94
Terbitan Khusus BERITA antropologi Nomor 16 BUGIS - MAKASSAR MANUS1A DAN KEBUDAYAANNYA 0 I e h Drs. IVJattulada

Bugis - makassar, manusia dan kebudayaannya.pdf

  • Upload
    lethuy

  • View
    547

  • Download
    51

Embed Size (px)

Citation preview

Terbitan KhususB E R I T A a n t r o p o l o g i

Nomor 16

BUGIS - MAKASSARMANUS1A DAN KEBUDAYAANNYA

0 I e h

Drs. IVJattulada

D A F T A R I S IHALAMAH

KATA EEKGANTAR ........................................ ........ x

BAGIAN I s MANUSIA DAN KEBUDAYAAN BUGIS - MAKASSAR

BAB sI : LOKASI, LIWGKUWGAW ALAM DAN DATA - DATA DEMOGRAPIS......... 1

II j SEJARAH SULAWESI SELATAW ................................ 4III ï HSLAPISAH MASYARAKAT .............. ..................... 11IV : SISTIM KEKERABATAN ..................................... 20V : BENTUK - BEWTUK KERAJAAW, WEGERI DAW DESA ................. 2 6VI s ADAT ISTIADAT DAW AGAMA................................. 30VII s FOLKLORE DAW KEEERCAYAAW RAKYAT.................... ... 38

VIII : KESUSASTERAAW BUGIS MAKASSAR KLASIK................. .... ' 507■T

BAGIAN II s ELITE Dl SULAWESI SELATAN } _

B A B :I : B3KDAHULÏÏAW............................................ 55

II s FERKEMBAWGAW ELITE DI SULAWESI SELATAW ................... gg

III ! ELITE SESUDAH EERAWG DAW KEMERDEKAAW ....................IIV ï ÏEWUTUP DAW KESIMPULAW - KESIMPULAW ............. 7A

',-iS u S T A K A A N PUSAT m *™S1TAS INDONESIA

PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITA5- V -: ÖNES!A

Pon;bCff . . :z.i\ dari

J .'rtma tg|;

ERPUSTAKAAN PUSATJ Tanggal: <5?-|i~ >99; j Nomer : % m ( Pui /

00005241

\

K A T A PEUGkHTAR

jitesiadan KebudayaanBugis-Ifekassai yang menjadi isi dari BeritaAntro^ £ nomor ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah bahan kuliah

yang diberikan oleh Drs. Mattulada selama semester I tahun 1974 di Jmrusan Antropologi Falcultas Sastra Universitas Indonesia, sedangkan bagian kedua me- rupakan sebuali ceramah yang diberikan beliau di Lembaga Ekonomi dan Kemasya- rakatan Nasional (LIPl) pada tanggal 8 Juni 1974 yZig lalu.

Mata kuliah manusia dan kebudayaan dari suatu suku bangsa atau suatu da- erah tertentu memang telah lama menjadi buah pemikiran para pembina JuxusanAntropologi FSUI „ Mata kuliah ini sangat perlu diberikan kepada mahasiswa ant-- ropologi untuk mengimbangi5 sekaligus untuk memperdalam, terhadap mata kuliah

Indonesia yang bersifat sangat umum.

Sebagaimana diketahui pada masa permulaan berdirinya Jixrusan Antropologi FSUI, disim hanya diajarkan satu mata kuliah Manusia dan Kehnfla^r, Indone­sia (dulu bemama ttao^anjndonesd^). Dalam mata kuliah ini d i a j ^ T ^ " hal yang berhubungan dengan manusia dan kebudayaan dari berbagai suku-bano-sa di Indonesia oleh seorang pengajar selama dua semester (satu tahun).

Bagx mahasiswa antropologi, yang justru bidang pokoknya adalah kebuda- yaan5 tentu saja bahan kuliah semacam ini tidak memuaskan dan sangat tidak mendal am s sehingga mulai tahun 1968 yang lalu mata lculiah ini dipecah menjadi

, tiga* yaitu : Manusia dan Kebudayaan Indonesia Bagian Bar at, Manusia dan Ke Indonesia Bagian Timur, dan Manusia dan Kebudayaan Irian Jaya di

mana tiap-tiap mata kuliah diberikan oleh seorang pengajar khusus

Nampaknya pemecahan seperti ini masih belum memberikan kepuasan yangmen- dalam, karena belum memberikan kemungkinan bagi seorang mahasiswa untuk mem perdalam pengetahuan tentang manusia dan kebudayaan suatu suku-bangsa terten tu. Maka atas^alasan diatas, pada tahun 1974 ini, mulai aiselenggarakan suatu ma a kuliah pilihan Manusia dan Kebudayaan Bugis~Ma.Vaoonr

Pilihrn terhadap auku-bang,* Bugis-I!akaSSar pada tahun ini berkebetula-‘£“ e m ter“ w a kesempatan seorang ahli dalam Sllku-bangsa lni ^ajar dl Patultas Sastra U.I., yaitu Brs. Mattulada. Pada tahun 1974 ± . ®“

S e iB n S “«“«adakan penelitian perpustakaan di Jakarta untuk ,n6m 1^ memPersiap~

kan. disertasi untuk mencapai gelar doktor dalam ilmu antropologie Mattulada adalah Sax jana Sastra TJniversitas Hasanuddin (1964) yanê' sekarang masih men- jabat sebagai Lektor Kepala dan Dekan pada Fakultas Sastra disana„ Karangan- nya sampai sekarang meliputi beberapa karangan ilmiah, diantaranya dua jilid buku La-Towa; Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politis Prang Bugis,,

Seandainya pada tahun-tahun mendatang, Jurusan Antropologi FSTJI mempu- nyai cukup biaya, maka kemungkinan besar dapat pula diselenggarakan mata ku- liah manusia flan kebudayaan suku-sulcu bangsa lain atau manusia dan kebudaya- an golongan Tiong-Hoa di Indonesia.

iviu.dah.-iraidah.an barapan ini dapat menjadi kenyataan karena makin lama ke— butuhan kita terhadap pengetahuan mengenai latar belakang kebudayaan dari six— atu suku bangsa atau suatu golongan masyarakat Indonesia makin mende sale ju— ga. Masalah pembangunan di negeri kita bukan hanya untuk meningkatkan GUP, mengixrangi pengangguran ,t atau pembagian pendapatan yang merata, tetapi juga untuk pembinaan kerukunan dan integrasi nasional. Dengan memperdalam penge- tahuan mengenai berbagai suku-bangsa dan golongan masyarakat di Indonesia, tujuan ini sedikit banyak akan dapat didekati „

Amri Marzali.

M A N I J S I A D A N K E B U D A Y A A N B U G I S - M A K A S S A R

1. Orang Bugis - Makassar adalah suku- bangsa Indonesia yang menjadi pen­

duduk terbesar jazirah Selatan pulau Sulawesi. Dalam pembahaglan wi lay all Re- publik Indonesia Sulawesi-Selatan ada­lah sebuah Propinsi yang dipimpin oleh seorang Gubemur / Kepala Daerah. Dae- rah Propinsi Sulawesi-Selatan dibagi lagi at as 23 buah Kabupaten, diantara-

nya 2 buah kota-Madya, yang dipimpin masing - masing oleh Bupati / ¥alikota/KDH.

Kabupaten-kabupaten dibagi lagi a- tas Kecamatan-kecramatan , dan Kecamat- an-kecamatan dibagi lagi atas desa- desa, sehingga situasi pembahagian da- erah itu dapat dil-ukiskan sebagai be- rikut s

Kabupaten/ ICota Madya

JumlahKecamatan

JumlahDesa Penduduk=

1 . K.M. Ujungpandang 8 44 x) 700.0002. K.M. Pare-Pare 3 12 x) 85.0003 . Kabo G 0 w a 8 56 349.6294 . Kabo Maros 4 46 1 8 1 .3 6 65 . Kab. Pangkajene 9 83 195-2806. Kab. Jeneponto 5 28 271.8937 . Kab. Takalar 6 35 155.4418. Kab. Banta Eng 3 12 84.1769. Kab. Selayar 5 20 102.25710. Kab. Bulukumba 7 43 247.97911„ Kab. Sinjai 5 33 145.17812. Kab. Wajo 10 51 4 16 .8501 3. Kab» Soppeng 5 26 235.06014. Kab. B o n e 21 206 786025415. Kab. Barru 5 25 1 7 1 . 1 1 916. Kab. Sidenreng/Rappang 7 32 196.38717 . Kab. Pinrang 7 37 250.58918. Kab. Enrekang 5 30 180.7971 9. Kab. Luwu* 16 143 352.70520. Kab. Tana Toraja 9 65 32 7 .1 4221. Kab. Mamuju 5 23 70.72222. Kab. Majene (Mandar) 4 20 81.0402 3. Kab. Polewali-Mamasa 8 83 3 1 1 . 5 3 7

Jumlah 165 1.158 5 .643.067

Luas daerah Propinsi Sulawesi - Be- duk rata-rata. dalam -tahun -1971 .dip&T. latan, kl. 100 „457 KM2. Kenaikan jum- kirakan 63 orang per km2. Rendahnya lah penduduk rata-rata, diperhitung- angka-angka pertambahan jumlah pendu- can selama 10 tahun terakhir kira-ki- duk disebabkan oleh berbagai sebabs :?a hanya sekitar 1fo. Kepadatan pendur- antara lain oleh besamya jumlah pen-

x). Dalam kota-Madya Ujung-Pandang dan Pare-pare, desa-desa disebut ling- kungan o Dengan perluasan Kota Madya Ujung PancLang Ice Selatan meliputi beberapa buah Kecamatan Gowa? ke Utara meliputi beberapa Kecamatan Maros dan pulau-pulau Spermonde yang tadinya menjadi daerah Pangkajene.

xxPerincian jumlah penduduk kabupaten-kabupaten ini, berdasar laporan Bhg. Statistik dan Sensus Kantor Gub. Sul.Sel. (Des. 1969).

xxxjo Menurut sensus th. 1971 jumlah penduduk 5„189.227 jiwa-

_ cLuk yang berpindah ke daerah lain k^ik pada masa-masa kekacauan (1950 - 5 5) maupun oleh tabiat penduduk yang

^Smiliki sifat suka merantau; dll.Daerah - daerah. kabupaten yang agak

Padat penduduknya adalah kabupaten- kabupaten sebelah selatan dengan ke- Padatan 100 sampai 300 jiwa per km2 . Makin ke utara penduduk makin jarang. Kabupaten Luwu dan Mamu ju misalnya, ^empunyai kepadatan penduduk kuxang daxi 15 jiwa per km2. Sulawesi Sela- tan secara keseluruhan, terutama da- lam. hubungan pembangunan proyek-pro- yek besax di bidang industri, pertam- bangan dan pertanian selalu merasakan kekurangan tenaga kerja.2 . Iklim dan lingkungan al am.

Tlrl im daerah Sulawesi Selatan ada­lah ikl im t.ropis - Daerah ini pada u- nrumnya hanya mengenal 2 musim- yaitu musim hu jan dan musim kemarau. JTempe- ratur dan tekanan udaranya tidak mem- perXlh.atkan.adanya. fluktuasi yang bë- ._ sac . Sulawesi Selatan,mempunyax^ëHcaharian hidup utama da-

fanTdan, pelayaran laut, maka soal hu.ian dan angirL. mendapat perha- 'tXahZüesar- bagr ~perrduduk.

Idapun curah hujan di daerah Su­

lawesi Selatan dapat dlbagi atas 4

wilsyah curahan.a). Cur ah an hujan yang meliputi dae-

rah-daerah Mamuju., Palopo dan se-Jcitamya» Cur ah hujan pada umumnya tingel dan hampir merata sepanjang ta- hun. Satas antara musim hujan dan mu­sim kemarau tak dapat dinyatakan de- ngsn tegas »b)» Curahan hujan yang meliputi dae-

rah-daerah Polewali,, Soppeng, Wa-jo, pare-pare, Pinrang dan BantaEng. Cur ah hujan pada umumnya tinggi, akan tetapi adanya musim kemarau dan musim hujan, dapat dinyatakan lebih tegas» Fluktuasi hujan tidak besar.c). Curahan hujan yang meliputi dae­

rah-daerah Ujungpandang, Maros,Takalar, Pangkajene dan Barru» Musim kemarau dan musim hujsnnya sangat je- ^aS° ^ujan jatuh pada permulaandan akhit tahun.. Musim kemarau jatuh pada pertengahg tahun» Menurut folk­

tale di daerah-daerah ini; bahwa bu- lan yang mengandung bunyi R terdapat hujan. (ERE., axtinya air). Maka mere- ka menamakan bulan - bul an yang ber R itus Janireru, Pabireru, Marusu, Am-

■parilïT adalah musim hujan permulaan tahun.. Mei, Juni, Juli, Aisuttusu1 5 tak ada R ( aïr"X itulah musim kemarau. Dan Katember; Katobere, Nopembere dan Desembere, semuanya ber R inilah mu­sim hujan akhir tahun.d). Curahan hujan yang meliputi dae­

rah-daerah Sinjai, Bone dan Bulu- kumba. Musim kemarau dan musin hujan- nya sangat jelas. Musim kemarau ter- jadi pada permulaan dan akhir tahun dan musim hujan, terjadi pada perte- ngahan tahun.Musim hujan dan cur ah hujan menjadi pedoman kaum tani untuk melakukan pe- kerjaan di sawah-sawah untuk penanam- an padi.

Adapun tentang angin yang bertiup di daerah Sulawesi Selatan dapat pul a digolongkan kepada dua macam, sbb;a). Angin musim barat; Bara1 ( Mk ) dan

Bare' (Bg). Angin musim barat ini.membawa hujan yang tidak terlalu ber- kesan. Anginnya lembab, kecuali yang- bertiup dari Barat-dsya seperti di Ta-

kalar, angin musim ini bertiup tanpa halangan gunung. Angin bertiup bergan- tian dari barat-daya, barat dan barat- laut, adakalanya kencang juga. Di Pa- re-pare bertiup angin barat-daya, se­ring sampai ke Rappang dan Singkang (Wajo).b) . Angin musim Timur % Timor o 1 ( Mk )

dan Timo1 ( Bg V. Angin musim ini, bertiup meliputi daerah - daerah yang lebih luas di pantai Selatan, sekitar Jeneponto sampai Takalar „ Pada bulan- bulan Juni - Juli dan Agustus bertiup angin timur yang berkepan jaxigan dan seringkali sangat kencangnya, sehingga menumbangkan pohon-pohon besar. Di se­belah utara Takalar, kecepatan angin menurun dan mengarah dari selatan- Ujung Pandang terletak kl. pada batas daerah angin timur yang bertiup pada dar at an pantai dan anginBaxubu (yai^tiupan angin P ^ as dan k^ing)datang melalui gunung; Anginini bertiup tidak menetap arahny» dan

banyak tertimpa di daerah Maros, kira- kira dalam bulan Juli, sebagai angin timur-laut yang panas dan kering. Ber- tiupnya pada tengah hari dan baru ber- henti menjelang terbenamnya mata-hari.

Rata-rata temperatur sepanjang ta­hun di Sulawesi Selatan, . adalah 26°C a 27°C maksimum 32°C dan minimum 18°C. "Temperatur di daerah-daerah pegünung- an tergantung pada letak ketinggian- nya. Tiap - tiap ketinggian 100 meter di atas permukaan laut, temperatumya turun dengan 0.6°C. Misalnya suatu tem- pat di Mai akaji dengan ketinggian 750 M di atas permukaan laut, bertemperatur ( tahunan ) rata-rata ? 27°C - (750 x0..6°C)=kl. 23°C. Selisih antara tem­per atux tertinggi dan ter-rendah se­panjang hari rata-rata 5 - 8°C.^Sulawesi Selatan dikenal sebagai

jsalah satu daerah lumbung padi Indone­sia- -Luas panenan tahun 1971s 464.000 ha dengan produksi 1 .683.000 ton pa­di kering. Luas sawah seluruhnya 515.000 ha diantaranya 115°600 ha de­ngan pengairan teknis, 59*500 ha de­ngan pengairan setengah teknis dan se- lebihnya kl. 300.000 ha sawah tadah hu jan. Produksi pangan 1 ainnya ialah,jagang, ubi_ kayu,_ubi jalar dan ka-cang-kacangan.

Produksi pertanlan lainnya, adalah hasil-hasil perkebunan antara lain ke-

merunakan hasil- hasil- eksport. Juga produksi perilcan- an darat dan perikanan laut, cukup po- tensiil. Sulawesi Selatan juga baik untuk petemakan, terutama untuk sapi dankerbau. Pada waktu ini, sedang di- mulai proyek-proyek petemakan di Wa- jo dan Soppeng.

Di bidang perindustrian, tingkat produksi pada umumnya masih jauh di- bawah kapasitas potensiil. Industri tekstii 20/ , industri ringan dan kera- Jinan. 50% dan industri assembling be- kerja dengan kapasitas 35$. Industri kimia. beker ja dengan 50% kapasitas po- tensiil. Hal-hal itu terjadi karena ti- daic dikuasainya bahan balcu, kesulitan m°Z ’ 'terbatasnya tenaga kerja, sa- ingan dengan barang-barang import (da­lam aan lUar negeri) dan ongkos ang-

amat t;Lnggi»1)1 Diaan^ p r rr Rrigan, nikkel _a-

dal ah. satu-satunva bahan tambang yang'

telah digali, yaitu di Malili. Sum-

■^Ber-sumber General di Sulawesi Selatanhampir seluruhnya masih merupakan sum- ber-sumber mineral potensiil yang ba~ ru berada pada tahap eksplorasi. Ba- han-bahan pertambangan yang terpenting diantaranya, besi, nikkel, minyak bu- mi, tembaga, gips dan timah-hitam.

Sul awe si_ S e 1 a t an mempunyai „4 buah danau,-yaitu. "1. Danau Tempe, dengan luas kl „ 15.000

ha yang dari hari ke hari mengalamipendangkalan. Banyak menghasilkan ikan tawas (puntius yavanicus), udang, se— pat siam, tambakan gabus dan betek.2. Danau Sidenreng, dengan luas kl.

12.500 ha. Keadaan dan hasil ikan-nya sama dengan Danau Tempe.3- Danau Towuti, dengan luas kl. 60.000

ha. Danau ini aimya jemih, tidak mengandung lumpur lagi dalam. Akan te- tapi tidak mengandung ikan.4= Danau Mat ana, dengan luas kl. 15.000

ha. Keadaannya sama dengan danau Towuti, juga tidak menghasilkan ikan.

Potensi pengembangan sungai-sungai yang penting guna pengairan dan tena­ga listrik, adalah ; sungai Walanae, Sumpang Kax-ama' (Soppeng), simgai La- rona (Luwu1), sungai Jene'berang (Go- wa) dan sungai Sa'dang (Tana-Toraja)» Masaalah utama yang dihadapi Sulawe­si Selatan, adalah masaalah tara-air. Hal ini disebabkan oleh semakin kecil- nya areal hutan yang ada. Areal hutan yang ada, hanyalah kira-kira 22$ dari seluruh luas daerah, sedang areal yang diperlukan untuk fungsi hydro-orolo- gis, ialah kl. 30$° Daerah-daerah yang dengan keras terancam oleh kekurangan air, adalah daerah-daerah bahagian se­latan yang padat penduduknya. Tanah- tanah gundulpun mulai kelihatan di ma- na-mana. Bukit-bukit subur, yang pada zaman lalu datumbuhi hutan - hutan le- bat, kini menjadi bukit-bukit gundul dengan tanah-tanah gersang. Yang demi- kian itu dapat dijumpai di Kabupaten- kabupaten Mandar, Polewali - Mamas a 9 Tana-Toraja, Enrekang, Jeneponto, Ta- kalar, Bone, Sinjai dan Bulukumba, yangmeliputi areal seluas kl. 840.000 ha0 Fungsi hydro-orologis boleh dika- takan tidak ada, teristimewa untuk 4

\y_ 4 _

lerah aliran sungai Saddang.. Ethnic-groups. (Suku-suku bangsa) .Penduduk Propinsi Sulawesi Selatan

ang her jumlah hampir 6 juta jiwa itu ardiri atas 4 suku bangsa, yaitu ;). Bugis, her jumlah kira-kira 3-g- juta orang, mendiami Kabupaten-kabupa-

en Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, ajo, Sid. Rap», Pinrang, Polewali- amasa, Enrekang, Luwu’, Pare-Pare , arru, Pangkajene dan Maros. Kedua ka- upaten disebut terakhir, merupakan .aerah-daerah peralihan yang penduduk- .ya, pada umumnya mempergunakan baik iahasa Bugis maupun bahasa Makassar, 'abupaten Enrekang, merupakan daerah >eralihan Bugis-Toraja, yang penduduk- lya sering disebut orang Duri atau Iassenrengpulu, mempunyai dialek khu- ius, ialah bahasa Duri dan Enrekang. )apat dimengerti baik oleh orang Tora- ia maupun orang Bugis.jY. Makassar, ber jumlah kira-kira 1-§-

juta orang, mendiami kabupaten-ka- Dupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Ban- taEng, Maros dan Pangkajene (yang di- itas, merupakan daerah peralihan antara laerah Bugis dan Makassar). Penduduk pulau Selayar dan pulau-pulau sekitar- iya, walaupun mengucapkan suatu dia- Lek khusus, biasanya dianggap orang fekassar juga. Sedang penduduk Ujung- Pandang (dulu disebut kota Makassar), cebanyakannya terdiri dari orang Bugis

dan Makassar.3). Toraja, ialah penduduk di bahagian

tengah pulau Sulawesi. Karena pem- bahagian pulau Sulawesi atas beberapa Propinsi (Selatan, Tenggara, Tengah dan Utara), maka orang Toraja berdiam baik di Sulawesi Selatan, maupun Su­lawesi Tengah. Orang Toraja di Sula­wesi Selatan mendiami Kabupaten Tana- Toraja dan Mamasa. Mereka itu biasa­nya disebut Toraja Sa-dan atau sering juga Toraja Tae', berjumlah kira-ki-

juta orang.I )y Mandar, yang ber jumlah kira-kira

-g- juta orang, mendiami Kabupaten- Majene dan Mamuju. Orang Mamuju biasa­nya tidak mau disebut orang Mandar. Keduanya mempunyai dialek sendiri „ Wa­laupun suku-bangsa ini mempunyai baha— sa sendiri ialah bahasa Mandar dan Ma­muju, tetapi kebudayaan mereka, pada dasarnya tidaklah amat berbeda dengan kebudayaan orang Bugis - Makassar Se benamya juga kebudayaan Toraja’ Sa«- da L, -wa.lau.pu2a mertunj-uickan beberapab u t y a n g k t a s u s , t e t a p i p a d a d a ï a z S l

sama dengan kebudayaan Bugi3_Maka ^ a Perbedaan-perbedaan variasi keburW an Toraja Sa'dan dengan yang lain sebabkan karena letak Tana lorajaV™! terpencxl sejak beberapa abad i ï * ë Dikalangan kaum bangsawan sar, terdapat kepercayaan b£w« ka mempunyai hubungandSahd^ mere~ rang Sangalla (Toraja) dengan °~

II, SEJARAH SULAWESI SELATAN. /Sejarah Sulawesi Selatan belum ba-

yak diketahui orang sebagaimana mes- inya. Buku-buku sejarah tent ang Su- awesi Selatan yang ditulis oleh ka- angan ilmiawan, terutama yang me- yangkut abad—abad sebelum abad ke XIII, t ak memberikan gambaran yang memadai ,■ • Block menerbitkan bukunya,udul Hi H-hn-rv of the Island of Celeb eg Lalam tahun 18 1 7 menceritakan tentanig

'itabulnya kerajaan-kerajaan Bugis-Mc/- aasar sekitar abad ke XIV. Tentang jar ah purbakala Sulawesi - Selatan—

Dun belxom banyak diketahui. Dr van lekeren, seorang arkeolog berkebang- saan Belanda, berulang kali telah me- akukan survey di daerah itu, dan te~

Lah menemukan fosil-fncn i „Ja eadahdisalah S ^ f/gunungan Soppeng. Penemuan - penL?6" /belxau itu menunjukkan adanva ^ dabandi tempat itu kl„ 5000 pera- lu. Henkeren menamakan p e r a d a b ^ f : di Soppeng itu dengan Kebudayam

bennge (tempat ditemukannya fosii ? sil seperti disebut diatas), °~

Dalam Negara... Kartagama. P r a ^ ada juga menyebut - nyebut tentan^Tb berapa buah negeri di daratan Sulat, si Selatan, Negeri-negeri yang, but itu, ialah Bantayan dan sebagai negeri-^egeri yang d i l c ^ ^ S oleh armada MaJapahit dalam abad ke XIV<t Dalam juxnal p©laja3?axi Tom© Pi—

res, Soma Oriental, yang ditulisnya ngandung kepercayaan Aluk Tudolo, di- pada aval abad ke XVI, ada juga dise- ceriterakan dan dihafalkan turun-te- but-sebutnya ten tang orang Bugis-Ma- murun oleh pemimpin agama/kepercayaan kassar yang mempunyai perahu - perahu orang Toraja yang disebut Tomena,layar dan meramaikan pelabuhan-pela-

l buhan jauh di daerah-daerah barat Fu- \santara dalam abad ke XV= Dikatakan \bahwaorang-orangBugis-Makassar, .ada- VLah pelayar-pelayar cekatan dan peda- gang-pedagangulung. Juga ter dapat pem- ■fyajak-pembajak laut orang Bugis-Makas­sar yang sangat disegani.

Menurut ceritera - ceritera rakyat (folk-tale) Tana Tora.ja, yang diang- gap sebagai penduduk tertua daratan Sulawesi Selatan, bahwa Puang Matoa (Dev/a tertinggi) di langit pertama- tama mengutus Tamboro-Langi untuk me- ngatur kehidupan manusia di atas du~ nia ini. Tamboro Langi 1 lah yang di~ percaya oleh orang Toraja meletakkan- "Aluk Tudolo11 ( aturan-aturan orang da- huluyang dianggap sebagai agama)„ Tam­boro ’ Langi, tiba di puncak Gunung Lan- timo jong. Diceritakan bahwa pada ma- sa itu bahagian terbesar daratan Su­lawesi Selatan masih digenangi air. Yang nampak di permukaan laut, hanya- lah pimcak-puncak gunurig Bawakaraeng di sebelah selatan, Latimojong di te- ngah dan Kandor a di sebelah utara. Tam­boro Langi kawin dengan seorang perem- puan / dewi yang timbul dari busa air sungai Sa'dan, yang bernama Lando Be- iu. ak atau Tandi Bilik atau sering ju­ga dinamakan Lando Rrnidun. Nama-nama ini memberi petunjuk bahwa perempuan itu berambut panjang dan menghuni bi- liko Dari perkawinan ini lahirlah se~ orang laki-laki yang diberi nama San- daboro. Sandaboro kemudian dalam per- kawinannya dengan seorang puteri bumi, roenurunkan Laki-padada. T.aki padada inilah yang meletakkan dasar-dasar ter- ciptanya negeri-negeri yang kemudian hari menjadi tiga buali kerajaan suku- angsadi Sulawesi Selatan, yaituRong- kong yang menjadi pangkal Negeri To- ra0a5 Luvu- yang menjadi asal negeri- negeri dan kerajaan-kerajaan orang Bu­gis, dan Gowa(ri) yang menjadi pang­kal negeri_negeri dan kerajaan orang Makassar,, Polk_tale orang Toraja ini belum dituliskaai karena orang Toraja tidak mempunyai sistim tulisan tersen- diri. Folk-tale semacam ini yang me-

Naskah-naskah tua (Lontara ' ) di da­erah Sulawesi Selatan yang mencatat kembali mitologi orang Bugis-Makassar, dapat memberi petunjuk tentang keadaan

masyarakat dan kebudayaan Sulawesi- Selatan, diperkirakan dapat membuka tabir-tabir gelap sejarah daerah ini sekitar abad V s/d X. Tokoh-tokoh yang disebut dalam mitologi orang Bugis- Makassar itu, terhimpun dalam ceritera v legendaris yang, disebut Sure Galigo, al. Batara Guru, Batara Lattu, Sawe- rigading, La Galigo Fati Yang Jala dll. dapat memberi petunjuk tentang kepercayaan-kepercayaan rakyat yang deka£ kepada kepercayaan - kepercayaan Hindu. Nama-nama tempat yang disebut- sebut dalam Galigo, seperti Senrijala (Sriwijaya ?J; Mancapai (Mojopahit ?) dsb.nya, kiranya dapat membawa dan membuka jalanke arah ditemukannya hu- bungan-hubungan sejarah daerah ini de- ngan kerajaan-kerajaan Husantara lain- nya di masa silam, seperti Sriwijaya, Mojopahit dll dalam abad-abad sepuluh- an. (Galigo, sebagai hasil kesusaste- raan klasik, akan dibicarakan pada ba­hagian lain).

Masa Dewa-dewa yang disebut dalam epos Galigo itu, dimulai dengan da- tangnya Tomanurung (yang ke-2 ? sete- lah Tamboro Langi) yang dinamakan Ba- ■ tara Guru, put era To PalanroB (orang yang mencipta) yang"bert"empat tinggal di Bo ting Langi ( puncak langit ). Ba­tara Guru kawin dengan We Nyili' Ti- mo', puteri yang berasal dari Paratiwi.(Dun jab awah bumi). Dari perkawinan ini lahirlah seorang putera yang dinamakan jBatara Lattu. Batara Lattu kawin de­ngan We Opu Sengngeng. yang melahir- kan SAWERIGADIKG. Sawerigadinglah. yang mengembangkankerajaan tertua SulawesiSelatan, yaitu Kerajaan Luwu, yang me­liputi negeri-negeri yangdidiarni oleh orang Toraja, orang Bugis dan. orang Makassar. .Periode kekuasaan Dewa-dewa yar;g dile- taldcan dasar - dasamya oleh Saweriga- ding diakhiri dengan lcembali^a semua keturunan langit itu kembali ke la­ngit. Maka terjadilah kekosongan pe-

guasa langit sampai tujuh tuxunan la- anya di Sulawesi Selatan. Selama itu èkuasaan dalam kexa jaan-kexa jaan yang nflah ada dikendalikan oleh' oxang-o- nng bumi sendixi, yang - pada akhix- iya menimbulkan kekacauan yang dise- nit oleh oxang-Bugis Sianre baleni tauwe 'orang iiidup terkam menéxkam sebagai cehidupan ikan. yang be sar memakan yang ceoil)., Periode selanjutnya adalah periode PrtTOgfrmrung yang ke-3 (sekitar abad

ar<g-menjelmakan dirinya seb'agaa. pingaasa — penguasa tiap—tiap kerajaan diStiiawesi-Selatan.'^Pada periode ini, kexa jaan kedatangan Tomanu- rvmg sendiri, sepexti %

1. IÜ Iaiwu, datang kembali Tomanuxung yang disebut We Simpuxu ’ Siang,

kavdn dengan Patiyangjala yang bexge- lax Toppo ’ e ribttsa énrpong (dianggap

terbesax pada zamannya. Kerajaan Bu- gis ini bersaingan. terus menerus de­ngan kerajaan orang Makassar di sela­tan yaitu kerajaan Gowa. Peperangan ant axa kexa jè^-kéxa jaan ini berkepan- j angan dan. baru berakhir dalam abad ke XVI setelah kekuasaan Kompeni Be- landa mulai melebaxkan kekuas aannya ke wilayah ini.4 » Di Soppengs turun Tomanuxungdi Sek-

kajili *, yang menuxunkan Raja-xaja Soppeng. Kerajaan Soppeng adalah kexa- jaan orang Bugis, yang dalam pertum- buhan selanjutnya sebagai kerajaan se- lalu bersekutu dengan Kexajaan Bone yang menjadi tetangganya yang texde- kat.5 . gi_Baoukxki (Pare-pare) • terdapat

DUga Tomanurung, yang disebut Ma- nuxungnge ri Baoukiki. Ia memperiite

w « - r g L * * g aajga»,•miteraSawerigading-¥e Cudai9 yang tim- Vor;--- ~ itawaramparanfy.bul kembali dari dunia di bawah bumi) v k m®n0adi raja-raja- - • ' * Dari Simtruxu1 Siang kerajaan-kerajaan^ Bug^ di sebelah ba-

- - - - - ** ra-fc danau Tempe, yaitu kerajaan Aia'tappaxeng dan sepanjang lereng £xmïn~e-

Massenrengpulu (Kabupaten Enrekang^ae kaxang). Kerajaan Bugis Ajatap^^ Z dan Sfydenreng, dalam perkembangannva kemudian, juga lebih banyak bersekutu dengan kerajaan Bone, yang seolah-olah. menjadi kerajaan utama dari orang Bu­gis. 6

bulmelalui busa air _ _________ _Pati Yang Jala,- lahirlah ana'Kaji. yang setexusnya menjadi cakal - bakal Raja-xaja Tana-Luwu dan bextali temali dengan Raja-xaja Bugis-Makassar lain­nya.2 . Di Gowa, menjelma Tomanuxung perem-

puan, kawin dengan Karaeng Bayo yang dianggap berasal daxi Paxatiwi. Keda- tangan KaxaEng Bayo ke ftowpu ditemani oieh Lakipadada, seoxang yang bexasal cLaxi ketuxunan Tomanuxung pertama di tp*nfl Toraja»_J Kerajaan Gowa selanjut- nya bexkembang menjadi sebuah keraja­an orang Makassar jyang besax di baha­gian timux Indonesia. Sejaxah keraja-

" an Gowa da^i abad ke-XEV sampai abad k@ 2X^stxdajh dap^t T disusun lebih sem- -pxena/, karena bukti-bukti sejaxah, ba­lk bexupa dokumen-dokumen maupun lem- baga-lembaga sosial sudah dapat diper^ oleh dalam kenyataan.3. Di Bones menjelma Tomanuxung lalci- /lëc^Tyangdiberi nama MatasilompoE.

aisesbttt juga Muxungnge xi Toro. Me- rnJi^S^rilock (1817, him. 3b;» Manu-rtm^ë ri Mata.iang, yang digèlar Ma?- ------ ---- Lon-t^ilogBpoi; Triftn iai ankan pemerintahan taxa yang mempunyai sekuxang-.kuxang- geTBLjaan Bone selama 40 tahun (1530- nya 3 buah versi tentang pembentukan 1^79)0 kerajaan Wajo itu, semuanya dimulai

Kerajaan Bone adalah salah satu ke- dengan kedatangan seorang puteri kera- orang Bugig- yang terkuat dan jaan Luwu yang meninggalkan negexinya,

6. Bexbeda halnya dengan kerajaan-Va rajaan Makassax-Bugis vaL a-

^tkan di atas, maka sebuah kfrad^ Bugxs lainnya, yaitu Wajo. tidakith sejak semula -terbentuk. oleh g a b S g S negen - negeri yang bertetangga f!r memilih pimpinan tertinggi pemerint^ annyadi antaxa kepala-kepala atau ïe- mimpm-pemimpin kaum di kalangan melt- ka sendixi. Itulah sebabnva mairT ja Wajo dinamakan juga Arungl^tpa Ya- itu Ra0a yang di-tuakanTjjfe^ ahli Lontaxa Wajo, bahwa berdiri^a kerajaan Wajo, adalah karena daxi dalam sendixi, bukan sepert tet jadi pada kerajaan - kerajaan^’ S f Makassar lainnya yang kedatangan Toma- nurung. Menuxut berbagai oatatanTön-

puteri itu ialah We Tadampali. We Ta- bersekutu bukan saja dengan Bone, me-

dampali yang meninggalkan negerinya lainkan juga dengan Gowa, sehingga da- itu dengan mempergunakan sebuah rakit, lam persengketaan antara Bone dan Go— terdampar di pantai yang ditumbuhi se- wa seringkali terjepit antara dua ke- batang pohon besar yang bemama pohon kuataji yang membawa aicibat buruk bag! WajOo Dari naraa mxlah kemudian negeri Wajp_. Ketika per ang Gowa dalam abad itu disebut. Setelah sembuh dari pe- ke-XFI menghadapi Kompeni Belanda, Wa- nyakitnya, berkat mu'jizat air liur jo memihak Gowa dan Bone (Aruppalaka) seekor kerbau balar (putih hitam) , ma- memihak Kompeni.•a He-. dikawini oleh La Mai- Enam buah Kerajaan Bugis Makassarlu Toangingraja, (Raja) kepala kaum di inilah a.i. yang telah menghiasi ke— Bettempola. hidupan sejarah di Sulawesi SelatanDari situlah mulai perkembangannya ke— sampai lahimya Republik Indonesia pa— ra'jaan Wajo, yang memiliki bentuk pe- da per tengah an abad kë XX (1945). merintahan yang mendekati bentuk Re- Luwu-Bone dan Gowa merupakan kera- publik dengan tata-kekuasaan yang de- jaan tertua di daerah Sulawesi Selatan mokratis»x' Dalam perkembangan selan- yang dapat dianggap sebagai peletak jutnya, Kerajaan Wajo selalu berusaha dasar adat-istiadat orang Bugis-Makas-

x) Karena disebut bahwa Wajo memiliki karakteristik tersendiri dalam kehi- dupan ketata-negaraannya, maka secara ringkas dapat dilukiskan garis-garis besarnya yang karakteristik itu sebagai berikut„

Pemimpin Pemerintahan pada pusat Kerajaan ( Republik ) , disebut Arung Matowa, seperti telah disebut dibahagian atas. Arung Matowa. seba'gai Ke­pala Negara dan Kepala Pemerintahan tertinggi di Wajo, adalah semacam Pre siden yang dipilih oleh Petta Ennennge, yaitu 6 kepala-kepala dan pem- besar Negeri (daerah) yang masing-masing bemama? 1). Ranreng Betteng Po- la, 2). Ranreng Toa, 3). Ranreng Talo' tenreng, 4). Pat tola, 5). Pilla' dan 6). Cakkuriai.

Arung Matowa Wa.jo boleh pula dipilih dari orang-orang luar Wajo. Di- maksudkan agar Arung Matowa itu, dalam pertimbangan-pertimbangannya trn- tulc kepentingan daerah - daerah bawahannya tidak bersikap berat sebelah. Ditetapkan juga dalam syarat - syarat pemilihan Arung Matowa Wajo bahwa orang yang akan menjadi Arung Matowa harus orang jujur, bijaksana, budi- man, dan mempunyai sifat-sifat yang baik.

Arung Matowa itu harus dipilih, dengan tidak menentukan lama masa jabatannya. Putera-putera Arung Matowa tidak mempunyai hak pusaka atas Kekuasaan Kerajaan, sehingga di Wajo tidaklah dikenal adanya putera/pu- teri Mahkota, seperti yang terdapat pada kerajaan-kerajaan Bugis-Makas- sar lainnya. Oleh sebab itu ketika Puang ri Maggalatung„ Arung Matowf. W§jo ke-4 (abad ke XVIl), hendak mengakhiri masa kekuasaannya, maka be- liauberpesan agar anaknva vang bernama Tenripakado Tonampe 1 menggantiks-i- nya sebagai Arung Matowa Wajo. Mendengar permintaan Puang ri Maggalair- ng itu, maka, bersusah hatilah orang Wajo., Bila permintaan itu dipenuhi 1>er- arti menyalahi Adef tana-Wajo. Kalau ditolak, terasa berat juga, mengi:-igat jasa-jasa Puang ri Maggalatung sebagai Kepala Negara yang Adil, juju > dan sangat dicintai oleh rakyat. Oleh karena itu vakil-wakil rakyat Wajc itu- pun menjawab s "Kami setuju dengan maksud Tuanku, untuk meny er ahkaii. Wajo kePada anak Tuanku. Yang kami maksud dengan Anak Tuanku* ialah yanj ber- Pegang teguh kepada keadilan dan yang menjalankan teladan-teladai baik yang Tuanlcu telah tunjukkan kepada rakyat Wajo. Anak Tuanku yans tidak mHiki keadaan dan kemampuan yang demikian, bukanlah Anak Tuarku ia ^anyalah keturunan Tuanku. ~~ ■ - 5Mendengar jawaban itu,- Arung Matowa Puang ri Maggalutung-pun berdiam

airi dan membenarkan kata orang Wajo itu.

sar. Raja Luwu digelar Datu Mappajung nge ri Luwu. (Datu yang berpayung (me- ïindungi) di Luwu) . Raja Bone, digelar iLrung Mangkau' ri Bone (Raja yang ber- daulat di Bone) Raja Gowa, digelar KaraBng Sombaya ri Gowa (Raja yang di- sembah di Gowa).

Bone-Sopjgeng dan Wajo, dalam per- kembangannya biasa juga disebut Tel- luiapoccoE (tiga punock) adalah perse- kutuan tiga buah Kerajaan Bugis yang diletakkan dalam satu per janjian per- sekutuan "LamumpatuE ri Timurung" (Per- janjian 3 buah kerajaan yang dikokoh- kan dengan menanam sebuah tonggak batu di Timurung) dilakukan dalam tahun 1582. Per janjian itu dilakukan untuk mela- wan ekspansi. Kerajaan Gowa, yang se- lalu berusaha menanamkan kekuasaannya ke daerah.-daerah. orang Bugis.

Tiap - tiap kerajaan Bugis-Malcassar mengalami pertumbuhan dalam sejarah- nya sendiri-sendiri. Akan tetapi pada garis besamya semua kerajaan itu mem- puny ai kecenderungan dan niat untuk pada tiap kesempatan memperbesar pe- ngaruh dan daerah-daerah kekuasaannya dengan jalan penaklukan atau bujuk-bu- jukan. Usaha untuk memperebutkan hege- moni keknasaan di Sulawesi Selatan se- jak abad ke XV dilakukan ”oleh_kera- j aan-keraj aan terkemuka Gowa dan Bone, dan melibatkan kerajaan - kerajaan së- kutunya masing-masing. Oleh karena itu ada baiknya apabila kita membicarakan serbasedikit tentangkeadaan itu, yang kejadiannya sekitar abad ke-XVI kare­na pada masa itulah hubungan kita di kepulauan Indonesia dengan orong-orang

dari Eropa sudah mulai memasuki babak- . an baru dalam sejarah nasional.

j* Pada permulaan abad ke XVI (1525- 1550) kerajaan Gowa telah berkembang dengan pesatnya. Kerajaan diperintah oleh Tumapa1 ri si-kali onna.. Ia sangat terpüji karena kelakuan dan kecerdas- anrt-a° Di pedalaman Sulawesi Selatan pun j-Cerajaan Bone mengembangkan diri dengcn menaklukkan negeri-negeri se- kitainya yang penduduknya berbahasa " Bugis. Kerajaan Bone ketika itu di-' perin ah oleh rajanya yang bemama La Tenga ra Bongkangn ge.

Baik Gowa (dipïhak orang Makassar), Uiaupu/iBone (dipihak' orang Bugis) ber-

ha, keras untuk salingatas mengatasi

dalam memperebutkan keunggulan diselu- ruh daratan dan lautan Sulawesi Selatan. Untuk menghadapi ekspansi kerajaan Gowa, maka Kerajaan-kerajaan Bugis, yaitu Bo­ne, Soppeng dan Wajo, dalam tahun 1582 menggalang persekutuan tiga kerajaan dengan harna TellumpoccoE dengan per- janjian LamumpatuE ri Timuxung, seper­ti telah disebutkan di atas. Pada sa- at berlangsungnya peristiwa Lamum­patuE ri Tirmrrung itu, yang menjadi Raja di Gowa ialah Raja Gowa ke XII yang bernama I Tajibarani Daeng Man- rompa KaraEng ri Data. Baginda adalah putera Raja Gowa ke XI yang digelar Tunibatta. Tunibatta menjadi raja ke XI menggantikan saudaranya yaitu Tuni- galangga, Manggorai Daeng MajnmetrT^- raEng Bontolangkasa, (Ra.ia Onwa Vp y) . Dalam masa kekuasaan Raja Gowa ke XI Tunibatta terjadi penyerbuan oleh 0-“ rang Gowa ke Bone. Penyerangan itu di~ lakukannya melalui Soppeng. Dibakax- nya negeri Bukaka di Bone. Akan tetapi serangan orang Gowa itu dapat dipatah- kan, dan Raja Gowa Tunibatta dipeng- gal këpalanya. Ia memangku kerajaan hanya selama 40 hari. Setelah itu Tu- nijaaio naik takhta kerajaan Gowa, men­jadi raja Gowa ke XII. Sebelumnya itu baginda berdiam di Bone, sehingga ba­ginda mempunyai hubungan erat dengankPmb ?°ne° * Ba indalah yang merintis kembali perdamaian antara Bone dan Gowa. Satu.. per janjian perdamaian antara Bone dan Gowa diadakan dals™ ^1565-. Per janjian p e r d a ^ i ^ but Oap^E ri.CaleBea. Berkat perjan- »an p e U B , ™ itu terjalim^ per- damaian antara Bone dan r .sepuluh tahun. °0Wa selaffia

Dalam tahun 1585 terjadi lagi pe- rang antara Bone dan Gowa, selama be- berapa tahun, yang memperpanjang dan mengobarkan dendam kesumat a^Sfa ke dua kerajaan dengan kelanjutan perang- perang yang tak berkeputusan,sampai datangnya Islam ke wilay^ ± [

; Kerajaan yang_ mula - raula m;nerima Islam dengan resmi di Sulawesi Selatan ialah kerajaan kembar Gowa-5>a]_0 o Tang­gal resmi penerimaan Islam. 4tu fflenUrut Lontara ialah malam Djum'at, 22 Sep­tember 1605j bertepatan dengan 9 Ju“ madilawal 1014 • Raja yang meneri-ma Islam sebagai agamanya pada hari

itu ialah Raja Tallo yang bemama I

Mallingkaang daeng Mannyonri. Baginda Raja Tallo ini juga merangkap jabatan sebagai Tumabbicara Butta(Mangkubnm-i) kerajaan Gowa.Baginda diberi nama Islam yaitu Sul­tan Abdullah Awalul Islam. Setelah i- tu menyusul pula Raja Gowa ke-XEY rae- meluk agama Islam. Baginda bemama I Mangngerengi daeng Manrabbia, sultan Alauddin. Dua tahun kemudian seluruh rakyat Gowa dan,Tallo selesai di Is- lamkan, dengan diadakannya sembahyang jemaat Jum'at yang pertama di Tallo, pada tanggal 9 Nopember 1607, atau 19 Rajab 1016H. Orang yang telah berjasa meng-Islamkan lcedua orang Raja dan rakyatnya itu, ialah Abdulkadir Khatib Tunggal. Di Makassar ulama'ini dike- nal dengan nama Dato1 ri Bandang. Dia berasal dari Minangkabau, Kota-Tengah, Sumatera Barat. Kemungkinan besar be- liau belajar di Jawa Timur sebagai murid sal ah seorang wali Jawa yang tersohor, yakni Sunan Giri. Orang inilah yang telah memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam di Sulawesi — Selatan khususnya dalam lapangan pengajaran tentang hukum syareat dan ilmu kalam. Beliau bermakam di Tallo, dipinggir- an utara kota Ujung Pandang sekarang.

Sesudah kerajaan Gowa dan Tallo me- nerima Islam sebagai agama resmi kera­jaan, maka kedua kerajaan kembar Ma­kassar itu, menjadi pusat penyiaran Islam keseluruh Sulawesi-Selatan. Po- litik-peng-~ ïB±Hnian 3ijalankan Raja Go­wa dan Tallo dengan kuatnya. Hal itu didasarkan atas perjanjian yang su- dah pemah disepakati sebelumnya o- leh Gowa dan kerajaan - kerajaan Bugis Makassar lainnya yang berisi ketentuans

barangsiapa yang menemukan ja- lan yang lebih baik, maka ia berjanji akan membertahukan (tentang jalan yang baik itu) kepada raja-raja yang menja­di sekutunya, " Serbian peng-Islaman itu oleh beberapa kerajaan kecil diterima d-ongan baik, dan berlangsunglah peng- Islaman itu dengan damai. Akan tetapi kerajaan-kerajaan Bugis yangkuat, se­perti Bone, Soppeng? Wajo, Sidenreng dll. menolak ajakan Gowa tsb. dengan keras, sehingga Gowa memaklumkan pe- rang kepada mereka. Empat_j£ali Gowa mengirimkan pasuLcannya ke Tana ïïgi'

(kerajaan-kerajaan Bugis ) o Pertama lea—linya dalam tahun 1608, tentara Gowa- yang dilcirim itu dikalahkan oléh ten­tara Tana Ugi1 yang bersatu. Akan tapi tahun—tahun berikutnya, kerajb.bx$— kerajaan bugis itu ditaklukkan demi satu. Maka tersebarlah agama Is­lam di negeri-negeri Bugis. Sidenreng dan Soppeng dalam tahun 1609, Wajo da­lam tahun 1610, dan terakhir Tana Bone, dalam tahun 1611 (Noorduyn, 1 9 6 4s 89).

Setiap perang meninggalkan bekas dan dendam berlarut - larut, menunggu tibanya kesempatan untuk berkobar me- nuntut pembalasan. Pada waktu. Tana Bo­ne diperintah oleh Raja Bone ke XIII yangjbernama La Maddaremmeng, pecah— lah pula perang antara Bone dan Wajo, dalam tahun 1643- Sebahagian wilayah Wajo, yaitu Peiieki yang diduduki Bo­ne, menjadi sebab ledakan perang itu. Sesungguhnya telah terjadi sengketa- sengketa politik sebelumnya, berhubung eratnya pertalian persahabatan antara Wajo dan Gowa. SecLangkan cLendam kesunat antara Bone dan Gowa, belumlah ber- akhir, malahan semakin meluap jugalah adanya. Arung Matowa Wajo yang berna- ma Lalsigajang, memerintahkan serang- an terhadap kekuatan-kekuatan Bone yang menduduki wilayah Peneki. Orang Bone meninggalkan Peneki setelah membumi hanguskan negeri itu. Arung Matowa Wa.- jo La I sigaj ang memimpin sendiri pe- nyerangan itu. Ia terpukul mund.ur dan ditewaskan, ditetak kepalanya. Karena itu ia digelar Matinrowe ri Pattila (A.R. Patunru, 1 964). -

Arung Matowa. Wa.io yang mengganti- kannya, ialah La MaVk-araka To Patem- muir'~ Ia bersama-sama Raja Gowa ke XV I Mannuntungi daeng Mattola, menyerang Tana Bone, dalam tahun 1643° Dalam pe­rang ini, Tana Bone mengalami kekalah- anyang sangat parah. Raja Bone ke-XIII La Maddaremmeng ditawan oleh orang Gowa dan dibawa ke Gowa dalam tahun1644 =

Tumabbicara Butta (Mangkubumi) Go­wa yang bemama KaraEng Tumenanga ri BontobiraEng, memerintahkan kepada A- rung-Pitu (Tujuh. rajabawahan Tana Bo­ne) untuk mencari pengganti Raja Bon©» dari keturunan Raja Bone yang tertawan* Setelah merundingkan masalah pengS3 ' tian Raja mereka selama 5 hari? kem''

; balijah Arung-Pitu Tana Bone mengha-- j dap Tfamabbicara Butta Gowa, menyampai- kan ftasil kata. sepakat mereka- Mereka berKatas "Kami' telah mencari keturun-

; an "Raja Bone, yang kami anggap sanggup nr-n iidupkan kembali Tana Bone, akan tetapi tak dapat kami menemukannya. Kami usulkan menjad.ikan Raja ( Gowa ) sebagai Raj a kami (Bone)." Akan tetapi Raja Gowa menolak permintaan Ade1 Pitu Tana Bone tsb. Tumabbicara Butta Gowa, Tumenangari BontobiraEngberkata; "Me- nurut ade' tana ( hukum negara ) kita, apabila kita orang Gowa memilih Raja kita5 maka orang Bone tak boleh men- campurinya."

Karena tak ditemukan jalan keluar, maka Raja Gowa memerintahkan Ka.-raiRng ri Sumanna1 (seorang bangsawan Gowa) menjalankan pemerintahan Tana Bone. Untuk mendampingi beliau ditunjuklah Jennang Bone I To Bala di saxnping ja- batannya sebagai Khadi Bone. Berkata- lah selanjutnya Tumabbicara Butta Go- wa, kepada Ade1 Pitu Tana Bones "Apa­bila kalian mengangkat raja, dan hal itu tidak kalian beritahukan sebelum- nya kepada kami, maka kamipun tak da­pat menghindari baliaya lagi, dan kami akan memerangi kalian!" Setelah itu selesailah permusyawaratan.

Tiga tahun kemudian, orang Bone meng­angkat Raja-nya kembali, tanpa pembe- ritahuan lebih dahulu kepada Raja Go­wa. Raja yang diangkat itu, ialah sau- dara Raja Bone yang ditawan dalam pe~ rang yang lalu. La Tamoaji n am any a. Orang Gowa menamakannya I La Aji To Sariman#. OrangBone mengetahui, bahwa keadaan itu akan berakibat perang. Per- gilah orang Bone ke Passempe' untuk mempersiapkan peperangan. Apa yang me­reka duga temyata benar. Raja Gowa bersama Tumabbicara Gowa memimpin sen- tiiri penyerangan ke kubu-kubu perta- hanan orang Bone yang dipersiapkan di Passempe ’. Serbuan orang Gowa ter- hadap benteng-benteng pertahanan orang1 Bone di Passempe1 memusnahkan seluruh kekuatan bertahan orang Bone, Pada ke- kalahan perang ini, orang Gowa meram- pasi orang Bone, akan tetapi barang- barang rampasan itu kemudian dikem- balikan juga kepada orang Bone, Sete­lah kekalahan perang ini, Raja Gowa

sendirilah yang langsung menjadi Raja di Tana Bone „ KaraEng- Smanna-vans' mpr>_ jalahkan pemerintahan sehari - harinya atas Tana Bone. (g.J. Wolhoff, Bing- kisan, p.58). Pemerintahan orang Gowa atas Tana BoneT ~berlarigsung 17 tahun lamaoya, sampai takhtakerajaan Bone direbut kembali dengan kekerasan oleh La^enritatta, ih alakka Petta MpI

terlibat Sultan HaiSBmdÉtiadan Kompeni Belanda a GowaTenritatts , 7 S memtantu Laxenritatta, menduduki takhta Tana TvT116 ooWaXjcL TSïIT*! fof+ft <■berhasil mer'ibïïtl^^menjadi Raja Bone keXIV S vusaha mempersatukan Vo v? ^er”patue ri Tinm-mn r* «_?. Lamum-

p a d a a t h i r -

bawah ketaasaa^nya TMla ^ ai~lar ÏS*u t S ’ Bf “ gga ta dige-KeralSTssIf— -5®" (EaJa

buka b a t e £ f r ,ulaleii ter-

„ Sekelumit P2 i S?°wa yaig terakhir inTa perang Bone"lam sekian banyak ^ ere at at da.-tulisan tulisan oran^*?’ baik dalam dalam lontara-lonta-rf ®elandas maupun ¥aJ°> dapat dirine-Va i Wa? Bone dan/t Waa tahS ^La Tenritatta ' ( Bone ke XXV negeri-negeri Ugi < " ) 5 bersamadibantu oleh kekua+a-n denganPinan Admiral Speelt dibawah pim-nyerangan terhadap^f1’ m6laku^ ^ pe- masa itu dibawah Tn-rnra aan- Gowa yang sanuddin. Gowa Sulta^ Ha-jrung Matowa Japat Mantuan daxilasykar Wa,jo se-jvirnT enSnseng dengan Perang ini dimena^S^. 10 "°00 orang. leh Raja Bone LaTenritg ^ u £±hsk °“ dapatnya ia dengaKlc^T^-^i^ 5 dengan ball takhta Bone, kem-menguatkan perselcutuan t erkese®pa-tan dil9-in fihak oleh Kompenf? » daxi

dimulainya penanalr1 de“ ^ Penguasaan atas jala^JkekYasaan 1 bahagian Timxrr Indonesiaerniagaan Jatuhnya Makassax, sebaeai

lintas pemiagaan di bahagian Timur Nus antara. Peper angan ini ditutup de­ngan perjanjian perdamaian di Bungaya (Cappaya ri Bungay a) pada tanggal 18 Nopember 1667-

Arung1 Matowa Wajo, Tosengngeng, ti­dak mau menerima per janjian perdamaian itu, dan tidak ikut serta menanda- tanganinya. Ketika Sultan Hasanuddin meminta beliau agar kembali saja ke Wajo, malca beliaupun menjawabs ,!Apa- bila lasykar saya 10»000 ini, sudah tewas semuanya, barulah saya akan me- nyerah." Raja Gowa mendesak juga dan aichirnya kembalilah Arung Matowa Wajo ke negerinya, bersama 10.000 orang lasykamya itu,

Setelah perjanjian perdamaian Bu- ngaya ditanda-tangani, berkatalah Raja Bone La Tenritatta kepada Raja Gowa Sultan Hasanuddin: "Perang kita sudah berakhir, KaraEng. Akan tetapi perang saya dengan keluarga kita orang Wajo, belum selesai!”

Da,lam tahun 1670, Wajo diserang o- leh AngkatanPerajigBorie, dibawah pim- pinan La Tenrit^ttaT perang itu ber­akhir dengan dirand-a tanganiny a per­janjian perdamaian, pada tanggal 23 Desember 1670, didalam Benteng Ujung- Pandangyang telah dirobah namanya men­jadi Fort Rotterdam, antara Wajo dan V0C. Pada hakekatnya yang mengalahkan Tana Wajo, adalah Raja Bone La Tenri­tatta. Maka semenjak itu beliaulah se- caradefakto menjadi psnguasa di Wajo. Maksud La Tenritatta membangun kekuat- an Tana Ugi yang bersatu, makin nam- pak juga dalam tmdakan - tindalcan po- litiknya. Akan tetapi, rencananya un- uk membangun Tana Ugi yang bersatu an merdeka, berdaulat diba wah pimpin- an Bone, belum sempat terjelma, keti­ka ia berpulang ke Rahmatullah. Sete­lah beliau mangkat, berpecah-belali pu-

lalah kembali Tana Ugi, yang dengan su~ sah payah telah dirintis pembangunan- nya oleh La. Tenritatta. Pihak Belanda menyebut La. Tenritatta, Koning der Boe- ginezen, dan menghormati Negaranya se­bagai sebuah negara merdeka yang ber- sahabat dengan negeri Belanda.

Raja Bone setelah La Tenritatta. yang b any ale memberikan Icons es si kepa- da Belanda dalam menanamkan dan mele- barkan kelcuasaan di Sulawesi-Selatan, ialah Raja Bone ke XXXIX, yang bema— ma Arupalakka Toapatunru „ Petta Matin- rowe ri Lalebbata (1~81pTlfl~p>) m , nyebabkan makin berantakannyakekuatan- kekuatan perlawanan terhadap maksud Belanda menguasai seluruh wilayah Su­lawesi-Selatan. Li samping raja-raja yang memihak kepada Belanda, tiada se- dikit pula raja dan rakyat, baik di Bone maupun. di Gowa yang mengobarkan perlawanan terhadap kekuatan-kekuatan kolonial Belanda, sehingga barulah - pada permulaan abad ke-XX daerah Su­lawesi-Selatan sepenuhnya dikuasai- °leh pemerintahan jajahan Hindia Be­landa.

Dalam tahun I906, setelah ekspedisi terakhir tentara Belanda ke Sulawesi Selatan, untuKi memadamkan perlawanan baik di Bone maupun di Gowa terhadap kekuasaan Belanda, maka pada dua ke­rajaan Bone dan Gowa (sebagai 2 buah kerajaan Bugis - Makassar yang utama) ketiadaan raja lagi. KaraEng Lembang Parang, Raja Gowa, dalam perlawanannya- terhadap Belanda gugur dalam pertem- puran. Dan LaPawawoj, Raja Bone, ter- tawan dan diasingkan ke pulau Jawa. (J.H. Priedericy, 1933).

Baru kemudian dalam. tahun 1931, Bo­ne dan Gowa dalam status Swapraja (Zelf besturende Landschappen) mendapat raja kembali dalam rangka kekuasaan Feme! rintahan Hindia Belanda.

III. PELAPISAN MASYARAIvAT,

masyarakat ataii strati- sdsÏl§1",f. bias any.a::-:di'aö ,a)--'=puia

S.angat- pejating- xBi-t xk - diper gunakan. da-™ roer-ca.ri . latar-belakang ...pandangan

atau sifat-sifat mendasar dari suatu. masyarakat.- Malahan lebih jaun clari pada itu, akan dapat diung-- kapkan dalam wama hubungan-hubungan-

nya.r£entang peiapisan masyarakat ora«<,

Bugxs-Kajcassar, Friedericy tel-h ê lis disertasi,__dalam mana bellar, ^ enxL

_usaha menggambarkan keadaan v e l a r ^ ^ '

masyarakatdi Suïawesi-Sela+an / 5lsan' -a^ah Itu .dikuasaiqgginxah Hindia-Belanda dengan

P E R P U S T A K A A N PUSAT

gunakan banyak bahan-bahan mitologis. Mallinckrodt membicarakan dan menggam- barkan pelapisan masyarakat Mandar dan van Rhijn tentang pelapisan masya- rakat Wajo-. Semuanya itu terdapat da­lam karya Friedericy ( Friedericy, 1933 ).

Sebelum kita membidarakan bagaima-

na pendapat Priedericy dll. mengenai hal itu, baiklah apabila kita memper- hatikan gambaran umum tentang pelapis­an masyarakat Gowa, Bone, Wajo dan Mandar pada masa dahulu, ketika kera­jaan-kerajaan Bugis-Makassar itumasih dalam keadaan jaya, (abad XIV s/d per­mulaan abad XX).

GOWA (jRepresentasi pelapisan Masyarakat Makassar)A.I. .M A ’ KARAENG RI GOWA (= Anak raja-raja Gowa)

a. Ana’ T i 'n o . (= Anak (bangsawan) penuh)1 . Ana1 Pattola (= Anak/putera Mahkota)2 , Ana’ Manrapi1

(A.I.a. Q.A.I. a.)(= Anak/Putera Raja lainnya yang se­

der a j at)TJhtuk A.I.a.1 «. dan 2 . (Pattola dan Man­rapi) hanya ana'.ti'no laki-laki, ka-rena yang boleh jadi raja laki-lakisaja.

b. Ana 1 Sipuwe

(A.I.a. & ? B.) juga(A.I.a. 9

A.I.b.)(A. I«a . 4 9 A.I.e.)(A.I.a.^ 9 A.I.d.)

Ada kalanya.....(A.I.b. 49 B.)

(A.I.a. $ 9 A.II.) (dari ana'karaeng pemerintah)(A.I.b.£ 9 A. II.) i d e m

c. Ana' Cera' (= Anak bangsawan berdaxah campuran)(A.I.a.# 9 C.)(A.I.b.# 9 G.)

d. Ana’ KaraEng Sala (= Anak bangsawan salah/keliru)(A.I.b.£ 9 B.)(A. I.e. $ Q C.)

A.II. AKA' KARAENG MARAENGANITAYA. (— Bangsawan atau anak raia~raja yangtidak termasuk dalam gol.A.I. A— sal Tumanurung).

B. M A R A D E K A (= Orang Merdeka)T. Tu-baji' (= Orang baik-baik)

II. Tu-samara’ (= Orang kebanyakan)C. A T A (= Sahaya)

T. Ata sossorang (= Sahaya warisan) (= Sahaya baru)1 1 . Ata nibuwang

Beberapa keterangan tentang lapisan masyarakat Wajo, seperti yang digam- barkan di atas, dikemukakan sbbs

1. Seorang laki-laki dari lapisan ter" tentu boleb mengawini seorang Pe

rempuan dari lapisan yang sama5 ata

dari lapisan yang lebih rendah, tapi terlarang ia kawin dengan seorang pe- rempuan dari lapisan yang lebih ting- gi-2. Hanya golongan dari lapisan A.I.a.

1.2. (Ana' Ti’no) yang boleh men­jadi Somba ( Raja ) di Gowa. Itupun hanya yang laki-laki saja. A.I. diang- gap masih berdarah Tu-Manurung.3. Puteri-puteri A.I.a. (Ana1 Ti'no)

dari luar Gowa, yang dapat dijadikanpermaisuri sederajat dengan A.I.a. (Ana1 Karaeng ri Gowa), hanyalah pu­teri-puteri raja-raja dan permaisuri yang memerintah di Bone, Luwu', Sop­peng, Wajo' dan Sidenreng.4» Ana' Manrapi' (A.I.a.2. ) yang tidak

menjadi Raja Gowa, menjadilah go- longan/lapisan bangsawan tinggi, yang menduduki tempat-tempat tertinggi da­lam hierarchi-birokrasi kerajaan, se­perti Tumabbicara-Buuta, Tu-mailalang, Tumakkajannangang, dll.5» A. 2. ( Ana' karaeng Maraengannaya ) ,

adalah raja-raja bawahan dalam da­erah Kerajaan Gowa, yang tetap diperta- hankan tidak diduduki oleh bangsawan dari lapisan A.I. Sebelum Tu-manurung menjadi raja Gowa, ■ maka Gowa adalah suatu federasi dari 9 negeri yang ber- gabung, di bawah pimpinan seorang ke— tua yang disebut '’’Paccallaya". Setelah Gowa menjadi kerajaan dipimpin oleh Tu-manurung ( Somba ri Gowa ), maka lembaga Paccallaya ditiadakan. Sembi-

lan kepala-kepala Negeri dijadikan lem- bagaDewan Kerajaan yang dieebut "BateSalapang" (=Sembilan panji-panji). Bi-lamana terdapat Raja baw^ai yang ber- asal dari ! apis an A.I. ia tidak terma- suk dalam "Bate Salapang'% untuk mereka disebut Bate ana' kaxaEng. " Jadi dapat dikatakan bahwa lapisan A.II. adalah lapisan bangsawan rakyat. Raja-raja .3111 , iuar keraÖaan - kerajaan utaroa seperti Bone, Luwu, Soppeng, Wajo dan Smdereng disederajatkan dengan lapis­an A.II. seperti misalnya raja-raja

BantaEn&= Gantarang,Lamatti dsb*nya06. Golongan bangsawan dari lapisan

d" mereka itulah menjadi abdi-abdi dalam istana, menjadi golong­an bangsawan yang mengelilingi raja. f. Ketika sebutan "Andi'; mulai diper-

gunakan sebagai tanda kebangsawanan kira-kira sekitar tahun 1930-an, bia- sanyadi Gowa hanya bangsawan pada la­pisan A.I.a dan b yangmenggunakannya. Golongan bangsawan dari lapisan A.I.c dan A II biasanya hanya menggunaic n nama ke.II yaitu Daeng. Misalnya Abd.

DaEng. Patunru. Daengta Kaliya (Kadhi Gowa), Daengta Gallarang Mang ngasa (Raja bawahan di Minahasa) dll nya. Sedangkan untuk lapisan A.I da- pat dipersunakan nama yai g pmjang- seperti. ilndilaoaan riu daeng Marola, KalaEng ta ri Bura'ne, Tu-mailalangi ri Gowa. &

B O N E (Representasi pelapisan Masyarakat Bugis)A. MAKARÜNG TO BONE.

I . Anaksrang laatase1 (Ana’ Arung)a A i-L I a__ t, ~ . .

a. Ana'Arung Mattola. h. An.akarung Matase1

(AdI“ 4 __ ______p A.I.)I I . Anakarun-g.

1 «■ Andcarung ri bolang(A.!. 4 p A.II.1 .)A 'I « ______ 9 A.II.2 .)

2» Anakarung si-~puwe (A *1 * 4 __. Q B.)(A.II.1 .^ (j) B.)(a.ii.2 . ^ _ _ 9 b")

(= Anak Raja bertakhta)(= Putera/Puteri Mahkota) (= Putera/Puteri Raja).

(= Bangsawan)(= Bangsawan dalajn istana),

( Bangsawan separu).

3» Ana' era'(A.I. 4 9 cO(a .ii. 1.4 9 c.)(A.II.2.4 9 c.)(A.II.3.4 9 c.)

B. TO-MARADEKA.I. To-Deoeng. II. To-Sama1

C. A T A .X. A.'ta.-lA.an.a1II. lit a-Mabuang

(= Bangsawan berdarah campuran)

(- Orang merdeka)(= Kepala-kepala kaum/Anang) (= Rakyat jelata/jemma').(= Sahaya)(= Sahaya warisan)(= Sahaya baru.

Beberapa keterangan tentang pelapisan masyarakat Bone, seperti yang digam- barlcan di atas, dikemukakan sbbs -1. Seorang laki-laki dari lapisan ter-

tentu, boleh mengawini seorang pe- rempuan dari lapisan yang sama, atau lapisan yang lebih rendah dari lapis- annya, tapi terlarang ia kawin dengan perempuan lapisan atasnya.2, Hanya golongan dari lapisan (Ana­

karung Matase1) laki-laki atau pe­rempuan yang boleh menjadi mangkau1 (ife- ja) di Bone. Mereka ini dianggap masih berdarah To--Manurung. Orang Bugis me- nyebutnya To-maddara takku'3. Puteri-puteri dari luar Tana Bone,

yang dapat dijadikan permaisuri, se-derajat dengan A.I. (Anakarung Matase' ), hanyalah puteri-puteri Mahkota dari Luwu, Gowa, Soppeng, Wajo dan Siden­reng.4* Anakarung Matase' (A.I.b. ) lainnya,

dipersiapkan menjadi raja-raja ba- wahan, yang merangkap Ade' pitu (Dev/an Kerajaan yangterdiri atas 7 orang ra­ja-raja bawah an yang menjadi daerah inti kerajaan Bone). Lari lapisan ini puialah yang menduduki tempat-tempat penting dalam birokrasi kerajaan, se­perti PakkadattanaE, Tomarilaleng, Ponggawa (Panglima Tentara), dls.nya.5° Sebelum Bone menjadi kerajaan yang

diperintah oleh To-Manurung, maka Bonepun merupakan federasi dari per­se uan kaum, yang disebut Anang dan

°leh Ketua Anang masing-masing Dalam pertumbuhan kerajaan

Bone selanjutnya, kepala-kepala Kaum (matowa-matowa Anang) yang disebut da­lam skema Lapisan B. lambat laun di- gantikan oleh orang-orang dari lapis- 311 A.I/II. Persekutuan-persekutuan A- nang, dijadikan Wanua yang diperintah oleh raja-raja bawahan yang berasal dari lapisan A.I. Tujuh buah wanua inti kerajaan, raja-rajanya duduk da­lam Dewan Kerajaan yang disebut "Ade' pitu" Tana Bone.Dengan demikian, melalui proses yang- panjang, seluruh jaringan- jaringan ke- kuasaan dalam kerajaan, mulai pada tingkat atas sampai ke desa-desa yang tersebar luas dalam daerah kerajaan, dikuasai oleh anasir lapisan A. yang setia kepada figuur central yang di­sebut Mangkau1 (Yang berdaulat) di Bone.6.» Ketika sebutan andi mulai dipergu-

nakan sebagai tanda kebangsawanan, setelah diadakannya Raja Bone kembali (.bulan April 1931 )s maka semua anggo- ta lapisan A. I dan II menggunakan se­butan itu di depan namanya. Sebelumnya itu, orang Bone mempergunakan istilah "Puatta" atau "Petta" untuk menunjuk- kan bahwa seseorang itu dari lapisan bangsawan berkuasa. Misalnya Petta Mangku'E ri Bone, Petta PonggawaE, La Tenritatta Petta MalampeE Gemme’na. Dengan dipergunakannya istilah andi? maka seorang bangsawan Bone, dapat saja menyebut atau menulig namanya sbb s Andi Mungke’ce Petta Lav/a dsb°- nya.

dipimpinMatowa)

W A J O . (Satu model tersendiri)A. AKA1 MATTOLA.

1= Ana1 Mattola.Aa.. (A.I.a.

b. (A.I. Z^_

II. Ana1 Sangaji.(A.I.

III. Ana' Rajeng.

_9 A.I.a.) _9 A.II. )

j? A.m.)

(A.I. Q 0 A.IY.a)b. Ana' Rajeng (biasa)„

(A.II. 0 A.IY.a)Ana' Cera'a. Ana' Cera Sawi.

(A.I. 4 _? D”)b. Ana.' cera' Puwa'

(A.I. 4 9 E.I.)c. Ana.' Cera' Ampulajeng.

(A.I. 4^ 0 E.II.)d. Ana' cera' Iyatang Dapurang.

(A.I. 4 _0 E ?)

_9 d.)B. AMKARUNG.

(A.II.III.IV. 4 _____C. TAU DECENG

I• Tau deceng.(B. D.)

1 1 ° Tau dec eng Kg.ra.ja(C.I. _________ <p Do)

D. TAU MARADEKA"*■ ° --au roaradeka mannennungeng ° Ta.u Maradeka Sampengi

B, A T A.° At a man a.;

II • 'Ata Mabuwang

(= Anak penyusul. Yang dipersiapkan untuk dapat menjadi Arung (Raja) di negerinyas juga dapat menjadi Calon Arung Matowa Wajo).

= /ma'mat tola = Ana'mattola

(= Anak raja) (= Anak Raja)

(= Berdarah campuran)

(= i\nak "bangs awan)*

(= Orang baik-baik)

(= Orang merdeka)(- Orang merdeka tetap)(= Orang Merdeka yang berasal dari

sahaya yang dimerdekakan) „(= Sahaya)(= Sahaya v;arisan)(= Sahaya baharu)

Beberapa keterangan tentang lapisan masyarakat Wajo, seperti yang digam- barkan di atas, dikemukakan sbbs1. KarenaWajo tidak mengenai Tu-manu­

rung, maka pelapisan masyar akatnya,tersusun dari keadaan enam buah nege- ri yangbergabung membentuk satu kesa- tuan bersama yang disebut Wajo. Wajo dipimpin oleh seorang Arung Mato (Ra­ja Yang dituakan) , dipilih antara me­reka ber-enam, baik di antara mereka, maupun dari luar kalangan mereka»2. Pada tiap-tiap negeri yang mendukung

kesatuanWajo itu, dari awalnya te­lah terdapat lapisan-lapisan masyara­kat, seperti Ana' Mattola yang digam- barkan sebagai lapisan A. sesuai de­ngan peranannya dalam kekuasaan ne­geri.3» Untuk jabatan Arung Mattowa sendiri,

tidak ditentukan lebih dahulu, ada- nya Putera Mahkota atau semacamnya, ■yaaStg sfecaxa. ‘Laacigs'ong dan &.exig2n sen- air Iny a diambil dari putera Arung Ma- towa dan Permai suriny a.4. Distribusi kekuasaan-kekuasaan ja-

batan kerajaan di pusat dan di da- erah-daerah bawahan ditentukan dari bawah, menurut jenjang kekuasaan. Ja

batan-jabatan tinggi kerajaan di tem- pati melalui saluran-saluran dari ba­wah, untuk sampai ke pusat-pusat ke­kuasaan. Tentu saja yang mendapat pe- luang-peluang tersebut adalah dari la­pisan A akan tetapi selalu saja terda pat kemungkinan untuk persaingan dari lapis an-lapis an B, C, dan D sesuai de­ngan kemampuannya. Hal demikian dapat dengan mudah terjadi karena mobilitas sosial yang bersifat fertikal dimung- kinkan secara luas, baik melalui per- kawinan maupun melalui jasa dan pe- ngabdian kepada Negeri.5° Penggunaan gelar andi dan petta me-

nunjukkan keadaan yang amat luas sehingga dapat merambat sampai ke la­pisan C. Rupanya atribut—atribut ke—- bangsawanan dapat lebih merata, lebih luas baik pada lapisan-lapisan maupun bahagian-bahagian kerajaan dan negeri- negeri yang meliputinya. Satu hal yang menunjukkan wataknya yang lebih de- mokratis. Sesuai dengan semboyan o- rang Wajo sbbs Maradeka To Wajo'E, Ade'na-mi napopuang. (=Orang Wajo a- aalah orang-orang Merdeka. Adat-(hu- kumj lah pertuanan mereka.)

M A N D A R . (SatuAo TODIANG LAYANA.

I. Arajang II» Ana1 mattola pajung.III. Mara'dia Tallu parapa1

(A.I. 5 A.II. §_______9 B.I,IV. Puwa Sasigj

(A. II. % 9 B.I.V. Puwa siparapa'

(aVii. Q ______ J? C.)B. TAÏÏ MARADEKA.

I. Tau Pea

II.

a. Tau Pea Naeb. Tau pea.Tau samara.

C. B A T U ¥ A .1• Batuwa Sasorang

-afawa ni a l j

model dari pengaruh Gowa.)(Orang yang memiliki solidaritas / ke- ( — Orang yang memerintah) setiaan. )(« ^ g s a w ^ l f 1 yanS

a.)(= Bangsawanb.) 2'(= Bangsawan i)

= Orang merdeka)ICepala kaum)

(= Kepala kauia yang besar rakyatnya) (= Kepala kaum yang kecil rakyatnya)(= Rakyat jelata)(= Sahaya)(= Sahaya waxisan)(= Sahaya yang baru/dibeli).

Beberapa keterangan tentang pelapisan 1 . Hubungan kekuasaan Mandar dan Gowa ffiasyarakat Mandar, seperti digaxnbarkan pada masa lalu, eratSekalio Hu~

as, dikemu^a^^ gbbs hungan kekuasaan itu, bukan bersi^t

yang satudikuasai oleh yang lain, me- lainkan yang satu menganggap dirinya ber-kesetiaan kepada yang lain» Demi- kian i tul ah hubungan Mandar sebagai kerajaan yang selalu setia kepada ke­pada Gowa. Menganggap Gowa sebagai ke­rajaan Be sar yang memberi perlindung- an kepada Kerajaan Mandar»2. Susunan pelapisan masyarakat orang

Mandar, dapat disamakan dengan yangterdapat pada skema pelapisan masya­rakat di Gowa, yang sejajar dengan la­pisan A.2. (Ana' karaEng Maraenganna- ya. )3. Or^g Mandar memanggil Rajanya de­

ngan sebutan kehormatan " Daeng u „Demikianlah gambaran seoara garis be­sar tentang pelapisan masyarakat orang Bugis Makassar di Sulawesi - Selatan. Beberapa peneliti dan penulis menyebut tentang masih adanya satu lapisan lagi yang dapat dijabarkan dengan lapisan Ata. Lapisan yangdimaksud itu, di Go­wa disebut Tu-mangnginrang at au Tu- mangngempoang 5 di Bone disebut To-ri- pasanrai di Wajo disebut Sanra? di Mandar disebut Batuwa inranan. Lapis­an ini oleh orang Belanda biasa dise­but " Pandeling " atau orang ber-utang yang menyerahkan dirinya untuk beker ja pada seseorang atax>. sesuatu keltiarga., sampai tertebus utangnya. Dan setelah itu, iapun merdeka dan kembali kepada golongan/lapisannya. Oleh karena itu menurut hernat saya ia tidak membentuk sesuatu lapisan tersendiri yang mem- punyai arti baik politis, maupun de- rajat sosial.

Bilaman kita memperhatikan gambar- an-gambaran pelapisan masyarakt seper- ti yang disajilcan diatas, maka dapat- lah diletakkan satu gambaran umum (ge- neralisasi) pelapisan itu kedalam tiga lapisan, dengan melepaskan variasi- b en tuk;-ben tuk antara pada. tiap - tiap lapisan. Ketiga lapisan itu ialah s

1 • Anak arung (_ Lapisan Ra ja dan ke— rabat-keluarganya.) — (Bangsawan).2. Maradeka (= Lapisan Rakyat jelataatau orang kebanyakan)

3 . Ata (= Sahaya)o x)Menurut Eriederioy, lapisan-lapisan

masyarakat di Sulawesi-Selatan itu pada hakekatnya ada dua lapisan saja, yaitu lapisan Anakarung dan Maradeka. Adapun A t a hanya merupakan lapisan sekun- der, yang ter jadi mengikuti pertunibuh— an kehidupan kerajaan - kerajaan itu (l'riedericy, 1 9 3 3)»

Didalam mencari latar belakang ter- jadinya pelapisan masyarakat ini, Prie~ dericy menganalisa asal-usul dan hu- bungan-hubungan ke kerabatan dalam to- koh-tokoh yang memegang peranan dalam mitologi Galigo. Berdasar analisa itu, beliau menarik kesimpulan bahwa orang Bugis—Makassar, hidup dalam masyarakat yang mempunyai bangunan strukturil sbbsa. Masyarakat orang Bugis - M a k a s s a r ,

terdiri dari dua golongan yang ber-sifat eksogam.b. Pertalian ke kerabatan didalam dua

golongan itu, dihitungmenurut prin—sip keturunan matrix-lineal, namuD. p e ï - kawinan bersifat patrilokal.c. Hubungan antara kedua golongan-

berdasarkan anggapan, bahwa golorih-an satu adalah lebih tinggi dari pada golongan yang lain, karena golongan pertama berasal dari langit dan go­longan ke-dua berasal dari dunia ba- wahod. Semua gejala alam, tumbuh-tumbuhan

binatang dan sebagainya di klasifi-kasi kedalam pengertian baik dan bu- ruk, yang masing-masing merupakan as- pek langit dan aspek dunia bawah. Ke­per cay aan orang Bugis-Makassar tentang ke-dua golongan tsb„ menyebabkan pe-

x). C —i!redericy9 menterjemahkan ATA itu dengan De Slaven. Kalau kita menter je- ^ahksnnya kedalam bahasa Indonesia, ialah Budak. Saya tidak mempergunakan

istilah Budalc, karena konotasi istilah itu terlalu dekat kepada suatu sistim eksploitasi tenaga manusic. untuk kepentingan ekonomi dan politik. Saya per- gunakan istilah sahaya untuk pengertian ATA yaitu sejumlah orang yang meng- abdikan dirinya kepada sesuatu lembaga atau orang, kaxena ia dengan sadar te- lah melakukan pelanggaran-pelanggaran dan yang harus ditebusnya dengan peng- abdian atau melepaskan kemerdekaannya.

/

lapisan masyarakat, tersusun dalam dua lapisan utama»

Ter jadinya lapisan ata menurut pan- dangan beliau, pada hakekatnya sama dengan apa yang disebut dalam Latoas ' antara lain dalam Lontara La Towa. Lontara itu menyebut tentang terjadi- nya ata, karena %(a). peperangan,(b). perampasan,(c). peradilan.

Lontara La Towa menyatakan bahwaseseorang dapat disebut ata, kalaus(a). Seseorang yang kalah perang diju-

al oleh yang menang (perang) ke­pada orang lain, sebagai hasil kemenangan perang.Menjual diri.Tawanan perang, dan Berbuat salah kepada Panggader- reng (Adat tata-tertib dalam per- sekutuan hidup).

Pelapisan masyarakat, seperti di- gambarkan Friedericy, walaupun pada dewasa ini, tak banyak artinya lagi, namun masih perlu mendapat sorotan, untuk menemukan jawaban - jawaban atas beberapa perkembangan pada zaman se- karang ini.

Apabila Friedericy mengambil mitos Galigo sebagai latar belakang untuk menerangi terjadinyaT pelapisan masya­rakat orang Bugis-Makassar itu, maka dapat dikemukakan beberapa hal yang kurang mendukung pemilihan latar be­lakang itu sbbs1. Periode Galigo, sebagai periode De-

wa-dewa sudah terlampau jauh mening­galkan kenyataan. Tokoh-tokoh yang di­sebut dalam Galigo, berputus pada su- atu masa tentu, sehingga datangnya pe­riode lain yang sangat berbeda. Periode Tomanurung yang dimulai pada permulaan abad ke XTY telah membawa revolusi berpikir, melahirkan periode yang saya ingin namakan periode Lontara.2. Mitos Galigo, memiliki ciri khas

dan sukar difahami oleh rakyat ke- banyakan. Tempatnya digantikan oleh lontara - lontara yang sudah difahami oleh ralqyat karena sifat yang lebih

realistik. Mitos Galigo yang sukar un­tuk: difahami, hanya menjadi ajimat su- ci di istana-istana raja-raja dan go­longan anakarung, tidak mere sap dika- langan rakyat kebanyakan, terutama da­lam hubungan alasan untuk menciptakan atau terciptanya lapi san-1 apis an ma­syarakat o Pada hemat saya, yang mungkin dapat

dijadikan latar belakang untuk mene- rangkan tentang pelapisan masyarakat yang tersusun kedalam tiga lapisan u- tama yaitu? a. Anakarung,

b. Maradeka danCo A *fc a9

ialah legenda kedatangan To-manurung dan pertumbuhan kerajaan-kerajaan Bu- gis-Makassar, sekitar abad ke-XIIl Dalam legenda-legenda Tomanurung ini* sangat jelas ditampakkan adanya peran- an manusia, atau telah ikut sertanva manusia dalam menentukan nasibnya. Orang banyak sudah ikut berbicara da­lam urusan nasib mereka. Sudah jelas di dalam legenda-legenda yang disebut dalam lontara - lontara itu rakyat (o- rang banyak) sudah ikut berperanan da­lam menentukan siapa yang menjadi pe- mimpinnya, walaupun pemimpin atau ra- Da itu, masih ( harus ) disembunyikan asai kedatangannya, dengan menyebutnya io-manurung (orang yang menurun dari kayangan ?)„ Hal ini berarti perkem-

dalam °ara berpikir. Kalau pada Galigo, digambarkan bahwa seeala sesuatunya sudah ditentukan oleh la- n g it, dan manusia tidak memberikan pe- ranan apa-apa, maka pada legenda To­manurung, rakyat (sekurang-kurangnya parapenump^1 yang ber as al dari rakyat)

Jerbicara untuk menentukan urusan mereka yang diserahkan kepada To-manurung„ *

Yang penting bagi tokoh To-manu- rung, ialah penggambaran tentang cara kedatangannya/atau kehadirannya yane luar biasa* Cara kehadiran yang luar biasa itu, memberikan kepadanya kewiba- waan yang ampuh dalam men^adapi rakyat. Kelahiran seseorang raja yang diceri- terakan orang sebagai kelahiran yang

•) • Sebuah Lontara m engenai berbagai h al mengenai pem erintahan dan kehidupan sosicii 0

luar "biasa, tiada lain tujuannya agar raja itu kemudian dalam melakukan ke- wajibannya sebagai raja mempunyai wi- bawa yang tinggi dan tak terbantah.

Bilamana kita berpangkal pada le- genda-legenda Tomanuxung, sebagai la- tax belakang terjadinya pelapisan ma­syarakat anakarung itu, niscaya dapat dikatakan bahwa sebelum datang Toma- nurung-Tomanuxung di kalangan oraaig Bugis-Makassar, tidak terdapat pelapis- an-pelapisan masyarakat seperti digam- barkan diatas. Masyarakat diliuni oleh anggota-anggota masyarakat yang hom©-- gin. Masyarakat dipimpin oleh kepala kaum tertua» Sebagai kelompok-kelom- pok anang (= kaum) yang mempunyai hu- bungan antara satu dengan lainnya se­bagai satuan - satuan masyarakat yang saling bermusuhan dan mengisolasikan diri antara kelompok yang satu terha­dap kelompok yang lain.

Kenyataan-kenyataan zaman mutakhir dalam lapangan kehidupan Politik-Eko- nomi-Sosial, masalah bangsawan dan rakyat kebanyakan, tidaklah- menjadi problim yang sangat mengganggu, malah- an dilalui dengan sewajarnya. Hal ini membuktikan bahwa latar belakang pe­lapisan masyarakat orang Bugis-Makas­sar, bukanlah mendasar pada latar be­lakang mitologis/religius yang menda-' lam» Masalah adanya hanya dilatar be- lakangi oleh keadaan pragmatis.

Demikian pula adanya dengan lapis­an yang disebut A t a. Saya setuju de­ngan Friedericy, bahwa terjadinya ataj itu adalah dalam nerkembangan masya- , rakat kemudiannya, setelah . lembaga-~T lembaga kekuasaan dalam ker a j aan-kera-." jaan Bugis-Makassar telah berkembango Marilah kita memeriksanya lebih lan- jut, berdasar atas keterangan - kete­rangan yang dikandung oleh berbagai Lontara Bugis-Makassar. Sebab seseo- orang menjadi ata, adalah karena- peristiwa jual-beli „ Yang kalah perang atau yang dijual kepada orang lain, a. au karena sebab lain, menunjukkan bahwa orang yang dijual itu, berada- dalam keadaan tergantung pada orang lain, yaitu orang yang menjualnya, ka­rena s(a), ia dikalahlcan (dirampas), menye-

rah.s tak mampu melakukan perla- wanan, atau;

(b). ia adalah sudah menjadi ata, da— ri orang yang menjualnya „

Yang melakukan kesalahan pada pang- ngaderreng, dan selaku hukuman, ia di­jual o Orang itupun disebut ata. Orang itu menjadi ata, karena memperbuat ke­salahan dan harus di jalani hukumannya, selaku orang ber sal ah. Ia rela meneri- manya, sebagai tebusan atas dosanya.

Bahwa orang men jadikan dirinya ata, karena menjual dirinya sendiri kepada orang lain, merupakan hal istimewa, ^apabila hal itu dilihat menurut ukuran pengertian seseorang yang menjabaxkan isi pengertian ata dengan perbudakan, yang kita fahami dari peradaban lain. Dalam hal seseorang bersalah kepada panngaderreng, apabila Ade1 hanya me— nyuruh kepadanya untuk pergi menca— ri uang, dan setelah dapat, ia meme- nuhi pembayaran seperti diminta oleh Ade1, maka orang itu bukan ata.

Semua ata yang terjadi karena pem- belian, disebut ata—rielli. Ata rielli itu dapat_ diwariskan, pada ketika ia diwariskan menjadilah ia ata-mana' (ata warisan).

Dengan memperhatikan proses terja­dinya seseorang disebut ata, dapatlah kita memperoleh kesan, bahwa peranan I uang atau hartal ah yang banyak menen— > tukan, disamping sebuah sebab lain,ya- j itu kekalahan dalam peperangan. Sebab itu, yang menjadi ata, sangat sedikit kemungkinannya terjadi dari orang-orang berhaxta, atau dari lingkungan keluar- ga berharta, melainkan mereka niscaya terdiri dari orang-orang miskin. Dalam hal dikalahkan atau ditawan dalam pe— rang seseorang yang demikian itu, ju- ga disebut ata.

Ata oleh karena itu harus dipandang bukan sebagai satu lapisan sosial yang fundamentil. Ata hanya dapat dipandang sebagai salah satu aspek daxi Pannga— derreng, untuk mencegah orang Bugis- Makassar, untuk s1) o menerima atau menyerah kepada na-

sib, tanpa usaha. Orang harus ber- usaha keras, untuk tidak menjadi mis­kin, karena kemiskinan mendekatkan ke­pada kemungkinan menjadi a t a , yang berarti kehilingan SIRI' (usw0 kita artikan siri’ dengan harga diri. Ten­tang siri' akan dibicarakan tersendiri dalam seksi lain).

2). menyerah dalam pèrang, tanpa per- lian khusus, semacam tekhnokrat-tekh- lawanan habis-habisan, karena di- nokrat yang tak kering - kering daya

tawan berarti a t a, dan a t a berar- karsanya untuk menoari usaha perbaik- ti ketiadaan siri’. an negara dan masyarakat.

Pada zaman kekuasaan raja - raja, Ke-empat jenis orang-orang tsb. di-ketika kerajaan—kerajaan Bu p-s—Makas— tempatkan dalam lapisan elite sosial sar' masih kedaulatannya ma- baik ia berasal dari lapisan anakarungRing-masingj ma>a secara umum dapat di- maupun tomaradeka. Maka ter jadilah mo- katakan bahwa pelapi’san sosial itu pa- bilitas sosial yang vertikal dari ka- dahakekatnya’dua saja.’Lapisan pengu- 1 angan maradeka, dan mobilitas hori- asadan iapisan rakyat kebanyakan yang zontal dikalangan anakarung dan mara- dikuasai. Karena sistim' mobilitas so- deka yang-mamrni Ramppj kelapisan .el±±p sial orang Bugis-Makassar memiliki se- itu.manam sifat yang fleksible, maka dalam Oleh karena itu, maka sejak 1906» lapisan apa yang disebut lapisan HPe- setelah apa yang disebut ata dengan nguasa11, tidak hanya tërdiri dari go- resmi dihapuskan dan peranan anakarung longan yang berasal dari lapisan Ana- menjadi kurang penting, maka perbeda- karung. Dalam lapisan_^Penguasa” yang an antara lapisan anakarung dan toma- dapat disebut juga iEliteT\dari masyara- radeka dalam kehidupan masyarakat ju- kat itu, dapat juga terjaai dari orang- ga menjadi berkurang dengan cepatnya. orange-dsxaHlapisan rakyat kebanyakan Kawin, mawin antara kalangan anakarung ( Tomaradeka ) yang tel ah menunjukk'an dan tomaradeka yang dapat sampai pada prestasi sosial sbbs jenjang Topanrita, Tosugi, Towarani(15. To-pahrita, yaitu orang-orang ba- dan Tosulesana, lambat laun meniadakan

ik anakarung maupun maradeka, yang klasifikasi atau pelapisan Anakarung menjadi eendekiawan, pemimpin agama dan dan Tomaradeka dalam kehidupan masya- orang-orang berilmu lainnya yang be- rakat.kerja untuk kemeslahatan masyarakat. Adapun gelar-gelar anakarung seper-(2). Tosugi (Bg), TUkalumannyang (Mk), ti KaraEngta, Puatta, indi dan Daeng,

ialah orang—orang kaya baik ana- walaupun memang seringkali masih dipa—karung maupun maradeka, yang karena kai, tetapi tokh tidak lagi mempunyai keuletan dalam usahanya dapat menjadi arti seperti dahulu. Sekarang maiaVipy! usahawan yang kaya dan terpandang da- sering dengan senga ja diperkecilkan ax- lam mengatur kesejahteraan masyarakat tinya dalam proses perkembangan sosi- pada umumnya. alisasi dan dalam demokratisasi masya-(3). Towarani (Bg), Tubarani (Mk), ia- rakat Indonesia. Stratifikasi sosial"'

lah orang ~ orang pemberani yang lama, sekarang pada umumnya dianggaptampil ujituk membelakepentingan negara sebagai hambatan untuk kemajuanj na~ dan rakyat dalam peperangan. Meireka ini mun suatu stratifikasi sosial yang- baik anakarung maupun maradeka dise- baru yang condong untuk berkembang a- but Towarani atau Tubarani yang di- tas dasar tinggi - rendahnya pangkat hargai dan dipandang sebagai orang-o- dalam sistim birokrasi kepegawaian- rang terhormat. (sipil dan militer), atau atas dasar(4). Tosulêsana(Bg), Tumangasseng(Mk), pendidikan formil, belum juga berkem-

adalah orang-orang yang berkeakh- bang dan mencapai wujud yang mantap.

XV. SISTIM KEKERABATAN. ' /^istim kgkegabo.tan dalafflr-jcalagLgan membentuk keluarga baru. Hal ini pen-

<ig|^S..Bugl^;.-Makassax _dapat — da.a;nffigap • ting karena dalam- hubungan sistim ini— aa&pai lah banyak timbul ke jadian - ke jadian-eaJL^ etahanteati. Sistim_itu diaeb u W seperti nembunuhan-pembunuhan yang me— Ade. aaaeS^LijSen ( Bugis..) .. atau Ada1 nyangkut tentang siri1 > passibi jaêng ( MeScagsar ). Sistim ini Bilamana kita kembali memeriksajnenyaEakah'peranjannya dalam hal pen- statement Friedericy (hi.21) bahwa mar., caharian jodoh atau perkawinan untuk syarakat orang Bugis-Makassar terdiri-

dari dua golongan yang1 bersifat^ekso- xgaro ~~pertaiian kekerabatan dihitung menurut-''prinsip keturunan matri line­al, tetapi perkawinan bersifat patri- lokal, dan bahwa kedua golongan yang berhubungan didasari pada anggapan yang satu lebih tinggi ( asal langit ) dari pada yang lain (asal dunia bawah), maka dalam kenyataan statement itu ke- lihatan tidak terjadi lagi semenjak periode Tomanurung (Abad XIII). Mung- kin statement itu cocok bilamana la­tar belakangnya dicari pada mitologi Galigo.

Apa yang terdapat dalam masyara­kat Bugis - Makassar semenjak periode Tomanurung._ ( Abad XIII ) , yaitu zaman ke jay aan kerajaan-kerajaan Bugis-Makas

sar, adalah kecenderungan untuk men- cari jodoh dalam lingkungan keluarg'a yang lebih dekat, baik keluarg'a dari pihak ayah» maupun dari lingkungan ke­luarga dekat fihak ibu. Didalam menen­tukan anggota-anggota dalam pelapisan sosial temyata kedua orang tua (bapak dan ibu) ikut diperhitungkan. Demiki- an juga yang diperhitungkan menjadi anggota keluarga dalam jaringan keke- luargaan yang mempunyai posisi yang harus diperhitungkan dalam Ade1Akkala- binengeng adalah keluarga dari kedua orangtua. Oleh karena itu maka selalcu sistimkekeluargaan orang Bugis-Makas­sar, adalah sesuai dengan sistim pa­rental , atau bilineal.

Daftar nama yang terhisab dalam keluarga kasar) dalam sistim kekerabatan Orang Bugis-

Seyajing (Bugis) atau Bija (Ma- -Makasar.

No. N a m a K e k e r a b a t a nBugis Makassar Indonesia

1 . Kajao Boe' Orang tua dan saudara- s audara dari kakek.

2. Nene' Nene/ toa Orang tua dan saudara-saudara orang tua.

3- Amang/Ambe' (o') Amang/Mangge Ayah4° Inang/lndo' Amma'/Anrong Ibu5" Amaure Purina bura'ne Saudara-saudara laki-laki dan

sepupu-sepupu laki-laki sede- rajat ke-3 dari orang tua.

6. Inaure Purinna bura'ne Saudara-saudara perempuan dan sepupu-sepupu perempuan sede- rajat ke-3 dari orang tua.

7» Matua Matoang — ■ Mertua.8 = la'lakkai Nakke Bura'ne Suami.9. Ia'baine Nakke Baine Isteri.10. Padaoroane Saribbattang Burané Saudara-saudara laki-laki su-

ami c11. Ana Burane Saribbattang Bura'ne Saudara-saudara laki-laki is­

teri.12. Ana'Darakku Saribbattang Baine Saudara perempuan suamic13- Padakkunrai Saribbattang Baine Saudara perempuan isteri.14° Ipa' Ipara' Saudara-saudara dan sepupu—se—

sampai dengan derajat ke~3*

15° Baiseng16. Sapposiseng17. Sappokkarua18. Sappokkatelu19. Ana'Oroane20. ' Ana'Oroane;21. Anaeru

22. Menettu

230 Eppo

24- Eppo ri Uttu

Besang Cikali Pindu - Pint a.Ana' Bura'he Ana' Baine Kamanakang

Mintu

Cucu

Mertua anak-anak.Sepupu sekali.Sepupu dua kali.Sepupu tiga kali.Anak laki-laki.Anak perempuan.Kemenakan-kemenakan (anak-anak da-j ri saudara - saudara dan anak - anak] sepupu sampai dengan deraj at ke-3 )MMenantu (suami/isteri anak-anak an tau suami/isteri kemenakan-kemena­kan sampai dengan derajat ke-3)0" 'Anak-anak dari anak-anak dan paral kemenakan sampai dengan deraj at] ke-3 •

Cucu Kulantu Anak-anak dari cucu.

Semua yang tersebut diatas disebut "Se.yajing" (Bg.) = "Bi.ja pammanakang11 (Mk.)» yang ikut serta dalam berbagai musyawarah keluarga, bilamana hendak melakukan sesuatumusyawarah, terutama1.

dalam menentukan perjodohan. A^apunl keluarga yang dianggap paling rapatJ "£.aPP,e.'" (Bg), ” Bi.ja’ mambani » (Mk)|adalah yang termasulc dalam generasi! Ill, I?, Y, dalam diagram.

3.rappe'4.'

5.

Terdapat semacam kecenderungan di- dari garis keturunan ayah maupun ibu< lvf311 orang Bugis-Makassar untuk Dalam hal mencari jodoh didai^ kalang-

me akukan perkawinan dalam lingkungan an keluarga terdapat tiga jenis perjo- jceiuarga sendiri, baik yang dihitung dohan yang dianggap ideal, yaiiru :

I. Aasialang marola (Bugis) = Passial- leang Baji'na (Makassar), yaitu per

kawinan antara sepupu sekali, baik parallel maupun cross-cousin.

AtL

f

r 3

<rp

He Aasialanna Memeng (Bg. ) = Passial- leanna memang (Mk.), yaitu perka­

winan antara sepupu dua-kaliv dari ke­dua belah fihak.

III- Ripaddeppe’ mabelaE (Bugis)=Nipa- kambani bellaya (Makassar), yai­

tu perkawinan antara sepupu tiga-kali dari kedua belah fihak.

A

f

s

I - - fT

Perkawinan antara. saudara-saudara sepupu tsb. walaupun dianggap ideal, akan tetapi bukanlah suatuTTal yang diwajibkan, sehingga banyak jejaka da- pa saja kawin dengan gadis-gadis yang

Afl-saudara sepupu*iya« dpun perkawinan - perkawinan yang di arangkarena dianggap sumbang, “Simg- Ï salimara' adalah s Perkawinan an­tara ? Cn~~anak - ibu/ayah. (2). Sau-darakandung/se~ayah atau se-ibu. (3).menantu - mertua. (4) . paman/bibi - ke­rnei} akan, (5). nenek C U C U o

Perkawinan yang dilangsungkan " s&- cara adat atau kebiasaan yang berlaJcu sampai sekarangj. adalah melalui deret— an kegiatan—kegiatan seperti berikut »(1 ) ° Mappuc e - puc e ( Bg „ ) = Akkus sis sing

(Mk) , ialah kun jungan dari kelu— arga pihak laki-laki kepada keluarga sigadis, untuk memeriksa kemungkinan? apakah peminangan dapat dilakukan^ Yang melakukan kegiatan ini, biasanya ha— nya seorang dua orang tua yang berpe- ngaruh dikalangan keluarga» Kalau ke-* mungkinan itu adas maka dilakukan ke— giatan berikut.(2). Madduta atau Massurn (B g .) = As-

suro (Mk. ) v yaitu kun jungan utusanpihak: keluarga laki-laki kepada kelu­arga sigadis untuk membicarakan lang- kah-langkah pelaksanaan upacara per­kawinan . Dibicarakanlah tentang Balan­ce (Bg) Balanja (Me) belanja perkawinan, yaitu jumlah uang tertentu untuk mem" biayai semua pesta dan keramaian per— kawinan menjadi beban pihak laki-laki» Tentang uang mahar Sunreng / Sunrang (Bg.Mk) akan diikuti menurut kebiasaan yang terdapat dalam keluarga wanita* sesuai dengan kedudukan keluarga itu menurut lapisan kemasyarakatannya» (Tentang sunrang ini akan dibicarakan dalam seksi khusus). Setelah tercapai persepakatan, maka masing—masing ke­luarga melakukan kegiatan berikut.(3)- Nadduppa (Bg) , Mappaiaseng (Bg) =

Ammuntuli (Mk), ialah pemberiantahu kepada semua kaum kerabat, mengenai perkawinan yang akan datang/ Pemberi- tahuan itu juga berarti undangan untuk ikut serta dalam proses perkawinan» Pemberian bantuan tenaga, harta dsb- nya dari kaum kerabat.(4)« Mappaenre’ balanca. (Bg.) = Appa-

nai1 leko (Mk. ) 0 yaitu satu upacarairing - iringan pri a.-wanita, muda-mudi dari keluarga pihak laki-laki, membawa belanja perkawinan beserta jenis-jenis buah-buahan, kue-kue, perangkat-perang kat pakaian perlengkapan wanita (pengan tin). Pihak keluarga wanita, menerima rombongan itu dengan upacara memberi jamuan/ Beberapa hari kemu&ian, menyU'' sul acara.(5)» Menre' alena (Bg) = Naiki kalenna/

Leko’ Lompona (Mk:)» YaltiTketikapengantin laki-laki dengan arak-ar akan keluarga pria wanita, tua muda dari

pihak keluarga laki-laki diantar ke- rumah pengantin perempuan. Arakan-arak an ini membawa "Sunreng/Sunrang” (Bg, Mk) . Setelah arak-arakan dan pengantin lelaki diterima kedalam keluarga wani- ta, dilangsungkanlah upacara Akad ni- kah. x)(6) . Aggaukeng (Bg) = Pa1 gaukang (Mk) ,

ialah upacara keramaian yang di- adakan baik oleh keluarga f ihak pengan­tin perempuan maupun laki-laki, ditem- patnya masing-masing, atau digabungkan dalam satu pesta bersama-sama pada- satu waktu dantempatc Pada pesta perkawin- an itu, hadirlah undangan kerabat-ke- luarga dan handai tolan, menyarapaikan hadiah perkawinan yang disebut "Solo- reng" (Bg), "Panngiori" (Mk).TT) ‘ Mar o la (Bg) = Nilëkka' (Mk), ialah

suami-isteri baru, berkunjung ke- rumali orang tua pihak suami. Mereka menginap beberapa hari di rumah itu. Dalam kunjungan itu, si-isteri memba­wa pemberian - pemberian untuk semua anggota keluarga suaminya. Hadiah-ha- diah itu berupa sarung dari keluarga perempuan. Setelah itu maka suami-is­teri baru itupun kembali ke rumah is- teri, untuk tmggal beberapa lamanya disana,

Barulah setelah itu suami isteri dapat mencinpati rumah mereka sendiri (rumah tanggc, baru) , sebagai keluar­ga baru. Nalaoanni alena (Bg.) = Maen- tengammi kalenna ÏMk) 5 berarti mereka sudah berdiri sendiri.'

.Pembentuican keluarga yang tidale me­lalui cara-cara seperti yang’ disebutkan diatas (dengan kemungkinan penyederha- naan-penyederhanaan tata-caranya yang dapat dilakukan berdasar persepakatan kedua pihak keluarga) , .antara,.lain de­ngan membawa lari perempuan, Hal lari- ang (Bg) - Allariang (Mk), atau bersa- ma-sama melarikan diri (Ri lariang-Bg- Mlc) 3 cara ini sangat berbahaya. Kawin

Silariang biasa terjadi, karena peno- lakan pinangan oleh keluarga pihak wa- nita, sedangkan kedua remaja telah sa­iling jatuh cinta.

Kawin Silariang, menimbulkan peris- tiwa Siri1. Semua anggota kerabat ke­luarga pihak wanita yang dibawa lari atau minggat bersama lelaki itu, meii- jadi To-marisi' . To-Marisi ' ini teru- tama isdah keluarga wanita yang ter dekat, yaitu ayah, paman-paman, sauda­ra-saudara, dan sepupu-sepupunya, Seba- gai To-marisi1 mereka meras a berkewa- jiban untuk membunuh lelaki yang mela­rikan itu, bilabertemu ditempat urnum* To-marisi' tidak boleh melakukan pern- bunuhan atas lelaki yang membawa lari itu, bilamana lelaki' itu melakukan pe- kerjaan di sawah, atau telah menye- rahkan diri dibawah perlindungan sese­orang yang terpandang dalam negeri.

Dalam keadaan bersembunyi, yang se­ring bisa berlangsung berbulan •- bulan malahan bertahun-tahun lamanya, silela- ki kemudian (senantiasa) berusaha men- cari perlindungan pada orang-orang ter- kemuka dalam masyarakat. Orang terke- muka itu, kalau ia sudi, akan memper- gunakan kewibawaannya untuk meredakan "peristiwa siri" itu, dengan mengusa- hakan agar To-masiri1 dapat raenerima laki-laki itu, suami-isteri, dalam ke­luarga melalui satu cara tertentu yang disebut Maddeceng (Bg) atau Aba.ji 1 (Mk) , artinya berbaik kembali. Kalau To-ma- £isi' dapat menerima mereka kembali 9 maka'keluarga pihak . laki - laki akan mengambil inisiatip untuk melaksana- kan upacara maddeceng atau ma’baji’ tsb, ------

Satu jenis perkawinan lainnya yang bisa juga terjadi yaitu yang disebut Erangkale (Bg.Mk) „ Erangkale artinya. pihak wanita akhirnya mengambil inisi­atip,Wanita (gadis) dengan membawa songkok

x).1 • Upacara 4 dan 5 pada waktu sekarang, biasanya digabung saja menjadi

satukegiatan? untuk tujuan praktis dan penghematan. Ada juga semacam- per awinan yang disebut Kawissoro, berarti setelah pernikahan dila^^^ ke­dua ranS suami-isteri itu, belum boleh serumah. Baru setelah pesta-perkawin- 3X1 y^ \ d lakl:iJcan beberapa bulan kemudian selesai suami-isteri dapat bersatu.

a® sebelum pernikahan, diadakan upacara Mappa°ci (BS« ) = Akkorong- tigi (Mk,), yaitu upacara pacaran (memerahlcan kuku). Dilakukan baik

di r ™ 8*1 Wanita, maupun di rumah- pria.

atau keris lelaki yang pemah meng- gaulinya kerumah penghulu, untuk me- minta dinikahi oleh lelaki yang dise- butnya.Erangkale dapat terjadi kalau s 1e. Perempuan merasa diri terdesak o-

leh keadaan, misalnya karena’ di- anggap lelaki yang dikasihinya, tidak bertanggung jawab dalam percintaannya.2e» Perempuan merasa diri dihinakan o-

leh seorang'lelakio 3e. Takut diketahui oleh. keluarganya. Carapenyelesaiannya, bila lelaki yang ditunjuknya merasa bertanggung jawab, dia nikahi perempuan itu» lalu mela- kukan usaha perbaikan seperti pada si- lariang. ' Atau lelaki sebelum nikah, meminta perempuan itu kembali kerumah- nya, untuk dipinang seperti jalan bi- asa.Sompa - Sunreng (Bg. ) = Sunrang (Mk. ), ialah uang mahar atau mas kawin.

Uang mahar itu bertingkat - tingkat sesuai dengan derajat sosial dari ga­dis yang dipinang dan dihitung dalam nilai real (Rella1 Bg. = Reala1 Mk.), ialah nilai nominal P.2 .- (dua gulden- zaman Hindia-Belanda). Beberapa ke ja­dian terakhir, 1 real diberi nilai no­minal Rp. 100,- Rp. 159'“

Mas kawin yang diberi nilai nomi­nal menurut jumlah real itus dapat saja terdiri atas sawah, kebun, keris pus aka dls . yang semuanya mempunyai makna yang penting dalam perkawinan.

Dahulu kala sompa = sunrang/sunreng menurut derajat-derajat sosial gadis yang dipinang ituv diperhitungkan de­ngan sangat teliti, karena .sangat me- nyangkut tentang derajat sosial kelu­arganya. Garis besar dari keadaan itu diikuti juga sampai saat ini, walaupun tidak diperhitungkan seteliti dahulu kala. Adapun tingkat-tingkat sunrang/ sunreng itu, menurut daerah kebiasaan berlakunya sbb £ <3.° ) • & 0 W A (patroon orang Makssar).

Sunrang tertinggi yang berlaku ^a_Ana1 Ti 'no, adalah 80 réala. Diba- e.

wah itu, berlaku bagi para Ana*-ana1 karaEng, adalah 4 4, 40, 28, sesuai de- f .ngan öerajatnya masing - masing. Bagi lapisan Tu-ba.ii 20 , atau 16 réala, dan go

^u~~sam?»-rpi1 14 réala»2 ) . L TJ W U. Terdapat tingkat-tingkat h.

sunreng atau sompa sbbs

a. Sompa To-Selli', hanya pemah ter­jadi bagi pengantin To-mariurung;. Jumlah mahamya, ialah 100 kati e- mas atau 8000 real»

b. Sompa To-leba, diberikan kepada pe­ngantin perempuan anak raja penuh dari Datu Luwu1 . Jumlah m a h a m y a50 kati emas, atau 4000 real.

c. Sompa To-Luwu1 , diberikan kepada pengantin anak bangsawan Luwu1 , se- banyalc 10 kati emas+ 1 0 tai' , atau 880 real.

&. Sompa Ujung-aju, diberikan kepada pengantin anak-anak bangsawan de­ngan penyederhanaan dengan perhi- tungan bulat 880 real.Sejak tahun 1875, bagi orang-orang

bangsawan dan to-deceng, sunrang itu tak lebih lagi 3 kati emas, atau 264- real. Selanjutnya dibiasakan sampai sekarang sunrang itu sebesar 88 real saja„ Bagi yang bukan bangsawan 44 s 22, atau 20 real.3° TellumpaccoE (Bone,. Waio dan So£-

peng). Patroon orang Bugis» a» Sompa bocco, diberikan kepada R a j a -

raja puteri ke-tiga raja (telJüS" poccoE) yang memegang kekuasaan ke­rajaan» Jumlah sunrang, ialah 14

" kati doi lama» Nilai nominal 1doi lama = 88 real + 8 oang+8 doi • Bersama itu, diserahkan pula seo­rang At a dan seekor kerbau»

b. Sompa ana1 bocco, diberikan kepada puteri -r puteri ( darali penuh ) darx tiga Raja, atau bangsawan tingg1 ° Jumlah mahar itu, ialah 7 kati dxolama, ,

o» Sompa-kati, diberikan kepada put - ri-puteri raja-raja bawahan. Jum nya 1 kati doi lama, atau 88 rea ^8 oang+ 8 doi1» Bersama itu seorantoat a. (Kecuali di Wajo, at a ditia a kan) .Sompa ana1 mattola, diberikan da puteri-puteri ana1 I-lattola? lahnya, 3 kati doi lama» ^Sompa raj eng, untuk anak-an — _ jeng, 2 kati doi lama.Sompa cera' sawi, untuk cera— sa— .? 1 kati doi lama.Sompa tau deceng, untuk tau_deceng? -jV kati doi lama»Sompa tau maradeka, untuk tau mgggr deka, kati doi lama.

Demikianlah mengenai uang mahar, a- tau sunrang atau sompa yang berlaku pada perkawinan orang Bugis Makassar» Sesungguhnya^.nilai nominal sunrang atau "sompa Ini pada waktu sekarang tidaklah "banyak, karena ukurannya a- dalah tetap. Pada waktu ini yang amat

mahal adalah uang belanja, untuk di— pergunakan membiayai pesta perkawinan.^ Makin besar pesta perkawinan itu, ma~ kin mempertinggi deraj at sosial gese- or ang, walaupun harus dibelinya dengan kebangkrutan, atau utang-utang yang sukar dilunasi.

Bentuk-bentuk kerajaan, negeri dan desa-desa di Sulawesi-Selatan, dalam hubungan tata-pemerintahan, telah meng- alami sekurang-kurangnya tigakali per- obahan besar-besaran, dihitung mulai dari zaman kerajaan - kerajaan Bugis- Makassar, ke zaman kekuasaan Hindia- c. Belanda dan terakhir zaman Republik Indonesia. Perobahan-perobahan itu me- liputi luas wilayah, . sebutan wilayah dan nama-nama serta bentuk-bentulmya.

Pada zaman kerajaan-kerajaan Bugis- Makassar, tigabuah kerajaan yang ter- sohor saja yang menjadi pembicaraan kita, yaitu Kerajaan Gov/a, Kerajaan Bone dan Kerajaan Wajo. Kerajaan-kera­jaan itu dalam istilah mnum orang Bu- gis-Makassac disebut TAKA (Bg.) dan BUTTA (Mk.)* Dengan mempergmskan is-

txlah itu mSJca orang Bugis menyebut kerajaan-kerajaan itu; Tana Bone, Ta­na Gowa dan Tana —Öïang MakasSaa?-__menamakannya Butta Gowa, Butt a Bone dan Butta Wajo. Istilah Butta atau Ta­na, dapat diartikan sebagai bentuk u- mum dari satu wilayah dengan batas-ba- tas tertentu, mempunyai rakyat dan ke— tinggi yang ditaati. Itulah gambaran sederhana dari suatu negara, yang la- zim disebut kerajaan-kerajaan lokal.1). Butta Gowa.

Butta Gowa, sebagai satu kerajaan diperintah oleh seorang raja yang di­sebut Sombawa ri Gowa (=yang disembah di Gowa) „ Raja ini didalam menjalankan kekuasaan sehari-hari didampingi oleh pembesar-pembesar kerajaan, serupa de­ngan menteri - menteri kerajaan yang terdiri dari sa° j^-aabbicara Butta., adalah senacam

Mangkubumi5 atau Perdana Menteri.Dial ail yang memimpin penyelengga- ra?1, kekuasaan, membagi kekuasaan untuk diselenggarakan atau di jalan-ican oleh pembesar-pembesar lainnyadalam kerajaan.

Tu-mailalang Toa, adalah semacam Menteri Kerajaan yang mengatur h.u- bungan kekuasaan antara raja kepa­da raja-raja bawahan dalam keraja­an. Dia menyampaikan titah raja ke­pada rakyat.Tu-mai 1 al ang Lolo, adalah semacam Menteri Kerajaan yang menyalurkan kehendak rakyat kepada Raja. Dialah yang berbicara atas nama rakyat un­tuk membela kepentingannya dalam musyawarah kerajaan. Dalam garis besar tugasnya, ialah yang mengatur kesejahteraan rakyat. Sebelum ja- batan "Sabannaraka ri Gowa" (Syah.~ bandar, yang meraungut cukai, meng­atur perbendaharaan kerajaan) di-- jadikan jabatan tersendiri, maka Tu-mailalang Lolo ini 1 ah yang juga menjadi Sabannara.

d. Tu-Makkajannangang, adalah semacam Menteri Kerajaan yang memegang u.- rusan keamanan dalam negeri. Dia menjadi penuntut umum kerajaan dan mengatur tata- tertib dalam ling- kungan pejabat istana.

e* Pati-Matarango adalah semacam Ken- teri Kerajaan yang mengatur urusan. pertahanan dan peperangan. Dialah. yang menyusun lasykar - lasykar un­tuk dikerahkan dalam medan perang.Wilayah Butta Gowa, dibagi keda-

lam beberapa Negeri (bawahan) yang pa­da zaman dahulu disebut ” bate " (pan- ji atau tanda) . Negeri-negeri bahagian ini yang menjadi daerah kerajaan di­pimpin oleh seorang Kepala Negeri. Ke­pala-kepala Negeri ini disebut menurut gelamya masing-masing. Ada yang di­sebut Gallarang; ada disebut KaraEng. Sembilan buah negeri ( bawahan-) yang menjadi negeri - negeri asal Kerajaan Gowa, para KaraEng dan Gallarangnya disatukan kedalam satu Dewan Kerajaan yang disebut "'Rate Salajpanga ri Gowa"«

Y. BENTUK-BENTUK KERAJAAN, NEGERI DAN DESA.b.

Dewan Kerajaan inilahseolah-olah men­jadi Dewan Perwaikilah kakyat menetap- kan aturan-aturan penyelenggaraan ke­kuasaan pemerintahan dinegeri masing- masing°" Wilayah-wilayah baru diperin- tah. oleh keturunan "bangsawan ana’ ka- raEng di Gowa, disebut bate Ana* Kara- Eng. . '

Negeri - negeri ini dibagi lagi a- tas desa^desa. Jtesa-desa di Gowa itu berbagai rupa pula namanya, seperti s Kampong, Lembqng, Bori' dls.nya. Kam­pong itu dipimpin oleh seorang kepala kampong, yeng berjenis-jenis pula ge- larannya, sepertis Matoa, Jahnang. An- rong Guru, Kapala dan sebagainya.

Dai am kekuasaan Hindia Belanda5 Ke­rajaan Gowa menjadi daerah Swapraja yang disebut Zelfbesturende Landschap­pen, dengan status administratif On­der - afdeling Gowa dalam lingkungan Afdeling Makassar. Raja Gowa dalam menjalankan pemerintahan. disamping pembesar-pembesar kerajaan dengan pe- robahan fungsi-fungsinya, terdapat se­orang Controleur Belanda yang menjadi superviser.

Pada zaman sekarang Kerajaan Gowa, baik sebagai kerajaan maupun sebagai swapraja tidak ada lagi .Kini Gowa men­jadi daerah kabupaten dengan seorang bupati . sebagai kepala daerahnya. Ne~ .geiri bawahannya menjadi keoamatan di- bawah pimpinan seorang camat flan dae­rah terkecil adalah desa—desa dipimpin oleh kepala-kepala desa.2). Tana Bone-

Tana Bone, sebagai satu kerajaan . diperintah oleh seorang raja yang di— sebut . Mangfcau* e ri Tana Bone (yang berdaulat di Bone). •? rp rHmenjalankan kekuasaan sehari-hari di- dampingi oleh pembesar-pembesar kera­jaan, serupa dehgan menteri - menteri kerajaan yang terdiri dari % a° To~makkadangig;e Tana, adalah semèioam

Mangkubumi, atau Perdana Menteri. Dial ah yang memimpin penyelengga- raaa kekuasaan pemerintahan danmem- paga. kekuasaan untuk diselenggara- kan atau di jalankan oleh pêmbesar pembesar lainnya dalam kerajaan. Dia pulalah bertindak sebagai Wa- kil Raja,

bo To-marilaleng, dialah yang memim­pin Dewan exekutif kerajaan yang

disebut " M e 1 pitu Tana I-c • Ade1 pitu, pada' awal kejadiannya a—

dalah 7 kepala wan.ua ( negeri ) yang menggabungkah negerinya masing-ma”' sing, membentuk Tana Bone . ;.pada per- kembangan' selanjutnya,. ke-7 kepala wanua itu, dengan membawa nama wa— nuanya duduk dalam dewan kerajaan dengan membagx tugas pemerintahan sbb i

c. 1.) Arung Macege', urusan pemerxn- tahan/admxnis trasi umum kerajaan « c. 2.) Arung Ponceng, . uxusan keamanan/ pertahanan kerajaan

c • 5 •) Arung Tibqj ong. 'urysan kehakiman. °-4.) Arung Tanete ri Attang. urusan-

Pembangunan/ Pekerjaan Tforum. c*5•) ArungTanete ri Awan^. imiaari ge- uangan/Ekonomil "c.6.) Arung Ta *, urusan pendidikan dan pengajaran. .c • 7 •) Arung ïïjungg-urusan Agama <*«tv Pe- nerangan.d-o To—marilaleng Loio.• dia. T w-rtg«ag me—

ngawasi daerah — daerah bawahan yang diperintah oleh Raja - raja bawahan (A- rung Palili1).e. Ponggawa, Panglima An^catan Perang-

Kerajaan, . menyuaun kekuatan perta­hanan dan perlawanan. Dibawah pimpin— an Ponggawa ini. terdapat tiga. prang Panglima, bawahan, yang disebut dulung> yai*fcu se. 1.) Dulung Awang Tanrfca'.e.2..; Dulung Ajang Ale».

^. V Dulung Lamuru.Wilayah Tana: Bone, dibagi kedalam

beberapa Negeri ( bawahan ) yang dise- but Wanua. Kepala-kepala • wahua itu di— sebut Arung Palili.’Wanua—wanua itu dibagi atas desa-desa« Desa - désa di Boiiè itu diselnxt pada u- mumnya Kampong. Kampong itu' dipimpih oleh seorang Kepala Kampühg, yang bia- sanya disebut s Jermang, Macóa, Kapala, To'dö* dsb.nya.

Dalam kekuasaanSindia, Belanda, Bone men j adi daerah Swapicaj a Zeifbestxucende- lansohappen dalam status ajflministratif Onder-afdeling Bone, dalam lin^cungan Afdeling Bone. Raja Bone dalam menja­lankan pemerintahan disampingterdapat seorangControleur BelaaadajF®^menjadi superviser.

Kini Bone adalah sebuah kabupaten, dipimpin oleh seorang bupati sebagai kepala daerah. Negeri bawahannya men­jadi kecamatan yang dipimpin oleh ca- mat dan desa-desanya dipimpin oleh pa­ra kepala desa.3) .Tana Wa.jo.

Tana Wajo, adalah sebuah Republik Aristokratis. Diperintah oleh seorang ketua republik yang disebut Arung Ma- toa Tana Wajo (Raja yang Tua di Wajo).Amng Matoa Wajo dalam menjalankan pemerintahan didampingi oleh tiga o- rang pembesar yang disebut Paddanreng atau Ranreng (= kembara),- yaitu s

(1) „ Paddanreng Bent eng Pola.(2). Paddanreng Talo' Tenreng.( 3 ). Paddanreng Tua-. ••Ketiga orang Paddanreng itu, ada­

lah kepala-kepala pemerintahan negeri bawahan yang membentuk Tana Wajo.

Disamping Paddanreng yang tiga itu terdapat lagi tiga orang pejabat ting- g ± T a n a Wajo yang disebut Pabbate Lom- po atau Bate Lompo, yaitu t

(1). Bate Lompo Betteng Pola, ber-gelar Pilla1, (= me rah)

(2). Bate Lohtdq Tal n 1 Tanreng, ber~ gelar Patola (= aneka wama).

(3)" Bate Lompo Tua. bergelar Cak- kuridi (= kuning) .

Gelar-gelar itu, adalah sesuai dengan ■warna Bate atau Panji masing-masing. Pada pexmulaannyamereka bertugas khu- sus untuk urusan-urusan keamanan dan peperangan dalam wilayahnya masing-ma- sing. Lambat laun karena pertumbuhan k e p e n tingan administrasi kekuasaan, maka merekapun ikut menjalankan peme­rintahan dan bertugas laks ana menteri- menteri pembantu Arung Matoa.

K e t i g a orang Paddanreng bersama t i g a orang Bate Lompo. b e r s a m a - s a m a m e r u p a k a n sebuah d e w a n yang d i s e b u t "Arung Ennennge,, a t a u "Petta Ênnêrmge”

(Dewan p e r t u a n a n yang 6). B i ï a m a n a A- rung Matowa i k u t hadir d a l a m D e w a n i t u , m a k a k e t u j u h n y a d i s e b u t “Petta Wajo", a t a u p e r t u a n a n Tana Wajo, sebagai pu- c u k p i m p i n a n kekuasaan Tana Wajo, yang t e r t i n g g i ,

Dibawah ’'Petta Wa/io", terdapat se- huah lembaga yiï^dï^ebut Arung Mabbi-

^vaolabxiya 30, orang, masing-ma- gitig ,u °^ang menjadi pendamping dari masiïlê‘"masiI1g Paddanreng yang tiga o-

rango Lembaga Arung Mabbicara ini, da­pat dianggap sebagai parlemen Tana Wa­jo, yang bertugas sa. Maddette1 bicara, atau menetapkan

hukum-hukum /undang-undang.b. Mattetta, mappano 1 pate 1 bicara, a-

tau mengawasi, mengusulkan dan me­nyampaikan hal ihwal tentang penye- lenggaraan dan pelanggaran hukum- hukum dan aturan - aturan untuk di- tangani oleh Petta Wajo.,Selain lembaga-lembaga Petta Wajo?

sebagai pucuk pimpinan pemerintahan tertinggi Tana Wajo, dan Arung Mabbi­cara sebagai badan legislatif Tana Wa­jo, terdapat lagi lembaga yang disebut Suro ri bat eng. Suro ri bat eng ini pun.3 orang anggotanya yang berasal dari 3 wanua. Mereka adalah semacam duta, yang melaksanakan tugas-tugas s1). Menyampaikan kepada rakyat hasil-

hasil permufakatan dan perintah dari para paddanreng.

2). Menyampaikan kepada rakyat perin- tah-perintah dari para Bate Lompo.

3). Menyampaikan kepada rakyat, hasil permufakatan dan perintah-perintah dari "Petta Wajo".Seluruh pranata sosial Tana Wajo,

yaitu Arung Matoa ( 1 orang ), Arung Ennennge ( 6 orang ) , Arung Mabbicara (30 orang), Suro ri bat^g ( Qrang)7 jumlah seluruhnya 40 (empat puluh o~ rang), adalah badan pemerintahan T a n a Wajo, disebut juga "Arung PatappuloE ” (= Pertuanan 40 orang), atai disebut juga "Puang ri Wajo" (= Penguasa T a n a Wajo). Dalam Ade' Tana (hulcum negaxa Tana Wajo) dikatakan bahvra "Puang ri Wa^o" inilah yang Paoppang pelene-en- figi Tana Wa.io ( = yang menelungkupkan dan menengadahkan Tana Wajo, artinya ggg^ .ri_Jfajo atau Arung PatappuleE xtulah yang memangku kedaulatan rak­yat Wajo.

Dibawah tiap - tiap Paddanreng (Ke­pala Wanua), terdapat Punggawa, atau Matowa, yang mengepalai tiap-tiap per- kampungan asal, yaitu Majau]o>ig Sa*- bangparu dan Tekkalala1 „ Punggawa ini sering juga disebut "Inanna tau mae_- gaE (= induk dari orangba^Ü^)" o Pa­ra Punggawa menjalankan pemerintahan langsung atas rakyat dalam vxlaysh

masing-masing dan menjadi pengfrubung

antara "Petta Wajo" dengan Arung Lili ( Raja-raja bawahan ), di seluruh. Tana Wajo.

Pada zaman kekuasaan Hindia Belan­da, Wajo menjadi daerah Swapraja, Self- besturende-Landschappen, dalam status administratif Onder-Afdeling Wa.io a da­lam lingkungan Afdeling Bone, Arung Matowa Wajo menjalankan Pemerintahan didampingi oleh Arung Ennennge. ïïntulc superviser ditempatkan juga seorang Controleur Belanda. Wanuwa-wanuwa di­jadikan distrikoKi'ni Wajo adalah sebuah Kabupaten, di­pimpin oleh seorang bupati, sebagai kepala daerah. Negeri-negeri bawahan/ wanua menjadi kecamatan yang dipimpin oleh para camat dan desa-desanya di­pimpin oleh para kepala desa.

Bentuk-bentuk umum de sa-de sa di Su­lawesi-Selatan .Desa - desa di Sulawesi Selatan se-

karang, merupakan kesatuan - kesatuan administratif yafig ,ter bawah dalam struk tur ke-negaraan Republik Indonesia. Desa-desa itu adalah gabungan-gabung- an sejumlah kampong-kampong lama. Se­telah . penggabungan - penggabungan itu maka disebutlah desa (gaya-baru). De­sa- gaya-baru yang ada sekarang diben- tuk berdasarkan 'ourat keputusan Guber- nur Sulawesi Selatan, tgl. 20 Desember 1965, No. 450/XII/1965. •'

Sebuah kampong dalam .gaya:lama bi­as any a terdiri dari sejumlah keluar- ga yang mendiami di antara sepuluh sam- pai-dua ratus rumah-tangga. Rumah-ru- mah biasanya terletak berderet mengha- dap ke selatan atau lce barat.Kalau ada suiigai di desa maka akan di usahakan. rumah - rumah dibangun dengan membelakangi sungai. Pusat kampong la­ma merupakan suatu tempat keramat (pos­si tanah) dengan suatu pohon waringin yang besar. kadang-kadang dengan sebu­ah rumah pemujaan atau saukang. Kecu- ali tempat keramat pada tiap kampong pada umumnya terdapat langgar atau mu-solla/mesjid. ..

Sebuah kampung gaya lama dipimpin oleh seorang kepala kampung yang di- gebut Matoa, Jannang, Lompo', Arrong Guru? To'do' dsb.nya, dengan dua orang pembantunya yang disebut Sariang atau paremrung. Suatu gabungan kampung da­

lam struktur asli disebut Wanua, yang- dipimpin oleh seorang; Kepala Wanua, disebut Arung, Gallararig atau KaraEng-

Rumah—rumah tempat ïkediaman pendu— duk didalam kebudayaan| Bugis-Makassar dibangun diatas tiang (rumah panggung) yang terdiri atas tiga tingkat / baha- gian atas, tengah dan bawah, yang ma" sing-masing mempunyai fungsi - fungsi khusus sa. Rakkeang (Bg). Pammakkang (Mk), a-

dalah bahagian atas rumah, dibawah atap. Tingkat/bahagian ini, dipakai untuk menyimpan padi dan lain-lain persediaan pangan dan juga untuk menyimpan benda-benda pusaka.

b. Alebola (Bg) Kale-balla (Mk:), ada­lah ruangan-ruangan tempat tinggal manusia, yang terbagi-bagi kedalam ruang-ruang khusus, untuk m e n e r i m a tamu, untuk tidur, untuk makan dan untuk dapur.-

c. Awasao (Bg) Passiringang (l4k) , ada­lah bahagian bawah lantai panggungs yang .dipakai untuk menyimpan a l a t - alat pertanian dan untuk kandang ayam, kambing atau ternak lainnya- Pada zaman sekarang, bahagian bawah rumah ini, sering dit ut up dengan dinding, den sering dipakai untuk tempat tinggal marrusia pula.Rumah-rumah o r a n g B u g i s - M a k a s s a r 5

j u g a d i g o l o n g - g o l o n g k a n m e n u r u t lapis­an s o s i a l d a r i p e n g h u n i n y a . B e r d a s a r ­kan hal itu, m a k a a d a t i g a m a c a m r u ­m a h , i a l a h ?a).Sao-raja ( Bg ) . Balla’lompo ( Mk )»

adalah rumah besar, yang didiami o-l.eh keluarga raja atau kaum bang­sawan. Ciri-cirinya al. sbbs Berpe talc 5 5 7 s atau 9| bubungan (Timpa laja' (Bg) Sambu L a y a n g / 'Timba' 1 aya (Mk)', bersusun 5 bagi raja berkuasa dan bersusun 3 bagi bangsawan lain- nya; mempunyai sap an a (BG-Mk) yai­tu tangga beralas, dan diatapi di~ atasnya. Pada orang Bugis, rumah ”sauraja.u yang berpetak lebih dari tujuh, disebut juga "salassa’” .

b) .Sao-piti' (Bg) , Tarata' (ï'lk) , ada-lah rumah temoat kediaman, "bentuk nya lebih kecil, berpetak tak lebih. dari empat ? berhubungan satu atau tiga, tidak mempunyai sapana», Bia~

sanya didiami oleh orang baik-baik yang kaya atau berkedudukan dan ter- . pandang dalam masyarakat.

c) .Bola (Bg) . Balia' (Mk) , adalah ru­mah tempat kediaman buat rakyat pa­da umumnya. Rata-rata berpetak ti­ga, berhubungan lapis dua, tidak bersapana.Semua rumah tradisionil orang Bu-

gis-Makassar, mempunyai panggung le­bih rendah dari ale-bola- ( Bg ) Kale- balla (Mk), yang terletak dibalik pin- tu, dibahagian atas dari tangga. Pang­gung rendah itu disebut Tamping (Bg- Mk), adalah tempat bagi para tamu un­tuk menunggu, sebelum dipersilahkan oleh tuan rumah, masuk kedalam ruang- an tamu.

Pada permulaan membangun rumah, se­orang akhli-adat dalam hal membangun rumah (panrita-bola), menentukan tanah

tempat rumah itu akan didirikan. Ber— bagai macam ramuan, berupa buah—buah— an dan daun - daunan diletakkan pada tempat itu. Setelah kerangka rumah didirikan, maka dibahagian atas tiang digantungkan juga berbagai ramuan dan sajian-sajian berupa buah-buahan dan pisang batu, untuk menolak bala, men- cegah mala petaka yang mungkin dapat menimpa rumah itu beserta penghuninya.

Sebelum rumah baru itudinaiki, di- adakan upacara 11 Passili " (Bg-Mk) un­tuk mengusir roh-roh jahat yang ber- diam disekitar tempat berdirinya ru­mah itu, Didalam rumahpun diadakan u- pacara yang sama, untuk mengusir roh- roh jahat yang meiicoba ikut berdiam dalam rumah baruitu. Selesai Passili' lalu diadakan makan ber sama dengan ke­luarga yang lebih luas.

YT v. ADAT ISTIADAT DAN AGAMA.

1 . Adat istiadat.Orang Bugis-Makassar, terutama yang

hidup di desa-desa, dalam kehidupan- nya sehari-hari, masih banyak terikat oleh sistim norma dan aturan-aturan a~ datnya yang dianggap luhur dan keramat. geseluruhan sistim norma dan aturan- aturan adatnya itu disebut? Panngadêr rêng (Bg) 5 Panngadakkang (Mk) . Pannga- ri êrrêng atau Panngadakkang ini P l dap at diartikan sebagai keseluruhan norma- yang meliputi bagaimana seseorang ha­rus bertingkah-laku terhadap sesamanya manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik, dan yang menye- babkan adanya gerak .(dinamik) masyara­kat .

Sistim Pannagadêrrêng ■=• Panngadak- kang; yang selanjutnya kita sebut sis- tim adat Bugis-Makassar itu, terdiri atas lima unsur pokok ialah ;(1). Ade’ (Bg)= Ada’ (Mk); (2), Bica- ra (Bg) + (Mk); (37"»" Rapang ( Bg.Mk. j°, X A h ^ari ’ (BG'.Mk) dan (5)7 Sara1 (Bg- I4k)° -fangdisebut terakhir ini, adalah tuisur pokok dari sistim adat Bugis-Ma- jcassar yangberasal dari ajaran Islam, y g i t u syareat. atau hukum syareat I.s- I S 0 ° unsu5--unsur pokolc tsb. terjalin gatu s a m a iain sebagai satu kesatu- ^ 0 r g 8 ^ l s dalam alam pikiran orang

Bugis-Makassarsyangmemberi dasar sen- men war gaan masyarakat dan rasa

1 semuanya terkandungdalam konsep S I R I (Tentang kon-daïam s^sf S r J S ï ) ? ^ ^ ’B u J r L ^ 131 pokok sistim adat orang

r i S SSars/ apat ditera^ékan de~ ikut; persatu sebagai ber-

U A d a 1 ('MU-''Terdapat kebiasaan, untuk menterie-

i tu deneanitu telah membawa banyak salah penser-tian yang dapat mengeiirukan. Dan akan leoin keliru lagi, apabila Ade’/Ada’ itu, diterjemahkan dengan hufcum a d a t atau hukum kebiasaan. Untuk menghin- dari hal xtu, maka adalah lebih baik apabxla dikatakan bahwa Ade1 /Ada » me­liputi semua usaha orang Sugig— Makas— sax dalam memperistiwakan diri dalam kehidupan bersama dalam semua lapang- an kebudayaan „®Tiap-tiap segi kebuda­yaan mengandung aspek Ade1 / , ianAde 1 /Ada1 itulah memberikan*!^ k e p a d a Panngadêrrêng/Panngadakkang.. Apabila- Panngadêrrêng/Panngadakkang a d a ­lah kumpulan dari seluruh aspek Adel/ Ada’ , maka dapatlah dikatakan bahwa Panngadêrrêng/Panngadakkang adalah vni-

jud kebudayaan pada orang Bugis-Makas- sar, dan Ade1 /Ada1 adalah konkritisasi atau penjelmaan sesuatu aspek kebuda­yaan dari orang Bugis-Makassar^ Kare­na-itu, secara garis besarnya dalam lingkungan Panngadêrrêng / Panngadak- kang, dalam arti menurut polanya, ada­lah Ade1 /Ada1 dalam arti sesungguhnya, seperti s1.1.) Ader Akkalabinengeng (Bg.) Ada1

Passikalabineng (Mk) , ialah yang menerangkan tentang hal-ihwal manusia berumah-tangga, 'di dalamnya tercakup antara lain sa. norma-normamengenai keturunan yang

boleh atau tidak boleh saling ka- win-mengawini. > ¥ari 'Akkalabineng, mengenai aspek genealogis dan ke- dudukan sosial dalam perkawinanX

b. norma-norma mengatur hubungan hak- kewajiban dalam hidup rumah-tangga.y,"bicara akkalabineng", mengenai as­pek hukum perkawinan .X

c. norma-norma mengatur pola perkawin­an sebagaimana diharapkan oleh ti- ap-tiap perkawinan "Rapang akkala- bineng'V yaitu aspek ideal dalam pola lcehidupan rumah-tangga terma- suk didalamnya etika dan pendidikan berkeluarga.

d. norma-norma kedirian dan harga di­ri dari suatu perkawinan agar Wari ’, Bicara dan Rapang akkalabineng itu terpelihara sebagaimana patutnya, maka semuanya disandarkan kepada Siri1 Akkalabineng, sebagai aspek stabilisator dalam hubungan perka­winan kedalam rumah-tangga dan in- tegrasinya keluar rumah-tangga itu sendiri.

1*2.) Ade1 Tana (Bg), Ada1 Butta (Mk), adalah norma-norma mengenai hal-

ihwal bernegara dan memerintah negara dan berwujud sebagai hukum negara, hu­kum antar negara, serta etika dan pem- binaan ins an politik. Hal-hal itu me­liputi antara lain sa. Norma-norma yang mengatur atau me­

ngatur hubungan status kekeluarga- 3X1 antar negara, mengatur syarat- syarat ketemurunan pemangku jabatan negeri. "Wari* tana", mengenai as­pek kelte luar gaan antara sesuatu sub-

yek dan subyek lainnya, dan menen- tukan pola-pola tingkah laku dalam melakukan hubungan itu.

b. Norma-norma yang mengatur pelaksa— naan hak dan kewajiban dua subyek secara timbal balik. ~Ri caxa-T^na, mengenai aspek-aspek hukum tata-ne- gara, mengatur bagaimana negara dan warga-negara beraksi secara timbal— balik dalam memenuhi B.ak dan kewa— jibannya masing—masing.

c. Norma-norma yang mengatur pola ke- hidupan negara, bagaimana seharus— nya negara. itu memperlakukan diri seperti diharapkan oleh pola-pola ideal tentang di ad akanny a negara itu. "Rapang Tana11, yaitu aspek i- deal dalam pola kehidupan negara termasuk didalamnya etika dan pen­didikan insan politik.

d. Norma-norma yang mengatur kedirian dan kepribadian khas dari negara dan warganya, agar Wari1, Bicara dan Rapang Tana/Butta itu terse- lenggara sebagaimana me s tiny a. "Si-_ ri1Tana", yaitu aspek stabilisator dan dinami sator dalam semua kegiat- an negara kedalam dan keluar.Pengawasan dan pembinaan Ade1 dalam

masyarakat orang Bugis - Makassar, bi~ asanyadilakukan oleh beberapa pejabat adat,' seperti s Pakkatermi Ada1 (Bg)» Tumanggala1 Ada1 (Mk') , arta-nva pexne- gang Adat ? Puang Ade1 (Bg) , KaraEng Ada1 (Mk), artinya pertuanan Adat? Pa­re wa Ade1 (Bg.Mk) dls.nya.2. Bicara (Bg-Mk).

Bicara, adalah unsur pokok dari sistim adat orang Bugis-Makassar, yangmengenai_semua aitivitas dan kohsep-konsep yang bersangkut paut dengan peradilan, yang kurang lebih sama de­ngan hukum acara, menentukan prosedur serta hak-hak dan kewajiban seseorang yang mengadukan sesuatu perkara. Se- laindari pada itu, / Bicarapun berfung- si repressip terhadap pelanggaran Pan- ngadêrrêng/Panngadakkang pada umumnya)1" Dalam hal ini bicara menempatkan di­ri pada batasan sebagai reaksi formil dari pada Ade1 terhadap segala sesuatu dalam linglcap hidup masyarakat yang memolakan diri pada sxiatu. sistim k®"

masyarakat an yang disebut Panngadêr- r êng/Panngadakkang.

Pengawasan dan pembinaan “bicara da­lam masyarakat orang Bugis - Makassar dilakukan oleh pejabat - pe jabat Adat yang disebut? PabbicaraE, Tomabbic araE (Bg), atau Pabbicaraya, Tumabbicaraya (Mk), dapat diartikan sebagai Hakim.

Bicara, selaku salah satu unsur po- kok dari Panngadêrêng/Panngadakkang , dengan sendirinya tak muagkin melepas­kan diri dari pada landasan kejiwaan keséluruhan sistim. Karena itu tak da­pat dipisahkan secara tegas batas-ba- tas kegiatan sesuatu aspek dari aspek lainnya, tanpa menyinggung segi-segi lainnya yang akan tetap masuk-memasuki kegiatan integral hidup kemasyarakatan itu. Akan tetapi, sesuatu aspek karena sudah. menya-fcalcazi diri dalam suatu sis- bol ucapan bicara, maka niscaya se- j ak dari awalnya telah menonjolkan se- gi-seginya yangkhas dan mengambil pe- raharl lebih kuat dari aspek-aspek la­in yang terdapat dalam sistim yang bu- lat itu. y ^

Oleh karena bicara merupakan aspek Panngaderreng/Panngadakkang yang ber- fungsi repressip, maka ia akan banyak menampilkan kenyataan - kenyataan yang mudah diamati realitasnya dalam kehi­dupan, bila dibandingkan dengan aspek- aspek laxnnya. Ade1 /Ada1 menurut ling- kupnya adalah lebih luas dari pada bi­cara. Karena itu ade'/ada’ lebih b er si— fat preventif. Ade' /Ada' memellhara sta bilitas masyarakat ,mencegah perbuatan- perbuatan jahat dari para pen jahat, menghalangi perbuatan sewenang-wenang ( aniaya ) dari orang-orang kuat, dan melindungi orang-orang yang lemah. Bi­cara adalah lebih bersifat represip, menyelesaikan sengketa, mengembalikan dan memulihkan sesuatu ketidak wajar- an kepada keadaannya yang wajar.

Bicara dalam laku operasionilnya, sebagai tindakan represip, harus berpi- jak pada keadaan objektip, oleh karena itu menimbang sama berat dan sama ri- ngannya kedua fihak yang bersengketa- tentang saksi dan pendirian kedua be- ^ h -•‘•carg bertujuan menetapkan

* au memulihkan kembali yang iSSgeng (Bg) = tojeng (Mk) .

fiilam akita memperhatikan sistim-sis-

tim yangberlaku dalam bicara, dan an- caman-ancaman hukuman yang disediakan bagi tiap-tiap pelanggaran atau keja- hatan yang terjadi, pada kita segera akan timbul kesan bahwa ancaman-ancam- an hukuman itu seolah -olah menjadi alat untuk menakut - nakuti orang se— hingga tak beranilah orang melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadap Panngadêrrêng. Dengan demikian orang dapat mengatakan bahwa ancaman atau ketakutanlah yang menyebabkan sese— orang itu taat pada Panngadêrrêng» -Di— lihat dari segi ancaman hukuman ini, kecenderungan untuk membenarkan ang- gapan itu adalah beralasan juga.

Akan tetapi apabila dilihat lebih jauh, bahwa ancaman-ancaman demikian berat itu dan yang kebanyakannya ter— tuju kepada hukuman mati, atau pem- buangan / pengusiran dan berlakunya a- sas legalitas, maka dapat dipandangbahwa ancaman-ancamanhukuman itu, bu- kan sekadar ancaman agar orang takut melanggamya, melainkan juga suatu per— nyataan bahwa yangbersalah itu, telah melepaskan diri dari sistim Pannga- derreng/Panngadakkang itu sendiri. Ti­dak memiliki lagi siri1 pada dirinya sehingga hukuman yang dijalaninya a- kan diterimanya dengan mata terbuka. dengan menerima hukuman itu sebagai kewajaran dan tanpa penyesalan, ber- arti ia menunjukkan bahwa baginya ma­sih ada rasa harga diri yang menja­di unsur pen ting dalam siri 1 . Dengan menjalani hukuman itu dia merasa bah­wa ia ikut menegakkan Panngadêrrêng ' Panngadakkang yang telah dilanggamya itu.v gal itu dapat dibandingkan de­ngan pendapat Malinowski dll. bahwa semua aktivitas kebudayaan (institu­tion dan customs) mempunyai fungsi un- tuk memenuhi suatu kompleks kebutuhan an naluri manusia untuk secara timbal balik dengan sesama manusianya dalam masyarakat, menerima dan menunaikan kewajiban, menurut suatu prinsip yang disebut principle of recj-proo.i + r Cus­tom yang bersifat demikian, disebut Malinowski effective oustoma. dan ini- lah yang termasuk lapangan hukum yang

menjaga ketertiban masyarakat. (Koen- tjaraningrat, Metode Ant„ pp„3 18-319)»

Seseorang yang menerima h-ukumanny3-

engaEL^kesadaran 'bahwa dengaii hukuman sistim panngadêrrêng-nya, ten tul ah bu­kan ketókutan yang mendoronghya untuk menaati Panngadêrrêng / Panngadakkang, melainkan.tentuoya oleh suatu kesadar- an” yang sangat mendalam ’yang diterima- njra dari dalam panngadêrrêng/panngadak kang itu sendiri. Dengan demikian se- o^ang Bugis-Makassar yang taat pada sistim Panngadêrrêng, setelah berbuat kesalahan yang tak dapat dihindarinya, segera menyerahkan diri untuk meneri- ma hukumannya.^VTr a p a n g (Bg-Mk).

Rapang menurut- arti leksikalnya-, adalah contoh, misal, umpama, perum - pamaan, persamaan dan kias. * Padër be­berapa lontara Bugis-Makassarsering- kali untuk kata rapang itu digantikan dengan undang-undang, (De Wetten) se­perti yang disalin oleh Priedericy da­lam bukunya Standen bi.j Boegineesen en Makaasaren. '-JPanggantian kata rapang m enjadi undang - undang oleh berbagai lontara atau salinan lontara menunjuk- kan salah satu tanda penerimaan kata- kata baru kedalam masyarakat pemakai bahasa Bugis-Makassar. Undang-undang lebih tertentu batas pengertiannya, yaitu hukum tertulis, sedang rapang, lingkupnya sangat luas, namun penger­tian undang-undang sudah tercakup da­lam konsep rapang itu.'

Adapun kandungan isi dari pada, ra­pang» meliputi beberapa fungsi %

a. Stabilisator? sebagai sifatnya un- dang—undang yang men j aga ketetapan, uniformitas dan kontinutas sesuatu tindakan dari waktu yang luas sam­pai masa kini.

b. Membanding, dalam keadaan tidak a- da atau belum ada norma-norma atau undang-undang yang mèngatur s e suatu» maka rapang dibéri fungsi memban- ding atas, sesuatu kete;t£pan dimasa lampau yang pemah terjadi, atau semacam yurisprudensi.,"Taro wettiT palalo. •bekka-1 temmak- kasage" ^Lontara, Hukum Pêlayaran Amanna Gappa), artinya == Ketetapan waktu yang lalu, walaupm sempit a- kah tetapi tidak menyobék)«

c. Melindungis berwujud dalam pemali— pemali atau paseng, atau sejenis

magi yang berfungsi sc. 1. melindungi milik- umum dari gang—

guan-gangguan perseorangan.c. 2. melindungi orang seorang' Hari ke­

adaan berbahaya.Dengan deinikian dapat disimpulkaa.

bahwa rapang dalam wujud sebagai kias atau perumpamaan menun jukkan kelakuan— kelakuan ideal dan etika dalam lapang- an - lapangan hidup tertentu, aeperti lapangan hidup kekerabatan, lapangan këhidüpan politik dan memerintah ne­gara dsb.nya. Di samping itu rapang, juga berwujud sebagai pandangan-pan- dangan sakral untuk meneegah tindakan-. tindakan < yang bersifat; gangguan ter- hadap hak milik serta ancaman terhs— dap keamahan seseorang warga masystEa- kat.4)» W a r i 1 (lig-Mk). - - ■'"'Wari adalah salah satu unsur dari

panngadêrrêng/panngadakkan p. yang me­lakukan klasifikasi gtas segala ben- da, peristiwa dan aktivitas d^am ke- hidupan mg^arakat, menurut kategoïl- kaiegorinya.>§’riëdéricy menter jemahkan wari ’ itu dengan indeel -ïr» qtahden. Hal itu benar, tetapi kecuali itu, wa­ri1 meliputi banyak hal lain lagiXMi- salnya untuk mèmelihara, tata-susunan dan tat a penempatêSThal^aïlLinr’beSaa- benda dalam kehidupan masyarakatÓ~Tfotuk memelihara jalur dan garis keturunan yang, mewujudkan lapisan sosialV^TJhtuk memelihara hubungan kekerahatan anta­ra raja-raja dan hubungan negara-nega- ra, sehingga dapat diketahui inana yang tua msgia,y^gjmuda, kebesaran. _■ Dalam hidup kejiegaraaii,' ada disebut

wari1 tana. Itu berarti tata - negara, juga dalam penatakn hukum dan penata— ah hubungan kekelüargaan ditentukan menurut wari', yang dalam garis besar- nya dapat dakemukakan sebagai contoh sa. wari* tana, iaiah.tata-kekuasaandan

tata-pemerintéhaa. dalam' hal menge­nai dasar-dasarnya.^ Bagaimana raja memperiakukan diri terhadap rakyat,

■^bagaimana rakyat memperlakukan <üriterhadap rajanya, hal itu semua tër- masuk dalain lin^cup wari» tana.. Ba­gaimana hubungan ker^a antara Pam^ pawa ide1 dengan raja, selahju'W^3,

dengan rakyat sec ara timbal bal ik, séiöua diatux dalam wari1 tana. Ta— -fca-acaxa mënghadap ra ja, meny'ertai ra ja d ? ~ i perjalanan dengan keter- tiban dan tata-caxanya masing-ma­sing itupun disebut wari* daxi pan- r\p^A êircêng/panngadakkang

, wari» assëa.1ingeng (Bg), waxi‘pas- sibi.iaeng (Mk) , adalah tata-tertib

' yang mènentukan garis keturünan dan kekeluargaan o >2)alam wari1 inilah- dibicaxakan siapa niehempati golong- •'art- awat'ahing. siapa to-maxadeka, siapa ata, sehinggaXia merupakan tata-tertib tentang sendi-sendi pe­lapisan ma^parakat •• Dalam hubungan kawin-mawjja,. wari * lah memégang pe— ranan penting» Apabila wari * dika— caukan, maka tak menentulah ketu- rtman danhubungan kekeluaxgaan da­lam masyarakat, dan dengan demikian katiaiu balauilah maöyaxakat itu. ya-pi * ttengpiciseng, ialah mengenai tata-uimtan ( volg-orde ) daxi pada hukum, suatu sistim tata—hukum«Ini— lain yang mènentukan sesuatu keten- tuan unsfcaing:- undang atau hukum ba­tal atau berlafcu, dilihat daxi su- dut jenis kekuatan foxmil dan ma- •teriilnya.X MEsalnya disebut dalam üontaxa snmPa * arung? tenrusa* taxo

■ ade’ .ruaa* taxo- ade »» tenrusa1 taxoruga* .taro anang» tenrusa * taxo to-maega".

Artinyas"batal ketetapan ra ja, tak batal ketet&pan ade ’ ,batal ketetapan ade', tak batal ketetapan kaum,feat al ketetapan kaum, tak batal ketetapan rakyat".

MénenttaJcan tingkat-tingkat berlaku- nya; sesuatu ketentuan, itulah men— jadi cakupan Wari’otêtëiali mengetaii-ui garis-besar mak na ’ " .

/; . _ betapa sa! di pekok

wari1 dalam panngadêrrêng * maka akan tampaklah

isi mengisinya. sendi-sén-

rapang, dan wari1 .Apabila ade * berfung- 'si preventif dalam pergaulan hidup un­tuk menjaga kelangsungan masyarakat dan kebudayaan, bicara berfungsi rep­resip, untuk mengembalikan sesuatu pa­da tempatnya, rapang berfungsi stabi­lisator, untuk kesinainbungan pola per- adaban, maka vaxi1 memberikan peranan— nya dalam "mappallaiseng”. yaitu meng- atur kompetisi masing-masing, sehingga tak terjadi saling bentrokan. Wari' memberikan ukuran keserasian dalam per jalanan hidup kemasyaxakatan da- lam panngadêrrêng / panngadakkang se­cara keseluruhan,, Dengan perkataan la- in Ade' memberikan tuntutan hidup, bi- caxa mémulihkan ke tidak wajaxan kë- pada kewajaran, Rapang mempertahankan pola •untuk kelanjutannya, sedang wari 'memberikan keseimbangan antaxa opposi-si-opposisi yang terjadi dalamjnasya-Ju cu£cL u 0 ^5). S a r a ' (Bg-MkV

ysng empat itü, ialah ade *, bioaxa1

Sara', demikianlah orang Bugis-Ma­kassar menyebut pranata Islam (hukum

x' yanè menggenapkan ke-empat ..Lapngadërren^ panngadakkajig. liSa»x sehingga tersusunlah

v S ^ ~ Se kéhidupan masyaxakat dan °rÖng BuSis-Makassax atas SfEang, Waxi. dan Sara».

adat i ^ SeP apat paxa éhl± hukum adat_pada umumnya, bahwa hukum Islam“^y^atdankebuda-laA (termas'* masyaxakat Bu^s-mcassar), hanyalah diperlakukan

dalam. kwantum yang kedua, dibandingkan dengan apa yang disebut hukum-adat.Hpjy L L ? v JCTipfJlya paa?a Penyelidik ï S P 1 itu berasal da-rx bahasa Arab, yaitu Syariahs Svara' atau hukum Islam., Dengan demiki£ je- laslah. bahwa Saxa * sebagai salah satu .sendi.yangdxterima kedalan Panngadêr- ren^/Panggadakkartf?[, dipastikan bahwa peranan Islam dalam sendi ini, sangatmenonjol dibandingkan dengan yang ter­dapat dalam sendi-sendi lainnya?

Dengan diterimanya Saxa« at au ° hukum Islam kedalam panrigaaerrengA,»^ kang, sebagai salgh .satu unsur pokok, dan kemudian dalam pertumbuhannya ma- lahan men jiwainya, sehingga ditegaskan bahwa orang Bugis-Makassar adalah iden- tik dengan Islam. Orang Bugis-Makassar

yang tidak Islam berarti keluar dari Panngadêrrêng/Panngadakkang, berar- ti bukan orang Bugis - Makassar lagi. hal ini masih akan dibicar akan dalam seksi berikut yaitu Agama dan keperca­yaan orang Bugis-Makassar.2.' Agama dan kepercayaan.

Religi orang Bugis - Makassar dalam zaman pra-Islamm seperti al. yang di­sebut dalam Sure' Galigo, sebenaraya telah mengandung suatu kepercayaan ke­pada satu dewa yang tunggal, yang di­sebut dengan beberapa nama seperti % Patoto 'E (Dia yang menentukan nasib) j To-palanroE ( Dia yang menciptakan ) ? Dewata seuaE (Dewa yang tunggal) 5 Tu- riE A'ra'na (kehendak yang tertinggi) 5 Pnang Matüa (Tuahan yang tertinggi). Sisa-sisa keperoayaan lama yang mem- pergunakan- konsep - konsep ini, masih tampak'jëlas, misalnya pada ;•a. To-LOtang, yang berdiam di kabupaten

Sidenreng-Rappang. Mereka menamakan kepercayaan mereka, agama to-riolo atau agama To-lotang. Dewasa ini, pemerintah R.I. (Dep. Agama) mema- srikkan kepercayaan To-Lotang, keda lam golongan Agama Hindu-Tolotang. Konsep Tuhan tertinggi mereka di­sebut To-PalanroEo

b. To-Ra.j a, yang berdiam di kabupaten- Taiia-Toraja. Mereka menamakan ke­percayaan mereka » Aluk To-dolo 11, dengan konsep tuhan yang tertinggi yang disebut Puang-Matua, asal se­gala kejadian dan aluk (aturan ke- tertiban).

c. Amma Toa, yang berdiam di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Mereka mena­makan kepercayaan mereka’ "Patuh- tung", dengan konsep tuhan terting- ginya yang disebut "TuriE' a' ra'na". Sumber segala kejadian dan penentu segala nasib dalam kehidupandi du- nia.Waktu agama Islam masuk ke, Sulawe­

si -Sel atan pada permulaan abad ke-jZ. ? maka a jar an Tauhid. (Ke-e’saan Allah) dalam Islam, dapat • mudah .diterima dan proses itu dipercepat dengan . ada- nya kontak terus menerus dengan peda- gang-pedagang Melayu Isjam. yang su­dah menetap di Makassar, maupun de­

ngan kunjurigan-kunjungari niaga orang Bugis-Makassar ke negeri-negeri lain yang penduduknya sudaii ber agama-Is­lam.

Seperti télah disebut di bahagian atas bahwa setelah S^areat Islam- siidah diintegrasikan menjadi salah sartu sen- di dari - Paongadêrrêng/Panngadakkang maka beberapa kelakuan yang-bèriasal dari kepercayaan lama seperti cara- cara pemujaan dan upacara bersemadi, bersesaji untuk roh nenek' moyang yang disebut "attoriolong" (Bg), patturi- olong (MkX memelihara tempat kera- mat atau saukang, upacara turun ke- ' sawah, upacara mendirikan dan mërès- mikan pemakaian rumah baru dari seba- gainya, semuanya diarahkan.sêhingga dijiwai olëh'könsep-konsep .dari aga­ma Islam, „s.ekurang - kuqcangnya tidek berlawanan dengan ajaxan Tauhid Is­lam. Dalam sistim kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, sampai zaman keraja­an - kerejaan itu. menjadi swapraja- swapraja di bawah kekuasaan pemerin- tah jajahan Hindia - Belanda. Saraj itu disusun menurut organisasi A g., dan berkembanglah suatu pembahagia*1 lapangan, dimana Sara* mengatur ke- hidupan ke-agamaan ( Islam }. dan Ad%l mengatur kehidupari duniawi dan poli­tik negara. ' Demikianlah maka dalam tiapr.tiap diadakanseorang -pe jabat Bara' tertthggi yang disebut Kali (Kadhi)." IDntuk 'TëMh.’ffigpi.jelaskah tentang

perpaduan antara pranata Sara1 dan M e itu, dapat dikemukakan beberapa con- toh sOrganisasi Sosial di Wajo, baik pe-merint ahannya maupun rakyatnya terbagi atas tiga bahagian yang disebut "LySr po". Setiap Limpo itu mempunyaa. raja dan pe jabat - pejabatnya sendiri. Ke­seluruhan pe jabat Ade1 itu berjuml 39 orang. Mereka memilih &T,1irtg Matowa, dan genaplah 40 orang Pliang seperti telah disejbut terdahulu. Se- suai dengan organisasi HV*-» maka or­ganisasi SARA1 juga terbagi tiga me- nurut tiga limpo itu. Menurut cerite- ra peng-Islaman di Wajo oleh. Dato Su.” laiman (Dato* ri Bandang ), menvtnj-0 pe jabat - pe jabat Sara* yakni untuk

tiap- Limpo dua orang khatib, dua orang bilal', seorang pen^iulu dan seorang amil. Untuk seluruh Tana-Wajo ditetap- kan seorang Kali. ITntuk menyatakan de­ngan jelas kedudukan Sara' dalam hi- dup'politik Negara, maka dalam musya- warah Ade1, Arung Matowa duduk dite- ngah, para pejabat Ade* disisi kiri, pejabat Sara’ disisi kanan, menurut- aturan deraj at kepangkatan masing-ma- sing. Juga ditunjuk 40 orang mukim, yang bertugas untuk selalu mengahdiri salat Jum’at, agar salat itu selalu sah adanya.‘ DiBulo-Bulo, Kabupaten Sinyai, se­mua pejabat Sara' berjumlah 40 orang, yang disebut "Parewa-Sara'11, yaitu2 orang kali, 8 orang khatib, 8 orang- bilal, 8 orang mukim dan 7 orang wakil mukim. Ke-delapan pejabat yang khusus disebut mukim’itu, tugasnya menghadiri salat Jum’at dan mengatur perayaan Maulid dan hari Raya Id, dan untuk berdoa berganti-ganti selama 100 ha­ri kalau rajamangkat ( Noorduyn, pp. 86 dst.)

Dahulu pejabat - pejabat Sara' itu, terutama Kali ( Kadhi ) adalah orang terkemuka atau ulama, malahan dari ka- langan anakarung. Tetapi karena orang pandai, orangkaya dan orang pemberani yang berjasa kepada negara mendapat perlakuan sama dengan golongan anaka- rung, maka tidaklah menjadi ketentu- an yang’ rnutlak pejabat Sara1 itu harus dari golongan anakarung, Seorang peja- bat Sara’ dengan sendirinya orang ber- ilmu, oleh karena itu tidak terpandang talc wa jar apabila mereka ikut dalam musyawarah Ade ' atau duduk bersama de­ngan Raja dalam upacara.

Kesatuan yangketat antara Ade 1 dan Sara’ berkembang terus, terutama di- pandang dari sudut pranata - pranata panngadêrrênff/panngadakkang» dan orga nisasi kemasyarakatan dan kekuasaan. Metode antropologi budaya yang telah berjasa banyak dalam penyelidikan aga- ^a-agama kuno di Indonesia, dipelopori oleh ahli-ahli antropologi seperti E. Durkheim dan Levy Bruhl. Banyak dian- tara paxa peneliti kemudiannya seperti van Ossenbruggen, Rassers, Piegeaud, Swellengreben, j.B.p. de Josselin de Jong 9 Held, Scharer, Ph.O.L.Tobing,

Downs dll. telah mempergunakan dasar- dasar teori Durkheim dan Levi Bruhl dalam mempelajari latar belakang ma­syarakat dari agama-agama kuno di In­donesia. Mereka pada umumnya menunjuk- kan bahwa struktur sosial sangat mem­berikan corak pada agama, sehingganyar ta-nyata kebanyakan anggapan-anggapan ke-agamaan bersifat anggapan-anggap­an kolektip yang sering terikat kepa­da sistim klasifikasi bersahaja, yang berdasarkan organisasi kemasyarakatan kuno. Jalan pikiran yang diliputi do- ngeng-dongeng mitologis dan pola pikir dalam hidup kebudayaan seluruhnya ber- latar belakang pada struktur sosial kuno.

Sesuai dengan teori itu, maka se­gala sesuatu yang menjadi atribut pan- ngaderreng / panngadakkang,. masih te- tap berlangsung terus, disamping di- kembangkannya pula tata - cara ibadat menurut Islam. Beberapa bahagian terten cu dari pada atribut panngaderreng/pan** ngadakkangyang bersumber dari keperca­yaan masa silam, dimana, agama dan ke­budayaan adalah kesatuan yang menjadi latar belakang lcenyataan sosial, se­perti misalnya pemujaan atau pemberi- an korban kepada attau-riolong. Sau- kang dsb.nya, upacara - upacara turun ke sawah 5 menunjukkan keadaan - keadaan yang sebenarnya oleh Islam dipandang perbuatan musyrik. Akan tetapi pada permulaan penyiaran Islam, hal-hal se­perti itu tidaklah ditentang dengan larangan yang keras. Pada umumnya se­gala ihwal yang menyangkut sebagai at­ribut £agngadêzrê^p^ngaAakkangq te-p er ampmgan dengan damai sebagai ua aspek kebudayaan yang ternyata pa­da peng-organisasiannya.

Dipan|ang dari sudut kepercayaan?seo o ter jadi Islam-campuran sa-

kepercayaan sinkritis. Akan tetapi apabila dilihat dari seginyayang lain?yaitu terutama, dari sudut ilmu kebu- dayaan, maka cara-cara penyebaran yatf- dilakukan oleh muballig_mu];)allig Isl®111 ketika itu, adalah tepat, karena meia" kukan pendekatan melalui pemahaman ata0 struktur sosial dan dari adaptasi turil (bukan adaptasi iman), dapat de" ngan mudah apa yang dimilikinya heï" kembang menurut jalan sebenarnya. ^

yang dicapai dalam adaptasi kulturil itu, seperti telah dikatakan di atas, ialah orang Bugis - Makassar telah me- rasakan identitasnya sebagai Islam, Bugis-Makassar Islam.,

Geralcan-gerakan pemumian. ajaran- ajaran Islam, seperti yang dilakukan oleh Muhammadiyah, sejak tahun 1930- an, lambat laun dapat menyusun keselu- ruh daerah pedalaman Sulawesi-Selatan, dan kegiatan-kegiatan itu ber jalan te- rus dalam rangka program sosialisasi kegiatan Islam, untuk membangun masya­rakat Islam yang bersendi kepada Iman Tauhid yang berdasarkan Al-Kuran, Ha- dits, Qias dan Ijma'.

Kejika— lembaga ,- lembaga panngadêr reng/panngadakkang yang asli, yaitu Ade1, Bioara, Rappang, dan Wari1, tidak lagi memegang peranan dalam hidup ke- masyarakatan dan politik, baik sebagai organisasi kekuasaan, maupun sebagai kaidah-kaidah sosial, dengan telah ha- pusnya kerajaan-kerajaan dengan segala aparatumya, maka Sara1 pun meninggal- kan gelanggang formilnya sebagai pra- nata Panngadêrr êng/Panngadakkang.

Pada waktu ini, terdapat kira-kira JOfo penduduk Sulawesi - Selatan yang menjadi pemeluk Agama Islam. Kira-kira 1 öfo lainnya memeluk agama Kristen baik ICatolik maüpün Erotestan dan Keperca yaan-kepercayaan lama, seperti Aluk Todolo, Patuntung dan kepercayaan To- lotang (Hindu). Psngabar-pengabar In- jil kebanyakannya beroperasi dikalang- an orang Toraja yang masih menganut kepercayaan lama.

x 3» S I H I ^ (Bg-Mk).Ketika dibicarakan tentang Pannga-

dêrrêng / Panngadakkang. telah disebut tentang Konsep Siri', yang menginteg- rasikan secara organis semua unsur po- kok dari panngadêrrêng/panngadakkang. Dari hasil penelitian para ahli ilmu sosial dapat diketahui bahwa konsep siri' itu, telah diintegrasikan yang bermacam-macam, menurut lapangan ke- ahlian para ahli tadi masing - masing. Hal itu menun jukkan bahwa konsep siri* itu meliputi banyak aspek dalam kehi- dupan masyarakat dan kébudayaan orang Bugis-Makassar.

B.F.Matthes, misalnya menterjemah- kan istilag siri * itu dengan "malu"9

"beschaamd", "schroomvallig". "verle­gen", "schaamte", "eergevoel", "schan­de". Diakui oleh beliau, bahwa pen ja— baran baik dengan bah asa Indonesia ma— upun dengan bahasa Belanda, tidak me- nekapi maknanya secara tepat (Matthes, 1872, hal. 211). .

■ C.H. Salambasjah dkk. (1966, him.5) memberikan batasan atas kata Siri • de­ngan memberikan tiga golongan penger­tian s1. Siri * itu sama artinya dengan malu,

lain (Jawa), shame (inggeris).2. Siri'merupakandayapendoronguntukmelenyapkan (membunuh), mengasing- kan, mengusir dsb.nya, terhadap baxang siapa yang menyinggung perasaan mereka. Hal ini merupakan kewajiban adat, ke­wajiban yang mempunyai sanksi adat, yaitu hukuman menurut norma-norma adat, jika kewajiban itu tidak dilaksana— kan.3“ êiïi.' itu sebagai daya pendorong,

bervariasi ke ar ah sumber pembang— kit an tenaga untuk membanting tulang beker ja mati-matian, untuk sesuatu pe- kerjaan atau usaha.^

Menurut Casutto, Siri * merupakan pembalasan yang berupa kewajiban mo- ril untuk membunuh pihak yang melang-gar adat .^.Natsir Said_(1962, him. 50) , menetapkanbatasannya^bahwa Siri' itu, adalah perasaan malu (krenking/beledi­ging) yang dapat menimbulkan sanksi dari keluarga/ famili /verwantengd?öëp, yang dilanggar norma adatnya'/

Dapatlah ditarik kesan, bahwa un­tuk'mendekati batasan Siri ' itu,"' tak mungkin orang memandang dari satu as— peknya saja, menrperhatikan perwujud- annya saja. Hal itu mudaK dimengerti karenajirif adalafc suatu hal yang abl strak dan. hanya akibatnya yang berwu- \ -dan diobseryasi. Dalafrlfcenyataan so­sial dapat diobservasi orang -orang Bu­gis-Makassar yang cepat merasa ter- singgung, lekas memper gunakan kekeras- an dan membalas dendam dengan pembu- nuhan. Hal itu memang banyak terjadi terutama dalam soal perjodohan, yaitu salah satu pranata sósial, atau aspek dalam panngadêrrêng/p^ga^^g „ ^masih dapat bertahan, dibandinekan a* ngan aspek-aspek l a i n ^ s*“

karang dari hari.kehari toh. juga meng- alami peobahan. Namun demikian, masih mempunyai arti yang esensiil untuk d±- fahami, karena terdapatnya anggapan hahwa siri1 itu bagi orang Bugis masih masih tetap merupakan sesuatu yang le- kat kepada martabat kehadirannya se­bagai manusia pribadi dan sebagai war- ga dari sesuatu persekutuan, Orang Bu­gis-Makassar menghayati siri' itu se­bagai panggilan yang mendalam dalam _ diri pribadinya, untuk mempertahankan nilai sesuatu yang dihormati, dihargai dan dimilikinya. Sesuatu yang dihor­mati 9 dihargai dan dimilikinya mempu- nya arti essensiil, baik bagi dirinya maupun bagi persekutuannya»

Berbagai ungkapan dalam bahasa Bu­gis dan Makassar, yang terwujud da- lam kesusasteraan, pasêng, dan amanat- amanat dari nenek-moyang, dapat dike- mukakan beberapa untuk sekedar meng- antar, untuk memahami konsep siri 1 itu sbb s . siri r emmi ri onroang ri lino (.Bg;. Artinya, hanya dengan siri' itu saja lah kita hidup didunia. Dalam ung- Itapan ini, termaktub axti siri'. se­bagai hal yang memberi identitas sosial dan martabat kepada seseo- rango Hanya' kalau a d a martabat, ma­ka itulah hidup yang ada artinya.

2 . Mate ri siri’ na ( Bg-Mk ), artinya mati dalam sirlT, atau mati untuk menegakkan martabat diri, yang di- anggap satu hal yang terpuji danterhormat.

3„ Mate siri1 (Bg-Mk), artinya orang yang sudah hilangmartabat dirinya» adalah sebagai bangkai hidup. De- mikian orang Bugis - Makassar yang mate siri ', akan melakukan jallo' (amuk), hingga ia mati sendiri. Jallo* yang demikian itu disebut napatettonngi siri'na ( Bg ) atau "nappaentengi siri'na” (Mk), arti-

VII , FOLKLORE DAW Istilah Folk-lore dalam pengertian

ilmiah adalah perbuatan-perbuatan,ben- benda, ceritera—ceritera rakyat-

yaxig ^icatat atau dituliskan, ^a"2.gin hubungan dengan perbuatan-perbuat- ^ seperti kebiasaan bertingkah laku

nya, ditegakkan kembali martabat .. dirinya.Banyak terjadi, sampai sekarang i-

nipun dalam masyarakat orang Bugis- Makassar peristiwa bunuh-membunuh de­ngan "jallo'" itu dengan latar bela- kang siri1. Secara lahir, sering tam- pak seolah-olah orang Bugis - Makassar yang karena alas an Siri' dan sanggup membunuh atau dibunuh, memperbuat se­suatu yang vatal karena alas an-alasan sepele, atau karena masalah perempuan yang sesungguhnya harus dapat dipan - dang biasa saja. Akan tetapi pada ha- kekatnya apa yang kelihatannya s e p e l e dan biasa tadi, sesungguhnya hanya me­rupakan salah satu alasan lahir s a j a dari suatu kompleks sebab - sebab lain yang menjadikan ia merasa kehilangan martabat dan harga diri, yang juga men­jadi identitas sosialnya.

Disamping konsep 3iri’ itu, terda­pat lagi semacam konsep yang dianggap sedikit lebih rendah dari konsep siri' itu, ialah yang disebut "Pesse" ( Bg ) atau "Pacce" (Mk). Menurut arti lek- sikalnya Pêsse/Pacce itu dapat diter-’ jemahkan dengan "Pedis11 atau ;iPedih" - Sebuah ungkapan dalam amanat orang-tua tua menerangkan konsep pêsse / pacce itu sbb ; "Ia sempugikku rekkua de1 na siri'na, engkamêssa pêssena" (Bgj, artinya "mereka sesama saya orang Bu­gis, bilamana Siri ' itu padanya tak- ada lagi, akan tetapi niscaya m a s i h ada pêsse-nya. 11 "Ikambe Mangkasaraka, punna tasiri1 pacce - seng ni pabbulo sibatanngang.", artinya kita orang Ma­kassar, kalau bukan karena siri ’, ma- ka pacce-lah yang memhuat kita bersa- tu. Dengan ungkapan ini, dapatlah-di- taxikkesan bahwa Pêsse/Pacce itu ada­lah semacam daya dorong untuk menim- bulkan rasa solidaritas yang kokoh di- kalangan orang Bugis-Makassar.

KEEERCAYAMJ RAKYAT.tertentu dalam menghadapi sesuatu Pe~ ristiwa. Seseorang menari—nari karena bergembira, atau karena melakukan Pe~ mujaan dan tingk3 laku itu m e n j a d i milik y a n g diwariskan dalam persekutu-anhidup, selagi belum ‘üxecord, ia bi-

as any a digolongkan kedalam folk-lore. Ceritera-ceritera, baik ia berupa ce— ritera -ceritera sacral atau profaan yang tersebar menjadi milik masyarakat yang belum dituliskan itupun disebut bahagian folk-lore yang disebut folk­tale. Benda-benda kebudayaan, seperti bentuk-bentuk rumah, alat-alat kehi- dupan seperti perahu, alat-alat per- tanian, alat-alat penangkap ikan yang dipergunakan oleh orang-orang dalam su atu persekutuan hidup/masyarakat, se- lama belum dicatat menurut cara ter- tentu, itupun disebut folk-lore.-

Oleh karena péngertian fólk-lore yang demikian, yaitu yang menekankan tentang bar ang sesuatu yang belum di­catat, ditulis, direcord dan sema- camnya, maka iambat-laun semakin su- karlah untuk dinyatakan sesuatu itu masih tetap folk-lore, karena dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pen- catatan-pencatatan macam cara dan tek- nilc, arti folk-lore' dengan demikian semakin mengabur. Akan tetapi untuk kepentingari pengenalan . lebih banyak tentang tingkah laku manusia dan hi- dup kebudayaannya, tentu saja masih mempunyai guna yangpenting untuk mem- bicarakan apa-apa yang tercalcup dalam •Polk-lore walaupun sebahagiannva st dah ditulis atau; direcord, akan tetapi tetap menjadi milik rakyat yang dila- Icukan atau dibicarakan dan dengan de­mikian tetap mengalami perkembangan dengan variasi-variasi yang serba-ne- ka, menurut waktu dan tempatnya.1. Folk-tale.

Folk-tale, dimaksudkan^disini ada­lah bahagian dari folk-lore yang ter- wujud sebagai ceritera-ceritera lisan rakyat. Kita dapat membatétsinya lagi kepada pengertiannya yang lebih sempit, yaitu ceritera- ceritera rakyat yang menyangkut kepercayaan rakyat yang da­lam membentuk tingkah laku tertentu atau sikap tertentu dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Batasan itu lebih dipersempit lagi, dengan pemi-. lihan lokasi tertentu, dan dalam hal ini ialah folk-tale yang paling umum dikalangari masyarakat Bugi9-Makassar.

a. Possl-Tana (Mk.) atau Pooci-Tana

Ceritera tentang Possi-tana, ada­lah satu konsep ceritera rakyat yang dapat di jumpai pada aetiap tempat (de­sa atau kecamatan) di Sulawesi Selatan» Tiap - tiap desa atau daerah lain, be­sar atau kecil yang mempunyai konsep Possi-Tana, dapat dijadikan petunjuk bahwa desa atau daerah itu mempunyai sejarah yang sudah tua. Bahwa di tempat itu pada zaman dahulukala telah didi- ann oleh sekelompok manusia atau kaum yang biasanya disebut Anang. Dicerite- rakan tentang orang pertaina yang hidup di desa atau tempat itu yang menjadi nenek moyang kaumnya.

Biasanya yang disebut r -nossi-tana itu, terletak di tengah - tengah def3& (lama) diberi tanda berupa benda-benda alam yang dianggap keramat, seperti batu besar, pohon beringin tua, ta­nah berlubangseperti gua dsb.nya. De- kat tempat yang disebut Possi-tana 1 - tu, biasanya didirikah rumah kecil un­tuk pemujaan, dengan meletakkan sesa- jen. Rumah - rumah kecil itu'dianggap sebagai tempat roh yang empuny# t a w bersemayam,' disebut saukang (Bg-Htw Penghuni saukang yaitu roh, dise u^ •punna tana-B (Bg), pat anna ~pa ras .ngang (mJT~ . ■Disekitar possi-tana. itu, penduduk sa melakukan pesta pelepasan^G^ biasanya setelah musim panen. *:3"' ° nya disekitar tempat itu lakukan penyabungan ayam ( yang amatramai dikunjungi oleh _ duk sekitar desa tempat possi-taga. 1 *

Bagaimana terjadinya BSgS1 tatu, terdapat berbagai - macam 5 setempat, yang dapat _ dikeniuk3 311 tara lain sbb i

a;l. DidesaSisampole }dapat Possi-tana (

berupa tanah berlotaneyang Diceriterakan batora se-kala disekitar tempat itu D . o.orang petani yang Ketika jagungpya sudah berbu >diketahuinya bahwa pada tiap magung itu dirusaikkan oleh a i muncul dengan tiba-tiba. Pa a^3U^ hari petani itu meminjam tombak — dari pemimpin kaumnya untuk kan menombak babi yang merusak tan

)

nya. Pada malam terang bulan ditunggu- nya kedatangan "babi itu. Ketika muncul, ditombaknyalah dan babi itupun menge- rang sambil berlari. Tombak kanjai yang mengenai tubuhnya tak dapat ter- lepas, dibawanya berlari memasuki lo­bang tanah yang tsb. diatas. Maka ber- susah hatilah petani itu, karena mata tombak yang dipin jamnya tak dapat di- temulcannya lagi. Karena takut dimarahi oleh pemixnpin kaumnya, maka dengan mempergunakan tali rotan, petani itu pun ketika mata-hari telah terbit, me- nuruni lobang tana yang sangat dalam. Akhimya sampai juga petani itu kedu- nia dibawah bumi „ Dilihatnya penduduk dunia bawah itu, berbadan sebagai ba- dan manusia akan tetapi kepalanya se­perti kepala babi. Dari salah seorang penduduk diperoleh keterangan bahwa mereka sementara berduka cita karena putera raja mereka sedang sakit keras, karena badannya terkena benda tajam yang tak dapat dikeluarkan.Tahulah petani itu bahwa tombaknya me­ngenai "badan babi yang di tombaknya se- malam, itulah yang terdapat pada tubuh anak raja itu. Maka menyamarlala ia men- j adi dukun yang sanggup mengobati anak raja mereka. Rajapun berkenan mengun- dang padanya untuk melakukan pengobat- an. Apa yang diduganya ternyata benar. Tombak kan.jai masih. tertanam di pung- gung manusia babi itu. Maka dipintanya tintuk digantungi kelambu tujuh lapis, dan diminta pula untuk disediakan tu­juh. bakul bi ji kunyir. Maka dioperasi- nyalah anak raja itu untuk mengeluar- kan mata tombaknya. Banyak darah yang keluar akan tetapi dengan melumatkan kunyir pada darah itu tidaklsh kentara bahwa banyak darah yang keluar» Petani itupun berhasil melepaskan mata tombak dari bad an manusia babi itu. Setelah dia keluar dari lcelambu yang berlapis tujuh, iapun berpesan kepada raja, bah­wa anaknya akan sembuh berangsur-ang- s . Setiaph.ari selapis kelambu dapat ■iitanggalkan = Setelah tujuh hari baru ^°leh anak raja itudilihat. Segera se-

disajjjpo ikgj pösanannya, petani i— tUpvuri meninggaikan tempat itu tergesa- gesa, dan sampailah. ia kembali kebumi. Petani itu sebelum meninggalkan yang kena tombak, audah mengetahui bahwa ma

nusia babi itu tidak bemyawa lagi.Se- menjak itu, tak ada lagi babi yang mengganggu tanaman para petani, karena setiaphendak dimulai penanaman jagung, mata tombak kanjai direndam dalam a- ir kunyir, lalu air kunyir bekas me­rendam besi/tombak dituangkan kedalam lobang tanah. Lobang tana itu diper- caya sebagai jalanan menuju ke perti- wi, dan babi takut kepada air kunyir.a. 2. Di Butta-toa/Kajang (Bulukumba),

terdapat Possi-tana, berupa gua berlobangyang diceritakan bahwa lobang itu menembus sampai ke laut selat Bo­ne. Diceritakan bahwa di tempat itulah mula-mulanya Pong-Mul a-Tau (manusia pertama) muncul dari bumi pertiwi, di bawah bumi kita. Pong-Müla-Taulah yang melebarkan bumi ini kesegenap penjuru dan terjadilah dunia. Oleh karena itu, maka tempat ini, dianggap tempat ke- ramat. Semua orang yang berdosa diber- sihkan dosanya di tempat ini, dengan menerjurikarmya.kedalam possi-tana. Pa­da upcara - upacara tertentu kedalam- lobang possi-tana ini dipersembahkan hewan-hewan piaraan, seperti kerbau atau kambing untuk menyatakan terima- kasih kepada Pong-Mula-Tau-a. 3= Di Tammalate (Gowa), terdapat Pos

si-Butta, terletak di atas bukit tempat pelantikan raja-raja Gowa. Batu datar tempat raja-raja Gowa itu dilan- tik, diceritakan sebagai pusat—bumi- Di atas batu itulah, Tu—Manurung ber- diri ketika ditemui oleh rakyat Gowa yang sementara mencari tokoh ( Raja ) yang dapat mengembalikan ketenteraman di kalangan rakyat, ketika orang Gowa masih terpecah belah. Tempat itu tetap dianggap tempat keramat dan dipelihara sebagai tempat yang bersejarah sampai sekarang. Di sekitar tempat itulah ra­ja-raja Gowa dimakamkan, di an tar any a mskam Sultan Hasanuddin.

2. Nama-nama Negeri, menurut, Foi k--.-t-.ai e.Berbagai nama negeri di Sulawesi

Selatan, terjadi selain mengikuti ke­adaan alam yangmeliputinya, juga ada- kalanya naxaa negeri itu, dihubungkan dengan peristiwa - peristiwa tertentu. Nama-nama negeri itu di Sulawesi-Sela­tan dapat memberi petunjuk tentang ke-

ad aan umum nëgeri itu, baik mengenai letaknya maupun méngenai potensi-pö-' tensi alamnya. Berhubüng karena keada­an itu» maka banyak saja negeri atau desa-desa yang mémpunyai keadaan al am dan sitüasi, tejinpat yang sama mempergu- nakan nama yang sama. Seperti nama -Ta- néte. Banyak negeri di Sulawesi-Sëla- tan mëmpergunakan nama itu. Indikasi- nya adalah tariah yang luas, yang ba- gus untuk pertanian. Semaa negeri yang bemama Tanete, niscaya adalah negeri yang mempunyai potensi pertanian atau persawahan. Demikian pula halnya de­ngan BantaÉng. BantaEng berarti' lem- bah atau tanah datar dekat gunung a- tau bukit, yang "baik Untuk dijadikan negeri. Dengan demikian, nama seperti BantaEng, Banta-bantaEng, Bentenglohe, semuanya itu menunjukkan negeri yang berlokasi pada lembah-lembah pegunmg- an«Dibawah ini, akan di ceriterakan- beberapa buah negeri yang namanya di- hubungkan dengan peristiwa tertentu atau keadaan alam tertentu yang dice- riterakan sebagai Folk-tale (Geritera rakyat).a. fPora.ia dan.Luwu»Nama Toraja, dipergunakan oleh o- rang-orang yang berdiam di daerah pe- dalamanLuwu, yaitu negeri-negeri yang t e r i e t a k di sebelah barat Luwu, dengan sebutan To-ri-aja. .Orang-orang yang b e r d i a m di daerah-daerah pantai, yaitu daerah -daerah. sebelah timur daerah- daerah yang. • didiami oleh orang Tora­ja, disebutnya To Luwu. To artinya a- rang, dan Loo1 atau Lau artinya laut. Dengan demikian maka Toraja berarti orang - orang yang berdiam. di sebelah barat dan. To Luwu, berarti orang.yang berdiam di dekat laut (sebelah timur). Maka negeri - negeri inipun dinamakan Tana Toraja dan Tana Luwu.b. Enrekang dan Mengkendek.

Diceritakan oleh. folk-tale .. orangToraja, • dari daerah selatan, éeïatan melalui Sa’dan. Mereka berlayar menyü- suri sungai itu daxi laut dengan perahu sampai ke Enkerang dan seterusnya me- nyebar ke utara ke nëgeri Mengïteridek. Enkérang dan Mengkendek-, këduaiiya ber­arti "keluar dari air dan * haik kedarat ".

Setêlah itu'orang Tora; ja' itü' berkumpul di daerah Kotu atau Bamba-Puang di se­belah utara kota Enrekang- sekaxaög. Daerah. Bamba Puang 'inilah yang per- tama-tama men jadi püsat kebudayaan-o- rang Toraja/ Kini, dal’am jipacaro. pe- nguliur an jenazsöi orang .Toraja dalam pembahagian daging yaiig disembelih &a- lam upacara itu, pértama-tama menye- but Bamba-Puang dan diberikan baha- gian daging. Dari daerah Bamba-Puang dalam kabupaten Enrek&ng sekarang/ o~- rang Tora ja itu menyebar ke Utara- men- diami daerah - daerah Makale-Rantepao, Suppiran • ( Pinrang-)-, * Mamasa (Polmas.) Galumpang-Makki (Mamuju), Pantilang, Rongkóng, Seko"- (Juwu) .c. Sinjai.

Ketika terjadi peraing. . antara Bóne dan Gowa, dalam pelayaran Ra jaGówa kembali ke Gowa melalui selat\3pne, pada mal am hari dia 'mélihat banyak kè- lap-kelip lampudi daratèn d^ërah Sin- jai sekarang, Bagindapuri bei*tan ..Men­jadi kebiasaan orang— orang bangsawan Gowa, mengajukan' pertanyaan* berganda» dan.biasanya yang dij,awab adalah pèt- t any aan terakhir. Begini pertanyaan baginda Raja. Gowa. '."£pakaii nspa nëge- ri yang banyak lampiinya itu?‘»\ «Sëri- mai mana dèngah Maccini - sötóaUti'” (Salah satu negeri pelabi&an'Gowa). Maka menjawab perwira kapal yang di- tanya. "Sanjai"sombajigjni. ’' Jirlanya "Sama banyaknya, Tuanku». ' iïfelèkètljëh nama "San jai itu karena bagihda mëng^ ulang-ulanginya. 0, San jai. Dari 'si- tulah negeri itu dinamai óïeh bicang Gowa San jai- ' *d. Bulukumba. '

Juga ketika terjadi" perang antara Göwa dan Bone-. Raja .Bone melakükan pe— nyerangan kembali melalui jalan sela­tan. Ketika diperkirakan bahwa sudah hampir sampai kebatas- negeri yang te­lah direbut orang Gowa : maka raja Bo- népm bertanya. "Gterung yang. terietak di depan kita itu„masih kepunyaan ki- ta?" Pemimpin pasuksen bagindapun men- jawab bahwa gunung. itu masih dj. kekuasaan Baginda'. Maka Bagindap^ me- ngulanginyaderigaii berkata ’’Bulu'kuém- pa". Artinya "Masih gunung saya"T jadilah nama;itu meiekat.

iya. Pada malam terang bulan ditunggu- lya kedatangan babi itu. Ketika muncul, J-tombaknyalah. dan babi itupun menge- ■ang sambil berlari. Tombak kan jai ‘ang mengenai tubuhnya tak dapat ter- epas, dibawanya berlari memasuki lo- iang tanah yang tsb. diatas. Maka ber- usah hatilah. petani itu, karena xnata ;ombak yang dipinjamnya tak dapat di- emukannya lagi . Karena takut dimaxahi leh pemimpin kaumnya, maka dengan .emp ex'gun akan tali rotan, petani itu un ketika mata-hari telah terbit5 me- .uruni lob ang tana yang sangat dalam. khixnya samp ax juga petani itu ke u- ia dibawah bumi. Dilihatnya penduduk .unia bawah. itu, berbadan sebagai a— .an manusia akan tetapi kepalanya se- >exti kepala babi • Daxi salah. seorang >enduduk diperoleh keterangan waïereka sementara berduka cita arena )utera raja mereka sedang sakx eras, r.arena badannya terkena benda ta^am rang tak dapat dikeluarkan«Paliulah. petani itu bahwa tombaknya me- igenai badan babi yang di tombaknya se- malam, itulah. yang terdapat pada tubun aaak raja itu. Maka menyaaaxlah ia men­jadi dukun yang sanggup mengobati an c raja mereka. Rajapun berken an mengun- dang padanya untuk melakukan pengo a - aoa. A.pa. yang diduganya temyata benar. ’Tomoais: an.jai masih. tertanam dl pung~

g ung manusia babi itu. Maka dipintanya ■untuk digantungi kelambu tujuh lapis dan diminta pula untuk disediakan tu­juh. bakul biji kunyir. Maka dioperasi- nyalah anak raja itu untuk mengeluar- kan mat a tombaknya. Banyak darah yang keluar akan tetapi dengan melumatkan kunyir pada darah itu tidaklah kentara bahwa banyak darah yang keluar. Petani itupun berhasil melepaskan mata tombak dari badan manusia babi itu. Setelah dia keluar dari kelambu yang berlapis tujuh, iapun berpesankepada raja, bah-

anaknya akan sembuh berangsur-ang- sux. Setiaphari selapis kelambu dapat ditanggalkan - Setelah tujuh hari baru °°leh anak raja itudilihat. Segera ae- elah disampaikan pesanannya, petani i— Upuja meninggalkan tempat itu tergesa- &esa, dan sampailah ia kembali kebumi.

tani itu sebelum meninggalkan yang K e n a tombak, sudah mengetahui bahwa ma

nusia babi itu tidak bemyawa lagi. Se­menjak itus tak ada lagi babi yang mengganggu tanaman para petani , karena setiaphendak dimulai penanaman jagung, mata tombak kanjai direndam dalam a- ir kunyir, lalu air kunyir bekas me­rendam besi/tombak dituangkan kedalam lobang tanah. Lobang tana itu diper- caya sebagai jalanan menuju ke perti- wi, dan babi takut kepada air kunyir.a. 2. Di Butta-toa/Kajang (Bulukumba),

terdapat Possi-tana, berupa gua berlobangyang diceritakan bahwa lobang itu menembus sampai ke laut gelat Bo­ne, Diceritakan bahwa di tempat itulah mula-mulanya Pong-Mul a- Tau (manusia pertama) muncul dari bumi pertiwi, di bawah bumi kita. Pong-Mula-Taulah yang melebarkan bumi ini kesegenap penjuru dan ter jadilah dunia. Oleh karena itu, maka tempat ini, dianggap tempat ke­ramat. Semua orang yang berdosa diber- sihkan dosanya di tempat ini, dengan mener junkannyakedalam possi-tana. Pa­da upcara - upacara tertentu kedalam- lobang possi-tana ini dipersembahkan hewan—hewan piaraan, seperti kerbauatau kambing untuk menyatakan terima- kasih kepada Pong-Mul a-Tan .a. Jo Di Tammalate (Gowa), terdapat Pos

ai-Butta, terletak di atas bukit tempat pelantikan raja-raja Gowa. Batu datar tempat raja-raja Gowa itu dilan-

i tik, diceritakan sebagai pusat—bumi” Di atas batu itulah, Tu—Manurung ber— diri ketika ditemui oleh rakyat Gowa yang sementara mencari tokoh ( Raja ) yang dapat mengembalikan ketenteraman di kalangan rakyat, ketika orang Gowa masih terpecah belah. Tempat itu tetap dianggap tempat keramat dan dipelihaxa sebagai tempat yang bersejarah sampai sekarang. Di sekitar tempat itulah ra­ja-raja Gowa dimakamkan, di ant ar any a mskam Sultan Hasanuddin.

2. Nama-nama Negeri, menurut Folk-tale.Berbagai nama negeri di Sulawesi -

Selatan, terjadi selain mengikuti ke- adaan alam yangmeliputinya, juga ada- kalanya nama negeri itu, dihubungkan dengan peristiwa - peristiwa tertentu. Nama-nama negeri itu di Sulawesi-Sela­tan dapat memberi petunjuk tentang ke-

adaan umum negeri itu, baik mengenai letaknya maupun mengenai potensi-po-' tensi alamnya.. Berhubung karena keada­an itu, maka banyak saja negeri atau desa-desa yang mempunyai keadaan alam dan sitüasi tempat yang sama mempergu­nakan nama yang sama. Seperti nama Ta­nete. Banyak negeri di Sulawesi-Sela- tan mempergunakan nama itu. Indikasi- nya adalah tanah yang luas, yang ba- gus untuk pertanian. Semua negeri yang bernama Tanete, niscaya adalah negeri yang mempunyai potensi pertanian atau persawahan. Demikian pula halnya de­ngan BantaEng. BantaEng berarti lem- bah atau tanah datar dekat gunung a- tau bukit, yang baik untuk dijadikan negeri. Dengan demikian, nama seperti BantaEng, Banta-bantaEng, Bentenglohe, semuanya itu menunjukkan negeri yang berlokasi pada lembah-lembah pegunung- an.

Dibawah ini, akan di ceriterakan- beberapa buah negeri yang namanya di- hubungkan dengan peristiwa tertentu atau keadaan alam tertentu yang dice- riterakan sebagai Folk-tale (Ceritera rakyat).a. Toraja dan Luwu.

Nama Toraja, dipergunakan oleh o- rang-orang yang berdiam di daerah pe- dalamanLuwu, yaitu negeri-negeri yang terletak di sebelah barat Luwu, dengan sebutan To-ri-aja. Orang-orang yang berdiam di daerah-daerah pantai, yaitu daerah - daeïah sebelah timur daerah- daerah yang didiami oleh orang Tora­ja, disebutnya To Luwu. To artinya a- rang, dan Loo' atau Lau artinya laut. Dengan demikian maka Toraja berarti orang - orang yang berdiam di sebelah barat dan. To Luwu, berarti orang yang berdiam di dekat laut (sebelah timur). Maka negeri - negeri inipun dinamakan Tana Toraja dan Tana Luwu.b. ttnrekang dan Mengkendek.

Diceritakan oleh.foik-taler orangToraja, dari daerah selatan, selatan melalui Safdan. Mereka berlayar menyti- suri sungai itu dari laut dengan perahu sampai ke Enkerang dan seterusnya me— nyebar ke utara ke négeri Mengkendek. Enkérang dan Mengkendek» kêduaiiya ber— arti "kéluar dari air dan 'haikkedar&t".

Setelah itü orang Toraja itu berkumpul di daerah Kotu atau Bamba-Puang di se­belah utara kota Enrekang- sekarang. Daerah- Bamba Puang inilah yang per- tama-tama menjadi pusat kebudayaan o- rang Toraja* Kini, dalam jipacara pe- nguburan jenazah orang Toraja dalam pembahagiah daging yang disembelih da­lam upacara itu, përtama-tama mienye- but Bamba-Puang dan diberikan baha- gian daging. Dari daerah Bamba-Puang dalam kabupaten Enrekang sekarang, o- rang Toraja itu menyebar- Ice Utara men- diami daerah-daerah Makale-Rantapao, Suppiran' (Pinrang), Mamasa (Polmas) Galumpang-Makki (Mamuju), Pantilang, Rongkong, Seko" (juwu).c. Sinjai.

Ketika terjadi perahg antara Bone dan Gowa, dalam pel ay ar an Raja Gowa kembali ke Gowa melalui selat Bone, pada malam hari dia mélihat banyak ke- lap-kelip lampudi daratan daerah Sin- jai sekarang. Bagindapuri bertanya.Men­jadi kebiasaan orang -orang bangsawan Gowa, mengajukan pertanyaan berganda;, dan biasanya yang dijawab adalah per- tanyaan terakhir. Begini pertanyaah baginda Raja Gowa. "Apakah nama nege­ri yang banyak lampunya itu?1» "Sera- mai mana dengan Maccini - sombala?" (Salah saitu. negeri pelabuhan Gowa). . Maka menjawab. perwira kapal yang di- tanya. "Sanjai1», sanbangku. ^tiiiya "Sama banyaknya, Tuanku". . ïfelèkètiëh nama "Sanjai" itu karena baginda” mehg— ulang-ulanginya. 0, “San.iai. Dari sl- tulah negeri itu dihamai oleh orang- .Gowa San jai. ' : d. Bulukumba. •

Juga ketika terjadi perang antara Gowa dan Bone*. Raja Bone melaktikan pe- nyerangan kembali melalui Jéilan aela- tan. Ketika diperkirakan bahwa sudah hampir sampai kebatas- negeri. yang te­lah direbut orang Gowa,: maka raja Bo- nepun bertanya. .‘’Gaming yang, terletak di depan kita itu^maoih keptinyaan ki­ta?" Pemimpin pasukan bagindapun men_ jawab bahwa. gunun@>ituHasih dikekuasaan Baginda. Maka Bagin^ap^ngulanginya dengan berkata "Bulu'kuÖB- £a". Artinya "Masih pnung gayaHTlS^jadilah hama>£tu melekat !'

negeri yang terletak di lereng gununs itu Bulukumba.e. Takalar.

Negeri ini diberi nama menurut ke- adaan alamnya. Dahulukala negeri ini adalah rawah yang ditumbuhi oleh ta­naman pantai yang disebut alara yang luas sekali. Daerah yang lüas dige- nangi air dengan tetumbuhan rumput pantai. yang disebut alara itu, disebut taka' artinya daerah yang luas dige- nangi air. Maka dinamakanlah tenmat ï tu taka'alara1. (Takalar).f• Jene'ponto.

Negeri ini adalah. . negeri keringyang sangat sukar untuk memperolehjernih untuk diminum. 0ieh karena itupenduduk mengambil air untuk keperlu-an minum mereka di lereng - lerene-kit, yang dalam bahasa Makassar disebut |onto. Air dalam bahasa MakassJS ralah je^e. Maka penduiiuk s“ >ngambU « dari bukit/banto itj, H '

namakan airnya Jene'bontoa , mel^at- nama igne'ponto bagi „egerl ™sampai sekarang. ?

ë

wa,Bori1sallo.Wama sebuah negeri dipegununpan Go jalanan ke ïfelino.

s r £ £bangkan Kerajaan , ““ g ”'berarti ne^eri inmn v .— ü — gg-llo,kan W»ate«patÏÏ£T u Z u S T ^ 'jadi negeri orang Gowa. men'hc Pangka jene., ne&eri yang- disesuaikan denaanletaknyayang terletak pada persing" an sungaiyangmembelah dua a l i r S f

berarti cabang dan jene < S 'b ™ rg.

Bemikianlah beberapa negeri di q„ lawesi-Selatan yang namanya diambildan berbagai keadaan seki+ T- ambl1 peristiwa-peri stiwa tertentu va ma^pun Óadi sekitar negeri - negeri itu^ ^ lceriterakan turun temurun ’ ce e r a RaJ,yato ^ se gai

3" ■rangan berartfTa:atau m e n g a 4 ï T nga? ™ tl* bert^ t S aKan sesuatu.. Biasanya ti-

ap-tiap Pemmali atau Kasipalli mempu­nyai latar belakang ceritera rakyat,yang memudahkan orang mengingati Pem-

atau Kasipalli itu. Pada umumnya --.ïï?mf' x- a^au Kasipalli itu mempunyai moi sacral ( keramat ) dan berfungsi ari (protection). Dalam hubung--, .0 ale yanSfflenyangkut soal pein-

atau asipalli itu dapat dicfe- ^^ara lam sebagai berikut 2

a V KasrpalIi, mengeluarkan pa-p+311 m , di dari lumbung»(EakkeanB1 ™ da^ , langkay*1tumalam S- MK) pada wak-s e b S r i e n d a r ^ 6; ^ 1 bah“ ^liki sifat-sifa? i f fliewa'iet'a’ mem~

dimuliakan. Padi■1 ' aan JSXlg harUSduga beristirahat Pada malam mujaan atau semadi U melakukan pe'keselamatan baai t menSharaPkaJl lakukannya d a m mafUsia yang memper-

d i u f T k ^ - Suatu wakiutidak memperlït ada keluargalangkayannva rif lakuk:an padi di atas Keluarga itu m e n S S i ^ ataU hormat”ngan semena-mena’ S “lnd£ÜC p M i de'n a dengan kaJr ^ ^ ^ “lemparkan- ^^i langkavan menurunkannyafflenangisig pad? malam hari. Maka pada dewa agar memoilon ke"ka hukuman. Tak i Uarga itu mendapat- maka padi itunn 8fapa lama kemudian? nya dan keluare-P , enyaP dari tempat"Pa<ü di sawahnva 1+ pun ^atuh miskin- ^encanapun mem'm^ , mau ‘t'umtuh darlh n keluarga itub- ÏHïïsOi^ip^, . ®a ltu-

— =i’ memukul kucin£ kukannya dengan ka atau memperla- gap binatang rumahSar,> Kucinê: diang" 'M-ya dengan Dewa *anS' erat hubung’" Sangiassêrr-1 » Q, Padi? yang disebu^ harus dianggap w _ kaa?ena itu kucirae-dewataan yan - v. memPunyai aspe^ sebagai sesuatu van afUS iperlalcuka11soal kucingini S g,keramat. Mengen^ di kalajagan petani ? ap.atlaii folk-tal® disebut "MeongPain ir s~^akassar ysftë

---a,6ctx sesuatu van T aiperlakuK^soal kucingini S g,keramat. Mengen^ di kalajagan petani Tapatlah folk-tal® disebut "Meong Pal n v s~^akassar yan£ berbelang'l^^TT-^feeUaE'' (=kuci^ ya-t tentang Meonff p f® ceritera raK' disebutkan h ^ p ^ g - p ^ karellaE itu, nusia itu memperla>nvS8ha:i?Usnya ma", menjadi pengawal Spts ^ kucinê‘Sangiasserri1 .Kelua-nS 11 dewaP®lakUkalmyaaengi £ iy® e tlii* ”efb Daik akan diting'

galkan oleh Sangiasserri' dan pada da­lam negeri akan tidak menjadi. Folk­tale tentang Meong Palo KarellaE. se­telah dituliskan dalam Lontara1 men­jadi bacaan yang dilagukan dalam ben- tup proza lirik yang dibaca dengan u- pacara, setelah musim panenan.c” Perama-li/Kasipalli, mengucapkan ka-

ta-kata terten­tu pada tempat dan waktu tertentu, se­perti adanya kata-kata tertentu keti­ka berlayar atau sedang menanam padi„ Pemmali atau Kasipalli mengucapkan ka- t^-kata "api", "tidak ada11, "batu"dan sebagainya ketika sedang dalam pela- yaran. Untuk kata-kata itu diadakan kata-kata pengganti yang khusus ber- laku dalam pelayaran, sepertis tambo- £a' untuk api» Masenrpo untuk "tidak- ada»j djjlu-dulu1 untuk "batu" dan se- bagaxnya. Demikian pula dalam masya­rakat petani banyak sekali kata-katae*" en^ pemali diucapkan di sa­

wah, bila sementara melukuh atau pe- ^er jaan lain dalam mengolah sawah. Ka- ta-icata tertentu seperti Meong = Ku-avaf (?-sel?ut -°'ridaw' 5 Untuk Manu' = ayam: disebut "To-ritangke" . -untuk bu-„ r .uaya’ disebut To-rije ’ne1 dankata8 llya' dari kata-

ltU’ bahwa Je-P e r S ? / ^ a4a denganpertaman, ü b e n naaa To atauTu, ber-cine) >!?’ ®eperti ^°-ri-daB~ (ku- danS’ * ^ berdiam dlt’erti berarti °r™g yangroxam dx dahan-dahan kayu.Kasi 0rtn ?ra~ceritera tentang Pemmali/

daiamkal angan orang Bugis/ da cjo-K 4. S°-*-onSkaJi kedalam apa yang lajj, ^ — ^pang" (perumpamaan atau te- s°al pertaliannya denganli/ka • PeJ-anggaran atas pemma-/Kasxpailiyangmenyangkut kepenting

pan.Um? seperti adanya pemmali/kasi- t^jj~ ®ene^ang pohon pada suatu tempat ada+8n ^aPat dianggap pelanggaranInim ’ yan& "boleh jadi akan berat hu- «ümannya.

tari di PSnlawesi-Selatan. C' da m6?1 tar.i Sulawesi Selatan, pa- au . U-Lanya juga bersumber dari rangkai-

emujaan kepada dewa-dewa yang di-

anggap menguasai alam semesta dan se— gala sesuatu di atas dunia ini. Tari- tari pujian itu, yang ditujukan kepada dewa-dewa menunjukkan semacam gerekan- gerakan anggota badan yang lemah ge- mulai, diiringi oleh bunyi-bunyian yang merayu-rayu, untuk membujuk atau mem- pengaruhi sang dewa untuk memenuhi per- mintaan manusia agar usahanya berhasil. Tari-tari seperti itu, dilakukan sebe- lum orang memulai sesuatu pekerjaan seperti sebelum orang memulai peker ja- an di sawah, dilakukanlah tari - tari "Mappalili1* (Sigeri), ’’Mangampo" (di- beberapa negeri Bugis), "Appassili " di beberapa negeri Makassar. Pada umum- nya tari-1ari. seperti ini, dilakukan oleh paraj' bissu (=wadam) yang menjadi dukun-dukun istana, atau perawat alat- alat kerajaan-.

Disamping tari untuk maksud pemuja­an atau pembujukan kepada dewa - dewa untuk berhasilnya sesuatu pekerjaan, terdapat juga berbagai tari-tarian di Sulawesi-Selatanyang dikembangkan se­bagai tari-tari hiburan, baik untuk menghormati tamu-tamu yang datang, mau- pun untuk hiburan umum dalam kalangan masyarakat. Tiap-tiap daerah mempunyai jenis tari-tarian yang seolah-olah me- lukiskan watak manusia daerah itu. Ta­ri-tari itu mempunyai namanya sendiri. Dilakukan oleh gadis-gadis remaja, dx- iringi oleh genderang, gong dan bunyi- bunyian lain.

Tarian-tarian dari tiap-tiap daerah, yang menunjukkan identifikasi khusus daerahnya adalah berupa tari - tarian klasik, dapat disebut antara lain se­bagai berikut sa. Pagellu1, tarian khas dari daerah

Toraja. Penarinya terdiri dari gadis-gadis remaja. Berbaju putih dengan hiasan ke-emasan, mulai dari kepala sampai sarung yang menutup ra- pat bahagian tubuh sebelah bawah. Me- makai kalung manik-manik yang teranyam indah, dan memakai dua bilah keris di bahagian depan. Gerakan tangannya, Se_ perti burung yang sementara terban dengan tenangnya dan gerakan kalci menggambarkan perjalanan naik turn 9 lembah dan bukit, yang melukiskan ke adaan alam Tana-Toraja. GenderanK drm tanyi - tamyian yang menglkuti tarian

itubemada tinggi (mono-toon) archaic.b. Pajaga, tariankhas tana-Luwu* . Pe-

narinya ter diri dari gadis- gadis remaja. Berpakaian baju yang mi- rip baju bodo, wama wami dengan sa- rung ke-emasan. Bari kepala sampai ke ujung-ujung tangannya dibubuhi hiasan- hiasan ke-emasan. Geralcan-gerakan ta- rinya, banyak diletakkan pada gerakan tangan yang diserasikan dengan gerak kaki yang menimbulkan gerakan-gerakan pinggul yang lembut. Type archais yang mengutamakan ketenangan nampak- pada tari Pajagaini. Tari Pajaga pada za- man dahulu, ditarikan oleh gadis-gadis istana di penghadapan raja-raja pada pesta - pesta kerajaan. Bunyi-bunyian yang mengiringinya. juga mono-toon.c. Pajoge, tariankhas dari Tana-Bone.

Penarinya terdiri dari ga­dis-gadis remaja, berpakaian ba jo bodo, wama merah atau hijau. Dihiasi de­ngan hiasan-hiasan emas bergelang pan- jang (potto kati) . Bersarung lipa1 s.ab- be ( sarung sutera ) yang ditenun de­ngan benang - benang emas. Di bahagian kepalanya terdapat sanggul tinggi (sim- polong têttong) dengan jumbai-jumbai menggambarkan pengaruh dari penari- penari Cina. Di tangannya terdapat ki- pas, yang cLLbuka dan dikatupkan sesuai dengan gerakan-gerakanyangmenyertai- nya„ Ada semacazi tari Pajoge yang1 ti­dak terdapat pada tari-tari lain, ya­itu yang disebut » ballung 11. Ballune itu dilakukan sementara (gerakan) du- duk, dengan seolah-olah menyandarkan kepala penari kebelakang, hampir me- nyentuh penonton yang sedang duduk. Genderang dan gong, serta bunyi seru- ling yang menyertainya, menggambarkan paduan gerak dan bunyi yang cenderung untuk menggembirakan para penonton. Tari Pajoge selain dilakukan di ista- na, juga dapat dilakukan pada kera- maian umum.d. Pakarena, tarian khas dari Butta

Gowa. Penarinya terdlrl dari gadis - gadis remaja, "berpakaian P.aju, bodo; warna merah atau hijau. Me- makai gei^g panjang (potto katij deI ngan Jcalung emas teranyam menutupi ba- hagian dada penari. Kepalanya dihiasi dengan .Sjff'faoleng-'tinggi, dengan bunga-

bunga emas yang disebut pinang-goyang. Sarungnya adalah sarung- sarung sutra yang ditenun dengan benang-benang ke- emasan dengan cure1 tu Gowa (motive- motive orang Gowa) „ Mereka menari de­ngan mempergunakan kipas yang dibuka dan dikatup, sesuai dengan irama gen­derang dan pui'-pui' ( seruling ) yang mengiringinya. Apa yang khas pada tari — karena ini ialah adanya seolah-olah keadaan yang kontras antara gerakan- gerakan tangan yang sangat halus de- dan of!1 ^ “S^akan penabuh genderang n S r X yang sangat lincah, serta bu- Dahulu Vaian +yanS' meme^akkan telinga.d S S k S ,l-taïiaa pateena ^ haSyaaitarikan di pen^iadapan raia dan pa­da Pesta-pestakeraiaar, ! P ® - keramaian Mvtm ° l“ ramai-Bering tiadakan, ^ L ^ k a r e n a - p u nkeadaan tetapi dengankarena pada yajag at kerasnya,seringkali t er i adT?1 an~k e r ^

yang dapatmenimbulkan banyak ^

t»tan toas Manaar^Puteri-puteri re^ ya terdiri atas Mandar, yaitu v erPakaian khasbodo dengan -naVa-:°? inas antara baju- f * * » « kifetarchais, merah tua as‘ Wamanya^ dengan sarung M ^ C°klat kemerah" halus tenunannva ^ yan& sangat pada dasarnya . .ar Patuddu1 ini mulaianannya memerlukan keinn^ * 0erakan-gerak-311 gerak yang ^ . ^sa;n dan kehalus-

nyian genderang oleh bunyi-bu-ngatkan orang berlm &°ng yang mengi-

f*1’ tanpamemperdulS? dalam ketenang- bang yang menderu-dSf g®muruh gelom- tang angin sepo-i ! Gambaran ten-

P^esikan oleh paraSS^ ^ ^asa3 dieks- ngat hati-hati ^P®tani dengan sa-

tangan pelaut-pei ^ mena^ti keda-

r an tau. Penari -pen a-r>,n a kemkali dari ri para remaja puteri terdiri da-

rus terdiri dari sadi mauimya ha~dan ditarikan di s"Sadis istana,- ó a dltari Patuddu» yario. ls-tana. Tari-JePan keramaian umum diJ * boleh terdiriS Penariï a tentu tana, is-

p ari-penari rak-

yat juga, dan sangat menarik umum un­tuk menontonnya.

Pada zaman dahulu kala tari Patud- du1 ini "biasanya ditarikan oleh se- kurang-kuxangnya 14 orang putera dan puteri, yang belum kawin. Pasangan- pasangan tari seperti inis tak terda­pat pada tari-tari lainnya seperti di­sebut di atas.

Pada zaman mutakhir, telah timbul berbagai macam tari-tariankreasi baru, seperti tari pa'ddupa untuk menghor- mat kunjungan tamu-tamuj tari petên- nung menggambarkan dalam bentuk ta~ ri-tarian perempuan bertenun kain 5 ta- ri batara, yang menggambarkan pemuja- an terhadap dewata dan banyak; jenis lainnya yang diciptakan pada tahun-ta- hun terakhir o Agar tari-tarian kreasi baru itu tetap mempertahankan identi- tasnya sebagai tari-tari daerah, maka pada umumnya para pencipta mentrans- formasikan dasar - dasar gerakan tari klasik daerah yangtersebut diatas ke­dalam tari-tarian kreasi baru mereka, ditambah dengan anasir baru yang di~ apatkan dari variasi gerakan-gerakan tari dari daerah-daerah lain._ Seperti disebut pada permulaan sek-

S1 ini> bahwa pada mulanya seni-ta- suku-suku bangsa Indonesia di Sul.

elatan juga bersumber dari rangkaian gerakan-gerakan tubuh dan bunyi-bunyi- ^ "tuk pemujaan kepada dewa-dewa me- nf . ' i-'tari demikian yang biasa- ^ a, ^ut juga "tari - tari rituil”

dances), masih dapat dijumpai ^ ^nyataan - pernyataannya pada suku angsa Toraja yang masih menganut ke- -P ^cayaan lama yang disebut aluk-tu- S2±o. Tari-tari rituil itu, ada kala- :fa dilakukan secara masal dipimpin ° eh pemuka kepercayaan aluk-tudolo ang disebut To-mêna. Tari-tarian dan irnyi-buny i an rituil yang masih dapat loumpai di kalangan orang Toraja sarn-

pada hari ini, dapat disebut an- ^ a lain sebagai berikut :£a?j- - 1 ar j an_ jci t ui 1 untuk pernyata- ^^sjQjkur kepada p'ewa-dewa.A -j ,° ' dandan. Tarian ini dapat di-

d., katakan tarian masal,dandS^^hanya oleh kaum wanita”^lakukan dalam rangka pesta ' '■Panenan), atau pada pesta me-

naiki tongkanan (rumah adat) yang ba­ru dibangun.2. Manimbong. Tarian ini juga adalah

tarian masal yang di- lakukanhanya oleh kaumpria. Dilakukan dalam rangka pesta merok, yaitu semacam pesta penyelesaian sesuatu pekerjaan, atau. perdamaian kembali antara keluar­ga yang pemah berselisih, atau penye­lesaian sesuatu pekerjaan berkebmi, perbaikan tonkanan dan sebagainya yang semuanya beraifat rehabilitasi.

3 - M§£o, tari ini dilakukan dalam rang ka penyembuhan atau pengo-

batan bagi seseorang yang sakit, Para penari yang terdiri dari orang - orang tua yang mengetahui seluk - beluk tari untuk mengusir roh jahat yang dianggap menjadi penyebab penyakit itu, adalah orang-orangberpengalaman dan dianggap dukun-dukun yang sakti.4» Ma'bugi, adalah semacam tarian ri-

tuil, dilakukan oleh pe- nari-penari baik perempuan maupun la­ki-laki. Tarian ini dilakukan dalam rangka pesta mensyukuri hasil panenan yangdialami tahun panenan yang berla- lu. Sesudah tari Ma1 bugi dilakukan se­cara masal, maka biasanya pesta itu ditutup dengan melakukan tari Maro.

B. Tari-tarian rituil untuk pesta-pes- ta kematian.

B.1. Ma'badong, adalah semacam tarian masal yang dilakukan

baik oleh laki-laki maupun oleh perem­puan (bersama-sama), dalam rangka pes­ta kematian yang terkenal ramainya di Tana Toraja. Orang-orang yang ikut da- lam Ma1 badong, sementara melakukan ge- rakan-gerakan tari juga menyanyi de­ngan nyanyian-nyanyian yang nadanya seperti orang meratap.

Ma'raltka, juga semacam tarian ri­tuil massal yang dila­

kukan oleh kaum wanita, dalam rangka pesta kematian. Sementara melakukan. ge- rakan-gerakan tari s Para penari menya- nyi dengan nyanyian yang bemada ra- tapan yang amat memilukan hati„

Dalam rangka pesta-pesta rituil itu terdapat juga alat-alat 'b-anyi-bnnyiari yang dibunyikan (ditiup atau dipalu),

baik untuk mengiringi tari-tarian mau- pun dibunyikan tersendiri terlepas da­xi tari-taxian.. Alat-alat itu dapat disebut antara lain sebagai berikut %1 ). nra barrung, adalah meniup semacam

seruling yang terbuat dari batangpadi yang dibentuk seperti terompet. Alat ini ditiup men jelang di- lakukannya pesta-pesta dan .tari-tari­an rituil.2 ). ma'gesoV, adalah menggesek alat-

bunyi-bunyian yang se- rupa dengan rebab, akan tetapi yang mempunyai seutas tali gesekan. Ma*ge- so hanya dilakukan pada saat menung- gu mayat, men jelang dilakukannya upa- cara atau pesta kematian.3 ) 0 massuling, adalah alat bunyi—bu—nyiari yang ditiup.Mas sul ing hanya dilakukan dalam rang- ka pesta kematian 9 baik men jelang pes­ta maupun sesudah pesta kematians un- tuk xnengantar . para tanxu kembali .ke— tempatnya masing-masing.4) • m a 1 bombongan ? adalah pcnukulan gongbesax. Pukulan gong itü yang bertalu-talu, menunjukkan di-nruali dan'se'dahgberlangsungnya upaca-ra/pesta kematian bagi orang mati yang clisebut to—dirapai ( di ad akan pesta kematian yang mengorbankan banyak he- ■wari, yaitu babi dan kerbau). Ma' bom- bonpan memberi petun juk bahwa keluarga yang kematian itu adalah keluarga ter- kemuka dalam masyarakat. • Gong dipalu sampai berakhirnya upacara.5)o ma'gandang, adalah pemukulan gen-

derang yang menyertai ma ’bombongan dengan fungsi yang sama. Ma'gandang hanya dilakukan pada pestato-di -ra-pai „

Baik tari-taxian më-Upun btinyi-bu- *>yian rituil itu5 mënampilkan situasi yang archais. Gerakan-gerakan tari a- dalah gerakan-gerakan yang minim sta- tis , bergoyang: badan ke kiri ke kanan

Pemindahan kaki kesisi kiri-kanan gej*1 ke®wka dan kebelakang dilakukan roaj.ask3&-serempak dalam tempo yang a- HadaPS dan Óaralc yans amat dekat.“ bunyi - bunyi aönyapun amatmono-toon y&aag meng-ekspresikar* situ-asi^situasi sakxal.

Tari - taxian yang bersifat kegem- biraan duniawi, atau taxi pergaulan yang menjadi media pergaulan dalam pes­ta-pesta, dimanapaxa pengunjung dapat ikut serta dalam mac am taxian (pergaul­an) tertentu, seperti taxi-taxi Modero dan Malulo yang terdapat di Sulawesi- Tengah dan Sulawesi-Tenggaxa, tidak ditemukan di Sulawesi Selatan. Akan tetapi pada tahun-tahun terakhir baik Modero maupun Malulo dilakukan juga oleh nruda-Hmudi Sulawesi Selatan, ter- utama dikalangan para pela jax-mahasis- wa. Adapun taxi-taxi seperti tersebut- diatas baik yang klasik maupun yang telah dibentuk dalam kreasi baru, pa­da umumnya adalah taxi-taxian panggung yang dilakukan secara berkelompok di­depan penonton, yang pasip.5 • Ajat-alat pencahaxian biflup- ^

Mata pencahaxian hidup orang Sula­wesi Selatan yang terkenal semenjak dahulu kala, adalah bertani bagi yang berdiam di pedalaman dan daerah pegu- nungan dan berlayax atau menanekap- ikan dengan berperahu bagi yang ber- diam di daerah—dacrch pesisir/pantai. Oleh karena itu, maka peralatan-per- alatan untuk melaksanakan mata penca- arian hidup dalam dua lapangan inis menjadi benda - benda kebudayaan yangMakassar.1 kalan an oran Bugis-1). Alat-alat pencahaxian hidup di la-

^u /air. Yang termasuk dalam golong­an ini adalah alat-alat utama seperti perahu untuk pengangkutan baxang-ba- rang niaga dan alat - alat penangkap ikan, sebagai nelayan, dapat disebut- kan antara lain jenis-jenisnya seba­gai berileut s

adalah jenis perahu dagang takas sax dalam ukuran besax

(20 sampai 100 ton). Jenis perahu ini mengaxungi laut-laut besar, dalam abad abad lalu, menghubungkan Makassax de­ngan kepulauan Nus antara baik di tinrur maupun di barat. Jenis perahu ini mem­punyai 2 buah tiang agung dengan layar yang berlapis-lapis di bahagian depan, dan 2 buah layar utama masing - masing pada dua tiang agung, ditambah dua buah layar kecil pada masing - masing “ puiicak tiang agung. Kemudinya yang ter-

pasang di belakang ada dua buah.Dahulu kala perahu jenis ini di-

pakai juga oleh armada - armada perang orang Bugis-MakasBar untuk mengangkut- tenaga-tenaga perang dan perlengkapan. Hanya saja jarang dipergunakan untuk perang laut. Karena untuk penyerangan dan peperangan dilaut dipergunakan je­nis lain yang lebih lincah dan lebih kecil.

Penisi, selaku perahu niaga, di­pimpin oleh seorang Ana'koda (Nakho- da) 5 jurumudi, juru-batu dan awak pe­rahu lainnya yang disebut Sawi. Perahu dagang jenis Penisi, sampai sekarang masih dipergunakan untuk pelayaran ni­aga inter insuler yang dapat dijumpai di semua pelabuhan di negeri kita.

b. Lambo1 (Palaxi), adalah .ienis pex-a- hu c agang Bugis-

Makassar dalam ukuran lebih kecil dari penisi (10 sampai 50 ton). Sama halnya dengan penisi, jenis inipun dapat me- ngarungi laut yang jauh-jauh untuk me-

ngangln t barang-barang niaga antar pu­ien. Bedanya dengan penisi, Lambo1 pa- lari, hanya mempunyai satu tiang agung, dengan layar berlapis-lapis di bahagi-. an depan, layar utama dan layar tam- bahan di puncak tiang agung.

Lambo oalabai. adalah. jenis perahu— dagang Bugis - Ma-

kassax, yang berbentuk badan seperti bentuk kapal-kapal biasa. Tiang layar

(tiang agung)nyas biasanya hanya sebu- ah, dan kemudinya hanya sebuah. Model layar seperti yang dipergunakan ole^ Penisi atau Lambo1 Palari.

'd. J a r a n g k a 1, adalah juga jenisperahu dagang o-

ïang Bugis-Makassar yang berukuran ra- ta.-rata kecil, dan dipergunakan hanya ■untuk, pelayaran sekitar pantai Sulawe- si-Selatan* Perahu jënls'ini? memp^r-

®.o S o p -p e1 , adalah. juga jenis pe- barang-barang dagangan antar i->ulau se-rahu dagang orang Bu- kit ar pantai-pantai Sulawesi Selatan-

gis-I4akassar, dalam ukuran kecil (1 s/d Juga biasa dipergunakan untuk engang"10 ton), Dipergunakan untuk angkutan kut penumpang antar pul au.

gunakan layar segi empat dan lincah dalam menghadapi berbagai situasi di laut. Perahu jenis inilah dahulu di­pergunakan untuk menjadi perahu-perahu perang dan kaval pantai , karena lin- cah dan 3 -ju.,

’ Pajala? adalah jenis perahu yang umum dipergunakan oleh ne-

layan lepas pantai» (Menangkap ikan jauhketengah laut) „ Mempergunakan la­yar segi empat dan lincah bergerak. Jenis ini juga dipergunakan untuk me- nangkap ikan terbang jauh ketengah laut dan berhari-hari lamanya meninggalkan

v " -

pantai. Awak—a,wak perahu Paj ala; aga-k berbeda dengan perahu dagang.Perahu nelayan semacam ini, dipimpin- oleh seorang Punjala (memimpin dan me- ngemudikan perahu), dan yang lainnya disebut saja sawi, yang bias any a se~ luruhnya terdiri atas 5 sampai 10 o- rang.

Adapun jenis - jenis alat penangkap ikan yang sampai kini masih diperguna­kan di Sulawesi Selatan, dapat disebut antara lain sebagai berikut ;(1). Jala rompong; adalah jenis jaring

yang pan jangnya kl. kl. 50 meter. Dipergunakan untuk me- nangkap ikan di laut dalam lepas pan­tai, yang sudah dipergunakan lebih da­hulu dengan pemberian tanda-tanda dan alat-alat pengumpul ikan yang disebut n Rompong 11. Rompong itu terbuat dari sejumlah daun kelapa yang diikat de­ngan rotan, sehingga menjadi sebagai tumbuhan laut yang disukai oleh ikan- ikan yangberombongan sejenis. Rompong itu diikatkan pada batu dan pada per- mukaan air terdapat bambu yang cliberi tanda kepunyaan dari nelayan tertentu. Sekitar Rompong itulah pada waktu fa- jar diturunkan jala rompong dan de­ngan teknik-teknilc tertentu ikan atau rombongan ikan sejenis itu memasuki jaringan dan tertangkap secara besar- besaran.(2), Jala buang; adalah jenis alat pe­

nangkap ikan dengan mempergunakan jaring yang pada kaki- nya dibubuhi alat-alat pemberat dari timah. Jala ini dipergunalcan di pesi- sir atau di sungai-sungai dengan mem­

pergunakan tangan untuk membuangraya <•(3)- Pulca! (Pukat), juga adalah alat

penangkap ikan se­macam jaring-jaring yang memergok i~ kan-ikan memasuki daerah penangkapan» Alat ini dipergunakan di pantai-pantai pada kedalaman air tertentu. Para ne­layan tidak perlu selalu mempergunalcan perahu-(4 ) - Panambe, adalah alat penangkap i-

kan yang dapat menangkap ikan di daerah laut berbatu lcarang yang dangkal. Jaring-jaringnya tidak ter- lalu lebar sehingga tak mencapai batu- batu karang. Bahagian jaring yang me"ngapung'disetak-setak menyebabkan ilcanmenubruk jaring dan tertangkaplah ikan ikan itu.(5). Bandong, alat penangkap ikan ini?

banyak dijumpai diping gir-pinggir pantai. Bandong merupalcan jala segi empat yang penjuru-penjuru nya ditempatkan pada tiang-tiang? mudian jala itu ditenggelamkan lam air. Orangmengawasi masuknya 1 ^kejala yang dibenamkan itu dari a

sebuah pondolc-pondok bertiang ^ __Apabila ikan-ikan itu sudah maS,. daerah jala, maka jala itixpun ,u kat dan tertangkaplah ikan-xkan

(6). B a g a n g_ Pada dasamya sama dengan Bandong, a-

kan tetapi letaknya agak lepas pantai dan. dilakukan penangkapan pada waktu malam hari dengan mempergunalcan lam-

pu-iamru storm king -kan - ikan berkerumun ke daermaka tertangkaplah mereka, kaxenarikan cahaya lampu yang terang Denae-

rang. Pada malam hari di pantai Ma­kassar kelihatan dari darat deretan- deretan lampu-lampu bagang yang menam- bah indaimya kota pantai Makassar.2). Alat-alat pertanian

Alat - alat pertanian orang Bugis- Makassar, khususnya untuk pengolahan tanah persawahan (padi), dipergunakan alat-alat yang pada umumnya sama de­ngan alat-alat pertanian daerah-daerah lain di Indonesia.

Alat utama pada pembajakan sawah dipergunakan lukuh; (Sakkala Bg. paj, jeko Mk.) yang .ditarik oleh kerbau. Sistim pengairanpun dikenal, walaupun masih lebih dari sepaxuh tanah persa-

wahan di Sulawesi-Selatan belum memper- gunakan pengairan teknis. Disamping mempergunakan lukuh atau bajak, di be­berapa tempat, tanah sawah yang ber- air itu untuk menjadikannya baik un- tuk ditanami padi, maka kedalam pe- tak-petak sawah dikerahkan kerbau un­tuk menginjak-injaknya. Setelah tanah menjadi lembut berlumpur, maka dila-kukanlah pembersihan kemudian dita­nami.baJr!! clan linggis juga dikenal se- SelSa^ p'J i PertaniandiSulaweai- tuk mem'h tanah-tanah tegalan un-lingffLs k e m ^ tanah d ip erg u n ak an

ngaf^acS ^ S a S T ^ f ^ k a W a Oagung atau paSSja61111 311 ditanaml

V III. KESUSASTERMN BUGIS MAKASSAR KLASIK.: g^ a sa. dan., tanda - tan d a j ^ ^ , an dan p e n c i l ^ ^

---- ' pengembangan a d ^ d ^ T * dalam ran®kaBahasa-bahasa Bugis dan Makassar, sebagai BatuT^flol !percayaail itU? serta ..bahasa-bahasa daerah lainnya di “ anya kesugagf1® * 90 * Jadi Pada Sulawesi-Selatan, tergolong dalam rum- kassar. yang• dituv 0rang Bugis Ma- pun bahasa-bahasa Melayu - Polinesia. lontara adal p>, w 3*1 dalam Lontara-buiawesi-beiatan, tergolong dalam rum- assar yang ditui • u s pun bahasa-bahasa Melayu - Polinesia. -*-ontara adalah vA 1 dalam Lontara- Seperti telah disebutkan pada seksi ruPa wantera-oanjfUs as eraan suci, be- lain di depan, suku-suku bangsa Bugis, kepercayaan mitnl8 dan kepercayaan- Makassar, Toraja dan Mandar, masing s l~hagii kesuaa + 0 Lambat laun ha-mempunyaibahasasukunya masing-masing Profaan kedunia v ^ yanS bersifat yang disebut menurut nama suku-suku i- suai dengan -np-nV f^^bang juga se- tu„ ialah bahasa-bahasa Bugis, Makas- s i k a p h i d u p L o n t a r a dansar. 'TWr-fl-i*. ^ “ yarakat i. , .sar, Toraja dan Mandat

Ü S y r S T K : a yrajangsaaa.y^disebut aksara lo„. l o g i s ^ H S ^

sistim inya sebagai

Jrcf~??Ea!s

A v -- O'UCbu. cuisa-ra yang sama, yang disebut aksara Lon­tara. Adapun suku-suku bangsa lainnya tidaklah memiliki aksara sendiri, un tuk menuliskan hasil-hasil kesusastetuk menuliskan hasil-hasil kesusaste- ^ yaan ff®raannya. Hasil-hasil kesusasteraan Bu- flïrdP _ kara ~~Trf u Janngadak-*. Makassar yang telah d i t u U s S i l t S T Z g " ? ^lam aksara Lontara, dalam kepustakaan- sa-r bahT“ J" berasalkepustakaan mereka yang juga disebut qpv,-, ^ 51 ° Di dala™ ®aBugis-Makas“- Lontara itu, telah dimulai penulisan- da sis-tim’ di da] a bahwa ade • «ya dalam rtad ke X U , yaitu £ £ £ £ f S w * * * *er-2 » Islam dipeluk seoara M u m oleh yang l i e ^ ^ s’“ -'lnsur^yaaj^fcat Sulawesi-Selatan. ■, ^al itu adalav» j Islam

tanda-tanda bunyi atau aksara v f t ll a h adanya, «p-h at ^ P 931' r a ^ ^ ^ aupun hasil-hasil kesusaste in? berlangaun?^ ^ i‘batT nva ^ftgis-Makassar, erat hubune- da ï-8® mitologi Bugig,.»» , anpai k8 3"

d®nêSïl masalah adef (panngader Ï lstilail“istilah dea+?CaSSa:c,ter''r e ^ P ^ gaa g)ffia-ï andengS kel ^ afeila kata^flr§?+at &percayaan, maka kelahiran kesusastera- k Ï Ï ^ 8 8, Lont a /< v / ^ Uli/S d®“

la daP ^ dibaca denffan^? maTngaïl bunyi-bunyi

sebagai berikut t /dewata/ /dewatang/ /atau/ de'watang/ dsb.nya. Berhu-

bung dengan kemungkinan - kemungkinan bunyi ucapan menurut tanda-tanda bunyi itu, maka kini orang pada umumnya mem- bunyikannya dengan /dewata/, Hal itu dihubungkan dengan dewata yang dikenal dalam agama-agama alam, atau dewa.

Akan tetapi apabila ucapan - ucapan itu kita dengar, terutama dari ahli- ahli lontara, orang-orang tua yang be­lum mendapat banyak pengaruh dari tata- ucapan dari bahasa-bahasa lain, mere- ka yang disebut Passure galigo (=yang pandai tentang Galigo), maka ucapan itu dapat didengar sebagai /de'watang/ yang berasal dari kata /de'batang/ artinya tanda wujud. Perobahan bunyi dari /ba/ ke/ wa/ (batang ke watang/, mengikuti hukum B.W. dalam bahasa-ba­hasa nusantara. (The Law of the ten­dency of interchange among belabial glide, belabial stop and belabial na­sal).

De'watang atau Be'batang, berarti tanpa wujud, yang dipuja, dipercaya sebagai asal dari segala sesuatu de­ngan menyebutnya De'watasseuae, atau addewatasseuae, ialah yang tak wujud yang tunggal. Suatu kepercayaan seba­gai tokoh dewa-1 ertinggi seperti da] arq agama-agama alam lainnya. /De'watang/ yang tertinggi itu Yang Maha Menjadi- kan /pabbinru'/; Maha-Mengatur / map- Pallakke' e/ 5 Maha Mengadakan /mappas- sakke'e/; Yang Menciptakan /to-palan- •£°E/, semuanya itu disebut /adde'wa- tangeng/yaitu hal-hal yang berhubung- 811 dengan ke /de'watang/ itu, terma- suk tata-tertib untuk seluruh yang wu- 3ud, yaitu manusia dan masyarakatnya.

/ iko de'watang seua // iftallanro mabbinru // mappallake tasseue-seuaé// torisompana-toripancajie/Engkau (yang) tak wujud yang tunggal, fflenciptakan dan membentuk mengatur segala sesuatu orang disembah ( oleh ) orang yang dijadikan.

. _Kaa?ena De'watangitu adalah tak wu- waka disebut juga de' e. Hal-hal

^f^^-ubungan dengan prihal de' itu eDut adde'de'e artinyahal-halyang

tak wujud. Melalui hukum metatetis dan tanggalan tengah, maka ia ' diucapkan adde'e. Itulah asal kata ade 'e atau hal ADE' . Anggapan ini didasarkan ke­pada kepercayaan lama (sebelum Islam) yang kemudian lebih diperjelas dalam sistim kepercayaan monoteisme Islam; bahwa segala sesuatu, termasuk segala tata-tertib, dalam segala apa yang wu­jud berasal dari De'watang (tak wujud), yang disebut addewatangeng itulah- Ade'.

Berhubung dengan penciptaan tanda- tanda bunyi yang kemudian disebut Lon- taxa, maka terdapat anggapan dikalang­an orang Bugis-Makassar , bahwa hal itu- pun' berpangkal pada kepercayaan ; dan pandangan monologis orang Bugis-Makas­sar yang memandang alam semesta ini, sebagai segi-empat belah ketupat su- lapa' Eppa' bolasuji. ■ Sarwa alam ini, adalah satu kesatuan, dinyatakan da­lam simbol bunyi / < > / = Sa yang ber­arti /< Q /; tunggal atau esa.

sulapa1 eppa1 bola-suji

lambang bunyi sa (Aksara lontaraj

Simbol / <0» / ini, dalammenyimbol- kan mikro-kosmos sulapa* eppa1 ria taue = (segi empat tubuh manusia), dipuncak terletak kepalanya, tangan kiri, tangan kanan, dan ujung bawah adalah' kakinya. Simbol / (j> / itu menyatakaii dirinya secara konkrit pada bahagian kepala manusia yang disebut sawwangf /A / berarti mulut. Dari mulutlah. sëgala sesuatu dinyatakan yang disebut /<A, O / = bunyi. Bunyi-bunyi itu disusun se­hingga mempunyai makna (simbol-simbol) yang disebut/-/T' 'O' / = kata, sabda a- tau titah.

Dari kata ada //"Q Sf- /inilah segala sesuatu yang meliputi Iceseluruhan. ter- tib kosmos (sarwa alam) diatur melalui ada /'~/> /dengan definit artikel E menjadi /^\v>.<<■*/ itulah yang menjadi pangkal daxi k a t a / ada». Ade' adalah sabda (penertib) yang meliputi. sarwa alam / O / maka disebut dalam

kata-kata hikmat paseng sbbs/ sadda mappabbati' ada // ada mappabbati1 gau' // gau' mappabbati’ tau /

Demikian pulalah maka segala tanda- tandabunyi dalam aksara lontara' ber-

bunyi mewujudkan kata, kata mewujudkan perbuatan, perbuatan mewujudkan manusia.sumber pada / / Sa (segi empat be­lah ketupat itu).

Avi/O'A0

Xvyxr\

(/CMC > 0 )( ' è ' )

)

(.<X> )

kapatacayawa

gabadadarasa

ngamananyala

Aksara Lontara yang tercatat di a- tas, adalah sistim huruf Lontara yang telah disederhanakan oleh syahbandar Kerajaan Gowa yang bernama DaEng Pa- matte . Se jak zaman itu sistim yang sudah disederhanakan itulah yang dipakai da­lam menulis Kronik-kronik dalam baha­sa Bugis atau Makassar. Sejak abad ke- 17 waktu agama Islam mulai berpengaruh di Sulawesi-Selatan, maka berbagai ha- sil kesusasteraan Bugis 'Makasar ditu­lis dalam huruf Arab, yang disebut aksara Serang. Menurut dugaan, kata Sevang itu berasal dari kata Seram. ïJahuiu kat any a orang Bugis-Makassar pa­da mula-mulanya banyak hubungan dengan orang Seram yang lebih dahulu meneri- ma agama Islam. Di Seram sendiri me- mang huruf Arab itulah yang biasanya dipakai sebagai tulisan dalam hubung­an dengan penyebaran agama Islam.

Bahasa Bugis dan bahasa Makassar? pemah dipelajari dengan teliti dan

mendalam oleh seorang ahli bahasa ber kebangsaan Belanda, bernama Dr. B.F„ Matthes, dengan sebahagian sumber ke- susasteraan tertulis yang sudah dimi- liki oleh orang Bugis dan Makassar se­jak berabad—abad lamanya. Matthes per- nah m e n g u m p u l k a n banyak sekali naskah- naskah kesusasteraan yang tercantum da lam berbagai Lontara. Kaskah-naskah lontara itu sekarang ada yang dioimpan

(nka)(mpa)(nra)(nca)

(ha)dalam perpustakaan Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan Tenggaia di Ujung Pan-flülf™ ' ’’f f * duea disimpand f “ Unlï«3itas leidenperpustSaan S ^ r o p S berbasaidi-pi ^ropah. Matthes sen-q-xici psxnsii ïïiPnpT'i 4.1»._■» _si dari kesiwa^+o '3 yan®memuat selek itu, dan seZlT i t 5X1 -Makassaran U S C e ahasil peneliti-sebuah karmis’-n • Pernak menerbitkankamus Makassa^Sl ~B^l£mda daJ1 sebuah bal. blanda yang tebal-te-

Mapun naskah yang ditulis di a naskaii Lontara kuno sudah sukar :iri+1aUn Lontar, sekarang naskah - naskah ^^Pat. SekarangMakassar,hanya tin ° dfri oranS Bugis-

diatas kerta* ƒ ada ditu-pena atau lidi ■ .eil®’an mempergunakanaksara Lontara1 a?* (kall^g:) dalai»rang. Diantayn -u fu da -am aksara Se"kesusasteraan Bn ^ P ^ i n g dalambuku Sure' Gali 018 ~ Makassar, adalah besar dari mitof°’-Satu himPunan a®®"*5 orang Bugis-Maka^ yang bagi banyaknilai keramat i<-p,nSaf masih mempunyailain-Iain terdapat &isinya mempunyai -p esu-sasteraan yangman dan tata-kel nv!*11®81 sebagai pedo"orang, seperti miq?? baei keh±önV8ïl

an amanat - amanat ' a Ï T buku himpxm^aari nenek moyang

Tanda bunyi dalam kuxung, adalah ,gunakan dalam lontara' orang Bugis mbangan kemudian

<P !> tanda-tanda bunyi 0, E, Eyang hanya dipe3-'iü

(Paseng), buku himpunan Undang-undang, peraturan-peraturan dan keputusan - ke­putusan pemimpin - pemimpin adat (Ra­pang) dsb.nya. Kemudian ada juga him- punan-himpunan kesusasteraan yang me­ngandung bahan-bahan sejarah dan se- bagainya. Untuk selcadar lebih terpe- rinci jenis - jenis Lontara itu, dapat disebut antara lain sbbs1. Pasang ( Mk ) = Paseng (Bg) 5 ialah

kumpulan amanat keluarga atau o- rang-orang bijaksana yang tadinya di- amanatkan turun-temurun dengan ucapan- ucapan yang dihafal. Kemudian paseng itu disuratkan atau dicatatkan dalam Lontara dan dijadilcanlsh semacen pu- saka turun-temurun. Paseng yang demi­kian dipelihara dan menjadi kaidah hi­dup dalam masyarakat yang sangat di- hormati. Paseng ini dapat berupa per- janjian antara dua atau beberapa pi- hak yangditaati oleh semua yang meng- ikatkan diri. Dapat juga berupa amanat sepihak kepada keluarga turun-temurun, seperti:a. Perjanjian Tomanurung dengan rak­

yat, ketika Tomanurung dijadikan- raja. Raja-raja kemudian mengucap- kan Pasêng itu, pada waktu pelan- tikannya.Tak dibolehkan mengawini keturunan bekas tuen, seperti disebutkan da- lam lontara.

G' Mengikat persaudara,an turun-temu- antara kaum dengan kaum.

2 • ^ttoriolong ( Bg ) - Patturioloang(Mk) 5 ialah kumpulan catatan-catat--

an mengenai asal-usul ( silsilah ) tu-^n-temurun raja-raja atau keluarga-keluarga tertentu. Dari attoriolongij-ni, biasanya diambil bahan-bahan un-^ menyusun sejarah atau menyusunstam-boom seseorang. Attoriolong se-'wngguhnya adalah catatan-catatan per--sxiwa yang lalu, yang dilakukan a-atau yang dialami oleh orang dahulu ka­la.

£au^au ri kadong, ialah ceritera- oeritera "rakyat yang mengandung

Sifat-sifat legendaris, mengenai ke- tiwa?~kejadian atau peristiwa-peris- d-i-ram yia:i? " iasa, tetapi peristiwa itu

sukaai tentang kebenarannya. Misal-

nya ceritera-ceritera tentang To-Mami- rung dalam hubungan berdirinya sebuah kerajaan. Dalam pau-pau ri-kadong di- gambarkan peristiwa-peristiwa atau ke- jadian-ke jadian yang ada kalanya tidak masuk akal, tetapi yang diakui sendi­ri bahwa hal itu tidak masuk akal. Su­atu usaha untuk melukiskan peristiwa- peristiwa luar bias a dengan bumbu-bum- bu legandaris, untuk memberinya daya tarik untuk pendidikan yang selalu me- menangkan yang baik, yang jujur dan yang benar atas yangburuk, yang culas dan yang salah.

Berbeda halnya dengan sure1 Galigo, yang dipandang tetap mempunyai nilai religius dan mltologis, pau-pau ri Ka­dong dalam artian Lontara', melukiskan sesuatu dengan berbagai macam gaya f an- tasi, semata-mata untuk memberi daya tarik. Dituliskan dalam Lontara untuk bahan bacaan pendidikan.Contoh, sebuah pau-pau ri Kadong, se­lalu dimulai dengan s

Englca-engka gare' (bg) ri wanua tenri isseng belle upau belle pasi to kkadoE dst.nya.

artinya sadalah gerangandi negeri entah berentahdusta yang kulcatakanlebih ber dust a lagi yang mengiakan.

4 . Pau-Pau atau Talo1; ialah ceritera- ceritera rakyat juga, akan tetapi

biasanya menceriterakan se-seorang to- koh yang sungguh - sungguh pemah ada. Cara penyajiannya, adakalanya disertai bumbu-bumbu seperti pada Pau-pau ri Kadong, akan tetapi lebih banyak me- ngandung fakta yangmasuk akal, seper­ti :a. Tolo1na Bone, ialah ceritera atau

hikayat tentang perang dan pahlawan. Bone.

b. Pau-Pauna Sultanul Injilai, sehu.- ah ceritera atau hikayat tentang Sultanul Injilai. Ceritera ini susun kembali dalam versi Bugis dari Hikayat Melayu, Hikayat Puspa Wiraja.

5 • Papanngaja1, adalah' kumpulan pedo- man hidup atau nasehat • yang diberi--

kan oleh orang dahülu kala kepada ketu- runannya.' Sebuah pappannga.ja* yang ter kenal dikalangan orang Bugis-Makassar, ialah yang disebut ” budi istirahat ”. Apa yang disebut-dalam budi-istirahat, sesungguhnya adalah salinan dari se­macam hikayat orang Melayu yang asal- nya dari- kepustakaarr Arab.6„ TJlu-ada, ialali c'atatan catatan me-

ngenai perjanjian-perjanjian antar negara. TJlu-ada ini adalah nama/istilah tunum. bagi kontrak- kontrak, traktat- traktat.antar negara yaiig. diberikan nama-nama khusus sesuai dengan peris- t i wa-peri stiwa kontrak-kontrak,' trak- tat-traktat tsb. seperti sa. Lamumpatue ri Tiraurung, adalah ulu-:

ada (per janjian ) antara Bone-Wajo dan Soppeng, untuk melawan.bersama- sama kemungkinan ’ agresi kerajaan Gowa.

b* Cappae ri Cenrana, adalah ulu-ada yang dilakukan antara Wajo dan Bone,” disatu tempat yang disebut Cenrana, untuk tidak saling menyerang.

7♦ Sure' bicara Attoriolong, adalah kumpulan peraturan perattiran, un-

dang-undang yang berlaku dalam negara- negara yang berasas pada Ade1 atorio- loog (Adat leluhur). Jadi dapat disebut peraturan-peraturan dari leluhur, yang ditaati berdasarkan kebajikan yang di- limpahkan oleh leluhur berupa ade1 a- tau petunjuk - petunjuk normatip dalam kehidupan masyarakat. Yang termasuk da­lam jenis ini seperti Lontara Latoa, yakni kumpulan ucapan-ucapan atau ke~ ten tuan-ketentuan yang menjadi pedoman hidup yang diletakkan oleh orang da- hulu kala.8. Ade( Allopi-loping bicaranna Pa*ba-

lu'e, ialah suatu peraturan khusus tentang pelayaran dan undang- undang perniagaan dengan mempergunakan pera- hu.9* Rapang ri laleiPPQJffl “ R&pang

palang pa'rasangang (Mk)* ialah peratiujgj - peraturan khusus mengenai peristiwa-peristiwa dalam negeri, yang dikumpulkan se jak dahulü kala. Inilah

semacam kumpulan jurisprudensi yang di­jadikan pedoman untuk menetapkan sesua­tu perkara. Di Bone terdapat Lontara1 semacam ini yang disebut Rapang ri la~ lenna ri Bone ri Palili'na, yaitu ra- pang yang berlaku di Tana Bone dan negeri-negeri bawahannya.10. Pau kotika, ialah kumpulan catatan

catatan tentang waktu - waktu yangbaik dan yang buruk untuk melalcukan sesuatu perbuatan. Memberi petunjuk tentang waktu-waktu atau ketika-keti- ka, nahas .atau nakas, pada waktu-waktu mana orang dilarang berbuat sesuatu. Didalamnya ditentukan waktu-waktu yang sebaik - baiknya turun ke sawah, mem- bangun. rumah, menurunkan perahu dsb* nya. Juga dapat dijeniskan kedalamny»» pedoman-pedoman untuk mengetahui arti mimpi.11. Sure1 Eja, ialah kumpulan elo2&

(syair-syair atau proza lirikjy311diny any ikan dalam upacara-upacara ter­tentu. Didalamnya mengandung pedoro^ tentang sikap tingkah lalcu dan keharus- an-keharusan yang dilakukan oleh sese' orang dalam sesuatu peristiwa, sepe:c ti ;a. Elong osong = nyanyi perang»b. Elong padodo ana1 ana' = syair-sy

ir yang dinyanyikan untuk rneni^ kah anak-anak.

c. Elong massagala, syair yang nyikan untuk mengusir p e n y a k i t s rampah (pokken/cacar).

12. Sure1 bawang, ialah kumpulan ritera-ceritera roman dalam

la macam jenisnya, seperti xornan syarakat, roman perang dan sebagaaJW

Segala macam hasil kesusaste? ^ seperti yang disebutkan sebahag^, jenis - jenisnya diatas, disebutP umumnya Lontara', dalam arti__ . /sastra atau kepustakaan .orang Makassar. ■ Untuk memperoleh ga® yang lebih baik tentang bahagi3 y

hagian kesusasteraan itu, di T v ? ni dikemukakan beberapa contoh? asli maupun terjemahannya.B. Sure* Galigo.

Thema dari Sure’ Galigo, adai-^ ^

nunjukkan seluruh thema periode

ligo yaitu pelukisan peristiwa-peris- tiwa manusia luar biasa. Dilukiskan tentang permulaan terciptanya dunia yang dihuni oleh manusia-manusia he- bat, intersse dewa-dewa yang menempati langit dengan segala keajaibannya. Pe- megang peranan ( Kultur Hero ) Saweri- gading, digambarkan sebagai tokoh ma­nusia istimewa, penitisan dan hubung­an kekerabatannya dengan Patoto 'E (Yang menentukan nasib), untuk kerinduannya menempatkan para keturunan dewa-dewa itu mensejarahlcan diri diatas bumi.

Sepanjang kisahnya tidaklah terda­pat adanya perlibatan manusia (biasa), dia hanya, sekedar dilibatlcan dan tak memegang peranan dalam perlibatan itu. Manusia-manusia dewa yang digambarkan, turun atau diturunkan dari langit. Me­reka tak mampu mengatasi kesepiannya dan merekapun mendapatkan orang-orang bumi yang digambarkan sebagai orang- orang luar-biasa pula, yang datang ke- perntukaan dunia setelah menembus dari dunia bawah, sehingga terjadi perte- muan antara tokoh-tokoh istimewa yang ditunjuk untuk menguasai dunia. Maka tunduk takluklah setiap orang yang ti­dak masuk pada golongan mereka, mene- rima nasib sebagaimana yang menimpanya. Bagi mereka tiadatertib, kecuali ter- tib manusia istimewa itu. Tiada keba- jikan kecuali kebajikan-kebajikan ma­nusia-manusia istimewa itu. Demikian

penting orang-orang yang tidak ber- aaa dalam golongan istimewa itu, se­hingga dalam Galigo, seolah-olah talc ada bayanganpun mengenai mereka, nama ffiereka-pun tak ada„ Bagaimanakah hen- dak melukiskan watak perlambangan me- £eka dari sudut mereka, karena yang ada hanya watak manusia istimewa, yang Dentuk peranan dan segala peri-lakunya, adalah peri-laku dalam peranan dewa- dewa belaka. Segala sesuatu mulai di- letakkan dari atas? menurut kehendak sang dewata, segala nasib berada di- tangannya. Manusia biasa yang niscaya adalah golongan terbesar diantara pen- dud^ bumi, walaupun telah diikutkan ^tuk menghilangkan kesepian sang ma­nusia dewata, namun peranannya sangat ®cl1- Itulah thema dalson periode Ga-J-igo, dalam mana Sawerigading ditempat- ta+ïSai tokoh utama, dalam perwujudan

tertib dan penataan masyarakat

Sulawesi Selatan.R.A. Kern, mengemukakan pendapatnya

tentang Sure! Galigo itu, bahwa apa yang akhirnya telah dikumpulkan oleh Matthes, telah ber jumlah 2848 muka f o-lio. Kalau ditambahkan dengan apa yang telah dikumpulkan kemudian (antaranya oleh Prof.Dr. J.C.G. Jonker), maka a- kan dicapai jumlah paling sedikit 7.000 muka folio. Oleh karena itu, menurut R.A.Kern, Sure' Galigo termasuk hasil kesusasteraan dunia yang paling besar. (Ds-H.van den Brink, 1943» P»79.)

Bahagian pembukaan Sure1 Galigo de­ngan terjemahan bebas kl. sbb %

ketika fa jar sedang menyingsing bangkitlah to-palanroE puang patotoE bangkit dari tidumya memandang kebawah berpaling kepada pengawalnya seraya bertanyamengapakah telah tiga hari tiga malam Rukkelengpoba sekeluarga telah meninggalkan Botillangi*Sebelum terjawab oleh pengawaldatanglah RukkelengpobaSangiangpajuRumamakompo5Balasariwu'ber sama keluarganyaDalam keadaan masih nrurka.bertanyalah Patoto ‘EDari manakah englcau, hai Rumamakkompo1sehingga telah tigahari tiga malamengkau talc menampaklcan diriraudi Botinglangi ?Bersujud sembah Rumamakompo' seraya berkataAmpun tuanku beribu-ribu ampun patik datang dari bawah langit diatas pertiwi menghembuskan angin menggelegarkan ombak .meledakkan petir menyalakan api dewata. (kilat) sudilah tuanku menurunkan putera seorang untuk menghuni bumi • agar bumitidak tinggal lengangkesepiansudilah tuankumenurunkanseorang puterakebawah langit

diatas pertiwi ■untuk bersembah sujud pada batara.

Begitulah mulanya To-PalanroE (Yang Maha Pencipta) akhimya berkenan me- nurunkan put er any a yang bernama Bata- ra Guru, ke atas bumi untuk menghuni dunia. Secara ringkas bahagian per- mulaan dari epos Galigo ini, dapat di- ceriterakan sebagai berikut ;

Malta sampailah Batara. Guru, menje- jakkan kakinya di negeri Ware (Kemu- dian menjadi ibu negeri Tana Luwu). Batara Guru kawin dengan We-nyili1 Ti- mo, puteri dari pertiwi (dunia bawah) yang menurunkan seorang put era yang diberi nama Batara Lattu. Batara Lattu kemudian kawin dengan We Opu Senngeng dari Masyrilc. Pas angan Batara Lattu We Opu Senngeng; kemudian melahirkan anak kimbar,seorang putera bernama Sawerigading dan seorang puteri ber- n'ama We rJenriabeng. Sesudah mengada- kan upac'ara-upacara sebagaxmana layak- nya raja-raja menerima kehadiran pu- tera-puteri yang baru lahir, maka ke­dua suami - isteri Batara Guru dan We Opu Senngeng, lenyaplah dari bumi dan kembali ke Boting Langi: (Puncak la­ngit ).

Orang dalam negeripun bersusahleh dengan. lenyapnya raja mereka, dengan meninggalkan dua. orang anaknya yang masili kecil. Maka bersepakatlah para orang tua untuk membuat ke 2 putera itu masing-masing sebuah mahligai, dan menempatkannya pada tempat yang ber- jauhan letaknya.

S a w e r i g a d i n g , yang disebut juga O p u n n a - w a r e (Pertuanan di Ware1), cli- pelihara oleh 30 orang pemuda yang ca- kap dan tegap-teg&p, dan We Tenria­beng diasuh oleh ~j>0 orang putera-pu- teri rupavan dan cekatan.

Pada suatu hari ketika Sawerigading telah menjadi pemuda remaja, dengan diiringi oleh para pembesar negeri Wa­re, iapun melakukan perjalanan ke se- luruh negeri bawah an Tana Luwu. Maka sampailah ia kesebuah negeri dan dili- hatnya sebuah mahligai yang besar lagi indah, dihuni oleh seorang puteri yang amat cantiic d8H rupawan. Timbullah hasrat Sawerigading- untuk mempersun- iin g puteri jelita itu. Ditanyalcannya

kepada pengiring-pengiringnya tentang nama dan a s a l usul puteri itu. Di j a ­wab oleh para pengiring bahwa puteri itu bernama We Tenriabeng, tidak dike- tahui nama kedua orang tuanya. Sete­lah Sawerigadingtibakembali di Ware1, dikumpulkannya semua orang-tua.-tua d a - lam negeri, dan disampaikannyalah has ratnya untuk mempersunting We T e n r i a ­beng, puteri yang dijumpainya dalam perjalanan. Orang Tua-tua sepakat m e ­nyampaikan, bahwa sesungguhnya puteri itu adalah saudara lcembar S a w e r i g a d i n g sendiri. Akan tetapi Sawerigading tetap berkeras, untuk melaksanakan h a s r a t - nya, karena semenjak kecil i a tak p©r nah mengingat, bahwa i a mempunyai sau­dara.

Kajeng Ma'dope, sebagai ketua dari orang-tua-tua Tana Luwu yang b e r k e r a s hendakmenghalangi maksud S a w e r i g a d i n g untuk mengawini saudaranya sendiri> terpaksa menjalanihukuman mati. O r a ng

banyakpun menjadi gempar, dan akhimya berita itupun sampailah ketelinga We Tenriabeng.

We Tenriabeng, mengutus inang peng" asuh dan beberapa orang dayang-dayang" nya berangkat untulc menghadap S a w e r i ­gading. Dengan membawa sebuah gelang’

sebentuk cincin dan sehelai rariibut sang puteri serayaberkata kepada utusan "Hai inang pengas-uh yang setia, per" sembahkanlah benda, - benda ini kepada saudaraku yang bernama Sawerigading» • Katakan kepadanya, bahwa n i a t n y a unt^ menjadikan saya isterinya talc mung’i^ terkabul, karena saya adalah saudar^ kandungnya". "Anjurkan kepada saudara­ku Sawerigading, agar dia berlaya^ lc® negeri Cina(Pammana)5 karena di temp^ itu terdapat seorang sepxipu kamic orang puteri sangat jelita, berna# _ We Cudai. We Cudai yang rupawan, nyai bentuk tubuh dan wa jah yang dengan saya. Hanya warna Iculitnya mi yangberbeda. Warna kulit saya? P tih ke kuning-kuningan, sedang ^dai berkulit putih gemilajig. Adapyg, malcsud gelang, cincin dan rambut s

itu, agar Sawerigading dapat nya dalam pelayaran dan lcelak bertemu dengan We Cudai, agar cokkannya dengsn gelang, cincin ygirambut kepunyaan We Cudai„ SefflU

akan serupa.'-'Setelah segalanya rampung, berang-

katlah utusan itu, menemui Saweriga*- ding. Segala pesan We Tenraben disam- paikannya dengan se jela.s - jelasnya. Sawerigading-pun menerima dan menye- tujui amanat saudaranya,. Setelah itu berangkatlah Sawerigading kenegeri Ci­na, memenuhi permintaan We Tenriabeng. Setelah. mencocokkan segala bawaannya dengan kepunyaan Me Cudai, maka kaviin- lah Saweri gading dengan puteri Cina itu. Adapun Me Teriabeng, 3etolah men- dengar berita perka\d.nan saudaranya dengan Me Cudai, melayanglah ia kem- bali ke Boting-langi ‘.

Dari perkamnan antara Sawerigading dan Me Cudai, lahirlah tiga orang pu­tera/puteri, salah seorang diantaranya, seorang putera diberi nama La Galigo. Putera ini tidak diberikan warisan un- .tuk duduk di atas singgasana kekuasa­an Pemerintahan, tetapi Dewata membe­rikan kepadanya kepandaian-kependaian dan kebi jaksanaan dalam lapangan ilmu

y

sastra. Ialah yang.menciptakan hasil kesusasteraan yang besar, dan menama- kannya i!Sure ; Galigo11.

Dalam Sure' Galigo, tercantum syair- syair yang mengandung makna yang nmat dalam dan kebi jaksanaan yang amat ting­gi. Ditulisnya peraturaj?.-peraturan dan ketentuan - ketentuan yaxig menjadi po- kok-pokolc kebi j aksanaan, adat-istiadat yang berlalcu di dalam kekuasaan kera­jaan Sawerigading, dimana-mana, Menu­rut kepercayaan orang Bugis-Makassar, 'Sure' Galigo" itu adalah tajuk kesu­sasteraan Sulawesi-Selatan yang dija­dikan pedoman hidup, selama matahari dan bulan bersinar..

Periode kekuasaan Sawerigading, atau dinasti Sawerigading berajhir setelah diputuskannya tangga yang menghubung- kan langit dan bumi. Sebelum tangga itu diputuskan, maka semua keturunan dari langit itu pada kembali, maka berputuslah keturunan langit memerin- tah di atas bumi ini, sampai 7 ketu-- runan lamanya,.

Silsilah dinasti Sawerigading;PatotoE Datu Palinge

-0Guru ri Selleng

A — —

Sinauttoja„

---„„0A-

Batara- - Guru We Nyili!Timo!

Suami-isteri ini men-

A------— 0Batra Lattu’A We Öpu Senngeng

,, rP Z "" 0 . -A iad.x penguasa langitwe Cudai /\\ Sawerigading We Tenri \\Remmangri Langi.Abeng.

0---------------La Galigo \ Simporo Toja. Lette Pareppê>

xxDcc:cxx3QCXX5COX3cx3Cxxxx5co3cxxx3{X5ck: Batas dinasti Langit",‘ 3Dcsxncxxxxxx3i

Patiyang Jala—A

Simpuru1siangA ----- — 0

0 I laki-la]£i„____ peremPuan

~ huburiro.... = hnx perkawinan..• n u b - u n „ —

Ana'Kaji We Tappa-cina0 *-- — : ^

We Mattennga/yPunoang kuli! Empong

Is "0La Malala Dalaiya

^an saudara.

C, Syair-syair Bugis klasik.Syair-syair Bugis klasik, mempu­

nyai bentuk; dan isi yang lain dari bentuk-bentuk isi syair klasik nusan­tara,, Sejumlah. syair- syair dianggap gubahan Galigo, untuk memahaminya di- perlukan analisa yang cukup teliti dan pengetahuan logat yang tinggi. Keba- nyakan syair - syair Bugis yang masih dipergunakan oleh masyarakat sekarang, baik dalam melagulcannya/menyanyikannya untuk berbagai kepentingan (menidur- kan anak-anak, mendidik dsb.nya), a- dalah peninggalan dari syair - syair klasik Bugis yang masih diingat. Sangat kecil jumlah kesusasteraan Bugis yang dilahirkan oleh angkatan sekarang. Bahkan terdapat dugaan yang kuat bahwa syair - syair Bugis yang istimewa/jfeuDe'ga pasa.’ ri lipumu balanca ri kampommu mulinco' mabela ?

artinya

Pihak satunya akan menjawab, denganEngka pasa' ri lipuku Balanca ri kampckku Hyawami kusappa1

artinya

ri Syair Bugis klasik itu, terdiri da- diri atas 8

lenyap semuanya, berhubung karena ku-rangnya minat dan perhatian angkatansekarang, baik untuk mempelajarinyamaupun untuk mengkrier ciptaan-cipta- an baru» r

upacara - upacara perkawinan Vi ^ Bugis’ sekali-seka-, , r / ls -^u masih dinyanyikan

asanyrdiTd^60^ 810178' Upacaj:a* Bi"balas roembalas “ faffÏ S i n Ui „ v arl fihaJcPU». ^ ~ i n perea-tawa, apabila salah s a ^ f l S ? 5 mampu memberi balas™ !! dilontarkan oleh fi£k ^ Syair yan§ Contoh dari svair. ln‘dalam ucapan itu a bbT

m a k a ^ ^ S ^ 8^ dineSerimu, ™tuk berbela^jfe?bara jauhp

S p a f b e S dltetapi yano, >, Ja dl kampungku,- kucari adalah budi.

7» dan 6 suku kata s Con-

blla engkau rindu ^ngadahl^ kpkita bertpmi bulan*ertemu pandang.

K±asiic l-cu, teraxri aa- dirj tigabaris, yang masing-masing ter- toh

rek-ku-a ma-ru1 -da-ni-ko (8 suku kata)co-nga -ko ri-ke-teng-nge (7 suku kata)ta-si-dup-pa ma-ta (g sulca kata)

uciau pandatiff dijadikan contoh diatas, lain yang- ^

menglkati^ti^at31 s0lwii kali^t ^ fahani bila aï'bahagian be3ar ^ ^ e n ^ i S

P da suatu pengertian tidak mempergunav ^erapa syair yang

Z H Ï H S O l tejom pi’e arti logat . Tak mlu 911 logat bias*.bukan ia itu’ >tetapi dia y a ^ ° ïatar (jenjangat

melingkar.

taniattaro jelle naia makkalu'

Ki as an akan tumbuhan yang meling- kar, merambati tatar yang bukan ia sen-

1 memasangnya, ditujukan kepada se-a^ti logat

seoranfp_ yang memetiv -u yang bukan ia send' • asil sesuatu- nya» ° lri mengusahakan"

dua hal yang kuia -n»- bunga nangka, dan ^ pagar? hiasan kuku,

duai kuala sappo y^ganna panasae bel° tanukue

tak adalal-uf+1 loff^ saja, ma]^ aiteliti ba^- q

0iehsyair^ / s r s f s r s r ‘a ~ a^ - rls k"• hal yang kujadikanpagar„_ p3.

selaludianggap pembatasan, atau pe- nentuan kepunyaan, atau penjaga diri» Maka kalimat ini dapat diberi makna sementara ( Dua hal yang saya sajikan penjaga diri saya ).2 . "bunga nangka", bahasa Bugisnya "U-

nganna panasaE". Tak mungkin bunga nan^ca dapat dijadikan penjaga, atau batasan apapun terhadap diri saya. Oleh karena itu harus dicari lebih jauh. Bu­nga nangka,, disebut dalam bahasa Bugis Unga panasa, mempunyai sinonim dengan lempu. Lempu kalau dibunyikan pada su ku bunyi akhir dengan glottal stop, akan berbunyi "Lempu111 dan "Lempu1 itu berarti "jujur" atau "kejujuran"? a~ tau juga;ikeadilan" . Maka kalimat yang menjadi baris kedua ini, dapat diberi arti sementara? (kejujuran).

”belo kanulcuE", atau hiasan kuku. Sama seperti makna baris ke-2 hi­

asan kuku tentu tak mungkin menjadi penjaga diri saya. Tentu. ada kandung- an lain, mungkin arti sinonimnya "be--lo kanuku" itu ada dalam bahasa Bugis. Kita lalu dapat menemukannya, bahwa "Belo kanuku" atau alat untuk menghi- askulcu, atau memerahkan kuku, disebut juga dalam bahasa Bugis "p a c c i;i. Pacci itu, kalau ditulis dengan aksa­ra Bugis / /-\> '/-n)/dapat berbunyi "pac- cing". Maka dapatlah diberikan arti sementara atas baris lce-5 ini.dengan? paccing, yaitu bersih, suci, tak ber- noda, dan kita pilih (suci atau kesu- cian).

Maka dengan pengertian sementara i- tu, kita menyusun kembali terjemahan- nya;

1• Dua hal yang saya jadikan penja­ga diri, yaitu

2. kejujuran, dan 3» kesuci an.Sehingga syair yang tiga baris itu,

seluruhnya dapat diberi arti, bahwa a&a dua perkara yang saya pegang te- uerxia,0JL ua.j_j.jx ê^h dalam hidup ini, ialah berusaha orang mati yang disuruh. fflempertahankan ke jujuran dan kesucian.

pengalas meriam.Yang menjadi teka-teki dalam syair

ini, ialah kalimat "seperti yang di­jadikan pengalas meriam", apakah itu? Alas meriam (pada zaman dahulu) ada - lah roda, yang menggerakkannya kemana mana. Roda dalam bahasa Bugis disebut padati. Padati, adalah paduan dari dua kata yaitu pada dan ati, pada ati, berarti sama-hati, atau setia kawan. Maka syair ini dapat diartikan sbb; Yang selalu kucari, adalah seorang (sa- habat atau kekasih) yang setia.nyili'ka buaja-bulu' patompang aje tedong kusala ri majeng

arti logat-nya 5

Aku melihat buaya gunung, bekas-bekas tapak kaki kerbau, aku tersalah ingatan

Syair ini seperti yang lairmya di­atas, harus dicari maknanya dari ber- bagai keterangan. Alcu melihat '!buaya- gunung"» Buaya gunung ialah biawak, yang bahasa Bugisnya ” Paraxang u /'V < ./yang dapat diartikan dengan^Pa’- dara" yaitu "Ana’ dara" atau gadis. Bekas-bekas tapak kaki kerbau, ialah tanah yang berhamburan seperti "Pasir'i Pasir dalam bahasa Bugisnya " Kessi " //>/ V\ /dapat dibaca dengan "Kessing", artinya cantilc. Aku tersalah ingatan, tentu maksudnya, bingung, atau ping-san atau terpesona. Maka dapatlah sya­ir ini diartikan sbb s Karena aku me­lihat seorang gadis yang cantik, ma­ka sayapun terpesona.mapanrena ritu jemmang paka ati goari to mate nasuro

arti logatnyaspandai benar orang itu, berhati bilik

ia t.eppaja kusappa' ^apanna ri alaE Pallangga mariang

^ti. logatnya:lino kucari,1 yang dijadikan.

Pandai benar orang itu, kalimat tentu berarti "Orang yang pandai” s memakai hati bilik, tentu arti tertentu, Orang yang mem'bikirl ha^ ti kita tenteram dalam "bl.Xi.3s:s atau. yang menghiasi bilik ( rumah. ) . Granr yang menghiasi rumah., tentu seoraxi

gadis. Orang mati yang disuruh, apa*- kah pula itu? Orang yang disuruh ber­arti pembawa pesan, atau araanat. Te­tapi pembawa amanat itu adalah barang yang tak hidup, jadi tentu benda„ Dan benda yang dapat membawa pesan, tentu surat, Maka dapatlah. di art ik an syair- itu sbb; "Orang yang bijaksana, meng- hubungi gadis nya, dengan surat.”makkepanni1 pi bojoE nrenreppi Icua dongi kunappa massenge’

arti logatnya %kalau siput telah. bersayap, terbang bagai burung pipit, baru aku merindukanmu.

Kalau siput telah. bersayap, adalah hal yang tak mungkins dan lebih tak nyiypgVi n lagi 9 siput itu dapat terbang seperti burung pipit. Maka ke-dua ba- ris syair itu, menyatakan sesuatuirYang tak nrungkin" • Bar is ketiga menjelaskan apa yang tak mungkin itu, ialah: "Saya sudah melupakanmu! ”geil an.g ri vat a majjekko inanrena menre'e bali ulunna bale

artinya :Gelang/kawat dibentuk menjadi bengkok, makanan orang ïïandar,1 av/an dari kepala ikan o

Tentu saja arti logat syair ini,sangat lucu kedengarannya. ^e^a„pi apabxla kita pikirkan maknanya de­ngan m emp erhi turban kemungkinan-ke- m t m g k i n a r m y a , maka akan jelaslah apa y a n g dixaaksudnya „ Gelang / kawat yang dibentuk membengkok, terjadilah "mata- kail”, yang disebut dalam bahasa Bu­gis "Heng'/ / Inanrena Menre 'E,atau makanan orang Mandar. Makanan po- kok orang- Mandar, ialah pisang. Baha- saBugisnya ,’Loka"/''vvV'v // /„Lawan da­ri kepala ikan, ialah ekor ikan, ba­hasa Bugisnya f' ikko " atau " ri ikko " f \ • Mari lah. kita tulis tulisanLontara ini, bersambung / \y/XX\ //

-vt\ //-\/ b'acas "Melokari ko»" ar­tinya !,Saya cinta padamu".

Demikian itu beberapa buah syair dalam gtibahsn o r a n g Bugis? sering ka­

li mengandung arti yang bèrselubung. Akan tetapi tidak berarti bahwa selu- ruh hasil cipta kesusasteraannya ber- sifat demikian. Dalam ciptaan-ciptaan lain misalnya dalam bentulc prosa lirik, atau syair - syair hertenden terdapat juga keterus - terangan yang bersifat natural. Kita kemukakan contoh dari Lontara Wajo, sbb ;1. Arengkalingamanekko 2o Riase’, riawa, urai’3„ Alau'; maniang; manorang 4- Sini llolo', sini lluttu*5. Sini maklcaja ri tasi'6. Sini makkaja ri dare'7 . Upasawe’ manettokko8. Puang-nene' mangkau' ku.9. Angkanna malliwennge10. Rigosali padang lupa11. Llisuga pangali'ku12. ÏJatu1 duannge solo?13. Naleng llisu gau' maja'lcu1 4. Apa' iapu Arung15» Pperajai tana, pura 16o Nanange-nangei maja'e 17- Haciukennge gau' maja’e

(Noorduyn, 19 5 5S p-58.)artinya %

1. Dengarkanlah, engkau semua,2. Diatas dan dibawah di barat,3. Timur, selatan dan utara,4. Semua yang merayap dan yang terbang»5. Semua yang mengembara di laut,6. Semua yang mengembara di dar at,7. Saya menyeru kepada kalian,8. Nenek moyang pertuananku,9. hingga raereka Yang telah berpulang*10. lce kerajaan maut, padang balangtaï>a,11. Akan kembalikan sarung & bajuku,12. -Yang dibawa hanyut arus ?1 3. Dan kembali pula kelakuan burukku’1 4. Karena baru patut ia menjadi r&j^15. Mengembangkan Negara makmux,16. Yang pemah bergumul dengan 7 ^buruk-buruK.17. Tetapi meninggalkan yang burulc &e

ngan sada 'D. Pcintun orang Makassar. ^

Pan tun orang Makassar, pada umtuiw^ didasarkan atas perbandingan - Pertr^ dingan dengan alam sekitamya. FaXi

atau kelong orang Makassar itu, juga yajig berupa kelong si sil.a

artinya pantun sindir-menyindir 5 yang inengeritik peristiwa dengan tajamnya melalui pantun-pantun■

Dengan kelong itu orang Makassar, mencurahkari isi hatinya, dengan kelong meréka bersenda - gurau antara mereka, antara nnida dan mudi dalam pergaulan yang dibatasi masing-masing oleh !1siri".

Kelong Makassar itu, terdiri dari 4 baris, yang tiap-tiap barisnya ter­diri pula dari 8, 8, 5 s dan 8 suku kata.

Disajikan beberapa contoh sbb;An-jo to-pe tas-sam-pe-a te-a-ko jal-lling ma-ta-i nia pa-tan-na ta-na-ka-lim-bu' -na ma-mi

ia tollalokonténg makkale-kalea

artinya :Aku tak ingin dirambati,Perahu yang ada sampannya,Móga-moga saja,(saya dapatkan) perahu yang sendirian.

Maksud kelong ini, ialah bahwa ga­dis yang dipinang itu, tak mau dimadu karena ia mengharapkan datangnya penm- da yang masih bujangan. Akan tétapi untuk men jawab sindiran itu,. pihak le­laki menyampaikan kelong balasannya sbb ;

artinya sSarung yang tergantung itu,Jangan kau tumpahkan kerling mata, (keurena) telah ada yang empunya; hanya belum diselimutinya.

Maksud kelong ini, ialah memper- ingatkan kepada seorang pemuda bahwa gadis yang dilihatnya itu, jangan me- nyebabkan ia jatuh hati, karena sudah ada yang menyimpannya ( bakal suami), hanya menunggu hari pernikahannya. Men- dengar sindiran itu, maka sang jejaka menjawab pula dengan kelong sbb 2

Susatongi takujailing anjo tope tassampea anjo patanna tena tompa tantuanna

artinya ;Susah juga aku tak mengerlingnya, itu sarung yang tergantung,Kaxena yang (akan) mempunyainya Belum juga berketentuan,

Kelong yangberupa jawaban ini mem­bawa arti bahwa susah bagi pemuda itu untuk tidak berusaha untuk méndapat- kannya, karena apa yang disebut orang yang menyimpannya, belum juga ada ke- pastiannya.

Apabila ada seorang gadis yang di­pinang oleh seorang. laki- laki, dan laki-laki itu diketahui sudah mempu­nyai isteri, maka gadis itu menyindir dengan kelong sbb s .Tea! nakke narollei kont eng niaka sampana

nia'jantu parekanna konteng niaka sampanna tatta' ranranna ‘ namammanyu' kale-kale

artinya : ’Ada saja caranya, perahu yang ada sampannya, ' putuskan talinya, ,dan hanyutlah ia sendiriah.

Maksudnya, ada saja caranya kalau perahu itu mempunyai sampan, diputus- kan saja talinya, supaya sampan itu hanyut sendiri. Apa bila gadis itu mau dikawini, mudah saja jalannya, yaitu isteri tua diceraikan..

Bilamana seorahg gadis dilamar oleh dua orang jejaka, sehingga orang tua si gadis sukar menentukan siapa yang akan diterimanya,. maka iapun menyata- kan pantunnya sebagai berikut stanngassengama' lakkana liumi nawa-nawangku lease're inru* narua tanrang tattanjeng

artinya tTak pandai lagi saya berkata, tersumbatlah pikiranku, . karena sebatang saja pohon enau, sedang dua tangga tersandar,.

Pihak utusah jejaka yang mendengarucapan orang tua gadis itu, memberi- kan pula jiandangannya berupa pant-n~" jawaban sebagai berikut %

nia'jantu parekanna tanrang ruaya tattanjeng

rabbai se're nanuambi ’ karo-karo

artinya sAda saja jalan. keluamya, dua tangga yang tersandar rebahkan (yang) satu, segerakan pan j at (yang lainnya).

Adapun maksudnya, apabila ada dua orang yang datang melamar, dan harus menolak salah satu diantaranyap sege- ralah laksanakan perkawinan dengan je­jaka satu lainnya, agar lelaki yang ditolakpinangannya tidak berdaya upa- ya membawa lari gadis itu.

Apabila seorang laki-laki pergi me- rantauj dan meninggalkan isteri di- kampungnya, dan hendak beristeri di- rantau. Setelah kawin dirantau itu, dan isterinya yang baru tak mengetahui bahwa suaminya mempunyai isteri di- kampungnya, maka isteri baru itu me- nyindir sebagai berikut ;nia paeng batara’nu pas ai' boko rinrinnru poro inakke nusare simpung pa’mai

artinya tRupanya engkau mempunyai jagung, tersimpan dibalik dindingmu, dan bagi-kulah, engkau berikan gunda-gulana.

Seorang lelaki yang mendengar sin- diran demikian itu, dan bertegah hati untuk tetap pada pendirian yang telah diucapkannya, maka iapun berkata slcontoi bulu' tinggina otere' nidarning tallu najarrekinna kananna lebbaka ssulu'

artinya sBagaikan gunung tingginya, tali dipilin tiga, demikian itu teguhnya, itecar yang telah diucapkan.

^Isjnana seorang jejaka yang sudah me P ayai pilihan hati kepada seorang gaais teijtentu, akan tetapi pilihan hatxnya -5^ ^ airesmikan oleh o- yang anya> Suatu waktu orang tua je­

jaka itu mencalonlcan seseorang gadis lain yang cantik tanpa cacat untuk menjadi isterinya.Bila jejaka itu hen- dak menolaknya maka iapun menyatakan dalam bentuk pantun sbb :sassa’lalangi lammone tope talla lango-lango kania tommo tope bakko ta’lopo'ku

artinya jPenyesalan akan menjelma, bilamana menerima sarung wama, karena sudah ada juga, sarungku merah jambu muda.

Kelong (pantun) Makassar itu juga telah mengalami berbagai fase perkem­bangan, akan tetapi tetap memperta- hankan corak kelong itu sebagai sin- diran. Lambang-lambangyang diperguna­kan untuk kiasan dalam sindiran, di- sesuaikan dengan benda-benda kebudaya­an yang sedang populer pada zamannya. Umpamanya kelong-kelong sebelum Islam mempergunakan passapuQdestar), untuk menunjukkan seorang jejaka, maka pada zaman sesudahnya, ia diganti oleh song" ko' (kopiah), umpamanya sbb s (zaman passapu = destax)kapassapu patonro’ku tanarunang anging sarro ia kanangku eja tompiseng nadoang

artinya sSedangkan destarku yang tinggi, tak roboh oleh angin kencang, apapula pendirianku kalau merah barulah udang.

Maksudnya sedangkan destar saya? yang menjulang tinggi, tak akan roboh oleh angin kencang, apa pula pendiri~ anku tak mungkin lagi saya obah. Kal&u ia kemudian ternyata salah, alcu talc akan menyesal menerima akibatnya.(zaman songko* gudang = kopiah)Songko' gudang bella sako Jongkoro' alle kalennu mantamasaipakeang sanggapuraya

artinya 2

Hal, songkok kopiah men-jauhlah,.. pantalon, tarik dirimu, biaxkan masuk, pakaian sanggapura.

Adapun maksudnya, agar menjauh o- rang-orang yang tak banyak kemampuan- nya, tidak menghaabat di depan pintu, karena ada orang kaya yang hendak da- tang meminang.

Untuk menyatakan keteguhan hati se­orang gadis ( perempuan ), dalam meng- hadapi bujukan seorang laki-laki, yang menjanjikan kemewahan dan kekayaan, supaya gadis itu bersedia lari-kawin (meninggalkan orang tuanya), gadis i- tu .dapat menolaknya dengan mengucap- kan kelong sbb smanna nusukkika1 intang nukayao baraling kuntungangku lloyo kalaeroka lasappe

artinya % '

Walau engkau menjolok dengan intan, mengkapai dengan berlian, kalau terpaksa aku layu, tetapi tak mungkin aku patah.

Kalau seorang laki-laki dan seo­rang perempuan, sudah berteguh-teguh janji, akan tetapi kemudian temyata sal ah seorang diantaranya kelihatan mungkir dari janjinya, karena terpikat pada orang lain, maka yang merasa di- khianati janjinya itu, menyampaikan kelongnya sbb %

Runtung keloro'ko sallang Lelasa' pangke duriang.. punna inakke lanuboko ri pa'mai

artinya %

Engkau kan luruh seperti daun kelor, ^oboh bagai dahan durian,’Mia terhadap saya ■ engkau merobah janji.

Bilamana seorang gadis, selalu me- ^atakan dirinya suci dan bersih dari noda-noda pergaulan, akan tetapi kemu- £ian temyata bahwa apa yang dinyata- Jfn y-a itu tidak benar, maka iapun di- ln dengan kelong sbb;

nakana kalenna cinde

caulu1 tinang nipake nanilcakkas ang namajaija kekke *na

artinya :Dikatakan dirinya sutra cina,’ kain berkembang tak pemah dipakai, (tetapi) ketika dihampaxkan, kelihatanlah banyak sobeknya.

Apabila seorang laki.- laki mening­galkan isterinya yang setia^ yang se- derajat dengan dia dan tidak mempunyai cacat, lalu merigawini perempuan yang tidak gepadan dengan dirinya, maka ke­pada laki-laki téb dapat disindir, a- gar menyadaxi .perbuatannya dengan ke­long sbb s ;: . “T*bulaeng ti'no' nusalai intang tumbu* nuteai ' tambaga cere’ ' • •tanupakkaddangang mata

artinya iBuah mumi engkau tinggallean, - intan berkilau engkau tolak, loyang digosok. membuat engkau tak tertidur.

Sebuah pantun ( kelong ) Makassar, yang menggambaxkan seorang gadis yang dikabarkan (dari jauh) sangat êloknya, tetapi pada kenyataannya setelah me- nanggalkan segala make up,- tak lebih daxi seseorang wanita jorok; Ataü -ga­dis yang demikian itu, kelong menvin- dirnya sbb ;krucini' bella na bombong • kuseppe' na maxawanting ' . battua mange kaxoppo' toanamami‘ -

artinya sDari jauh kulihat pucuk mekax, kuhampiri bagai bunga sedang kuncup, kutiba padanya, -tak lebih seperti daun kering.

Sebuah kelong Makassar yang po-pul -r» dinyanyikan di mana - mana yang dicip- takan pada zaman reyolusi, membuat ko- ta Makassar disebut juga Kota Anging I-lamairi \ sbb ;Ariging mamiri ’ kupasang

pitujui tout onganna namanngu * rangi totenaya pa'risina

artinya sAngin "bertiup kupesan,tujukan ke jendelanya,agar ia teringat,orang yang tak punya rasa pedih.

Orang Makassar terkenal sebagai pe- laut s yang sslalu berurusan dengan ge— lombang dan angin» Maka sif at - sifat laut yang tak pêmah teriang, membuat jiwa orang Makassar selalu siaga, dan teguh dalam sikap—sikapnya. Sifat—si- fat demikian itu tercermin pula dalam kelong-kelongnya, sebagai contoh ber­ikut i .takkun junga' bangunturu* nakugunciri' gulingku Eualleanna tellanga natoalia

artinya . 5Tak semudah itu aku ikati arah angin, tak semudah itu aku memutar kemudi, Akan lebih kupilih, ^ tenggelam dari pada berbaiuc.

E ’ salah Sa 4 l ^ i i kesua^teraankla-sik S r m * * * ? > « £ • , ’ Z s S Z y Zsenangi sampai , itu adalahdisebut Sinrili, . poetis,ceritera ang disusun s ceriterakan atau prosa link yang olehdengan jalan menyaByx, <*“ ^ erna_ sebuah. alat xmisik gesek,

ma ffeso1 -keso1 (semacam rebab).Pada zaman lampau, Sinrili1 diper­

gunakan untuk membangkitkan semangat perlawanan, alat pendidikan, supaya pe- nruda-pemuda Makassar memiliki keluhur- anbudi dalam melakukan per juangannya. Kebanyakan Sinrili1 bertema sejarah, Kisah perlawanan tokoh - tokoh sejarah dalam kehidupannya. Sinrili' yang sa­ngat dikenal di kalangan orang Bugis/ Makassar, antara lain ialah :

1. Sinrili'na I Datu Musêng.2. Sinrili'na I Maddi' Daeng ri Makka.3. Sinrili'na Kappala' Tallumbatua ,* dsbnya.

Orang yang menceriterakan Sinrili' dengan mempergunakan Keso'-kesrT»— bagai pengiringnya, disebut paiceso'- keso1 (Dia berceritera dan dia pula membunyikan rebab). Pakeso'-kPRn mP. nyanyikan ceritera SiS'li' itu, menu- rut irama yang mono-toon, Lambat atau cepatnya ucapan kata, seringjcali ter- gantung pada thema ceritera yang dike-•nat adais>i diucaIl3£an dengan ce-pat adalah biasanya pengulangan-peng-ulangan untuk menarik perhatlan padf- thema-thema berikut. Jika sedang mem­bicarakan tentang dua orang yang se­dang bersoal-jawab, atau menceStera- kan seseorang yang • sementara dalam- peraaianan, maka lagu Sinrili» bat-lambatkan dengan mi^jaraHgkS b L nyi gesekan rebab. Jika kan +pn+aw r* ~ I mencentera-kan^tentangpertempuran atau perkela- hian, maka logu .an gesekan ■» v v menjadi keras t e w e o S S ^ t ^ - S " ”rengi dengan semangat melua f^’ ^ pakeso'-kftsni ë meiuap-luap dari

Dai'tar buku yang dipergunakan.

Abdurrazak Dg.Patunxu, Sejarah Wa.io. JKSST. MaJcaasar.(1964)

Abdurrazak Dg.Patunru, Sejarah Gowa, JKSST. MaicM««r.(1967) ■ ;

Block, R., History of the Island of Celebes, ' '(1817) Gazette Press, (Deel TVj. " .

Fredericy, De' standen bij De Boeginezen en Makassaxen, “ (1933) BKI. deel 90. '

H van den Brink,Ds., Maitthes, Amsterdam.'(•1943)

M.Matzir Said, Siri' dalam Hubungannya dengan Perkawinan(1962) Masyarakat Makassar, Makassar. .... .. P

Noorduyn» J., Een Achttiende Eeuwsw Kroniek van Wadjo» •(1955)

Salam Basjah» C.H., Semangat Paduan Rasa Suku Bug!s-Makassar (1966) Jajasan Tifa Sirik Ekasila, Surabaya.•

Wolhoff, G.J., Sejarah Gowa, Bingkisan, JKSST. Makassar.(1964) : • • : . • •

E L I T E D l S U L A W E S I S E L A T A N

PENDAEIULUAtlo1, Dalam pengertian sehari-hari, kata orang Elite itu adalah orang-orang-

Elite itu difahami sebagai s ego long- yang paling berpengaruh, dan mungkin an orang-orang yang menempati jenjang juga ditaati oleh anggota-anggota ma- tertinggi dari suatu piramida sosial» syarakat yang lebih besar jumlahnya. Golongan orang-orang Elite itu dipan- Rumusan tersebut dapat dilengkapi de- dang sebagai orang-orang terkemuka da- ngan keterangan Lasswell, bahwa2lam masyarakat. Mereka adalah orang- orang yang berkuasa, kaya dan berkehi- dupan mewah, melebihi rata-rata pendu­duk uiaum dalam masyarakat»2° Secara etimologis, kata Elite ber-

asal dari bahasa Latin eligere yang berarti memilih. Kata itu dipergunakan dalam bahasa Perancis sekitar abad ke- 1 4s yang mengandung pengertian "memi­lih" juga. Peneterapan istilah itu ter- jadi pada pemilihan atas orang-orang yang mula-mula dalam terminologi mi- lit er, seperti s hommes d1 élite dan companie d1 élite.Tetapi dalam abad ke-15 Froissar telah menggunakannya dalam arti meilleur des meilleur yang berarti "yang terbaik diantara yang terbaik”o Dalam abad 18 pengertian inilah yang umum diwakili oleh kata Elite itu. Dalam bahasa Ing~ geris, kata ini dipergunakan untuk pettama kalinya dalam Byron* s Don Juan; "at once the lie and the elite crowds." Secara berangsur-angsuz, kandungan a- tau isi kata itu bergeser dari "pemi­lihan" kepada "keunggulan dan keutama- an".5» Dalam sosiologi, Parento adalah sa­

lah seorang diantara pemakai-pema- kai pertama kata Elite itu dalam buku- nya Trattato di Sociologia Generale» Bagi Parento, Elite dan C l a s s secara P^aktisnya adalah sinonim. Hal itu da- Pat dilihat dalam statement - nya, als "Let us then take a class of people vho have the highest indices in the branche of activity with which ^ey

concerned, and give that class e name of elite." (ThomKerstiens, 1962., him. 4 - 6 ). Maka orang-orang dari go- ^°ngan Elite yang dapat dirumuskanun-

keperluan tulisan ini, ialah o- ^ang-orang pilihan, orang-orang utama, ba^aeian yang terbaik dari orang-orang

iam syarakat dan kebudayaan. Orang-

"The influential, are those who get the most of what there is to get.. Those who get the most are the elite 5 the rest are mass."(i960, him. 1 3).

4, Anal is a mengenai Elite di Sulawesi Selatan adalah berkenaan dengan

adanya sekian banyak lapangan kegiatan kemasyarakatan, yang masing-masing mempunyai kelompok orang-orangnya yang berpengaruh dalam lapangan itu akan tetapi belum tentu berpengaruh dalam lapangan - lapangan lain. Maka rumusan SuzannaKeller (1963, him.20), rupanya dapat dipergunakan pula untuk tujuan melengkapi batasan kita tentang Elite itu. Ia mengemukakan bahwa harus di- bedakan antara berbagai macam Elite, karena tidak semuanya mempunyai impact sosial yang mencakup sebahagian besar dari anggota"masyarakat secara terus menerus« pendapat-pendapat, keputusan- keputusan dan tindakan-tindakan kelom­pok Elite ini, mempunyai akibat pen- ting dan menentukan bagi lcehidupan ba­nyak warga masyarakat-masyarakat yang bersangkutan itu. Kelompok Elite ini oleh Keller dinamakan sebagai "strate­gic elites," yang terdapat di semua lapangan kehidupan masyarakat, poli­tik, ekonomi, militer, agama, keseni- an, ilmu-pengetahuan dan lain sebagai-nya»5. Dalam sekian banyak lapangan Elite-

elite itu belum menggambarkan ten­tang kemungkinan adanya atau super- eliteWj yaitu sekelompok orang-orang yang tidak hanya berpengaruh dalam sa- tu bidang tertentu dalam kegiatan ma- syarakat, tetapi secara menyeluruh dalam masyarakat, padatimumnya. Super- elite ini, beradadiatas stratum Eli­te-elite Strategist Di Sulawesi Sela­tan, Super Elite inilah yang mempero- leh perhatian utama dalara tulisan ini *■

mengenai perkembangannya, pergantian- pergantiannya dan dalam kedudukan le- galitas se.rta kenyataan-kenyataan ak- tuilnya.6, Adapun elite-elite-strategis, yang

pada dewasa ini dianggap ikut me­nen tukan perkembangan masyarakat, di- .pilih lapangan-lapangan strategis yang paling menonjol, yang menurut per- urutannya adalali sebagai berikuts

1o Lapangan M l iter (ABRl).2. Lapangan administrasi - pemerin­

tahan sipil..3 o Lapangan pendidikan / cendekia -

wan,

dan4 . Lapangan usaha dan niaga.

Terbentuknya Elite-elite tersebut, ba­ik Elite-strategis, maupun (dan) ter- utama Super-elite, kebanyakannya di- tentukan oleh dan dari pihak (pimpin- an) atasan, menurut legalitas tertentu dan akseptabilitas-nya dalam masyara­kat 3 terutama diperlancar oleh legali­tas tersebut. Di sana-sini soal kapa- bilitas tokoh-tokoh dalam Elite terse­but dapat menumbuhkan suasana kevemim- pinan yang charisma tis 2), seperti akan nyata dalam uraian-uraian selan­jutnya.

II. PERKEMBANGAN ELITE DI SULAWESI SELATAN*

1„ Pada zaman sebelum perang-dunia ke-II, Friedericy (1933) melukiskan

tentang pelapisan masyarakat Sulawesi Selatan s yang mengambil altar - akamya dari zaman jauh sebelumnya yang ter­sebut dalam- epos orang Bugis Makassar, yaitu Sure 'Galigo, suatu hasil kesu- sasteraan Bugis-Makassar, tentang mi~ tologi merelca. Menurut Friedericy, da­hulu kala ada tiga-lapisan pokok dalam masyarakat Bugis-Makassar, yaitu; (1 ) Arung dan Anakarung (Raja dan kerabat- keluarganya)! (*2) To - Maradeka, yang merupakan'bahagian terbesar warga ma­syarakat dan (3) ata, ialah orang-o­rang sahaya atau budak, karena kalah perang, melanggar peraturan-peraturan/ norma - norma adat dan atau tak menbayar utang pada. orang- lain*Dalam usaha untuk mencari latar bela-

kang terjadinya pelapisan m a s y a r a k a t itu, Friedericy berpedoman kepada pe­ranan tokoh-tokoh mitologis yang dise­but dalam epos Galigo. Beliau mengam­bil kesimpulan bahwa masyarakat orang Bugis-Makassar pada mulanya hanya ter- diri dari dua lapisan, sedangkan la­pisan ata itu merupakan suatu p e r k e m ­bangan kemudian yang terjadi dala^ zaman pertumbuhan pranata-pranata, ma­syarakat yang bercorak feodal di Su­lawesi Selatan. Pada hemat kami} bagi orang Bugis-Makassar tak dapat disebut satu lapisan khusus dalam Pe" lapisan masyarakat, karena jumlahny^ sangat kecil. Ata lebih banyak berarti suatu atribut status elite bagi pemi" liknya.

2. Dari lapisan kerabat-keluarga ra

1) Istilah Super Elite dipergunakan oleh Koentjaraningrat dan M.G. Tan dala^ sebuah paper Masai ah Kepeiaimpinan Dalam Pembangunan Nasional, Januari

. di Jakarta? maksudnya adal&h suatu Elite diatas segala Elite-elite yang2) ïengertian charismatis disini kern sesuaikan dengan yang dikemukakan _ ol®i

Bartono Kartodirdjo, yaitu adanya charisma mumi, yaitu charisme priba ^ yang dimixiki oleh pimpinan dalam menduduki jabatan tertentu. Adapun bila ^ sudah _diean-tikan oleh keturunannya, maka charisma itu menjadi charisma r° ^ ne. Lihat !lKepemimpinan Dalam Sejaran Indonesia", ceramah Sartono, $x Harapan 24 Mei 1 9 7 4,

raja yang disebut anakarung itu de­ngan derajat-nya masing-masing, po ten- si il muncul sebs,gai warga elite yang mempunyai pengaruh dalam semua lapisan dan kegiatan kemasyarakatan. Elite ini dihormati, malah dipuja, karena ada­nya kepercayaan bahwa mereka adalah penitisan dewa - dewa dari Botillangi (puncak langit). Karena kedewaannya itulah naka mereka dipandang dan di- perlakukan sebagai orang-orang terba­ik dan lebih mulia dari orang-orang kebanyakan. Bagi mereka diberikan ke- dud'tücan yang wajar untuk berkuasa dan memimpin seluruh. persekutuan hidup da­lam masyarakat. Terhadap Elite ini, tak ada ukuran lain baginya kecuali ulniran kepercayaan bahwa mereka adalah /ors g_r_ orang--is timewa yang dilaJiirlcan ■ untuk berkuasa atas manusia kebanyakan lainnya. Kaidah kemasyarakatan seperti itu di Sulawesi Selatan tergambar da­lam Sur6 1 Galigo, yaitu zaman ke-ma- ■ arajaan Sawerigading di Tana Warê'(tj1ivu ') 0 Zaman itu yang kami sebut Pe­riode Galigo, yang sampai pada zaman kita sekarang masih merupakan bahagian Celap dari sejarah Sulawesi Selatan, artinya masih berada pada tinglcatan dugaan-dugaan yang bersumber pada mi- tologi asal usul raja-raja Bugis-Ma­kassar, yang tersebut dalam Surè1 Ga-

Periode Galigo masih sangat me- ^srlukan pengolahan melalui penelitian yang luas dan mendalam. Periode itu C-iperkirakan meliputi abad 9 s/d 14 Masehi.

5• Abad 1 5 bagi Sulawesi-Selatan baru­lah dapat dipandang sebagai permula- masuknya ke zaman sejarah, seperti

« ang dapat diteliti melalui alat-alat Pembuktian sejarah yang sudah ada. Za­an. ini dapat disebut sebagai zaman ke- ajaan-kerajaan Bugis Makassar yang mu­

lai menemukan bentuk yang lebih nyata dan sedikit komplelcs. Catatan-catatan mengenai keadaan masyarakat zaman itu, dapat dijumpai dalam sekian banyaknaskah tulisan tangan yang disebutlontara*. Salah satu lontara* yangmengandungpetunjuk tentang kaidah-ka- idah sosial dan menunjukkan berbagai pola kehidupan dan tingkah laku dalam masyarakat dan kebudayaan. yang diwa- risi sampai zaman mutakhir, ialah yang disebut sure1 bicara-na latoa, yang bi­asanya disebut latoa 5 ) saja»Zaman sejarali Sulawesi Selatan ini, kami sebut sebagai Periode Lontara. Untuk memperoleh sekedar gambaran ten­tang keadaan dan struktur sosial Bugis Makassar dalam periode itu, yang agak- nya berguna untuk meng - identifika- si pertumbuhanElite Sulawesi Selatan, dibawah ini kami mencoba raenguraikan- nya dengan ringkas.

Permulaanmasa sejarah Sulawesi-Se­latan (+ abad 1 4 ) dibuka dengan kon- sepsi-konsepsi tentang keadaan To-Ma- nurung (orang yang turun) sebagai ca- kal bakal ke turun an raja - raja orang Bugis-Makassar. IConsepsi To-Manurung tidak dikenal dalam kehidupan kepemim- pinan orang Bugis-Wajo.Untuk sekedar perbandingan, dikenruka- kan tiga macam type perkembangan pem- bentukan pelapisan masyarakat Sulawesi Selatan (periode Lontaran) s yang mem- bawa berbagai variasi dalara perwujudan Elite Sulawesi Selatan dikeaudian ha- ric Tiga macam perkembangan itu, di- nyatakan kejadiannya sesudah tokoh- tokoh manusia luar biasa - (keturunan Dewa-dewa dari Botillangi*) dalam pe­riode Galigo, kembali ke langit atau turun (kembali) kedunia di bawah bumi yang mereka namakan Urilliu' atau Pa­re tiwi . Ketiga tokoh - tokoh dewa itu meninggalkan bumi, maka dunia kehi-

^ jjatoa. adalah Lontara’ (lontar), hasil kesusasteraan orang Bugis j atau yang disebut rapang oleh orang Makassar, memuat berbagai amanat raja-raja dar orang-orang bijaksana zaman dahulu, tentang tata-kelakuan orang Bugis da­lam masyarakatnya. Selain itu ditunjukkan juga hak-hak dan kewajiban raja terhadap rakyat, dan hak-hak serta kewajiban rakyat terhadap raj any a dal^ kehidupan politik ketatanegaraan Tana Bugis.

langan ■tokoh. pemersatu. Dengan .begitu marmaia kembali kepada pGrseku—

tuan. Ap ^tis (kamu) — nya mas ing—mas ing» Axvtaxa Anang yang satu dengan Anang yang lain timbul permusT^an-permusuhan atau saiingserangraenyerang. Beberapa Anang dapat membangun persekutuan anta— ra beberapa • anang,. dein mengangkat se- orang ketuapersekutuan . di , antara kepala atau'ketlia Ahang-anang itu. Pada hakekatnya keadaan paj;a To-rManu- rung memerlukah adanya sua,tu model ke- pemimpinan. yang. dapat menyatukan kem­bali Anang-anang yang cerai-berai.. A- khirnya lahirlah koftsèpsi' Tp-Manurung dengan perwu judan dalam type-type se­bagai: berikut s;Type pertama s Gowa (Makassar). Pada orang Gowa, sudah berakhir periode Ga­ligo, terdapat 9 ' kelompok Anang yang masing-masing.mempunyai bori~ (negeri 3 v/ilayah) sendiri - sendiri. Tiap - tiap Ariaiig dipimpin oleh seorang ketua kaun yang disebut Karaeng atau Anrongguru. Tiap—tiap bori‘ mempunyai bendera atau paiiji yang disebut Bate, sebagai lam-, bang kebesaraxt idan. kemerdekaan. Untuk memelihara • perdaiaaian .antara 9 Bate itu, ètereka bersama-sama memilih dian- tara mereka seorang ketua yang disebut Paccalla (yang mencela)« Paccalla ha­nya berperanari' sebagai wasit apabila timbul sengketadi antara mereka. Pac,-

bukanlah opper ketua dari semua k’öüiav Jtupa - rupanya mereka tidak puas dengan bentuk kepemimpinan yang deniiki- a&v sehingga pada akhimya memperguna-

koifsfep To-Manurung untuk menenukan kepemimpinan baru yang lebih menjamin Perffatüan To-Gowa (orang Gowa) • To-Ma-

mereka temukan .secara istimewa, 1alu .mereka jadikan To-Manurung itu £aja , mereka dengan gelar Sombaya ri Gowa (Jang di pu j a di Gowa).. Maka. ter- 'tedilah Butta Gowa.: (Kerajaan / Negara

yangmula-mula hahya ..terdiri da- ^ 3' Bori atau Bate itu. ’ turunaii To Ipigung itulah kemudian. disebut ana* ^l^ïigtuGowa (bangsawan prang GowaJ". tin®'. me£eiapat;L jabatan**,jabatan~ pen- argaS-J^9 ' kerajaan. Kerabat-kelu- i nri- jyÉajraeng Tu-Gowa ini merupakan

.darr pelapisaa masya- ' 3sar (Gówa). Mereka a-.yaog,. paling potensiil

menauduki Elite politik Hal am struktur

kekuasaan.kerajaan Gowa, akan tetapi hanya pada jabatan-jabatan pusat kera­jaan. Adapun ketua - ketua kaum dari sembilan Bori/Bate (negeri - negeri a- sal) . tetap menempati jabatan mereka masing - masing sebara turun temrun, dan dalam perkembangan selanjutnya me­reka menduduki lembaga kerajaan yang disebut Bate-salapanga ri Gown (Dewan 9 Panji di Gowa). Lembaga itu mendam- pingi Sombaya ri Gowa menjalankan ke­kuasaan Pemerintahan Kerajaan Gowa. Kerabat keluargaBate Salapanga ri Go- wa dalam pelapisan masyarakat Gowa di- sebut lapisan AJia_|_karaEng_maraEngan— naya. Dari kalangan mereka secara po— siil timbul orang - orang yang selalu bergerak keatas menduduki jabatan-ja­batan yang langsung berpengaruh di ka­langan rakyat. Merekalah dapat disebut menempati Elite-strategis dalam berba- gai lapangan kehidupan masyarakat.Type ke-duas Bone (Bugis) -. Pada orang Bugis Bone, sesudah berakhir periode Galigo, terdapat. tujuh kelompok kaum ^ aX}S ri sinë “ mafing menempati manuwa (negeri atau wilayah) tertentu. Berbe- da dengan yang terjadi di Gowa, Anang- anang (kaum) ini saling bermusuhiTdSi serang menyerang antara satu sama la- innya. Kekacau - balauan inilah yang mendorong mereka uhtuk menerima atau melaksaiiakan konsepsi To-Manumins> rton menpadikan To - Manuruniltu raja va ^ mereka taati bersama, 7 oriLg rntarni..fcauo mendampingi raja aelaiukim pesenntahan persekutuan yang disebut feppangtlkatan). Lambat la- un melalui intenaiflkasi perkawinan- perkawinan antara pejabat-pejabat ke- rajaan yang kelihatannya seperti per— kawinan politik9. maka corak kepeninpin— an anang (kauin) kehilangan jejak® Se— mua jabatan dalam kerajaan dari pusat sampai kedaerah - daerah terbawah pada akhimya diduduki oleh keturunan (ke—rabat-keluarga) raja yang bermula dariTo - Manurung. Kekuasaan dibangun dan diperkolcoh melalui pertalian darah dengan raja sentral. Dalam pelapisan masyarakat orang Bugis Bone» lapisan anakarung — lah yang ditempatkan seba­gai lapisan teratas. Lapisan ini pula- lah yang paling potensiil mempunyai kesempatan menduduki Elite — politik, baik dalam arti super maupun strate-

gis Elite dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan.Type ke - tiga: Orang- Bugis - V/ajo , se­perti telah disebut di atas, sesung­guhnya tidak mengenal konsepsi To-Ma- nurung dalam kehidupan kepemimpinan masyarakatnyao Pada mulanya di Wajo terdapat tiga kelompok kaum (anang) dengan wilayahnya masing-masing. Ke­tiga kaum itu hidup rukun antara satu sama lainnya. Wanua as al Wajo yang ti­ga itu ialah. Talo1 tênreng? Bettengpo- la, dan Tua' , Masing-masing dipimpin oleh seorang Arung. Dari tiga Wsnua- Anang itu, dikembangkan persatuan yang mëvmjudkan Tana Wajo, sebagai sebuah republik aristokrasi, yang dipimpin oleh seorang Ke tua yang disebut Arung Matoa Wajo. Masing - masing Wanua as al yang tiga itu te tap dipertahankan ada­nya sebagai sumber pengambilan orang- orang pe jabat untulc .kekuasaan pusat» pemimpin dari masing-masing Wanua, ya­itu raja dalam mendampingi Arung Matoa Wajo melakukan pemerintahan, disebut Paddanrong atau Panrêng (kembaran) „ Di sam-ping P a d d a n r ê n g terdapat Pabbate Lompo dari masing - masing tiga Wanuaasal. Keenam pembesar itu bersama-sama (yaitu, tiga orang Paddanrêng dan tiga orang Bate atau Pabbate Lompo, masing- masing dari Wanua asal Bètteng- pola; Talo' tenreng dan Tua') merupakan Dewan pemerintahan yang di sebut Arung En- nengge atau pêtta Ennennge (Dewan Per- tuanan yang enam) • Bilamana Arung Ma- toa Wajo ikut khadir dalam dewan itu, maka ke-tujuh orang itu disebut seba­gai PettaWa.io' (Pertuanan Tana-Wajo). Di samping Petta Wajo' terdapat sebuah lembaga yang disebut Arung Mabbicara (pertuanan yang menetapkan Hukum), beranggota 30 (tiga puluh) orang, ma­sing. - masing 10 orang berasal dari 3 wanua asal. Lembaga Arung - Mabbicara dapat dianggap sebagai parlemen Tana- Wajo. Selain itu terdapat pula tiga orang pejabat (masing - masing berasal dari 3 negeri wanua asal yang disebut Suro ri Bateng (Duta-duta Negara) . Se- luruh lembaga pemerintahan Tana-Wajo, yang anggota - angg0^3 3, ^er(iiri dari

.1 • Arung Matoa-Wajo, ..... 1 orang2'. Arung Ennennge, ....... 6 orang3 Arung Mabbicara, ..... 30 orang’

4 . Suro ri Bateng', 3 oraxig'

Jumlah. . . 40 orang-adalah pemangku kedaulatan R ak y at Tana Wajo, yang disebut Arung- PatÊppuloE (Pertuanan yang empat^puluh'^tSTT^ zironya disebut Paung ri Wajo' (Pengu- asa Tana—Wajo ) . Empat puluh. orang1 ini dalam ungkapan orang Wajo ' disebut Pa- oppang, Palengenngi Tana Wajo' , artT- nya, "yang dapat menelungkupkan dan me— nengadahkan Tana-Wajo".Dari ke 40 orang tersebut, 39 oi*ang anggota Puang ri Wajo ini pul al ah yang melakukan pemilihan seorang Arung Ma­toa, yang mencakupkan Puang-ri Wa.io ' menjadi Arung PatappuloE. Mereka itu- lah yang menjadi super-elite masyara­kat Bugis Wajo1 zaman dahulu kala. Ba­gi lapisan To-Maradeka selalu terbuka kes empat an untuk berlcembang' menempati posisi-posisi strategis dalam kehidup­an masyarakat dan kebudayaan, misal nya menjadi pedagang yang ulung dan kaya, cendelciawan yang dihormati, atau pe— mimpin - pemimpin agama yang ditaati. Mereka itulah yang potensiil menempati Elite-strategis dalam kehidupan masya­rakat dan Kebudayaan orang Bugis-Wajo-

4 . pelapisan masyarakat dalam periode Lontara seperti tersebut di atas

memberi petunjuk tentang adanya seke- lompok manusia pemimpin, yang. banyak menen tukan gerak dan . arah kehidupan m a s y a r a k a t dan kebudayaan orang Bugis- Makassar di Sulawesi Selatan, di per- kirakan strukturnya sebagai berikuts

1. Arung dengan lingkup Anakarung? yaitu raja dengan Üngkungan ke—

rabat-keluarga bangsawan, menduduki ja batan - jabatan kepemimpinan politik pemerintah, baik dipusat kerajaan ma­upun di daerah-daerah bawahannya, ke- cuali di Gowa yang membedakan antara golongan bangsawan To - Manurung yanfc

terbatas pada kerajaan, dan bangsawan keturunan Bate - Salapang yang tetan bertahan sebagai pemimpin-pemimpin t k yat di negeri asal. Arung dan li t, Anakarung ini, tukkepentilla.„ dentifikasi sementara, savS in' golongan Elite Feodal r» ? * ^amakan

~-- Sj-sionil:2. Golongan fungsionii /, y%-"

(kerajfr r7'

atas;yang dalam masyarakat terdiri ku kekuasaan dari 3 wanua asal.l . (khusus di Gowa), Ana1 karaEng

MaraEngannaya, Pemimpin - pe­mimpin r aikyat ke tuxun'an Bate -

- Salapango- b » To-pahrita., yaitu kaum ulama

para pemimpin Agama (Islam), c o To-acca atau To-Sulesana, ya

itu orang-orang cerdik pandai. To - Sugi, yaitu örang-orang

" haxtawan." e.- To-Warani, yaitu orang-orang

peiaberani, pahlawan (kesa- tria)

Golongan ini ..menurut lontara* di sederajatkan dengan Anakarung

(Bangsawan), walaupun mereka ,tidak bexasal dari ke turunan To-Manuxung .(Gowa atau Bone)-. Untuk kepentingan inden t if ikasi, sementara mereka kami namakan sebagai kelompok Elite Aris- tokrat-fungsionil * Dari golongan atau kelompok inf ,■ potensiil muncul orang- orang terbaik yang dapat disebut Eli­te, dalam pengertian bahwa pendapat- -pendapat, keputusan-keputusan dan tin- dakan— tindakan mereka, membawa-akibat penting dan menentukan kehidupan warga terbanyak dari , masyarakat bersangkut- an.5. Terjadanya kelompok Elite dari go- - _ longan pertama (Elite Feodal Tra- disionil) di atas, yang dapat. disebut Su^er - Elite, banyak ditentukan oleh pewarisan ketemurunan darah atau ke- aiumian darah, yang dapat dipertahan- kan atau dicapai seseorang melalui perkawinan pada derajat darah kebang-

- sawanan yang sama. Seseorang dapat terpilih menjadi Mangkau (Raja di Bo­ft6) S Somba (Raja di Gowa) apabila o- a?ahg itu ' menurut' silsilahnya lahir da3*i ayah dan ibu yang berdarah mumi. Darah mumi itu disebut Maddara-Tak-

(berdarah putih), ke turunan mumi Tó~Manu3rung, Raja pertama. Tidak-

^ • joengherankan apabila masalah per- dalam golongan ini menjadi ma-

itü.8 ^ 0 ® èangat pentingj karena halal ^ ^ t menentukan struktur sosi- Jceku««? “nya dan menopang struJftur -n -r ~ kerajaan. Golongan Su-

^ ^ -Wajo ditentukan melaluig a x i s limas'keturunan -nemaneicu pemang-

6. Terjadinya kelompok Elite dari go-• longan kedua (Elite ar i s t okr at - fung-

sioniil) tersebTlt^dï ataè\ yang menem- pati pexSnan Strategic Elite, dapat bèrasal dari keloSpoïc~ Anakarung yang tidak'rerpilih kedalam jabatan-jabatan kekuasaan Pemerintahan (baikdi pusat maupun di daerah-daerah bawahan), atau karena mengalami degenarasi kemumian darah. Dari kalahgan To-Maradeka - pun dapat tampil sebagai warga Elite ini, bilamana mereka skngguh — sungguh mem­punyai kemampuan pribadi untuk menjadi ulama, orang pandai, orang kaya dan orang pemberani, yang memperoleh pe- ngakuaii atau legalitas dari Super-Eli­te. Bilamana merèka sudah berada dalam kalangan Elite ini, maka tintuk memper— oleh pengokohan atas statusnya, mere— kapun berusaha mengambil isteri dari kalangan bangsawan. Dengan demikian, terjadilah asimilasi yang mendekatkan •mereka atau ke turunan mereka kepada golongan bangsawan (anakarung) yang sebenamya.7. Setelah mëndapat status dalam Elite

pertama (Peodal - tradisionil) ataukedua (Aristokrat - fungsionil), maka merekapun mendapat peranan - peranan yang memberikan kepada mereka legalitas kepemimpinan dalam masyarakat, yang pertama karena ke turunan dan tradisi yang lainnya karena kemampuan-kemampu- 311 pr®st?,si P^i^adi. Masyarakatpun me- muliakan mereka, TJntuk kalangan mere- kapun ditentukan berbagai atribut, simbol - simbol atau tingkah laku yang menunoukkan tentang status-mereka da­lam masyarakat. Usaha mempertahankan status itu menjadi pedoman utama dal nm kegiatan-kegiatandan tingkah laJcu me­reka dalam masyarakat, apabila mereka menghendaki untuk ditaati orang banyak

8. Sebelum p e ra n g -dunia ke I X , mulaitahun 1906, y a itu pada zaman keku­asaan Pemerintah Hindia Belanda, sesu-ai dengan susunan Administrasi ’kekua­saan Hindia Belanda, Sulawesi Selatan dibagi atass '

1» Daerah -/daerah Zelfbesturende Lahdschappen, atau aaerah-daerah

Swapra.ia fiHwrfil i th. 1923). vai+n /la-

erah-daerah bekas pusat Kerajaan Gowa, Bone, Wajo1, Soppeng dsb-nya. Pada da­erah-daerah Swapraja itu, masih-tetap dipertahankan- adanya raja dan apara- tur bawahan yang berkuasa di bawah ti- likan pegawai-pegawai administrasi ke­kuasaan Eindia-Belanda, seperti Assis- ten Resident, Controleur dsb-nya»

2. Daerah - daerah Gubememen (Gou- vemements gebieden), yaitu da-

erah-daerah yang diurus langsung oleh pegawai-pegawai administrasi kekuasaan Hindia-Be 1 anda. Daerah-daerah ini wa- laupun tadinya adalah daerah - daerah atau negeri-negeri yang berada di ba­wah kekuasaan atau pengaruh kekuasaan Kerajaan Bugis atau Makassar tertentu, tetapi setelah tahun 1 9 2 3, tidak lagi mempunyai. hubungan kekuasaan secara hierarchis organisatoris, dengan bekas bekas kerajaan Bugis atau Makassar tertentu itu. Daerah - daerah seperti itu di jadikan satuan daerah adminis- tratif Hindia Belanda, yang di sebut Afdeling di bawah pimpinan seorang Assistent Resident (Belanda) dan on- der-afdeling di bawah pimpinan seorang Controleur (Belanda). Adapun daerah- daerah administratif di bawah onder afdeling yang di sebut District atau Wanua, dipimpin oleh pegawai administ­rasi yang pernah memperoleh pendidikan Sekolah Pangreh Praja, dengan pangkat Bestuur Assistent (BA') atau Hulpbes T- tuur Assistent (EBA) . Di beberapa tem­pat (District Wanua), adakalanya juga masih dipertahankan adanya kepala - ke­pala District/Wanua yang berasal dari keturunan raja-raja bawahan zaman ke­rajaan Bugis-Makassar zaman lalu..9 . Baik pada daerah-daerah, Swapraja,

maupun pada daerah-daerah Gubeme - men, di kembangkan sTjatwu^arat adcai - nistrasi kekuasaan Hindia^SEleXanda, yang membentuk golongan baxii, yang kemudian di kenal^ dengan -riama kaum Ambtenaar atau Pe gawai^Pemerintah, de­ngan berbagaimacam pembahagian tu- dan tingkatan-tingkatan kepangkatan- nya. Golongan Pegawai Administrasi Pemerintahan, terutama. mergka yang di­sebut BB. Ambtenaren "pang^h-Praja), yangmemperoleh peyididikan pemerintah- an seperti OSVIAs/ SIBA dan s^ebagainya, kebanyakan dari Vèreka, térpilih. dari

keturunan atau keluarga yang berasal dari kalangan yang menempati Elite, za­man lalu, baik daxi stock feodal-tra- disionil, maupun daxi stock aristok- xat— fungsionil,. Golongan pegawai ini pada umumnya mendapatkan nilai texsen- diri dalam kehidupan masyarakats se­bagai potensi untuk terjadinya suatu Elite baru»10. Golongan pegawai tersebut, walau-

pun telah memepero.leh pendidik­an modem, masih tetap mempertahankan su atu identitas zaman lainpau yang bex- orientasi kepada status, selalu ber- usaha mencapai status yang lebih ting- gi, serta mencontoh pola kehidupan dan tingkah laku yang terdapat pada status yang lebih tinggi. Pola-pola tingkah laku lahiriah kepemimpinan zaman lainpau masih tetap mewarnai se- pak terjang mereka dalam masyarakat, dan masyarakat yang sudah terbias'a' de­ngan pola itupun menerimanya sebagai keadaan wajax, sebagai kelanjutan za­man lampau.11. Kaum Elite dalam watak yang? sama

dari warisah zaman lalu. menempati komposisi yang baru dalam Elite baru, yang : dapat • disimpulkan sebstgai* bëri- kut i

a. Kaum bangsawan yang setia' ke­pada Belanda dan Pegawai. ■“■ pega-

wai Pangreh Praja (BB° Ambtenaren), selan jutnya kami -setrut sebagai Elite HB . (Hindia Belanda), golongan -utsaato.

b. Katun pegawai ‘ gubememen lain­nya, selanjutnya kami sebut"'se­

bagai Elite HB. golonganméïïengeh yang terdiri daxij • • '

b. 1. Kalangan cenfekiawan,.yang mendapat pendidikan formil HB. • / \

,b. 2. Kalangan,ulapa agama/adat dan peijdjmpi pei Liapin pér- gerakan §osial

«» ‘ ' ■‘-f* »c. Kaum hartawan, pedagang dan. peng--

usaha lainnya,. yang selaniutnvakajaai sebut. Elite HB golongan dasar.Komgosisi . Elite inilah yang sung terus ? sampai terjadiny®

dania ke-II, penduduk Jepang, dan ter­jadinya komposisi baru setelah revo­lusi kemerdekaan Indonesia.

Hasil-hasil pergeseran anggota-ang- gotaElite dari zaman kerajaan-keraja­an Bugis-Makassar kepada Elite Hindia- Belanda dan selanjutnya ke Elite se-

III. ELITE SESUDAH1. Zaman pendudukan Jepang banyak mem­

bawa perobahan-pero.bahan--pandangan terhadap kenyataafif^'kenyataan social, terutama dalamfperwujudan Elitgj^Di- sekitar t empat tempat— ksmff tawanan perang yang terdiri dari orang-orang Belanda atau orang bangsa kulit putih lainnya serta orang-orang Bumiputera sangat setia kepada Belanda dan berku- asa pada zaman lalu, penduduk menjum- pai mereka sebagai orang-orang yang tak mempunyai apa-apa. Mereka miskin, kurus-kurus, dan tak mempunyai sema­ngat . Pada mulanya mereka adalah orang- orang yangberkuasa, kaya dan dimuli- akan j tetapi sekarang menjadi tawan­an orang Jepang, Kenyataan-kenyataan seperti itu membawa kesadaran baru bagi penduduk, bahwa seseorang tanpa kemer­dekaan, tanpa kekuasaan akan mengalami pen^iinaan5 tanpa^kekuasaan segalanya akan berakhir o Sedikój^-banyak, kenya- taan - kenyataan seperti ini mendorong penduduk untuk tidak sudi menerima kembalinya kekuasaan Belanda, ketika perang berakhir dengan kemenangan se- kutuo Itu pulalah yang menjadi salah satu sebab, mengapa ketaatan penduduk kepadaElite yang berbéntuk pada zaman Hindia-Belanda mengadi sangat luntur, timbul hilangnya" kepercayaan di hati penduduk terhadap mereka.2. Revolusi Kemerdekaan (1945 - 1950),

mengoyak dan merombak sendi - sendibangunan Elite sosial zaman lampau,tampak pada hal-hal sebagai berikut %

a. Banyak keturunan anggota golong- an Elite zaman lampan (Elite Fe-

odal-Tradisionil dan Aristokrat-fung-sionil), terutama yang tersisih dalampembentukan Elite Hindia. Belanda dari golongan utama, terjunke meden perju- axigBXi kemerdekaan dan menjadi prajurit j7jP_ntaxa Uasional Indonesia»

l) Banyak keturunan anggota Elite

sudah Revolusi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menunjukkan bahwa super Elite Ke­rajaan Gowa mengalami kemunduran, di- bandingkan dengan golongan Elite yang berasal dari Kerajaan-kerajaan Bone dan Wajo pada zaman lampau.

EERMG DAN KEMKRDEKAANHBc dari golongan menengah, terjun

ke medan perjuangan kemerdekaan. Se- bahagian menjadi prajurit Tentara Na- sional Indonesia, sebahagian lainnya menjadi pemimpin-pemimpin Partai Poli­tik. Banyak pula yang terjun kedalam lapangan pendidikan dan menjadi orang- orang cendekiawan.

c. Banyak pula keturunan dari ka- langan Elite HB. dari golongan

dasar, setelah selesai revolusi kemer- dekaan, melanjutkan karir dilapangan usaha perdagangan dan pemiagaan, di- samping lapangan-lapangan lain seper­ti tersebut diatas.3 o Tokoh-tokoh puncak dari golongan-

golongan tersebut di atas (III. 2) setelah revolusi fisik (1 9 5 0 ), berpin- dah tempat dan menrusatkan diri di ko- ta-kota, terutama kota Makassar (Ujung Pandang) dan mengendalikan kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada umum­nya. (Chabot, H, Th. 1970). Dalam kot a Makassarlah dapat dilihat dengan nyata terbentuknya Elite baru dewasa ini» seperti yang telah disebut diatas (I* 4.) yaitu sekelompok orang-orang dala® masyarakat yang pendapat-pendapat, ke- putusan-keputusan dan tindakan-tindak- annya mempunyai akibat penting dan me~ nentukan bagi kehidupan bahagian ter- besar warga masyarakat.4 . Untuk lebih membatasi diri dala®

meng - identifikasi apa yang kami maksud dengan Elite, baik yang sup®37 maupun yang strategic di Sulawesi Se­latan, yang bersumber semata-mata da^1 stock Sulawesi Selatan sendiri, ka®1 pergunakan batasan yang dipergunf^9 oleh H» Lasswells seperti telah dise" but pada bahagian depan. ."The influential, are those who S the most of what there is to get. • °c' Those who get the most are the elite

the rest are mass." (i960 s 13)°5. Lapangan - lapangan strategis, yang

utama menentukan perkembangan ma­syarakat Sulawesi Selatan, sekarang dapat dibagi atas s

a. Lapangan Militer, TNI Angkatan Darat pada khususnya dan Ang­

katan Bersenjata R.I. pada umumnya. Khusus di kalangan TNI Angkatan Darat orang-orang Sulawesi Selatan dapat di- katakan lebih banyak menduduki posisi- posisi komando (pimpinan) bawahan di-- bandingkan dengan apa yang tersebut pada angkatan-angkatan lain, baik da­lam arti kwantitas maupun kwalitas,

b. Lapangan Pemerintahan Sipil. Pu- cuk pimpinan Pemerintahan Sipil

tingkat Propinsi ( Sulawesi Selatan ), terdiri dari seorang Gubemur / kepala Daerah, seorang Sekretaris Daerah, be­berapa orang residen, 5 orang anggota BPH. Kuranglebih 10 orang inilah yang menduduki posisi puncak dalam mengen- dalikan kekuasaan pemerintahan sipil tingkat Propinsi, adalah golongan Elite sesuai dengan batasan yang dipergu­nakan, Propinsi Sulawesi Selatan diba­gi atas 21 daerah Kabupaten dan 2 buah Kota-Madya, masing-masing dipimpin o- lèh seorang Bupati/Kepala Daerah. 10 + 23 = 33 orang tokoh dalam pimpinan da- erah, merupakan Elite Strategis (peja- bat-pejabat teras) dalam lapangan pe- merintahan sipil, yang dapat diperin-

sebagai berikut s 27?4% dari stock Elite HB. dari go­

longan utama (II. 11.a)36,6 dari stock Elite HB. dari go- longan Menengah (ll« 1 1 -b) -'5S7% dari stock Elite HB. dari go­longan dasar (II. 11.c).

0,3$ dari luar Sulawesi Selatan» kebih dari 50^ (tepatnya 17 orang) d.i- ®^tara 33 orang pejabat teras itu ter- i^i dari anggota Tentara/ABRI yang di~

ka^yakan dalam rangka dwifungsi. 35$ ' tepatnya 11 ) orang di antara 33 °“taaig pejabat teras itu merupakan lu- ,Usan Universitas yang bergelar sar-Jcyia,„

c“ Lapangan Pendidikan Tinggi» Di v Sulawesi Selatan terdapat tiga Y9*1 Perguruan Tinggi lcepunyaan Perne

yaitu Universitas Hasanuddin,j s^itut Keguruan Ilmu pendidikan(IKI ) 911 Institut Agama Islam Negeri (IAIN )

dan beberapa buah Perguruan Tinggi Swasta. Semua berdomisili di kota Ma­kassar» Beberapa Lembaga Pendidikan lainnya bertingkat Akademi-akademi ke- juruan, baik kepunyaan Pemerintah ma­upun Swasta, juga berkedudukan di ko­ta Makassar. Dari kurang lebih 15.000 orang mahasiswa menuntut pelajaran pa­da Perguruan Tinggi - Perguruan Tinggi itu, 80 °/o di antaranya berasal dari daerah - daerah pelosok Sulawesi Se­latan. Di antara pengasuh Perguruan Tinggi, kurang dari 60$ berasal dari Sulawesi Selatan. Di antara mereka terdapat kurang dari 5 orang berpang- kat Guru Besar, beberapa puluh orang- orang berpangkat Rektor dan Rektor Ke­pala. Hanya 3 orang yang bergelar pur- na-sarjana Doktor. Mereka yang diang­gap menempati posisi-posisi berpenga­ruh pada sektor ini, berasal dari la­tar belakang stock HB sebagai berikuts

kurang lebih 28$ dari stock Elite HB. dari golongan utama (il. 11 .a.) kurang lebih 45$ dari stock Elite HB. dari golongan menengah (II. 11 .b.) kurang lebih 37 $ dari stock Elite HB. dari golongan dasar (II. 11=c.)

6 . Pimpinan Puncak di Sulawesi Sela­tan, yang dapat digolongkan lebih

ke dalam super-elite disebut MUSPIDA (Musyawarah Pimpinan Daorali) Tingkat Propinsi Sulawesi Selatan» Anggota-* anggotanya terdiri dari ?

1. Gubemur/Kepala Daerah Propinsi Sulawesi Selatan.

2» Panglima-panglima ketiga angkat­an dan Polisi.

3» Kepala Kejaksaan Tinggi.4 . Kepala Pengadilan Tinggi»

Kalau Muspida ini dapat dianggap se­bagai Super-Elite maka Sulawesi Sela­tan dewasa ini terdiri atas 7 orang. Seorang berasal dari Sulawesi Selatan sendiri dan enam' orang lainnya berasal dari luar Sulawesi Selatan.^Seorang yang berasal dari Sulawesi Selatan itu berlatar belakang stock Elite HB. golongan dasar, (ll.11.cu), yakni anggota TNI / &D yang ikut dalam perang kemerdekaan tahun 1945- 1950»

7. Sesaat sebelum Pemilihan. Urnum tahun1 9 7 1, salah satu strategic - elit*

yang terbentuk oleh Partai-partai ?°~

litik memberikan peranannya dala® De~

wan Perwakilan Rakyat Daerah (Semen­tara) , baik dl tingkat Propinsi maupun di daerah-daerah Kabupaten. Kebanyakan mereka berasal dari stock Elite HB, gol. menengah (II. 11. b. ), khususnya dari kalangan Agama untuk Partai-par- tai Politik berdasarkan Agaraa Islam» Pemilihan ïïmum th. 1971 membuka lem- baran baru pula bagi terbentuknya E- lite (strategis) baru, yang berporos pada supermasi golongan Militer (ABRl) yang ber-dwi-fungsi, memasuki dan me- nguasai hampir semua lapangan non-mi- liter dalam kehidupan masyarakat. Pada waktu ini, selain posisi-posisi kunci dalam lapangan pemerintahan sipil, ju­ga dunia usaha dan niaga dimasuki dan dikendalikan oleh orang-orang militer atau veteran dari perang kemerdekaan.

Peranan militer dalam istilah dwi- fungsi itu merambat sampai ke desa-de- sa,baik sebagai pejabat-pejabat resmi kecamatan dan desa-desa maupun dalam bentuk usaha pemilikan tanah berupa usaha pembinaan desa-desa Sapta-Marga bagi anggota-anggota tentara yang akan dipensiunkan.Hal ini menunjukkan sua­tu watak perkembangan baru dalam rang- ka terwujudnya suatu struktur-sosial baru di Sulawesi Selatan, sebagai su­atu transformasi sosial-budaya/sangat menarik. Ketaatan rakyat terhadap Elite-elite baru ini, dalam t r a n s f o r masi sosial-budaya dengan struktur- sosial baru, masih memerlukan pene- litian yang lebih cermat, u n t u k mene- mukan bentuk-bentuknya yangpasti dan yang menguntungkan perkeobangan.

IV. PENUTUP DAN KESIMPÜLAN-KESIMPÜLML1 . Sejak jatuhnya regiem Soekarno ta­

hun 19é8 dan tampilnya regiem Orde fBaru dibawah pimpinan Presiden Jende- ral Soeharto di Pusat Pemerintahan Re­publik Indonesia di Jakarta, maka Elite Sulawesi Selatanpun mencoba menemu- ^kan bentuk yang serupa dengan yang terdapat di pusat (Jakarta). Menurut gambaran urnum, maka super-elite di pu­sat kekuasaan R„I. di Jakarta terdi

perseorangan tidak secara institusi- onil.3. Golongan pedagang dan pengusaha

yang stabil di Sulawesi Selatan? pada umumnya terdiri dari orang-orang Cina, baik Warga-Negara maupun Asing* Sejak akhir perang dunia ke II m e r e k a menempati posisi. ekonomi yang k u a t . Dari dahulu mereka berhasil melakukan

ri dari kaum Militer yang menjadikan/ kepada kalangan Elite primengangkat golongan cendekiawan (non- militer), yang ber-akar dari dunia Perguruan Tinggi/Universitas, sebagai partner dalam mengendalikan gerak ke­hidupan kekuasaan di segala sektor ke­hidupan pada umumnya.2. Di Sulawesi Selatan, usaha-usaha

kearah penggalangan partisipasi du­nia Perguruan Tinggi dalam perkembang- an m a s y a r a k a t pada umumnya ada juga diusahakan atas prakarsa pemimpin-pe- mimpinMiliter, naik oleh Panglima Ko— wilhan IV Sulawesi, antara tahun-tahun

umi yang paling kuat dalam kedudukan? pengaruh dan kekuasaan. Mereka adalah usahawan-usahawan yang ulet dan ce- katan. Pada waktu sekarangpun mereka berhasil melakukan pendekatan kepada Elite Bumiputera yang paling kuat da­lam kedudukan, pengaruh dan kekuasaan» yang pada masa kini kebetulan adalah golongan Militer, baik yang bertugas dalam lapangan militer maupun dalam lapangan non-mi liter. Para pengusaha dan pedagang-pedagang Bumiputera (a~ tau yang sekaranglazim disebut seba gai pribumi) yangkelihatan berhasil» niscaya mempunyai sandaran atau se-1968 - 1970. Selama tahun-tahun itu

hampir semua usaha penggalangan parti- kurang-kurangnya relasi pada golong" sipasi dengan dunia Pendidikan Tinggi an Elite itu dalam berbagai bentuk tidak bersifat konsepsionil yang ma- variasinya. Relasi usaha dengan Pe-T tang, sehingga konsepsi partnership dagang/pengusaha non-pribumi ( Cina )

fZLliter-Cendekiawan pada kenyataannya berarti tersedianya kesempatan hagi sekarang berbeda dalam keadaan yang pengusaha non-pribumi itu untulc d&

rg,-pvh dan bersifat insidentil, perse- ngan aman berlindung^ dibalik najafuat axifdft m elalui p end e.ka t an - p end eka t an sahawan - usahawan pribumi yang

sandarannya, seperti disebut diatas.4- Baik strategic-elite, maupun super­

elite Sulawesi Selatan sekarang terdiri dari golongan ABRI / TNI-AD. Mereka umumnya berlatar "belakang dari stock Elite HB. gol. menengah (ll.11.b.). Mereka terutama adalah pejabat- pejabat daerah bawahan yang rata-rata kurang memahami arti dan hakekat missi dwi-fungsi ABRI atau sama sekali tak mau mengambil perduli akan idealisme sejarah per juangan nasional bangsa In­donesia dalam hubungan kehidupan nasi­onal dan internasional di bidang poli­tik, ekonomi dan kebudayaan, serta ke- harusan sejarah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia zaman muthakir. Mere­ka mempunyai kecenderungan umum bersi- kap dan bertingkah laku menempatkan go longannya lebih atau diatas golongan- golongan lainnya dalam masyarakat. Me­reka selalu berusaha memperoleh peng- akuan status dan supermasi golongan mereka diatas go 1 ongan-go 1 ongan lain­nya dalam masyarakat Sulawesi Selatan y ang-merup ale an "traditionil oriented spclètyj'. Maka mereka yang demikian /itupun berbuat, melalui berbagai usa- /ha 4j, /inengkaitkan diri kepada pemi- ( likan atribut-atribut Elite zaman lam- V pau, /yaitu Elite Feodal - Tradisionil (ll<4.(1).). Kebanyakan mereka (sadar atau tidak sadar, dan inilah seginya yang menarik) telah berhasil menstabi- lisasi pola-pola struktur sosial-buda- ya dari zaman lalu', dan mendinamisasi terbentuknya semacam lapisan neo-feo- dalism,yang béroriéntasi pada status. Rupa 7/rupanya mereka berhasil dengan baik-'meniru pri-laku itu, akan tetapi kurang berhasil mentransfer kewibawaan kepèmimpinan seperti yang dipunyai oleh\v super-elite zaman lalu di hati rakyatnya. Mereka larut dan kembali kepada pengokohan sikap Htraditionil oriented society" yang dibangun dengan ** shame culture ", yaitu suatu sikap

peradaban yang didasarkan kepada rasa malu yang negatif. Dalam hubungan itu, seseorang yang sudah larut pada orien- tasi semacam itu akan berusaha memper- tahankan statusnya dengan segala cara, meskipun sesungguhnya yang bersangkut- an tidak berfungsi baik (menurut ukur- an rationil) dalam status itu. Satu kritik atasnya, atau satu usaha fihalc lain yang memperlihatkan kesalahannya akan dianggap menghina status, maka iapun marah dan merasa dihina. Terha­dap atasannya ia menyembunyikan kele- mahan-kelemahannya dengan jalan ser­vices yangterkenal di Indonesia dengan istilah ABS (Asal Bapak Senang), Begitu pula iaharapkan bawahannya berlaku a- tas dirinya. Sikap demikian sudah pas- ti salah, karena tidak sesuai dengan aspirasi pertumbuhan dan kehidupan ABRI sendiri sebagai stabilisator dan dina- misator kehidupan masyarakat yang di- cita-citakan.5. Kehidupan dunia Pendidikan formil

pada umumnya, Perguruan-perguruan Tinggi pada khususnya di Sulawesi Se­latan, selalu diharapkan untuk menjadi pembina strategic-elite, yang dapat- memberikan pengaruh yang baik bagi perkembangan masyarakat, dalam arti berkembangnya satu sikap masyarakat yang berorientasi kehaxi depan yang lebih terbuka. Akan tetapi missi ini kelihatannya masih kurang berhasil, ■untuk dapat dikatakan telah menghasil- kan strategic-elite dalam makna seper­ti disebut diatas. Banyak orang telah berhasil mencapai gelar kesar janaan. Sebahagian mereka yang telah berhasil itu segera merasa puas dengan titel itu, yang baginya merupakan semacam lisensi untuk status kehormatan dalam masyarakatnya yang tradisionil. Mereka yang berhasil itupun, kebanyakannya berlatar belakang dari stock Elite HB. gol» utama dan menengah dasar. Selan- jutnya secara sadar atau tidak sadar.

4)•Dengan "berbagai usaha", yang dimaksud adalah berbagai perbuatan yang meng- imitasikan diri dengan kaum raja (bangsawan) dalam struktur masyarakat za-

man dahulu, dalam upacara-upcara, perkawinan, keinginan dihormati, memeliha a pengilcut pribadi yang setia (joa1) dan segala atribut lahiriah, mendemons^a' sikan kemewahan/kekayaan materiil, yang dapat secara langsung memperliha^ perbedaan-perbedaan mereka dari golongan masyarakat lainnya.

Z~r! r ^ men°Pan£ lahiW a lapisan neo-feodahsm dengan memperkuct silcaptraditioml oriented society. Kebanyak-

mereka memilih lapangan pekerjaan epegawaian (baik militer maupun si-

Pil;. Sangat kurang dari mereka yang ilmffc1 PSnUh.rasa kesadaran panggilandalam ri laPanê'ai:1 pengabdianalam dunia Ilmu Pengetahuan yang me-o S S t f ltalP b6?aS (inaeP“ i®t), ber- var, J pada technologically pH-

dan bersif at achievement

6. Kalangan cendekiawan yang bergerak dalam lapangan Pendidikan Tinggi

kurang mempunyai kemampuan atau kurang mempunyai keberanian mengembangkan si- kap independent lebih jauh keluar darii t u l S r \e”? f ■■te”b0lc kam^ • SelaS_tldak mempunyai atau serbaElite Periode Lontara " xm . , . ■ —------------------- Elite Hindia—Belanda

kekurangan alat untuk mengembangkan potensi dari missinya, malahan adaka- lanya harus mengorbankan sikap objek- tif ilmiahnya dalam menanggapi kenya- taan - kenyataan sosial di luar dan di dalam kampusnya. Pembinaan Mahasiswa kearah terbentuknya kader-kader bang­sa yang diharapkan mampu bersikap ob- jektif menghadapi pembangunan masyara- katnya dimasa depan, lambat laun meng- aiami kelesuan dan kehilangan idealis­me. a ini tentu sangat tidak mengun- tungfcan perkembangan yang diharapkan di masa depan,7° Bllamana_ kita mencoba merumuskan

°mP°slsi Elite - baru di Sulawesin J Plu g3n raembandingkannya de- kit» av ,e zaman~zaman lampau, maka d i ï l ^ ^ ^ Perl ingan-perban-dmgan sebagai berikut s

]) % Axuns dengan lingkut) fSaSSSg (Raja d S T k ^ bangsawan), menduduki ja- atan-jabatan pemerintah-

bailf di PUsat maupun di daerah-daerah bawahan, melalui seleksi kemumi- an darah.2)o Strategic-Elite, darigolongan fimgsionil lain-nya dalam masyarakat sterdiri daxi To-paniJ^ lo-Acca, To-sugi' dan To’

Warani. Mereka disedera" jatkan dengan bangSawan™

1). Kaum keturunan bang­sawan yang setia kepada Belanda & BB. Amb t enaren Umumnya berasal dar-i da*d a f q daerail Gube^ m e n dan Swapraja yang setia.

2)o Kaum Ambtenaar lain-yang terdiri dari

Cend.ekiaw3n p endi dikan f ormi 1 „ p a„ ra pemimpin pergerakan- gamas sosial dan poli-

peniuq?hra pedaS'ang dan v'cgHê' kerhasil.\Hodm aw. t6vto(u,■tfft. ^ \

Elite zaman sekarang

1)» Super Elite, mela­lui linglcup garis ko- mando (Corps) menduduki jabatan-jabatan puncak di tingkat Propinsi (Dvi- fungsi ABRl), ditambah ala kadarnya dari cen­dekiawan sipil.2). Golongan fungsionil lain dalam masyarakat > yang terdiri dari go-

longan cendakiawan; V&-gawai sipil pemerintah- an s usahawan dan niaga wan. Mereka, disatukan kedalam organisasi ke- karyaan ( GOLKAR ) atau KORPRi, dimana golong"

Ö» Pada dewasa ini seolah - i v, ~ ~ ~ menjadi aksioxaa, bahwa mtit telah

gantikan seseorang pejabat b e ^ ^ " iungsi dalam jabatan-jabatan «kala °al0n itu niscaja^a17i ngan militer? demikian yan^x»ifaraaai4uea 0lehs t e n jalr PilCiran fta.sMkÏÏ.„ suatu yang mustahil■nflnA j ,

landarTv Ra a"Gowa da« lain-lain bu-fe' ( b e r d a r S f p i ? ^

5’ ke'Wat^n-fcenyata-kesimüUia’ tap 4.^ ditarik k'esim/ulan wesi Relate m1n ara ÉljLte/pul»'

pada zaflandi- - p - a V t r ^ ^ f p c i 6 ,t U t ï rffiemkxrican calon„oalon ^ ^ t S a ^

Pada cara untuk sampai *2pada

keanggotaan Elite itu. Pada zaman da­hulu adalah melalui pewarisan biologis melalui seleksi mempertahankan kemur- nian darah ( keturunan ) . Pada zaman Hindia-Belanda adalah melalui seleksi- seleksi keturunan Elite zaman baru, dan kesetiaan kepada Pemerintah Hin- dia-Belanda, serta achievement atau ke unggulan pribadi. Pada masa ini adalah melalui anggapan charismatisme yang diduga lehir dari anggapan masyarakat tentang heroic leader yang dilcagumi serta kesetiaan kepada disiplin Corps, dengan otaritarisme yang tertutup,Ke­adaan itu, secara strukturil mungkin masih cocok bagi masyarakat desa-desa pertanian Sulawesi Selatan yang tradi- ■ sionil, yang masih memiliki perasaan kagum terhadap adanya heroic leader, akan tetapi niscaya tidak dapat mendo- rong lahimya suatu masyarakat Sula­wesi Selatan yang penuh dengan gairah dan juga potensi untuk berkembang men­

jadi masyarakat modem untuk masa de­pan yang dekat.

1 0 , Suatu Elite modem masih perlu di- tunggu perkembangannya di Sulawesi

Selatan. Elite modem itu, seperti di- katakan oleh Sartano ( 1974 ), adalah Elite baru, sebagai pemimpin yang da- pat di—identifikasikan sebagai "orga*- nization man” 5 elite modem yang ber- sikap idéalistis dan yang sangat me- nyadari peranannya, simbolis sebagai pendukung ideologi-ideologi modern se­perti anti feodalisme, anti koloni­alisme, demokratis, humanitarianisme, populisme, sosialisme dan sebagainya.. Pendek kata, Elite modern itu harus dapat berfungsi sebagai akumulator idea-idea pembaharuan, sedangkan ten- tang dari golongan iuana akan munculnya dari segenap golongan bangsa Indonesia, tidaklahnenjadi soal yang penting di- perdebatkano

— 0O0—Daftar buku bacaan, yang dipergunakan.1. Chabot ,H»Th„, "Een Rlite in Zuid Sulawesi, 11 Liber Amicorum, E.A.A. J.A* Al~

(1970) lard, Leiden.2. Priedericy,H. J., De standen bij de Boeginezen en Makassaren, jlc90,IV >BKI

(1930)3- Harsja WoBachtiar, "Masalah Pemimpin di Indonesia1', Jakarta, Sebuah paper

(1 9 7 0 ) dalam seminar Masalah Sikap Mental dalam Pembangunan.4» Koent jaraningrat dan M.G. Tan.; "Masalah Kepemimpinan dalam Pembangunan Na~

(1 9 7 0 ) sionalu, Jakarta. Sebuah paper dal .Sein-oiai-..MasalahSikap Mental dalam Pembangunan

5o Lasswell,H., Politics, "Who gets What, When, How ?", New York,(19 6 3) Random House.

6 c Sartono Kartodirdjo, Kepemimpinan dalam Sejarah Indonesia, sebuah ceramah, (1 9 7 4 ) dimuat oleh s.lc. Sinar Harapan, 24* Mei 1974-

7- Suzanna Keller, Beyond the Ruling Class, New York, Random House.(1963)

8 « Thom ICerstiens, New Elite j-JLA§A i...a;r1 Africa, i! Elite in developing(1963 ?) ’ Countries".

1 1 FEB 2 0a

2 2 MAR 2010 n s Ef m

o 6 APR 2010

W "

{_ S m 1313

M 1 JAN 2012'

2 k MAY W i

Q 5 JUM 2012

a ö ocT m

21 NOV 2012 Q Uc£ 20^

f 2 HAY 2 0 D

0 6 NOV 70131 7 DEC 2013

- ~ ’c * c r

959-'4Mat;

I

PERPUSTAKAAN PUSATrisBOLtaffi:UNIVERSITAS INDONESIA '

JWa ttulada.Buiis-L'ekasoriaisnusie

dan ketudsyeennya1.