25
Kebudayaan Bugis Makassar Disusun Oleh : Nama : Zein Munajat Nim : 2010020274 Prodi : Fakultas Hukum

57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

Kebudayaan Bugis Makassar

Disusun Oleh :

Nama : Zein Munajat

Nim : 2010020274

Prodi : Fakultas Hukum

Universitas Pamulang

Jln. Surya kencana No.1, Pamulang-tangerang Selatan/ Telp (021) 7412566/ Fax 7412566, 7412491

Page 2: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

Abstrak

Sebagai suatu sistem masyarakat yang tidak terlepas dari suatu kehidupan bangsa dan

negara indonesia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, pembangunan dalam

kehidupan masyarakat Bugis Makassar, selayaknya juga dilihat dalam pembangunan nasional

sedemikian ini.

Betapa Pentingnya memahami potensi manusia didalam pembangunan, itulah yang

menjadi asumsi utama dari ide dalam karya ilmiah ini. Oleh karenanya, bukan tidak sengaja

paper ini lebih menekankan pada upaya manusia yaitu manusia Bugis Makassar terutama

didalam Konstelasi sistem Budaya, sistem Sosial dan juga sistem Kepribadian.

Masyarakat Bugis Makassar, sepanjang sejarah yang menandai perjalanan hidupnya

memiliki dinamika sendiri yang unik, yang mungkin hanya dapat dipahami melalui suatu

pengkajian yang tidak gampang. Memahami proses kehidupan masyarakat sulawesi selatan

dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari proses sejarah terbentuknya kebudayaan tersebut

seperti falsafah setiap kebudayaannya yang bermakna simbolik akan kehidupan dan sebagai

proses penciptaan nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Sehingga, Upaya untuk memahami dan

melaksanakan pembangunan nilai-nilai budaya di Sulawesi Seltan akan lebih memadai.

Page 3: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

BAB I

1.Pendahuluan

Dalam jiwa manusia terdapat keindahan yang melekat secara utuh, naluri yang

tertanam akan Budaya ataupun kebudayaan, segala bentuk yang membuat manusia itu hidup

tertata dalam masyarakat adalah Budaya itu sendiri yang dimana setiap manusia wajib

melestarikan Budaya demi kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat.

Dengan melestarikan Budaya Nasional kita dapat mencerminkan jati diri bangsa

indonesia yang bersumber terhadap keselarasan jiwa setiap masyarakatnya, untuk itulah

sebagai manusia yang ideal kita harus menganggap budaya sebuah hal yang intens.

Dari berbagai definisi budaya yang terbilang banyak, dapat diperoleh pengertian

mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan

meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam

kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan

adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa

perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan

hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk

membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Dibahas ini yakni kebudayaan suku bugis makassar dalam konteks hidup dan

perkembangan atau ciri khas dari mereka, dalam Hal ini penulis akan menguraikan lebih

detail Budaya dan kebudayaan dari suku Bugis Makassar untuk memberikan konstribusi ilmu

Page 4: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

kepada penulis sendiri dan para pembacanya dan untuk memperkenalkan kebudayaan

masyarakat sulawesi selatan.

BAB II

1.Hasil Penilitian

Persentase jumlah penduduk suku Bugis di Sulawesi Selatan adalah sekitar 62,5% dan

suku Makassar sekitar 26,7%. Bentuk desa di Sulawesi Selatan sekarang merupakan

kesatuan-kesatuan administratif, gabungan sejumlah kampong lama (desa gaya baru). Sistem

kekerabatan dalam kebudayaan Bugis-Makassar masih cukup kental, lapisan masyarakat

Bugis dan Makassar terdiri dari 3 yaitu anak arung atau lapisan kaum kerabat raja-raja, to

maradeka atau lapisan orang merdeka dan ata atau lapisan orang budak. 

Sekitar 90% dari penduduk Sulawesi Selatan adalah pemeluk agama Islam, sedangkan hanya

10% memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik. Karena masyarakat Bugis dan Makassar

tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis

hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah

pedagang.  Kemudian ada sisi seni juga yang biasanya menjadi mata pencarian bagi suku

Bugis dan Makassar, yakni pembuatan sarung tenun sutra. Bahasa yang diucapkan oleh suku

Bugis disebut bahas  ugi sementara suku Makassar disebut mangkasara. Adapun huruf yang

dipakai dalam naskah Bugis maupun Makassar yakni,  aksara lontara. Diantara buku

terpenting dalam kesusasteraan suku Bugis-Makassar adalah buku sure galigo, suatu

himpunan besar dari mitologi yang bagi kebanyakan orang mempunyai nilai yang keramat

Potensi Pengembangan di Era Modernisasi

Page 5: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

Potensi paling besar bagi masyarakat Bugis-Makassar adalah dalam sektor pelayaran rakyat

dan perikanan, karena usaha-usaha ini sudah merupakan usaha-usaha yang telah dijalankan

sejak beberapa abad lamanya oleh orang Bugis-Makassar, sehingga dapat dikatakan telah

mendarah daging dalam alam jiwa mereka.

2.Pembahasan

Bangsa Indonesia mempunyai beragam corak Kebudayaan dari sabang sampai

merouke, dan kebudayaan itu sendiri menjadi simbol persatuan bagi masyarakat indonesia

seperti itulah budaya yang melekat sebagai Bhineka Tunggal Ika, dari beragam corak

kebudayaan inilah sebuah konsep persatuan lahir dengan keutuhannya.

Kebudayaan itu lahir dari hasil pikiran manusia tentang cipta, rasa dan karsa, dalam

hal ini tema yang lahir dalam pembahasan ini yakni kebudayaan dari suku Bugis Makassar

(Sulawesi Selatan). Berbagai kebudayaan Bugis Makassar seperti Badik (senjata), Phinisi

(kapal untuk berlayar), Baju Bodo (pakaian adat), Lontara (bahasa adat), Tari Pakkarena

(tarian adat) dan juga tentang falsafah siri’ na pacce yang melekat didalam jiwa

masyarakatnya.

A. Latar Belakang Historis

Kebudayaan Bugis-Makassar adalah kebudayaan dari suku-suku Bugis-Makassar

yang mendiami bagian terbesar dari jazirah selatan dari pulau Sulawesi. 2 suku ini adalah 2

suku utama di Sulawesi Selatan, Suku Bugis merupakan suku yang tergolong ke dalam suku-

Page 6: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

suku Deutero Melayu yang masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari

daratan Asia.

Kata Bugis sendiri berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi"

lahir pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana (Kabupaten Wajo/Berada di

Sulawesi Selatan) yang bernama La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan

dirinya, maka rakyat merujuk pada raja mereka.  Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi

atau orang-orang pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi mempunyai anak yang

bernama We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, Batara Lattu sendiri adalah

ayahanda dari Sawerigading, dan Sawerigading adalah suami dari We Cudai yang melahirkan

beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan

jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading  Opunna Ware (Yang dipertuan di

Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat

Bugis.

Lain halnya dengan suku Bugis, nama Makassar berasal dari nama Melayu untuk yang

mendiami pesisir selatan pulau Sulawesi. Orang Makassar menyebutnya dengan nama

Mangkassara’ yang berarti Mereka yang Bersifat Terbuka. Etnis Makassar ini adalah etnis

yang berjiwa penakluk namun demokratis dalam memerintah, gemar berperang dan jaya di

laut. Tak heran pada abad ke-14-17, dengan simbol Kerajaan Gowa, mereka berhasil

membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan armada laut yang besar berhasil

membentuk suatu Imperium bernafaskan Islam, mulai dari keseluruhan pulau Sulawesi,

Kalimantan Bagian Timur, NTT, NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian utara.

Mereka menjalin kerjasama dengan Bali, Malaka dan Banten dan seluruh kerajaan lainnya

dalam lingkup Nusantara maupun Internasional (khususnya Portugis). Kerajaan ini juga

Page 7: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

menghadapi perang yang dahsyat dengan Belanda hingga kejatuhannya akibat adu domba

Belanda terhadap Kerajaan taklukannya.

B. Aksara Lontara

Suku Bugis dan Makassar berbeda bahasa, suku

bugis dengan bahasa ugi dan suku makassar dengan

bahasa yang disebut bahasa Mangkasara, walaupun

bugis dan makassar berbeda bahasa tetapi dia

mempunyai kesamaan huruf yang dinamakan Aksara

Lontara, Lontara sebuah huruf yang sakral bagi

masyarakat bugis dan makassar. Itu dikarenakan epos

la galigo di tulis menggunakan huruf lontara. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh

masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar dan

masyarakat luwu. Yah dahulu kala para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan

hatinya di atas daun lontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga

tersusun kata yang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama I La Galigo,

kesusteraan Bugis-Makassar ini sudah ada sejak berabad-abad lamanya. Utamanya, dalam

naskah-naskah kesusteraan lontara ini kini sangat sulit didapatkan. Naskah kuno yang ada

kini, hanya yang tertulis diatas kertas maupun lidi ijuk (kallang), diantara buku terpenting

dalam kesusteraan suku Bugis-Makassar terdapat buku yg dinamakan sure galigo ,sure galigo

adalah suatu himpunan besar dari mitologi yang bagi kebanyakan orang mempunyai nilai

yang keramat atau sakral dan ada juga himpunan kesusteraan yang isinya sebagi pedoman

dan tata kelakuan untuk setiap individu, seperti himpunan amanat dari nenek moyang

(paseng), himpunan undang-undang, keputusan dan peraturan pemimpin adat (rappang),

kemudian terdapat juga himpunan kesusasteraan yang mengandung sejarah, seperti silsilah

Page 8: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

raja-raja (attoriolog) dan cerita mengenai para pahlawan yang dibubuhi cerita legendaries

(pau-pau). Serta, banyak lagi yang berisi syair, nyanyian, dan teka-teki.

C. Badik (Senjata)

Badik adalah senjata khas bagi masyarakat Sulawesi

Selatan mempunyai kedudukan yang tinggi. Badik bukan

hanya berfungsi sekedar sebagai senjata untuk berperang,

melainkan juga melambangkan status, pribadi dan karakter

pembawanya. Masyarakat bugis makasar mempunyai kebiasaan membawa Badik,

masyarakat makassar beranggapan bahwa badik adalah suatu bagian yang tidak bisa

dipisahkan dari dirinya dan Badik pun dipercaya dapat memberikan energi positif bagi siapa

saja yang memilikinya, dan dapat juga menjadi simbol kejantanan pada setiap orang yang

memegangnya.

Badik mempunyai sisi mistik (bertuah) yang dipercayai adat masyarakat makassar

sebagai energi gaib. Dalam kepercayaan adat bugis makassar badik akan terlepas dari

sarungnya ketika ada musuh atau siri’(dipermalukan di injak harga diri) maka jalan yang

harus ditempuh adalah jalan darah. Prinsip yang di pegang adat bugis makassar adalah lebih

baik mati berlumur darah daripada harga diri di injak-injak, sisi sakral badik tetap ada sampai

saat ini, bahkan pada tahap siri’ badik harus memakan korban ketika dilepas dari sarungnya,”

tidak boleh tidak, badik pantang dimasukan kembali sebelum melaksanakan tugasnya.

Di dalam adat bugis makassar pun biasanya badik akan diberikan ketika anaknya

sudah mulai dewasa, atau telah cukup mental untuk menjaga nama baik keluarga dan siap

Page 9: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

mati demi nama baik keluarga tersebut, ada sebuah kalimat yang begitu tertanam pada

masyarakat bugis makassar sampai saat ini yaitu “paentengi siri’nu” (berdirikan harga

dirimu/jngan biarkan harga dirimu di injak-

injak).

D. Tari Pakkarena

Tak ada yang mengetahui dengan jelas

sejarah tarian pakkarena tetapi menurut Munasih

Nadjamuddin (seniman Tari pakarena), Tarian

Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan

penghuni boting langi’ (negeri kahyangan)

dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langi’

mengajarkan kepada penghuni lino tentang mengenai tata cara hidup, bercocok tanam,

beternak hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan-

gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa

syukurnya kepada penghuni boting langi’.

Sebagai seni yang berdimensi ritual, Pakarena terus hidup dan menghidupi ruang batin

masyarakat Gowa dan sekitarnya. Meski tarian ini sempat menjadi kesenian istana pada masa

Sultan Hasanuddin raja Gowa ke-16, lewat sentuhan I Li’motakontu, (ibunda sang Sultan),

Trian Pakarena juga diirngi oleh musik adalah yang mengiri para penari didalam tariannya,

Dengan Empat gandrang (gendang), seruling dan suara tiupan angin.

Komposisi dari sejumlah alat musik tradisional yang biasanya dimainkan 7 orang ini,

dikenal dengan sebutan Gondrong Rinci. Pemain Gandrang sangat berperan besar dalam

Page 10: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

musik ini. Irama musik yang dimainkan sepenuhnya bergantung pada pukulan Gandrang.

Karena itu, seorang pemain Gandrang harus sadar bahwa ia adalah pemimpin dan ia paham

akan jenis gerakan Tari Pakarena, sehingga musik bisa mengiringi para penari.

Biasanya selain jenis pukulan untuk menjadi tanda irama musik bagi pemain  lainnya,

seorang penabuh Gandrang juga mengerakan tubuh terutama kepalanya. Ada dua jenis

pukulan yang dikenal dalam petabuhan Gandrang, yang pertama adalah pukulan Gundrung

yaitu pukulan Gandrang dengan menggunakan stik atau pemukul atau bambawa yang terbuat

dari tanduk kerbau, dan yang kedua adalah pukulan tumbu yang dipukul hanya dengan

tangan.

Grakan lembut penari pakkarena ini terbagi dalam 12 bagian dan dirangkaikan dengan

sentuhan musik gondrong rinci, pola-pola gerakan tari pakkarena juga mempunyai makna

khusus atau falsafah hidup seperti gerakan pada posisi duduk pertanda awal kehidupan dan

akhir kehidupan, gerakan berputar mengikuti jarum jam menunjukan siklus kehidupan

manusia, sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan.

Seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar.

(menandakan selalu melihat seseorang dari hatinya) Demikian pula dengan gerakan kaki,

tidak boleh diangkat terlalu tinggi.(menandakan seorang harus hidup dengan rendah hati) Hal

ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam.

Page 11: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

E. Phinisi’

Dalam Naskah Lontara Perahu Phinisi diperkiraan

telah ada padah abad 14 yang pertama kali dibuat

oleh sawerigading kapal ini umumnya memiliki

dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu

tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk

pengangkutan barang antarpulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis

layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa

nenek moyang bugis makassar mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia.

Tak mudah untuk membuat kapal phinisi yang kuat dan kokoh didalam pembuatan

kapal phinisi harus sesuai aturan dan mempunyai ritual tertentu dalam pembuatannya, para

pengrajin harus menghitung hari baik untuk memulai pencarian kayu sebagai bahan baku.

Biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan yang berjalan. Angka 5

(naparilimangi dalle'na) yang artinya rezeki sudah di tangan. Sedangkan angka 7

(natujuangngi dalle'na) berarti selalu dapat rezeki.

Pada saat peletakan lunaspun, juga harus disertai prosesi khusus. Saat dilakukan pemotongan,

lunas diletakkan menghadap Timur Laut. Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki.

Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita. Usai dimantrai, bagian

yang akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan yang dilakukan dengan gergaji harus

dilakukan sekaligus tanpa boleh berhenti. Itu sebabnya untuk melakukan pemotongan harus

Page 12: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

dikerjakan oleh orang yang bertenaga kuat. Orang yang memimpin pembuatan phinisi biasa

disebut punggawa.

F. Falsafah Siri’ na Pacce

Suku Bugis dan Makassar mempunyai falsafah kehidupan atau etika moral yang

tertanam didiri masyarakatnya dari ajaran nenek moyangnya dulu, Ajaran moral Siri’ na

pacce suku Bugis dan Makassar mirip dengan semangat Bushido kaum Samurai Jepang,

bushido menekankan kesetiaan, keadilan, rasa malu, tata-krama, kemurnian, kesederhanaan,

semangat berperang, kehormatan dan lain-lain.

Siri’ yang merupakan konsep kesadaran hukum dan falsafah masyarakat Bugis-

Makassar adalah sesuatu yang dianggap sakral . Siri’ na Pacce ( Bahasa Makassar ) atau

Siri’ na Pesse’ ( Bahasa Bugis ) adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter

orang Bugis-Makassar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Begitu sakralnya kata itu,

sehingga apabila seseorang kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi

artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia. Bahkan orang Bugis-Makassar

berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’ kolo’e ( seperti binatang ). Petuah Bugis berkata :

Siri’mi Narituo ( karena malu kita hidup ).

Siri’ adalah rasa malu yang terurai dalam dimensi-dimensi harkat dan martabat

manusia, rasa dendam (dalam hal-hal yang berkaitan dengan kerangka pemulihan harga diri

yang dipermalukan). Jadi Siri’ adalah sesuatu yang tabu bagi masyarakat Bugis-Makassar

dalam interaksi dengan orang lain. Sedangkan pacce/pesse merupakan konsep yang

membuat suku ini mampu menjaga solidaritas kelompok dan mampu bertahan di perantauan

serta disegani. Pacce/pesse merupakan sifat belas kasih dan perasaan menanggung beban

dan penderitaan orang lain, meskipun berlainan suku dan ras, seperti pepatah Indonesia

Page 13: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

mengatakan “ Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul ”. Itulah salah satu aplikasi dari

kata pacce/pesse, Siri’ skopnya dalam skala intern, sedangkan pacce/pesse bersifat intern

dan ekstern, sehingga berlaku untuk semua orang.

Karena falsafah dan ideologi Siri’ na pacce/pesse, maka keterikatan dan

kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang

lain, Konsep Siri’ na Pacce/pesse bukan hanya di kenal oleh kedua suku ini, tetapi juga

suku-suku lain yang menghuni daratan Sulawesi, seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa

katanya yang berbeda, tapi ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinterasi.

Menurut A. Zainal Abidin Farid siri’ terbagi dalam dua jenis:

1. Siri’ Nipakasiri’, yang terjadi bilamana seseorang dihina atau diperlakukan di luar batas

kemanusiaan. Maka ia (atau keluarganya bila ia sendiri tidak mampu) harus menegakkan

Siri’nya untuk mengembalikan Dignity yang telah dirampas sebelumnya. Jika tidak ia akan

disebut mate siri (mati harkat dan martabatnya sebagai manusia).

“ Untuk orang bugis makassar, tidak ada tujuan atau alasan hidup yang lebih tinggi daripada

menjaga Siri’nya, dan ketika masyarakat bugis makassar tersinggung atau dipermalukan

(Nipakasiri’) mereka lebih senang mati dengan perkelahian untuk memulihkan Siri’nya dari

pada hidup tanpa Siri’. Mereka terkenal dimana-mana di Indonesia dengan mudah suka

berkelahi kalau merasa dipermalukan yaitu kalau diperlakukan tidak sesuai dengan

derajatnya. Meninggal karena Siri’ disebut Mate nigollai, mate nisantangngi artinya mati

diberi gula dan santan atau mati secara manis dan gurih atau mati untuk sesuatu yang

berguna.

Page 14: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

Sebaliknya, hanya memarahi dengan kata-kata seorang lain, bukan karena Siri’ melainkan

dengan alasan lain dianggap hina. Begitu pula lebih-lebih dianggap hina melakukan

kekerasan terhadap orang lain hanya dengan alasan politik atau ekonomi, atau dengan kata

lain semua alasan perkelahian selain daripada Siri’ dianggap semacam kotoran jiwa yang

dapat menghilangkan kesaktian.

Tetapi kita harus mengerti bahwa Siri’ itu tidak bersifat menentang saja tetapi juga

merupakan perasaan halus dan suci, Seseorang yang tidak mendengarkan orangtuanya kurang

Siri’nya. Seorang yang suka mencuri, atau yang tidak beragama, atau tidak tahu sopan santun

semua dianggap sebagai kurang Siri’nya”.

2. Siri’ Masiri’, yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk mempertahankan,

meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sekuat tenaga dan segala

jerih payah demi Siri’ itu sendiri, demi Siri’ keluarga dan kelompok. Ada ungkapan bugis

“Narekko sompe’ko, aja’ muancaji ana’guru, ancaji Punggawako” (Kalau kamu pergi

merantau janganlah menjadi anak buah, tapi berjuanglah untuk menjadi pemimpin).

Page 15: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

BAB III

1.Penutup

Didalam kebudayaan ini memang terjalin hubugan erat tentang nilai-nilai sosial yang

ada di dalam masyarakat Bugis dan Makassar yang masyarakatnya tetap menjaga dan

menjunjung tinggi falsafah hidup dari nenek moyangnya secara turun menurun tentang

kebijaksanaan hidup dan aturan-aturan yang mesti ditaati secara makna simbolik didalam

kebudayaannya, dengan konsep inilah setiap masyarakatnya menganggap bahwa sebagian

dari hidup ini adalah ketika kita memperjuangkan siri’ na pacce sebagai teori yang klaar

didalam mengarungi kehidupan di muka bumi ini.

Suku bugis Makassar memang dikenal berani dalam berperang dan mengarungi lautan

karena itulah setiap orang yang menganggap dalam istilahnya yaitu rewa (berani) harus ada

pada dirinya, akan tetapi makna dan simbolik himpunan metologi dalam kitab La ga Ligo itu

sekarang kurang lagi disejahterakan keberadaannya, maka dari untuk itu kita sebagai putra

bangsa harus melestarikan nilai-nilai budaya disetiap suku di negeri ini agar menjadi tinjauan

sosial yang strategis demi kejayaan indonesia.

Page 16: 57566557 Kebudayaan Bugis Makassar

Daftar Pustaka

Andi Suruji. 2007. Peter Spillet Yakin Orang Makassar Penemu Australia. Available

online at http://andi-suruji.blogspot.com/2007/11/peter-spillett.html,

Koentjaraningrat, 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Penerbit Djambatan

Jakarta.

Sudarianto. 2009. Kepadatan Penduduk Sulawesi Selatan per km2 t. Available online at: 

http://datinkessulsel.wordpress.com/2009/05/28/ jumlah-penduduk-sulsel-per-km2

Gusti NC Aryan, 2008. Syekh Yusuf, Tali Sejarah Indonesia-Afsel. Antara News,

Jakarta.

Moein Mappa Gessa (Andi),1990. Menggali nilai-nilai budaya bugis makassar dan

siri’ na pacce. Letira, Makassar

Soeroto, Myrtha, 2003. Bugis Makassar, pustaka budaya & arsitektur, Balai Pustaka

Marzuki, M laica, 1995. Siri': bagian kesadaran hukum rakyat Bugis-Makassar :

sebuah telaah filsafat hukum , Hasanuddin University Press: makassaar

Hamid, Abdullah, 1985. Manusia Bugis Makassar: suatu tinjauan historis terhadap

pola tingkah laku dan pandangan hidup manusia Bugis Makassar, Inti Idayu Press