Upload
others
View
33
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
46Universitas Kristen Petra
4. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Pengolahan Data
4.1.1. Penyusunan Kuesioner
Dalam menyusun kuesioner, penulis memperhatikan beberapa hal seperti:
a. Tujuan penyebaran kuesioner
Adapun tujuan dari penyebaran kuesioner ini adalah untuk mengetahui
keluhan-keluhan apa saja yang dirasakan oleh petugas sortir dalam melakukan
pekerjaannya.
b. Bentuk dan isi pertanyaan
Bentuk pertanyaan yang digunakan pada kuesioner ini adalah pertanyaan
tertutup, dimana dalam menjawab pertanyaan responden hanya memilih
alternatif jawaban yang ada.
Isi pertanyaan yang digunakan harus jelas dan sederhana. Jelas dalam arti
bahwa responden harus dapat menjawab pertanyaan dan memahami maksud
pertanyaan yang diajukan kepadanya. Sedangkan yang dimaksud sederhana,
yaitu: hendaknya pertanyaan yang diajukan hanya mempunyai satu penafsiran
dan tidak mungkin memberikan penafsiran yang lain.
c. Menentukan bentuk respon dari pertanyaan
Bentuk respon dari setiap pertanyaan adalah berupa skala likert, penulis
memberikan skala 1-5 dimana arti pemberian setiap skala adalah: (Lihat
Lampiran 1)
• Pertanyaan 1
Angka 1 à variabel penelitian bersifat sangat tidak membantu
Angka 2 à variabel penelitian bersifat tidak membantu
Angka 3 à variabel penelitian bersifat membantu
Angka 4 à variabel penelitian bersifat agak membantu
Angka 5 à variabel penelitian bersifat sangat membantu
Universitas Kristen Petra
47
• Pertanyaan 2
Angka 1 à variabel penelitian bersifat sangat tidak terang
Angka 2 à variabel penelitian bersifat tidak terang
Angka 3 à variabel penelitian bersifat terang
Angka 4 à variabel penelitian bersifat agak terang
Angka 5 à variabel penelitian bersifat sangat terang
• Pertanyaan 3
Angka 1 à variabel penelitian bersifat sangat tidak tepat
Angka 2 à variabel penelitian bersifat tidak tepat
Angka 3 à variabel penelitian bersifat tepat
Angka 4 à variabel penelitian bersifat agak tepat
Angka 5 à variabel penelitian bersifat sangat tepat
• Pertanyaan 4 dan 5
Angka 1 à variabel penelitian bersifat sangat tidak nyaman
Angka 2 à variabel penelitian bersifat tidak nyaman
Angka 3 à variabel penelitian bersifat nyaman
Angka 4 à variabel penelitian bersifat agak nyaman
Angka 5 à variabel penelitian bersifat sangat nyaman
• Pertanyaan 6 dan 7
Angka 1 à variabel penelitian bersifat sangat tidak menunjang
Angka 2 à variabel penelitian bersifat tidak menunjang
Angka 3 à variabel penelitian bersifat menunjang
Angka 4 à variabel penelitian bersifat agak menunjang
Angka 5 à variabel penelitian bersifat sangat menunjang
4.1.2. Penentuan Jumlah Responden
Populasi penelitian ini adalah petugas sortir yang ada di Unit II, V, dan
VII. Jumlah petugas sortir pada Unit II adalah 16 orang, Unit V berjumlah 24
orang, dan Unit VII berjumlah 24 orang. Kuesioner dibagikan pada semua petugas
sortir.
Universitas Kristen Petra
48
4.1.3. Penyebaran Kuesioner
Penyebaran kuesioner dilakukan di tiga unit yaitu Unit II, V, dan VII
sesuai dengan jumlah populasi di masing-masing unit yang bersangkutan. Hasil
penyebaran kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.1.4. Korelasi Bivariate dan Uji Reliabilitas
Korelasi bivariate dilakukan dengan menggunakan software SPSS 14.0.
Korelasi bivariate digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi (hubungan)
di antara variabel-variabel yang ada. Setelah angka korelasi didapat dari uji
bivariate ini, maka bagian kedua dari output SPSS adalah menguji apakah angka
korelasi yang didapat benar-benar signifikan atau dapat digunakan untuk
menjelaskan hubungan dua variabel. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan
tanda * pada output uji bivariate. Tanda * menunjukkan bahwa korelasi antar
variabel signifikan pada saat á = 0,01 dan untuk yang bertanda ** mempunyai
korelasi antar variabel yang signifikan pada saat á = 0,05.
Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan
konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan pertanyaan
yang merupakan dimensi suatu variabel (Singgih Santoso, 1999). Uji reliabilitas
bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana pengukuran dapat memberikan hasil
yang relatif tidak berbeda pada variabel-variabel pada kuesioner bila dilakukan
pengukuran kembali kepada subyek yang sama. Reliabilitas suatu variabel
dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > 0,6.
Hasil output dari korelasi bivariate dan uji reliabilitas pada Unit II dapat
dilihat pada Lampiran 3. Semua variabel-variabel pada dimensi penerangan,
kenyamanan kursi dan kondisi udara dapat dikatakan signifikan atau semua
variabel bisa mewakili dimensinya. Output nilai Cronbach’s Alpha dari uji
reliabilitas semua butir pertanyaan ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Universitas Kristen Petra
49
Tabel 4.1. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner pada Unit II
No. DimensiCronbach’s
Alpha1 Penerangan 0,6972 Kenyamanan kursi 0,7583 Kondisi udara 0,685
Diperoleh bahwa semua nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 yang berarti semua butir
pertanyaan telah reliabel.
Hasil output dari korelasi bivariate dan uji reliabilitas pada Unit V dapat
dilihat pada Lampiran 4. Semua variabel-variabel pada dimensi penerangan,
kenyamanan kursi dan kondisi udara dapat dikatakan signifikan atau semua
variabel bisa mewakili dimensinya. Output nilai Cronbach’s Alpha dari uji
reliabilitas semua butir pertanyaan ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner pada Unit V
No. DimensiCronbach’s
Alpha1 Penerangan 0,7662 Kenyamanan kursi 0,6013 Kondisi udara 0,867
Diperoleh bahwa semua nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 yang berarti semua butir
pertanyaan telah reliabel.
Hasil output dari korelasi bivariate pada Unit VII dapat dilihat pada
Lampiran 5. Semua variabel-variabel pada dimensi penerangan, kenyamanan
kursi, dan kondisi udara dapat dikatakan signifikan atau semua variabel bisa
mewakili dimensinya. Output nilai Cronbach’s Alpha dari uji reliabilitas semua
butir pertanyaan ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner pada Unit VII
No. DimensiCronbach’s
Alpha1 Penerangan 0,0132 Kenyamanan kursi 0,7053 Kondisi udara 0,803
Universitas Kristen Petra
50
Diperoleh bahwa nilai Cronbach’s Alpha pada dimensi kenyamanan kursi dan
kondisi udara lebih besar dari 0,6 yang berarti semua butir pertanyaan pada
dimensi tersebut telah reliabel. Cronbach’s Alpha pada dimensi penerangan < 0,6.
Hal ini dapat terjadi karena jawaban pada dimensi tersebut tidak saling
mendukung satu sama lain, pertanyaan pada butir ketiga yang menjelaskan posisi
pemasangan lampu menghasilkan jawaban yang tidak mendukung pertanyaan
butir pertama dan kedua. Pencahayaan lampu pada siang hari dan malam hari
dapat membantu petugas sortir, namun posisi pemasangan lampu tidak tepat.
4.1.5. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan salah satu metode dalam statistika yang
menyajikan data-data penelitian dalam bentuk angka-angka atau gambar-gambar
tanpa melakukan pengujian hipotesis. Berikut ini dijelaskan secara deskriptif
tentang tanggapan responden penelitian pada masing-masing variabel pertanyaan.
Tabel 4.4. Respon Responden Unit II terhadap Variabel-variabel Kuesioner
Skala Jawaban RespondenNo. Pernyataan
1 2 3 4 50 0 7 0 9
1Peneranganlampu siang hari 0.00% 0.00% 43.75% 0.00% 56.25%
0 6 5 4 12
Peneranganlampu malamhari 0.00% 37.50% 31.25% 25.00% 6.25%
0 2 4 3 73
Posisipemasanganlampu 0.00% 12.50% 25.00% 18.75% 43.75%
0 9 2 0 54 Dudukan kursi
0.00% 56.25% 12.50% 0.00% 31.25%0 2 6 6 2
5 Ketinggian kursi0.00% 12.50% 37.50% 37.50% 12.50%
8 8 0 0 06 Kualitas udara
50.00% 50.00% 0.00% 0.00% 0.00%8 5 3 0 0
7 Suhu udara50.00% 31.25% 18.75% 0.00% 0.00%
Universitas Kristen Petra
51
Tabel di atas menunjukkan jawaban responden dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Penerangan lampu pada siang hari sangat membantu petugas sortir dalam
melakukan pekerjaannya apalagi letak matahari yang selalu bergeser dan
keadaan rumah sortir bagian depan yang tertutup sehingga cahaya matahari
tidak sepenuhnya masuk ke dalam rumah sortir.
2. Penerangan pada malam hari masih kurang terang apalagi bila melihat cacat-
cacat yang kecil.
3. Posisi pemasangan lampu sudah tepat untuk melihat cacat-cacat pada keramik
karena tidak menimbulkan silau.
4. Dudukan kursi tidak nyaman karena masih terlalu keras.
5. Ketinggian kursi sudah cukup baik untuk melihat kecacatan dengan jelas.
6. Kualitas udara dalam pabrik tidak menunjang kenyamanan petugas sortir
dalam bekerja. Polusi yang ada dikarenakan adanya asap forklift dan debu
molen Unit I yang letaknya berdekatan dengan area sortir.
7. Suhu udara di sekitar rumah sortir tidak menunjang kenyamanan petugas sortir
dalam bekerja apalagi pada siang hari suhunya cukup tinggi (di atas 30° C).
Tabel 4.5. Respon Responden Unit V terhadap Variabel-variabel Kuesioner
Skala Jawaban RespondenNo. Pernyataan
1 2 3 4 50 0 8 8 8
1Peneranganlampu siang
hari 0.00% 0.00% 33.33% 33.33% 33.33%
0 0 8 8 82
Peneranganlampu
malam hari 0.00% 0.00% 33.33% 33.33% 33.33%
0 8 4 8 43
Posisipemasangan
lampu 0.00% 33.33% 16.66% 33.33% 16.66%
4 19 1 0 04
Dudukankursi 16.66% 79.16% 4.16% 0.00% 0.00%
4 5 10 5 05
Ketinggiankursi 16.66% 20.83% 41.66% 20.83% 0.00%
4 12 8 0 06
Kualitasudara 16.66% 50.00% 33.33% 0.00% 0.00%
8 12 4 0 07 Suhu udara
33.33% 50.00% 16.66% 0.00% 0.00%
Universitas Kristen Petra
52
Tabel di atas menunjukkan jawaban responden dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Penerangan lampu pada siang hari membantu petugas sortir dalam melakukan
pekerjaannya karena bila menggunakan cahaya matahari saja masih kurang
jelas dan ada beberapa kecacatan yang harus menggunakan bantuan cahaya
lampu seperti gelombang dan garis.
2. Penerangan pada malam hari sudah cukup terang.
3. Posisi pemasangan lampu kurang tepat karena masih ada cacat-cacat yang
tidak dapat terlihat seperti retak yang sangat tipis dan masih ada daerah gelap
pada area sortir.
4. Dudukan kursi tidak nyaman karena masih terlalu keras.
5. Ketinggian kursi masih kurang karena petugas sortir kurang leluasa melihat
cacat yang ada di sisi atas keramik.
6. Kualitas udara dalam pabrik tidak menunjang kenyamanan petugas sortir
dalam bekerja karena adanya debu glasir dan debu dari mesin amplas yang
berterbangan ke arah rumah sortir.
7. Suhu udara di sekitar rumah sortir tidak menunjang karena di atas 30° C.
Tabel 4.6. Respon Responden Unit VII terhadap Variabel-variabel Kuesioner
Skala Jawaban RespondenNo. Pernyataan
1 2 3 4 50 2 11 11 0
1Peneranganlampu sianghari 0.00% 8.33% 45.83% 45.83% 0.00%
2 14 2 2 42
Peneranganlampumalam hari 8.33% 58.33% 8.33% 8.33% 16.66%
0 0 20 2 23
Posisipemasanganlampu 0.00% 0.00% 83.33% 8.33% 8.33%
0 12 6 3 34
Dudukankursi 0.00% 50.00% 25.00% 12.50% 12.50%
0 1 3 9 115
Ketinggiankursi 0.00% 4.16% 12.50% 37.50% 45.83%
11 0 11 0 26
Kualitasudara 45.83% 0.00% 45.83% 0.00% 8.33%
5 17 0 2 07 Suhu udara
20.83% 70.83% 0.00% 8.33% 0.00%
Universitas Kristen Petra
53
Tabel di atas menunjukkan jawaban responden dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Selain cahaya matahari, penerangan lampu pada siang hari cukup membantu
petugas sortir dalam melakukan pekerjaannya karena ada beberapa motif yang
butuh penerangan lampu untuk melihat kecacatannya.
2. Penerangan pada malam hari masih tidak terang karena masih banyak lampu
yang belum berfungsi dengan baik, kadang-kadang masih ada cacat-cacat
kecil yang tidak terlihat.
3. Posisi pemasangan lampu sudah tepat untuk menerangi keramik yang lewat
karena jatuhnya cahaya yang merata dan posisi pemasangan lampu di bawah
pandangan mata tidak menyebabkan silau.
4. Dudukan kursi tidak nyaman karena masih terlalu keras dan panas apabila
duduk terlalu lama.
5. Ketinggian kursi sudah cukup baik untuk menyortir.
6. Kualitas udara dalam pabrik tidak menunjang kenyamanan petugas sortir
dalam bekerja karena adanya asap dari pabrik KPA yang mencemari ruangan.
Asap forklift kadang mengganggu pernafasan petugas sortir apalagi bila
kecepatan forklift terlalu tinggi.
7. Suhu udara di sekitar rumah sortir tidak menunjang kenyamanan petugas sortir
dalam bekerja apalagi pada siang hari suhunya cukup tinggi (di atas 30° C)
dan keramik yang langsung keluar dari kiln akan menambah panas dari rumah
sortir.
4.2. Pemetaan Unit II
4.2.1. Layout Rumah Sortir
Layout dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Keterangan:
1. Rumah Sortir
2. Mesin Packing
3. Tempat Standar
4. Kipas Angin
5. Petugas Sortir
6. Lampu Rumah Sortir (tipe 18/54)
Universitas Kristen Petra
54
7. 1. Lampu Sebelum Rumah Sortir (tipe 36/54)
2. Lampu Sebelum Rumah Sortir (tipe 18/54)
8. Arah Keramik dari KilnU
nit
2
44
33
7.1
6
6
6
7.2
6
6
6
22
Line
1Li
ne
2
55
8
11
Gambar 4.1. Layout Rumah Sortir Unit II
Universitas Kristen Petra
55
4.2.2. Data dan Analisis Penyebab Terjadinya Tolakan
4.2.2.1. Pareto Chart Tolakan dan Analisis
Gambar 4.2. Pareto Chart Tolakan Unit II September-Desember 2006
Pareto Chart di atas menyajikan 80% penyebab tolakan yang disebabkan
oleh jenis cacat sebagai berikut:
a. B10 (beda warna), beda warna dapat terjadi karena komposisi yang digunakan
dalam glasir mengalami perubahan, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Hal ini dapat berpengaruh besar pada warna yang dihasilkan setelah keramik
dibakar dalam kiln. Perbedaan warna atau tonality sering menjadi masalah dan
menimbulkan pengaduan terbesar dari customer, petugas sortir sering
kelolosan dalam menyeleksi perbedaan tonality ini.
b. E1 (cacat identifikasi), kecacatan ini disebabkan karena mesin printing tidak
menjalankan input data sebagaimana mestinya, sehingga menghasilkan cacat
identifikasi pada karton pembungkus keramik.
c. C6 (ukuran), kecacatan ukuran dapat disebabkan terjadinya ketidakstabilan
suhu dalam kiln. Suhu yang tidak sesuai dengan standar pembakaran dapat
menyebabkan ukuran menjadi melenceng dari batas toleransi.
OthersC5C2B9B 6B5B3D1B7C6E1
B10
7 2 2 2 2 2 2 6 7 82580
4.8 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 4.1 4.8 5.517.255.2
100.0 95.2 93.8 92.4 91.0 89.7 88.3 86.9 82.8 77.9 72.4 55.2
150
100
50
0
100
80
60
40
20
0
Defect
CountPercentCum %
Per
cen
t
Cou
ntTolakan Unit II Sept-Des 2006
Universitas Kristen Petra
56
d. B7 (lubang/pinhole and spothole), lubang jarum (pinhole) adalah lubang-
lubang kecil yang tersebar di permukaan keramik sedangkan spothole adalah
lubang-lubang yang ukurannya lebih besar dari pinhole.
Kelolosan cacat identifikasi berada di luar kuasa petugas sortir karena hal
ini murni dari kesalahan pembacaan input data pada mesin printing. Begitu juga
dengan kecacatan ukuran, petugas sortir tidak dapat mengetahui secara kasat mata
mengenai perbedaan ukuran karena hal tersebut hanya dapat diukur oleh petugas
QA dan mesin stacker yang secara otomatis mendeteksi perubahan ukuran. Oleh
karena itu, penulis menyimpulkan bahwa selama bulan September-Desember
2006 penyebab tolakan yang berasal dari kelolosan dari petugas sortir adalah jenis
cacat B10 dan B7.
4.2.2.2. Penyebab Terjadinya Tolakan dan Analisis
Penyebab terjadinya kelolosan beda warna dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Method Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan
Lampu Kurang Tepat
Kedatangankeramik terlalu
padat
Machine/Tools
Informasi kurang akurat
Acuan standar kurang jelas
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah
sortir
Kelolosan Beda Warna
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.3. Fishbone Penyebab Kelolosan Beda Warna
Universitas Kristen Petra
57
Penyebab terjadinya kelolosan lubang dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan Lampu Kurang
Tepat
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah
sortir
Kelolosan Lubang
Machine/Tools
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.4. Fishbone Penyebab Kelolosan Lubang
Dari Gambar 4.3. dan Gambar 4.4. dapat dilihat beberapa penyebab
terjadinya kelolosan kecacatan yang paling dominan pada Unit II. Berikut adalah
analisis mengenai penyebab terjadinya kelolosan tersebut:
a. Kedatangan keramik terlalu padat
Keramik selalu melewati rumah sortir dengan berjarak tertentu setiap 5 pieces
dalam kondisi normal. Apabila terjadi masalah pada kiln maupun mesin
packing, maka keramik akan disimpan dulu untuk kemudian dihanyutkan
setelah masalah tersebut dapat diatasi, keramik yang dihanyutkan tersebut
akan berpapasan dengan keramik yang berasal dari kiln, dan tentunya jarak
antar keramik menjadi saling berdekatan. Jika hal ini terjadi dalam jangka
waktu yang lama maka petugas sortir akan bekerja lebih ekstra untuk melihat
kondisi keramik dan tentunya kelolosan kecacatan dapat terjadi.
b. Posisi pemasangan lampu kurang tepat
Kurang jelasnya petugas sortir dalam melihat kecacatan dapat disebabkan
karena posisi pemasangan lampu kurang tepat, kombinasi lampu yang
digunakan serta penempatan lampu yang membuat suasana menjadi terlalu
gelap maupun terlalu terang sehingga dapat menyebabkan perbedaan warna
maupun lubang menjadi kurang jelas. Berikut adalah hasil pengukuran kuat
penerangan dan gambar posisi pemasangan lampu pada Unit II:
Universitas Kristen Petra
58
Tabel 4.7. Pengukuran Kuat Penerangan pada Unit II
Hari: Rabu Tanggal: 14-3-2007 Unit: II Kuat Penerangan (lux)
Waktu Pengamatan09.35 11.11 13.26 14.40 18.30
LinePosisi 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Titik 1 450 - 450 - 400 - 400 - 242 283Titik 2 - 550 - 650 - 550 - 500 398 304Titik 3 600 600 600 600 500 500 400 550 481 314Titik 4 1800 1300 1900 1500 1850 1450 1800 1400 1860 > 2000
Unit 2
1 2 3 4 1 2 3 4
Kipas Angin
Kipas Angin
PetugasSortir
Tempat Standar
36/5418/54
18/54 18/54
18/5418/54
18/54 18/54
Line 1 Line 2
PetugasSortir
Gambar 4.5. Posisi Pemasangan Lampu pada Unit II
Hasil pengukuran di atas dengan disertai pendapat petugas sortir menunjukkan
bahwa posisi pemasangan lampu kurang tepat. Mengingat bahwa standar
penerangan yang memadai untuk pekerjaan menyortir antara ± 1500 luks,
penerangan lampu sudah memadai namun masih perlu dilakukan perbaikan
posisi, dipastikan suasana yang terlalu gelap saat ini dapat memperbesar resiko
terjadinya kelolosan kecacatan. Selain itu lampu sebelum rumah sortir yang
berguna untuk mendeteksi kecacatan lebih dini perlu diatur ulang
peletakannya, dengan kondisi saat ini lampu tersebut menyilaukan mata
petugas sortir karena letaknya terlalu dekat dengan benda kerja.
c. Kelelahan
Menyortir merupakan pekerjaan berulang-ulang yang memerlukan konsentrasi
tinggi untuk menyeleksi kecacatan, pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang
Universitas Kristen Petra
59
cenderung membuat orang menjadi bosan dan cepat lelah, hal ini tentunya
akan menyebabkan hilangnya konsentrasi sehingga memungkinkan terjadinya
kelolosan dalam menyortir. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
kelelahan antara lain:
• Mata berkontraksi sepanjang waktu kerja, hal ini akan menimbulkan
kepusingan yang mengarah pada hilangnya konsentrasi.
• Kecenderungan menyortir dalam posisi badan membungkuk sehingga
tulang belakang menjadi nyeri. Letak sandaran kursi petugas sortir terlalu
jauh, sehingga pada waktu jeda menunggu keramik datang mereka jarang
menggunakan sandaran tersebut.
• Pemanfaatan ketetapan jam istirahat berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama
antara perusahaan dengan karyawan yang kurang efektif. Selama ini waktu
pergantian petugas sortir adalah tiap 1 jam sekali dan petugas sortir yang
digantikan cenderung langsung membantu rekannya tanpa beristirahat
cukup di ruang istirahat untuk memulihkan kelelahan.
• Terdapat gangguan fisik maupun jiwa yang menyebabkan hilangnya
konsentrasi. Manusia adalah makhluk individu dan sosial, dalam menjalani
fungsinya tentu tidak akan luput dari berbagai macam permasalahan hidup.
Dalam melakukan pekerjaan yang diperlukan konsentrasi seperti menyortir
ini, tentunya sikap individu manusia harus dikesampingkan untuk
memperoleh hasil yang optimal. Permasalahan pribadi, keluarga, teman,
bahkan sistem kerja akan membuat sikap individu manusia menjadi
semakin tinggi dan akan berpengaruh pada pekerjaan yang dilakukan.
Apabila hal ini sampai terjadi secara terus menerus, maka pekerjaan akan
terabaikan dan dalam hal ini konsentrasi untuk menyortir akan terpecah
sehingga dapat mengakibatkan banyaknya keramik cacat yang lolos sortir.
Berikut adalah gambar rumah sortir beserta kursi yang sekarang digunakan
pada Unit II:
Universitas Kristen Petra
60
75 c
m
45 c
m
45 cm
36
cm
11 c
m 3 c
m
102
cm
127 cm
60 cm
95 c
m
Sandaran
Lampu TL
Atap rumah sortir
Konveyor
Pijakan kaki
Gambar 4.6. Kursi dan Meja Sortir pada Unit II
d. Jarak pandang yang kurang tepat
Setiap rumah sortir memiliki desain yang berbeda, begitu pula dengan jarak
pandang yang memungkinkan mata dapat melihat dengan jelas. Setiap petugas
sortir tentunya memiliki cara pandang yang tepat untuk melihat kecacatan
pada keramik, dimana mereka merasa nyaman dan jelas ketika menyortir.
Pada saat ini belum terdapat standar desain kursi yang benar sehingga jarak
pandang mereka cenderung berubah-ubah dalam melihat kecacatan. Cara
pandang petugas sortir dapat dilihat pada Lampiran 6.
e. Acuan standar kurang jelas
Setiap keramik hasil produksi tentunya memiliki acuan standar yang telah
disepakati bersama dan ini menjadi dasar bagi petugas sortir dalam
menyeleksi keramik. Setiap petugas sortir wajib dihadapkan pada acuan
standar agar dapat menyortir dengan benar. Penempatan acuan standar harus
pada tempat yang memudahkan petugas sortir melihat dengan jelas. Pada saat
ini terdapat rumah sortir yang tidak memiliki tempat acuan standar maupun
Universitas Kristen Petra
61
penempatan acuan standar yang kurang tepat untuk memudahkan petugas
sortir dalam membandingkan keramik hasil produksi, dengan kurang jelasnya
pembanding maka kelolosan akibat beda warna menjadi semakin besar.
f. Informasi kurang akurat
Dalam melakukan pekerjaannya, petugas sortir tidak lepas dari bantuan
petugas QA yang membantu memberikan informasi mengenai kondisi
keramik saat itu, misal: warna keramik hasil produksi yang dihasilkan terlalu
muda sehingga harus menjadi kualitas B, atau warnanya masih dapat
ditoleransi, dan lain-lain. Karena petugas QA yang melakukan sampling warna
tentunya mereka lebih tahu dari petugas sortir. Akan tetapi kelemahannya
adalah petugas QA melakukan sampling warna setiap beberapa periode, dan
mereka tidak akan mengetahui kondisi yang akan terjadi saat mereka tidak
melakukan sampling. Petugas sortir yang tanggap seharusnya sesering
mungkin berhubungan dengan petugas QA mengenai kondisi yang sewaktu-
waktu terjadi apabila berada di luar sepengetahuan petugas QA. Pada saat ini
petugas sortir tidak memiliki pembagian job description yang jelas sehingga
alur informasi yang berjalan menjadi kurang akurat sehingga setelah terjadi
tolakan akibat kelolosan warna, petugas sortir menjadi lebih waspada.
g. Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Petugas sortir mendapat fasilitas sarung tangan untuk bekerja dan demi
keselamatan mereka, keramik kualitas D maupun dumping dipisahkan dengan
diambil menggunakan sarung tangan melihat suhu keramik yang panas karena
langsung exit kiln. Kondisi yang terjadi adalah petugas sortir jarang
menggunakan sarung tangan dengan berbagai alasan, hal ini dapat
menyebabkan kelolosan kecacatan karena mereka enggan mengambil keramik
cacat yang telah melewati rumah sortir dengan alasan keramik panas.
h. Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah sortir
Cahaya matahari yang menembus atap fiber secara langsung dan cahaya
lampu mercury dapat membantu penerangan untuk melihat kecacatan pada
keramik. Pada siang hari beberapa petugas sortir cenderung mematikan lampu
dengan alasan panas dan sinar matahari sudah cukup membantu, tetapi hal ini
dapat membuat pandangan menjadi tidak nyaman karena lampu pada rumah
Universitas Kristen Petra
62
sortir yang seharusnya berfungsi sebagai penerangan utama tidak akan berarti
jika dibandingkan cahaya lain tersebut, hal ini dapat mengakibatkan kelolosan
kecacatan.
i. Kondisi udara
Kondisi udara pada Unit II terbagi atas kualitas dan suhu udara. Masing-
masing akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kualitas udara
Bahan-bahan pencemar udara di sekitar rumah sortir pada Unit II meliputi:
bahan pencemar biologis (virus, bakteri dan jamur), volatile organic
compounds (cat, pembersih, kosmetik, bahan bangunan, dan lain-lain),
combustion products (CO, NO2, SO2) dan partikel debu. Dalam penelitian
ini hanya difokuskan pada partikel debu dan combustion products (CO,
NO2, SO2). Sumber pencemaran combustion products (CO, NO2, SO2)
pada area sortir Unit II berasal dari:
• Hasil pembakaran kendaraan bermotor (forklift)
Jenis kendaraan bermotor forklift seringkali melintas di daerah rumah
sortir, yang tentu saja sangat menganggu kinerja petugas sortir karena
hasil pembakaran yang dikeluarkan mengandung karbon monoksida
(CO) dan nitrogen oksida (NO dan NO2). CO yang terikat dalam darah
terutama hemoglobin akan menghambat fungsi oksigen dalam
sirkulasi, sedangkan NO dapat menyebabakan iritasi pada mata dan
saluran pernafasan. Pada Unit II, tempat lintasan untuk kendaraan
forklift sempit dan berdekatan dengan rumah sortir sehingga asap yang
dikeluarkan secara langsung terhirup oleh hidung. Selain itu asap yang
dikeluarkan berwarna hitam, hal ini dapat disebabkan oleh faktor usia
dan kurangnya maintenance pada kendaraan.
• Asap rokok
Peraturan untuk tidak merokok di dalam ruangan memang sudah
tertera dimana-mana, namun masih sering dijumpai karyawan yang
merokok di dalam ruangan karena kurangnya kesadaran dari karyawan.
Asap rokok yang dikeluarkan mengandung karbon monoksida (CO)
yang merupakan salah satu pencemar udara, selain itu rokok bisa
Universitas Kristen Petra
63
menyebabkan kebakaran apabila terkontaminasi dengan bahan-bahan
yang mudah terbakar.
• Bau-bauan
Bau-bauan yang kurang sedap dapat mengganggu konsentrasi kerja
petugas sortir. Bau-bauan ini timbul dari limbah cat glasir yang
dialirkan pada selokan yang jaraknya berdekatan dengan area sortir.
• Debu
Partikel debu bisa berasal dari dalam dan luar ruangan. Sumber
partikel debu dari luar bisa masuk ke dalam ruangan karena ada angin
yang membawa debu-debu tersebut. Sedangkan debu di dalam ruangan
berasal dari debu liat yang masih menempel pada keramik.
2. Suhu Udara
Pada saat ini petugas sortir menyeleksi keramik yang panas karena
langsung keluar dari kiln. Tentunya suhu udara di sekitar rumah sortir
menjadi tinggi akibat panas keramik, apalagi ditambah panas yang
dilepaskan oleh lampu-lampu di dalam rumah sortir. Kondisi pada siang
hari dengan suhu udara mencapai 30° C dengan ditambah panas yang
dilepaskan oleh keramik dan lampu akan membuat petugas sortir menjadi
tidak nyaman dalam bekerja, berikut hasil pengukuran suhu dan
kelembaban udara pada Unit II:
Tabel 4.8. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara pada Unit II
Suhu (° C) dan Kelembaban Udara (%) Tanggal 14-3-2007 22-3-2007 1-5-2007 Waktu Pengamatan 9.34 11.11 13.26 14.40 9.05 14.20 10.26 13.03 19.50 Line 1 2 1 2 1Suhu 33.3 33.2 35.6 33.6 32.9 34.3 35.6 35.8 31.5Kelembaban 52 50 41 49 61 52 51 50 54
Universitas Kristen Petra
64
Dengan standar suhu kerja ideal di bawah 30� C maka kondisi kerja pada
Unit II menjadi tidak ideal dan hal ini dapat mengurangi konsentrasi kerja
petugas sortir sehingga kurang mengenali apabila terdapat kecacatan.
4.2.3. Solusi Pemecahan
Berikut merupakan beberapa pemecahan yang penulis rancang untuk
mengatasi penyebab terjadinya tolakan pada Unit II:
Unit 2
1 2 3 4 1 2 3 4
Kipas Angin
Kipas Angin
PetugasSortir
Tempat Standar
36/5418/54
18/54 18/54
18/5418/54
18/54 18/54
Line 1 Line 2
PetugasSortir
Gambar 4.7. Layout Awal Rumah Sortir pada Unit II
Unit 2
1 2
3
1 2
Kipas Angin
Kipas Angin
PetugasSortir
Tempat Standar
36/54
18/54
18/33
18/54
18/33
Line 1 Line 2
PetugasSortir
3
36/54
Tempat Standar
Gambar 4.8. Layout Usulan Rumah Sortir pada Unit II
Universitas Kristen Petra
65
1. Merancang ulang peletakan lampu
Dengan merancang ulang peletakan lampu, maka kuat penerangan akan
mencapai ideal sehingga suasana menjadi lebih baik dan kecacatan yang
sebelumnya kurang terlihat akan menjadi terlihat. Penerangan di dalam rumah
sortir cukup dilengkapi dengan dua lampu saja karena arah sinar lampu dapat
membentuk sudut 45º, sehingga dapat memantulkan cahaya lebih baik.
Memperpendek ketinggian lampu hingga tepat di atas mata petugas sortir, dan
memberi lapisan dof untuk mengurangi silau. Memiringkan posisi lampu pada
titik 3 karena cahaya dapat langsung mengenai beberapa keramik sekaligus.
Selain itu juga memperhatikan jenis lampu yang dipasang, pada titik 1 dengan
lampu tipe 18/54, titik 2 dengan lampu tipe 18/33, titik 3 dengan lampu tipe
36/54. Alasan pembedaan jenis lampu ini adalah memudahkan petugas sortir
untuk menyeleksi kecacatan dengan kombinasi cahaya lampu seperti pada
tempat hamparan keramik. Lampu sebelum rumah sortir lebih ditinggikan dan
diletakkan 1 meter sebelum rumah sortir dengan posisi menyilang di atas
keramik, dengan demikian hal ini dapat lebih memfungsikan penggunaan
lampu tersebut.
2. Memberi tempat acuan standar pada masing-masing rumah sortir
Tempat acuan standar ini diperlukan untuk memperjelas perbedaan antara
keramik hasil produksi dengan standar produksi yang telah ada, penulis
memberikan alternatif peletakan tempat acuan standar sebagai berikut:
a. Peletakan standar keramik acuan tepat di depan petugas sortir. Adapun
kelebihan dan kekurangan dari solusi ini adalah sebagai berikut:
• Kelebihan: tempat yang luas pada sisi depan petugas sortir dapat
menampung keramik standar yang mempunyai lebih dari 4 tonality.
Selain itu dapat digunakan untuk menyimpan keramik acuan lain yang
akan diproduksi pada saat itu juga.
• Kekurangan: pandangan mata petugas sortir kemungkinan terlalu jauh
untuk membedakan warna antara acuan dengan hasil produksi.
b. Penambahan tempat tepat di bawah conveyor. Adapun kelebihan dan
kekurangan solusi ini adalah sebagai berikut:
Universitas Kristen Petra
66
• Kelebihan: petugas sortir dapat melihat perbedaan warna dengan cepat
karena keramik acuan tepat berada di bawah keramik hasil produksi
yang sedang berjalan.
• Kekurangan: apabila petugas sortir belum terbiasa maka dapat menjadi
bingung dengan adanya dua keramik yang saling tumpang tindih dan
secara terus menerus berjalan.
3. Desain kursi kerja
Mendesain kursi kerja baru dapat mengurangi kelelahan petugas sortir dalam
melakukan pekerjaannya, yaitu: memajukan sandaran kursi. Selain itu dengan
adanya desain kursi ini maka petugas sortir dapat bekerja dengan posisi duduk
karena menyortir merupakan pekerjaan ringan dengan pergerakan berulang
dan memerlukan ketelitian. Penulis membuat kursi dengan memperhitungkan
jarak pandang yang diambil saat petugas sortir duduk nyaman dalam
melakukan sortir. Masing-masing orang mempunyai jarak pandang yang
berbeda-beda dalam melihat keramik, untuk itu penulis membuat standar jarak
pandang yang diperoleh dengan menggunakan data tinggi mata ke keramik (t)
dan data jarak mata ke keramik (D). Dari pengukuran persentil, maka
diperoleh jarak pandang minimum dan maksimum yang ideal untuk melihat
keramik. Persentil digunakan sesuai dengan Lampiran 7. Dengan 95-th
persentil akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau pada ukuran
tersebut, sedangkan 5-th persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada
pada atau di bawah ukuran itu. Langkah-langkah untuk mendapatkan jarak
pandang yang ideal pada Unit II adalah sebagai berikut:
a. Menghitung rata-rata dan standar deviasi tinggi mata ke keramik (t)
mean = 41 cm
SD = 2,4495
Menghitung rata-rata dan standar deviasi jarak mata ke keramik (D)
mean = 30,8333 cm
SD = 2,4833
b. Menghitung 95-th persentil dari tinggi mata ke keramik (t) dan jarak mata
ke keramik (D)
95-th untuk t = mean + (1,645 x standar deviasi)
Universitas Kristen Petra
67
= 41 + (1,645 x 2,4495)
= 45,0294 cm
95-th untuk D = mean + (1,645 x standar deviasi)
= 30,8333 + (1,645 x 2,4833)
= 34,9183 cm
c. Menghitung 5-th persentil dari tinggi mata ke keramik (t) dan jarak mata
ke keramik (D)
5-th untuk t = mean - (1,645 x standar deviasi)
= 41 - (1,645 x 2,4495)
= 36,9706 cm
5-th untuk D = mean - (1,645 x standar deviasi)
= 30,8333 - (1,645 x 2,4833)
= 26,7483 cm
d. Menghitung jarak pandang minimum dan maksimum mata ke keramik
Ukuran keramik = 20 x 25 cm
Dari 95-th persentil data tinggi mata ke keramik (t) dan jarak mata ke
keramik (D) diperoleh jarak pandang minimum yang ideal adalah 56,98
cm dan jarak pandang maksimumnya adalah 74,95 cm. Desain kursi kerja
yang penulis rancang dapat dilihat pada Lampiran 8.
Universitas Kristen Petra
68
4. Pemanfaatan jam istirahat sesuai Perjanjian Kerja Bersama antara perusahaan
dengan karyawan
Berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama antara perusahaan dengan karyawan,
setiap orang yang telah bekerja selama beberapa waktu harus mendapatkan
waktu istrirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan. Selama ini belum
terdapat pemanfaatan yang tepat mengenai jam istirahat tersebut, pada
kesempatan ini penulis mengusulkan pengaturan yang dapat diterapkan secara
fleksibel, dan diharapkan dengan usulan ini kelelahan yang dialami petugas
sortir dapat lebih berkurang. Usulan penulis mengenai pengaturan jam
istirahat dapat dilihat pada Lampiran 9.
5. Tempat keramik kualitas D dan dumping
Untuk mempermudah pergerakan petugas sortir, penulis menyarankan untuk
memisahkan tempat keramik kualitas D dan dumping dengan kursi. Berikut
adalah tempat keramik kualitas D dan dumping yang selama ini dipergunakan
pada Unit II:
60 c
m
100 cm
Tempat dudukTempat dumping
Gambar 4.9. Tempat Keramik Kualitas D dan Dumping dengan Kursi (tampakatas) pada Unit II
Pada gambar di atas, kursi dan tempat dumping menjadi satu seperti yang
sudah diterapkan sekarang, hal ini kurang memudahkan petugas sortir untuk
bergerak. Pada kesempatan ini penulis mencoba memberikan usulan
rancangan kursi sortir yang baru, yakni dengan memisahkan kursi dengan
tempat dumping seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Universitas Kristen Petra
69
60
cm
40 cm
40 c
m
40 cm
Tempat dudukTempat
dumping
Gambar 4.10. Usulan Tempat Keramik Kualitas D dan Dumping dengan Kursi(tampak atas) pada Unit II
Alasan penulis untuk memisahkan tempat duduk dan dumping adalah:
• Agar kursi lebih mudah untuk dipindahkan apabila posisi kursi kurang tepat
(kurang maju atau kurang mundur).
• Pemilahan keramik kualitas D dan dumping menjadi lebih jelas.
6. Pembagian job description antar petugas sortir
Pembagian job description sangat diperlukan untuk menjaga alur informasi
dalam lantai produksi, antar petugas sortir memerlukan koordinasi untuk
menjaga kelangsungan proses produksi, begitu juga petugas sortir dengan
petugas QA terkait segala sesuatu yang berhubungan dengan keramik hasil
produksi. Usulan mengenai pembagian job description yang jelas dapat dilihat
pada Lampiran 10.
7. Memberi fasilitas botol tinta
Dengan menggunakan botol tinta maka coretan pada keramik menjadi lebih
terarah dibandingkan menggunakan kuas karena selain tidak perlu melakukan
pengisian cairan tinta berkali-kali, coretan tidak menyebar pada permukaan
keramik sehingga pembacaan sensor menjadi lebih akurat. Masing-masing line
sortir dapat menyediakan minimal 2 botol tinta, botol pertama digunakan
untuk bekerja dan botol kedua digunakan sebagai cadangan apabila botol
pertama habis dan petugas sortir tidak sempat untuk mengisinya kembali.
Adapun kelebihan dan kekurangan menggunakan botol tinta adalah sebagai
berikut:
Kelebihan:
• Lebih fokus dalam melakukan proses sortir karena frekuensi pengisian
tinta lebih sedikit daripada menggunakan kuas.
Universitas Kristen Petra
70
• Memudahkan identifikasi karena coretan tinta pada permukaan keramik
lebih terarah.
• Meja sortir menjadi lebih bersih karena tetesan tinta dapat lebih dikurangi
sehingga lingkungan menjadi bersih.
Kekurangan:
• Selalu memperhatikan keadaan spon karena spon yang keras akan
mempersulit keluarnya tinta.
• Cenderung memerlukan penekanan ketika mencoret agar sensor dapat
membaca dengan jelas.
8. Mengadakan peninjauan kualitas udara
Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan maintenance pada
kendaraan forklift, terutama yang telah berumur sehingga sisa hasil
pembakaran yang dikeluarkan lebih ramah lingkungan. Untuk menghindari
adanya asap rokok dalam ruangan maka harus diberikan sanksi yang tegas
bagi karyawan yang melanggar peraturan merokok. Salah satu cara untuk
mengurangi bau-bauan adalah dengan menutup rapat-rapat semua selokan
yang ada dan tempat pembuangan atau pengolahan limbah diletakkan terpisah
dari lingkungan kerja. Daerah yang paling banyak terdapat debu liat adalah di
daerah mesin press, untuk itu tempat mesin press harus dipisahkan dari
lingkungan kerja. Pemberian ekstraktor (penghisap debu) yang dipasang
berdekatan dengan mesin press sehingga debu tidak berkesempatan
mempolusi lingkungan kerja. Alternatif lain dapat dilakukan dengan
memasang local exhaust ventilation untuk mengeluarkan partikel debu.
Petugas sortir harus selalu menggunakan masker agar udara kotor atau debu
liat tidak masuk ke dalam hidung.
4.3. Pemetaan Unit V
4.3.1. Layout Rumah Sortir
Layout dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Keterangan:
1. Rumah Sortir
2. Mesin Packing
Universitas Kristen Petra
71
3. Petugas Sortir
4. Lampu Rumah Sortir (tipe 36/33)
5. Kiln
Uni
t5
2 255
1
1
3
3 3
3
4
4
Gambar 4.11. Layout Rumah Sortir Unit V
Universitas Kristen Petra
72
4.3.2. Data dan Analisis Penyebab Terjadinya Tolakan
4.3.2.1. Pareto Chart Tolakan dan Analisis
Gambar 4.12. Pareto Chart Tolakan Unit V September-Desember 2006
Pareto Chart di atas menyajikan 80% penyebab tolakan yang disebabkan
oleh jenis cacat:
a. B10 (beda warna), beda warna dapat terjadi karena komposisi yang digunakan
dalam glasir mengalami perubahan, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Hal ini dapat berpengaruh besar pada warna yang dihasilkan setelah keramik
dibakar dalam kiln. Perbedaan warna atau tonality sering menjadi masalah dan
menimbulkan pengaduan terbesar dari customer, petugas sortir sering
kelolosan dalam menyeleksi perbedaan tonality ini.
b. D1 (gupil stacker), gupil stacker disebabkan karena hentakan mesin stacker
pada keramik setelah melewati sensor untuk dipisahkan dalam kualitas A, B,
atau, C.
c. E1 (cacat identifikasi), hal tersebut disebabkan karena mesin printing tidak
menjalankan input data sebagaimana mestinya, sehingga menghasilkan cacat
identifikasi pada karton pembungkus keramik.
B10 D1 E1 D2 B9 C1 B1 B2 B3 B5 B7 C5Others
20 10 7 5 2 2 1 1 1 1 1 1 2
37 19 13 9 4 4 2 2 2 2 2 2 4
37 56 69 78 81 85 87 89 91 93 94 96 100
0
10
20
30
40
50
0
20
40
60
80
100
Defect
CountPercentCum %
Pe
rcen
t
Co
unt
Tolakan Unit V Sept-Des 2006
Universitas Kristen Petra
73
d. D2 (coretan lolos sensor), coretan lolos sensor disebabkan karena coretan pada
keramik untuk menentukan kualitas kurang jelas sehingga mesin stacker tidak
dapat membaca dengan benar.
e. B9 (cacat printing), cacat printing disebabkan karena mesin printing tidak
mencetak gambar dengan benar pada keramik sehingga menghasilkan cacat
permanen.
Kelolosan cacat identifikasi berada di luar kuasa petugas sortir karena hal
ini murni dari kesalahan pembacaan input data pada mesin printing. Begitu juga
dengan kecacatan gupil stacker, hentakan mesin stacker yang keras terhadap
keramik sehingga menghasilkan gupil pada bagian ujung, hal ini tentunya berada
di luar kuasa petugas sortir. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa selama
bulan September-Desember 2006 penyebab tolakan yang berasal dari kelolosan
petugas sortir adalah jenis cacat B10, D2, dan B9.
4.3.2.2. Penyebab Terjadinya Tolakan dan Analisis
Penyebab terjadinya kelolosan beda warna dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Method Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan
Lampu Kurang Tepat
Kedatangankeramik terlalu
padat
Machine/Tools
Informasi kurang akurat
Acuan standar kurang jelas
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah
sortir
Kelolosan Beda Warna
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.13. Fishbone Penyebab Kelolosan Beda Warna
Universitas Kristen Petra
74
Penyebab terjadinya coretan lolos sensor dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Alat untuk mencoret kurang memadai
Kelelahan
Ragu-ragu dalam mencoret
CoretanLolos Sensor
Machine/Tools
Kedatangankeramik terlalu
padat
Gambar 4.14. Fishbone Penyebab Coretan Lolos Sensor
Penyebab terjadinya kelolosan cacat printing dapat dilihat pada fishbone
di bawah ini:
Man
Method Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan
Lampu Kurang Tepat
Kedatangankeramik terlalu
padat
Machine/Tools
Informasi kurang akurat
Acuan standar kurang jelas
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah
sortir
Kelolosan Cacat Printing
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.15. Fishbone Penyebab Kelolosan Cacat Printing
Dari fishbone di atas dapat dilihat beberapa penyebab terjadinya
kelolosan kecacatan yang paling dominan pada Unit V, berikut adalah analisis
mengenai penyebab terjadinya kelolosan tersebut:
Universitas Kristen Petra
75
a. Kedatangan keramik terlalu padat
Pada kondisi normal, keramik selalu melewati rumah sortir dengan berjarak
tertentu setiap 5 pieces. Apabila terjadi masalah pada kiln maupun mesin
packing, maka keramik tentunya akan disimpan dulu untuk kemudian
dihanyutkan setelah masalah tersebut dapat diatasi, keramik yang dihanyutkan
tersebut akan berpapasan dengan keramik yang berasal dari kiln, dan tentunya
jarak antar keramik menjadi saling berdekatan. Jika hal ini terjadi dalam
jangka waktu yang lama maka petugas sortir akan bekerja lebih ekstra untuk
melihat kondisi keramik dan tentunya kelolosan kecacatan dapat terjadi.
b. Posisi pemasangan lampu kurang tepat
Kurang jelasnya petugas sortir dalam melihat kecacatan ini karena posisi
pemasangan lampu kurang tepat, kombinasi lampu yang digunakan serta
penempatan lampu yang membuat suasana menjadi terlalu gelap maupun
terlalu terang sehingga dapat menyebabkan perbedaan warna maupun lubang
menjadi kurang jelas. Berikut adalah hasil pengukuran kuat penerangan dan
posisi pemasangan lampu pada Unit V:
Tabel 4.9. Pengukuran Kuat Penerangan pada Unit V
Hari: Jumat Tanggal: 16-3-2007 Unit: V Kuat Penerangan (lux)
Waktu Pengamatan08.58 09.58 10.54 13.41 14.36 19.00
LinePosisi 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Titik 1 650 1450 710 1500 830 1700 > 2000 1100 300 900 88 630Titik 2 900 550 640 650 900 800 850 1040 510 350 253 262Titik 3 1200 1300 920 1500 1200 > 2000 800 1350 740 250 622 61Titik 4 1260 - 610 - 1300 - 1100 - 400 - 132 91
Universitas Kristen Petra
76
Unit5
33
36/33
36/33
11
22
44
PetugasSortir Petugas
Sortir
Gambar 4.16. Posisi Pemasangan Lampu pada Unit V
Dari hasil pengukuran di atas ditambah hasil pendapat petugas sortir,
didapatkan bahwa posisi pemasangan lampu kurang tepat. Pada titik 1 sampai
titik 3 sinar lampu kurang terang sedangkan pada titik 4 bergantung pada sinar
matahari. Mengingat bahwa standar penerangan yang memadai untuk
pekerjaan menyortir antara ± 1500 luks, maka dipastikan suasana yang terlalu
gelap ini memperbesar resiko terjadinya kelolosan kecacatan.
c. Pengaruh cahaya lain selain rumah sortir
Cahaya matahari yang menembus atap fiber secara langsung dan cahaya
lampu mercury dapat membantu penerangan untuk melihat kecacatan pada
keramik. Beberapa petugas sortir cenderung mematikan lampu dengan alasan
panas dan sinar matahari sudah cukup membantu tetapi hal ini dapat membuat
pandangan menjadi tidak nyaman karena lampu pada rumah sortir yang
seharusnya berfungsi sebagai penerangan utama tidak akan berarti jika
dibandingkan cahaya lain tersebut, hal ini dapat mengakibatkan kelolosan
kecacatan.
d. Kelelahan
Menyortir merupakan pekerjaan berulang-ulang yang memerlukan konsentrasi
tinggi untuk menyeleksi kecacatan, pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang
cenderung membuat orang menjadi bosan dan cepat lelah, hal ini tentunya
akan menyebabkan hilangnya konsentrasi sehingga memungkinkan terjadinya
kelolosan dalam menyortir. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
kelelahan antara lain:
Universitas Kristen Petra
77
• Mata berkontraksi sepanjang waktu kerja, hal ini akan menimbulkan
kepusingan yang mengarah pada hilangnya konsentrasi.
• Kecenderungan menyortir dalam posisi badan membungkuk sehingga
tulang belakang menjadi nyeri. Sandaran kursi yang diperlukan untuk
membuat tulang belakang rileks tidak ada, sehingga pada waktu jeda
menunggu keramik datang mereka tidak dapat sedikit rileks dengan
menyandarkan punggung pada sandaran.
• Pemanfaatan jam istirahat yang kurang efektif. Selama ini waktu
pergantian petugas sortir adalah tiap satu jam sekali dan petugas sortir
yang digantikan cenderung membantu rekannya tanpa beristirahat sejenak
di ruang istirahat untuk memulihkan kelelahan.
• Terdapat gangguan fisik maupun jiwa yang menyebabkan hilangnya
konsentrasi. Manusia adalah makhluk individu dan sosial, dan dalam
menjalani fungsinya tentu tidak akan lepas dari berbagai macam
permasalahan hidup. Dalam melakukan pekerjaan yang diperlukan
konsentrasi seperti menyortir ini, tentunya sikap individu manusia harus
dikesampingkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Permasalahan
pribadi, keluarga, teman, bahkan sistem kerja akan membuat sikap
individu manusia menjadi semakin tinggi dan akan berpengaruh pada
pekerjaan yang dilakukan. Apabila hal ini sampai terjadi secara terus
menerus, maka pekerjaan akan terabaikan dan dalam hal ini konsentrasi
untuk menyortir akan terpecah sehingga dapat mengakibatkan banyaknya
keramik cacat yang lolos sortir.
e. Jarak Pandang yang kurang tepat
Setiap rumah sortir memiliki desain yang berbeda, begitu pula dengan
jarak pandang yang memungkinkan mata dapat melihat dengan jelas.
Setiap petugas sortir tentunya memiliki cara pandang yang tepat untuk
melihat kecacatan pada keramik, dimana mereka merasa nyaman dan jelas
ketika menyortir. Pada saat ini belum terdapat standar desain kursi yang
benar sehingga jarak pandang mereka cenderung berubah-ubah dalam
melihat kecacatan. Cara pandang petugas sortir dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Universitas Kristen Petra
78
f. Acuan standar kurang jelas
Setiap keramik hasil produksi tentunya memiliki acuan standar yang telah
disepakati bersama dan ini menjadi dasar bagi petugas sortir dalam
menyeleksi keramik. Setiap petugas sortir wajib dihadapkan pada acuan
standar agar dapat menyortir dengan benar. Penempatan acuan standar
harus pada tempat yang memudahkan petugas sortir melihat dengan jelas.
Pada saat ini terdapat rumah sortir yang tidak memiliki tempat acuan
standar maupun penempatan acuan standar yang kurang tepat yang
memudahkan petugas sortir untuk membandingkan keramik hasil
produksi, dengan kurang jelasnya pembanding maka kelolosan akibat beda
warna menjadi semakin besar.
g. Informasi kurang akurat
Dalam melakukan pekerjaannya, petugas sortir tidak lepas dari bantuan
petugas QA yang membantu memberikan informasi mengenai kondisi
keramik saat itu, misal: warna keramik hasil produksi yang dihasilkan
terlalu muda sehingga harus menjadi kualitas B, atau warnanya masih
dapat ditoleransi, dan lain-lain. Karena petugas QA yang melakukan
sampling warna tentunya mereka lebih tahu dari petugas sortir. Akan tetapi
kelemahannya adalah petugas QA melakukan sampling warna setiap
beberapa periode, dan mereka tidak akan mengetahui kondisi yang akan
terjadi saat mereka tidak melakukan sampling. Petugas sortir yang tanggap
seharusnya sesering mungkin berhubungan dengan petugas QA mengenai
kondisi yang sewaktu-waktu terjadi apabila berada di luar sepengetahuan
petugas QA. Pada saat ini petugas sortir tidak memiliki pembagian job
description yang jelas sehingga alur informasi yang berjalan menjadi
kurang akurat sehingga setelah terjadi tolakan akibat kelolosan warna,
petugas sortir menjadi lebih waspada.
h. Hal mencoret
Dalam bekerja, petugas sortir menggunakan botol tinta untuk memberikan
coretan pada keramik dalam menentukan kualitas keramik yang lewat di
depannya. Kain kassa pada botol tinta yang digunakan terkadang tidak
mengeluarkan tinta dengan tepat sehingga coretan menjadi terlalu tipis, hal
Universitas Kristen Petra
79
ini dapat menyebabkan sensor pembaca tidak dapat mengenali coretan
tersebut, dan kelolosan dapat terjadi. Begitu pula dengan keragu-raguan
yang dirasakan petugas sortir ketika akan memutuskan keramik tersebut
akan menjadi kualitas apa, hal ini dapat menyebabkan tangan menjadi
tidak sinkron dengan pemikiran, sehingga coretan menjadi tidak beraturan,
dan menyebabkan sensor menjadi rancu. Untuk kualitas A tidak dicoret,
untuk kualitas B dicoret pada bagian tengah, sedangkan untuk kualitas C
dicoret pada bagian pinggir depan atau pinggir belakang ubin keramik.
Kw A (tanpa coretan) Kw B (coret tengah) Kw C (coret pinggir) Kw C (coret pinggir)
Gambar 4.17. Coretan pada Keramik
i. Kondisi Udara
Kondisi udara pada Unit V terbagi atas kualitas dan suhu udara. Masing-
masing akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kualitas udara
Bahan-bahan pencemar udara di sekitar rumah sortir pada Unit V
meliputi: bahan pencemar biologis (virus, bakteri, dan jamur), volatile
organic compounds (cat, pembersih, kosmetik, bahan bangunan, dan
lain-lain), combustion products (CO, NO2, SO2) dan partikel debu.
Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada partikel debu dan
combustion products (CO, NO2, SO2). Sumber pencemaran
combustion products (CO, NO2, SO2) pada area sortir Unit V berasal
dari:
• Hasil pembakaran kendaraan bermotor (forklift)
Jenis kendaraan bermotor forklift seringkali melintas di daerah
rumah sortir, yang tentu saja sangat menganggu kinerja petugas
Universitas Kristen Petra
80
sortir karena hasil pembakaran yang dikeluarkan mengandung
karbon monoksida (CO) dan nitrogen oksida (NO dan NO2). CO
yang terikat dalam darah terutama hemoglobin akan menghambat
fungsi oksigen dalam sirkulasi, sedangkan NO dapat
menyebabakan iritasi pada mata dan saluran pernafasan.
• Asap rokok
Peraturan untuk tidak merokok di dalam ruangan memang sudah
tertera dimana-mana, namun masih sering dijumpai karyawan yang
merokok di dalam ruangan karena kurangnya kesadaran dari
karyawan. Asap rokok yang dikeluarkan mengandung karbon
monoksida (CO) yang merupakan salah satu pencemar udara,
selain itu rokok bisa menyebabkan kebakaran apabila
terkontaminasi dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti
zat-zat yang terkandung dalam glasir.
• Debu
Sumber pencemaran karena partikel debu bisa berasal dari dalam
dan luar ruangan. Sumber partikel debu dari luar bisa masuk ke
dalam ruangan karena ada angin yang membawa debu-debu
tersebut. Sedangkan debu di dalam ruangan berasal dari debu liat
yang masih menempel pada keramik dan debu mesin amplas.
Daerah yang paling banyak terdapat debu liat adalah di daerah
mesin press, untuk itu tempat mesin press harus dipisahkan dari
lingkungan kerja. Pada Unit V mesin amplas berdekatan dengan
rumah sortir line 2 sehingga besar kemungkinannya bila debu yang
dihasilkan berterbangan ke arah rumah sortir.
2. Suhu Udara
Pada saat ini petugas sortir menyeleksi keramik yang panas karena
langsung keluar dari kiln. Tentunya keadaan udara di sekitar rumah
sortir menjadi panas akibat panas keramik, apalagi panas yang
dilepaskan oleh lampu-lampu di dalam rumah sortir. Kondisi pada
siang hari dengan suhu udara mencapai 30° C dan ditambah panas
yang dilepaskan oleh keramik dan lampu akan membuat petugas sortir
Universitas Kristen Petra
81
menjadi tidak nyaman dalam bekerja, berikut hasil pengukuran suhu
dan kelembaban udara pada Unit V:
Tabel 4.10. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara pada Unit V
Suhu (° C) dan Kelembaban Udara (%) Tanggal 13-3-2007 16-3-2007 1-5-2007 Waktu Pengamatan 08.58 10.00 10.59 13.00 13.53 14.49 08.58 9.58 19.10 Line 2 1 2 1 2 1 1 2 1Suhu 31.9 32 32.4 35.9 37 31.8 31.9 35.9 31.4Kelembaban 59 58 57 46 41 56 58 47 54
Dengan standar suhu kerja ideal di bawah 30° C maka kondisi kerja pada Unit V
menjadi tidak ideal dan hal ini dapat mengurangi konsentrasi kerja petugas sortir
sehingga kurang mengenali apabila terdapat kecacatan.
4.3.3. Solusi Pemecahan
Berikut merupakan beberapa pemecahan yang penulis rancang untuk
mengatasi penyebab terjadinya tolakan pada Unit V:
Unit5
33
36/33
36/33
11
22
44
PetugasSortir Petugas
Sortir
Gambar 4.18. Layout Awal Rumah Sortir Unit V
Universitas Kristen Petra
82
Unit5
221
18/54
18/54
1
18/33
18/33
3
3
Kipas Angin
Kipas Angin
36/54
36/54
Gambar 4.19. Layout Usulan Rumah Sortir Unit V
a. Merancang ulang peletakan lampu
Dengan merancang ulang peletakan lampu, maka kuat penerangan akan
mencapai ideal sehingga suasana menjadi lebih baik dan kecacatan yang
sebelumnya kurang terlihat akan menjadi terlihat. Penerangan di dalam
rumah sortir cukup dilengkapi dengan dua lampu saja karena arah sinar
lampu dapat membentuk sudut 45º, sehingga dapat memantulkan cahaya
lebih baik. Memperpendek ketinggian lampu hingga tepat di atas mata
petugas sortir, dan memberi lapisan dof untuk mengurangi silau. Selain itu
juga memperhatikan jenis lampu yang dipasang, pada titik 1 dengan
lampu tipe 18/33, titik 2 dengan lampu tipe 18/54, titik 3 dengan lampu
tipe 18/54. Alasan pembedaan jenis lampu ini adalah memudahkan
petugas sortir untuk menyeleksi kecacatan dengan kombinasi cahaya
lampu seperti pada tempat hamparan keramik. Menambahkan lampu yang
ditempatkan 1 meter sebelum rumah sortir akan membantu mendeteksi
kecacatan lebih dini dan hal ini akan lebih memudahkan petugas sortir
dalam menentukan kualitas keramik yang lewat di depannya, dengan
demikian keragu-raguan petugas sortir dalam menentukan keputusan dapat
menjadi lebih berkurang.
Universitas Kristen Petra
83
b. Memberi tempat acuan standar pada masing-masing rumah sortir
Tempat acuan standar ini diperlukan untuk memperjelas perbedaan antara
keramik hasil produksi dengan standar produksi yang telah ada, penulis
memberikan alternatif peletakan tempat acuan standar sebagai berikut:
1. Peletakan standar keramik acuan tepat di depan petugas sortir. Adapun
kelebihan dan kekurangan dari solusi ini adalah sebagai berikut:
• Kelebihan: tempat yang luas pada sisi depan petugas sortir dapat
menampung keramik standar yang mempunyai lebih dari 4
tonality. Selain itu dapat digunakan untuk menyimpan keramik
acuan lain yang akan diproduksi pada saat itu juga.
• Kekurangan: pandangan mata petugas sortir kemungkinan terlalu
jauh untuk membedakan warna antara acuan dengan hasil produksi.
2. Penambahan tempat tepat di bawah conveyor. Adapun kelebihan dan
kekurangan solusi ini adalah sebagai berikut:
• Kelebihan: petugas sortir dapat melihat perbedaan warna dengan
cepat karena keramik acuan tepat berada di bawah keramik hasil
produksi yang sedang berjalan.
• Kekurangan: apabila petugas sortir belum terbiasa maka dapat
menjadi bingung dengan adanya 2 keramik yang saling tumpang
tindih dan secara terus-menerus berjalan.
c. Desain kursi kerja
Mendesain kursi kerja baru dapat mengurangi kelelahan petugas sortir
dalam melakukan pekerjaannya, yaitu: memajukan sandaran kursi. Selain
itu dengan adanya desain kursi ini maka petugas sortir dapat bekerja
dengan posisi duduk karena menyortir merupakan pekerjaan ringan
dengan pergerakan berulang dan memerlukan ketelitian. Langkah-langkah
untuk mendapatkan jarak pandang sama seperti pada Unit II, dengan hasil
pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 11. Desain kursi kerja dapat
dilihat pada Lampiran 8.
d. Pemanfaatan ketetapan jam istirahat sesuai Perjanjian Kerja Bersama
antara perusahaan dengan karyawan
Universitas Kristen Petra
84
Berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama antara perusahaan dengan
karyawan, setiap orang yang telah bekerja selama beberapa waktu harus
mendapatkan waktu istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan.
Selama ini belum terdapat pemanfaatan yang benar mengenai jam istirahat
tersebut, pada kesempatan ini penulis mengusulkan pengaturan yang dapat
diterapkan secara fleksibel, dan diharapkan dengan usulan ini kelelahan
yang dialami petugas sortir dapat lebih berkurang. Usulan penulis
mengenai pengaturan jam istirahat dapat dilihat pada Lampiran 9.
e. Tempat keramik kualitas D dan dumping
Untuk mempermudah pergerakan petugas sortir, penulis menyarankan
untuk memisahkan tempat keramik kualitas D dan dumping dengan kursi.
Berikut adalah desain kursi yang selama ini dipergunakan pada Unit V:
66 c
m
66 cm
Tempat duduk
Tempat dumping
Gambar 4.20. Tempat Keramik Kualitas D dan Dumping dengan Kursi(tampak atas) pada Unit V
Pada gambar di atas, kursi dan tempat dumping menjadi satu seperti yang sudah
diterapkan sekarang, hal ini kurang memudahkan petugas sortir untuk bergerak.
Pada kesempatan ini penulis mencoba memberikan usulan rancangan kursi sortir
yang baru, yakni dengan memisahkan kursi dengan tempat dumping seperti yang
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Universitas Kristen Petra
85
60
cm
40 cm
40 c
m
40 cm
Tempat dudukTempat
dumping
Gambar 4.21. Usulan Tempat Keramik Kualitas D dan Dumping dengan Kursi(tampak atas) pada Unit V
Alasan penulis untuk memisahkan tempat duduk dan dumping adalah:
• Agar kursi lebih mudah untuk dipindahkan apabila posisi kursi kurang
tepat (kurang maju atau kurang mundur).
• Pemilahan keramik kualitas D dan dumping menjadi lebih jelas.
f. Memberi atap tambahan pada rumah sortir
Memberi atap tambahan dapat mengurangi pengaruh cahaya matahari
yang menembus atap fiber secara langsung dan cahaya lampu mercury.
Selama ini petugas sortir cenderung mematikan lampu karena pengaruh
cahaya matahari yang berpadu dengan lampu rumah sortir dapat
menyebabkan silau. Dengan adanya atap ini, maka lampu pada rumah
sortir yang seharusnya berfungsi sebagai penerangan utama akan lebih
berarti.
g. Pembagian job description antar petugas sortir
Pembagian job description sangat diperlukan untuk menjaga alur
informasi dalam lantai produksi, antar petugas sortir memerlukan
koordinasi untuk menjaga kelangsungan proses produksi, begitu juga
petugas sortir dengan petugas QA terkait segala sesuatu yang berhubungan
dengan keramik hasil produksi. Usulan mengenai pembagian job
description yang jelas dapat dilihat pada Lampiran 10.
h. Mengadakan peninjauan kualitas udara
Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan maintenance pada
kendaraan forklift, terutama yang telah berumur sehingga sisa hasil
pembakaran yang dikeluarkan lebih ramah lingkungan. Untuk
menghindari adanya asap rokok dalam ruangan maka harus diberikan
Universitas Kristen Petra
86
sanksi yang tegas bagi karyawan yang melanggar peraturan merokok.
Daerah yang paling banyak terdapat debu liat adalah di daerah mesin
press, untuk itu tempat mesin press harus dipisahkan dari lingkungan
kerja. Pemberian ekstraktor (penghisap debu) yang dipasang berdekatan
dengan mesin press sehingga debu tidak berkesempatan mempolusi
lingkungan kerja. Alternatif lain dapat dilakukan dengan memasang local
exhaust ventilation untuk mengeluarkan partikel debu. Petugas sortir harus
selalu menggunakan masker agar udara kotor atau debu liat tidak masuk ke
dalam hidung.
i. Memberi fasilitas kipas angin
Dengan kondisi suhu kerja yang ideal berdasarkan referensi pengukuran,
suhu yang memungkinkan orang masih dapat konsentrasi adalah di bawah
30º C, oleh karena itu diperlukan penyejuk udara untuk mencapai suhu
ideal. Kipas angin sangat diperlukan untuk membuang panas dari keramik,
apalagi dengan kondisi keramik langsung keluar dari kiln. Panas dari
keramik akan menambah suhu dari rumah sortir sehingga akan
berpengaruh pada kinerja dari petugas sortir (misal: konsentrasi sortir
berkurang karena udara panas). Sebaiknya kipas angin tidak diarahkan
pada wajah petugas sortir karena bisa menyebabkan kantuk. Kipas angin
lebih baik diletakkan di samping depan petugas sortir sehingga arah angin
selain sedikit mengarah ke petugas sortir sekaligus mengarah ke keramik
untuk membuang panas pada keramik. Kipas angin juga harus sering
dibersihkan agar kebersihan tetap terjaga.
j. Memberi blower yang diletakkan sebelum rumah sortir
Blower berfungsi untuk mengurangi panas keramik yang berasal langsung
dari exit kiln, dengan kondisi keramik yang mencapai 78º C dipastikan
akan mempengaruhi suhu udara di sekitar rumah sortir. Blower ini dapat
mengurangi panas keramik hingga 10º C, tentunya hal ini dapat membantu
petugas sortir ketika sedang bekerja.
Universitas Kristen Petra
87
4.3.4. Implementasi pada Unit V
Masa evaluasi implementasi pada Unit V mulai pada tanggal 1–20 Juni
2007. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa dengan mengimplementasikan
fasilitas dan sarana kerja yang baru dapat menurunkan tolakan hingga mencapai
0,81%, sehingga perancangan yang dilakukan berhasil menurunkan angka tolakan
pada Unit V. Proses sortir menjadi lebih baik sehingga output yang dihasilkan
lebih terjamin.
Tabel 4.11. Perbandingan Jumlah Tolakan Sebelum dan SesudahImplementasi pada Unit V
SebelumImplementasi
SesudahImplementasi
Maret April Mei Rata-rata Juni
%Penurunan
Tolakan
Jumlah Tolakan(dalam dos) 1825 3396 1708 2310 641
Hasil Produksi(dalam dos) 215510 201299 236858 217889 258735
%Tolakan/Produksi 0,85 1,69 0,72 1,06 0,25 0,81
Tabel 4.12. menyajikan status solusi pemecahan yang penulis rancang
untuk mengurangi tolakan pada Unit V. Beberapa implementasi belum dilakukan
karena keterbatasan waktu maupun beberapa faktor lain yang tidak dapat
disebutkan secara seksama. Akan tetapi usulan solusi pemecahan tersebut telah
mendapat tanggapan positif dari Kepala Unit, dan akan diimplementasikan dalam
beberapa waktu ke depan dengan melihat kondisi yang tepat untuk
pelaksanaannya
Universitas Kristen Petra
88
Tabel 4.12. Status Solusi Pemecahan pada Unit V
Solusi Pemecahan Status
Diimplementasikan Belum
Diimplementasikan
Merancang Ulang Peletakan Lampu �
Memberi Tempat Acuan Standar �
Desain Kursi Kerja �
Pemanfaatan Jam Istirahat Berdasarkan �
Perjanjian Kerja Bersama
Tempat Kualitas D dan dumping �
Atap Tambahan Pada Rumah Sortir �
Pembagian job description �
Peninjauan Kualitas Udara �
Fasilitas Kipas Angin � Menambahkan blower sebelum line
sortir �
4.3.5. Perbandingan Rancangan Sebelum dan Sesudah Implementasi
Tabel di bawah ini merupakan analisis kondisi sebelum dan sesudah
implementasi beserta kelebihan dan kekurangan rancangan pada Unit V:
Tabel 4.13. Perbandingan Rancangan Sebelum dan Sesudah Implementasi
Solusi YangDilakukan
KondisiSebelum
KondisiSesudah
Kelebihan Kekurangan
Merancangulangpeletakanlampu
Pengamatanpada malamhari(dalam lux):Titik 1: 630Titik 2: 262Titik 3: 61
Pengamatanpada malamhari(dalam lux):Titik 1: 1030Titik 2: 1190Titik 3: 1130
1. Perancangan ini dapat
menambahkuatpeneranganpada rumahsortir hinggamendekati± 1500 lux.
2. Hasil yang didapat tidak
mencapai1500 lux,
Terbatasnyawaktuuntukimplementasitidakmemungkinkanpenulismelakukanevaluasi secaraberkalamengenai kuatpeneranganlampu
Universitas Kristen Petra
89
Tabel 4.13. Perbandingan Rancangan Sebelum dan Sesudah Implementasi(sambungan)
Solusi YangDilakukan
KondisiSebelum
KondisiSesudah
Kelebihan Kekurangan
tetapi bukanberartipemasanganini tidakberhasilmelainkankondisisetelahimplementasisudah cukupterang untukmenunjangproses sortir.
sehinggapercobaanuntuk beberapaalternatif posisipemasanganbelumdilakukan.
Desain kursikerja
1. Petugas sortir selalu
membungkukdalambekerja.
2. Jarakpandangselaluberubah-ubah.
1. Petugassortir
menyandar ketika bekerja.2. Jarak
pandangmenjaditepat.
Denganadanyasandaran,kelelahanpetugas sortirakan lebihberkurangsehinggadapat bekerjadenganoptimal.
Terbatasnyawaktuimplementasitidakmemungkinkanpenulis untukmengambilkesimpulanmengenaikecacatan apasaja yangdengan adanyakursi kerjabaru menjadikurang terlihat.
Tempatkualitas Ddan dumping
1. Bersatudengan
kursi kerja, kursi kerja berbentuk persegi panjang.
tanpasandaran.
2. Dumping dan kualias D diletakkan di belakang petugas
1. Dipisahkandengankursi kerja.
2. Dumpingdankualitas Ddiletakkandi depanpetugassortiruntukmemudah-kanpergerakan
1. Keramikkualitas Ddandumpingdapatdenganmudahdipindahdandipilahkan.
2. Petugassortir dapatlebih fokusbekerjatanpa harus
Keramikkualitas Ddan dumpingpada tempatyang harusselalu rutindicek agartidak terlalutinggi sehinggadapatmenghalangipenglihatanpetugas sortir.
Universitas Kristen Petra
90
Tabel 4.13. Perbandingan Rancangan Sebelum dan Sesudah Implementasi(sambungan)
Solusi YangDilakukan
KondisiSebelum
KondisiSesudah
Kelebihan Kekurangan
sortir sehingga petugas sortir sering melakukan gerakanmemutarbadan yangdapatmenimbulkankelelahanmengingatselamamenyortirmereka akanseringmemindah-kan dumpingmaupunkualitas Dtersebut.
petugassortir.
memutarbadansepertisebelumadanyapemisahantempatdumping dankualitas Dyang baru.
Fasilitas kipasangin
Tidak terdapatkipas angin.
Diletakkanpada seberangpetugas sortirberlawanandengan arahdatangnyakeramik.
Selainmengurangipanaskeramik, jugamenggerakkanudara didalam rumahsortirsehinggasedikit lebihdingin.
Terbatasnyawaktumembuatpenulis tidakdapatmengukursuhu udarasetelah adanyafasilitas kipasangin ini.
Universitas Kristen Petra
91
Tabel 4.13. Perbandingan Rancangan Sebelum dan Sesudah Implementasi(sambungan)
SolusiYang
Dilakukan
KondisiSebelum
KondisiSesudah
Kelebihan Kekurangan
Ataptambahanpada rumahsortir
Tidak terdapatatap tambahansehingga sinarmatahariseringkalimengaburkankecacatan yangdapat dilihatmenggunakanpantulan cahayalampu.
Diletakkan diatas rumahsortir denganposisi agakmenjorokkeluar untukmenghalangisinarmatahari.
1. Lampu dalamrumah sortirmenjadi lebihberfungsi.
2. Pengaruh sinarmatahariterhadapterlihatnyacacat dapatlebihdikurangi.
Bahan untukatap yangseadanya masihbelum dapatmenunjangpekerjaanpetugas sortirmengingat padabeberapa sisimasih terdapatpengaruh sinarmatahari yanglangsungmenembus atapfiber, rumahsortir initerletak tepatdibawah atapfiber tersebut.
Pemasanganblower padalinesebelumrumah sortir
Pengamatansebelumterdapat blower:1. 98º C2. 100º C3. 96,5º C4. 100,4º C5. 98,1º C6. 99,5º C7. 98,6º C8. 100,4º C9. 102,1º C10. 100º C
Pengamatansetelahterdapatblower:1. 86,2º C2. 89º C3. 88,2º C4. 87,2º C5. 88,6º C6. 91º C7. 90º C8. 89,8º C9. 92,2º C10. 86,6º C
Dapatmenurunkansuhu keramikhingga 10º C
Implementasi rumah sortir dapat dilihat pada Gambar 4.22.
Universitas Kristen Petra
92
45°
144.0
60.040.0
31.0131.0
40.0
40.0
40.0
15°
95.0
2 lampu TL 18/33
1 lampu TL 18/54
2 lampu TL 18/54
Mesin Stacker
100.0
60.0
Kiln
Blower
Kipas angin
Gambar 4.22. Implementasi Rumah Sortir pada Unit V
Un
iversitas Kristen
Petra 92
Universitas Kristen Petra
93
4.4. Pemetaan Unit VII
4.4.1. Layout Rumah Sortir
Layout dapat dilihat pada Gambar 4.23.
Keterangan:
1. Rumah Sortir
2. Mesin Packing
3. Tempat Standar
4. Kipas Angin
5. Petugas Sortir
6. Lampu Rumah Sortir (tipe 18/54)
7. 1. Lampu Sebelum Rumah Sortir (tipe 36/54)
2. Lampu Sebelum Rumah Sortir (tipe 18/54)
8. Arah Keramik dari kiln
Universitas Kristen Petra
94
Uni
t7
3 3 3
3 3
3
2 2 2
v v v
v v v
1
1 1
4 4 4
55 5
Gambar 4.23. Layout Rumah Sortir Unit VII
Universitas Kristen Petra
95
4.4.2. Data dan Analisis Penyebab Terjadinya Tolakan
4.4.2.1. Pareto Chart Tolakan dan Analisis
Gambar 4.24. Pareto Chart Tolakan Unit VII September-Desember 2006
Pareto Chart di atas menyajikan 80% penyebab tolakan yang disebabkan
oleh jenis cacat sebagai berikut:
a. A3 (retak body/sisi), retak body adalah retak yang terdapat pada permukaan
keramik, retak sisi adalah retak yang terdapat pada sisi keramik, ukuran yang
terjadi biasanya ± 1 cm.
b. B10 (beda warna), beda warna dapat terjadi karena komposisi yang digunakan
dalam glasir mengalami perubahan, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Hal ini dapat berpengaruh besar pada warna yang dihasilkan setelah keramik
dibakar dalam kiln. Perbedaan warna atau tonality sering menjadi masalah dan
menimbulkan pengaduan terbesar dari customer, petugas sortir sering
kelolosan dalam menyeleksi perbedaan tonality ini.
c. C1 (gupil kiln), gupil kiln terjadi pada saat keramik melalui proses
pembakaran, kondisi gupil tidak terlapisi oleh glasir sehingga dapat terlihat
dengan jelas.
OthersB9B2A1D1B7B3D2FE1B 11C6C1B10A3
32 9 18 19 20 21 25 28 31 32 33 37 81140220
4 1 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5111929
100 96 95 92 90 87 84 81 77 73 68 64 59 48 29
700
600
500
400
300
200
100
0
100
80
60
40
20
0
Defect
CountPercentCum %
Pe
rce
nt
Co
unt
Tolakan Unit VII Sept-Des 2006
Universitas Kristen Petra
96
d. C6 (ukuran), kecacatan ukuran dapat disebabkan terjadinya ketidak stabilan
suhu dalam kiln. Suhu yang tidak sesuai dengan standar pembakaran dapat
menyebabkan ukuran menjadi melenceng dari batas toleransi.
e. B11 (retak yuyu/glasir), retak yuyu sering dikenal dengan retak kuku, retak ini
berada di permukaan glasir dengan ukuran tidak terlalu besar (< 1 cm), retak
ini tersamarkan oleh glasir sehingga susah terdeteksi.
f. E1 (cacat identifikasi), hal tersebut disebabkan karena mesin printing tidak
menjalankan input data sebagaimana mestinya, sehingga menghasilkan cacat
identifikasi pada karton pembungkus keramik.
g. F (laminasi/gelombang), laminasi dapat disebabkan karena bodi keramik
terkena pengaruh dari mesin-mesin yang dilewatinya, seperti oli dari
perjalanan melalui glasir, kadar air yang disemprotkan terlalu basah, maupun
tekanan mesin press kurang.
h. D2 (coretan lolos sensor), coretan lolos sensor disebabkan karena coretan pada
keramik untuk menentukan kualitas kurang jelas sehingga mesin stacker tidak
dapat membaca dengan benar.
Kelolosan cacat identifikasi berada di luar kuasa petugas sortir karena hal
ini murni dari kesalahan pembacaan input data pada mesin printing. Begitu juga
dengan kecacatan ukuran, petugas sortir tidak dapat mengetahui secara kasat mata
mengenai perbedaan ukuran karena hal tersebut hanya dapat diukur oleh petugas
QA dan mesin stacker yang secara otomatis mendeteksi perubahan ukuran. Oleh
karena itu, penulis menyimpulkan bahwa selama bulan September-Desember
2006 penyebab tolakan yang berasal dari kelolosan dari petugas sortir adalah jenis
cacat A3, B10, C1, B11, F, dan D2.
Universitas Kristen Petra
97
4.4.2.2. Penyebab Terjadinya Tolakan dan Analisis
Penyebab terjadinya kelolosan retak bodi dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Method Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan
Lampu Kurang Tepat
Kedatangankeramik terlalu
padat
Machine/Tools
Informasi kurang akurat
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah
sortir
Kelolosan Retak Bodi
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.25. Fishbone Penyebab Kelolosan Retak Bodi
Penyebab terjadinya kelolosan beda warna dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Method Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan
Lampu Kurang Tepat
Kedatangankeramik terlalu
padat
Machine/Tools
Informasi kurang akurat
Acuan standar kurang jelas
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah
sortir
Kelolosan Beda Warna
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.26. Fishbone Penyebab Kelolosan Beda Warna
Universitas Kristen Petra
98
Penyebab terjadinya kelolosan gupil kiln dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Method Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan
Lampu Kurang Tepat
Kedatangankeramik terlalu
padat
Machine/Tools
Informasi kurang akurat
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Kelolosan Gupil Kiln
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.27. Fishbone Penyebab Kelolosan Gupil Kiln
Penyebab terjadinya kelolosan retak yuyu dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Method Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan
Lampu Kurang Tepat
Kedatangankeramik terlalu
padat
Machine/Tools
Informasi kurang akurat
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah
sortir
Kelolosan Retak Yuyu
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.28. Fishbone Penyebab Kelolosan Retak Yuyu
Universitas Kristen Petra
99
Penyebab terjadinya kelolosan laminasi dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Method Environment
Kondisi Udara
Posisi Pemasangan
Lampu Kurang Tepat
Kedatangankeramik terlalu
padat
Machine/Tools
Informasi kurang akurat
Kelelahan
Jarak Pandang yang kurang
tepat
Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah
sortir
Kelolosan Laminasi
Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Gambar 4.29. Fishbone Penyebab Kelolosan Laminasi
Penyebab terjadinya coretan lolos sensor dapat dilihat pada fishbone di
bawah ini:
Man
Alat untuk mencoret kurang memadai
Kelelahan
Ragu-ragu dalam mencoret
CoretanLolos Sensor
Machine/Tools
Kedatangankeramik terlalu
padat
Gambar 4.30. Fishbone Penyebab Coretan Lolos Sensor
Fishbone di atas menyajikan beberapa penyebab terjadinya kelolosan
kecacatan yang paling dominan pada Unit VII, berikut merupakan analisis
mengenai penyebab terjadinya kelolosan tersebut:
Universitas Kristen Petra
100
a. Kedatangan keramik terlalu padat
Keramik selalu melewati rumah sortir dengan jarak tertentu setiap 6 pieces
pada kondisi normal. Apabila terjadi masalah pada kiln maupun mesin
packing, maka keramik tentunya akan disimpan dulu untuk kemudian
dihanyutkan setelah masalah tersebut dapat diatasi, keramik yang dihanyutkan
tersebut akan berpapasan dengan keramik yang berasal dari kiln, dan tentunya
jarak antar keramik menjadi saling berdekatan. Jika hal ini terjadi dalam
jangka waktu yang lama maka petugas sortir akan bekerja lebih ekstra untuk
melihat kondisi keramik dan tentunya kelolosan kecacatan dapat terjadi.
b. Posisi pemasangan lampu kurang tepat
Kurang jelasnya petugas sortir dalam melihat kecacatan dapat disebabkan
karena posisi pemasangan lampu kurang tepat, kombinasi lampu yang
digunakan serta penempatan lampu yang membuat suasana menjadi terlalu
gelap maupun terlalu terang sehingga dapat menyebabkan perbedaan warna
maupun lubang menjadi kurang jelas. Berikut adalah hasil pengukuran kuat
penerangan dan posisi pemasangan lampu pada Unit VII:
Tabel 4.14. Pengukuran Kuat Penerangan pada Unit VII
Hari: Jumat Tanggal: 16-3-2007 Unit: VII Kuat Penerangan (lux)
Waktu Pengamatan9.34 10.35 11.29
LinePosisi 1 2 3 1 2 3 1 2 3Titik 1 1020 1480 1410 1100 1490 1490 1100 1450 1410Titik 2 1200 1610 1550 1250 1590 1590 1350 1550 1350Titik 3 700 1500 700 1700 1950 > 2000 1850 > 2000 > 2000
Universitas Kristen Petra
101
Tabel 4.14. Pengukuran Kuat Penerangan pada Unit VII (sambungan)
Hari: Jumat Tanggal: 16-3-2007 Unit:VII
Kuat Penerangan (lux)Waktu Pengamatan
13.00 14.00 18.00Line
Posisi 1 2 3 1 2 3 1 2 3Titik 1 1400 1600 1400 1300 1610 1100 190 581 822Titik 2 1410 1840 1300 1200 1810 1240 628 810 1170Titik 3 > 2000 > 2000 1700 > 2000 > 2000 1290 318 662 464
Unit7
2 1
2 1
2 118/33
18/33
18/33
18/33
18/33
18/33
PetugasSortir
PetugasSortir
PetugasSortir
3
3
3
Gambar 4.31. Posisi Pemasangan Lampu Rumah Sortir pada Unit VII
Hasil pengukuran di atas dengan disertai pendapat petugas sortir
menunjukkan bahwa posisi pemasangan lampu kurang tepat. Mengingat
bahwa standar penerangan yang memadai untuk pekerjaan menyortir antara ±
1500 luks, penerangan lampu sudah memadai namun masih perlu dilakukan
perbaikan posisi, dipastikan suasana yang terlalu terang maupun terlalu gelap
saat ini dapat memperbesar resiko terjadinya kelolosan kecacatan. Penempatan
lampu sebelum rumah sortir sekarang masih terlalu jauh dan memberikan
waktu adaptasi yang panjang untuk melihat keramik dari kondisi peralihan
gelap menjadi terang, mata akan berakomodasi dengan cepat untuk
Universitas Kristen Petra
102
menyesuaikan diri dan hal ini dapat menyebabkan kelelahan, dengan demikian
tentunya resiko terjadinya kelolosan akan semakin besar.
c. Kelelahan
Menyortir merupakan pekerjaan berulang-ulang yang memerlukan konsentrasi
tinggi untuk menyeleksi kecacatan, pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang
cenderung membuat orang menjadi bosan dan cepat lelah, hal ini tentunya
akan menyebabkan hilangnya konsentrasi sehingga memungkinkan terjadinya
kelolosan dalam menyortir. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
kelelahan antara lain:
• Mata berkontraksi sepanjang waktu kerja, hal ini akan menimbulkan
kepusingan yang mengarah pada hilangnya konsentrasi.
• Kecenderungan menyortir dalam posisi badan membungkuk sehingga
tulang belakang menjadi nyeri. Sandaran kursi yang diperlukan untuk
membuat tulang belakang rileks tidak ada, sehingga pada waktu jeda
menunggu keramik datang mereka tidak dapat sedikit rileks dengan
menyandarkan punggung pada sandaran.
• Pemanfaatan ketetapan jam istirahat berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama
antara perusahaan dengan karyawan yang kurang efektif. Selama ini waktu
pergantian petugas sortir adalah tiap satu jam sekali dan petugas sortir
yang digantikan cenderung langsung membantu rekannya tanpa
beristirahat sejenak di ruang istirahat untuk memulihkan kelelahan.
• Terdapat gangguan fisik maupun jiwa yang menyebabkan hilangnya
konsentrasi. Manusia adalah makhluk individu dan sosial, dan dalam
menjalani fungsinya tentu tidak akan luput dari berbagai macam
permasalahan hidup. Dalam melakukan pekerjaan yang diperlukan
konsentrasi seperti menyortir ini, tentunya sikap individu manusia harus
dikesampingkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Permasalahan
pribadi, keluarga, teman, bahkan sistem kerja akan membuat sikap
individu manusia menjadi semakin tinggi dan akan berpengaruh pada
pekerjaan yang dilakukan. Apabila hal ini sampai terjadi secara terus
menerus, maka pekerjaan akan terabaikan dan dalam hal ini konsentrasi
Universitas Kristen Petra
103
untuk menyortir akan terpecah sehingga dapat mengakibatkan banyaknya
keramik cacat yang lolos sortir.
d. Jarak Pandang yang kurang tepat
Setiap rumah sortir memiliki desain yang berbeda, begitu pula dengan jarak
pandang yang memungkinkan mata dapat melihat dengan jelas. Setiap petugas
sortir tentunya memiliki cara pandang yang tepat untuk melihat kecacatan
pada keramik, dimana mereka merasa nyaman dan jelas ketika menyortir.
Pada saat ini belum terdapat standar desain kursi yang benar sehingga jarak
pandang mereka cenderung berubah-ubah dalam melihat kecacatan. Cara
pandang petugas sortir dapat dilihat pada Lampiran 6.
e. Acuan standar kurang jelas
Setiap keramik hasil produksi tentunya memiliki acuan standar yang telah
disepakati bersama dan ini menjadi dasar bagi petugas sortir dalam
menyeleksi keramik. Setiap petugas sortir wajib dihadapkan pada acuan
standar agar dapat menyortir dengan benar. Penempatan acuan standar harus
pada tempat yang memudahkan petugas sortir melihat dengan jelas. Pada saat
ini rumah sortir yang ada tidak memiliki tempat acuan standar maupun
penempatan acuan standar yang kurang tepat yang memudahkan petugas sortir
untuk membandingkan keramik hasil produksi, dengan kurang jelasnya
pembanding maka kelolosan kecacatan menjadi besar.
f. Informasi kurang akurat
Dalam melakukan pekerjaannya, petugas sortir tidak lepas dari bantuan
petugas QA yang membantu memberikan informasi mengenai kondisi
keramik saat itu, misal: warna keramik hasil produksi yang dihasilkan terlalu
muda sehingga harus menjadi kualitas B, atau warnanya masih dapat
ditoleransi, dan lain-lain. Karena petugas QA yang melakukan sampling warna
tentunya mereka lebih tahu dari petugas sortir. Akan tetapi kelemahannya
adalah petugas QA melakukan sampling warna setiap beberapa periode, dan
mereka tidak akan mengetahui kondisi yang akan terjadi saat mereka tidak
melakukan sampling. Petugas sortir yang tanggap seharusnya sesering
mungkin berhubungan dengan petugas QA mengenai kondisi yang sewaktu-
waktu terjadi apabila berada di luar sepengetahuan petugas QA. Pada saat ini
Universitas Kristen Petra
104
petugas sortir tidak memiliki pembagian job description yang jelas sehingga
alur informasi yang berjalan menjadi kurang akurat sehingga setelah terjadi
tolakan akibat kelolosan warna, petugas sortir menjadi lebih waspada.
g. Pengaruh cahaya lain selain lampu rumah sortir
Unit VII merupakan unit yang paling luas sehingga pencahayaan alami sinar
matahari lebih banyak, hal ini dapat memberikan pengaruh ketika petugas
sortir menyeleksi kecacatan. Keramik memantulkan cahaya yang bercampur
antara lampu dengan sinar matahari, cahaya tersebut menjadi semakin terang
dan menyilaukan mata. Pada akhirnya terdapat kecacatan yang lolos karena
tidak terlihat akibat silau tersebut.
h. Kurangnya pemanfaatan fasilitas dan sarana kerja
Petugas sortir mendapat fasilitas sarung tangan untuk bekerja dan demi
keselamatan mereka, keramik kualitas D maupun dumping dipisahkan dengan
diambil menggunakan sarung tangan melihat suhu keramik yang panas karena
langsung exit kiln. Kondisi yang terjadi adalah petugas sortir jarang
menggunakan sarung tangan dengan berbagai alasan, hal ini dapat
menyebabkan kelolosan kecacatan karena mereka enggan mengambil keramik
cacat yang telah melewati rumah sortir dengan alasan keramik panas.
i. Ragu-ragu dalam mencoret
Seleksi yang dilakukan petugas sortir berdasarkan keputusan yang diambil
dengan cepat cenderung membuat ragu-ragu dalam mencoret keramik, hal ini
tentunya membuat coretan menjadi tidak jelas sehingga pembacaan sensor
menjadi rancu. Hal ini tentu akan berakibat terjadinya peletakan keramik yang
tidak sesuai dengan kualitasnya, dan akhirnya menimbulkan tolakan.
j. Alat untuk mencoret kurang memadai
Saat ini petugas sortir menggunakan kuas yang dicelupkan dalam tinta
fluorosesnce untuk mencoret dalam menentukan kualitas B maupun C, coretan
tersebut cenderung banyak dan menyebar sehingga sering membuat rancu
pembacaan sensor. Hal ini tentu akan berakibat terjadinya peletakan keramik
yang tidak sesuai dengan kualitasnya, dan akhirnya menimbulkan tolakan.
Universitas Kristen Petra
105
k. Kondisi Udara
Kondisi udara pada Unit VII terbagi atas kualitas udara dan suhu udara.
Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Kualitas udara
Yang dimaksud dengan kualitas udara adalah keadaan udara dimana
terdapat bahan-bahan pencemar udara. Bahan-bahan pencemar udara di
sekitar rumah sortir pada Unit VII meliputi: bahan pencemar biologis
(virus, bakteri dan jamur), volatile organic compounds (cat, pembersih,
kosmetik, bahan bangunan, dan lain-lain), combustion products (CO, NO2,
SO2) dan partikel debu. Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada
partikel debu dan combustion products (CO, NO2, SO2). Sumber
pencemaran combustion products (CO, NO2, SO2) pada area sortir Unit
VII berasal dari:
• Hasil pembakaran kendaraan bermotor (forklift)
Jenis kendaraan bermotor forklift seringkali melintas di daerah rumah
sortir, yang tentu saja sangat menganggu kinerja petugas sortir karena
hasil pembakaran yang dikeluarkan mengandung karbon monoksida
(CO) dan nitrogen oksida (NO dan NO2). CO yang terikat dalam darah
terutama hemoglobin akan menghambat fungsi oksigen dalam
sirkulasi, sedangkan NO dapat menyebabakan iritasi pada mata dan
saluran pernafasan. Pada Unit VII jalan untuk forklift agak lebar,
sehingga asap yang dikeluarkan tidak sampai tercium oleh petugas
sortir, namun secara tidak langsung pasti akan terhirup oleh hidung
walaupun dengan jumlah yang kecil.
• Asap rokok
Peraturan untuk tidak merokok di dalam ruangan memang sudah
tertera dimana-mana, namun masih sering dijumpai karyawan yang
merokok di dalam ruangan karena kurangnya kesadaran dari karyawan.
Asap rokok yang dikeluarkan mengandung karbon monoksida (CO)
yang merupakan salah satu pencemar udara, selain itu rokok bisa
menyebabkan kebakaran apabila terkontaminasi dengan bahan-bahan
yang mudah terbakar seperti zat-zat yang terkandung dalam glasir.
Universitas Kristen Petra
106
• Asap pengolahan batu bara
Letak Unit VII berdekatan dengan pabrik KPA yang merupakan pabrik
pengolahan batu bara. Asap yang dikeluarkan dari cerobong masuk ke
area kerja Unit VII melalui ventilasi udara dan pintu. Hal ini sangat
menganggu kinerja petugas sortir maupun pekerja lainnya, karena
jumlah asap yang masuk tidaklah sedikit. Selain menyebabkan
gangguan pernafasan juga membuat mata menjadi pedas, sehingga
tingkat konsentrasi pekerja sortir menurun dan kelolosan akan terjadi.
• Debu
Sumber pencemaran karena partikel debu bisa berasal dari dalam dan
luar ruangan. Sumber partikel debu dari luar bisa masuk ke dalam
ruangan karena ada angin yang membawa debu-debu tersebut.
Sedangkan debu di dalam ruangan berasal dari debu liat yang masih
menempel pada keramik.
2. Suhu Udara
Saat ini petugas sortir menyeleksi keramik yang panas karena langsung
keluar dari kiln. Tentunya keadaan udara di sekitar rumah sortir menjadi
panas akibat panas keramik, apalagi panas yang dilepaskan oleh lampu-
lampu di dalam rumah sortir. Kondisi pada siang hari dengan suhu udara
mencapai 30° C dan ditambah panas yang dilepaskan oleh keramik dan
lampu akan membuat petugas sortir menjadi tidak nyaman dalam bekerja,
berikut hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada Unit VII:
Tabel 4.15. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara pada Unit VII
Unit: VII Suhu (° C) dan Kelembaban Udara (%)Tanggal
13-3-2007Waktu Pengamatan
09.33 10.34 11.33 13.35 14.28 15.24Line
2 1 3 2 1 3Suhu 33.3 33.2 35.6 33.6 32.9 34.3
Kelembaban 52 50 41 49 61 52
Universitas Kristen Petra
107
Tabel 4.15. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara pada Unit VII (sambungan)
Unit: VII Suhu (° C) dan Kelembaban Udara (%) Tanggal 16-3-2007 Waktu Pengamatan 09.34 10.36 11.29 13.00 14.00 18.47 Line 3 1 3 3 2 3Suhu 33.3 33.2 35.6 33.6 32.9 31.6Kelembaban 52 50 41 49 61 50
Dengan standar suhu kerja ideal di bawah 30° C maka kondisi kerja pada
Unit VII menjadi tidak ideal dan hal ini dapat mengurangi konsentrasi
kerja petugas sortir sehingga kurang mengenali apabila terdapat kecacatan.
4.4.3. Solusi Pemecahan
Berikut merupakan beberapa pemecahan yang penulis rancang untuk
mengatasi penyebab terjadinya tolakan pada Unit VII:
Unit7
2 1
2 1
2 1
18/33
18/33
18/33
18/33
18/33
18/33
PetugasSortir
PetugasSortir
PetugasSortir
3
3
3
Gambar 4.32. Layout Awal Rumah Sortir pada Unit VII
Universitas Kristen Petra
108
Unit7
22
2
18/33
18/33
18/33
18/54
18/54
18/54
11
1
3
36/54
3
36/54
336/54
Kipas Angin
Kipas Angin
Kipas Angin
Gambar 4.33. Layout Rumah Sortir Usulan pada Unit VII
a. Merancang ulang peletakan lampu
Merancang ulang peletakan lampu dapat membuat kuat penerangan akan
mencapai ideal sehingga suasana menjadi lebih baik dan kecacatan yang
sebelumnya kurang terlihat akan menjadi terlihat. Penerangan di dalam rumah
sortir sudah memadai dengan 2 lampu tetapi pemasangan lampu perlu diubah
searah pandangan petugas sortir karena arah sinar lampu dapat membentuk
sudut 45º, sehingga akan memantulkan cahaya lebih baik. Lampu yang berada
pada ujung belokan sebelum rumah sortir lebih didekatkan untuk
memudahkan penglihatan karena dengan posisi yang sekarang petugas sortir
harus secara kontinyu melihat dari terang-gelap-terang. Berdasarkan
penelitian, mata membutuhkan waktu untuk beradaptasi dari terang-gelap-
terang dan hal ini tidak dapat dilakukan dalam hitungan detik. Selain itu
memberi lapisan dof dapat berguna untuk mengurangi silau pantulan cahaya
ke mata. Dengan memperhatikan jenis lampu yang dipasang, maka idealnya
pada titik 1 dengan lampu tipe 18/54, titik 2 dengan lampu tipe 18/33, titik 3
dengan lampu tipe 36/54. Alasan pembedaan jenis lampu ini adalah
memudahkan petugas sortir untuk menyeleksi kecacatan dengan kombinasi
cahaya lampu seperti pada tempat hamparan keramik. Dengan lebih
mendekatkan jarak lampu sebelum rumah sortir akan mengurangi kelelahan
mata, yang pada posisi pemasangan lampu sebelumnya mata harus
Universitas Kristen Petra
109
berakomodasi dengan cepat untuk menyesuaikan diri dari keadaan gelap
menjadi terang.
b. Memberi tempat acuan standar pada masing-masing rumah sortir
Tempat acuan standar ini diperlukan untuk memperjelas perbedaan antara
keramik hasil produksi dengan standar produksi yang telah ada, penulis
memberikan alternatif peletakan tempat acuan standar sebagai berikut:
1. Peletakan standar keramik acuan tepat di depan petugas sortir. Adapun
kelebihan dan kekurangan dari solusi ini adalah sebagai berikut:
• Kelebihan: tempat yang luas pada sisi depan petugas sortir dapat
menampung keramik standar yang mempunyai lebih dari 4 tonality.
Selain itu dapat digunakan untuk menyimpan keramik acuan lain yang
akan diproduksi pada saat itu juga.
• Kekurangan: pandangan mata petugas sortir kemungkinan terlalu jauh
untuk membedakan warna antara acuan dengan hasil produksi.
2. Penambahan tempat tepat di bawah conveyor. Adapun kelebihan dan
kekurangan solusi ini adalah sebagai berikut:
• Kelebihan: petugas sortir dapat melihat perbedaan warna dengan cepat
karena keramik acuan tepat berada di bawah keramik hasil produksi
yang sedang berjalan.
• Kekurangan: apabila petugas sortir belum terbiasa maka dapat menjadi
bingung dengan adanya 2 keramik yang saling tumpang tindih dan
secara terus-menerus berjalan.
c. Desain kursi kerja
Mendesain kursi kerja baru dapat mengurangi kelelahan petugas sortir dalam
melakukan pekerjaannya, yaitu: memajukan sandaran kursi. Selain itu dengan
adanya desain kursi ini maka petugas sortir dapat bekerja dengan posisi duduk
karena menyortir merupakan pekerjaan ringan dengan pergerakan berulang
dan memerlukan ketelitian. Langkah-langkah untuk mendapatkan jarak
pandang sama seperti pada Unit II, dengan hasil pengukuran dapat dilihat pada
Lampiran 12. Desain kursi kerja dapat dilihat pada Lampiran 8.
Universitas Kristen Petra
110
d. Pemanfaatan ketetapan jam istirahat sesuai Perjanjian Kerja Bersama antara
perusahaan dengan karyawan
Berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama antara perusahaan dengan karyawan,
setiap orang yang telah bekerja selama beberapa waktu harus mendapatkan
waktu istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan. Selama ini belum
terdapat pemanfaatan yang benar mengenai jam istirahat tersebut, pada
kesempatan ini penulis mengusulkan pengaturan yang dapat diterapkan secara
fleksibel, dan diharapkan dengan usulan ini kelelahan yang dialami petugas
sortir dapat berkurang. Usulan penulis mengenai pengaturan jam istirahat
dapat dilihat pada Lampiran 9.
e. Tempat keramik kualitas D dan dumping
Untuk mempermudah pergerakan petugas sortir, penulis menyarankan untuk
memisahkan tempat keramik kualitas D dan dumping dengan kursi. Berikut
adalah desain kursi yang selama ini dipergunakan pada Unit VII:
60 c
m
100 cm
Tempat dudukTempat dumping
Gambar 4.34. Tempat Keramik Kualitas D dan Dumping dengan Kursi(tampak atas) pada Unit VII
Pada gambar di atas, kursi dan tempat dumping menjadi satu seperti yang
sudah diterapkan sekarang, hal ini kurang memudahkan petugas sortir untuk
bergerak. Pada kesempatan ini penulis mencoba memberikan usulan
rancangan kursi sortir yang baru, yakni dengan memisahkan kursi dengan
tempat dumping seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Universitas Kristen Petra
111
60
cm
40 cm
40 c
m
40 cm
Tempat dudukTempat
dumping
Gambar 4.35. Usulan Tempat Keramik Kualitas D dan Dumping dengan Kursi(tampak atas) pada Unit VII
Alasan penulis untuk memisahkan tempat duduk dan dumping adalah:
• Agar kursi lebih mudah untuk dipindahkan apabila posisi kursi kurang tepat
(kurang maju atau kurang mundur).
• Pemilahan keramik kualitas D dan dumping menjadi lebih jelas.
f. Memberi fasilitas kipas angin
Dengan kondisi suhu kerja yang ideal berdasarkan referensi pengukuran, suhu
yang memungkinkan orang masih dapat konsentrasi adalah di bawah 30º C,
oleh karena itu diperlukan penyejuk udara untuk mencapai suhu ideal. Kipas
angin sangat diperlukan untuk membuang panas dari keramik, apalagi dengan
kondisi keramik langsung keluar dari kiln. Panas dari keramik akan menambah
suhu dari rumah sortir sehingga akan berpengaruh pada kinerja dari petugas
sortir (misal: konsentrasi sortir berkurang karena udara panas). Sebaiknya
kipas angin tidak diarahkan pada wajah petugas sortir karena bisa
menyebabkan kantuk. Kipas angin lebih baik diletakkan di samping depan
petugas sortir sehingga arah angin selain sedikit mengarah ke petugas sortir
sekaligus mengarah ke keramik untuk membuang panas pada keramik. Kipas
angin juga harus sering dibersihkan agar kebersihan tetap terjaga.
g. Memberi fasilitas botol tinta
Dengan menggunakan botol tinta maka coretan pada keramik menjadi lebih
terarah dibandingkan menggunakan kuas karena selain tidak perlu melakukan
pengisian cairan tinta berkali-kali, coretan tidak menyebar pada permukaan
keramik sehingga pembacaan sensor menjadi lebih. Masing-masing line sortir
dapat menyediakan minimal 2 botol tinta, botol pertama digunakan untuk
bekerja dan botol kedua digunakan sebagai cadangan apabila botol pertama
Universitas Kristen Petra
112
habis dan petugas sortir tidak sempat untuk mengisinya kembali. Adapun
kelebihan dan kekurangan menggunakan botol tinta adalah sebagai berikut:
Kelebihan:
• Lebih fokus dalam melakukan proses sortir karena frekuensi pengisian
tinta lebih sedikit daripada menggunakan kuas.
• Memudahkan identifikasi karena coretan tinta pada permukaan keramik
lebih terarah.
• Meja sortir menjadi lebih bersih karena tetesan tinta dapat lebih dikurangi
sehingga lingkungan menjadi lebih bersih.
Kekurangan:
• Selalu memperhatikan keadaan spon karena spon yang keras akan
mempersulit keluarnya tinta
• Cenderung memerlukan penekanan ketika mencoret agar sensor dapat
membaca dengan jelas.
h. Mengadakan peninjauan kualitas udara
Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan maintenance pada
kendaraan forklift, terutama yang telah berumur sehingga sisa hasil
pembakaran yang dikeluarkan lebih ramah lingkungan. Untuk menghindari
adanya asap rokok dalam ruangan maka harus diberikan sanksi yang tegas
bagi karyawan yang melanggar peraturan merokok. Daerah yang paling
banyak terdapat debu liat adalah di daerah mesin press, untuk itu tempat mesin
press harus dipisahkan dari lingkungan kerja. Pemberian ekstraktor
(penghisap debu) yang dipasang berdekatan dengan mesin press sehingga
debu tidak berkesempatan mempolusi lingkungan kerja. Alternatif lain dapat
dilakukan dengan memasang local exhaust ventilation untuk mengeluarkan
partikel debu. Petugas sortir harus selalu menggunakan masker agar udara
kotor atau debu liat tidak masuk ke dalam hidung.
i. Pembagian job description antar petugas sortir
Pembagian job description sangat diperlukan untuk menjaga alur informasi
dalam lantai produksi, antar petugas sortir memerlukan koordinasi untuk
menjaga kelangsungan proses produksi, begitu juga petugas sortir dengan
petugas QA terkait segala sesuatu yang berhubungan dengan keramik hasil
Universitas Kristen Petra
113
produksi. Usulan mengenai pembagian job description yang jelas dapat dilihat
pada Lampiran 10.