15
51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik responden a. Usia Responden penelitian merupakan pasien pre operasi SC yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Data keseluruhan responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakteristik responden penelitian berdasarkan usia (n=21) No Usia Frekuensi Persentase (%) 1 <20 tahun 3 14,3 2 20-35 tahun 18 85,7 Total 21 100 Sebagian besar responden berusia 20-35 tahun. Usia termuda yaitu 17 tahun dan tertua yaitu 35 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semua responden dengan usia dibawah 20 tahun berada kategori kecemasan berat yaitu rentang 37-54 turun menjadi kecemasan sedang dan ringan. Sedangkan responden dengan usia diatas 20 tahun sebagian besar mengalami kecemasan berat turun menjadi kecemasan sedang dan kecemasan ringan setelah dilakukan intervensi GIM.

Ade Sutrimo p66-p80

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kesehatan

Citation preview

Page 1: Ade Sutrimo p66-p80

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik responden

a. Usia

Responden penelitian merupakan pasien pre operasi SC yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Data keseluruhan

responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik responden penelitian berdasarkan usia (n=21)

No Usia Frekuensi Persentase (%)

1 <20 tahun 3 14,3

2 20-35 tahun 18 85,7

Total 21 100

Sebagian besar responden berusia 20-35 tahun. Usia termuda yaitu

17 tahun dan tertua yaitu 35 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan

bahwa semua responden dengan usia dibawah 20 tahun berada kategori

kecemasan berat yaitu rentang 37-54 turun menjadi kecemasan sedang

dan ringan. Sedangkan responden dengan usia diatas 20 tahun sebagian

besar mengalami kecemasan berat turun menjadi kecemasan sedang dan

kecemasan ringan setelah dilakukan intervensi GIM.

Page 2: Ade Sutrimo p66-p80

52

b. Pekerjaan

Pengukuran pekerjaan responden memakai skala nominal dinilai

dari ada tidaknya pekerjaan yang dimilikinya. Distribusi frekuensi

karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat secara rinci

pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan (n=21)

No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1 Ada pekerjaan 3 14,3

2 Tidak ada pekerjaan 18 85,7

Total 21 100

Berdasarkan tabel 4.2 sebagian besar responden penelitian tidak

bekerja yaitu sebanyak 18 responden (85,7%). Sebanyak 12 responden

yang tidak bekerja skor kecemasan sebelum perlakuan GIM berada pada

kategori kecemasan berat. Skor kecemasan setelah dilakukan GIM

responden berada kategori kecemasan sedang. Berbeda dengan

responden yang bekerja sebagian besar skor kecemasannya berada

kecemasan ringan.

c. Penghasilan

Pengukuran tingkat penghasilan bulanan responden dilakukan

dengan cara menglasirikasikan menjadi dua kategori yaitu: penghasilan<

Rp795.000/bulan (dibawah UMR) dan penghasilan>Rp 795.000,00

(diatas UMR). Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan

pekerjaan dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.3.

Page 3: Ade Sutrimo p66-p80

53

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan penghasilan bulanan

responden (n=21)

No Penghasilan Frekuensi Persentase(%)

1 Diatas UMR 3 14,3

2 Dibawah UMR 18 85,7

Total 21 100

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden

penghasilannya dibawah UMR yaitu dengan persentase 85,7 sedangkan

responden yang penghasilannya diatas UMR sebanyak 3 responden

(14,3%). Sebagian besar responden yang berpenghasilan dibawah UMR

skor kecemasan sebelum perlakuan GIM berada pada kategori

kecemasan berat. Skor kecemasan setelah dilakukan GIM responden

berada kategori kecemasan sedang. Sedangkan responden yang

penghasilannya diatas UMR sebagian besar skor kecemasannya berada

kecemasan ringan.

d. Pendidikan

Pendidikan responden diukur berdasarkan pendidikan terakhir yang

ditempuh responden. Distribusi frekuensi responden berdasarkan

pendidikan orang tua dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan (n=21)

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 SD 5 23,8

2 SMP 6 28,6

3 SMA 7 33,3

4 PT 3 14,3

Total 21 100

Page 4: Ade Sutrimo p66-p80

54

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pendidikan responden

hampir merata pada pendidikan SD, SMP dan SMA. Sebagian besar

responden dengan pendidikan SD, SMP dan SMA masuk dalam kategori

kecemasan berat, setelah intervensi GIM responden masuk dalam

kategori kecemasan sedang. Sedangkan responden yang berpendidikan

tinggi sebelum intervensi GIM terdapat 2 responden dengan kecemasan

ringan dan 1 responden kecemasan berat. Akan tetapi setelah intervensi

GIM, 1 responden yang mengalami kecemasan ringan naik menjadi

kecemasan sedang.

2. Kecemasan pre operasi SC responden sebelum dan setelah dilakukan GIM

Kecemasan pre operasi SC responden sebelum dan setelah dilakukan

GIM dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Kecemasan pre operasi SC responden sebelum dan setelah

intervensi GIM (n=21)

Variabel Mean

Median SD Min-Max 95% CI

Skor kecemasan pre

operasi SC pre test

33,52

39,00

10,581 11-46 28,71-

38,34

Skor kecemasan pre

operasi sc post test

31,29

34,00

8,770 11-41 27,29-

35,28

Pada tabel 4.5 menunjukkan rata-rata responden memiliki skor

kecemasan pre operasi SC sebelum dilakukan GIM 33,52. Nilai terendah

skor kecemasan pre operasi SC sebelum dilakukan GIM adalah 11 yang

masuk dalam klasifikasi kecemasan ringan, sedangkan nilai tertinggi adalah

46 yang masuk dalam kecemasan berat. Rata-rata skor kecemasan

Page 5: Ade Sutrimo p66-p80

55

responden pre operasi SC sebelum intervensi GIM masuk dalam kategori

kecemasan sedang yaitu pada rentang 18-36.

Rata-rata responden memiliki skor kecemasan pre operasi SC setelah

dilakukan GIM yaitu 31,29. Nilai terendah skor kecemasan pre operasi SC

setelah dilakukan GIM adalah 11 yang dimasukkan dalam klasifikasi

kecemasan ringan, sedangkan nilai tertinggi adalah 41 masuk dalam

kategori kecemasan berat. Dari 21 reponden penelitian, sebanyak 16

responden mengalami penurunan skor kecemasan. Penurunan skor

kecemasan pre operasi SC juga dapat dilihat pada penurunan skor rata-rata

kecemasan pre operasi sebesar 2,03 yaitu dari skor 33,52 menjadi 31,29.

Penurunan skor kecemasan juga dapat terlihat dari skor terendah dan

tertinggi yaitu dari rentang 11 dan 46 sebelum dilakukan GIM menjadi

rentang 11 dan 41 setelah dilakukan intervensi GIM.

3. Pengaruh GIM terhadap kecemasan pada pasien pre operasi SC di RSUD

Banyumas

Pengaruh GIM terhadap kecemasan pre operasi pada pasien SC di

RSUD Banyumas dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Pengaruh GIM terhadap kecemasan pada pasien pre operasi SC di

RSUD Banyumas (n=21)

Pengukuran Min-

Max Mean ± SD

Z

hitung p value

Pre test GIM

Post test GIM

11-46

11-41

33,52±10,581

31,29±8,770 -2,132 0,033

Page 6: Ade Sutrimo p66-p80

56

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Wilcoxon

karena data kecemasan pre operasi SC tidak terdistribusi normal. Tabel 4.6

menunjukkan pengujian hipotesis dalam penelitian melalui perbandingan

nilai p dengan α. Nilai p berdasarkan tabel 4.6 adalah 0,033, maka p=0,033

< α=0,05, yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, jadi dapat disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh GIM terhadap kecemasan pre operasi SC di RSUD

Banyumas.

B. Pembahasan

1. Karakteristik responden

a. Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden berada pada

rentang 17 sampai 35 tahun. Hurlock (2002) menyatakan bahwa tahapan

perkembangan remaja pada usia 14 – 19 tahun dan tahap perkembangan

dewasa dibagi menjadi tiga kategori. Dewasa muda dimulai ketika

individu berusia 20 tahun sampai dengan 40 tahun. Hasil penelitian

menunjukkan kecemasan terpengaruh oleh faktor usia dibuktikan dengan

kecemasan pada tahap perkembangan remaja lebih tinggi dibandingkan

tahap perkembangan dewasa muda.

Feist (2009) mengungkapkan bahwa semakin bertambahnya umur

kematangan psikologi individu semakin baik. Artinya semakin matang

psikologi seseorang, semakin baik pula adaptasi terhadap kecemasan.

Hasil penelitian selaras dengan pendapat Gallo (1997) yang menyatakan

bahwa semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak

Page 7: Ade Sutrimo p66-p80

57

pengalaman yang di terima, sehingga cara menjalani kehidupan juga

semakin matang.

b. Pekerjaan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan responden

menunjukkan sebagian besar responden yang tidak bekerja skor

kecemasannya lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pekerjaan berpengaruh pada kecemasan responden. Pekerjaan merupakan

salah satu cara beradaptasi, ketika seseorang memiliki pekerjaan respon

yang muncul ketika mengatasi permasalahan lebih rasional. Penurunan

produktivitas kerja akan dapat menyebabkan kehilangan minat dan

motivasi, yang akhirnya mengarahkan individu pada periode stres

(Tomb, 2004).

Ibrahim (2002) menyatakan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah

tangga akan lebih sensitif dalam menghadapi periode krisis. Hal ini

mendukung hasil penelitian bahwa kecemasan responden dipengaruhi

oleh pekerjaan yang dimiliki. Bekerja sering dikaitkan dengan

penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan

manusia. Agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja, dengan bekerja

seseorang akan dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga

(Burhanuddin, 1997).

d. Penghasilan

Sebagian besar responden penghasilannya dibawah UMR yang skor

kecemasannya lebih tinggi dibandingkan responden yang penghasilannya

Page 8: Ade Sutrimo p66-p80

58

diatas UMR. Data yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa

kecemasan responden dipengaruhi oleh penghasilan responden.

Pardani (2010) mengemukakan bahwa tingkat penghasilan seseorang

dipengaruhi oleh mata pencaharian, jenis pekerjaan, dan potensi daerah

tempat tinggal. Sebagian besar responden tidak memiliki pekerjaan

sehingga mereka tidak mempunyai penghasilan. Hal itu disebabkan

karena reponden lebih sering berada dirumah menjadi ibu rumah tangga.

Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Hill (2003) bahwa finansial

keluarga sangat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan dan

berpengaruh pada kekhawatiran responden. Penelitian Maulina (2005)

menyatakan bahwa respon kecemasan ibu pada status sosial ekonomi

lebih dipengaruhi oleh pekerjaan yang dimiliki ibu. Pekerjaan akan

membangkitkan harga diri yang lebih positif dibandingkan dengan ibu

yang tidak memiliki pekerjaan.

d. Pendidikan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada

penelitian menunjukkan bahwa dari 21 responden pendidikannya hampir

merata dari tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Pendidikan

responden yang mengenyam pendidikan di perguruan ringgi hanya 3

responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

pendidikan semakin rendah respon kecemasannya. Hasil penelitian sesuai

dengan pendapat Gallo (1997) yang menyatakan bahwa tingkat

Page 9: Ade Sutrimo p66-p80

59

pendidikan yang dimiliki seseorang menjadikan individu lebih selektif

selama respon kecemasan berlangsung.

Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan

mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun

rohani sesuai dengan nilai- nilai yang ada dalam masyarakat dan

kebudayaan (Ihsan, 2003). Pendidikan merupakan salah satu faktor

penting untuk mendapatkan dan mencerna informasi secara lebih mudah.

Akhirnya pemahaman suatu perubahan kondisi akan lebih mudah

dipahami dan di internalisasi (Videbeck, 2008). Tingkat pendidikan yang

lebih tinggi memiliki respon adaptasi yang lebih baik karena respon yang

diberikan lebih rasional dan juga memengaruhi kesadaran dan

pemahaman terhadap stimulus (Feist, 2009).

2. Kecemasan pre operasi SC responden sebelum dan setelah dilakukan GIM

Sebagian besar responden penelitian mengalami penurunan skor

kecemasan. Penurunan kecemasan juga terlihat pada penurunan skor rata-

rata dan nilai tertinggi skor kecemasan pre operasi SC. Kecemasan timbul

akibat reaksi psikologis individu. Kecemasan dapat timbul secara otomatis

akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Akibat stimulus

(internal dan eksternal) yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan

untuk menanganinya (Kusumawati & Yudi, 2010).

Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi

akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan

yang diinginkan misalnya seorang pasien yang ingin sembuh dari penyakit

Page 10: Ade Sutrimo p66-p80

60

dengan menjalani operasi, maka dari hal tersebut akan memicu timbulnya

kecemasan (Stuart, 2007). Hasil penelitian sesuai dengan penelitian

Kusmarjathi (2009) yang membuktikan kecemasan pre operasi dalam

kategori kecemasan sedang.

Penurunan skor kecemasan dalam penelitian ini sesuai dengan

pendapat Aizid (2011) teknik relaksasi karena dapat menurunkan

kecemasan, nyeri fisiologis, stress dan depresi. Diperkuat dengan penelitian

Muna (2012) dan Pratiwi (2012) yang membuktikan penurunan kecemasan

menggunakan teknik relaksasi. Penurunan rerata skor kecemasan pre operasi

SC masih dalam kategori kecemasan sedang. Hasil penelitian berbeda

dengan penelitian Baladewa (2010) yang mendapatkan hasil pada kategori

kecemasan ringan pada pasien pre operasi hernia. Penelitian juga

mempunyai perbedaan hasil dengan Sawitri & Sudaryanto (2006) yang

memaparkan hasil kecemasan pre operasi pada kategori kecemasan ringan.

Akan tetapi skor kecemasan responden ada yang meningkat yaitu

sebanyak 4 responden dan skor kecemasan tetap sebanyak 1 responden.

Pada proses penelitian faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan pasien

pre operasi SC tidak dikendalikan sepenuhnya, sehingga skor kecemasan

responden dapat saja menjadi tidak berubah bahkan meningkat. Hal ini

dapat dipengaruhi oleh kekhawatiran pasien pre operasi yang harus

menunggu jadwal operasi dari IBS. Waktu persiapan operasi yang lama

yaitu sekitar tiga sampai enam jam dapat menjadikan respon cemas pasien

muncul. Sebagian besar responden yang skor kecemasannya tidak

Page 11: Ade Sutrimo p66-p80

61

mengalami penurunan berada pada rentang usia muda yang menurut

pendapat Feist (2009) usia responden selaras dengan kematangan psikologi

individu berpengaruh terhadap kecemasannya. Mekanisme koping individu

dalam menghadapi tindakan operasi SC juga dapat memengaruhi kecemasan

responden, koping yang tidak baik ditunjukkan beberapa responden yang

merasa gelisah menghadapi operasi dan konsentrasinya menurun. Kondisi

fisik pasien yang tidak diobservasi secara mendalam dalam penelitian ini

dapat pula memengaruhi kecemasan pre operasi SC, kondisi fisik yang

terganggu menjadikan responden mudah mengalami kecemasan. Kondisi

fisik ini juga terkait proses sebelum tindakan operasi SC yang ditunggu

pelaksanaannya (Tomb, 2004).

Lingkungan responden yang baru yaitu dibangsal rumah sakit dapat

juga menjadikan kecemasan responden meningkat. Responden masuk

bangsal rumah sakit hanya sehari sebelum operasi, sehingga kemungkinan

akan adaptasi yang belum lama dapat mengakibatkan responden bertambah

cemas. Dukungan sosial responden juga mengambil peran terhadap

kecemasan. Akan tetapi beberapa responden ditunggui oleh suaminya, dari

observasi peneliti suaminya juga mengalami kecemasan.

Penelitian ini tidak mengintervensi sumber kecemasan pasien yang

berupa kecemasan terhadap operasi SC yang akan dilakukannya dan dapat

juga karena kekhawatiran bayi yang akan dilahirkannya sehingga respon

cemas dapat muncul jika responden memikirkan faktor kecemasan yang

dialaminya. Intervensi yang dapat menurunkan sumber kecemasan

Page 12: Ade Sutrimo p66-p80

62

diantaranya penyuluhan dengan metode konseling atau restrukturisasi

kognitif, hipnoterapi, neuro linguistik programmming (NLP), hipnoterapi,

maupun pendampingan pasien.

3. Pengaruh GIM terhadap kecemasan pre operasi SC di RSUD Banyumas

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh GIM terhadap kecemasan

pre operasi SC di RSUD Banyumas yang dibuktikan dengan hasil uji

statistik dan penurunan skor kecemasan. Hasil penelitian sesuai dengan

pendapat Snyder & Lindquist (2002) yang mengungkapkan bahwa melalui

relaksasi individu dapat mencapai keadaan tenang. Pada kondisi cemas,

stres dan depresi secara fisiologis tubuh akan mengalami respon yang

dinamakan fight or flight. Metabolisme tubuh meningkat sebagai persiapan

untuk pemakaian energi pada tindakan fisik. Kecepatan denyut jantung,

tekanan darah, frekuensi pernafasan meningkat, serta otot menjadi tegang.

Sebagian besar perubahan fisiologis tersebut akibat sistem saraf simpatis.

Aktifnya sistem saraf simpatis membuat individu tidak dapat santai dan

tenang. Melalui respon relaksasi terjadi perubahan fisiologis tubuh dengan

aktifnya sistem parasimpatis. Kebutuhan oksigen tubun menurun, sirkulasi

aliran darah lancar, neurotransmitter penenang dilepaskan dan berdampak

pada otot-otot tubuh yang rileks menimbulkan perasaan tenang dan nyaman.

Relaksasi bertujuan untuk memberikan perasaan nyaman, mengurangi

respon stres, khususnya stres ringan, memberikan ketenangan, dan

mengurangi ketegangan (Dwi, 2011). Efektifitas teknik relaksasi yang

umumnya dapat dirasakan oleh setiap individu adalah perubahan pada

Page 13: Ade Sutrimo p66-p80

63

respon fisiologis tubuh (Potter & Perry, 2005). Ide dasar dari teknik

relaksasi adalah untuk mempelajari cara mengalihkan pikiran sehingga

individu dapat menyingkirkan respon stres yang mengganggu pikiran

(Widyastuti, 2004). Efek positif yang diperoleh dari teknik relaksasi berupa

perbaikan fungsi dari sistem saraf yang secara otomatis menurunkan respon

stres (Kang et al, 2009).

Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa relaksasi dapat

digunakan untuk penurunan nyeri, penurunan tekanan darah dan kadar gula

darah yang meningkat serta mengembalikan kadar kortisol pada kisaran

normal. Kortisol merupakan hormon adrenal yang berpengaruh besar dalam

respon kecemasan (Murray, 2003). Sedangkan tekanan darah dan kadar gula

darah yang meningkat dalam tubuh serta nyeri merupakan beberapa

manifestasi klinis yang timbul saat terjadi respon stres (Purba, 2006).

Relaksasi mampunyai efek sensasi menenangkan anggota tubuh, ringan

dan merasa kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuh (Saunder, 2006).

Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi

mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek menenangkan

yang ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis

menjadi dominan sistem parasimpatis. Dalam keadaan ini, hipersekresi

katekolamin dan kortisol diturunkan dan meningkatkan hormon

parasimpatis serta neurotransmiter seperti DHEA, hormon pertumbuhan,

dan dopamine (Oberg, 2009). Regulasi sistem parasimpatis ini akhirnya

menimbulkan efek ketenangan. Saat mencapai kondisi rileks yang dalam

Page 14: Ade Sutrimo p66-p80

64

dan stabil, suatu konsep baru yang secara otomatis mempengaruhi

kehidupan dan tindakan sehari-hari akan mampu ditanamkan (Andriana,

2010).

Intervensi dengan teknik relaksasi GIM juga dapat mengubah secara

efektif ambang otak kita yang dalam keadaan stress menjadi secara

fisiologis lebih adaptif. Musik begitu mudah diterima organ pendengaran

kita dan melalui saraf pendengaran diterima dan diartikan di otak dan musik

dapat masuk langsung ke otak emosi kita atau sistem limbik. Musik dapat

pula beresonansi dan bersifat naluriah, sehingga efek terapi masuk otak

(Aizid, 2010).

Relaksasi membuat pikiran lebih terbuka dengan informasi baru yang

diberikan (Snyder & Lindquist, 2002). Hasil penelitian memiliki kesamaan

dengan penelitian Thomas & Sethares (2010) menunjukkan bahwa guided

imagery dapat menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi total joint

arthroplasty. Bauer (2011) juga membuktikan pengaruh kombinasi musik

dan nature sound untuk menurunkan kecemasan pasien bedah cardiac.

Bonde (2004) membuktikan GIM dengan metode Bonny secara signifikan

menurunkan kecemasan dan depresi pasien kanker.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti masih memiliki beberapa

keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel pengganggu dalam penelitian ini tidak dapat dikendalikan

sepenuhnya, sehingga masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi

Page 15: Ade Sutrimo p66-p80

65

tingkat kecemasan seperti konflik interpersonal, stresor psikososial,

riwayat kecemasan keluarga, tipe kepribadian, lingkungan, maturitas dan

respon koping. Penelitian juga tidak memperhatikan paritas dan

pengalaman operasi SC sebelumnya. Penelitian selanjutnya diharapkan

dapat lebih memperhatikan paritas dan pengalaman operasi SC responden.

2. Jumlah sampel dalam penelitian yang terbatas sehingga belum dapat

digunakan untuk generalisasi kecemasan pre operasi SC pada responden.

3. Peneliti menetapkan dan mengkategorikan kecemasan pre operasi SC

hanya melalui kuisioner yang butir pertanyaannya disesuaikan dengan

tinjauan pustaka dan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

4. Desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain pra

eksperimen yang hanya mengetahui pengaruh GIM dengan

membandingkan skor pre test dan post test kuisioner kecemasan pre

operasi SC.