36
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul ADAB DAN IMPLEMENTASI DALAM KEHIDUPAN” Sebagai seorang muslim yang baik kita tentu tahu bahwa adab terhadap orang tua merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Karena, orang tua adalah orang yang mengenalkan kita pada dunia dari kecil hingga dewasa. Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan terhadap anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses, berbakti kepada orang tua, serta menjadi lebih baik dan sholeh, di samping itu juga tentunya dalam kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari interaksi dengan yang ada di sekeliling kita, guru, tetangga, dan sesama makhluk Allah SWT. Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik hendaknya kita selalu berbakti kepada orang tua, melakukan apa yang telah diperintahkan oleh orang tua, dan pantang untuk membangkang kepada orang tua, dan juga harus memperhatikan yang ada di sekeliling kita agar terciptanya keharmonisan dalam kehidupan. Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita seperti lupa terhadap kewajiban kita terhadap orang tua dan yang ada di sekeliling kita sebagai muslim yang baik, yaitu adalah kita harus memiliki adab dan prilaku yang sempurna terhadap orang tua dan yang ada di sekeliling kita. Makalah ini mengandung poin-poin penting bagaimana menjadi manusia yang beradab dalam kehidupan baik terhadap orang tua, guru, tetangga, tamu, dan sesama manusia. Maka selain sebagai upaya untuk mengerjakan tugas Aqidah Akhlaq, saya berharap bahwa tugas makalah ini juga dapat dijadikan sebagai pengingat bagi setiap orang muslim yang membacanya akan pentingnya adab dan prilaku yang baik terhadap hal-hal yang ada di sekitar kita. Demikian makalah ini kami susun dengan harapan dapat memberikan kontribusi yang posisi bagi ummat manusia, dan tak lupa koreksi ataupun saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca dengan harapan hasil penyusunan kami lebih baik di kemudian hari. Terima kasih Ciamis, November 2013

Agama Dalam Pandangan Islam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

. Pengertian AdabMenurut bahasa Adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, akhlak. M. Sastra Praja menjelaskan bahwa, adab yaitu tata cara hidup, penghalusan atau kemuliaan kebudayaan manusia. Sedangkan menurut istilah Adab adalah suatu ibarat tentang pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah.Pengertian bahwa adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang. Maka jelaslah bahwa seseorang itu bisa mulia dan terhormat di sisi Allah dan manusia apabila ia memiliki adab dan budi pekerti yang baik.Seseorang akan menjadi orang yang beradab dengan baik apabila ia mampu menempatkan dirinya pada sifat kehambaan yang hakiki. Tidak merasa sombong dan tinggi hati dan selalu ingat bahwa apa yang ada di dalam dirinya adalah pemberian dari Allah swt. Sifat-sifat tersebut telah dimiliki Rasulullah saw. Secara utuh dan sempurna. Menurut Imam al-Ghazali akhlak mulia adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh para utusan Allah swt. yaitu para Nabi dan Rasul dan merupakan amal para shadiqin. Akhlak yang baik itu merupakan sebagian dari agama dan hasil dari sikap sungguh-sungguh dari latihan yang dilakukan oleh para ahli ibadah dan para mutaqin.Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas mujahadah (ketekunan) dan latihan jiwa. Mujahadah dan riyadhah-nafsiyah (ketekunan dan latihan kejiwaan) menurut al-Ghazali ialah membebani jiwa dengan amal-amal perbuatan yang ditujukan kepada khuluk yang baik, sebagaimana kata beliau: Barangsiapa yang ingin dirinya mempunyai akhlak pemurah, maka ia harus melatih diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan pemurah, yakni dermawan, dan gemar bersedekah. Jika beramal bersedekah dilakukan secara istiqamah, maka akan jadi kebiasaan.

Citation preview

Page 1: Agama Dalam Pandangan Islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “

ADAB DAN IMPLEMENTASI DALAM KEHIDUPAN”

Sebagai seorang muslim yang baik kita tentu tahu bahwa adab terhadap orang tua

merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Karena, orang tua adalah orang yang mengenalkan

kita pada dunia dari kecil hingga dewasa. Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan

terhadap anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses, berbakti kepada orang tua, serta menjadi

lebih baik dan sholeh, di samping itu juga tentunya dalam kehidupan kita sehari-hari tidak

terlepas dari interaksi dengan yang ada di sekeliling kita, guru, tetangga, dan sesama makhluk

Allah SWT.

Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik hendaknya kita selalu berbakti

kepada orang tua, melakukan apa yang telah diperintahkan oleh orang tua, dan pantang untuk

membangkang kepada orang tua, dan juga harus memperhatikan yang ada di sekeliling kita agar

terciptanya keharmonisan dalam kehidupan.

Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita seperti lupa terhadap kewajiban kita terhadap

orang tua dan yang ada di sekeliling kita sebagai muslim yang baik, yaitu adalah kita harus

memiliki adab dan prilaku yang sempurna terhadap orang tua dan yang ada di sekeliling kita.

Makalah ini mengandung poin-poin penting bagaimana menjadi manusia yang beradab dalam

kehidupan baik terhadap orang tua, guru, tetangga, tamu, dan sesama manusia. Maka selain

sebagai upaya untuk mengerjakan tugas Aqidah Akhlaq, saya berharap bahwa tugas makalah ini

juga dapat dijadikan sebagai pengingat bagi setiap orang muslim yang membacanya akan

pentingnya adab dan prilaku yang baik terhadap hal-hal yang ada di sekitar kita.

Demikian makalah ini kami susun dengan harapan dapat memberikan kontribusi yang

posisi bagi ummat manusia, dan tak lupa koreksi ataupun saran yang bersifat konstruktif dari

para pembaca dengan harapan hasil penyusunan kami lebih baik di kemudian hari.

Terima kasih

Ciamis, November 2013

Page 2: Agama Dalam Pandangan Islam

Penyusun

Page 3: Agama Dalam Pandangan Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling hormat menghormati, saling

menghargai satu sama lain, dalam keluarga sangatlah penting di tanamkan abad dan tatakrama

yang sopan terhadap kedua orang dan santun apabila berbicara terhadap keduanya.

Di zaman yang modern seperti sekarang ini telah banyak pergeseran tentang adab atau

prilaku sehingga menjurus kepada dekadensi moral, anak dengan orang tua tiada jarak yang

memisahkan seperti layaknya teman sebaya, murid dengan guru sudah tidak bisa lagi dibedakan

baik dalam perkataan, perbuatan ataupun prilaku dalam kehidupan sehari-hari yang seakan-akan

tidak mencerminkan prilaku seorang guru ataupun peserta didik.

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita temukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah

islamiyyah yang menjunjung tinggi rasa saling menghargai, menghormati. Dalam berkehidupan

saling berdampingan dalam satu kawasan ataupun daerah individualisme lah yang sering

dimunculkan di mana rasa gotong royong, membantu satu sama lain sudah sangat sulit sekali kita

temukan, terlebih di kota-kota besar yang memang notabene memiliki beragam etnis, kebiasaan,

dan budaya yang berbeda beda.

Dengan adanya makalah ini penyusun mencoba menjelaskan tentang pandangan islam

tentang adab/tatakrama/ prilaku yang seharusnya dijunjung tinggi dan diimplementasikan dalam

kehidupan sehari-hari, baik dalam bergaul satu sama lain, dalam bidang ekonomi sosial budaya

dan lain sebagainya.

B. Perumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini rumusan masalah yang akan d kaji diantaranya:

Bagaimana pengertian adab?

Bagaimanakah adab seorang anak terhadap kedua orang tua?

Bagaimanakah adab seorang anak terhadap guru?

Bagaimanakah adab seorang anak terhadap tetangga?

Bagaimanakah adab seorang anak terhadap tamu?

Page 4: Agama Dalam Pandangan Islam

Bagaimanakah adab seorang anak terhadap sesama?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:

Untuk mendiskripsikan pengertian adab.

Untuk menjelaskan adab seorang anak terhadap kedua orang tua?

Untuk menjelaskan adab seorang anak terhadap guru?

Untuk menjelaskan adab seorang anak terhadap tetangga?

Untuk menjelaskan adab seorang anak terhadap tamu?

Untuk menjelaskan adab seorang anak terhadap sesama?

Page 5: Agama Dalam Pandangan Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Adab

Menurut bahasa Adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti,

akhlak. M. Sastra Praja menjelaskan bahwa, adab yaitu tata cara hidup, penghalusan atau

kemuliaan kebudayaan manusia. Sedangkan menurut istilah Adab adalah suatu ibarat tentang

pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah.

Pengertian bahwa adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya

seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang. Maka jelaslah bahwa seseorang itu bisa

mulia dan terhormat di sisi Allah dan manusia apabila ia memiliki adab dan budi pekerti yang

baik.

Seseorang akan menjadi orang yang beradab dengan baik apabila ia mampu menempatkan

dirinya pada sifat kehambaan yang hakiki. Tidak merasa sombong dan tinggi hati dan selalu

ingat bahwa apa yang ada di dalam dirinya adalah pemberian dari Allah swt. Sifat-sifat tersebut

telah dimiliki Rasulullah saw. Secara utuh dan sempurna.

Menurut Imam al-Ghazali akhlak mulia adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh para utusan

Allah swt. yaitu para Nabi dan Rasul dan merupakan amal para shadiqin. Akhlak yang baik itu

merupakan sebagian dari agama dan hasil dari sikap sungguh-sungguh dari latihan yang

dilakukan oleh para ahli ibadah dan para mutaqin.

Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas mujahadah

(ketekunan) dan latihan jiwa. Mujahadah dan riyadhah-nafsiyah (ketekunan dan latihan

kejiwaan) menurut al-Ghazali ialah membebani jiwa dengan amal-amal perbuatan yang

ditujukan kepada khuluk yang baik, sebagaimana kata beliau: Barangsiapa yang ingin dirinya

mempunyai akhlak pemurah, maka ia harus melatih diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan

pemurah, yakni dermawan, dan gemar bersedekah. Jika beramal bersedekah dilakukan secara

istiqamah, maka akan jadi kebiasaan.

Hal ini sejalan dengan firman Allah swt :

Artinya :

Page 6: Agama Dalam Pandangan Islam

“... dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan

Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta

orang-orang yang berbuat baik,,,.”

Konsepsi pendidikan modern saat ini sejalan dengan pandangan al-Ghazali tentang

pentingnya pembiasaan melakukan suatu perbuatan sebagai suatu metode pembentukan akhlak

yang utama. Pandangan al-Ghazali tersebut sesuai dengan pandangan ahli pendidikan Amerika

Serikat, John Dewey, yang dikutip oleh Ali Al Jumbulati menyatakan: Pendidikan moral

terbentuk dari proses pendidikan dalam kehidupan dan kegiatan yang dilakukan oleh murid

secara terus-menerus.

B. Adab terhadap Orang Tua

Orang muslim meyakini hak kedua orang tua terhadap dirinya, kewajiban berbakti, taat, dan

berbuat baik kepada keduanya. Tidak karena keduanya penyebab keberadaannya hingga ia harus

berbalas budi kepada keduanya, tetapi karena Allah Azza wa Jalla mewajibkan taat, menyuruh

berbakti, dan berbuat bakti kepada keduanya. Bahkan, Allah Ta‟ala mengaitkan hak orang tua

tersebut dengan hak-Nya yang berupa penyembahan kepada diri-Nya dan tidak kepada yang lain.

Allah Azza wa Jalla berfirman :

* 4Ó|Ós%ur y7•/u„ ţwr& (#ÿr߉ç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur

$·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8y‰YÏã uŢy9Å6ø9$# !$yJèd߉tnr& ÷rr&

$yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdö•pk÷]s? @è%ur $yJßg©9

Zwöqs% $VJƒÌ•Ÿ2 ÇËÌÈ

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan

hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di

antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-

kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu

membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al Isra‟ : 23)

Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman,

$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒy‰Ï9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çm•Bé& $·Z÷dur

4‟n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur ‟Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& ö•à6ô©$# ‟Í<

y7÷ƒy‰Ï9ºuqÎ9ur ¥‟n<Î) çŢ•ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ

Page 7: Agama Dalam Pandangan Islam

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;

ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya

dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-

Kulah kembalimu. (Luqman : 14)

Seseorang yang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah yang berhak mendapatkan

pergaulanku yang baik?” Rasulullah SAW bersabda, “ Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi,

“Siapa lagi?” Rasulullah SAW bersabda, “ Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi, “Siapa lagi?”

Rasulullah SAW bersabda, “ Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi, “Siapa lagi?” Rasulullah

SAW bersabda, “ Ayahmu”.

Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada kedua orang tua,

menahan hak, dan mengubur hidup anak perempuan. Allah membenci untuk kalian mengosip,

banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Muttafaq Alaih)

Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang anak tidak bisa membalas ayahnya, kecuali ia menemukan ayahnya menjadi

budak, kemudian ia membelinya dan memerdekaannya” (Muttafaq Alaih)

Salah seorang sahabat datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta izin berjihad,

kemudian beliau bertanya, “ Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Sahabat tersebut

menjawab, “Ya keduanya masih hidup”, Rasulullah SAW bersabda, “Mintalah izin kepada

keduanya, kemudian berjihadlah.”

Salah seorang kaum Anshar datang kepada Rasulullah SAW, kemudian berkata, “Wahai

Rasulullah, apakah aku masih mempunya kewajiban bakti kepada orang tua yang harus aku

kerjakan setelah kematian keduanya?” Rasulullah SAW bersabda, “Ya ada, yaitu empat hal :

Mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji keduanya,

memuliakan teman-teman keduanya, dan menyambungkan sanak famili di mana engkau tidak

mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dari jalur keduanya. Itulah bentuk bakti engkau

kepada keduanya setelah kematian keduanya.” (Diriwayatkan Abu Daud).

Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya bakti terbaik ialah hendaknya seorang anak tetap menyambung hubungan

keluarga ayahnya setelah ayahnya menyambungnya.” (Diriwayatkan Muslim)

Page 8: Agama Dalam Pandangan Islam

Setelah orang muslim mengetahui hak kedua orang tua atas dirinya dan menunaikannya

dengan sempurna karena mereka mentaati Allah Ta‟ala dan merealisir wasiat-Nya, maka juga

menjaga etika-etika berikut ini terhadap kedua orang tuanya :

1. Taat kepada kedua orang tua dalam semua perintah dan larangan keduanya, selama di dalamnya

tidak terdapat kemaksiatan kepada Allah, dan pelanggaran terhadap syariat-Nya, karena manusia

tidak berkewajibab taak kepada manusia sesamanya dalam bermaksiat kepada Allah,

berdasarkan dalil-dalil berikut :

bÎ)ur š‚#y‰yg»y_ #‟n?tã br& š‚Í•ô±è@ ‟Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur ‟Îû $u‹÷R„‰9$# $]ùrã•÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@‹Î6y™ ô`tB

z>$tRr& ¥‟n<Î) 4 ¢OèO ¥‟n<Î) öNä3ãèÅ_ö•tB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ

“dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada

pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah

keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian

hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Sabda Rasulullah SAW,

“ Tidak ada kewajiban ketaatan bagi manusia dalam maksiat kepada Allah”

2. Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan memuliakan keduanya

dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak menghardik dan tidak mengangkat suara di atas

suara keduanya, tidak berjalan di depan keduanya, tidak mendahulukan istri dan anak atas

keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya namun memanggil keduanya dengan

panggilan, “Ayah, ibu,” dan tidak berpergian kecuali dengan izin dan kerelaan keduanya.

3. Berbakti kepada keduanya dengan apa saja yang mampu ia kerjakan, dan sesuai dengan

kemampuannya, seperti memberi makan-pakaian keduanya, mengobati penyakit keduanya,

menghilangkan madzarat dari keduanya, dan mengalahkan untuk kebaikan keduanya.

4. Menyambung hubungan kekerabatan dimana ia tidak mempunya hubungan kecuali dari jalur

kedua orang tuanya mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji

(wasiat), dan memuliakan teman-teman keduanya.

C. Adab Terhadap guru

Sesungguhmya adab yang mulia adalah salah satu faktor penentu kebahagiaan dan

keberhasilan seseorang. Begitu juga sebaliknya, kurang adab atau tidak beradab adalah alamat

(tanda) jelek dan jurang kehancurannya. Tidaklah kebaikan dunia dan akhirat kecuali dapat

Page 9: Agama Dalam Pandangan Islam

diraih dengan adab, dan tidaklah tercegah kebaikan dunia dan akhirat melainkan karena

kurangnya adab. (Madarijus Salikin, 2/39)

Di antara adab-adab yang telah disepakari adalah adab murid kepada syaikh atau gurunya.

Imam Ibnu Hazm berkata: “Para ulama bersepakat, wajibnya memuliakan ahli al-Qur‟an, ahli

Islam dan Nabi. Demikian pula wajib memuliakan kholifah, orang yang punya keutamaan dan

orang yang berilmu.” (al-Adab as-Syar‟iah 1/408)

Berikut ini beberapa adab yang selayaknya dimiliki oleh penuntut ilmu ketika menimba ilmu

kepada gurunya. Sebagai nasehat bagi kami, selaku seseorang yang masih belajar dan nasehat

bagi saudara-saudara kami seiman yang sedang dan ingin menimba ilmu. Allohul Muwaffiq.

1. Ikhlas sebelum melangkah

Pertama kali sebelum melangkah untuk menuntut ilmu hendaknya kita berusaha selalu

mengikhlaskan niat. Sebagaimana telah jelas niat adalah faktor penentu diterimanya sebuah

amalan. Ilmu yang kita pelajari adalah ibadah, amalan yang mulia, maka sudah barang tentu

butuh niat yang ikhlas dalam menjalaninya. Belajar bukan karena ingin disebut sebagai pak

ustadz, ?rang alim atau ingin meraih ba-iian dunia yang menipu.

Dalil akan pentingnya ikhlas beramal di antaranya firman Allah:

ه حىفبء مخلصه ل الد مب أمسا إلا لعبدا للاا

Artinya :

“ Padahal mereka tidakdisuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan keta‟atan

kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus”.(QS. al-Bayyinah [98]: 5)

Rosululloh shallallahu „alaihi wa sallam pernah bersabda:

“ Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membantah orang bodoh, atau berbangga di hadapan

ulama atau mencari perhatian manusia, maka dia masuk neraka. (HR. Ibnu Majah 253, Syaikh

al-Albani menyatakan hadits ini hasan dalam al-Misykah 225)

Imam ad-Daruqutni berkata: “Dahulu kami menuntut ilmu untuk selain Alloh, akan tetapi

ilmu itu enggan kecuali untuk Alloh.” (Tadzkiratus Sami hal. 47, lihat Ma‟alim fi Thoricj

Tholibil llmihal. 20).

Imam asy-Syaukani berkata: “Pertama kali yang wajib bagi seorang penuntut ilmu adalah

meluruskan niatnya. Hendaklah yang tergambar dari perkara yang ia kehendaki adalah syariat

Alloh, yang dengannya diturunkan para Rosul dan al-Kitab. Hendaklah penuntut ilmu

membersihkan dirinya dari tujuan-tujuan duniawi, atau karena ingin inencapai kemuliaan,

Page 10: Agama Dalam Pandangan Islam

kepemimpinan dan Iain-lain. Ilmu ini mulia, tidak menerima selainnya.” (Adabut Tholab wa

Muntaha al-Arab hal. 21)

Apabila keikhlasan telah hilang ketika belajar, maka amalan ini (menuntut ilmu) akan

berpindah dari keutamaan yang paling utama menjadi kesalahan yang paling rendah!. (at-Ta‟liq

as-Tsamin hal. 18)

2. Jangan mencari guru sembarangan

Ibnu Jama‟ah al-Kinani berkata: “Hendaklah penuntut ilmu mendahulukan pandangannya,

istikhoroh kepada Alloh untuk memilih kepada siapa dia berguru. Hendaklah dia memilih guru

yang benar-benar ahli, benar-benar lembut dan terjaga kehormatannya. Hendaklah murid

memilih guru yang paling bagus dalam mengajar dan paling bagus dalam memberi pemahaman.

Janganlah dia berguru kepada orang yang sedikit sifat waro‟nya atau agamanya atau tidak punya

akhlak yang bagus.” (Tadzkiratus Sami‟ wal Mutakallim hal. 86)

Bukan sebuah aib apabila kita menuntut ilmu dari orang alim yang masih muda. Imam Ibnu

Muflih berkata: “Fasal mengambil ilmu dari ahlinya sekalipun masih berusia muda.” (al-Adab

asy-Syari‟ah 2/214)

Sahabat Abdulloh bin Abbas radhiyallahu „anhuma berkata: “Aku dahulu membacakan ilmu

kepada beberapa orang muhajirin, di antara mereka ada Abdurrahman bin Auf.” (HR. Bukhori

6442).

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini terdapat peringatan akan perlunya

mengambil ilmu dari ahlinya sekalipun masih berusia muda atau sedikit kedudukannya.”

(Kasyful Musykil, lihat Adab at-Tatalmudz hal. 16)

Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Orang yang bodoh itu tetap dikatakan rendah sekalipun dia

seorang syaikh. Dan orang yang berilmu itu tetap mulia sekalipun masih muda.” (Jami‟ Bayanil

Ilmi, Adab at-Tatalmudz hal. 16)

3. Mengagungkan guru

Mengagungkan orang yang berilmu termasuk perkara yang dianjurkan. Sebagaimana

Rasululloh bersabda : “ bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menghorrmti

orang yang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti hak ulama kami. (HR. Ahmad

5/323, Hakim 1/122. Dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Targhib 1/117)

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Hendaklah seorang murid memperhatikan gurunya

dengan pandangan penghormatan. Hendaklah ia meyakini keahlian gurunya dibandingkan yang

Page 11: Agama Dalam Pandangan Islam

lain. Karena hal itu akan menghantarkan seorang murid untuk banyak mengambil manfaat

darinya, dan lebih bisa membekas dalam hati terhadap apa yang ia dengar dari gurunya tersebut.”

(al-Majmu‟ 1/84)

4. Akuilah keutamaan gurumu

Khothib al-Baghdadi berkata: “Wajib bagi seorang murid untuk mengakui keutamaan

gurunya yang faqih dan hendaklah pula menyadari bahwa dirinya banyak mengambil ilmu dari

gurunya.” (al-Faqih wal Mutafaqqih 1/196)

Ibnu Jamaah al-Kinani berkata: “Hendaklah seorang murid mengenal hak gurunya, jangan

dilupakan semua jasanya.” (Tadzkiratus Sami‟ hal. 90)

5. Doakan kebaikan

Rasululloh bersabda : “Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah

denganbalasan yang setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia

hingga engkau memandang telah mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal.”

(HR. Abu Dawud 1672, Nasa‟i 1/358, Ahmad 2/68, Hakim 1/412 Bukhori dalam al-Adab al-

Mufrod no. 216, Ibnu Hibban 2071, Baihaqi 4/199, Abu Nu‟aim dalam al-Hilyah 9/56. Lihat as-

Shohihah 254)

Imam Abu Hanifah berkata: “Tidaklah aku sholat sejak kematian Hammad kecuali aku

memintakan ampun untuknya dan orang tuaku. Aku selalu memintakan ampun untuk orang yang

aku belajar darinya atau yang mengajariku ilmu.” (Mana-qib Imam Abu Hanifah. Lihat Adab at-

Tatalmudz hal. 28)

Ibnu Jama‟ah berkata: “Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunya sepanjang

masa. Memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya dan menunaikan haknya apabila telah wafat.”

(Tadzkiroh Sami‟ hal. 91)

6. Rendah diri kepada guru

Ibnu Jama‟ah rahimahullah berkata: “Hendaklah seorang murid mengetahui bahwa rendah

dirinya kepada seorang guru adalah kemuliaan, dan tunduknya adalah kebanggaan.” (Tadzkiroh

Sami‟ hal. 88)

Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu „anhuma dengan kemuliaan dan kedudukannya yang

agung, beliau mengambil tali kekang unta Zaid bin Tsabit radhiyallahu „anhu seraya berkata:

“Demikianlah kita diperintah untuk berbuat baik kepada ulama.” (as-Syifa 2/608) al-Khothib

telah meriwayatkan dalam kitab Jami‟nya bahwa Ibnul Mu‟taz berkata: “Orang yang rendah diri

Page 12: Agama Dalam Pandangan Islam

dalam belajar adalah yang paling banyak ilmunya sebagaimana tempat yang rendah adalah

tempat yang paling banyak airnya.” (Adab at-Tatalmudz hal. 32)

7. Mencontoh akhlaknya

Hendaklah seorang penuntut ilmu mencontoh akhlak dan kepribadian guru. Mencontoh

kebiasaan dan ibadahnya. (Tadzkiroh Sami‟ hal. 86) Qoshim bin Salam menceritakan: “Adalah

para murid Ibnu Mas‟ud mereka belajar kepadanya untuk melihat akhlak, kepribadian dan

kemudian menirunya.” (Adab at-Tatalmudz hal. 40)

Bila pelajaran sudah dimulai

Bila pelajaran telah dimulai hendaklah bagi seorang penuntut ilmu memperhatikan hal-hal

berikut;

Menghadirkan hati dan perhatian dengan seksama

Apabila telah hadir dalam majelis ilmu maka pusatkanlah perhatianmu untuk mendengar dan

memahami pelajaran. Jangan biarkan hati menerawang ke-mana-mana. Konsentrasi penuh,

karena sikap yang demikian akan membuat pelajaran lebih membekas dan terpahami.

Ibnu Jama‟ah berkata: “Hendaklah seorang murid ketika menghadiri pelajaran gurunya

memfokuskan hatinya dan ber-sih dari segala kesibukan. Piki-rannya penuh konsentrasi, tidak

dalam keadaan mengantuk, marah, haus, lapar dan lain seba-gainya. Yang demikian agar hatinya

benar-benar menerima dan memahami terhadap apa yang dijelaskan dan apa yang dia de-ngar.”

(Tadzkiroh Sami‟ hal. 96)

Mengenakan pakaian yang bersih

Hal ini harus diperhatikan pula. Hendaklah seorang murid berpakaian yang sopan dan bersih.

Ingatlah ketika malaikat Jibril bertanya kepada Rosululloh shallallahu „alaihi wa sallam beliau

sangat bersih pakaian dan keadaan dirinya. Umar bin Khoththob mengatakan: “Ketika kami

duduk di sisi Rosululloh shallallahu „alaihi wa sallam pada suatu hari, tiba-tiba datang kepada

kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak terlihat

padanya bekas perjalanan jauh.” (HR. Muslim 8, Abu Dawud 4695, Tirmidzi 2610, Nasa‟i 8/97,

Ibnu Majah 63 dan selainnya.)

Karena kondisi yang bersih menandakan bahwa seorang murid siap menerima pelajaran dan

ilmu. Maka jangan salah-kan apabila ilmu tidak mere-sap dalam dada karena kondisi kita yang

kurang siap, pakaian penuh keringat, kepanasan dan sebagainya.

Duduk dengan tenang

Page 13: Agama Dalam Pandangan Islam

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin berkata: “Duduklah dengan duduk penuh adab.

Jangan engkau luruskan kakimu di hadapannya, ini termasuk adab yang jelek. Jangan duduk

dengan bersandar, ini juga adab yang jelek apalagi di tempat belajar. Lain halnya jika engkau

duduk di tempat umum, maka ini lebih ringan.” (at-Ta‟liq as-Tsamin hal. 181)

Bertanya kepada guru

Ilmu adalah bertanya dan menjawab. Dahulu dikatakan, “Bertanya dengan baik adalah setengah

ilmu.” (Fathul Bari 1/142). Bertanya dengan tenang, tidak tergesa-gesa dan pergunakanlah

bahasa yang santun lagi sopan. Jangan guru itu dipanggil dengan namanya, katakanlah wahai

guruku dan semisalnya. Karena guru perlu dihormati, jangan disamakan dengan teman. Alloh

berfirman;

ى د بء ع ع با و ل علا بء السا

Artinya :

“ Janganlah kamu jadikan panggilan Rosul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu

kepada seba-hagian (yang lain)” (QS. an-Nur [24]: 63).

Ayat ini adalah pokok untuk membedakan orang yang punya kedudukan dengan orang yang

biasa. Harap dibedakan keduanya. (al-Faqih wal Mutafaqqih, Adab at-Tatalmudz hal. 52).

Perhatian. Sering kita jumpai sebagian para penuntut ilmu memaksa gurunya untuk

menjawab dengan dalil atas sebuah pertanyaan. Seolah-olah sang murid belum puas dan terus

mendesak seperti berkata kenapa begini, soya belum terima, siapa yang berkata demikian,

semua ini harus dihindari. Pahamilah wahai saudaraku, guru adalah manusia biasa, bisa lupa dan

bersalah. Apabila engkau pandang gurumu salah atau lupa dengan dalilnya maka janganlah

engkau memaksa terus dan jangan memalingkan muka darinya. Berilah waktu untuk

mendatangkan dalil di kesempatan lain. Jagalah adab ini, jangan sampai sang guru menjadi jemu,

marah hanya karena melayani pertanyaanmu.

Syaikh al-Albani berkata: “Kadangkala seorang alim tidak bisa mendatangkan dalil atas se-

buah pertanyaan, khususnya apabila dalilnya adalah sebuah istinbat hukum yang tidak dinashkan

secara jelas dalam al-Qur‟an dan Sunnah. Semisal ini tidak pantas bagi penanya untuk terlalu

mendalam bertanya akan dalilnya. Menyebutkan dalil adalah wajib ketika realita menuntut

demikian. Akan tetapi tidak wajib baginya acapkali ditanya harus menjawab Allah berfirman

demikian, Rosul bersabda demikian, lebih-lebih dalam perkara fiqih yang rumit yang

diperselisihkan. (Majalah al-Asholah edisi. 8 hal. 76. Lihat at-Ta‟liq as-Tsamin hal. 188)

Page 14: Agama Dalam Pandangan Islam

Perhatikan keadaan gurumu

Memperhatikan keadaan guru merupakan perkara yang penting. Karena mengajar butuh

persiapan yang penuh. Jangan bertanya atau meminta belajar ketika kondisi guru tidak siap,

semisal sedang sibuk, banyak permasalahan, sedih dan sebagainya.

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Janganlah engkau meminta belajar kepadanya ketika

dia sibuk, sedang sedih, kelelahan, dan Iain-lain, karena hal itu akan menyebabkan dia malas

untuk menjelaskan pelajaran kepadamu.” (al-Majmu‟ 1/86)

8. Membela kehormatan guru

Ketahuilah selayaknya bagi siapa saja yang mendengar orang yang sedang mengghibah

kehormatan seorang muslim, hendaklah dia membantah dan menasehati orang tersebut. Apabila

tidak bisa diam dengan lisan maka dengan tangan, apabila orang yang mengghibah tidak bisa

dinasehati juga dengan tangan dan lesan maka tinggalkanlah tempat tersebut. Apabila dia

mendengar orang yang mengghibah gurunya atau siapa saja yang mempunyai kedudukan,

keutamaan dan kesholihan, maka hendaklah dia lebih serius untuk membantahnya. (Shohih al-

Adzkar 2/832, Adab at-Tatalmudz hal. 33)

9. Jangan berlebihan kepada guru

Guru adalah manusia biasa. Tidak harus semua perkataannya diterima mentah-mentah tanpa

menimbangnya menurut kaidah syar‟iah. Orang yang selalu manut terhadap perkataan guru,

bahkan sampai membela mati-matian ucapannya adalah termasuk sikap ghuluw (berlebih-

lebihan). Apabila telah jelas kekeliruan guru maka nasehatilah, jangan diikuti kesalahannya.

Jangan seorang guru dijadikan tandingan bagi Alloh dalam syariat ini. Alloh berfirman;

ب بحبو ما احداا لا إلـ إلا مب أمسا إلا لعبدا إلـبا المسح ا ه مس ه ن للا أز ب با م ببو ز ا اخرا أحببز

س ن

Artinya :

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rohib-rohib mereka se-bagai Robb-Robb selain

Allah, dan (juga mereka menjadikan Robb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya

disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia.

Maha suci Alloh dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. at-Taubah [9]: 31)

Imam Mawardi rahimahullahmengatakan, “Sebagian para pengikut orang alim berbuat

ghuluw kepada gurunya. Hingga menjadikan perkataannya sebagai dalil sekalipun sebenarnya

Page 15: Agama Dalam Pandangan Islam

tidak bisa dijadikan dalil. Meyakini ucapannya sebagai hujjah sekalipun bukan hujjah.” (Adab

Dunya hal. 49, Adab at-Tatalmudz hal. 38)

10. Bila guru bersalah

Sudah menjadi ketetapan yang mapan bahwasanya tidak ada seorang pun yang selamat dari

kesalahan. Salah merupakan hal yang wajar terjadi pada manusia. Rosululloh -SHI bersabda;

Seluruh bani Adam banyak bersalah. Dan sebaik-baiknya orang yang banyak bersalah adalah

yang bertaubat. (HR. Tirmidzi 2499, Ibnu Majah 4251, Ahmad 3/198, ad-Darimi 273, Hakim

4/244; Lihat Shohih Jami‟us Shoghir 4515).

Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang mempunyai ilmu dia akan mengetahui de-

ngan pasti bahwa orang yang mempunyai kemuliaan, mempunyai peran dan pengaruh dalam

Islam maka hukumnya seperti ahli Islam yang lain. Kadang-kala dia tergelincir dan bersalah.

Orang yang semacam ini diberi udzur bahkan bisa diberi pahala karena ijtihadnya, tidak boleh

kesalahannya diikuti, kedudukannya tidak boleh dilecehkan di hadapan manusia.” (I‟lamul

Muwaqqi‟in 3/295)‟

D. Adab Terhadap Tetangga

1. Definisi Tetangga

Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu.

Ibnu Mandzur berkata: “ المجاورة , الجوار dan الجارbermakna orang yang bersebelahan denganmu.

Bentuk pluralnya يرةر , وارر dan يراار ”. Sedang secara istilah syar‟i bermakna orang yang

bersebelahan secara syar‟i baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau

musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan.

Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya,

bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya, kekerabatan, agama dan

ketakwaannya serta yang sejenisnya.

Adapun batasannya masih diperselisihkan para ulama, di antara pendapat mereka adalah:

1. Batasan tetangga yang mu‟tabar adalah 40 rumah dari semua arah.

2. sepuluh rumah dari semua arah.

3. orang yang mendengar azan adalah tetangga.

4. tetangga adalah yang menempel dan bersebelahan saja.

5. batasannya adalah mereka yang disatukan oleh satu masjid.

Page 16: Agama Dalam Pandangan Islam

Yang lebih kuat, insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa yang

menurut adat adalah tetangga maka itulah tetangga. Wallahu A‟lam.

Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat

tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas

lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar

dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman

perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap mereka

memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.

2. Wasiat Islam Terhadap Tetangga

ز مب شاو وى بسي بل بز ح ا ىى أوا

“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga

tersebut akan mewarisinya.”

Hadits yang agung ini menunjukkan urgensi dan kedudukan tetangga dalam Islam. Tetangga

memiliki kedudukan arti penting dan hak-hak yang harus diperhatikan setiap muslim. Sehingga

dengan demikian konsep Islam sebagai rahmat untuk alam semesta dapat direalisasikan dan

dirasakan oleh setiap manusia.

Islam telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga hak-haknya, bahkan Allah

menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhid-Nya serta berbuat bakti kepada kedua

orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firman-Nya:

ال بز ال ىب ال بز ذ القس المسب ه ال بم ر القس ه إحسبواب الد بل ئاب ش ل س ا ا بدا للا

ا مبو إنا للا لحب مه بن مخ بلا فخزا مبمل أ بي ا ه السا بحب بل ىب الصا

Artinya :

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat

baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,

tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan

diri.” (QS. Annisaa‟: 36)

Hal ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut meliputi penjagaan, berbuat baik

kepadanya, tidak berbuat jahat dan mengganggunya, selalu bertanya tentang keadaannya dan

memberikan kebaikan kepadanya. Ini semua adalah bentuk perhatian dan motivasi syariat dalam

menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Bahkan Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam

Page 17: Agama Dalam Pandangan Islam

menetapkan pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya

ketika ditanya:

Dosa apa yang terbesar di sisi Allah, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menjawab:

“Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang menciptakanmu.” Saya (Ibnu Mas‟ud)

bertanya: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Kemudian membunuh anakmu karena khawatir

dia makan bersamamu” lalu saya bertanya lagi: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Berzina

dengan istri tetanggamu.”

3. Hak-Hak Tetangga

Telah jelas tetangga memiliki hak yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam islam. Hak-

hak mereka kalau dirinci akan sangat banyak sekali, akan tetapi semuanya dapat dikembalikan

kepada empat hak yaitu:

Pertama, berbuat baik (ihsan) kepada mereka.

Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik islam, demikian juga pada tetangga.

Imam Al Marwazi meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy pernyataan beliau: “Tidak

mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap

tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sehingga Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam

bersabda:

“Sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik kepada sahabatnya. Dan

sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik pada tetangganya.”

Di antara ihsan kepada tetangga adalah memuliakannya. Sikap ini menjadi salah satu tanda

kesempurnaan iman seorang muslim.Di antara bentuk ihsan yang lainnya adalah ta‟ziyah ketika

mereka mendapat musibah, mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya

ketika sakit, memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu

membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat serta memberi mereka hadiah.

Aisyah radhiallahu „anha bertanya kepada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam:

مب مىك ب اب د قبو إل أقس مب أ ه فإل أ إنا ل بز ب ز و للاا

“Wahai Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku memberi

hadiah? Beliau menjawab: kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.”

Kedua, sabar menghadapi gangguan tetangga.

Page 18: Agama Dalam Pandangan Islam

Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat dengan yang pertama dan

menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek

mereka, khususnya kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya.

Hasan Al Bashri berkata: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga

akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sebagian ulama

berkata: “Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga ada pada empat hal, (1) senang dan

bahagia dengan apa yang dimilikinya, (2) Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya, (3)

Mencegah gangguan darinya, (4) Bersabar dari gangguannya.”

Ketiga, menjaga dan memelihara tetangga.

Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman. Orang

jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan

memberikan beraneka ragam kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiah, salam, muka manis

ketika bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang

mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah

shallallahu „alaihi wa sallam telah meniadakan iman dari orang yang selalu mengganggu

tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan

mengganggunya termasuk dosa besar.”

Keempat, tidak mengganggu tetangga.

Telah dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan hak-haknya terjaga dalam

islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam memperingatkan dengan keras

upaya mengganggu tetangga, sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu „alaihi wa sallam:

“Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak

beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah beliau menjawab: orang yang

tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhori)

Demikian juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:

س ف ذ بزي ا ال مه بن مه باا

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetangganya.”

E. Adab Terhadap Tamu

Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi atau bertamu,

yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat. Walaupun sesungguhnya

istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari‟at) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu

Page 19: Agama Dalam Pandangan Islam

kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.Namun, bertamu, baik itu

kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata

melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena

berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali

persaudaraan terhadap sesama muslim. Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami

telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian

berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang

paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13)

Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami membagi

pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.

Adab Bagi Tuan Rumah

1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa,

bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah

shallallahu „alaihi wa sallam,

ي ,ل صبحب إلا م مىاب ل ي عبمك إلا ق

“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan

makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang

miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu „alaihi wa sallam,

س الفقساء ب اا ىبء لم د ل شس اللاعب عب ال

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan

orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)

3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.

4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang

diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu „anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais

datang kepada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

ل ودام س صاب فد الاره بءا مسحباب بل

“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR.

Bukhari)

Page 20: Agama Dalam Pandangan Islam

5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja.

Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik.

Allah ta‟ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim „alaihis salam bersama

tamu-tamunya:

ه ف بء ع ي م ل أ ن . فساغ إل قبو ل ل فقسا إل

“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia

mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: „Tidakkah

kalian makan?‟” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)

6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga,

tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan para

Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim „alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu

Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.

7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada

sesama muslim.

8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan

apabila para tamu duduk dengan tertib.

9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda

beliau shallallahu „alaihi wa sallam:

س مىاب سوب فل يا ب سوب مه ل سح وغ

“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang

lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits

ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.

10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.

11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-

bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur,

tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa

kehilangan tatkala pamitan pulang.

12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya

sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim „alaihis salam,

Page 21: Agama Dalam Pandangan Islam

فقسا إل

“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)

13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan

penghormatan bagi mereka.

14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan

menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang

ceria dan berseri-seri.

15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu

„alaihi wa sallam,

و ا بز ح ا م قبل ىد أ ل حي لس ي مسل أن ق ل ل بئص بف أاب ال

ف م؟ قبو :للا ل قس ل ش ىدي ق

“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi

seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat

berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam

berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk

menjamu tamunya.”

16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.

Adab Bagi Tamu

1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada

udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini

berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam,

فل ب مه

“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

ل ز فقد ص للا مه س الدا ـ

“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan

Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:

Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.

Page 22: Agama Dalam Pandangan Islam

Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.

Orang yang mengundang adalah muslim.

Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada

sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan

haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.

Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.

Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.

2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya

ataupun orang yang miskin.

3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim.

Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena

setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)

4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan

hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana

dijelaskan Allah ta‟ala dalam firman-Nya:

ا فإذا عم فب ل ل ه إذا ه إو س وب ـس ت الىاب إلا أن ذن ل إل ـعب ا ـ ا ل د ـل ه مى ب الار بأ

للا ل س ح مه الح ا فس ح مى إنا ذل بن ذ الىاب ه لحد ل مس ئىس ا فبو ـس

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila

kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya!

Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa

memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu,

Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang

benar.” (Qs. Al Azab: 53)

5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan

karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak

menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah

shallallahu „alaihi wa sallam:

ا فللع إن بن مفـلسا و ب فل أحد فل ب فإن بن وبئما إذا

“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan

apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)

Page 23: Agama Dalam Pandangan Islam

6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah

tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.

7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang

yang sedang makan.

8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan

rumah, sebagaimana firman Allah ta‟ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai makan,

keluarlah!” (Qs. Al Ahzab: 53)

9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat

mempererat kasih sayang antara sesama muslim,

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya

kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)

10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin

kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas‟ud radhiyallahu „anhu:

ا للا و للا ول ب ا ع ز بن ل لحب فقبو اوىع ل عبما ب شع بن مه ااوصبز ز ـي قبو ل أ

و للا ز ي فقبو ز لا بمس مس ف بع ا للا ل و للا ول لا بمس مس فد ب ز ل

إن شئ س قبو ي را ز ي قد بعىب فإن شئ اذن ل ىب بمس مس لا إواك ا للا ل ول

أذو ل

“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai

seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang

dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.

Kemudian, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang

kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah

shallallahu „alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini

mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan

meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”" (HR.

Bukhari)

11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah

selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa:

ن بئم أ ي عبم اا ساز , أفلس ىد الصا الم ئ , ولا ل

Page 24: Agama Dalam Pandangan Islam

“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah

memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud,

dishahihkan oleh Al Albani)

ـ ا أ ع مه أ عمى ا مه قبو, الل

“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan

berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)

مب زشق ف بز ل ازحم ـ ا ا ـفس ل الل

“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR.

Muslim)

12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada,

memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.

F. Adab Terhadap Sesama

Allah ta‟ala berfirman :

âäHxÅzF{$# ¥‹Í´tBöqtƒ óOßgàÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 <r߉tã ţwÎ) šúüÉ)­FßJø9$#

ÇÏÐÈ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali

orang-orang yang bertakwa.” ( Az-Zukhruf : 67 )

Dari Abu Hurairah radhiallahu „anhu dari Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam: “seseorang itu

sesuai agama teman dekatnya, maka hendaknya dia melihat kepada siapakah dia berteman

dekat”.

Di antara adab-adab pergaulan bersama sesama saudara Muslim :

1. Memilih Teman Bergaul Dan Teman Duduk

Telah dikemukakan sebelumnya hadits Abu Hurairah radhiallahu „anhu secara mar‟fu‟ :

“Seseorang itu sesuai agama teman dekatnya maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat

bersama siapakah dia berteman”

Sabda Nabi : “Dan janganlah seseorang memakan makananmu kecuali seorang yang

bertakwa”. Al-Khaththabi berkata : “Larangan ini berlaku pada makanan undangan bukan

makanan hajat/kebutuhan, yang demikian itu karena Allah subhanahu berfirman :

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan

orang yang ditawan.( Al-Insan : 8 )

Page 25: Agama Dalam Pandangan Islam

Dan teman dekat dan teman duduk yang jelek akhlaknya memberikan bahaya yang nyata

dan tidak diapat dihindari bagaimana pun cara menjaganya, berdasarkan nash dari sabda Nabi

Shallallahu „alaihi wa sallam, Abu Musa Al-Asyari radhiallahu „anhu meriwayatkan bahwa

Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Pemisalan teman duduk yang shalih dan

yang jelek akhlaknya bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi, penjual minyak wangi dia

dapat memberimu minyak wangi atau kamu membeli darinya minyak wangi atau kamu

mendapatkan bau yang wangi, adapun pandai besi, dia dapat membakar pakaianmu atau kamu

mendapat bau yang tidak sedap darinya”.

2. Mencintai Karena Allah

Kedudukan Persaudaraan yang paling agung adalah ketika hal itu karena Allah dan untuk

Allah, tidak untuk mendapatkan kedudukan, atau mendapatkan manfaat yang segera atau yang

akan datang, tidak karena mendapatkan materi, atau selainnya. Dan barang siapa kecintaannya

kepada temannya karena Allah dan persaudaraannya karena Allah sungguh dia telah mencapai

puncak tujuan, dan agar seseorang itu berhati-hati jangan sampai kecintaannya tersebut terselip

kepentingan-kepentingan duniawi yang akan mengotori dan menyebabkan kerusakan

persaudaraan.

Dan barang siapa kecintaannya karena Allah maka hendaknya dia bergembira dengan janji

Allah dan keselamatan dari kedahsyaran hari dimana seluruh makhluk dikumpulkan pada hari

kiamat. Dan dia akan dimasukkan dibawah naungan Arsy Dzat yang Maha perkasa Jalla

Jalaluhu. Abu Hurairah radhiallahu „anhu meriwayatkan, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu

„alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat : “Dimanakah

orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, pada hari ini Aku akan menaungi

mereka di dalam naunganku di hari tidak ada naungan selain naungan-Ku”.

3. Menampakkan Senyum, Bersikap Lembut dan Kasih Sayang Kepada Sesama Saudara Seiman

Abu Dzar radhiallahu „anhu, beliau berkata : Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda

kepadaku : “Janganlah seseorang itu meremehkan perbuatan ma‟ruf sedikitpun, walaupun dia

menjumpai saudaranya dengan wajah yang berseri-seri”.

Sikap lemah lembut dan ramah dan kasih sayang diantara hal-hal yang menguatkan ikatan

diantara saudara, dan memperdalam hubungan diantara mereka. Dimana “Allah mencintai lemah

lembut di dalam segala urusan”. Dan Allah subhanahu: “Maha lembut mencintai kelembutan dan

Page 26: Agama Dalam Pandangan Islam

memberikan kepada orang yang lembut apa yang tidak dia berikan kepada orang yang kasar dan

apa yang tidak dia berikan kepada selain orang yang lembut”.

Dan selama hal itu demikan adanya, maka saudara-saudara seiman lebih pantas dan lebih

utama agar sebagian mereka berprilaku lemah lembut kepada sebagian lainnya, dan agar

sebagian mereka ramah kepada sebagian lainnya.

4. Disunnahkan Memberi Nasihat Dan Hal Itu Termasuk Kesempurnaan Persaudaraan

Nasihat adalah tuntutan syar‟i yang dianjurkan oleh pembuat syariat. Dan merupakan bagian

dari perkara-perkara yang menjadi sebab Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam membai‟at para

sahabatnya.

Jarir bin Abdullah radhiallahu „anhu berkata “Saya membai‟at Rasulullah Shallallahu „alaihi

wa sallam agar menegakkan shalat, menunaikan zakat, memberi nasihat kepada setiap muslim”.

Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam menggandengkan tuntunan ini bersamaan dengan shalat

dan zakat yang mana keduanya bagian dari rukun islam, yang menunjukkan kepada kita akan

besarnya kedudukan tuntunan saling menasihati tersebut dan nilainya yang luhur.

Semisal disebutkan didalam hadits Tamim bin Aus Ad-Dari radhiallahu „anhu bahwa Nabi

Shallallahu „alaihi wa sallambersabda : “Agama itu nasehat “.

Kami berkata : Kepada siapakah wahai Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam? Beliau

bersabda : Kepada Allah, kepada kitabnya, kepada rasulnya, pemimpin-pemimpin kaum

muslimin dan seluruh kaum muslimin”.

Dan sabda beliau : “agama itu nasehat” yaitu : Bahwa nasehat adalah amalan yang paling

utama dan yang paling sempurna dalam agama.

5. Saling Tolong Menolong antar Sesama

Kita memiliki teladan dan contoh dalam hal tersebut. Teladan yang paling besar tentang hal

tersebut dari –Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam . Tidaklah sisi kerasulan beliau

Shallallahu „alaihi wa sallam menghalangi beliau untuk bersama-sama para sahabatnya dan

memberi bantuan kepada mereka. Diantara hal tersebut keikut sertaan beliau Shallallahu „alaihi

wa sallam bersama sahabatnya ketika membangun masjid Nabawi di Madinah.

6. Sesama Saudara semestinya saling Merendahkan diri diantara mereka dan tidak sombong

atau meremehkan yang Lain

Page 27: Agama Dalam Pandangan Islam

Merendahkan diri itu sifat yang dituntut dan juga diperintahkan. Sedangkan sifat angkuh

adalah sifat yang terlarang dan tercela.

„Iyadh bin Himar radhiallahu „anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam

bersabda : “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sampai

tidak ada seorang pun meremehkan orang lain dan seseorang merebut jualan orang lain”.

Sedangkan sifat meremehkan orang lain dan sombong adalah jalan menuju kezhaliman,

permusuhan dan kejahatan.

Dan tidak diragukan lagi bahwa manusia bertingkat-tingkat keutamaannya di dalam masalah

penghasilan, nasab dan harta. Ini sudah merupakan sunnatullah pada makhluk. Bukanlah orang

yang mulia yang menjadikan dirinya mulia, dan bukanlah orang yang rendah dia yang

menjadikan dirinya rendah, demikian halnya bagi seorang yang fakir dan seorang yang kaya

raya. Melainkan hikmah Allah yang sempurna menetapkan hal tersebut – Dan Allahlah yang

menetapkan segala urusan makhluknya.

Dan bukan karena bertingkat-tingkatnya kedudukan martabat manusia sehingga seseorang

diperbolehkan menganggap dirinya lebih tinggi dari pada selainnya atau meremehkannya. Abu

Hurairah radhiallahu „anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam

bersabda : “Tidaklah seseorang merendahkan diri dihadapan Allah kecuali Allah akan

mengangkat derajatnya”.

7. Berakhlak yang Terpuji :

Beruntung orang yang Allah pakaikan pakaian akhlak yang terpuji. Karena tidak seorang pun

yang diberikan akhlak tersebut kecuali orang-orang akan menyebut dirinya dengan kebaikan, dan

derajatnya akan terangkat ditengah-tengah mereka. Akhlak yang terpuji diantaranya dengan

wajah yang berseri-seri, bersabar ketika mendapatkan gangguan, menahan marah, dan selainnya

daripada kepribadian dan perangai yang terpuji.

Ibnu Manshur berkata : Saya bertanya kepada Abu Abdillah : Tentang akhlak yang baik.

Berkata berkata : Agar kamu tidak marahdan tidak kasar.

Dan diantara doa Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam ketika istiftah “Dan tunjukanlah

kepadaku akhlak yang baik yang tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang baik

kecuali Engkau, dan palingkanlah dariku akhlak yang jelek tidak ada yang memalingkan aku dari

akhlak yang jelek kecuali Engkau”.

Page 28: Agama Dalam Pandangan Islam

8. Hati Yang Selamat

Diantara doa Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam : “Lepaskanlah kedengkian di dalam hatiku”

dan dalam riwayat At-Tirmidzi “Dan lepaskanlah kedengkian di dalam dadaku”.

Kepribadian dan perilaku yang sangat luhur kedudukannya ini, ternyata sedikit orang berhias

dengannya. Disebabkan jiwa manusia akan sangat sulit untuk lepas dari segala jeratannya, dan

untuk mengalah dari hak-haknya bagi selainnya. Bersamaan itu pula, banyak manusia terjatuh

perbuatan aniaya dan kezhaliman. Apabila seseorang menjumpai kezhaliman manusia, kejahilan

dan kesewenang-wenangan mereka dengan hati yang selamat, dan tidak menghadapi kejahatan

mereka dengan perbuatan kejahatan semisalnya, dan tidak dengki kepada mereka, niscaya dia

akan mendapatkan kedudukan yang tinggi berupa akhlak yang tinggi dan perangai yang luhur.

Hal mulia ini jarang dan sedikit sekal dijumpai pada manusia, akan tetapi hal itu mudah bagi

orang yang Allah mudahkan. Abu Hurairah radhiallahu „anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah

Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Orang yang beriman adalah seorang yang baik dan

berperangai terpuji. Sedangkan orang yang fajir adalah orang yang jelek dan jahat perangainya”.

Sabda Nabi : “Orang yang beriman adalah seorang yang baik dan berperangai terpuji “, Al-

Mubarakfuri mengatkaan: “ Di dalam An-Nihayah : Yaitu bukan orang yang slalu membuat

makar, dan dia tunduk karena ketaatan dan kelembutannya, dan lawan kata dari al-khabbu –

jahat/pembuat makar -. Maksudnya bahwa orang yang beriman yang terpuji diantara tabiatnya

adalah al-ghararah (yang baik hati), tidak berlaku culas demi perbuatan jelek dan menolak untuk

mencari-cari kejelekan. Bukan dikarenakan Kebodohan pada dirinya, akan tetapi karena sifat

mulia dan akhlaknya yang terpuji. Demikian yang dijelaskan dalam kitab Al-Mirqah.

9. Berbaik Sangka Kepada saudara Dan Tidak Memata-Matai Mereka

Sebagaimana disebutkan pada sebuah hadits bahwa Abu Hurairah radhiallahu „anhu berkata :

Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian berprasangka karena

prasangka itu perkataan yang paling dusta, dan janganlah kalian mencari-cari berita dan memata-

matai al-hadits”.

Maksud larangan prasangka disini adalah larangan terhadap prasangka buruk. Al-Khaththabi

berkata : “Yaitu menerima dan membenarkan setiap persangkaan tanpa ada kekhawatiran di

dalam hati, maka sesungguhnya hal itu tidak terkendali.

Maka hal tersebut dilarang, dan hadits ini sesuai dengan firman Allah ta‟ala :

Page 29: Agama Dalam Pandangan Islam

“ Jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu

dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama

lain.” ( Al-Hujurat : 12 )

Konteks ayat menunjukkan perintah menjaga harga diri seorang muslim dengan sebenar-

benarnya penjagaan. Karena penempatan larangan yang didahulukan daripada tenggelam dalam

sebuah prasangka. Apabila orang yang berprasangka berkata : Saya akan membahasnya agar

saya mengetahui fakta yang sebenarnya, dikatakan kepadanya : “janganlah kamu memata-matai”

maka apabila terjadi tanpa memata-matai, maka akan dikatakan kepadanya :

” Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain”.

10. Memaafkan Kesalahan Dan Menahan Marah

Ketika bercampur dan bergaul bersama manusia mau tidak mau- ada padanya sesuatu

kekurangan dan perlakuan yang melampui batas dari sebagian mereka kepada sebagian lainya

apakah itu dengan perkatan maupun perbuatan, maka disunnahkan bagi orang yang terzhalimi

agar menahan marah dan memaafkan orang yang menyzhaliminya, Allah ta‟ala berfirman :

“ Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan

apabila mereka marah mereka memberi maaf. ( Asy-Syura : 37 )

Dan Allah ta‟ala berfirman :

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema‟afkan (kesalahan) orang. Allah

menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” ( Ali Imran : 134 )

Dan tentang fiman Allah : “Dan orang-orang yang menahan amarahnya” yaitu : Apabila

mereka mendapatkan gangguan dari orang lain sehingga menyebabkan kemarahan mereka dan

hati mereka telah penuh dengan kekesalan, yang mengharuskan membalasnya dengan perkataan

dan perbuatan, mereka tidak mengamalkan kosukuensi tabiat manusia tersebut.

Bahkan mereka menahan amarah yang ada pada mereka lalu bersabar tidak membalas orang

yang berbuat jahat kepadanya. Dan firman Allah : “Dan orang-orang yang memaafkan orang

lain“, masuk di dalam perkara memaafkan manusia, yaitu memaafkan dari setiap orang yang

berbuat jahat kepadanya dengan perkataan atau perbuatan. Memaafkan lebih sempurna daripada

menahan marah, karena memaafkan itu meninggalkan pembalasan bersamaan dengan adanya

kerelaan terhadap orang yang berbuat jahat. Sebagaimana Allah ta‟ala berfirman :

Page 30: Agama Dalam Pandangan Islam

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan

dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.. ( Asy-Syura : 40 ).

Memaafkan kesalahan, keteledoran dan perbuatan aniaya bukanlah kelemahan dan bukan

pula kekurangan, bahkan hal itu adalah perbuatan yang tinggi nilainya bagi orang yang

melakukannya dan merupakan perbuatan mulia, Abu Hurairah radhiallahu „anhu meriwayatkan

bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Shadaqah tidaklah mengurangi harta,

dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang yang memberi ma‟af kecuali kemuliaan, dan

tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Allah akan tinggikan derajatnya” dan

pada lafazh riwayat Ahmad : “Tidaklah seseorang memberi maaf dari perbuatan aniaya kecuali

Allah tambahkan bagi kemuliaan”.

Dan orang-orang yang saling bersaudara karena Allah sangat pantas bagi mereka agar saling

memberi maaf atas kesalahan sebagian mereka, dan orang yang berbuat baik dari mereka

memberi maaf kepada mereka yang melakukan kesalahan..

11. Larangan Saling Hasad dan Saling Membenci Dan Memboikot :

Hal ini dijelaskan didalam hadits Anas radhiallahu „anhu dari Nabi Shallallahu „alaihi wa

sallam, beliau bersabda : “Janganlah kalian saling membenci dan saling hasad, saling memboikot

dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim memboikot

saudaranya yang lain diatas tiga hari”.

Hasad itu ada dua macam terpuji dan tercela. Hasad yang tercela adalah menginginkan

hilangnya nikmat yang ada pada orang lain, dan hal ini adalah perbuatan zhalim, aniaya dan

permusuhan. Hasad dan yang terpuji adalah Al-Ghibthah yaitu menginginkan nikmat yang

serupa yang ada pada orang lain tanpa adanya keinginan hilang nikmat tersebut padanya.

Inilah yang dimaksudkan di dalam sabda Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam : “Tidak ada hasad

kecuali pada dua perkara : seseorang yang Allah berikan kepadanya Al-Qur`an dan dia

mengamalkannya sepanjang malam, dan seseorang yang Allah berikan kepadanya harta dan dia

bersedekah dengannya sepanjang hari dan sepanjang malam”.

Saling membenci adalah lawan dari saling mencintai, dan makna At-Tadabur adalah

memboikot.

12. Larangan panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk

Page 31: Agama Dalam Pandangan Islam

Termasuk penyakit lisan yang bisa mendatangkan dosa, mengobarkan kemarahan dan

menyebabkan perpecahan diantara sesama sudara, yaitu, panggil-memanggil dengan gelar-gelar

yang buruk, memberi gelar kepada orang lain dengan gelar-gelar yang buruk lagi tercela, mereka

saling mencela dengannya, dan ditertawakan atasnya dari celaan tersebut, padanya ada larangan

dari Allah Maha Mulia diatas Ketinggian-Nya, Allah Ta‟ala berfirman:

“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk

panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman.” ( Al-Hujurat :11).

Dan seorang muslim berhak dengan keselamatan muslim yang lain dari lisan dan tangannya.

Abu Jubairah bin Adh-Dhahak radhiallahu „anhu meriwayatkan, beliau berkata : Ayat ini

diturunkan kepada Bani Salamah :

“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk

panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman.” Beliau berkata : Rasulullah Shallallahu

„alaihi wa sallam mendatangi kami dan tidaklah salah seorang dari kami kecuali dia mempunyai

dua atau tiga nama, dan Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam memanggil dengan “Wahai fulan.”

Maka para sahabat berkata : Apa itu wahai Rasulullah, sesungguhnya dia akan marah dengan

nama tersebut, maka turunlah ayat ini : “Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-

gelar yang buruk.” ( Al-Hujurat :11).

Mayoritas masyarakat sekarang pada saat ini banyak terjerumus kedalamnya, berupa

kelaliman dengan perkataan, berbuat dosa dengan lisan dan merusak lisan tersebut. Dan berlepas

diri dari orang yang menyakiti dengan lisannya dan menahannya dari menjaga kehormatan kaum

muslimin, agar mereka tidak memperoleh keburukan, semoga Allah menjaga kita dan anda

semua dari kerusakan lisan dan kekhilafannya.

13. Disenangi mengadakan ishlah (perbaikan) antar sesama saudara

Tidak dapat dielakkan lagi adanya beberapa perselisihan dan pertengkaran diantara saudara,

dari yang sudah barang tentu menyebabkan percekcokan dan permusuhan antara mereka. Telah

disepakati pada masyarakat orang yang dijadikan oleh Allah sebagai perantara untuk

mengadakan perbaikan antara orang-orang yang saling memutuskan hubungan dan orang-orang

yang saling berselisih. Diriwayatkan dari Abu Darda‟ radhiallahhu „anhu beliau berkata :

Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Apakah kalian mau aku beritahukan dengan

apa yang lebih utama daripada derajat puasa, shalat dan shadaqah?” Para sahabat menjawab :

Page 32: Agama Dalam Pandangan Islam

Iya.beliau bersabda : “(Mengadakan) kebaikan dzatul-bain (antara sesama), sesungguhnya

kerusakan antara sesama adalah kebinasaan.”

Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : ”Setiap ruas dari seseorang padanya ada

shadaqah, dan setiap hari yang terbit padanya matahari dan dia berbuat adil antara dua orang

padanya ada shadaqah…al-hadits.” Pada riwayat yang lain : “dan setiap hari yang terbit padanya

matahari dan dia berbuat adil antara dua sesama manusia ada shadaqah.”

Dan Ulul albab – kaum cerdik pandai – sepantasnya mereka menjadi pendahulu untuk

perbaikan sesama manusia, dan tidak sepantasnya mereka menjauhkan diri darinya, berpaling

dari jalan perbaikan setelah mengetahui besarnya pahala yang terdapat padanya.

14. Keharaman mengungkit-ungkit pemberian

Sejumlah ayat dan hdits telah menetapkan hukum haram dari perbuatan mengungkit-ungkit

pemberian, seperti didalam firman Allah ta‟ala:

“ Dan mereka yangmenginfakkan harta mereka dijalan Allah, kemudian tidak mengikuti

pemberian tersebut dengan sifat mengungkit-ungkit pemberian ataukah untuk menyakiti

sipenerima … “ ( Al-Baqarah : 262 ).

Dan sabda beliau Shallallahu „alaihi wa sallam , dari hadits Abu Dzar radhiallahu „anhu,

beliau bersabda: “ Ada tiga golongan yang mana Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada

hari kiamat, tidak akan melihat kepada mereka dan Allah tidak akan mensucikan mereka dan

bagi mereka adzab yang pedih. Abu Dzar berkata: Kemudian Rasulullah Shallallahu „alaihi wa

sallam mengulanginya sebanyak tiga kali.” Abu Dzar berkata : “ Celakalah dan merugilah

mereka, siapakah mereka ini wahai Rasulullah ?”

Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “ Seorang yang memanjangkan kainnya

melewati mata kaki, seorang yang selalu mengungkit-ungkit pemberiannya, dan seseorang yang

menginfakkan barangnya dengan sumpah dusta “

Dan juga sabda beliau Shallallahu „alaihi wa sallam dari hadits Abdullah bin Amru radhiallahu

„anhuma, beliau bersabda: “ Tidak akan masuk surga seorang yang selalu mengungkit-ungkit

pemberiannya, dan juga seorang yang durhaka dan seseorang yang kecanduan minum khamar “

15. Menjaga rahasia dan tidak menyebarluaskannya

Page 33: Agama Dalam Pandangan Islam

Dan ini termasuk amanah yang wajib untuk dijaga dan disembunyikan. Seseorang yang

menyebarluaskan rahasia tergolong seorang yang mengkhianati amanah. Dan perbuatan tersebut

salah satu dari sifat orang-ornag munafik.

Abu Hurairah radhiallahu „anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa

sallam bersabda: “ Tanda seorang munafik ada tiga: Apabila dia berkata dia berdusta, apabila dia

berjanji maka dia menyalahinya dan apabila dia diserahi amanah maka dia berkhianat.

Suatu yang rahasia, wajib untuk disembunyikan dan tidak disampaikan kepada semua kaum

manusia atau disebarkan. Ini tergolong anjuran syariat dan perhatian syara agar kaum manusia

menjaga segala persoalan rahasia mereka, dimana menengoknya seorang pembicara untuk

memastikan tempat tersebut tersembunyi, sederajat dengan perkataannya: Ini adalah sbeuah

rahasia maka sembunyikanlah rahasiaku ini.

16. Celaan kepada seseorang yang bermuka dua

Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam telah menerangkan maksud dari seorang yang bermuka

dua, di dalam sabda beliau: “ Engkau akan mendapatkan orang yang paling buruk disisi Allah

pada hari kiamat adalah seseorang yang bermuka dua. Yaitu seseorang yang menjumpai suatu

kaum denganwajah demikian lalu kaum lainnya dengan wajah berbeda.

Seseorang yang bermuka dua, dikategorikan sebagai manusia yang paling buruk, disebabkan

keadaannya terseut adalah kepribadian seorang munafik. Karena dia mencari muka dengan

kebatilan dan kedustaaan dan menyisipkan kerusakan ditengah-tengah kaum manusia.

An-Nawawi mengatakan: “ Dia adalah seseorang yang mendatangi setiap pihak dengan suatu

yang mereka senangi. Dan menampakkan bahwa dirinya termasuk bagian dari mereka dan

menyalahi lawan mereka. Perbuataannya tersebut adalah nifak yang sebenarnya.”

Beliau lanjut mengatakan: “ Adapun yang melakukannya dnegna tujuan mengadakan perdamaian

antara kedua belah pihak maka perbuatan trsbeut suatu yang terpuji. “ Selain dari beliau

mengatakan: “ Perbedaan antara keduanya, bahwa yang tercela adalah seseorang yang

membenarkan amalan suatu kelompok dan mencelanya dihadapan kelompok lainnya. Dan setiap

kelompok dicelanya dihadapan kelompok lainnya. Sementara yang terpuji adalah seseorang yang

daang kepada masing-masing kelompok dengan ucapan yang penyiratkan perdamaian kepada

kelompok lainnya dan memintakan udzur masing-masing kelompok tersebut dihadapan

Page 34: Agama Dalam Pandangan Islam

eklompok lainnya. Dan menyampaikan kepada kelompok tersebut segala yang baik yang

memungkinkan untuk disampakannya dan menutupi segala yang buruk.

Page 35: Agama Dalam Pandangan Islam

BAB III

SIMPULAN

1. Adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya seseorang, terhormat

atau tercelanya nilai seseorang.

2. Adab terhadap orang tua adalah taat kepada kedua orang tua dalam semua perintah dan larangan

keduanya, selama di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan kepada Allah, dan pelanggaran

terhadap syariat-Nya, karena manusia tidak berkewajibab taak kepada manusia sesamanya dalam

bermaksiat kepada Allah, Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan

memuliakan keduanya dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak menghardik dan tidak

mengangkat suara di atas suara keduanya, tidak berjalan di depan keduanya, tidak mendahulukan

istri dan anak atas keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya namun memanggil

keduanya dengan panggilan, “Ayah, ibu,” dan tidak berpergian kecuali dengan izin dan kerelaan

keduanya.

3. Adab terhadap guru adalah Jangan mencari guru sembarangan, Ikhlas sebelum melangkah,

Mengagungkan guru, Akuilah keutamaan gurumu, Doakan kebaikan, Rendah diri kepada guru,

Mencontoh akhlaknya, Membela kehormatan guru, Jangan berlebihan kepada guru, dan Bila

guru bersalah

4. Adab terhadap tetangga : berbuat baik (ihsan) kepada mereka. sabar menghadapi gangguan

tetangga, menjaga dan memelihara tetangga, dan tidak mengganggu tetangga.

5. Adab terhadap tamu adalah Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang

yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), Tidak mengkhususkan

mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, Tidak mengundang

seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang. Disunahkan mengucapkan

selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang Menghormati tamu dan menyediakan

hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk

bermegah-megah dan berbangga-bangga, Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk

memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.

6. Adap terhadap sesama adalah Mencintai Karena Allah, Menampakkan Senyum, Bersikap

Lembut dan Kasih Sayang Kepada Sesama Saudara Seiman , Disunnahkan Memberi Nasihat

Dan Hal Itu Termasuk Kesempurnaan Persaudaraan, Saling Tolong Menolong antar Sesama,

Page 36: Agama Dalam Pandangan Islam

Sesama Saudara semestinya saling Merendahkan diri diantara mereka dan tidak sombong atau

meremehkan yang Lain, Berakhlak yang Terpuji, Berbaik Sangka.

DAFTAR PUSTAKA

DR.Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari. 2006. Keistimewaan Akhlak Islam. Bandung:

________ Pustaka Setia

Drs.KH.Ahmad Dimyathi Badruzzaman,M.A.2004.Panduan Kuliah Agama Islam. Bandung:

________ Sinar Baru

Prof. Dr. Abdul Wahab khalaf, „‟Hadits-Hadits Nabi‟‟, Gema Risalah, Perss, Bandung, 1996.

________ hal 197.

Syarifuddin Amir, „‟MUTIARA HADITS‟‟, PT. LOGOS Wacana Ilmu. jakarta, 1997, hlm:124

Posted by Rahmi Maulanisa at Sunday, November 17, 2013 Labels: AKIDAH AKHLAK,

Keagamaan, MAKALA