Upload
kimcil-kimcil
View
124
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asfiksia
Citation preview
BAB II
LAPORAN KASUS I
A. Identitas Pasien
ISTRI SUAMINama: Ny. R Nama: Tn. FUmur: 29 thn Umur: 47 thnPendidikan: D III Kep Pendidikan: SMAPekerjaan: Ibu Rumah Tangga Pekerjaan: TNI ADPangkat: - Pangkat: SERKASuku: Sunda Suku: SundaAgama: Islam Agama: IslamGol. Darah: Gol. Darah:Alamat rumah: Persada BantenNo. Telp:
B. Data dasar
Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 12 Januari 2012
1. Keluhan utama:
Bengkak pada seluruh tubuh
2. Keluhan tambahan:
Tidak ada
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSPAD atas rujukan dari RS Kencana Serang atas diagnosa PEB.
Sebelumnya pasien datang ke RS Kencana Serang dengan keluhan bengkak pada seluruh
tubuh. Keluhan tersebut sudah dirasakan kurang lebih selama 1 minggu SMRS. Kemudian
mendapat perawatan selama 4 hari di rumah sakit tersebut dan dirujuk ke RSGS karena
dikatakan tekanan darahnya tetap tinggi yaitu 160/110mmHg.
Saat ini keluhan pusing (+), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-).
Sesak (-), mulas (-), keluar air-air (-).
Departemen Obgyn Page 3
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung, alergi,
maupun asma. Pasien juga tidak pernah menjalani operasi apapun sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit kronik seperti hipertensi,
diabetes mellitus, jantung, alergi maupun asma.
6. Perangai pasien:
Kooperatif.
7. Riwayat haid:
Menarche usia 14 tahun, siklus haid 28 hari, teratur, lamanya 3-4 hari, banyaknya 2-3 x ganti
pembalut per hari. Dismenore tidak ada. HPHT 20 Mei 2011. Tafsiran partus 28 Februari
2012.
8. Riwayat KB:
Pasien menggunakan KB suntik tahun 2008 selama 3 bulan hanya 1 kali .
9. Riwayat pernikahan:
Pasien menikah saat usia 21 tahun , dengan usia suami 27 tahun.
10. Riwayat obstetri:
Anak I:
Lahir tahun 2006, jenis kelamin laki-laki, BB 3400 gram, lahir spontan ditolong oleh
bidan.
Anak II:
Hamil ini.
Departemen Obgyn Page 4
11. Catatan penting selama hamil
Pemeriksaan ante-natal dilakukan secara rutin di RS Kencana Serang.
C. Pemeriksaan Fisik (07 September 2011)
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tinggi badan : 153 cm
Berat badan : 80 kg; BMI: 28,4
Tanda-tanda vital:
o Tekanan darah : 140/100 mmHg
o Nadi : 82x/menit
o Jumlah napas : 18x/menit
o Suhu : Afebris
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Membuncit sesuai kehamilan
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
2. Status Obstetri:
Periksa luar:
TFU 27 cm, DJJ: 136x/menit, HIS (-)
Leopold 1:
Teraba bagian agak keras, prakiraan kepala janin.
Leopold 2:
Departemen Obgyn Page 5
Teraba bagian kecil-kecil janin yang mudah digerakkan di kiri kanan yaitu
ekstremitas janin.
Teraba bagian keras, besar dan panjang di kiri ibu, yaitu punggung janin.
Leopold 3:
Teraba bagian lunak, nodular dan besar yaitu bokong janin
Leopold 4:
Konvergen, bokong belum masuk PAP.
Inspekulo : portio livid, ostium tertutupn fluor (-)
Periksa dalam : tidak dilakukan
Pelvimetri klinik : tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium
Pemeriksaan 05-01-2012 09-01-2012 10-01-2012 11-01-2012 12-01-2012 Nilai NormalHEMATOLOGIDarah rutin
Hemoglobin 9.3 8.8 9.2 10.2 12-16 g/dL Hematokrit 30 28 28 32 37-47% Eritrosit 4.5 4.3 4.4 4.6 4.3-6.0 jt/uL Leukosit 10700 8600 9300 10100 4800-10800/uL Trombosit 326000 276000 303000 356000 150000-
400000/uL MCV 66 66 64 65 80-96 fl MCH 21 21 21 22 27-32 pg MCHC 31 31 33 33 32-36 g/dL
Kimia Albumin 3.4 3.2 3.5-5.0 g/dL SGOT 12 14 <40 U/L SGPT 14 23 <35 U/L LDH 317 310 <480 U/L Ureum 19 15 20-50 mg/dL Kreatinin 0.5 0.6 0.5-1.5 mg/dL Glukosa
sewaktu95 <140 mg/dL
Glukosa 2 jam <140 mg/dLURINALISAUrin Esbach 0.6 <0.5 g/24jam
Departemen Obgyn Page 6
Urin lengkap pH 6.5 6.0 4.6-6.0 Berat jenis 1.025 1.020 1.010-1.030 Protein +/Positif -/Negatif Negatif Glukosa -/Negatif -/Negatif Negatif Bilirubin -/Negatif -/Negatif Negatif Eritrosit 2-2-3 0-1-2 <2/LPB Leukosit 2-4-5 2-3-3 <5/LPB Torak -/Negatif -/Negatif Negatif Kristal CaOksalat -/Negatif Negatif Epitel ++/Positif2 +/Positif Positif Bakteri +/Positif -/negatif Negatif
2. USG Transvaginal (9 Januari 2012)Hasil pemeriksaan:o Janin : tunggal, hidup, presentasi bokongo Plasenta : korpus depano Amnion : ICA 14o Biometri : BPD 8,02; HC 29,9; AC 28,7; HL 21 TB >2070 gro Jantung : Baiko Anomali : tidak ada kelainan congenitalo Doppler : tidak dilakukano Aktivitas : Normal
Penilaian : G2 P1 A0 Hamil 32-33 minggu, janin presentasi bokong, tunggal hidup Aktivitas dan pertumbuhan janin normal baik
E. DiagnosisIbu : G2 P1 A0 Hamil 32-33 minggu dengan PEB
Janin : Janin presentasi bokong tunggal hidup
F. PrognosisIbu : dubia
Janin : dubia
G. Penatalaksanaan Awal
1. Rencana Diagnostik
i. Observasi TV DJJ
Departemen Obgyn Page 7
ii. Observasi terhada perburukan PEB
iii. CTG/hari
2. Rencana Terapi
i. Nifedipin 4x10 mg P.O
ii. Vit C 2x500 mg P.O
iii. NAC 3x600 mg P.O
iv. Sangobiad 3x1
v. Elevasi Kepala 30⁰
3. Rencana Pendidikan
i. Menjelaskan kepada pasien mengenai kondisi kehamilan pasien saat ini beserta
resiko yang mungkin terjadi pada kehamilan dimana ibu mempunyai tekanan
darah yang tinggi saat kehamilan ini.
ii. Menjelaskan kepada pasien mengenai gejala dan tanda akan melahirkan, seperti
mulas-mulas yang semakin sering, keluar air-air dan flek darah, agar segera
datang ke kamar bersalin untuk diperiksa lebih lanjut.
iii. Menjelaskan kepada pasien untuk mengenali tanda-tanda bahaya pada
kehamilan, sehingga pasien dapat segera mencari pertolongan.
Departemen Obgyn Page 8
ANALISA KASUS
Pasien adalah seorang wanita multigravida berusia 29 tahun,hamil 33 minggu, datang ke kamar
bersalin RSPAD Gatot Soebroto dengan surat pengantar rujukan dari RS Kencana Serang dengan
masalah G2P1A0 dengan preeklampsia berat.
Pada pasien ini ditemukan suatu gejala preeklampsia berat. Diagnosa preeklampsia berat ini
ditegakkan apabila terdapat peningkatan tekanan darah dan proteinuria pada saat usia kehamilan
>20 minggu,atau sebelum / selama kelahiran bayi, yaitu peningkatan tekanan darah sekitar 180/120
mmHg dan proteinuria (+)1, pada pemeriksaan ctg didapatkan kesan NST reaktif, pasien mengaku
mempunyai riwayat hipertensi sejak usia kehamilan memasuki 28 minggu pada saat kontrol ke RS
Kencana Serang, menurut keterangan pasien , pasien belum pernah mengalami tekanan darah
tinggi pada kehamilan sebelumnya.
Departemen Obgyn Page 9
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Preeklampsia merupakan kehamilan dengan resiko tinggi, karena morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatalnya tinggi. Morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal sering terjadi pada penderita yang keadaan umumnya kurang baik yang
terlambat di rujuk ke rumah sakit 1. Preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu di
bidang obstetri sebesar 13 % 2. Kejadian preeklampsia di dunia bahkan mencapai 6 %
dari jumlah populasi 3. Jumlah kematian ibu dengan preeklampsia berat di beberapa
Rumah Sakit pendidikan di Indonesia adalah 30 – 40 % 4. Preeklampsia juga dapat
meningkatkan kejadian prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, trauma persalinan,
persalinan operatif, penurunan tingkat kecerdasan anak, dan gangguan neurologi
lainnya.
Gambaran epidemiologi klinik hasil persalinan menunjukkan masih kurang sempurnanya
pengelolaan penderita preeklampsia berat dan eklampsia.4, tingginya insiden dan masih
banyaknya faktor risiko serta masih belum sempurnanya pengelolaan menyebabkan
prognosis yang buruk 4.
Departemen Obgyn Page 10
Pencegahan primer pada preeklampsia dan eklampsia jelas tidak bisa dilakukan, oleh
karena penyebabnya belum diketahui dan hanya dapat dilakukan pencegahan sekunder
dengan cara segera mengetahui ibu hamil dengan preeklampsia dan melakukan kontrol
yang ketat sehingga tidak berkembang menjadi eklampsia. Untuk kepentingan ibu dan
bayi perlu dipilih saat yang tepat untuk melakukan terminasi kehamilan. Terminasi
kehamilan merupakan terapi kausal terbaik untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
yang tinggi pada ibu dan bayinya 5. Pengelolaan preeklampsia pada dasarnya bertujuan
untuk mencegah terjadinya kejang (eklamsia) dan melahirkan bayi dengan trauma yang
sekecil-kecilnya agar dapat menghindari morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal 6. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan rangsangan sering didapatkan pada
preeklampsia sehingga mudah terjadi partus prematurus. Menurunnya aliran darah ke
plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta, sehingga bisa terjadi gawat janin
sampai kematian karena kekurangan oksigen. Peningkatan tekanan darah dapat
menurunkan perfusi uteroplasenta, yang dapat menimbulkan asfiksia janin,
pertumbuhan janin terhambat, bahkan kematian janin 7. Pendapat-pendapat tersebut
diatas menunjukkan bahwa preeklampsia berat berpengaruh terhadap kondisi
kesejahteraan janin, dimana kondisi tersebut dapat memicu timbulnya asfiksia
neonatorum yang dapat dinilai dengan nilai APGAR.
Metode persalinan menentukan apakah bayi yang dilahirkan dari ibu preeklampsia berat
dapat terjadi asfiksia atau tidak, karena metode persalinan yang tidak tepat pada
penatalaksanaan aktif pasien preeklampsia berat akan berakibat peningkatan
morbiditas dan mortalitas bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan.
Departemen Obgyn Page 11
1
Asfiksia neonatorum adalah kondisi dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir 8. Asfiksia seolah – olah menjadi mimpi buruk bagi pasien dan
dokter. Insidensi Asfiksia neonatorum berkisar 1 – 1.5 % di berbagai negara berkembang
dan 3.3 % di Pakistan dan biasanya berhubungan dengan usia gestasi dan berat lahir bayi
9.
Untuk menilai keadaan asfiksia neonatorum maka seorang dokter ahli anesthesia
bernama Dr.Virginia Apgar pada tahun 1952, merumuskan, mengevaluasi dan
memodulasi suatu penilaian yang disebut dengan skor APGAR, skor APGAR merupakan
metode praktis yang secara sistematis digunakan untuk menilai bayi baru lahir dan
sesudah lahir, untuk membantu mengidentifikasi bayi yang memerlukan resusitasi
akibat asidosis hipoksik 10.
Hingga saat ini masih sedikit penelitian mengenai pengaruh preeklampsia berat
terhadap asfiksia neonatorum secara kuantitatif sehingga menarik peneliti untuk
memberi bukti-bukti empiris secara kuantitatif yang menunjukkan pengaruh kejadian
preeklampsia berat terhadap asfiksia neonatorum yang ditunjukan dengan nilai apgar
menit pertama neonatus. Faktor perancu berupa cara persalinan dan usia gestasi,
peneliti hilangkan dengan cara memasukkan kedua faktor perancu tersebut untuk diuji
bersama – sama dengan kriteria inklusi dan hasilnya akan dijabarkan dan dihubungkan
tingkat pengaruhnya terhadap asfiksia neonatorum.
B. DEFINISI
Departemen Obgyn Page 12
Preeklampsia dan eklamsia merupakan kelainan progresif yang hanya ditemukan terjadi
pada kehamilan serta menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu
maupun janin. Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan trias gejala klinis berupa peningkatan tekanan darah, pembengkakan
pada ekstremitas bawah, dan proteinuria. Preeklampsia adalah sindroma spesifik dalam
kehamilan yang menyebabkan perfusi darah ke organ berkurang karena adanya
vasospasmus dan menurunnya aktivitas sel endotel 1. Pada preeklampsia terjadinya
hipertensi disertai dengan proteinuria dan oedema atau keduanya yang terjadi akibat
kehamilan ≥ 20 minggu 6.Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda
lain. Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus ≥ 30
mmHg diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai ≥ 140 mmHg. Kenaikan
tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Bila tekanan diastolik naik ≥ 15
mmHg , atau menjadi ≥ 90 mmHg, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat 11.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh,
dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari
tangan, dan muka.
Proteinuria merupakan tanda penting dari preeklampsia, tanpa proteinuria belum dapat
dikatakan preeklampsia 1. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang
melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1
atau 2+ atau ≥ 1g/liter dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau
midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria
Departemen Obgyn Page 13
timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus
dianggap sebagai tanda yang cukup serius 11.
Menurut Sibai BM, dkk, gejala klinis preeklampsia berat 2 :
1). Kehamilan ≥ 20 minggu
2). Tekanan darah pasien dalan keadaan istirahat: sistolik ≥ 160 mmHg, diastolik ≥ 110
mmHg
3). Protein-uria > 5 gram/liter/24 jam atau kwalitatif (++)
4). Oliguri, dengan jumlah urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin
darah
5.) Adanya edema paru atau sianosis
6). Adanya gejala-gejala impending eclampsia, misalnya gangguan visus (mata kabur),
gangguan serebral (sakit kepala), nyeri epigastrium dan hyperreflexia
7). Adanya gejala HELLP Syndrome (Hemolysis, Elevated LiverEnzym, Low Platelet
Count).
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Etiologi pasti belum bisa diketahui. Dekker, Sibai, dkk antara lain memperkirakan faktor-
faktor 1: Iskemia plasenta, hambatan toksisitas VLDL, mal-adaptasi imun, genetik.
Sedangkan Mobie dan Sibai menambahkan faktor – faktor : Gangguan sel endothelial,
Departemen Obgyn Page 14
fenomena rejeksi (kekurangan produksi dari antibodi), reaktivasi vaskular, gangguan
keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, penurunan laju filtrasi glomerulus dengan
retensi air dan garam, penurunan volume intravaskular, peningkatan respons saraf
pusat, koagulasi intravaskular diseminata (KID), dsan faktor diet menjadi faktor yang
berperan dalam terjadinya preeklampsia 3.
Pada iskemia plasenta terjadi peningkatan deportasi trofoblast, sehingga terjadi iskemia
sel endotel. Hambatan toksisitas VLDL sebagai kompensasi meningkatkan kebutuhan
energi selagi hamil dengan memolilisasi asam lemak non ester tambahan dari depot
lemak ke hati untuk mengurangi antitoxic-toxicity dari albumin ke VLDL toxicity. Mal
adaptasi imun menyebabkan dangkalnya invasi arteri spiralis oleh sel endovascular
cytotrophoblast dan disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan
cytokine decidual, proteolitic enzyme dan radikal bebas. Timbulnya preeklampsia dan
eklampsia berdasar pada single ressesive gene atau gene dominant dengan inclomplete
penetrance. Penetrasi mungkin tergantung pada genotipe janin
Pada preeklampsia patogenesis dan patofisiologi serta perubahan-perubahan patologi
fungsi organ-organ telah banyak dibicarakan, namun belum ada yang memuaskan. Oleh
karena banyaknya teori yang diajukan untuk mencari etiologi dan patofisiologi maka
oleh Chesley (1978) penyakit ini disebut dengan the disease of theories 3 .
Menurut Sibai, Dekker, dkk, beberapa teori yang diajukan untuk mencari etiologi dan
patofisiologi yaitu 2:
1). Faktor Genetika
Departemen Obgyn Page 15
Sutherland dkk serta Chesley melaporkan peningkatan angka kejadian preeklampsia
pada wanita yang dilahirkan pada ibu yang menderita preeklampsia. Bukti yang
mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian preeklampsia adalah peningkatan
Human Leukocyte Antigene (HLA) pada wanita.
2). Teori Iskemik Plasenta
Pada preeklampsia, proses plasentasi tidak berjalan sebagaimana mestinya oleh
karena disebabkan 2 hal yaitu pertama, tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh
sel-sel trofoblas. Kedua, pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap
pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung
sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai
dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler.
Disamping itu juga terjadi arterosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan
lumen arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi.
3). Teori Prostasiklin - Tromboksan
Disfungsi endotel adalah suatu keadaan dimana didapatkan adanya ketidakseimbangan
antara faktor vasodilatasi dan vasokonstriksi. Sel endotel yang sehat sanggup
memelihara integritas vaskuler, mencegah adhesi platelet dan mempengaruhi tonus
otot polos vaskuler. Adanya kerusakan endotel akan mengakibatkan ketidakmampuan
menjaga fungsi tersebut sehingga berakibat pada meningkatnya tonus vaskuler. Ketiga
hal yang mencerminkan adanya disfungsi endotel tersebut ternyata dapat ditemukan
pada preeklampsia.
Departemen Obgyn Page 16
Kerusakan endotel akan berakibat menurunnya produksi prostasiklin karena endotel
merupakan tempat pembentukan prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan
sebagai kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia
berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi hemostasis.
Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini yang
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin.
4). Teori Renin - Angiotensin - Aldosteron
Sistem renin - angiotensin - aldosteron (SRAA) mempunyai peran penting dalam
pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada kehamilan normal komponen
SRAA meningkat sedangkan pada preeklampsia beberapa komponen SRAA lebih rendah
dibanding kehamilan normal. Respons penekanan terhadap angiotensin II meningkat
secara bermakna pada usia kehamilan 18 minggu pada wanita hamil yang akan
berkembang menuju preeklampsia.
Ada beberapa perubahan fisiologi dan patologik pada preeklampsia. Perubahan
tersebut terjadi pada plasenta dan uterus, ginjal, retina, paru-paru, otak, dan pada
metabolisme air dan elektrolit 11.
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih
pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena kekurangan oksigenasi.
Gambaran histopatologi plasenta pada preeklampsia yang paling menonjol adalah
peningkatan simpul sinsitial dan sitotrofoblas, hipervaskularisasi villi, dan penurunan
Departemen Obgyn Page 17
membran vasculosyncytial 6. De Wolf, dkk juga melaporkan bahwa perubahan-
perubahan awal dari preeklampsia meliputi kerusakan endotel, perembesan konstituen
plasma ke dinding pembuluh, proliferasi sel miointima, dan nekrosis medial 13. Kenaikan
tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada
preeklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus 6.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah pada ginjal menurun, sehingga
menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang14. Kelainan pada ginjal yang penting ialah
dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi garam dan
air. Fungsi ginjal pada preeklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari clearance
asam urat, sehingga konsentrasi asam urat plasma agaknya dapat meningkat,
peningkatan ini melebihi penurunan laju filtrasi glomerulus dan bersihan (clearence)
kreatinin yang menyertai preeklampsia, seperti yang dilaporkan oleh Chelsey dan
Williams 14. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga
menyebabkan diuresis turun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
Preeklampsia juga dapat menurunkan ekskresi kalsium urin karena meningkatnya
reabsorbsi di tubulus 14.
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada
satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri
retina yang nyata menunjukkan adanya preeklampsia berat. Edema paru-paru
merupakan sebab utama kematian penderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi
ini biasanya disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri 14. McCall melaporkan bahwa
Departemen Obgyn Page 18
resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi
lagi pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen
pada preeklampsia tetap dalam batas normal 14.
Selain itu, terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial.
Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan
seiring bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah
meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan
di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia.
Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita preeklampsia
daripada pada wanita hamil biasa. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila mempunyai faktor-
faktor predisposisi sebagai berikut : Nullipara, terutama usia < 20 tahun dan kehamilan
yang langsung terjadi setelah perkawinan, multipara dengan umur lebih dari 35 tahun,
hiperplasentosis (seperti mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus, hidrops
fetalis, dan bayi besar), riwayat preeklampsia - eklampsia pada kehamilan sebelumnya,
riwayat dalam keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia, penyakit ginjal dan
hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan, dan obesitas 2.
Departemen Obgyn Page 19
Sedangkan menurut Karkata, faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia adalah
penyakit ginjal kronis (20:1), hipertensi kronis (10:1), antipospholipid sindrom (10:1),
riwayat preeklampsia pada keluarga (5:1), kehamilan kembar (4:1), nullipara (3:1), umur
diatas 40 tahun (3:1), diabetes melitus (2:1), dan ras Afrika - Amerika (1,5:1) 5.
Dari berbagai penelitian faktor-faktor risiko lain yang disebut antara lain: faktor
kegemukan, faktor thrombophilia, kekurangan bahan Kalsium dalam makanan,
terdapatnya bahan tertentu dalam makanan, ketinggian, wanita perokok, dan penyakit
periodontal 5.
E. KOMPLIKASI
Preeklampsia dapat meningkatkan kejadian prematuritas, pertumbuhan janin
terhambat, trauma persalinan, persalinan operatif, penurunan tingkat kecerdasan anak,
dan gangguan neurologi lainnya 6. Sedangkan menurut Mustadjab, preeklampsia
mempunyai hubungan yang positif terhadap terjadinya penyakit membran hialin pada
bayi-bayi preterm 15.
Preeklampsia merupakan penyakit sistemik dimana manifestasinya dapat mengenai
sistim organ meliputi otak, hati, ginjal, pembuluh darah dan plasenta 16. Pada ibu hamil
yang menderita preeklampsia, terjadi nyeri kepala (yang tidak bisa disembuhkan dengan
analgesik biasa), gangguan penglihatan, dan nyeri pada perut bagian atas. Kemungkinan
implikasi jangka panjang dari penyakit ini yaitu terjadinya penyakit kardiovaskuler,
seperti serangan penyakit koroner pada wanita yang pernah mengalami preeklampsia 5.
Departemen Obgyn Page 20
Menurut Karkata, preeklampsia juga dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut :
eklampsia, solusio plasenta, partus prematurus, perdarahan postpartum, HELLP
Syndrome (Hemoyisis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet Count), ablasio retina, Acute
tubuler necrosis, perdarahan otak, udem pulmonum, Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC), Intrauterine Growth Retardation (IUGR), dan Intrauterine Fetal Death
(IUFD) 5.
Umur kehamilan ≥ 37 minggu dan Hb ≥14 g/dl serta kadar hematokrit > 40 % merupakan
faktor prognosis kematian perinatal pada preeklampsia berat 16
F. DIAGNOSIS
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan bila didapatkan adanya hipertensi disertai
proteinuria dengan atau tanpa adanya udem, ditegakkan bila memenuhi kriteria sebagai
berikut :
1). Hipertensi adalah 1 :
a) Kenaikan tekanan darah sistolik > 30 mmHg
b) Kenaikan tekanan darah diastolik > 15 mmHg
c) Dan atau tekanan darah > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg
Menurut Setiarsih, Pengukuran untuk peningkatan tekanan darah ini harus dilakukan
sekurangnya 2 kali dengan selang waktu 6 jam dan ibu dalam keadaan istirahat 6.
2). Proteinuri adalah : adanya protein dalam urine yang melebihi trace dengan kriteria 1:
Departemen Obgyn Page 21
a) Melebihi 0,3 gr/l dalam 24 jam
b) Melebihi 1 gr/l dalam 2 kali pengambilan urin selang 6 jam secara sembarang atau
c) Pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urin sembarang
3). Edema adalah akumulasi cairan ekstravaskuler secara menyeluruh dengan kriteria 1 :
a) Mempunyai nilai 1+ pitting edema di daerah pretibia, dinding abdomen, lumbosacral,
wajah dan tangan setelah malam tirah baring.
b) Kenaikan berat badan melebihi : 500 gr/minggu, 2000 gr/bulan dan 13 kg selama
kehamilan.
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila didapatkan adanya gejala preeklampsia
ringan disertai satu atau lebih gejala di bawah ini 2:
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg yang
terjadi dalam 2 kali pengukuran dengan selang waktu 6 jam pada keadaan ibu istirahat.
b) Proteinuri ≥ 5 gr/24 jam atau ≥ 3+ dipstik dalam sedikitnya pemeriksaan urin secara
acak dengan selang waktu 4 jam.
c) Oliguria (produksi urin < 500 cc/24 jam)
d) Gangguan visus atau serebral
e) Nyeri epigastrik
f) Sianosis atau udem pulmonum
Departemen Obgyn Page 22
g) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
h) Adanya HELLP syndrome (Hemolisis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet Count).
Pada tabel 2 dapat dilihat manifestasi klinis yang dapat mengarahkan pada kejadian
Preeklampsia maupun gangguan hipertensi dalam kehamilan lainnya.
G. Tabel 2. Diagnosis Preeklampsia dan gangguan Hipertensi dalam kehamilan lainnya 13.
Departemen Obgyn Page 23
H. MANIFE
STASI
KLINIS
Departemen Obgyn Page 24
Hipertensi Gestasional
TD > 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan
Tidak ada protein uria
TD kembali ke normal , 12 minggu postpartum
Diagnosis akhir hanya bisa dibuat postpartum
Mungkin memperlihatkan tanda-tanda preeklamsia, misalnya nyeri epigastrium
dan trombositopenia.
Hipertensi Kronik
TD > 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnoisa sebelum usia
gestasi20 minggu
Hipertensi yang pertama kali didiagnosa setelah gestasi 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu postpartum
Preeklamsia
Kriteria minimum
TD > 160/100 mmHg
Proteinuria > 300 mg/ 24 jam atau > +1 pada dipstik
Peningkatan kepastian Preeklamsia
TD > 160/100 mmHg
Proteinuria > 2,0 gr/ 24 jam atau > +2 pada dipstik
Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat
sebelumnya
Trombosit < 100.000/mm3
Derajat beratnya penyakit ditandai oleh keadaan klinik maupun laboratorik. Faktor-
faktor tersebut mencakup kadar trombosit, tekanan darah, uji fungsi hati, proteinuria,
haemoglobin serta hematokrit. Nilai dari keadaan tersebut dijadikan parameter faktor
prognosis untuk keadaan maternal. Adapun manifestasi klinis lainnya adalah:
1). Menurut Kartha dkk. pada preeklampsia terjadi hiperlipidemia yang ditandai dengan
meningkatnya kadar trigliserida (TG) dan asam lemak bebas dibanding pada kehamilan
normal 17.
2). Kadar VCAM-1 (Vascular Cell Adhesion Molecule-1), jumlah lekosit, dan hitung jenis
lekosit meningkat (kecuali limfosit) pada preeklampsia 18.
3). Meningkatnya kadar asam urat serum dapat dipakai sebagai tolok ukur dalam
menilai beratnya penyakit, prognosis kehamilan maupun janinnya. Terminasi kehamilan
dapat dipertimbangkan pada kadar asam urat serum yang tinggi atau cenderung
meningkat 19.
4). Terdapat perbedaan kadar fibronektin plasma antara kehamilan normal, kehamilan
dengan preeklampsia ringan, preeklamsi berat dan eklampsia. Semakin tinggi kadar
fibronektin plasma semakin berat preeklampsianya 7.
5). Peningkatan kadar ET-1 (Endotelin-1) yang berhubungan dengan peningkatan kadar
TNF-α (Tumor Nekrosis Faktor-α) mencerminkan kondisi patofisiologik preeklampsia 6.
6). Kadar Ht (Hematokrit) yang meningkat terjadi pada preeklampsia karena adanya
volume plasma yang menurun akibat vasokonstriksi 16.
Departemen Obgyn Page 25
7).Ditemukan peningkatan agregasi trombosit pada penderita preeklampsia dibanding
dengan kehamilan normal 6.
8). Terdapat perbedaan bermakna kadar β-hCG pada preeklampsia dengan kehamilan
normal. Kadar lebih besar atau sama dengan 20.000 mIU/ml dapat dipakai sebagai cut
off point dalam menduga preeklampsia 38.
I. PENGELOLAAN PREEKLAMSIA
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia
berat dan eklampsia, melahirkan janin hidup, dan melahirkan janin dengan trauma
sekecil-kecilnya 11.
Menurut Hutajulu dkk, Asetil salisilat dosis rendah dapat menurunkan kejadian
preeklampsia pada kelompok berisiko dan secara bermakna pada kelompok usia
reproduksi risiko tinggi 6. Penelitian ini sesuai dengan studi pendahuluan yang telah
dilakukan oleh Caritis pada tahun 1998 yang menyatakan bahwa Asetil salisilat
bermanfaat untuk menunda kehamilan preterm dan mengurangi secara bermakna
morbiditas preeklampsia 20. Pada kebanyakan pasien preeklampsia berat, nifedipin
masih merupakan obat pilihan pertama. Labetalol dapat dianjurkan pemberiannya pada
pasien yang pada pemeriksaan awal memiliki frekuensi nadi yang tinggi (100 kali/ menit)
atau selama pemberian nifedipin diketahui mengalami takikardia 21.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala preeklampsia berat selama
perawatan, maka pengelolaan preeklampsia dibagi menjadi :
Departemen Obgyn Page 26
1). Pengelolaan Konservatif Preeklampsia Berat
Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan
presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta
tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam
11.
Pengelolaan konservatif adalah tetap mempertahankan kehamilan bersamaan dengan
pengobatan medisinalis. Namun masih terdapat kontroversi. Terdapat banyak pendapat
bahwa semua kasus preeklampsia berat harus ditangani secara aktif, penanganan
konservatif tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia seperti hiperefleksi dan
gangguan penglihatan sering tidak sahih.
Indikasi untuk melakukan pengelolaan konservatif adalah bila umur kehamilan < 37
minggu tanpa disertai tanda- tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Pengelolaan konservatif dan medisinalis sama dengan perawatan aktif. Observasi dan
evaluasi keadaan ibu dan janin pada pengelolaan obstetrik sama dengan perawatan
aktif, hanya disini tidak ada terminasi.
2). Pengelolaan Aktif Preeklampsia Berat
Yang dimaksud pengelolaan aktif disini adalah kehamilan segera diakhiri bersamaan
dengan pengobatan medisinalis. Penanganan aktif dilakukan dengan indikasi :
a) Indikasi ibu :
(1) Bila kehamilan > 37 minggu
Departemen Obgyn Page 27
(2) Adanya tanda impending eklampsia
(3) Kegagalan terapi konservatif :
(a) Dalam waktu setelah 6 jam dimulainya pengobatan medisinalis terjadi kenaikan
desakan darah
(b) Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinalis tidak ada perbaikan
b) Indikasi janin :
(1) Terjadi gawat janin
(2) Intrauterine Growth Retardation (IUGR)
c) Laboratorik : adanya HELLP Syndrome ( Hemolysis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet
Count)
Pengelolaan aktif meliputi penanganan umum, pengobatan medisinalis dan pengelolaan
obstetrik.
Penanganan umum penderita preeklampsia meliputi :
a) Istirahat baring, sebaiknya dalam posisi miring ke salah satu sisi dan monitor denyut
jantung janin.
b) Pasang infus jarum besar ( ≥ 16 G ). Infus Ringer laktat 60-125 cc/jam.
c) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
Departemen Obgyn Page 28
d) Keseimbangan cairan. Jangan sampai terjadi overload cairan. Kateterisasi urin untuk
memantau pengeluaran urin dan proteinuria. Sebaiknya pengeluaran urin dinilai setiap
jam. Tujuannya untuk memelihara output urin 30 ml/jam, bila kurang dari 100 cc/4 jam
maka input cairan juga dikurangi.
e) Evaluasi keadaan organ vital dengan melakukan pemeriksaan EKG, melengkapi
laboratorium untuk mengetahui fungsi hemopoetik, ginjal, hepar seperti darah rutin,
studi koagulasi, elektrolit, asam urat, fungsi hati, fungsi ginjal dan urinalisis.
Pemeriksaan serial sebaiknya dilakukan untuk menilai progresifitas penyakit.
f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
g) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam.
h) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
i) Hentikan pemberian cairan intravena dan berikan diuretik bila ditemukan edema paru.
Pengobatan medisinalis meliputi :
a) Pemberian antihipertensi
Diberikan bila tekanan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik >110 mmHg. Obat
antihipertensi yang digunakan : Hidralazin, labetalol, nifedipin, sodium nitroprusid,
diazoxide, metildopa, nitrogliserin, clonidin 22.
Departemen Obgyn Page 29
Menurut Childress dan Katz, Penggunaan antihipertensi golongan dihidropirin, seperti
nifedipin dapat menurunkan tekanan darah pada 95,8 % kasus dan terbukti aman
digunakan dalam kehamilan, efektif sebagai antihipertensi akut, dan sedikit
menimbulkan efek samping terhadap ibu dan tidak ditemukan adanya efek samping
terhadap janin 21.
Hasil penelitian Anita, Sofyan dkk menyatakan bahwa nifedipin efektif digunakan pada
penderita preeklampsia berat uang mendapatkan perawatan konservatif, tidak
mempunyai efek samping terhadap janin dan sedikit menimbulkan efek samping
terhadap ibu 21.
b) Pemberian obat anti kejang
Magnesium sulfat digunakan untuk menghentikan dan mencegah kejang. Bila tak
tersedia atau tak memenuhi syarat pemberian maka diberikan diazepam atau fenitoin 23.
c) Pemberian diuretik bila ada indikasi udema, gagal jantung kongestif, dan udem paru.
Departemen Obgyn Page 30
DAFTAR PUSTAKA
1. Soefoewan S, Preeklampsia-Eklampsia di Beberapa Rumah Sakit di Indonesia,
Patogenesis dan Kemungkinan Pencegahannya. Indonesian Journal of Obstetrics
and Gynecology 2003: 27(3): 141-151
2. Roeshadi RH. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu
Pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Indonesian Journal of Obstetrics
and Gynecology 2007: 31(3): 123-133
3. Decherney AH, Pernoll ML, editor. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis
and Treatment. A Lange Medical Book, 8th ed. Connecticut: Prentice-Hall
International. 1994: page 380-397
Departemen Obgyn Page 31
4. Meizia, D. , Mose, J.C. 1999. Tinjauan Faktor Risiko pada Kematian Ibu dan Anak
Akibat Preeklampsia Berat dan Eklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin. Indonesian
Journal of Obstetrics and Gynecology. 23(4), 194-200
5. Karkata, M.K. 2006. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi Dalam Kehamilan.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology. 30 (1), 55-58
6. Irmitasari. 2006. Hubungan Nilai APGAR Dengan Cara Persalinan
Pada Preeklampsia Berat di RSUD Moewardi Surakarta. Tesis. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret
7. Santoso, B. , Mose, J.C. , Effendi, J.S. 2005. Perbandingan Antara Kadar
Fibronektin Plasma pada Kehamilan Normal dan Preeklampsia-Eklampsia serta
Hubungannya dengan Tekanan Darah dan Derajat Proteinuri. Indonesian Journal
of Obstetrics and Gynecology. 29(4), 201-209
8. Prawirohardjo S. Asfiksia Neonatorum. Ilmu Kebidanan, Edisi III, Cetakan
kedelapan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo,2006: hal. 709-
15
9. Azam M, Malik FA. Birth Asphyxia. The Proffesional 2004;11(04):416-23
10. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson textbook of pediatric. 15th Ed Vol.1.
Philadelphia : WB Saunders; 2000
11. Wiknjosastro, H, dkk, editor. 2002. Preeklampsia dan Eklampsia. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta, 281-301
Departemen Obgyn Page 32
12. Hermawan A, Mose JC, Effendi JS, Anwar AD. Perbandingan Kadar Molekul
Perekat Sel Vaskuler (VCAM-1) Antara Kehamilan Normal dan Preeklampsia.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology 2001: 25(4): 203-209
13. Cunningham, Mc Donald, Gant. Preeklampsia dan Eklampsia. William Obstetric,
21st USA. Prentice Hall International, 2001, page 644
14. Cunningham, Mc Donald, Gant. Preeklampsia dan Eklampsia. William Obstetric,
21st USA. Prentice Hall International, 2001, page 637
15. Mustadjab I. Evaluasi Bayi Yang Lahir Dari Ibu Preeklampsia dan Eklampsia. Sari
Pediatri 2001: 3(1): 2-7
16. Sulistyowati, S. , Mose, J.C. 2002. Hematokrit sebagai Faktor Prognosis Kematian
Maternal pada Preeklampsia- Eklampsia. Indonesian Journal of Obstetrics and
Gynecology. 26(2), 92-96
17. Kartha IBM, Sudira N, Gunung K. Hubungan Kadar Trigliserida Serum Pada Umur
Kehamilan Kurang Dari 20 Minggu dengan Resiko Terjadinya Preeklampsia Pada
Primigravida. Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology 2000: 24(2): 88-
92
18. Botefilia, Wibowo, N. 2005. Kadar Vasculer Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1),
Jumlah Lekosit dan Hitung Jenis Lekosit pada Preeklampsia. Indonesian Journal
of Obstetrics and Gynecology. 29 (3), 168-176
19. Wilutomo, P. , Hadisaputro, H. 1998. Hubungan Peningkatan Kadar Asam Urat
Serum terhadap Hasil Pengelolaan Konservatif pada Preeklampsia Berat.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology. 22(3), 111-114
Departemen Obgyn Page 33
20. Cunningham, Mc Donald, Gant. William Obstetric, 21st Ed. USA. Prentice Hall
International, 2001, page 1355
21. Anwar DA, Syahid S, Mose JC, Purwara BH. Penggunaan Nifedipin Pada
Penderita Preeklampsia Berat. Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology
1998: 22(1): 8-13
22. Gaduh, D.S., Handaya, Wiknjosastro, G.H. 1999. Perbandingan Antara Labetalol
dan Nifedipin sebagai Antihipertensi pada Preeklampsia Berat. Indonesian
Journal of Obstetrics and Gynecology. 23 (2), 92-98
23. Suparman E, Semibiring E. Karakteristik Penderita Eklampsia dan Luaran
Perinatal Akibat Eklampsia di RSUP Manado. Indonesian Journal of Obstetrics
and Gynecology 2004: 28(2): 96-102
Departemen Obgyn Page 34