3
Read more: Memahami Fase Pengembangan Perangkat Lunak (Digital Literacy) http://www.willysaef.com/2011/10/29/memahami-fase- pengembangan-perangkat-lunak/#ixzz2UygDzalO Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike Dalam fase keempat, atau fase pengujian (testing), tim programmer akan menentukan apakah perangkat lunak yang mereka buat itu telah memenuhi kebutuhan dan desain yang mereka lakukan pada fase pertama dan fase kedua. Yang mereka lakukan pada fase ini, sebagian besar adalah melihat program yang mereka buat bekerja tanpa kesalahan (error), yang mungkin terjadi karena kesalahan implementasi atau kesalahan desain. Para programmer tidak menghendaki program yang mereka buat mengalami kegagalan saat dioperasikan oleh pengguna (mengalami crash) atau mungkin juga menampilkan nilai yang salah. Selain menguji apakah program dapat bekerja dengan baik, para programmer juga akan menguji apakah program tersebut memenuhi kebutuhan pengguna atau tidak. Sebuah program bisa saja tidak mengalami crash, atau bekerja dengan baik tanpa kesalahan sama sekali, namun, bila program tersebut tidak memiliki fitur yang diinginkan oleh pengguna, maka program tersebut belumlah selesai. Karena itu, para programmer juga kadang menggunakan jasa para pengguna untuk menguji program mereka, dengan subfase yang mereka sebut sebagai “alpha testing” dan juga “beta testing“. Alpha testing sebagian besar dilakukan oleh anggota dari tim programmer, sementara beta testing dilakukan oleh pengguna atau calon pengguna. Banyak metode yang bisa digunakan untuk melakukan alpha testing. Hal itu tidak hanya diselesaikan semudah menjalankan program

Alpha beta Testing

Embed Size (px)

DESCRIPTION

test program development

Citation preview

Read more:Memahami Fase Pengembangan Perangkat Lunak (Digital Literacy)http://www.willysaef.com/2011/10/29/memahami-fase-pengembangan-perangkat-lunak/#ixzz2UygDzalOUnder Creative Commons License:Attribution Non-Commercial Share Alike

Dalam fase keempat, atau fase pengujian (testing), tim programmer akan menentukan apakah perangkat lunak yang mereka buat itu telah memenuhi kebutuhan dan desain yang mereka lakukan pada fase pertama dan fase kedua.Yang mereka lakukan pada fase ini, sebagian besar adalah melihat program yang mereka buat bekerja tanpa kesalahan (error), yang mungkin terjadi karena kesalahan implementasi atau kesalahan desain. Para programmer tidak menghendaki program yang mereka buat mengalami kegagalan saat dioperasikan oleh pengguna (mengalamicrash) atau mungkin juga menampilkan nilai yang salah.Selain menguji apakah program dapat bekerja dengan baik, para programmer juga akan menguji apakah program tersebut memenuhi kebutuhan pengguna atau tidak. Sebuah program bisa saja tidak mengalami crash, atau bekerja dengan baik tanpa kesalahan sama sekali, namun, bila program tersebut tidak memiliki fitur yang diinginkan oleh pengguna, maka program tersebut belumlah selesai. Karena itu, para programmer juga kadang menggunakan jasa para pengguna untuk menguji program mereka, dengan subfase yang mereka sebut sebagai alpha testing dan juga beta testing. Alpha testing sebagian besar dilakukan oleh anggota dari tim programmer, sementara beta testing dilakukan oleh pengguna atau calon pengguna.Banyak metode yang bisa digunakan untuk melakukanalpha testing. Hal itu tidak hanya diselesaikan semudah menjalankan program dan melihat apakah program tersebut berjalan dengan baik atau tidak. Tapi juga kadang melihat sampai mana program yang mereka desain memenuhi semua kebutuhan yang mungkin dimiliki oleh pengguna. Sebagai contoh, sebuah program perbankan memiliki tabel suku bunga pinjaman. Input yang dilakukan oleh pengguna terhadap program ini antara lain jenis pinjaman, bunga per bulan, kapan pinjaman dimulai, dan masih banyak yang lain. Dengan banyak komponen input seperti itu, maka mungkin menjadi sebuah hal yang mustahil untuk menguji semuanya, sebab permutasi dari segitu banyak input akan menghasilkan jumlah yang banyak pula. Karena itu, pendekatan-pendekatan secara sistematik harus dilakukan demi menghindari hal itu, yakni white box testing dan juga black box testing.Dengan menggunakan white box testing, seorang programmer menggunakan pengetahuan yang dirinya miliki terhadap program untuk menemukan lokasi di mana kegagalan dan kesalahan akan mungkin terjadi. Sebagai contoh, anggaplah programmer tersebut mengetahui bahwa salah satu dari dua blok program akan diekeskusi berdasarkan syarat-syarat/kondisi tertentu. Dalam kasus ini, sang programmer akan menggunakan sekumpulan kondisi yang sudah disiapkan untuk menguji apakah program tersebut dianggap selesai. Ingat, bagi programmer, komputer adalah barang dungu, sehingga dirinya pun akan mencoba mengelabui komputer untuk memasukkan input-input yang sudah disiapkannya itu, dengan tujuan untuk menguji perangkat lunak tersebut.Pendekatan kedua adalah Black box testing, di mana sang penguji tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang bagaimana cara kerja program tersebut. Pendekatan pengujian seperti ini akan mengandalkan spesifikasi program tersebut. Bila spesifikasi program mengatakan bahwa saat program mendapatkan masukan X, maka dirinya akan melakukan Z, dengan demikian sang penguji akan mengujinya dengan memasukkan nilai X, dan bila memang program tersebut menghasilkan Z, maka program tersebut dianggap lulus tes.Memang, kelihatannya melakukan white box testing lebih lebih baik daripada melakukanblack box testing, namun sebenarnya dua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Salah satunya, karena memang seorang programmer mengetahui bagaimana cara kerja program secara keseluruhan (yang sebenarnya sangat berguna), hal tersebut dapat menyebabkan asumsi-asumsi yang kurang bijak, karena banyak juga bagian-bagian program yang terkesan paling mudah ditulis secara kurang hati-hati. Dan, karena mungkin merasa bagian tersebut paling mudah, biasanya bagian tersebut dilewati begitu saja tanpa diuji, sehingga mungkin akhirnya kesalahan pun muncul saat digunakan oleh pengguna.