100
AGRITEXTS Agritexts merupakan media ekspresi karya akademik dalam bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian/Pengembangan Masyarakat Desa dalam ar luas. Naskah dan arkel yang dibuat merupakan karya asli yang belum pernah dipublikasikan dan atau penyempurnaan karya ilmiah yang pernah disampaikan dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan informal yang memusatkan perhaannya kepada upaya pengembangan masyarakat pedesaan, pengembangan wilayah pertanian, perhutanan sosial, kebijakan pembangunan pertanian dan pedesaan, pengembangan sumberdaya mansia, sosiologi pedesaan, penyuluhan masyarakat, pengorganisasian, kelembagaan, pengembangan lembaga swadaya masyarakat, pendidikan luar sekolah, pelahan, komunikasi pertanian dan lain-lain. Isi tulisan dapat berupa hasil penelian, pengamatan lapang, hasil pemikiran atas konsep, teori, metodologi, kajian empirik dan atau kajian terapan yang dilakukan sebagai pelaksanaan tri dharma perguruan nggi maupun kerjasama kemitraan. PRODI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNS Siap menjalin kemitraan kerja dengan instansi pemerintah/swasta dan lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: pelahan, penelian dan pendampingan untuk pemberdayaan kepada masyarakat di bidang kegiatan pengembangan masyarakat dalam bentuk: o Pengkajian, pengujian, invesgasi o Survey, kajian dasar, dan studi kelyakan o Perencanaan dan pengembangan model, pemantau, evaluasi o Pelahan: analisis data, pembuat film (CD) dll. o Pendampingan teknis dan manjerial o Penyelenggaraan pertemuan, seminar, diskusi, lokakarya, dan pameran o Penerbitan dan publikasi

AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

AGRITEXTS

Agritexts merupakan media ekspresi karya akademik dalam bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian/Pengembangan Masyarakat Desa dalam ar� luas.

Naskah dan ar�kel yang dibuat merupakan karya asli yang belum pernah dipublikasikan dan atau penyempurnaan karya ilmiah yang pernah disampaikan dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan informal yang memusatkan perha�annya kepada upaya pengembangan masyarakat pedesaan, pengembangan wilayah pertanian, perhutanan sosial, kebijakan pembangunan pertanian dan pedesaan, pengembangan sumberdaya mansia, sosiologi pedesaan, penyuluhan masyarakat, pengorganisasian, kelembagaan, pengembangan lembaga swadaya masyarakat, pendidikan luar sekolah, pela�han, komunikasi pertanian dan lain-lain.

Isi tulisan dapat berupa hasil peneli�an, pengamatan lapang, hasil pemikiran atas konsep, teori, metodologi, kajian empirik dan atau kajian terapan yang dilakukan sebagai pelaksanaan tri dharma perguruan �nggi maupun kerjasama kemitraan.

PRODI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNS

Siap menjalin kemitraan kerja dengan instansi pemerintah/swasta dan lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: pela�han, peneli�an dan pendampingan untuk pemberdayaan kepada masyarakat di bidang kegiatan pengembangan masyarakat dalam bentuk:

o Pengkajian, pengujian, inves�gasio Survey, kajian dasar, dan studi kelyakano Perencanaan dan pengembangan model, pemantau, evaluasi o Pela�han: analisis data, pembuat film (CD) dll.o Pendampingan teknis dan manjerialo Penyelenggaraan pertemuan, seminar, diskusi, lokakarya, dan pamerano Penerbitan dan publikasi

Page 2: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan
Page 3: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

PENGANTAR REDAKSI

Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya jurnal AGRITEXTS edisi Mei 2016. Sebagai insan akademis yang memiliki �ga fungsi pokok, pengajaran, peneli�an, dan pengabdian kepada masyarakat sudah semes�nya senan�asa mengembangkan ilmu dan tehnologi dalam rangka mendukung proses-proses pengajaran, peneli�an, dan pengabdian kepada masyarakat.

Harapan besar dari redaksi semoga jurnal yang telah terbit dapat memberikan kontribusi yang posi�f terhadap perkembangan dunia pertanian khususnya pada upaya pengembangan masyarakat pedesaan, pengembangan wilayah pertanian, pemberdayaan masyarakat, kebijakkan pertanian dan pedesaan, pengembangan sumberdaya manusia, sosiologi pedesaan, penyuluhan pembangunan, pendampingan dan pengembangan par�sipasi masyarakat, pengorganisasian, kelembagaan, pendidikan luar sekolah, pela�han, komunikasi pertanian dan lain-lain.

Untuk pengembangan jurnal AGRITEXTS, redaksi masih mengharapkan naskah, ar�kel, dan karya ilmiah. Masukan berupa kri�k dan saran yang membangun kami harapkan.

Redaksi

Page 4: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan
Page 5: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

PelindungDekan Fakultas Pertanian

Penanggung JawabWakil Dekan Bidang Akademik

Kepala Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi PertanianFakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Pimpinan RedaksiDr. Suminah, M.Si.

Mitra BebestariDr. Si� Amanah, Med (IPB)

Dr. Sumaryo Gito, M.Si (UNILA)Subejo, SP., M.Sc., Ph.D (UGM)

Ananta Kumar Giri, Ph.D (Madras Ins�tute of Development Studies)Jess Fernandez, Ph.D (ICRAF)

Sekretaris RedaksiArip Wijianto, SP., M.Si

Anggota RedaksiDr. Ir. Suwarto, M.Si

Ir. Retno Setyowa�, MSIr. Sugihardjo, MS

Hanifah Ihsaniya�, SP., M.Si

Tata Usaha dan SirkulasiKusharjan�, S.Sos

Aridius Dwi HAryanto, S.Pd

AGRITEXTSTerbit dua kali per tahun, se�ap bulan Mei dan Oktober

Bagi yang berminat dapat meda�arkan melalui surat ke alamat:Fakultas Pertanian UNS, Jl. Ir. Sutamai No. 36 A (Kampus Ken�ngan)

Telp. 0271-632386, Fax 0271-637457 dan e-mail: [email protected]

AGRITEXTSA G R I C U LT U R A L E X T E N S I O N

Page 6: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan
Page 7: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

50 - 58

59 - 73

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PEMBENTUK PERSEPSI DENGAN PERSEPSI P E M U D A D E S A T E R H A D A P P E K E R J A A N S U B S E K T O R PETERNAKAN....................................................................................................

SOSIALISASI GERAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN PROGRAM TO THE FARMER ..............................................................................

15 - 34

STUDI POLA KOMUNIKASI PEMERINTAH DAN PESANTREN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT......................................................................

Muhamad Fajar Pramono

01 - 14

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM RESI GUDANG KOMODITAS PADI (ORYZA SATIVA) ........

Kurnia Bayu Pratama , Suminah , Supanggyo

74 - 90

SIKAP PETANI TERHADAP GABUNGAN KELOMPOK TANI (GAPOKTAN)...............

Yunus Puratmoko , Kusnandar , Arip Wijianto

35 - 49

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN UNSUR TUMBUH KEMBANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN.........

Nurul Risca Pratiwi , Agung Wibowo , Bekti Wahyu Utami

Rindea Wini Pertiwi , Suwarto , Agung Wibowo

Yanuarti Hapsari , Arip Wijianto , Sutarto

AGRITEXTSA G R I C U LT U R A L E X T E N S I O NA G R I C U LT U R A L E X T E N S I O NA G R I C U LT U R A L E X T E N S I O N

Jurnal Penyuluhan Dan Komunikasi PertanianJurnal Penyuluhan Dan Komunikasi PertanianJurnal Penyuluhan Dan Komunikasi Pertanian

ISSN-0854-8382

3)

3)

3)

3)

3)

2)

2)

2)

2)

2)

1)

1)

1)

1)

1)

1)

Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 8: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan
Page 9: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN PERSEPSI

PETANI TERHADAP SISTEM RESI GUDANG KOMODITAS PADI (ORYZA SATIVA)

THE RELATIONSHIP CHARACTERISTICS OF FARMERS

WITH PERCEPTION FARMERS OF THE WAREHOUSE RECEIPT SYSTEM IN RICE COMMODITIES (ORYZA SATIVA)

Kurnia Bayu Pratama , Suminah , Supanggyo

Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret

Abstract

Warehouse receipt system has a very useful role for the life of farmers, particularly in assisting farmers in marketing their results, provision of warehousing facilities and credit. This research was conducted in Sub District Jaten by using descriptive analytical method. The research location was determined purposively in Sub District Jaten, because the warehouse and management of warehouse receipt system in Sub District Jaten. Respondents as much as 60 respondents using teknik proportional random sampling. While the analytical methods used to analyze using Spearman Rank Correlation Test Keofisien (rs). Results of Spearman Rank analysis and test of significance at 95% confidence level is obtained the result that the relationship between the characteristics of farmers with farmer perceptions is that there is no significant, relationship between the area of land tenure to farmers with perceptions there is a significant, correlation between perceptions and of formal education with farmer perceptions there was a significant, relationship between non-formal education, experience, social environment, economic environment, and information with farmers' perception of warehouse receipt system in commodities of rice in Sub District Jaten Regency Karanganyar there is a significant.

Keyword: Farmer perceptions, management of warehouse receipt system, oryza sativa

Abstrak

Sistem Resi Gudang mempunyai peranan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan petani khususnya dalam membantu petani dalam memasarkan hasil, penyediaan fasilitas pergudangan dan pemberian kredit. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jaten dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Pemilihan daerah sampel dilakukan secara sengaja (purposive). Responden sebanyak 60 responden dengan menggunakan teknik acak sebanding (proporsional random sampling). Analisis data dilakukan dengan Uji Keofisien Korelasi Rank Spearman (rs). Hasil analisis Rank Spearman pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa hubungan antara karekteristik petani dengan persepsi petani tidak signifikan, luas penguasaan lahan dengan persepsi petani terdapat hubungan yang

1) 2) 3)

1

Page 10: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

signifikan, pendidikan formal dengan persepsi petani terdapat hubungan yang sangat signifikan, demikian juga dengan pendidikan non formal, pengalaman, lingkungan sosial, lingkungan ekonomi, dan informasi dengan persepsi petani terhadap sistem resi gudang pada komoditas padi terdapat hubungan yang signifikan.

Kata kunci : Persepsi petani, sistem resi gudang, komuditas padi

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi padi

selain untuk menjamin terpenuhi-

nya kebutuhan pangan (beras)

nasional, juga merupakan salah satu

upaya untuk menaikkan penda-

patan atau kesejahteraan petani dan

keluarganya. Namun peningkatan

produksi yang dicapai petani pada

panen raya dalam kenyataannya

belum membawa petani pada

peningkatan pendapatan atau

kesejahteraan tersebut. Ketahanan

pangan yang ada pada suatu daerah

sangat penting, dikarenakan hal

tersebut akan menentukan bagai-

mana suatu daerah untuk

memenuhi kebutuhan pangan yang

ada pada sauatu daerah tersebut.

Sebagai upaya dalam mem-

bangun ketahanan pangan, maka

mitra strategis antara pemerintah

melalui instasi terkait dengan para

petani harus dijalin dengan baik.

Maka dari itu peran pemerintah

sangat diperlukan salah satu upaya

yang dilakukan yaitu dengan adanya

Sistem Resi Gudang. Beberapa

manfaat yang dapat dirasakan

dalam memanfaatkan jasa dari SRG

adalah memperpanjang masa

penjualan hasil produksi, membuka

pasar baru untuk menjual komoditas

melalui pengelola SRG dan

membuka akses permodalan

kelembaga perbankan. Melihat

peranan SRG yang langsung

berimplikasi pada usaha tani yang

dilakukan petani seperti yang

dijelaskan diatas. Berdasarkan pada

Undang-undang Nomor 9 Tahun

2006 tentang Sistem Resi Gudang,

sejak tahun 2009 Pemerintah

Kabupaten Karanganyar sebagai

upaya untuk menjaga ketahanan

pangan.

Ketahanan pangan tidak

hanya mencakup pengertian keter-

sediaan pangan yang cukup, tetapi

juga kemampuan mengakses (ter-

masuk membeli) pangan, keamanan

pangan (terkai keterjaminan

kualitas) dan tidak terjadinya

ketergantungan pangan pada pihak

manapun. Dalam hal ini, petani

punya kedudukan strategis dalam

ketahanan pangan. Petani adalah

2

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 11: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

produsen pangan sekaligus kelom-

pok konsumen terbesar yang

sebagian masih miskin dan berdaya

beli rendah. Petani harus memiliki

kemampuan untuk memproduksi

pangan sekaligus juga pendapatan

yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan pangan mereka

(Krisnamurthi, 2005).

Keberadaan dari pengelola

mau-pun gudang dari SRG berada di

Kecamatan Jaten Kabupaten

Karanganyar. SRG yang baru

berjalan di Kecamatan Jaten

tersebut perlu diketahui bagaimana

persepsi petani terhadap kebera-

daan lembaga tersebut, sehingga

nantinya akan dapat dijadikan dasar

untuk lebih memaksimalkan kinerja

dari SRG sebagai mitra petani dalam

membantu usahatani yang

dilakukan oleh petani. Oleh karena

itu, perlu dilakukan kajian yang lebih

mendalam mengenai hubungan

karak-teristik petani dengan

persepsi petani terhadap sistem resi

gudang komoditas padi di Kecama-

tan Jaten Kabupaten Karanganyar.

Berdasarkan uraian diatas,

dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut : 1). Bagaimana

persepsi petani terhadap SRG

komoditas padi di Kecamatan Jaten

Kabupaten Karanganyar? 2).

Bagaimana kondisi karakteristik

petani di Kecamatan Jaten Kabupa-

ten Karanganyar?. 3). Bagai-mana

hubungan karakteristik petani

dengan persepsi petani terhadap

SRG komoditas padi di Kecamatan

Jaten Kabupaten Karanganyar ?.

Berdasarkan permasalahan

yang telah dirumuskan, maka tujuan

dari penelitian ini adalah: 1).

Menganalisis persepsi petani ter-

hadap SRG komoditas padi di

Kecamatan Jaten Kabupaten

Karanganyar. 2). Menganalisis

kondisi karakteristik petani di

Kecamatan Jaten Kabupaten

Karanganyar 3). Menganalisis

hubungan karakteristik petani

dengan persepsi petani terhadap

SRG komoditas padi di Kecamatan

Jaten Kabupaten Karanganyar.

Untuk lebih jelasnya keterkaitan

antar variabel dapat dilihat pada

kerangka piker di bawah ini.

Kerangka berfikir dalam penelitian

ini dapat ditu-angkan sebagai

berikut :

3

Persepsi petani, sistem resi gudang,,, Pratama, Suminah, Supanggyo

Page 12: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Hipotesis dalam penelitian

ini adalah diduga ada hubungan

yang signifikan antara karakteristik

petani yang meliputi faktor internal

(pendidikan formal, pendidikan non

formal, pengalaman, luas pengua-

Karakteristik internal dan ekternal petani :

Faktor internal 1. Pendidikan formal 2. Pendidikan non formal 3. Pengalaman

sebelumnya 4. Luas penguasaan lahan

Faktor eksternal 1. Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat

yang keberadaanya dapat mendorong atau menghambat dalam menjalin kerjasama dengan SRG

2. Lingkungan ekonomi adalah kekuatan ekonomi dalam masyarakat yang secara langsung mendorong atau menghambat dalam menjalin kerjasama dengan SRG

3. Informasi tentang SRG

persepsi petani terhadap SRG 1. Kelembagaa SRG 2. Tugas SRG

a. Pemasaran hasil b. Penyedia fasilitas pergudangan c. Membuka akses permodalan ke lembaga perbankan

3. Pembiayaan SRG

Ketahanan Pangan

Koperasi Unit Desa (KUD)

Badan Urusan Logistik (BULOG)

Sistem Resi Gudang (SRG)

Manfaat yang diperoleh oleh petani yang memanfaatkan SRG: 1. Memperpanjang masa penjualan hasil

produksi 2. Tersedianya fasilitas pergudangan 3. Membuka pasar baru untuk menjual

komoditas melalui pengelola SRG. 4. Membuka akses permodalan ke lembaga

perbankan. 5. Menjaga stabilitas harga.

4

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 13: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

saan lahan) dan faktor ekternal

(lingkungan sosial, lingkungan

ekonomi dan informasi) dengan

persepsi kelompok tani terhadap

sistem resi gudang pada komoditas

padi di Kecamatan Jaten Kabupaten

Karanganyar.

METODE PENELITIAN

Metode dasar yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif, dengan

teknik survai. Penentuan lokasi

secara purposive (sengaja) di

Kecamatan Jaten dengan pertim-

bangan pengelolaan gudang SRG

sudah berjalan. Penentuan sampel

penelitian diambil sebanyak 60

petani yang tergabung dalam

kelompok tani dengan mengguna-

kan teknik proportional random

sampling. Pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan

wawancara, observasi dan doku-

mentasi. Analisis data digunakan uji

korelasi Rank Spearman (rs).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persepsi Petani terhadap Sistem Resi Gudang Komoditas Padi di Kecamatan Jaten Tabel 1. Persepsi petani terhadap Sistem Resi Gudang komoditas padi di Kecamatan

Jaten

Kategori Skor Jumlah Prosentase (%) Median

Tinggi Sedang Rendah

3 2 1

19 41 -

31,7 68,3

0

2

Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2010

Berdasarkan Tabel 1

tersebut menunjukkan bahwa

persepsi petani terhadap SRG

termasuk dalam kategori sedang.

Hal tersebut didukung pula dalam

persepsi petani terhadap kelem-

bagaan maupun tugas dari SRG yang

tergolong dalam kategori sedang

pula, sedangkan pada persepsi

petani terhadap pembiayaan SRG

tergolong dalam kategori tinggi. Hal

ini tidak terlepas dari keberadaan

dari SRG yang baru berjalan lebih

dari satu tahun ini, yaitu mulai

diresmikan pada tahun 2009.

Sehingga petani yang ada belum

begitu memahami sepenuhnya

tentang SRG, walaupun demikian

5

Persepsi petani, sistem resi gudang,,, Pratama, Suminah, Supanggyo

Page 14: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

perlu terus ditingkatkan peran serta

penyuluh dan pengelola yang

senantiasa menyampaikan informasi

berkaitan dengan sosialisasi tentang

keuntungan memanfaatkan jasa dari

SRG. Selain itu SRG sebagai mitra

petani menawarkan banyak

keuntungan-keuntungan yang dapat

digunakan petani apabila meman-

faatkan jasa dari SRG. Keuntungan

yang dapat dimanfaatkan ketika

memanfaatka jasa dari SRG antara

lain yaitu fasilitas pergudangan,

usaha pengelola SRG untuk

membantu petani dalam memasar-

kan hasil dari komoditas yang

disimpan dan juga menyediakan

akses kepada perbankan kepada

bank yang sudah ditunjuk.

2. Persepsi Petani terhadap kelembagaan Sistem Resi Gudang komoditas padi di Kecamatan Jaten Tabel 2. Persepsi petani terhadap kelembagaan Sistem Resi Gudang komoditas padi

di Kecamatan Jaten

Kategori Skor Jumlah Prosentase (%) Median

Tinggi Sedang Rendah

3 2 1

17 41 2

28,4 68,3 3,3

2

Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2010

Keadaan tersebut dapat

digam-barkan persepsi responden

terhadap kelembagaan Sistem Resi

Gudang dikate-gorikan sedang. Hal

tersebut menunjukkan bahwa

kelembagaan melalui pengelola dari

SRG melakukan pertemuan dengan

petani ataupun kelompok tani

antara 4 samapai 6 kali dalam satu

musim tanam terakhir. Pertemuan

tersebut tidak terlepas dari

sosialisasi tentang SRG terhadap

petani, tetapi pertemuan tersebut

belum sepenuhnya dapat membuat

petani memahami tugas maupun

manfaat dari SRG itu sendiri. Hal ini

tidak terlepas dari belum

maksimalnya pertemuan yang

diadakan pengelola SRG dengan

petani untuk mensosialisasikan

tugas maupun manfaat dari SRG.

Pertemuan yang dilakukan baru

sebatas sosialisasi tentang SRG

tetapi belum memberikan informasi

yang berkaitan tentang bagaimana

hak dan kewajiban dari petani ketika

meman-faatkan jasa dari SRG begitu

juga hak dan kewajiban dari

6

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 15: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

pengelola. Selain itu juga

keberadaan SRG yang tergolong

baru belum banyak memberikan

manfaat yang dapat dirasakan oleh

petani sehingga membuat petani

masih ragu untuk memanfaatkanya.

3. Persepsi petani terhadap tugas Sistem Resi Gudang komoditas padi di Kecamatan Jaten Tabel 3. Persepsi petani terhadap tugas Sistem Resi Gudang komoditas padi di

Kecamatan Jaten

Sub Variabel Tugas

Kategori Skor Jumlah Prosentase (%)

Median Median Gabungan

Pemasaran Hasil

Tinggi Sedang Rendah

3 2 1

13 39 8

21,7 65

13,3

2

2 Fasilitas

Pergudangan Tinggi Sedang Rendah

3 2 1

53 7 0

88,3 11,7

0

3

Akses Permodalan

Tinggi Sedang Rendah

3 2 1

17 42 1

28,3 70 1,7

2

Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2010

Berdasarkan pada tabel

tersebut pula dapat diketahui

bahwa persepsi petani terhadap

tugas SRG untuk memasarkan hasil

komoditas padi di Kecamatan Jaten

tergolong dalam kategori sedang

dengan median skornya adalah 2,

atau dengan kata lain keberadaan

SRG untuk membantu membuka

pasar baru untuk menjual komoditas

melalui pengelola SRG belum

sepenuhnya dapat menjual dari

komoditas yang disimpan. Pemasa-

ran hasil melalui pengelola SRG

sangat tergantung pada permitaan

yang ada, permintaan pada pasar

kadang tidak sesuai dengan

ketersediaan barang yang disimpan-

kan pada SRG sehingga tidak dapat

diperjualkan. Pada umumnya ketika

komoditas yang ada tidak dapat

dijual oleh pengelola SRG, petani

menjual sendiri komoditas tersebut

pada saat harga dianggap sudah

stabil yaitu ketika sudah melewati

panen raya. Keberadaan dari tugas

SRG untuk membantu membuka

pasar baru untuk menjual komoditas

melalui pengelola SRG ini

memberikan keuntungan pada

7

Persepsi petani, sistem resi gudang,,, Pratama, Suminah, Supanggyo

Page 16: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

petani, dalam hal memasarkan hasil

sehingga akan dapat meningkatkan

pendapatan dari petani itu sendiri

walaupun belum semua komoditas

yang ada dapat dijual oleh pengelola

dari SRG.

Berdasarkan pada tabel

tersebut pula dapat diketahui

bahwa persepsi petani terhadap

tugas SRG untuk menyediakan

fasilitas pergudangan komoditas

padi di Kecamatan Jaten tergolong

dalam kategori tinggi dengan

median skornya adalah 3, atau

dengan kata lain tugas dari SRG

untuk menyediakan fasilitas

pergudangan untuk menyimpan dari

komoditas yang ada sudah baik. Hal

ini terbukti petani memandang

dengan memanfaatkan jasa dari SRG

maka akan tidak berkurang kualitas

maupun kuantitas dari barang yang

disimpankan ke pengelola SRG.

Responden memandang dengan

adanya fasilitas pergudangan yang

memadai tersebut cukup membantu

responden dalam memperpanjang

masa penjualan komoditas yang

disimpan pada pengelola SRG.

Keberadaan dari fasilitas pergu-

dangan ini diharapakan dapat

membantu petani dalam memper-

panjang masa penjualan. Sehingga

petani dapat menghindari turunnya

harga pada saat panen raya dan

menjualnya kembali pada harga

yang sudah dianggap dapat

memberikan keuntungan.

Berdasarkan pada tabel

tersebut pula dapat diketahui

bahwa persepsi petani terhadap

tugas SRG untuk membuka akses

kepada lembaga perbankan tergo-

long dalam kategori sedang atau

dengan median skornya adalah 2,

atau dengan kata lain tugas dari SRG

untuk membuka akses permodalan

kepada perbankan belum sepenuh-

nya dimanfaatkan oleh petani yang

menggunakan jasa dari SRG. Hal ini

tidak terlepas dari uraian yang

disampaikan diatas yaitu belum

maksimalnya pertemuan yang

dilakukan oleh pengelola dengan

petani, sehingga petani enggan

untuk memanfaatkan jasa dari SRG

dikarenakan patani masih belum

mengetahui hak dan kewajiban apa

yang akan didapat jika meman-

faatkan lembaga perbankan yang

disediakan. Hal tersebut juga

dipengaruhi oleh kebutuhan

ekonomi dari masing-masing petani

dalam melakukan budidaya tana-

man padi. Keberadaan tugas dari

SRG untuk membuka akses kepada

perbankan dapat membantu petani

dalam melakukan budidaya yang

dilakukan. Akses kepada perbankan

dimanfaatkan untuk memenuhi atau

8

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 17: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

mencukupi permodalan dalam

melakukan budidaya pada musim

tanam yang berikutnya. Jadi dengan

adanya SRG ini petani selain dapat

memperpanjang masa penjualan

dari komoditas yang ada juga dapat

memperoleh permodalan dengan

membuka akses kepada perbankan.

4. Persepsi petani terhadap pembiayaan Sistem Resi Gudang komoditas padi di Kecamatan Jaten Tabel 4. Persepsi petani terhadap pembiayaan Sistem Resi Gudang komoditas padi di

Kecamatan Jaten

Kategori Skor Jumlah Prosentase (%) Median

Tinggi Sedang Rendah

3 2 1

34 24 2

56,7 40 3,3

3

Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2010

Berdasarkan pada penjela-

san diatas dapat diketahui bahwa

persepsi petani terhadap pembia-

yaan SRG pada komoditas padi di

Kecamatan Jaten tergolong dalam

kategori tinggi. Hal ini berarti

sebagian besar dari responden

membayarkan biaya yang harus

dikeluarkan untuk memanfaatkan

jasa dari SRG secara tepat waktu.

Walaupun cukup memberatkan

harus mengeluarkan biaya untuk

memanfaatkan jasa dari SRG tetapi

apabila manfaat yang akan diterima

lebih besar maka akan dapat

memberikan keuntungan. Biaya

yang harus dikeluarkan antar

responden berbeda satu sama lain

tergantung pada jumlah komoditas

yang dimasukkan pada SRG. Hal

tersebut menggambarkan respon-

den banyak yang membayarkan

sesuai dengan biaya yang sudah

ditentukan oleh pengelola yaitu

sebesar Rp 9/ kg selama tiga bulan

memanfaatkan SRG. Pihak pengelola

memberikan batas waktu ketika

petani memanfaatkan jasa dari SRG

yaitu paling lama 3 bulan, hal

tersebut dikarenakan untuk

menghindari penumpukan komodi-

tas yang disimpan di gudang

pengelola SRG. Pada umumnya

petani memanfaatkan SRG tidak

melebihi waktu yang ditentukan

oleh pengelola, dikarenakan petani

memanfaatkan jasa dari SRG untuk

menghindari menurunnya harga

pada saat panen raya.

9

Persepsi petani, sistem resi gudang,,, Pratama, Suminah, Supanggyo

Page 18: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

5. Hubungan Antara Karakteristik Petani Dengan Persepsi petani Terhadap Sistem Resi Gudang (SRG) Komoditas Padi di Kecamatan Jaten Tabel 5. Hubungan antara karakteristik petani dengan persepsi petani terhadap

Sistem Resi Gudang (SRG) komoditas padi di Kecamatan Jaten

Karakteristik petani (X) Persepsi petani (Y)

rs t hitung t tabel α Keterangan

1. Pendidikan Formal 2. Pendidikan Non Formal 3. Pengalaman 4. Luas Penguasaan Lahan 5. Lingkungan Sosial 6. Lingkungan Ekonomi 7. Informasi

0,270* 0,358** 0,373** -0,008 NS 0,381** 0,413** 0,449**

2,134 2,920 3,062 -0,061 3,138 3,454 3,828

2,001 2,001 2,001 2,001 2,001 2,001 2,001

0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05

S SS SS NS SS SS SS

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2010 Keterangan :

* = Signifikan pada = 0,05

** = Signifikan pada = 0,01 NS = Tidak signifikan

S = Signifikan SS = Sangat Signifikan rs = Korelasi rank Spearman

Berdasarkan Tabel 5. diketa-

hui terdapat hubungan yang

signifikan antara pendidikan formal

dengan persepsi petani terhadap

SRG. Pada tingkat kepercayaan 95 %

diperoleh nilai rs adalah 0,270 dan

nilai t hitung (2,134) > t tabel

(2,001). Menunjukkan bahwa

pendidikan formal memiliki

hubungan dengan persepsi petani

terhadap SRG. Pendidikan formal

tidak secara langsung memberikan

informasi tentang pertanian tetapi

tingkat pendidikan formal menun-

jukkan rasionalitas dan kemampuan

berpikir seseorang. Semakin tinggi

tingkat pendidikan formal petani,

maka akan mendorong mereka

berpikir lebih maju dan lebih

rasional. Seiring bertambahnya

pengetahuan yang dimiliki oleh

petani, tanggapan petani pun

terhadap SRG yang ada di

Kecamatan Jaten yang dapat

membantu petani dalam melakukan

pengelolaan usahatani pun akan

juga lebih baik.

Terdapat hubungan sangat

signifikan antara pendidikan non

formal dengan persepsi petani

terhadap SRG. Pada tingkat

kepercayaan 99 % diperoleh nilai rs

adalah 0,358 dan nilai t hitung

(2,920) > t tabel (2,001). Menunjuk-

kan bahwa pendidikan non formal

memiliki hubungan dengan persepsi

petani terhadap SRG. Frekuensi

kegiatan penyuluhan yang semakin

10

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 19: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

sering dapat membuat petani

banyak menerima informasi,

sehingga berguna meningkatkan

pengetahuan, khususnya pengeta-

huan tentang SRG. Kegiatan

penyuluhan dilakukan tidak bisa

dipisahkan dari peran serta

penyuluh yang senantiasa mem-

bantu petani dalam proses

pengelolaan usahatani. Selain itu

pengelola dari SRG yang

bekerjasama dengan penyuluh juga

melakukan sosialisasi yang berkaitan

tentang keberadaan dari SRG serta

manfaat-manfaat yang akan

diperoleh petani jika menggunakan

jasa dari SRG.

Terdapat hubungan yang

sangat signifikan antara pengalaman

dengan persepsi petani terhadap

SRG. Terlihat pada tingkat

kepercayaan 99 % diperoleh nilai rs

adalah 0,373 dan nilai t hitung

(3,062) > t tabel (2,001). Hal ini

menunjukkan bahwa pengalaman

memiliki hubungan dengan persepsi

petani terhadap SRG pada

komoditas padi di Kecamatan Jaten.

Pengalaman dapat bertambah

melalui rangkaian peristiwa yang

dialami selama memanfaatkan jasa

dari SRG. Pengalaman yang sudah

dimiliki petani tersebut, dimana

kondisi baik maupun buruk sudah

pernah dialami petani, sehingga

dapat dijadikan sebagai bahan

pembelajaran bagi petani untuk

menentukan keputusan atau

tindakan dalam memanfaatkan jasa

dari SRG. Petani dengan pengala-

man yang dimiliki akan memberikan

pengaruh pada persepsi petani

terhadap SRG pada komoditas padi.

Tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara luas pengu-

saan lahan dengan persepsi petani

terhadap SRG. Pada nilai rs adalah -

0,008 dan tingkat kepercayaan 95 %

diperoleh nilai t hitung (-0,061) < t

tabel (2,001). Berdasarkan analisis

tersebut dapat diketahui kebera-

gaman luas penguasaan lahan tidak

berpengaruh pada persepsi petani

terhadap SRG pada komoditas padi.

Luas penguasaan lahan yang dimiliki

oleh petani merupakan salah satu

faktor yang akan mempengaruhi

pada jumlah produksi dari budidaya

yang dilakukan petani, tetapi hal

tersebut tidak mempengaruhi

persepsi petani terhadap SRG pada

komoditas padi. Hal tersebut

dikarenakan petani menggunakan

jasa dari SRG memanfaatkan

kelompok tani sebagai wadah, jadi

secara bersama-sama memanfaat-

kan jasa dari SRG. Jadi jumlah

minimum komoditas yang ditentu-

kan oleh pengelola SRG dapat

dipenuhi petani dengan cara

11

Persepsi petani, sistem resi gudang,,, Pratama, Suminah, Supanggyo

Page 20: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

bersama memanfaatkan jasa SRG

dengan wadah kelompok tani.

Terdapat hubungan yang

sangat signifikan antara lingkungan

sosial dengan persepsi petani

terhadap SRG. Terlihat tingkat

kepercayaan 99 % diperoleh nilai rs

adalah 0,381 dan nilai t hitung

(3,138) > t tabel (2,001). Berdasar-

kan pada analisis tersebut dapat

diketahui bahwa lingkungan sosial

dimana responden berada atau

bertempat tinggal akan berpenga-

ruh pada persepsi petani terhadap

SRG. Responden yang bermata

pencaharian sebagai petani selain

mahkluk pribadi juga merupakan

mahkluk sosial, dimana kehidupan-

nya tidak bisa dipisahkan dengan

lingkungan dimana petani berada.

lingkungan sosial mempunyai

peranan yang sangat penting dalam

mempengaruhi persespsi petani

terhadap SRG pada komoditas padi

dalam menerima ataupun menyam-

paikan informasi.

Terdapat hubungan yang

sangat signifikan antara lingkungan

ekonomi dengan persepsi petani

terhadap SRG. Pada tingkat

kepercayaan 99 % diperoleh nilai rs

adalah 0,413 dan nilai t hitung

(3,454) > t tabel (2,001). Berdasar-

kan pada analisis tersebut dapat

diketahui bahwa lingkungan

ekonomi dimana responden berada

atau bertempat tinggal akan

berhubungan dengan persepsi

petani terhadap SRG pada komodi-

tas padi. Lingkungan ekonomi pada

penelitian kali ini tidak bisa

dilepaskan dengan faktor ekonomi.

Besarnya keuntungan yang akan

didapat jika memanfaatkan SRG

ataupun lingkungan ekonomi

lainnya akan dijadikan pertim-

bangan petani dalam memandang

SRG. Pengelolaan usahatani tidak

dapat dipisahkan dengan faktor

ekonomi yang akan menentukan

keberlanjutan dari usahatani

tersebut.

Terdapat hubungan yang

sangat signifikan antara informasi

dengan persepsi petani terhadap

SRG. Terlihat pada tingkat

kepercayaan 99 % diperoleh nilai rs

adalah 0,449 dan nilai t hitung

(3,828) > t tabel (2,001). Hal ini

menunjukkan bahwa informasi

memiliki hubungan dengan persepsi

petani terhadap SRG pada komodi-

tas padi di Kecamatan Jaten.

Informasi mempunyai peran dalam

mempengaruhi pemikiran petani

tentang keberadaan SRG ataupun

tentang manfaat-manfaat yang akan

diperoleh jika berkerjasama dengan

SRG. Informasi yang didapat petani

sebagian besar berasal dari

12

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 21: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

penyuluh dan juga pengelola SRG

yang mensosialisasikan SRG

tersebut. Jadi semakin banyaknya

informasi yang berkaitan tentang

SRG akan berpengaruh terhadap

persepsi petani yang tergabung

dalam kelompok tani terhadap SRG

pada komoditas padi di Kecamatan

Jaten.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1) Persepsi petani terhadap SRG

komoditas padi di Kecamatan

Jaten dapat dikatakan tergolong

dalam median gabungan skor 2

dengan kategori sedang. Hal ini

didukung pada persepsi petani

terhadap kelembagaan dan

tugas SRG tergolong dalam

kategori sedang, sedangkan

pada persepsi petani terhadap

pembiayaan SRG termasuk

dalam kategori tinggi.

2) Hubungan antara karekteristik

petani dengan persepsi petani

terhadap SRG pada komoditas

padi di Kecamatan Jaten adalah

terdapat hubungan yang tidak

signifikan antara luas pengu-

asaan lahan dengan persepsi

petani terhadap SRG pada

komoditas padi di Kecamatan

Jaten. Terdapat hubungan yang

signifikan antara pendidikan

formal dengan persepsi petani

terhadap SRG pada komoditas

padi di Kecamatan Jaten.

Terdapat hubungan yang sangat

signifikan antara pendidikan non

formal, pengalaman, lingkungan

sosial, lingkungan ekono-mi, dan

informasi dengan persepsi

petani terhadap SRG pada

komoditas padi.

Beberapa hal terkait

hasil penelitian dapat direkomen-

dasikan bahwa:

1) Kegiatan sosialisai yang

berkaitan tentang SRG akan

lebih baik jika melibatkan semua

pihak diantaranya dari penyuluh,

pengelola SRG ataupun pihak

lain yang berwenang perlu

ditingkatkan agar petani

ataupun pihak lain bisa dapat

memperoleh pengetahuan,

informasi, serta manfaat jika

menggunakan jasa dari SRG.

2) Perlu adanya fasilitas berupa

transportasi pengakutan untuk

komoditas yang ada dengan

ketentuan-ketentuan yang ada.

Misalnya dengan biaya yang

harus dikeluarkan dengan

besaran yang tidak memberat-

kan, sehingga petani yang ada

akan lebih tertarik untuk

13

Persepsi petani, sistem resi gudang,,, Pratama, Suminah, Supanggyo

Page 22: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

memanfaatkan system resi

gudang dengan adanya kemuda-

han yang ditawarkan tersebut.

3) Perlu adanya bimbingan tentang

memanfaatkan SRG secara

bersama-sama dengan melalui

wadah kelompok tani, agar

lebih mudah memenuhi jumlah

minimum komo-ditas padi.

DAFTAR PUSTAKA Derr, R. L. 1983. A Conceptual

Analysis of Information Need.

Inform. Proc & Manag. 19(5)

: 273-278.

Hadisapoetro, Soedarsono. 1973.

Pembangunan Pertanian.

Departemen Ekonomi Perta-

nian Fakultas Pertanian

UGM. Yogyakarta.

Hernanto, F. 1991. Usahatani.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Kartasapoetra. 1996. Teknologi

Penyuluhan Pertanian. Bina

Aksara. Jakarta.

Krisnamurthi, Bayu, 2005. Agenda

Pemberdayaan Petani Dalam

Rangka Pemantapan Ketaha-

nan Pangan Nasional.

http://www. Ekonomirakyat.

org/edisi_19/artikel_3.htm.

Download 3 November 2009.

Kurniawan, Doni. 2007. Strategi

Pengentasan Kemiskinan dan

Pembangunan Pedesaan

Mela-lui Pengembangan

Sistem Resi Gudang Gabah

Pada Koperasi Pertanian.

http://doni-jkk.blog. friend

ster.com. Diakses tanggal 3

November 2009.

Undang-undang Nomor 9 Tahun

2006 tentang Sistem Resi

Gudang.

14

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 23: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

STUDI POLA KOMUNIKASI PEMERINTAH DAN PESANTREN

DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

STUDY OF PATTERNS OF COMMUNICATION GOVERNMENT AND THE BOARDING IN COMMUNITY

DEVELOPMENT

Muhamad Fajar Pramono1, Dosen ISID/ Unida Gontor, Kepala LPPM UNIDA

E-mail:[email protected]

Abstract

Historical development of boarding school itself can not be separated

from the history of the development of Islam in the archipelago. Even genealogy boarding school education system can be traced from the time before the advent of Islam in Indonesia. Along with the development program in Indonesia, with the character of independence, Pondok Pesantren experiencing rapid development. Pondok Pesantren is not only incarnated as an educational institution of the people, but also as agents of change and community development. With the enactment of Law No. 20 of 2003 on National Education System, Boarding School entered a new phase in the world of education in this country, Pondok Pesantren has entered an integral part in the national education system. If all this has been donating all its schools for the benefit of citizens (state), then there must be a symbiotic mutualism between the two. It's time the state (government) pay serious attention to the continuity of boarding. If all this can exist with non-boarding schools, then the existence will be maximized if it is supported by the state. Moreover, the challenges ahead are certainly more severe because the social dynamics are also increasingly complex. Therefore, the necessary revitalization of the relationship between schools and the government during this flow. Pesantren has thus become and always become "a pioneer or pioneer development in Indonesia. Of course this should be accompanied with awareness building attitude and professional behavior. Keywords: Patterns of Communication, Government, Pesantren and Community Development

Abstrak

Sejarah perkembangan Pondok Pesantren itu sendiri tidak dapat

dipisahkan dari sejarah perkembangan Islam di wilayah Nusantara. Bahkan geneologi sistem pendidikan Pondok Pesantren dapat ditelusuri dari masa sebelum masuknya Islam di Indonesia. Seiring dengan program pembangunan di Indonesia,

15

Page 24: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

dengan watak kemandiriannya, Pondok Pesantren mengalami perkembangan pesat. Pondok Pesantren tidak hanya menjelma sebagai lembaga pendidikan rakyat, tetapi juga sebagai agen perubahan dan pembangunan masyarakat. Dengan lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pondok Pesantren memasuki babak baru dalam dunia pendidikan di negeri ini, Pondok Pesantren telah masuk bagian yang tak terpisahkan dalam Sistem Pendidikan nasional. Kalau selama ini pesantren telah menyumbangkan seluruh dayanya untuk kepentingan warga negara (negara), maka harus ada simbiosis mutualistis antara keduanya. Sudah waktunya negara (pemerintah) memberikan perhatian serius atas kelangsungan pesantren. Kalau selama ini pesantren bisa eksis dengan swadaya, maka eksistensi tersebut akan lebih maksimal apabila didukung oleh negara. Apalagi tantangan ke depan tentu lebih berat karena dinamika sosial juga semakin kompleks. Oleh sebab itu, diperlukan revitalisasi relasi antara pesantren dan pemerintah yang selama ini berjalan apa adanya. Pesantren dengan demikian telah menjadi dan selalu menjadi ”pelopor atau pioneer pembangunan di Indonesia. Tentu saja hal ini harus dibarengi dengan kesadaran membangun sikap dan perilaku profesional. Kata Kunci: Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan Pengembangan Masyarakat

PENDAHULUAN

Sistem pendidikan Pondok

Pesantren diakui sebagai sistem

pendidikan tertua dan memiliki

sejarah yang panjang di negeri ini.

Sejarah perkembangan Pondok

Pesantren itu sendiri tidak dapat

dipisahkan dari sejarah perkem-

bangan Islam di wilayah Nusantara.

Bahkan geneologi sistem pendidikan

Pondok Pesantren dapat ditelusuri

dari masa sebelum masuknya Islam

di Indonesia. Hal senada, sebagai-

mana diungkapkan oleh Manfred

Ziemek (1986) bahwa pada mulanya

banyak pesantren dibangun sebagai

pusat reproduksi spiritual, yakni

tumbuh berdasarkan sistem-sistem

nilai yang bersifat Jawa, tapi para

pendukungnya tidak hanya semata-

mata menanggulangi isi pendidikan

agama saja.

Pesantren bersama - sama

dengan para muridnya (santri) atau

dengan kelompoknya yang akrab

mencoba melaksanakan gaya hidup

yang menghubungkan kerja dan

pendidikan serta membina ling-

kungan desa berdasarkan struktur

budaya sosial. Karena itu pesantren

mampu menyesuaikan diri dengan

bentuk masyarakat yang amat

berbeda maupun dengan kegiatan-

kegiatan individu yang beraneka-

ragam. Akhirnya pesantrenlah yang

hampir semata-semata merupakan

basis terbuka bagi penduduk desa

demi terlaksananya swadaya dalam

16

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 25: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

bidang sosial, budaya dan

perekonomian2.

Karena itulah, dalam

perjalanan sejarah keindonesiaan,

pesantren tidak pernah lekang oleh

waktu, bahkan secara kuantitas

terus mengalami kenaikan (Rahim :

146). Karena itu masyarakat

pesantren sejak awal merupakan

komposisi besar kelompok sosial

budaya di Indonesia. Hal itu

sebagaimana Geertz membagi

kategori sosial masyarakat Jawa

menjadi santri, priyayi dan abangan,

walaupun pilahan sosial ini dewasa

ini semakin absurd. Selama ini

kelompok santri yang terlembaga-

kan dalam masyarakat pesantren

identik dengan masyarakat tradisio-

nal. Berbeda dengan masyarakat

modern, masyarakat tradisional

merupakan kelompok ter-besar

dalam pelapisan sosial di Indonesia.

Memasuki era kolonial,

Pondok Pesantren adalah satu-

satunya lembaga pedidikan rakyat

yang berkembang di masyarakat

selain di surau-surau dan langgar-

langgar. Barulah pada dasawarsa

terakhir abad ke-19, Pemerintah

Kolonial Belanda memperkenalkan

sistem Pendidikan Nasional. Inipun

hanya diperuntukkan bagi sekelom-

pok kecil masyarakat, terutama

kalangan ningrat. Demografisnya

yang kebanyakan berada di wilayah

pinggiran serta doktrin jihad yang

kuat untuk melawan penjajah,

menjadikan Pondok Pesantren tidak

hanya menjadi pusat pendidikan

rakyat tetapi juga menjadi simbol

perlawanan terhadap Pemerintah

Kolonial3.

Sementara dalam era

Pemerintah Orde Baru tekanan

kepada pesantren sebagai basis

pembetukan santri pejuang pem-

bangunan, distigmakan secara

lembaga. Proses sekulerisasi

pendidikan nasional diberlakukan

dan diskriminasi terhadap pendidi-

kan agama terjadi. Tujuannya, agar

kaum santri terpelajar dalam bidang

agama tak dikembangkan diri dalam

dunia akademis, agar ”rongrongan”

terhadap negara terminimalisasi.

Seiring dengan program

pem-bangunan di Indonesia, dengan

watak kemandiriannya, Pondok

Pesantren mengalami perkem-

bangan pesat. Pondok Pesantren

tidak hanya menjelma sebagai

lembaga pendidikan rakyat, tetapi

juga sebagai agen perubahan dan

pembangunan masyarakat. Dengan

lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Pondok Pesantren memasuki babak

17

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 26: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

baru dalam dunia pendidikan di

negeri ini, Pondok Pesantren telah

masuk bagian yang tak terpisahkan

dalam Sistem Pendidikan nasional.

Fakta ini memperlihatkan

fenomena kian sadarnya masyarakat

Indonesia bahwa kesan buruk yang

disematkan kepada santri maupun

pesantren, tak lagi ”laku”. Juga

membuktikan bukti bahwa apresiasi

dan penerimaan masyarakat

terhadap pendidikan pesantren

yang mampu menghasilkan santri

generasi pejuang dan pembangunan

bangsa. Menurut Hamid Fahmy,

pakar pemikiran Islam, bahwa

semestinya kini tak perlu lagi

mempertanyakan apa peran dan

fungsi pesantren dalam pem-

bangunan negara ini. Yang justru

perlu dipertanyakan adalah apa

yang telah dilakukan Pemerintah

dalam membangun pesantren dan

apa yang belum.4.

Pesantren merupakan lem-

baga keagamaan yang sangat

mengakar di masyarakat. Sebagai

lembaga yang telah mengakar dan

telah menjadi bagian sosiokultural

masyarakat, pesantren memiliki

peluang sebagai salah satu

penggerak pembangunan. Sebagian

besar pesantren berada di daerah

pedesaan sehingga potensi

pertanian menjadi salah satu

alternatif kegiatan pemberdayaan

ekonomi pesantren. Konsep

pengembangan pertanian yang

dilakukan di pesantren sudah

seharusnya menggunakan pendeka-

tan agribisnis. Sebagai suatu sistem,

agribisnis akan memberikan nilai

tambah melalui kegiatan-kegiatan

subsistem yang ada di dalamnya.

Landasan kultural yang

ditanamkan kuat di pesantren

diharapkan menjadi guidence dalam

implementasi berbagai tugas baik

pada ranah sosial, ekonomi, hukum,

maupun politik baik di lembaga

pemerintahan maupun swasta yang

konsisten, transparan, dan akun-

tabel. Ini penting karena pesantren

merupakan kawah candradimuka

bagi munculnya agent of social

change. Dan negara sangat

berkepentingan atas tumbuhnya

generasi yang mumpuni dan

berkualitas. Oleh sebab itu, kepe-

dulian dan perhatian negara bagi

perkembangan pesantren sangat

diperlukan.

Kalau selama ini pesantren

telah menyumbangkan seluruh

dayanya untuk kepentingan warga

negara (negara), maka harus ada

simbiosis mutualistis antara

keduanya. Sudah waktunya negara

(pemerintah) memberikan perhatian

18

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 27: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

serius atas kelangsungan pesantren.

Kalau selama ini pesantren bisa eksis

dengan swadaya, maka eksistensi

tersebut akan lebih maksimal

apabila didukung oleh negara.

Apalagi tantangan ke depan tentu

lebih berat karena dinamika sosial

juga semakin kompleks. Oleh sebab

itu, diperlukan revitalisasi relasi

antara pesantren dan pemerintah

yang selama ini berjalan apa adanya.

PEMBAHASAN

1. Konsep Pembangunan

Sejak puluhan tahun lalu

konsep pembangunan selalu

menjadi perdebatan, yang pada

gilirannya mengalami perubahan-

perubahan. Pada era pasca kolonial

berakhir Perang Dunia II, konsep

pembangunan didominasi oleh

perspektif ekonomi. Para ekonom

dalam dasawarsa 1950-an lebih

banyak memperdebatkan konsep ini

berdasarkan pada lingkup keilmuan-

nya, dimana industrialisasi dianggap

sebagai hal hakiki dalam pertum-

buhan (Suwarsono, 1991: hal. 7)

Pendekatan yang dilaksana-

kan adalah merangsang pertum-

buhan sektor industri, sedangkan

sektor tradisional kurang mendapat-

kan perhatian. Pendekatan ini jelas

mengedepankan modernitas yang

berimplikasi pada investasi yang

besar pada tahap awal pembangu-

nan dan kesulitan penerapan

modernitas pada mayoritas kebuda-

yaan tradisional pada saat itu.

Persepktif ini selanjutnya mendapat-

kan kritikan karena ketimpangan

sosial yang terjadi.

Perkembangan lain muncul

ketika ”ekonomi politik” menjadi

berpengaruh pada akhir 1960-an

dan 1970-an. Inti pemikirannya

adalah masalah ekonomi hanya

dapat dipahami dalam konteks

realitas politik. Ahli ekonomi politik

berangkat dari anggapan bahwa

masalah-masalah politik, kepemili-

kan sumber daya, kekuasaan dan

distribusi berpengaruh besar

terhadap proses pembangunan.

Untuk selanjutnya konsep pem-

bangunan bergeser pada konsep

ketergantungan yang bertumpu

pada negara-negara maju.

Dari setiap perspektif

pembangunan tersebut muncul

konsepsi baru yang lebih luas, yang

tidak hanya mencakup pertum-

buhan, melainkan juga kapasitas,

keadilan dan penumbuhan kuasa

serta wewenang. Konsepsi baru

tersebut berimplikasi pada ber-

gesernya paradigma dalam menen-

tukan masa depannya sendiri.

Partisipasi masyarakat diperlukan

mulai dari identifikasi kebutuhan

19

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 28: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

sampai pada proses evakuasi.

Keberhasilan proses pembangunan

semacam ini sangat terkait dengan

pola komunikasi yang dilakukan

dalam prosesnya. Dalm hal ini yang

berperan adalah para pelakunya,

baik dari pemerintah, para agen

perubahan, maupun masyarakat

sendiri (Everett M. Rogers, 1989:

hal. 2)

2. Konsep Komunikasi

Studi komunikasi dewasa ini

telah banyak melahirkan berbagai

macam teori yang masing-masing

memiliki kelebihan dan kelemahan

tersendiri. Ada banyak teori tentang

komunikasi. Berdasarkan kurun

waktu dan pemahaman atas makna

komunikasi, teori komunikasi

semakin hari berkembang seiring

berkembangnya teknologi informasi

yang memakai komunikasi sebagai

fokus kajiannya. Teori komunikasi

kontemporer yang merupakan

perkembangan dari teori komunikasi

klasik melihat fenomena komunikasi

tidak fragmatis. Artinya, komunikasi

dipandang sebagai sesuatu yang

kompleks-tidak sesederhana yang

dipahami dalam teori komunikasi

klasik (Totok Mardikato, 1997: hal.

27).

Komunikasi merupakan pro-

ses penyampaian pesan dari

komunikator pada sasaran dengan

tujuan makna yang sama. Ada tiga

kopseptualisasi yang dikemukakan

oleh John R. Wenburg dan William

W. Wilmot, juga Kennet K. Sereno

dan Edward M. Bodaken, yakni

komunikasi sebagai tindakan satu

arah, komunikasi sebagai interaksi

dan komunikasi sebagai transaksi5.

Komunikasi yang dikonsep-

kan sebagai ”tindakan satu arah”

dianggap merupakan suatu proses

linier yang dimulai dengan sumber

atau pengirim, komunikator dan

berakhir pada penerima, sasaran

dan tujuannya. Hanya saja, kerangka

pemahaman ini kurang sesuai jika

diterapkan untuk komunikasi tatap

muka, namun mungkin ini tidak

keliru jika diterapkan pada

komunikasi level publik (pidato)

yang tidak melibatkan tanya jawab

dan sisi komunikasi massa (cetak-

elektronik) (Mardikanto, 1997: hal.

148)

Oleh Michael Burgoon6

”komunikasi satu arah” disebut

sebagai ”definisi berorientasi

sumber”, (source-oriented defini-

tion). Definisi ini menyiratkan

komunikasi sebagai kegiatan secara

20

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 29: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

sengaja dilakukan seseorang

menyampaikan rangsangan untuk

membangkitkan respon orang lain.

Dalam konteks komunikasi dianggap

suatu tindakan yang disengaja

(intentional act) untuk menyam-

paikan pesan demi memenuhi

kebutuhan komunikator. Konsep ini

mengabaikan komunikasi yang tidak

disengaja, seperti pesan yang tidak

direncanakan yang tersirat dalam

nada suara atau ekspresi wajah,

atau isyarat lain yang spontan.

Selain itu, komunikasi satu arah juga

mengabaikan pengaruh timbal balik

antara pembicara dan pendengar.

Konsep kedua adalah

interaksi menyertakan komunikasi

sebagai ”proses sebab-akibat” atau

”aksi-reaksi”, yang arahnya bergan-

tian. Konsep kedua ini dipandang

lebih dinamis dari yang pertama.

Namun masih menganggap para

peserta komunikasi berorientasi

pengirim dan penerima pesan,

karena itu masih berorientasi

sumber walaupun secara bergan-

tian. Sehingga proses interaksi yang

berlangsung masih bersifat

mekanisme statis (B. Aubrey Fisher,

1978: hal. 228).

Komunikasi sebagai ”transak-

si” ini, yang merupakan konsep

ketiga diartikan sebagai suatu

proses personal, karena makna atau

pemahaman yang kita peroleh pada

dasarnya bersifat pribadi. Penafsiran

terhadap pesan verbal atau non-

verbal terhadap orang lain yang

disampaikan pada gilirannya akan

mengubah penafsiran orang lain

yang akan berganti pula seterusnya.

Karenya, pada konsep ini

komunikasi lebih dinamis dan tidak

membatasi yang disengaja atau

respon yang diamati saja. Pada

konsep ini komunikasi dianggap

telah berlangsung apabila seseorang

telah menafsirkan orang perilaku

orang lain, baik verbal maupun non-

verbalnya. Menurut Burgoon,

konsep ketiga ini mirip ”definisi”

berorientasi penerima (Receiver-

Oriented definition).

3. Konsep Komunikasi Pembangu-

nan

Selain tiga kerangka pemaha-

man tersebut, komunikasi sebenar-

nya tidak lepas dari konteks-

konteks, model dan pola. Karena

proses komunikasi tidak berlang-

sung dalam suatu ruang hampa-

sosial. Pertama, konteks fisik,

dimana proses komunikasi berlang-

sung dalam ruang situasi, iklim,

udara, penataan dinding, warna dan

lainnya. Kedua, konteks psykologi,

yaitu situasi psykologis para peserta

komunikasi, seperti, sikap, emosi,

21

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 30: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

prasangka dan lainnya. Ketiga,

konteks sosial, seperti, norma

kelompok, nilai sosial dan

karakteristik budaya. Keempat,

konteks waktu yang terkait dengan

komunikasi berlangsung.

Sedangkan dalam hal fungsi,

terdapat tiga fungsi modal: peluki-

san proses komunikasi, menujukkan

hubungan visual, dan membantu

dalam menentukan-memperbaiki

kemacetan sebuah komu-nikasi.

Penentuan suatu model komunikasi

yang dilakukan dalam komunikasi

pembangunan misalnya sangat

penting artinya untuk tercapainya

tujuan dan target pembangunan

yang diinginkan.

Dari hal tersebut diatas,

komunikasi pembangunan dapat

dikatakan sebagai komunikasi yang

dirancang, dan sebagai bagian dari

kegiatan pembangunan dengan

tujuan untuk mendorong partisipasi

aktif para pelaku pembangunan.

Partsisipasi aktif dalam pembangu-

nan itu meliputi: identifikasi

kebutuhan dan potensi yang

dimiliki, penyusunan rencana,

pelaksanaan program, monitoring

dan evaluasi, kaderisasi dan peman-

faatan hasil pembangunan (Totok

Mardikaton, 1997: hal. 25).

Karya Rostow The Strages of

Economic Growth a non Communist

Manifesto (1960) sangat berpenga-

ruh pada saat itu. Para ahli

komunikasi pembangunan pada saat

itu dapat menerima pemikiran

tersebut. Karya-karya Schramm

(1964), Lerner (1958), Lerner dan

Schramm (1967) serta Pye (1963)

berpengaruh besar dalam penga-

kuan pendekatan ini. Mereka

berpendapat bahwa media massa

dapat menciptakan iklim yang

kondusfif bagi terlaksannya pem-

bangunan (Suwarsono, 1991: hal

16).

Menurut Disssayanke, pen-

dekatan model pertama di atas

disamping mengandung filsafat

pembangunan tertentu, juga

terdapat filsafat komunikasi yang

mendasarinya. Pengaruh model

Aristoteles sangat kuat, yaitu empat

komponen komunikasi: komunika-

tor, pesan, penerima dan tujuan.

Penekannya ada pada komunikator

(media massa), dan sedangkan

penerima serta struktur sosialoginya

hanya mendapat sedikit perhatian.

Pendekatan kedua, para ahli

komunikasi terdorong untuk mem-

buat strategi baru. Dengan didasar-

kan pada pengalaman dengan

pendekatan pertama, mereka

berusaha menjawab permasalahan

ketidakmerataan distribusi hasil

pembangunan, ide-ide kemandirian

22

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 31: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

(self-reliance), pengelolaan sendiri

(self-management), pembangunan

sendiri (self-development) dan

partisipasi rakyat. Juga untuk

menjawab masalah-masalah yang

itu tidak terjawab pada pendekatan

pertama, seperti penerapan media

yang lebih purposif.

Pada pendekatan kedua ini

terjadi pergeseran model komuni-

kasi yang semula: dari model lineir,

mekanistik dan dari satu arah,

beranjak pada model-model yang

berorientasi pada proses (process

oriented) yang dua arah. Dengan

munculnya tulisan-tulisan Serlo

(1969, 1979) dan Sarlund (1970),

komunikasi kemudian lebih dilihat

sebagai suatu proses yang interaktif,

di mana komunikator dan khalayak

mempunyai tanggung-jawab yang

sederajat.

Pendekatan kedua ini belum

sepe-nuhnya menjelaskan peranan

komunikasi pembangunan, karena

baru sampai pada perpaduan media

komunikasi modern dengan tradiso-

nal, untuk menciptakan suatu

proses komunikasi yang timbal balik

antara pembuat kebijakan dengan

publik. Pendekatan ini merupakan

perintis jalan bagi evolusi model

komunikasi pem-bangunan7.

Pendekatan keempat, ditan-

dai dengan penekanan eksplisit

untuk mengandalkan kemampuan

diri sendiri (self reliance), melalui

strategi pemaduan ide - ide;

memaksimalkan partisipasi masya-

rakat paling bawah (grassroot level),

pembangunan desa secara terpadu,

penggunaan teknologi tepat guna

(appropriate technology) dan peme-

nuhan kebutuhan dasar.

Pendekatan-pendekatan di

atas, dari satu kurun waktu

keberikutnya tampak bahwa

komunikasi mengalami pergeseran

konsep dan mencoba menyesuaikan

dengan konsep pembangunan saat

itu. Kebanyakan dari pendekatan

tersebut masih menekankan pada

media-centric lebih menekankan

pada media dan pesan yang

disampaikan melalui media apa.

Kekurangan dalam pendekatan

sepihat itu dicoba untuk diperbaiki

oleh Rogers dan Akhikarya (1978)

dengan merumuskan pendekatan

konvergensi yang didasarkan pada

model komunikasi sirkuler, yang

menggantikan pendekatan linier.

Cara atau strategi Rogers

dan Adhikarya tersebut, tepat untuk

pembangunan yang mengedepan-

kan partisipasi aktif masyarakat

dalam menentukan nasibnya

sendiri, sebagaimana paradigma

23

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 32: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

pembangunan yang terlibat ini

sedang digulirkan oleh pemerintah

Indonesia. Pola komunikasi dalam

proses pembangunan, merupakan

pola yang juga melibatkan LSM.

Mereka adalah para pelaku

pembangunan yang pola komuni-

kasinya dalam proses pembangunan

turut menentukan berhasil tidaknya

pembangunan yang telah direncana-

kan (h. 143).

Dengan demikian ada

keterkaitan penting antara komuni-

kasi dengan pembangunan, khusus-

nya yang berkaitan dengan proses

pelaksanaan pembangunan. Ada

beberapa pemikiran yang mngaitkan

kedua komponen tersebut sebagai-

mana yang dikemukakan oleh

Schramm dan Dube, yakni:

1) Komunikasi berfungsi untuk

menciptakan iklim agar pem-

bangunan dapat berjalan

dengan baik.

2) Komunikasi adalah mekanisme

untuk mobilisasi (a mobilization

mechanism).

3) Komunikasi berperan untuk

menyedia-kan: Informasi ten-

tang kebutuhan akan

perubahan, Informasi tentang

kebutuhan akan perubahan,

Informasi tentang perubahan

yang akan terjadi, Informasi

tentang alternatif-alternatif

yang tersedia, Informasi ten-

tang metode, alat, keuntungan

mengadopsi ide baru dan cara

untuk mengerjakan sesuatu.

Komunikasi pembangunan

merupakan komunikasi yang

dirancang sebagai bagian dari

kegiatan pembangunan dengan

tujuan untuk mendorong

partisipasi aktif para pelaku

pembangunan tersebut. Partisi-

pasi aktif dalam pembangunan

meliputi identifikasi kebutuhan

dan potensi yang dimiliki;

penyusunan rencana; pelaksa-

naan program, monitoring dan

evaluasi; kaderisasi dan

pemanfaata hasil pembangu-

nan.

24

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 33: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Mengenei peran dan fungsi komunikasi dalam pembangunan dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 1: Peran dan Fungsi Komunikasi Dalam Pembangunan

4. Pola Komunikasi Dalam

Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan masyarakat

atau sering disebut Community

Development (CD) dalam pem-

bangunan merupakan model atau

alternatif yang dapat memecahkan

masalah kemiskinan yang terjawab

oleh penerapan paradigma mode-

renisasi. Sasaran utama CD adalah

menolong masyarakat untuk

meningkatkan kondisi ekonomi dan

sosial mereka. Hasil akhir dari CD

adalah terciptanya masya-rakat

yang mendorong dirinya sendiri dan

sustainable economic growth

dengan menggunakan sumber daya

yang tersedia. CD dapat dipahami

pula sebagai usaha-usaha kelompok

orang dalam sebuah lokalitas untuk

menciptakan sebuah proses sosial

kolektif dalam memperbaiki kondisi

ekonomi, sosial, budaya dan atau

lingkungan mereka. Dalam bahasa

sehari-hari, model ini biasa disebut

dengan ”pemberdayaan masyarakat

lokal”.

Ada beberapa karakteristik

pende-katan Community Develop-

ment (CD) yang juga merupakan

Partisipasi Masyarakaat

yg Berkualitas

Penyediaan Sarana & Prasarana

Penegakkan Hukum

Pengakuan Hak Azasi Manusia

Peningkatan Kompetensi Penciptaaan Iklim Kerja yg

memotivasi

Kebijakan Politik

Penciptaan Rasa Aman

Penciptaaan Iklim Usaha yg menguntungkan

Penciptaan Lingkungan Fisik yg favorabel

Kebijakan Ekonomi & Moneter

25

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 34: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

acuan pelaksanaan kegiatan pem-

bangunan, yaitu: berkelan-jutan

(sustainable), pemberdayaan (empo

-werment); efektif dan efesien

untuk masyarakat lokal; demokratik

dan partisipatif; distribusi hasil dan

manfaat yang lebih merata dalam

masyarakat lokal, keterkaitan

kelembagaan intra dan ekstra; tidak

merugikan atau mengecam budaya

lokal; dan peka terhadap masalah

gender (wanita dimasukkan sebagai

stakeholder) (Jim Ife & Frank

Teseriero, 2008: hal. 285).

Pola komunikasi pem-

bangunan dalam kajian ini adalah

bentuk atau model komunikasi yang

dilakukan oleh pelaku pembangu-

nan. Dalam pembangunan yang

menggunakan strategi pengem-

bangan masyarakat atau Community

Development (CD), pelaku pem-

bangunan bukan hanya pemerintah,

karena partisipasi aktif masyarakat

setempat yang diperlukan. Sehingga

pembangunan banyak dilakukan

oleh masyarakat sendiri dengan

didorong para pelaku perubahan.

Pemerintah selaku regulator,

fasilitator dan dinamisator mem-

bantu dalam pengambilan kebijakan

secara makro. Sedangkan kebijakan

mikro dilakukan oleh para pelaku

pembangunan lokal. Masyarakat

sebagai pelaku pembangunan bersa-

ma agen perubahan, baik Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) atau

lainnya dan pemerintah dalam

proses pelaksanaan pembangunan

perlu suatu pola komunikasi yang

tepat agar target pembangunan

yang diharapkan bisa tercapai

(Mardikanto, 1997: hal. 16).

Proses komunikasi pada

pembangunan yang didasarkan

partisipasi aktif masyarakat harus

didasarkan pada kondisi dan kultur

setempat, sehingga para agen

pembangunan sebagai motivator

banyak bergerak dalam tataran

interpersonal communication atau

komunikasi antar pribadi. Hal ini

disebabkan pendekatan komunikasi

interpersonal ini lebih mampu

mengetahui aspirasi masyarakat

tentang kebutuhan-kebutuhannya

karena sifatnya feedback-nya yang

langsung. Sebagai ilustrasi bisa

dilihat gambar berikut:

26

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 35: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Gambar 2: Skema Pola Komunikasi Dalam Pengembangan Masyarakat dan Agen

Pembangunan

5. Pemerintah, Pesantren dan

Pengembangan Masyarakat

Dari diskusi tentang

karakteristik pesantren dan unsur-

unsur kunci yang menentukan

proses pembelajaran didalamnya,

pesantren dipandang memiliki

grounded nature dan pranata sosial

yang tangguh dan mewakili aspirasi

sebagian besar masyarakat sekitar-

nya. Oleh karena itu, pesantren

dipandang sangat potensial untuk

berperan sebagai basis pem-

bangunan wilayah yang strategis.

Contoh pesantren yang berhasil

memberikan dampak pembangunan

terhadap masya-rakat lokal di

sekitarnya antara lain Pesantren

Daarut Tauhid pimpinan KH

Abdullah Gymnastiar di Bandung,

Pesantren Agrobisnis Al-Ittifaq di

Ciwidey, Pesantren Al-Amanah

dengan peternakan ayam dan

ikannya di Cililin (Dodi Nandika,

2005).

Hal yang sama dilakukan

Pondok Pesantren Maslakul Huda,

sebuah pesantren salaf yang berdiri

di Desa Kajen, Pati, Jawa Tengah.

Pesantren yang diasuh KH

Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh

atau akrab disapa Kiai Sahal ini telah

memberi kontribusi positif dan

signifikan terhadap persoalan-

Pendekatan Komunikasi

Strategi Komunikasi Proses Komunikasi

Komunikasi Interpersonal

Kelompok Komunikasi Makro & Mikro Proses Sirkuler

Komunikasi Dikdaktik

Komunikasi Triadik

Mikro Group Komunikasi Paradigmatik

Komunikasi Interpersonal

Komunikasi kelompok

Umpan Balik, Interaksi & Koherensi

27

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 36: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

persoalan sosial masyarakatnya. Di

antara keberhasilan Kiai Sahal dan

komunitas pesantrennya dalam

memberdayakan masyarakat adalah

dengan mendirikan dan mengem-

bangkan Bank Perkreditan Rakyat

(BPR) Artha Huda Abadi yang

beraset puluhan miliar rupiah, Unit

Simpan-Pinjam Syari’ah (USPS),

beberapa Kelompok Swadaya

Masyarakat (KSM) binaan, pem-

buatan pakan ternak dari limbah

tapioka, dan masih banyak lagi

usaha sosial lainnya (Zubeidi, 2007).

Paradigma pesantren tam-

paknya sangat didominasi oleh

karakteristiknya yang sangat dekat

dengan masyarakat. Pada saat

kultur pesantren ditarik pada

tataran formal, ada dua hal yang

mungkin terjadi. Pertama, pesan-

tren mampu melakukan modernisasi

di lingkungan masyarakatnya.

Kedua, pesantren berubah menjadi

institusi pendidikan formal yang

terpisah dari kultur masyarakatnya.

Kemungkinan yang kedua terjadi

karena grounded nature pesantren

terlepas dari akar masyarakatnya,

sehingga pesantren berubah

menjadi sekolah formal biasa.

Dari ketiga contoh pesantren

tersebut di atas menunjukan bahwa

diversifikasi program dan kegiatan

life skills di pesantren makin terbuka

dan luas, jika mampu melakukan

penggalangan sumber daya masya-

rakat sekitarnya dapat berfungsi

sebagai pusat pengembangan

masyarakat (Hasbullah, 1999). Oleh

karena itu, seiring dengan kuatnya

modernisasi pondok pesantren,

maka rekonstruksi peran pondok

pesantren yang tadinya hanya

mempelajari kitab-kitab Islam klasik

kiranya dapat diberdayakan secara

maksimal sebagai agen dalam pem-

bangunan wilayah (Dodi Nandika,

2005).

Melalui pendekatan ini,

sumber daya atau unsur-unsur

pondok pesantren termasuk kiai /

guru, masjid, santri, pondok, kitab-

kitab klasik hingga ilmu penge-

tahuan yang baru dapat didayaguna-

kan dalam proses pendidikan life

skills secara berkelanjutan untuk

membangun manusia yang memiliki

pemahaman ilmu pengetahuan,

potensi kemasyarakatan, dan pem-

bangunan wilayah. Hal ini berujung

pada penciptaan sumber daya

manusia yang berdaya saing dan

produktif. Dengan demikian, pondok

pesantren tidak hanya menjadi

penempa nilai-nilai spiritual saja,

tetapi juga mampu meningkatkan

kecerdasan sosial, dan keterampilan

dalam membangun wilayahnya.

28

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 37: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Pengembangan program dan

kegiatan pesantren agar berperan

sebagai basis pembangunan wilayah

pada dasarnya dimulai dari

kemampuan pesantren tersebut

untuk memberdayakan potensi-

potensi yang ada di lingkungannya

oleh sumber daya manusia yang ada

di pesantren. Sumber daya manusia

pesantren diberikan kemampuan

pengeta-huan dan keterampilan

yang sesuai dengan tuntutan

masyarakatnya, sehingga dapat

berperan sebagai driving force

masya-rakatnya. Dengan demikian,

program dan kegiatan life skills yang

dikembangkan pada pesantren

sebagai institusi pendidikan berasal

dan dipelajari dari lingkungan

masyarakatnya, serta tumbuh dan

berkembang secara bottom-up, dan

bukan ditentukan terlebih dahulu

sebagai ekspektasi formal suatu

kurikulum persekolahan.

Oleh karenanya, pemban-

gunan pendidikan di kalangan

pesantren memerlukan keterlibatan

elemen masyarakat sekitar dan

pemerintah daerah (pemda), baik

provinsi maupun kabupaten/ kota.

Dalam upaya mencari model yang

tepat agar peran pondok pesantren

dalam pembangunan wilayah

berjalan efektif, pemda perlu

merangkul perguruan tinggi sebagai

mitra. Hal ini dikarenakan perguruan

tinggi memiliki sumber daya yang

memadai dalam pengembangan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan

kegiatan riset.

Model yang akan dikem-

bangkan paling tidak memiliki

beberapa komponen bantuan

berikut: Pertama, pemberian dana

atau modal bergulir atau ventura

yang dikaitkan dengan pengem-

bangan potensi wilayah; Kedua,

pendampingan tenaga ahli dari

perguruan tinggi; pendampingan

tenaga ahli di sini meliputi transfer

teknologi dari perguruan tinggi ke

pesan-tren, yang mencakup sumber,

buku-buku atau media tulis pendu-

kung lainnya; Ketiga, penggunaan

Information Communi-cation Tech-

nology (ICT) untuk mendukung

kegiatan dan akses informasi; Keem-

pat, pengadaan dan pengembangan

teknologi atau peralatan produksi

untuk meningkatkan potensi lokal.

Kerja sama Terinspirasi oleh

model land grant college yang

berhasil melakukan modernisasi

pertanian di India dan Amerika

Serikat beberapa dekade yang lalu,

pemda harus bekerja sama dengan

perguruan tinggi untuk mengem-

bangkan lingkungan masyarakat di

sekitar pesantren sebagai inkubator

pengembangan program - program

29

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 38: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

pembangunan masyarakat yang

sesuai dengan potensi wilayah

setempat.

Secara sederhana sumber

daya ekonomi masyarakat pesan-

tren dapat dipilah menjadi dua,

yaitu modal dan tenaga kerja yang

keduannya bersifat tangible

(Rahardjo, 1999 : 337). Modal

mencakup uang, tanah/sumber daya

alam, bangunan, mesin atau

peralatan yang dimiliki oleh

masyarakat pesantren, sedangkan

tenaga kerja merupakan faktor

produksi sesudah modal yang

kadang disebut dengan modal insani

(human capital). Modal insani

memegang peran yang teramat vital

dalam faktor produksi, karenanya

dikenal human investmen dengan

harapan mendapatkan modal insani

yang berkualitas (Rahardjo, 1999 :

335). Ketersediaan faktor modal

tidak menjamin suksesnya pengem-

bangan ekonomi bila tidak diiringi

dengan kualitas SDM. Contoh

konkrit dalam hal ini adalah

Indonesia di satu sisi dengan Jepang,

Korea Selatan, dan Taiwan di sisi

yang lain.

Kualitas sumber daya manu-

sia tidak selalu tercermin dalam

ketrampilan dan fisik manusia akan

tetapi juga pendidikan, kadar

pengetahuan, pengalaman /

kematangan dan sikap atau nilai-

nilai yang dimiliki. Berkaitan dengan

unsur yang terakhir, pakar ekonomi

memandang pentingnya ”etos” dari

human capital. Etos dalam

pengertian sosiologis adalah

“sekumpulan ciri-ciri budaya, yang

dengannya suatu kelompok mem-

bedakan dirinya dan menunjukkan

jati dirinya berbeda dengan kelom-

pok yang lain”.

Anggota masyarakat dengan

bantuan para santri pesantren yang

telah memperoleh alih teknologi

dari perguruan tinggi, menentukan

paket-paket program yang akan

dipilih. Paket-paket tersebut dapat

berupa usaha warung serba ada

(waserda), ternak ikan, pembibitan

kelapa hibrida, usaha fotokopi dan

penjilidan, atau jenis usaha atau

pekerjaan apa saja yang sesuai

dengan potensi wilayah setempat.

Akuntabilitas program kelak dapat

dilihat dalam tiga tahap. Pertama,

keberhasilan alih teknologi dari

perguruan tinggi ke pesantren

sebagai institusi sehingga pesantren

dan santri-santrinya mampu

berperan menjadi motor penggerak

pertumbuhan usaha dan lapangan

kerja yang ada di lingkungan

masyarakatnya. Kedua, keberlan-

jutan program dan dampaknya

terhadap pertumbuhan lapangan

30

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 39: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

usaha dan pekerjaan di ling-kungan

masyarakat tersebut, pasca

penghentian bantuan dari pemda

dan perguruan tinggi, Ketiga,

peningkatan sumber daya manusia

masyarakat setempat dalam menge-

lola lapangan usaha baru.

Yang patut menjadi catatan

adalah, model ini tidak bisa

diberlakukan secara umum dan

dijadikan obat generik untuk semua

pesantren di Indonesia. Hal ini

dikarenakan, pada dasarnya pem-

bangunan pondok pesantren sangat

dipengaruhi oleh kultur lokal yang

melekat dengan perilaku dan

kemampuan para santrinya sebagai

potential driving force, serta kejelian

seorang pimpinan pesantren untuk

melihat peluang-peluang yang ada

di dalam masyarakatnya. Akankah

keunggulan institusi pesantren ini

menjadi perhatian pemerintah

dalam membangun wilayahnya ?

Kenapa tidak.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas

bahwa selama ini telah terbukti

tanggung menghadapi berbagai

tantangan karena kuatnya nilai-nilai

agama yang dijadikan pijakan dan

prisinsip kemandirian. Dalam hal ini

pengembangan ekonomi adalah bisa

memiliki jiwa dan semangat kewira-

usahaan (enterprenurship) yang

menjadi signifikan dan strategis bagi

pengembangan masyarakat.

Pesantren dengan demikian

telah menjadi dan selalu menjadi

”pelopor atau pioneer pembangu-

nan di Indonesia. Tentu saja hal ini

harus diberengi dengan kesadaran

membangun sikap dan perilaku

profesional.

Berpijak dari pemikiran dan

fakta di lapangan seperti yang

dijelaskan, ada beberapa hal penting

yang harus dilakukan pesantren

dalam kapasitas sebagai motivator,

dinamisator dan fasilitator pember-

dayaan atau pengembangan masya-

rakat (Civil Empowerment and

Community Development), sebagai

berikut:

Pertama, tantangan terberat

pesantren adalah dengan mencegah

terjadinya aliansi modal simbolik

(Otoritas Religius), modal kultural

(Intensitas) dan modal ekonomi

yang berpotensi diselewengkan oleh

kelompok kepentingan (interest

group) tertentu.

Kedua, sebagai lembaga

yang dekat dan dipercaya oleh

masyarakat, pesantren hendaknya

melakukan program kerja pember-

dayaan masyarakat, menuju

terciptanya ”kedewasaan” masyara-

31

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 40: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

kat, sejajar dengan masyarakat

lainnya.

Ketiga, dalam bidang pereko-

nomian pesantren perlu melakukan

kegiatan produktif ekonomis yang

berbasis pada sumber daya lokal.

Upaya ini mendesak dilakukan

segera membebaskan masyarakat

sekitar pesantren dari jeratan

kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Halim, Rr. Suhartini, M. Choirul

Arif, A. Sunarto (eds) (Juli

2005). Manajemen Pesan-

tren. Yogyakarta: Pustaka

Pesantren, Cet. I.

Arief, Sritua. (1998). Pembangu-

nanisme dan Ekonomi

Indonesia. Bandung: Zaman

Wacana Mulia.

Ballling dan Totten, (1985).

Modernisasi Masalah Model

Pembangunan, Jakarta :

Rajawali Press, 1985, cet II

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi

Pesantren Studi Tentang

Pandangan Hidup Kyai.

Jakarta: LP3ES, 1982.

Dodi Nandika,”Pesantren Sebagai

Basis Pembangunan Wila-

yah”, dalam Republika,

Jum’at, 25 Februari 2005.

Effendi, Tadjudin Noer. (1998).

Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan

Kemiskinan. Yogyakarta:

Tiara Wacana.

Field, John (Maret 2010). Modal

Sosial. Bantul: Kreasi

Wacana, Cet. I.

Fisher, B. Aubrey. (1986). Teori-Teori

Komunikasi. Bandung: Rema-

ja Rosdakarya.

H.J. de Graaf dan Th. G. Th. Pigeaud.

Kerajaan-Kerajaan Islam

Pertama di Jawa- Kajian

Sejarah Politik Abad ke-15

dan ke-16. Jakarta: Grafiti

Press, 1986.

Hamka, (1981). Sejarah Umat Islam.

Jakarta: Bulan Bintang, Cet.

IV.

Jim Ife dan Frank Tesoriero.

(September 2008). Commu-

nity Development: Alternatif

Pengembangan Masyarakat

di Era Globalisasi. Yogyakar-

ta: Pustaka Pelajar, Cet. I.

Karim, M. Rusli. Dinamika Islam di

Indonesia Suatu Tinjauan

Sosial Politik. Yogyakarta:

Hanindita, 1985.

Korten, David C. (1989). Getting to

The 21st Century Voluntary

Action and the Global

Agenda. Connecticut, USA:

Kumarian Press, Inc.

Litlejohn, Stephen W. & Karen A.

Foss. (2008). Theories of

32

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 41: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Human Communication.

Belmot, USA: Pre-Press

Company, Inc, Ninth Edition.

Mardikanto, Totok. (1997). Dasar-

dasar Komunikasi

Pembangunan. Jakarta: Balai

Pustaka, Cet I.

Midgley, James. (2005).

Pembangunan Sosial:

Perpektif Pembangunan

Dalam Kesejahteraan Sosial.

Jakarta: Ditperta Depag RI.

Nasution, Z. 2004. Komunikasi

Pembangunan. Pengenalan

Teori dan Penerapannya.

Rajawali Pers. Jakarta.

Panitia PM Gontor. K.H. Imam

Zarkazy Dari Gontor Merintis

Pesantren Modern.

Ponorogo: Gontor Press,

1996.

Pembangunan Indonesia :

Menyongsong Abad XXI.

Pustaka Pembangunan

Swadaya Nusantara. Jakarta.

Rogers, E. M (Ed). 1989, Komunikasi

dan Pembangunan:

Perspektif Kritis. LP3S.

Jakarta.

Rogers, E. M. 2003, Diffusion of

Innovations: Fifth Edition.

Free Press. New York.

Rovihandono, Rio, dkk (Januari

2006). Merekam jejak Mitra

Pengelolaan Sumber Daya

Alam Berbasis Masyarakat.

Jakarta: Yayasan

Keanekaragaman Hayati

Indonesia, Cet. I.

Suman, Agus dan Ahmad Erani

Yustika. (1997). Perspektif

Baru Pembangunan

Indonesia catatan Kritis

terhadap Isu-Isu Aktual,

Malang: Brawijaya Press, cet.

I.

Suwarsono & Alvin Y. So (1991),

Perubahan Sosial dan

Pembangunan di Indonesia –

Teori-teori Modernisasi,

Dependensi dan Sistem

Dunia, Jakarta: LP3ES, Cet. 1

(Selasa, 2 Nopember 2010).

Tilaar, H.A.R, (1997), Pengembangan

Sumber Daya Manusia

Dalam Era Globalisasi.

Jakarta: Gramedia.

Yaya M. Abdul Aziz (ed.),”Visi Global

Antisipasi Indonesia

Memasuki Abad Ke 21,

Jakarta: Yayasan Islam Abad

21, cet I.

Yustina, Ida dan Sudrajat, Adjat

(Penyt.), 2003,

Membentuk Pola Perilaku

Manusia Pembangunan :

Didedikasikan Kepada Prof.

Dr. H.R. Margono Slamet,

IPB Press : Bogor.

33

Pola Komunikasi, Pemerintah, Pesantren dan,,, Fajar Pramono

Page 42: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Zarkasyi, Imam dan Ahmad Sahal.

Wasiat, Pesan, Nasehat dan

Harapan Pendiri Pondok

Modern Gontor. Ponorogo:

Pondok Modern Gontor.

Ziemek, Manfred. (September

1986). Pesantren Dalam

Perubahan Sosial. Jakarta:

Perhimpunan

Pengembangan Pesantren

dan Masyarakat, Cet. I.

Zubeidi.2007.Pemberdayaan Masya-

rakat Berbasis Pesantren.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Cet I.

34

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 43: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN UNSUR TUMBUH KEMBANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM

KELUARGA HARAPAN

RELATIONSHIP OF SOCIAL CAPITAL AND GROWING ELEMENTS PUBLIC PARTICIPATION AT THE FAMILY HOPE

PROGRAM

Nurul Risca Pratiwi1), Agung Wibowo2), Bekti Wahyu Utami3) 1) Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

2, 3)Dosen Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

This research aims to assess the level of social capital, assess the level of an element of growth and development participation, and examines the relationship between capital social and an element of the growth of participation on CCT in Wonogiri Subdistrict of Wonogiri Regency. Location research done purposively and taking the number of samples is done by proportional random sampling. Methods of data analysis is the measurement interval width and Rank Kendall correlation test. Based on the results of correlation Rank Kendall, a variable that has a significant relationship with the participation of KSM in CCT at all stages of participation is variable reciprocity the value Zcount 3.808, solidarity with Zcount 5.771, willingness with Zcount 4.326, opportunity with Zcount value of 5.716, and the ability with a value of 4,435 Zcount. It shows that the variable relationship reciprocity, solidarity, willingness, opportunity, and ability with the participation of KSM in PKH is significant because the value of Ztable is greater than Zcount 2,580 at 99% confidence level. Thus, the higher the level of reciprocity, solidarity, willingness, opportunity, and ability to KSM, the higher the participation in CCT.

Keywords: Social Capital, Conditional Cash Transfers

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat modal sosial, mengkaji tingkat unsur tumbuh kembang partisipasi, dan mengkaji hubungan modal sosial dan unsur tumbuh kembang partisipasi terhadap tingkat partisipasi dalam PKH di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dan pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan proportional random sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah pengukuran lebar interval dan uji korelasi Rank Kendall. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Kendall, variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi KSM dalam PKH pada seluruh tahapan partisipasi adalah variabel reciprocity dengan nilai zhitung 3,808, solidaritas dengan nilai zhitung, kemauan dengan nilai zhitung 4,326, kesempatan dengan nilai zhitung 5,716, dan kemampuan dengan nilai zhitung 4,435. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan variabel reciprocity, solidaritas, kemauan,

35

Page 44: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

kesempatan, dan kemampuan dengan partisipasi KSM dalam PKH adalah signifikan karena nilai zhitung lebih besar daripada ztabel 2,580 pada tingkat kepercayaan 99%. Sehingga, semakin tinggi tingkat reciprocity, solidaritas, kemauan, kesempatan, dan kemampuan KSM, maka akan semakin tinggi pula partisipasinya dalam PKH.

Kata kunci: Modal Sosial, Program Keluarga Harapan

PENDAHULUAN

Indonesia hingga saat ini

masih termasuk ke dalam kategori

negara berkembang. Pembangunan

yang dilakukan suatu negara

berkembang diharapkan dapat

mengantarkannya menuju negara

yang maju. Proses pembangunan di

Indonesia sendiri terhambat oleh

beberapa masalah salah satunya

adalah kemiskinan. Kondisi kemiski-

nan di Indonesia masih cukup tinggi,

berdasarkan data yang disajikan

Badan Pusat Statistik dari bulan

Maret 2014 jumlah penduduk

miskin sebanyak 28,3 juta jiwa atau

11,22 % dan bulan September 2014

masih sebanyak 27,73 juta jiwa atau

10,99 % dari 252,164 juta jiwa total

penduduk (BPSa,2015). Pembangu-

nan dapat dilakukan melalui

program pengembangan masyara-

kat, dimana hal tersebut akan

membawa pada perbaikan layanan

kesehatan dan pendidikan; perbai-

kan ekonomi yang berkelanjutan;

perbaikan penggunaan lahan;

perbaikan fasilitas masyarakat dan

layanan publik (Theresia dkk, 2014).

Salah satu program pengem-bangan

masyarakat yang sedang digunakan

pemerintah melalui Kementrian

Sosial untuk menanggulangi kemiski-

nan adalah Program Keluarga

Harapan (PKH), dimana program

tersebut sekaligus untuk percepatan

pencapaian tujuan pertama yang

tercantum dalam Millennium

Development Goal’s (MDGs), yaitu

pengentasan kemiskinan dan

kelaparan ekstrem.

PKH adalah program

pengentasan kemiskinan dengan

memberikan bantuan tunai bersya-

rat (Conditional Cash Transfers)

kepada Keluarga Sangat Miskin

(KSM) yang sudah dilaksanakan di

Indonesia sejak tahun 2007. Tujuan

umum dari PKH adalah meningkat-

kan kualitas sumber daya manusia,

dan mengubah pandangan, sikap,

serta perilaku KSM untuk lebih

dapat mengakses layanan kesehatan

dan pendidikan yang diharapkan

dapat memutus rantai kemiskinan

antargenerasi, selain itu KSM juga

diharapkan mandiri melalui

Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

36

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 45: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Kabupaten Wonogiri sudah

selayaknya menjadi salah satu

daerah penerima PKH karena

masyarakat miskin disana tidak rutin

dalam memanfaatkan fasilitas

kesehatan. Persentase pendidikan

tertinggi yang ditamatkan sebagian

besar penduduk khususnya di

Kecamatan Wonogiri juga hanya

setingkat SD yaitu sebesar 28.105

atau 51,54% (BPSd,2015). Hal itu

terkendala oleh kondisi ekonomi

dari masyarakat miskin sehingga

tidak dapat mengenyam pendidikan

yang lebih tinggi atau pun kondisi

sosial budaya lingkungan yang

memotivasi masyarakat untuk tidak

meneruskan sekolah. Selain itu,

Kecamatan Wonogiri masih

mengalami kendala terkait KUBE

padahal akses terhadap bantuan

permodalan dan pemasaran lebih

mudah, serta lebih cepat dalam

memperoleh informasi ketika

terdapat pelatihan-pelatihan yang

diadakan instansi terkait.

Potensi tersebut apabila

dapat dimanfaatkan dengan optimal

akan membantu sebagian bahkan

seluruh KSM untuk dapat mandiri

setelah kategori penerima bantuan

habis serta berpotensi menjadi

percontohan bagi KUBE di

kecamatan bahkan kabupaten lain.

Dalam proses pembangunan yang

diwujudkan melalui program

pengembangan masyarakat PKH,

lebih mendasarkan pentingnya

partisipasi dari peserta program

karena peserta program adalah

subjek pembangunan. Kunci

keberhasilan pembangunan sendiri

ditentukan oleh partisipasi aktif

peserta mulai dari perencanaan

hingga pemanfaatan hasil pem-

bangunan.

Tingginya tingkat partisipasi

tersebut dapat ditentukan oleh

kondisi modal sosial dan unsur

tumbuh kembang partisipasi yang

dimiliki peserta program. Berdasar-

kan hasil penelitian Rozaqi (2009),

unsur tumbuh kembang partisipasi

yaitu kemauan, kemampuan, dan

kesempatan masyarakat berhu-

bungan signifikan dengan tingkat

partisipasi masyarakat dalam PNPM

Mandiri Perdesaan; hasil penelitian

Apandi (2010) mengemukakan

bahwa modal sosial vertikal yaitu

tingkat kepercayaan, kerjasama, dan

kuat jaringan berhubungan dengan

tingkat partisipasi masyarakat dalam

program; sedangkan hasil penelitian

Taryania (2013) mengemukakan

bahwa modal sosial tingkat keperca-

yaan, norma, dan jaringan peserta

program memiliki hubungan dengan

partisipasi dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil

37

Modal Sosial, Program Keluarga Harapan, Pratiwi, Wibowo, Utami

Page 46: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

pada keeratan hubungan yang

berbeda-beda. Oleh karena itu,

penelitian mengenai Hubungan

Modal Sosial dan Unsur Tumbuh

Kembang Partisipasi Masyarakat

Dalam Program Keluarga Harapan di

Kecamatan Wonogiri Kabupaten

Wonogiri menjadi perlu dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana

hubungan modal sosial yaitu social

networks, reciprocity, trust, solidari-

tas, kebersamaan dan unsur tumbuh

kembang partisipasi yaitu kemauan,

kesempatan, kemampuan terhadap

partisipasi masyarakat peserta

program atau keluarga sangat

miskin (KSM) dalam PKH.

METODE PENELITIAN

Metode dasar yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif yaitu

metode penelitian dengan mem-

bahas suatu permasalahan dengan

cara meneliti, menguraikan, menga-

nalisis dan menginterpretasikan hal-

hal yang ditulis dengan pembahasan

teratur dan sistematis (Arifin dan

Junaiyah, 2010). Pelaksanaan peneli-

tian ini menggunakan teknik survai.

Teknik survai merupakan pelaksa-

naan penelitian dengan cara

mengambil sampel dari suatu

populasi dan menggunakan

kuesioner sebagai alat pengumpulan

data yang pokok (Singarimbun,

1995).

Metode untuk mengetahui

tingkat modal sosial dan unsur

tumbuh kembang partisipasi

menggunakan alat analisis penguku-

ran lebar interval, sedangkan untuk

menganalisis hubungan modal sosial

dan unsur tumbuh kembang

partisipasi terhadap tingkat partisi-

pasi Keluarga Sangat Miskin (KSM)

dalam PKH dilakukan dengan uji

korelasi Rank Kendall melalui

pemanfaatan program SPSS 20.0 for

windows untuk mempermudah

proses pengolahan data dan uji

tingkat signifikansi hubungan

melalui perhitungan Zhitung kemudian

membandingkannya dengan Ztabel.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data

meng-gunakan teknik wawancara

melalui pertanyaan yang diajukan

secara lisan kepada responden

terpilih, teknik observasi yaitu

melakukan pengamatan langsung ke

lapangan dengan melihat objek

penelitian, dan teknik pencatatan.

Sampel penelitian ditentu-

kan secara proportional random

sampling yaitu sebanyak 40 peserta

program di empat desa, dimana

beberapa kelompok KSM telah

memperoleh bantuan modal KUBE

38

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 47: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

kemudian diambil secara proporsio-

nal agar dapat mewakili 147

populasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kantor Unit Pelaksana

Program Keluarga Harapan (UPPKH)

terletak di sebelah utara Kecamatan

Wonogiri, lebih tepatnya yaitu di

Kelurahan Wonokarto. Berdasarkan

Statistik Daerah Kecamatan

Wonogiri (2015), Kecamatan

Wonogiri merupakan daerah

pegunungan. Sebagian besar

Kecamatan Wonogiri memiliki

topografi yang datar dengan

ketinggian rata-rata 158 mdpl.

Kecamatan Wonogiri terbagi

kedalam 15 desa / kelurahan, dan

desa yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Desa

Purwosari, Sonoharjo, Bulusulur,

dan Wonoboyo.

Memperkuat modal sosial

kelompok miskin berarti meningkat-

kan kesempatan bagi mereka untuk

berpartisipasi. Berikut tingkat social

networks, reciprocity, trust, solidari-

tas, kebersamaan, KSM dalam PKH

dii Kecamatan Wonogiri dapat

dilihat pada Tabel 1.

Pemberian kesempatan

harus dilandasi oleh pemahaman

bahwa masyarakat bersangkutan

layak bukan hanya karena memiliki

kemampuan-kemampuan yang

diperlukan, namun sebagai sesama

warga negara yang berhak

berpartisipasi dan memanfaatkan

setiap kesempatan membangun

bagi perbaikan mutu hidup

khususnya melalui PKH. Tingkat

kemauan, kesempatan, dan kemam-

puan dalam PKH di Kecamatan

Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 2.

Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara

modal sosial dan unsur tumbuh

kembang partisipasi terhadap

partisipasi Keluarga Sangat Miskin

(KSM) dalam PKH di Kecamatan

Wonogiri Kabupaten Wonogiri.

Hubungan tersebut akan dapat

dilihat dengan Uji Korelasi Rank

Kendall melalui pemanfaatan

program SPSS 20.0 for windows

untuk mempermudah proses

pengolahan data dan untuk

mengetahui tingkat signifikansi

dengan membandingkan besarnya

nilai zhitung dan ztabel dimana tingkat

kepercayaan yang digunakan 95% (α

= 0,05) dan 99% (α = 0,01). Apabila

zhitung ≥ ztabel maka Ho ditolak, artinya

ada hubungan yang signifikan antara

modal sosial dan unsur tumbuh

kembang partisipasi terhadap

partisipasi KSM dalam PKH di

Kecamatan Wonogiri Kabupaten

Wonogiri. Sebaliknya, apabila zhitung

39

Modal Sosial, Program Keluarga Harapan, Pratiwi, Wibowo, Utami

Page 48: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

< ztabel maka Ho diterima, artinya

tidak ada hubungan yang signifikan

antara antara modal sosial dan

unsur tumbuh kembang partisipasi

dengan partisipasi KSM terhadap

PKH di Kecamatan Wonogiri

Kabupaten Wonogiri. Hasil analisis

hubungan antara modal sosial dan

unsur tumbuh kembang partisipasi

dengan partisipasi KSM dalam PKH

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 1. Tingkat Modal Sosial KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri

No Tingkat Interval Kategori Jumlah Prosentase (%)

1 Social networks 7,0-16,3 16,4-25,7 25,8-35,0

Rendah Sedang Tinggi

0 27 13

0,0 67,5 32,5

2 Reciprocity 7,0-16,3 16,4-25,7 25,8-35,0

Rendah Sedang Tinggi

0 16 24

0,0 40 60

3 Trust 10,0-23,3 23,4-36,7 36.8-50,0

Rendah Sedang Tinggi

0 1

39

0,0 2,5

97,5

4 Solidaritas 9,0-21,0 21,1-33,0 33,1-45,0

Rendah Sedang Tinggi

0 1

39

0,0 2,5

97,5

5 Kebersamaan 9,0-21,0 21,1-33,0 33,1-45,0

Rendah Sedang Tinggi

0 15 25

0,0 37,5 62,5

Sumber : Analisis Data Primer, 2016

Tabel 2. Tingkat Unsur Tumbuh Kembang Partisipasi KSM dalam PKH di Kecamatan

Wonogiri Kabupaten Wonogiri No Tingkat Interval Kategori Jumlah Prosentase (%)

1 Kemauan 9,0-21,0 21,1-33,0 33,1-45,0

Rendah Sedang Tinggi

0 0

40

0,0 0,0

100,0

2 Kesempatan 12,0-28,0 28,1-44,0 44,1-60,0

Rendah Sedang Tinggi

1 30 9

2,5 75,0 22,5

3 Kemampuan 12,0-28,0 28,1-44,0 44,1-60,0

Rendah Sedang Tinggi

0 25 15

0,0 62,5 37,5

Sumber : Analisis Data Primer, 201

40

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 49: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Tabel 3. Uji Hipotesis Hubungan antara Modal Sosial dan Unsur Tumbuh Kembang Partisipasi terhadap Partisipasi KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri

Var Y1 Y2 Y3 Y4 Ytot

τ Z hit τ Z hit τ Z hit τ Z hit τ Z hit

X1

X1.1 0,222 2,017* 0,189 1,718 0,168 1,527 0,143 1,300 0,181 1,645

X1.2 0,509 4,626** 0,369 3,353** 0,345 3,135** 0,477 4,335** 0,419 3,808**

X1.3 0,085 0,772 0,036 0,327 0,131 1,191 0,167 1,518 0,136 1,236

X1.4 0,274 2,490* 0,527 4,789** 0,499 4,535** 0,584 5,307** 0,635 5,771**

X1.5 0,150 1,363 0,333 3,026** 0,382 3,472** 0,482 4,380** 0,447 4,062**

X2 X2.1 0,460 4,180** 0,442 4,017** 0,415 3,771** 0,435 3,953** 0,476 4,326** X2.2 0,483 4,389** 0,491 4,462** 0,566 5,144** 0,608 5,525** 0,629 5,716** X2.3 0,532 4,835** 0,400 3,635** 0,489 4,444** 0,481 4,371** 0,488 4,435**

Xtot 0,423 3,844** 0,525 4,771** 0,570 5,180** 0,714 6,489** 0,712 6,471**

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Keterangan:

Berdasarkan Tabel 3 dapat

diketahui hubungan antara social

net-works dengan partisipasi dalam

perenca-naan mempunyai nilai τ

0,222 dan nilai zhitung 2,017. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan

variabel social networks dengan

partisipasi dalam perencanaan

adalah signifikan karena nilai zhitung

lebih besar daripada ztabel 1,960

pada tingkat kepercayaan 95%.

Sehingga, semakin tinggi tingkat

social networks atau semakin

banyak responden/KSM bergabung

dalam bebe-rapa jaringan maka

akan semakin tinggi pula partisipasi-

nya dalam tahap perencanaan.

Fakta di lapangan, responden/KSM

telah mengikuti lebih dari satu

organisasi sosial selain PKH, yaitu

Dasawisma dan PKK. Responden /

KSM yang tergabung pada lebih dari

satu jaringan sudah terbiasa

berpartisipasi dalam perencanaan

suatu kegiatan dengan mengetahui

tujuan dari organisasi yang diikuti

tersebut, sering menghadiri

pertemuan rutin, mengajukan ide /

gagasan, mem-buat kesepakatan

bersama, dan mengambil keputusan

X1,1 : Social networks X1,2 : Reciprocity X1,3 : Trust X1,4 : Solidaritas X1,5 : Kebersamaan X2,1 : Kemauan X2,2 : Kesempatan X2,3 : Kemampuan Xtotal : Modal sosial dan unsur tumbuh

kembang partisipasi Y1 : Partisipasi dalam perencanaan

Y2 : Partisipasi dalam pelaksanaan

kegiatan

Y3 : Partisipasi dalam pemantauan & evaluasi pembangunan

Y4 :: Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan

Ytotal : Partisipasi KSM dalam PKH τ Zhit * **

: Koefisien Korelasi Rank Kendall : Z hitung : Signifikan pada Z tabel = 0,05 : Signifikan pada Z tabel = 0,01

Z tabel 0,05 Z tabel 0,01

: 1,960 : 2,580

41

Modal Sosial, Program Keluarga Harapan, Pratiwi, Wibowo, Utami

Page 50: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

bersama dalam kelompoknya sesuai

prioritas kebutuhan saat itu.

Hubungan antara social networks

dengan partisipasi dalam pelaksa-

naan kegiatan mempunyai nilai τ

0,189 dan nilai zhitung 1,718,

hubungan antara social networks

dengan partisipasi dalam peman-

tauan dan evaluasi pembangunan

mempunyai nilai τ 0,168 dan nilai

zhitung 1,527, hubungan antara

social networks dengan partisipasi

dalam pemanfaatan hasil pem-

bangunan mempunyai nilai τ 0,143

dan nilai zhitung 1,300, serta

hubungan antara social networks

dengan partisipasi dalam PKH

mempunyai nilai τ 0,181 dan nilai

zhitung 1,645. Hal ini menunjukkan

bahwa hubungan variabel social

networks dengan partisipasi dalam

pelaksanaan kegiatan, pemantauan

dan evaluasi, serta pemanfaatan

hasil pembangunan adalah tidak

signifikan karena zhitung lebih kecil

daripada ztabel 1,960 pada tingkat

kepercayaan 95% sehingga

walaupun responden/KSM mengi-

kuti jaringan selain PKH belum tentu

partisipasinya tinggi dalam pelaksa-

naan kegiatan, pemantauan dan

evaluasi, serta pemanfaatan hasil

pembangunan. Fakta di lapangan,

hal tersebut terjadi karena KSM

belum tentu aktif dalam kepenguru-

san kelompok; tidak begitu sering

dalam memberikan saran saat

pertemuan kelompok karena

mengikuti arahan ketua kelompok

atau pendamping saja; terdapat

KSM yang belum membentuk dan

menjalankan KUBE karena terken-

dala kesibukan sehingga hanya

dapat memberikan sumbangan uang

untuk arisan dan iuran sosial saja

serta belum dapat merasakan

manfaat dari hasil kegiatan KUBE.

Hubungan antara recipro-

city dengan partisipasi dalam

perencanaan mempunyai nilai τ

0,509 dan nilai zhitung 4,626,

hubungan reciprocity dengan

partisipasi dalam pelaksanaan kegia-

tan mempunyai nilai τ 0,369 dan

nilai zhitung 3,353, hubungan

reciprocity dengan partisipasi dalam

pemantauan dan evaluasi pem-

bangunan mempunyai nilai τ 0,345

dan nilai zhitung 3,135, hubungan

reciprocity dengan partisipasi dalam

pemanfaatan hasil pembangunan

mempunyai nilai τ 0,477 dan nilai

zhitung 4,335, dan hubungan

reciprocity dengan partisipasi dalam

PKH mempunyai nilai τ 0,419 dan

nilai zhitung 3,808. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan

variabel reciprocity dengan

partisipasi dalam perencanaan,

pelaksanaan kegiatan, pemantauan

42

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 51: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

dan evaluasi, pemanfaatan hasil

pembangunan, serta partisipasinya

secara keseluruhan dalam PKH

adalah signifikan karena zhitung

lebih besar daripada ztabel 2,580

pada tingkat kepercayaan 99%.

Sehingga, semakin tinggi tingkat

reciprocity responden/KSM maka

akan semakin tinggi pula partisipasi-

nya dalam perencanaan, pelaksa-

naan kegiatan, pemantauan dan

evaluasi, pemanfaatan hasil

pebangunan, serta partisipasinya

secara keseluruhan dalam PKH.

Fakta di lapangan, KSM yang pernah

saling menolong, mulai dari

pemberian gagasan/saran berkaitan

dengan kendala/masalah yang

disampaikan saat pertemuan kelom-

pok hingga bantuan materi akan

merangsang KSM yang dibantunya

di kesempatan mendatang untuk

membalasnya dengan hal yang sama

bahkan lebih.

Hubungan antara trust

dengan partisipasi dalam perenca-

naan mempunyai nilai τ 0,085 dan

nilai zhitung 0,772, hubungan trust

dengan partisipasi dalam pelaksa-

naan kegiatan mempunyai nilai τ

0,036 dan nilai zhitung 0,327,

hubungan trust dengan partisipasi

dalam pemantauan dan evaluasi

pembangunan mempunyai nilai τ

0,131 dan nilai zhitung 1,191,

hubungan trust dengan partisipasi

dalam pemanfaatan hasil pem-

bangunan mempunyai nilai τ 0,167

dan nilai zhitung 1,518, dan

hubungan trust dengan partisipasi

dalam PKH mempunyai nilai τ 0,136

dan nilai zhitung 1,236. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan

variabel trust dengan partisipasi

dalam perencanaan, pelaksanaan

kegiatan, pemantauan dan evaluasi,

pemanfaatan hasil pembangunan,

serta partisipasinya secara keseluru-

han dalam PKH adalah tidak

signifikan karena zhitung lebih kecil

daripada ztabel 1,960 pada tingkat

kepercayaan 95%. Sehingga,

walaupun tingkat trust responden /

KSM tinggi belum tentu partisipasi-

nya tinggi dalam perencanaan,

pelaksanaan kegiatan, pemantauan

dan evaluasi, pemanfaatan hasil

pembangunan, serta dalam PKH

secara keseluruhan. Fakta di

lapangan, hal itu terjadi karena

sebagian besar responden/KSM

hanya saling mempercayai sebatas

dengan KSM satu kelompoknya saja;

dapat memaklumi apabila ada KSM

yang tidak bisa hadir dengan

memberi alasan ketidak hadirannya;

tidak semua KSM dapat membentuk

dan melaksanakan KUBE karena

kesibukan yang berbeda-beda; KSM

tidak selalu memberikan ide/

43

Modal Sosial, Program Keluarga Harapan, Pratiwi, Wibowo, Utami

Page 52: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

gagasan dan saran atas masalah dan

kendala yang sedang dihadapi

karena sudah mempercayakan

kepada ketua kelompok.

Hubungan antara solidari-

tas dengan partisipasi dalam peren-

canaan mempunyai nilai τ 0,274 dan

nilai zhitung 2,490. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan

variabel solidaritas dengan partisi-

pasi dalam perencanaan, adalah

signifikan karena zhitung lebih besar

daripada ztabel 1,960 pada tingkat

kepercayaan 95%. Hubungan

solidaritas dengan partisipasi dalam

pelaksanaan kegiatan mempunyai

nilai τ 0,527 dan nilai zhitung 4,789,

hubungan solidaritas dengan

partisipasi dalam pemantauan dan

evaluasi pembangunan mempunyai

nilai τ 0,499 dan nilai zhitung 4,535,

hubungan solidaritas dengan

partisipasi dalam pemanfaatan hasil

pembangunan mempunyai nilai τ

0,584 dan nilai zhitung 5,307, dan

hubungan solidaritas dengan

partisipasi dalam PKH mempunyai

nilai τ 0,635 dan nilai zhitung 5,771.

Hal ini menunjukkan bahwa hu-

bungan variabel solidaritas dengan

partisipasi dalam pelaksanaan

kegiatan, pemantauan dan evaluasi,

pemanfaatan hasil pembangunan,

serta partisipasinya secara keseluru-

han dalam PKH adalah signifikan

karena zhitung lebih besar daripada

ztabel 2,580 pada tingkat keper-

cayaan 99%. Sehingga, semakin

tinggi tingkat solidaritas responden /

KSM maka akan semakin tinggi pula

partisipasinya dalam perencanaan,

pelaksanaan kegiatan, pemantauan

dan evaluasi, pemanfaatan hasil

pembangunan, serta dalam PKH

secara keseluruhan. Fakta di

lapangan, responden/KSM telah

mematuhi kesepakatan untuk

melakukan perte-muan kelompok

rutin. Sedangkan kesepakatan lain,

seperti arisan kelompok KSM setuju

karena akan berguna bagi yang

membutuhkan. Kesetiaan dan

keyakinan KSM dalam melakukan

kumpulan kelompok diwujudkan

dengan ia sering datang baik saat

penyaluran bantuan maupun

kumpulan kelompok rutin. Selain itu

KSM juga sangat bangga dalam

mengikuti PKH maupun menjadi

peserta PKH.

Hubungan antara kebersa-

maan dengan partisipasi dalam

perencanaan mempunyai nilai τ

0,150 dan nilai zhitung 1,363. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan

variabel kebersamaan dengan

partisipasi dalam perencanaan

adalah tidak signifikan karena

zhitung lebih kecil daripada ztabel

1,960 pada tingkat kepercayaan

44

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 53: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

95%. Sehingga, walaupun tingkat

kebersamaan responden/KSM tinggi

belum tentu partisipasinya juga

tinggi dalam tahap perencanaan.

Fakta di lapangan, hal itu terjadi

karena masih terdapat responden /

KSM yang jarang mengajukan ide

atau gagasan; KSM cenderung

mempercayakan ide / gagasan

cemerlang dari ketua kelompoknya.

Sedangkan, hubungan kebersamaan

dengan partisipasi dalam pelaksa-

naan kegiatan mempunyai nilai τ

0,333 dan nilai zhitung 3,026,

hubungan keber-samaan dengan

partisipasi dalam pemantauan dan

evaluasi pembangunan mempunyai

nilai τ 0,382 dan nilai zhitung 3,472,

hubungan kebersamaan dengan

partisipasi dalam pemanfaatan hasil

pembangunan mempunyai nilai τ

0,482 dan nilai zhitung 4,380, dan

hubungan kebersamaan dengan

partisipasi dalam PKH mempunyai

nilai τ 0,447 dan nilai zhitung 4,062.

Hal ini menunjukkan bahwa

hubungan variabel kebersamaan

dengan partisipasi dalam pelaksa-

naan kegiatan, pemantauan dan

evaluasi, pemanfaatan hasil

pembangunan, serta partisipasinya

secara keseluruhan dalam PKH

adalah signifikan karena zhitung

lebih besar daripada ztabel 2,580

pada tingkat kepercayaan 99%.

Sehingga, semakin tinggi tingkat

kebersamaan responden/ KSM maka

akan semakin tinggi pula partisipasi-

nya dalam pelaksanaan kegiatan,

pemantauan dan evaluasi, peman-

faatan hasil pembangunan, serta

dalam PKH secara keseluruhan.

Fakta di lapangan, hal tersebut

karena sebagian besar KSM merasa

penting untuk berkumpul dengan

KSM lain dalam kelompoknya baik

saat penyaluran maupun diluar

penyaluran; mau saling bergotong-

royong untuk menciptakan keman-

dirian melalui pembentukan usaha

kelompok (KUBE); dan saling

mendukung dalam musyawarah

mufakat.

Hubungan antara kemauan

dengan partisipasi dalam perenca-

naan mempunyai nilai τ 0,460 dan

nilai zhitung 4,180, hubungan

kemauan dengan partisipasi dalam

pelaksanaan kegiatan mempunyai

nilai τ 0,442 dan nilai zhitung 4,017,

hubungan kemauan dengan partisi-

pasi dalam pemantauan dan

evaluasi pembangunan mempunyai

nilai τ 0,415 dan nilai zhitung 3,771,

hubungan kemauan dengan partisi-

pasi dalam pemanfaatan hasil

pembangunan mempunyai nilai τ

0,435 dan nilai zhitung 3,953, dan

hubungan kemauan dengan partisi-

pasi dalam PKH mempunyai nilai τ

45

Modal Sosial, Program Keluarga Harapan, Pratiwi, Wibowo, Utami

Page 54: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

0,476 dan nilai zhitung 4,326. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan

variabel kemauan dengan partisipasi

dalam perencanaan, pelaksanaan

kegiatan, pemantauan dan evaluasi,

pemanfaatan hasil pebangunan,

serta partisipasinya secara keseluru-

han dalam PKH adalah signifikan

karena zhitung lebih besar daripada

ztabel 2,580 pada tingkat keper-

cayaan 99%. Sehingga, semakin

tinggi tingkat kemauan responden /

KSM maka akan semakin tinggi pula

partisipasinya dalam perencanaan,

pelaksanaan kegiatan, pemantauan

dan evaluasi, pemanfaatan hasil

pem-bangunan, serta partisipasi

dalam PKH secara keseluruhan.

Fakta di lapangan, responden/KSM

memiliki motivasi yang tinggi dalam

mengikuti PKH karena adanya

kesadaran dari dirinya sendiri untuk

memperbaiki kehidupannya. Guna

memperoleh segala yang dibutuh-

kan, sebagian besar KSM berupaya

dengan mau melakukan kegiatan

atas dasar kesadarannya.

Hubungan antara kesempa-

tan dengan partisipasi dalam

perencanaan mempunyai nilai τ

0,483 dan nilai zhitung 4,389,

hubungan kesempatan dengan

partisipasi dalam pelaksanaan

kegiatan mempunyai nilai τ 0,491

dan nilai zhitung 4,462, hubungan

kesempatan dengan partisipasi

dalam pemantauan dan evaluasi

pembangunan mempunyai nilai τ

0,566 dan nilai zhitung 5,144,

hubungan kesempatan dengan

partisipasi dalam pemanfaatan hasil

pembangunan mempunyai nilai τ

0,608 dan nilai zhitung 5,525, dan

hubungan kesempatan dengan

partisipasi dalam PKH mempunyai

nilai τ 0,629 dan nilai zhitung 5,716.

Hal ini menunjukkan bahwa

hubungan variabel kesempatan

dengan partisipasi dalam perenca-

naan, pelaksanaan kegiatan, peman-

tauan dan evaluasi, pemanfaatan

hasil pembangunan, serta partisi-

pasinya secara keseluruhan dalam

PKH adalah signifikan karena zhitung

lebih besar daripada ztabel 2,580

pada tingkat kepercayaan 99%.

Sehingga, semakin tinggi tingkat

kesempatan responden/KSM maka

akan semakin tinggi pula partisipasi-

nya dalam perencanaan, pelaksa-

naan kegiatan, pemantauan dan

evaluasi, pemanfaatan hasil pem-

bangunan, serta dalam PKH secara

keseluruhan. Fakta di lapangan, KSM

telah diberikan kesempatan untuk

berpartisipasi mulai tahap perenca-

naan, dimana pada tahap awal

selalu diberikan sosialisasi apabila

terdapat informasi mulai dari

kewajiban KSM, hak KSM, dan

46

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 55: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

sumbangan apa saja yang dapat

diberikan KSM terhadap program.

KSM diminta memberikan ide /

gagasannya mengenai program dan

saran untuk setiap pemecahan

masalah / kendala yang sedang

dihadapi.

Hubungan antara kemam-

puan dengan partisipasi dalam

perencanaan mempunyai nilai τ

0,532 dan nilai zhitung 4,835,

hubungan kemampuan dengan

partisipasi dalam pelaksanaan

kegiatan mempunyai nilai τ 0,400

dan nilai zhitung 3,635, hubungan

kemampuan dengan partisipasi

dalam pemantauan dan evaluasi

pembangunan mempunyai nilai τ

0,489 dan nilai zhitung 4,444,

hubungan kemampuan dengan

partisipasi dalam pemanfaatan hasil

pembangunan mempunyai nilai τ

0,481 dan nilai zhitung 4,371, dan

hubungan kemampuan dengan

partisipasi dalam PKH mempunyai

nilai τ 0,488 dan nilai zhitung 4,435.

Hal ini menunjukkan bahwa

hubungan variabel kemampuan

dengan partisipasi dalam perenca-

naan, pelaksanaan kegiatan, peman-

tauan dan evaluasi, pemanfaatan

hasil pem-bangunan, serta partisi-

pasinya secara keseluruhan dalam

PKH adalah signifikan karena zhitung

lebih besar daripada ztabel 2,580

pada tingkat kepercayaan 99%.

Sehingga, semakin tinggi tingkat

kemampuan responden / KSM maka

akan semakin tinggi pula partisipasi-

nya dalam perencanaan, pelaksa-

naan kegiatan, pemantauan dan

evaluasi, pemanfaatan hasil pem-

bangunan, serta dalam PKH secara

keseluruhan. Fakta di lapangan,

responden/KSM di Kecamatan

Wonogiri sudah memiliki kesediaan

berpartisipasi tinggi yang akan

membantu upaya pembangunan,

dimana kesediaan nantinya akan

mendorong peningkatan kemam-

puan melalui berbagai upaya.

Apabila kemampuan dalam peman-

faatan potensi telah dimiliki,

diharapkan kemandirian responden

/ KSM yang dibangun melalui KUBE

juga akan tercapai.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil uji

korelasi Rank Kendall, variabel yang

memiliki hubungan signifikan terha-

dap partisipasi KSM dalam PKH pada

seluruh tahapan partisipasi adalah

variabel reciprocity (X2), solidaritas

(X4), kemauan (X6), kesempatan (X7),

dan kemampuan (X8).

Adapun saran yang dapat

menjadi pertimbangan oleh peserta

program dan peneliti selanjutnya:

(1) Modal sosial dan unsur tumbuh

47

Modal Sosial, Program Keluarga Harapan, Pratiwi, Wibowo, Utami

Page 56: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

kembang partisipasi yang sudah baik

supaya dapat dijaga bahkan

ditingkatkan agar partisipasi KSM

optimal dalam setiap tahap

partisipasi. Hal itu dapat dilakukan

salah satunya dengan mewajibkan

KSM yang belum membentuk KUBE

untuk segera membentuk KUBE

karena secara alamiah akan terjalin

komunikasi dan interaksi antar KSM

yang lebih intensif. Komunikasi dan

interaksi yang baik akan menghasil-

kan masyarakat yang tidak indivi-

dualistik, kemudian akan meningkat-

kan modal sosial dan membawa

kepada pertumbuhan ekonomi dan

kestabilan demokrasinya. (2) Peneli-

tian ini menggunakan alat analisis uji

korelasi Rank Kendall yang diharap-

kan pada penelitian selanjutnya

dapat dikembangkan menjadi uji

korelasi Rank Kendall secara parsial.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapkan terima kasih

disampaikan kepada Bapak Agung

Wibowo, SP., M.Si, Ibu Bekti Wahyu

Utami, SP., M.Si, Ibu Eny Lestari, SP.,

M.Si, selaku dosen pembimbing dan

tim penguji yang telah membantu

dalam menyempurnakan penelitian

ini, serta kedua orang tua penulis

yang senantiasa memberikan

semangat dan do’a tulusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Apandi, A.R. (2010). Tingkat Partisi-

pasi Masyarakat Dalam

Program Pemberdayaan

Ekonomi “Aku Himung

Petani Banua” Dari

Perspektif Kapital Sosial

(Kasus: PT Arutmin Indone-

sia Satui Mine, Kalimantan

Selatan). Skripsi. Bogor:

Departemen Sains Komuni-

kasi Dan Pengembangan

Masyarakat Fakultas Ekologi

Manusia IPB.

Arifin dan Junaiyah H.M. 2010.

Keutuhan Wacana. Grasin-

do. Jakarta.

BPSa. (2015). Statistik Indonesia

2015. http://www.bps.go.id

/index.php/publikasi/1045.

Diakses tanggal 29 Januari

2016.

BPSd. (2015). Kecamatan Wonogiri

Dalam Angka 2015. http://

wonogirikab. bps.go.id/ web

site / flipping_ publikasi /

Kecamatan-Wonogiri-Dalam-

Angka-2015/ indexFlip.php.

Diakses tanggal 2 Maret

2016.

Rozaqi, H. (2009). Analisis Tingkat

Partisipasi Masyarakat

Terhadap Unit Pengelola

Kegiatan Program Nasional

Pemberdayaaan Masyarakat

48

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 57: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Mandiri Perdesaan Di

Kecamatan Kalijambe Kabu-

paten Sragen. Skripsi.

Surakarta: Fakultas Pertanian

UNS.

Siegel, S. (1997). Statistik Non

Parametrik untuk Ilmu-ilmu

Sosial. Jakarta: PT. Gramedia.

Singarimbun, M. & Effendi, S.

(1995). Metode Penelitian

Survai. Jakarta: LP3ES.

Statistik Daerah Kecamatan

Wonogiri. (2015). Statistik

Daerah Kecamatan Wonogiri

2015. Wonogiri: BPS.

Taryania, R. (2013). Analisis Modal

Sosial dan Tingkat Partisipasi

Masyarakat dalam Program

Pengembangan Masyarakat.

Skripsi. Bogor: Departemen

Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia

IPB.

Theresia, A., Andini, K.S., Nugraha,

P.G.P., & Mardikanto, T.

(2014). Pengembangan

Masyarakat Community

Development Acuan Bagi

Praktisi, Akademisi, Dan

Pemerhati Pengembangan

Masyar akat. Surakarta: UNS

Press.

49

Modal Sosial, Program Keluarga Harapan, Pratiwi, Wibowo, Utami

Page 58: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PEMBENTUK PERSEPSI DENGAN PERSEPSI PEMUDA DESA TERHADAP PEKERJAAN

SUB SEKTOR PETERNAKAN

RELATIONSHIP BETWEEN THE PERCEPTION WITH FORMING FACTORS PERCEPTION OF RURAL YOUTH WORK

LIVESTOCK SECTOR SUB

Rindea Wini Pertiwi1), Suwarto2), Agung Wibowo3)

1)Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2,3) Program Studi Penyuluhan Dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

This research aims to analyze a relation between the factors with perception, and different perception of the swain who lived near and far away from central government.The basic research is descriptive analytical method. Research locations in the village ringin larik and lampar. Sampling methods used the cluster of sampling a multistage, total sample is 50. The data used is primary and secondary data. The analysis to know the relationship between the factors with perceptionis rankspearman, t test to test the significance of the rankspearman, u-mann-whitney to test different perceptions.The result showed: A factor shaping the perception towards revenue farm work is age, involvement of work, family environment, social environment primer, cosmopolitan. A factor shaping the perception thowards status of employment is involvement of work, family environment, social enivironment primer. A factor shaping the perception towards the location of employment is involvement of work, family environment, social environment primer, social environment secunder, economic environment, social culture. A factor shaping the perception towards the opportunity or develop a career is family environment, economic environment. A factor shaping the perception thowards retirement is non formal education, involvement of work, social culture. In general, the factors forming perception towards is involvement of work, family environment and social environment primer. Perception of the swain that lived away in good than the swain who lived near.

Key Words: Cosmopolitan, retirement, social environment primer, social environment secunder

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan yang signifikan antara faktor-faktor pembentuk persepsi dengan persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan sub sektor peternakan, dan perbedaan persepsi pemuda yang tinggal di dekat dan jauh dari pusat pemerintahan. Metode dasar penelitian menggunakan deskriptif analitis. Lokasi penelitian di Desa Ringinlarik dan Lampar. Metode sampling menggunakanmultistage cluster sampling, jumlah sampel 50. Data yang digunakan data primer dan sekunder. Metode analisi untuk mengetahui hubungan antara faktor pembentuk dengan persepsi adalah Rank Spearman, uji t untuk menguji tingkat signifikansi Rank Spearman, u-mann-whitney untuk menguji

50

Page 59: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

perbedaan persepsi. Hasil penelitian menunjukkan: Faktor pembentuk persepsi terhadap pendapatan adalah umur, keterlibatan kerja, lingkungan keluarga, lingkungan sosial primer, kosmopolitan. Faktor pembentuk persepsi terhadap status pekerjaan adalah keterlibatan kerja, lingkungan keluarga, lingkungan sosial primer. Faktor pembentuk persepsi terhadap lokasi pekerjaan adalah keterlibatan kerja, lingkungan keluarga, lingkungan sosial primer, lingkungan sosial sekunder, lingkungan ekonomi, sosial budaya. Faktor pembentuk persepsi terhadap peluang atau kesempatan pengembangan karier adalah lingkungan keluarga, lingkungan ekonomi. Faktor pembentuk persepsi terhadap jaminan hari tua adalah pendidikan non formal, keterlibatan kerja, sosial budaya. Secara umum faktor pembentuk persepsiadalah keterlibatan kerja,lingkungan keluarga, lingkungan sosial primer. Persepsi pemuda yang tinggal jauh dari pusat pemerintahan Kecamatan Musuk dan pasar induk Kecamatan lebih baik dari pada yang dekat.

Kata Kunci: Jaminan hari tua, kosmopolitan, lingkungan sosial primer, lingkungan sosial sekunder

PENDAHULUAN

Peternakan merupakan sub

sektor yang memiliki peluang sangat

besar untuk dikembangkan sebagai

usaha di masa depan. Kebutuhan

masyarakat akan produk peternak-

an akan semakin meningkat setiap

tahunnya. Selain itu sub sektor ini

juga berperan dalam pengentasan

kemiskinan melalui penyediaan

lapangan kerja dan peningkatan

pendapatan rill masyarakat.

Menurut Santosa (2001), usaha

peternakan di Indonesia di dominasi

oleh peternak rakyat yang berskala

kecil. Peternakan bukanlah suatu hal

yang jarang dilaksanakan. Hanya

saja skala pengelolaannya masih

merupakan sampingan yang tidak

diimbangi permodalan dan pengelo-

laan yang memadai. Dalam tata

laksana suatu usaha perternakan,

ternak yang bernilai genetis baik dan

berkualitas tinggi dengan sendirinya

akan diperoleh bila peternakan

dikelola secara terampil berdasarkan

pemahaman teori ilmiah praktis.

Pemilihan ternak tanpa disertai

pemahaman keterampilan yang

memadai tidak akan menghasilkan

ternak berkualitas baik, bahkan bisa

jadi karena salah dalam penanga-

nan, ternak yang baik akan terapkir

dan ternak yang jelek akan terambil.

Dewasa ini diduga usaha

peternakan lebih banyak dikelola

dan dilaksanakan oleh Bapak dan

Ibu dari keluarga inti dan kaum tua

di pedesaan. Hal ini berkaitan

dengan alasan para pemuda atau

anak-anak peternak jarang sekali

diikut sertakan dalam hal pengelo-

laan dalam usaha peternakan. Oleh

karena jarangnya pemuda diikut

51

Jaminan hari tua, kosmopolitan,,,, Pertiwi, Suwarto, Wibowo

Page 60: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

sertakan dalam kegiatan peterna-

kan, baik itu menyangkut kegiatan

pengambilan keputusan maupun

kegiatan pengelolaan peternakan itu

sendiri, sehingga pemuda desa

memiliki minat yang rendah untuk

bekerja di sub sektor peternakan

dan lebih memilih untuk bekerja di

sub sektor non peternakan.

Tingkat pendapatan yang

rendah disub sektor peternakan

rakyat juga dapat menjadi alasan

para pemuda atau anak peternak

memilih bekerja di sub sektor non

peternakan. Rendahnya tingkat

pendapatan di sub sektor peterna-

kan tersebut dipengaruhi oleh

sedikitnya hewan ternak yang

dimiliki atau hewan ternak yang

dimiliki bukan termasuk hewan

ternak yang bisa menghasilkan

produk atau jasa secara berkala

sehingga tidak mendapatkan

keuntungan yang besar. Selain itu

bisa juga hewan ternak yang

diusahakan bukanlah milik sendiri

melainkan hewan ternak dengan

sistem bagi hasil (gado) yaitu bentuk

pemeliharaan dengan sistem kerja-

sama antar pemilik modal dan

peternak, dimana pemilik modal

menyediakan hewan ternak untuk

dipelihara dan dikembangkan oleh

peternak. Kemudian hasil dari

peternakan tersebut dibagi dua

antar kedua belah pihak (pemilik

modal dan peternak) yaitu 50%

untuk peternak dan 50% untuk

pemilik modal atau sesuai dengan

kesepakatan dari kedua belah pihak.

Penelitian ini mengkaji

mengenai sebuah persepsi oleh

pemuda mengenai pekerjaan sub

sektor peternakan. Persepsi kerja

dinyatakan sebagai suatu proses

membangun kesan (forming inpres-

sions) atau membuat penilaian

(making judgement). Adanya unsur

interpretasi ini membuat persepsi

kita sedikit ataupun banyak men-

gandung muatan-muatan subjektif.

Hal inilah yang kerap menyebabkan

persepsi seseorang tentang sesuatu

hal dapat berbeda dari persepsi

orang lain maupun tidak sesuai

dengan keadaan yang sesungguhnya

(bias)(Biran, 2006). Dan pemuda

dalam Undang-undang Republik

Indonesia tahun 2009 no 40 pasal 1

ayat 1 merupakan warga negara

Indonesia yang memasuki periode

penting pertumbuhan dan perkem-

bangan yang berusia 16 (enam

belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.

Terdapat banyak faktor yang

kemudian membentuk persepsi para

pemuda desa terhadap pekerjaan di

sub sektor peternakan. Karena pada

saat ini diduga para pemuda desa

lebih memilih bekerja di sub sektor

52

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 61: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

non peternakan seperti buruh

bangunan, buruh pabrik dan lain

sebagainya. Hal ini mendorong

peneliti untuk mengetahui persepsi

pemuda desa mengenai pekerjaan

sub sektor peternakan itu sendiri,

dimana lebih khusus peneliti ingin

mengangkat masalah persepsi

pemuda desa terhadap pekerjaan

sub sektor peternakan di Kecamatan

Musuk Kabupaten Boyolali yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor

dari dalam (internal) maupun dari

luar (eksternal). Penelitian ini dikhu-

suskan di Kecamatan Musuk

Kabupaten Boyolali karena di

Kecamatan Musuk merupakan suatu

wilayah yang sebagian besar

penduduknya bermata pencaharian

sebagai peternak, selain itu iklim di

Kecamatan Musuk juga sangat

mendukung untuk usaha peternakan

khususnya ternak sapi perah.

Menurut Pane (1993) peternakan

sapi di Indonesia sejak zaman

dahulu telah berkembang sebagai

suatu usaha sambilan. Hingga saat

ini umumnya belum banyak didapati

usaha peternakan sapi yang dikelola

secara maju, demi mengejar

keuntungan. Meskipun sejak dahulu

beternak sapi dilakukan sebagai

usaha sambilan yang merupakan

celengan atau untuk tenaga kerja

didaerah pertanian, beberapa

daerah di Indonesia terkenal sebagai

gudang ternak dan sanggup

mengekspor ternak potong ke luar

negeri. Selain sebagai celengan dan

tenaga kerja, ternak sapi juga dapat

dipakai sebagai kriteria atau faktor

penentu kedudukan seseorang di

pedesaan.

METODE

Metode dasar penelian ini

menggunakan metode deskriptif

analisis dengan tehnik survai. Lokasi

yang diambil adalah Kecamatan

Musuk Kabupaten Boyolali dengan

alasan bahwa kecamatan ini

merupakan daerah yang memiliki

hewan ternak dan pemilik ternak

ter-banyak di Kabupaten Boyolali,

serta memiliki iklim yang baik untuk

perkembangan hewan ternak

khususnya sapi perah yaitu pada

suhu maksimum mencapai 330

sedangkan suhu minimum mencapai

180. Untuk mengetahui hubungan

antara faktor pembentuk persepsi

dengan persepsi pemuda terhadap

pekerjaan sub sektor peternakan

dapat diketahui dengan rumus

koefisien korelasi Rank Spearman :

Menguji tingkat signifikansi

hubungan digunakan uji t karena

sampel yang diambil lebih dari 10

(N>10) dengan tingkat kepercayaan

95%. Untuk mengetahui perbedaan

53

Jaminan hari tua, kosmopolitan,,,, Pertiwi, Suwarto, Wibowo

Page 62: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

persepsi pemuda yang tinggal di

dekat dan jauh dari pusat pemerin-

tahan dan pasar induk Kecamatan

Musuk Kabupaten Boyolali dapat

diketahui dengan menggunakan uji

Mann-Whitney.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder. Teknik pengum-

pulan data yang digunakan dalam

penelitian inia dalah observasi,

wawancara, dan dokumenter.

Populasi dalam penelitian ini adalah

pemuda desa dari anak peternak di

Desa Ringinlarik dan Desa Lampar

Kecamatan Musuk. Penentuan

sampel pada penelitian ini meng-

gunakan metode proportional ran-

dom sampling yaitu sebanyak 50

responden.

Metode Analisis Data

Mendeskripsikan persepsi

dan faktor-faktor yang membentuk

persepsi dalam penelitian ini diukur

dengan metode analisis deskriptif

yang terbagi menjadi 5 kriteria dan

dibagi menggunakan rumus lebar

interval.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Hubungan antara faktor pembentuk persepsi dengan persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan sub sektor peternakan di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tabel 1. Hubungan Antara Faktor-Faktor Yang Membentuk Persepsi Pemuda Dengan

Persepsi Pemuda Desa Terhadap Pekerjaan Sub Sektor Peternakan Di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali

Faktor Yang Membentuk Persepsi

Persepsi Pemuda Desa Terhadap Pekerjaan Sub Sektor Peternakan

Pendapatan Status Pekerjaan Lokasi Pekerjaan

Peluang Atau Kesempatan Pengembangan Karier

Jaminan Hari Tua

Pekerjaan Sub Sektor Peternakan (Ytotal)

Rs thitung Rs thitung Rs thitung Rs thitung Rs thitung Rs thitung

Umur 0,330* 2,422 0,214 1,518 - 0,020 -0,139

0,159 1,116 0,085 0,591 0,183 1,290

Pendidikan Formal

- 0,550**

-4,563 0,236 1,683 0,014 0,097 0,113 0,788 0,088 0,612 0,189 1,333

Pendidikan Non Formal

0,070 0,486 0,160 1,123 0,081 0,563 0,110 0,767 0,371** 2,768 0,256 1,835

Keterlibatan Kerja

0,424** 3,244 0,510** 4,108 0,451** 3,501 0,262 1,881 0,306* 2,227 0,546** 4,515

Lingkungan Keluarga

0,344* 2,538 0,342* 2,521 0,417** 3,179 0,315* 2,299 0,210 1,488 0,441** 3,404

Lingkungan Sosial Primer

0,335* 2,463 0,290* 2,099 0,405** 3,069 0,253 1,812 0,214 1,518 0,435** 3,347

Lingkungan Sosial Sekunder

0,187 1,319 0,179 1,261 0,279* 2,013 0,058 0,403 0,069 0,479 0,202 1,429

Lingkungan Ekonomi

0,201 1,422 0,044 0,305 0,363** 2,699 0,430** 3,300 0,201 1,422 0,216 1,533

Kosmopolitan 0,287* 2,076 0,165 1,159 0,141 0,987 0,172 1,210 0,230 1,637 0,215 1,525 Sosial Budaya 0,141 0,987 - 0,038 -0,263 0,375** 2,803 0,041 0,284 0,383** 2,873 0,202 1,429

Sumber : Analisis Data Primer, 2016

54

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 63: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Faktor umur, pendidikan

formal, keterlibatan kerja, ling-

kungan keluarga lingkungan sosial

primer, dan kosmopolitan memben-

tuk persepsi pemuda desa terhadap

pekerjaan sub sektor peternakan.

Semakin bertambah umur dan

pendidikan formal yang tinggi

mempengaruhi pola pikir serta

penge-tahuan mengenai pekerjaan

sub sektor peternakan. Tingginya

keterlibatan kerja, keadaan ekonomi

dan dukungan keluarga menjadikan

pemuda lebih tau mengenai biaya

dan pendapatan yang diperoleh dari

pekerjaan ini. Dukungan dari

lingkungan sosial primer serta

tingkat kosmopolitan yang tinggi

akan menambah informasi pemuda

mengenai pekerjaan sub sektor

peternakan. Sehingga faktor-faktor

tersebut akan membentuk pan-

dangan pemuda bahwa pendapatan

yang diperoleh dari pekerjaan sub

sektor peternakan adalah tinggi.

Faktor keterlibatan kerja,

lingkungan keluarga, dan lingkungan

sosial primer mem-bentuk persepsi

pemuda terhadap status pekerjaan

sub sektor peternakan. Pemuda

yang terlibat dalam pekerjaan ini

akan menyadari bahwa masyarakat

yang memiliki banyak hewan ternak

akan dinilai tinggi status sosial

mereka. Dukungan dari keluarga dan

lingkungan sosial primer untuk

mengem-bangkan usaha menjadi

skala besar juga membuat respon-

den berpikir bahwa pekerjaan ini

akan mampu mengubah status

sosial mereka. Sehingga pemuda

akan lebih tekun dan berusaha

mengembangkan usaha ini untuk

meningkatkan status sosial mereka.

Faktor keterlibatan kerja,

lingkungan keluarga, lingkungan

sosial sekunder, lingkungan ekono-

mi dan sosial budaya membentuk

persepsi pemuda desa terhadap

lokasi pekerjaan sub sektor

peternakan. Mereka yang terlibat

dalam pekerjaan akan lebih menge-

tahui lokasi mana yang baik untuk

usaha ini. Lingkungan sosial primer

dan sekunder juga memberikan

banyak informasi mengenai lokasi

yang baik untuk pekerjaan ini.

Keadaan lingkungan ekonomi

responden juga sangat mendukung

untuk perkembangan usaha, selain

itu budaya orang desa bahwa

kandang akan lebih aman apabila

dekat dengan rumah. Sehingga

pemuda akan memilih lokasi

pekerjaan sub sektor peternakan

yang dekat dengan rumah agar

aman, nyaman, dan tetep dekat

dengan keluarga.

Faktor lingkungan keluarga

dan lingkungan ekonomi memben-

55

Jaminan hari tua, kosmopolitan,,,, Pertiwi, Suwarto, Wibowo

Page 64: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

tuk persepsi pemuda desa terhadap

peluang atau kesempatan pengem-

bangan karier. Keluarga akan sangat

mendukung untuk meneruskan

usaha mereka menjadi usaha

dengan skala besar. Keadaan

lingkungan dengan iklim yang baik

untuk perkembangan hewan ternak

serta mayoritas masyarakat yang

bekerja pada sub sektor ini akan

menjadi peluang atau kesempatan

baik untuk mengembangkan karier

pemuda. Sehingga pemuda akan

berminat dan berlomba-lomba

untuk bekerja dan mengembangkan

usaha sub sektor peternakan.

Faktor pendidikan non

formal, keterlibatan kerja dan sosial

budaya membentuk persepsi pemu-

da desa terhadap jaminan hari tua

pekerjaan sub sektor peternakan.

Pendidikan non formal yang mereka

ikuti akan membuat mereka

semakin sadar akan pentingnya

jaminan hari tua. Kebudayaan desa

yang sedikit banyak telah tercampur

orang kota akan mempengaruhi

pola pikir mereka bahwa mereka

membutuhkan jaminan hari tua.

Sehingga mereka akan lebih rajin

bekerja agar dapat mengembangkan

ternak yang dimiliki untuk

kebutuhan hari tua nanti.

Secara umum faktor keterli-

batan kerja, lingkungan keluarga dan

lingkungan sosial sangat berpenga-

ruh dalam membentuk persepsi

pemuda desa terhadap pekerjaan

sub sektor peternakan. Pemuda

yang sangat terlibat dalam

pekerjaan sub sektor peternakan

cenderung lebih mengetahui tingkat

kesulitan, serta alokasi waktu

pekerjaan sub sektor peternakan.

Kondisi lingkungan keluarga dan

dorongan serta motivasi yang

diberikan oleh keluarga juga akan

meningkatkan persepsi pemuda.

Dukungan dan motivasi yang

diberikan oleh keluarga untuk

meneruskan dan mengembangkan

usaha peternakan yang dimiliki oleh

keluarga juga akan meningkatkan

persepsi pemuda terhadap

pekerjaan sub sektor peternakan.

Informasi yang diberikan oleh

lingkungan sosial primer akan

menambah pengetahuan pemuda

mengenai pekerjaan sub sektor

peternakan sehingga persepsi

pemuda akan tinggi.

56

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 65: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Analisis Perbedaan Antara Persepsi Terhadap Pekerjaan Sub Sektor Peternakan Oleh Pemuda Desa yang Tinggal di Dekat dan Jauh dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Musuk.

Tabel 2. Persepsi Pemuda Desa Ringinlarik dan Desa Lampar Terhadap Pekerjaan Sub Sektor Peternakan Di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali

Jumlah Skor Kategori

Distribusi

Desa Ringinlarik (Dekat) Desa Lampar (Jauh)

(Orang) (%) (Orang) (%)

50 – 90 SangatBuruk 0 0,00 0 0,00 91 – 120 Buruk 2 8,34 0 0,00

121 – 160 Sedang 3 12,50 3 11,54 161 – 200 Baik 19 79,16 23 88,46 201 – 250 SangatBaik 0 0,00 0 0,00

Jumlah 24 100,00 26 100,00

Sumber : Analisis Data Primer, 2016

Tabel 3. Analisis Perbedaan Antara Persepsi Terhadap Pekerjaan Sub Sektor Peternakan Oleh Pemuda Desa yang Tinggal Dekat dan Jauh dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Musuk

Desa JumlahResponden Nilai Tengah Jumlah Total Persepsi

Ringinlarik 24 21,13 507 Lampar 26 29,54 768

Jumlah 50 50,65 1275

Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Tabel 4. Uji Beda Antara Persepsi Pemuda yang Dekat dan Jauh dari Pusat Pemerintahan Terhadap Pekerjaan Sub Sektor Peternakan

Nilai Persepsi

Mann-Whitney U 207,000 Wilcoxon W 507,000 Z -2,049 Asymp. Sig (2-tailed) 0,040

Sumber : Analisis Data Primer, 2016

Terdapat adanya perbedaan

persepsi terhadap pekerjaan sub

sektor peternakan oleh pemuda

desa yang tinggal dekat dan jauh

dari pusat pemerintahan Kecamatan

Musuk. Responden yang berada di

desa Lampar memiki persepsi yang

lebih baik dibandingkan dengan

responden di desa Ringinlarik dika-

renakan sebagian besar responden

di desa Lampar masih sangat terlibat

dalam usaha peternakan keluarga

mereka. Berbeda dengan responden

yang berada di dekat pusat

pemerintahan, tingkat kosmopolitan

mereka jauh lebih tinggi, informasi

mengenai pekerjaan non peterna-

kan juga lebih mudah didapat.

57

Jaminan hari tua, kosmopolitan,,,, Pertiwi, Suwarto, Wibowo

Page 66: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Sehingga mereka akan cenderung

untuk mencari pekerjaan yang lebih

baik dari pekerjaan sub sektor

peternakan.

KESIMPULAN

Faktor yang membentuk

persepsi pemuda terhadap penda-

patan adalah umur, keterlibatan

kerja, lingkungan keluarga, sosial

primer, kosmopolitan. Terhadap

status pekerjaan adalah keterlibatan

kerja, lingkungan keluarga, sosial

primer. Terhadap lokasi pekerjaan

adalah keterlibatan kerja, ling-

kungan keluarga, sosial primer,

sosial sekunder, ekonomi, dan sosial

budaya. Terhadap kesempatan

pengembangan karier adalah

lingkungan keluarga dan ekonomi.

Terhadap jaminan hari tua adalah

pendidikan non formal, keterlibatan

kerja, sosial budaya. Secara umum

faktor pembentuk persepsi terhadap

pekerjaan sub sektor peternakan

adalah keterlibatan kerja, ling-

kungan keluarga, dan lingkungan

sosial primer. Pemuda desa yang

tinggal jauh dari pusat pemerin-

tahan Kecamatan Musuk memiliki

persepsi yang lebih tinggi dari pada

yang dekat dari pusat pemerintahan

Kecamatan Musuk

DAFTAR PUSTAKA

Biran, H, Misbach Yusa, 2006. Teknik

Menulis Skenario Film Cerita .

Jakarta : Dunia Pustaka

Dinas Peternakan dan Kesehatan

Hewan. 2014. Rencana

Strategis (Renstra) Tahun

2013-2018. Ungaran. Dinas

Peternakan dan Kesehatan

Hewan Jawa Tengah.

Kementerian Pertanian. 2013. Ren-

cana Kerja Tahunan (RKT)

Kementerian Pertanian 2014.

Jakarta :Kementerian Perta-

nian

Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak

Sapi. Cetakan Kedua. Jakarta

: Gramedia Pustaka Utama.

Santosa, U. 2001. Mengelola Peter-

nakan Sapi secara Profesio-

nal. Depok : Penebar

Swadaya.

Soeprapto. 1984. Citra Pemuda

Indonesia. Pengarahan Gu-

bernur KDKI Jakarta pada

Diskusi Panel yang diseleng-

garakan oleh DPD Dati I

Jakarta, tanggak Desember

1984. Jakarta

58

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 67: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

SOSIALISASI GERAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN PROGRAM TO THE FARMER

THE SOCIALISATION AGROPOLITAN MOVEMENT AREA DEVELOPMENT PROGRAM TO THE FARMER

Yanuarti Hapsari1), Arip Wijianto2), Sutarto3) 1,2,3) Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sebelas Maret

Abstract

The aimed of this research is to know how the socialization Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (GPKA) Program, knowing constraint delayed on socialization Movement Development Program of Agropolitan Dictrict (SMAD), and knowing the way of socialization Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (GPKA) Program Regency of Boyolali. The method are used is kualitative with descriptive approach. Location of this research used purposive ways that on Regency of Boyolali. From Regency of Boyolali was choosen two subdistrict, that is subdistrict of Ampel and Boyolali. The informan are used with purposive ways and snowball sampling. The sources data its come from the informan, place and activities and also document/archieve. Whereas the technique to collected data had done with interview, observation, and content analysis. To measure of data used triangulation data (sources). The data was analysed by using reduction data, saw data, and verification.The result of this research showing that The Sosialization Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (GPKA) Program had done with elucidation/companionship with group farmer/GAPOKTAN, PPL, and official related, training, and contiguous. Constraint that fight are amount personil in concerned stint, presence either one staf section Agribisnis mutation, the farmer not all known about the GPKA program, cost limit for activity GPKA program, the farmer activity, and the farmer whole lot have same view and attitude about GPKA. The way used are coordinating amount personil in concerned, giving suggestion to tow removal the staf involved, the change information with farmer other, make proposal for GPKA Program, and coordination across sector intensived and contiguous.

Keyword: Socialisation, agropolitan, movement area development program, to the farmer

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sosialisasi Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (GPKA), mengetahui kendala yang dihadapi dalam mensosialisasikan Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (GPKA), dan mengetahui upaya yang dilakukan dalam sosialisasi Program Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (GPKA) di Kabupaten Boyolali. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di Kabupaten Boyolali. Dari Kabupaten Boyolali dipilih 2

59

Page 68: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

kecamatan yaitu Kecamatan Ampel dan Kecamatan Boyolali. Penentuan informan dilakukan secara purposive (sengaja) dan snowball sampling (teknik bola salju). Jenis sumber data yang digunakan adalah informan, tempat dan peristiwa/aktivitas, serta sumber tertulis. Sedangkan teknik pengumpulan datanya adalah wawancara, observasi, dan content analysis. Untuk mengukur validitas data menggunakan triangulasi data (sumber). Analisis data yang digunakan ialah reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi Program GPKA dilakukan melalui penyuluhan/pertemuan antara kelompok tani/GAPOKTAN, PPL, dan dinas terkait, pelatihan, dan pendampingan. Kendala yang dihadapi yaitu jumlah personil yang dilibatkan terbatas, adanya mutasi salah satu staf Seksi Agribisnis, tidak semua petani mengetahui tentang Program GPKA, keterbatasan dana untuk kegiatan program GPKA, aktivitas petani, dan petani belum seluruhnya memiliki sikap dan pandangan yang sama terhadap GPKA. Upaya yang dilakukan adalah mengkoordinasi jumlah personil yang akan dilibatkan, membuat proposal pelaksanaan GPKA, dan memberi masukan untuk menunda kepindahan staf bersangkutan, bertukar informasi kepada petani lain, dan mengintensifkan

koordinasi lintas sektor dan pendampingan.

Kata kunci: Sosialisasin, agropolitan, pengembangan kawasan, to farmer’s

PENDAHULUAN

Basis pembangunan perta-

nian adalah pembangunan pedesaan.

karena kawasan pedesaan merupa-

kan daerah tempat tinggal sebagian

besar penduduk Indonesia. Berdasar-

kan hasil sensus penduduk tahun

2006, diketahui kurang lebih 54%

penduduk Indonesia bermukim di

pedesaan (Rustiadi dan Sugimin

Pranoto, 2007). Oleh karena itu,

pem-bangunan pedesaan perlu lebih

dimantapkan agar memiliki ketaha-

nan yang lebih kuat. Mengingat

pentingnya fungsi daerah pedesaan

terutama dalam hal penyedia bahan

pangan untuk penduduk, penyedia

tenaga kerja untuk pembangunan,

penyedia bahan baku untuk

industri dan penghasil komoditas

untuk diekspor ke luar negeri

(Kantor Ketahanan Pangan Kabupa-

ten Boyolali, 2008).

Menyikapi berbagai tantan-

gan dan ancaman dalam pengem-

bangan bidang pertanian di pede-

saan maka diperlukan terobosan

program yang melibatkan berba-gai

pihak yang perlu dilakukan secara

terarah dan terkoordinasi. Salah satu

program tersebut adalah Program

Gerakan Pengembangan Kawasan

Agropolitan (GPKA).

Konsep agropolitan pada

dasarnya adalah sebuah gerakan

untuk kembali membangun desa.

Desa yang baik idealnya harus bisa

menjadi suatu tempat yang nyaman,

aman dan dapat mensejahterakan

masyarakatnya. Konsep agropolitan

ini basisnya pada membangun fungsi

kota pertanian dalam artian luas.

60

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 69: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Dimana pertanian itu tidak dilihat

dari sisi bercocok tanam dan

mencangkul saja (Rustiadi, 2006).

Tujuan pengembangan kawasan

agropolitan adalah untuk mening-

katkan pendapatan dan kesejah-

teraan masyarakat melalui percepa-

tan pengembangan wilayah dan

peningkatan keterkaitan desa dan

kota dengan mendorong berkem-

bangnya sistem dan usaha agribisnis

yang berdaya saing berbasis

kerakyatan, berkelanjutan (tidak

merusak lingkungan) dan terdesen-

tralisasi di kawasan agropolitan.

Program GPKA ini dilak-

sanakan di empat kecamatan, yaitu

Kecamatan Cepogo, Kecamatan

Ampel, Kecamatan Selo, dan

Kecamatan Boyolali atau biasa

disingkat dengan nama “GOASEBO”.

Program tersebut sudah ada sejak

tahun 2003 dan sempat fakum pada

tahun 2006-2007 dan pada tahun

2008 mulai dikembangkan lagi.

Untuk mengatasi kefakuman terse-

but maka perlu adanya sosialisasi

yang lebih baik lagi daripada tahun

sebelumnya. Proses sosialisasi ini

perlu dilakukan mengingat bahwa

sebagian besar masyarakat Indonesia

termasuk masyarakat di Kabupaten

Boyolali bermata pencaharian

sebagai petani. Proses sosialisasi

dapat dilakukan melalui penyu-

luhan, pelatihan, maupun pendam-

pingan kepada petani.

METODE PENELITIAN

Disain penelitian yang diguna-

kan adalah metode penelitian kuali-

tatif dengan pendekatan deskriptif

(menguraikan sifat/karakteristik dari

suatu fenomena tertentu, mengum-

pulkan fakta dan menguraikannya

secara menyeluruh dan teliti sesuai

dengan persoalan yang akan

dipecahkan/objek yang diteliti)

(Hasan, 2002). Penentuan lokasi

penelitian dilakukan secara purposive

yaitu Kabupaten Boyolali karena

Program GPKA sebagai salah satu

instrument Program Revitalisasi

Pertanian Perikanan dan Kehutanan

yang ditetapkan sebagai salah satu

program prioritas dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) di Kabupaten

Boyolali tahun 2006–2010.

Pemilihan informan dalam

penelitian ini dilakukan dengan dua

cara yaitu purposive sampling

(sengaja) dan snowball sampling

(teknik bola salju). Jenis sumber data

yang digunakan adalah informan,

tempat dan peristiwa/aktivitas, serta

sumber tertulis (dokumen/arsip)

dengan menggunakan teknik

pengumpulan data wawancara,

observasi, serta mengkaji dokumen

61

Sosialisasin, agropolitan,,, Hapsari, Wijianto, Sutarto

Page 70: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

dan arsip (content analysis). Validitas

data dalam penelitian ini berupa

triangulasi data (sumber) dan review

informan kunci dengan mengguna-

kan teknik analisis interaktif (reduksi

data, sajian data, dan penarikan

kesimpulan).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Tentang Program

Gerakan Pengembangan Kawasan

Agropolitan (GPKA) di Kabupaten

Boyolali

Rustiadi dan Sugimin

Pranoto (2007) mengemukakan

bahwa konsep pengembangan

kawasan agropolitan muncul dari

permasalahan adanya ketim-pangan

wilayah antara kota dan pedesaan.

Kota sebagai pusat kegiatan dan

pertumbuhan ekonomi sedangkan

pedesaan sebagai pusat kegiatan

pertanian yang tertinggal.

Program Pengembangan

Kawasan Agropolitan di Kabupaten

Boyolali telah berlangsung sejak

tahun 2003. Pada awal pemben-

tukannya berupa program “rintisan

agropolitan” yang dilaksanakan di

empat kecamatan (Cepogo, Ampel,

Selo, dan Boyolali) atau disebut

dengan “GPKA GOASEBO”. Dalam hal

ini Kecamatan Ampel dipilih sebagai

kota tani utama karena wilayahnya

lebih luas (8.468,06 Ha) dibanding-

kan dengan empat kecamatan yang

lain yang termasuk dalam GOASEBO

dan telah memiliki BPP Model.

Kecamatan Ampel juga merupakan

satu-satunya kecamatan yang

memiliki jumlah kelompoktani ter-

banyak di Kabupaten Boyolali.

Sedangkan Kecamatan Boyolali

dipilih sebagai daerah penyangga

(hinterland) karena wilayahnya

belum berkembang seperti

Kecamatan Ampel. Luas wilayahnya

hanya 2.625,10 Ha dan lokasi BPP

masih bergabung dengan kantor

kecamatan (Kantor Ketahanan

Pangan Boyolali, 2008).

Program GPKA ini merupa-

kan program dari pemerintah pusat

melalui Departemen Pertanian yang

memberi mandat kepada Dinas

Pertanian Perkebunan dan Kehuta-

nan (DISPERTANBUNHUT) di masing-

masing kabupaten yang ada di

Indonesia, termasuk Kabupaten

Boyolali untuk melaksanakan Prog-

ram GPKA. DISPERTANBUNHUT ber-

samasama BAPPEDA kemudian

melakukan perencanaan terhadap

Program GPKA tersebut. Setelah

perencanaan matang baru kemudian

di limpahkan kepada Kantor Ketaha-

nan Pangan (KKP). Untuk memper-

mudah sosialisasi program tersebut,

KKP bekerja sama dengan BPP

kemudian menyampaikannya kepada

62

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 71: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

petani di masing-masing wilayah

yang bersangkutan. Adapun tim

Pembina Program GPKA dapat dilihat

pada Tabel 1.

Pentahapan pengembangan

kawasan agropolitan dimulai dengan

menyusun Master Plan terlebih

dahulu. Master Plan berisi konsep

rencana kawasan agropolitan yang

terpilih (misalnya mengenai: kebija-

kan penetapan kawasan, kajian teori

tentang pengembangan kawasan,

dan penetapan sarana prasarana

pada kawasan yang terpilih). Tahap

berikutnya adalah penyusunan RPJM

(Rencana Program Jangka Me-

nengah), yang berisi rencana–

rencana yang akan dilaksanakan

dalam jangka menengah. Setelah

penyusunan RPJM, tahap terakhir

yang ditempuh dalam pengem-

bangan kawasan agropolitan ialah

pembentukan DED (Detail Enginee-

ring Design). DED merupakan disain

rincian teknis atau teknis pelak-

sanaan dari program tersebut.

Tabel 1 Susunan Tim Pembina Program GPKA di Kab. Boyolali Tahun 2008 No Jabatan dalam Dinas Kedudukan dalam Tim

TINGKAT KABUPATEN

1. Bupati Boyolali Penanggung Jawab 2. Wakil Bupati Boyolali Penasihat 3. Sekretaris Daerah Kab. Boyolali Pengarah 4. Asisten Admin Pembangunan Sekda Kab. Boyolali Ketua 5. Kepala Bappeda Kab. Boyolali Wakil Ketua 6. Kabid Ekonomi Bappeda Kab. Boyolali Sekretaris 7. Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kab. Boyolali Wakil Sekretaris 8. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Boyolali Anggota 9. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan, Pertambangan dan

Kebersihan Kab. Boyolali Anggota

10. Kadin Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Boyolali Anggota 11. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kab.

Boyolali Anggota

12. Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kab. Boyolali Anggota 13. Kepala Dispertanbunhut Kab. Boyolali Anggota 14. Kadin Perternakan dan Perikanan Kab. Boyolali Anggota 15. Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab.

Boyolali Anggota

16. Kepala Badan Lingk Hidup Kab. Boyolali Anggota 17. Kabag Pemerintahan Desa dan Kelurahan Setda Kab. Boyolali Anggota

TINGKAT KECAMATAN

1. Camat Ketua 2. Kepala UPT DISPERTANBUNHUT yang berwilayah kerja di kecamatan

bersangkutan Sekretaris

3. Kepala UPT Dinas Peternakan dan Perikanan yang berwilayah kerja di kec. bersangkutan

Anggota

4. Kepala UPT DPUPPK yang berwilayah kerja di kecamatan bersangkutan Anggota

Sumber : Surat Keputusan Bupati Boyolali

63

Sosialisasin, agropolitan,,, Hapsari, Wijianto, Sutarto

Page 72: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Sosialisasi Program Gerakan Pen-

gembangan Kawasan Agropolitan

(GPKA)

Sosialisasi Program GPKA di Keca-

matan Ampel

Pelaksanaan sosialisasi Pro-

gram GPKA meliputi penyuluhan,

pelatihan, dan pendampingan.

1. Penyuluhan

Untuk pertama kalinya

kegiatan penyuluhan tentang Pro-

gram GPKA dilaksanakan di BPP

Ampel dengan sasaran seluruh

kelompok tani yang tergolong dalam

Program GPKA. Sebagai nara

sumbernya adalah dari DISPER

TANBUNHUT yang kebetulan ditun-

juk sebagai pihak konsultan dan

Kantor Ketahanan Pangan serta

mengundang kepala desa masing-

masing kecamatan yang tergolong

dalam GOASEBO, camat masing-

masing kecamatan yang tergolong

dalam GOASEBO, dan perwakilan

dari pelaku agribisnis (pedagang).

Materi yang pertama kali

disampaikan kepada sasaran adalah

perkenalan dan penjelasan terlebih

dahulu tentang Program GPKA. Hal

ini sifatnya permission atau meminta

ijin kepada warga setempat dengan

menjelaskan segala hal yang

berkaitan dengan program, misalnya

tujuan, lingkup kegiatan, dan

manfaat bagi warga setempat.

Dalam kegiatan penyuluhan

tersebut konsultan menggunakan

media bantu berupa laptop, LCD,

serta dilengkapi dengan peta ukuran

besar selain itu konsultan juga

membagikan kuisioner yang berisi

tentang permintaan usulan–usulan

program pembangunan sarana dan

prasarana kawasan agropolitan.

Diharapkan dari kuisioner tersebut

mendapatkan masukan/usulan yang

sebanyak–banyaknya mengenai

kebutuhan sarana dan prasarana

yang belum tersedia atau memer-

lukan perbaikan maupun perawatan.

Materi penyuluhan selanjut-

nya ialah penjelasan tentang pem-

berdayaan yang disampaikan oleh

Bapak Tri Hartoyo (perwakilan dari

Kantor Ketahanan Pangan). Pember-

dayaan merupakan kegiatan identifi-

kasi terhadap tindakan pember-

dayaan yang perlu dilaksanakan

untuk menumbuhkan partisipasi dan

kemandirian masyarakat melalui

kegiatan pembangunan fisik sarana

dan prasarana, termasuk di

dalamnya adalah penentuan visi dan

misinya. Selain itu juga dilakukan

diskusi/tukar informasi guna

mendapatkan masukan/ide tentang

kondisi dan permasalahan yang

dihadapi masyarakat setempat, serta

64

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 73: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

dilakukan penyerapan aspirasi dari

masyarakat untuk memper-oleh

umpan balik/tanggapan.

Tahun 2008 kegiatan

sosialisasi ini mulai dilaksanakan

kembali guna mengingatkan para

petani tentang Program GPKA karena

pada tahun 2006-2007 sempat

mengalami kefakuman. Pelaksana-

annya masih sama yaitu melalui

penyuluhan. Materi penyuluhan yang

disampaikan mengenai revitalisasi

kelompok tani. Revitalisasi kelompok

tani merupakan proses/upaya untuk

mengaktifkan kembali kelompok

tani, yang sebelumnya masih pasif

diharapkan agar ikut berpartisipasi

dalam kegiatan kelompok tani.

Materi yang diberikan pada saat

kegiatan tersebut antara lain tentang

peningkatan kemampuan kelompok

tani, wilayah kerja, kepengurusan

dan keang-gotaannya.

Pada kegiatan penyuluhan

ini dinas terkait juga berencana

untuk memberikan bantuan berupa

bibit/benih buah-buahan (salak

pondoh, durian, pisang, dan lain-lain)

dan sayuran (jagung, kacang tanah,

dan lain-lain), bantuan obat-obatan,

alsintan, serta alat pengolahan pasca

panen. Banyaknya bantuan yang

akan disesuaikan dengan kebutuhan

dari masing-masing kelompok tani

yang akan diserahkan bersamaan

dengan pelatihan secara bergilir.

2. Pelatihan dan pendampingan

Kegiatan pelatihan ini mulai

dilakukan pada tahun 2008 setelah

wilayah yang bersangkutan menda-

pat penyuluhan dari dinas terkait.

Pelatihan yang dilakukan disini

antara lain pelatihan penguatan

modal kelompok, pelatihan pengola-

han pasca panen. Sedangkan

pendampingan dilakukan bersamaan

dengan pelatihan.

Pelatihan Penguatan Ke-

lembagaan, materi yang dipelajari

mengenai ciri, fungsi, dasar

penumbuhan dan pengem-bangan

kelompok tani, kemitraan, serta

asosiasi petani. Sebagai pemateri /

nara sumber yaitu dari Kantor

Ketahanan Pangan dan UPT

DISPERTANBUNHUT. Adapun alat

Bantu yang digunakan adalah LCD,

note book, dan ATK (Alat Tulis

Kantor).

Pelatihan pengolahan pasca

panen, materi yang disampaikan

mengenai pengolahan hasil perta-

nian, teori dan praktek pembuatan

kripik dari buah nangka. Sebagai

pemateri/nara sumber berasal dari

Kantor Ketahanan Pangan dan SMKN

1 Mojosongo, Boyolali.

65

Sosialisasin, agropolitan,,, Hapsari, Wijianto, Sutarto

Page 74: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Alat bantu yang digunakan

adalah LCD, note book, ATK, dan alat

mesin pengolahan hasil pertanian.

Pemakaian alat mesin tersebut

secara bergantian yakni memberi

kesempatan kepada semua warga

desa yang ingin mengembangkan

usaha, baik individu maupun

kelompok. Peminjaman ini tanpa

dipungut biaya dan untuk sementara

waktu diserahkan kepada Kepala

Desa Candi. Apabila kerusakannya

tidak terlalu parah maka hanya

diperbaiki sendiri agar tidak meng-

habiskan biaya yang banyak atau

menghubungi teknisi untuk

memperbaikinya apabila memang

diper-lukan (Kantor Ketahanan

Pangan Boyolali, 2008).

Hasil Sosialisasi Program GPKA di

Kecamatan Ampel

Secara teknis: adanya umpan

balik atau respon dari peserta

sosialisasi khususnya petani terhadap

permasalahan yang terkait dengan

Program GPKA. Secara psikologis:

pemahaman petani terhadap

sosialisasi Program GPKA dapat

dikatakan baik. Hal ini berarti bahwa

dengan adanya sosialisasi yang

dilakukan melalui penyuluhan,

pelatihan, dan pendampingan dapat

menambah pengetahuan petani.

Dengan bertambahnya pengetahuan

petani maka dapat membantu

terlaksananya Program GPKA. Secara

kuantitas: jumlah kelompok tani yang

mengikuti kegiatan penyuluhan dan

pelatihan tentang Program GPKA

sebanyak 200 kelompok tani. Hal ini

membuktikan bahwa hampir seluruh

petani aktif dalam melaksanakan

GPKA.

Sosialisasi Program GPKA di

Kecamatan Boyolali

Proses pelaksanaan sosiali-

sasi di Kecamatan Boyolali sama

dengan soasialisasi di Kecamatan

Ampel, yaitu meliputi penyuluhan,

pelatihan, dan pendampingan.

1. Penyuluhan

Kegiatan penyuluhan ini

merupakan kelanjutan dari penyulu-

han sebelumnya yang diseleng-

garakan di BPP Ampel melalui koor-

dinasi dengan perangkat kecamatan

untuk mengidentifikasi stakeholder

yang terlibat dalam kegiatan

agribisnis. Akan tetapi penyuluhan

kali ini dilaksanakan di Balai Desa

Kecamatan Boyolali. Sebagai nara

sumbernya adalah dari DISPER

TANBUNHUT dan Kantor Ketahanan

Pangan serta mengun-dang kepala

desa Kecamatan Boyolali, dan Camat

Boyolali.

Media Bantu yang digunakan

dalam kegiatan penyuluhan adalah

66

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 75: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

white bord, spidol, microphone, tape,

dan ATK. Materi yang disampaikan

menyangkut tentang pembinaan

kelompok tani. Materi pembinaan

kelompok tani ini tidak cukup hanya

dengan diskusi saja tetapi ditindak

lanjuti dengan peran aktif dari para

anggota kelompok tani.

Setelah materi tersebut

selesai dilanjutkan dengan rapat

koordinasi. Kegiatan tersebut

membahas tentang rencana kerja

maupun hal teknis lapangan yang

akan dilakukan kedepannya. Hasil

yang diperoleh dari kegiatan tersebut

adalah terkoordinasinya pengem-

bangan kawasan agropolitan, baik

fisik maupun non fisik, koordinasi

vertikal maupun horizontal. Koordi-

nasi vertikal misalnya koordinasi

dengan dinas di tingkat atas

(kabupaten) sedangkan koordinasi

horizon-tal misalnya koordinasi

dengan tingkat yang sama (sesama

petani).

Pada kegiatan penyuluhan ini

dinas terkait juga berencana untuk

memberikan bantuan berupa bibit /

benih buah-buahan (pisang, kelapa,

dan lain-lain) dan sayuran (jagung,

kacang tanah, dan lain-lain), bantuan

obat-obatan, alsintan, serta alat

pengolahan pasca panen. Banyaknya

bantuan yang akan disesuaikan

dengan kebutuhan dari masing-

masing kelompok tani yang akan

diserahkan bersamaan dengan pela-

tihan secara bergilir.

Sayangnya respon peserta

dalam kegiatan penyuluhan ini

kurang baik karena peserta tidak

begitu antusias dalam mengikuti

materi yang disampaikan. Beberapa

peserta yang hadir tidak begitu

mengetahui tentang Program GPKA.

Menurut peserta yang penting

Program GPKA tersebut diharapkan

dapat membantu mengembangkan

usahataninya.

2. Pelatihan dan Pendampingan

Pelatihan merupakan salah

satu usaha tindak lanjut yang

dilaksanakan setelah wilayah yang

bersangkutan mendapatkan penyulu-

han. Sedangkan pendampingan dila-

kukan bersamaan dengan pelatihan.

Alat bantu yang digunakan yaitu alat

perajang criping/ubi kayu. Sasaran

pelatihan ini adalah dikhususnya

pada wanita, baik wanita tani

maupun ibu rumah tangga.

Pelatihan yang dilakukan

adalah pelatihan usaha pengolahan

hasil pertanian. Dalam hal ini hasil

pertanian yang akan diolah adalah

criping/ubi kayu yaitu diolah menjadi

kripik. Para peserta pelatihan mem-

praktekkan sendiri apa yang

diperintahkan oleh demonstrator

67

Sosialisasin, agropolitan,,, Hapsari, Wijianto, Sutarto

Page 76: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

sehingga dapat mengetahui sejauh

mana kemampuan yang ia miliki.

Yang ditunjuk sebagai demonstrator

dalam pelatihan ini adalah ibu

Sukarni selaku PPL Boyolali.

Hasil Sosialisasi Program GPKA di

Kecamatan Boyolali

Secara teknis: kurangnya

umpan balik/respon dari peserta

sosialisasi. Peserta cenderung

bersikap pasif, tidak begitu antusias

dalam mengikuti sosialisasi karena

pada saat diadakan sosialisasi yang

pertama kali, ada yang tidak hadir

sehingga informasi yang diperoleh

kurang. Secara psikologis: petani

kurang memahami tentang sosialisasi

Program GPKA. Akan tetapi kegiatan

tersebut dapat menambah pengeta-

huan petani. Secara kuantitas:

jumlah kelompok tani yang

mengikuti kegiatan penyuluhan dan

pelatihan tentang Program GPKA

sebanyak 50 kelompok tani.

Kendala Yang Dihadapi Dalam Sosia-

lisasi Program Gerakan Pengemban-

gan Kawasan Agropolitan (GPKA)

Kendala Sosialisasi di Kecamatan

Ampel

1. Terbatasnya jumlah personil yang

dilibatkan dalam program.

Dalam hal ini personil/tim

yang ditunjuk hanya berasal dari

tingkat kabupaten dan kecamatan

saja. Seharusnya tingkat daerah

(seperti PPL) juga dilibatkan dalam

perencanaan program karena tingkat

daerah berperan sebagai penyalur

informasi antara dinas terkait dengan

petani dan secara tidak langsung juga

sebagai pelaksana dari Program

GPKA sehingga perlu mengetahui

tentang program tersebut.

2. Ketersediaan Dana untuk sosia-

lisasi Program GPKA

Hal ini dianggap penting

karena jenis kegiatan yang termasuk

dalam Program GPKA tidaklah sedikit

sehingga membutuhkan dana dalam

jumlah banyak. Misalnya dana untuk

kegiatan penyuluhan dalam rangka

sosialisasi Program GPKA. Untuk

mengadakan penyuluhan pasti

mengundang kelompok tani dan

dinas terkait serta membutuhkan

alat tulis kantor, LCD, leaflet,

konsumsi, dan lain-lain. Apabila dana

yang diberikan kurang maka petugas

terkait terpaksa menggunakan dana

mereka sendiri.

3. Aktivitas petani

Aktivitas para petani selaku

sasaran dalam Program GPKA

terkadang dapat menjadikan suatu

kendala karena aktivitas dari tiap-

tiap petani berbeda-beda dan

68

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 77: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

terkadang tidak terduga sehingga

pertemuan antara petani dengan

dinas terkait perlu dijadwalkan

terlebih dahulu. Penetapan waktu

pertemuan sebaiknya disesuaikan

dengan kesepakatan bersama antara

petani dengan dinas terkait.

Kendala Sosialisasi di Kecamatan

Boyolali

1. Adanya mutasi dan penggantian

salah satu staf Seksi Agribisnis.

Adanya mutasi ini terjadi

pada saat Kasi Agribisnis sedang

mengikuti Diklat Pim IV di

Donohudan Kecamatan Ngemplak.

Padahal pada Program GPKA sedang

berjalan yaitu pada tahap pelaksa-

naan kegiatan fisik (pemberian

bantuan bibit/benih dan pemberian

bantuan obat-obatan/pupuk kepada

petani) dan non fisik (revitalisasi

kelompok tani dan koordinasi

dengan dinas terkait tentang

Program GPKA).

Meskipun posisi staf yang di mutasi

telah diganti oleh staf yang baru

namun staf yang baru tersebut

kurang memahami tentang Program

GPKA sehingga perkembangan dari

Program GPKA sempat terhambat /

fakum. Adanya mutasi dan penggan-

tian staf ini ditangani oleh TU di

Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten

Boyolali.

2. Tidak semua petani mengetahui

tentang Program GPKA.

Hal ini dikarenakan pada

saat diadakan penyuluhan tentang

GPKA, petani ada yang tidak hadir

karena memiliki kesibukan sendiri-

sendiri. Disisi lain meskipun petani

hadir tetapi mereka hanya sekedar

mendengarkan saja tanpa ada

respon/tindakan pada diri mereka.

3. Petani belum seluruhnya memiliki

sikap dan pandangan yang sama

terhadap GPKA.

Menurut Sunarsih dan

Ashari (2004) kemampuan anggota

masyarakat dalam menghargai tata

nilai “maju” dapat dianggap sebagai

salah satu ciri penting tingginya

kualitas SDM. Kualitas SDM ini akan

mempengaruhi sikap dan pandangan

petani terhadap hasil sosialisasi

tentang Program GPKA yang mereka

terima. Apabila sikap dan pandangan

petani tidak sama maka sulit untuk

mengajak petani agar mau

malaksanakan apa yang disuluhkan

oleh PPL.

69

Sosialisasin, agropolitan,,, Hapsari, Wijianto, Sutarto

Page 78: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Upaya Untuk Mengatasi Kendala

Dalam Sosialisasi Program Gerakan

Pengembang-an Kawasan

Agropolitan (GPKA)

Upaya yang dilakukan di Kecamatan

Ampel

1. Mengkoordinasikan lagi jumlah

personil yang akan dilibatkan.

Jumlah personil yang

dilibatkan diusahakan benar–benar

sanggup dan mampu untuk

melaksanakan Program GPKA agar

program tersebut berjalan lancar

sesuai keinginginan bersama. Bila

perlu menambah jumlah PPL karena

jumlah PPL tidak sebanding dengan

jumlah kelompok tani yang ada di

sana. Jumlah PPL hanya 11 orang

sedangkan jumlah kelompok tani 230

kelompok.

2. Membuat proposal pelaksanaan

Program GPKA

Upaya yang ditempuh oleh

dinas terkait dengan cara membuat

proposal pelaksanaan Program GPKA

diharapkan mendapat persetujuan

dari pusat. Di dalam proposal

tersebut berisi rincian kegiatan dan

dana yang dibutuhkan untuk

kegiatan GPKA. Apabila mendapat

persetujuan dari tingkat pusat maka

dapat mengurangi masalah keterse-

diaan dana.

Upaya yang dilakukan di Kecamatan

Boyolali

Memberi masukan kepada

pimpinan agar staf yang bersang-

kutan ditunda kepindahannya untuk

mendukung pelaksanaan kegiatan.

Upaya tersebut meskipun pernah

ditempuh tetapi belum mendapatkan

hasil yang maksimum. Staf tersebut

tetap harus pindah karena sudah

menjadi keputusan bersama dan

mau tidak mau harus menerimanya.

Bertukar informasi dengan petani

lain apabila ada informasi baru

terutama kepada petani yang tidak

hadir pada saat penyuluhan.

Hal ini perlu dilakukan

karena agar semua anggota kelom-

pok tani mengetahui informasi

terkait tentang Program GPKA yang

dilaksanakan di daerahnya. Apabila

informasi tersebut kurang lengkap,

petani dapat menanyakan-nya

langsung kepada dinas terkait/

berkonsultasi dengan PPL. Perlu

diingat bahwa yang terpenting

adalah pesan yang disampaikan

dapat dipahami oleh petani.

Menurut Brooks (1971) Jika

beberapa orang menerima pesan

yang disampaikan berarti komunikasi

berjalan dengan baik, namun jika

pesan tidak mampu diterima oleh

orang lain maka dapat dikatakan

70

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 79: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

bahwa komunikasi berjalan kurang

baik.

Mengintensifkan koordinasi lintas

sektor dan pendampingan

Koordinasi lintas sektor dan

pendampingan perlu lebih diintensif-

kan agar petani memiliki sikap dan

pandangan yang sama terhadap

Program GPKA. Dengan begitu para

petani akan bersama-sama mensuk-

seskan Program GPKA karena

keberhasilan dari program ini berada

ditangan dinas terkait dan para

petani.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Sosialisasi Program GPKA di

Kecamatan Ampel dan Boyolali

dilakukan melalui penyuluhan,

pelatihan, serta pendampingan.

2. Kegiatan sosialisasi Program GPKA

di Kecamatan Ampel dan Boyolali

ternyata dapat menambah penge-

tahuan dan pemahaman petani

terkait tentang usahatani dan

mendapat respon/umpan balik

dari para petani.

3. Alat/media bantu yang diperguna-

kan dalam mensosialisasikan

Program GPKA antara lain LCD,

note book, ATK, laptop, peta, dan

leaflet.

4. Kendala yang dihadapi dalam

sosialisasi Program GPKA di

Kecamatan Ampel antara lain

terbatasnya jumlah personil yang

dilibatkan, ketersediaan dana

untuk sosialisasi kegiatan Program

GPKA, dan aktivitas petani.

5. Kendala yang dihadapi dalam

sosialisasi Program GPKA di

Kecamatan Boyolali adalah adanya

mutasi salah satu staf Seksi

Agribisnis pada saat Kasi Agribisnis

sedang mengikuti Diklat Pim IV,

tidak semua petani mengetahui

tentang Program GPKA karena

pada saat diadakan penyuluhan

tentang GPKA petani ada yang

tidak hadir, dan petani belum

seluruhnya memiliki sikap dan

pandangan yang sama terhadap

GPKA.

6. Upaya yang dilakukan untuk

mengatasi kendala dalam

sosialisasi Program GPKA di

Kecamatan Ampel adalah

mengkoor-dinasikan lagi jumlah

personil yang akan dilibatkan,

membuat proposal pelaksa-naan

Program GPKA.

7. Upaya yang dilakukan untuk

mengatasi kendala dalam

sosialisasi Program GPKA di

Kecamatan Boyolali adalah

memberi masukan kepada

pimpinan agar staf yang

71

Sosialisasin, agropolitan,,, Hapsari, Wijianto, Sutarto

Page 80: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

bersangkutan ditunda kepin-

dahannya, bertukar informasi

kepada petani lain apabila ada

informasi baru terutama kepada

petani yang tidak hadir pada saat

penyuluhan, dan mengintensifkan

koordinasi lintas sektor dan pen-

dampingan.

Beberapa hal yang dapat

direkomendasikan adalah bagi dinas

terkait, perlu menambah jumlah

personil yang akan dilibatkan dalam

mensosialisasikan Program GPKA,

Bagi petani, diharapkan selalu aktif

dalam mengikuti penyuluhan dan

berkonsultasi dengan penyuluh yang

ada di daerahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, William D. 1971. Speech

Comunication. Brown Com-

pany Publishers. The United

States of America.

Departemen Pekerjaan Umum. 2006.

Rencana Program Jangka

Menengah: Pengembangan

Kawasan Agropolitan Kabu-

paten Boyolali. Direktorat

Jenderal Cipta Karya.

Boyolali.

Hasan, Iqbal. 2002. Analisis Data

Penelitian dengan Statistik.

Bumi Aksara. Jakarta.

Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten

Boyolali. 2008. Agropolitan.

Boyolali.

Rivai, Deddy Effendi. 2003.

Pengembangan Kawasan

Agropolitan sebagai Pende-

katan Wilayah dan Pember-

dayaan Masyarakat Perta-

nian. Disampaikan dalam

Makalah Pengantar Falsa-

fah Sains (PPS702) Program

Pasca Sarjana/ S3. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Rustiadi, Ernan. 2006. Gerakan

Pengembangan Kawasan

Agropolitan. http: // Jakar

talitbang. go. id/ klinikagro

bisnis. Diakses tanggal 18

September 2008.

______ dan Sugimin Pranoto. 2007.

Agropolitan: Membangun

Ekonomi Perdesaan. Crest-

pent Press. Bogor.

Sajogyo. 1982. Bunga Rampai

Perekonomian Desa. Yaya-

san Agroekonomika. Yogya-

karta.

Sunarsih dan Ashari. 2004. Aspek

Kelembagaan dan Aplikasi-

nya dalam Pembangunan

Pertanian. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sosek

Pertanian dan Badan

Litbangtan. Bogor.

72

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 81: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Yusroni. 2005. Strategi Sosialisasi

dan Pelaksanaan Program

Sosialisasi Berbagai

Peraturan Daerah Tentang

Pengelolaan Pasar pada

Pasar Tradisional Di Kota

Surakarta. Tesis Program

Pasca Sarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta.

73

Sosialisasin, agropolitan,,, Hapsari, Wijianto, Sutarto

Page 82: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

SIKAP PETANI TERHADAP GABUNGAN KELOMPOK TANI

(GAPOKTAN)

FARMER’S ATTITUDE TO ALIANCE FARMER’S GROUP (GAPOKTAN)

Yunus Puratmoko1), Kusnandar2), Arip Wijianto3) 1,2,3) Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sebelas Maret

Abstract

This research aim to study farmer’s attitude to Gapoktan, studying farmer’s former factors for attitude to Gapoktan and study the relation between farmer’s former factors for attitude with its attitude to Gapoktan. Basic method used by quantitative research method with survay technique. Research location determined by purposive that is in District of Banyudono Sub Province Boyolali. Withdrawal of sample done by Stratified Random Sampling, chosen three Countryside they were Tanjungsari, Banyudono and Batan. After obtained by countryside is later taken by proportional random sampling, for the farmer sample a number of 40 by Random. Type and data source cover primary data and sekunder data. Analysis method used to know the farmer’s former factor for attitude and farmer’s attitude to Gapoktan is class wide formula. While to test relation between farmer’s former factors for attitude with its attitude to Gapoktan use Rank Spearman correlation analysis.Result of research indicate that farmer’s attitude to Gapoktan pertained goodness. From result of Rank Spearman analysis and significance test at trust level 95% personal experience do not significant with farmer’s attitude to Gapoktan assess correlation coefficient (-0,174). While lionized others influence (0,443), formal education (0,442) and of non formal education (0,469), or significant and correlate positive with farmer’s attitude to Gapoktan.

Keywords: Farmer, Attitude, Aliance Farmer’s Group

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sikap petani terhadap Gapoktan, mengkaji faktor-faktor pembentuk sikap petani terhadap Gapoktan dan mengkaji hubungan antara faktor-faktor pembentuk sikap petani dengan sikapnya terhadap Gapoktan. Metode dasar yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan teknik survai. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali. Penarikan sampel dilakukan secara Stratified Random Sampling, terpilih tiga Desa yaitu Tanjungsari, Banyudono dan Batan. Setelah diperoleh desa kemudian diambil secara proporsionalrandom sampling sampel petani sejumlah 40 secara Random. Jenis dan sumber data meliputi data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor pembentuk sikap dan sikap petani terhadap Gapoktan adalah

74

Page 83: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

rumus lebar kelas. Sedangkan untuk menguji hubungan antara faktor-faktor pembentuk sikap petani dengan sikapnya terhadap Gapoktan menggunakan analisis korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap petani terhadap Gapoktan tergolong baik. Dari hasil analisis Rank Spearman dan uji signifikansi pada tingkat kepercayaan 95% pengalaman pribadi tidak berhubungan signifikan dengan sikap petani terhadap Gapoktan dengan nilai koefisien korelasi (-0,174). Sedangkan pengaruh orang lain yang dianggap penting (0,443) dan pendidikan formal (0,442), dan pendidikan non formal (0,469), atau signifikan dan berhubungan positif dengan sikap petani terhadap Gapoktan. Kata Kunci: Sikap, Petani, Gapoktan

PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian

dapat dilaksanakan dengan cara

revitalisasi pertanian dalam rangka

pengurangan kemiskinan dan

pengangguran serta peningkatan

daya saing ekonomi nasional dan

menjaga kelestarian sumber daya

pertanian. Selama ini revitalisasi

telah digalakkan akan tetapi masih

perlu tindak lanjut dan perkem-

bangan yang lainnya. Salah satu

aspek yang paling mempengaruhi

dalam perkembangan pertanian

adalah sumber daya manusia.

Pengembangan kelompok tani

diarahkan pada peningkatan

kemampuan setiap kelompok tani

dalam melaksanakan fungsinya,

peningkatan kemampuan para

anggota dalam pengembangan

agribisnis, penguatan kelompok

tani menjadi organisasi petani yang

kuat dan mandiri. Kelompok tani

yang berkembang bergabung ke

dalam Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan).

Usaha untuk mencapai

keberhasilan dari Gapoktan ini

sangat diperlukan sikap atau respon

yang baik dari petani terhadap

pengembangan kelembagaan perta-

nian. Ketika diketahui sikap petani

maka pemerintah dan pengambil

kebijakan dapat mempertimbang-

kan kebijakan apa yang cocok untuk

pengembangan kelembagaan perta-

nian. Tentunya hal baru yang

dirasakan petani akan menimbulkan

sikap yang berbeda-beda terhadap

terbentuknya Gabungan Kelom-pok

Tani (Gapoktan). Sikap petani yang

positif akan membantu keberlang-

sungan dan kemajuan Gapoktan

akan tetapi ketika sikap petani

negatif maka Gapoktan akan

mengalami hambatan.

Lemahnya kelembagaan

pertanian, seperti perkreditan,

lembaga input, pemasaran, dan

75

Sikap, Petani, Gapoktan , Puratmoko, Kusnandar, Wijianto

Page 84: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

penyuluhan, telah menyebabkan

belum dapat terciptanya suasana

kondusif untuk pengembangan

agroindustri pedesaan. Selain itu,

lemahnya kelembagaan ini

berakibat pada tidak efisiennya

sistem pertanian, dan rendahnya

keuntungan yang diterima petani.

Dari sisi kelembagaan, akan dijum-

pai kendala yang bersifat fungsi-

onal, karena pendekatan strategi

revitalisasi pertanian yang terkesan

tidak menyeluruh, seperti juga yang

terjadi pada Gapoktan.

Pada pelaksanaan suatu

kegiatan dalam kelembagaan di

suatu daerah akan mendapatkan

respon atau sikap oleh sasaran.

Menurut Azwar (1995) sikap

dikatakan sebagai suatu respon

evaluatif. Respon akan timbul

apabila seseorang dihadapkan pada

suatu stimulus tertentu yang

menghendaki adanya reaksi sese-

orang atau individu. Sikap

mempunyai arah, artinya sikap

terpilah menjadi dua arah

kesetujuan yaitu apakah setuju atau

tidak setuju dan apakah mendukung

atau tidak mendukung, memihak

atau tidak memihak terhadap

sesuatu sebagai obyek. Dalam

interaksi sosialnya, individu bereaksi

membentuk pola sikap tertentu

terhadap berbagai objek psikologis

yang dihadapinya.

Usaha untuk mencapai

keberhasilan dari Gapoktan ini

sangat diperlukan sikap atau respon

yang baik dari petani terhadap

pengembangan kelembagaan perta-

nian. Ketika diketahui sikap petani

maka pemerintah dan pengambil

kebijakan dapat mempertimbang-

kan kebijakan apa yang cocok untuk

pengembangan kelembagaan perta-

nian. Dalam penelitian ini akan

mengkaji sikap petani terhadap

Gabungan Kelompok Tani (Gapok-

tan) di Kecamatan Banyudono

Kabupaten Boyolali. Kecamatan

Banyu-dono merupakan Kecamatan

yang mempunyai 8 Gabungan

Kelompok Tani. Peneliti memilih

Gapoktan yang ada di Banyudono

karena jumlah Gapoktan berada

pada pertengahan dari jumlah

keseluruhan Gapoktan yang ada di

Kabupaten Boyolali. Selain itu juga

Kecamatan Banyudono merupakan

daerah yang mudah dijangkau oleh

peneliti.

Dari uraian diatas dapat

dirumus-kan berbagai permasalahan

yang nantinya akan dikaji dalam

penelitian ini adalah: Bagaimana

sikap petani terhadap Gabungan

Kelompok Tani (Gapoktan) di

Kecamatan Banyudono Kabupaten

76

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 85: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Boyolali? Faktor-faktor apa saja

yang membentuk sikap petani

terhadap Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) di Kecamatan Banyudo-

no Kabupaten Boyolali? Bagaimana

hubungan antara faktor-faktor

pembentuk sikap dengan sikap

petani terhadap Gabungan Kelom-

pok Tani (Gapoktan) di Kecamatan

Banyudono Kabupaten Boyolali?

Berdasarkan permasalahan

yang telah dirumuskan, maka tujuan

peneliti-an ini adalah: Mengkaji

sikap petani terhadap Gabungan

Kelompok Tani (Gapoktan) di

Kecamatan Banyudono Kabupaten

Boyolali, Mengkaji faktor apa saja

yang membentuk sikap petani

terhadap Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) di Kecamatan Banyudo-

no Kabupaten Boyolali, Mengkaji

hubungan antara faktor-faktor

pembentuk sikap dengan sikap

petani terhadap Gabungan Kelom-

pok Tani (Gapoktan) di Kecamatan

Banyudono Kabupaten Boyolali.

METODE PENELITIAN

Metode dasar penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode penelitian kuantitatif

(Singgih, 2006). Sedangkan teknik

pelaksanaan penelitian ini menggu-

nakan teknik survai yaitu penga-

matan atau penyelidikan yang kritis

untuk mendapatkan keterang-an

yang sebenarnya dan baik terhadap

suatu persoalan tertentu dan di

dalam suatu daerah (Singarimbun

dan Effendi, 1995). Pemilihan lokasi

penelitian dilakukan dengan sengaja

(purposive) yaitu Kecamatan

Banyudono Kabupaten Boyolali

dengan pertimbangan bahwa

dikecamatan Banyudono merupa-

kan daerah yang mempunyai jumlah

Gapok-tan berada pada pertenga-

han dari jumlah keseluruhan

Gapoktan yang ada di kabupaten

Boyolali. Kecamatan Banyu-dono

mempunyai 8 Gapoktan.

Populasi dalam penelitian ini

adalah petani yang tergabung dalam

Gabungan Kelompok Tani (Gapok-

tan) yang ada di Kecamatan

Banyudono Kabupaten Boyolali.

Penentuan sampel dilakukan

dengan menggunakan teknik sample

acak distratifikasi (Stratified Random

Sampling), maka populasi yang

bersangkutan harus dibagi-bagi

dalam lapisan-lapisan (strata) yang

seragam berdasarkan luas lahan,

dan dari setiap lapisan diambil

sampel secara acak (Singarimbun

dan Effendi, 1995). Dengan teknik

ini diperoleh desa kemudian diambil

secara proporsional sampel petani

sejumlah 40 secara acak (Random).

77

Sikap, Petani, Gapoktan , Puratmoko, Kusnandar, Wijianto

Page 86: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Tabel. 1 Data Jumlah sampel sasaran yang tergabung dalam Gapoktan

No Gapoktan Jumlah Anggota Jumlah Sampel

1. Sari Tani (Tanjungsari) 315 25

2. Tani Makmur (Banyudono) 120 10

3. Tani Mulya (Batan) 62 5

Jumlah 497 40

Sumber : Data Dispertanbunhut 2008

Data yang dikumpulkan akan

dianalisis, menurut Djarwanto (1996)

sesuai data yang tersedia data primer

dianalisis melalui tahap editing,

coding dan tabulasi. Kategori

pengukurannya dengan mengguna-

kan rumus lebar interval kelas.Untuk

mengetahui hubungan antara

faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap petani dengan

sikapnya terhadap Gabungan Kelom-

pok Tani (Gapoktan) dapat diketahui

dengan rumus koefisien korelasi

(Rank Spearman). Untuk menguji

tingkat signifikansi hubungan

digunakan uji t karena sampel yang

diambil lebih dari 10 (N>10) dengan

tingkat kepercayaan 95% (Siegel,

1997).

Pertemuan rutin setiap 35

hari sekali, tempat pertemuan

biasanya di balai desa dan ada juga

yang tempatnya bergiliran pada

masing-masing anggota. Atau apabila

telah memiliki tempat pertemuan

khusus, maka Gapoktan mempergu-

nakan fasilitas tersebut. Dalam

pertemuan itu ada kegiatan yaitu

pembuatan program kerja disetiap

tahunnya, arisan anggota dan ada

juga simpan pinjam. Ada juga

penyuluhan yang dilakukan oleh PPL

dari Dispertan-bunhut. Untuk

kerjasama dengan perusahaan

saprodi yaitu pupuk organik

Gapoktan di Kecamatan Banyudono

pernah melakukan kerjasama akan

tetapi karena ketentuan yang cukup

rumit maka kerjasama tersebut

sekarang tidak berjalan lagi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecamatan Banyudono Kabu-

paten Boyolali mempunyai delapan

Gabungan Kelompok Tani (Gapok-

tan). Pembentukan Gapoktan di

Kecamatan Banyudono dilakukan

dalam suatu musyawarah yang

dihadiri oleh para kontak tani/ketua

kelompok tani yang akan bergabung,

setelah sebelumnya di masing

masing kelompok telah disepakati

bersama para anggota kelompok

untuk bergabung ke dalam

78

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 87: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Gapoktan. Kemudian untuk menda-

patkan legitimasi, kepengurusan

Gapoktan dikukuhkan oleh bupati

Boyolali. Kelembagaan Gapoktan di

Banyudono masih tergolong belum

lama karena baru berdiri sejak tahun

2003. Berikut data Gapoktan yang

ada di Kecamatan Banyudono.

Tabel 2 Gapoktan di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali Tahun 2009

No Nama Gapoktan Alamat (Desa) Tahun Berdiri Ketua

1. Sari Tani Tanjungsari 25 Agustus 2007 Djuliman

2. Tani Mukti Jipangan 28 Agustus 2007 Teguh Sambodo

3. Tani Rahayu Trayu 12 Desember 2003 Lomo Suparno

4. Tani Makmur Banyudono 29 Agustus 2007 Suyoto

5. Marsudi Tani Ketaon 2 Pebruari 2002 Anom Wirejo

6. Agung Mukti Denggungan 27 Agustus 2007 Sarno

7. Kembang Tani Bangak 5 Pebruari 2002 Ir. Sunarto

8. Tani Mulyo Batan 3 Pebruari 2003 Cipto Martono

Sumber : Data Dispertanbunhut 2009

Tabel 3 menggambarkan

bahwa mayoritas umur responden

termasuk dalam umur 15 sampai 64

tahun yaitu sebanyak 35 orang (87,5

persen). Kategori umur ini tergolong

umur produktif, artinya pada umur

tersebut responden masih mampu

bekerja untuk memenuhi kebutuhan

perekonomian keluarga dan

mengembangkan usaha taninya.

Dengan demikian tingkat kema-

tangan, baik fisik, cara berpikir dan

tingkat emosionalnya cukup baik.

Luas lahan yang diusahakan oleh

responden sebagian besar masuk

dalam kategori sempit yaitu kurang

dari atau sama dengan satu hektar

yaitu sebesar 72,5 persen (29 orang),

sebanyak 7 orang (17,5 persen)

memiliki luas lahan dengan kategori

sedang (1,1 – 2 ha) dan ada sebanyak

10 persen dari jumlah responden (4

orang) memiliki luas lahan dengan

kategori luas (2,1 – 3 ha). Untuk

ukuran luas, dari data di atas

sebagian besar responden memiliki

luas lahan yang tergolong sempit. Hal

ini akan mempengaruhi tingkat

partisipasi petani didalam kegiatan

Gapoktan karena seperti bantuan

pupuk itu berdasarkan luasan lahan

yang dimiliki oleh petani. Jadi secara

tidak langsung petani yang

mempunyai lahan semakin luas maka

bantuan pupuk yang akan diperoleh

semakin banyak.

79

Sikap, Petani, Gapoktan , Puratmoko, Kusnandar, Wijianto

Page 88: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Tabel 3. Identitas responden No Keterangan Kategori Skor Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Umur Non produktif 0-14 0 0 Produktif 15 - 64 35 87,5 Non Produktif > 64 5 12,5

Jumlah 40 100,0

2. Luas Usaha (ha) Sempit 0 - 1 29 72,5 Sedang 1,1 - 2 7 17,5 Luas 2,1 - 3 4 10

Jumlah 40 100,0

Sumber : Analisis data primer 2009

Tabel 4 menggambarkan

bahwa pengalaman pribadi respon-

den termasuk kategori sedang ada

37 petani atau (92,5 persen).

Pengalaman pribadi petani di

Kecamatan Banyudono masih dalam

kategori sedang karena sebenar-nya

banyak petani yang telah

berusahatani lebih dari 10 tahun,

namun untuk kelembagaan Gapok-

tan itu sendiri masih belum lama.

Untuk kelembagaan Gapoktan di

Kecamatan Banyudono baru

dibentuk antara satu hingga lima

tahun. Hal ini mempenga-ruhi

pengalaman petani dalam kelem-

bagaan Gapoktan ini. Sehingga

dalam pemenuhan kebutuhan

usaha-tani petani masih banyak

yang berusaha sendiri. Harapan dari

petani semakin lama berdirinya

Gapoktan maka fungsi dari

Gapoktan semakin baik, sehingga

Gapoktan dapat mencukupi semua

kebutuhan usahatani yang

dibutuhkan oleh petani. Dengan

demikian pengalaman pribadi

petani dapat semakin meningkat.

Tabel 4. Distribusi faktor-faktor pembentuk sikap No Kategori Skor Jumlah (orang) Persentase (%)

Pengalaman pribadi

1 Sangat Buruk 3-5,4 - 0 2 Buruk 5,5-7,9 2 5 3 Sedang 8-10,4 37 92,5 4 Baik 10,5-12,9 1 2,5 5 Sangat Baik 13-15,4 - 0

Pengaruh orang lain

1 Sangat Buruk 4-7,2 - 0 2 Buruk 7,3-10,5 11 27,5 3 Sedang 10,6-13,8 19 47,5 4 Baik 13,9-17,1 9 22,5 5 Sangat Baik 17,2-20,4 1 2,5

Pendidikan Formal

1 Tidak SD/Tidak Tamat SD 1 - 0

80

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 89: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

2 SD 2 13 32,5 3 SMP 3 13 32,5 4 SLTA 4 9 22,5 5 D3/Sarjana 5 5 12,5

Pendidikan Non Formal

1 Sangat Buruk 2-3,6 3 7,5 2 Buruk 3,7-5,3 11 27,5 3 Sedang 5,4-7 13 32,5 4 Baik 7,1-8,7 7 17,5 5 Sangat Baik 8,8-10,4 6 1,5

Sumber : Analisis data primer 2009

Pengaruh orang lain yang

dianggap penting (PPL, ketua

Gapoktan dan Aparat Desa)

termasuk dalam kategori sedang

yaitu ada 19 petani atau (47,5

persen). Dari hasil analisis tersebut

dapat disimpulkan bahwa peran

orang lain yang dianggap penting

cukup berpengaruh pada sikap

petani dalam kelembagaan

Gapoktan. Hal ini dikarenakan sejak

awal kegiatan Gapoktan yaitu pada

proses perencanaan hingga pelaksa-

naan kegiatan baik penyuluh, ketua

Gapoktan turut berperan dalam

mendukung terbentuknya Gapok-

tan. Bentuk dukungan yang diberi-

kan oleh orang-orang yang dianggap

penting tersebut diantaranya dilaku-

kan melalui ajakan untuk mening-

katkan produksi dan nilai tambah

dari usahataninya, saran untuk

mengikuti pertemuan rutin, saran

dan informasi seputar teknologi

yang baru. Banyaknya dukungan

dari pihak-pihak yang oleh petani

sendiri dianggap penting menjadi-

kan respon dan sikap petani

terhadap Gapoktan. Akan tetapi

disini peran aparat desa masih

dianggap kurang oleh petani karena

ajakan, saran dan informasi banyak

disampaikan oleh PPL dan Ketua

Gapoktan itu sendiri. Aparat desa

hanya menghadiri ketika rapat rutin

berlangsung dan ketika ada tamu

dari pihak pemerintahan.

Tingkat pendidikan respon-

den termasuk kategori sedang

sampai dengan buruk yaitu SD dan

SMP sebanyak 32,5 persen. Tingkat

pendidikan mempengaruhi kualitas

sumberdaya manusia, jika semakin

banyak pengalaman yang diperoleh

dari tingkat pendidikan yang

diselesaikannya, maka semakin

maju pola berfikirnya. Pentingnya

pendidikan sebagai sarana untuk

menambah ilmu pengetahuan telah

mulai diperhatikan oleh petani

sendiri. Petani telah menempatkan

pendidikan sebagai sesuatu yang

penting. Untuk tingkat pendidikan

mereka berdasarkan usia, semakin

81

Sikap, Petani, Gapoktan , Puratmoko, Kusnandar, Wijianto

Page 90: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

usianya tua maka tingkat

pendidikannya semakin rendah.

Pendidik-an ini dapat menunjang

kelancaran aktivitas kegiatan

Gapoktan, misalnya dalam hal

administrasi.

Pendidikan non formal yang

diukur dalam penelitian ini adalah

kegiatan penyuluhan dan pelatihan-

pelatihan yang pernah diikuti oleh

petani selama dalam kurun waktu

setahun terakir. Pelatihan yang

pernah dilaksanakan adalah Sekolah

Lapang Pengendalian Hama dan

Penyakit Terpadu (SLPHT) dan juga

Sekolah Lapang Pengelolaan

Tanaman Terpadu (SLPTT). Kegiatan

penyuluhan banyak dilakukan oleh

PPL ketika Gapoktan tersebut

melakukan pertemuan rutin yang

dilakukan setiap satu bulan sekali.

Dengan demikian PPL dapat

memberikan penyuluhan serta

dapat mengawasi jalannya kegiatan

Gapoktan, serta memberikan ajakan

untuk mengelola keuangan secara

mikro dan melakukan usaha simpan

pinjam sehingga masalah kebutuhan

modal usaha dapat teratasi.

Pendidikan non formal

responden termasuk dalam kategori

sedang yaitu ada 13 petani (32,5

persen). Untuk kegiatan pelatihan

yang dilakukan oleh Dinas Pertanian

tidak semua dilibatkan, hanya

perwakilan dari petani saja yang

diikutsertakan, hal ini diharapkan

petani yang mengikuti pelatihan

dapat menyampaikan informasi dan

ilmu yang diperoleh pada saat

pelatihan kepada petani lain

sehingga ilmu yang diperoleh dari

mengikuti pelatihan dapat tersalur-

kan. Petani juga berharap melalui

kegiatan penyuluhan dan pelatihan

dapat menambah pengetahuan dan

ketrampilan mengelola usaha

taninya. Dengan demikian petani

akan mendapatkan keuntungan

yang lebih sehingga kesejah-teraan

petani dapat semakin meningkat.

Tabel 5. Distribusi petani menurut sikap petani terhadap Gapoktan No Kategori Skor Jumlah

(orang) Persentase (%)

Tujuan Gapoktan 1 Sangat Buruk 4-7,2 - 0 2 Buruk 7,3-10,5 - 0 3 Netral 10,6-13,8 1 0,25 4 Baik 13,9-17,1 34 85 5 Sangat Baik 17,2-20,4 5 1,25

Sasaran Gapoktan 1 Sangat Buruk 5-9 - 0 2 Buruk 9,1-13,1 - 0

82

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 91: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

3 Netral 13,2-17,2 1 2,5 4 Baik 17,3-21,3 35 87,5 5 Sangat Baik 21,4-25,4 4 10

Pelaksanaan 1 Sangat Buruk 11-19,8 - 0 2 Buruk 19,9-28,7 - 0 3 Netral 28,8-37,6 21 52,5 4 Baik 37,7-46,5 19 47,5 5 Sangat Baik 46,6-55,4 - 0

Manfaat Gapoktan 1 Sangat Buruk 5-9 - 0 2 Buruk 9,1-13,1 - 0 3 Netral 13,2-17,2 8 20 4 Baik 17,3-21,3 29 72,5 5 Sangat Baik 21,4-25,4 3 7,5

Monev Gapoktan 1 Sangat Buruk 5-9 - 0 2 Buruk 9,1-13,1 - 0 3 Sedang 13,2-17,2 7 17,5 4 Baik 17,3-21,3 27 67,5 5 Sangat Baik 21,4-25,4 6 15

Jumlah 40 100,00

Sumber : Analisis data primer 2009.

Berdasarkan Tabel 5 dapat

dilihat bahwa sikap petani terhadap

tujuan Gapoktan tergolong baik.

Petani yang mempunyai sikap yang

baik terhadap tujuan Gapoktan ada

34 petani atau (85 persen). Petani

dapat bersikap baik karena patani

merasa mengetahui dan memahami

tentang tujuan Gapoktan walaupun

tidak secara keseluruhan, oleh

karena itu petani setuju dengan

berdirinya kelembagaan Gapoktan

karena memberikan manfaat bagi

petani untuk meningkatkan kemam-

puan mengembang-kan usaha

taninya. Selain itu dengan adanya

Gapoktan, petani memiliki harapan

akan peningkatan pendapatan dan

keuntungan dari hasil kegiatan yang

dapat terwujud.

Sikap petani terhadap

sasaran yang ingin diwujudkan

melalui kelembagaan Gapoktan

tergolong baik. Sebanyak 35 petani

(87,5 persen) mempunyai sikap yang

baik terhadap sasaran Gapoktan.

Hal ini menunjukkan bahwa petani

memiliki tanggapan yang menye-

tujui terhadap sasaran Gapoktan

yaitu meningkatkan sumber daya

manusia dalam melaksanakan

usahatani dalam suatu wilayah

melalui kegiatan produksi, pengo-

lahan dan pemasaran dalam suatu

sistem manajemen. Selain itu juga

sebagai pengembangan aspek

statika (organisasi, administrasi) dan

83

Sikap, Petani, Gapoktan , Puratmoko, Kusnandar, Wijianto

Page 92: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

aspek dinamika (kegiatan dan

kepengurusan) serta aspek

kepemimpinan (kaderisasi anggota

organisasi).

Pelaksanaan kegiatan Gapok-

tan dapat dilihat dari keikutsertaan

petani dalam pengadaan dan

distribusi input (bibit, pupuk,

pestisida), budidaya tanaman

pangan mulai dari penanaman

hingga pemasaran serta keterlibatan

petani dalam penggunaan saprodi

yang disediakan seperti traktor,

hand spayer. Berdasarkan data

Tabel 5.8 dapat disimpulkan bahwa

sikap petani terhadap pelaksanaan

kegiatan Gapoktan tergolong netral.

Sebanyak 21 petani (52,5 persen)

mempunyai sikap yang netral. Ini

menunjukkan bahwa kegiatan yang

dilakukan dalam kegiatan Gapoktan

dapat terlaksana dengan cukup baik.

Hal ini disebabkan petani dalam

pelaksanaan kegiatan Gapoktan

belum seluruhnya mengalami keber-

hasilan. Masih minimnya kerjasama

yang dilakukan petani kepada pihak

lain dalam pengolahan hasil

pertanian dan pemasaran, sehingga

hasil panen masih banyak yang

langsung dijual kepada tengkulak.

Sikap petani terhadap

manfaat dan hasil dari pelaksanaan

kegiatan Gapoktan yang tergolong

baik. Petani yang mampunyai sikap

baik ada 29 petani atau (72,5

persen). Hasil dari kegiatan

Gapoktan dirasakan petani dapat

menunjang peningkatan usaha

taninya walaupun belum maksimal.

Dengan inisiatif sendiri petani selalu

berusaha memanfaatkan hasil dari

setiap kegiatan diantaranya pema-

kaian alat-alat pertanian ataupun

pinjaman kas Gapoktan untuk

tambahan modal. Meskipun sarana

produksi yang diberikan oleh

pemerintah kuantitasnya terbatas

sehingga dalam pemanfaatannya

harus bergantian, tidak menjadikan

minat petani untuk terus meman-

faatkan hasil yang diperoleh dari

kegiatan tersebut berkurang. Disam-

ping itu, petani juga aktif

menyebarluaskan pengetahuan

yang didapatnya dari kegiatan

Gapoktan serta mempunyai inisiatif

untuk menerapkan ilmu yang telah

diperoleh dari kegiatan SLPHT dan

SLPTT. Dengan demikian manfaat

telah sangat dirasakan oleh petani

dan dapat membantu menunjang

peningkatan usahataninya.

Sikap petani terhadap moni-

toring dan evaluasi Gapoktan

termasuk dalam kategori baik.

Sebanyak 27 petani atau (67,5

persen) menyatakan bahwa pelak-

sanaan kegiatan Gapoktan telah

berhasil dan sesuai dengan rencana

84

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 93: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

serta apa yang menjadi tujuan dari

Gapoktan itu sendiri. Selain itu juga

petugas atau penyuluh, aparat desa

dan ketua gapoktan telah

membimbing petani dari tahap

perencanaan sampai dengan

monitoring dan evaluasi. Sikap yang

demikian menunjukkan bahwa

petani menyetujui, menerima dan

mau menjalankan dengan baik

keseluruhan kegiatan Gapoktan

dengan harapan keberadaan

Gapoktan membawa dampak yang

menguntungkan bagi kesejahteraan

petani yaitu adanya peningkatan

produksi, pendapatan bahkan

semakin terbukanya peluang pasar

bagi hasil usahanya.

Tabel 6. Uji Hipotesis hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap petani

terhadap Gapoktan No Hubungan antar variabel Koefisien korelasi Rs t

hitung t tabel Ket

1. Hubungan antara pengalaman pribadi dengan sikap petani terhadap Gapoktan

– 0,174

-1,089

2,024

NS

2. Hubungan antara pengaruh orang lain dengan sikap petani terhadap Gapoktan

0,443(**)

3,046

2,024

S

3. Hubungan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap Gapoktan

0,442(**)

3,037

2,024

S

4. Hubungan antara pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap Gapoktan

0,469(**)

3,273

2,024

S

Sumber : Analisis data primer 2009 Keterangan : S : Signifikan pada = 0,05

NS: Non Signifikan (tidak signifikan pada = 0,05)

Dari Tabel 6 dapat dilihat

bahwa hasil analisis menunjukkan

hubungan yang signifikan antara

variabel pembentuk sikap dengan

sikap petani terhadap Gapoktan,

namun ada juga yang tidak

signifikan. Untuk hubungan antara

pengalaman pribadi terhadap sikap

petani dari hasil analisis diperoleh

nilai koefisien korelasi rs –0,174.

Sehingga dapat dilihat bahwa pada

taraf kepercayaan 95% dengan rs –

0,174 dan t hitung < t tabel (-1,089

< 2,024) ini menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan hubungan

antara pengalaman pribadi dengan

sikap petani terhadap Gapoktan.

Artinya semakin tinggi pengalaman

petani maka tidak berhubungan

dengan tingginya sikap petani

terhadap Gapoktan. Hal ini

dikarenakan petani dalam memberi-

kan sikap didasarkan pada hasil

pengalaman yang telah dijalani

terutama yang berkaitan dengan

keikutsertaan Gapoktan. Semakin

banyak pengalaman petani, dan

semakin lama keikutsertaan-nya

85

Sikap, Petani, Gapoktan , Puratmoko, Kusnandar, Wijianto

Page 94: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

dalam Gapoktan maka semakin

banyak mendapatkan kesempatan

ber-partisipasinya. Dengan demikian

pengalaman yang dimiliki akan

terus bertambah, dan bagaimana

mengatasi permasalahan-permasa-

lahan yang ada. Pengalaman yang

semakin bertambah menjadikan

petani lebih matang dalam

mengambil sikap dan keputusan ter-

utama mengenai Gapoktan.

Hubungan antara pengaruh

orang lain yang dianggap penting

dengan sikap petani terhadap

Gapoktan diketahui bahwa nilai

koefisien korelasi (rs) antara

pengaruh orang lain yang dianggap

penting dengan sikap petani dalam

Gapoktan adalah 0,443 maka t

hitung > t tabel (3,046 > 2,024).

Sehingga dari hasil analisis tersebut

dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara

pengaruh orang lain yang dianggap

penting dengan sikap petani

terhadap Gapoktan.

Semakin banyak petani

mendapatkan saran dari orang-

orang yang dianggap penting (PPL,

ketua Gapoktan dan aparat desa),

menjadikan petani merasa menjadi

bagian penting dalam Gapoktan,

sehingga sikap yang ditunjukkan

petani juga baik. Sikap petani yang

mendukung keberadaan Gapoktan

diperlihatkan oleh petani dari

tingginya minat dan kesungguhan

petani dalam pelaksanaan kegiatan

Gapoktan yang telah dirumuskan

dalam tujuan. Sehingga dari hasil

pelaksanaan kegiaatn proyek petani

merasakan manfaat yang berarti

diantaranya peningkatan sumber

daya manusia, kegiatan simpan

pinjam guna memperoleh pinjaman

modal dan ketrampilan dalam

usahatani dengan adanya SLPHT dan

SLPTT dan semakin bertambahnya

wawasan petani terhadap teknologi

baru yang dikenalkan oleh

penyuluh. Walaupun pada kenya-

taannya keputusan yang diambil

oleh petani didasarkan pada penge-

tahuan dan pengalaman petani,

namun peran orang-orang yang

dianggap penting oleh petani juga

cukup berpengaruh terhadap

keputusan yang diambil untuk

bergabung dengan Gapoktan.

Petani menganggap penyuluh,

ketua Gapoktan dan aparat desa

merupakan orang-orang yang cukup

berpengaruh terhadap sikap petani

menerima suatu inovasi. Selain itu

juga bagaimana membentuk kelem-

bagaan yang baik, begaimana

bermitra dengan pihak ketiga

sampai pengelolaan keuangan mikro

dan simpan pnjam dalam Gapoktan

86

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 95: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

perlu adanya bimbingan dari

penyuluh.

Hubungan antara pendidikan

formal dengan sikap petani

terhadap Gapoktan dapat diketahui

bahwa nilai koefisien rs sebesar

0,442 maka t hitung > t tabel (3,037

> 2,024) ini menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara

pendidikan formal dengan sikap

petani terhadap Gapoktan. Dari

hasil analisis di atas dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan formal yang

ditempuh oleh petani, maka sikap

petani terhadap Gapoktan yang

diperlihatkan petani juga semakin

baik.

Tingkat pendidikan yang

semakin tinggi akan menambah

pengetahuan seseorang dan mem-

berikan wawasan yang lebih luas

terhadap segala bentuk inovasi yang

diterapkan. Dengan kata lain, petani

dengan tingkat pendidikan formal

yang lebih tinggi akan cenderung

memiliki pola pikir yang lebih maju.

Dengan tingkat pendidikan yang

tinggi maka akan berpengaruh

terhadap sikap petani terhadap

suatu inovasi yang diterapkan.

Hubungan antara pendidikan

non formal dengan sikap petani

terhadap Gapoktan diketahui nilai

koefisien rs sebesar 0,469 maka t

hitung > t tabel (3,273 > 2,024).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan

antara pendidikan non formal

dengan sikap petani terhadap

Gapoktan. Hal ini berarti semakin

tinggi pendidikan non formal yang

dimiliki petani maka akan semakin

positif sikapnya terhadap Gapoktan.

Pendidikan non formal diukur

dengan frekuensi petani mengikuti

kegiatan penyuluhan dan pelatihan

dalam kegiatan Gapoktan selama

satu tahun. Petani mengikuti

pendidikan non formal dalam

kegiatan Gapoktan seperti SLPHT

dan SLPTT. Materi pendidikan non

formal yang diikuti oleh petani

banyak memberikan pengetahuan

mengenai kelembagaan dan cara

pengelolaannya.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis

dan pembahasan, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut: Faktor-

faktor pembentuk sikap yang ada di

Kecamatan Banyudono menurut

penelitian ini dapat diketahui

sebagai berikut : Pengalaman

pribadi petani sebagian besar

termasuk kategori sedang yaitu

sebanyak 37 petani yang

mempunyai sikap sedang atau (92,5

%), artinya petani mempunyai

87

Sikap, Petani, Gapoktan , Puratmoko, Kusnandar, Wijianto

Page 96: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

penga-laman pribadi yang cukup

baik dalam bidang pertanian,

Pengaruh orang lain yang dianggap

penting sebagian besar petani

termasuk dalam kategori sedang

yaitu ada 19 petani atau (47,5%),

artinya PPL, Ketua Gapoktan, dan

Aparat Desa cukup berpengaruh

dalam memberikan saran dan

ajakan, Pendidikan formal petani

sebagian besar termasuk dalam

kategori sedang yaitu 13 petani atau

(32,5%) yang mempunyai pendidi-

kan formal yaitu sampai dengan

SMP, Pendidkan non formal petani

sebagian besar termasuk kategori

sedang yaitu 13 petani atau (32,5%),

artinya petani telah cukup mempun-

yai tingkat pendidikan formal.

Sikap petani terhadap

Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) adalah sebagai berikut :

Sikap petani terhadap tujuan

Gapoktan termasuk dalam kategori

baik yaitu 34 petani atau (85%),

artinya petani setuju dan telah

memahami tentang apa yang

menjadi tujuan dari Gapoktan, Sikap

petani terhadap sasaran Gapoktan

termasuk dalam kategori baik yaitu

35 petani atau (87,5%), artinya

petani setuju dengan apa yang

menjadi sasaran dari Gapoktan yaitu

meningkatkan sumber daya

manusia, Sikap petani terhadap

pelaksanaan kegiatan Gapoktan

terma-suk dalam kategori netral

yaitu 21 petani atau (52,5%), artinya

petani mempunyai sedikit keraguan

dalam melaksanakan kegiatan yang

ada pada Gapoktan, namun

partisipasi petani sudah cukup baik,

Sikap petani terhadap manfaat dan

hasil Gapoktan termasuk dalam

kategori baik yaitu 29 petani atau

(72,5%), artinya petani telah

menerima dan merasakan manfaat

dari adanya kegiatan dalam

Gapoktan, Sikap petani terhadap

monitoring dan evaluasi Gapoktan

dalam kategori baik yaitu 27 petani

atau (67,5%), artinya monitoring

dan evaluasi dalam kegiatan

Gapoktan telah dirasa baik oleh

petani dan kegiatan Gapoktan telah

sesuai dengan tujuan.

Hubungan antara faktor

pembentuk sikap dengan sikap

petani terhadap Gapoktan di

Kecamatan Banyudono Kabupaten

Boyolali pada tingkat kepercayaan

95 % ( = 0,05) adalah : Hubungan

antara pengalaman pribadi dengan

sikap petani terhadap Gapoktan

adalah negatif dan tidak signifikan

dengan rs = (– 0,174), artinya

tingginya pengalaman pribadi tidak

berhubungan dengan tingginya

sikap petani terhadap Gapoktan,

Hubungan antara pengaruh orang

88

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 97: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

lain yang dianggap penting dengan

sikap petani terhadap Gapoktan

adalah signifikan dengan rs=

(0,443),artinya semakin tinggi

frekuensi orang lain yang dianggap

penting dalam memberikan saran

dan ajakan maka sikap petani akan

semakin baik, Hubungan antara

pendidikan formal dengan sikap

petani terhadap Gapoktan adalah

signifikan dengan rs= (0,442),

artinya semakin tinggi pendidikan

formal yang ditempuh oleh petani

maka sikap petani terhadap

Gapoktan akan semakin baik,

Hubungan antara pendidikan non

formal dengan sikap petani

terhadap Gapoktan adalah signifikan

dengan rs= (0,469), artinya semakin

banya pendidikan formal yang

diikuti petani maka sikap petani

terhadap Gapoktan akan semakin

baik.

Berdasarkan kesimpulan

hasil penelitian sikap petani

terhadap Gapoktan, dapat diajukan

beberapa saran sebagai berikut :

Sikap petani terhadap Gapoktan

sudah baik, hendaknya hal ini dapat

menjadi bahan pertimbangan bagi

pemerintah untuk menambah

berbagai kegiatan pendidikan non

formal petani melalui sekolah

lapang sehingga kemampuan petani

akan semakin bertambah dan akan

mempunyai nilai tawar yang tinggi

dan diharapkan kesejahteraan

petani akan semakin meningkat,

Pertemuan rutin perlu dijaga

kesinambungannya, karena melalui

pertemuan rutin ini semua informasi

dari PPL, perangkat desa maupun

dari petani lain dapat disampaikan

dan ketika ada kendala dan masalah

dapat diselesaikan secara cepat,

Kurang berjalannya kerjasama

dengan pihak ketiga. Maka

peningkatan kerja sama yang lebih

intensif antara pihak ketiga seperti

perusahaan penyedia sarana dan

prasarana produksi pertanian,

pengusaha pengolahan hasil dan

pemasok kebutuhan pasar dengan

petani sangatlah perlu ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 1995. Sikap Manusia Teori

Dan Pengukurannnya. Yogya-

karta Pustaka Pelajar

Djarwanto. 1996. Mengenal Bebe-

rapa Uji Statistik dalam

Penelitian. Yogyakarta. Liber-

ty.

Mahmud, D. 1990. Psikologi Suatu

Pengantar. Yogyakarta. BPFE.

Mar’at, 1981. Sikap manusia

perubahan serta pengu-

kurannya. Bandung.Ghalia

Indonesia.

89

Sikap, Petani, Gapoktan , Puratmoko, Kusnandar, Wijianto

Page 98: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan

Mardikanto, Totok..1993. Penyu-

luhan Pembangunan Perta-

nian. Surakarta. UNS Press

Mosher . 1966. Getting Agriculture

Moving : Essentials for

Development and Moderniz-

ation. The Agricultural

Development Council. Inc.

London

________ . 1981. Menggerakkan

dan Membangun Pertanian.

CV Yasaguna. Jakarta.

Mueller, Daniel J. 1986. Mengukur

Sikap Sosial : Pegangan

Untuk peneliti dan Praktisi.

Bumi Aksara. Jakarta

Peraturan Menteri Pertanian. 2007.

Tentang: Pedoman Pembi-

naan Kelembagaan Petani.

Nomor: 273/KPTS/OT.160/4/

2007. Departemen Pertanian

Saptana; T. Pranadji; Syahyuti; dan

Roosganda EM. 2003.

Transformasi Kelembagaan

untuk Mendukung Ekonomi

Kerakyatan di Pedesaan.

Laporan Penelitian. PSE,

Bogor.

Siegel, S. 1997. Statistik Non Para-

metrik. Jakarta.PT. Gramedia.

Singarimbun, Masri dan Effendi,

Sofian. 1995. Metode

Penelitian Survai. Jakarta.

Pustaka LP3ES.

Singgih Dody S. 2006. Metode

Penelitian Sosial: Berbagai

Alternaif Pendekatan .

Jakarta. Kencana.

Syahyuti. 2007. Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan

Pertanian. Analisis Kebijakan

Pertanian. Volume 5 No. 1,

Maret 2007 : 15-35

Van den Ban.AW dan Hawkins, HS.

1999. Penyuluhan Pertanian.

Yogyakarta. Kanisius.

90

Agritexts Volume XL Edisi 1 Mei 2016

Page 99: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan
Page 100: AGRITEXTS - pkp.fp.uns.ac.idpkp.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/OKAGRITEK.MEI-pdf.pdf · dalam pertemuan ilmiah atau pertemuan-pertemuan ... metodologi, kajian empirik dan