44
BAB II LAPORAN KASUS I A. Identitas Pasien ISTRI SUAMI Nama: Ny. R Nama: Tn. F Umur: 29 thn Umur: 47 thn Pendidikan: D III Kep Pendidikan: SMA Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Pekerjaan: TNI AD Pangkat: - Pangkat: SERKA Suku: Sunda Suku: Sunda Agama: Islam Agama: Islam Gol. Darah: Gol. Darah: Alamat rumah: Persada Banten No. Telp: B. Data dasar Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 12 Januari 2012 1. Keluhan utama: Bengkak pada seluruh tubuh 2. Keluhan tambahan: Tidak ada 3. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke RSPAD atas rujukan dari RS Kencana Serang atas diagnosa PEB. Sebelumnya pasien datang ke RS Kencana Serang dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh. Keluhan tersebut sudah dirasakan kurang lebih selama 1 minggu SMRS. Kemudian mendapat perawatan selama 4 hari di rumah sakit Departemen Obgyn Page 3

80097327 BAB II Laporan Kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asfiksia

Citation preview

Page 1: 80097327 BAB II Laporan Kasus

BAB II

LAPORAN KASUS I

A. Identitas Pasien

ISTRI SUAMINama: Ny. R Nama: Tn. FUmur: 29 thn Umur: 47 thnPendidikan: D III Kep Pendidikan: SMAPekerjaan: Ibu Rumah Tangga Pekerjaan: TNI ADPangkat: - Pangkat: SERKASuku: Sunda Suku: SundaAgama: Islam Agama: IslamGol. Darah: Gol. Darah:Alamat rumah: Persada BantenNo. Telp:

B. Data dasar

Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 12 Januari 2012

1. Keluhan utama:

Bengkak pada seluruh tubuh

2. Keluhan tambahan:

Tidak ada

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSPAD atas rujukan dari RS Kencana Serang atas diagnosa PEB.

Sebelumnya pasien datang ke RS Kencana Serang dengan keluhan bengkak pada seluruh

tubuh. Keluhan tersebut sudah dirasakan kurang lebih selama 1 minggu SMRS. Kemudian

mendapat perawatan selama 4 hari di rumah sakit tersebut dan dirujuk ke RSGS karena

dikatakan tekanan darahnya tetap tinggi yaitu 160/110mmHg.

Saat ini keluhan pusing (+), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-).

Sesak (-), mulas (-), keluar air-air (-).

Departemen Obgyn Page 3

Page 2: 80097327 BAB II Laporan Kasus

4. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung, alergi,

maupun asma. Pasien juga tidak pernah menjalani operasi apapun sebelumnya.

5. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit kronik seperti hipertensi,

diabetes mellitus, jantung, alergi maupun asma.

6. Perangai pasien:

Kooperatif.

7. Riwayat haid:

Menarche usia 14 tahun, siklus haid 28 hari, teratur, lamanya 3-4 hari, banyaknya 2-3 x ganti

pembalut per hari. Dismenore tidak ada. HPHT 20 Mei 2011. Tafsiran partus 28 Februari

2012.

8. Riwayat KB:

Pasien menggunakan KB suntik tahun 2008 selama 3 bulan hanya 1 kali .

9. Riwayat pernikahan:

Pasien menikah saat usia 21 tahun , dengan usia suami 27 tahun.

10. Riwayat obstetri:

Anak I:

Lahir tahun 2006, jenis kelamin laki-laki, BB 3400 gram, lahir spontan ditolong oleh

bidan.

Anak II:

Hamil ini.

Departemen Obgyn Page 4

Page 3: 80097327 BAB II Laporan Kasus

11. Catatan penting selama hamil

Pemeriksaan ante-natal dilakukan secara rutin di RS Kencana Serang.

C. Pemeriksaan Fisik (07 September 2011)

1. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tinggi badan : 153 cm

Berat badan : 80 kg; BMI: 28,4

Tanda-tanda vital:

o Tekanan darah : 140/100 mmHg

o Nadi : 82x/menit

o Jumlah napas : 18x/menit

o Suhu : Afebris

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)

Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : Membuncit sesuai kehamilan

Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

2. Status Obstetri:

Periksa luar:

TFU 27 cm, DJJ: 136x/menit, HIS (-)

Leopold 1:

Teraba bagian agak keras, prakiraan kepala janin.

Leopold 2:

Departemen Obgyn Page 5

Page 4: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Teraba bagian kecil-kecil janin yang mudah digerakkan di kiri kanan yaitu

ekstremitas janin.

Teraba bagian keras, besar dan panjang di kiri ibu, yaitu punggung janin.

Leopold 3:

Teraba bagian lunak, nodular dan besar yaitu bokong janin

Leopold 4:

Konvergen, bokong belum masuk PAP.

Inspekulo : portio livid, ostium tertutupn fluor (-)

Periksa dalam : tidak dilakukan

Pelvimetri klinik : tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium

Pemeriksaan 05-01-2012 09-01-2012 10-01-2012 11-01-2012 12-01-2012 Nilai NormalHEMATOLOGIDarah rutin

Hemoglobin 9.3 8.8 9.2 10.2 12-16 g/dL Hematokrit 30 28 28 32 37-47% Eritrosit 4.5 4.3 4.4 4.6 4.3-6.0 jt/uL Leukosit 10700 8600 9300 10100 4800-10800/uL Trombosit 326000 276000 303000 356000 150000-

400000/uL MCV 66 66 64 65 80-96 fl MCH 21 21 21 22 27-32 pg MCHC 31 31 33 33 32-36 g/dL

Kimia Albumin 3.4 3.2 3.5-5.0 g/dL SGOT 12 14 <40 U/L SGPT 14 23 <35 U/L LDH 317 310 <480 U/L Ureum 19 15 20-50 mg/dL Kreatinin 0.5 0.6 0.5-1.5 mg/dL Glukosa

sewaktu95 <140 mg/dL

Glukosa 2 jam <140 mg/dLURINALISAUrin Esbach 0.6 <0.5 g/24jam

Departemen Obgyn Page 6

Page 5: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Urin lengkap pH 6.5 6.0 4.6-6.0 Berat jenis 1.025 1.020 1.010-1.030 Protein +/Positif -/Negatif Negatif Glukosa -/Negatif -/Negatif Negatif Bilirubin -/Negatif -/Negatif Negatif Eritrosit 2-2-3 0-1-2 <2/LPB Leukosit 2-4-5 2-3-3 <5/LPB Torak -/Negatif -/Negatif Negatif Kristal CaOksalat -/Negatif Negatif Epitel ++/Positif2 +/Positif Positif Bakteri +/Positif -/negatif Negatif

2. USG Transvaginal (9 Januari 2012)Hasil pemeriksaan:o Janin : tunggal, hidup, presentasi bokongo Plasenta : korpus depano Amnion : ICA 14o Biometri : BPD 8,02; HC 29,9; AC 28,7; HL 21 TB >2070 gro Jantung : Baiko Anomali : tidak ada kelainan congenitalo Doppler : tidak dilakukano Aktivitas : Normal

Penilaian : G2 P1 A0 Hamil 32-33 minggu, janin presentasi bokong, tunggal hidup Aktivitas dan pertumbuhan janin normal baik

E. DiagnosisIbu : G2 P1 A0 Hamil 32-33 minggu dengan PEB

Janin : Janin presentasi bokong tunggal hidup

F. PrognosisIbu : dubia

Janin : dubia

G. Penatalaksanaan Awal

1. Rencana Diagnostik

i. Observasi TV DJJ

Departemen Obgyn Page 7

Page 6: 80097327 BAB II Laporan Kasus

ii. Observasi terhada perburukan PEB

iii. CTG/hari

2. Rencana Terapi

i. Nifedipin 4x10 mg P.O

ii. Vit C 2x500 mg P.O

iii. NAC 3x600 mg P.O

iv. Sangobiad 3x1

v. Elevasi Kepala 30⁰

3. Rencana Pendidikan

i. Menjelaskan kepada pasien mengenai kondisi kehamilan pasien saat ini beserta

resiko yang mungkin terjadi pada kehamilan dimana ibu mempunyai tekanan

darah yang tinggi saat kehamilan ini.

ii. Menjelaskan kepada pasien mengenai gejala dan tanda akan melahirkan, seperti

mulas-mulas yang semakin sering, keluar air-air dan flek darah, agar segera

datang ke kamar bersalin untuk diperiksa lebih lanjut.

iii. Menjelaskan kepada pasien untuk mengenali tanda-tanda bahaya pada

kehamilan, sehingga pasien dapat segera mencari pertolongan.

Departemen Obgyn Page 8

Page 7: 80097327 BAB II Laporan Kasus

ANALISA KASUS

Pasien adalah seorang wanita multigravida berusia 29 tahun,hamil 33 minggu, datang ke kamar

bersalin RSPAD Gatot Soebroto dengan surat pengantar rujukan dari RS Kencana Serang dengan

masalah G2P1A0 dengan preeklampsia berat.

Pada pasien ini ditemukan suatu gejala preeklampsia berat. Diagnosa preeklampsia berat ini

ditegakkan apabila terdapat peningkatan tekanan darah dan proteinuria pada saat usia kehamilan

>20 minggu,atau sebelum / selama kelahiran bayi, yaitu peningkatan tekanan darah sekitar 180/120

mmHg dan proteinuria (+)1, pada pemeriksaan ctg didapatkan kesan NST reaktif, pasien mengaku

mempunyai riwayat hipertensi sejak usia kehamilan memasuki 28 minggu pada saat kontrol ke RS

Kencana Serang, menurut keterangan pasien , pasien belum pernah mengalami tekanan darah

tinggi pada kehamilan sebelumnya.

Departemen Obgyn Page 9

Page 8: 80097327 BAB II Laporan Kasus

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan kehamilan dengan resiko tinggi, karena morbiditas dan

mortalitas maternal dan perinatalnya tinggi. Morbiditas dan mortalitas maternal dan

perinatal sering terjadi pada penderita yang keadaan umumnya kurang baik yang

terlambat di rujuk ke rumah sakit 1. Preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu di

bidang obstetri sebesar 13 % 2. Kejadian preeklampsia di dunia bahkan mencapai 6 %

dari jumlah populasi 3. Jumlah kematian ibu dengan preeklampsia berat di beberapa

Rumah Sakit pendidikan di Indonesia adalah 30 – 40 % 4. Preeklampsia juga dapat

meningkatkan kejadian prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, trauma persalinan,

persalinan operatif, penurunan tingkat kecerdasan anak, dan gangguan neurologi

lainnya.

Gambaran epidemiologi klinik hasil persalinan menunjukkan masih kurang sempurnanya

pengelolaan penderita preeklampsia berat dan eklampsia.4, tingginya insiden dan masih

banyaknya faktor risiko serta masih belum sempurnanya pengelolaan menyebabkan

prognosis yang buruk 4.

Departemen Obgyn Page 10

Page 9: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Pencegahan primer pada preeklampsia dan eklampsia jelas tidak bisa dilakukan, oleh

karena penyebabnya belum diketahui dan hanya dapat dilakukan pencegahan sekunder

dengan cara segera mengetahui ibu hamil dengan preeklampsia dan melakukan kontrol

yang ketat sehingga tidak berkembang menjadi eklampsia. Untuk kepentingan ibu dan

bayi perlu dipilih saat yang tepat untuk melakukan terminasi kehamilan. Terminasi

kehamilan merupakan terapi kausal terbaik untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

yang tinggi pada ibu dan bayinya 5. Pengelolaan preeklampsia pada dasarnya bertujuan

untuk mencegah terjadinya kejang (eklamsia) dan melahirkan bayi dengan trauma yang

sekecil-kecilnya agar dapat menghindari morbiditas dan mortalitas maternal dan

perinatal 6. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan rangsangan sering didapatkan pada

preeklampsia sehingga mudah terjadi partus prematurus. Menurunnya aliran darah ke

plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta, sehingga bisa terjadi gawat janin

sampai kematian karena kekurangan oksigen. Peningkatan tekanan darah dapat

menurunkan perfusi uteroplasenta, yang dapat menimbulkan asfiksia janin,

pertumbuhan janin terhambat, bahkan kematian janin 7. Pendapat-pendapat tersebut

diatas menunjukkan bahwa preeklampsia berat berpengaruh terhadap kondisi

kesejahteraan janin, dimana kondisi tersebut dapat memicu timbulnya asfiksia

neonatorum yang dapat dinilai dengan nilai APGAR.

Metode persalinan menentukan apakah bayi yang dilahirkan dari ibu preeklampsia berat

dapat terjadi asfiksia atau tidak, karena metode persalinan yang tidak tepat pada

penatalaksanaan aktif pasien preeklampsia berat akan berakibat peningkatan

morbiditas dan mortalitas bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan.

Departemen Obgyn Page 11

1

Page 10: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Asfiksia neonatorum adalah kondisi dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan

teratur segera setelah lahir 8. Asfiksia seolah – olah menjadi mimpi buruk bagi pasien dan

dokter. Insidensi Asfiksia neonatorum berkisar 1 – 1.5 % di berbagai negara berkembang

dan 3.3 % di Pakistan dan biasanya berhubungan dengan usia gestasi dan berat lahir bayi

9.

Untuk menilai keadaan asfiksia neonatorum maka seorang dokter ahli anesthesia

bernama Dr.Virginia Apgar pada tahun 1952, merumuskan, mengevaluasi dan

memodulasi suatu penilaian yang disebut dengan skor APGAR, skor APGAR merupakan

metode praktis yang secara sistematis digunakan untuk menilai bayi baru lahir dan

sesudah lahir, untuk membantu mengidentifikasi bayi yang memerlukan resusitasi

akibat asidosis hipoksik 10.

Hingga saat ini masih sedikit penelitian mengenai pengaruh preeklampsia berat

terhadap asfiksia neonatorum secara kuantitatif sehingga menarik peneliti untuk

memberi bukti-bukti empiris secara kuantitatif yang menunjukkan pengaruh kejadian

preeklampsia berat terhadap asfiksia neonatorum yang ditunjukan dengan nilai apgar

menit pertama neonatus. Faktor perancu berupa cara persalinan dan usia gestasi,

peneliti hilangkan dengan cara memasukkan kedua faktor perancu tersebut untuk diuji

bersama – sama dengan kriteria inklusi dan hasilnya akan dijabarkan dan dihubungkan

tingkat pengaruhnya terhadap asfiksia neonatorum.

B. DEFINISI

Departemen Obgyn Page 12

Page 11: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Preeklampsia dan eklamsia merupakan kelainan progresif yang hanya ditemukan terjadi

pada kehamilan serta menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu

maupun janin. Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan trias gejala klinis berupa peningkatan tekanan darah, pembengkakan

pada ekstremitas bawah, dan proteinuria. Preeklampsia adalah sindroma spesifik dalam

kehamilan yang menyebabkan perfusi darah ke organ berkurang karena adanya

vasospasmus dan menurunnya aktivitas sel endotel 1. Pada preeklampsia terjadinya

hipertensi disertai dengan proteinuria dan oedema atau keduanya yang terjadi akibat

kehamilan ≥ 20 minggu 6.Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda

lain. Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus ≥ 30

mmHg diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai ≥ 140 mmHg. Kenaikan

tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Bila tekanan diastolik naik ≥ 15

mmHg , atau menjadi ≥ 90 mmHg, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat 11.

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh,

dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari

tangan, dan muka.

Proteinuria merupakan tanda penting dari preeklampsia, tanpa proteinuria belum dapat

dikatakan preeklampsia 1. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang

melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1

atau 2+ atau ≥ 1g/liter dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau

midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria

Departemen Obgyn Page 13

Page 12: 80097327 BAB II Laporan Kasus

timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus

dianggap sebagai tanda yang cukup serius 11.

Menurut Sibai BM, dkk, gejala klinis preeklampsia berat 2 :

1). Kehamilan ≥ 20 minggu

2). Tekanan darah pasien dalan keadaan istirahat: sistolik ≥ 160 mmHg, diastolik ≥ 110

mmHg

3). Protein-uria > 5 gram/liter/24 jam atau kwalitatif (++)

4). Oliguri, dengan jumlah urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin

darah

5.) Adanya edema paru atau sianosis

6). Adanya gejala-gejala impending eclampsia, misalnya gangguan visus (mata kabur),

gangguan serebral (sakit kepala), nyeri epigastrium dan hyperreflexia

7). Adanya gejala HELLP Syndrome (Hemolysis, Elevated LiverEnzym, Low Platelet

Count).

C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Etiologi pasti belum bisa diketahui. Dekker, Sibai, dkk antara lain memperkirakan faktor-

faktor 1: Iskemia plasenta, hambatan toksisitas VLDL, mal-adaptasi imun, genetik.

Sedangkan Mobie dan Sibai menambahkan faktor – faktor : Gangguan sel endothelial,

Departemen Obgyn Page 14

Page 13: 80097327 BAB II Laporan Kasus

fenomena rejeksi (kekurangan produksi dari antibodi), reaktivasi vaskular, gangguan

keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, penurunan laju filtrasi glomerulus dengan

retensi air dan garam, penurunan volume intravaskular, peningkatan respons saraf

pusat, koagulasi intravaskular diseminata (KID), dsan faktor diet menjadi faktor yang

berperan dalam terjadinya preeklampsia 3.

Pada iskemia plasenta terjadi peningkatan deportasi trofoblast, sehingga terjadi iskemia

sel endotel. Hambatan toksisitas VLDL sebagai kompensasi meningkatkan kebutuhan

energi selagi hamil dengan memolilisasi asam lemak non ester tambahan dari depot

lemak ke hati untuk mengurangi antitoxic-toxicity dari albumin ke VLDL toxicity. Mal

adaptasi imun menyebabkan dangkalnya invasi arteri spiralis oleh sel endovascular

cytotrophoblast dan disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan

cytokine decidual, proteolitic enzyme dan radikal bebas. Timbulnya preeklampsia dan

eklampsia berdasar pada single ressesive gene atau gene dominant dengan inclomplete

penetrance. Penetrasi mungkin tergantung pada genotipe janin

Pada preeklampsia patogenesis dan patofisiologi serta perubahan-perubahan patologi

fungsi organ-organ telah banyak dibicarakan, namun belum ada yang memuaskan. Oleh

karena banyaknya teori yang diajukan untuk mencari etiologi dan patofisiologi maka

oleh Chesley (1978) penyakit ini disebut dengan the disease of theories 3 .

Menurut Sibai, Dekker, dkk, beberapa teori yang diajukan untuk mencari etiologi dan

patofisiologi yaitu 2:

1). Faktor Genetika

Departemen Obgyn Page 15

Page 14: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Sutherland dkk serta Chesley melaporkan peningkatan angka kejadian preeklampsia

pada wanita yang dilahirkan pada ibu yang menderita preeklampsia. Bukti yang

mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian preeklampsia adalah peningkatan

Human Leukocyte Antigene (HLA) pada wanita.

2). Teori Iskemik Plasenta

Pada preeklampsia, proses plasentasi tidak berjalan sebagaimana mestinya oleh

karena disebabkan 2 hal yaitu pertama, tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh

sel-sel trofoblas. Kedua, pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap

pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung

sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai

dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler.

Disamping itu juga terjadi arterosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan

lumen arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi.

3). Teori Prostasiklin - Tromboksan

Disfungsi endotel adalah suatu keadaan dimana didapatkan adanya ketidakseimbangan

antara faktor vasodilatasi dan vasokonstriksi. Sel endotel yang sehat sanggup

memelihara integritas vaskuler, mencegah adhesi platelet dan mempengaruhi tonus

otot polos vaskuler. Adanya kerusakan endotel akan mengakibatkan ketidakmampuan

menjaga fungsi tersebut sehingga berakibat pada meningkatnya tonus vaskuler. Ketiga

hal yang mencerminkan adanya disfungsi endotel tersebut ternyata dapat ditemukan

pada preeklampsia.

Departemen Obgyn Page 16

Page 15: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Kerusakan endotel akan berakibat menurunnya produksi prostasiklin karena endotel

merupakan tempat pembentukan prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan

sebagai kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia

berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi hemostasis.

Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini yang

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin.

4). Teori Renin - Angiotensin - Aldosteron

Sistem renin - angiotensin - aldosteron (SRAA) mempunyai peran penting dalam

pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada kehamilan normal komponen

SRAA meningkat sedangkan pada preeklampsia beberapa komponen SRAA lebih rendah

dibanding kehamilan normal. Respons penekanan terhadap angiotensin II meningkat

secara bermakna pada usia kehamilan 18 minggu pada wanita hamil yang akan

berkembang menuju preeklampsia.

Ada beberapa perubahan fisiologi dan patologik pada preeklampsia. Perubahan

tersebut terjadi pada plasenta dan uterus, ginjal, retina, paru-paru, otak, dan pada

metabolisme air dan elektrolit 11.

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada

hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih

pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena kekurangan oksigenasi.

Gambaran histopatologi plasenta pada preeklampsia yang paling menonjol adalah

peningkatan simpul sinsitial dan sitotrofoblas, hipervaskularisasi villi, dan penurunan

Departemen Obgyn Page 17

Page 16: 80097327 BAB II Laporan Kasus

membran vasculosyncytial 6. De Wolf, dkk juga melaporkan bahwa perubahan-

perubahan awal dari preeklampsia meliputi kerusakan endotel, perembesan konstituen

plasma ke dinding pembuluh, proliferasi sel miointima, dan nekrosis medial 13. Kenaikan

tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada

preeklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus 6.

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah pada ginjal menurun, sehingga

menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang14. Kelainan pada ginjal yang penting ialah

dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi garam dan

air. Fungsi ginjal pada preeklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari clearance

asam urat, sehingga konsentrasi asam urat plasma agaknya dapat meningkat,

peningkatan ini melebihi penurunan laju filtrasi glomerulus dan bersihan (clearence)

kreatinin yang menyertai preeklampsia, seperti yang dilaporkan oleh Chelsey dan

Williams 14. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga

menyebabkan diuresis turun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.

Preeklampsia juga dapat menurunkan ekskresi kalsium urin karena meningkatnya

reabsorbsi di tubulus 14.

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada

satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri

retina yang nyata menunjukkan adanya preeklampsia berat. Edema paru-paru

merupakan sebab utama kematian penderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi

ini biasanya disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri 14. McCall melaporkan bahwa

Departemen Obgyn Page 18

Page 17: 80097327 BAB II Laporan Kasus

resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi

lagi pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen

pada preeklampsia tetap dalam batas normal 14.

Selain itu, terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial.

Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan

seiring bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah

meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan

di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia.

Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita preeklampsia

daripada pada wanita hamil biasa. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan

dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi

glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.

D. FAKTOR PREDISPOSISI

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila mempunyai faktor-

faktor predisposisi sebagai berikut : Nullipara, terutama usia < 20 tahun dan kehamilan

yang langsung terjadi setelah perkawinan, multipara dengan umur lebih dari 35 tahun,

hiperplasentosis (seperti mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus, hidrops

fetalis, dan bayi besar), riwayat preeklampsia - eklampsia pada kehamilan sebelumnya,

riwayat dalam keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia, penyakit ginjal dan

hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan, dan obesitas 2.

Departemen Obgyn Page 19

Page 18: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Sedangkan menurut Karkata, faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia adalah

penyakit ginjal kronis (20:1), hipertensi kronis (10:1), antipospholipid sindrom (10:1),

riwayat preeklampsia pada keluarga (5:1), kehamilan kembar (4:1), nullipara (3:1), umur

diatas 40 tahun (3:1), diabetes melitus (2:1), dan ras Afrika - Amerika (1,5:1) 5.

Dari berbagai penelitian faktor-faktor risiko lain yang disebut antara lain: faktor

kegemukan, faktor thrombophilia, kekurangan bahan Kalsium dalam makanan,

terdapatnya bahan tertentu dalam makanan, ketinggian, wanita perokok, dan penyakit

periodontal 5.

E. KOMPLIKASI

Preeklampsia dapat meningkatkan kejadian prematuritas, pertumbuhan janin

terhambat, trauma persalinan, persalinan operatif, penurunan tingkat kecerdasan anak,

dan gangguan neurologi lainnya 6. Sedangkan menurut Mustadjab, preeklampsia

mempunyai hubungan yang positif terhadap terjadinya penyakit membran hialin pada

bayi-bayi preterm 15.

Preeklampsia merupakan penyakit sistemik dimana manifestasinya dapat mengenai

sistim organ meliputi otak, hati, ginjal, pembuluh darah dan plasenta 16. Pada ibu hamil

yang menderita preeklampsia, terjadi nyeri kepala (yang tidak bisa disembuhkan dengan

analgesik biasa), gangguan penglihatan, dan nyeri pada perut bagian atas. Kemungkinan

implikasi jangka panjang dari penyakit ini yaitu terjadinya penyakit kardiovaskuler,

seperti serangan penyakit koroner pada wanita yang pernah mengalami preeklampsia 5.

Departemen Obgyn Page 20

Page 19: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Menurut Karkata, preeklampsia juga dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut :

eklampsia, solusio plasenta, partus prematurus, perdarahan postpartum, HELLP

Syndrome (Hemoyisis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet Count), ablasio retina, Acute

tubuler necrosis, perdarahan otak, udem pulmonum, Disseminated Intravascular

Coagulation (DIC), Intrauterine Growth Retardation (IUGR), dan Intrauterine Fetal Death

(IUFD) 5.

Umur kehamilan ≥ 37 minggu dan Hb ≥14 g/dl serta kadar hematokrit > 40 % merupakan

faktor prognosis kematian perinatal pada preeklampsia berat 16

F. DIAGNOSIS

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan bila didapatkan adanya hipertensi disertai

proteinuria dengan atau tanpa adanya udem, ditegakkan bila memenuhi kriteria sebagai

berikut :

1). Hipertensi adalah 1 :

a) Kenaikan tekanan darah sistolik > 30 mmHg

b) Kenaikan tekanan darah diastolik > 15 mmHg

c) Dan atau tekanan darah > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg

Menurut Setiarsih, Pengukuran untuk peningkatan tekanan darah ini harus dilakukan

sekurangnya 2 kali dengan selang waktu 6 jam dan ibu dalam keadaan istirahat 6.

2). Proteinuri adalah : adanya protein dalam urine yang melebihi trace dengan kriteria 1:

Departemen Obgyn Page 21

Page 20: 80097327 BAB II Laporan Kasus

a) Melebihi 0,3 gr/l dalam 24 jam

b) Melebihi 1 gr/l dalam 2 kali pengambilan urin selang 6 jam secara sembarang atau

c) Pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urin sembarang

3). Edema adalah akumulasi cairan ekstravaskuler secara menyeluruh dengan kriteria 1 :

a) Mempunyai nilai 1+ pitting edema di daerah pretibia, dinding abdomen, lumbosacral,

wajah dan tangan setelah malam tirah baring.

b) Kenaikan berat badan melebihi : 500 gr/minggu, 2000 gr/bulan dan 13 kg selama

kehamilan.

Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila didapatkan adanya gejala preeklampsia

ringan disertai satu atau lebih gejala di bawah ini 2:

a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg yang

terjadi dalam 2 kali pengukuran dengan selang waktu 6 jam pada keadaan ibu istirahat.

b) Proteinuri ≥ 5 gr/24 jam atau ≥ 3+ dipstik dalam sedikitnya pemeriksaan urin secara

acak dengan selang waktu 4 jam.

c) Oliguria (produksi urin < 500 cc/24 jam)

d) Gangguan visus atau serebral

e) Nyeri epigastrik

f) Sianosis atau udem pulmonum

Departemen Obgyn Page 22

Page 21: 80097327 BAB II Laporan Kasus

g) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat

h) Adanya HELLP syndrome (Hemolisis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet Count).

Pada tabel 2 dapat dilihat manifestasi klinis yang dapat mengarahkan pada kejadian

Preeklampsia maupun gangguan hipertensi dalam kehamilan lainnya.

G. Tabel 2. Diagnosis Preeklampsia dan gangguan Hipertensi dalam kehamilan lainnya 13.

Departemen Obgyn Page 23

Page 22: 80097327 BAB II Laporan Kasus

H. MANIFE

STASI

KLINIS

Departemen Obgyn Page 24

Hipertensi Gestasional

TD > 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan

Tidak ada protein uria

TD kembali ke normal , 12 minggu postpartum

Diagnosis akhir hanya bisa dibuat postpartum

Mungkin memperlihatkan tanda-tanda preeklamsia, misalnya nyeri epigastrium

dan trombositopenia.

Hipertensi Kronik

TD > 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnoisa sebelum usia

gestasi20 minggu

Hipertensi yang pertama kali didiagnosa setelah gestasi 20 minggu dan

menetap setelah 12 minggu postpartum

Preeklamsia

Kriteria minimum

TD > 160/100 mmHg

Proteinuria > 300 mg/ 24 jam atau > +1 pada dipstik

Peningkatan kepastian Preeklamsia

TD > 160/100 mmHg

Proteinuria > 2,0 gr/ 24 jam atau > +2 pada dipstik

Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat

sebelumnya

Trombosit < 100.000/mm3

Page 23: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Derajat beratnya penyakit ditandai oleh keadaan klinik maupun laboratorik. Faktor-

faktor tersebut mencakup kadar trombosit, tekanan darah, uji fungsi hati, proteinuria,

haemoglobin serta hematokrit. Nilai dari keadaan tersebut dijadikan parameter faktor

prognosis untuk keadaan maternal. Adapun manifestasi klinis lainnya adalah:

1). Menurut Kartha dkk. pada preeklampsia terjadi hiperlipidemia yang ditandai dengan

meningkatnya kadar trigliserida (TG) dan asam lemak bebas dibanding pada kehamilan

normal 17.

2). Kadar VCAM-1 (Vascular Cell Adhesion Molecule-1), jumlah lekosit, dan hitung jenis

lekosit meningkat (kecuali limfosit) pada preeklampsia 18.

3). Meningkatnya kadar asam urat serum dapat dipakai sebagai tolok ukur dalam

menilai beratnya penyakit, prognosis kehamilan maupun janinnya. Terminasi kehamilan

dapat dipertimbangkan pada kadar asam urat serum yang tinggi atau cenderung

meningkat 19.

4). Terdapat perbedaan kadar fibronektin plasma antara kehamilan normal, kehamilan

dengan preeklampsia ringan, preeklamsi berat dan eklampsia. Semakin tinggi kadar

fibronektin plasma semakin berat preeklampsianya 7.

5). Peningkatan kadar ET-1 (Endotelin-1) yang berhubungan dengan peningkatan kadar

TNF-α (Tumor Nekrosis Faktor-α) mencerminkan kondisi patofisiologik preeklampsia 6.

6). Kadar Ht (Hematokrit) yang meningkat terjadi pada preeklampsia karena adanya

volume plasma yang menurun akibat vasokonstriksi 16.

Departemen Obgyn Page 25

Page 24: 80097327 BAB II Laporan Kasus

7).Ditemukan peningkatan agregasi trombosit pada penderita preeklampsia dibanding

dengan kehamilan normal 6.

8). Terdapat perbedaan bermakna kadar β-hCG pada preeklampsia dengan kehamilan

normal. Kadar lebih besar atau sama dengan 20.000 mIU/ml dapat dipakai sebagai cut

off point dalam menduga preeklampsia 38.

I. PENGELOLAAN PREEKLAMSIA

Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia

berat dan eklampsia, melahirkan janin hidup, dan melahirkan janin dengan trauma

sekecil-kecilnya 11.

Menurut Hutajulu dkk, Asetil salisilat dosis rendah dapat menurunkan kejadian

preeklampsia pada kelompok berisiko dan secara bermakna pada kelompok usia

reproduksi risiko tinggi 6. Penelitian ini sesuai dengan studi pendahuluan yang telah

dilakukan oleh Caritis pada tahun 1998 yang menyatakan bahwa Asetil salisilat

bermanfaat untuk menunda kehamilan preterm dan mengurangi secara bermakna

morbiditas preeklampsia 20. Pada kebanyakan pasien preeklampsia berat, nifedipin

masih merupakan obat pilihan pertama. Labetalol dapat dianjurkan pemberiannya pada

pasien yang pada pemeriksaan awal memiliki frekuensi nadi yang tinggi (100 kali/ menit)

atau selama pemberian nifedipin diketahui mengalami takikardia 21.

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala preeklampsia berat selama

perawatan, maka pengelolaan preeklampsia dibagi menjadi :

Departemen Obgyn Page 26

Page 25: 80097327 BAB II Laporan Kasus

1). Pengelolaan Konservatif Preeklampsia Berat

Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan

presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta

tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam

11.

Pengelolaan konservatif adalah tetap mempertahankan kehamilan bersamaan dengan

pengobatan medisinalis. Namun masih terdapat kontroversi. Terdapat banyak pendapat

bahwa semua kasus preeklampsia berat harus ditangani secara aktif, penanganan

konservatif tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia seperti hiperefleksi dan

gangguan penglihatan sering tidak sahih.

Indikasi untuk melakukan pengelolaan konservatif adalah bila umur kehamilan < 37

minggu tanpa disertai tanda- tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.

Pengelolaan konservatif dan medisinalis sama dengan perawatan aktif. Observasi dan

evaluasi keadaan ibu dan janin pada pengelolaan obstetrik sama dengan perawatan

aktif, hanya disini tidak ada terminasi.

2). Pengelolaan Aktif Preeklampsia Berat

Yang dimaksud pengelolaan aktif disini adalah kehamilan segera diakhiri bersamaan

dengan pengobatan medisinalis. Penanganan aktif dilakukan dengan indikasi :

a) Indikasi ibu :

(1) Bila kehamilan > 37 minggu

Departemen Obgyn Page 27

Page 26: 80097327 BAB II Laporan Kasus

(2) Adanya tanda impending eklampsia

(3) Kegagalan terapi konservatif :

(a) Dalam waktu setelah 6 jam dimulainya pengobatan medisinalis terjadi kenaikan

desakan darah

(b) Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinalis tidak ada perbaikan

b) Indikasi janin :

(1) Terjadi gawat janin

(2) Intrauterine Growth Retardation (IUGR)

c) Laboratorik : adanya HELLP Syndrome ( Hemolysis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet

Count)

Pengelolaan aktif meliputi penanganan umum, pengobatan medisinalis dan pengelolaan

obstetrik.

Penanganan umum penderita preeklampsia meliputi :

a) Istirahat baring, sebaiknya dalam posisi miring ke salah satu sisi dan monitor denyut

jantung janin.

b) Pasang infus jarum besar ( ≥ 16 G ). Infus Ringer laktat 60-125 cc/jam.

c) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

Departemen Obgyn Page 28

Page 27: 80097327 BAB II Laporan Kasus

d) Keseimbangan cairan. Jangan sampai terjadi overload cairan. Kateterisasi urin untuk

memantau pengeluaran urin dan proteinuria. Sebaiknya pengeluaran urin dinilai setiap

jam. Tujuannya untuk memelihara output urin 30 ml/jam, bila kurang dari 100 cc/4 jam

maka input cairan juga dikurangi.

e) Evaluasi keadaan organ vital dengan melakukan pemeriksaan EKG, melengkapi

laboratorium untuk mengetahui fungsi hemopoetik, ginjal, hepar seperti darah rutin,

studi koagulasi, elektrolit, asam urat, fungsi hati, fungsi ginjal dan urinalisis.

Pemeriksaan serial sebaiknya dilakukan untuk menilai progresifitas penyakit.

f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat

mengakibatkan kematian ibu dan janin.

g) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam.

h) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.

i) Hentikan pemberian cairan intravena dan berikan diuretik bila ditemukan edema paru.

Pengobatan medisinalis meliputi :

a) Pemberian antihipertensi

Diberikan bila tekanan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik >110 mmHg. Obat

antihipertensi yang digunakan : Hidralazin, labetalol, nifedipin, sodium nitroprusid,

diazoxide, metildopa, nitrogliserin, clonidin 22.

Departemen Obgyn Page 29

Page 28: 80097327 BAB II Laporan Kasus

Menurut Childress dan Katz, Penggunaan antihipertensi golongan dihidropirin, seperti

nifedipin dapat menurunkan tekanan darah pada 95,8 % kasus dan terbukti aman

digunakan dalam kehamilan, efektif sebagai antihipertensi akut, dan sedikit

menimbulkan efek samping terhadap ibu dan tidak ditemukan adanya efek samping

terhadap janin 21.

Hasil penelitian Anita, Sofyan dkk menyatakan bahwa nifedipin efektif digunakan pada

penderita preeklampsia berat uang mendapatkan perawatan konservatif, tidak

mempunyai efek samping terhadap janin dan sedikit menimbulkan efek samping

terhadap ibu 21.

b) Pemberian obat anti kejang

Magnesium sulfat digunakan untuk menghentikan dan mencegah kejang. Bila tak

tersedia atau tak memenuhi syarat pemberian maka diberikan diazepam atau fenitoin 23.

c) Pemberian diuretik bila ada indikasi udema, gagal jantung kongestif, dan udem paru.

Departemen Obgyn Page 30

Page 29: 80097327 BAB II Laporan Kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. Soefoewan S, Preeklampsia-Eklampsia di Beberapa Rumah Sakit di Indonesia,

Patogenesis dan Kemungkinan Pencegahannya. Indonesian Journal of Obstetrics

and Gynecology 2003: 27(3): 141-151

2. Roeshadi RH. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu

Pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Indonesian Journal of Obstetrics

and Gynecology 2007: 31(3): 123-133

3. Decherney AH, Pernoll ML, editor. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis

and Treatment. A Lange Medical Book, 8th ed. Connecticut: Prentice-Hall

International. 1994: page 380-397

Departemen Obgyn Page 31

Page 30: 80097327 BAB II Laporan Kasus

4. Meizia, D. , Mose, J.C. 1999. Tinjauan Faktor Risiko pada Kematian Ibu dan Anak

Akibat Preeklampsia Berat dan Eklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin. Indonesian

Journal of Obstetrics and Gynecology. 23(4), 194-200

5. Karkata, M.K. 2006. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi Dalam Kehamilan.

Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology. 30 (1), 55-58

6. Irmitasari. 2006. Hubungan Nilai APGAR Dengan Cara Persalinan

Pada Preeklampsia Berat di RSUD Moewardi Surakarta. Tesis. Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret

7. Santoso, B. , Mose, J.C. , Effendi, J.S. 2005. Perbandingan Antara Kadar

Fibronektin Plasma pada Kehamilan Normal dan Preeklampsia-Eklampsia serta

Hubungannya dengan Tekanan Darah dan Derajat Proteinuri. Indonesian Journal

of Obstetrics and Gynecology. 29(4), 201-209

8. Prawirohardjo S. Asfiksia Neonatorum. Ilmu Kebidanan, Edisi III, Cetakan

kedelapan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo,2006: hal. 709-

15

9. Azam M, Malik FA. Birth Asphyxia. The Proffesional 2004;11(04):416-23

10. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson textbook of pediatric. 15th Ed Vol.1.

Philadelphia : WB Saunders; 2000

11. Wiknjosastro, H, dkk, editor. 2002. Preeklampsia dan Eklampsia. Ilmu

Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta, 281-301

Departemen Obgyn Page 32

Page 31: 80097327 BAB II Laporan Kasus

12. Hermawan A, Mose JC, Effendi JS, Anwar AD. Perbandingan Kadar Molekul

Perekat Sel Vaskuler (VCAM-1) Antara Kehamilan Normal dan Preeklampsia.

Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology 2001: 25(4): 203-209

13. Cunningham, Mc Donald, Gant. Preeklampsia dan Eklampsia. William Obstetric,

21st USA. Prentice Hall International, 2001, page 644

14. Cunningham, Mc Donald, Gant. Preeklampsia dan Eklampsia. William Obstetric,

21st USA. Prentice Hall International, 2001, page 637

15. Mustadjab I. Evaluasi Bayi Yang Lahir Dari Ibu Preeklampsia dan Eklampsia. Sari

Pediatri 2001: 3(1): 2-7

16. Sulistyowati, S. , Mose, J.C. 2002. Hematokrit sebagai Faktor Prognosis Kematian

Maternal pada Preeklampsia- Eklampsia. Indonesian Journal of Obstetrics and

Gynecology. 26(2), 92-96

17. Kartha IBM, Sudira N, Gunung K. Hubungan Kadar Trigliserida Serum Pada Umur

Kehamilan Kurang Dari 20 Minggu dengan Resiko Terjadinya Preeklampsia Pada

Primigravida. Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology 2000: 24(2): 88-

92

18. Botefilia, Wibowo, N. 2005. Kadar Vasculer Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1),

Jumlah Lekosit dan Hitung Jenis Lekosit pada Preeklampsia. Indonesian Journal

of Obstetrics and Gynecology. 29 (3), 168-176

19. Wilutomo, P. , Hadisaputro, H. 1998. Hubungan Peningkatan Kadar Asam Urat

Serum terhadap Hasil Pengelolaan Konservatif pada Preeklampsia Berat.

Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology. 22(3), 111-114

Departemen Obgyn Page 33

Page 32: 80097327 BAB II Laporan Kasus

20. Cunningham, Mc Donald, Gant. William Obstetric, 21st Ed. USA. Prentice Hall

International, 2001, page 1355

21. Anwar DA, Syahid S, Mose JC, Purwara BH. Penggunaan Nifedipin Pada

Penderita Preeklampsia Berat. Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology

1998: 22(1): 8-13

22. Gaduh, D.S., Handaya, Wiknjosastro, G.H. 1999. Perbandingan Antara Labetalol

dan Nifedipin sebagai Antihipertensi pada Preeklampsia Berat. Indonesian

Journal of Obstetrics and Gynecology. 23 (2), 92-98

23. Suparman E, Semibiring E. Karakteristik Penderita Eklampsia dan Luaran

Perinatal Akibat Eklampsia di RSUP Manado. Indonesian Journal of Obstetrics

and Gynecology 2004: 28(2): 96-102

Departemen Obgyn Page 34