50039975-Penyakit-Campak

Embed Size (px)

Citation preview

  • HALAMAN PENGESAHAN

    PENYAKIT CAMPAK( measles atau rubeola )

    1

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena ataskehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulisdalam penulisan makalah ini adalah Penyakit Campak dan petunjuk pencegahan Penyakit Campak. Dalam penyelesaian makalah ini, penulisan banyak mengalamikesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun,berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapatdiselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan sertawawasan tentang Penyakit Campak . Sehingga kita semua dapat terhindar daripenyakit berbahaya tersebut. Akhirnya kepada Allah jualah penulis mohontaufik hidayah, semoga usaha kami ini mendapat manfaat yang baik. Sertamendapat ridho dari Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

    Jakarta, 2011

    ( )

    2

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN PENGESAHAN. 1

    KATA PENGANTAR................................................................................. 2

    DAFTAR ISI................................................................................................. 3

    BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 4 1. Latar Belakang................................................................................................ 4 2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4 3. Tujuan............................................................................................ 4

    BAB II EMBAHASAN................................................................................ 5 2.1. Pengertian............................. 52.2. Riwayat Alamiah Penyakit Campak.. 62.3. Etiologi,Epidemiologi,Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak.. 82.4. Pencengahan Penyakit Campak. 14

    BAB III PENUTUP...................................................................................... 20 1. Kesimpulan...................................................................................................... 20 2. Saran................................................................................................................ 20

    DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 21

    3

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun

    adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini

    menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden

    terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara

    berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat.

    Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi

    dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang anak umur di

    bawah lima tahun (Balita) akan tatapi campak bisa menyerang semua umur. Campak telah

    banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya.

    Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi

    komplikasi penyakit ini.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. apa pengertian campak?

    2. bagaimana riwayat alamiah dari penyakit campak?

    3. bagaimana etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan gejala klinis penyakit campak?

    4. Bagaimana pencegahan penyakit campak?

    1.3 Tujuan

    1. Untuk mengetahui pengertian campak

    2. Untuk mengetahui etiologi, epidemiologi dan patofisiologi dari penyakit campak

    3. Untuk mengetahui riwayat alamiah dari penyakit campak

    4. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit campak

    4

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian

    Campak yang disebut juga dengan measles atau rubeola merupakan suatu penyakit

    infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh paramixovirus yang pada umumnya

    menyerang anak-anak. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet)

    yang terhirup

    Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3

    stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi. Campak

    adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium:

    1. Stadium kataral

    Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan

    sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.

    2. Stadium erupsi

    Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh,

    lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

    3. Stadium konvalesensi

    Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi

    hiperpigmentasi.

    5

  • 2.2 Riwayat Alamiah Penyakit Campak

    Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :

    a. Tahap prepatogensis

    b. Tahap Patogenesis

    c. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.

    1. Tahap Prepatogensis

    Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada

    dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of

    suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi

    antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh,

    dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman

    mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada tahap ini belum

    ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Namun

    begitu penjamunva lengah ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas

    ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka

    keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki

    fase berikutnya, tahap patogenesis.

    2. Tahap Patogenesis

    Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap Lanjut,

    dan -Tahap Akhir.

    Tahap Inkubasi

    Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap ini individu

    masih belum merasakan bahwa dirinya sakit.

    6

  • Tahap Dini

    Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:

    Panas badan

    nyeri tenggorokan

    hidung meler ( Coryza )

    batuk ( Cough )

    Bercak Koplik

    nyeri otot

    mata merah ( conjuctivitis )

    Tahap Lanjut

    munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari mulai kecil-kecil dan

    jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu seperti pulau-pulau. Ruam

    umumnya muncul pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar

    menuju dada, punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini

    muncul, panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40 derajad Celsius),

    ingus semakin banyak, hidung semakin mampat, tenggorok semakin sakit dan

    batuk-batuk kering dan juga disertai mata merah.

    3. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.

    Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam lima pilihan keadaan,

    yaitu:

    Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi

    pulih, sehat kembali.

    Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah

    tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas

    gangguan yang permanen berupa cacat.

    Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih

    tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.

    Penyakit tetap berlangsung secara kronik.

    7

  • Berakhir dengan kematian.

    2.3 Etiologi, Epidemiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak

    1. Etiologi

    Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus.

    Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus

    ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-

    kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.

    Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera

    rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus

    dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.

    Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama

    masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi

    sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-

    10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan

    pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus

    dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.

    2. Epidemiologi

    Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit Surveilans

    dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-kasus campak terjadi karena anak belum

    mendapat imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar 40100 persen dan mayoritas adalah

    balita (>70 persen).

    Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi se-

    Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode

    19981999: dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat

    dipengaruhi intensitas laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan

    sistern pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup

    tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai kontribusi besar terhadap kecenderungan

    8

  • meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti Jawa Barat, NTB, Jambi,

    Bengkulu dan Yogyakarta.

    Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak

    sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak

    terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang

    dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan

    rata-rata kasus setiap KLB selama 19941999, yaitu sekitar 1555 kasus pada setiap

    kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode itu,

    rata-rata tidak lebih dari 15 kasus.

    Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa

    FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak dominan pada

    kelompok umur balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak 19981999 juga

    menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 14 tahun dan 59 tahun bila

    dibandingkan kelompok umur lebih tua (1014 tahun).

    3. Patofisiologi

    Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan saluran cerna

    dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel

    polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada hiperplasi limfonodi, terutama pada

    apendiks. Pada kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel

    rambut. Bercak koplik pada mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari

    eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit.

    Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.

    Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi pada daerah otak dan

    medulla spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi

    degenerasi korteks dan substansia alba.

    9

  • 4. Gejala Klinis

    Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3

    stadium, yaitu:

    Stadium kataral (prodormal).

    Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam,

    malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium

    kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih

    kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa

    bukal yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan

    limfositosis.

    Stadium erupsi

    Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum

    dan palatum mole. Kadang kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk

    makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang

    normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk

    sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan

    ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada

    hari ke 3, dan menghilang sesuai urutan terjadinya.

    10

  • Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher

    belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah.

    Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai

    dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.

    Stadium konvalesensi

    Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi

    (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu

    ditemukan pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala

    patognomonik untuk morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau

    eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai

    normal kecuali bila ada komplikasi.

    11

  • 5. Diagnosis

    Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa

    multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada

    biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi

    lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan

    protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan

    hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak.

    6. Komplikasi

    Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi

    alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini

    menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti:

    a. Bronkopnemonia

    Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh pneumococcus,

    streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan

    kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita

    penyakit menahun seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu

    pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.

    b. Komplikasi neurologis

    Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia,

    gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis.

    c. Encephalitis morbili akut

    Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian

    rendah. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus,

    sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16

    tiap 1.000.000 dosis.

    12

  • d. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)

    SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat.

    Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental,

    disfungsi motorik, kejang, dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal

    dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian,

    remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak yang menderita

    morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili,

    sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian.

    Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang

    peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2

    tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi

    setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan

    menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10.000.000,

    sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.

    e. Immunosuppresive measles encephalopathy

    Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi

    imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.

    7. Prognosis

    Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila

    keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada

    komplikasi4.

    Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai

    tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi

    membaik.

    Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana. Kejadian

    demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat,

    hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur.

    13

  • 2.4 Pencegahan Penyakit Campak

    a. Pencegahan

    Imunisasi aktif.

    Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin

    diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif

    dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut

    diberikan secara subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.

    Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 15

    bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk

    antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula

    agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis

    diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di

    Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9

    bulan ke atas.

    Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya

    saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga

    dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat

    tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak

    dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang

    mendapat pengobatan imunosupresif.

    Imunisasi pasif.

    Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens,

    globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk

    pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan

    imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam

    5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna

    terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal

    rumah sakit anak.

    14

  • Isolasi

    Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit

    campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk

    diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.

    b. Pengobatan

    Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan memperbaiki

    keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi yang

    timbul.

    Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang

    cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat selama masa

    fotofobia. Adanya komplikasi seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap

    kasus harus dinilai secara individual.

    c. Campak di Indonesia

    Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada

    tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample

    darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70%

    100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah

    Sakit selama tahun 1992 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang

    tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi

    ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR

    campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997

    1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris

    pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.

    Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau

    Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak

    (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa

    negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO

    15

  • tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-

    satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin

    dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi

    akan dapat dicapai 10 15 tahun setelah eliminasi.

    Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam

    pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah

    mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut

    memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak,

    khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 3,4/10.000 selama tahun 1992 1997

    (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun

    dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan

    imunisasi rendah atau daerah kantong.

    1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi beberapa

    tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.

    a. Tahap Reduksi.

    Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada

    tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan

    interval terjadinya KLB berkisar antara 4 8 tahun.

    Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan

    tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval

    terjadinya KLB relative lebih panjang.

    b. Tahap Eliminasi

    Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-

    daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus

    campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang

    dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi

    tambahan.

    c. Tahap Eradikasi

    Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan.

    Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah

    16

  • memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan

    Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.

    2) Tujuan Reduksi Campak

    Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan

    angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi

    campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan

    insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT

    tahun 1982).

    3) Strategi Reduksi Campak

    Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:

    Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar

    Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan

    atau Suplemen.

    Surveilans Campak.

    Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus

    Pemeriksaan Laboratorium

    4) Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.

    Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans

    eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan

    rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak

    yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD KLB) campak pada desa-desa

    berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di

    Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun

    Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana

    yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah

    Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak

    sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk

    menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.

    17

  • 5) Angka Insidens

    Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 1998 dari data rutin Rumah

    sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan

    keleng kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit

    40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar

    Biasa (KLB).

    Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat

    menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di

    beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB

    campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang

    rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut.

    Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang

    baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan

    vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.

    Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit

    Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 1999, terlihat kasus-kasus campak

    yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40%

    100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi

    tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak

    berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit

    Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 1999 terlihat ber fluktuasi,

    dan cenderung meningkat dari tahun 1998 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi

    56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh

    intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan

    sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai

    kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi

    yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di

    Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB

    yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang

    sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup

    18

  • banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai

    kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami

    peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus

    setiap KLB selam tahun 1994 1999 sekitar 15 55 kasus pada setiap kejadian.

    Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun

    tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).

    Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah

    serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB

    campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6). (pie diagram).

    Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 1999 juga

    menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 4 tahun dan S 9 tahun

    dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 14 tahun) grafik:7.

    Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis

    dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak.

    Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi

    KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 1999 yang diperiksa oleh

    Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar

    70% 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa

    campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.

    Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada

    saat KLB terjadi selama tahun (1997 1999) cenderung meningkat, masing-

    masing dari 0,1% 1,1% dan 1,7% 2,4% (grafik 8). Kecenderungan

    peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive.

    Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 1998 di Indonesia

    cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan paling tajam pada

    kelompok umur

    19

  • BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi penyebab

    utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh virus

    RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet.

    Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan

    stadium konvalesensi. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara aktif,

    pasif dan isolasi penderita. Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 1998

    di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan paling tajam

    pada kelompok umur

    3.2 Saran

    Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar

    dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit

    banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran

    dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami

    selanjutnya.

    20

  • DAFTAR PUSTAKA

    Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.

    Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html. 18 januari 2010. 20.30

    Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info. 18 januari 2010.

    20.40

    Imunisasi, vaksinasi. 2008. http://www.sidenreng.com 19 januari 2010. 01.00

    Ika. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. http://www.wordpress.com 19 januari 2010. 02.46

    21