76
2 Bensin Putu Winda Aryantini 4213100108 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111 Pendahuluan Bahan bakar bensin adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktananya tinggi. Senyawa oktana adalah senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan bakar bensin yang dikenal dengan istilah angka oktana. Dalam pengertian ini bahan bakar bensin dibandingkan dengan campuran isooktana atau 2,3,4 trimetilpentana dengan heptana. Isooktana dianggap sebagai bahan bakar paling baik karena hanya pada kompresi tinggi saja isooktana memberikan bunyi ketukan (detonasi) pada mesin. Sebaliknya, heptana dianggap sebagai bahan bakar paling buruk. Angka oktana 100, artinya bahan bakar bensin tersebut setara dengan isooktana murni. Angka oktana 80, artinya bensin tersebut merupakan campuran 80% isooktana dan 20% heptana. Bensin (premium, super) merupakan bahan bakar cair yang digunakan oleh kebanyakan motor- motor bensin. Bensin adalah bahan bakar cair yang mudah menguap, pada suhu 60 derajat celcius kurang lebih 35-60% sudah menguap dan akan menguap 100% kira-kira pada suhu diatas 100 derajat celcius (G.Haryono,1997:74). Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih dan mempunyai nilai oktan 88. Bensin premium mempuyai sifat anti ketukan yang baik dan dapat dipakai pada mesin dengan batas kompresi hingga 9,0 : 1 pada semua jenis kondisi, namun tidak baik jika digunakan pada motor bensin dengan kompresi tinggi karena dapat menyebabkan knocking. Bensin premium produk Pertamina memiliki kandungan maksimum sulfur (S)

4213100108_2_Bensin

  • Upload
    windaa

  • View
    29

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

menjelaskan tentang sejarah, pengertian, kegunaan, properties thermal serta perkembangan bensin pada saat ini.

Citation preview

Page 1: 4213100108_2_Bensin

2

Bensin

Putu Winda Aryantini 4213100108Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Sukolilo,

Surabaya 60111

Pendahuluan Bahan bakar bensin adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktananya tinggi. Senyawa oktana adalah senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan bakar bensin yang dikenal dengan istilah angka oktana. Dalam pengertian ini bahan bakar bensin dibandingkan dengan campuran isooktana atau 2,3,4 trimetilpentana dengan heptana. Isooktana dianggap sebagai bahan bakar paling baik karena hanya pada kompresi tinggi saja isooktana memberikan bunyi ketukan (detonasi) pada mesin. Sebaliknya, heptana dianggap sebagai bahan bakar paling buruk. Angka oktana 100, artinya bahan bakar bensin tersebut setara dengan isooktana murni. Angka oktana 80, artinya bensin tersebut merupakan campuran 80% isooktana dan 20% heptana. Bensin (premium, super) merupakan bahan bakar cair yang digunakan oleh kebanyakan motor-motor bensin. Bensin adalah bahan bakar cair yang mudah menguap, pada suhu 60 derajat celcius kurang lebih 35-60% sudah menguap dan akan menguap 100% kira-kira pada suhu diatas 100 derajat celcius (G.Haryono,1997:74). Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih dan mempunyai nilai oktan 88. Bensin premium mempuyai sifat anti ketukan yang baik dan dapat dipakai pada mesin dengan batas kompresi hingga 9,0 : 1 pada semua jenis kondisi, namun tidak baik jika digunakan pada motor bensin dengan kompresi tinggi karena dapat menyebabkan knocking. Bensin premium produk Pertamina memiliki kandungan maksimum sulfur (S) 0,05%, timbal (Pb) 0,013% (jenis tanpa timbal) dan Pb 0,3% (jenis dengan timbal), oksigen (O) 2,72%, pewarna 0,13 gr/100 l, tekanan uap 62 kPa, titik didih 215 ºC, serta massa jenis (suhu 15ºC). Bensin premium, mempunyai sifat anti ketukan yang lebih baik dan dapat dipakai pada mesin kompresi tinggi pada semua kondisi (Surbhakty 1978:36).

1. Sejarah Penggunaan Bahan Bakar BensinMenurut Piriou, B. Et al (2013) upaya untuk menjalankan mesin reciprocating pada bahan bakar padat dalam bentuk debu/serbuk dibagi dalam tiga periode

Page 2: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

utama, dimulai dengan karya-karya Rudolf Diesel pada tahun 1892. Sejak studi pertama yang dipimpin oleh Diesel, banyak ICES berbahan bakar padat telah dikembangkan, tetapi tidak ada yang mencapai skala komersial. Dalam kebanyakan kasus, digunakan bahan bakar padat bubuk batu bara fosil, dalam bentuk kering atau bubur dengan minyak diesel atau air. Sumber daya ini relatif murah dan sebagian besar masih tersedia di seluruh dunia dibandingkan dengan minyak mentah.

Periode pertama, sebagian besar dibuat di Jerman dengan batubara kering, dan berakhir dengan Perang Dunia II dan menyebabkan banyak perbaikan ICE berbahan bakar debu batu bara bereksperimen dengan R. Diesel. Pemakaian mesin adalah hambatan teknis yang penting dan tampaknya telah diselesaikan antara tahun 1930 dan tahun 1940.

Periode kedua dilakukan di Amerika Serikat antara tahun 1945 dan 1973 penelitian mencari penyebab penurunan dari keausan mesin ke tingkat lebih lanjut yang diamati dengan solar murni. Masalah utama, yaitu ukuran bahan bakar dan penyampaian ke silinder dengan waktu yang tepat, namun belum terpecahkan. Untuk alasan ini, penelitian lain yang dipimpin di Amerika Serikat selama periode yang berfokus pada penggunaan batu bara bentuk dalam suspensi dalam bakar diesel atau air. Kombinasi seperti ini disebut Coal Diesel Slurries (CDS) dan Coal Water Slurries (CWS).

Selama dua periode ini, studi kebanyakan eksperimental. Periode ketiga dari tahun 1973 sampai sekarang dan meliputi tes skala penuh mesin dengan slurries serta beberapa studi teoritis dan keanekaan hayati, masin terutama dilakukan di Amerika Serikat, dengan dana yang besar dari Departemen Energi. Secara garis besar perkembangan sejarah penggunaan bahan bakar padat pada mesin pembakaran dalam yaitu: 1. 1892 – 1945: Bahan bakar bubuk kering

Upaya Jerman untuk menjalankan mesin pembakaran internal dengan debu batubara kering telah diterbitkan oleh Soehngen pada tahun 1976. Selama periode ini, mesin diesel diuji dengan debu batubara. Tapi tak satu pun dari teknologi yang dikembangkan telah mencapai skala komersial. Dalam penelitian ini diketahui batu bara adalah bahan bakar pembakaran lambat, untuk mesin diesel kecepatan rendah. Dengan demikian, semua mesin Jerman dikembangkan dan dirancang untuk berjalan di kecepatan 100-1000rpm. Perbaikan teknologi terkait menyebabkan 200 paten. Pada tahun 1940, dilaporkan upaya Jepang untuk menjalankan 75 HP, untuk 6 silinder debu batu bara pada mesin dengan kecepatan 2000rpm. Lain pula dengan penelitian yang dipimpin oleh Belousov tahun 2006. Banyak tambahan data yang menarik yang diperoleh, termasuk angka dan deskripsi debu pembakaran dalam kondisi mesin. Selama hampir setengah abad, tujuannya adalah jelas biaya. Keuntungan yang diperoleh adalah pada perbedaan harga minyak dengan batubara. Sangat sedikit data pada kualitas batubara yang tersedia. Rudolf diesel pada tahun 1892 Diesel mencoba untuk menjalankan ICE pada debu batubara, tapi berhenti karena penanganan sulit ada bahan bakar bubuk. Bubuk bahan bakar difumigasi melalui saluran pipa mesin, karena kesulitan pada pengukuran akurat untuk kadar bahan bakar

1

Page 3: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

bubuk yang sedemikian rupa, maka Diesel terfokus pada minyak mentah yang jauh lebih mudah untuk digunakan.

2. Rudolf Pawlikowski Mulai tahun 1916, bekas rekan kerja Diesel mampu untuk pertama kalinya menjalankan ICE dengan debu batu bara. Dalam perusahaanya yang bernama Kosmos, Pawlikowsko membangun delapan mesin dengan bahan bakar batubara (yang disebut RUPA motor) dengan menambahkan chamber di mesin. Dimana bahan bakar bubuk batu bara dinyalakan. Tekanan dikembangkan selama prapembakaran injeksi pada pembakaran utama di chamber dan bahan bakar yang tersisa pada tekanan rendah diinjeksi langsung. Pawlikowski juga mencoba untuk memecahkan masalah dengan mengembangkan sistem penyesusaian tertentu cincin piston sehingga membatasi bagian abu di bak mesin. Perusahaan The COSMOS ini ditutup pada tahun 1928. Karya Pawlikowski berhenti pada tahun 1945 dan menghasilkan 30 paten Mulai tahun 1925, atas dasar penelitian Pawlikowski itu, empat Perusahaan Jerman mengembangkan mesin mampu berjalan dengan debu batubara kering.

3. I-G Farben Industrie Perusahaan Jerman ini yang membangun dua mesin yang berbeda antara tahun 1925 , dan 1929 serta tiga mesin yang lebih kecil untuk penelitian. Perusahaan ini mengadopsi sistem mesin Pawlikowski. Mereka mampu membatasi tingkat keausan dengan mengintegrasikan cincin dengan dinding silinder, sehingga mereka dapat menyesuaikan secara terus menerus selama pengoperasian mesin. Pembersihan liners silinder, dengan cara ditutupi dengan partikel yang tidak terbakar, dan dilakukan dengan meniup udara terkompresi, air atau minyak mentah pada akhir fase buang.

4. Schichau Werke Ge Antara 1930 dan 1939Konsep mesin yang digunakan masih sama dengan Pawlikowsko. Schichau adalah orang pertama yang mencoba penggunaan paduan keras berdasarkan baja dan Chrome, Nikel, Silicon dan Mangan, untuk meningkatkan ketahanan aus. Dengan menggunakan paduan ini, mereka mampu mengurangi tingkat keausan. Mereka juga mengembangkan katup bola, khusus untuk debu, dalam rangka meningkatkan penyegelan kualitas selama operasi mesin. Mesin ini diklaim telah berjalan selama 6000 h. Penelitian ini kemudian dihentikan karena alasan ekonomi.

5. I. Bruenner MachinenfabrikPenelitian ini dilakukan pada periode 1930-1945. Mereka mulai dengan sistem injeksi berdasarkan Pawlikowski, yang mereka ubah di Dresden University. Sistem injeksi debu baru ini meningkatkan laju aliran bahan bakar. kecepatan maksimum sampai 1200 rpm. Mereka menggunakan partikel dengan ukuran 60 mikron yang mengandung 21% berat abu, menyebabkan tingkat pembakaran yang tinggi dan keausan yang lama.

6. Hanomag Perusahaan Jerman ini mengembangkan salah satu mesin berbahan bakar debu batu bara antara tahun 1935 dan 1945. Sangat sedikit informasi tetapi

2

Page 4: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

mesin mereka diklaim telah berjalan selama 700 jam. Debu diinduksi dalam prechamber untuk 0.4 - 0.7% vol dari silinder utama, selama fase masuk, sehingga memungkinkan tekanan injeksi rendah (24-29 bar). Selama fase kompresi, bahan bakar padat dicampur dengan udara dalam cara yang sangat efektif, yang mengarah ke proses pengeringan yang baik dan awal devolatilisasi diikuti oleh pengapian dan pembakaran di dalam ruang utama. Mereka mengalami masalah pengapian dini dan pembuangan partikel yang tidak terbakar dalam prechamber tersebut. Kekurangannya adalah mesin tidak dapat berjalan pada kecepatan tinggi dan proyek ini ditinggalkan. Mesin Hanomag hancur selama Perang Dunia kedua.

7. 194-1973: (periode pasca-perang)Penelitian tentang batubara ICE terus terjadi di Amerika Serikat. Caton dan Rosegay merupakan peneliti selama periode ini .Dalam rangka untuk membatasi kesulitan konsumsi bahan bakar untuk mesin, campuran batubara dengan air (CWS) atau solar (CDS) digunakan. Sebenarnya, bubur cair berperilaku seperti cairan hingga 50% berat batubara bubuk. Modifikasi pendingin bahan bakar ini memungkinkan penggunaan sistem injeksi diesel konvensional. Jadi pada masa ini batu bara atau bahan bakar padat sudah dicampur dengan bahan bakar cair dan mengunakan mesin diesel konvesional.

8. 1973-sekarang: Terutama batubara cair sebagai bahan bakar Berbagai program yang dipimpin selama periode ini terkendala masalah emisi. Amerika Serikat memutuskan untuk mengembangkan teknologi yang didasarkan pada batubara, sebagian besar tersedia di wilayah mereka sendiri. Departemen Energi AS (DOE) menyediakan dana besar untuk proyek-proyek termasuk perkembangan mesin batubara, baik dalam skala laboratorium atau dalam kondisi nyata, seperti penggunaan pada kereta api atau pembangkit listrik. Pada tahun 1975 di Inggris, untuk alasan kemerdekaan energi, Perkins Mesin LTD meninjau kemungkinan penggunaan debu batu bara di mesin pembakaran dalam, terutama dalam bentuk bubur.

2. Komposisi Senyawa Penyusun BensinMogas atau Bensin adalah campuran isomer-isomer heptana dan oktana. Pembakaran bensin oleh gas oksigen dari udara akan menghasilkan energi yang berfungsi menjalankan mesin kendaraan. Efisiensi energi yang tinggi dan komponen bensin yang rantai karbonnya banyak bercabang. Adapun komponen mogas atau bensin yang rantainya lurus atau sedikit bercabang akan menghasilkan energi yang kurang effisien, artinya energi banyak terbuang dalam bentuk panas bukan sebagai kerja untuk menggerakkan mesin.Mogas atau bensin adalah cairan yang mudah disimpan, dipindahkan dan alirannya mudah dikontrol, selain itu juga bensin mempunyai sifat mudah menguap, mudah menyala dan terbakar. Di dalam pemakaiannya dalam motor pembakar, bensin cair ini terlebih dahulu harus diubah bentuk menjadi uap atau kabut agar mudah terbakar.Bensin-bensin yang mengandung molekul-molekul hidrokarbon dengan titik didih rendah akan memudahkan motor dihidupkan pada suhu sekeliling yang rendah. Disamping itu kendaraan dapat dijalankan tanpa pemanasan yang sedikit lama

3

Page 5: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

pada beban yang rendah. Bila suhu disekeliling cukup tinggi akan mengakibatkan bensin dapat mendidih dalam pipa yang terletak antara tangki dan karburator. Sehingga pompa bahan bakar tidak akan berfungsi dengan baik karena bensin mengandung gelembung-gelembung (kantong uap).Fraksi mogas atau bensin dari penyulingan minyak mentah terlalu sedikit bagi masyarakat-masyarakat haus bensin dan kualitasnya pun rendah. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas bensin, dilakukan proses kertakan (cracking) dan reformasi terhadap fraksi-fraksi bertitik didih tinggi, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu :1. Kertakan katalitik berupa proses memanaskan bahan katalitik bertitik didih

tinggi dibawah tekanan dan dengan kadar katalis (tanah liat alumunium dicuci dengan asam dan dijadikan bubuk halus). Dibawah kondisi ini molekul besar akan patah-patah menjadi fragmen kecil.

2. Kertakan kukus adalah suatu teknik mengubah alkana menjadi alkena. Reformasi katalitik mengubah senyawa alifatik menjadi senyawa aromatik alkena dan senyawa aromatik yang diperoleh dalam cara kertakan dan reformasi ini dijadikan bahan baku untuk membuat plastik dan senyawa organik sintetik lainnya.

Terdapat tiga komponen penyusun utama bensin, yaitu :1. Parrafin, misalnya Octana C8H18

Parrafin merupakan fraksi utama dari minyak mentah yang dihasilkan dari straightdestilation, di mana senyawa yang dihasilkan mempunyai bilangan oktan rendah. Parafin tidak mudah bereaksi dengan senyawa kimia lain (inert), tetapi pada suhu tinggi sebagian kecil akan teroksidasi atau pecah (cracking), tidak larut dalam air dan alkohol tetapi larut dalam fraksi minyak bumi dan benzena. Parafin merupakan senyawa hidrokarbon tinggi yang jenuh (parafin). Pada proses penyulingan ikut tersuling setelah gas oil. Oktana adalah senyawa hidrokarbon jenis alkana dengan rumus kimia C8H18. Oktana mempunyai banyak jenis isomer struktur yang perbedaannya terletak pada jumlah dan lokasi percabangan dari rantai karbonnya. Salah satu isomernya, 2,2,4-trimetilpentana(isooktana) adalah komponen utama pada bensin dan digunakan pada penghitungan bilangan oktan.

2. Napthenes, misalnya Cyclohexane C6H12

4

Gambar 1. Isomer Octana

Page 6: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Sikloheksana ialah suatu sikloalkana dengan rumus molekul C6H12. Sikloheksana digunakan sebagai pelarut non-polar untuk industri kimia, dan juga sebagai bahan mentah untuk produksi industri asam adipat dan kaprolaktam, yang keduanya merupakan “zat-antara” yang digunakan dalam produksi nilon. Pada skala industri, sikloheksana diproduksi dengan mereaksikan benzena dengan hidrogen. Produsen sikloheksana memperkirakan  sekitar 11,4% permintaan global untuk benzena. Disebabkan sifat-sifat kimia dan konformasionalnya yang unik, sikloheksana juga digunakan di laboratorium analisis dan sebagai standar. Sikloheksana memiliki. Sikloheksana memiliki bau khas seperti-deterjen, mengingatkan produk pembersih (yang kadang-kadang digunakan).

Gambar 2. Sikloheksana 3. Aromatic, misalnya Benzena C6H6

Senyawa benzena mempunyai rumus molekul C6H6, dan termasuk dalam golongan senyawa hidrokarbon. Bila dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lain yang mengandung 6 buah atom karbon, misalnya heksana (C6H14) dan sikloheksana (C6H12), maka dapat diduga bahwa benzena mempunyai derajat ketidakjenuhan yang tinggi. Dengan dasar dugaan tersebut maka dapat diperkirakan bahwa benzena memiliki ciri-ciri khas seperti yang dimiliki oleh alkena. Perkiraan tersebut ternyata jauh berbeda dengan kenyataannya, karena benzena tidak dapat bereaksi seperti alkena (adisi, oksidasi, dan reduksi). Lebih khusus lagi benzena tidak dapat bereaksi dengan HBr, dan pereaksi-pereaksi lain yang lazimnya dapat bereaksi dengan alkena. Sifat-sifat kimia yang diperlihatkan oleh benzena memberi petunjuk bahwa senyawa tersebut memang tidak segolongan dengan alkena ataupun sikloalkena. Senyawa benzena dan sejumlah turunannya digolongkan dalam senyawa aromatik, Penggolongan ini dahulu semata-mata dilandasi oleh aroma yang dimiliki sebagian dari senyawa-senyawa tersebut. Perkembangan kimia pada tahap berikutnya menyadarkan para kimiawan bahwa klasifikasi senyawa kimia haruslah berdasarkan struktur dan kereaktifannya, dan bukan atas dasar sifat fisikanya. Saat ini istilah aromatik masih dipertahankan, tetapi mengacu pada fakta bahwa semua senyawa aromatik derajat ketidakjenuhannya tinggi dan stabil bila berhadapan dengan pereaksi yang menyerang ikatan pi (π).Kekule (1866) menetapkan bahwa molekul benzena mempunyai tiga buah ikatan rangkap. Ikatan rangkap pada benzena tidak mudah dioksidasi seperti ikatan rangkap pada senyawa lain. Ikatan tersebut tidak tetap, melainkan

5

Page 7: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

dinamis dan tempatnya selang-seling tidak berurutan, sehingga rumus struktur benzena dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3. Struktur BenzenaPada pengukuran dengan difraksi sinar X ternyata jarak antara atomatom karbon dalam molekul benzena sama semua yaitu 1,39 Å. Hal itu berarti antara atom-atom C harus ada satu ikatan saja, yaitu suatu ikatan bukan ikatan tunggal, dan bukan pula suatu ikatan rangkap. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa benzena mempunyai suatu ikatan yang khas antara atom-atom C-nya, sehingga struktur benzena dinyatakan sebagai segi enam beraturan yang didalamnya terdapat suatu lingkaran.

3. Komposisi Kimia Bensin

Campuran ideal untuk pembakaran antara udara dan masing-masing senyawa penyusun bensin dapat dihitung dari massa relatif masing-masing atom dan kesetimbangan reaksi kimia. Massa relatif atom-atom penyusun bensin dan oksigen adalah :Carbon, C : 12 Hidrogen, H : 1 Oxygen, O : 16 Persamaan reaksi kesetimbangan untuk proses pembakaran sempurna dari Octana adalah:2C8H18 + 25 O2 16 CO2 + 18 H2Omassa molekul relatif dari 2 C8H18 adalah :2 ((12 x 8) + (1 x 18)) = 228 massa molekul relatif dari 25 O2 adalah : 25 (16 x 2) = 800 Sehingga perbandingan antara Oksigen dan Oktana untuk pembakaran sempurna adalah 800 : 228 = 3,5 : 1 dengan kata lain untuk membakar 1 Kg Oktana dibutuhkan 3,5 Kg Oksigen.Kandungan Oksigen dalam udara bebas adalah 23% per satuan massa udara atau 21% per satuan volume, berarti setiap 1 Kg udara bebas mengandung 0,23 Kg Oksigen. Sehingga untuk mendapatkan 1 Kg Oksigen diperlukan 4,35 Kg Udara. Campuran ideal antara udara dan bensin untuk proses pembakaran Oktana secara keseluruhan adalah (3,5 x 4,35) : 1 = 15,2 : 1. Dengan perhitungan yang sama untuk Cyclohexane dan Benzena didapatkan :Cyclohexane :C6H12 + 9 O2 6 CO2 + 6 H2O

6

Page 8: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Air – fuel ratio : 14,7 : 1Benzena: 2C6H6 + 15 O2 12 CO2 + 3 H2OAir – fuel ratio : 13,2 : 1Perhitungan perbandingan di atas disebut perhitungan perbandingan ideal atau perbandingan Stoichiometric. Nilai λ mengindikasikan seberapa besar penyimpangan jumlah udara dalam campuran dibandingkan dengan kebutuhan secara teori.

Tabel 1. Nilai λ

Nilai λ Keteranganλ << 1 Udara yang dimasukkan sangat

kurang dari kebutuhan teori λ <1 Udara yang dimasukkan kurang

dari kebutuhan teori λ = 1 Udara yang dimasukkan sesuai

dengan kebutuhan teoriλ >1 Udara yang dimasukkan lebih

banyak dari kebutuhan teoriλ >>1 Udara yang dimasukkan jauh

lebih banyak dari kebutuhan teori

Campuran sesuai adalah campuran yang menghasilkan daya paling baik dengan emisi gas buang yang ramah lingkungan untuk keadaan kerja tertentu. Ketika mesin di-start dan masih dingin, komponen mesin juga masih dingin, banyak bensin yang telah disemprotkan kembali mengembun. Agar bensin yang tercampur dengan udara membentuk campuran yang mudah terbakar, bensin harus diperbanyak. Pertimbangan lain, saat mesin masih dingin, penyesuaian celah-celah pada komponen belum sebaik setelah temperatur kerja, kemungkinan ada kebocoran kompresi yang lebih besar, disamping faktor gesekan yang masih tinggi sehingga campuran yang sesuai adalah campuran kaya, agar menghasilkan daya lebih besar. Selama temperatur berubah dari dingin menjadi panas, berangsur-angsur bensin dikurangi sampai pada perbandingan yang sesuai untuk kondisi panas. Pada temperatur kerja campuran dirancang paling ramah lingkungan, λ = 0,9 – 1,1. Hal ini dipertahankan pada berbagai kecepatan kerja mesin. Saat percepatan, dimana katup gas dibuka dengan seketika, penambahan udara terjadi dengan seketika. Agar mesin tidak mati maka bahan bakar juga harus ditambahkan dengan seketika. Untuk keadaan beban penuh (saat kendaraan menanjak/katup gas terbuka penuh) campuran harus menghasilkan daya maksimal, maka nilai yang sesuai λ = 0,85 – 0,95. Tetapi saat kendaraan tidak memerlukan daya (saat jalan turun), jumlah bensin dapat dikurangi dari kebutuhan untuk penghematan bahan bakar.

4. Properties Thermal dari BensinProses penguapan yang terjadi didalam campuran bahan bakar dan udara dipengaruhi berat molekul dalam bagian-bagian yang menyusun campuran

7

Page 9: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

tersebut. Bagian dari campuran yang memiliki berat molekul yang kecil akan mendidih pada temperatur yang rendah (fornt-end volatility) dan bagian yang memiliki pada berat molekul yang lebih besar akan mendidih pada temperatur yang lebih tinggi (high-end volatility). Jika didalam campuran bahan bakar mengandung terlalu banyak bagian front-end volatility maka dapat menimbulkan masalah yaitu berkurangnya efisiensi volumetris karena bahan bakar menguap terlalu cepat sehingga mengurangi kerapatan dari bahan bakar. Untuk dapat memaksimalkan efisiensi volumetris, menguapnya bahan bakar seharusnya terjadi dalam langkah kompresi dan dalam langkah pembakaran. Oleh karena itu perlu menambahkan komponen dengan berat molekul tinggi kedalam campuran bensin. Penambahan high-end volatility yang terlalu banyak mengakibatkan bahan bakar tidak dapat menguap dan berakhir sebagai polutan pada gas buang. Suatu cara yang biasa digunakan untuk menggambarkan besarnya penguapkan suatu bensin adalah menggunakan tiga temperatur pada 10% penguapan, temperatur pada 50% penguapan, temperatur 90% penguapan.Pada gambar kurva temperatur-penguapan, bensin diklasifikasikan menjadi 57-81-1030C dan juga menggambarkan presentase penguapan yang terjadi.

Gambar 3. Kurva temperatur penguapan untuk bensin

5. Penggunaan Bensin pada Industri Konsumsi BBM oleh sektor industri senantiasa mengalami kenaikan. Peningkatan terbesar terutama terjadi pada jenis minyak solar. minyak bakar dan minyak tanah. Namun memasuki tahun 1998 konsumsi BBM sektor industri mengalami penurunan sebesar 4.3%. Hal ini berlanjut hingga tahun 1999 dimana konsumsinya turun sebesar 6.2%. Terjadinya penurunan ini merupakan efek dari krisis ekonomi yang mulai melanda pada pertengahan tahun 1997. Sejak krisis ekonomi, banyak industri yang menghentikan produksinya, sementara yang lain walaupun tetap berproduksi namun dengan kapasitas yang lebih rendah dari sebelumnya. Kejadian seperti ini banyak terjadi pada industri makanan dan minuman, industri tekstil, pakaian jadi, industri kulit, dan barang dari kulit. Memasuki tahun 2000 konsumsi BBM di sektor industri kembali meningkat, bahkan pertumbuhan nya terbilang tinggi yaitu 23.5 %.

8

Page 10: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Dalam lingkup mikro perlu diwaspadai bahwa peningkatan pemakaian energi di sektor industri dalam beberapa tahun terakhir bukan hanya terjadi karena proses transformasi struktural yang cepat dari pertanian ke industri saja. Namun lebih jauh dari itu diduga karena terjadi pemborosan pemakaian energi di sektor ini. Krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 telah membuat kurs rupiah terdepresiasi sangat tajam. Keadaan ini sangat memukul industri dalam negeri yang selama ini masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap mesin-mesin produksi impor, sehingga banyak diantara mereka yang tak mampu untuk meng-upgrade mesin-mesin produksinya. Sehingga banyak yang beroperasi hanya mengandalkan mesin-mesin tua yang tentu saja sangat boros bahan bakar. Indikasi ini bisa dilihat dari nilai intensitas energi pada tahun 1997 yaitu 4.196, nilai ini mengalami lonjakan yang cukup besar dari tahun 1996 yang hanya 2.637. Intensitas energi yang kian besar berarti bahwa pemakaian energi kian tidak efisien. Bila dilihat hubungan nilai tambah sektor industri dengan pemakaian energi, ternyata sebelum dan sesudah krisis ekonomi mengalami perubahan. Pada masa sebelum krisis ekonomi. pertumbuhan nilai tambah lebih besar dari pertumbuhan pemakaian energi. Namun semenjak tahun 1998, yang terjadi sebaliknya, pertumbuhan pemakaian energi lebih besar dari pertumbuhan nilai tambahnya. Hal ini khusus terjadi pada industri makanan, industri tekstil, industri kertas, dan industri kimia.

Selain itu ada dugaan bahwa pemakaian energi di sektor industri lebih besar dari data yang disajikan oleh departemen energi dan sumber daya mineral. Selama ini konsumsi energi di sektor industri khususnya untuk BBM dicatat dengan pendekatan dari sisi supply yaitu berdasarkan pasokan langsung dari Pertamina. Padahal kalau kita menyimak berita di media massa. ternyata selama ini banyak penyelewengan penggunaan BBM oleh sektor industri yaitu berupa pengalihan jatah BBM rumah tangga ke sektor industri. Hal ini terjadi karena adanya disparitas harga yang cukup besar. dimana BBM untuk sektor industri sudah tidak mendapat subsidi lagi dari pemerintah. Jadi sebenarnya intensitas energi di sektor industri yang menunjukkan tingkat efisiensi pemakaian energi akan lebih besar dari angka yang ada.

Berdasarkan fakta diatas, kita sebagai konsumen harus bijak dalam menggunakan BBM. Apalagi keadaan ekonomi dalam negeri yang memprihatinkan, semakin memperburuk keseimbangan alur – alur perdagangan. Dengan demikian sebagai masyarakat yang mengerti akan pentingnya meghemat BBM sebagai sumber energi yang jumlahnya terbatas, maka perlu dikembangkan energi alternatif.

Kebijakan penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah untuk mengembangkan batubara sebagai energi alternatif yang prospeknya cukup menjanjikan. baik dilihat dari cadangan yang melimpah maupun dari harga yang relatif lebih murah dibanding BBM. Sebagai contoh bila digunakan di sektor listrik, batubara lebih murah dibanding BBM. Pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang menggunakan solar, harga listrik mencapai Rp 500 per KWh. Sementara menggunakan batubara biayanya hanya sekitar Rp 50 per KWh. Jadi bisa menghemat biaya kurang lebih Rp 30 milyar per tahun.

9

Page 11: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

5.1 Konsumsi Energi di Indonesia Sektor industri masih mendominasi konsumsi energi, dengan pemakaian sebesar 329,7 juta SBM (setara barrel minyak) atau 49,86% dari total konsumsi energi nasional. Di tempat kedua, sektor transportasi menyumbang konsumsi sebesar 226,6 juta SBM (32.26%). Sementara rumah tangga dan bangunan komersial masing masing menggunakan 81,5 juta SBM (10,31%) dan 29,1 juta SBM (3,62%). Saat ini terdapat sekitar 10 perusahaan yang menggunakan energi terbesar di Indonesia, adalah (1) PT Krakatau Steel (besi baja), (2) PT Panca Citra Wira Brothers (tekstil), (3) PT Semen Gresik (semen), (4) PT GT Petrochem Industri (kimia), (5) PT Mulya Keramik Indah Raya (keramik), (6) PT Petrokimia Gresik (kimia), (7) PT Semen Padang (semen), (8) PT Colorindo Aneka Chemicals (kimia), (9) PT Golden Island Texstile Ind (tekstil), dan (10) PT Sugih Brothers (tekstil). Konsumsi energi juga di sector Industri terlihat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sehingga menjadi suatu signal bagi pemerintah untuk menyediakan pasokan yang cukup bagi industry di Indonesia.

Gambar 4. Konsumsi Energi Final berdasarkan Sektor

Trend peningkatan permintaan energy dari industry dari tahun ke tahun merupakan suatu tantangan dalam penyediaan pasokan energi untuk sektor industri di Indonesia, dalam rangka untuk mendukung industry yang beroreantasi ekspor. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa salah satu cara yang tepat adalah menghentikan ekspor bahah baku seperti batu bara dan gas. Cina sukses menjadi negara industri yang berorientasi ekspor, karena berhasil membenahi masalah energinya, sehingga ekspor Cina meningkat seiring dengan peningkatan daya saing industry mereka.

5.2 Komponen Faktor Produksi Industri Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses transformasi dari input menjadi output. Dalam kasus industry yang ditunjukkan oleh Data Indsutri Besar

10

Page 12: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Sedang (Survey IBS), terlihat bahwa input yang digunakan dalam porses produksi adalah Tenaga Kerja, Bahan Baku dan Pelumas, Bahan Baku Penolong, Listrik dan Non Listrik, dan Input Lainnya. Komponen pengeluaran terbesar di Industri secara agregat adalah biaya untuk bahan baku penolong yaitu rata-rata sebesar 40,10Miliar (76.64%) di tahun 2008, kemudian diikuti oleh biaya lain dan biaya tenaga kerja (Lihat Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata biaya faktor produksi industri di Indonesia

Sementara rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar dan pelumas bagi industry adalah Rp 1.77 Miliar (3.38% terhadap total faktor produksi) pada tahun 2008, dimana komponen energi terbesar disumbangkan oleh bahan bakar Solar sekitar Rp 834.13 juta (47.14% dari penggunaan energi industri), sedangkan pengeluaran Industri untuk energi terbesar kedua adalah batubara, yaitu rata-rata sebesar Rp. 213.53 juta (21.07%) pada tahun 2008. Dari sisi factor produksi terlihat bahwa hamper seluruh komponen energi mengalami peningkatan hingga pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa input produksi yang berasal dari bahan bakar dan pelumas bagi industri cukup penting dalam rangka untuk meningkatkan daya saing industri di Indonesia. Nilai pengeluaran energi dan proporsi berdasarkan jenis energi yang digunakan Industri di Indonesia ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh industri berdasarkan jenis energi

Harga BBM di Indonesia masih relative rendah karena disubsidi, sementara harga minyak di dunia terus melejit.Harga BBM subsidi Rp 4.500/ liter, dan harga BBN tidak bersubsidi rata-rata adalah Rp 9.000 / liter, sementara di beberapa

11

Page 13: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Negara hampir mencapai Rp 12.000 / liter. Murahnya harga BBM juga merupakan salah satu penghambat konversi BBM ke Gas. Tetapi seperti beberapa pendapat sebelumnya, bahwa menurunkan subsidi bukanlah pekerjaan yang mudah dan harus ada kebijakan dan keseriusan dari seluruh pihak terkait.Saat ini, harga crude oil hampir mencapai US$ 95. Kenaikan harga ini adalah suatu hal yg tidak bisa dihindari mengingat meningkatnya konsumsi perindustrian akan energi dan juga pemakaian bahan bakar di sektor transportasi dan industri. Kenaikan harga crude oil akan berdampak lanjut terhadap kenaikan harga bensin, harga barang dan jasa, yang akan merugikan konsumen. Tidaklah mudah bagi pemerintah untuk menjadi penengah di dalam perekonomian industri energi karena perindustrian ini terkait oleh politik luar dan dalam negeri.Hubungan diplomasi antara Negara-negara produsen minyak sangat terkait dalam penentuan harga minyak. Banyak analisa perindustrian di bidang energi yang menuju kepada peningkatan harga minyak yang akan terus melambung, karena kebutuhan perindustrian yang akan semakin meningkat. Tetapi ada juga opini yang mengatakan bahwa perindustrian akan mengganti bahan bakar dasar menjadi batu bara yang sekarang ini mempunyai harga dasar yang lebih rendah.

6. Penggunaan Bensin terhadap Transportasi

Transportasi merupakan sarana vital yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Di Indonesia, sarana transportasi sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat yang hidup di Negara terkenal kaya akan sumber daya alamnya. Sesuai dengan perkembangan sarana transportasi saat ini, muncul berbagai macam sarana transportasi yang menyajikan berbagai macam fitur yang ditawarkan. Contohnya saja sepeda motor yang semakin variatif dengan segala model dan variasinya. Diimbangi dengan gaya hidup orang Indonesia yang konsumtif sehingga para produsen sepeda motor berlomba-lomba mengeluarkan produk-produk baru demi memenuhi permintaan konsumen yang semakin beragam.Hampir semua orang memiliki sepeda motor untuk membantu melakukan aktivitas yang mereka jalani. Hal ini dapat kita lihat di kehidupan sehari-hari semakin banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan. Semakin bertambahnya sepeda motor, maka semakin banyak pula kebutuhan bahan bakar yang harus dibutuhkan. Bahan bakar yang semakin langka karena adanya permintaan yang meningkat, memaksa pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan adanya konversi minyak tanah ke gas dan subsidi bahan bakar. Dengan alasan untuk menghemat bahan bakar yang semakin berkurang dan memberikan keringan bagi orang yang tidak mampu untuk bisa membeli bahan bakar. Tetapi kebijakan ini dirasa belum cukup untuk mengatasi masalah yang ada saat ini.Konsumsi bahan bakar kendaraan semakin menjadi perhatian mengingat harga bahan bakar minyak sebagai bahan bakar utama kendaraan semakin meningkat

12

Page 14: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

harganya. Di Indonesia, bahan bakar minyak untuk kendaraan sebagian besar diproduksi oleh PT Pertamina berupa bensin dan solar. Bahan bakar bensin produksi Pertamina terdiri dari Premium, Pertamax maupun Pertamax Plus yang mempunyai kandungan nilai oktan berbeda, masing-masing RON 88, RON 91 dan RON 95. Angka oktan pada bahan bakar digunakan sebagai pedoman untuk mengatur periode penundaan (delay period) waktu nyala api busi untuk merambat ke bagian yang paling jauh dari busi. Bensin dengan angka oktan yang tinggi mempunyai periode penundaan yang panjang (Hartono T., 2011). Namun demikian, penggunaan bahan bakar dengan angka oktan yang tinggi tidak memberikan perbaikan effisiensi dan daya jika digunakan untuk mesin yang dirancang untuk menggunakan bahan bakar dengan bilangan oktan yang rendah (Arismunandar, 2002).

7. Emisi dan Efek Lingkungan dari Bensin

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar didalam mesin pembakaran dalam dan mesin pembakaran luar, yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan Mesin. Uji emisi adalah mengukur emisi gas buang dari kendaraan bermotor (mesin bensin maupun diesel) dengan menggunakan alat khusus yang sering disebut Gas Analyzer. Dalam mendukung usaha pelestarian lingkungan hidup, negara-negara di dunia mulai sumber pencemaran udara terbesar oleh menyadari bahwa gas buang kendaraan merupakan salah satu polutan atau karena itu, gas buang kendaraan harus dibuat sebersih mungkin agar tidak mencemari udara. Namun keuntungan dari emisi yang baik tidak hanya untuk lingkungan, tetapi juga untuk kendaraan itu sendiri. Kendaraan menjadi efisien, bertenaga dan hemat BBM. Dari hasil uji emisi, akan dapat terlihat permasalahan apa saja yang ada di mesin kendaraan kita. Misalnya jika nilai Oksigen (O2) di atas 2.5%, maka kemungkinan terdapat masalah pada campuran udara dan bahan bakar yang tidak tepat, saluran intake yang bocor atau pembakaran yang tidak sempurna. dan seterusnya.

Emisi gas buang kendaraan yang mencemari udara dan lingkungan dapat mengganggu kesehatan manusia, terutama bagi manusia yang tinggal di kota besar, yang bermukim di daerah industri dan padat lalu lintas kendaraan bermotor. Dampak yang ditimbulkan berupa asap dan uap yang berbau dan akan mempengaruhi pernafasan, penciuman, penglihatan, badan menjadi lemas, IQ berkurang dan bila dibiarkan secara terus menerus akan mengakibatkan kematian massal. Dampak yang ditimbulkan oleh emisi gas buang kendaraan tidak hanya berdampak pada manusia saja tetapi juga pada hewan dan tumbuhan. Tugaswati (2008) menyatakan bahwa setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam emisi gas buang kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu dengan

13

Page 15: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

yang lain. Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan raya, dan ada pula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical smog). Pembentukan smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal sumber (kota), tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini tergantung pada kondisi reaksi dan kecepatan angin. Photocemical smog akan menghalangi pandangan, iritasi mata dan dapat menjadi penyebab kanker.Pada negara-negara yang memiliki standar emisi gas buang kendaraan yang ketat, ada 5 unsur dalam gas buang kendaraan yang akan diukur yaitu senyawa HC, CO, CO2, O2 dan senyawa NOx. Sedangkan pada negara-negara yang standar emisinya tidak terlalu ketat, hanya mengukur 4 unsur dalam gas buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan O2.1. Karbon Monoksida (CO)

Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbonmonoksida di berbagai perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara di Jakarta di sebabkan karena benda bergerak atau transportasi umum yang berbahan bakar solar terutama berasal dari metromini. Formasi CO merupakan fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di dalam ruang bakar mesin diesel. Percampuran yang baik antara udara dan bahan bakar terutama yang terjadi pada mesin-mesin yang menggunakan Turbocharger merupakan salah satu strategi untuk meminimalkan emisi CO. Karbon monoksida yang meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat janin dan meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak. Karena itu strategi penurunan kadar karbon monoksida akan tergantung pada pengendalian emisi seperti penggunaan bahan katalis yang mengubah bahan karbon monoksida menjadi karbon dioksida dan penggunaan bahan bakar terbarukan yang rendah polusi bagi kendaraan bermotor. Banyak CO dari gas buang itu tergantung dari perbandingan bahan bakar dan udara (Arends&Berenschot 1980 :73).

2. Hidrokarbon (HC)Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Walaupun

14

Page 16: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=air fuel ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolaholah tetap dapat “bersembunyi” dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi. Untuk menurunkan emisi HC dalam gas buang dalam gas buang diperlukan katalisator untuk mempercepat pembakaran dengan oksigen menjadi CO2 dan H2O (Arismunandar ,2002:155).

3. Karbon Dioksida (CO2)Karbondioksida merupakan ancaman terbesar seiring dengan kemajuan teknologi dan industri otomotif yang berdampak pada kesehatan manusia. Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Apabila CO2

berada dibawah 12%, maka kita harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah AFR terlalu kaya atau terlalu kurus. Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC (Catalytic Converter). Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe. Persen karbondioksida dalam gas buang dipergunakan sebagai petunjuk akan kesempurnaan pembakaran (Surbhakty 1978:54).

4. Oksigen (O2)Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon. Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses pembakaran. Tapi ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan halus sehingga memungkinkan molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna. Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat “bertemu” dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan sempurna. Ini berarti AFR 14,7:1 (lambda = 1.00) sebenarnya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%. Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau lebih kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam proses

15

Page 17: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

pembakaran dan ini dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam kondisi demikian, rendahnya konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR terlalu kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Menurut Winarno (2001 : 39) Nilai SFC mengalami penurunan pada seluruh range kecepatan yang diuji seiring dengan naiknya prosentase bioethanol dalam bahan bakar campuran bioethanol dan pertamax dengan prosentase bioethanol 20 %. Penurunan nilai SFC pada seluruh range kecepatan yang diuji seiring dengan naiknya prosentasi bioetanol dalam bahan bakar campuran. Hal ini menunjukan bahwa penambahan bioethanol dalam bahan bakar pertamax dapat menurunkan konsumsi bahan bakar campuran. Hasil ini juga mengindikasi bahwa untuk jumlah bahan bakar yang sama, besarnya energi pembakaran yang dapat dikonversi menjadi tenaga mesin dapat lebih besar. Pada putaran yang lebih tinggi (>7000 RPM), daya yang di hasilkan juga cenderung mengalam penurunan seiring dengan naiknya prosentase biethanol.

Kesadaran masyarakat akan pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor di kota-kota besar saat ini makin tinggi. Dari berbagai sumber bergerak seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang dan kapal laut, kendaraan bermotor saat ini maupun dikemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan dari pencemaran udara di perkotaan. Di DKI Jakarta, kontribusi bahan pencemar dari kendaraan bermotor ke udara adalah sekitar 70%.

Gambar 5. Komposisi gas buang motor bensinMotor bensin dapat juga mengeluarkan emisi gas sulfurdioksida (SO2) dalam jumlah yang kecil.

7.1 Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya karena perbedaan cara

16

Page 18: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin. Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida dan upa air, tetapi didalamnya terkandung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup be sar yang dapat membahayakan gas buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan.

Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat debu termasuk timbel (PB). Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan timbel organik, dilepaskan keudara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikular debu yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem. Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain. Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan raya, dan adapula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer kadangkala berlangsung dalam sua tu rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical smog). Pembent ukan smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal sumber (kota), tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini tergantung pada kondisi reaksi dan kecepatan angin Untuk bahan pencemar yang sifatnya lebih stabil sperti limbah (Pb), beberapa hidrokarbon-halogen dan hidrokarbon poliaromatik, dapat jatuh ke tanah bersama air hujan atau mengendap bersama debu, dan mengkontaminasi tanah dan air. Senyawa tersebut selanjutnya juga dapat masuk ke dalam rantai makanan yang pada akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui sayuran, susu ternak, dan produk lainnya dari ternak hewan. Karena banyak industri makanan saat ini akan dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan pada masyarakat kota maupun desa. Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa mineral/logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan.

7.2 Dampak Terhadap Kesehatan

17

Page 19: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Senyawa-senyawa di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi untuk mejalankan kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan kesehatan adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksida karbon, hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang tersebut terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil-bensin dan solar didalam mesin. Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti industri dan pusat tenaga listrik, jenis proses pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor tidak sesempurna di dalam industri dan menghasilkan bahan pencemar pada kadar yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen, sulfur dan karbon. Selain itu gas buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya yang sering dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari cerobong industri yang tinggi. Dengan demikian maka masyarakat yang tinggal atau melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan bermotor dan mereka yang berada di jalan raya seperti para pengendara bermotor, pejalan kaki, dan polisi lalu lintas, penjaja makanan sering kali terpajan oleh bahan pencemar yang kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis pemajanan sangat tergantung kepada tinggi rendahnya pencemar yang dikaitkan dengan kondisi lalu lintas pada saat tertentu. Keterkaitan antara pencemaran udara di perkotaan dan kemungkinan adanya resiko terhadap kesehatan, baru dibahas pada beberapa dekade be lakangan ini. Pengaruh yang merugikan mulai dari meningkatnya kematian akibat adanya episod smog sampai pada gangguan estetika dan kenyamanan. Gangguan kesehatan lain diantara kedua pengaruh yang ekstrim ini, misalnya kanker pada paru-paru atau organ tubuh lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun khronis, dan kondisi yang diakibatkan karena pengaruh bahan pencemar terhadap organ lain sperti paru, misalnya sistem syaraf. Karena setiap individu akan terpajan oleh banyak senyawa secara bersamaan, sering kali sangat sulit untuk menentukan senyawa mana atau kombinasi senyawa yang mana yang paling berperan memberikan pengaruh membahayakan terhadap kesehatan. Bahaya gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari toksiats (daya racun) masing-masing senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan olehnya. Beberapa faktor yang berperan di dalam ketidakpastian setiap analisis resiko yang dikaitkan dengan gas buang kendaraan bermotor antara lain adalah :

Definisi tentang bahaya terhadap kesehatan yang digunakanRelevansi dan interpretasi hasil studi epidemiologi dan eksperimentalRealibilitas dari data pajananJumlah manusia yang terpajanKeputusan untuk menentukan kelompok resiko yang mana yang akan dilindungiInteraksi antara berbagai senayawa di dalam gas buang, baik yang sejenis maupun antara yang tidak sejenis

18

Page 20: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Lamanya terpajan (jangka panjang atau pendek)

Pada umumnya istilah dari bahaya terhadap kesehatan yang digunakan adalah pengaruh bahan pencemar yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko atau penyakit atau kondisi medik lainnya pada seseorang ataupun kelompok orang. Pengaruh ini tidak dibatasi hanya pada pengaruhnya terhadap penyakit yang dapat dibuktikan secara klinik saja, tetapi juga pada pengaruh yang pada suatu mungkin juga dipengaruhi faktor lainnya seperti umur misalnya. Telah banyak bukti bahwa anak-anak dan para lanjut usia merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi di dalam peristiwa pencemaran udara. Anak-anak lebih peka terhadap infeksi saluran pernafasan dibandingkan dengan orang dewasa, dan fungsi paru-paru nya juga berbeda. Para usia lanjut masuk di dalam kategori kelompok resiko tinggi karena penyesuaian kapasitas dan fungsi paru-paru menurun, dan pertahanan imunitasnya melemah. Karena kapasitas paru-paru dari penderita penyakit jantung dan paru-paru juga rendah, kelompok ini juga sangat peka terhadap pencemaran udara. Berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di lingkungan, dampak bahan pencemar yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut :

Bahan-bahan pencemar yang terutama mengganggu saluran pernafasan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah oksida sulfur, partikulat, oksida nitrogen, ozon dan oksida lainnya.Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik, seperti hidrokarbon monoksida dan timbel/timah hitam.Bahan-bahan pencemar yang dicurigai menimbulkan kanker seperti hidrokarbon.Kondisi yang mengganggu kenyamanan seperti kebisingan, debu jalanan, dll.

1) Bahan-Bahan Pencemar yang Terutama Mengganggu Saluran PernafasanOrgan pernafasan merupakan bagian yang diperkirakan paling banyak mendapatkan pengaruh karena yang pertama berhubungan dengan bahan pencemar udara. Sejumlah senyawa spesifik yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor seperti oksida - oksida sulfur dan nitrogen, partikulat dan senyawa-senyawa oksidan, dapat menyebabkan iritasi dan radang pada saluran pernafasan. Walaupun kadar oksida sulfur di dalam gas buang kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin relatif kecil, tetapi tetap berperan karena jumlah kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar makin meningkat. Selain itu menurut studi epidemniologi, oksida sulfur bersama dengan partikulat bersifat sinergetik sehingga dapat lebih meningkatkan bahaya terhadap kesehatan.

Oksida sulfur dan partikulat

19

Page 21: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat). Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan partikulat dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para lanjut usia.Oksida NitrogenDiantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida (NO2) merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah. Karena data epidemilogi tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 µg/m3 . Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250 µg/m3 dan 500 µg/m3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat.Ozon dan oksida lainnyaKarena ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2, maka hampir semua ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan senyawa oksidan yang paling kuat dibandingkan NO2 dan bereaksi kuat dengan jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon dan oksidan lainnya terhadap kesehatan yang dilakukan oleh WHO task group menyatakan pemajanan oksidan fotokimia pada kadar 200-500 µg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak fungsi paru-paru anak, meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata, serta menurunkan kinerja para olaragawan.

2) Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemikBanyak senyawa kimia dalam gas buang kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan pengaruh sistemik karena setelah diabsorbsi oleh paru, bahan

20

Page 22: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

pencemar tersebut dibawa oleh aliran darah atau cairan getah bening ke bagian tubuh lainnya, sehingga dapat membahayakan setiap organ di dalam tubuh. Senyawa-senyawa yang masuk ke dalam hidung dan ada dalam mukosa bronkial juga dapat terbawa oleh darah atau tertelan masuk tenggorokan dan diabsorbsi masuk ke saluran pencernaan. Selain itu ada pula pemajanan yang tidak langsung, misalnya melalui makanan, seperti timah hitam. Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gas kendaraan bermotor yang dapat menimbulakan pengaruh sistemik, yang paling penting adalah karbon monoksida dan timbel.

Karbon MonoksidaKarbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih kuat dibandingkan dari oksigen membentuk karboksihaemoglobin (COHb), sehingga menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Pajanan CO diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung (sistem kardiovaskuler), sistem syaraf pusat, juga janin, dan semua organ tubuh yang peka terhadap kekurangan oksigen. Pengaruh CO terhadap sistem kardiovaskuler cukup nyata teramati walaupun dalam kadar rendah. Penderita penyakit jantung dan penyakit paru merupakan kelompok yang paling peka terhadap pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan penyakit pasien paru, menemukan adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung selama melakukan latihan gerak badan pada kadar COHb yang cukup rendah 2,7 %. Pengaruh pajanan CO kadar rendah pada sistem syaraf dipelajari dengan suatu uji psikologi. Walaupun diakui interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa kadar COHb 16 % dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak ditemukan pada kadar COHb sebesar 5%. Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah dibandingkan normal. Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita penyakit jantung atau paru-paru) tidak boleh terpajan oleh CO dengan ka dar yang dapat membentuk COHb di atas 2,5%. Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mg/m3 selama 1 jam, dan 20 mg/mg selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 % WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m3) untuk waktu 1 jam dan 10 ppm (11,5 mg/mg3) untuk waktu 8 jam.TimbelTimbel ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbel organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbel organik ini berubah bentuk menjadi timbel anorganik.

21

Page 23: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Timbel yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 µm. Partikel-partikel timbel ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada kenalpot. Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100 ml dan kelompok anak > 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa sekitar 40 µg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat (ALA). Pengaruh pada enzim §-ALAD dapat diamati pada kadar Pb-darah sekitar 10µg/100 ml. Akumulasi protoporfirin dalam eritrosit (FEP) yang merupakan akibat dari terhambatnya aktivitas enzim ferrochelatase , dapat terlihat pada wanita edngan kadar Pb-darah 20- 30 µg/100 ml, pada pria dengan kadar 25-35 µg/100 ml, dan pada anak dengan kadar > 15 µg/100 ml. Pengaruh Pb terhadap hambatan aktivitas enzim ALAD tidak menyatakan adanya keracunan yang membahayakan, tetapi dapat menunjukkan adanya pajanan Pb terha dap tubuh. Meningkatnya ekskresi ALA dan akumulasi FEP adalam urin mencerminkan adanya kerusakan fungsi fisiologi yang pada akhirnya dapat merusak fungsi metokhondrial.

Pengaruh pada syaraf otak anak diamati pada kadar 60µg/100 ml, yang dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan mental anak. Penelitian pada pengaruh Pb yang dikaitkan IQ anak telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum konsisten. Sistem syaraf pusat anak lebih peka dibandingkan dengan orang dewasa. Gangguan terhadap fungsi syaraf orang dewasa berdasarkan uji psikologi diamati pada kadar Pbdarah 50 µg/100 ml. Sedangkan gangguan sistem syaraf tepi diamati pada kadar Pbdarah 30 µg/100 ml. Timbel dapat menembus plasenta, dan karena perkembangan otak yang khususnya peka terhadap logam ini, maka janinlah yang terutama mendapat resiko.

3) Bahan-Bahan Pencemar yang Dicurigai Menimbulkan KankerPembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari 2µm. Beberapa dari bahanbahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk beberapa senyawa lain seperti

22

Page 24: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

benzena, etilen, formaldehid, benzo(a)pyrene dan metil nitrit, kadar di dalam emisi mesin bensin akan sama bes arnya dengan mesin solar.

Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Akan tetapi untuk membuktikan apakah pembentukan tumor tersebut hanya diakibatkan karena asap solar atau gas lain yang bersifat sebagai iritan. Dalam banyak kasus, analisis risiko dibuat berdasarkan hasil studi epidemiologi. Apabila analisis-analisis tersebut cukup lengkap dan dapat mengendalikan berbagai faktor pengganggu (confounding) seperti misalnya ke biasaan merokok, maka kesimpulan yang ditarik dapat sangat berharga, tanpa peduli apakah hasil studi pada umumnya hasil studi seperti itu jarang didapatkan. Mengesampingkan pengaruh yang langka akibat pencemaran, seperti penyakit tumor dan kangker semata-mata berdasarkan hasil studi epidemiologi yang negatif, sebenarnya kurang tepat. Pada studi yang melibatkan populasi kecil (misalnya 1000 orang) terasa wajar apabila hasil studi tentang sejenis tumor yang hanya terjadi pada beberapa kasus per 100.000 orang, menjadi negatif. Kesulitan menjadi lebih besar apabila pengaruh yang dicari tersebut dapat timbul karena hal lain, dapat diperkirakan bahwa persentase peningkatan dalam prevalensi akan sangat kecil. Hal yang sama ditemukan pada studi eksperimental.

Di dalam studi eksperimental, adanya hubungan antara dosis dan respons untuk dosis rendah sangat sulit untuk dibuktikan, karena kecilnya jumlah orang yang dapat diteliti. Pengaruh jangka panjang bisa dilaksanakan pada binatang percobaan, tetapi lagi-lagi di dalam mengekstrapolasikan penemuan tersebut untuk manusia sering tidak pasti. Hal yang sering ditemui dalam studi eksperimental seperti ini adalah kesulitan untuk mensimulasikan kondisi pajanan yang sebenarnya. Karena itu maka evaluasi secara ilmiah tentang dampak dari suatu pencemaran terhadap kesehatan, apabila mungkin, harus didasarkan pada sifat kimiawi dari tiap senyawa, metabolismenya dan sifat umum lainnya, di samping yang juga ditemukan dalam studi epidemiologi dan eksperimental.

7.3 Dampak Emisi Gas Buang Terhadap Lingkungan Tidak semua senyawa yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor diketahui dampaknya terhadap lingkungan selain manusia. Beberapa senyawa yang dihasilkan dari pembakaran sempurna seperti CO2 yang tidak beracun, belakangan ini menjadi perhatian orang. Senyawa CO2 sebenarnya merupakan komponen yang secara alamiah banyak terdapat di udara. Oleh karena itu CO2 dahulunya tidak menepati urutan pencemaran udara yang menjadi perhatian lebih dari normalnya akibat penggunaan bahan bakar yang berlebihan setiap tahunnya. Pengaruh CO2 disebut efek rumah kaca dimana CO2 diatmosfer dapat menyerap energi panas dan menghalangijalanya energi panas tersebut dari

23

Page 25: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

atmosfer ke permukaan yang lebih tinggi. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya suhu rata -rata di permukaan bumi dan dapat mengakibatkan meningginya permukaan air laut akibat melelehnya gununggunung es, yang pada akhirnya akan mengubah berbagai sirklus alamiah.

Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada tumbuhan, daun adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan daun. Dalam beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan dan bangunan disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspensi asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat menyebabkan korosif pada logam-logam dan rangka -rangka bangunan, merusak bahan pakian dan tumbuhan. Oksida nitrogen, NO dan NO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pengaruh NO yang utama terhadap lingkungan adalah dalam pembentukan smog. NO dan NO2 dapat memudarkan warna dari serat-serat rayon dan menyebabkan warna bahan putih menjadi kekuning-kuningan. Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya dihasilkan adari emisi industri kimia, dapat menyebabkan kerusakan pada banayak jenis tanaman. Kerusakan daun sebanyak 5 % dari luasnya dapat terjadi pada pemajanan dengan kadar 4-8 ppm untuk 1 jam pemajanan. Tergantung dari jenis tanaman, umur tanaman dan lamanya pemajanan, kerusakan terjadi dapat bervariasi. Kadar NO2 sebesar 0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bualan terus menrus, dapat menyebabkan rontoknya daun berbagai jenis tanaman.

Mengingat besarnya bahaya yang ditimbulkan oleh beberapa senyawasenyawa di dalam emisi gas buang kendaraan bermotor, maka Pemerintah melalui Menteri Negara Lingkungan Hidup menetapkan Peraturan Menteri No. 05 Tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan lama sebagai berikut :1) Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama adalah batas

maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor lama;

2) Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu;

3) Kendaraan Bermotor Lama adalah kendaraan yang sudah diproduksi, dirakit atau diimpor dan sudah beroperasi di wilayah Republik Indonesia;

4) Uji emisi kendaraan bermotor lama adalah uji emisi gas buang yang wajib dilakukan untuk kendaraan bermotor lama secara berkala;

5) Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup;

6) Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi;7) Bupati/Walikota adalah Kepala Daerah Kabupaten/Kota.

24

Page 26: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

8. Perkembangan harga Bensin

Sejak awal pemerintahan Orde Baru hingga di era Reformasi sekarang ini, perkembangan ekonomi Indonesia tampaknya selalu dipengaruhi oleh gejolak harga bahan bakar minyak (BBM) dunia. Selama periode pertama, fluktuasi harga minyak dunia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, pada periode kedua ini, gejolah kenaikan harga minyak tersebut cenderung berpengaruh pada tingkat inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah dicapai selama dua puluh lima tahun pembangunan Indonesia sejak tahun 1969, antara lain telah dipacu oleh melimpahnya penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi akibat naiknya harga ekspor minyak dunia. Hal itu dimungkinkan karena pangsa ekspor minya bumi saat itu merupakan sebagian besar dari total ekspor Indonesia. Pada tahun 1970 pangsa ekspor minyak bumi masih 40,3%, terus meningkat mencapai tertinggi pada tahun 1982, sebesar 82,4 %. Menjelang reformasi, tahun 1997, pangsa ekspor minyak bumi tinggal sekitar 22% dari total ekspor Indonesia. (Dumairy, 1997, hal. 183). Namun, setelah itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menurun seiring dengan menurunnya penerimaan ekspor minyak bumi. Selain turunnya harga minyak bumi, pangsa ekspor minyak Indonesia juga mulai menurun seiring dengan semakin berkurangnya produksi minyak bumi di negeri ini.Selanjutnya,di masa reformasi sekarang ini gejolak kenaikan harga dunia justru berpengaruh terhadap terhadap beban APBN yang menanggung subsidi terhadap konsumen bahan bakar minyak. Sehubungan dengan itu, timbul permasalahan bagi pemerintah antara pilihan menanggung subsidi yang semakin besar atau menguragi subsidi dengan konsekuensi meningkatnya inflasi karena naiknya harga BBM di dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh posisi Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian anggota OPEC, malahan sudah menjadi negara pengimpor neto terhadap bahan bakar minyak (BBM).

25

Page 27: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Selama lima tahun pertama pembangunan di era Orde Baru pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai rata-rata 8,56 persen per tahun (1969-1973). Pertumbuhan tertinggi sebesar 11, 3% dicapai pada tahun 1973. Walaupun pada periode lima tahun kedua (1974-1978) terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi menjadi rata-rata 6,96 persen per tahun, namun pertumbuhan ekonomi tersebut masih tergolong tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama sepuluh tahun tersebut telah didukung oleh bonanza (rezeki nomplok) minyak bumi yang diterima Indonesia. Kenaikan devisa ekspor minyak saat itu dipicu oleh melonjaknya harga minyak dunia akibat konflik antara Arab dan Izrael, di mana negara-negara Arab anggota OPEC menghentikan ekspor ke negara-negara pendukung Izrael. Krisis energi minyak dunia tersebut terjadi pada tahun 1973. Indonesia yang saat itu masih sebagai anggota negara OPEC telah menikmati rezeki petro dollar tersebut. Peretumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut berlangsung hingga akhir tahun 1970-an. (Dumairy, 1997, ibid). Selanjutnya, krisis minyak dunia sejak awal tahun 1970-an tersebut telah menyebabkan krisis ekonomi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara di Eropa dan Jepang. Akibatnya, harga minyak dunia menurun drastis sejak awal tahun 1980-an. Hal itu berpengaruh pada kinerja perekonomian Indonesia. Di samping dampak krisi ekonomi dunia mulai masuk ke Indonesia, keadaannya diperparah oleh anjloknya harga minyak sehingga penerimaan ekspor berkurang drastis. Akhirnya, hal itu berpengaruh terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Memasuki era Reformasi, yang ditandai oleh krisis moneter dan ekonomi pada tahun 1998, gejolak harga minyak dunia yang cenderung terus meningkat telah membuat pemerintah Indonesia kesulitan dalam memenuhi anggaran pembangunan. Hal ini disebabkan oleh dasar patokan APBN adalah harga minyak dunia, sementara posisi Indonesia sudah menjadi negara pengimpor bersih terhadap minyak bumi (BBM). Untuk melindungi kepentingan konsumen yang sebagian besar masih tergolong rendah, maka pemerintah terpaksa memberikan subsidi harga BBM di dalam negeri. Namun hal ini tampak semakin memperberat usaha pemenuhan keuangan pada APBN Indonesia setiap tahunnya. Untuk mengurangi beban pada APBN tersebut, pilihan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan mengurangi subsidi BBM. Namun dampaknya cenderung menyebabkan kenaikan harga-harga umum. Kebijakan pemerintah Indonesia mengurangi subsidi BBM dengan cara menaikkan harga BBM sebesar rp.2000/liter untuk premium dan Rp. 1000/liter untuk solar pada bulan juni 2013 telah diprediksi akan menyebabkan kenaikan tingkat inflasi. Dampak utama dari kenaikan harga BBM tersebut adalah

26

Page 28: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

kenaikan tarif angkutan dan biaya produksi di sektor industri, yang pada gilirannya akan meningkatkan inflasi di semua sektor ekonomi. Para ahli memperkirakan dampak kenaikan harga BBM bulan juli tersebut akan meningkatkan inflasi sekitar 2,46 persen dari target pemerintah sekitar 7,2 persen. (Kompas, Rabu 19 Juni 2013, hal.19). Akan tetapi, bagi pihak yang mendukung kebijakan pemerintah tersebut dengan alasan bahwa alokasi subsidi BBM oleh pemerintah tidak tepat sasaran, sehinggan menimbulkan ketidak adilan. Data susenas 2008 dan Bank Dunia 2010, menunjukkan bahwa 25% rumah tangga yang berpendapatan (dan pengeluaran) tinggi justru menimati subsidi BBM sekitar 77% per bulan. Sementara itu, 25% kelompok rumah tangga berpenghasilan (dan berpengeluaran) rendah hanya menikmati alokasi subsidi BBM sekitar 15%. Alasan kedua adalah harga patokan BBM di Indonesia jauh lebih rendah dari pada harga BBM di berbagai negara, termasuk negara-negara yang berpendapatan lebih rendah dari pada Indonesia. Sebagai contoh, di negara Kamboja dan Laos harga BBM telah mencapai lebih dari Rp. 13.000,- per liter. (Rafika Dwi H, 2013). Sehubungan dengan uraian tersebut, maka yang menjadi permasalah pokok di dalam penelitian ini adalah “Seberapa besar pengaruh perubahan harga BBM terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan di Indonesia”.1) Perkembangan Harga BBM

Perkembangan harga BBM di Indonesia sejak bulan April 1979 hingga Juni 2013. Selama periode tersebut, tampaknya pertumbuhan harga premium dan solar menunjukkan tren pertumbuhan yang meningkat. Petumbuhan harga solar secara rata-rata meningkat lebih cepat dari pada harga premium. Selama periode tersebut, harga solar meningkat rata-rata 32,44 persen. Harga solar meningkat dar rp. 35/liter pada bulan April 1979 menjadi rp. 5.500/liter pada bulan Juni 2013. Sementara itu harga premium meningkat rata-rata 26,10 persen, yaitu dari rp. 100/liter menjadi rp. 6.500/liter pada periode yang sama. Walaupun tren harga kedua komoditi itu menunjukkan peningkatan, namun tingkat pertumbuhannya berfluktuasi dari waktu ke waktu. Selama periode 1979-2013, terdapat 4 titik puncak pertumbuhan harga BBM di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan rata-rata di atas 50 persen, yaitu pada tahun 1979, 1982, 1998 dan tahun 2005. Pada bulan April 1979, pemerintah menetapkan harga premium dan solar masing-masing menjadi Rp.100 per liter dan rp. 35 per liter. Bila dibandingkan dengan harga kedua komoditi itu pada bulan April 1975, maka masing-masing meningkat sebesar 75,43 persen dan 59,09 persen. Kenaikan harga BBM pada bulan Mei 1980 dengan tingkat perubahan yang lebih rendah dari periode sebelumnya, yaitu masing-masing meningkat 50 persen. Selanjutnya, kenaikan harga BBM pada bulan Januari 1982 mencapai 60 persen untuk premium dan 61 persen untuk solar. Sejak itu, perubahan harga BBM berfluktuasi dengan tren menurun hingga Januari 1993.

27

Page 29: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Mei 1998 yang masing-masing sebesar 71,43 persen untuk premium dan 57,89 persen untuk solar telah membuat keadaan perekonomian Indonesia semakin berat. Sementara perekonomian kita sedang dilanda krisis moneter yang dipicu oleh anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, peristiwa kenaikan harga BBM pada bulan Mei 1998 tersebut telah menambah faktor pemicu kerusuhan yang terjadi saat itu di hampir seluruh pelosok negeri ini. Sebagai dampak dari krisi ekonomi dan kerusuhan tersebut, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif pada tahun tersebut.

Pertumbuhan harga BBM cendrung menurun sejak tahun 1998 hingga tahun 2003. Bahkan pada bulan oktober 2000 pemerintah membuat kebijakan penurunan harga premium sebesar 4,17 persen dari rp. 1.200 per liter menjadi rp. 1.150 per liter, sementara harga solar tetap dipertahankan sebesar rp. 600 per liter.

Kenaikan harga BBM tertinggi selama 34 tahun terakhir terjadi pada bulan Oktober 2005. Harga premium meningkat dari rp. 1.810 menjadi rp. 4.500 per liter atau meningkat sebesar 148, 61 persen. Sementara itu, harga solar meningkat lebih tinggi, dari rp. 1.650 menjadi rp. 4.300 per liter atau meningkat sebesar 160,6 persen. Kenaikan harga BBM tersebut antara lain telah dipicu oleh keadaan perekonomian Indonesia yang terkena dampak krisis ekoonomi global yang bermula dari krisis di Amerika Serikat.

Pada bulan Mei 2008, kenaikan harga BBM kembali dilakukan oleh pemerintah masing-masing sebesar 33,33 persen untuk premium, dan 27,90 persen untuk solar. Namun, pada bulan Januari 2009 pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM untuk meringankan beban masyarakat. Pada waktu itu, harga premium diturunkan sebesar 25 persen, dari rp. 6.000 per liter menjadi rp. 4.500 per liter. Sementara itu, harga solar diturunkan sebesar 18,8 persen dari rp. 5.500 per liter menjadi 4.500 per liter. Terakhir, pada bulan juni 2013 pemerintah terpaksa meningkatkan lagi harga BBM mengingat beban subsidi pada APBN semakin membesar akibat harga impor BBM semakin tinggi. Pada masa tahun 1970-an hingga awal tahun 1990-an Indonesia masih bertindak sebagai bagian dari negara eksportir minyak (OPEC). Namun sejak pertengahan tahun 1990-an, Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak secara netto. Oleh karenanya, kenaikan harga minyak di pasaran dunia telah berdampak pada melonjaknya besaran subsidi pada APBN. Untuk mengurangi beban subsidi tersebut, pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM.

28

Page 30: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 7. Perkembangan harga BBM jenis Solar dan Premium di Indonesia 1. Perkembangan Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi menunjukkan kecenderungan meningkatnya harga-harga barang secara umum. Tingkat inflasi diukur berdasarkan perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK). Di dalam pembahasan penelitian ini, tingkat inflasi yang digunakan adalah data inflasi bulanan, yaitu tingkat inflasi yang terjadi pada bulan yang bersamaan dengan terjadinya perubahan harga BBM. Selama periode 1979 hingga 2013, tampak perkembangan inflasi berfluktuasi dan mempunyai cenderung menurun. Pada bulan April 1979, saat terjadi kenaikan harga BBM, tingkat inflasi sebeasar 3,20 persen. Namun, pada saat pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harag BBM pada bulan Juni 2013, ternyata tingkat inflasi hanya mencapai 1,03 persen. Pada awal periode tersebut, April 1979 sampai dengan Januari 1984, tingkat inflasi bulanan rata-rata di atas 3 persen. Setelah itu, tingkat inflasi yang mengiringi perubahan harga BBM tersebut cenderung menurun, kecuali pada bulan Mei 1998 dan Oktober 2005. pada bulan Mei 1998, tingkat inflasi mencapai 5,24 persen, dan pada bulan Oktober 2005 mencapai puncaknya, yaitu 8,70 persen. Secara tahunan, tingkat inflasi pada tahun 1998 mencapai puncak tertinggi sepanjang sejarah sejak pemerintahan ORDE baru hingga era reformasi, yaitu 77,63 persen. Tingkat inflasi tertinggi kedua terjadi pada tahun 2005 yang mencapai 17,11 persen.

29

Page 31: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 8. Perkembangan Tingkat Inflasi

Sejaka April 1979 hingga Juli 1986, tampak tren perubahan harga BBM dan inflasi terus menurun, dan bahkan mencapai pertumbuhan negatif pada bulan Juli 1986. pada bulan Juli 1986 pemerintah menurunkan harga BBM sebesar 17,36 persen untuk jenis solar, sementara harga premium tetap dipertahankan. Dampaknya adalah tingkat inflasi menurun, bahkan menjadi deflasi sebesar 0,2 persen. Setelah itu trennya meningkat hingga mencapai puncak pada bulan Mei 1998. Kenaikan harga premium sebesar 71,43 persen dan harga solar sebesar 57,89 persen pada waktu itu diperkirakan telah membawa peningkatan inflasi hingga menjadi 5,24 persen. Selanjutnya, pada bulan Oktober 2000 harga BBM dan inflasi kembali mencapai titik terendah. Pada tahun itu harga premiun turun sebesar 4,17 persen, sementara harga premium tidak berubah. Dampaknya adalah tingkat inflasi juga mencapai titik terendah, yaitu sebesar 1,16 persen. Tren perkembangan harga BBM dan inflasi meningkat kembali hingga mencapai puncak lagi pada bulan Oktober 2005. Kenaikan harga premium sebesar 148,61 persen dan harga solar sebesar 160,60 persen pada waktu itu diperkirakan telah membawa peningkatan inflasi hingga menjadi 8,70 persen. Pada bulan Januari 2009, baik perubahan harga BBM maupun tingkat inflasi sma-sama kembali mencapai tutuk terendah. Pada waktu itu harga premium turun 25 persen dan harga solar turun 18,80 persen. Keadaan itu lalu diikuti oleh tingkat inflasi yang negatif atau deflasi sebesar 0,07 persen. Keadaan terakhir, pada bulan Juni 2013, pemerintah menaikkan harga premium sebesar 44,44 persen dan solar sebesar 22,22 persen, sehingga tingkat inflasi juga meningkat menjadi 1,03 persen.

30

Page 32: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 9. Perkembangan harga BBM dan Inflasi di Indonesia

Selanjutnya, inflasi di Indonesia dikelompokkan ke dalam 7 kelompok pengeluaran, yaitu:1. Kelompok Bahan Makanan (BM)2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau (MJMT)3. Kelompok Perumahan 4. Kelompok Sandang 5. Kelompok Kesehatan 6. Kelompok Pendidikan dan Olahraga 7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi

Tabel 4. Hubungan antara perubahan harga BBM dan Inflasi menurut kelompok pengeluaran Mei 2008-Juni 2013

Perubahan harga BBM pada Tabel di atas merupakan modifikasi dari data harga premium dan harga solar. Di mana harga kedua jenis BBM itu disatukan, lalu diuhitung persentase perubahannya. Pada awalnya, penelitian ini merencanakan untuk menyajikan data inflasi menurut kelompok pengeluaran dengan rentangan waktu 1979-2013. Akan tetapi, data hanya tersedia untuk 3 tahun, yaitu dari 2008, 2009 dan 2013. Dengan demikian, data tersebut tidak bisa digunakan untuk keperluan regresi. Namun demikian, penulis mencoba untuk menganalisisnya secara kualitatif dengan mengamati tren perkembangan selama 3 tahun tersebut. Data pada tabel, di atas mengindikasikan bahwa perubahan harga BBM cenderung berpengaruh lebih dominan terhadap tingkat inflasi pada kelompok bahan makanan, dan kelompok transportasi dan komunikasi dari pada terhadap kelompok pengeluaran yang lainnya. Angka dalam tanda kurung menunjukkan tingkat perubahan inflasi dari bulan sebelum dilakukan perubahan harga BBM. Pada bulan Mei 2008, seiring dengan terjadi perubahan harga BBM sebesar 30,68 persen, tampak perubahan tingkat inflasi pada kelompok bahan makanan meningkat sebesar 1,17 poin dibandingkan dengn tingkat inflasi pada bulan April 2008. Begitu juga dengan tingkat inflasi pada kelompok transportasi dan komunikasi meningkat 3,41 poin dibandingkan dengan data pada bulan sebelumnya. Tingkat inflasi kelompok sandang, dan

31

Page 33: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

kelompok pendidikan dan olahraga, masing-masing cuma naik 0,11 poin dan 0,24 poin. Sebaliknya inflasi pada kelompok perumahan dan kesehatan justru menurun, masing-masing 0,04 poin dan 1,19 poin. Sementara inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, dan tembakau tidak mengalami perubahan. Penurunan harga BBM pada bulan Januari 2009 sebesar 21,74 persen telah berpengaruh terhadap penurunan tingkat inflasi pada kelompok bahan makanan sebesar 2,05 poin dan penurunan pada inflasi kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 2,32 poin, kelompok perumahan 0,15 poin, dan kelompok sandang sebesar 0,5 poin. Sebaliknya, inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau, kelompok kesehatan, dan kelompok pendidikan dan olah raga justru mengalami peningkatan. Fenomena pada bulam Juni 2013, juga mengisyaratkan pengaruh perubahan harga BBM yang berpengaruh lebih dominan terhadap inflasi pada kelompok bahan makanan, dan kelompok transportasi dan komunikasi.

Gambar 10. Perkembangan Harga BBM

9. Konsumsi Bensin Dunia dan Per Negara

Selama 11 tahun terakhir, produksi energi nasional terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,6% per tahun. Ekspor mengalami pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun, impor tumbuh rata-rata 10,2% per tahun sementara konsumsi domestic hanya tumbuh 1,8% per tahun.

32

Page 34: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 11. Pasokan dan Kebutuhan Energi

Pertumbuhan produksi energi terbesar terjadi pada batubara, selama kurun waktu tersebut produksi batubara mengalami pertumbuhan rata-rata 15,1% per tahun dari 323.569 ribu SBM menjadi 1.483.738 ribu SBM. Sementara minyak bumi cenderung mengalami penurunan produksi rata-rata 4% per tahun dari 517.489 ribu SBM menjadi 329.265 ribu SBM. Di sisi lain, ekspor batubara juga mengalamipeningkatan yang sangat cepat, dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 15,3% per tahun dari 245.534 ribu SBM menjadi 1.145.220 ribu SBM. Sementara pada sisi impor, produk petroleum merupakan jenis energi yang mengalami pertumbuhan impor sangat besar hingga mencapai 15,1% per tahun dari 93.285 ribu SBM menjadi 311.472 ribu SBM selama kurun waktu 2000 s.d 2011.

Gambar 12. Konsumsi Energi Final per Jenis Energi

Bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi energi yang paling besar dikonsumsi dibandingkan dengan jenis energi lainnya. Konsumsi BBM pada tahun 2011 mencapai 365 juta SBM atau setara dengan 32,7% (dengan bilomassa) dan 43,6% (tanpa biomasa) terhadap total konsumsi energi final seluruhnya. Sementara LPG merupakan jenis energi yang mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan dengan energi jenis lainnya. Pada tahun 2011, konsumsi LPG mencapai 37.046ribu SBM atau tumbuh 15,56% dibandingkan konsumsi pada tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh perluasan program konversi minyak tanah

33

Page 35: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

ke LPG ke wilayah-wilayah yang sebelumnya belum terjangkau oleh program ini. Konsumsi listrik pada tahun 2011 juga menunjukan peningkatan yang cukup besar hingga 8,04% jika dibandingkan pada tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi listrik tidak lepas dari program-program dan kebijakan Pemerintah dan PLN dalam rangka meningkatkan rasio eletrifikasi nasional, mengurangi pemadaman bergilir dan melakukan program sambungan satu juta pelanggan. Sebagian besar kilang minyak yang dimiliki Indonesia saat ini dimiliki oleh Pertamina dengan usia rata-rata diatas 30 tahun, mengingat sudah lebih dari 20 tahun tidak ada penambahan kapasitas kilang minyak baru di Indonesia. Berdasarkan teknologinya sebelum tahun 1970 kilang yang dibangun adalah kilang dengan low processing dimana spesifikasi kilang dirancang untuk mengolah minyak ringan. Setelah 1970 kilang yang dibangun dirancang dengan spesifikasi high processing untuk mengolah minyak berat baik yang berasal dari sumur lokal maupun timur tengah. Dua kilang minyak lainnya (Tri Wahana Universal, dan Tuban/TPPI) yang dikelola swasta belum mampu melakukan produksi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional. Dari kapasitas kilang nasional sebesar 1.157 juta barel per hari, kilang Pertamina memproduksi BBM nasional hanya mencapai 37,7 juta kilo liter per tahun atau sekitar 0,65 juta barel per hari. Produksi tersebutdiantaranya terdiri dari premium 10,2 juta KL, solar 18,5 juta KL, minyak tanah 2,3 juta KL, dan avtur 2,7 juta KL . Selain memproduksi bahan bakar minyak, kilang-kilang minyak Pertamina juga menghasilkan bahan bakar khusus seperti pertamax, pertamax plus, pertadex, LPG, serta produk petrokimia seperti pelumas, aspal, propilen, dan naphta.Terkait dengan rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi, Pemerintah perlu mempertimbangkan kemungkinan impor BBM non subsidi (Pertamax, Pertamax plus, Pertamina Dex) karena produksi BBM non subsidi dalam negeri hanya 3,3 juta barel per tahun, jauh di bawah kebutuhan BBM nasional dan terbatas hanya dihasilkan dari Kilang Plaju, Kilang Balikpapan, dan Kilang Balongan. Pertimbangan lainnya adalah adanya excess produksi BBM subsidi akibat kebijakan pembatasan tersebut.

Tabel 5. Produksi Kilang Minyak Pertamina

34

Page 36: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Dengan ketersediaan infrastruktur kilang nasional saat ini, produksi BBM oleh nasional baru dapat memenuhi sekitar 56% kebutuhan BBM nasional. Ditambah dengan teknologi kilang yang sudah tua mengakibatkan efisiensi kilang semakin lama semakin menurun. Diperkirakan jika kondisi kilang minyak nasional tidak ada perbaikan dan penambahan kapasitas kilang baru, dengan asumsi pertumbuhankebutuhan BBM 4% per tahun, pada tahun 2015 Indonesia akan mengalami defisit BBM hingga mendekati 50% dari total kebutuhan nasional. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM semakin besar dan cenderung merugikan Indonesia mengingat harga BBM impor yang dibeli oleh Indonesia dalam hal ini Pertamina merupakan harga spot yang banyak dipengaruhi oleh aksi spekulan.Kini Indonesia kembali merencanakan pembangunan dua kilang minyak baru dengan kapasitas masing-masing 300.000 bph, yaitu Kilang Balongan Baru Indramayu ditargetkan beroperasi 2017 dan Kilang Tuban, ditargetkan beroperasi 2018. Dengan dibangunnya dua kilang baru tersebut, akan memberikan tambahan produksi BBM sebesar 17,89 juta KL yang terdiri dari premium 7,79 juta KL, solar 7,23 juta KL, dan avtur sebesar 2,87 juta KL. Selain dua kilang tersebut, Pemerintah juga berencana untuk membangun kilang sendiri dengan menggunakan dana APBN dengan kapasitas 300 MBCD dimulai pada tahun 2012 dan diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2019.Selain penambahan kilang, Pertamina juga berencana melakukan refurbishment kilang untuk meningkatkan kualitas produksi, antara lain refurbishment Kilang Plaju, kero treater Kilang Dumai-BLPP untuk pengalihan minyak tanah menjadi avtur, penambahan Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Kilang Cilacap-Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC), bottom upgrading BLPP Kilang Balikpapan, dan revamping Kilang Dumai. Melalui refurbishment Kilang Plaju Pertamina mentargetkan penambahan produksi premium sebesar 120 ribu KL, dan avtur 2,61 juta KL melalui proyek kero treater Kilang Dumai pada tahun 2013. Pada tahun 2014 akan terdapat penambahan produksi Premium 1,9 juta KL melalui proyek RFCC Kilang Cilacap. Dan pada tahun 2017 melalui proyek bottom upgrading Kilang Balikpapan dan revamping Kilang Dumai akan menambah produksi premium sebesar 1,23 juta KL, minyak tanah 470 ribu KL, solar 2,26 juta KL, dan avtur 480 ribu KL.

35

Page 37: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 13. Sebaran dan Lokasi Kilang Minyak di Indonesia

Berbeda dengan kinerja produksi minyak mentah, seiring dengan peningkatan PDB dan jumlah penduduk, konsumsi BBM di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Hal ini terlihat dari perkembangan konsumsi minyak mentah yang terjadi selama ini sebagaimana digambarkan dalam grafik. Di era tahun 70-an, konsumsi minyak hanya dikisaran 100 ribu s. d. 350 ribu BPD. Namun, dari tahun ke tahun konsumsi terus meningkat atau tumbuh di kisaran 6,1% per tahun selama periode 1970 s. d. 2012.

Gambar 14. Konsumsi dan Surplus/Defisit Minyak

Kondisi yang bertolak belakang antara kinerja produksi dan konsumsi minyak, pada akhirnya membuat Indonesia mengalami defisit minyak. Hal ini mulai terjadi pada tahun 2004 di mana Indonesia mengalami defisit minyak sekitar 5 juta ton, kemudian terus merangkak naik hingga tahun 2012 yang mengalami defisit 27 juta ton. Konsekuensi defisit sudah dapat dipastikan bahwa Indonesia harus impor baik dalam bentuk minyak mentah maupun hasil olahan (bensin, diesel, dan kerosene). Ketika impor, otomatis juga dapat berdampak pada neraca perdagangan Indonesia.

36

Page 38: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 15. Grafik Neraca Minyak dan BBM

Gambar 16. Grafik Ekspor-Impor Minyak

Dari diatas terlihat bahwa semakin lama volume impor minyak dan BBM semakin meningkat. Tahun 2008, volume impor mencapai 24,6 juta kiloliter (KL), meningkat 56,9% menjadi 38,6 juta KL pada tahun 2012. Dari sisi nilai nominal pun otomatis defisit neraca perdagangan meningkat. Pada tahun 2003, terjadi defisit neraca perdagangan sekitar US$414,8 juta, kemudian pada tahun 2011 periode Januari - November menjadi US$19,0 miliar. Pada dasarnya, kenaikan konsumsi minyak atau BBM tidak menimbulkan permasalahan selama kenaikan tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Pertanyaannya adalah sudah maksimalkah konsumsi tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat? Hal ini dapat ditunjukkan dalam rasio PDB dengan konsumsi energi ($/Kg Setara Minyak) sebagaimana terlihat dalam grafik dibawah ini. Indonesia terlihat masih di bawah Singapura ($8,3), Malaysia ($5,4), Korea ($4,88), dan

37

Page 39: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Brunei Darussalam ($4,84) dalam hal efisiensi penggunaan energi untuk peningkatan PDB.

Gambar 17. Rasio PDB terhadap konsumsi energy

Kekurangefisienan konsumsi energi tidak dapat terlepaskan dari kebijakan energi nasional Indonesia. Salah satunya adalah kebijakan harga BBM tertentu di pasaran yang disubsidi oleh Pemerintah. Harga BBM bersubsidi yang murah mendorong masyarakat kurang memperhatikan penggunaan BBM tersebut secara efisien. Sebagai contoh harga premium Rp6.500 per liter, solar Rp5.500 per liter, sementara itu harga minuman cola 1,5 liter harganya Rp10.000. Premium dan solar merupakan SDA yang sulit diperoleh dan fungsinya sangat strategis untuk menghasilkan energi. Sementara itu, minuman cola mudah diproduksi termasuk bahan baku juga mudah didapat dan dapat di substitusi penggunaanya. Contoh ini menunjukan bahwa kebijakan harga murah menunjukan adanya ketidaksesuaian antara nilai ekstrinsik dengan fungsinya.

10. Perkembangan Produksi Bensin

Sejak tahun 1990an produksi minyak mentah Indonesia telah mengalami tren penurunan yang berkelanjutan karena kurangnya eksplorasi dan investasi di sektor ini. Di beberapa tahun terakhir sektor minyak dan gas negara ini sebenarnya menghambat pertumbuhan PDB. Target-target produksi minyak, ditetapkan oleh Pemerintah setiap awal tahun, tidak tercapai untuk beberapa tahun berturut-turut karena kebanyakan produksi minyak berasal dari ladang-ladang minyak yang sudah menua. Saat ini, Indonesia memiliki kapasitas penyulingan minyak yang kira-kira sama dengan satu dekade lalu, mengindikasikan bahwa ada keterbatasan perkembangan dalam produksi minyak, yang menyebabkan kebutuhan saat ini untuk mengimpor minyak demi memenuhi permintaan domestik. Penurunan produksi minyak Indonesia dikombinasikan dengan permintaan domestik yang meningkat mengubah Indonesia menjadi importir minyak dari tahun 2004 sampai saat ini, menyebabkan Indonesia harus menghentikan keanggotaan jangka panjangnya (1962-2008) di OPEC. Kendati begitu, Indonesia akan bergabung kembali dengan OPEC pada Desember 2015. Tabel di bawah menunjukkan produksi minyak yang

38

Page 40: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

menurun selama satu dekade terakhir. Tabel ini dibagi dalam dua angka produksi, yang pertama diambil dari perusahaan minyak dan gas multinasional BP Global (angka-angkanya mencakup minyak mentah, shale oil, oil sands dan gas alam cair), dan angka-angka produksi yang kedua bersumber dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (angka-angka ini mencakup minyak mentah dan kondensat minyak).

Tabel 6. Produksi Minyak Bumi Indonesia

Kurangnya eksplorasi dan investasi-investasi lain di sektor minyak ini telah menyebabkan penurunan dalam produksi minyak Indonesia yang disebabkan karena manajemen yang lemah dari pemerintah, birokrasi yang berlebihan, kerangka peraturan yang tidak jelas serta ketidakjelasan hukum mengenai kontrak. Hal ini menciptakan iklim investasi yang tidak menarik bagi para investor, terutama bila melibatkan investasi jangka panjang yang mahal. Secara kontras, konsumsi minyak Indonesia menunjukkan tren naik yang stabil. Karena jumlah penduduk yang bertumbuh, peningkatan jumlah penduduk kelas menengah, dan pertumbuhan ekonomi; permintaan untuk bahan bakar terus-menerus meningkat. Karena produksi domestik tidak bisa memenuhi permintaan domestik, Indonesia mengimpor sekitar 350.000 sampai 500.000 barel bahan bakar per hari dari beberapa negara.

Tabel 7. Konsumsi Minyak Indonesia

Kebanyakan proses produksi minyak Indonesia terkonsentrasi di cekungan-cekungan yang ada di wilayah barat negara ini. Namun, karena hanya sedikit penemuan minyak baru yang signifikan di wilayah Barat ini, Pemerintah telah mengubah fokusnya ke wilayah Timur Indonesia. Kendati begitu, cadangan minyak yang terbukti di seluruh negara ini telah turun dengan cepat menurut sebuah publikasi dari perusahaan minyak BP. Di 1991 Indonesia memiliki 5,9

39

Page 41: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

miliar barel cadangan minyak terbukti namun jumlah ini telah menurun menjadi 3,7 miliar barel pada akhir 2014. Sekitar 60% dari potensi ladang minyak baru Indonesia berlokasi di laut dalam yang membutuhkan teknologi maju dan investasi modal yang besar untuk memulai produksi.

11. Produksi dan Reformula Bensin yang akan datang

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi disemua sektor pengguna energi secara nasional juga semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara. Namun, tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi seluruh kebutuhan dalam jangka panjang. Cadangan energi semakin lama semakin menipis dan proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun. Krisis bahan bakar fosil di Indonesia telah terlihat indikasinya dengan terjadinya kelangkaan di beberapa tempat. Krisis bahan bakar minyak (BBM) ini diakibatkan oleh harga minyak mentah yang melonjak sangat tinggi di samping cadangan minyak mentah Indonesia yang terbatas sedangkan konsumsi energi terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk sehingga produksi dalam negeri berkurang. Karena keterbatasan produksi BBM dari kilang domestik, pertamina terpaksa masih mengimpor 40% persen kebutuhan bahan bakar minyak nasional. Kapasitas kilang Pertamina hanya 1,030 juta kiloliter per tahun. Sementara, kebutuhan BBM nasional sekitar 1,4 juta kiloliter per tahun. Oleh karena itu, Pertamina masih harus mengimpor BBM dari luar negeri. Untuk BBM jenis premium, tahun 2009 ini Pertamina akan mengimpor 8,8 juta kiloliter. Produksi Premium dari kilang Pertamina hanya 10,9 juta kiloliter sementara kebutuhan Premium nasional sebesar 19,7 juta kiloliter. Untuk BBM jenis solar Pertamina akan mengimpor 6,3 juta liter untuk menutupi kekurangan produksi kilang domestik yang sebesar 16,7 juta kiloliter. Kebutuhan Solar nasional adalah sebesar 22 juta kilo liter.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi serta populasi dengan segala aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi di semua sektor pengguna energi. Peningkatan kebutuhan energi tersebut harus didukung adanya pasokan energi jangka panjang secara berkesinambungan, terintegrasi, dan ramah lingkungan. Pasokan energi diusahakan berasal dari sumber energi dalam negeri dan dari impor dari negara lain apabila pasokan energi dalam negeri tidak mencukupi. Mengingat potensi sumberdaya minyak bumi dan kemampuan kapasitas kilang di dalam negeri yang terbatas maka perlu dicarikan bahan bakar alternatif untuk substitusi BBM.

Pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Sumber daya energi terbarukan memiliki keunggulan, yakni dapat diproduksi dalam waktu

40

Page 42: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

relatif tidak lama dibandingkan dengan sumber energi tak terbarukan. Namun, sumber daya terbarukan selama ini belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia.

Terkait dengan krisis energi bahan bakar yang akan dialami Indonesia sekitar 20-30 tahun mendatang, maka untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian minyak bumi, pengembangan bahan bakar nabati menjadi salah satu alternatif solusi untuk mengatasi krisis energi di masa datang. Kebutuhan akan minyak bumi di Indonesia mencapai 1.300.000 barel/hari, sementara cadangan yang dimiliki hanya sebesar 900.000 barel/hari. Jadi, setiap harinya perlu tambahan sekitar 400.000 barel untuk pemenuhan kebutuhan minyak bumi. Pengembangan energi alternatif, bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya krisis energi di masa datang. Sejalan dengan permasalahan tersebut, pemerintah melalui Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 telah mengeluarkan kebijakan energi nasional. Kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya pasokan energi dalam negeri. Kebijakan utama meliputi penyediaan energi yang optimal, pemanfaatan energi yang efisien, penetapan harga energi ke arah harga keekonomian dan pelestarian lingkungan. Kebijakan utama tersebut didukung dengan pengembangan infrastruktur, kemitraan dunia usaha, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan penelitian. Kebijakan energi nasional ini juga memuat upaya untuk melakukan diversifikasi dalam pemanfaatan energi. Usaha diversifikasi ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain (Sugiono, 2005). Pengembangan dalam pemanfaatan biofuel menjadi lebih menarik dengan semakin meningkatnya harga minyak mentah dunia yang mencapai US$70 per barel pada akhir tahun 2005. Berdasarkan road map biofuel pada Blueprint Pengelolaan Energi Nasional, Indonesia ditargetkan mampu mensubstitusi minyak solar dengan biodiesel sebanyak 2% pada tahun 2010, 3% tahun 2015 dan 5% tahun 2025 serta mensubstitusi bensin dengan bioethanol (gasohol) sebanyak 2% pada tahun 2010, 3% tahun 2015 dan 5% tahun 2025 (DESDM (2005) Blueprint Pengelolan Energi Nasional 2005-2025, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral). Penggunaan energi final dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

41

Page 43: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 18. Perkiraan penggunaan energy final di sector transportasi perjenis energy di Indonesia

Banyak ilmuwan mulai meneliti untuk mencari jenis energi baru yang murah, mudah dan ramah lingkungan untuk menggantikan sumber energi yang tersedia sekarang, yaitu dengan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar karena pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar dapat mengurangi polusi lingkungan sedangkan penggunaan bahan bakar minyak bumi, baik dari penggunaan berupa alat transportasi maupun dari penggunaan oleh industri sangat mencemari lingkungan disebabkan tingkat polusi yang ditimbulkan sangat tinggi. Diantara minyak nabati yang berpotensi digunakan sebagai bahan alternatif adalah minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang saat ini menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, sebagai pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru dan sebagai pendorong berkembangnya industri hilir berbasis minyak sawit (CPO) di Indonesia.

Minyak sawit dianggap lebih ekonomis karena setiap hektar kebun kelapa sawit mampu menghasilkan 5 ton minyak sawit/tahun atau setara tiga kali jumlah produksi dari tanaman jarak untuk luas lahan dan jangka waktu yang sama dan untuk menghasilkan 1 liter bahan bakar dibutuhkan sekitar 1 kg CPO. Secara ekonomi pengembangan biofuel dari minyak sawit akan mengontrol permintaan dan suplay produk perkebunan. Jika kelebihan untuk kebutuhan pangan, disamping di ekspor dapat dipakai untuk bahan bakar, sehingga dapat mengontrol harga CPO.

Produksi CPO Indonesia tahun 2009 lebih dari 18 juta ton, konsumsi domestik untuk pangan kurang lebih 5 juta ton sedangkan konsumsi domestik untuk biodiesel kurang lebih 2-3 juta ton. Sehingga pengembangan biofuel di Indonesia tidak akan menggangu ketahanan pangan ( Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi, 2009). Dengan ketersediaan minyak sawit yang cukup banyak, maka minyak sawit merupakan salah satu bahan baku alternatif yang sangat potensial untuk membuat bahan bakar pengganti gasoline, kerosene dan diesel. Harga CPO dunia terus merangkak naik ini tidak terlepas dari adanya program konversi energi yang tengah gencar dilakukan diseluruh belahan dunia. Hal tersebut dilakukan dalam upaya mengurangi ketergantungan akan minyak dunia yang semakin terbatas persediaannya. Kenaikan harga CPO dunia tersebut berimbas

42

Page 44: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

pada kenaikan CPO di pasar domestik, dimana harga CPO sempat mencapai Rp. 7626 per kilogram, lebih tinggi dari kisaran normal yang berkisar Rp. 6500 per kilogram. Tren dunia yang beralih ke bahan bakar nabati (BBN) menjadikan bisnis biofuel menjadi salah satu bisnis yang banyak diminati oleh para investor. CPO merupakan salah satu bahan baku biofuel termurah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, disamping karena energi alternatif ini ramah terhadap lingkungan (Harian bisnis Indonesia: Arvie,2007).

Bensin (gasoline), bahan bakar solar (diesel) dan minyak tanah (kerosene) adalah bahan bakar yang dihasilkan dari minyak mentah dengan proses distilasi langsung ataupun dari hasil perengkahan, alkilasi dan isomerisasi. Peranan gasoline dan diesel sebagai bahan bakar kendaraan bermotor tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat saat ini. Karena peningkatan mobilitas masyarakat menyebabkan konsumsi bahan bakar di Indonesia menjadi sangat tinggi yang tidak diimbangi dengan kemampuan penyediaannya. Berbagai proses telah dilakukan untuk menghasilkan biofuel diantaranya proses esterifikasi namum kelemahan proses ini adalah pada pemisahan biofuel dan gliserol. Proses transesterifikasi, minyak nabati yang digunakan kandungan asam lemak bebasnya harus rendah, jika kandungan asam lemak bebasnya tinggi, butuh katalis dalam jumlah yang besar yang dapat menyebabkan terbentuknya sabun sehingga menyulitkan dalam proses pemisahan.Proses perengkahan non katalis (thermal cracking) berlangsung pada temperatur dan tekanan yang tinggi sehingga membutuhkan energi yang besar. Saat ini mulai dikembangkan penelitian tentang pembuatan biofuel dari minyak nabati dengan proses perengkahan berkatalis, proses ini dapat memecah hidrokarbon kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana, meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah dengan adanya katalis. Pada beberapa penelitian proses perengkahan minyak nabati dengan berbagai macam katalis menghasilkan berbagai jenis biofuel yang komposisinya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya waktu reaksi, temperatur reaksi, laju alir umpan, dan jenis katalis. (Adjaye et al, 1996, Twaiq et al, 2003, Charusiri and Vitidsant , 2005)

Berbagai jenis katalis telah digunakan dalam proses perengkahan untuk menghasilkan biofuel diantaranya adalah katalis X, Y dan faujasite. Katalis-katalis ini merupakan katalis perengkahan yang awalnya digunakan pada proses perengkahan minyak bumi, kemudian dikembangkan lebih lanjut pada proses perengkahan minyak nabati. Beberapa katalis yang juga digunakan pada proses perengkahan yaitu HZSM-5, Zeolit β dan ultrastabil Y (USY). Dari ketiga jenis katalis ini ternyata HZSM-5 yang menghasilkan konversi dan yield produk yang terbesar, sebagaimana yang telah diteliti oleh Twaiq dkk (1999), konversi katalitik minyak sawit menjadi berbagai jenis hidrokarbon dimana pada temperatur 350o C laju umpan 1h-1 dengan katalis HZSM-5, konversi yang dihasilkan 99% yield gasoline 28,3% dan pada kondisi yang sama untuk katalis

43

Page 45: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

zeolit β konversinya 82% yield gasoline 22%, katalis USY konversi yang diperoleh 53% dan yield gasoline 7,3%.

Menurut Sang dkk (2004), konversi katalitik minyak sawit berdasar pada residu campuran asam lemak dengan katalis HZSM-5 menggunakan reaktor fixedbed pada tekanan atmosfir. Hasil yang diperoleh fraksi gasoline 44,4% berat pada laju umpan 3,66 lh-1 dan temperatur reaksi 440o C. Menurut Subagjo (1991) zeolit ZSM-5 mempunyai sifat unik yaitu mempunyai ukuran pori 0,54 x 0,57 nm (≤ ukuran molekul hidrokarbon C11), berstruktur dimensi tiga, bersifat organofil. Kombinasi ketiga sifat diatas menyebabkan ZSM-5 bersifat selektif terhadap pembentukan hidrokarbon ≤ C11, mempunyai umur katalis yang panjang serta tahan terhadap perlakuan panas dan asam. Kebutuhan katalis perengkahan di Indonesia sangat besar dan selama ini dipenuhi dengan mengimpor dari negara lain. Indonesia memiliki bahan baku pembuatan katalis dalam jumlah yang besar sehingga Indonesia sebaiknya memulai pengembangan katalis perengkahan. Penelitian dengan bahan baku minyak nabati khususnya minyak kelapa sawit ini dapat digunakan sebagai model yang nantinya bisa dikembangkan menggunakan minyak nabati jenis lain misalnya minyak jagung, minyak bunga matahari, minyak kanola dan minyak jarak yang saat ini sudah dibudidayakan.

12. Prospek Penggunaan Bensin yang akan datang

Untuk negara pengimpor minyak bumi, pengembangan dan penggunaan bio-energi dapat mengurangi ketergantungan pada sumber energi berbasis minyak bumi. Sedangkan bagi negara penghasil minyak bumi, pengembangan teknologi bio-energi dapat menghemat penggunaan minyak dan menjadi energi alternatif selain minyak bumi. Bio-energi lebih tersebar dan terdistribusi merata di seluruh muka bumi dibanding dengan sumber minyak bumi. Oleh karena itu dapat merupakan peluang besar bagi pengembangan ekonomi lokal, regional, maupun nasional. Dipandang dari perencanaan ke depan pengembangan bio-energi atau energi terbarukan merupakan suatu peluang untuk program kecukupan energi. Memproduksi bio-masa dan menggunakan serta mengembangkan limbah bio-masa untuk keperluan teknologi bio-energi akan memberikan stimulasi pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pedesaan. Antara lain hal tersebut dapat mendorong efisiensi usaha tani, pengelolaan hutan, industri jasa di pedesaan, pemasaran, pengembangan produk baru dan kesempatan kerja. Oleh karena itu, inovasi teknologi seyogyanya diarahkan kepada penggunaan lebih banyak sumber daya lokal, dan sumber daya energi yang dapat diperbaharui dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Kebijakan untuk pengembangan energi terbarukan harus berpihak kepada kepentingan masyarakat dan kesejahteraan pengguna.

44

Page 46: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

12.1 Pentingnya Energi Terbarukan Pada saat ini usaha pertanian yang semakin intensif memerlukan masukan baik berasal dari energy fossil (minyak bumi) yang tidak dapat diperbarui maupun energi yang dapat diperbarui. Produk-produk seperti pupuk, obat, alat mesin pertanian hampir semuanya diproduksi dengan input energi minyak bumi. Prosesing hasil pertanian dalam pengeringan, pengolahan, pendinginan/ pembekuan, semuanya bergerak dengan sumber energi fossil atau minyak bumi. Isu penting tentang energi yang perlu dihadapi terbagi dalam tiga hal : yaitu (a) bagaimana mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak sebagai sumber utama energi pertanian (b) bagaimana mengembangkan sistem usaha tani yang semakin berorientasi pada “organic Farming” dan (c) bagaimana mendorong penelitian teknologi yang mengarah pada pengembangan seluasluasnya bio-energi atau energi yang dapat diperbaharui. Kendala dalam menghadapi dan menjawab isu-isu tersebut antara lain adalah :a) Sebagian bahan pertanian diproses untuk pangan dan hasil-hasil utama yang

lain, karena itu ada kompetisi antara memproduksi pangan dan memproduksi bio-energi. Pada saat ini konsentrasi pengolahan bahan pertanian masih pada produk utama, sedangkan hasil samping (by product), belum banyak tersentuh untuk proses yang dapat menghasilkan bio-energi. Salah satu penyebabnya adalah karena tuntutan pengadaan pangan lebih utama dan lebih strategis.

b) Sumber Daya Manusia, terutama di tingkat pedesaan masih berkonsentrasi pada kepentingan produksi dan belum banyak yang menyentuh pada proses pasca produksi atau industrialisasi hasil pertanian.

Alasan yang perlu dikemukakan mengapa energi terbarukan menjadi sangat penting adalah karena :a) Aspek Eksternal; adanya tekanan-tekanan global yang berkaitan dengan

lingkungan.b) Aspek Internal: kenyataan bahwa bahan bakar fossil yang semakin sedikit,

sementara sumber enegri terbarukan yang melimpah, dan perlunya pembangunan berkelanjutan (Panggabean, 2001)

Aspek Eksternal Lebih jauh Panggabean ( 2001) menyebutkan diantara lima gas yang diproduksi dari proses polusi efek rumah kaca, CO2 dan CH4 adalah yang paling dominan. Gas CO2 dihasilkan oleh proses pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batubara, sedangkan CH4 dihasilkan oleh kegiatan pertanian. Polusi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil itu sebagian besar (50% - 60%) dihasilkan oleh pembangkit listrik. Seluruh dunia sedang berusaha untuk mencegah pemanasan global ini dengan cara yang sesuai bagi negaranya, antara lain dengan mengganti proses produksi listrik dengan menggunakan pembangkit-pembangkit yang tidak mengeluarkan CO2 atau yang mengeluarkan gas CO2 lebih kecil dibandingkan dengan yang ada sekarang. Indonesia mempunyai peluang untuk berpartisipasi melalui

45

Page 47: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

penggantian cara produksi listrik dengan memanfaatkan sumber Energi Terbarukan skala kecil (mini-hydro dan micro-hydro), energi surya, energi biomasa (limbah pertanian/perkebunan) dan energi angin untuk skala kecil (< 10 MW), dan juga energi panas bumi untuk skala yang lebih besar.

Aspek InternalPenggunaan energi listrik di Indonesia pada saat ini didasarkan pada minyak bumi, gas alam, batubara, energi hidro dan panas bumi, masing-masing 9 dengan kapasitas (dalam MW): 6389, 8170, 4790, 3024 dan 770. Namun demikian dengan keterbatasan kemampuan pelayanan dan jangkauan distribusi, hampir kurang lebih 26 juta rumah tangga (43.2%) di Indonesia belum menikmati listrik, yang sebagian besar berada di pedesaan (PRESSEA, 2002, Panggabean 2001). Krisis ekonomi telah membawa dampak mahalnya energi listrik bagi sebagaian besar masyarakat karena subsidi mulai dikurangi bahkan dihapus. Oleh karena itu, pemikiran kearah penggalian sumber sumber energi baru dan energi terbarukan (renewable energy), menjadi agenda riset yang semakin penting, baik karena masalah eksternal maupun internal. Manfaat dan dampak pengembangannya akan menjadi sangat nyata bagi pemulihan ekonomi jangka panjang yang memerlukan investasi kebijakan dan infrastruktur memadai.

12.2 Alternatif Energi Untuk Indonesiaa) Solar Energi

Indonesia memiliki keuntungan cukup besar karena berada di sekitar garis equator, dimana setiap waktu menerima sinar matahari yang cukup dengan perbedaan rata rata suhu udara yang tidak terlalu besar antar wilayah. Namun demikian cuaca actual bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Rata rata tingkat insolasi adalah 4.5 kw/m2/hari di bagian Timur Indonesia. Namun sayangnya, sampai saat ini belum terdapat peta radiasi sinar matahari yang akan menjadi dasar bagi pengembangan teknologi energi.Berbeda dengan Thailand dengan situasi yang hampir mirip dengan Indonesia, negara ini telah memiliki peta radiasi sinar matahari dengan menggunakan citra satelit yang dikumpulkan selama 6 tahun (1993-1998), dan data dikumpulkan melalui satelit bumi ( Pressea, 2003). Data tersebut digunakan untuk mengembangkan model fisik guna memperkirakan rata-rata radiasi sinar matahari pada setiap inteval waktu dan lokasi di seluruh wilayah Thailand.. Informasi seperti ini seharusnya dimiliki oleh Indonesia untuk mengembangkan hal yang sama sesuai dengan kondisi wilayah yang diinginkan.

46

Page 48: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

b) Bio EnergiIstilah Bio-energi sangat erat dengan Bio-masa, yang intinya adalah merupakan konversi bio-masa kepada panas, cair, atau bahan bakar gas. Bioenergi dipertimbangkan sebagai alternatif tersedia untuk mengantisipasi kekurangan pasokan bahan bakar minyak. Bio-masa tersebut dapat berbentuk sebagai bahan tanaman dan pepohonan, bahan pangan dan pakan, sisa atau limbah tanaman dan hewan, kayu dan limbahnya, tanaman aquatic, limbah kota dan bahan limbah lainnya. (EREN, 2001). Semua aspek yang berkaitan dengan teknologi penanganan, pengumpulan, penyimpanan dan prasarana adalah aspek penting dari rantai sumber bio-masa. Beberapa bentuk pengembangan atau penggunaan energi bio-masa adalah sebagai berikut :

BioGasBiogas diproduksi dari limbah, manusia, hewan atau bahan pertanian lain (sekam) yang dapat berupa bahan bakar yang bersih. Jika dikembangkan secara terencana dan terpadu (contoh Crop Livestock System) dapat memberikan kontribusi yang baik.Briket ArangPengembangan Briket Arang dari kayu, tempurung kelapa, sisa bahan kelapa sawit, sekam dan limbah dan hasil pertanian lainnya, merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui, termasuk dalam hal ini adalah pengembangan pengering berbahan bakar sekam (rice husk stove), dan charcoal yang memiliki potensi komersial yang tinggi.Biofuels Bahan bakar dengan basis sumber biomasa sangat dimungkinkan seperti contoh adalah : ethanol, methanol, bio-diesel, bahan gas seperti hydrogen dan methane. Sebagai negara penghasil produk pertanian dan sumber daya lahan yang masih cukup potensial, peluang tersebut dapat diusahakan.

c) Energi Air dan AnginAngin dan air juga dapat dipakai sebagai energi alternatif dengan mengkonversikannya menjadi energi listrik atau energi mekanik. Kincir air dapat ditemui di beberapa tempat di Sumatera Barat sebagai sumber penggerak penggilingan padi, atau untuk keperluan irigasi. Namun manajemen lingkungan dan perubahan teknologi telah menggeser kedudukan teknologi indigenous ini dengan teknologi ber bahan bakar minyak. Suatu tekanan lingkungan menyebabkan berubahnya kemampuan untuk menyediakan energi secara alami yang bebas polusi dan investasi pemeliharaan sehingga memutus rantai keberlanjutan di tingkat pedesaaan.

13. Ketersediaan Bensin

47

Page 49: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Pada pertengahan abad ke-19, penggunaan sumber daya energy berkembang pesat. Dengan bertambah makmurnya kehidupan umat manusia, menunjukkan bertambah banyaknya jumlah energy sampai dengan 40 tahun yang lalu, energy yang dapat digunakan untuk 100 tahun, sekarang hanya cukup untuk memenuhi 15 tahun saja. Sudah tentu pemakai terbesar dari sumber daya energy ini adalah Negara-negara maju. Negara-negara maju yang perpenduduk ¼ dari jumlah penduduk dunia mempergunakan ¾ dari jumlah energy yang ada. Sebagai contoh, jumlah energy yang dipergunakan oleh satu orang warga Negara jepang adalah 5 kali dari satu orang warga cina. Namun sekarang tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan energy oleh Negara-negara berkembang pun bertambah. Energy yang selama ini dipergunakan umumnya berasal dari minyak bumi, batu bara dan gas bumi. Semuanya ini berasal dari bahan bakar fosil, yang dimana kondisinya telah mencapai batas, diantaranya adalah :1. Batas Persediaan

Hampir 85 % dari energy yang kita pergunakan adalah berasal dari bahan bakar fossil. Bahan bakar fossil yang berasal dari fossil makhluk hidup beberapa juta tahun yang lalu ini, akan dipergunakan habis hanya dalam kurun waktu 200 – 300 tahun saja. Kalau energy dipergunakan seperti kondisi sekarang ini, maka persediaan bahan bakar fossil yang ada sekarang yaitu minyak bumi tinggal 40 tahun, gas bumi 63 tahun, dan batubara 231 tahun lagi.

2. Batas Masalah Lingkungan Dalam penggunaannya bahan bakar fossil memiliki salah satu batas lagi, yaitu pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh material berbahaya yang dikeluarkan seperti NOx dan SOx, yang dapat mengakibatkan hujan asam dan pencemaran lainnya. Dan juga CO2 hasil pembakaran , yang mengakibatkan tingginya kenaikan suhu permukaan bumi. Untuk mengatasi kondisi yang ada, sekaligus untuk memenuhi kebutuhan energy di masa yang akan datang, eksistensi dari penemuan/pemakaian energy baru sangat diharapkan.

Berbalik dengan ketersediaan minyak bumi yang mulai menipis di muka bumi karena explorasi yang dilakukan secara tak terkendali. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwasanya minyak bumi merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia bahkan sector industry, dan sangat penting juga untuk menjaga peradaban manusia di jaman industrialisasi ini, sehingga minyak bumi ini menjadi perhatian serius bagi banyak pemerintah di berbagai Negara. Saat ini minyak bumi masih menjadi sumber energy terbesar di banyak kawasan di dunia, dengan persentase bervariasi mulai dari yang terendah.

Minyak Bumi sebagian besar digunakan untuk memproduksi bensin dan minyak bakar, keduanya merupakan sumber "energi primer" utama. 84% dari volume hidrokarbon yang terkandung dalam minyak Bumi diubah menjadi bahan bakar, yang di dalamnya termasuk dengan bensin, diesel, bahan bakar jet, dan elpiji.

48

Page 50: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Minyak Bumi yang tingkatannya lebih ringan akan menghasilkan minyak dengan kualitas terbaik, tapi karena cadangan minyak ringan dan menengah semakin hari semakin sedikit, maka tempat-tempat pengolahan minyak sekarang ini semakin meningkatkan pemrosesan minyak berat dan bitumen, diikuti dengan metode yang makin kompleks dan mahal untuk memproduksi minyak. Karena minyak Bumi tyang tingkatannya berat mengandung karbon terlalu banyak dan hidrogen terlalu sedikit, maka proses yang biasanya dipakai adalah mengurangi karbon atau menambahkan hidrogen ke dalam molekulnya. Untuk mengubah molekul yang panjang dan kompleks menjadi molekul yang lebih kecil dan sederhana, digunakan proses fluid catalytic cracking. Karena mempunyai kepadatan energi yang tinggi, pengangkutan yang mudah, dan cadangan yang banyak, minyak Bumi telah menjadi sumber energi paling utama di dunia sejak pertengahan tahun 1950-an. Minyak Bumi juga digunakan sebagai bahan mentah dari banyak produk-produk kimia, farmasi, pelarut, pupuk, pestisida, dan plastik; dan sisa 16% lainnya yang tidak digunakan untuk produksi energi diubah menjadi material lainnya.

Cadangan minyak yang diketahui saat ini berkisar 190 km3 (1,2 triliun barrel) tanpa pasir minyak, atau 595 km3 (3,74 triliun barrel) jika pasir minyak ikut dihitung. Konsumsi minyak Bumi saat ini berkisar 84 juta barrel (13,4×106 m3) per harinya, atau 4.9 km3 per tahunnya. Dengan cadangan minyak yang ada sekarang, minyak Bumi masih bisa dipakai sampai 120 tahun lagi, jika konsumsi dunia diasumsikan tidak bertambah.

Kebutuhan global akan minyak pada tahun 2008 yang lalu telah mencapai sekitar 87,1 juta barel per hari. Angka ini meningkat cukup drastis dan merupakan rekor tertinggi dalam kurun waktu hampirsatu dekade ini. Padahal, pada tahun 2000, kebutuhan minyak dunia hanya sebesar 75,4 juta per barel per hari. Artinya, hanya kurun waktu delapan tahun terjadi peningkatan sebesar 11,7 juta barel atau tumbuh rata-rata 1,93%.

Bahkan ketika harga minyak dunia melesat ke rekor tertinggi pada tahun 2008 yang lalu, 147 dolar/barel, konsumsi minyak dunia menunjukkan peningkatan sebesar 1,6 juta barel dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa minyak dunia masih kokoh menempati urutan teratas dalam daftar penyedia (supplier) kebutuhan energi di dunia. Minyak bumi masih tak tergantikan oleh sumber energi lainnya kendati pun saat ini telah muncul beberapa energi terbarukan (renewable energy) seperti biofuel, nuklir, panas bumi (geothermal), biomass, dan sebagainya.

Menurut data terbaru dari IFR Report, Economist 2008, dalam rentang tahun 2005 – 2030 diperkirakan kebutuhan minyak akan tumbuh sebesar 1,4% per tahun. Sebenarnya, prediksi angka pertumbuhan ini jika dibandingkan dengan angka pertumbuhan sumber energi lainnya seperti gas, masih lebih rendah.

49

Page 51: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Akan tetapi, dalam proporsi penggunaan minyak sebagai energi di dunia, masih jauh lebih besar dibandingkan dengan sumber energi lainnya.

Pada tahun 2005, minyak memegang kendali sebesar 39,2% dari total kebutuhan energi di dunia. Proporsi ini jauh di atas gas (23,0%), bahan padat (27,6%), bahkan energi terbarukan (10,2%) sekalipun. Dua dekade mendatang, lebih tepatnya pada tahun 2030, diperkirakan proporsi minyak sebagai sumber energi akan mengalami penurunan menjadi sekitar 36,5% dari total kebutuhan energi di dunia. Sedangkan proporsi gas naik menjadi 27,4%, bahan padat turun menjadi 26,8%, dan energi terbarukan justru diperkirakan turun ke angka 9,2%. Hal ini menggambarkan situasi bahwa sampai dengan tahun 2030, minyak masih menjadi primadona sumber energi.

World Economic Review 2007, Prior Statistics 2008 melaporkan bahwa sektor transportasi dan industri menjadi penyumbang terbesar untuk kebutuhan minyak dunia dengan pertumbuhan rata-rata 1,2% per tahunnya sampai dengan tahun 2030. Dan yang perlu dijadikan catatan adalah negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dan Asia Selatan memberikan porsi terbesar yaitu 58% dari total peningkatan kebutuhan minyak dunia. Hal ini mengingat di kawasan tersebut terdapat negara-negara berkembang dengan populasi penduduk yang sangat besar seperti Indonesia, India, Vietnam, serta negara maju seperti China yang konsumsi minyaknya menempati urutan ketiga di dunia.

Populasi penduduk yang besar dan masalah transportasi massal yang belum memadai di beberapa negara berkembang tersebut menyebabkan jumlah kendaraan pribadi berbahan bakar minyak terus meningkat setiap tahunnya. Pada akhirnya menyebabkan konsumsi minyak dunia juga mengalami peningkatan.

Lalu, bagaimana dengan jumlah cadangan minyak dunia saat ini? Berdasarkan World Energy Report, OPEC Report 2008, cadangan minyak mentah terbukti di dunia (world proven crude oil) berada pada posisi 1.195.318 juta barel, dimana sebagian besar berada di negara-negara yang tergabung dalam OPEC. Cadangan negara-negara tersebut mencapai 927.146 juta barel atau sekitar 77,6% dari total cadangan minyak mentah terbukti di dunia. Arab Saudi merupakan negara yang mempunyai cadangan minyak bumi (oil reservoir) terbesar yaitu 264,3 miliar barel. Berbeda jauh dengan Indonesia (ketika laporan tersebut dibuat, Indonesia masih merupakan anggota OPEC) yang berada di posisi kedua terbawah dari 25 negara yang tercatat memiliki cadangan minyak bumi, dengan kandungan minyak bumi sebesar 4,4 miliar barel. Berikut adalah grafik yang menunjukkan besarnya konsumsi minyak dunia

50

Page 52: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 19. Konsumsi Minyak Bumi per tahun dunia

Berdasarkan data yang tersedia, jika kita menganalisa secara ekstremyaitu dengan menganggap bahwa cadangan minyak bumi tidak akan bertambah sampai dengan tahun 2030 dan pertumbuhan kebutuhan minyak rata-rata 1,4% (anggapan perhitungan mulai tahun 2008) seperti laporan IFR Report, Economist 2008 di atas, maka ketika tahun 2030 telah tiba, cadangan minyak mentah dunia akan terkuras sebesar 843,95 miliar barel (70,6%). Hanya tersisa 351,38 miliar barel (29,6%). Cukupkah untuk beberapa tahun setelahnya? Tak ada seorang pun dari kita yang tahu.

Memang kondisi demikian kemungkinan kecil terjadi karena berbagai aktivitas eksplorasi minyak (oil exploration) untuk menemukan sumur-sumur minyak baru masih terus dilakukan oleh berbagai perusahaan minyak dunia lewat penelitiannya. Namun, alangkah bijaknya kita sebagai pengguna minyak bumi untuk memanfaatkan minyak sebagai sumber energi secara tepat dan efisien.

Keadaan ini bisa dilihat di negara jepang dengan kemajuan teknologi dan pesatnya perkembangan perekonomian di Jepang telah mengakibatkan tingginya peningkatan konsumsi energi pada tahun 1960–1970. Namun hal ini tidak berlanjut lama, peristiwa “Oil shock” pada tahun 1973, telah membawa beberapa perubahan, terutama kesadaran akan penghematan energi. Semenjak tahun 1973 hingga sekarang (tahun 2000) penggunaan energi dalam bidang industri dapat dikatakan stabil. Hal ini sangat bertolak belakang dengan penggunaan energi oleh masyarakat dan transportasi. Pemakaian peralatan elektronik dan kendaraan bermotor telah mengakibatkan jumlah penggunaan energi tahun 1997 dua kali lipat tahun 1973. Akibatnya, jumlah total penggunaan energi di Jepang pada tahun 1997 adalah 1.4 kali tahun 1973. Menurut data tahun 1993, kemampuan Jepang untuk menyediakan energi sendiri hanya sekitar 18 % saja. Sebagian besar dari sumber energi Jepang, berasal dari luar negeri. Terutama minyak bumi, bisa dikatakan seluruhnya adalah hasil impor. Sekitar 80 % dari minyak buminya berasal dari timur tengah. Tingginya ketergantungan Jepang akan luar negeri dan lemahnya persediaan

51

Page 53: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

energi dalam negeri, menyebabkan kepentingan akan penghematan energi dan penyediaan berbagai macam jenis energi, lebih banyak dibandingkan negara-negara lainnya. Selain daripada itu sebagai konsumen pemakai minyak bumi masalah pencemaran udara akibat dari gas NOx, SOx, begitu pula kenaikan suhu permukaan bumi akibat dari CO2 telah mendorong Jepang untuk bersegera dalam mencari pengganti minyak bumi sebagai sumber energinya.

14. Mesin Bensin

Motor atau mesin bensin atau sering disebut mesin otto adalah salah satu jenis mesin pembakaran dalam yang menggunakan percikan bunga api listrik dari busi untuk menciptakan penyalaan dan membakar bahan bakar di dalam ruang bakar. sehingga mesin bensin juga dikenal dengan istilah mesin penyalaan cetus api (spark ignition engine). Mesin ini dirancang dengan bahakan bakar bensin (gasoline) atau yang sejenisnya. Pada mesin bensin, pada umumnya udara dan bahan bakar dicampur sebelum masuk ke ruang bakar, sebagian kecil mesin bensin modern mengaplikasikan injeksi bahan bakar langsung ke silinder ruang bakar termasuk mesin bensin 2 tak untuk mendapatkan emisi gas buang yang ramah lingkungan. Proses pencampuran udara dan bahan bakar dilakukan oleh karburator atau sistem injeksi, keduanya mengalami perkembangan dari sistem manual sampai dengan penambahan sensor-sensor elektronik. Sistem Injeksi Bahan bakar di motor otto terjadi diluar silinder, tujuannya untuk mencampur udara dengan bahan bakar seproporsional mungkin. Siklus kerja dari mesin bensin dapat dilihat pada gambar

52

Page 54: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Gambar 20. Siklus Motor Bensin

Siklus di atas terdiri dari 4 proses, yakni :1) Proses pemasukan campuran bahan bakar-udara yang dilanjutkan dengan

langkah kompresi (1 – 2)2) Pada akhir langkah kompresi campuran bahan bakar-udara di dalam ruang

bakar (silinder) terjadi proses pembakaran pada volume konstan. Pada proses pembakaran ini sejumlah kalor akan dihasilkan dan dapat digunakan untuk proses berikutnya (2 – 3).

3) Proses ekspansi atau langkah tenaga (kerja). Dalan proses ini, gas panas hasil pembakaran akan mendorong piston melakukan ekspansi dan menghasilkan tenaga atau kerja (3 – 4).

4) Langkah pembuangan gas hasil pembakaran keluar dari ruang bakar (silinder) atau langkah buang (4 – 1).

Keempat proses di atas akan terjadi secara berulang-ulang hingga membentuk siklus motor bensin atau siklus otto.

Pada mesin bensin di sebut juga dengan siklus volume konstan (Siklus Otto),dimana pembakaran terjadi pada saat volume konstan. Dalam satu siklus ini untuk menghasilkan tenaga gerak pada mesin bensin dilakukan beberapa proses yang dimulai dari proses pengisapan gas ke dalam silinder, mengkompresikan, membakarnya, kerja dan membuang gas sisa pembakaran ke luar silinder. Di lihat dari prinsip kerjanya dalam melakukan satu siklus untuk menghasilkan kerja dibagi menjadi dua jenis :

Mesin 4 langkah (four stroke engines).Mesin 2 langkah (two stroke engines)

Untuk mesin 4 langkah terdapat 4 kali gerakan piston atau 2 kali putaran poros engkol (crank shaft) untuk tiap siklus pembakaran, sedangkan untuk mesin 2 langkah terdapat 2 kali gerakan piston atau 1 kali putaran poros engkol untuk tiap siklus pembakaran. Sementara yang dimaksud langkah adalah gerakan piston dari TMA (Titik Mati Atas) atau TDC (Top Death Center) sampai TMB (Titik Mati Bawah) atau BDC (Bottom Death Center) maupun sebaliknya dari TMB ke TMA.

Mesin 4 langkah (four stroke engines).Mesin 4 langkah mempunyai 4 gerakan piston yaitu :1. Langkah hisap (suction stroke)

Pada langkah ini bahan bakar yang telah bercampur dengan udara dihisap oleh mesin. Pada langkah ini katup hisap (intake valve) membuka sedang katup buang (exhaust valve) tertutup, sedangkan piston bergerak menuju TMB sehingga tekanan dalam silinder lebih rendah dari tekanan atmosfir. Dengan demikian maka campuran udara dan bahan bakar akan terhisap ke dalam silinder.

2. Langkah Kompresi (compression stroke)

53

Page 55: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Pada langkah ini kedua katup baik intake maupun exhaust tertutup dan piston bergerak dari TMB ke TMA. Karena itulah maka campuran udara dan bahan bakar akan terkompresi, sehingga tekanan dan suhunya akan meningkat. Beberapa saat sebelum piston mencapai TMA terjadi proses penyalaan campuran udara dan bahan bakar yang telah terkompresi oleh busi (spark plug). Pada proses pembakaran ini terjadi perubahan energi dari energi kimia menjadi energi panas dan gerak.

3. Langkah Ekspansi (expansion stroke)Karena terjadi perubahan energi dari energi kimia menjadi energi gerak dan panas menimbulkan langkah ekspansi yang menyebabkan piston bergerak dari TMA ke TMB. Gerakan piston ini akan mengakibatkan berputarnya poros engkol sehingga menghasilkan tenaga. Pada saat langkah ini kedua katup dalam kondisi tertutup.

4. Langkah Buang (exhaust stroke)Pada langkah ini piston bergerak dari TMB ke TMA, sedangkan katup buang terbuka dan katup isap tertutup, sehingga gas sisa pembakaran akan terdorong keluar melalui saluran buang (exhaust manifold) menuju udara luar.

Gambar 21. Siklus Motor Bakar 4 Langkah

14.1 Siklus Aktual Motor BensinSiklus udara volume konstan atau siklus otto adalah proses yang ideal. Dalam kenyataannya baik siklus volume konstan, siklus tekanan konstan dan 11 siklus gabungan tidak mungkin dilaksanakan, karena adanya beberapa hal sebagai berikut:1. Fluida kerja bukanlah udara yang bisa dianggap sebagai gas ideal, karena

fluida kerja di sini adalah campuran bahan bakar (premium) dan udara, sehingga tentu saja sifatnya pun berbeda dengan sifat gas ideal.

54

Page 56: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

2. Kebocoran fluida kerja pada katup (valve), baik katup masuk maupun katup buang, juga kebocoran pada piston dan dinding silinder, yang menyebabkan tidak optimalnya proses.

3. Baik katup masuk maupun katup buang tidak dibuka dan ditutup tepat pada saat piston berada pada posisi TMA dan atau TMB, karena pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian ini dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan dengan besarnya beban dan kecepatan torak.

4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, saat torak berada di TMA tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan temperatur fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran campuran udara dan bahan bakar dalam silinder.

5. Proses pembakaran memerlukan waktu untuk perambatan nyala apinya, akibatnya proses pembakaran berlangsung pada kondisi volume ruang yang berubah-ubah sesuai gerakan piston. Dengan demikian proses pembakaran harus dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA menuju TMB. Jadi proses pembakaran tidak dapat berlangsung pada volume atau tekanan yang konstan.

6. Terdapat kerugian akibat perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, misalnya oli, terutama saat proses kompresi, ekspansi dan waktu gas buang meninggalkan silinder. Perpindahan kalor tersebut terjadi karena ada perbedaan temperatur antara fluida kerja dan fluida pendingin.

7. Adanya kerugian energi akibat adanya gesekan antara fluida kerja dengan dinding silinder dan mesin

8. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke atmosfer sekitarnya. Energi tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kerja mekanik.

15. Kesimpulan

Bahan bakar bensin adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktananya tinggi. Dalam pengertian ini bahan bakar bensin dibandingkan dengan campuran isooktana atau 2,3,4 trimetilpentana dengan heptana. Isooktana dianggap sebagai bahan bakar paling baik karena hanya pada kompresi tinggi saja isooktana memberikan bunyi ketukan (detonasi) pada mesin.

55

Page 57: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Mogas atau bensin adalah cairan yang mudah disimpan, dipindahkan dan alirannya mudah dikontrol, selain itu juga bensin mempunyai sifat mudah menguap, mudah menyala dan terbakar. Di dalam pemakaiannya dalam motor pembakar, bensin cair ini terlebih dahulu harus diubah bentuk menjadi uap atau kabut agar mudah terbakar.

Pada gambar kurva temperatur-penguapan, bensin diklasifikasikan menjadi 57-81-1030C dan juga menggambarkan presentase penguapan yang terjadi.

Konsumsi BBM oleh sektor industri senantiasa mengalami kenaikan. Peningkatan terbesar terutama terjadi pada jenis minyak solar. minyak bakar dan minyak tanah. Namun memasuki tahun 1998 konsumsi BBM sektor industri mengalami penurunan sebesar 4.3%. Hal ini berlanjut hingga tahun 1999 dimana konsumsinya turun sebesar 6.2%. Terjadinya penurunan ini merupakan efek dari krisis ekonomi yang mulai melanda pada pertengahan tahun 1997.

56

Page 58: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Sejak awal pemerintahan Orde Baru hingga di era Reformasi sekarang ini, perkembangan ekonomi Indonesia tampaknya selalu dipengaruhi oleh gejolak harga bahan bakar minyak (BBM) dunia. Selama periode pertama, fluktuasi harga minyak dunia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, pada periode kedua ini, gejolah kenaikan harga minyak tersebut cenderung berpengaruh pada tingkat inflasi.

Sejak tahun 1990an produksi minyak mentah Indonesia telah mengalami tren penurunan yang berkelanjutan karena kurangnya eksplorasi dan investasi di sektor ini. Di beberapa tahun terakhir sektor minyak dan gas negara ini sebenarnya menghambat pertumbuhan PDB. Target-target produksi minyak, ditetapkan oleh Pemerintah setiap awal tahun, tidak tercapai untuk beberapa tahun berturut-turut karena kebanyakan produksi minyak berasal dari ladang-ladang minyak yang sudah menua. Saat ini, Indonesia memiliki kapasitas penyulingan minyak yang kira-kira sama dengan satu dekade lalu, mengindikasikan bahwa ada keterbatasan perkembangan dalam produksi minyak, yang menyebabkan kebutuhan saat

57

Page 59: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

ini untuk mengimpor minyak demi memenuhi permintaan domestik. Penurunan produksi minyak Indonesia dikombinasikan dengan permintaan domestik yang meningkat mengubah Indonesia menjadi importir minyak dari tahun 2004 sampai saat ini, menyebabkan Indonesia harus menghentikan keanggotaan jangka panjangnya (1962-2008) di OPEC.

Motor atau mesin bensin atau sering disebut mesin otto adalah salah satu jenis mesin pembakaran dalam yang menggunakan percikan bunga api listrik dari busi untuk menciptakan penyalaan dan membakar bahan bakar di dalam ruang bakar. sehingga mesin bensin juga dikenal dengan istilah mesin penyalaan cetus api (spark ignition engine). Mesin ini dirancang dengan bahakan bakar bensin (gasoline) atau yang sejenisnya.

16. Daftar Pustaka

Allinger, Norman L. et.al. 1976. Organic Chemistry. Second edition. New York:Worth Publishers Inc

Fessenden, Fessenden. 1992. Kimia Organik. (Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka). Edisi ketiga. Jakarta:Penerbit Erlangga

58

Page 60: 4213100108_2_Bensin

Bahan Bakar Bensin

Junisra,. Modul pelatihan Sistim Injeksi Bensin, Dept Automotif VEDC-Malang. 1987.

Cengel, Yunus A., dan Boles, Michael A., 1994, Thermodynamic: An Engineering Approach, Mc. Graw-Hill Inc., United State of America.

Barnes, D. F. and Halpern, J., (2000) The Role of Energy Subsidies, Energy Services for the World’s Poor, pp.60-68.

Tjandranegara, A. Q. (20012). “Gas Bumi Sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak: Optimisasi Investasi Infrastruktur dan Analsisi Dampak Terhadap Perekonomian Nasional“. Ringkasan Disertasi. Univsersitas Indonesia

Hartono, T., 2011. “Penelitian Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Premium, Pertamax dan Pertamax Plus Terhadap Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin“, MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pryde LT (1973) “Environmental Chemistry“ ; An Introduction.pp 155-164

World Health Organization (1977) Environmental Health Criteria No. 3, Lead. Geneva.

World Health Organization (1979) Environmental Health Criteria No. 8, Sulfur oxides and suspended particulate matter. Geneva

59