Upload
tarmidi-midzi
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN DAN STUDI EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sering
menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian terutama pada anak Oleh karena itu wabah
penyakit ini sering menimbulkan kepanikan masyarakat Daerah yang mempunyai resiko untuk
menjadi wabah demam berdarah dengue umumnya ialah kota atau desa dipantai yang
penduduknya padat dan mobilitasnya tinggiKejadian luar biasa atau wabah penyakit ini dapat
terjadi di daerah endemis maupun daerah yang seluruhnya tidak pernah ada kasus Biasanya
wabah demam berdarah dengue terjadi pada musim hujan sesuai dengan musim penularan
penyakit ini Pengamatan selama dua puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa di daerah
endemis wabah DBD terjadi secara periodik setiap lima tahun Namun demikian pada
umumnya kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah sulit diramalkan sebelumnya Di
Indonesia penyakit demam berdarah dengue cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya
dan semakin menyebar luas Pada tahun 1968 terjadi wabah demam berdarah dengue di Surabaya
dengan jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (413 ) Selanjutnya penyakit DBD
ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air Indonesia dan mencapai punjak klimaksnya pada
tahun 1988 yaitu 20 tahun sejak keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak
tertinggi serangannya Angka insiden pada waktu itu mencapai 2709 per 100000 penduduk
dengan angka kematian 32
Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) dengan jumlah kasus yang cukup banyak Hal ini mengakibatkan
sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD Untuk mengatasinya
pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga
medis dan paramedis Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai
kalangan Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan
kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam
mengantisipasi dan merespon kasus ini Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total
kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang (CFR=153 ) Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534
orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di
tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut Penyakit DBD sering
salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus Hal ini disebabkan karena infeksi
virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya
Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk
pilek muntah mual maupun diare Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk
bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus Oleh karena itu diperlukan kejelian
pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue patofisiologi dan ketajaman
pengamatan klinis Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap diagnosis DBD serta
pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang
memadai
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 akan
tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972 Sejak itu penyakit tersebut menyebar
ke berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-
Timur telah terjangkit penyakit Sejak pertama kali ditemukan jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara
sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998 dengan
Incidence Rate (IR) = 3519 per 100000 penduduk dan CFR = 2 Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 1017 namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu
1599 (tahun 2000) 2166 (tahun 2001) 1924 (tahun 2002) dan 2387 (tahun 2003)
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena
semakin baiknya sarana transportasi penduduk adanya pemukiman baru kurangnya perilaku
masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh
pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun
Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini
Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan
kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang
belum memperlihatkan hasil yang memuaskan
SEJARAH PERKEMBANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA
Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun 1968 Sejak
awal masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum
diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan penyakit
lain-lain Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus pengobatan penderita
serta penyemprotan dilokasi kasus DBD Mulai tahun 1974 sd 1980 dibentuk subdit Arbovirosis
pada Direktorat Jenderal PPM-PLP dan kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang
meliputi pengamatan pengobatan penderita Demikian pula dengan yang menangani
pemberantasan penyakit DBD dati-I dan dati-II Pada tahun 1980 sd 1985 program kegiatan
DBD dikembangkan dengan melaksanakan abatisasi massal bagi kota-kota dengan endemisitas
DBD tinggi yang meliputi seluruh wilayah Indonesia Abatisasi massal telah dipertajam
sasarannya sejak tahun1985 sd 1989 melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis Di desa
abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aides
Aegypti Tahun 1992 sd sekarang stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu
Endemis Sporadis dan Potensialbebas Tugas dan fungsi subdit Arbovirosis semakin jelas
dengan terbitnya SK Menkes No 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa upaya pemberantasan
DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan penemuan pelaporan penderita pengamatan
penyakit dan penyelidikan epidemiologi penanggulangan seperlunya dan penyuluhan kepada
masyarakat
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus terutama menyerang
pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi pendarahan dan
bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian Penyebab penyakit ini adalah
virus dengue virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus famili Togaviridae dan
termasuk genus Flavivirus dengue terbagi empat macam yaitu
1 Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944
2 Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944
3 Dengue 3 diisolasi oleh Sather
4 Dengue 4 diisolasi oleh Sather
Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam- macam gejala seperti
dibawah ini
1 Asymtomatis
2 Mild Undifferentiated Febrile Illnes
3 Dengue Fever ( demam dengue )
4 Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD )
5 Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai
berikut
1 Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari
2 Manifestasi pendarahan termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu
bentuk lain (petekie echimosis epitaksis pendarahan gusi hematomesis)
3 Pembesaran hati
4 Shock yang ditandai nadi lemah cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm
Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki
penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut
5 Trombositopeni (100mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari
ke 7 sakit Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari
ke 5 sakit
6 Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak
hematokrit pada masa konvalesan
Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik
tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi Dengan patokan ini 87 penderita
yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh
pemeriksaan serologis) Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus digunakan
specimen darah filter paper atau serum hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu
sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringanautopsi
pasien penyakit demam berdarah dengue atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat
setelah lebih kurang 2 minggu) sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat karena lamanya
menunggu hasil pemeriksaan Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan
Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue
VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk
Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir
diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari
1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam
penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD
dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah
(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam
PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI
Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan
tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang
biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk
Aedes Aegypti yang tepat
A PERILAKU MENCARI DARAH
- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur
- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali
- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan
jam 1500 ndash 1700
- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang
- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan
B PERILAKU ISTIRAHAT
- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk
mematangkan telur
- Tempat istirahat yang disukai
1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC
1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai
1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah
C PERILAKU BERKEMBANG BIAK
- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih
seperti
1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum
air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali
1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot
bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat
pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun
dalam volume kecil
- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air
- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran
sekitar 07 mm per butir
- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan
- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air
- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk
- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari
akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal
4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi
sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh
sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam
virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe
virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
albopictus Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di
tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut Penyakit DBD sering
salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus Hal ini disebabkan karena infeksi
virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya
Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk
pilek muntah mual maupun diare Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk
bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus Oleh karena itu diperlukan kejelian
pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue patofisiologi dan ketajaman
pengamatan klinis Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap diagnosis DBD serta
pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang
memadai
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 akan
tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972 Sejak itu penyakit tersebut menyebar
ke berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-
Timur telah terjangkit penyakit Sejak pertama kali ditemukan jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara
sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998 dengan
Incidence Rate (IR) = 3519 per 100000 penduduk dan CFR = 2 Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 1017 namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu
1599 (tahun 2000) 2166 (tahun 2001) 1924 (tahun 2002) dan 2387 (tahun 2003)
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena
semakin baiknya sarana transportasi penduduk adanya pemukiman baru kurangnya perilaku
masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh
pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun
Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini
Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan
kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang
belum memperlihatkan hasil yang memuaskan
SEJARAH PERKEMBANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA
Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun 1968 Sejak
awal masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum
diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan penyakit
lain-lain Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus pengobatan penderita
serta penyemprotan dilokasi kasus DBD Mulai tahun 1974 sd 1980 dibentuk subdit Arbovirosis
pada Direktorat Jenderal PPM-PLP dan kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang
meliputi pengamatan pengobatan penderita Demikian pula dengan yang menangani
pemberantasan penyakit DBD dati-I dan dati-II Pada tahun 1980 sd 1985 program kegiatan
DBD dikembangkan dengan melaksanakan abatisasi massal bagi kota-kota dengan endemisitas
DBD tinggi yang meliputi seluruh wilayah Indonesia Abatisasi massal telah dipertajam
sasarannya sejak tahun1985 sd 1989 melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis Di desa
abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aides
Aegypti Tahun 1992 sd sekarang stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu
Endemis Sporadis dan Potensialbebas Tugas dan fungsi subdit Arbovirosis semakin jelas
dengan terbitnya SK Menkes No 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa upaya pemberantasan
DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan penemuan pelaporan penderita pengamatan
penyakit dan penyelidikan epidemiologi penanggulangan seperlunya dan penyuluhan kepada
masyarakat
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus terutama menyerang
pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi pendarahan dan
bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian Penyebab penyakit ini adalah
virus dengue virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus famili Togaviridae dan
termasuk genus Flavivirus dengue terbagi empat macam yaitu
1 Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944
2 Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944
3 Dengue 3 diisolasi oleh Sather
4 Dengue 4 diisolasi oleh Sather
Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam- macam gejala seperti
dibawah ini
1 Asymtomatis
2 Mild Undifferentiated Febrile Illnes
3 Dengue Fever ( demam dengue )
4 Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD )
5 Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai
berikut
1 Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari
2 Manifestasi pendarahan termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu
bentuk lain (petekie echimosis epitaksis pendarahan gusi hematomesis)
3 Pembesaran hati
4 Shock yang ditandai nadi lemah cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm
Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki
penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut
5 Trombositopeni (100mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari
ke 7 sakit Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari
ke 5 sakit
6 Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak
hematokrit pada masa konvalesan
Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik
tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi Dengan patokan ini 87 penderita
yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh
pemeriksaan serologis) Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus digunakan
specimen darah filter paper atau serum hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu
sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringanautopsi
pasien penyakit demam berdarah dengue atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat
setelah lebih kurang 2 minggu) sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat karena lamanya
menunggu hasil pemeriksaan Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan
Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue
VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk
Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir
diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari
1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam
penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD
dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah
(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam
PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI
Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan
tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang
biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk
Aedes Aegypti yang tepat
A PERILAKU MENCARI DARAH
- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur
- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali
- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan
jam 1500 ndash 1700
- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang
- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan
B PERILAKU ISTIRAHAT
- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk
mematangkan telur
- Tempat istirahat yang disukai
1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC
1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai
1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah
C PERILAKU BERKEMBANG BIAK
- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih
seperti
1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum
air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali
1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot
bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat
pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun
dalam volume kecil
- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air
- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran
sekitar 07 mm per butir
- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan
- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air
- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk
- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari
akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal
4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi
sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh
sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam
virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe
virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun 1968 Sejak
awal masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum
diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan penyakit
lain-lain Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus pengobatan penderita
serta penyemprotan dilokasi kasus DBD Mulai tahun 1974 sd 1980 dibentuk subdit Arbovirosis
pada Direktorat Jenderal PPM-PLP dan kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang
meliputi pengamatan pengobatan penderita Demikian pula dengan yang menangani
pemberantasan penyakit DBD dati-I dan dati-II Pada tahun 1980 sd 1985 program kegiatan
DBD dikembangkan dengan melaksanakan abatisasi massal bagi kota-kota dengan endemisitas
DBD tinggi yang meliputi seluruh wilayah Indonesia Abatisasi massal telah dipertajam
sasarannya sejak tahun1985 sd 1989 melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis Di desa
abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aides
Aegypti Tahun 1992 sd sekarang stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu
Endemis Sporadis dan Potensialbebas Tugas dan fungsi subdit Arbovirosis semakin jelas
dengan terbitnya SK Menkes No 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa upaya pemberantasan
DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan penemuan pelaporan penderita pengamatan
penyakit dan penyelidikan epidemiologi penanggulangan seperlunya dan penyuluhan kepada
masyarakat
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus terutama menyerang
pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi pendarahan dan
bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian Penyebab penyakit ini adalah
virus dengue virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus famili Togaviridae dan
termasuk genus Flavivirus dengue terbagi empat macam yaitu
1 Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944
2 Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944
3 Dengue 3 diisolasi oleh Sather
4 Dengue 4 diisolasi oleh Sather
Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam- macam gejala seperti
dibawah ini
1 Asymtomatis
2 Mild Undifferentiated Febrile Illnes
3 Dengue Fever ( demam dengue )
4 Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD )
5 Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai
berikut
1 Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari
2 Manifestasi pendarahan termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu
bentuk lain (petekie echimosis epitaksis pendarahan gusi hematomesis)
3 Pembesaran hati
4 Shock yang ditandai nadi lemah cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm
Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki
penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut
5 Trombositopeni (100mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari
ke 7 sakit Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari
ke 5 sakit
6 Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak
hematokrit pada masa konvalesan
Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik
tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi Dengan patokan ini 87 penderita
yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh
pemeriksaan serologis) Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus digunakan
specimen darah filter paper atau serum hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu
sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringanautopsi
pasien penyakit demam berdarah dengue atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat
setelah lebih kurang 2 minggu) sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat karena lamanya
menunggu hasil pemeriksaan Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan
Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue
VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk
Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir
diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari
1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam
penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD
dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah
(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam
PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI
Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan
tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang
biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk
Aedes Aegypti yang tepat
A PERILAKU MENCARI DARAH
- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur
- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali
- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan
jam 1500 ndash 1700
- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang
- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan
B PERILAKU ISTIRAHAT
- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk
mematangkan telur
- Tempat istirahat yang disukai
1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC
1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai
1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah
C PERILAKU BERKEMBANG BIAK
- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih
seperti
1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum
air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali
1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot
bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat
pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun
dalam volume kecil
- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air
- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran
sekitar 07 mm per butir
- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan
- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air
- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk
- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari
akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal
4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi
sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh
sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam
virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe
virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
1 Asymtomatis
2 Mild Undifferentiated Febrile Illnes
3 Dengue Fever ( demam dengue )
4 Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD )
5 Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai
berikut
1 Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari
2 Manifestasi pendarahan termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu
bentuk lain (petekie echimosis epitaksis pendarahan gusi hematomesis)
3 Pembesaran hati
4 Shock yang ditandai nadi lemah cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm
Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki
penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut
5 Trombositopeni (100mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari
ke 7 sakit Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari
ke 5 sakit
6 Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak
hematokrit pada masa konvalesan
Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik
tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi Dengan patokan ini 87 penderita
yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh
pemeriksaan serologis) Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus digunakan
specimen darah filter paper atau serum hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu
sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringanautopsi
pasien penyakit demam berdarah dengue atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat
setelah lebih kurang 2 minggu) sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat karena lamanya
menunggu hasil pemeriksaan Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan
Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue
VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk
Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir
diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari
1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam
penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD
dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah
(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam
PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI
Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan
tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang
biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk
Aedes Aegypti yang tepat
A PERILAKU MENCARI DARAH
- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur
- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali
- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan
jam 1500 ndash 1700
- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang
- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan
B PERILAKU ISTIRAHAT
- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk
mematangkan telur
- Tempat istirahat yang disukai
1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC
1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai
1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah
C PERILAKU BERKEMBANG BIAK
- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih
seperti
1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum
air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali
1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot
bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat
pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun
dalam volume kecil
- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air
- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran
sekitar 07 mm per butir
- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan
- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air
- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk
- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari
akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal
4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi
sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh
sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam
virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe
virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk
Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir
diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari
1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam
penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD
dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah
(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam
PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI
Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan
tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang
biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk
Aedes Aegypti yang tepat
A PERILAKU MENCARI DARAH
- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur
- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali
- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan
jam 1500 ndash 1700
- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang
- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan
B PERILAKU ISTIRAHAT
- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk
mematangkan telur
- Tempat istirahat yang disukai
1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC
1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai
1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah
C PERILAKU BERKEMBANG BIAK
- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih
seperti
1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum
air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali
1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot
bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat
pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun
dalam volume kecil
- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air
- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran
sekitar 07 mm per butir
- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan
- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air
- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk
- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari
akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal
4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi
sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh
sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam
virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe
virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur
- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali
- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan
jam 1500 ndash 1700
- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang
- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan
B PERILAKU ISTIRAHAT
- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk
mematangkan telur
- Tempat istirahat yang disukai
1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC
1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai
1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah
C PERILAKU BERKEMBANG BIAK
- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih
seperti
1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum
air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali
1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot
bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat
pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun
dalam volume kecil
- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air
- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran
sekitar 07 mm per butir
- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan
- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air
- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk
- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari
akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal
4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi
sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh
sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam
virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe
virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk
- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari
akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal
4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi
sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh
sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam
virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe
virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal
4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi
sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh
sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam
virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe
virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru
melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di
daerah yang padat penduduknya
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari
301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya
menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat
atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak
ada manusia yang kebal virus DBD
PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI
Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan
siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn
jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan
1988
Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418
orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang
meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit
tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan
terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah
penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua
masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa
pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan
persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat
berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat
partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan
beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat
indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa
Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia
nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk
sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat
umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara
10-26
EPIDEMIOLOGI
1 Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga
2 Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)
Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan
konjungtiva epitaksis melena
Hepatomegali (pembesaran hati)
Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah
Trombositopeni
Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit
Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit
perut diare kejang dan sakit kepala
Pendarahan pada hidung dan gusi
Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari
4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang
berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah
pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia
5 Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut
- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang
- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang
- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang
- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang
- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang
- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang
- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang
- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang
KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering
menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh
nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian
besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama
virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada
saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang
biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel
Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak
hingga 5 - 7 hari setelahnya
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan
sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala
(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968
terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat
namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun
1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue
berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi
antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala
lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
PATOFISIOLOGI DBD
Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada
kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua
penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak
diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi
antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat
Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan
penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap
serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses
berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama
akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor
imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya
pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1)
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid
yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen
yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit
T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung
virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel
pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini
Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-
organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari
dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi
silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak
ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E
(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda
a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus
b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis
virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada
infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating
Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk
gambar berikut
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah
terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi
baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF
Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-
cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DHF dan DSS
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue
destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus
tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari
replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik
baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan
homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain
Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons
imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada
proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul
HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL
dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi
respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro
oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi
antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12
Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai
limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya
Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai
subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear
baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase
konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-
IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-
berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan
dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi
penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-
berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis
DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang
diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus
dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat
terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan
fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak
hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi
sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar
dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level
dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang
khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada
pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi
peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur
primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level
IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari
NFkappaB
Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular
adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi
seiring dengan beratnya penyakit
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan
biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan
evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago
Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi
dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer
seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga
berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada
atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga
mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap
flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu
amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi
dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu
mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau
banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang
dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan
barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari
musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana
penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka
dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi
imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah
rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada
musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan
telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu
juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi
serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca
dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian
populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya
kasus DBD di daerah tersebut
PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD
Konsep
Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara
pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi
serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan
pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia
yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama
dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun
cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di
Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar
penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan
keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi
terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di
Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD
yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia
dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit
DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector
dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau
bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan
itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk
menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut
Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor
Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector
dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk
pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat
Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari
nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)
bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena
membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah
menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying
yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida
Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono
1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga
pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim
dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan
aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat
Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan
Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan
ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan
di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau
membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen
dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi
seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap
kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti
pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan
(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti
tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau
estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai
repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang
tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini
juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau
Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika
itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian
nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan
keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu
cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil
tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan
larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos
Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif
yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam
satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism
yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida
tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat
bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian
fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah
dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun
tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui
gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang
berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat
penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali
cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara
factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan
ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi
karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak
berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun
yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto
2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan
yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia
dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya
kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia
Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak
teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara
pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap
lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)
untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian
tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan
integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait
Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)
Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen
lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan
lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron
hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut
menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector
tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan
dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan
seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang
demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika
populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan
untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta
mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia
terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system
tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam
pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang
penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus
sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal
manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan
dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam
system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam
penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program
KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk
mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan
dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan
kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan
Singapura
Strategi dan Teknologi Utama
Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di
tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)
secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka
masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi
Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk
mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan
pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan
mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis
yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur
komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa
lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi
edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat
diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah
tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD
luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti
insektisida
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu
nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh
Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Menutup dengan rapat tempat penampungan air
Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-
14)
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan
Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan
lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras
menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik
menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot
dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala
dll sesuai dengan kondisi setempat
PENGOBATAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara
Penggantian cairan tubuh
Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit
rujuk segera
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah
Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-
BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari
2004)
Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD
Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)
Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras
Menutup Mengubur)
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur
Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan
Asosiasi Rumah Sakit Daerah
Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar
bantuan gratis ke rumah sakit
Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis
Menyediakan call center
1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669
3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue
TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya
1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram
Tahun 1998
2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999
3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000
4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001
5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early
Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes
Depkes RI) secara cepat
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia
KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA
a Dasar Kebijaksanaan
Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan
memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan
sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan
PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah
Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat
disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit
dan mencegah KLB
b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )
1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat
oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang
mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue
2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan
dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD
3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat
adminitraso pemerintah
4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
dan penaggulangan seperlunya
5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan
dan pencegahan KLB
c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
sect Mencegah dan membatasi KLB
sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )
sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )
sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95
sect Penemuan dan pengobatan penderita
sect Kewaspadaan di terhadap KLb
sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis
sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan
endemis
sect Penyuluhan melalui mesia massa
sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader
sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan
d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI
Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir
pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per
100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per
100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD
pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit
DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4
KESIMPULAN
1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan
DEN 4
2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)
3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat
SARAN
1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna
PENUTUP
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh
Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit
tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera
Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena
inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak
tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia
Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di
luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan
telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam
rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak
di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan
sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti
lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman
untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau
hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu
dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah
dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi
penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple
bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi
menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan
virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur
terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk
tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi
suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan
air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang
minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur
masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air
terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk
menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara
mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis
untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara
pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di
anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan
dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat
setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian
bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi
kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)
sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan
PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan
pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat
pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR
Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010