Upload
hakim-badai
View
58
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 1/13
Tugas kelompok
OLEH KELOMPOK III :
MULAN PIRNAMASARI (10536 09 )
MAR’ ANI (10536 3140 09 )
NURJANNAH ( 10536 3135 09)
NURPIAN ( 10536 09)
PARIDA ( 10536 09)
MARIATI (10536 2435 08)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 2/13
KATA PENGANTAR
Asalamu Alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas berkat
rahmat dan hidayahnya, sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah ini. Dan
Tidak lupa aku juga haturkan Salam dan salawat semoga selalu tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai sang revolusioner sejati, kepada
para sahabat seperjuangan, keluarga, sampai termasuk kita sebagai umatNya.
Makalah AIK VI dapat diselesaikan yang merupakan tugas yang diberikan
kepada kami oleh Dosen AIK VI, Sebagai prasyarat utama untuk menyelesaikan
mata kuliah ini. Selain itu diharapkan juga agar bisa menambah pemahaman dan
pengetahuan bagi kami tentang masalah pernikahan.
Namun, kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami meminta kepada dosen yang bersangkutan
agar dapat memberikan kritik & saran sehingga Makalah ini dapat sempurna
pada penerbitan berikutnya.
Fii sabilil haq, fastabiqul khairat,
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Makassar, 3 Mei 2012
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 3/13
DAFTAR ISI
SAMPUL ………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
A. Latar belakang …………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….
A. Pengertian meminang (khitbah) ………………………………………….
B. Macam- macam peminangan (khitbah) …………………………………..
C. Melakukan peminangan (khitbah) dan kiat suksesnya …………………..
D. Kriteria calon isteri dan suami yang dilarang dan dianjurkan untuk di
pinang …………………………………………………………………....
E. Hikmah peminangan (khitbah) …………………………………………..
BAB III PENUTUP ..........................................................................................
A. Kesimpulan ……………………………………………………………...
B. Saran …………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 4/13
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perlu kita renungkan, mengapa Islam banyak berbicara tentang
pernikahan, mulai dari syarat dan prosesi pernikahan itu sendiri. Hal ini
karena Islam sendiri sebagai agama yang rasional menganggap bahwa nikah
adalah fitrah (naluri) manusia. Setiap manusia normal pasti akan
mendambakannya. Dan Islam sebagai yang kita kenal tidak ingin merusak
apalagi memperkosa gharizah (fitrah/naluri) manusia. Hanya saja hubungan
antara pria dan wanita ini jika tidak diatur, maka tidak ubahnya seperti
binatang, bahkan akibatnya lebih memprihatinkan, maka di dalam Islam
mengaturnya dengan pernikahan.
Dalam Islam ada fase yang harus di jalankan oleh seseorang yang akan
menikah/melangsungkan pernikahan, fase itu adalah peminangan (khitbah).
Tentu saja dalam hal ini khitbah mempunyai perbedaan yang sangat
mendasar dengan istilah tunangan atau perbedaan pendapat para ulama'
madzhab tentang hukum dan cara peminangan (khitbah).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian peminangan atau khitbah?
2. Macam- macam peminangan?
3. Bagaimanah cara melakukan peminangan (khitbah) dan kiat suksesnya?
4. Bagaimanah kriteria calon isteri dan suami yang dilarang dan di anjurkan
untuk dipinang?
5. Apa Hikmah dari peminangan atau khitbah?
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 5/13
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khitbah atau peminangan
Beberapa ahli Fiqih berbeda pendapat dalam mendefenisikan tentang
peminangan, yaitu:
Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa pinangan (khitbah) adalah
pernyataan seorang lelaki kepada seorang perempuan bahwasanya ia
ingin menikahinya, baik langsung kepada perempuan tersebut maupun
kepada walinya.
Sayyid Sabiq, dengan ringkas mendefinisikan pinangan (khitbah) sebagai
permintaan untuk mengadakan pernikahan oleh dua orang dengan
perantaraan yang jelas.
Al-hamdani berpendapat bahwa pinangan artinya permintaan seseorang
laki-laki kepada anak perempuan orang lain atau seseorang perempuan
yang ada di bawah perwalian seseorang untuk dikawini, sebagai
pendahuluan nikah.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pinangan (khitbah)
adalah proses permintaan atau pernyataan untuk mengadakan pernikahan yang
dilakukan oleh dua orang yaitu lelaki dan perempuan, baik secara langsung
ataupun dengan perwalian.
Adapun peminangan(khitbah) dalam bahasa arab merupakan pintu gerbang
menuju pernikahan. Khitbah menurut bahasa, adat dan syara’, bukanlah
perkawinan. Ia hanya merupakan mukaddimah (pendahuluan) bagi perkawinan
dan pengantar kesana.
Dasar dan hukum pinangan, yaitu:
Islam juga sudah menganjurkan bagi setiap muslim untuk melakukan
khitbah. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur'an surat Al-Baqarah : 235 yang
artinya:
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 6/13
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran
atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah
kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka
takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.
Dan sebuah Hadits,
– -
Artinya:
"Datang Fatimah binti Qois kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian ia
menceritakan kepada beliau bahwa Abu Jahm Bin Hudzaifah dan Mu'awiyah bin
Abi Sufyan telah meminagnya. Maka berkatalah Nabi SAW : " Abu Jahm adalah
orang yang tidak pernah mengangkat tongkatnya dari orang-orang perempuan (
suka memukul ). Akan halnya Mu'awiyyah, maka ia adalah orang miskin yang tak
berharta. Tetapi, kawinlah kamu dengan Usamah bin Zaid ”
Dari Abu Hurairah R.A., dia berkata,” Aku duduk di dekat Nabi SAW. lalu
datang seorang laki-laki kepada beliau dan bercerita bahwa ia akan menikahi
seseorang perempuan dari kaum Anshar. Rasulullah lalu bersabda,”Sudahkah
engkau lihat wajahnya?” laki-laki itu menjawab, “belum”. Rasulullah bersabda
lagi,” pergi dan lihatlah karena sesungguhnya pada wajah kaum Anshar itu
mungkin ada sesuatu yang menjadi cacat.” (H.R. Muslim dan Nasa’i)
Memang terdapat dalam al-qur’an dan dalam banyak hadis Nabi yang
membicarakan hal peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan terarah
adanya perintah atau larangan melakukan peminangan, sebagaiman perintah untuk
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 7/13
mengadakan perkawinan dengan kalimat yang jelas, baik dalam al-qur’an maupun
dalam hadis Nabi. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukumnya tidak terdapat
pendapat ulama yang mewajibkannya, dalam arti hukumannya mubah.
Akan tetapi, Ibnu Rusyid dengan menukil pendapat imam Daud Al-Zhahiriy,
mengatakan bahwa hukum pinangan adalah wajib. Ulama ini mendasarkan
pendapatnya pada hadis-hadis nabi yang menggambarkan bahwa pinangan
(khitbah) ini merupakan perbuatan dan tradisi yang dilakukan nabi dalam
peminangan itu.
B. Macam- macam Peminangan (khitbah)
Ada beberapa macam peminangan, diantaranya sebagai berikut:
1) Secara langsung yaitu menggunakan ucapan yang jelas dan terus terang
sehingga tidak mungkin dipahami dari ucapan itu kecuali untuk
peminangan, seperti ucapan,”saya berkeinginan untuk menikahimu.”
2) Secara tidak langsung yaitu dengan ucapan yang tidak jelas dan tidak terus
terang atau dengan istilah kinayah. Dengan pengertian lain ucapan itu
dapat dipahami dengan maksud lain, seperti pengucapan,”tidak ada orang
yang tidak sepertimu.
C. Melakukan Peminangan (Khitbah) dan Kiat suksesnya
Setelah seorang laki-laki itu menentukan pilihan wanita yang akan
dipinanganya, maka ketika dia datang ke rumah calon istrinya untuk
meminanganya, maka ada beberapa hal yang selayaknya diperhatikan
olehnya dan dilakukannya, diantaranya adalah:
1) Saling mengenali diri, dengan mengenali watak dan kerpibadian masingmasing dengan melakukan pembicaraan berdua di hadapan mahramnya.
2) Melihat calon istri. Dalam hal perlu diperhatikan untuk mengetahui apa saja
yang halal untuk dilihat dan yang haram untuk dilihat, agar seseorang tidak
terjerumus ke dalam kemaksiatan,sesuai dengan Firman dan Hadist:
Firman Allah dalam Surah An-Nuur : 31
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 8/13
“Janganlah seorang wanita itu menampakkan perhiasannya kecuali yang
biasa Nampak padanya”.
Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
Diriwayatkan dari Mughirah bin Syu‟bah bahwa dia berkata : “Aku
meminang seorang perempuan pada masa Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam. Maka dia berkata :” Apakah kamu telah melihatnya ?”. dia berkata :
“Tidak”. Dia berkata : “Lihatlah dia. Seseungguhnya hal itu lebih layak
untuk memperlanggeng pernikahan kalian berdua”.
3) Jika pihak laki- laki memberikan Sesuatu berupa hadiah pada wanita
dengan kesepakatan bahwa benda itu adalah mahar. Kemudian pihak laki-
Laki meninggal dunia sebelum melaksanakan akad, maka hadiah itu harus
dikembalikan pada ahli warisnya. Namun, jika hadiah tersebut tidak
dimaksudkan menjadi bagian dari mahar, maka hadiah tersebut tidak boleh
diminta kembali.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yang
hendak melihat calon istrinya, yaitu:
1) Wanita yang hendak dipinangnya adalah wanita yang halal dinikahinya
2) Dia harus menentukan seorang wanita untuk dipinang, bukan melihat banyak
wanita, kemudian datang meminang dan melihat bagian tubuhnya.
3) Hendaklah dia memiliki dugaan kuat bahwa pinangannya akan diterima
4) Tujuannya tidak boleh hanya untuk memuaskan nafsu birahinya saja.
5) Meminta nasehat dan pendapat dari orang yang lebih mengetahui
6) Menggunakan perantara orang-orang yang memiliki kedudukan, terutama
dihadapan keluarga wanita yang hendak dipinang
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 9/13
7) Tidak ada salahnya jika seorang wanita datang meminang seorang laki-laki,
seperti hadits yang diriwayatkan oleh Sahal bin Sa’ad dan seperti yang terjadi
antara Rabi’ah binti Isma’il dan Ahmad bin Abul Huwari. Bahkan pernikahan
yang terjadi antara Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan Khadijah
adalah bermula dari inisiatif pihak wanita.
D. Kriteria Calon Isteri dan Suami Yang Dilarang dan di Anjurkan Untuk
Dipinang
1. Wanita-Wanita Yang Haram Dipinang
Wanita-wanita yang haram dipinang adalah wanita-wanita yang haram
dinikahi, yang disebutkan perinciannya di dalam Al Qur’an di dalam
Surat An_Nisa’ (22 – 23), selain itu, ada juga ketentuan lain:
1) Wanita yang masih dalam pinangan orang lain.
2) wanita yang sedang melakukan ihram haji
3) Sebab mahram, yaitu melakukan pinangan kepada saudara
perempuan atau bibi dari istri yang masih sah atau istri yang dicerai
tetapi masih dalam masa iddah, karena haram hukumnya menikahi
dua orang saudara semahram.
4) Wanita-wanita yang musyrik (QS. Al Baqoroh : 221)
5) Haram menikah dari sisi jumlah, karena istrinya telah empat orang
misalnya, sehingga diharamkan baginya untuk melakukan
pinangan kepada wanita lainnya. Kecuali jika dia telah
menceraikan salah satu istrinya dan telah habis masa iddah istrinya.
6) Wanita-wanita yang masih menjadi istri orang lain (QS. An Nisa’ :
24)7) Meminang wanita yang sedang menjalankan iddah, baik karena
ditinggal mati oleh suaminya atau karena dicerai oleh suaminya
atau pernikahannya dibatalkan oleh Hakim ( fasakh),
Di dalam pesan Bangsa Arab disebutkan bahwa ada lima jenis wanita yang
seharusnya dihindari untuk dijadikan istri, yaitu :
a) annanah, yaitu wanita yang senantiasa mengeluh setiap harinya,
karena sakit-sakitan atau pura-pura sakit,
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 10/13
b) mannanah, yaitu wanita yang suka mengungkit-ungkit jasa yang
pernah dia lakukan untuk suaminya atau keluarganya,
c) hannanah, yaitu wanita yang selalu menyatakan rindu kepada
suaminya yang terdahulu,
d) barraqah, yaitu wanita menghabiskan waktunya sepanjang hari
dihadapan cermin untuk merias wajahnya dan tubuhnya.
e) Syaddaqah, yaitu wanita yang cerewet dan bawel.
2. Wanita-Wanita Yang Dianjurkan Untuk Dipinang
Kriteria wanita yang dianjurkan untuk dikhithbah adalah sebagai
berikut :
1) Beragama baik dan shalehah, Terlebih lagi jika berasal dari
keturunan yang baik, memiliki harta dan cantik.
2) Mudah pinangannya dan maharnya.
3) Wanita yang banyak memberikan keturunan, karena ketenangan
dan kebahagiaan serta keharmonisan keluarga akan terwujud
dengan lahinya anak- anak yang menjadi harapan bagi setiap
pasangan suami dan isteri.
4) Perawan, masih gadis dan masih muda, Terkecuali jika ada
kemashlahatan yang lebih besar dengan menikah dengan janda,
seperti yang terjadi pada Jabir dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam sendiri.
5) Dianjurkan untuk tidak menikahi wanita yang masih termasuk
keluarga dekat, sekalipun sebenarnya hukum menikahinya dalamIslam diperbolehkan, dan
E. Hikmah dari Peminangan (Khitbah)
Ada beberapa hikmah dari prosesi peminangan, diantaranya:
1) Wadah perkenalan antara dua belah pihak yang akan melaksanakan
pernikahan. Dalam hal ini, mereka akan saling mengetahui tata etika
calon pasangannya masing-masing, kecenderungan bertindak maupun
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 11/13
berbuat ataupun lingkungan sekitar yang mempengaruhinya. Walaupun
demikian, semua hal itu harus dilakukan dalam koridor syariah. Hal
demikian diperbuat agar kedua belah pihak dapat saling menerima dengan
ketentraman, ketenangan, dan keserasian serta cinta sehingga timbul
sikap saling menjaga, merawat dan melindungi.
2) Sebagai penguat ikatan perkawinan yang diadakan sesudah itu, karena
dengan peminangan itu kedua belah pihak dapat saling mengenal. Bahwa
Nabi SAW berkata kepada seseorang yang telah meminang perempuan:”
melihatlah kepadanya karena yang demikian akan lebih menguatkan
ikatan perkawinan.
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 12/13
BAB 111
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari materi diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1) Kata "meminang" berasal dari kata "pinang", "meminang" adalah kata
kerja. Yang dalam bahasa arab disebut dengan Khitbah. meminang
adalah meminta untuk dijadikan istri (baik untuk diri sendiri atau pun
orang lain)
2) Cara meminang terbagi atas dua, yaitu: secara langsung dan tidak
langsung, dan tujuan dari khitbah yaitu, Saling mengenali diri dan
Melihat calon istri.
3) Wanita- wanita yang di larang untuk di pinang, diantaranya:
wanita yang mempunyai suami,
wanita yang masih dalam masa iddah
wanita yang sedang melakukan ihram haji
wanita yang sedang dipinang oleh orang lain
4) Wanita – wanita yang di anjurkan untuk di pinang, diantaranya:
Beragama baik dan shalehah
Mudah pinangannya
Subur kandungannya
Perawan
5) Hikmah dari peminangan atau khitbah, yaitu:
Sebagai wadah perkenalan antara kedua belah pihak
Sebagai penguat ikatan perkawinan
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kepada Dosen yang bersangkutan agar kiranya memberikan kritik
dan Saran demi kesempurnaan makalah ini.
5/17/2018 AIK VI (KELOMPOK 3) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aik-vi-kelompok-3 13/13
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Syaikh. 2004. Fiqih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar
Pasha, Mustafa kamal. 2003. Fiqih Islam sesuai dengan Putusan Majelis Tarjih.
Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri
Rasjid, Sulaiman. 2005. Fiqh Islam. Jakata: Algesindo
Sya’rawi, mutawwali. 2007. Fiqih Wanita. Jakarta: Pena Pundi Aksara