50
i ABSTRAK Perjanjian Kredit Pem ilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pem indahan hak atas objek KPRyaitu rumah, yang dilakukan di bawah tangan oleh debitur kepada pihak lain sebelumKPR tersebut lunas tanpa sepengetahuan pihak bank atau dikenal oleh masyarakat denganistilahover kredit. Kondisi tersebut melatarbelakangi penelitianini dalam rangka mengetahui (1) Bagaimana pengaturan alih debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dilakukan di bawah tangan?; dan(2) Bagaimana upaya hukumalih debitur yang dilakukandi bawahtanganpadaperjanjianKredit PemilikanRumah(KPR)? Sejalan dengan permasalahan penelitianini, maka jenis penelitian hukum yang digunakan bersifat penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulanbahanhukum dilakukanmelalui studi kepustakaan. Teknikanalisis bahan hukum yang digunakan merupakan analisis yuridis. Objek atau sasaran yang merupakan data penelitian ini pada dasarnya berkisar pada kajian ilmu hukum, yangbertitikberat padasubstansi atauregulasi hukum yangmengatur alih debitur yangdilakukandi bawahtanganpada perjanjianKredit PemilikanRumah (KPR). Hasil penelitianini menunjukkanbahwa (1) Pengaturanalihdebitur yang dilakukan di bawah tangan hanya diatur dalam perjanjian kredit KPR yang mengikat bagi banksebagai kreditur dandebitur saja. Bankhanya mengakui atau mengenal 2 (dua) cara alih debitur yaitu melalui bank secara resmi atau melalui Notaris, sedangkan alih debitur melalui perjanjian di bawah tangan tidak diakui karena tanpa melibatkan bank atau tanpa melibatkan pejabat yang berwenang seperti Notaris. Perjanjianalihdebitur secaradi bawahtanganhanya berlakubagi para pihakyangmembuatnya saja dalam hal ini debitur yangmengalihkankredit dan debitur yang menerima pengalihankredit, pihak bank tetap hanya mengakui debitur pertamaataudebitur lamayangmengajukanproses KPR di bankyangsah sehingga debitur penerimapengalihankredit tersebut tidakmemperolehkepastian dan perlindungan hukum ; dan (2) Upaya hukumalih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) dari sisi bank sebagai kreditur dapat membatalkan alih debitur secara bawah tangan dan bank dapat melakukan upaya hukum eksekusi atas obyek jaminan KPR. Dari sisi debitur baru, apabilasudahmelunasi kreditnyadansertifikat tidakdiserahkanoleh bank, dapat melakukangugatanpadapengadilannegeri setempat. Gugatandebitur baru ini seringkali dikabulkan oleh hakim. Pertimbangan hakim mengabulkan gugatan debitur baru adalah setelah dilakukan pemeriksaan dalam persidangan hakim dapat menemukankebenarandari bukti yangdiajukanpara pihakke depan persidangantentangadanya kesepakatanalihdebitur yangmengikat debitur lama dandebitur baruserta hakim mampumembuktikanbahwa perjanjianalihdebitur tidakmerugikankreditur. KataKunci: AlihDebitur, Kredit Pem ilikanRumah, UpayaHukum .

ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

i

ABSTRAK

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah, yang dilakukan di bawah tangan oleh debitur kepada pihak lain sebelum KPR tersebut lunas tanpa sepengetahuan pihak bank atau dikenal oleh masyarakat dengan istilah over kredit.

Kondisi tersebut melatarbelakangi penelitian ini dalam rangka mengetahui (1) Bagaimana pengaturan alih debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dilakukan di bawah tangan?; dan (2) Bagaimana upaya hukum alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)?

Sejalan dengan permasalahan penelitian ini, maka jenis penelitian hukum yang digunakan bersifat penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi kepustakaan. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan merupakan analisis yuridis. Objek atau sasaran yang merupakan data penelitian ini pada dasarnya berkisar pada kajian ilmu hukum, yang bertitik berat pada substansi atau regulasi hukum yang mengatur alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Pengaturan alih debitur yang dilakukan di bawah tangan hanya diatur dalam perjanjian kredit KPR yang mengikat bagi bank sebagai kreditur dan debitur saja. Bank hanya mengakui atau mengenal 2 (dua) cara alih debitur yaitu melalui bank secara resmi atau melalui Notaris, sedangkan alih debitur melalui perjanjian di bawah tangan tidak diakui karena tanpa melibatkan bank atau tanpa melibatkan pejabat yang berwenang seperti Notaris. Perjanjian alih debitur secara di bawah tangan hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja dalam hal ini debitur yang mengalihkan kredit dan debitur yang menerima pengalihan kredit, pihak bank tetap hanya mengakui debitur pertama atau debitur lama yang mengajukan proses KPR di bank yang sah sehingga debitur penerima pengalihan kredit tersebut tidak memperoleh kepastian dan perlindungan hukum; dan (2) Upaya hukum alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) dari sisi bank sebagai kreditur dapat membatalkan alih debitur secara bawah tangan dan bank dapat melakukan upaya hukum eksekusi atas obyek jaminan KPR. Dari sisi debitur baru, apabila sudah melunasi kreditnya dan sertifikat tidak diserahkan oleh bank, dapat melakukan gugatan pada pengadilan negeri setempat. Gugatan debitur baru ini seringkali dikabulkan oleh hakim. Pertimbangan hakim mengabulkan gugatan debitur baru adalah setelah dilakukan pemeriksaan dalam persidangan hakim dapat menemukan kebenaran dari bukti yang diajukan para pihak ke depan persidangan tentang adanya kesepakatan alih debitur yang mengikat debitur lama dan debitur baru serta hakim mampu membuktikan bahwa perjanjian alih debitur tidak merugikan kreditur. Kata Kunci: Alih Debitur, Kredit Pemilikan Rumah, Upaya Hukum.

Page 2: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

ii

ABSTRACT

Agreement of House Ownership Credit Agreement (KPR) often faces constraints/problems such as the transfer of rights of the KPR object that is the house, which is done under the hands by the debtor to another party before the KPR is paid off without the consent of the bank or known by the public with the term over credit.

The above mentioned condition serves as background of this research in frame of disclosing (1) How is the regulation of the debtor exchange of Home Ownership Credit (KPR) which is done under the hands?; and (2) How is the legal effort of the debtor exchange which is done under the hands on the Agreement of House Ownership Credit Agreement (KPR)?

In line with the research problems in this research, the type of research is normative legal research with statute approach, conceptual approach and case approach. The technique of legal materials collection is done through the study of literature. The legal materials analysis technique used is the juridical analysis. The object or the goal which was to be the data of this research was basically about legal science review, of which the emphasis was at the legal substance or regulation that regulate the debtor exchange which is done under the hands on the Agreement of House Ownership Credit Agreement (KPR).

The result of this research indicates that (1) The regulation of the debtor exchange which is done under the hands only regulated in the KPR credit agreement which is binding on the bank as a creditor and debtor only. Bank only acknowledges or recognizes 2 (two) ways of the debtor exchange through the bank formally or through a Notary, while the debtor exchange through the agreement under the hands is not recognized because without involving the bank or without involving the authorized officials such as Notary. The debtor exchange agreement which is done under the hands only applicable to the parties who made that agreement in this case the debtor diverting the credit and the debtor receiving the exchange of credit, the bank still only recognizes the first debtor or the old debtor who filed a KPR process at the bank as legitimate debtor so that the debtor who receive the credit exchange bo not get legal certainty and legal protection; and (2) The legal effort of the debtor exchange which is done under the hands on the Agreement of House Ownership Credit Agreement (KPR) from the bank side as a creditor be able to cancel the debtor exchange done by under the hand and the bank can take legal action of execution of KPR collateral object. From the side of the new debtors, when it has paid off the credit and the certificate is not hand over by the bank, can submit a lawsuit at a local state court. This new debtor lawsuit is often granted by a judge. Judge's consideration to grant the new debtor's claim is after examination in the trial the judge can find the truth of the evidence presented by the parties to the court about the existence of an agreement of the exchange debtor which binds the old debtors and the new debtors and the judge be able to prove that the debtor's exchange agreement does not harm the creditor. Keywords: Debtor Exchange, Home Ownership Credit, Legal Effort.

Page 3: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

iii

RINGKASAN

Tesis ini menganalisis alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Bab I, menguraikan latar belakang masalah yang dalam hal ini perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah, yang dilakukan di bawah tangan oleh debitur kepada pihak lain sebelum KPR tersebut lunas tanpa sepengetahuan pihak bank atau dikenal oleh masyarakat dengan istilah over kredit. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pada sub ini juga diuraikan mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis dan metode penelitian.

Bab II, menguraikan tentang tinjauan tentang perjanjian kredit, jaminan kredit dan kredit pemilikan rumah (KPR). Bab ini terdiri dari 3 Sub Bab yaitu Sub Bab pertama mengenai Perjanjian Kredit yang terdiri dari: Pengertian Perjanjian Kredit, Asas-Asas dalam Perjanjian Kredit, dan Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit. Sub Bab kedua tentang Jaminan Kredit, meliputi: Pengertian Jaminan Kredit, Sifat Perjanjian Jaminan, Tujuan Jaminan dan Wanprestasi dan Akibat Hukumnya. Sub Bab ketiga tentang Tinjauan tentang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terdiri dari: Pengertian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Sifat Perjanjian Jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Tujuan Jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalah yang pertama, mengenai pengaturan alih debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dilakukan di bawah tangan. Bab ini dibagi menjadi 3 Sub Bab yaitu Sub Bab pertama mengenai Syarat-syarat Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sub Bab kedua mengenai Pengaturan Alih Debitur pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Tanpa Izin Bank yang Dilakukan di Bawah Tangan. Sub Bab ketiga membahas tentang Kasus Alih Debitur KPR yang Dilakukan di Bawah Tangan.

Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalah kedua terkait dengan upaya hukum alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Bab ini dibagi menjadi 3 Sub Bab yang terdiri dari Sub Bab pertama tentang Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sub Bab kedua membahas mengenai Penyelesaian Apabila Terjadi Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sub Bab ketiga membahas tentang Upaya Hukum Alih Debitur KPR Tanpa Izin Bank yang Dilakukan di Bawah Tangan.

Bab V merupakan bab penutup yaitu menguraikan tentang kesimpulan dan saran dari penulis. Penulis menyimpulkan bahwa (1) Pengaturan alih debitur yang dilakukan di bawah tangan hanya diatur dalam perjanjian kredit KPR yang mengikat bagi bank sebagai kreditur dan debitur saja. Bank hanya mengakui atau mengenal 2 (dua) cara alih debitur yaitu melalui bank secara resmi atau melalui Notaris, sedangkan alih debitur melalui perjanjian di bawah tangan tidak diakui karena tanpa melibatkan bank atau tanpa melibatkan pejabat yang berwenang seperti Notaris. Perjanjian alih debitur secara di bawah tangan hanya berlaku bagi

Page 4: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

iv

para pihak yang membuatnya saja dalam hal ini debitur yang mengalihkan kredit dan debitur yang menerima pengalihan kredit, pihak bank tetap hanya mengakui debitur pertama atau debitur lama yang mengajukan proses KPR di bank yang sah sehingga debitur penerima pengalihan kredit tersebut tidak memperoleh kepastian dan perlindungan hukum; dan (2) Upaya hukum alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) dari sisi bank sebagai kreditur dapat membatalkan alih debitur secara bawah tangan dan bank dapat melakukan upaya hukum eksekusi atas obyek jaminan KPR. Dari sisi debitur baru, apabila sudah melunasi kreditnya dan sertifikat tidak diserahkan oleh bank, dapat melakukan gugatan pada pengadilan negeri setempat. Gugatan debitur baru ini seringkali dikabulkan oleh hakim. Pertimbangan hakim mengabulkan gugatan debitur baru adalah setelah dilakukan pemeriksaan dalam persidangan hakim dapat menemukan kebenaran dari bukti yang diajukan para pihak kedepan persidangan tentang adanya kesepakatan alih debitur yang mengikat debitur lama dan debitur baru serta hakim mampu membuktikan bahwa perjanjian alih debitur tidak merugikan kreditur. Sementara itu saran yang dapat disampaikan sebaiknya debitur baru apabila ingin memiliki rumah dengan cara alih debitur, pihak debitur baru bersepakat dengan debitur lama menghadap kepada kreditur untuk membuat pengalihan sesuai prosedur yang ada untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari munculnya potensi kerugian dikemudian hari. Kreditur sebagai pihak yang memiliki hak tagih dan pelunasan atas piutang maka disarankan untuk lebih meningkatkan pengawasan objek jaminannya. Agar kreditur mengetahui adanya pengalihan tanpa ijin dapat ditindak lanjuti. Meskipun angsuran tiap bulan berjalan lancar namun kreditur harus meminimalisir potensi munculnya gugatan yang diajukan debitur baru ke pengadilan. Apabila terkait proses peradilan tentu pihak kreditur harus meluangkan waktu dan mengeluarkan biaya tambahan untuk beracara yang dapat mengurangi pendapatan kreditur. Untuk itu fungsi pengawasan dan penerapan prinsip kehati-hatian harus dijalankan dengan baik oleh kreditur.

Page 5: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

v

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ....................................................................................... i

SAMPUL DALAM ...................................................................................... ii

PRASYARAT GELAR ............................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ......................................................... v

UCAPAN TERIMAKASIH........................................................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................... viii

ABSTRACT .................................................................................................. ix

RINGKASAN .............................................................................................. x

DAFTAR ISI ................................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 11 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 11

1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................... 11 1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 12

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 12 1.4.1 Manfaat Teoritis ...................................................................... 12 1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................... 12

1.5 Orisinalitas Penelitian ....................................................................... 12 1.6 Landasan Teoritis dan Kerangka Pemikiran ..................................... 15

1.6.1 Landasan Teoritis .................................................................... 15 1.6.1.1 Teori .......................................................................... 16

1.6.1.1.1 Teori Pembentukan Perundang-Undangan 16 1.6.1.1.2 Teori Kepastian Hukum ............................ 22 1.6.1.1.3 Teori Pertanggungjawaban........................ 25

1.6.1.2 Konsep....................................................................... 28

1.6.1.2.1 Konsep Alih Debitur ................................. 28

Page 6: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

vi

1.6.1.2.2 Konsep Perjanjian Kredit .......................... 30

1.6.1.2.3 Konsep Perjanjian di Bawah Tangan ........ 32 1.6.2 Kerangka Pemikiran ................................................................ 34

1.7 Metode Penelitian.............................................................................. 34 1.7.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 34 1.7.2 Jenis Pendekatan ..................................................................... 35 1.7.3 Sumber Bahan Hukum ............................................................ 36 1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ...................................... 38 1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ............................................... 38

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN

KREDIT DAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) ........... 40 2.1 Perjanjian Kredit ............................................................................... 40

2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit ................................................... 40 2.1.2 Asas-Asas dalam Perjanjian Kredit ......................................... 51 2.1.3 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit .................................. 54

2.2 Jaminan Kredit .................................................................................. 59 2.2.1 Pengertian Jaminan Kredit ...................................................... 59 2.2.2 Sifat Perjanjian Jaminan .......................................................... 63 2.2.3 Tujuan Jaminan ....................................................................... 64 2.2.4 Wanprestasi dan Akibat Hukumnya........................................ 65

2.3 Tinjauan tentang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ........................... 66

2.3.1 Pengertian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ........................... 66

2.3.2 Jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ............................... 68

2.3.3 Sifat Perjanjian Jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ..... 70 2.3.4 Tujuan Jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ................... 72

BAB III PENGATURAN ALIH DEBITUR KREDIT PEMILIKAN

RUMAH (KPR) YANG DILAKUKAN DI BAWAH TANGAN 75 3.1 Syarat-syarat Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ................................. 75 3.2 Pengaturan Alih Debitur pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

(KPR) Tanpa Izin Bank yang Dilakukan di Bawah Tangan ............. 84

Page 7: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

vii

3.3 Kasus Alih Debitur KPR yang Dilakukan di Bawah Tangan ........... 100

3.3.1 Kasus Alih Debitur KPR yang Dilakukan di Bawah Tangan

pada Putusan Pengadilan Negeri Denpasar

No.144/Pdt.G/2013/PN.Dps .................................................... 100

3.3.2 Kasus Alih Debitur KPR yang Dilakukan di Bawah Tangan

pada Putusan Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus Bandung

Nomor: 221/PDT/G/2014/PN.BDG ........................................ 109

3.3.3 Pembahasan Kasus Alih Debitur KPR yang Dilakukan di

Bawah Tangan pada Putusan No.144/Pdt.G/2013/PN.Dps

dan Pengadilan Negeri Bandung dengan Putusan Nomor:

221/PDT/G/2014/PN.BDG ..................................................... 120

BAB IV UPAYA HUKUM ALIH DEBITUR YANG DILAKUKAN

DI BAWAH TANGAN PADA PERJANJIAN KREDIT

PEMILIKAN RUMAH (KPR)....................................................... 130

4.1 Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ...................................... 130 4.2 Penyelesaian Apabila Terjadi Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit

Pemilikan Rumah (KPR)................................................................... 134

4.3 Upaya Hukum Alih Debitur KPR Tanpa Izin Bank yang Dilakukan

di Bawah Tangan............................................................................... 146

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 157

5.1 Simpulan ........................................................................................... 157

5.2 Saran.................................................................................................. 158

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 159

Page 8: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 34

Page 9: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rumah pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar dan mempunyai fungsi

yang sangat penting bagi kehidupan manusia, selain sebagai salah satu kebutuhan

dasar manusia, perumahan dan pemukiman mempunyai fungsi yang sangat strategis

sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas

generasi mendatang, termasuk perannya sebagai pengejawantahan jati diri. Namun

demikian, persoalan perumahan dan permukiman pada umumnya masih dianggap

sebagai beban dan merupakan kebutuhan konsumtif semata.

Melihat begitu pentingnya fungsi rumah bagi kehidupan manusia, namun

masih banyak juga anggota masyarakat yang belum memiliki rumah, namun sebagian

masyarakat juga ada yang memiliki rumah lebih dari satu. Untuk memenuhi

kebutuhan rumah yang semakin meningkat pesat, dimana untuk memiliki rumah

harus memenuhi beberapa persyaratan yang harus dilengkapi oleh baik calon penjual

maupun calon pembeli, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan

atau rendah dimana rasanya sangat sulit untuk memiliki rumah dengan membeli

secara kontan, sehingga mereka dalam membeli rumah dengan sistem Kredit

Kepemilikan Rumah (KPR).1

1 Sutarno, 2008, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank, Alfabeta, Bandung, hal36.

Page 10: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

10

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa KPR merupakan suatu

alternatif bagi masyarakat untuk dapat memiliki rumah. KPR ini dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu KPR bersubsidi dan KPR komersial. KPR bersubsidi dapat

diartikan KPR yang disubsidi pemerintah bagi masyarakat kurang mampu yang ingin

memiliki rumah, sedangkan KPR komersial bisa digunakan oleh siapa yang ingin

memiliki rumah bahkan untuk kepemilikan rumah yang lebih dari satu.

Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) tersebut membantu anggota masyarakat,

guna membeli sebuah rumah/bangunan berikut tanahnya untuk dimiliki atau dihuni

sendiri, membangun rumah/bangunan di atas tanah sendiri,

memperbaiki/meningkatkan nilai tambah sendiri dan kredit lainnya dengan agunan

berupa rumah/bangunan dan atau tanah yang dimiliki pemohon. Bagi pembeli yang

sudah memenuhi persyaratan dalam perjanjian pemesanan rumah dapat

menandatangani akad perjanjian kredit pemilikan rumah dari Bank, setelah

ditandatangani maka pembeli sebagai pemilik rumah dan tanah sekaligus sebagai

debitur baru dari Bank, dengan jaminan kredit rumah dan tanah tersebut.2 Dari

pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa KPR diberikan oleh bank sebagai kreditur

kepada masyarakat yang membutuhkan rumah sebagai debitur.

Dalam ketentuan perjanjian kredit pemilikan rumah tersebut ditegaskan

bahwa selama jangka waktu kredit pihak pembeli atau debitur dilarang menjual atau

mengalihkan hak atas rumah dan tanah tersebut pada pihak lain tanpa ada persetujuan

secara tertulis dari Bank Tabungan Negara, selama jangka waktu kredit pemilikan

2 Edy Putra The Aman, 2012, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta,

hal.26.

Page 11: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

11

rumah dari Bank Tabungan Negara belum berakhir atau dilunasi oleh debitur.3

Apabila hal ini dilakukan, pihak bank hanya akan mengetahui debitur pertama,

sedangkan debitur yang mengambil alih kredit tanpa sepengetahuan bank tidak diakui

oleh bank.

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman sebagai

pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman

yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman. Dikeluarkan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2011 ini merupakan salah satu bentuk perhatian yang

diberikan oleh pemerintah mengenai kesempatan bagi semua lapisan masyarakat

khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki pemukiman

yang layak.

Sebagaimana diterangkan dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2011 bahwa negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu

bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam

lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah

Indonesia. Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan

kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan

dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan

kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam

wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin

3 Hasanuddin Rahman, 2005, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,

Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.12.

Page 12: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

12

kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah,

dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pemerintah menyadari bahwa tidak semua masyarakat dapat membeli rumah

dengan bentuk pembayaran secara tunai. Untuk memenuhi kebutuhan akan

perumahan, masyarakat memerlukan fasilitas pendanaan berupa kredit. Pengaturan

pembiayaan perumahan baik melalui lembaga perbankan maupun lembaga keuangan

non-perbankan diatur dalam Pasal 127 dan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2011. Oleh karena itu, salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang

dapat digunakan adalah melalui bank. Pengertian bank seperti yang tercantum dalam

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut

Undang-Undang Perbankan) disebutkan bahwa : Bank adalah badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada

masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Pengertian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi bank

adalah menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Dengan demikian

masyarakat dapat mengajukan kredit kepada bank untuk memenuhi kebutuhannya,

yaitu dengan membuat perjanjian kredit dengan pihak bank. Pihak bank juga telah

menyediakan fasilitas yang khusus membantu masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan akan perumahan. Fasilitas tersebut adalah Kredit Pemilikan Rumah

(KPR).4

4 Ibid.

Page 13: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

13

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa KPR dapat digunakan sebagai

kredit untuk membeli rumah yang diberikan oleh bank. KPR ini diberikan oleh bank

setelah debitor mengadakan perjanjian kredit khususnya kredit untuk membeli rumah.

Kredit baru diluncurkan oleh pihak bank setelah kedua belah pihak menandatangani

kredit KPR.

Setiap calon debitur yang akan mengajukan permohonan kredit perumahan

kepada bank harus terlebih dahulu mengisi formulir permohonan kredit. Berdasarkan

permohonan ini, maka bank akan melakukan analisa dari semua aspek, baik aspek

hukum, aspek pemasaran, aspek keuangan, aspek jaminan dan lain-lain. Dalam

menilai permohonan kredit perumahan metode atau prinsip 5C sebagaimana yang

telah diuraikan di atas diterapkan oleh pihak bank. Setelah bank melakukan analisis

dari berbagai aspek terhadap permohonan kredit, maka bank baru dapat memutuskan

bahwa permohonan kredit tersebut layak atau tidak untuk diberikan kredit.5

Perjanjian KPR didalamnya berdasarkan perjanjian standard yang isinya telah

ditetapkan oleh pihak bank, yang dituangkan dalam konsep janji-janji tertulis yang

disusun tanpa membicarakan isinya kepada debitur, kemudian diformulasikan dalam

bentuk formulir perjanjian dan sejumlah aturan adendum atau aturan tambahan,

sehingga yang terjadi adalah kreditur menyodorkan bentuk perjanjian yang berwujud

perihal perjanjian KPR dengan klausul yang telah ditetapkan, terkecuali mengenai

judul perjanjian KPR, komparasi atau identitas, dasar hukum, dan kedudukan para

pihak yang akan mengadakan perjanjian kredit bank.

5 Muhammad Djumhana, 2008, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti. Bandung, hal.53.

Page 14: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

14

Undang-Undang Perbankan tidak jelas mengatur mengenai bentuk perjanjian

kredit perbankan harus dibuat secara tertulis atau tidak tertulis melalui perjanjian di

bawah tangan atau bahkan harus dengan perjanjian yang dibuat oleh notaris atau akta

otentik. Ketentuan Pasal 1 angka 11 dan Pasal 1 angka 12 UU Perbankan hanya

menyebutkan bahwa kredit perbankan diberikan berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. Ketentuan ini tidak

mengatur agar pemberian kredit bank harus diberikan berdasarkan perjanjian tertulis.

Belum adanya ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan mengenai bentuk

perjanjian kredit tersebut, maka problemnya adalah setiap bank bebas memilih bentuk

perjanjian semaunya bank, seperti misalnya ada yang mengharuskan dengan akta

notaris, ada yang hanya dengan perjanjian di bawah tangan. Bahkan pada umumnya

bank membuat perjanjian kredit dengan bentuk perjanjian baku/standar. Jika

perjanjian kredit saja belum diatur secara jelas dalam Undang-Undang Perbankan,

apalagi untuk alih debitur, bahkan belum diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

Terkait dengan perjanjian kredit perumahan dibuat dengan perjanjian standar

karena demi efisiensi waktu dan mempermudah debitur yang akan mengambil kredit

tanpa harus menunggu dalam pembuatan akta oleh Notaris dan untuk meminimalisasi

biaya dalam pembuatan akta dalam kredit perumahan. Untuk memperoleh kepastian

tanggal dan kebenaran tanda tangan para pihak, maka selanjutnya perjanjian standar

yang telah ditandatangani oleh para pihak tersebut oleh bank dilegalisasi dan

didaftarkan pada Notaris.6

6 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, hal.

319.

Page 15: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

15

Sedangkan akta-akta lain yang berkaitan dengan akta perjanjian kredit

perumahan selalu dibuat secara otentik, karena demi kepastian hukum bagi pihak

debitur dan kreditur serta undang-undang telah mengaturnya demikian, misalnya

untuk penjaminan kredit yang bersangkutan biasanya berupa hak atas tanah dengan

menggunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), dan Akta

Pemberian Hak Tanggungan (APHT).7

Pembuatan SKMHT selain pada Notaris ditugaskan pula kepada PPAT yang

keberadaannya sampal pada wilayah kecamatan, dalam rangka memudahkan

pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Oleh karena itu,

alangkah baiknya jika kedudukan seorang Notaris juga sebagai PPAT

(Notaris/PPAT) karena ia sudah mengerti dan awal perjanjian kredit sampai

pelaksanaan pembuatan akta lain yang berkaitan dengan perjanjian kredit tersebut,

sehingga jika PPAT nya lain lagi membutuhkan pemeriksaan dan penelitian dan awal

lagi mengenai debitur, kreditur dan obyek penjaminan tanah tersebut. Ini akan

memakan waktu yang lama.8

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi

kendala/permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu

rumah, yang dilakukan di bawah tangan oleh debitur kepada pihak lain sebelum KPR

tersebut lunas tanpa sepengetahuan pihak bank atau dikenal oleh masyarakat dengan

istilah over kredit. Proses alih debitur tersebut di atas akan menimbulkan suatu

permasalahan hukum yang cukup komplek di kemudian hari karena hal ini berkaitan

7 Ibid. 8 Muhammad Firdaus, 2012, Peranan Notaris/PPAT dalam Perjanjian Kredit Pemilikan

Rumah (KPR), Andi, Yogyakarta, hal.35.

Page 16: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

16

dengan kepastian hukum atas hak kepemilikan rumah. Selain dari pada itu masalah

yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit adalah keadaan dimana

debitur lalai untuk melakukan kewajibannya atau yang biasanya disebut wanprestasi.

Fakta yang dihadapi oleh debitur pengambil kredit KPR, pada akhir masa kredit,

debitur pengambil alih kredit tidak bisa mengambil sertifikat karena bank hanya

mengakui debitur pertama, jadi pihak bank akan menyerahkan sertifikat kepada

debitur pertama bukan kepada orang lain yang tidak dikenal/tidak tercatat pada para

pihak bank.

Pengalihan hak atas tanah dan bangunan melalui alih debitur KPR pada bank

BTN terjadi karena jangka waktu kredit yang belum berakhir atau belum ada

pelunasan dari debitur lama. Alih debitur terjadi setelah ada kesepakatan antara

debitur lama selaku penjual dengan debitur baru selaku pembeli. Debitur lama yang

bertindak selaku penjual akan mengalihkan objek yang akan menjadi haknya kepada

pembeli dan pembeli selaku debitur baru bersedia untuk membayar sisa angsuran

kepada bank yang terikat perjanjian KPR dengan penjual yakni debitur lama setelah

adanya persetujuan dari bank pemberi kredit. Alih debitur KPR dapat terjadi melalui

3 (tiga) cara yaitu alih debitur melalui bank pemberi kredit, alih debitur melalui

notaris tanpa sepengetahuan bank pemberi kredit dan alih debitur melalui perjanjian

di bawah tangan antara penjual dan pembeli tanpa melibatkan notaris dan juga tanpa

diketahui oleh bank pemberi kredit.

Larangan alih debitur tersebut diatur dalam salah satu klausul dalam

perjanjian kredit antara pihak bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur

saja, yang menyebutkan debitur dilarang untuk mengalihkan kredit KPR-nya kepada

Page 17: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

17

pihak lain tanpa sepengetahuan pihak bank. Namun, seperti yang telah dikemukakan

di atas alih debitur KPR seringkali terjadi tanpa sepengetahuan bank dan tanpa

melibatkan notaris mengingat alih debitur KPR ini pada umumnya dilakukan dengan

perjanjian bawah tangan antara debitur pertama dengan debitur kedua atau debitur

pengambil alih tanpa dilegalisasi oleh notaris. Mengenai alih debitur KPR ini belum

diatur baik dalam Undang-Undang Perbankan, Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) maupun Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) (norma kosong).

Problem atau isu hukum yang muncul dari adanya norma kosong tersebut,

banyak terjadi alih debitur KPR tanpa diketahui bank pemberi kredit KPR ataupun

tanpa melibatkan notaris. Alih debitur ini biasanya dilakukan dengan perjanjian

bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak saja, tanpa legalisasi notaris

ataupun tanpa sepengetahuan bank. Fakta mengenai alih debitur atau over kredit yang

dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) banyak

terjadi di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Bali. Salah satu contoh kasus

mengenai alih debitur tanpa persetujuan kreditur di Bali adalah kasus sengketa antara

I Ketut Suastika sebagai Penggugat melawan Andriyani sebagai Tergugat. Kasus ini

terjadi ketika I Ketut Suastika membeli rumah di Perumahan Griya Tansa Trisna blik

L.20 tipe 21 secara over kredit dari Andriyani. Proses pembelian rumah ini dilakukan

secara over kredit/alih debitur tanpa diketahui oleh PT. Bank Tabungan Negara (Bank

BTN) selaku kreditur dan dilakukan dengan perjanjian bawah tangan yang

ditandatangani oleh para pihak tanpa dilegalisasi oleh notaris. Setelah over kredit ini,

Page 18: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

18

I Ketut Suastika melanjutkan angsuran kepada Bank BTN sampai sisa kredit KPR-

nya lunas. Permasalahan hukum muncul, ketika I Ketut Suastika bermaksud

mengambil sertifikat yang dijadikan agunan (setelah kredit lunas) tapi Bank BTN

tidak memberikan dengan alasan yang tercatat sebagai debitur adalah Andriyani.

Bank BTN menyatakan bahwa pengambilan sertifikat harus dilakukan oleh Andriyani

sendiri atau dengan surat kuasa dari Andriyani. Permasalahannya keberadaan

Andriyani sudah tidak diketahui lagi. Kasus ini kemudian diputus oleh Pengadilan

Negeri Denpasar dengan Putusan No.144/Pdt.G/2013/PN.Dps yang memenangkan I

Ketut Suastika dan menghukum Andriyani dan Bank BTN dan memerintahkan agar

Bank BTN menyerahkan sertifikat rumah sengketa kepada I Ketut Suastika.

Kasus lain juga dijumpai dalam putusan PN Bandung dengan Putusan Nomor:

221/PDT/G/2014/PN.BDG, dalam kasus alih debitur KPR. Pada kasus ini Tjasgani

melakukan over kredit KPR BTN dari Abun Bunyamin, padahal Abun Bunyamin

juga melakukan over kredit terhadap rumah yang sama dari Suprijanto. Suprijanto

menerima KPR dari Bank BTN sebagai pemberi KPR. Setelah over kredit Tjasgani

dari Abun Bunyamin, Tjasgani melanjutkan angsuran kepada Bank BTN sampai sisa

kredit KPR-nya lunas. Permasalahan hukum muncul, Tjasgani bermaksud mengambil

sertifikat yang dijadikan agunan (setelah kredit lunas) tapi Bank BTN tidak

memberikan dengan alasan yang tercatat sebagai debitur adalah Suprijanto. Bank

BTN menyatakan bahwa pengambilan sertifikat harus dilakukan oleh Suprijanto

sendiri atau dengan surat kuasa dari Suprijanto. Padahal sepengetahuan Tjasgani

bahwa Suprijanto telah menjual rumah tersebut kepada Abun Bunyamin dan Abun

Bunyamin menjualnya lagi kepada Tjasgani. Tjasgani merasa proses jual beli atas

Page 19: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

19

rumah tersebut telah sah secara hukum karena telah disepakati dan ditandatangani

oleh Pihak Penjual dan Pembeli di atas kertas bermeterai (segel). Atas dasar

penjelasan dari Bank Tabungan Negara Cabang Bandung yang menyatakan bahwa

yang harus mengambil sertifikat adalah Suprijanto, maka selanjutnya Tjasgani telah

berusaha semaksimal mungkin mencari Suprijanto dan Abun Bunyamin di alamat

rumahnya masing-masing sebagaimana yang tercantum dalam surat perjanjian a quo,

namun sampai saat gugatan diajukan Suprijanto maupun Abun Bunyamin tidak

diketahui tempat tinggal dan domisilinya. Kasus ini kemudian diputus oleh

Pengadilan Negeri Bandung dengan Putusan Nomor: 221/PDT/G/2014/PN.BDG

yang memenangkan Tjasgani dan menghukum Suprijanto dan Abun Bunyamin serta

Bank BTN dan memerintahkan agar Bank BTN menyerahkan sertifikat rumah

sengketa kepada Tjasgani.

Berdasarkan putusan dari kedua kasus tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa

kedudukan pihak bank sebagai pemberi kredit KPR lemah terhadap kasus alih fungsi

debitur (over kredit). Hal ini merupakan dari norma kosong yaitu belum diaturnya

alih debitur KPR dalam Undang-Undang Perbankan, KUHPerdata dan UUJN.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis

ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan dan menyusunnya dalam bentuk

tesis yang berjudul “Alih Debitur yang Dilakukan di Bawah Tangan pada

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)”.

1.2 Rumusan Masalah

Page 20: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

20

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dikemukakan dalam pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan alih debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang

dilakukan di bawah tangan?

2. Bagaimana upaya hukum alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada

perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan untuk mencari, menggali,

menghubungkan dan memprediksi suatu kejadian. Setiap penelitian hukum yang

dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Adapun tujuan dari penelitian

hukum ini adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai alih debitur yang dilakukan di

bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan alih debitur Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) yang dilakukan di bawah tangan.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum alih debitur yang

dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Page 21: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

21

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang

bersifat teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi

pengembangan ilmu hukum khususnya hukum perbankan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat

berharga bagi pihak bank agar dapat melayani debitur KPR dengan lebih baik dan

mendapatkan kualitas kredit yang produktif dalam menyelamatkan kredit bermasalah

serta menjadi masu kan bagi bank dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi

dalam penyelesaian kredit bermasalah.

1.5 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelitian kepustakaan baik melalui perpustakaan-perpustakaan

yang ada di Kota Denpasar maupun secara online terdapat beberapa penelitian yang

berkaitan dengan pengaturan alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada

perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yaitu:

1. Penelitian Arpa Syura Tambuno dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Jual

Beli Rumah KPR-BTN bagi Debitur Baru Melalui Alih Debitur pada PT.

Bank Tabungan Negara (PERSERO) Kantor Cabang Palangka Raya”. Tesis

pada Program Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas

Page 22: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

22

Diponegoro, Semarang, Tahun 2009. Rumusan masalah dari tesis ini adalah

sebagai berikut:

a. Bagaimanakah Pelaksanaan Perjanjian Jual-Beli Rumah atas Kredit

Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara (KPR–BTN), Melalui alih

Debitur?

b. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan Perjanjian Jual-

Beli Rumah atas Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara (KPR–

BTN), serta upaya apa yang dilakukan dalam penyelesaian masalah yang

dihadapi pihak debitur?

Penelitian Arpa Syura Tambuno dengan penelitian yang akan dilakukan

memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya kedua penelitian ini sama-

sama meneliti tentang alih debitur perjanjian KPR. Perbedaannya jika

penelitian Arpa Syura Tambuno proses alih debitur dengan sepengetahuan

bank, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan tanpa sepengetahuan

bank. Selain itu, penelitian Arpa Syura Tambuno, menggunakan metode

penelitian yuridis empiris, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan

menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konsep

dan pendekatan perundang-undangan.

2. Penelitian Angel Firstia Kresna dengan judul “Konstruksi Hukum Pengalihan

Debitur dan Objek Jaminan dalam Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Bank

Tabungan Negara (Kajian dalam Perkembangan Hukum Putusan Hakim)”.

Tesis pada Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas

Indonesia Depok, Tahun 2013. Rumusan masalah dari tesis ini adalah sebagai

berikut:

Page 23: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

23

a. Bagaimana prosedur pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah oleh bank

kepada debitur?

b. Bagaimana bentuk cara pengalihan debitur dalam kredit pemilikan rumah?

c. Bagaimana perkembangan putusan hakim Indonesia dalam memandang

pengalihan debitur beserta objek jaminan kredit pemilikan rumah yang

dilakukan dibawah tangan?

Penelitian Angel Firstia Kresna dengan penelitian yang akan dilakukan

memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya kedua penelitian ini sama-

sama meneliti tentang alih debitur perjanjian KPR tanpa persetujuan Bank

sebagai kreditur. Perbedaannya jika penelitian Angel Firstia Kresna metode

penelitian yuridis empiris, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan

menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konsep

dan pendekatan perundang-undangan.

3. Penelitian Abdul Rochman dengan judul “Perjanjian Alih Debitur dalam

Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh Lembaga Perbankan dengan

Jaminan Hak Tanggungan”. Tesis pada Program Hukum, Universitas Jember,

Tahun 2010. Rumusan masalah dari tesis ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaturan perjanjian alih debitur dalam perjanjian Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) merupakan upaya pemyelamatan kredit

bermasalah?

b. Bagaimana status hukum jaminan hak tanggungan pada perjanjian alih

debitur dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menggunakan

prinsip droit de suite?

Page 24: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

24

c. Bagaimana akibat hukum perjanjian alih debitur dalam pemberian Kredit

Pemilikan Rumah (KPR)?

Penelitian Abdul Rochman dengan penelitian yang akan dilakukan memiliki

persamaan dan perbedaan. Persamaannya kedua penelitian ini sama-sama

meneliti tentang alih debitur perjanjian KPR tanpa persetujuan Bank sebagai

kreditur. Perbedaannya jika penelitian Abdul Rochman mengkaitkan alih

debitur ini dengan hak tanggungan, sedangkan pada penelitian yang akan

dilakukan lebih menitik beratkan pada akibat hukumnya.

Berdasarkan persamaan dan perbedaan penelitian sebelumnya dengan

penelitian yang akan dilakukan seperti diuraikan di atas, maka dapat dinyatakan

bahwa penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian-penelitian

sebelumnya baik substansi maupun metodologinya.

1.6 Landasan Teoritis dan Kerangka Pemikiran

1.6.1 Landasan Teoritis

Pada dasarnya yang disebut teori adalah asas, konsep dasar, pendapat yang

telah menjadi hukum umum sehingga dipergunakan untuk membahas suatu peristiwa

atau fenomena dalam kehidupan manusia. Menurut Karlinger9 sebuah teori adalah

seperangkat konstruk atau konsep, batasan, dan proposisi yang menyajikan suatu

pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan variabel

dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena itu.

9 Fred, N. Karlinger, 2008, Fenomena, Paradigma dan Teori, terj. Agus Raharjo, Erlangga,

Jakarta, hal. 25-26.

Page 25: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

25

Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Teori

Pembentukan Perundang-Undangan, Teori Kepastian Hukum dan Teori Pertanggung

jawaban. Selain kedua teori ini, dalam penelitian ini juga digunakan Konsep

Perjanjian Kredit, Konsep Perjanjian di Bawah Tangan dan Konsep Alih Debitur

yang diuraikan sebagai berikut:

1.6.1.1 Teori

1.6.1.1.1 Teori Pembentukan Perundang-Undangan

Teori perundang-undangan digunakan dalam penelitian ini untuk membahas

rumusan masalah pertama yaitu pengaturan alih debitur yang dilakukan di bawah

tangan. Pencetus teori perundang-undangan adalah Hans Kelsen. Dalam teori

perundang-undangan disebutkan bahwa dalam proses pembentukan peraturan

perundang-undangan terdapat beberapa asas yang perlu dipahami untuk memastikan

bahwa suatu perundang-undangan yang dihasilkan merupakan suatu produk

kekuasaan yang berdasarkan konsep negara hukum secara baik, atau disebut sebagai

peraturan perundang-undangan yang baik.10 Adapun asas-asas tersebut adalah:

1. Asas undang-undang tidak berlaku surut;

2. Asas hierarki, atau tata urutan peraturan perundang-undangan menurut teori

jenjang norma hukum atau Stufenbautheorie yang dikemukakan Hans

10 Bagir Manan, 1992, Dasar-dasar Perundang-Undangan Indonesia, Penerbit IND-

HILL.CO, Cetakan Pertama, Jakarta, hal. 13-15

Page 26: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

26

Kelsen.11 Asas ini menyebutkan bahwa undang-undang yang dibuat oleh

Penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.12

3. Asas lex posteriore derogate lex priori (hukum yang baru mengalahkan

hukum yang lama).13

4. Asas hukum lex spesialis derogate legi generalis (hukum yang lebih khusus

mengalahkan hukum yang bersifat umum jika pembuatnya sama).

Teori Stufenbau adalah teori mengenai sistem hukum oleh Hans Kelsen, yang

menyatakan bahwa sistem hukum yang berbentuk perundang-undangan merupakan

sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling

rendah harus berpegang pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum

yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegang pada norma hukum yang paling

mendasar (grundnorm). Menurut Kelsen norma hukum yang paling mendasar

(grundnorm) bentuknya tidak konkrit (abstrak),14 contoh norma hukum paling dasar

dan abstrak adalah Pancasila.

Salah seorang tokoh yang mengembangkan Teori Stufenbau adalah Hans

Nawiasky. Teori Nawiasky disebut dengan theorie von stufenufbau der

rechtsordnung. Susunan norma menurut teori ini adalah:15

1. Norma fundamental negara 2. Aturan dasar negara 3. Undang-undang formal. dan

11 Natabaya, 2008, Sistem Peraturam Perundang-Undangan Indonesia, Penerbit Konstitusi

Press dan Tatanusa, Jakarta, hal. 23-32. 12 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1986, Bahan P.T.H.I: Perundang-Undangan

dan Yurisprudensi, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 16. 13 Ibid, hal 17. 14 Hans Kelsen, 2006, Teori tentang Hukum (Penerjemah Soemadi), Konstitusi Press, Jakarta,

hal. 124-126. 15 Ibid.

Page 27: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

27

4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom.

Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi

pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar atau (staatsverfassung) dari

suatu negara. Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat

bagi berlakunya suatu konstitusi.

Penerapan teori pada struktur tata hukum di Indonesia, struktur hierarki tata

hukum Indonesia dan dikaitkan dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, struktur tata hukum

Indonesia adalah:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketepatan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden; dan

6. Peraturan Daerah, Provinsi, dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten Kota.

Pancasila dilihatnya sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan pengemudi.

Hal ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide

yang tercantum dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif.

Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan

hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari apa yang

tercantum dalam Pancasila.

Page 28: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

28

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa keberadaan suatu norma

hukum harus lah berpegang pada norma hukum yang lebih tinggi, dan sudah

semestinya antar tingkatan norma hukum yang satu dan yang lain saling mendukung

dan melengkapi bukan saling mematahkan, atas dasar pancasila sebagai cita hukum

bangsa.

Selanjutnya untuk menghasilkan peraturan perundang-undangan yang baik,

juga perlu diperhatikan dari aspek peraturan peralihan dan ketentuan penutup tentang

pemberlakuan atau pengundangannya. Pemahaman yang ada tentang segala peraturan

di bidang yang sama/ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau

diganti dengan yang baru, serta banyaknya peraturan yang telah diganti (dan

diperbarui), akan menjadi persoalan manakala masih terkandung makna bahwa

sepanjang dalam peratutan pengganti, pembaharu tersebut tidak secara tegas

mengganti, berarti norma yang di peraturan lama masih hidup dan berlaku. Dengan

demikian, pengaturan yang tegas tentang mana ketentuan yang sudah dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku merupakan suatu kedaan yang tidak boleh tidak harus

terpenuhi dalam setiap penerbitan peratran perundang-undangan.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diperlukan

asas-asas, selain itu diperlukan pula syarat bahwa suatu perundang-undangan

(undang-undang) harus memiliki :

1. Landasan filosofis berarti bahwa hukum yang diberlakukan mencerminkan

filsafat hidup masyarakat (bangsa) di mana hukum tersebut diberlakukan yang

intinya berisi nilai-nilai moral, etika, budaya maupun keyakinan dari bangsa

Page 29: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

29

tersebut,16 sebagaimana dikenal dalam adagium quid legex sine moribus (apa

jadinya hukum tanpa moralitas). Namun demikian, Hans Kelsen pernah

mengemukakan bahwa hukum tidak dibatasi oleh pertimbangan moral.17

2. Landasan yuridis, berarti bahwa dalam membentuk undang-undang atau suatu

peraturan perundang-undangan, maka harus lahir dari pihak yang mempunyai

kewenangan membuatnya (landasan yuridis formal), mengakuan terhadap

jenis peraturan yang diberlakukan (landasan yuridis material).

3. Landasan sosiologis berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang

diberlakukan harus sesuai dengan keyakinan umum dan kesadaran hukum

masyarakatnya agar ketentuan tersebut dapat ditaati karena pemahaman dan

kesadaran hukum masyarakatnya sesuai dengan hal-hal yang diatur.

Selanjutnya Bagir Manan dalam kutipan Sukanda Husin berpendapat bahwa

selain syarat adanya landasan yuridis, sosiologis dan filosofis, juga menambahkan

syarat teknik perancangan peraturan perundang-undangan. Syarat teknik perancangan

menekankan pentingnya perumusan yang jelas, tidak ambiguous dan tidak multi-

interpretatif dengan sistematika yang baik dan bahasa yang ringkas dan lugas.18

Alasan digunakan teori perundang-undangan dalam penelitian ini karena alih

debitur KPR belum diatur dalam KUHPerdata, Undang-Undang Perbankan dan

UUJN ataupun peraturan perundang-undangan lainnya di bawah undang-undang,

maka perlu dilihat alasannya mengapa hal itu belum diatur, padahal fenomena alih

16 Agus Surono, 2013, Fiksi Hukum dalam Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan, UAI, Jakarta,

hal. 20. 17 Friedman, W., 1960, Legal Theory, 4

th Edition, Steven & sons Limited, London, hal. 229

18 Sukanda Husin, 2009, Hukum dan Perundanga-undangan, Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru, hal. 43-47.

Page 30: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

30

debitur KPR ini semakin marak sebagai adanya perkembangan sosial. Ditinjau dari

Hukum Tata Negara (HTN) nilai validitas suatu hukum atau undang-undang terletak

pada kesesuainnya dengan norma lainnya terutama norma dasar. Dalam hubungan ini

dapat dijelaskan bahwa norma dasar dapat dibedakan menjadi dua yaitu, norma statis

dan norma dinamis. Norma statis merupakan norma yang telah memiliki validitas,

sehingga seluruh isi norma tersebut ditaati dan diterapkan dalam kehidupan individu

dan sosial. Setiap isi norma tersebut memiliki daya pengikat dan daya paksa, karena

berasal dari norma dasar yang spesifik, memiliki validitas yang diyakini dan

dipandang sebagai norma yang paling tinggi (akhir). Sifat statis, karena norma

tersebut memiliki pengertian umum yang dapat dijadikan dalam membentuk norma

khusus.Sedangkan norma dinamis, merupakan pembentukan norma dasar tertentu

karena tidak ditemukan dalam norma statis, karena adanya perkembangan sosial,

tetapi tidak dikaitkan dengan realitas sosial.

Jika perkembangan sosial sebagaimana halnya alih debitur KPR memiliki

kehendak untuk mewujudkan suatu norma baru, maka pembentukannya tetap

didasarkan pada norma dasar.19 Hal ini berarti otoritas pembentukannya sesuai

dengan ketentuan yang tercantum dalam norma dasar tersebut. Suatu norma

merupakan bagian dari suatu sistem yang dinamis, jika norma tersebut telah dibuat

menurut cara yang ditentukan oleh norma dasar. Deskripsi di atas menujukkan bahwa

suatu norma hukum itu valid, karena dibuat menurut cara yang ditentukan oleh suatu

19 Hans Nawiasky, 1998, Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe,

Einsiedeln/Zurich/Koln, Benziger, hal.31 sebagaimana yang dikutip oleh A. Hamid Attamimi, 1990, ”Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara-Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I - Pelita IV,” Disertasi, yang dipertahankan di hadapan Senat Guru Besar Universitas Indonesia, hal.288-289.

Page 31: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

31

norma hukum lainnya, dan norma hukum lainnya adalah landasan validitas norma

hukum tersebut. Hubungan antara norma hukum yang mengatur pembentukan norma

lain dengan norma lainnya sebagai hubungan antara ”superordinasi” dengan

”subordinasi” atau ”superior dengan inferior norm” yang menunjukkan level atau

hierarki norma. Norma yang menentukan pembentukan norma lainnya adalah norma

yang lebih tinggi derajatnya, begitu sebaliknya, norma yang dibentuk tersebut

derajatnya lebih rendah. Dalam hubungan ini, maka hubungan antara norma yang

lebih tinggi dengan norma di bawahnya merupakan hubungan hierarki norma.

Konsekuensinya adalah, bahwa norma yang lebih rendah derajatnya tidak dibenarkan

bertentangan dengan norma di atasnya.

1.6.1.1.2 Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian ini untuk membahas

rumusan masalah kedua mengingat adanya kontradiksi putusan pengadilan untuk

menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat permasalahan alih debitur KPR.

Teori kepastian hukum diawali dari pengertian hukum. Pencetusnya adalah Gustav

Radbruch. Menurut Gustav Radbruch seperti yang dikutip oleh Theo Huijbers :

Dalam pengertian hukum dapat dibedakan tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian hukum yang memadai. Aspek yang pertama ialah keadilan dalam arti yang sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. Aspek yang kedua ialah tujuan keadilan atau finalitas. Aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Aspek yang ketiga ialah kepastian hukum atau legalitas. Aspek itu menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.20

20 Theo Huijbers, 2007, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Cetakan Keempatbelas,

Kanisius, Yogyakarta, hal. 163.

Page 32: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

32

Kepastian dalam Teori Kepastian Hukum memiliki arti “ketentuan; ketetapan”

sedangkan jika kata kepastian itu digabungkan dengan kata hukum menjadi Kepastian

Hukum, memiliki arti “perangkat hukum suatu Negara yang mampu menjamin hak

dan kewajiban setiap warga Negara.”21 Mengingat pembicaraan di sini dalam

perspektif hukum, maka tema Kepastian pada prinsipnya selalu dikaitkan dengan

hukum. Oleh sebab itu, pengertian Kepastian yang relevan untuk diambil di sini,

yaitu pengertian kedua dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Nemun, sebelum itu, ada

baiknya untuk mengetahui latar belakang pemikiran mengenai nilai Kepastian dalam

hukum terlebih dahulu.

Menurut Peter Mahmud Marzuki22 kepastian hukum mengandung dua

pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya

aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh

dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan

hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi

dalam putusan hakim antara putusan yang satu dengan putusan hakim yang lainnya

untuk kasus serupa yang telah diputus.

Kepastian (hukum) menurut Soedikno Martokusumo, merupakan salah satu

syarat yang harus dipenuhi dalam Penegakan Hukum. Menurut Soedikno

21 Anton M. Moeliono, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal.

652. 22 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hal. 158. (selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki I)

Page 33: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

33

Martokusumo, Kepastian (hukum) merupakan perlindungan yustisiabel terhadap

tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseoranag akan dapat memperoleh

sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.23

Ajaran kepastian hukum berasal dari ajaran yuridis dogmatik yang didasarkan

pada pemikiran positivis di dunia hukum, melihat hukum sebagai sesuatu yang

otonom, mandiri karena hukum bagi aliran ini hanya sekumpulan aturan. Tujuan

hukum yang utama adalah kepastian hukum. Kepastian hukum diwujudkan dengan

membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum yang membuktikan bahwa tujuan

hukum itu semata-mata untuk kepastian hukum.24

Gustav Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum

sebagai tiga ide dasar hukum atau tiga nilai dasar hukum, yang berarti dapat

dipersamakan dengan asas hukum.25 Terkait dengan kepastian hukum, Gustav

Radburch mengemukakan empat hal yang mendasar berhubungan dengan kepastian

hukum, yaitu:

Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-undangan (gesetzliches Recht). Kedua, bahwa hukum ini didasarkan pada fakta (Tatsachen), bukan suatu rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti ”kemauan baik”, “kesopanan”. Ketiga, bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, disamping juga mudah dijalankan. Keempat, hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah…..26

23 Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,

hal.145. 24 Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, hal.67. 25 Gustav Radbruch, 1990, Legal Philosophy, in The Legal Philosophy of Lask, Radbruch,

Massachusetts, Harvard University Press, hal. 107. 26 Achmad Ali, op.cit., hal.293.

Page 34: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

34

Pendapat Gustav Radburch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa

kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum

merupakan produk dari hukum atau lebih khusus perundang-undangan.

Berdasarkan teori kepastian hukum yang telah diuraikan di atas, maka penulis

berpendapat bahwa dalam kepastian hukum terkandung beberapa arti, yakni adanya

kejelasan, dan tidak menimbulkan salah tafsir atau multi tafsir. Selain itu kepastian

hukum juga mengandung arti tidak menimbulkan kontradiktif dan dapat

dilaksanakan.

Alasan menggunakan teori kepastian hukum karena alih debitur KPR yang

menjadi topik dalam penelitian ini belum diatur dalam peraturan perundang-

undangan. Peraturan perundang-undang memuat norma hukum yang dijabarkan

secara tertulis dalam ketentuan pasal-pasal. Peraturan perundang-undangan akan

memberikan jaminan kepastian hukum dan mengikat secara umum setelah

diundangkan secara resmi. Sehubungan belum diaturnya alih debitur KPR, hal ini

dapat menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum dalam alih debitur KPR

tersebut.

1.6.1.1.3 Teori Pertanggungjawaban

Teori pertanggungjawaban digunakan dalam penelitian ini untuk membahas

rumusan masalah kedua mengingat permasalahan dalam penelitian ini adalah

mengenai upaya hukum alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian

Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pertanggungjawaban atau tanggungjawab hukum

yang dimaksudkan disini adalah terjemahan dari bahasa Inggris “Liability”.

Page 35: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

35

Tanggungjawab dalam bahasa Inggrisnya adalah responsibility atau dalam

bahasan Belanda adalah aansprekelijk, yang artinya adalah bertanggung jawab,

terikat, bertanggung jawab menurut hukum atas kesalahan atau akibat suatu

perbuatan.27 Ada pula istilah lainnya yang berkaitan adalah pertanggung jawaban

yang dalam bahasa Inggris adalah accountability dan dalam bahasa Belanda adalah

aansprakelijkheid yang artinya juga tanggung jawab, keterikan, tanggung jawab

dalam hukum memikul tanggungjawab.28

Menurut Soehardi dikatakan bahwa dasar dari suatu tanggung jawab adalah

suatu wewenang (authority) atau hak wewenang itu berkaitan dengan tugas dan

merupakan kekuasaan yang melekat pada tugas atau pekerjaan (responsibility, duty),

sedangkan hak melekat pada pribadi. Untuk melaksanakan suatu tugas akan

tergantung pada capability atau ability yang berfungsi secara memadai untuk

melaksanakan suatu tugas atau suatu tanggungjawab (responsibility). Hasil hubungan

antara responsibility dengan capability ini adalah suatu accountability atau suatu

pertanggungjawaban.29

Setiap orang pada umumnya harus bertanggung jawab atas segala tindakan

atau perbuatannya. Pengertian orang ini termasuk pula suatu rechtspersoon. Orang

dalam artian yuridis adalah setiap orang yang mempunyai wewenang hukum, yang

artinya adalah kecapakan untuk menjadi subyek hukum,30 atau sebagai pendukung

27 Fockema Andrea, diterjemahkan oleh Adiwinata A. Teloeki dan H. Boerchanudin St.

Batoeh, 2007, Kamus Istilah Hukum, Cet. Pertama, Binacipta, Jakarta, hal. 6. 28 Ibid, hal 6. 29 Soehardi Sigit, 2008, Pengorganisasian, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta, hal. 25 -28. 30 Chidir Ali, 2007, Badan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 7.

Page 36: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

36

hak dan kewajiban, maka untuk itu terlebih dahulu harus ditentukan dulu status

seseorang dalam suatu hubungan hukum.

Hubungan hukum mencerminkan adanya kepentingan dari pihak-pihak yang

melakukan hubungan hukum, adanya hukum berfungsi untuk mempersatukan dan

mengkoordinasikan kepentingan kepentingan tersebut agar tidak saling bertabrakan

(conflit of interest). Hukum melindungi kepentingan masyarakat dengan cara

mengalokasikan kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya

tersebut. Kekuasaan yang diberikan oleh hukum itu disebut sebagai hak. Antara hak

dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat, yang satu akan mencerminkan

yang lain. Di satu sisi hak dan di sisi lainnya adanya kewajiban.31

Perbuatan hukum yang dilakukan oleh camat sebagai PPAT Sementara dalam

pembuatan akta peralihan hak atas tanah tanpa sertifikat adalah termasuk dalam

lingkup hukum perdata. Oleh karena itu pertanggungjawaban camat dalam perbuatan

hukum ini merupakan pertanggungjawaban perdata. Hal itu berbeda dengan

perbuatan hukum camat sebagai Pejabat Tata Usaha Negara yang membuat keputusan

Tata Usaha Negara yang akan mempunyai akibat pertanggungjawaban Tata Usaha

Negara.

Pasal 1365 KUHPerdata dikandung ajaran tentang tanggungjawab, seperti

dalam rumusan sebagai berikut: ”Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk

kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

kelalaian atau kurang hati-hatinya”.

31 Satijipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 53.

Page 37: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

37

Pasal 1365 KUHPerdata di atas, menunjukan bahwa dalam BW dikenal ada 2

(dua) jenis tanggung jawab, yaitu :

1. Tanggungjawab berdasarkan kesalahan, artinya seseorang dapat dimintai pertanggung jawaban atas kesalahan yang telah diperbuatnya dan akibat kesalahannya itu telah menimbulkan kerugian bagi orang lain;

2. Tanggungjawab berdasarkan risiko, artinya seseorang dapat dimintai pertanggung jawaban atas kerugian yang diderita oleh orang lain bukan karena kesalahan yang bersangkutan, melainkan sebagai resiko yang ditanggungnya karena kesalahan orang lain dan orang tersebut adalah menjadi bawahannya atau menjadi tanggungnya, atau dalam pengawasannya.

Tanggungjawab karena kesalahan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365

KUHPerdata dan Pasal 1367 KUHPerdata merupakan bentuk klasik

pertanggungjawaban perdata.

Alasan teori pertanggungjawaban digunakan dalam penelitian ini karena pada

alih debitur KPR yang biasanya tanpa sepengetahuan bank, tidak jelas siapa yang

bertanggungjawab. Debitur pertama biasanya menghilang dan lepas tanggungjawab

setelah menerima uang alih debitur dari debitur kedua. Apabila alih debitur KPR ini

melibatkan notaris, apakah notaris juga dapat dikenai pertanggungjawaban mengingat

dalam pembuatan akta notaris hanya mengakomodasi kehendak para pihak saja.

1.6.1.2 Konsep

1.6.1.2.1 Konsep Alih Debitur

Pencetus konsep pencetus alih debitur adalah David McGregor, yang

menyatakan dalam kondisi tertentu, kredit yang diterima debitur dapat dialihkan

kepada debitur lainnya.32 Alih debitur merupakan proses pengalihan kredit dari

debitur pertama kepada debitur kedua. Tahapan yang ada dalam alih debitur

32 David McGregor, 2006, Over Debitors in Banking Loan, Penguin, New York, hal.17-18.

Page 38: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

38

dipengaruhi oleh syarat dari alih debitur, yaitu dengan persetujuan kreditur, dilakukan

oleh pihak yang cakap dan tidak dipersangkakan. Namun dalam hasil analisis 5

putusan yang menjadi bahan hukum primer penelitian ini ditemukan bahwa tahapan

yang dilakukan pihak debitur dalam mengalihkan utang dengan membuat perjanjian

alih debitur secara sepihak, melalui tahapan berikut ini:

1. Tahap pertama debitur dan kreditur bersepakat membuat perjanjian KPR untuk jangka waktu tertentu dengan seluruh hak dan kewajiban para pihak dituangkan dalam surat perjanjian kredit.

2. Di pertengahan masa cicilan pihak debitur (debitur lama) mengalihkan hak dan kewajibannya kepada debitur lain (debitur baru).

3. Proses pengalihan utang berlangsung dengan cara debitur lama mencari sendiri debitur baru dan dilakukan tanpa sepengetahuan kreditur.

4. Kesepakatan alih debitur antara debitur lama dan debitur baru terjadi, hingga hak dan kewajiban para pihak disepakati.

5. Debitur baru melaksanakan kewajiban yang ditimbulkan atas dirinya dari perjanjian alih debitur hingga sisa angsuran ke kreditur lunas dan kreditur baru mengetahui objek kredit KPR sudah dialihkan ketika debitur baru meminta sertifikat rumah yang menjadi haknya.33

Untuk keberadaan pihak ketiga yang hadir sebagai saksi dari adanya

kesepakatan, dibedakan menjadi 2 yaitu ada proses alih debitur yang disaksikan oleh

saksi dan ada yang tidak. Keberadaan pihak ketiga sebagai saksi memiliki peranan

yang penting untuk membantu hakim dalam mencari kebenaran, namun dasar

pengetahuan saksi harus memenuhi salah satu dari melihat, mendengar dan

merasakan sendiri.34

Saat ini seringkali terjadi alih debitur khususnya dalam KPR tanpa disetujui

bank/kreditur. Tindakan debitur baru yang ikut serta membuat kesepakatan alih

33 Abdulkadir Muhammad, 2012, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti

Bandung, hal.138. (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad I). 34 Ibid.

Page 39: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

39

debitur tanpa persetujuan kreditur tentu menyalahi aturan alih debitur yang tercantum

dalam KUHPerdata sehingga kepastian haknya tidak bisa dipertahankan sendiri.

Namun karena Negara wajib melindungi hak dan kewajiban setiap warga negaranya

maka debitur baru wajib diberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum

represif menurut Philipus Hadjon adalah perlindungan hukum yang dilakukan apabila

telah terjadinya kerugian, jadi pemberian perlindungan hukum diberikan dalam hal

penyelesaian sengketa.35 Asas ius curia novit memberikan kewenangan bagi hakim

untuk memeriksa seluruh perkara yang secara sah diajukan termasuk gugatan yang

diajukan debitur baru dalam hal perjanjian alih debitur tanpa persetujuan kreditur.

Pengertian asas ius curia novit adalah prinsip dalam mencari dan menemukan hukum,

bahwa hakim dianggap mengetahui semua hukum.36 Oleh karena adanya asas ini

apabila dalam memutus hakim tidak menemukan hukum dalam hukum tertulis untuk

dasar pertimbangan maka hakim dapat melakukan penemuan hukum (rechtsvinding).

Proses alih debitur tanpa persetujuan kreditur sebatas dilakukan alih debitur

dengan cara debitur lama membuat kesepatakan berupa perjanjian alih debitur dengan

pengalihan kewajiban membayar utang dan penguasaan objek kredit kepada pihak

ketiga (debitur baru) tanpa persetujuan kreditur. Proses alih debitur yang dilakukan

dengan cara demikian dapat menimbulkan kerugian, salah satunya kerugian akan

dialami oleh debitur baru yang telah meneruskan pembayaran sisa hutang kepada

kreditur. Debitur baru yang merasa dirugikan menjadi alasan untuk diajukannya

gugatan kepada pihak debitur lama dan kreditur.

35 Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu Offset, Surabaya, hal. 2.

36 M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hal.821.

Page 40: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

40

1.6.1.2.2 Konsep Perjanjian Kredit

Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa kredit mempunyai arti antara

lain: (1) sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis), di mana seseorang berhak

menuntut sesuatu dari orang lain; dan (2) sebagai jaminan, dimana seseorang

menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali

apa yang diserahkan itu.37 Selanjutnya Thomas Suyatno merumuskan bahwa kredit

adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas

oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk

keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang

hari.38

Dari pengertian-pengertian kredit seperti tersebut di atas, dapat dilihat

terdapatnya beberapa unsur kredit sebagai berikut:

1. Adanya kesepakatan atas perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur,

yang disebut dengan perjanjian kredit;

2. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yng memberikan

pinjaman, seperti bank dan pihak debitur adalah pihak yang membutuhkan

uang pinjaman/barang dan jasa;

3. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu

membayar/mencicil kreditnya;

4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur;

37 Mariam Darus Badrulzaman, 2008, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal. 38. (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman I). 38 Thomas Suyatno, 2004, Dasar-dasar Perkreditan, Edisi ketiga, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, hal. 40.

Page 41: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

41

5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak debitur kepada

kreditur;

6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak

debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau

pembagian keuntungan;

7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan

pengembalian kredit oleh debitur;

8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi,

semakin jauh tenggang waktu pengembalian maka semakin besar pula resiko

tidak terlaksananya pembayaran kembali.

Semua bank menerapkan prinsip-prinsip kredit sebelum kredit yang akan

diajukan disetujui. Prinsip-prinsip kredit ini dikenal dengan nama Prinsip 5 (lima) C.

Prinsip 5 C ini diterapkan untuk menganalisa calon nasabah apabila calon nasabah itu

mengajukan suatu permohonan kredit, sebelum kredit itu disetujui oleh pihak bank.

Prinsip 5 C tersebut adalah (1) Character (Watak); Capacity (Kapasitas); Capital

(Modal); Collateral (Jaminan); dan Condition of Economics (Kondisi Ekonomi).39

Secara yuridis perjanjian kredit dapat berbentuk :

1. Perjanjian kredit di bawah tangan

Akta perjanjian kredit dibawah tangan adalah perjanjian pemberian

kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat hanya di antara mereka

(kreditur dan debitur) tanpa notaris. Lazimnya dalam penandatanganan akta

perjanjian kredit, saksi turut serta membubuhkan tanda tangannya karena

39 Johanes Ibrahim, 2004, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif, CV.Utomo, Bandung, hal. 100. (selanjutnya disebut Johannes Ibrahim I).

Page 42: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

42

menurut Pasal 284 Rbg/164 HIR, saksi merupakan salah satu alat pembuktian

dalam perkara perdata.40

2. Perjanjian kredit dengan akta otentik

Bentuk perjanjian ini dibuat oleh notaris, Sebenarnya semua syarat dan

ketentuan perjanjian disiapkan oleh bank terlebih dahulu setelah itu barulah

diserahkan kepada notaris untuk dirumuskan sebagai akta notariil. Intinya

yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat

oleh atau dihadapan notaris.41

1.6.1.2.3 Konsep Perjanjian di Bawah Tangan

Perjanjian di bawah tangan adalah perjanjian yang sengaja dibuat oleh para

pihak untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat umum yang berwenang

dengan kata lain perjanjian di bawah tangan adalah perjanjian yang dimasukkan oleh

para pihak sebagai alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum

yang berwenang untuk itu.42 Perjanjian yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat

umum juga dapat menjadi perjanjian di bawah tangan, jika pejabat itu tidak

berwenang untuk membuat perjanjian akta itu jika terdapat cacat dalam bentuk akta

itu, sebagaimana disebut dalam Pasal 1869 KUHPerdata.

Mengenai perjanjian di bawah tangan ini tidak diatur dalam HIR, tetapi di

dalam Rbg ada diatur dalam Pasal 286 sampai dengan Pasal 305 dan dalam

KUHPerdata diatur dalam Pasal 1874 sampai dengan Pasal 1880, dan dalam Stbl.

40 H. Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, hal.30. 41 Try Widiyono, 2006, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di

Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.61 42 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 2003, Gross Akta Dalam Pembuktian

dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 36.

Page 43: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

43

1867 No. 29. Perjanjian di bawah tangan yang memuat pengakuan utang secara

sepihak untuk membayar sejumlah uang atau memberikan/ menyerahkan sesuatu

barang yang dapat ditetapkan atas suatu harga tertentu, harus seluruhnya ditulis

dengan tangannya sendiri oleh orang yang menandatangani (orang yang berutang)

atau paling sedikit selainnya tanda tangan, harus ditulis sendiri oleh si penandatangan

(orang yang berutang) suatu persetujuan yang memuat jumlah atau besarnya barang

yang terutang.

Jika diindahkan, maka apabila perikatan dimungkiri, perjanjian di bawah

tangan itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan,

demikian menurut Pasal 1878 KUHPerdata, yang bersamaan isinya dengan Pasal

1291 Rbg dan Pasal 4 Stbl. 1867 No. 29. Apa yang dimaksud dengan permulaan

bukti tertulis, dijelaskan dalam Pasal 1902 ayat (2) KUHPerdata, yang berbunyi:

“yang dinamakan permulaan pembuktian dengan tulisan ialah segala akta tertulis

yang berasal dari orang terhadap siapa tuntutan dimajukan, atau dari orang yang

diwakili olehnya, dan yang memberikan persangkaan tentang benarnya peristiwa-

peristiwa yang dimajukan oleh seseorang.

Jadi surat yang berasal dari penggugat atau pihak ketiga tidaklah merupakan

permulaan bukti tertulis. Untuk dapat menjadi bukti sempurna atau lengkap, maka

permulaan bukti tertulis itu harus dilengkapi dengan alat-alat bukti lain seperti (1) alat

bukti tertulis/surat; (2) alat bukti saksi; (3) alat bukti persangkaan; (4) alat bukti

pengakuan; dan (5) alat bukti sumpah.

Page 44: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

44

1.6.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori, maka dapat

digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Perjanjian KPR

Dengan Persetujuan Bank

Alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian

Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Perjanjian di Bawah Tangan

Tanpa Persetujuan Bank

Alih Debitur

belum diatur dalam Undang-Undang Perbankan (norma kosong)

Bagaimana pengaturan alih debitur yang dilakukan di bawah tangan?

Bagaimana upaya hukum alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)?

- Teori Pembentukan Perundang-Undangan

- Konsep Perjanjian Kredit

Pembahasan, Simpulan dan Saran

- Teori Pertanggungjawaban - Teori Kepastian Hukum - Konsep Perjanjian di Bawah Tangan

- Konsep Alih Debitur

Page 45: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

45

Berangkat dari adanya norma kosong dalam Undang-Undang Perbankan,

KUHPerdata maupun UUJN yaitu belum diaturnya alih debitur KPR tanpa

melibatkan notaris dan juga tanpa diketahui bank pemberi kredit, maka dalam

penelitian ini digunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif

(normative legal research) merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara

mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu

permasalahan hukum tertentu. Penelitian normatif seringkali disebut dengan

penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen peraturan

perundang-undangan dan bahan pustaka.43 Penelitian hukum normatif juga disebut

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma

dalam hukum positif.44 Dalam peneltian normatif hukum dipandang identik dengan

norma-norma tertulis, yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang

berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu sistem normatif yang otonom,

mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat nyata.45

1.7.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach)

dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan

43 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenida Media, Jakarta, hal. 34.

(selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki II). 44 Johny Ibrahim, 2012, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia,

Malang, hal. 295. 45 Ronny Hanitijo Soemitro, 2008, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Alumni, Jakarta,

hal 13-14.

Page 46: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

46

isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian

hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis.46

Pendekatan perundang-undangan digunakan dalam penelitian ini untuk mencari dan

membahas konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-

undang lainnya atau antara undang-undang dengan UUD NRI 1945. Hasil dari telaah

tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi yaitu

mengenai alih debitur yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit

Pemilikan Rumah (KPR).

Pendekatan konsep beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin

yang berkembang di dalam ilmu hukum.47 Dengan menggunakan pendekatan

konseptual dalam penelitian ini, dipelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di

dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-

pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu

yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut

merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum

dalam memecahkan isu yang dihadapi yang dalam hal ini mengenai alih debitur yang

dilakukan di bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Pendekatan kasus yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

menelaah kasus-kasus terkait dengan isu tentang alih debitur yang dilakukan di

bawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kasus yang dibahas

dalam penelitian ini adalah kasus yang diputus oleh Pengadilan Negeri Denpasar

46 Peter Mahmud Marzuki II, Op.cit, hal. 93. 47 Ibid.

Page 47: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

47

dengan Putusan No.144/Pdt.G/2013/PN.Dps dan Pengadilan Negeri Bandung dengan

Putusan Nomor: 221/PDT/G/2014/PN.BDG.

1.7.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian hukum normatif

merupakan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diambil secara tidak

langsung atau yang telah terlebih dahulu dikumpulkan orang lain di luar dari

penelitian sendiri. Adapun data sekunder terdiri dari :48

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang berupa

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang

akan dikaji, terdiri dari :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Burgerljik Wetboek, Stb, 1847 No. 23 diterjemahkan oleh Bismar Siregar

menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

pemukiman sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992

tentang Perumahan dan Pemukiman.

e. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

48 Bambang Waluyo, 2001, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, hal. 18.

Page 48: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

48

f. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks,

jurnal-jurnal ilmiah, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, serta

simposium yang dilakukan para pakar terkait dengan objek kajian penelitian

hukum ini.49

3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti kamus hukum,50 surat kabar, majalah mingguan, bulletin dan internet

juga dapat menjadi bahan bagi penelitian ini sepanjang memuat informasi

yang relevan dengan objek kajian penelitian hukum ini.51

1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Mengenai teknik yang diterapkan dalam pengumpulan bahan hukum yang

diperlukan dalam penulisan ini yaitu melalui teknik telaah kepustakaan (study

document) dengan sistem kartu (card system) yakni setelah mendapat semua bahan

yang diperlukan kemudian dibuat catatan mengenai hal-hal yang dianggap penting

bagi penelitian yang digunakan.52 Sistem kartu yang digunakan dalam penulisan ini

adalah kartu kutipan untuk mencatat nama pengarang/penulis, judul buku, halaman

dan mengutip hal-hal yang dianggap penting agar bisa menjawab permasalahan

49 Johny Ibrahim, Op.Cit, hal. 392. 50 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 14-15. 51 Jay A. Sigler dan Benyamin R. Beede, 2007, The Legal Sources of Public Policy,

Lexington Books, Massachussets, Toronto, hal. 23. 52 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hal. 13.

Page 49: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

49

dalam penulisan ini. Dalam penerapan teknik telaahan kepustakaan ini didukung pula

dengan penggunaan teknik bola salju (snow ball) yakni dengan menemukan bahan

hukum sebanyak mungkin melalui referensi dari satu literatur ke literatur lainnya.

1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Di dalam penelitian hukum normatif yang dianalisis bukanlah data, melainkan

melalui bahan hukum seperti tersebut di atas. Dengan demikian, erat kaitannya antara

metode analisis dengan pendekatan masalah. Analisis bahan hukum yang berhasil

dikumpulkan dalam penelitian ini akan dilakukan secara deskriptif, interpretatif,

evaluatif dan argumentatif, yang diterangkan sebagai berikut:

1. Teknik deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh

gambaran secara mendalam mengenai perumusan tindak pidana dan sanksi

pidananya.

2. Teknik interpretatif berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu

hukum seperti penafsiran historis, sistematis, dan lain-lain. Selanjutnya bahan

hukum tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik evaluatif, sistematis

dan argumentatif.

3. Teknik evaluatif yaitu memberikan penilaian terhadap suatu pandangan,

proporsi, pernyataan, rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam baik

dalam hukum primer maupun dalam hukum sekunder.

Page 50: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRAK Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menghadapi kendala/ permasalahan diantaranya adalah pemindahan hak atas objek KPR yaitu rumah,

50

4. Teknik sistematif berupaya mencari kaitan rumus suatu konsep hukum atau

konsep hukum antara perundang-undangan yang sederajat maupun tidak

sederajat.

5. Teknik argumentatif tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena

penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran

hukum.53

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik deskriptif, teknik interpretatif, teknik evaluatif dan teknik argumentatif.

53 Buku Pedoman, 2008, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Program Studi

Magister Hukum Universitas Udayana, hal. 14.