46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepala madrasah adalah sebagai pengelola institusi atau pelembagaan pendidikan tentu saja mempunyai peran yang teramat penting karena ia sebagai desainer, pengorganisasian, pelaksana, pengelola tenaga kependidikan, pengawas, pengevaluasi program pendidikan dan pengajaran di lembaga yang dipimpinnya. Secara operasional kepala madrasah memiliki standar kompetensi untuk menyusun perencanaan strategis, mengelola tenaga kependidikan, mengelola kesiswaan, mengelola fasilitas, mengelola sistem informasi manajemen, mengelola regulasi atau peraturan pendidikan, mengelola mutu pendidikan, mengelola kelembagaan, mengelola kekompakan kerja (teamwork), dan mengambil keputusan. Selain kepala madrasah, guru pun juga mempunyai peran yang sangat penting, yaitu sebagai ujung tombak pelaksana proses kegiatan belajar mengajar. Di lapangan guru berperan sebagai transformator (orang yang memindahkan) ilmu pengetahuan, teknologi, menanamkan keimanan, ketaqwaan dan membiasakan peserta didik berakhlakul karimah serta mandiri. Sesuai dalam Undang- Undang RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan 1

Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru - PPs IAIN Tulungagung Jatim

  • Upload
    afif

  • View
    80

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepala madrasah adalah sebagai pengelola institusi atau pelembagaan

pendidikan tentu saja mempunyai peran yang teramat penting karena ia sebagai

desainer, pengorganisasian, pelaksana, pengelola tenaga kependidikan, pengawas,

pengevaluasi program pendidikan dan pengajaran di lembaga yang dipimpinnya.

Secara operasional kepala madrasah memiliki standar kompetensi untuk

menyusun perencanaan strategis, mengelola tenaga kependidikan, mengelola

kesiswaan, mengelola fasilitas, mengelola sistem informasi manajemen,

mengelola regulasi atau peraturan pendidikan, mengelola mutu pendidikan,

mengelola kelembagaan, mengelola kekompakan kerja (teamwork), dan

mengambil keputusan.

Selain kepala madrasah, guru pun juga mempunyai peran yang sangat

penting, yaitu sebagai ujung tombak pelaksana proses kegiatan belajar mengajar.

Di lapangan guru berperan sebagai transformator (orang yang memindahkan)

ilmu pengetahuan, teknologi, menanamkan keimanan, ketaqwaan dan

membiasakan peserta didik berakhlakul karimah serta mandiri. Sesuai dalam

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional

bahwa : Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Agar tercapai tujuan pendidikan seperti yang disebutkan diatas, tentu

diperlukan sistem kerjasama yang baik antara kepala madrasah dan guru untuk

meningkatkan kompetensi professional guru khusunya dan semua pihak yang

berkepentingan (stake holder) dengan pendidikan di madrasah.

Peran kepala madrasah yang efektif tentu akan mempengaruhi kinerja

guru, sehingga guru menjadi bersemangat dan profesional dalam menjalankan

tugasnya dan mampu menunjukkan prestasi kerja. Hal ini disebabkan guru merasa

1

Page 2: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

mendapat perhatian, rasa aman, dan pengakuan atas prestasi kinerjanya, yang pada

akhirnya membawa pekerjaannya dapat dilakukan secara baik dan hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan dan juga memuaskan (accountable and satisfied).

Dalam makalah ini akan membahas tentang Kepemimpinan Kepala

Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Professional Guru dari strateginya,

respon dan implementasi strategi itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian kepemimpinan?

2. Bagaimana gaya kepemimpinan dalam perspektif total quality

management?

3. Apa saja tugas kepemimpinan Kepala Madrasah?

4. Bagaimana pemahaman profesionalisme guru?

5. Bagaimana pengembangan profesionalisme guru?

6. Bagaimana ciri guru yang profesional?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian kepemimpinan.

2. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan dalam perspektif total quality

management.

3. Untuk mengetahui tugas kepemimpinan Kepala Madrasah.

4. Untuk mengetahui pemahaman profesionalisme guru.

5. Untuk mengetahui pengembangan profesionalisme guru.

6. Untuk mengetahui ciri guru yang profesional.

2

Page 3: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

BAB II

PEMBAHASAN

KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM

MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU

A. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan pada dasarnya berarti kemampuan untuk memimpin;

kemampuan untuk menentukan secara benar apa yang harus dikerjakan. Menurut

Gibson, kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, yang

dilakukan melalui hubungan interpersonal dan proses komunikasi untuk mencapai

tujuan1. Newstrom & Davis berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu

proses mengatur dan membantu orang lain agar bekerja dengan benar untuk

mencapai tujuan2.

Sedangkan Stogdill berpendapat bahwa kepemimpinan juga merupakan

proses mempengaruhi kegiatan kelompok, dengan maksud untuk mencapai tujuan

dan prestasi kerja.3 Oleh karena itu, kepemimpinan dapat dipandang dari pengaruh

interpersonal dengan memanfaatkan situasi dan pengarahan melalui suatu proses

komunikasi ke arah tercapainya tujuan khusus atau tujuan lainnya. Pernyataan ini

mengandung makna bahwa kepemimpinan terdiri dari dua hal yakni proses dan

properti. Proses dari kepemimpinan adalah penggunaan pengaruh secara tidak

memaksa, untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan dari para anggota

yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Properti dimaksudkan, bahwa

kepemimpinan memiliki sekelompok kualitas dan atau karakteristik dari atribut-

atribut yang dirasakan serta mampu mempengaruhi keberhasilan pegawai4.

Karol Kennedy sebagaimana dikutip oleh Mustopadijajamengemukakan

perbedaan keduanya secara ekstrim dengan menyatakan bahwa :

1 James L Gibson, , et . all., Organisasi Perilaku, Struktur, Proses, Alih bahasa : Djarkasih, (Jakarta : Erlangga, 1988), 334

2 Keith Davis, and John W. Newstrom. Human Behaviour at Work : Organizational Behaviour. (New York Mc. Graw-Hill Inc., 1985), 122

3 James L. Gibson, dkk,, 3424 Victor H. Vroom dan Jago, Arthur G. The New Leadership: Managing Participation in

Organizations. Englewood Cliffs, (New Jersey: Prentice Halls, 1988). 34

3

Page 4: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

“Leadership is about a sense of direction. The word lead comes from

Anglo-Saxon word, common to north European languages, which means a

road, a way, the path of a ship at sea. It’s knowing the next step is……

“Managing is a different image. It’s from the Latin manus, a hand. It’s

handling a sword, a ship, a horse. It tends to be closely linked with the

idea of machines. Managing had its origins in the 19th century with

engineers and accountants coming in to run entrepreneurial outfits. They

tended to think of them as systems”.5

Adair mendefinisikan kepemimpinan dalam tiga konsep “Task, Team, and

Individual” dalam lingkaran saling terkait, sehingga merupakan satu kesatuan

konsep ACL (Action-Centered Leadership); dan menyatakan “… leadership is

about teamwork, creating teams. Teams tend to have leaders, leaders tend to

create teams”6. Adair berkeyakinan bahwa working groups atau teams akan

memberikan tiga kontribusi pada pemenuhan kebutuhan bersama, berupa “the

need to accomplish a common task, the need to be maintained as acohesive social

unit or team, and the sum of the groups’s individual needs”; serta

mengidentifikasi enam fungsi kepemimpinan berikut :

1. Planning (seeking all available information; defining groups tasks

or goals; making a workable plan);

2. Initiating (briefing the group; allocating tasks; setting groups

standards);

3. Controlling (maintaining groups standard; ensuring progress

towards objectives; ‘prodding’ action sand decisions);

4. Supporting (expressing acceptance of individual contributions;

encouraging and disciplining; creating team spirit; relieving tension

with humour; reconciling disagreements);

5 Mustopadidjaja, Beberapa dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21, dalam aparaturnegara.bappenas.go.id/.../Pelayanan%20Publik/Dimensi%20&%20Dinamika%20KEPIM%20ABAD%2021.pdf, diakses 22 April 2008.

6 Ibid.

4

Page 5: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

5. Informing (clarifying task and plan; keeping group informed;

receiving information from the group; summarizing ideas and

suggestions); dan

6. Evaluating (checking feasibility of ideas; testing consequencies;

evaluating group perfomance; helping group to evaluate itself).7

Dalam pada itu Zwell mengidentifikasi sekurangnya 15 fungsi yang secara

umum dilakukan oleh pemimpin, yaitu :

…modeling the corporate culture, developing the corporate philosophy,

establishing and maintaining atandards, understanding the business, determining

strategic direction, managing change, being agood follower : aligning with

superior, inspiring and motivating, establishing elignment, establishing focus,

holding ultimate responsibility, dealing with authority issues, determining

successors, managing ambiguity, and optimizing orgaizational structure and

process.8

Dibalik fungsi-fungsi tersebut terdapat tugas dan peran kepemimpinan.

Dalam hubungan itu, pada tahun 1990 John P. Kotter pada satu pihak

mengidentifikasi tiga tugas prinsipil kepemimpinan, yaitu :

1. Establishing direction, developing a vision and strategies for the future of

the business;

2. Aligning people - getting others to ‘understand, accept and line up in the

chosen direction’, dan

3. Motivating and inspiring people by appealing to very basic but often

untapped human needs, value and emotions.9

Pada lain pihak, ia pun mendefinisikan empat peran manajemen berikut;

1. Planning and budgeting, setting short-to medium-term targets;

2. Establishing steps to reach them and allocating resources;

7 Ibid.8 Michael Zwell, Creating a Culture of Competency, (New York, Wiley, 2000), 2989 John P. Kotter, Leading Change. (Boston, MA: Harvard Business School Press 1996),

76

5

Page 6: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

3. Organizing and staffing, establishing an organizational structure to

accomplish the plan, staffing the jobs; communicating the plan, delegating

responsibility and establishing systems to monitor implementatio;

4. Controlling and problem solving, monitoring results, identifying problems

and organizing to solve them.10

B. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu

perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut

kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk

suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini

sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom. Keduanya

menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang

dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya

kepemimpinan.11

Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat

diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini.

1. Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are

born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat).

Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa

seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan

dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun

seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin,

sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai

takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas

atau determinitis.

2. Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu

sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran

teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu

dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan

10 Ibid…, 12411 Keith Davis, and John W. Newstrom, 267

6

Page 7: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang

mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan

pendidikan dan pengalaman yang cukup.

3. Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya

mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut

timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada

intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin

yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut

kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman

yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini

menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat

dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun

demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk

dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan

timbulnya sosok pemimpin yang baik.

Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya

kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blancharddalam Sutarto12 berpendapat bahwa

gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen,

yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan

tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard

mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari

pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai

: k = f (p, b, s).

Kepemimpinan sama dengan gabungan dari fungsi (f) pimpinan (p),

bawahan (b) dan situasi(s). Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah

seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan

unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi atau

lembaga. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai

kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang

12 Sutarto, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi ( Yogyakarta., Gadjah Mada University Press, 1991), 65

7

Page 8: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan

bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari

suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah

atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu

organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses

tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab

itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat

mungkin. Dengan bawahan yang tepat maka team kerja dapat bekerja secara

maksimal. Sedangkan bila tidak dapat memiliki bawahan yang dapat diandalkan,

pada akhirnya beban akan kembali ke pimpinan.

Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan

yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu

mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam

rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan

pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada

saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian,

ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan,

bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan

akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan. Hubungan antara ketiganya

yang saling mendukung merupakan sinergi yang akan meningkatkan tingkat

keberhasilan kepempimpinan mereka.

Dalam prakteknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang

beberapa gaya kepemimpinan; di antaranya adalah: Gaya Otokratis, Gaya

Demokratis, Gaya Laissez Faire (Pendelegasian wewenang terjadi secara

ekstentif) yang ketiganya telah dibahas dalam makalah “Tipologi kepemimpinan

kependidikan Islam” dan dalam makalah sebelum dan sesudahnya.

C. Kepemimpinan Kepala madrasah

Di antara pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan

tingkatannya, kepala madrasah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat

penting karena kepala madrasah berhubungan langsung dengan pelaksanaan

program pendidikan di sekolah. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat

8

Page 9: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala madrasah sebagai salah satu

pemimpin pendidikan. Hal ini karena kepala madrasah merupakan seorang pejabat

yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber

organisasi dan bekerjasama dengan guru- guru dalam mendidik siswa untuk

mencapai tujuan pendidikan.

Kegiatan lembaga pendidikan sekolah di samping diatur oleh pemerintah,

sesungguhnya sebagian besar ditentukan oleh aktivitas kepala madrasahnya.

Menurut Pidarta, kepala madrasah merupakan kunci kesuksesan sekolah dalam

mengadakan perubahan13. Sehingga kegiatan meningkatkan dan memperbaiki

program dan proses pembelajaran di sekolah sebagian besar terletak pada diri

kepala madrasah itu sendiri. Pidarta menyatakan bahwa kepala madrasah memiliki

peran dan tanggungjawab sebagai manajer pendidikan, pemimpin pendidikan,

supervisor pendidikan dan administrator pendidikan.14

a. Manajer Sekolah

Kepala madrasah sebagai manajer di sekolah. Tugas manajer pendidikan

adalah merencanakan sesuatu atau mencari strategi yang terbaik,

mengorganisasi dan mengkoordinasi sumber-sumber pendidikan yang masih

berserakan agar menyatu dalam melaksanakan pendidikan, dan mengadakan

kontrol terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kepala madrasah memiliki

kewenangan dalam mengambil keputusan, karena atas perannya sebagai

manajer di sekolah dituntut untuk mampu : (1) mengadakan prediksi masa

depan sekolah, misalnya tentang kualitas yang diinginkan masyarakat, (2)

melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang

kreatif untuk kemajuan sekolah, (3) menciptakan strategi atau kebijakan untuk

mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, (4) menyusun

perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, (5)

menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas

pendidikan, (6) melaku kan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan

pendidikan dan hasilnya.

13 Made Pidarta. Cara belajar di Universiti Negara Maju: Suatu studi kasus. (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 75

14 Made Pidarta, Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Bandung : Rineka, 1997), 68

9

Page 10: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

b. Pemimpin Sekolah

Menurut Lipoto peranan kepemimpinan kepala madrasah adalah sebagai:

(1) figurehead (symbol); (2) leader (memimpin; (3) liason (antara); (4)

monitor memonitor; (5) disseminator (menyebarkan) informasi; (6)

spokesmen (juru bicara); (7) entrepreneur ( wiraswasta); (8) Disturbance

handler ( menangani gangguan); (9) Resource allocator (pengumpul dana);

(10) negotiator ( perunding)15.Lebih lanjut Lipoto mengatakan bahwa sebagai

pemimpin, maka kepala madrasah harus mampu menggerakkan orang lain

agar secara sadar dan sukarela melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai

dengan apa yang diharapkan pimpinan dalam mencapai tujuan.

Kepemimpinan kepala madrasah terutama ditujukan kepada para guru karena

merekalah yang terlibat secara langsung dalam proses pendidikan. Namun

demikian, kepemimpinan kepala madrasah juga ditujukan kepada para tenaga

kependidikan lainnya serta siswa.

Hal senada dikatakan Wahjosumidjo peran kepala madrasah sebagai

pemimpin sekolah memiliki tanggung jawab menggerakkan seluruh

sumberdaya yang ada di sekolah sehingga melahirkan etos kerja dan

produktivitas yang tinggi dalam mencapai tujuan. Hick, dalam Wahjosumido,

berpendapat bahwa untuk dapat menjadi pemimpin sekolah yang baik, kepala

madrasah harus : (1) adil, (2) mampu memberikan sugesti (suggesting), (3)

mendukung tercapainya tujuan (supplying objectives), (4) mampu sebagai

katalisator, (5) menciptakan rasa aman (providing security), (6) dapat menjadi

wakil organisasi (representing), (7) mampu menjadi sumber inspirasi

(inspiring), (8) bersedia menghargai (prising).16

Dalam pelaksanaannya, keberhasilan kepemimpinan kepala madrasah,

sangat dipengaruhi hal-hal sebagai berikut: (1) Kepribadian yang kuat; kepala

madrasah harus mengembangkan pribadi agar percaya diri, berani,

bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan sosial. (2) Memahami tujuan

pendidikan dengan baik; pemahaman yang baik merupakan bekal utama

kepala madrasah agar dapat menjelaskan kepada guru, staf dan pihak lain serta

15 Lipoto, Kepemimpinan Kepala madrasah, (Bandung : Tarsito, 1998),. 816 Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, (Jakarta :Ghalia Indonesia,. 1987), 98

10

Page 11: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya. (3) Pengetahuan yang

luas; kepala madrasah harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas

tentang bidang tugasnya maupun bidang yang lain yang terkait. (4)

Keterampilan professional yang terkait dengan tugasnya sebagai kepala

madrasah, yaitu: (a) keterampilan teknis, misalnya: teknis menyusun jadwal

pelajaran, memimpin rapat. (b) keterampilan hubungan kemanusiaan,

misalnya : bekerjasama dengan orang lain, memotivasi, guru dan staf (c)

Keterampilan konseptual, misalnya mengembangkan konsep pengembangan

sekolah, memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari

pemecahannya.17

Dalam masalah ini Wahjosumidjo berpendapat, bagi kepala madrasah

yang ingin berhasil menggerakkan para guru/staf dan para siswa agar

berperilaku dalam mencapai tujuan sekolah adalah: (1) menghindarkan diri

dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa atau bertindak keras terhadap

guru, staf dan para siswa; (2) harus mampu melakukan perbuatan yang

melahirkan kemauan untuk bekerja dengan penuh semangat dan percaya diri

terhadap para guru, staf dan siswa, dengan cara meyakinkan dan membujuk.18

Meyakinkan (persuade) dilakukan dengan berusaha agar para guru, staf dan

siswa percaya bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Sedangkan membujuk

(induce) adalah berusaha meyakinkan para guru, staf dan siswa bahwa apa

yang dilakukan adalah benar. Pemimpin yang efektif selalu memanfaatkan

kerjasama dengan para bawahan untuk mencapai cita-cita organisasi

Disamping itu menurut Mulyasa, kepala madrasah yang efektif adalah

kepala madrasah yang; (1) mampu memberdayakan guru-guru untuk

melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif; (2)

dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan; (3) mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat

sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan

tujuan sekolah dan pendidikan; (4) berhasil menerapkan prinsip

kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain

17 Departemen Pendidikan Nasional, Panduan KTSP, (Jakarta : Depdiknas, 2006),34518 Wahjosumidjo, 129

11

Page 12: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

di sekolah; (5) bekerja dengan tim manajemen; (6) berhasil mewujudkan

tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan.19

c. Administrator Sekolah

Kepala madrasah sebagai administrator dalam lembaga pendidikan

mempunyai tugas-tugas antara lain : melakukan perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan terhadap

bidang-bidang seperti ; kurikulum, kesiswaan, kantor, kepegawaian,

perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Jadi kepala madrasah harus

mampu melakukan; (1) pengelolaan pengajaran; (2) pengelolaan kepegawaian;

(3) pengelolaan kesiswaan; (4) pengelolaan sarana dan prasarana; (5)

pengelolaan keuangan dan; (6) pengelolaan hubungan sekolah dan

masyarakat.

d. Supervisor Sekolah

Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu

pertumbuhan agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan

profesinya.

Menurut Sahertian, supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru

baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki

pengajaran dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk

mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas.20

Supervisi merupakan pengembangan dan perbaikan situasi belajar

mengajar yang pada akhirnya perkembangan siswa. Itu perbaikan situasi

belajar mengajar bertujuan untuk : (1) menciptakan, memperbaiki, dan

memelihara organisasi kelas agar siswa dapat mengembangkan minat, bakat,

dan kemampuan secara optimal, (2) menyeleksi fasilitas belajar yang tepat

dengan problem dan situasi kelas, (3) mengkoordinasikan kemauan siswa

mencapai tujuan pendidikan, (4) meningkatkan moral siswa.

19 Mulyasa, .. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. (Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. 2004), 65

20 Piet A.. Sahertian, Konsep dasar dan teknik supervisi pendidikan dalam rangka membangun sumberdaya manusia, (Jakarta: Rineka Cipta : 2000), 127

12

Page 13: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

Lebih lanjut Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa supervisi ialah

suatu aktivitas pembinaan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

sekolah maupun guru, oleh karena itu program supervisi harus dilakukan oleh

supervisor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mengadakan

hubungan antar individu dan ketrampilan teknis21.

Supervisor di dalam tugasnya bukan saja mengandalkan pengalaman

sebagai modal utama, tetapi harus diikuti atau diimbangi dengan jenjang

pendidikan formal yang memadai. Beberapa paparan di atas dapat

disimpulkan bahwa kepala madrasah merupakan penyelenggara pendidikan

yang juga, yaitu : (1) menjadi manajer lembaga pendidikan, (2) menjadi

pemimpin, (3) sebagai penggerak lembaga pendidikan, (4) sebagai supervisor

atau pengawas, (5) sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif.

Sesuai dengan peran dan tugas-tugas di atas, kepala madrasah sebagai

manajer sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang

efektif. Menurut Mantja, keefektifan manajemen pendidikan ditentukan oleh

profesionalisme manajer pendidikan22. Adapun sebagai manajer terdepan

kepala madrasah merupakan figur kunci dalam mendorong perkembangan dan

kemajuan sekolah. Kepala madrasah tidak hanya meningkatkan tanggung

jawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan

keputusan personil, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan

akuntabilitas keberhasilan siswa dan programnya. Kepala madrasah harus

pandai memimpin kelompok dan mampu melakukan pendelegasian tugas dan

wewenang. Tidak semua pekerjaan harus dikerjakan sendiri oleh kepala

madrasah, tetapi ia dapat memberikan sebagian wewenangnya kepada

bawahannya yang layak diberi tugas tertentu.

Menurut Wohlstetter dan Mohrman23 peran kepala madrasah dalam MBS

adalah sebagai designer, motivator, fasilitator, dan liaison. Sebagai designer

kepala madrasah harus membuat rencana dengan memberikan kesempatan

untuk terciptanya diskusi-diskusi menyangkut isu-isu dan permasalahan di 21 Ngalim Purwanto, Supervisi Pendidikan. (Bandung. Remaja Rosda Karya. 1997), 3422 Willem Mantja, Manajemen Pendidikan dalam Era Reformasi (Malang : Universitas

Negeri Malang, 2002), 8723 Wohlstetter, P., & Mohrman, S. A.. School-based management: Strategies for success

[Online]. http://www.ed.gov/pubs/CPRE/fb2sbm.html akses tgl. 28 September 2007

13

Page 14: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

seputar sekolah dengan tim pengambil keputusan sekolah. Tentu saja dalam

hal ini harus melibatkan berbagai komponen terkait secara demokratis.

D. Memahami Profesionalisme dan Guru

Profesional adalah : 1) bersangkutan dengan profesi; 2) memerlukan

kepandaian khusus untuk menjalankanya24; 4) pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang

memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu

atau suatu norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.25

Guru adalah : 1) orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,

profesinya) mengajar26; 2) pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah27, Maksudnya adalah kemampuan guru untuk

mengaktualisasikan tugasnya dalam proses dan hasil kerjanya sesuai dengan

profesinya sebagai pendidik.

1. Makna Profesional

Ornstein/Levine (1985) menegaskan bahwa “An occupation involving

relatively long and specialized preparation on the level of higher education

and governed by its own code of ethics“. Artinya bahwa profesi bukanlah

hanya sekedar pekerjaan saja, melainkan suatu pekerjaan yang relatif

memerlukan persiapan lama dan spesifik berdasarkan tingkat pendidikan

tinggi dan dikendalikan oleh kode etiknya sendiri.

2. Kriteria sebuah profesional

Berdasarkan Robin Ann Martin (2004) bahwa profesi dapat

dikarakteristikkan sebagai berikut:

a. Memberikan suatu layanan sosial yang unik, tertentu, dan esensial.

b. Penekanannya pada teknik-teknik intelektual dalam menunjukkan

layanannya.

24 Surayin, 2003:45725 UU sistem Pen. Nasional. Guru dan Dosen, 2007:8526 Surayin, 2003:15527 UU Sistem Pen. Nas Guru dan Dosen, 2007:85

14

Page 15: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

c. Membutuhkan waktu yang lama untuk latihan keahliannya.

d. Rentangan otonominya luas baik sebagai praktisi secara individual,

maupun kolektif.

e. Diterima oleh para praktisi akan tanggung jawab personalnya secara

meluas akan penilaian yang dibuat dan tindakan yang ditunjukkan.

f. Penekanan organisasional pada layanan yang diberikan, daripada

pemerolehan ekonomik.

g. Memiliki oragnisasi profesional yang mandiri.

h. Adanya kode etik.

Di samping kriteria tersebut, Ornstein/Levine (1985) mencoba membuat

sebanyak 14 karakteristik yang dapat dimilik oleh sebuah pekerjaan yang

profesional, di antaranya:

a. Rasa melayani masyarakat: suatu komitmen sepanjang waktu terhadap

karir.

b. Pengetahuan dan keterampilannya di atas kemampuan orang pada

umumnya..

c. Aplikasi riset dan teori terhadap praktek (berkenaan dengan problem

kemanusiaan).

d. Membutuhkan waktu yang panjang untuk latihan spesialisasi.

e. Adanya kontrol terhadap strandar lisensi dan persyaratan masuk.

f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang bidang ketja pilihan.

g. Suatu penerimaan tanggung jawab terhadap penilaian yang dibuat dan

tindakan yang dipertunjukkan berkaitan layanan yang diberikan:

seperangkat standar penampilan.

h. Komitmen terhadap kerja dank lien: penekanan pada layanan yang

diberikan.

i. Penggunaan administrator untuk menfasilitasi kerja profesional: kebebasan

yang relatif dari adanya supoervisi.

j. Suatu organisasi yang mandiri terdiri atas anggota-anggota profesi.

15

Page 16: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

k. Asosiasi profesional dan kelompok elit yang memberikan penghargaan

akan prestasi individual.

l. Adanya kode etik yang membantu untuk mengklarifikasi masalah-masalah

atau hal-hal yang meragukan berkaitan dengan layanan yang diberikan.

m. Tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap para praktisi secara

individual.

n. Prestise dan penghargaan ekonomik yang tinggi.

E. Mengajar sebagai Profesional

Guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan. Oleh karenanya,

peranan guru dalam sebuah proses pendidikan sangat sentral. Guru yang

profesional dengan kinerja maksimal, totalitas dedikasi, dan loyalitas pengabdian

dapat dijadikan sebagai tumpuan untuk mengubah wajah pendidikan menjadi

lebih cerah di masa mendatang. Latar belakang peneliti melakukan penelitian ini

karena melihat fenomena kualitas pendidikan di Indonesia yang kurang bermutu.

Karenanya, peran guru sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan sumber

daya manusia di bidang pendidikan.28

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat serta hampir

mewarnai seluruh aspek kehidupan manusia. Untuk mengimbangi perkembangan

IPTEK tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu

cara untuk mencapai kualitas pendidikan tersebut adalah melalui peningkatan

kemampuan guru, sebab guru memiliki peran utama dalam menentukan

keberhasilan pengajaran yang dilaksanakannya. Guru harus memikirkan dan

membuat secara seksama dalam meningkatakan kesempatan belajar bagi siswanya

dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Kehadiran guru dalam proses belajar

mengajar belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun

computer yang paling modern sekalipun. Oleh karena itu, guru harus selalu

meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya sehingga keprofesionalan

mengajar akan tampak dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan permasalahan

28 Husnul Khotimah, Skripsi: Implementasi Kompetensi Profesional: Upaya Dalam Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru (Studi di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1), dalam http://student-research.umm.ac.id/index.php/department_of_tarbiyah/article/view/7753, diakses 13 November 2011.

16

Page 17: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

di atas, maka permasalahan yang perlu dikaji adalah bagaimana profesionalitas

guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Faktor-faktor apa yang

mempengaruhi peningkatan profesionalitas guru agama. Bagaimana kepala

madrasah meningkatkan profesionalitas guru agama dan bagaimana juga upaya

guru agama dalam meningkatkan keprofesionalannya.29

Menyadari akan kompleksitas karakteristik suatu pekerjaan yang

profesional, maka guru memiliki posisi yang relatif. Mengajar dapat juga disebut

sebagai semiprofesional, karena pelatihan (guru) itu lebih pendek, statusnya

kurang legitimate (rendah atau menengah), haknya untuk berkomunikasi kurang

ditegakkan, kurang membutuhkan pengetahuan yang spesifik, dan mereka kurang

memiliki otonomi dari perlakuan supervisi atau kontrol masyarakat, bila

dibandingkan dengan preofesi lain. Robert Howsam menyatakan bahwa mengajar

seharusnya dipandang sebagai suatu profesi yang muncul (emerging profession),

dan kemudian statusnya lebih tinggi daripada semiprofesional, mendekati dengan

status profesi penuh. Dalam kaitannya dengan ini, profesi yang muncul dan penuh

dikenal di dalam persidangan sebagai kompeten dalam memberikan persaksian

ahli.

Bertitik tolak dari ini, maka mengajar kini belum dipandang sebuah pekerjaan

profesional secara penuh. Dengan kata lain bahwa mungkin tidak satupun profesi

yang dapat memenuhi secara penuh karakteristik seseorang itu profesional, tanpa

terkecuali profesi mengajar. Setelah dilakukan pengkajian, ternyata guru setidak-

tidaknya memenuhi sebagian karakteristik mengajar, di antaranya ada empat

karakteristik yang sangat penting, yaitu: (1) mengajar didasarkan atas penguasaan

pengetahuan dan keterampilan di atas kemampuan orang pada umumnya, (2)

adanya kontrol terhadap standar lisensi atau persyaratan masuk, (3) otonom dan

membuat keputusam tentang bidang-bidang kerja terpilih, dan (4) prestasi dan

penghargaan ekonomik yang tinggi. Walaupun tidak ada satupun profesi yang

memenuhi semua karakteristik sebuah profesi, namun guru tetap masih berada

jauh di bawah profesi medis dan hukum.

F. Pengembangan Profesionalisme Guru

29 Lihat: http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/abstract/03310155.pdf , diakses 18 Juni 2011.

17

Page 18: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

Peningkatan kualitas guru madrasah harus terus ditingkatkan, karena sampai

saat ini lulusan madrasah belum kompetitif karena tidak mungkin siswa mencapai

kompetensi tinggi jika guru yang mendidiknya tak memiliki kompetensi yang

sesuai.

Dikatakan peningkatan kualitas guru madrasah dilakukan untuk

meningkatnya kualifikasi guru, kompetensi guru, kinerja guru, kesejahteraan guru,

prestasi peserta didik serta kualitas pendidikan madrasah.30

Guru disebut profesional jika didalam dirinya melekat intelektualitas yang

mencakup kemampuan berpikir kritis, analistis, kreatif, inovatif, objektif, rasional

dan reflektif; kepribadian yang mencakup berpenampilan menarik, berwibawa

serta sehat fisik dan cerdas emosional; miliki komitmen artinya benar-benar

terpanggil untuk menjadi guru, memiliki rasa kecintaan terhadap anak dan rasa

kebanggaan terhadap profesi guru serta memiliki moralitas artinya menjunjung

tinggi norma, etika dan moral.

Untuk dapat mencapai profesionalisme guru, maka upaya yang dapat

dilakukan adalah:

a. Pengembangan Standar Profesional (Kompetensi profesional, personal,

dan sosial).

b. Pengujian kompetensi (baik guru-guru baru maupun lama).

c. Menekankan kualitas guru daripada kuantitas, walaupun dalam batas

tertentu, kuantitas guru itu diperlukan.

d. Evaluasi guru secara periodik.

e. Pengembangan profesional (inservice training)

f. Penegakan kode etik.31

G. Ciri Guru Madrasah Profesional

30 Siwalimanews, Kualitas Guru Madrasah harus ditingkatkan, dalam http://www.siwalimanews.com/show.php?mode=artikel&id=2070, diakses 13 November 2011.

31 Rochmat Wahab, Profesionalisme Guru Madrasah, dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/rochmat-wahab-mpd-ma-dr-prof/profesionalisme-guru-madrasah-mts.pdf , diakses 13 November 2011.

18

Page 19: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

Untuk mendukung pencapaian kompetensi di tingkat madrasah, diperlukan

dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pendidikan di

madrasah, baik pengelola madrasah, orang tua siswa, tokoh masyarakat, siswa dan

terutama guru. Dalam hal ini guru menjadi penentu dalam mencapai keberhasilan

pembelajaran, sebab ia dituntut untuk melakukan kreasi agar tercipta suasana

belajar yang efektif. Untuk itu, diperlukan tenaga guru yang profesional dan

mempunyai komitmen tinggi dalam bidang pendidikan di madrasah. Dengan kata

lain, dibutuhkan guru yang profesional, dengan ciri-ciri sebagai berikut32:

1. Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk

dilaksanakan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum mengajar guru

harus sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin baik persiapan fisik, mental,

maupun materi tentang mata pelajaran yang diampu. Persiapan fisik berupa

penampilan jasmani balk berupa pakaian, kerapian dan kebugaran jasmani.

Persiapan mental mencakup sikap batin guru untuk mempunyai komitmen dan

mencintai profesi pendidik untuk membantu siswa mencapai taraf kedewasaan

dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Sedangkan kesiapan materi

meliputi penguasaan bahan siswaan yang akan disampaikan kepada siswa.

Penguasaan ini tercermin dari pemahaman yang utuh tentang materi pokok

yang ada dalam kurikulum dan diperkaya dengan wawasan keilmuan

mutakhir. Dengan demikian. guru diharapkan tidak sekedar menyampaikan

materi pokok yang tertuang dalam kurikulum baku, namun harus

dikembangkan dan diperkaya dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang

menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan dan guru berfungsi

untuk “melayani” dan berperan sebagai mitra siswa supaya peristiwa belajar

bermakna berlangsung pada semua individu. Dalam Islam siswa disebut

dengan terma “thalib” yang artinya orang yang aktif mencari ilmu

pengetahuan. Untuk itu, guru perlu mengkondisikan kegiatan pembelajaran

yang memungkinkan siswa aktif mencari dan mengembangkan ilmu

pengetahuan. Hal ini dapat terjadi jika ditunjang oleh penerapan strategi

32 Tim Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi : Kegiatan Pembelajaran Qur’an Hadits Madrasah Aliyah, (Jakarta : Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 2003), 14-16

19

Page 20: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

belajar yang mendorong siswa terlibat secara fisik dan psikis tentang proses

pembelajaran.

3. Bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif. Guru

diharapkan mengembangkan dan mengelaborasi sendiri materi pokok yang

ditetapkan dalam kurikulum. Untuk itu, sikap kritis harus dimiliki oleh guru

yang tercermin antara lain dari praktek pembelajaran yang mengaitkan dengan

problem realitas yang ada di sekitarnya. Selain itu, guru juga diharapkan

berani memberikan masukan tentang praktek pendidikan di sekitarnya,

terutama di lingkungan sekolahnya, yang tidak mencerminkan praktek

pendidikan, misalnya praktek pendidikan yang tidak membuat siswa aktif dan

kreatif malah mengekang siswa melalui stratagi pembelajaran yang diterapkan

para guru lain.

4. Berkehendak mengubah pola tindakan dalam menetapkan peran siswa,

peran guru dan gaya mengajar. Peran siswa digeser dari peran sebagai

“konsumen” gagasan, seperti menyalin, mendengar, menghafal, ke peran

sebagai “produsen” gagasan, seperti bertanya, meneliti dan mengarang. Peran

guru harus berada pada fungsi sebagai fasilitator (pemberi kemudahan

peristiwa belajar) dan bukan pada fungsi sebagai penghambat peristiwa

belajar. Gaya mengajar lebih difokuskan pada model pemberdayaan dan

pengkondisian daripada model latihan (drill) dan pemaksaan (indoktrinasi).

Hal ini akan terwujud jika guru mempunyai pemahaman atau kesadaran

tentang hakikat pendidikan, yakni sebagai proses memanusiakan manusia

(siswa) dengan cara mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Untuk itu,

kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru harus selalu mempertimbangkan

kondisi siswa, bukan memaksakan kehendak atau persepsi guru yang kadang

tidak sesuai dengan kecenderungan siswa.

5. Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua dan masyarakat agar dapat

berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif

yang cenderung sulit diterima oleh orang awam dengan menggunakan

argumentasi yang logis dan kritis. Dalam sistem Kurikulum Timgkat Satuan

Pendidikan yang sbenarnya merupakan penjabaran/pengembangan dari

kurikulum sebelumnya yang berbasis kompetensi, keberpihakan pada

20

Page 21: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

kepentingan siswa perlu ditekankan dalam kegiatan pembelajaran, dalam

pengertian bahwa semua aktifitas pembelajaran pada dasarnya diperuntukkan

untuk kemanfaatan dan kebermaknaan siswa. Untuk itu, guru dituntut aktif

dan kreatif mengembangkan dan menciptakan kegiatan pembelajaran yang

memungkinkan siswa aktif. Kegiatan pembelajaran ini tidak hanya dipahami

sebatas yang berlangsung dl dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Sebagai

contoh, kegiatan pembelajaran untuk mata pelajaran qur’an hadits tidak akan

berjalan secara maksimal ketika hanya berlangsung di ruang kelas, namun

harus dikondisikan juga di luar kelas, sebab qur’an hadits bukan menekankan

aspek kognitif yang cukup diberikan di kelas, namun harus dipraktekkan.

Karena itu, upaya menjalin sinergi perlu diciptakan oleh guru sehingga ada

keterpaduan antara yang disampaikan di kelas dengan yang dipraktekkan

siswa di luar kelas, terutama di keluarga dan masyarakat.

6. Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan

seperti pembuatan alat bantu belajar, analisis materi pembelajaran,

penyusunan alat penilaian yang beragam, perancangan beragam organisasi

kelas dan perancangan kebutuhan kegiatan pembelajaran lainnya. Untuk

mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar, guru perlu memanfaatkan sumber

belajar yang ada di sekitar sekolah, baik sumber belajar yang dirancang

khusus untuk tujuan pembelajaran maupun sumber belajar yang sudah tersedia

secara alami yang tinggal dimanfaatkan oleh guru33

H. Analisis Pemakalah

1. Cara Bagaimana Meningkatkan Mutu Pendidikan

Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak

sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang

faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di

lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri

sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai.

33 Zainal Muttaqien, 6 Ciri Guru Madrasah Profesional dalam https://izaskia.wordpress.com/2010/04/18/6-ciri-guru-madrasah-profesional, diakses 13 November 2011.

21

Page 22: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang

berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia

Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi

dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi, kondisi, latar

budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan negara-negara

yang diteladani. Malahan, konsep yang di impor itu terkesan dijadikan sebagai

“proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan.

Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak

dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan

mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum

dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan

Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek

Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung

(DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS), Bantuan Khusus Murid (BKM)

dan bahkan baru-baru ini proyek sertifikasi guru. Dengan memperhatikan

sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak

menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya

meningkatkan mutu pendidikan.

Upaya pemerintah yang begitu mahal belum menunjukkan hasil

menggembirakan. Ada yang berpendapat mungkin manajemennya yang kurang

tepat dan ada pula yang mengatakan bahwa pemerintah kurang konsisten dengan

upaya yang dijalankan. Karena itu, kembali pada apa yang kita sebut sebagai

kekayaan lokal, bahwa tidak sepenuhnya apa yang dapat dipraktikkan dengan baik

di luar negeri bisa seratus persen juga berhasil di Indonesia, semua itu

membutuhkan tahapan, namun dengan kerangka yang jelas dan tidak dibebani

oleh proyek yang demi kepentingan sesaat atau golongan. Hal-hal berikut adalah

elemen dasar bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

2. Insan Pendidikan Patut Mendapatkan Penghargaan Karena itu

Berikanlah Penghargaan

22

Page 23: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

“Manajemen Sumber Daya Manusia” mengatakan, penghargaan diberikan

untuk menarik dan mempertahankan SDM karena diperlukan untuk

mencapai saran-saran organisasi. Staf (guru) akan termotivasi jika

diberikan penghargaan ekstrinsik (gaji, tunjangan, bonus dan komisi)

maupun penghargaan instrinsik (pujian, tantangan, pengakuan, tanggung

jawab, kesempatan dan pengembangan karir). Mc. Keena & Beech (1995 :

161).

Manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang memiliki lima tingkatan

(hierarchy of needs) yakni, mulai dari kebutuhan fisiologis (pangan,

sandang dan papan), kebutuhan rasa aman ( terhindar dari rasa takut akan

gangguan keamanan), kebutuhan sosial (bermasyarakat), kebutuhan yang

mencerminkan harga diri, dan kebutuhan mengaktualisasikan diri di

tengah masyarakat. (Abraham H. Maslow).

Pendidik dan pengajar sebagai manusia yang diharapkan sebagai ujung

tombak meningkatkan mutu berhasrat mengangkat harkat dan martabatnya.

Jasanya yang besar dalam dunia pendidikan pantas untuk mendapatkan

penghargaan intrinsik dan ekstrinsik agar tidak termarjinalkan dalam kehidupan

masyarakat.

3. Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik

Kurikulum dan panduan manajemen sekolah sebaik apapun tidak akan

berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap

profesinalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri,

legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan

bijaksana.

Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan

pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan

pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran,

kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta

tekhnologi informasi dan komunikasi. Sebagian besar tentang indikator itu

sudah diperoleh di LPTK antara lain IKIP, FKIP, dan STKIP non-refreshing.

Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita

masih rendah. Faktor-faktor internal seperti penghasilan guru yang belum

23

Page 24: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

mampu memenuhi kebutuhan fisiologis dan profesi masih dianggap sebagai

faktor determinan. Akibatnya, upaya untuk menambah pengetahuan dan

wawasan menjadi terhambat karena ketidak mampuan guru secara finansial

dalam pengembangan SDM melalui peningkatan jenjang pendidikan. Hal itu

juga telah disadari pemerintah sehingga program pelatihan mutlak diperlukan

karena terbatasnya anggaran untuk meningkatkan pendidikan guru. Program

pelatihan ini dimaksudkan untuk menghasilkan guru sebagai tenaga yang

terampil (skill labour) atau dengan istilah lain guru yang memiliki kompetensi.

UU Sisdiknas No. 20/2003 Pasal 42 ayat (1) menyebutkan “Pendidik

harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang

kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan

untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Uraian pasal 42 itu cukup

jelas bahwa untuk menjadi guru sebagai tahapan awal harus memenuhi

persyaratan kualifikasi minimal (latar belakang pendidikan keguruan/umum

dan memiliki akta mengajar). Setelah guru memenuhi persyaratan kualifikasi,

maka guru akan dan sedang berada pada tahapan kompetensi. Namun,

fenomena menunjukkan bahwa pendidik di sekolah masih banyak yang tidak

memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan

pekerjaan guru sangat mudah untuk dimasuki oleh siapa saja.

4. Sebisa Mungkin Kurangi dan Berantas Korupsi

Menurut laporan BPK tahun 2003 lalu, Depdiknas merupakan lembaga

pemerintah terkorup kedua setelah Departemen Agama. Kemudian Laporan

ICW (Indonesia Corruption Watch) menyebutkan bahwa korupsi dalam dunia

pendidikan dilakukan secara bersama-sama (Amin Rais menyebutnya korupsi

berjamaah) dalam berbagai jenjang mulai tingkat sekolah, dinas, sampai

departemen. Pelakunya mulai dari guru, kepala sekolah, kepala dinas, dan

seterusnya masuk dalam jaringan korupsi. Sekolah yang diharapkan menjadi

benteng pertahanan yang menjunjung nilai-nilai kejujuran justru

mempertotonkan praktik korupsi kepada peserta didik.

Korupsi itu berhubungan dengan dana yang berasal dari pemerintah

dan dana yang langsung ditarik dari masyarakat. Jika selama ini anggaran

pendidikan yang sangat minim dikeluhkan, ternyata dana yang kecil itupun tak

24

Page 25: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

luput dari korupsi. Hal ini tidak terlepas dar kekaburan sistem anggaran

sekolah. Kekaburan dalam sistem anggaran (RAPBS) itu memungkinkan

kepala sekolah mempraktikkan Pembiayaan Sistem Ganda (PSG). Misalnya

dana operasional pembelian barang yang telah dianggarkan dari dana

pemerintah dibebankan lagi kepada masyarakat.

Semakin terpuruknya peringkat SDM Indonesia pada tahun 2004, tak perlu

hanya kita sesali, melainkan menjadikannya sebagai motivasi untuk bangkit

dari keterpurukan. Jika kondisi itu mau diubah mulailah dari menerapkan

konsep yang berpijak pada akar masalah.

5. Berikan Sarana dan Prasarana Yang Layak

Menurut Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan

Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk

menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup seperti, luas

lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/media, infrastruktur, sarana

olahraga, dan buku rasio 1:2. Kehadiran Kepmendiknas itu dirasakan sangat

tepat karena dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan di

sekolah tidak “kebablasan cepat” atau “keterlaluan tertinggal” di bawah

persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan menjadi semakin terpuruk.

Selanjutnya, UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi,

setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi

keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi

fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

Jika kita lihat kenyataan di lapangan bahwa hanya sekolah-sekolah tertentu di

beberapa kota di Indonesia saja yang memenuhi persyaratan SPM, umumnya

sekolah negeri dan swasta favorit. Berdasarkan fakta ini, keterbatasan sarana

dan prasarana pada sekolah-sekolah tertentu, pengadaannya selalu dibebankan

kepada masyarakat. Alasannya pun telah dilegalkan berdasarkan

Kepmendiknas No. 044/U/2002 dan UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 56 ayat

(1). Dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi

perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan

pendidikan dan komite sekolah/madrasah, ayat (2) Dewan pendidikan, sebagai

lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan

25

Page 26: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga,

sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional,

provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis, dan

ayat (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan

berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan,

arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan

pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Menyikapi keadaan yang demikian sulit, apalagi kondisi negara yang

kian kritis, solusi yang ditawarkan adalah manfaatkan seluruh potensi sumber

daya sekolah dan masyarkat sekitar, termasuk memberdayakan dewan

pendidikan dan komite sekolah. Mudah-mudahan dengan sistem anggaran

pendidikan yang mengacu pada UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 46 dan 49

permasalahan ini dapat diatasi dengan membangun kebersamaan dan

kepercayaan antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Dengan melandaskan pada cita-cita luhur pendidikan, diharapkan mutu

pendidikan Indonesia terus meningkat dan terjadi perkembangan pada

perbaikan yang terus menerus.

6. Miliki Sertifikat Ke-Profesionalan Guru

Pada awal tahun 2012 pemerintah juga telah membuat gebrakan baru

tentang kebijakan dalam meningkatkan keprofesionalan guru, seorang guru

dikatakan professional dan layak mendapatkan tunjangan tambahan, khusunya

guru baru (junior) yang diutamakan, adapun guru senior dengan cara

sertifikasi (sergur), dengan demikian harapan pemerintah khususnya dan

rakyat umumnya untuk memajukan dunia pendidikan Indonesia secara merata

hingga dapat bersaing segara sehat dengan negara-negara maju lainnya dapat

terjawab.34

BAB III

PENUTUP

34 Berita Yahoo, CPNS Guru Harus Mengantongi Piagam Keprofesionalan, dalam yahoo.co.id, diakses pada Rabu 31 Januari 2012

26

Page 27: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

Kesimpulan

Kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal

ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk

menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah

kelompok, organisasi atau lembaga. Kedudukan kepala madrasah sangat unik

karena ia memiliki beberapa posisi, yaitu sebagai pejabat formal, sebagai manajer,

sebagai pemimpin, sebagai pendidik, dan sebagai staf, merupakan kedudukan

yang melekat pada diri kepala madrasah.

Profesional adalah : 1) bersangkutan dengan profesi; 2) memerlukan

kepandaian khusus untuk menjalankanya; 3) pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang

memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu

atau suatu norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Guru disebut profesional jika didalam dirinya melekat intelektualitas yang

mencakup kemampuan berpikir kritis, analistis, kreatif, inovatif, objektif, rasional

dan reflektif; kepribadian yang mencakup berpenampilan menarik, berwibawa

serta sehat fisik dan cerdas emosional; miliki komitmen artinya benar-benar

terpanggil untuk menjadi guru, memiliki rasa kecintaan terhadap anak dan rasa

kebanggaan terhadap profesi guru serta memiliki moralitas artinya menjunjung

tinggi norma, etika dan moral.

Ciri guru professional: 1) Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail

yang siap untuk dilaksanakan siswa dalam kegiatan pembelajaran; 2)

Berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang

menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan; 3) Bersikap kritis dan

berani menolak kehendak yang kurang edukatif; 4) Berkehendak mengubah pola

tindakan dalam menetapkan peran siswa, peran guru dan gaya mengajar; 5) Berani

meyakinkan kepala sekolah, orang tua dan masyarakat agar dapat berpihak pada

mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif yang cenderung sulit

diterima oleh orang awam dengan menggunakan argumentasi yang logis dan

kritis; 6) Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan

seperti pembuatan alat bantu belajar, analisis materi pembelajaran, penyusunan

27

Page 28: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

alat penilaian yang beragam, perancangan beragam organisasi kelas dan

perancangan kebutuhan kegiatan pembelajaran lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Panduan KTSP, Jakarta : Depdiknas, 2006

28

Page 29: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

Khotimah, Husnul, Skripsi: Implementasi Kompetensi Profesional: Upaya Dalam Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru (Studi di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1), dalam http://student-research.umm.ac.id/index.php/department_of_tarbiyah/article/view/7753, diakses 13 November 2011.

Gibson, James L, , et . all., Organisasi Perilaku, Struktur, Proses, Alih bahasa : Djarkasih, Jakarta : Erlangga, 1988

http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/abstract/03310155.pdf , diakses 18 Juni 2011

Jago, Arthur G dan Victor H. Vroom. The New Leadership: Managing Participation in Organizations. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Halls, 1988

John W dan Keith Davis, Newstrom. Human Behaviour at Work : Organizational Behaviour. New York Mc. Graw-Hill Inc., 1985

Kotter, John P., Leading Change. Boston, MA: Harvard Business School Press 1996

Lipoto, Kepemimpinan Kepala madrasah, Bandung : Tarsito, 1998

Mantja, Willem, Manajemen Pendidikan dalam Era Reformasi Malang : Universitas Negeri Malang, 2002

Mulyasa, .. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. 2004

Mustopadidjaja, Beberapa dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21, dalam aparaturnegara.bappenas.go.id/.../Pelayanan%20Publik/Dimensi%20&%20Dinamika%20KEPIM%20ABAD%2021.pdf, diakses 22 April 2008.

Muttaqien, Zainal, 6 Ciri Guru Madrasah Profesional dalam https://izaskia.wordpress.com/2010/04/18/6-ciri-guru-madrasah-profesional, diakses 13 November 2011

Piet A.. Sahertian, Konsep dasar dan teknik supervisi pendidikan dalam rangka membangun sumberdaya manusia, Jakarta: Rineka Cipta : 2000

Pidarta, Made. Cara belajar di Universiti Negara Maju: Suatu studi kasus. Jakarta: Bumi Aksara, 1990

_________, Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Bandung : Rineka, 1997

Purwanto, Ngalim, Supervisi Pendidikan. Bandung. Remaja Rosda Karya. 1997

Siwalimanews, Kualitas Guru Madrasah harus ditingkatkan, dalam http://www.siwalimanews.com/show.php?mode=artikel&id=2070, diakses 13 November 2011

Sutarto, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta., Gadjah Mada University Press, 1991

Tim Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi : Kegiatan Pembelajaran Qur’an Hadits Madrasah Aliyah, Jakarta : Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 2003

29

Page 30: Afif Revisi - Kepemimpinan KM Dlm Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru -  PPs IAIN Tulungagung Jatim

Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional. Guru dan Dosen, 2007

Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta :Ghalia Indonesia,. 1987

Wahab, Rochmat, Profesionalisme Guru Madrasah, dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/rochmat-wahab-mpd-ma-dr-prof/profesionalisme-guru-madrasah-mts.pdf , diakses 13 November 2011

Wohlstetter, P., & Mohrman, S. A.. School-based management: Strategies for success [Online]. http://www.ed.gov/pubs/CPRE/fb2sbm.html akses tgl. 28 September 2007

Zwell, Michael, Creating a Culture of Competency, New York, Wiley, 2000

30