Upload
muhammadalfan
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
1/10
KONTRIBUSI PARA FILUSUF MUSLIM TERHADAP PEMIKIRAN BARAT
MODERN
A. Sejarah Filsafat Islam
Filsafat islam tidak dapat dilepaskan dari filsafat yunani. Filsafat yunani
dikembangkan oleh Alexander Agung, yang sering juga disebut Iskandar Zurkarnain.
Alexander Agung adalah raja Macedonia yang juga murid Aristiteles. Cita-cita
Alexander ingin menguasai mesir karena mesir dianggap tempat yang amat strategis
untuk mengembangkan kekuasaan dan peradaban. Mesir terletak diantara tiga benua
besar, yakni Eropa, Asia, dan Afrika. Karena itu, setelah Alexander selesai belajar
dari Aristoteles, dia langsung mengarahkan pasukannya untuk menguasai Mesir.
Ternyata keinginannya terwujud, sehingga dia tidak hanya menguasai Mesir, tetapi
juga Syiria, Yudinsappur, dan sebagian India. Penguasaan Alexander di wilayah-
wilayah tersebut tidak hanya dijajah, tetapi diberdayakan karena ingin wilayah yang
diduduki berkembang dengan maju.
Alexander berusaha memperkenalkan filsafat dan budaya Yunani didaerah
jajahannya dengan cara menganjurkan para prajurit dan intelaktual Yunani
mengawini penduduk setempat, sehingga mereka betah hidup di tempat yang
dikuasai. Transformasi inilah yang kemudian menjadi cikal bakal perkembanganfilsafat dan peradaban Yunani di luar wilayah Yunani. Tidak itu saja, ternyata
perkembangan filsafat dan peradaban di wilayah-wilayah tersebut lebih maju
dibandingkan di Yunani sendiri mereka para intilektualnya sudah eksodus ke luar
Yunani.
Karena itu, tidak heran kemudian wilayah-wilayah yang dikuasai lebih maju
dibandingkan dengan Yunani sendiri. Peradaban dan filsafat Yunani kemudian lebih
berkembang di Mesir, Syiria, dan Yudinsapur. Perkembangan peradaban dan filsafat
Yunani di luar kawasan Yunani disebut Hellenisme. Hellenisme ini juga yang
memiliki pengaruh masuknya filsafat dalam islam. Sebab, ketika islam berhasil
menaklukkan Mesir, Syiria, dan Baghdad, wilayah-wilayah itu sudah maju oleh
peradaban Yunani, peradaban islam, terutama pada masa al-Mamun, Harun al-
Rasyid, dan al-Amin berusaha mengembangkan tradisi tersebut dengan memberikan
ii
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
2/10
dorongan dan inisiatif yang cukup besar bagi perkembangan filsafat dan ilmu. Para
penerjemah buku-buku Yunani dihargai sangat besar, hasil terjemahnya ditimbang
kemudian beratnya diganti dengan emas. Bahkan mereka mendirikan beberapa
fasilitas untuk mengembangkan tradisi filsafat dan ilmu, seperti perpustakaan Bait al-
Hikmah dan laboratorium peneropong bintang.
B. Emanasi
Emanasi adalah teori yang dikemukakan oleh Plotinus, yang terkenal dengan
sebutan aliran Neo-Platonisme. Prinsip teori emanisme adalah penjelasan tentang
munculnya yang banyak dari yang satu atau terjadi alam dari sumber yang pertama.
Dalam bahasa agama sering dinamakan dengan penciptaan, yakni bagaimana Tuhan
menciptakan alam ini. Proses ini merupakan proses otomatis tanpa kehendak,
bagaikan munculnya panas dari api dan cahaya dari matahari. persoalan tentang
terciptanya alam merupakan persoalan parenial yang sampai saat ini belum
terpecahkan secara baik. Al-Farabi, filosof muslim yang terkenal dengan sebutan
guru kedua menguraikan teori emanasi secara lebih rinci. Al-Farabi menggunakan
teori Neo-Platonisme-monistik dalam menguraikan teori emanasi, yang dalam bahasa
arab disebut mazhariyat al-faidh (teori limpahan). Karena sesuatu kalau sudah
sempurna akan melimpah, bagaikan gelas jika terus diisi dengan air akan melimpah,
begitu juga Tuhan yang maha esa sempurna akan melimpah dari dirinya
kesempurnaan juga.
Proses terjadinya yang banyak dari yang satu, bagi al-Farabi memegang asas
yang berasal dari yang satu pasti satu juga ( la yafidhuan al-wahid illa wahid).
Menurut asas itu, Allah Yang Maha Esa mustahil dapat melimpahkan secara langsung
beraneka macam hasil emanasi, apalagi menciptakan aneka warna ciptaan. Lebih-
lebih alam semesta yang merupakan satu kesatuan yang bertingkat-tingkat. Urut-
urutan tingkatan turun dari yang satu sampai yang banyak menurut proses mekanik
secara deterministis. Jadi dunia itu azali tanpa permulaan dan bukan ciptaan.
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
3/10
Menurut al-Farabi, wujud terbagi atas dua rentetan:
1. Rentetan wujud yang esensinya tidak berfisik, termasuk didalamnya
varitas yang tidak berfisik dan tidak menempati fisik (Allah, Akal
Pertama, dan uqulal-Aflak), serta yang tidak berfisik tetapi bertempat
pada fisik (jiwa, bentuk, dan materi).
2. Rentetan wujud yang bersifat, yakni benda-benda langit, manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan, benda-benda tambang, dan unsur yang
empat (air, udara, tanah, dan api)
Alasan al-Farabi mengemukakan teori emanasi tersebut hanya bertujuan
menegaskan akan kemahaesaan Tuhan. Karena tidak mungkin yang esa berhubungan
dengan yang tidak esa atau banyak. Seumpama alam diciptakan secara langsung
mengakibatkan Tuhan berhubungan dengan yang tidak sempurna, dan ini menodai
keesaan-Nya. Jadi, dari Tuhan Yang Maha Esa hanya muncul satu, yakni Akal
Pertama yang berfungsi sebagai perantara dengan yang banyak.
Adapun teori emanasi menurut Ibn Sina, tidak jauh berbeda dengan al-Farabi.
Bagi Ibn Sina, Tuhan adalah wajib wujud karena zat-Nya, sedangkan selain Tuhan
adalah mungkin wujud.
C. Jiwa
Jiwa dalam bahasa arab disebut dengan nafs atau ruh, sedangkan dalam bahasa
inggris soulatau spiritadalah unsur immateri dalam diri manusia. Jiwa tidak dapat
dipisahkan dari tubuh, begitu juga sebaliknya karena tanpa salah satu dari keduanya,
seseorang tidak dapat dikatakan manusia. Kendati jiwa adalah unsur pokok dalam diri
manusia, persoalan hakikat jiwa, hubungan jiwa dengan badan dan keabadian jiwa
tidak mudah dipecahkan. Karena itu, tidak heran para ahli agama, filosof, sufi, dan
psikolog sampai sekarang masih terus berusaha mengkaji dan mendalami tentang
eksistensi jiwa. Dalam kitab-kitab suci agama pun, ungkapan jiwa termasuk bahasan
yang penting karena terkait dengan kepercayaan pokok, yaitu percaya akan hari
kiamat, yang didalamnya terkandung makna keabadian jiwa.
Ibnu Miskawaih, filosof etika, berpendapat bahwa jiwa adalah substansi
sederhana, tidak dapat diindera, jiwa bukanlah tubuh bukan juga bagian dari tubuh,
ii
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
4/10
dan bukan pula materi. Jiwa itu satu dan lebih luas daripada materi karena jiwa dapat
menerima sesuatu yang berlawanan pada saat yang bersamaan, seperti warna putih
dan hitam, sedangkan tubuh tidak dapat menerima kedua warna itu bersamaan. Jiwa
juga tidak dapat diukur dengan ukuran panjang atau lebar sebagaimana mengukur
benda karena jiwa tidak akan dapat berubah lebih panjang atau lebih lebar.
Jiwa, menurut Ibnu Miskawaih memiliki potensi-potensi dan yang tertinggi
adalah daya pikir. Manusia dikatakan sebagai makhluk yang sempurna ketika dia
mampu meningkatkan dan memaksimalkan daya pikirannya, sebagaimana
kesempurnaan pedang terletak pada ketajamannya. Daya pikir bertugas membimbing
potensi-potensi yang ada dibawahnya, sepetri nafsu syahwat. Jika daya akal
digunakan dengan baik, maka segala sikap dan tindakan seseorang berjalan secara
normal dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, termasuk mati sekalipun karena
hakikat mati itu adalah non-aktifnya jiwa untuk sementara waktu. Jiwa yang
sempurna jika berpisah dengan tubuh akan mengalami kehidupan yang abadi dan
lebih terhormat.
Ibn Sina juga yakin bahwa manusia terdiri atas dua unsur jiwa dan tubuh dan
antara keduanya tidak ada hubungan substansi karena tubuh berasal dari campuran
unsur-unsur secara sempurna, sedangkan jiwa tidak berasal dari campuran sebagai
unsur, tetapi substansi yang berdiri sendiri dipancarkan dari akal aktif.
Ibn Sina menyakini benar bahwa jiwa adalah unsur yang berbeda dari tubuh dan
memiliki karakter spesifik. Untuk menjelaskan perbedaan tersebut dan sekaligus
memperkuat adanya jiwa, Ibn Sina mengemukakan empat argumen. Pertama,
argumen psiko fisik, yaitu setiap benda harus tunduk pada hukum alam. Kedua, aku
dan fenomena psikologis, yaitu ketika seseorang mengatakan aku mau tidur, maka
yang dimaksudnya bukan kakinya bergerak dan matanya tertutup, tetapi yang
dimaksud aku adalah keseluruhan dirinya yang satu dan itu adalah jiwa. Ketiga,
argumen kontinuitas, yaitu pengetahuan seseorang selalu sambung menyambung dari
yang dulu, sekarang, dan yang akan datang tanpa terputus. Seseorang dapat
mengingat masa lalu, dan benda pada saat ini, kemudian dapat memprediksi masa
yang akan datang, yang semua itu menunjukan adanya aktifitas yang dilakukan oleh
unsur selain badan, yang disebut jiwa. Keempat, argumen manusia terbang, yaitu
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
5/10
andaikan ada seseorang yang lahir dengan kesempurnaan akal dan tubuh kemudian
ditutup matanya, sehingga tidak dapat melihat kemudian diterbangkan di udara
kosong tanpa bersentuhan dengan benda apapun, maka dapat dikatakan bahwa jiwa
itu ada karena dia dapat mengkhayalkan adanya kai dan tenaga. Jelas bahwa khayalan
tentang kaki dan tangan bukan berasal dari indera, tetapi unsur lain yaitu jiwa.
Menurut al-Kindi, jiwa adalah sesuatu yang tidak tersusun, mempunyai arti
penting, sempurna, dan mulia. Ia juga mengatakan bahwa substansi ruh berasal dari
substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan
matahari. Jiwa mempunyai sifat spiritual, ilahiyah, terpisah dan berbeda dengan
tubuh.
Menurut al-Farabi, ruh berasal dari aliran kecerdasan (intelegensi) kesepuluh dan
yang terakhir, atau intelegensi agen, yaitu yang mengatur dunia fana ini. Dari situlah
ruh-ruh manusia dan empat unsur mengalir.
Al-Farabi membedakan keabadian jiwa menjadi dua yaitu:
1. Jiwa Kholidah, yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat baik,
serta dapat melepaskan dari ikatan jasmani. Jiwa ini tidak hancur
dengan hancurnya badan.
2. Jiwa Fana, yaitu jiwa jahiyah, tidak mencapai kesempurnaan karena
belum dapat melepaskan diri dari ikatan materi, ia akan hancur dengan
hancurnya badan.
D. Akal
Menurut al-Kindi, akal terbagi atas empat; pertama, akal yang selalu bertindak,
kedua, akal yang secara potensial berada dalam ruh, ketiga, akal yang telah berubah,
didalam ruh, dari daya menjadi aktual, dan keempat, akal yang kita sebut dengan akal
kedua. Al-kindi membagi akal menjadi tiga bagian:
1. Akal yang bersifat potensial (alladzi bi al-quwwal)
2. Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual (alladzi
kharaja min al-quwwal min al-fiil)
3. Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas (alladzi
nasmiyatu al-tsani)
ii
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
6/10
Menurut al-Farabi, akal itu terbagi atas dua macam yaitu akal praktis dan akal
teoritis. Akal praktis adalah akal yang menyimpulkan apa yang harus dikerjakan.
Sedangkan akal teoritis yaitu akal yang membantu dalam menyempurnakan jiwa.
Akal teoritis ini ia bagi menjadi tiga, yaitu akal fisik (akal potensial/material), akal
yang terbiasa (habitual), dan akal yang diperoleh (acquired intellect).
Menurut al-Ghazali, akal merupakan suatu sifat yang membedakan antara
manusia dan hewan. Akal adalah sumber ilmu, tempat timbul, dan sendi ilmu. Pada
hakekatnya akal merupakan pengetahuan yang timbul kedalam wujud pada diri anak
kecil yang dapat membedakan tentang kemungkinan barang yang tak mungkin dan
kemustahilan barang yang mustahil.
Menurut Ibnu Rusydi, akal terbagi menjadi dua, yakni teoritis dan praktis. Akal
teoritis adalah akal yang mampu membuat konsep-konsep dan menangkap bentuk
yang abstrak. Akal praktis lazim dimiliki oleh semua orang.
E. Metafisika
1. al-Kindi
al-Kindi pada umumnya menyetujui pendapat-pendapat filsafat Aristoteles dan
Neoplatonisme, tetapi dalam filsafatnya sendiri yang dikemukakannya pada waktu itu
al-Kindi telah mengorbankan prinsip-prinsip filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme
sendiri tentang eternal creation dan nothing can come from nothing.
Tha law of emanation dari Neoplatonisme dikemukakan oleh al-Kindi dengan
menyesuaikannya kepada asas kepercayaan islam. Alam langit yang tertinggi
sekalipun menurut al-Kindi semuanya diciptakan oleh Tuhan yang Maha Kuasa.
Sedang Tuhan sendiri berada diatas ketentuan hukum alam.
2. al-Farabi
Definisi ilmu filsafat menurut al-Farabi ialah : ilmu yang menyelidiki hakikat
sebenarnya dari segala yang ada ini. Dilihat dari keseluruhannya filsafat al-Farabi
lebih condong pada filsafat Plato daripada filsafat Aristoteles. Al-Farabi sependapat
dengan Plato bahwa alam ini adalah baharu dan terjadi dari tidak ada (sama dengan
al-Kindi). Pendapat al-Farabi ini sebagai pendapat seorang yang beragama islam tidak
diherankan sebab alam idea Plato adalah mirip dengan pengertian alam akhirat dalam
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
7/10
dunia islam.
Dalam soal kejadian alam dan bagaimana hubungannya Khalik dengan Makhluk,
al-Farabi seperti juga al-Kindi menyetujui teori emanasi Neo-Platonisme. Malahan
lebih jauh dari al-Kindi, al-Farabi lebih memperinci lagi teori emanasi yang
dinamakannya nadhariatul-faraidl itu dengan penguraiannya sendiri.
3. Ibn Sina
Teori emanasi dari Neo-Platonisme yang pernah di islamkan oleh al-Kindi dan
kemudian diperkembangkan oleh al-Farabi, kini diperkembangkan lagi oleh Ibnu Sina
dengan disesuaikan pada ilmu kalam.
Ibnu Sina dalam teori emanasinya mengadakan synthese antara teori filsafat
dengan teori ilmu kalam. Misalnya teori filsafat Aristoteles berpendapat bahwa alam
dunia adalah azali dan tidak ada dalil akal yang dapat membuktikan bahwa dunia kita
ini ada permulaannya. Alam dunia juga dianggap abadi, kekal, dan tidak akan binasa.
Kesimpulan
ii
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
8/10
Pada penjelasan diatas penulis sudah menjelaskan beberapa pendapat para filosuf
muslim mengenai teori-teori para filosuf barat modern, seperti mengenai teori emanasi,
teori akal, teori jiwa. Yang kesemuanya para filosuf muslim memberikan kontribusi
ataupun sumbangsih pemikiran terhadap teori tersebut. Dalam teori emanasi yang
dimuculkan oleh plotinus al-Farabi mencoba memberikan kontribusinya atau
pandangannya terhadap teori tersebut. Dimana al-Farabi masih mengadopsi pendapat
para filosuf barat modern.
Selain al-Farabi ada juga filosuf muslim lainnya yang mencoba memberikan
pandangan terhadap pemikiran barat modern seperti ibn Sina, al-Ghazali, al-Kindi, ibn
Rusydi dan ibn Miskawaih. Proses emanasi yang ditawarkan oleh al-Farabi adalah tuhan
sebagai Akal berpikir tentang diri-Nya dan dari pemikiran ini timbul satu maujud lain
Menurut al-Farabi, wujud terbagi atas dua rentetan:
1. Rentetan wujud yang esensinya tidak berfisik, termasuk didalamnya
varitas yang tidak berfisik dan tidak menempati fisik (Allah, Akal
Pertama, dan uqul al-Aflak), serta yang tidak berfisik tetapi bertempat
pada fisik (jiwa, bentuk, dan materi).
2. Rentetan wujud yang bersifat, yakni benda-benda langit, manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan, benda-benda tambang, dan unsur yang empat (air,
udara, tanah, dan api)
Dari pendapat atau pandangan para filosuf muslim tersebut mengenai teori para
filosuf barat modern jelas bahwa sebagaian dari mereka sepakat terhadap pemikiran
tersebut walaupun tidak jarang yang menolaknya.
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
9/10
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal.Tema-Tema Filsafat Islam, Jakarta. 2005.
Bakry, Hasbullah.Disekitar Filsafat dan Skolastik Islam, Jakarta Pusat : Tintamas
Indonesia. 1984.
Nasution, Hasyimiyah.Filsafat Islam, Jakarta : Gaya Pratama Media. 2002.
ii
7/29/2019 69053892 Filsafat Islam
10/10
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi . ii
Pembahasan
A. Sejarah Filsafat Islam .. 1
B. Emanasi 2
C. Jiwa . 3
D. Akal .. 5
E. Metafisika .
6
Kesimpulan .. 8
Daftar Pustaka