27
Abstrak. Angka kejadian yang rendah serta gejala awal hipertiroid pada anak yang tidak khas seringkali luput dari perhatian, bahkan oleh para praktisi kesehatan dalam menentukan diagnosis dan tatalaksananya. Penegakan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat akan mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Riwayat penyakit Graves pada ibu dan keluarga, terapi ablasi tiroid pada ibu, dosis antitiroid yang meningkat selama ibu hami, dan titer TRAb yang tinggi selama ibu hamil merupakan faktor risiko yang harus diwaspadai terjadinya neonatal Graves pada bayi. Terdapatnya gejala klinis yang menyokong ditambah peningkatan kadar T dan T43 yang disertai kadar TSH yang rendah merupakan konfirmasi diagnosis yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat. Sedangkan pada anakanak; goiter yang difuse, takikardia, gangguan konsentrasi dan tingkah-laku, tremor, diare, gangguan tidur, bising jantung, penurunan berat badan, ophthalmopathy, peningkatan tinggi badan, dan gangguan pubertas merupakan gejala klinis penyakit Graves. Adanya peningkatan kadar T dan T43 disertai penurunan TSH, dan kadar TRAb yang tinggi merupakan konfirmasi diagnosis. Penggunaan obat-obat anti-tiroid baik PTU maupun

Abstrak

  • Upload
    dewins

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aa

Citation preview

Page 1: Abstrak

Abstrak.

Angka kejadian yang rendah serta gejala awal hipertiroid pada anak yang tidak khas

seringkali luput dari perhatian, bahkan oleh para praktisi kesehatan dalam menentukan

diagnosis dan tatalaksananya. Penegakan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat

akan mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Riwayat penyakit Graves pada ibu dan

keluarga, terapi ablasi tiroid pada ibu, dosis antitiroid yang meningkat selama ibu hami, dan

titer TRAb yang tinggi selama ibu hamil merupakan faktor risiko yang harus diwaspadai

terjadinya neonatal Graves pada bayi. Terdapatnya gejala klinis yang menyokong ditambah

peningkatan kadar T dan T43 yang disertai kadar TSH yang rendah merupakan konfirmasi

diagnosis yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat. Sedangkan pada anakanak; goiter

yang difuse, takikardia, gangguan konsentrasi dan tingkah-laku, tremor, diare, gangguan

tidur, bising jantung, penurunan berat badan, ophthalmopathy, peningkatan tinggi badan,

dan gangguan pubertas merupakan gejala klinis penyakit Graves. Adanya peningkatan kadar

T dan T43 disertai penurunan TSH, dan kadar TRAb yang tinggi merupakan konfirmasi

diagnosis. Penggunaan obat-obat anti-tiroid baik PTU maupun MMI merupakan pilihan

pertama untuk terapi pada anak, sebelum metode lain berupa tiroidektomi dan terapi

radioaktiv digunakan. Kata kunci: hipertiroid, diagnosis, penatalaksanaan.

Abstract

The low incidence and unspecific early symptoms of pediatric hyperthyroidism often make

unrecognized even by health care providers. Early diagnosis and proper management can

reduce its morbidity and mortality. The diagnosis of neonatal Graves’ should be considered

in every neonate with clinical symptoms of tachycardia, irritable, diarrhea, jaundice, poor

feeding, and hepatosplenomagaly associated with the presence of the history of Graves’

disease in the mother or family, thyroid ablation in the mother, persistently high

requirement of antithyroid medication in mother during pregnancy, and persistently high

Page 2: Abstrak

TSH receptor antibody in mother during pregnancy. The elevation of T an either T43

combined with suppressed TSH confirmed diagnosis of neonatal hyperthyroidism. In the

older children; the clinical presentations of Graves’ disease include: goiter, tachycardia,

behavioural changes, tremors, sleep disturbances, weight loss, tall and thin stature, systolic

murmur, and delayed puberty. The elevation of T and either T43 combined with suppressed

TSH, and the elevation of TRAb confirmed the diagnosis of Graves’ disease. The treatment

of Graves’ disease in children consist of medical thyroid suppression, radioiodine ablation,

or surgical thyroidectomy. Medical therapy is the first line of therapy. Keywords : Graves,

PTU, MMI, hyperthyroidism, dignosis, management

Page 3: Abstrak

PENDAHULUAN

Hipertiroid merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi pada masa anak, namun

kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa. Pada anak-anak, lebih dari

95% disebabkan penyakit Graves.1-3 Penggunaan istilah hipertiroid sendiri seringkali

dikacaukan dengan tirotoksikosis, keduanya merupakan keadaan yang hampir sama namun

pada dasarnya berbeda.(1) Tirotoksikosis merupakan istilah umum yang menunjukkan

terjadinya peningkatan kadar T3 (triiodothyronine) dan atau T1,44 (thyroxine) dengan

penyebab apapun, sedangkan hipertiroid menunjukkan penyebab dari keadaan tirotoksikosis

khusus akibat peningkatan produksi hormon tiroid.1,4

Rendahnya angka kejadian serta tidak khasnya gejala awal hipertiroid pada anak

seringkali tidak diperhatikan para praktisi kesehatan dalam menentukan diagnosis dan

penatalaksananya.2,5 Seringkali anak dengan hipertiroid harus mengalami ’penderitaan’

beberapa bulan lebih lama sampai diagnosis hipertiroidnya tertegakkan.5-7

Pemilihan topik pada makalah ini bertujuan untuk memberikan penyegaran tentang

aspek diagnosis dan penatalaksanaan hipertiroid pada anak. Mengingat lebih dari 95%

penyebab hipertiroid pada anak adalah penyakit Graves, maka pembahasan makalah ini

dibatasi pada penyakit Graves yang terjadi pada bayi dan anak.

EPIDEMIOLOGI

Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan prevalensi

hipertiroid pada anak-anak di Indonesia. Beberapa pustaka di luar negeri menyebutkan

insidennya pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan 1/100.000 anak per tahun.5

Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak 0-4 tahun, meningkat sampai dengan

3/100.000 anak pertahun pada usia remaja. 5,8.9 Secara keseluruhan insiden hipertiroid pada

anak jumlahnya kecil sekali atau diperkirakan hanya 5-6 % dari keseluruhan jumlah

penderita penyakit Graves segala umur. 1,9,10

Page 4: Abstrak

Prevalensinya pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali dibanding pada remaja pria.2,11

Kebanyakan dari anak-anak yang menderita penyakit Graves mempunyai riwayat keluarga

dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun yang lain, misalnya: diabetes mellitus tipe 1,

penyakit Addison, lupus sistemik, ITP, myasthenia gravis, artritis rematoid, dan vitiligo.

2,3,8,11 Penyakit Graves juga lebih sering terjadi pada pasien dengan trisomi 21.2 Sedangkan

penyakit Graves pada neonatus (Neonatal Graves) hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan

oleh ibu-ibu berpenyakit Graves dengan prevalensi 1 dibanding 70 kelahiran.12

NEONATAL GRAVES

Patofisiologi

Terdapat perbedaan yang mendasar patofisiologi penyakit Graves yang terjadi pada

bayi dengan yang terjadi pada anak dan dewasa. Penyakit Graves pada bayi atau neonatus

selalu transient atau bersifat sementara, sedangkan pada anak dan dewasa biasanya bersifat

menahun. 2,3,12

Neonatal Graves hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita

penyakit Graves dengan aktifitas antibodi stimulasi terhadap reseptor TSH (TSH

receptorstimulating antibodies, di sini kita gunakan sebagai TRAb-stimulasi) yang kuat. Hal

ini dikarenakan adanya TRAb-stimulasi dari ibu yang mencapai bayi melalui plasenta.

TRAbstimulasi bisa terdapat dalam sirkulasi ibu hamil yang tidak dalam keadaan hipertiroid,

oleh karena itu adanya riwayat penyakit Graves pada ibu harus menjadi pertimbangan risiko

terjadinya penyakit Graves pada bayinya. 2,12,13

Ibu dengan penyakit Graves dapat mempunyai campuran antibodi stimulasi dan

inhibisi/blocking terhadap reseptor TSH (TRAb-stimulasi dan TSH receptor-blocking

antibodies atau kita sebut TRAb-inhibisi) sekaligus. Jenis antibodi yang sampai kepada bayi

melalui plasenta akan mempengaruhi kelenjar tiroid bayi, bayi yang dilahirkan dapat

Page 5: Abstrak

hipertiroid, eutiroid, atau hipotiroid, tergantung antibodi yang lebih dominan. 3,12,13 Potensi

masing-masing dari kedua jenis antibodi, beratnya penyakit ibu, lama paparan terhadap

kondisi hipertiroid di dalam kandungan, serta obat-obatan anti-tiroid dari ibu merupakan

faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada status tiroid bayi. 2,12

Gejala Klinis

Walaupun paparan terhadap TRAb terjadi sejak di dalam kandungan, tidak semua

bayi yang lahir segera menunjukkan gejala klinis sebagai hipertiroid. Apabila terdapat

TRAbinhibisi di dalam sirkulasi bayi, bayi dapat mengalami hipotiroid yang bersifat

transient atau eutiroid. Gejala klinis akan muncul dalam minggu pertama setelah kerja

TRAb-inhibisi menurun. Demikian juga bila ibu mengkonsumsi obat-obatan anti-

tiroid.2,3,12Gejala klinis neonatal Graves adalah seperti pada tabel 1.

Half life dari TRAb adalah sekitar 1-2 minggu. Lama gejala klinis neonatal Graves

tergantung dari potensi dan kecepatan klirens antibodi, biasanya berlangsung 2-3 bulan, dan

bahkan bisa lebih.2,12 Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung, gagal tumbuh,

penutupan sutura tulang tengkorak yang terlalu dini dengan konsekwensi adanya gangguan

perkembangan motorik maupun mental. 2,3,13

Page 6: Abstrak

Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis hipertiroid pada neonatal Graves ditunjukkan dengan adanya peningkatan

kadar T4, FT4, T3, dan FT3,123 yang disertai supresi kadar TSH. Adanya titer TRAb yang

tinggi pada ibu atau bayi (biasanya diukur sebagai TSH receptor-binding inhibiting

immunoglobulin = TBII, mengukur kedua antibodi stimulasi atau inhbisi) merupakan

konfirmasi penyebabnya. 3,12

Mengingat pentingnya diagnosis dan terapi yang segera, beberapa keadaan seperti

pada tabel 1 patut dipertimbangkan sebagai neonatal Graves untuk dilakukan pemeriksaan

uji fungsi tiroid yang diperlukan.

Tabel 1: Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan sebagai neonatal Graves

(Dikutip dari Brown RS, Huang S. The Thyroid and Its Disorders. In: Brook CGD, Clayton

PE, Brown RS, eds. Brook’s Clinical Pediatric Endocrinology. Massachusetts: Blackwell

Publishing Ltd, 2005: 218-51)

Terapi

Pada awal pengobatan perlu diingat bahwa neonatal Graves merupakan ’self limiting

desease’ sehingga bersifat sementara, dan pengobatan dilakukan dengan prinsip titrasi untuk

menjadikan bayi dalam keadaan eutiroid.12 Dapat menggunakan propylthiouracil (PTU)

dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari atau methimazole (MMI) dengan dosis 0,5-1

Page 7: Abstrak

mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3. Jika gejalanya sangat hebat bisa ditambahkan larutan

Lugol dengan dosis 1 tetes setiap 8 jam untuk menghambat pelepasan hormon tiroid. Respon

terapi harus dilakukan dengan ketat selama 24-36 jam pertama.2,12,13

Bila respon terapi kurang baik, dosis anti-tiroid bisa dinaikkan sampai 50%, dan

perlu ditambahkan propanolol untuk mengurangi gejala overstimulasi simpatik, dengan

dosis 2 mg/kgBB/hari. Prednison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari juga ditambahkan untuk

mengurangi sekresi hormon tiroid dan mengurangi konversi T4 menjadi T3 di perifer.2,12,1)

Konsultasikan juga dengan bagian kardiologi anak.

ASI pada ibu yang mengkonsumsi antitiroid dapat tetap diberikan bila tidak melebihi

400 mg/hari untuk PTU, dan 40 mg/hari untuk MMI.2,12

GRAVES PADA ANAK DAN REMAJA.

Patofisiologi

Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun dengan adanya defek pada toleransi

imun dengan penyebab yang belum jelas. 1,8,14,15 Adanya autoantibodi yang bekerja pada

reseptor TSH pada kelenjar tiroid (TSH receptor–stimulating antibodies atau di sini disebut

TRAb-stimulasi) menyebabkan peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid secara

otonom di luar jaras hipotalamus-hipofisis-tiroid (gambar 1). 2,11,15 Antibodi tersebut

merupakan IgG subklas IgG1, (15) dengan target utama auto-antigen dari reseptor TSH, selain

dari auto-antigen yang mirip di jaringan subkutan dan otot-otot ekstraokuler. 2,11,14-16

Page 8: Abstrak

Gambar 1 TSH dan auto-antibodi keduanya dapat merangsang reseptor TSH pada kelenjar

tiroid yang akan meningkatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid.

Dikutip dari Breedlove M. Graves Disease. Available at http://www.bio.davidson.edu/Courses/Immunology/Students/Spring2003/Breedlove/GravesDisease.html. Accessed June 6, 2006.

Disamping itu penderita penyakit Graves juga memproduksi imunoglobulin yang

mempunyai aktivitas menghambat reseptor TSH secara langsung (TSH receptor–blocking

antibodies atau di sini disebut TRAb-inhibisi). Antibodi ini juga mempunyai target antigen

yang lain di kelenjar tiroid yakni tiroid peroksidase sebagi anti-TPO, dan juga tiroglobulin

sebagai anti-Tg.2,3,8,11

Perbedaan aktivitas biologis kedua jenis auto-antibodi stimulasi dan inhibisi, hanya

dapat dilihat pada pemeriksaan in vitro dengan kultur menggunakan antibodi penderita pada

sel-sel yang mengekspresikan reseptor TSH. Antibodi stimulasi akan meningkatkan

produksi cAMP pada kultur, sedangkan antibodi inhibisi akan menghambat peningkatan

cAMP. 2,11,15

Page 9: Abstrak

Gejala Klinis

Onset gejala klinis sering kali tidak disadari oleh penderita, keluarga penderita, dan

bahkan tidak dikenali oleh tenaga kesehatan pada masa pertamakali dikunjungi. 2,5 Sehingga

diagnosis hipertiroid atau penyakit Graves sering ditegakkan beberapa bulan setelah onset.5

Penelitian Shulman dkk, mendapatkan bahwa pada anak-anak prepubertas sering didiagnosis

8 bulan setelah onset, sedangkan pada anak pubertas didiagnosis terlambat sekitar 5 bulan

setelah onset5 Demikian juga Bhadada dkk pada penelitiannya terhadap anak-anak penderita

penyakit Graves yang berumur 3-18 tahun, mendapatkan bahwa rata-rata diagnosis Graves

baru ditegakkan 7 bulan setelah onset6 Pada penelitian di Inggris, seringkali anak-anak

dengan penyakit Graves dirujuk karena bising jantungnya, gagal tumbuh, diare yang

bekepanjangan, atau gangguan pelajaran sekolahnya, sebelum mereka mendapatkan

diagnosis dan terapi yang sesuai untuk hipertiroidnya.5

Yang paling sering dikeluhkan terutama pada anak-anak prepubertas adalah

penurunan berat badan yang nyata dan diare. Sedangkan tanda klinis klasik hipertiroid

seperti pada dewasa yang meliputi palpitasi, iritabilitas, tremor halus, dan intoleransi

terhadap panas lebih menonjol terjadi pada anak-anak remaja.7

Pembesaran kelenjar tiroid (goiter), walau hampir selalu ada, tetapi bukanlah hal

yang utama menjadi keluhan, bahkan sering menjadi hal yang diluar perhatian keluarga

penderita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun; dikarenakan pembesarannya sering kali

ringan. 6,7

Kelenjar tiroid yang membesar teraba lembut dan berbatas tidak tegas (diffuse), tidak

berdungkul, dan fleshy; sering juga terdengar bruit pada auskultasi.2,6

Gangguan pemusatan perhatian dan emosi yang labil sering menyebabkan anak-

anak mengalami gangguan dalam pelajaran sekolahnya. Beberapa penderita juga sering

mengeluhkan adanya poliuria dan mengompol di malam hari, sebagai akibat peningkatan

Page 10: Abstrak

laju filtrasi glomerulus.2,3,11 Peningkatan laju pertumbuhan linier disertai meningkatnya umur

tulang, sehingga anak terlihat lebih tinggi dan kurus dari teman sebaya terutama terjadi pada

anak-anak prepubertas; sedangkan pada anak-anak remaja, hal ini tidak terjadi.2,7

Pada anak-anak remaja sering terjadi gangguan pubertas (pubertas terlambat). Pada

remaja wanita yang telah menarche, seringkali terjadi amenorrhea sekunder. Gangguan tidur

yang menyertai seringkali menyebabkan anak cepat lelah.2,6,7

Di samping sering terjadi pada orang dewasa, opthalmopathy merupakan salah satu

tanda klinis yang khas yang bisa terjadi pada anak-anak, namun terjadi lebih ringan dan

lebih mudah terjadi remisi spontan. 5,16,18Secara keseluruhan gejala dan tanda klinis penyakit

Graves dapat dilihat pada tabel 2.

Page 11: Abstrak

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah kadar T4, FT4, T3, FT, dan TSH.

Pemeriksaan T33 merupakan hal yang penting, sekitar 5% anak-anak dengan penyakit

Graves mempunyai kadar T3 yang meningkat nyata, namun dengan kadar T yang normal

atau sedikit di atas normal. Keadaan ini dikenal sebagai T3 toxicosis. (2,3,11) TSH biasanya

sangat rendah atau tidak terdeteksi. Peningkatan T4 atau T3(2) tanpa disertai kadar TSH

yang rendah tidak menyokong keadaan hipertiroid. Hal ini kemungkinan dapat diakibatkan

karena kelebihan thyroxine-binding globulin (bisa familial atau dapatan, misal: obat-obat

kontrasepsi) atau karena gangguan binding protein (misal: pada familial dysalbuminemic

hyperthyroxinemia).(2,11) Pada keadaan terakhir, kadar TBG di dalam serum harus

diperiksa juga. Kadar TSH yang rendah juga dapat menyingkirkan kemungkinan hipertiroid

karena induksi TSH dan hipofisis yang resisten terhadap hormon tiroid.(2,11)

Antibodi terhadap tiroid (anti-TG dan anti-TPO) kadang juga positif pada anak

dengan penyakit Graves, yang sulit dibedakan dengan fase tirotoksik pada tiroiditis

Hashimoto. Pada keadaan demikian, untuk membedakannya perlu pemeriksaan TRAb-

stimulasi.(2,10,11) Namun demikian, pada keadaan yang sudah jelas terdapat tanda klinis

penyakit Graves, semisal hipertiroid, goiter, proptosis, maka pemeriksaan TRAb-stimulasi

tidak diperlukan lagi mengingat mahalnya pemeriksaan ini.(2)

Berbeda pada orang dewasa, pemeriksaan uptake radioaktiv jarang sekali diperlukan

pada kasus-kasus penyakit Graves yang sudah jelas. Pemeriksaan ini hanya diperlukan pada

Page 12: Abstrak

kasus-kasus yang meragukan, misalnya pada kasus dengan TRAb yang negative, tiroiditis

Hashimoto fase tirotoksik, dan atau tiroid nodul fungsional.(2)

TERAPI.

Terdapat 3 pilihan metode terapi pada anak dengan penyakit Graves, yakni obat-obat

antitiroid, abalasi dengan radioaktiv iodium, dan pembedahan.(2,3,16) Tidak ada satupun yang

memuaskan secara keseluruhan.(16) Pemilihan metode terapi harus disesuaikan dengan

keadaan individu dan pertimbangan keluarga tentang keuntungan dan kerugiannya.(2,16)

Dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya remisi yang signifikan pada anak, maka

penggunaan obat-obat anti tiroid merupakan pilihan pertama.(2,3,5)

Obat anti-tiroid: Prophylthyouracil (PTU) dan methimazole (MMI) atau

carbimazole (diubah menjadi MMI) merupakan obat-obatan yang paling banyak dipakai.

(5,8,19) Obat-obat ini menghambat sintesis hormone tiroid dengan cara menghalangi coupling

iodotirosin melalui penghambatan kerja enzim tiroperoksidase. (2,11,19) Khusus PTU, obat ini

juga menghambat konversi T4 menjadi T(8,13,19)3 di perifer, hal ini merupakan

keuntungan tersendiri pada keadaan yang memerlukan penurunan segera kadar hormon

tiroid aktiv seperti yang terjadi pada keadaan krisis tiroid.(8,13,19)

PTU dan MMI diabsorpsi secara cepat di saluran cerna, kadar puncak di dalam

serum terjadi 1-2 jam setelah obat diminum.(19) Kadar obat di dalam serum akan menurun

habis dalam 12-24 jam untuk PTU, dan lebih lama lagi untuk MMI. (2,19) Hal ini

mempengaruhi lama kerja masing-masing obat. Dengan demikian MMI dapat diberikan 1

kali sehari, sedangkan PTU diberikan 2-3 kali sehari. MMI di dalam serum dalam bentuk

bebas, sedangkan PTU 80-90% terikat pada albumin.(1,2,8,19)

Pada awal terapi PTU dapat diberikan dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam dosis

terbagi 3, and MMI dapat diberikan 5-10% dari dosis PTU dalam dalam dosis terbagi 2 atau

Page 13: Abstrak

sekali sehari. (2,11,13) Pada kasus-kasus yang berat, beta blocker (Propanolol 0,5-2,0

mg/kgBB/hari dalam dosisi terbagi 3) dapat diberikan untuk mengendalikan aktivitas

kardiovaskuler yang berlebihan sampai dicapai keadaan eutiroid. (11,13) Follow-up uji fungsi

tiroid harus dilakukan setiap 4-6 minggu sampai kadar T4 (dan T(2,11,13) total) dalam batas

normal. Kadar TSH serum biasanya akan kembali normal dalam waktu beberapa bulan agak

lama, sehingga pengukuran TSH akan lebih berarti sebagai indikator terapi bila dilakukan

setelah dalam keadaan eutiroid, bukan pada awal terapi.(2,11,13)

Setelah kadar T4 dan T3 kembali normal, dosis obat anti tiroid dapat diturunkan

secara bertahap 30-50% dari total harian.(2,8,13) Alternatif yang lain adalah dengan tidak

merubah dosis anti tiroid, melainkan menunggu kadar TSH meningkat sambil

menambahkankan dosis kecil l-thyroxine (1 g/kgBB/hari) atau yang disebut regimen block-

replacement; namun demikian menurut penelitian yang telah dilakukan, kombinasi terapi ini

(anti tiroid dan l-T4 tidak memperbaiki angka remisinya.(2,5,16) Keadaan eutiroid biasanya

tercapai dalam waktu 6-12 minggu.(7)Selama masa rumatan PTU dapat diberikan 2 kali

sehari, dan MMI cukup 1 kali sehari. Biasanya penderita dapat difollow-up setiap 4-6 bulan.

(2,13)

Lama terapi sangat individual, sampai saat ini tidak ada pedoman mengenai lama

terapi yang optimal.(2) Rata-rata dapat mencapai 2-3 tahun.(6,7) Sekitar 50% dari anak-anak

yang diterapi akan terjadi remisi dalam 4 tahun pertama terapi, dengan peningkatan angka

remisi sebesar 25% setiap 2 tahunnya sampai tahun ke-6 terapi.(2) Dikatakan remisi, bila 1

tahun setelah pengobatan dihentikan penderita masih dalam keadaan eutiroid.(7)

Kecilnya dosis anti-tiroid yang diperlukan, goiter yang ringan merupakan indikator

yang baik bahwa penggunaan anti-tiroid dapat dikurangi secara bertahap dan dihentikan.

Rendahnya derajat hipertroksinemia [T4 <20 g/dL (257.4 nmol/L); rasio T3:T(2,16)4 <20],

indeks masa tubuh yang rendah, dan anak yang lebih tua mempunyai kecenderungan terjadi

Page 14: Abstrak

remisi yang permanent.(2,11) Sedangkan kadar TRAb yang tinggi mempunyai risiko yang

tinggi untuk terjadinya relaps. Efek samping anti-tiroid dilaporkan sebesar 5-20%, berupa

rash eritema, atralgia, urtikaria, granulositopenia bersifat transient (<1500 /mm33). Jarang

terjadi dan lebih berat: hepatitis, lupus like syndrome, trombositopenia, dan agranulositosis,

(<250 /mm(2,3,11,13,19)). Kebanyakan reaksi yang terjadi ringan, dan bukan merupakan

indikasi kontra untuk diteruskan.(2,13,20) Pada kasus yang berat, perlu dipertimbangkan

terapi dengan cara yang lain (terapi ablasi menggunakan radioaktiv atau pembedahan).

Ablasi dengan radioaktiv: Merupakan terapi pilihan pada kasus-kasus dewasa.(2,8)(1,8)131

Walaupun belum cukup bukti adanya peningkatan risiko keganasan atau mutasi genetik,

namun dengan pertimbangan teori, penggunaan metode ini jarang digunakan untuk penderita

anak. Digunakan I dengan perhitungan dosis:(2,16)

perkiraan berat kelenjar tiroid (g) x 50-200 Ci I131

(13,16)Diberikan per-oral dalam 1-2 dosis. Ablasi akan memakan waktu beberapa minggu

sampai beberapa bulan, dan gejala hipertiroid masih akan tetap terjadi pada waktu tersebut.

Propanolol dapat digunakan untuk mengurangi gejala tersebut.(13,16,20) Efek yang

diharapkan dari metode ini adalah hipotiroid. Apabila keadaan hipotiroid tercapai maka

perlu substitusi hormon tiroid seumur hidup.

Pembedahan tiroidektomi: Tiroidektomi Near-total merupakan pilihan dalam metode

(13)ini. Penderita yang mengalami kegagalan dengan anti-tiroid, goiter yang sangat besar,

dan menolak dilakukan terapi radioaktiv, atau terdapat indikasi kontra terapi radioaktiv,

merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan. Komplikasi pembedahan yang mungkin

terjadi adalah: keloid, hipokalsemia transient,

(2,13,16)paralysis nervus laryngius rekurens, hipoparatiroid, dan kematian. Oleh karena itu

sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh ahli bedah anak yang berpengalaman. (13)Sebelum

Page 15: Abstrak

pembedahan anak harus dalam keadaan eutiroid untuk mencegah keadaan krisis tiroid.

Dapat diberikan larutan Lugol 5-10 tetes 3 kali sehari selama 7-14 hari sebelum pembedahan

untuk menurunkan vaskularisasi kelenjar tiroid. Seperti halnya setelah terapi ablasi dengan

radioaktiv, penderita akan menjadi

hipotiroid permanent sehingga memerlukan terapi pengganti tiroksin seumur hidupnya.(13)

(2,13) Namun bila terapi tidak adekwat, hipertiroid akan dapat kembali. Oleh karena itu

perlu follow-up jangka panjang. KRISIS TIROID.

(1,5,8,13,16)Krisis tiroid merupakan komplikasi yang berat, namun jarang terjadi pada anak-

anak hipertiroid. Biasanya didahului faktor pencetus yakni: pembedahan, infeksi, dan KAD

(ketoasidosis diabetes). Hal ini juga dapat terjadi pada saat pembedahan tiroidektomi

maupun terapi ablasi menggunakan radioaktiv. Gejala klinisnya berupa hipertermi akut,

berkeringat banyak, takikardia, dan

penurunan kesadaran sampai dengan koma.(1,13,16) Terapi harus segera dilakukan, sebagai

berikut:(1,13,16) 1. Propanolol 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam untuk

mengendalikan

gejala adrenergiknya. Propanolol dapat diberikan intravena dengan dosis 0,01-0,1

mg/kgBB dengan dosis maksimal 5 mg dalam 10-15 menit; mulai dengan dosis yang

kecil.

2. Dexamethasone diberikan dengan dosis 1-2 mg setiap 6 jam dapat mengurangi

konversi T4 menjadi T3. 3. NaI dengan dosis 1-2 g/hari dapat menurunkan pelepasan

hormon tiroid. 4. Larutan Lugol 5 tetes setiap 8 jam dapat diberikan per-oral apabila

penderita mulai

sadar. 5. Kompres dingin dengan cooling blanket untuk mengendalikan

hiperterminya. 6. PTU sendiri tidak memberikan efek terapi sampai beberapa hari, tetapi

Page 16: Abstrak

dapat diberikan

untuk jangka lamanya dengan dosis 6-10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi setiap 6

jam (dosis maksimal 200-300 mg).

7. Keseimbangan cairan harus selalu terjaga. 8. Jika terdapat tanda-tanda gagal jantung,

dapat dipertimbangkan digitalis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jonathan G Gold, Sadeghi-Nejad Ab. Hyperthyroidism. Available at

http://www.emedicine.com/PED/topic1099.htm. Accessed June 5, 2006.

2. Brown RS, Huang S. The Thyroid and Its Disorders. In: Brook CGD, Clayton PE,

Brown RS, eds. Brook’s Clinical Pediatric Endocrinology. Massachusetts: Blackwell

Publishing Ltd, 2005: 218-51.

3. Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorders in Children. In: Moshang T, ed.

Pediatric Endocrinology – The Requisites in Pediatrics. St Louis, Missouri: Elsevier

Mosby, 2005: 17190.

4. Wingo ST, Bruch HB. Hyperthyroidism. In: McDermott MT, ed. Endocrine Secrets.

Philadelphia: Hanley & Belfus, INC, 2002: 273-8.

5. Birrel G, Cheetam T. Juvenile Thyrotoxicosis; Can We Do Better?. Arch Dis Child

2004; 89: 745-50.

6. Bhadada S, Bhansali A, Velayutham P, Masoodi SR. Juvenile Hyperthyroidism: An

Experience. Indian Pediatrics 2006; 43: 301-7.

7. Lazar I, et al. Thyrotoxicosis in Prepubertal Children Compared with Pubertal and

Postpubertal Patients. J Clin Endocrinol Metab 2000; 85: 3678-82.

8. Levitsky LL. Graves Disease. Available at

Page 17: Abstrak

http://www.emedicine.com/PED/topic899.htm. Accessed June 5, 2006.

9. Lavard L, et.al. Incidence of Juvenile Thyrotoxicosis in Denmark, 1982-1988. A

Nationwide Study. Eur J Endocrinol 1994; 130(6): 565-8. (Abstract)

10. Dallas JS, Foley TP. Hyperthyroidism. In: Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology.

New York: Marcel Dekker, 1996: 401-14.

11. Fisher DA. Thyroid Disorders in Childhood and Adolescence. In: Sperling MA, ed.

Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders, 2002: 187-207.

12. Fisher DA. Disorders of the Thyroid in the Newborn and Infant. In: Sperling MA,

ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders, 2002: 161-82.

13. Styne DM. Disorders of the Thyroid Gland. In: Core Handbooks in Pediatrics –

Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2004: 83-108.

14. Weetman AP. Graves’ Disease. N Engl J Med 2000; 343(17): 1236-48. 15.

Prabhakar BS, Bahn RS, Smith TJ. Current Perspective on Pathogenesis of Graves’

Disease

and Opthalmopathy. Endocrine Review 2003; 24(6): 802-35. 16. Krassas GE.

Treatment of Juvenile Graves’ Disease and its Opthalmic Complication: The

‘European Way”. European Journal of Endocrinology 2004; 150: 407-414. 17.

Breedlove M. Graves Disease. Available at

http://www.bio.davidson.edu/Courses/Immunology/Students/Spring2003/Breedlove/

GravesDi sease.html. Accessed June 6, 2006.

18. Chan W. Ophthalmopaty in Childhood Graves’ Disease. Br J Ophthalmol 2002: 86:

740-2. 19. Cooper DS. Drug Therapy: Anti Thyroid Drugs. N Engl J Med 2005; 352:

905-17. 20. Rahman MAS, Birrell G, Lucraft H, Cheetam TD. Successful Radioiodine

Treatment in A 3 Years Old Child with Graves’ Disease Following antithjyroid

Medication Induced Netropenia. Arch Dis Child 2003; 88: 158-9.

Page 18: Abstrak