17
ABSTRAK Latar Belakang : Bupivakain, tramadol, dan pethidine memiliki efek anestesi lokal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek subkutan (SC) infiltrasi tramadol, petidin, dan bupivakain pada nyeri pasca operasi sesar. Bahan dan Metode : 120 pasien, dijadwalkan untuk operasi caesar elektif dengan anestesi spinal, yang dibagi menjadi 4 kelompok sesuai dengan obat yang digunakan untuk analgesia pascaoperasi: Kelompok P (Pethidine) 50 mg, Kelompok T (Tramadol) 40 mg, Kelompok B (Bupivakain 0,25%) 0,7 mg / kg, dan Kelompok C (kontrol) 20 cc injeksi normal saline di area sayatan operasi. Intensitas nyeri (VAS = Visual analog scale) saat istirahat dan pada batuk dan konsumsi opioid dinilai pada saat datang di ruang pemulihan, dan kemudian 15, 30, 60 menit dan dilanjutkan 2, 6, 12, 24 jam setelah itu. Hasil : VAS skor jauh lebih rendah pada kelompok T dan P dibandingkan dengan kelompok B dan C kecuali untuk 24 jam (VAS saat istirahat) dan 6 jam (VAS pada batuk) pasca operasi (P <0,05). Jumlah pasien yang membutuhkan morfin secara signifikan berbeda antara kelompok (masing-masing,dosis 105, 87, 56, 46, untuk kelompok C, B, T dan P, P <0,05) disemua waktu penelitian, kecuali untuk 2 dan 6 jam pasca operasi. Kesimpulan : Pemberian subkutan petidin atau tramadol setelah operasi caesar meningkatkan analgesia dan memiliki efek 1

Abstrak - Dp_1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Abstrak

Citation preview

Page 1: Abstrak - Dp_1

ABSTRAK

Latar Belakang : Bupivakain, tramadol, dan pethidine memiliki efek anestesi lokal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek subkutan (SC) infiltrasi

tramadol, petidin, dan bupivakain pada nyeri pasca operasi sesar.

Bahan dan Metode : 120 pasien, dijadwalkan untuk operasi caesar elektif dengan anestesi

spinal, yang dibagi menjadi 4 kelompok sesuai dengan obat yang digunakan untuk

analgesia pascaoperasi: Kelompok P (Pethidine) 50 mg, Kelompok T (Tramadol) 40 mg,

Kelompok B (Bupivakain 0,25%) 0,7 mg / kg, dan Kelompok C (kontrol) 20 cc injeksi

normal saline di area sayatan operasi. Intensitas nyeri (VAS = Visual analog scale) saat

istirahat dan pada batuk dan konsumsi opioid dinilai pada saat datang di ruang pemulihan,

dan kemudian 15, 30, 60 menit dan dilanjutkan 2, 6, 12, 24 jam setelah itu.

Hasil : VAS skor jauh lebih rendah pada kelompok T dan P dibandingkan dengan

kelompok B dan C kecuali untuk 24 jam (VAS saat istirahat) dan 6 jam (VAS pada batuk)

pasca operasi (P <0,05). Jumlah pasien yang membutuhkan morfin secara signifikan

berbeda antara kelompok (masing-masing,dosis 105, 87, 56, 46, untuk kelompok C, B, T

dan P, P <0,05) disemua waktu penelitian, kecuali untuk 2 dan 6 jam pasca operasi.

Kesimpulan : Pemberian subkutan petidin atau tramadol setelah operasi caesar

meningkatkan analgesia dan memiliki efek morfin-sparing yang signifikan dibandingkan

dengan bupivakain dan kelompok kontrol.

Kata Kunci : bupivacaine, petidin, nyeri pasca-bedah sesar, anestesi spinal, tramadol

1

Page 2: Abstrak - Dp_1

BAB I

PENDAHULUAN

Wanita yang menjalani operasi caesar sering berharap pasca operasi secepatnya

bangun dan menghindari pengobatan berlebihan agar segera berinteraksi dengan bayinya

dan pengunjung [1].

Anestesi lokal secara luas digunakan untuk memberikan bantuan nyeri pasca

operasi, namun analgesia jarang digunakan sebagai rumatan lebih dari 4-8 dengan kerja

anastesi yang luas (bupivacaine, ropivakain, dan levobbupivacaine) setelah insisi [2].

Pemberian opiat sistemik dosis tinggi telah dikaitkan dengan efek samping mulai

dari pruritus, mual muntah, sedasi, dan depresi pernapasan[3-5]. Pemberian opiat Subkutan

adalah metode pasca operasi untuk mengontrol rasa sakit setelah operasi caesar[1]. Opioid

mungkin memproduksi analgesia melalui mekanisme perifer[6]. Sel imun menginfiltrasi

lokasi peradangan dengan melepaskan opioid endogen seperti zat, yang bertindak pada

reseptor opioid yang terletak di neuron sensoris utama [6]. Namun, penelitian lain tidak

mendukung kesimpulan[7,8]. Keuntungan potensial dari rute subkutan termasuk obat tidak di

metabolisme oleh hati, meningkatkan kepatuhan pasien, kenyamanan, dan analgesia yang

konsisten[9]. Efek anestesi lokal opioid telah dibuktikan dalam beberapa penelitian,

tramadol adalah analgesik dengan aktivitas spektrum berbeda[10]. Tramadol menyebabkan

aktivasi dari kedua sistem opioid dan non-opioid (turunan monoaminergic), yang terutama

berperan dalam menghambat rasa sakit. Meperidin telah diklasifikasikan sebagai suatu

agonis dari μ - dan K-reseptor[5]. Efek analgetik Pasca operasi dari infiltrasi subcutan

tramadol pada luka belum dipelajari secara ekstensif dan dibandingkan dengan rute yang

sama dari anestesi lokal atau opioid. Sepengetahuan kami, tidak ada penelitian sebelumnya

yang mengevaluasi efek analgesik lokal infiltarsi tramadol, bupivakain, dan petidin pasca

sesar. Oleh karena itu, kami merancang penelitian untuk menilai efek infiltrasi pethidine,

tramadol, dan bupivacaine di luka sebelum penutupan kulit pada nyeri pasca operasi sesar.

2

Page 3: Abstrak - Dp_1

BAB II

BAHAN DAN METODE

Setelah memperoleh persetujuan kelembagaan dan persetujuan 120 pasien wanita

dengan status fisik ASA I-II, pasien dijadwalkan untuk operasi caesar elektif dengan

anestesi spinal, dilibatkan dalam penelitian ini. Kami mengecualikan pasien dengan

gangguan hematologi, alergi terhadap bupivacaine, tramadol atau meperidine, atopia,

diabetes mellitus, adanya penyakit hati atau penyakit ginjal, hipertensi atau pre-eclampsia,

bradikardia, aritmia, AV nodal block. Sebelum penelitian dimulai, nomor acak digunakan

untuk membuat jadwal operasi secara acak pada semua kelompok, yang akan diberikan

pada setiap pasien saat masuk ke kamar operasi. Dalam kelompok pengecualian, pasien

berikutnya secara acak sesuai jadwal. Di ruang operasi, pemantauan standar diterapkan

(EKG lead II, Pulse oximetery dan memonitor tekanan darah) Selama 10 menit sebelum

blok spinal, subyek diberikan -10 cc / kg Ringer laktat melalui IV kateter no.18. Anestesi

Spinal dilakukan pada semua pasien di L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5 dengan pasien dalam

posisi duduk dengan menggunakan jarum Whitacre gauge 25. Blok dilakukan dengan

hiperbarik bupivacaine 0,5% sebanyak 2,5 cc di dextrose 8,25%. Setelah injeksi, pasien

posisi telentang, dan meja operasi miring ke kiri. Blok sensorik berulang kali diuji

menggunakan pin prick tes.

Tingkat blok T4 ke T6 diperlukan sebelum operasi dimulai, yang berlangsung 15

menit setelah injeksi. Pasien secara acak dibagi menjadi 1 sampai 4 kelompok saat operasi

sesar dimulai dan ketika penjahitan kulit. Masing-masing kelompok terdiri dari 30 pasien:

Pasien dalam kelompok P menerima pethidine 50 mg, dalam kelompok T tramadol 40 mg,

di Kelompok B bupivakain 0,25% 0,7 mg / kg, dan pada kelompok C menerima 20 ml

suntikan normal saline pada luka operasi. Semua obat yang diencerkan dengan normal

saline steril dijadikan larutan 20 ml, yang diberikan secara intrainsisi. Semua obat dilabel

yang bertuliskan angka dan diberikan secara acak ke pasien. Pemberian obat dimulai pada

saat penutupan kulit. Pasien dan staf yang terlibat dalam pengumpulan data tidak

mengetahui pengelompokan pasien. Dalam kasus darurat, dokter ahli anestesi yang

bertanggung jawab, telah siap untuk mengatasinya. Setibanya di recovery room, intensitas

nyeri saat istirahat dan batuk dinilai dengan skala analog visual (VAS) mulai dari 0 (tidak

3

Page 4: Abstrak - Dp_1

ada rasa sakit) sampai 10 (nyeri terburuk yang bisa dibayangkan) dan kemudian 15, 30, 60

menit dan 2, 6, 12, 24 jam setelah sampai di ruang pemulihan. Jika analgesia dianggap

tidak memadai di setiap tahap, dokter anestesi bisa memberikan bulous tambahan morfin

0,08 mg / kg sampai VAS adalah <3. Waktu pemulihan (waktu antara kedatangan dan

keluar dari ruang pemulihan) dinilai berdasarkan Skor Modified Aldrete ini[9] untuk semua

pasien dalam 4 kelompok. Frekuensi mual dan muntah, tekanan darah arteri, efek samping

obat, konsumsi metoclopramide dan opioid, skor sedasi dievaluasi pada waktu yang

bersamaan. Sedasi dimonitor menggunakan skala berikut: 1 = waspada; 2 = kadang-kadang

mengantuk, 3 = sering mengantuk; 4 = Mengantuk, mudah untuk dibangunkan, 5 =

mengantuk, sulit untuk dibangunkan. Mual atau muntah dikelola dengan metoclopramide

0,15 mg / kg seperlunya. Pada akhir 24 jam, pasien diminta pendapat mereka secara

keseluruhan kualitas nyeri yang mereka terima dengan menggunakan kriteria berikut;

sangat baik, baik, buruk. Sampel 120 pasien (4 kelompok 30) dihitung memiliki kesalahan

standar 0,05, kekuatan 0,95 dan d = 1,2 berdasarkan klinis yang relevan sebelumnya.

Analisis statistik dilakukan dengan SPSS versi 10 perangkat lunak menggunakan Chi-

Square, ANOVA, dan tes Kruskal-wallis. Nilai untuk variabel kuantitatif dilaporkan

sebagai mean ± SD (standar deviasi), dan untuk variabel kualitatif sebagai persen. Nilai A

P <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

4

Page 5: Abstrak - Dp_1

BAB III

HASIL

Sebanyak 120 pasien diteliti. Keempat kelompok penelitian dibandingkan dengan

usia, lokasi penusukan spinal dan basal MAP, HR dan RR, serta riwayat obstetri [Tabel 1].

Demikian pula dengan waktu pemulihan dan level blok yang tidak berpengaruh dalam

pengacakan pasien [Tabel 2].

Tabel.1 Data demographic pasien (MAP, RR, PR) sebleum intervensi dan Lokasi penyuntikan spinal

pada 4 kelompok

Tabel.2 Waktu pemulihan, Level blok spinal, Mean MAP, RR, PR setelah intervensi pada 4 kelompok

Pada semua waktu, VAS skor baik saat istirahat dan pada batuk secara signifikan

berbeda antara kelompok, kecuali untuk 6 jam pasca operasi. VAS skor secara signifikan

lebih rendah pada kelompok tramadol (T) dan meperidin (P) dibandingkan dengan

kelompok bupivakain (B) dan kontrol (C), kecuali untuk 24 jam (VAS saat istirahat) dan 6

jam (VAS pada batuk) pasca operasi. [Tabel 3] VAS skor saat istirahat secara signifikan

5

Page 6: Abstrak - Dp_1

lebih rendah pada kelompok P dibandingkan dengan kelompok T pada 0,15 menit, 30

menit dan 24 jam pasca operasi. Selain itu, VAS skor saat batuk, secara signifikan lebih

rendah pada kelompok P dibandingkan dengan kelompok T yaitu 0, 15 menit, 1 jam, 2 jam,

dan 24 jam pasca operasi. Jumlah pasien yang membutuhkan morfin secara signifikan (P

<0,05) berbeda antara kelompok (105 mg vs 87, 56, 46 mg untuk kelompok kontrol,

bupivacaine, tramadol, dan petidin, masing-masing) di semua waktu, kecuali untuk 2 dan 6

jam pasca operasi. Tidak ada pasien yang menerima morfin lebih dari 1 dosis (0,08 mg /

kg) saat VAS ≥ 3 pasca operasi. Persentase pemberian morfin pada waktu yang berbeda

ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. VAS saat istirahat dan saat batuk dan frekuensi konsumsi morfin saat pemulihan 0, 15, 20, 60,

2, 6, 12, 24 jam pasca operasi pada 4 kelompok

6

Page 7: Abstrak - Dp_1

Tabel 4. Frekuensi efek samping anastesi, penggunaan metoclopramide, dan angka kepuasan pada 4

kelompok.

Seperti ditunjukkan dalam Tabel 4, kejadian mual dan muntah, dan konsumsi

metoclopramide sama dalam semua kelompok. Kepuasan pasien secara signifikan lebih

tinggi pada kelompok P dan T bila dibandingkan dengan kelompok B dan C [Tabel 3]. Skor

sedasi adalah sama untuk semua kelompok (P> 0,05). Tidak ada pasien yang memiliki skor

sedasi lebih dari 3 selama 24 jam pasca operasi. Pada kelompok T: 3 pasien mengeluh

menggigil, 1 pasien tremor dan hipotensi. Sellama penelitian, MAP dan RR tidak berbeda

di semua waktu pada semua kelompok [Tabel 5]. Tabel 5. MAP, HR dan RR saat pemulihan 0, 15, 20, 60, 2, 6, 12, 24 jam pasca operasi pada 4 kelompok

7

Page 8: Abstrak - Dp_1

BAB IV

PEMBAHASAN

Kami melakukan double-blind, prospektif, studi acak untuk membandingkan efek

subkutan bupivacaine, meperidin, dan tramadol pada nyeri pasca operasi, kebutuhan

morfin, kepuasan pasien dan efek samping pasca operasi caesar elektif. Data

kamimenunjukkan bahwa skor VAS baik saat istirahat maupun batuk secara signifikan

lebih rendah pada kelompok P dan T bila dibandingkan dengan kelompok B dan C.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa, pemberian tramadol subkutan memberikan

anestesi local yang sama dengan lidokain pada pasien yang menjalani operasi minor (eksisi

lipoma dan perbaikan scar) di bawah anestesi lokal[11]. Selain itu, tramadol memperpanjang

periode bebas nyeri pasca operasi dan secara signifikan menurunkan kebutuhan analgetik

pasca operasi [11]. hal ini menunjukkan bahwa tramadol memiliki efek anastesi local mirip

dengan prilocaine setelah injeksi intradermal[10]. Awalnya tramadol dianggap menghasilkan

anti-nociceptive dan efek analgesik melalui lokasi spinal dan supraspinal bukan melalui

tindakan anestesi lokal[12]. Namun, beberapa studi klinis telah menunjukkan bahwa hal itu

mungkin memiliki khasiat anestesi local [13-16]. Dengan pemberian tramadol langsung ke

saraf ischiadicus pada tikus, terbukti bahwa tramadol memiliki efek anastesi lokal [15].Dalam penelitian ini, tramadol memiliki kerja anestesi lokal serupa dengan bupivacaine

dan karena itu tramadol mempunyai efek anti-nociceptive, itu bisa memperpanjang periode

bebas rasa nyeri pasca operasi. Ketika Konsentrasi natrium ekstrasel menurun, serat saraf

menjadi sensitif terhadap anestesi lokal[17]. Jou et al. Menyarankan bahwa tramadol

mempengaruhi sensorik dan konduksi saraf motorik dengan mekanisme yang mirip dengan

bahwa lidocaine, yang bekerja pada tegangan kanal natrium, menyebabkan penyumbatan

aksonal[18]. Namun, Mert et al. Mengusulkan bahwa mungkin tramadol memiliki

mekanisme berbeda dari lidokain untuk memproduksi blok konduksi, adanya konsentrasi

Ca 2 + dalam media eksternal meningkatkan aktivitas tramadol tetapi menurunkan aktivitas

lidocaine [19]. Tramadol secara structural terkait kodein, yang pada kenyataannya berupa

metil-morfin[16,20]. Tramadol bekerja pada sistem monoaminergic pusat, dan mekanisme ini

dapat berkontribusi dalam efek analgesiknya [20].

8

Page 9: Abstrak - Dp_1

Setelah injeksi IM, tramadol dengan cepat dan hampir sepenuhnya diserap, dan

puncak konsentrasi di serum dicapai rata-rata dalam 45 menit[21]. Pemberian pethidine

subkutan memiliki efek analgetik yang lebih baik disbanding dengan bolus intramuskular.

Hal Itu dibenarkan dan diterima oleh pasien dan staf[22]. Temuan dari penelitian lain dalam

hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami. Dalam penelitian kami, jumlah total konsumsi

analgesik pada periode pasca operasi adalah jauh lebih sedikit dalam kelompok P dan T

dibandingkan dengan kelompok B dan C.

Induksi bupivakain pada luka pasca-sesar mempunyai efek analgesi yang relatif

lebih buruk[23]. Perlu diingat bahwa respon cedera jaringan karena operasi menstimulasi

nociceptic, peradanganm, dan hiperalgesia[24,25]. Agen anestesi lokal memodulasi tranduksi

nyeri perifer dengan menghambat transmisi impuls dari lokasi cedera[23]. Selain itu,

meskipun perbedaan mendasar dalam mekanisme aksinya, penyelidikan ilmu dasar

menunjukkan bahwa kedua anestesi lokal agen dan opioid menurunkan sensitisasi perifer

dan pusat melalui efek langsung pada sistem saraf pusat[9]. Penelitian kami menunjukkan

bahwa infiltrasi dengan bupivakain 0,5% luka subkutan tidak menurunkan kebutuhan

morfin pada hari pertama pasca operasi cesar[26].

Frekuensi mual, sedasi, dan konsumsi metoclopramide rendah dan tidak berbeda

secara signifikan antara 4 kelompok. Mual dan muntah merupakan efek samping utama

dari opioid digunakan untuk analgesia pasca operasi[9]. Tramadol tampaknya menyebabkan

mual dan muntah pascaoperasi lebih tinggi dibandingkan morfin[27].

Efek mutagenik tramadol diakui sebagai salah satu efek samping yang

menyusahkan[28-30]. Dosis titrasi opioid lebih mudah ditoleransi pasien daripada dosis target [31,32]. Dalam penelitian kami, kepuasan pasien secara signifikan lebih tinggi pada kelompok

P dan T bila dibandingkan dengan kelompok B dan C [Tabel 4]. Namun, harus diingat

bahwa khasiat analgesik kemungkinan tergantung pada beberapa variabel. Pertama, ada

kemungkinan bahwa dengan mengubah volume dan konsentrasi obat yang diberikan dapat

meningkatkan analgesia yang dapat dicapai. Kedua, kemanjuran rejimen analgesik

diselidiki berhubungan dengan desain penelitian[23]. Oleh karena itu, kami sarankan bahwa

dengan mengubah pengaturan, hasil yang berbeda dapat dicapai. Namun, hipotesis ini

membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Sekali lagi, tidak ada perbedaan MAP dan RR

yang ditemukan antara masing-masing kelompok. Temuan ini sebanding dengan penelitian

9

Page 10: Abstrak - Dp_1

lainnya[11,22,23,26]. Tantangan pada penelitian kami menyatakan terdapat perbedaan klinis

antara petidin dan tramadol. Ini menunjukkan bahwa efektivitas pethidine mirip dengan

tramadol. Oleh karena itu, kami sarankan mengubah desain penelitian dan penyelidikan

lebih lanjut.

10

Page 11: Abstrak - Dp_1

DAFTAR PUSTAKA

1. Omote K, Kawamata M, Iwasaki H, Namiki A. Effects of morphine on neuronal and

behavioral responses to visceral and somatic nociception at the level of spinal cord.

Acta Anaesthesiol Scand 1994; 38: 514-7.

2. Akerman B, Arwestrom E, Post C. Local anesthetics potentiate spinal morphine

antinociception. Anesth Analg 1988; 67: 943-8.

3. Fraser HM, Chapman V, Dickenson AH. Spinal local anaesthetic actions on afferent

evoked responses and wind up of nociceptive neurons in the rat spinal cord:

combination with morphine produces marked potentiation of antinociception. Pain

1992; 49: 33-41.

4. Maves TJ, Gebhart GF. Antinociceptive synergy between intrathecal morphine and

lidocaine during visceral and somatic nociception in the rat. Anesthesiology 1992; 76:

91-9.

5. Tejwani GA, Rattan AK, McDonald JS. Role of spinal opioid receptors in the

antinociceptive interactions between intrathecal morphine and bupivacaine. Anesth

Analg 1992; 74: 726-34.

6. Wang C, Chakrabarti MK, Whitwam JG. Specific enhancement by fentanyl of the

effects of intrathecal bupivacaine on nociceptive efferent but not on sympathetic

efferent pathways in dogs. Anesthesiology 1993; 79: 766-73.

7. Hunt CO, Naulty JS, Bader AM, et al. Perioperative analgesia with subarachnoid

fentanyl-bupivacaine for cesarean delivery. Anesthesiology 1989; 71: 535-40.

8. Courtney MA, Bader AM, Hartwell B, et al. Perioperative analgesia with subarachnoid

sufentanil administration. Reg Anesth 1992; 17: 274-8.

9. Leighton BL, DeSimone CA, Norris MC, Ben-David B. Intrathecal narcotics for labor

revisited: the combination of fentanyl and morphine intrathecally provides rapid onset

and profound, prolonged analgesia. Anesth Analg 1989; 69: 122-5.

10. Rueben SS, Dunn SM, Dupart KM, O’Sullivan P. An intrathecal fentanyl dose-

response study in lower extremity revascularization procedures. Anesthesiology 1994;

81: 1371-5.

11. Sjostrom S, Jamsen A, Persson MP, Hartroig P. Pharmacokinetics of intrathecal

11

Page 12: Abstrak - Dp_1

morphine and meperidine in human. Anesthesiology 1997; 67: 889-95.

12. Cousins MJ, Mather LE. Intrathecal and epidural administration of opioid.

Anesthesiology 1984; 61: 271-310.

13. Dahlgren G, Hultstrand C, Jakobsson J, et al. Intrathecal sufentanil, fentanyl, or

placebo added to bupivacaine for cesarean section. Anesth Analg 1997; 85: 1288-93.

14. Belzarena SD. Clinical effects of intrathecally administered fentanyl in patients

undergoing cesarean section. Anesth Analg 1992; 74: 653-7.

15. Abouleish F, Rawal N, Fallen K, Hernandez D. Combined intrathecal morphine for the

relief of postcesarean section pain; safety, efficacy, and ventilatory responses to

carbondioxide. Anesth Analg 1988; 67: 137-43.

16. Gielen MJM. Spinal anesthesia. Current opinion in anesthesiology 1993; 6: 803-807.

17. Sudarshan G, Browne BL, Matthews JNS, Conacher ID. Intrathecal fentanyl for post-

thoracotomy pain. Br J Anaesth 1995; 75: 19-22.

18. Critchley LAH, Short TG, Gin T. Hypotension during subarachnoid anesthesia;

haemodynamic analysis of three treatments. Br J Anaesth 1994; 72: 151-5.

19. Fernandez - Galinski D, Rue M, Moral V, Castells C, Puig MM. Spinal anesthesia with

bupivacaine and fentanyl in geriatric patients. Anesth Analg 1996; 83: 537-41.

20. Alfonsi P, Hongnat JM, Lebrault C, Chauvin M. The effects of pethidine, fentanyl and

lignocaine on postanesthetic shivering. Anaesthesia 1995; 50: 214-7.

21. Wheelahan JM, Leslie K, Silbert BS. Epidural fentanyl reduces the shivering threshold

during lidocaine anesthesia. Anesth Analg 1998; 87: 587-90.

22. E. Neural organization and evolution of thermal regulation in mammals. Science 1978;

201: 16-22.

12