Upload
riantimuharromi
View
22
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
syok distributif non distributif
Citation preview
SHOCK
Regan Januardy MarliauI11109020
Definisi
• Shock merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh perfusi inadekuat
• Hypoperfusi mengakibatkan ketidak-seimbangan antara keubutuhan dan pengantaran oksigen dan substrate yang menyebabkan terjadinya disfungsi seluler.
• Gangguan perfusi bertanggung jawab pada kerusakan seluler, menyebabkan maldistribusi aliran darah, memperberat gangguan perfusi selular; mengakibatkan multiple organ failure (MOF); dan jika tidak segera diperbaiki, mengakibatkan kematian.
• Shock mengakibatkan hipoperfusi sistemik; dapat disebabkan oleh penurunan cardiac output atau penurunan volum darah yang bersirkulasi efektif. Hasil akhir berupa hipotensi. Gangguan perfusi jaringan, dan hipoksia seluler
Tahapan Syok• Tahap awal/kompensasi
– MAP turun 10-15 mmHg– Aktivasi SS simpatis melawan SS parasimpatis– Ditandai oleh vasokonstriksi selektif: ginjal, otot, kulit dan splanknik
menperbaiki sirkulasi otak dan jantung– Penurunan aliran darah koroner metabolisme anaerob dan dilatasi
arteri– Ginjal pelepasan hormon
• Epinefrin, norepinefrin• Glikokortikoid• Renin – angiotensin – aldosteron
– Pituitari anterior: sekresi ADH
Peningkatan produksi energiPeningkatan volume sirkulasiPeningkatan kontraktilitas
Peningkatan CO
Tahapan Syok• Tahap lanjut/intermediate/progresif
– MAP turun > 20 mmHg– Bila kompensasi awal gagal– Vasokonstriksi berlanjut dengan pe↓ MAP perfusi
jaringan tidak adekuat dan hipoksia– Metabolisme anaerob sistemik produksi asam laktat
asidosis metabolik– Penurunan produksi ATP ggn transpor membran
edema sel, ruptur sel– Respon renal berlanjut– Perburukan fungsi jantung
Penurunan CO
Tahapan Syok
• Tahap Irreversible– Kompensasi tidak mampu mempertahankan
perfusi otak dan jantung– Depresi fungsi miokard berlanjut– Iskemia otak depresi fungsi neuron kehilangan
mekanisme kompensasi neuronal sentral– Vasokonstriksi mikrosirkulasi penurunan venous
return
Type of Shock Clinical Examples Principal MechanismsCardiogenic
Myocardial infarctionVentricular ruptureArrhythmiaCardiac tamponadePulmonary embolism
Failure of myocardial pump resulting from intrinsic myocardial damage, extrinsic pressure, or obstruction to outflow
Hypovolemic HemorrhageFluid loss (e.g., vomiting, diarrhea, burns, or trauma)
Inadequate blood or plasma volume
Septic Overwhelming microbial infectionsEndotoxic shockGram-positive septicemiaFungal sepsisSuperantigens (e.g. toxic shock syndrome)
Peripheral vasodilation and pooling of blood; endothelial activation/injury; leukocyte-induced damage; disseminated intravascular coagulation; activation of cytokine cascades
Kumar and Parrillo, 2001
Tatalaksana
• Monitoring– Monitoring ketat pada stasus fisiologis peru dilakukan pada pasien
dengan shock. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, tekanan atrial, denyut nadi, laju napas) harus selalu dilakukan; Pemasangan Foley catheter dilakukan untuk memeriksa aliran/produksi urin; pemeriksaan status mental harus dilakukan dengan seksama
Shock Hemodynamics
CO SVR PWP EDVHypovolemicCardiogenicObstructive
afterloadpreload
Distributivepre-resuscpost-resusc
Primary survey
• Airway– Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) – Periksa cedera tulang belakang leher dan menentukan
apakah jalan nafas dilindungi dan diposisikan secara memadai setelah trauma.
– Amati untuk tingkat kesadaran, air liur dan sekresi, benda asing, luka bakar wajah, karbon di dahak.
– Palpasi untuk setiap deformitas wajah atau leher dan memeriksa refleks muntah
– Mendengarkan untuk suara serak atau stridor.
• Breathing– Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan perubahan pada
pola napas, kedalaman, frekuensi, irama, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
– Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / gangguan depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal.
– Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan efek anathesi yang berlebihan, obstruksi. diafragma, retraksi sterna.
Untuk menilai kecukupan alat pernapasan, amati :– Amati tanda-tanda deviasi trakea, distensi vena jugularis (JVD),
tanda Kussmaul's (meningkat JVD dengan inspirasi), – Palpasi untuk Krepitus tulang, udara subkutan atau lunak – Auscultates untuk menilai masuknya udara, simetri, suara
adventitial (crackles, mengeluarkan bunyi dan menggosok), dan – Perkusi, jika perlu, untuk hyperresonance atau kusam di setiap sisi.
• Sirkulasi– Palpasi denyut nadi untuk tingkat, kontur
keteraturan, dan kekuatan – Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
– Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan
• Disability– Tingakt kesadaran : GCS
• Eksposur– Paparkan tubuh pasien secara luas – Memeriksa dan meraba bagian belakang untuk kelainan,
menggunakan tindakan pencegahan tulang belakang leher untuk menggulingkan pasien jika ada kemungkinan trauma. Juga, periksa kulit untuk ruam, lesi jelas lainnya dan tanda-tanda trauma
– Perhatikan setiap bau tertentu tentang pasien,– Mengukur suhu rektal
Tatalaksana
• Resusitasi– Pada resusitasi, penting
dilakukan pemulihan perfusi jaringan dan memaksimalkan transpor oksigem, hemodynamic, dan fungsi jantung
Immediate Goals in Shock
Hemodynamic support MAP > 60mmHg PAOP = 12 - 18 mmHg Cardiac Index > 2.2 L/min/m2
Maintain oxygen delivery Hemoglobin > 9 g/dL Arterial saturation > 92%
Supplemental oxygen and mechanical ventilation
Reversal of oxygen dysfunction Decreasing lactate (< 2.2 mM/L) Maintain urine output Reverse encephalopathy Improving renal, liver function
testsMAP = mean arterial pressure; PAOP = pulmonary artery occlusion pressure.
A Clinical Approach to Shock Diagnosis and Management
Berbagai bentuk shock
• Hypovolemic Shock– Shock hypovolemic disebabkan oleh hilangnya sel darah merah dan
plasma akibat perdarahan atau hilangnya volume plasma karena sekuestrasi cairan ekstravaskular atau GI, urinari, dan insensible losses
• Diagnosis– Shock hypovolemic dapat dengan segera didiagnosis jika ditemui
tanda instabilitas hemodinamik dan ditemukannya sumber perdarahan yang jelas. Diagnosa sulit ditegakkan ketika sumber perdarahan/hilangnya cairan tidak diketahui secara pasti.
– Kehilangan plasma menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi, dan hilangnya cairan/air mengakibatkan terjadinya hypernatremia. Temuan ini menunjukkan adanya hypovolemia
– Penting untuk membedakan antara shock hypovolemic dan cardiogenic. Temuan pada shock cardiogenic antara lain distensi vena jugularus, rales, dan gallo S3 menjadi penanda shock cardiogenic yang menunjukan bahwa terdapat ekspansi volume yang berlebihan dan dapat mengakiatkan disfungsi organ.
Blood loss (mL) > 750 750 - 1500 1500 - 2000 > 2000
Blood loss (% total)
> 15% 15 - 30% 30 - 40% > 40%
Pulse rate < 100 > 100 > 120 > 140
Blood pressure Normal Normal ↓ ↓
Pulse pressure Normal or ↑ ↓ ↓ ↓
Orthostasis Absent Minimal Marked Marked
Capillary refill Normal Delayed Delayed Delayed
Resp rate 14 - 20 20 - 30 30 - 40 > 34
UO (mL/hr) > 30 20 - 30 5 - 15 < 5
CNS mental status Slight anxiety Mild anxiety Anxious/confused
Confused/lethargic
CI (L/min) ↓ 0-10% ↓ 20-50% ↓ 50-75% ↓ >75%
Class I ClassII Class III Class IV
Clinical Correlates of Hemorrhage
American College of Surgeons, 1989
• Treatment– Resusitasi awal memerlukan reekspansi cepat pada volume darah intravaskular
yang bersirkulasi dan intervensi untuk mengontrol kehilangan cairan– Resusitasi cairan diinisiasi dengan pemberian isotonic saline ataiu larutan garam
seperti Ringer lactate melalui intravena– Pemberian infus 2-3 L larutan garam selama 20-30 menit dapat memulihkan
parameter hemodynamic– Instrabilitas hemodimaik yang berlanjut menunjukkan bahwa shock belum
berhasil dipulihkan dan/atai terdapat perdarahan yang berlanjut, atau hilangnya cairan
– Perdarahan akut yang berkelanjutan, dengan konsentrasi hemoglobin yang menurun sampai dengan ≤ 10 g/dL, dapat diberikan transfusi darah
– Pada hypovolemia berat dan/atau berkelanjutan, dukungan inotropik dengan norepinephrine, vasopressin, atau dopamine dapat diperlukan untuk mempertahankan performa ventriular yang adekuat, namun hanya dapat dilakukan setelah volume darah berhasil dipulihkan. Peningkatan vasokontriksi peripheral dengan resusitasi inadekuat dapat mengakibatkan kerusakan jarinngan dan kegagalan organ
Berbagai bentuk shock
• Cardiogenic Shock– Shock cardiogenic merupakan kondisi kegawat-daruratan yang dapat
mengancam nyawa dan hari segera ditangani. Etiologi tersering adalah disfungsi ventrikel kiri berat yang mengakibatkan kongesti dan/atau hipotrnsi sistemik
– Shock cardiogenic ditandai dengan hipoperfusi sistemik karena depresi berat pada indeks jantung [<2.2 (L/min)/m2] dan hipotensi atrial sistolik yang menetap (<90 mmHg) meskipun terdapat peningkatan tekanan pengisian pressure [pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) >18 mmHg].
• Pathophysiology
• Diagnosis
• Tatalaksana– General Measures
• Selain dari tatalaksana MI akut, terapi awal ditujuakn untuk mempertahankan perfusi sistemik dan koroner yang adekuat dengan meningkatkan tekanan darah sistemik dengan vasopressor dan mengatuk status volume yang mempertahankan tekanan isian ventrikel kiri
• Nilai yang secara umum digunakan untuk menilai perfusi yang adekuat adalah systolic BP ~90 mmHg atau mean BP >60 mmHg and PCWP >20 mmHg
– Vasopressors• Norepinephrine • Dopamine • Dobutamine
• Tatalaksana– Reperfusion – Revascularization
• Pemulihan aliran dengan segera pada artery yang mengalami infark merupakan tatalaksana essensial pada CS
• Revaskularisasi awal dengan PCI atau coronary artery bypass graft (CABG) memberikan hail yang lebih baik dibanding IABP dengan fibrinolitik, dan dibanding dengan revaskularisasi yang tertunda
• Ketika revaskularisasi mekanik tidak dapat dilakukan, IABP dan terapi fibronolitik dapat dilakukan
Berbagai bentuk shock
• Septic Shock– Demam atau hypothermia, leukocytosis atau leukopenia, tachypnea,
dan tachycardia merupakan tanda utama respon sistemik yang disebut dengan SIRS (systemic inflammatory response syndrome )
– SIRS dapat disebabkan oleh infeksi atau non infeksi. Ketika infeksi terbukti menyebabkan SIRS, maka pasien tersebut dinyatakan menderita sepsis
– Sepsis berat dapat disertai hipotensi atau tanda hipoperfusi. Ketika hipotensi tidak dapat diperbaiki menggunakan infusi cairan, diagnosis shock septic dapat ditegakkan
– Sebagian besar kasus shock septic (70%) disebabkan oleh endotoxin-producing gram-negative bacilli (endotoxic shock). Endotoxin merupakan lipopolysaccharides (LPS) dari dinding sel bakteri
Sepsis
• Diagnosis– Temuan diagnostik pada pasien yang dicurigai/terbukti mengalami
infeksi antara lain demam atau hypothermia, tachypnea, tachycardia, dan leukocytosis atau leukopenia; perubahan mental status akut, thrombocytopenia, dan peningkatan kadar laktat darah, atau hypotension
– Diagnosis etiologic definitif memerlukan isolasi mikroorganisme dari darah atau tempat lokal infeksi
• Tatalaksana– Terapi Antimikroba– Menyingkirkan sumber infeksi– Perbaikan hemodinamik, respiratori, dan metabolik
• Terapi awal hipotensi termasuk pemberian cairan IV, dimulai dengan 1-2 L saline normal selama 1-2 jam. Untuk menghindari edema pulmonar, CVP dipertahankan pada 8-12 cmH2O. Urine output dipertahankan pada >0,5 mL/kg per jam; diuretik (furosemide dapat diberikan jika perlu)
• Initial management of hypotension should include the administration of IV fluids, typically beginning with 1–2 L of normal saline over 1–2 h. To avoid pulmonary edema, the central venous pressure should be maintained at 8–12 cmH2O. The urine output rate should be kept at >0.5 mL/kg per hour by continuing fluid administration; a diuretic such as furosemide may be used if needed.