5287 Bintan Utara 17.263 21.852 39.1158 Tanjung Pinang Barat 26.888 26.258 53.1469 Teluk Bintan 3.988 3.691 7.689

Kep. Riau 159.721 158.854 318.566

Tabel 2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan

Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000

Page 34: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

31Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso

Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1999/2000meliputi sekolah taman kanak-kanak sebanyak 34unit dengan jumlah guru sebanyak 120 orang, untuksekolah dasar (SD) terdapat 285 unit dan 2.099orang guru. Pendidikan menengah terbagi atas duajenjang, yakni menengah pertama dan menengah atas.Pada tahun 1999/2000, tercatat ada 41 unit SekolahLanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dengan jumlah gurusebanyak 756 orang. Untuk Sekolah Lanjutan TingkatAtas (SLTA) terdapat 21 unit yang 13 unit di dalamnyaberstatus sekolah negeri, dan sisanya dikelola olehswasta. Sarana pendidikan setingkat SLTA belumtersedia di setiap kecamatan.

Selama UBP Bauksit Kijang melakukan kegiatanpenambangan, banyak sarana dan prasarana sosialyang telah dibangun oleh pihak perusahaan. Saranadan prasarana yang yang dibuat tersebut tidak hanyauntuk kepentingan perusahaan dan karyawannya,akan tetapi manfaatnya banyak dirasakan olehmasyarakat sekitar perusahaan/lokasi kegiatanpenambangan maupun oleh Pemerintah DaerahKabupaten Kepulauan Riau. Sarana dan prasaranayang telah dibangun oleh pihak perusahaan tersebutantara lain jalan di lokasi penambangan dan jalanyang menghubungkan lokasi perusahaan dengandaerah/lokasi lain. Dari sekian banyak sarana danprasarana yang telah dibuat oleh perusahaan sudahbanyak yang telah diserahkan kepada PemerintahDaerah. Dengan adanya prasarana jalan tersebuttelah menjadikan UBP Bauksit Kijang sebagai daerahpertumbuhan di Pulau Bintan.

Selain prasarana jalan, prasarana lain yang telahdibangun oleh perusahaan adalah bendungan airuntuk menyediakan kebutuhan air bagi karyawan danmasyarakat sekitar perusahaan. Sekarang, penge-lolaannya telah diserahkan kepada PemerintahDaerah Kabupaten Kepulauan Riau melalui PDAM.Sedangkan sarana yang dibangun untuk kebutuhankaryawan dan masyarakat sekitarnya adalah rumahsakit, sekolah, sarana peribadatan, perumahankaryawan dan sarana lainnya. Di samping sarana yangdibangun oleh perusahaan, tumbuh juga sarana lainyang dibangun oleh masyarakat sebagai akibat adanyakegiatan usaha pertambangan di daerah ini, sepertiPasar Kijang yang menjadi pemasok kebutuhan bahanpokok bagi karyawan dan keluarganya sertamasyarakat sekitarnya.

2.4 Perekonomian

Kondisi perekonomian Kabupaten Kepulauan Riauselama tahun 1998 dan 1999, didominasi oleh SektorPerdagangan-Hotel dan Restoran (25,5%-25,4%)

serta Sektor Industri Pengolahan (24,9%-26%).Kedua sektor ini memberikan kontribusi setengahdari total pendapatan daerah (Tabel 3).

Peranan Sektor Pertanian terlihat sangat kecil, hanya6,8% pada tahun 1998 dan 1999, karenapenduduknya sebagian besar bermukim di daerahperkotaan dan kurangnya minat bekerja di sektor ini.Nilai PDRB Sektor Pertambangan dan Penggaliansebagian besar berasal dari kontribusi UBP BauksitKijang.

3. KONDISI TENAGA KERJA PERUSAHAAN

Jumlah tenaga kerja UBP Bauksit Kijang pada bulanMaret tahun 2001 adalah 524 orang, terdiri ataspegawai tetap 208 orang dan pegawai tidak tetap314 orang. Pegawai tidak tetap ini terdiri atas :pegawai percobaan 1 orang, Tenaga Harian Tetap(THT) 19 orang, Honor Full Time (HNR. FT) 7orang, Honor Part Time (HNR. PT) 1 orang, danKaryawan Penunjang Operasi (KPO) 286 orang.Sementara itu jumlah tenaga kerja yang telahpensiun sebesar 607 orang (Tabel 4). Dilihat daritingkat pendidikan, pegawai tetap paling besarberpendidikan setingkat SD (85 orang) dan SLTA(60 orang) dari total pegawai sebesar 208 orang.

Pegawai tidak tetap, di luar KPO, umumnyaberpendidikan setingkat SD 12 orang. Untuk KPO

Tabel 3. Distribusi PDRB Kabupaten KepulauanRiau atas dasar harga konstan 1993menurut lapangan usaha (persen)

No. Lapangan usaha 1998 1999

1. Pertanian, peternakan,kehutanan dan perikanan 6,8 6,8

2. Pertambangan danpenggalian 6,5 6,3

3. Industri pengolahan 24,9 26,04. Listrik, gas dan air bersih 1,0 1,45. Bangunan/konstruksi 9,1 9,16. Perdagangan, hotel dan

restoran 25,5 25,47. Pengangkutan dan

komunikasi 8,7 8,78. Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan 8,0 7,89. Jasa-jasa 9,0 9,0

Produk Domestik Regional Bruto 100,0 100,0

Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000

Page 35: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 4032

dan Pensiunan tidak diketahui tingkat pendidikannya.Secara organisatoris, jumlah tenaga kerja terbanyakada pada kegiatan pengapalan, penimbunan danpemuatan sebesar 58 orang, kemudian disusul tenagakerja bidang SDM dan Umum sebesar 24 orang.

Berdasarkan prediksi pada pascatambang yang telahdilakukan oleh PT. Antam (Persero) Tbk. terhadapjumlah pegawai di UBP Bauksit Kijang diperkirakanberjumlah 194 orang dan KPO sebanyak 284 orang.Komposisi pegawai UBP Bauksit Kijang tersebutadalah; 19 orang diatas 55 tahun, 63 orang berumur50 – 54 tahun, 68 orang berumur 45 – 49 tahun dan44 orang dibawah umur 45 tahun. Bagi pegawai tetapdi bawah umur 50 tahun ditawarkan untuk pindahke unit lain, bagi pegawai tetap di atas umur 50tahun ditawarkan untuk pensiun dini. Sedangkan

tenaga kerja KPO pada diarahkan untuk ditampungoleh perusahaan baru pasca pengakhiran tambang.Penyaluran tenaga kerja tersebut dijadwalkan padatahun 2004, dengan beberapa tahapan sesuaikeinginan dari pegawai-pegawai tersebut.

4. PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, didata tenaga kerja berjumlah98 orang sebagai responden, dengan karakteristiksebagai berikut. Dari sekian responden tersebutterdapat 89,8% orang berjenis kelamin laki-laki dan10,2% perempuan. Berdasarkan status perkawinanternyata 88,8% berkeluarga. Sementara itu, apabila

Status pegawai/ Pendidikan Totalperingkat S1 SM SLTA SLTP SD

A. Pegawai tetap:1. I A 1 12. I B3. II A 1 1 24. IIB5. III A 2 2 46. III B 1 1 27. IV A 2 5 8 158. IV B 3 1 1 59. V 3 4 11 3 1 2210. VI 28 15 10 5311. VII 8 10 34 5212. VIII 3 9 38 5013. IX 2 2

JUMLAH (A) = 13 13 60 37 85 208

B. Pegawai tidak tetap14. Pegawai percobaan 1 115. Tenaga harian tetap 4 5 10 1916. Tenaga harian lepas17. Honor FT 2 1 718. Honor PT 1 2 2 119. Karyawan penunjang operasi 28620. Tenaga lain

JUMLAH (B) = 2 8 6 12 314

C. Pensiunan 607

JUMLAH (A+B+C) 15 13 68 43 97 921

Tabel 4. Kekuatan tenaga kerja UPB Kijang menurut pendidikan (keadaan Maret 2001)

Sumber : Laporan Kekuatan Pegawai UBP Bauksit Kijang Bulan Maret 2001

Page 36: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

33Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso

dilihat dari segi usia terdapat 28 orang (28,6%) yangberusia dari 25-35 tahun. Sedangkan untuk usiaantara 36-45 tahun terdapat 26 orang (sekitar 26,5%),rentang usia 46-56 tahun ada 44 orang (atau 44,9%).

Dari segi pendidikan terlihat bahwa mayoritaskaryawan yang menjadi responden adalah tamatanSLTA (hampir 55,1%), SLTP kurang lebih 18,4%.Di atas Akademi/Perguruan Tinggi (S1) masing-masing adalah 16,3%. Dari segi daerah asal, ternyatakaryawan dari putra daerah (Kepulauan Riau) yangsebesar 54,0% hampir berimbang dengan dari luarPropinsi Riau (44,9%).

SES responden, dilihat dari segi pendapatan per bulanpekerjaan pokoknya, ternyata rata-rata berpendapatandi atas Rp 1.000.000,- ada sebanyak 42,9%.Sementara mayoritas pengeluaran keluarga merekaper bulannya adalah Rp 500.000,- – 1.000.000,-(52,0%). Sebagian besar dari responden tidakmemiliki pekerjaan sampingan untuk menambahpendapatan mereka, karena ada kebijaksanaanperusahaan.

SPA responden dilihat dari peluang berusaha di daerahKijang dan sekitarnya terdapat 89,8% yangmenyatakan tergantung situasi dan kondisi. Dari jajakpendapat ini juga diketahui bahwa bidang industrimerupakan bidang yang potensial untuk dikembangkanlebih lanjut. Sebagian besar responden tidakberkeberatan untuk pindah demi alasan pekerjaanyang lebih baik.

Permasalahan yang sering muncul di dalammasyarakat, sebagian besar responden menyatakanberupa masalah pengangguran dan kenakalan remajamenempati 2 peringkat utama. Dari sisi kepemimpinan,peranan Ketua RT/RW setempat dan tokoh agamaternyata masih cukup kuat. Hal ini ditunjukkandengan banyaknya jawaban terhadap kedua tokoh ini,dan juga didukung bahwa saluran komunikasi yangsering dimanfaatkan adalah semacam rapat desamerupakan pilihan tertinggi, di samping media massadan kumpulan keagamaan.

Mengenai kemajuan daerah, responden umumnyamenilai bahwa pembangunan sarana dan prasaranapendidikan, tranportasi maupun perekonomian masihkurang mendapat perhatian. Dari jawaban terbukamengenai pandangan atas keberadaan UBP BauksitKijang mayoritas menjawab setuju, dengan alasanutama mengurangi pengangguran/menyerap tenagakerja lokal (48 orang), alasan meningkatkanperekonomian/kemakmuran daerah (37 orang),

menambah devisa daerah dan nasional (15 orang)dan 2 orang menjawab isu lingkungan, yang berartidapat membangun kesadaran masyarakat untukmenanggulangi masalah-masalah lingkungan.

Tanggapan mengenai masalah yang palingmengganggu ternyata 54 orang menjawab adamasalah dan 34 menyebutkan tidak ada masalah yangberarti, dan 10 orang menjawab kosong. Masalahlimbah sisa operasional tambang, polusi, dan debumerupakan 3 masalah utama menurut responden.Masalah lain yang timbul dalam kegiatan UBP BauksitKijang adalah masalah ganti tanam tumbuh dan lahanpenambangan. Berbagai masalah tersebut, menurutsebagian besar responden, 95% sudah diselesaikan.

Dari aspirasi dan KEB ini, hampir 95,0% respondenmengakui bahwa UBP Kijang sudah membantupembangunan masyarakat setempat, dengan sekitar85,0% reponden menyebutkan bahwa bantuantersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakatsetempat. Hal ini menunjukkan bahwa apa yangdibutuhkan masyarakat pada dasarnya sudah dapatdipenuhi/dibantu, dan bantuan tersebut dapat disebutefektif, sebab apa yang sudah diberikan perusahaanini sesuai dengan apa yang dibutuhkan olehmasyarakat setempat. Bentuk bantuan yang idealmenurut responden adalah bantuan permodalanuntuk usaha (69 orang menjawab demikian).Mengenai saluran mana yang terbaik untukmenyalurkan bantuan tersebut, 59 orang menyebutkansaluran musyawarah antara pemerintah, perusahaandan masyarakat.

4.2 Pola Alih Kerja

Pada bagian ini akan dikemukakan hasil pengamatanatas potensi alih program kerja karyawan sehubungandengan akan adanya penutupan operasionalpenambangan UBP Bauksit Kijang. Pengamatan inidimaksudkan untuk melihat tanggapan kesiapan tenagakerja untuk beralih kerja pada bidang-bidang yangdiinginkan. Untuk keperluan tersebut telah dilakukansurvai terhadap 98 orang tenaga kerja perusahaan. Diantara jumlah tersebut diketahui bahwa 63 orang adalahpegawai tetap (64,3%) dan 35 orang lagi merupakanpegawai tidak tetap (35,7%). Dari data yang terkumpul,diketahui terdapat 8 orang (8,2%) yang ingin terusbekerja pada bidang pertambangan yang terdiri atas 6pekerja tetap atau 6,1% dan 2 orang pegawai tidaktetap atau 2,0% (Tabel 5).

Untuk para pegawai tetap yang berjumlah 63 orangini, terlihat bahwa bidang usaha alih kerja yang

Page 37: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 4034

paling banyak diminati adalah berwiraswasta, yaknisebanyak 39 orang, dan bidang non-tambang (bukanwiraswasta) ada 16 orang.

Sementara itu, untuk pegawai tidak tetap yangberjumlah 35 orang, terlihat bahwa bidang usahaalih kerjanya antara berwiraswasta dan non-tambang(di luar wiraswasta) sebanding, masing-masing 15orang dan 16 orang (Tabel 6).

Apabila dilihat dari keseluruhan pegawai, ternyatayang memilih untuk berwiraswasta ada sebanyak 54

pegawai (55,1%), bidang non-tambang (di luarwiraswasta) ada 32 orang (32,6%), bidang lainnyaada 4 orang (4,1%). Sementara yang ingin tetap dibidang tambang ada 8 pegawai (8,2%). Untuk parapegawai yang ingin tetap bekerja pada bidangtambang, distribusi bidang tambang yang diinginkanadalah tetap tambang bauksit (6,1%), batu bara(1,0%), dan minyak (1,0%).

Sementara itu, distribusi bidang kerja baru bagipegawai yang ingin berpindah kerja pada bidang non-tambang (di luar wiraswasta), wiraswasta dan lainnya

Tabel 5. Potensi alih kerja dari pegawai tetap

Tenaga kerja Bidang alih kerja yang diminati

Pegawai tetap Tambang Non-tambang Wiraswasta LainnyaTotal

Perbengkelan 2 2 6 0 10Transportasi 0 1 2 0 3Pendidikan 0 2 3 0 5Pertambangan 2 4 7 0 13Pertanian 0 2 2 0 4Perkebunan 0 0 3 0 3Perikanan 0 0 3 0 3Kehutanan 0 0 0 0 0Industri 0 0 0 0 0Perdagangan 1 1 3 0 5Keamanan 0 0 2 0 2Lainnya 1 4 8 2 15

Jumlah 6 16 39 2 63

Sumber: Survai lapangan di UBP Bauksit Kijang, Kabupaten Kepulauan Riau, 2001

Kea

hlia

n ya

ng d

imili

ki

Tabel 6. Potensi alih kerja dari pegawai tidak tetap

Tenaga kerja Bidang alih kerja yang diminati

Pegawai tetap Tambang Non-tambang Wiraswasta LainnyaTotal

Perbengkelan 0 6 1 0 7Transportasi 1 1 1 0 3Pendidikan 0 4 1 0 5Pertambangan 0 1 1 1 3Pertanian 0 0 0 0 0Perkebunan 0 0 0 0 0Perikanan 0 0 0 0 0Kehutanan 0 0 0 0 0Industri 0 1 1 0 2Perdagangan 0 1 0 0 1Keamanan 1 0 2 0 3Lainnya 0 2 8 1 11

Jumlah 2 16 15 2 35

Sumber: Survai lapang di UBP Bauksit Kijang, Kabupaten Kepulauan Riau, 2001

Kea

hlia

n ya

ng d

imili

ki

Page 38: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

35Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso

sebagai berikut: industri (30,6%), perdagangan21,4%, transportasi 11,2%, pariwisata 8,2%,perikanan 7,1%, PNS/ABRI 5,1%, perkebunan 3,0%,pertanian 2,0%, lainnya 10,2%, dan kosong (tidakmemilih) 10,2%. Dari jawaban atas bidang kerjayang baru ini, 30,6% dari 98 orang menyatakanbidang industri merupakan bidang yang diminati.Hal ini adalah wajar, sebab Sektor Industri diKepulauan Riau memiliki pertumbuhan dankontribusi yang tinggi. Sedangkan bidang berikutnyabanyak dipilih adalah bidang perdagangan sekitar21,4% juga merupakan bidang usaha yang cukupmenjanjikan di Kepulauan Riau ini.

Dari kajian pola alih kerja ini diperoleh informasi,bahwa pola alih kerja cenderung ke arah bidangwiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan) sebesar55,1% dan Sektor-sektor Industri (30,6%). Pergeseranpekerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan menunjukkanperubahan peranan sektor ini yang memilki kontribusiterbesar di Kabupaten Kepulauan Riau. Sementaraitu, pergeseran pekerja ke Sektor Industri lebih banyakdidasari oleh keterkaitan secara keahlian memilikikesamaan dengan Sektor Pertambangan.

Secara implisit diketahui pula bahwa mental parapegawai sudah siap dalam menghadapi kemungkinanalih kerja yang merupakan suatu implikasi daripenutupan tambang. Hal ini ditunjang juga olehpernyataan sikap yang secara mayoritas bernadapositif mengenai pandangan akan masa depanpekerjaan di sana. Sikap optimisme mengenai masadepan pekerjaan di Kepulauan Riau ini, secara men-tal, akan sangat membantu para pegawai dalammenghadapi program alih kerja ini. Dari hasil jajakpendapat, ternyata sikap optimisme dimiliki olehtenaga kerja UBP Bauksit Kijang, jumlah pegawaiyang menyatakan sikap optimistis ada 55 orang(sekitar 56,0%) dan ragu-ragu berjumlah 37 orangini (atau sekitar 37,8%). Terlihat juga bahwa pegawaiyang merasa pesimistis hanya 6,0%. Hal tersebutmemberi gambaran bahwa dalam alih kerja tidakakan timbul potensi konflik yang berarti, namundalam arti bahwa pihak-pihak yang terkait(masyarakat, pemerintah dan perusahaan) tidak bolehberpangku tangan begitu saja, melainkan harus adatindak lanjut untuk mendukung program alih kerjaini melalui penyediaan segala seuatu hal yangdibutuhkan untuk keperluan program alih kerja ini.

Dari hasil survai juga didapat suatu umpan balikbahwa untuk membantu percepatan dan kelancaranprogram alih kerja ini terdapat beberapa hal yangdibutuhkan tenaga kerja UBP Bauksit Kijang menurutprioritasnya, yakni modal dalam bentuk uang 35,7%,

pendidikan 33,7%, sarana dan prasarana 23,7%, dandekat tempat tinggal 12,3%. Dalam mendorongupaya alih kerja ini ternyata hal yang paling banyakdibutuhkan atau yang paling banyak diminati adalahtersedianya modal, khususnya modal yang berbentukuang (35,7%) dan keterampilan melalui penyeleng-garaan pendidikan dan keahlian yang relevan(33,7%). Selain itu, para pegawai juga menyarankanapabila terjadi konflik, maka jalur pemecahan yangterbaiknya dapat ditempuh melalui musyawarahantara pemerintah-pekerja dan perusahaan (82,6%),kemudian disusul cukup melalui perusahaan(21,43%), melalui pemerintah/intansi terkait saja(3,1%), dan jalur lainnya (1,0%).

4.3 Pola Transformasi Pekerja SektorPertambangan

4.3.1 Pengujian

Untuk mengetahui latar belakang pola transformasipekerja sektor pertambangan akan diuji dengananalisis jalur. Data yang digunakan diperoleh darikuesioner yang disebarkan. Dalam kuesioner initerdapat 5 buah variabel penelitian. Nilai untuksetiap variabel tersebut, diperoleh melalui caramenjumlahkan jawaban responden dalam tiap butirpada tiap variabel. Setelah diperoleh nilai untuksetiap variabel tersebut, maka selanjutnya dilakukanpengubahan skala dengan menggunakan metodesuksesif interval. Kelima variabel tersebut diukurdengan menggunakan instrumen pengukuran berskalaordinal, ukuran sampel untuk penelitian ini sebesar98 orang. Oleh karena itu penghitungan koefisienkorelasinya menggunakan Rank Spearman.

Matrik Korelasi Rank Spearman untuk Lima Variabel(r)

SES SPA PER KEB AKS

SES 1 -0.1053 -0.0359 -0.0550 -0.1078SPA -0.1053 1 0.0682 0.0719 -0.0262PER -0.0359 0.0682 1 0.1906 0.0091KEB -0.0550 0.0719 0.1906 1 0.4249AKS -0.1078 -0.0262 0.0091 0.4249 1

Inverse Matrik Korelasi Rank Spearman untuk LimaVariabel (CR)

SES SPA PER KEB AKSSES 1.0247 0.1093 0.0295 -0.0063 0.1157SPA 0.1093 1.0235 -0.0492 -0.0912 0.0778PER 0.0295 -0.0492 1.0481 -0.2335 0.0916KEB -0.0063 -0.0912 -0.2335 1.2827 -0.5460AKS 0.1157 0.0778 0.0916 -0.5460 1.2457

Page 39: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 4036

Rumusan konseptual dalam Gambar 2 menyatakanbahwa diagram jalur terdiri atas 3 buah substrukturdan melalui substruktur ini koefisien jalur dihitung.Penghitungan koefisien jalur untuk substruktur 1(Gambar 3) adalah:

PPER-SES = (CRSES-SES x rPER-SES)+ (CRSES-SPA x rPER-SPA)= (1.0247 x -0.0359 )+( 0.1093x

0.0682)= 0.0293

PPER-SPA = (CRSPA-SES x rPER-SES)+ (CRSPA-SPA x rPER-

SPA) = 0.0659

Pengaruh variabel lainnya terhadap PER (di luar SESdan SPA) dilambangkan dengan PPER-ε1, dihitungdengan cara

PPER - ε1 = 1-R2PER - SES - SPA

Di mana :

R2 PER - SES - SPA = 0,00635Sehingga PPER-ε1 = 0,997

Setelah semua koefisien jalur pada substruktur inidiketahui, maka langkah berikutnya adalah melihatkeberartian secara statistik nilai koefisien-koefisienjalur tersebut melalui uji signifikansi F sebagaiberikut. Berdasarkan kerangka wacana konseptualsebelumnya, akan dilihat apakah koefisien jalur padasubstruktur 1 ini benar-benar berarti (secara statistik)atau tidak. Oleh karena itu dipasangkan perumusanhipotesis sebagai berikut:

H0 : PPER-SES = PPER-SPA = 0 (artinya koefisien jalurtidak berarti)

H1 : PPER-SES ≠ PPER-SPA ≠ 0

Statistik uji yang digunakan adalah :

Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:

Fa;k;(n-k-1) = F0.05;2;(98-2-1) = 3,11

Karena F < Fa;k;(n-k-1), maka H0 diterima, berarti semuakoefisien jalur pada Substruktur 1 ini tidak berarti.Atau dalam kata lain, variabel SES dan SPA tidakmemiliki pengaruh yang berarti terhadap variabelPER.

Pada substruktur 2 (Gambar 4) tersebut, akan dilihatbagaimana pengaruh variabel SES, SPA, dan PERterhadap variabel KEB. Adapun penghitungankoefisien jalur untuk substruktur 2 ini adalah sebagaiberikut:

PKEB-SES = (CRSES-SES x rKEB-SES)+ (CRSES-SPA x rKEB-SPA)+(CRKEB-PER x rKEB-PER)

= (1.0247 x –0.0550)+( 0.1093x-0.0719)+(-0.2335x0.1906) = -0.0429

PKEB-SPA = (CRSPA-SES x rKEB-SES)+ (CRSPA-SPA x rKEB-

SPA)+ (CRPER-SPA x rKEB-PER)= (0 .1093x–0 .0550 )+(1 .0235x -

0.0719)+(-0.0492x0.1906) = 0.0582PKEB-PER = (CRSPA-PER x rKEB-SES)+ (CRSPA-SES x rKEB-

SPA)+ (CRPER-PER x rKEB-PER) = 0.1946

Pengaruh variabel lainnya terhadap KEB (di luar SES,SPA dan PER), dilambangkan dengan PKEB-ε2, yang

1k

1knF

k

krP xxxx i0i0

rP xxxx i0i0)(

)(

−−

=

1i=

1i=

3036000635012

006350x1298,

).(

).()(=

−−=

Gambar 2. Hubungan kausal antar variabel yang diteliti

SES

SPA

PER

KEB

AK

ε1

ε2

ε3

Gambar 3. Substruktur 1

PPER-SES

PPER- ε1 rSES-SPA

PPER-SPA

SES

SPA

PER

ε1

Page 40: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

37Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso

Pada substruktur 3 (Gambar 5) tersebut akan dihitungsemua koefisien jalur yang memberikan pengaruhterhadap variabel AKS. Penghitungan koefisien jaluruntuk substruktur 3 ini adalah sebagai berikut:

PAKS-SES = (CRSES-SES x rAKS-SES) + (CRSES-SPA x rAKS-SPA) + (CRSES-PER x rAKS-PER) + (CRSES-

KEB x rAKS-KEB) = -0.1157PAKS-SPA =(CRSPA-SPA x rAKS-SPA) + (CRSES-SPA x rAKS-SES)

+ (CRSPA-PER x rAKS-PER) + (CRSPA-KEB x rAKS-

KEB) = -0.0778PAKS-PER = (CRKEB-KEB x rAKS-PER) + (CRPER-KEB x rAKS-KEB)

= -0.0876PAKS-KEB = (CRKEB-KEB x rAKS-PER) + (CRPER-KEB x rAKS-KEB)

= 0.4432

1k

1kn

Fk

1i

k

1i

rP XXXX I0I0

rP XXXX I0I0)(

)(

−−

=

=

=

42910436013

043601398,

),(

),)((=

−−=

dihitung dengan cara :

PKEB-ε2 = 1 - R2KEB-SES-SPA-PER

R2KEB-SES-SPA-PER = PKEB-SESrKEB-SES + PKEB-SPArKEB-SPA

+ PKEB-PERrKEB-PER = 0.0436

Sehingga diketahui PKEB-ε2 = 0.978.

Langkah berikutnya adalah melihat keberartian secarastatistik dari nilai koefisien-koefisien jalur tersebut,atau dengan kata lain melihat apakah variabel SES,SPA dan PER tersebut memiliki pengaruh yang berartiterhadap variabel KEB. Metode pengerjaannya hampirmirip dengan pengerjaan pada substruktur 1, yakni:

H0 : PKEB-SES = PKEB-SPA = PKEB-PER = 0 (artinyakoefisien jalur tidak berarti)

H1 : Sekurang-kurangnya ada satu koefisien jalur yang≠ 0

Statistik uji yang digunakan adalah :Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:

Gambar 4. Substruktur 2

PPERSES

PKEB-SES PKEB-PER PPER-ε1 rSES-SPA

PPER-SPA

PKEB-ε2

PKEB-SPA

SES

SPA

PER

ε1

KEB

ε2

Gambar 5. Substruktur 3

SES

SPA

PER

KEB

AKS

ε1

ε2

ε3

Fa;k;(n-k-1) = F0.05;3;(98-3-1) = 3,1

Karena F < Fa;k;(n-k-1), maka H0 diterima, berarti semuakoefisien jalur pada Substruktur 2 ini tidak berarti.Atau dalam kata lain, variabel SES, SPA dan PER initidak memiliki pengaruh yang berarti terhadapvariabel KEB.

Sedangkan pengaruh variabel lainnya terhadap AKS(diluar SES, SPA dan PER dan KEB), dilambangkandengan PAKS-ε3, yang dihitung dengan cara :

PAKS-ε3 = 1 - R2AKS-KEB-SES-SPA-PER

R2AKS-KEB-SES-SPA-PER = PAKS-SES

rAKS-SES + PAKS-SPA

rAKS-SPA

+ PAKS-PERrAKS-PER + PAKS-KEB

rAKS-KEB = 0.2020

Diperoleh bahwa PAKS-ε3 adalah sebesar 0,8933.

Langkah selanjutnya adalah menguji keberartian darikoefisien-koefisen tersebut dengan cara sepertisebelumnya. Digunakan pasangan hipotesiskonseptual sebagai berikut:

H0 : PAKS-SES=PAKS-SPA=PAKS-PER=PAKS-KEB=0 (koefisienjalur tidak berarti)

H1 : Sekurang-kurangnya ada satu koefisien jalur yang≠ 0

Page 41: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 4038

Statistik uji yang digunakan adalah :

Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:

Fa;k;(n-k-1) = F0.05;3;(98-3-1) = 3,1

Karena F > Fa;k;(n-k-1), maka H0 ditolak, artinya semuakoefisien jalur pada Substruktur 3 ini tidak samadengan nol. Atau dalam kata lain, ada beberapavariabel dari SES, SPA, PER dan KEB ini memilikipengaruh yang berarti terhadap variabel AKS.

Karena hasil uji keberartian koefisien jalur padasubstruktur 3 ini menunjukkan hasil yang signifikan,maka selanjutnya adalah mencari koefisien jalurmana yang sebenarnya tidak sama dengan nol.Langkah yang disarankan adalah dengan melakukanuji individu terhadap semua koefisien jalur padasubstruktur 3 ini, dengan cara sebagai berikut:

Pengujian koefisien jalur SES ke AKS atau PAKS-SESDigunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

H0 : PAKS-SES = 0 (artinya koefisien jalur tidak berarti)H1 : PAKS-SES ≠ 0 (artinya koefisien jalur berarti)

Statistik uji yang digunakan adalah :

Kemudian nilai t tersebut dibandingkan dengan tabelt untuk t(1-α);93 , yang diperoleh untuk t(1-0.05);93=1,989. Aturan keputusan : terima H0 jika t-hitungberada dalam interval –1,989 <t-hitung< 1,989.Karena t-hitung berada dalam interval –1,989 <t-hitung< 1,989 maka H0 diterima. Atau dengan katalain koefisien jalur PAKS-SES bernilai nol atau tidakberarti.

Pengujian koefisien jalur SPA ke AKS atau PAKS-SPADigunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

H0 : PAKS-SPA = 0 (artinya koefisien jalur tidak berarti)H1 : PAKS-SPA = ≠ 0 (artinya koefisien jalur berarti)

Statistik uji yang digunakan adalah :

Kemudian nilai t tersebut dibandingkan dengan tabelt untuk t(1-α);93, yang diperoleh untuk t(1-0.05);93 =1,989. Dengan aturan keputusan : terima H0 jika t-hitung berada dalam interval –1,989 <t-hitung<1,989. Karena t-hitung berada dalam interval –1,989<t-hitung< 1,989 maka H0 diterima. Atau dengankata lain koefisien jalur PAKS-SPA bernilai nol atautidak berarti.

Pengujian koefisien jalur PER ke AKS atau PAKS-PERDigunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

H0 : PAKS-PER =0 (artinya koefisien jalur tidakberarti)

H1 : PAKS-PER =≠ 0 (artinya koefisien jalur berarti)

Statistik uji yang digunakan adalah :

Dari hasil perbandingan dengan tabel t untuk t(1-α);93,maka t-hitung berada dalam interval –1,989 <t-hitung< 1,989 sehingga H0 diterima. Atau dengankata lain koefisien jalur PAKS-PER bernilai nol atau tidakberarti.

Pengujian koefisien jalur KEB ke AKS atau PAKS-KEBDigunakan pasangan hipotesis sebagai berikut :

H0 : PAKS-KEB =0 (artinya koefisien jalur tidakberarti)

H1 : PAKS-KEB = ≠ 0 (artinya koefisien jalur berarti)

77 11 2020 0 1 4

2020 0 1 4 98

r P 1 k

r P 1 k n F

k

1 i x x x x

k

1 i x x x x

i 0 i 0

i 0 i 0 ,

) . ( ) . )( (

) (

) ( =

− − −

= −

− − =

=

=

1kn

CRR1

Pt

SESSES2

KEBPERSPASESAKS

SESAKS1

)(

))((

−−

−=

−−−−−

10551

1498

0247120200111570

.

)(

).)(.(

.−=

−−

−=

1kn

CRR1

Pt

SPASPA2

KEBPERSPASESAKS

SPAAKS2

)(

))((

−−

−=

−−−−−

74360

1498

02351202001

07780.

)(

).)(.(

.−=

−−

−=

1kn

CRR1

Pt

PERPER2

KEBPERSPASESAKS

PERAKS3

)(

))((

−−

−=

−−−−−

92360

1498

04811202001

08760.

)(

).)(.(

.−=

−−

−=

Page 42: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

39Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso

Statistik uji yang digunakan adalah :

Dari hasil perbandingan dengan tabel t untuk t(1-a);93,maka t-hitung berada diluar interval –1,989 <t-hitung< 1,989 sehingga H0 ditolak. Atau dengankata lain koefisien jalur PAKS-KEB bernilai tidak nolatau berarti.

4.3.2 Analisis

Wacana konseptual yang diajukan pada penelitianini tidak seluruhnya dapat dibuktikan. Namunsetidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,yakni:

a) Variabel SES dan variabel SPA memilikihubungan korelasi sebesar –0,1053, namuntidak signifikan. Artinya tidak terdapat buktiyang cukup adanya hubungan korelasionalantara keduanya.

b) SES dan SPA tidak memiliki hubungan pengaruhyang signifikan terhadap PER, baik secarasendiri-sendiri maupun bersama-sama.

c) Variabel SES, SPA dan PER tidak memilikipengaruh yang berarti terhadap KEB, baik secarasendiri-sendiri maupun bersama-sama.

d) Variabel SES, SPA, dan PER tidak memilikipengaruh yang signifikan terhadap AKS baiksecara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,kecuali variabel KEB sendiri dengan besarpengaruh yang sebesar 19,6%.

Dari hasil analisis pada substruktur 1 dan substruktur2 di atas diketahui tidak ada koefisien jalur yangsignifikan secara statistik. Atau dengan kata umum,dapat dikatakan bahwa pada penelitian polatransformasi tenaga kerja sektor pertambangan padamasa memasuki pascatambang ini tidak terdapatbukti yang cukup dilatarbelakangi oleh variabel SES,SPA dan PER, karena tidak ada hubungan pengaruhyang signifikan dari SES, SPA, dan PER terhadap AKS.Selain itu, juga tidak terdapat bukti yang memadai(secara statistik) bahwa PER dipengaruhi oleh SES,SPA dan KEB. Sementara itu, KEB tidak dipengaruhi

oleh SES, SPA dan PER. Kedua hal ini dapatditunjukkan dengan adanya pengaruh residu masing-masing yang sangat besar, yakni masing-masing untukPER adalah sebesar 99,4% dan untuk KEB adalahsebesar 95,6%. Dalam kasus ini, ternyata faktorkewilayahan tidak memiliki pengaruh terhadapkondisi sosial ekonomi pekerja. Begitu pula, faktorkewilayahan, sosial ekonomi, dan persepsi pekerjatidak memiliki pengaruh terhadap kebutuhan alihkerja para pekerja UBP Bauksit Kijang. Dalam prosestransformasi sektoral, mereka justru hanyamengandalkan berbagai macam kebutuhan yangdiperlukan dalam proses alih kerja tersebut.

Dari hasil pengujian, hanya variabel KEB saja yangmemiliki cukup bukti dalam mempengaruhi AKS.Besar pengaruhnya secara langsung adalah sebesar19,64%. Ini menjelaskan bahwa pergeseran pekerjaUBP Bauksit Kijang ke Sektor Pertambangan lainnya(bukan bauksit) dan sektor non-tambang hanyadipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan yangdiperlukan pada saat pascatambang, seperti: modal,pendidikan, peralatan dan lainnya. Hal inimenunjukkan bahwa keahlian di sektor pertambanganmasih belum menjadi jaminan para pekerja UBPBauksit Kijang dalam pola alih kerjanya ke sektornon-tambang, atau masih membutuhkan tambahanpendidikan keahlian dan peralatan. Sementara itu,faktor-faktor sosial ekonomi, sosial spasial danpersepsi mereka tidak memiliki pengaruh sama sekali.Masalah ini muncul karena dilatarbelakangi olehbeberapa faktor, antara lain: banyak pekerja yang akankembali ke daerah asalnya (di luar Pulau Bintan),penghasilan sektor non-tambang kurang menjanjikan,kecenderungan alih kerja ke Sektor Jasa danPerdagangan yang tidak didukung faktor wilayah(spasial) dan lainnya.

5. KESIMPULAN

Dari hasil kajian diperoleh hasil pola alih kerja danlatar belakang proses transformasi pekerja UBPBauksit Kijang pada masa memasuki pascatambang.

1) Pola alih kerja cenderung ke arah bidangwiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan) sebesar55,1% dan Sektor Sektor Industri (30,6%).

2) Pergeseran pekerja ke Sektor Jasa dan Perdaganganmenunjukkan perubahan peranan sektor ini yangmemiliki kontribusi terbesar di KabupatenKepulauan Riau.

1kn

CRR1

Pt

KEBKEB2

KEBPERSPASESAKS

KEBAKS4

)(

))((

−−

−=

−−−−−

7863

1498

28271202001

44320.

)(

).)(.(

.=

−−

−=

Page 43: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 4040

3) Pergeseran pekerja ke Sektor Industri lebih banyakdidasari oleh keterkaitan secara keahlianmemiliki kesamaan dengan Sektor Pertambangan.

4) Latar belakang proses transformasi pekerja UBPBauksit Kijang tidak dipengaruhi oleh faktor -faktor sosial ekonomi, sosial spasial dan persepsiterhadap sektor non-tambang. Faktor - faktor yangberpengaruh adalah : modal kerja, pendidikan,peralatan dan faktor lain untuk dapat siap kerjadi luar tambang bauksit.

Sementara itu, latar belakang proses transformasipekerja UBP bauksit Kijang tidak dipengaruhi olehfaktor-faktor sosial ekonomi, sosial spasial danpersepsi mereka terhadap sektor non-tambang. Justru,dalam proses transformasi sektoral tersebut hanyadipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan yangdiperlukan pada saat pascatambang, seperti: modal,pendidikan, peralatan dan lainnya. Faktor wilayah(sumber daya alam), sosial ekonomi dan persepsipekerja terhadap sektor non-tambang bagi tenagakerja UBP Bauksit Kijang tidak menjadi penentudalam menyelesaikan pola alih kerja dan prosestransformasi pekerja secara sektoral. Tetapi merekamasih memerlukan berbagai kebutuhan dalam alihkerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa keahlian disektor pertambangan masih belum menjadi jaminanbagi para pekerja UBP Bauksit Kijang dalam polaalih kerjanya ke sektor non-tambang, masihmembutuhkan pendidikan keahlian dan peralatan.Masalah ini muncul karena beberapa faktor, antaralain: banyak pekerja yang akan kembali ke daerahasalnya (di luar Pulau Bintan), secara sosial ekonomimereka termasuk di atas rata-rata pendudukKabupaten Kepulauan Riau, sementara itupenghasilan sektor non-tambang kurang menjanjikan,kecenderungan alih kerja ke Sektor Jasa danPerdagangan merupakan sektor unggulan yang tidakdidukung faktor wilayah (sumber daya alam) danlainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Riau2000, Kabupaten Kepulauan Riau dalam Angka1999, Tanjung Pinang.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Riau2000, Monografi Kecamatan di KabupatenKepulauan Riau Tahun 2000, Tanjung Pinang.

Bappeda Kabupaten Kepulauan Riau dan PusatPenelitian Sosial Ekonomi Universitas Riau1999, Rencana Pembangunan Lima Tahun1999/2000-2003/2004 Kabupaten Dati IIKepulauan Riau. Tanjung Pinang.

Hair, J.F. 1992, Multivariate Data Analysis. Max-well Mac Millan.

PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. dan PT. Bita BinaSemesta 2000, Studi Persiapan PemanfaatanAset-aset PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. diPulau Bintan, Jakarta.

Purnama, D. dkk. 2000, Menanam Harapan di BumiRiau, Badan Koordinasi Penanaman ModalDaerah, Pekanbaru.

Rachbini, Didik J. 1989, “Dilema TransformasiKetenagakerjaan”, Prisma No. 5 Tahun XVIII,1989, LP3ES, Jakarta.

Sigit, Hananto 1989, “Transformasi Tenaga Kerja diIndonesia Selama Pelita”, Prisma No. 5 TahunXVIII, 1989, LP3ES, Jakarta.

UBP Bauksit Kijang PT. Aneka Tambang (Persero)Tbk. 2001, Program Penutupan danPascatambang UBP Bauksit Kijang, BahanPresentasi pada DPRD dan PemerintahKabupaten Kepulauan Riau. Kijang.

Page 44: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

41Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno

ANALISIS JALUR TRANSPORTASI BATU BARA UNTUKINDUSTRI TEKSTIL DI KOTA/KABUPATEN BANDUNG

TRISWAN SUSENO

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraJalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373e-mail: [email protected]

SARI

Meningkatnya kepadatan lalu lintas jalur Cirebon-Sumedang-Bandung dan longsor adalah kendala yang dapatmenghambat pengiriman batu bara dari pemasok (Cirebon) ke penggunanya (industri tekstil) di Bandung.Dalam upaya menjamin kelancaran pemasokan-kebutuhan batu bara dari Cirebon ke Bandung, telah dilakukanpengkajian terhadap 5 jalur alternatif transportasi batu bara untuk dikaji kelayakannya baik dari segi fisik jalanmaupun biaya pengiriman. Berdasarkan hasil kajian tersebut, ternyata dari 5 jalur alternatif hanya 3 jalur yanglayak digunakan untuk mengirim batu bara ke industri tekstil di Bandung, yaitu jalur Cirebon-Cikampek-Bandung dengan biaya Rp. 55.000,00 per ton-km, jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong denganbiaya Rp. 81.000,00 per ton-km dan jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung dengan biaya Rp. 40.000,00per ton-km.

ABSTRACT

A lot of textile industries in the Bandung area have been using coal to substitute fuel oil for their burners. Thecoal is supplied by suppliers located at Cirebon which transport the coal by the dump trucks from theirstockyards at Cirebon to the textile’s stockyards in Bandung area. Until now, the coal transportation passes theconventional line of Cirebon-Sumedang-Bandung, but this line is very crowded and threatened with landslidesat two points, Cadas Pangeran and Nyalindung. To maintain sustainable coal supply, a study on fivealternatives of coal transportation lines has been done to decide the most feasible line. Based on this study,besides the conventional line there are three feasible alternative lines that could be suggested : Cirebon-Cikampek-Bandung line with cost of Rp 55,000.- per ton-km, Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong-Bandung line with cost of Rp 81,000.- per ton-km, and Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung line with costof Rp 40,000.- per ton-km.

Keywords : coal transportation, conventional line, alternative line

1. PENDAHULUAN

Di wilayah Bandung terdapat lebih dari 300perusahaan tekstil yang tersebar di dua wilayah, yaitudi Kota dan Kabupaten Bandung. Di KabupatenBandung industri tekstil terkonsentrasi di tigawilayah, yaitu wilayah timur (sepanjang JalanCileunyi–Cicalengka), Leuwigajah dan wilayahtengah (sepanjang Jalan Mohammad Toha–Dayeuhkolot–Majalaya), dan wilayah barat (sekitar

Nanjung dan Padalarang). Untuk wilayah KotaBandung penyebaran industri tekstil berbeda denganpenyebaran dengan Kabupaten Bandung. Di KotaBandung, penyebarannya cenderung tidakterkonsentrasi dalam satu sentra.

Sebagian besar bahan bakar yang digunakan untukboiler industri tekstil adalah bahan bakar minyak(solar atau residu) dan hanya sebagian kecilperusahaan yang sudah menggunakan batu bara

Page 45: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 4742

sebagai bahan bakar pada boiler. Berdasarkan datayang diperoleh dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia(API) Bandung, pada tahun 2003 di wilayah Bandungtercatat ada sebanyak 18 perusahaan yang telahmenggunakan batu bara dengan kebutuhan sebesar274.163 ton. Hingga tahun 2004, bertambahsebanyak 20 perusahaan tekstil yang menggunakanbatu bara sebagai bahan bakar untuk boilernya.Pemakaian batu bara hingga bulan Juni tahun 2004tercatat sebesar 245.364 ton (Asosiasi PertekstilanIndonesia, 2004). Tercatat 7 perusahaan yang pal-ing banyak menggunakan batu bara yaitu PT.Kahatex, PT. Panasia Filamen Inti, PT. Ayoe Taihotex,PT. Bintang Agung, PT. Central Georgete Nusantara,Dewasuteratex dan PT. Trisulatex (Dinas TenagaKerja Kota dan Kabupaten Bandung, 2004).

Untuk saat ini, pemasokan batu bara ke beberapaindustri tekstil masih tampak lancar. Akan tetapi,apabila seluruh perusahaan tekstil di Kota/KabupatenBandung telah menggunakan batu bara, makakelancaran pemasokan batu bara harus tetap terjagaketersediaannya. Selain jaminan pemasokan batubara, sarana transportasi seperti jalan dan kendaraansangat mempengaruhi kelancaran pengiriman batubara di masa mendatang sehingga penanggulangansarana transportasi harus dilakukan sejak dini. Olehkarena itu, penulis akan mencoba melakukanpengkajian/simulasi terhadap berbagai kemungkinanjalur transportasi pengiriman batu bara dari lokasipemasokan (Cirebon) ke lokasi pemakai (industritekstil) di Kota dan Kabupaten Bandung. Model inidapat dijadikan sebagai pedoman bagi pemerintahdaerah dalam mengurangi tingkat kepadatan lalulintas akibat bertambahnya kebutuhan batu barauntuk industri tekstil di daerah ini.

2. DATA DAN MODEL ANALISIS

Untuk mengetahui jalur transportasi yang akanmenjadi alternatif pengiriman batu bara dari Cirebonke Bandung, penulis menelusuri 5 jalur transportasiyang mungkin dapat dilalui. Data/informasi yangberkaitan dengan perusahaan pemasok di Cirebon dankeberadaan perusahaan tekstil di Bandung diperolehdengan cara melalukan penelitian (survai) ke lokasitersebut. Data sekunder diperoleh dari Dinas TenagaKerja Kota/Kabupaten Bandung, Dinas Perindustriandan Perdagangan dan Asosiasi Pertekstilan Indone-sia Propinsi Jawa Barat. Model yang digunakan untukmenganalisis jalur alternatif adalah Model Jaringan(Gaspersz, 1990).

3. PEMASOKAN-KEBUTUHAN BATU BARA CIREBON-BANDUNG

3.1 Pemasok Batu Bara

Pemasokan batu bara dimulai dari produsen batubara yang mengoperasikan tambangnya di lokasi-lokasi penambangan di Kalimantan Selatan, sepertiPT. Arutmin, PT. Adaro dan Koperasi Unit Desa, diKalimantan Selatan dengan kualitas yang diterimadi lokasi pemakai berkisar antara 5400-6600 kkal/kg(Sudarto, 2004). Melalui kontrak pembelian yangtelah disetujui sebelumnya, batu bara hasilpenambangan ini dikirim ke lokasi yang telahditentukan oleh para pembeli. Untuk pembeli yangberlokasi di Cirebon maka tujuan pengirimannyaadalah pelabuhan Cirebon.

Batu bara yang dihasilkan dari tambang, diangkutdengan truk ataupun ban berjalan (belt coveyor)menuju terminal batu bara di pelabuhan. Di termi-nal tersebut batu bara akan ditimbun sementarauntuk menunggu dikirim ke lokasi pembeli. Padasaat akan dikirim ke lokasi pembeli, batu baratersebut dimuat ke atas tongkang untuk diangkutmenuju pelabuhan Cirebon. Tongkang yangdigunakan mempunyai kapasitas angkut yangbervariasi antara 5000 MT - 8000 MT. Setelahtongkang tersebut bersandar di dermaga pelabuhanCirebon, muatan batu bara dibongkar dan diangkutmenuju stockyard yang dimiliki oleh para pembeli.Secara keseluruhan jumlah batu bara yang diterimaoleh pelabuhan Cirebon mencapai 150.000 ton perbulan.

Pengiriman dengan tongkang biasanya dilakukandengan menggunakan jasa perusahaan angkutan lautyang dibiayai oleh pembeli. Hal ini dilakukan karenaperusahaan tambang biasanya hanya menyediakanlayanan pemuatan ke atas tongkang saja (Free onBoard). Demikian pula pembongkaran muatan batubara dari atas tongkang dan pengangkutannya menujustockyard dibiayai oleh pembeli.

Setelah batu bara tersebut berada di stockyard, barukemudian didistribusikan ke para konsumen, yaituindustri-industri tekstil di wilayah Jawa Barat danwilayah lainnya.

Untuk industri tekstil di wilayah Jawa Barat, pasokanbatu bara dilakukan oleh pembeli yang berlokasi diCirebon. Sebagian pembeli juga bertindak/merangkapsebagai pemasok (supplier) bagi pabrik-pabrik tekstil

Page 46: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

43Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno

di wilayah Bandung, Cimahi, Purwakarta, danwilayah Jawa Tengah. Oleh karena itu, pemasoktersebut membangun lokasi penyimpanan (stockyard)yang berlokasi tidak jauh dari pelabuhan, yaitu ditepi jalan raya Losari dengan kapasitas yang bervariasiantara 3.000–5.000 ton. Di samping itu, lokasitersebut berdekatan dengan gerbang tol Kancisehingga mempermudah pengiriman batu bara keluar daerah. Di lokasi ini, tercatat 8 buah pemasokberada di sebelah timur tol Kanci dan 2 buahpemasok di sebelah baratnya. Di samping itu,terdapat 4 buah pemasok lain yang memilih stock-yard yang berlokasi di pelabuhan Cirebon. Namadan lokasi para pemasoknya tertera pada Tabel 1.

Sebagian besar perusahaan tekstil membeli batu barasecara langsung ke agen-agen penyedia batu bara diwilayah Cirebon, harganya berkisar antaraRp.300.000– Rp.400.000 per ton sampai di tempattujuan.

Secara keseluruhan jumlah stockyard di Cirebonmencapai 14 buah dengan kapasitas setiap stockyardberkisar antara 3000-5000 ton. Kalau kapasitas rata-ratanya adalah 4000 ton, maka jumlah kapasitasstockyard Cirebon akan mencapai 46.000 ton. Disisi lain, konsumsi batu bara oleh pabrik tekstil rata-rata mencapai 1.372 ton per hari atau 41.160 tonper bulan. Angka ini lebih rendah dari konsumsi batubara oleh pabrik tekstil di wilayah Bandung yangtercatat di Pelabuhan Cirebon, yaitu 45.000 ton perbulan. Selisih yang terjadi sebagai akibat dari adanyapenimbunan batu bara di beberapa pabrik tekstilsebagai cadangan pada musim hujan. Namundemikian selain pabrik tekstil juga terdapat konsumenlain, di antaranya adalah : pabrik semen, pabrik kertas,pabrik ban, dan industri peleburan baja. Besarkonsumsi tiap pabrik tersebut tertera pada Tabel 2.

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh stockyardbatu bara adalah kebisingan dan debu di lokasi

Tabel 1. Pemasok batu bara dan lokasi Stock Yard

No Nama pemasok Lokasi

1 Ad Coal Sebelah timur tol Kanci2 Dharma Jaya Putra Sebelah timur tol Kanci3 Berdikari Inti Mandiri Sebelah timur tol Kanci4 Puskopad Sebelah timur tol Kanci5 Berkala Sebelah timur tol Kanci6 Dharma Jaya Putra Sebelah timur tol Kanci7 Bandung Ekspres Lestari Sebelah barat tol Kanci8 Terminal Batu bara Indah (TBI) Pelabuhan Cirebon9 Berdiri Inti Mandiri (BIM) Pelabuhan Cirebon10 Budi Usaha Makmur (BUM) Pelabuhan Cirebon11 Sentral Batu bara Jawa Pelabuhan Cirebon

Sumber : Berdasarkan hasil survai

Tabel 2. Distribusi batu bara dari Stock Yard Cirebon

No Konsumen Jumlah (ton/bln)

1 Pabrik Tekstil Bandung dan sekitarnya 45.0002 Pabrik Tekstil Batang, Pekalongan 6.0003 Pabrik Semen Palimanan 50.0004 Pabrik Semen Cibinong dan Cilacap 30.0005 Pabrik lain-lain (ban, kertas, peleburan, dll) 19.000

Jumlah 150.000

Sumber : Sudarto, PT. Terminal Batu bara Indah, 2004, Cirebon

Page 47: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 4744

bersangkutan dan sekitarnya. Kebisingan berasal darideru mesin-mesin alat berat seperti buldoser, loader,dan backhoe yang sedang bekerja mengumpulkan danmemuat batu bara. Di samping itu, kebisingan jugaberasal dari deru mesin-mesin truk pengangkut batubara yang kesemuanya bermesin diesel dengankapasitas di atas 20 ton.

Debu batu bara berasal dari butiran batu baraberukuran halus, 60 – 100 mesh. Selain berukuranhalus, debu ini juga ringan sehingga sangat mudahterbawa angin. Untuk mengurangi debu yangbeterbangan, maka dilakukan penyemprotan air padastockpile maupun halaman stockyard pada periodetertentu. Upaya lain adalah memasang dinding yangtinggi sekitar 3-4 meter di sekeliling stockyard untukmengurangi terpaan angin yang bertiup kencang.

Penyemprotan air selain bermanfaat bagipengurangan debu yang berterbangan juga bergunauntuk menurunkan suhu stockpile. Intensitaspemanasan yang berlebihan yang bersumber dari teriksinar matahari dapat berakibat meningkatnya suhustockpile, sehingga beresiko terjadi swa bakar (selfcombustion) pada stockpile tersebut. Swabakartersebut adalah reaksi oksidasi yang berlangsungsecara alami pada batu bara, biasanya untuk batubara peringkat rendah, sehingga batu bara tersebutmenjadi terbakar.

3.2 Pemakai Batu bara

Selama ini, pabrik tekstil yang mengoperasikan boilerdi wilayah Bandung memiliki cadangan batu barauntuk operasi selama 4 – 8 hari, terutama padamusim hujan. Meskipun boiler tekstil di wilayahBandung dan sekitarnya mengkonsumsi batu barasebesar 41.160 ton per bulan (Dinas Tenaga KerjaKota Bandung, 2004), belum ada pemasok yangmembangun stockyardnya di Bandung. Dengandemikian, seluruh boiler di wilayah ini sangatbergantung pada pasokan batu bara dari para pemasokdi Cirebon. Apabila terjadi gangguan terhadappasokan tersebut sehingga pasokannya terhentiselama 8 hari atau lebih, maka operasi semua boilerbatu bara tersebut akan terancam berhenti.

Pasokan dari tambang sering mengalamiketerlambatan pada musim hujan antara bulanOktober sampai Januari, terutama tambang berskalakecil yang dikelola oleh koperasi setempat. Gangguanhujan tersebut berpengaruh langsung terhadap tingkatproduksi batu bara, baik dalam operasi penggalianmaupun pengangkutannya di daerah tambang.

Kemungkinan lainnya adalah terjadinya gangguanpada jalur pengangkutan batu bara dari tambang kepembeli di Cirebon, ke pemasok, hingga kekonsumen. Gelombang laut yang besar pada musimhujan, merupakan penghambat perjalanan tongkangbatu bara menuju Cirebon. Di samping itu, gangguankeamanan yang pernah terjadi di lokasi stockyardCirebon sebagai akibat dari konflik/benturankepentingan dengan masyarakat setempat sertasemakin padatnya jalur lalulintas Cirebon-Bandungmerupakan faktor tambahan bagi keterlambatanpasokan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi resikogangguan pasokan dapat dilakukan melaluipeningkatan cadangan dan pembangunan stockyarddi wilayah Bandung dan sekitarnya. Stockyardtersebut harus mampu memasok semua konsumennyadi wilayah Bandung dan sekitarnya. Keterlambatanpasokan dari lokasi tambang ke pelabuhan Cirebonpada musim hujan sekitar 2 minggu. Dengandemikian, cadangan di stockyard Bandung harusmampu menopang operasi boiler minimal selama 2minggu. Jumlah minimal cadangan batu bara distockyard tersebut adalah 14 x 1372 ton = 19.208ton.

Pada umumnya industri tekstil yang telahmemanfaatkan batu bara tidak terlepas darikekhawatiran mengenai pemasokan batu bara danmasalah lingkungan. Berkaitan dengan masalahlingkungan adalah abu dasar (bottom ash) dari hasilpembakaran batu bara. Perusahaan mengalamikesulitan untuk membuang abu batu bara tersebutmengingat tidak tersedianya lokasi-lokasi tempatpembuangan.

Jika di masa mendatang semua industri tekstil diBandung menggunakan batu bara, maka bukan tidakmungkin akan menimbulkan permasalahan dalampemasokan batu bara dan juga transportasinya.

4. PENGANGKUTAN BATU BARA

Dalam pengangkutan batu bara dari tambang sampaike konsumen diterapkan moda transportasi yangberagam, yaitu transportasi darat dan laut. Berikutadalah moda transportasi yang sedang diterapkanuntuk memasok batu bara dari tambang di KalimantanSelatan sampai di stockyard pabrik tekstil diBandung.

Dalam bagian ini akan dibahas pengangkutan batubara dari stockyard Cirebon sampai stockyard diBandung, sesuai dengan ruang lingkup kajian. Moda

Page 48: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

45Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno

transportasi seperti tertera pada Tabel 3 adalah modatransportasi yang sedang dan telah diterapkan padasaat ini. Dengan moda tersebut, jalur transportasidari Cirebon menuju Bandung dilakukan dengan trukmelalui jalan raya. Kepadatan lalu lintas sepanjangjalan raya menyebabkan truk pengangkut batu baramemerlukan waktu sekitar 6 jam untuk menempuhjalur Cirebon-Sumedang-Bandung.

Jarak tempuh truk adalah 128 km sehingga kecepatanrata-ratanya adalah 21,3 km/jam. Dalam transportasiini, gangguan yang sering terjadi adalah terjadinyakemacetan lalu lintas dan tanah longsor. Kepadatanlalu lintas pada jalur tersebut cenderung terusmeningkat seiring meningkatnya kegiatan ekonomidi wilayah Bandung-Cirebon dan sekitarnya. Olehkarena itu, kecepatan pengangkutan rata-rata terancammenurun dari 21,3 km/jam pada tahun-tahunmendatang. Jalur Cirebon – Bandung menelusuripinggang pebukitan, sehingga jalan yang dibangunsempit dan berkelok-kelok. Kondisi morfologis yangdemikian sangat menyulitkan pemerintah setempatuntuk meningkatkan dan melebarkan jalan raya yangada. Di samping itu, lereng pebukitan yang curamdan tersusun oleh material lepas sangat rawanlongsor. Daerah Nyalindung (Kecamatan Paseh) danCadas Pangeran (Kecamatan Rancakalong) diSumedang merupakan titik-titik rawan longsor,terutama pada musim hujan. Titik tersebut merupakanpotensi gangguan terhadap pasokan batu bara keBandung dan sekitarnya. Pada saat terjadi longsor dititik-titik tersebut, maka jalur transportasi ke dua arahtertutup sehingga menghambat pasokan sampai jalurnormal kembali.

5. ANALISIS JALUR ALTERNATIFTRANSPORTASI BATU BARA

Dengan semakin padatnya jalur transportasi Cirebon,Sumedang, Bandung menyebabkan truk pengangkutbatu bara mengalami kesulitan dalam pengirimannya.Oleh karena itu, dicari beberapa jalur alternatif untukmenentukan jalur yang paling sesuai untuk dilalui :

1) Jalur Cirebon-Sumedang-Jalan Cagak-Bandung

Panjang jalur ini 156 km melalui daerah pegunungansehingga jalan yang dilalui berkelok-kelok, penuhtanjakan dan turunan. Meskipun demikian, jalur dariCirebon sampai Jalan Cagak dapat dilalui oleh truktronton pengangkut batu bara dengan mudah. Masalahterbesar adalah jalur Jalan Cagak sampai Bandung,karena jalur ini harus melalui tanjakan Emen, yaitutanjakan terpanjang dan tertinggi yang membentangdari Ciater sampai simpang tiga ke arah TangkubanPerahu. Truk tronton dengan muatan penuh 25 tonbatu bara tidak akan mampu melalui tanjakan ini.Oleh karena itu, jalur alternatif ini tidak dapat dipilihuntuk menggantikan jalur yang telah ada.

2) Jalur Cirebon-Indramayu-Pamanukan-Subang-Bandung

Panjang jalur ini 207 km, jauh lebih panjang darijalur alternatif sebelumya. Jalur dari Cirebon–Indramayu–Pamanukan merupakan bagian dari jalurpantura, sehingga jalannya relatif datar dan luas.Demikian pula jalur dari Pamanukan–Subang relatifdatar sehingga tronton dengan mudah melaluinya.Namun karena jalur yang tersisa yaitu Subang–Bandung harus melalui tanjakan Emen, maka trontonbermuatan penuh batu bara tidak akan mampumelewatinya. Dengan demikian, jalur alternatif initidak layak untuk dipilih untuk menggantikan jaluryang telah ada.

3) Jalur Cirebon-Cikampek-Bandung

Jalur ini jauh lebih panjang dari jalur yang telahada, yaitu 231 km. Pada jalur ini pengangkutan batubara tidak menggunakan truk tronton, namunmenggunakan kereta api. Alternatif ini dimunculkan,karena selama ini telah tersedia jaringan rel keretaapi antara Cirebon–Cikampek–Bandung. Bila jalurini dapat digunakan, maka pengangkutan batu baraakan menjadi lebih mudah. Pengangkutan batu baradapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: batubara dari tongkang dibongkar ke atas truk, selanjutnya

Tabel 3. Moda transportasi pemasokan batu bara

Jalur transportasi Moda transportasi Keterangan

1. Tambang - Pelabuhan Tambang Darat, truk, belt conveyor -2. Pelabuhan Tambang – Pelabuhan Cirebon Laut, kapal/tongkang -3. Pelabuhan Cirebon - Stockyard Cirebon Darat, jalan raya, truk Stockyard pelabuhan dan losari4. Stockyard Cirebon - Stockyard Bandung Darat, jalan raya, truk 128 km lewat Sumedang

Page 49: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 4746

truk bergerak menuju stasiun kereta api di pelabuhan.Batu bara dari atas truk dipindahkan ke atas gerbong,selanjutnya diangkut ke Bandung melalui Cikampek.Stasiun batu bara yang dipilih di Bandung adalahstasiun Gedebage.Biaya pengiriman batu bara denganmenggunakan kereta api melalui Cikampek sebesarRp. 55.000,00 per ton.

4) Jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong

Jalur ini merupakan jalur transportasi terpanjangdengan menggunakan truk, yaitu 230 km melaluijalur selatan. Jalur yang dilalui adalah dari Cirebonmenuju Cikijing (Kab. Kuningan), terus ke arahKawali (Kab. Ciamis) dan menuju ke Kota Ciamissehingga menembus jalur selatan Jawa. Selanjutnyamengikuti jalur selatan ini menuju ke Bandung.

Selain panjang, jalur ini juga melewati daerahpebukitan dengan banyak kelokan dan tanjakan,terutama di daerah Panawangan (Kab. Ciamis),Malangbong (Kab. Garut), dan Nagreg (Kab.Bandung). Oleh karena itu waktu yang diperlukanmenjadi lebih besar dari jalur Cirebon-Sumedang-Bandung yang panjangnya sekitar 128 km denganwaktu tempuh 6 jam. Tranportasi lewat jalur selatanakan memerlukan waktu tempuh antara 10–12 jam,sehingga konsekuensi penggunaan jalur ini adalahmeningkatnya waktu tempuh antara 4-6 jam danbiaya transportasi. Dengan demikian, biayatransportasi batu bara lewat jalur ini menjadi sekitarRp 81.000,-/ton.

Harga batu bara melalui jalur Selatan ini menjadiberkisar antara Rp. 300.000 - Rp 450.000 per ton,namun demikian harga ini masih tetap lebihekonomis daripada harga BBM untuk operasi boilertekstil.

5) Jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung

Analisis pada jalur ini didasarkan pada asumsi bahwarencana pembangunan jalan tol Cileunyi–Cimalakadapat segera diwujudkan. Oleh karena itu denganmelalui jalur ini, truk pengangkut batu bara dapatmemperkecil jarak angkut dari 128 km menjadi113 km. Selain menghemat waktu dan jarak angkut,jalur ini tidak melewati dua titik rawan longsor diSumedang, yaitu Cadas Pangeran dan Nyalindung.Di samping itu, juga tidak dijumpai tanjakan-tanjakan yang panjang dan tinggi, seperti Malangbongdan Emen, sehingga biaya transportasi batu baralewat jalur ini menjadi sekitar Rp 40.000,-/ton.

Dari ke lima jalur alternatif tersebut, ternyata hanyaada 3 jalur yang layak sebagai jalur transportasipengiriman batu bara, yaitu Jalur Cirebon-Cikampek-Bandung, jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong dan jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung.

6. PENUTUP

Proses penyediaan dan pemanfaatan batu bara untukboiler dalam industri tekstil di Propinsi Jawa Barat,bukanlah suatu hal yang mudah dan sederhana,sehingga memerlukan penanganan yang khususmengingat berbagai hal yang dapat menimbulkanpermasalahan. Berdasarkan hasil analisis di lapangan,terdapat beberapa permasalahan yang mungkintimbul mulai dari pemesanan hingga pengirimannya,antara lain :

- Kedatangan batu bara di Pelabuhan Cirebon,akan menyebabkan terjadinya pembongkaranbatu bara. Jika telah banyak batu bara yangdibutuhkan, maka bukan tidak mungkin kapalpengangkut batu bara (tongkang) akan semakinbanyak jumlahnya merapat di pelabuhan ini.Akibat dari peristiwa ini akan menyebabkanantrian dari tongkang-tongkang yang akanmelakukan pembongkaran. Untuk menanggulangikemungkinan tersebut, maka sebaiknya instansiyang terkait meningkatkan kapasitas bongkar danmeningkatkan kapasitas sandar pelabuhan.

- Terbatasnya jalur transportasi pengiriman batubara menyebabkan kemacetan/tingkat kepadatanlalu lintas yang cukup tinggi. Penanganannyaadalah dengan menyediakan jalur-jalur alternatifyang dapat memperlancar pengiriman batu bara.Konsekuensi yang dihadapi adalah bertambahnyabiaya pengangkutan.

- Keterbatasan lahan penyediaan batu bara disetiap perusahaan tekstil menyebabkanperusahaan mengalami kesulitan dalampenyimpanannya. Salah satu alternatifpenanggulannya adalah dengan membuat ataumendirikan sentra-sentra penyediaan batu barayang berdekatan dengan lokasi penyebaranindustri tekstil.

- Meningkatnya permintaan batu bara akanmenyebabkan kesulitan dalam penyimpanannya.Penanggulannya adalah dengan menentukanlahan penyimpanan yang sesuai dengan lokasi

Page 50: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

47Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno

penyebaran industri tekstil berdasarkan luas,lokasi serta memperhatikan masalah-masalahlingkungan.

- Kualitas batu bara sangat berpengaruh terhadapdaya tahan (life time) peralatan (boiler) yangdigunakan. Konsekuensinya adalah kerusakanpada boiler dan penurunan kapasitas.Penanganannya adalah dengan memilih/membeli batu bara sesuai dengan spesifikasinya.

- Proses pembakaran menjadi penyebab tingkatpencemaran udara (gas, debu dan abu).Konsekuensinya adalah melampaui kadar abuyang diijinkan (masalah lingkungan).Pananganannya dengan melakukan pengawasanyang ketat terjadap kegiatan industri tekstil olehbadan yang berwenang.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat

2004, Indonesian Textile and Garment,Guiding Book 2002 - 2004, Bandung.

Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung 2004, DaftarPerusahaan Tekstil Di Kota Bandung, Bandung.

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2004, DaftarPerusahaan Tekstil Di Kabupaten Bandung,Soreang.

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2004,Statistik Industri Di Kabupaten Bandung,Soreang.

Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung 2004, StatistikIndustri Di Kota Bandung, Bandung.

Gaspersz, Vincent, 1990, Analisis Sistem Terapan,Edisi pertama, Tarsito, Bandung, hal. 326 - 352.

Sudarto 2004, PT. Terminal Batu bara Indah,Pelabuhan Cirebon, Cirebon.

Page 51: 4 Jurnal Tekmira Januari 2006

Petunjuk Bagi Penulis48

1. Naskah dan berkas dalam file dikirim ke PemimpinRedaksi Jurnal tekMIRA, Jl. Jend. Sudirman No. 623Bandung 40211. Naskah dalam file akan sangatmembantu dalam proses peredaksian.

2. Naskah harus asli dan belum pernah diterbitkandalam publikasi lain. Judul naskah harus bersifatdeskriptif dan ringkas.

3. Redaksi akan melakukan seleksi dan memberitahukanke penulis, bila naskah sudah diterima atau naskah tidaksesuai untuk penerbitan ini.

4. Naskah diketik dalam dua spasi menggunakankertas ukuran A4 dengan lebar margin kanan danatas 3 cm serta kiri dan bawah 2 cm.

5. Gambar dan tabel harus diberi judul dengan jelasdan dalam kertas terpisah serta ditunjukkanmengenai penempatan gambar dan tabel tersebutdalam naskah tulisan. Foto harus jelas dan siapuntuk dicetak (tidak dalam bentuk negatif film).Peta maksimum berukuran A4 dan harus memakaiskala. Semua huruf dalam peta harus jelas dan bilaukuran peta harus diperkecil, tinggi huruf dalampeta tersebut tidak lebih kecil dari 1,5 mm.

6. Jumlah halaman naskah tidak ditentukan. Naskahditulis secara ringkas sesuai isinya.

7. Nama penulis diketik pada halaman pertama dibawah judul naskah. Nama organisasi, alamat, nomortelepon dan faksimili, serta alamat e-mail (bila ada).

8. Intisari naskah (abstract) memuat ringkasan yangjelas dari naskah tersebut serta ditulis dalam BahasaIndonesia dan Inggris.

9. Hanya rumus matematika yang penting yangdimuat dalam naskah.

10. Daftar pustaka ditulis secara alfabet dengan hurufpertama (bila penulis lebih dari seorang). Urutanpenulisan : nama penulis, judul referensi, penerbit,kota tempat buku diterbitkan dan tahun penerbitan.

11. Hanya artikel-artikel yang dipublikasikan yangdimasukkan sebagai referensi. Bilamana mengacukepada artikel yang tidak dipublikasikan agardijelaskan cara memperoleh bahan tersebut.

12. Catatan kaki supaya dihindarkan.

13. Izin untuk memproduksi hak cipta material adalahtanggung jawab penulis. Pengutipan seminimalmungkin. Bila pengutipan melebihi 250 kata penulisharus memperoleh izin tertulis dari penerbit danpenulis referensi yang bersangkutan.

Petunjuk Bagi Penulis