Upload
lydiep
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MINIATUR DALAM
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN
ALAM ANAK TUNA GRAHITA KELAS V SD
DI SLB DHARMA ANAK BANGSA
KLATEN
SKRIPSI
Oleh:
Aman Nurdin Nawawi
K5106009
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRAK
Aman Nurdin Nawawi. EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA
MINIATUR DALAM PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR ILMU
PENGETAHUAN ALAM ANAK TUNA GRAHITA KELAS 5 SD DI SLB B/C
DHARMA ANAK BANGSA KLATEN. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Oktober, 2010. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar anak tunagrahita
kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa dengan bantuan alat peraga miniatur.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research), yaitu sebuah penelitian yang merupakan kerja
sama antara peneliti, guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang terkait untuk
menciptakan suatu kinerja sekolah yang lebih baik. Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten. Adapun
jumlah siswa kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten berjumlah 6 anak. Data
dan sumber data penelitian diperoleh dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara, observasi, dan tes. Indikator ketercapaian yang
digunakan dalam penelitian ini terdapat pada siklus terakhir saat pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam untuk siswa tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa
Klaten tahun ajaran 2009/2010 dilihat dari keaktifan siswa diamati saat proses
pembelajaran sedang berlangsung 3 dari 5 siswa aktif dan ketuntasan belajar
dihitung dari jumlah siswa yang mampu mendapat nilai ≥ 60
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga
miniatur efektif dalam meningkatkan prestasi belajar Anak tuna grahita dalam
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten tahun
ajaran 2009/2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRACT
Aman Nurdin Nawawi. The effectiveness of miniature visual aid use in improving
the science learning achievement in mental retarded children of 5 graders of
Elementary school in SLB B/C dharma anak bangsa klaten. Thesis, Surakarta:
Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, October,
2010.
This research aims to improving the science learning achievement in mental
retarded children of V graders of SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten with
miniature visual aids use.
This study employed a classroom action research approach, the one
constituting the collaboration among the researcher, teachers, students and other
related parties to create a better school performance. The subject of research was the
mental retarded students of V graders of SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten. The
data and data source of research were obtained from teachers and students.
Techniques of collecting data used were interview, observation, and test. The
indicator of achievement used in this research lies in the final cycle during Science
learning for the mental retarded students of V graders of SLB C Dharma Anak
Bangsa Klaten in the school year of 2009/2010 viewed from students activeness.
Observed during the learning process proceeding, it can be found that 3 of 5 students
are active and their learning passing is calculated from the number of students who
can get ≥ 60 score.
Bassed on research result can explain that implementation of miniature
visual aids use in improving the science learning achievement in mental retarded
chindren of V graders of SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten 2009/2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan
anak didik se-optimal mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi anak.
Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 2 tentang sistem
pendidikan Nasional (1989: 16-17) bahwa setiap peserta didik pada suatu satuan
pendidikan mempunyai hak –hak mendapatkan perlakuan sesuai dengan bakat dan
minat kemampuannya. Hal ini berarti bahwa pendidikan tersebut perlu juga
diberikan kepada mereka yang mengalami keterbatasan dalam segi mental
(intelektual), rohaniah (kejiwaan) dan sosial.
Anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang digolongkan dalam anak
tuna grahita ringan, karena memiliki IQ antara 50/55-70/75. Kemampuan
mentalnya setaraf dengan anak normal usia 7-10 tahun. Karena keterbatasan
intelegensinya menyebabkan kemampuan dalam hal menerima pelajaran
disekolah tidak dapat maksimal, sehingga mereka tertinggal dengan siswa yang
lain, yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.
Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Luar Biasa adalah
Ilmu Pengetahuan Alam. Tujuan dari pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam menurut
kurikulum 1994 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) tunagrahita ringan yaitu agar
siswa memahami konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam dan saling
keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah dengan dilandasi sikap
ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan-NYA.
Pencapaian tujuan pengajaran yang diharapkan adanya pengembangan
dalam komponen pengajaran yang antara lain : pengembangan metode
pengajaran, sarana dan prasarana serta alat peraga dalam pengajaran. Dari
berbagai komponen pengajaran tersebut alat peraga merupakan salah satu
komponen yang sangat diperhatikan, mengingat dari karakteristik anak
tunagrahita yang sulit menangkap materi yang sifatnya abstrak. Untuk itu alat
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
peraga sangat penting dalam pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam bagi siswa
Sekolah Luar Biasa.
Peningkatan kemampuan dan minat anak tunagrahita mampu didik dalam
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, maka digunakan alat peraga yang menarik
perhatian anak didik. Seperti yang dikemukakan B.Suryosobroto (1986:78)
mengatakan bahwa “Pendidikan dan pengajaran hanya berhasil baik jika anak
didik mempunyai perhatian terhadap bahan-bahan pendidikan dan pengajaran
yang disajikan kepadanya”.
Alat peraga dalam proses pembelajaran mempunyai peranan penting
sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap
proses belajar mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain :
tujuan, bahan, metode alat, serta evaluasi.Unsur metode dan alat merupakan unsur
yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai tehnik
untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan pembelajaran.
Untuk mencapai tujuan itu, peran alat peraga sangat penting, karena memiliki
pengaruh yang besar tentang sulit tidaknya anak dalam memahami pelajaran
melalui alat peraga yang digunakan.
Alat peraga yang efektif bukan ditentukan oleh mahal atau murahnya
benda yang digunakan sebagai alat peraga maupun frekuensi penggunaannya,
melainkan dihadapkan pada kesesuaian alat peraga dengan pokok bahasan dan
kondisi anak tunagrahita mampu didik. Dalam hal ini peneliti menggunakan alat
peraga Miniatur dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Alat peraga miniatur
dipilih karena mudah dalam penggunaannya serta dapat menciptakan suasana
belajar yang bervariasi. Yang dimaksudkan bervariasi yaitu : dapat disesuaikan
dengan keadaan dan kemampuan anak tunagrahita mampu didik yang diharapkan
mampu membangkitkan kemampuan serta pemahaman berfikir anak.
Alat peraga miniatur merupakan alat pelajaran yang berupa benda tiruan
dari benda yang sebenarnya dalam bentuk kecil yang digunakan dalam proses
belajar mengajar. Dengan menggunakan alat peraga miniatur anak tunagrahita
mampu didik mampu akan memperoleh pengalaman langsung melalui benda-
benda tiruan. Dari pengalaman itu anak tunagrahita mampu didik akan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
termotivasi serta mempunyai minat yang tinggi terhadap pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam karena mata pelajaran yang disampaikan mudah untuk
dipahami.
Berdasarkan pengamatan proses belajar mengajar yang dilakukan di
Sekolah Luar Biasa bagian C menunjukkan bahwa dalam menyampaikan materi
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, guru selama ini hanya menggunakan alat
peraga gambar yang telah disediakan dari sekolahan. Penggunaan alat peraga
gambar oleh guru dalam menerangkan materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
dianggap terlalu biasa dan siswa tidak selalu tahu bagaimana cara membaca
gambar. Hal inilah yang menyebakan Anak Tunagrahita mampu didik kurang
bersemangat dan prestasi belajarnya kurang meningkat.
Oleh karena itu dalam penelitian, peneliti bermaksud mencobakan alat
peraga miniatur untuk pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada anak
tunagrahita mampu didik. Atas dasar uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian yang berjudul:
”EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MINIATUR
DALAM PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR ILMU
PENGETAHUAN ALAM ANAK TUNA GRAHITA KELAS V SD DI
SLB DHARMA ANAK BANGSA KLATEN”.
B. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari agar penelitiantidak menyimpang dari tujuan penelitian,maka
peneliti perlu mengadakan pembatasan masalah.Dalam hal ini yang terbatas yaitu
mengenai :
1. Efektivitas
Efektivitas adalah suatu tindakan atau usaha untuk menyelesaikan pekerjaan
secara tepat guna dengan tenaga, waktu dan biaya sedikit.
2. Alat Peraga Miniatur
Alat peraga miniatur adalah alat pelajaran yang berupa benda tiruan yang
bentuknya lebih kecil dari benda sebenarnya yang digunakan oleh guru guna
memudahkan dalam penyampaian materi pelajaran agar dapat diterima oleh
anak didik dengan mudah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
3. Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam
Prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu tingkat keberhasilan
anak dalam menguasai pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan
menggunakan alat peraga miniatur yang sesuai dengan materi yang
disampaikan.
4. Anak Tunagrahita
anak tunagrahita sebagai anak yang mengalami gangguan atau hambatan
dalam perkembangan daya pikir serta seluruh kepribadian sehingga ia tidak
mampu hidup dengan kekuatan sendiri dalam masyarakat meskipun dengan
cara sederhana.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka dalam penelitian
ini dirumuskan masalah sebagai berikut : ”Apakah penggunaan alat peraga
miniatur dapat meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada anak
tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten?”.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada anak tunagrahita
kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten dengan menggunakan alat
peraga miniatur secara efektif .
E. Manfaat Penelitian
Beberapa hal yang dapat diambil manfaatnya dari penelitian, antara lain
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi guru yang
mempunyai kaitan antara alat peraga yang digunakan dengan prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
belajar bagi guru kelas yang mengajar pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
b. Bagi peneliti dapat memperoleh pengetahuan tentang penggunaan alat
peraga miniatur yang dapat mempengaruhi prestasi belajar IPA pada
siswa kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat sebagai cara baru bagi guru dalam peningkatan
prestasi belajar bidang IPA pada pokok bahasan “Mengenal jenis – jenis
hewan dan makanannya” melalui alat peraga miniatur pada anak
tunagrahita kelas V di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
b. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pembelajaran IPA pada pokok bahasan “ Mengenal jenis – jenis hewan
dan makanannya” di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Banyak istilah yang di gunakan untuk menyebut tunagrahita yaitu
menunjukkan kondisi kecerdasan penderita tunagrahita di bawah rata-rata. Istilah
dalam bahasa Indonesia yang pernah di gunakan, misalnya lemah otak, lemah
ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita dan
tunagrahita. Istilah tunagrahita digunakan karena di pandang lebih tepat dalam
penerapannya di bidang pendidikan.
PP No. 72 tahun 1991 dalam Moh. Amin (1995: 10) menyebutkan bahwa
anak tunagrahita adalah anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan/atau
lebih lamban daripada anak normal, naik perkembangan sosial maupun
kecerdasan.
Seseorang dianggap sebagai tunagrahita apabila fungsi intelegensinya
dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan dalam adaptasi karena tingkah lakunya
terbelakang dibanding usia kronologis, mengalami keterlambatan kecerdasan
dalam perkembangan, dan individu tunagrahita memerlukan pengajaran dan
pendidikan secara khusus.
1. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita
a. Pengertian Anak Tunagrahita
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi
kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia istilah yang pernah di
gunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental,
terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita. Dalam penelitian ini cenderung
menggunakan istilah tunagrahita karena di pandang lebih tepat dalam
penerapannya di bidang pendidikan.
Tunagrahita umumnya di artikan sebagai bentuk kelainan intelegensi, yaitu
suatu kondisi kecerdasan di bawah rata-rata normal. Untuk lebih jelasnya penulis
kemukakan pendapat sebagai berikut :
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Menurut Munzayanah (2000:13) menyatakan bahwa ”anak tunagrahita
sebagai anak yang mengalami gangguan atau hambatan dalam perkembangan
daya pikir serta seluruh kepribadian sehingga ia tidak mampu hidup dengan
kekuatan sendiri dalam masyarakat meskipun dengan cara sederhana.”
Mental retardation (MR) is one of the most distressing handicaps in any
society. Development of an individual with mental retardation depends on the type
and extent of the underlying disorder, the associated disabilities, environmental
factors, psychological factors, cognitive abilities and comorbid
psychopathological conditions (Ludwik, et al., 2001).
(http://www.industrialpsychiatry.org/article.asp?issn=09726748;year=2009;volum
e=18;issue=1;spage=56;epage=59;aulast=Kumar)
AFMR (Vivian Navaratman, 1987:403) dalam Wardani (2008;6.5)
menggariskan bahwa seorang tunagrahita yang keadaan kecerdasannya yang jelas-
jelas di bawah rata-rata. Individu yang menderita tunagrahita tidak mampu ada
kecenderungan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan
yang berlaku di masyarakat.
Dari defenisi tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
1) Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-
rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar
meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan
pendidikan khusus. Sebagai contoh anak normal rata-rata
mempunyai IQ (Intelligence Qouatient), sedangkan anak
tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
2) Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif),
maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki
kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai
dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti
yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
3) Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan,
maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia
perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diketahui bahwa anak tunagrahita
ringan adalah anak yang mempunyai intelektual di bawah rata-rata, memiliki IQ
55-70 yang setingkat lebih rendah di bandingkan dengan anak lambat belajar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
kemampuan berpikirnya rendah, perhatian dan ingatan lemah tetapi masih
mempunyai potensi untuk dapat di kembangkan dalam bidang akademik seperti
membaca, menulis dan berhitung. Selain itu mereka masih dapat bersosialisasi
dengan lingkungan dan bila dilatih dapat dijadikan bekal hidup bagi dirinya
setelah dewasa.
b. Penyebab Anak Tunagrahita
Penyandang tunagrahita pada umumnya memiliki keadaan tubuh yang
baik, namun memiliki tingkat kecerdasan yang kurang di banding dengan orang
orang pada umumnya.Penyebabnya dapat dikarenakan oleh beberapa faktor,yang
digolongkan menjadi 3. Antara lain faktor yang terjadi sebelum lahir (pre natal),
saat kelahiran (natal), dan setelah lahir (post natal).Selain itu juga dapat di
sebabkan karena faktor dari lingkungan tempat tinggal.
Moh. Amin, 1995:62 membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi
dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya
pada sel keturunan dan eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya
infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi dan lain-lain.
Wardani (2008:6.10) mengemukakan penyebab ketunagrahitaan yang
sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor
lingkungan,ialah:
1) Faktor Keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan meliputi
hal-hal berikut :
a. Kelainan kromosom
b.Kelainan gen
2) Gangguan Metabolisme dan Gizi
3) Infeksi dan Keracunan
4) Trauma dan Zat Radioaktif
5) Masalah Pada Kelahiran
6) Faktor Lingkungan
Dengan melihat pendapat yang telah di kemukakan di atas, dapat di ambil
kesimpulan bahwa banyak faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan terjadinya
ketunaan pada anak yaitu faktor keturunan, faktor makanan dan minuman serta
faktor lingkungan. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
terjadinya ketunagrahitaan baik pada saat prenatal, natal, maupun postnatal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
c. Karakteristik Anak Tungrahita
Dapat di ketahui secara fisik bahwa anak tunagrahita tidak berbeda dengan
anak normal pada umumya, tetapi secara psikis ada perbedaan dengan anak
normal. Anak tunagrahita lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan dalam
kata-kata. Mereka mengalami kesukaran berpikir abstrak tetapi mereka masih
dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun sekolah
khusus.
Karakteristik anak tunagrahita yang di kemukakan oleh Munzayanah
(2000:22) adalah sebagai berikut :
1) Anak Idiot
a) Mereka tidak dapat bercakap-cakap karena kemampuan berpikir
b) Tidak mampu mengerjakan atau mengurus dirinya sendiri meskipun di
beri latihan
c) Hidupnya seperti bayi yang selalu membutuhkan perawatan dan
pertolongan
d) Kadang-kadang tingkah lakunya di kuasai oleh gerakan yang
berlangsung di luar kesadarannya jadi bersifat otomatis
e) Jarang mencapai umur panjang karena adanya proses kemunduran
organ-organ di dalam tubuhnya (deteriorisasi)
2) Anak Imbisil
a) Dapat menggunakan kata-kata yang sederhana
b) Dapat dilatih untuk merawat diri sendiri
c) Dapat dilatih untuk aktivitas hidup sehari-hari
d) Masih membutuhkan pengawasan orang lain
e) Sulit mengadakan sosialisasi
3) Anak Debil atau Moron
a) Dapat dilatih untuk bermacam-macam tugas yang lebih tinggi atau
komplek
b) Dapat dilatih dalam bidang sosial atau intelektual dalam batas-batas
tertentu, misalnya membaca, menulis, dan menghitung
c) Dapat dilatih untuk pekerjaan-pekerjaan rutin maupun keterampilan
4) Anak Mongolsm atau Mongoloid
a) Letak matanya miring dan biasanya jarak antara dua mata lebih jauh
dibandingkan dengan anak normal, serta mata sipit.
b) Muka datar, bundar, dan lebar
c) Bibir tebal dan lebar
d) Lidah panjang dan lebar sampai biasanya menjulur keluar
e) Hidung pesek dan pangkal hidung melebar
f) Tengkorak dari muka sampai dengan belakang kepala pendek
g) Leher belakang pendek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
h) Tangan, kelima jari pendek dan membengkak, jari pertama (ibu jari)
tertanam lebih rendah dan ada juga garis lurus di telapak tangan di
bawah jari kedua sampai jari kelima.
Sedangkan karakteristik anak tunagrahita menurut James D. Page
(Suhaeri, HN: 1979) dalam Wardani (2008:6-19) sebagai berikut :
1) Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih
kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan
membeo (rote learning) dari pada dengan pengertian. Dari hari ke hari mereka
membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung cepat lupa, sukar membuat
kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek.
2) Sosial/Emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara
dan memimpin diri. Ketika masih muda mereka harus di bantu terus karena
mereka mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang kurang baik. Mereka
cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya.
Namun, dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang
baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan dan lingkungan yang
kondusif.
3) Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita
kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia
yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah.
Karakteristik anak tunagrahita menurut Moh. Amin (1995:37), yaitu:
1) Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan/Mampu didik
Anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang lancar berbicara
tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya, mengalami kesukaran berfikir
abstrak. Tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa
atau sekolah khusus. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan
yang sama dengan anak umur 12 tahun.
2) Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran
akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita
ringan. Mereka hampir selalu tergantung pada perlindungan orang lain, tapi
dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka masih mempunyai
potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti
ekonomi. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama
dengan umur 7 tahun atau 8 tahun.
3) Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan
selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak
memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC dan sebagainya harus di
bantu). Pada umumnya mereka tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisipasi
dengan lingkungan di sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-kata
dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seorang anak tunagrahita berat
dan sangat berat hanya 3 dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal
yang berumur 3 atau 4 tahun.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan secara umum
karakteristik anak tunagrahita adalah sebagai berikut :
1) Mengalami kelambatan dalam segala hal kalau di bandingkan dengan anak-
anak normal sebaya, baik di tinjau dari segi psikis, fisik, sosial dan lain-lain.
2) Perlu mendapat pendidikan dan pelayanan khusus.
3) Daya abstraknya rendah.
4) Tidak dapat memusatkan perhatian terlalu lama (cepat bosan)
5) Perbendaharaan kata sangat terbatas.
Ditinjau dari segi perkembangan ciri-ciri fisik dan psikis tersebut menjadi
hambatan bagi anak dalam upaya peningkatan kemampuan pemahaman ilmu
pengetahuan alam, sehingga anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam proses
belajar, karena anak tunagrahita tidak dapat memperhatikan sesuatu hal dengan
serius dan perhatiannya berpindah-pindah, dengan demikian untuk meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kemampuan berhitungnya memerlukan media yang tepat yang nyata, yang
menarik perhatian anak yang disesuaikan dengan kondisi anak atau tingkat
kemampuan daya pikir yang dimiliki siswa, agar dapat mengembangkan
kemampuan yang di milikinya, media mengajar yang di pandang dapat di
pergunakan adalah alat peraga miniatur.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan
karakteristik anak tunagrahita ringan yaitu mereka mengalami perkembangan
dibawah normal baik fisik, mental, bahasa, dan kecerdasan, mengalami
keterbatasan dalam aspek kehidupannya, tetapi masih dapat dilatih mengenai
keterampilan-keterampilan untuk dijadikan bekal hidupnya, dapat dilatih
pekerjaan yang sifatnya rutinitas.
d. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Klasifikasi anak tunagrahita yang di kemukakan oleh AAMD dan PP 72
Tahun 1991 dalam (Moh. Amin, 1995: 22) adalah sebagai berikut:
1) Tunagrahita ringan
IQ anak tunagrahita ringan berkisar 50 sampai 70, dalam penyesuaian
sosial mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan
sosial tidak saja lingkungan yang terbatas tetapi juga pada lingkungan
yang lebih luas bahkan kebanyakan dari mereka dapat mandiri dalam
masyarakat.
2) Tunagrahita sedang IQ-nya 30 sampai <50
IQ anak tunagrahita sedang berkisar 30 sampai <50, sehingga tingkat
kemajuan dan perkembangan yang dapat dicapai bervariasi. Mereka
yang teramsuk dalam kelompok tunagrahita sedang memiliki
kemampuan intelektual umum dan adaptasi perilaku di bawah
tunagrahita.
3) Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30
IQ anak tunagrahita berat dan sangat berat kurang dari 30, anak yang
tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak memiliki
kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri, melakukan sosialisasi
dan bekerja.
Munzayanah (2000:20) mengklasifikasikan anak tunagrahita menjadi 6
macam sebagai berikut :
1) Klasifikasi menurut derajat kecacatanya terbagi menjadi :
a) Idiot (IQ 0 - 25)
b) Imbesil (IQ 26 – 50)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
c) Debil (IQ 51 - 70)
2) Klasifikasi menurut etiologi antara lain :
a) Anak tunagrahita karena keturunan
b) Anak tunagrahita karena gangguan fisik
c) Anak tunagrahita karena kerusakan pada otak
3) Klasifikasi menurut tujuan pendidikannya
a) Anak perlu rawat
b) Anak mampu latih
c) Anak mampu didik
4) Klasifikasi menurut tipe klinis
a) Mongol (mongolisme, mongoloid)
b) Microcephalus
c) Cretinisme (kretin, kerdil, cebol)
d) Hydrocephalus
e) Cerebral palsy
5) Klasifikasi dari “The American Pshychiatric Association” adalah :
a) Mild deficiency
b) Moderate deficiency
c) Severe deficiency
6) Klasifikasi menurut American Association on Mental Defeciency
(AAMD) atas dasar tinjauan medik, meliputi :
a) Penyakit karena infeksi
b) Penyakit karena intoksitasi
c) Penyakit akibat trauma
d) Penyakit kebergantungan metabolisme, pertumbuhan
e) Penyakit akibat pengaruh hormon
Dari penggolongan atau klasifikasi anak tunagrahita di atas dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1) Anak tunagrahita ringan IQ rata-rata antara 50-70.
2) Anak tunagrahita sedang IQ rata-rata antara 25 sampai <50.
3) Anak tunagrahita berat dan sangat berat IQ rata-rata anatara 0 sampai
<25.
4) Tujuan pendidikan anak tunagrahita dibagi menjadi: anak tunagrahita ringan
atau mampu didik, anak tunagrahita sedang atau mampu latih dan anak
tunagrahita berat atau perlu di rawat.
2. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita Mampu didik
a. Pengertian Anak Tunagrahita Mampu didik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Anak Tunagrahita mampu didik adalah salah satu bagian dari anak
tunagrahita. Dalam menyebut tunagrahita mampu didik dikenal juga dengan
istilah anak “debil” atau anak tunagrahita ringan, sedangkan istilah yang umum
dipakai dalam dunia pendidikan adalah anak tunagrahita mampu didik.
Menurut Y.B Suparlan (1983.30).Anak tunagrahita mampu didik yaitu:
”Anak tunagrahita mampu didik disebut juga anak Debil dengan IQ antara 50-70.
Mereka dapat dilatih tentang tugas – tugas yang lebih tinggi (Kompleks) dalam
kehidupan sehari-hari dapat pula dididik dalam bidang sosial dan intelektual
sampai pada batas-batas tertentu.”
Michael L Hardman (1990: 94) memberikan pengertian anak tunagrahita
mampu didik sebagai berikut :
The Educate has IQ’s to about 70. Second to fifth grade achievement in
school academic areas, social adjustment will permit some grade of
independence in community.Occupational sufficiency will permit partial
or total self support.
Dari definisi di atas dapat diambil pengertian bahwa anak tunagrahita
mampu didik adalah anak yang memiliki IQ kurang lebih 70. Masih dapat
mengikuti pendidikan dasar meskipun hanya sederhana seperti membaca, menulis,
berhitung serta keterampilan sederhana yang dipakai bekal dalam kemandiriannya
di masyarakat.
Dari kedua pendapat tersebut, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang
dimaksud anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mempunyai intelegensi
di bawah rata-rata, kemampuan berfikirnya rendah, perhatian dan ingatan yang
lemah, tetapi masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang
akademis, lebih lebih dalam hal keterampilanya.
b. Karakteristik Anak Tunagrahita Mampu didik
Dapat di ketahui secara fisik bahwa anak tunagrahita ringan memliki
intelegensi/IQ berkisar antara 50/55 – 70/75, tidak berbeda dengan anak normal
pada umumnya, tetapi secara psikis ada perbedaan dengan anak normal.
Sri Rumini (1987 : 47) mengatakan bahwa karakteristik anak mampu didik
dapat dijabarkan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
1) IQ sekitar 50/55-70/75, dengan MA 7-10 tahun.
2) Sukar berfikir abstrak dan terkait pada lingkungan.
3) Kurang dapat mengendalikan perasaannya.
4) Daya abstraksinya sangat lemah.
5) Dapat mengikuti beberapa istilah tetapi kurang tahu maknanya.
6) Mudah dipengaruhi.
7) Kepribadiannya kurang harmonis.
8) Daya konsentrasinya kurang baik.
9) Kalau dimasukkan SD normal prestasinya rendah.
Karakteristik anak tunagrahita mampu didik menurut S.A Bratanata (1977:
53), dibedakan menjadi dua macam gejala yaitu psikis dan sosial. Gejala dalam
bidang Psikis.
Gejala psikis yang umum dijumpai pada anak tunagrahita mampu didik
adalah cara berfikirnya yang kurang lancar dan konkrit, kurang memiliki
kesanggupan untuk menganalisa dan menilai kejadian yang di hadapi, daya
fantasinya lemah, dapat mengingat beberapa istilah tetapi kurang mampu
memahami sugestibel, kurang mampu mengadakan penilaian mengenai unsur-
unsur susila, dalam pemecahan masalah selalu dengan coba-coba, serta
kepribadiannya kurang harmonis.
Gejala dalam bidang sosial anak tunagrahita mampu didik menunjukkan
gejala kurangnya kesanggupan untuk berdiri sendiri, dan nampak jelas setelah
anak tidak bersekolah.
Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka anak tunagrahita mampu
didik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang mengalami
hambatan dalam segi intelektualnya, sukar berfikir abstrak, sugestibel, daya
konsentrasinya lemah, mengalami kesulitan dalam belajar, dapat mengingat
beberapa istilah tetapi tidak mengerti maknanya, tidak dapat menanggapi masalah
yang dihadapinya dengan baik, tetapi masih mungkin dikembangkan potensinya
dalam bidang akademis dalam taraf sederhana sesuai dengan kemampuannya.
3. Tinjauan tentang Alat Peraga
a. Pengertian Alat Peraga
Dalam dunia pendidikan banyak sekali metode atau cara yang digunakan
oleh para guru dalam penyampaian materi,atau pada saat mengajar.Yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
diantaranya dengan membacakan materi,atau menuliskan di depan kelas,tetapi
masih sedikit yang menggunakan alat peraga sebagai alat bantu dalam proses
belajar mengajar tersebut.Hal itu dapat kita lihat di sekolah-sekolah yang terdekat
di sekitar kita.
Nana Sudjana (1987:99) mengemukakan bahwa alat peraga sering disebut
audio visual, yang memiliki arti bahwa alat peraga itu dapat dinikmati oleh indra
penglihatan dan indra pendengaran. Alat peraga tersebut berguna agar bahan
pelajaran yang disampaikan oleh guru lebih mudah dipahami oleh para siswanya.
Menurut Moch Uzer Usman (1989:26) alat peraga pengajaran adalah alat-
alat yang digunakan oleh guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas
materi pelajaran yang disampaikannya kepada siswa untuk mencegah terjadinya
verbalisme pada diri siswa. Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat diambil
suatu kesimpulan mengenai alat peraga, yaitu segala sesuatu yang digunakan oleh
guru dalam proses belajar mengajar agar materi pelajaran yang disampaikan lebih
mudah dipahami oleh siswa.
Munadi (2008: 114) menyatakan bahwa media atau alat pendidikan
diartikan sebagai segala sesuatu yang diadakan dengan sengaja dan berencana,
yang secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan untuk mencapai
tujuan. Media atau alat pembelajaran dibedakan menjadi dua yaitu: (1) alat
pembelajaran bersifat material dan (2) alat pembelajaran bersifat nonmaterial.
1) Alat peraga bersifat material merupakan alat-alat kebendaan nyata yang
diperlukan dalam pendidikan (pembelajaran). Seperti gedung, meja, kursi,
alat-alat laboratorium, tape, kaset, OHP, dan masih banyak lagi sesuai dengan
situasi dan kondisi materi yang diajarkan.
2) Alat peraga bersifat non material berupa tindakan dan perbuatan yang secara
sengaja diciptakan sebagai sarana dalam melaksanakan kegiatan belajar,
seperti nasehat dan saran.
Macam-macam alat pembelajaran seperti papan tulis, bulletin board dan
display, gambar dan ilustrasi fotografi, slid dan filmstrip, film, rekaman
pendidikan (tape rekorder), radio pendidikan, televisi pendidikan, peta atau globe,
buku pembelajaran, miniature, dan overhead projector (Danim, 1999: 22).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa alat peraga
adalah alat-alat yang digunakan oleh seorang guru ketika sedang mengajar untuk
membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada anak didik
atau siswa.
b. Fungsi Alat Peraga dalam Pengajaran
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu
untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Metode dan alat
merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi
sebagai tehnik atau cara untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada
tujuan. Dalam proses belajar mengajar alat peraga digunakan dengan tujuan
membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien.
Nana Sudjana (1987:68), mengatakan bahwa fungsi alat peraga dalam
proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1) Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi
sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar yang efektif.
2) Penggunaan alat peraga merupakan bagian integral dari keseluruhan situasi
belajar.
3) Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral / sesuai dengan tujuan
dari materi pelajaran.
4) Penggunaan alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk
mempercepat proses belajar mengajar dalam membantu siswa dalam
menangkap pengertian dari pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Menurut Moh Uzer Usman (1989:27) fungsi alat peraga adalah sebagai
berikut :
1) Sangat menarik siswa dalam belajar
2) Mendorong anak untuk bertanya dan berdiskusi karena ia ingin mengetahui
lebih banyak.
3) Menghemat waktu belajar. Guru tidak usah menerangkan sesuatu dengan
banyak perkataan, tetapi dengan memperhatikan suatu gambar, benda yang
sebenarnya atau benda yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi alat peraga
dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1) Alat peraga sebagai alat bantu untuk mewujudkan minat siswa dalam situasi
belajar mengajar yang efektif.
2) Alat peraga merupakan bagian penting dari keseluruhan situasi belajar.
3) Alat peraga untuk merangsang / memotivasi proses belajar mengajar supaya
lebih menarik perhatian siswa.
4) Alat peraga diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan
membantu siswa dalam menangkap pengertian yang disampaikan guru.
5) Alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu proses
belajar mengajar.
Kesimpulan dari fungsi alat peraga dalam pengajaran yaitu untuk
memudahkan, mendorong, menarik minat, menghemat waktu kegiatan
pengajaran, dan memotivasi siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru.
c. Prinsip Penggunaan Alat Peraga
Penggunaan alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting
sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Dalam
hal ini alat peraga mempunyai pengaruh besar dalam peningkatan prestasi belajar
siswa,sehingga harus bersifat tepat sasaran atau subyek dan tepat obyek atau
sesuai dengan materi yang disampaikan.Metode dan alat merupakan unsur yang
tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai tehnik/cara
untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan. Dalam proses
belajar mengajar terdapat beberapa prinsip tentang penggunaan alat peraga.
Moh Uzer Usman, (1989:28), memberikan beberapa prinsip tentang
penggunaan alat peraga sebagai berikut:
1) Merupakan alat bantu yang dianggap paling baik
2) Alat – alat tertentu tepat daripada yang lain berdasarkan jenis pengertian atau
dalam hubungannya dengan tujuan.
3) Audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan merupakan bagian yang
integral dari pengajaran.p
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4) Perlu diadakan persiapan yang seksama oleh guru dan siswa mengenai alat
audiovisual
5) Siswa menyadari tujuan alat audiovisual dan merespon data yang diberikan.
6) Alat audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan untuk menambah
kemampuan komunikasi kemungkinan belajar lebih leluasa karena adanya
hubungan antara alat dengan sumber.
Menurut Nana Sudjana (1987:104) mengemukakan bahwa prinsip
penggunaan alat peraga adalah :
1) Menentukan jenis alat peraga dengan tepat, artinya sebaiknya guru
menggunakan alat peraga yang sudah dipilih terlebih dahulu apakah
sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2) Menetapkan atau memperhitungkan subyek dengan tepat, artinya perlu
memperhitungkan apakah penggunaan alat peraga itu sesuai dengan
tingkat kematangan/kemampuan anak didik.
3) Menyajikan alat peraga dengan tepat, artinya teknik dan metode
penggunaan peraga dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan
tujuan, bahan, metode, waktu dan sarana yang ada.
4) Menempatkan atau memperlihatkan alat peraga pada waktu, tempat,
dan situasi yang tepat. Artinya kapan dan dalam situasi mana pada
waktu mengajar alat peraga digunakan. Tentu tidak setiap saat atau
selama proses mengajar terus menerus memperlihatkan atau
memperjelas sesuatu dengan alat peraga.
Berdasarkan kedua pendapat di atas maka prinsip penggunaan alat peraga
memiliki pengertian yang tidak jauh beda, yaitu merupakan alat yang paling baik
yang sangat mendukung dalam proses belajar mengajar.
4. Tinjauan tentang Alat Peraga Miniatur
a. Pengertian Alat Peraga Miniatur
Fasilitas termasuk sarana dan prasarana pendidikan. Keberadaan fasilitas
dalam proses pendidikan tidak bisa diabaikan, khususnya dalam proses belajar-
mengajar. Dalam pembaharuan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal
yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa
adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak
akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar-mengajar
merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembaharuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan,
fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja.
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu
untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Metode dan alat
merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi
sebagai tehnik/cara untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan.
Dalam proses belajar mengajar alat peraga digunakan dengan tujuan membantu
guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien.
Alat peraga adalah suatu alat penyampaian berita yang aktif, media dapat
mempengaruhi efektivitas suatu kegiatan. Dalam dunia pendidikan untuk kegiatan
belajar-mengajar dikenal adanya media pendidikan. Alat peraga sebagai media
pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan
guru atau pendidik dalam rangka melakukan kegiatan pembelajaran (Danim,
1994: 6).
Alat peraga miniatur adalah alat pelajaran yang berupa benda tiruan yang
bentuknya sama atau lebih kecil dari benda sebenarnya yang digunakan oleh guru
guna memudahkan dalam penyampaian materi pelajaran agar dapat diterima oleh
anak didik dengan mudah.
Penggunaan alat peraga miniatur pada umumnya digunakan untuk
pelajaran Saint, sebab pada pelajaran tersebut lebih banyak kegiatan praktikumnya
dibanding dengan kegiatan teorinya.
Adapun kelebihan alat peraga miniatur seperti yang dikemukakan dalam
penataran lokakarya tahap III P3G (1981:23) adalah :
1) Alat peraga miniatur memberikan sumbangan bagi pengertian yang lebih
hidup dan lebih menarik.
2) Alat peraga miniatur dapat mengembangkan pengertian dengan lebih baik.
3) Alat peraga miniatur mudah dipahami
4) Alat peraga miniatur lebih mudah dibawa ke dalam ruang kelas.
5) Alat peraga miniatur sangat membantu dalam mewujudkan realitas yang tidak
dapat dilihat tetapi juga dapat diraba.
6) Alat peraga miniatur mudah untuk digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
7) Alat peraga miniatur dapat menghilangkan verbalisme.
Dari pendapat tentang kelebihan alat peraga miniatur dapat terlihat jelas
bahwa alat peraga miniatur merupakan alat peraga 3 dimensi sedangkan seperti
halnya alat peraga gambar hanya 2 dimensi. Selain itu alat peraga miniatur lebih
menarik perhatian anak tunagrahita mampu didik. Hal ini disebabkan karena alat
peraga miniatur tidak hanya dapat dilihat melainkan dapat diraba, sehingga
dengan demikian anak memperoleh kesan yang mendalam dari penggunaan alat
peraga miniatur, serta dapat memberikan arti yang sebenarnya dari masalah yang
dijelaskan, karena penggunaan imajinasi anak yang lebih hidup.
Kesimpulan alat peraga miniatur adalah alat pelajaran yang berupa benda
tiruan yang bentuknya sama atau lebih kecil dari benda sebenarnya yang
digunakan oleh guru guna memudahkan dalam penyampaian materi pelajaran agar
dapat diterima oleh anak didik dengan mudah.
b. Penggunaan Alat Peraga Miniatur dalam Pembelajaran IPA
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak
tunagrahita mampu didik adalah anak yang mempunyai tingkat kecerdasan di
bawah rata-rata anak normal pada umumnya yaitu sekitar 50/50-70/75 sehingga
memungkinkan anak mengalami kesulitan atau kelambanan dalam menerima
pelajaran. Untuk mengejar ketinggalan itu berbagai cara yaitu dengan
digunakannya miniatur sebagai alat bantu atau alat peraga pelajaran.
Prawiradilaga (2007:136) menyatakan ”Pembelajaran merupakan suatu
sistem yang terdiri atas tujuan pembelajaran, kajian isi/materi ajar, strategi
pembelajaran (metode, media, waktu, sistem penyampaian) serta asesmen
belajar”.
Sagala (2005:64) mengemukakan ”Pembelajaran merupakan suatu proses
yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Lebih lanjut
Sagala (2005:61) menyatakan bahwa ”Pembelajaran mengandung arti setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu
kemampuan dan atau nilai yang baru”.
Dimyati dan Mujiono (1999:297) berpendapat bahwa ”Pembelajaran
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk
membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada sumber belajar.”
Lanjutnya Dimyati dan Mujiono (1999:76) menyatakan bahwa pembelajaran tidak
mengabaikan karakteristik pembelajar dan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu
dalam program pembelajaran guru perlu berpegang bahwa pembelajar adalah
”Primus motor” dalam belajar. Dengan demikian guru dituntut untuk memusatkan
perhatian, mengelola, menganalisis dan mengoptimalkan hal-hal yang berkaitan
dengan (i) perhatian dan motivasi belajar siswa (ii) keaktifan siswa (iii)
optimalisasi keterlibatan siswa (iv) melakukan pengulangan-pengulangan belajar
(v) pemberian tantangan agar siswa bertanggung jawab (vi) memberikan balikan
dan penguatan terhadap siswa dan (vii) mengelola proses belajar sesuai perbedaan
individual siswa.
Penelitian ini mengggunakan alat peraga miniatur dalam pembelajaran
IPA. Adapun pertimbangan penggunaan alat peraga miniatur tersebut dengan
alasan bahwa :
1) Alat peraga miniatur memberikan sumbangan bagi pengertian yang lebih
hidup dan lebih menarik.
2) Alat peraga miniatur dapat mengembangkan pengertian lebih baik.
3) Alat peraga miniatur mudah dipelajari.
4) Alat peraga miniatur mudah dibawa ke dalam ruang kelas.
5) Alat peraga miniatur sangat membantu mewujudkan realitas yang tidak dapat
dilihat tetapi juga dapat diraba.
6) Alat peraga miniatur mudah digunakan.
Pada saat proses pembelajaran terhadap anak, langkah yang harus
ditempuh guru adalah berusaha untuk dapat memaksimalkan kemampuan anak
tanpa pemaksaan. Adapun dengan penggunaan alat peraga miniatur siswa dapat
mengamati, meraba dan melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan
atau didiskusikan dalam kelas, penyampaian pelajaran dengan alat peraga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
miniatur akan lebih lengkap daripada hanya dengan gambar. Lebih-lebih dalam
mengajar anak tunagrahita mampu didik, karena mereka akan mengalami
kesulitan menerima pelajaran bila penyampaiannya secara abstrak, mereka lebih
cepat menerima pelajaran apabila dalam pembelajarannya didukung dengan alat
peraga untuk mengkonkritkan apa yang dibicarakan dalam pelajaran.
Alat peraga miniatur yang berupa miniatur organ-organ tubuh manusia
dapat dibawa ke dalam kelas. Dalam hal ini membuktikan bahwa alat peraga
minitur yang berwujud organ tubuh manusia yang tidak dapat dijumpai dengan
bebas, dan hanya dimiliki setiap manusia dan terletak didalam tubuh manusia
bagian dalam, kemudian diwujudkan dalam bentuk tiruan dan dalam bentuk mini
dapat diberikan kepada anak di dalam kelas. Demikian juga terhadap obyek-obyek
sebenarnya yang tidak dapat dibawa ke dalam kelas dapat diwujudkan dalam
bentuk miniatur, misalnya pohon, candi dan lain-lain.
Penggunaan alat peraga miniatur dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
membuat anak lebih mudah dalam menerima tanggapan dari materi yang
disampaikan oleh guru. Perhatian anak terpusat pada alat peraga miniatur yang
digunakan oleh guru, sebab seolah-olah anak melihat obyek yang sebenarnya
walaupun dalam ukuran kecil, dan anak mudah mengingatnya.
Dalam penelitian mengambil pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan
pokok bahasan organ tubuh manusia. Dimana alat peraga miniatur dalam
penelitian ini sebagai alat peraga yang bisa memperjelas proses pembelajaran
tersebut dari pada penggunaan alat peraga gambar.
5. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar IPA
a. Pengertian Prestasi Belajar
Winkel (1991) menyatakan bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan
usaha yang dapat dicapai. Di dalam pengertian tersebut prestasi merupakan suatu
usaha yang telah dilaksanakan menurut batas kemampuan dari pelaksanaan suatu
usaha tersebut. Menurut Arifin (1998), prestasi yang dimaksud tidak lain adalah
kemampuan ketrampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Dalam hal ini prestasi hanya dibatasi dalam bidang pendidikan, khususnya
pengajaran.
Menurut Roijakker (dalam Winkel, 1991) mengemukakan bahwa prestasi
belajar mampunyai pengertian:
1) Merupakan bukti kemampuan yang didapat melalui perubahan belajar.
2) Bukti perubahan diketahui dengan pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes ini salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui
prestasi belajar.
Prestasi adalah hasil yang di capai dari yang telah dilakukan atau
dikerjakan. Prestasi belajar mempunyai arti penguasaan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai tes, angka
aktivitas belajar dalam menerima, memahami dan menguasai materi yang
dipelajari, baik berupa angka atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan
hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam periode tertentu (Ahmadi
dan Supriyono, 2001).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan
prestasi belajar dalam penelitian ini adalah merupakan hasil usaha belajar yang
mencakup kemampuan dan sikap serta keterampilan siswa dalam menyelesaikan
belajarnya, yang dapat diketahui dari perubahan tingkah laku.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal)
maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengalaman terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali dalam rangka membantu
siswa dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.
Ahmadi dan Supriyono (2001:27) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah:
a. Faktor internal adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
1) Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh, yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur
tubuh dan sebagainya.
2) Faktor psikologis yang bersifat bawaan yang di peroleh yang terdiri atas:
a) Faktor intelektual yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
dan faktor kecakapan nyata yaitu prestasi belajar yang dimiliki.
b) Faktor non intelektual, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,
kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.
c) Faktor kemampuan fisik maupun psikis.
b. Faktor eksternal ialah:
1) Faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok.
2) Faktor budaya seperti, adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesusilaan.
3) Faktor lingkungan fisik seperti rumah, fasilitas belajar dan iklim.
4) Faktor lingkungan spiritual atau kemampuan.
5) Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak
langsung dalam mencapai prestasi belajar.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak
langsung dalam mencapai prestasi belajar. Menurut Ngalim Purwanto (1994) hasil
belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam dan
faktor dari luar peserta didik. Adapun faktor dari dalam individu siswa antara lain:
1) Faktor kematangan atau dukungan atau pertumbuhan, tiap orang dalam tubuh
manusia dapat dikatakan telah matang jika anak telah mencapai sesanggupan
menjalankan fungsi masing-masing.
2) Faktor kecerdasan atau inteligensi, berbagai macam daya jiwa erat
bersangkutan didalamnya (ingatan, fantasi, minat dan sebagainya yang turut
mempengaruhi inteligensi seseorang).
3) Faktor latihan dan motivasi, karena seringnya latihan dan seringnya
mengulang sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki dapat
menjadi makin menguasai dan makin mendalam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
4) Faktor motivasi, berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang
memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu
tugas.
5) Faktor pribadi, tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadianya masing-
masing yang berbeda antara seseorang dengan yang lain.
Selanjutnya faktor dari luar individu antara lain:
1) Faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, suasana dan keadaan keluarga
yang bermacam-macam mau tidak mau menentukan bagaimana dan sampai
dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak peserta didik.
2) Guru dan cara mengajar, sikap kepribadian guru termasuk didalamnya cara
guru memberikan atau menyampaikan materi pelajaran dan bagaimana guru
dapat membawa kepada suasana yang kondusif agar peserta didik dapat
termotivasi dan berminat serta siap menerima materi, tinggi rendahnya
pengetahuan yang dimiliki guru.
1) Materi yang dipelajari, antara lain instrument atau pelengkapan belajar,
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal yang meliputi
faktor fisiologis dan psikologis, kecerdasan, kematangan dan motivasi dan faktor
ekternal yang meliputi kondisi lingkungan sosial atau non sosial yang masih
berada disekitar lingkungan belajar peserta didik yang termasuk sarana dan
prasarana pendukung proses belajar.
c. Pengukuran prestasi belajar
Pada dunia pendidikan, pengukuran prestasi belajar sangat diperlukan
karena dengan diketahui prestasi balajar anak dapat diketahui pada kemampuan
dalam keberhasilan anak didalam belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar dapat
dilakukan dengan cara memberikan penilaian atau evaluasi, dengan tujuan supaya
anak mengalami perubahan positif. Penilaian artinya usaha untuk mengetahui
sejauhmana perubahan yang telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
Pengajaran harus mengetahui sejauhmana anak telah mengetahui bahan
yang telah diajarkannya. Penilaian memberi informasi tentang hasil pengajarannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
telah disajikan. Pengukuran prestasi belajar tersebut dapat menggunakan suatu
alat hasil mengajar dari pengajar.
Menurut Roijakker (1991 : 27) untuk mengetahui prestasi belajar maka
perlu digunakan suatu alat untuk mengukur prestasi belajar biasanya
menggunakan suatu alat tes atau ujian sebagai alat untuk mengadakan penilaian
atau evaluasi alat ujian ini dapat berupa ujian terbuka dan ujian tertutup. Ujian
terbuka yaitu pengajaran menyusun berbagai macam pertanyaan untuk keperluan
ujian atau testing, siswa harus merumuskan sendiri jawaban atas soal atau
pertanyaan ujian, misalnya ujian lesan, ujian essai. Sedangkan ujian tertutup
adalah jenis ujian dimana siswa dapat memperoleh kemungkinan jawaban yang
telah disediakan, misalnya ujian menjodohkan.
Menurut Arikunto (1998 : 56) pengukuran prestasi belajar dapat dilakukan
dengan cara memberikan tes yang mempunyai fungsi untuk mengukur
kemampuan siswa dan keberhasilan program pengajaran. Tes tersebut dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1) Tes diagnotik adalah tes yang digunakan untuk memenuhi kelemahan-
kelemahan anak sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat
dilakukan perlakuan yang tepat.
2) Tes formatif, dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana anak telah terbentuk
setelah mengikuti suatu program tertentu, tes formatif ini dapat digunakan
sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran.
3) Tes sumatif, tes ini dilakukan setelah berakhir pemberian sekelompok
program atau sebuah program yang lebih besar. Tes ini dapat dilakukan pada
setiap kesempatan akhir catur wulan atau akhir semester.
Menurut Pasaribu dan Simandjuntak (1999:45) untuk mengetahui prestasi
belajar anak, dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian atau evaluasi
yaitu untuk memaksa kesesuaian antara apa yang diharapkan dan apa yang
tercapai. Hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki dan
mendekatkan tujuan yang diinginkan.
Alat yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dalam
penelitian ini menggunakan hasil tes sumatif, yaitu tes yang dilakukan setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
berakhir pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar.
Tes ini dilakukan pada setiap kesempatan akhir catur wulan atau akhir semester
yang diperoleh dari dokumen guru wali kelas.
Kesimpulan dari pengukuran prestasi belajar yaitu cara untuk mengetahui
prestasi belajar siswa. Pengukuran prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara
memberikan tes yang mempunyai fungsi untuk mengukur kemampuan siswa dan
keberhasilan program pengajaran.
d. Pengertian IPA
Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis (1993: 3) IPA atau Ilmu
Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam
semesta dengan segala isinya. Sebagaimana dikemukakan Nash dalam Hendro
Darmojo dan Jenny R.E Kaligis (1993: 12) mengatakan bahwa IPA itu suatu cara
atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA mengamati alam dunia bersifat
analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan
fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang
baru tentang obyek yang diamatinya.
Wahyana (1986: 13) menyatakan bahwa sains atau Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) itu merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam
dengan segala isinya yang tersusun secara sistematis dan penggunaannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam.
B. Kerangka Berpikir
Anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mengalami hambatan
dalam perkembangan mentalnya, mempunyai kemampuan berfikir rendah,
sehingga dalam hal menyampaikan materi pelajaran disesuaikan dengan tingkat
kemampuan yang dimiliki anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diberikan kepada
anak tunagrahita hendaknya menggunakan sesuatu yang konkrit, mudah dipahami,
menggunakan contoh-contoh sederhana dilengkapi dengan alat peraga, dilakukan
dalam situasi yang menarik, dan menyenangkan sehingga anak termotivasi untuk
belajar IPA. Penggunaan alat peraga hendaknya disesuaikan dengan kondisi anak,
mudah digunakan dan mudah didapat, serta dapat memperjelas materi pelajaran
yang disampaikan akan meningkatkan prestasi belajar anak tunagrahita mampu
didik.
Proses belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Alam di SLB terutama pada
materi yang berhubungan dengan organ tubuh manusia pada umumnya telah
menggunakan alat peraga visual yang berupa gambar, yang lebih dahulu
digunakan daripada alat peraga miniatur. Digunakannya alat peraga gambar perlu
diteliti efektifitasnya jika dibandingkan dengan alat peraga yang belum pernah
digunakan, dalam hal ini adalah alat peraga miniatur.
Sebagai alat peraga pendidikan alat peraga miniatur mempunyai beberapa
kelebihan yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar. Pada saat penggunaan
alat peraga miniatur ini anak dapat langsung mengamati obyek yang sedang
dipelajari karena miniatur tidak hanya dapat dilihat tetapi dapat diraba. Anak
tunagrahita mampu didik lebih dapat memahami dan akhirnya dapat membedakan
antara obyek yang satu dengan yang lain karena anak dapat dilibatkan dalam
proses pembelajaran yang menarik dan membuat anak tidak cepat bosan karena
mereka dapat belajar sambil bermain. Itulah sebabnya alat peraga ini sangat baik
untuk tujuan mengembangkan pengertian konsep abstrak menjadi lebih konkrit.
Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini besar kemungkinan bahwa
dalam menyampaikan pelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur
akan lebih efektif dalam peningkatan prestasi belajar siswa. Dengan demikian
penggunaan alat peraga miniatur akan lebih mendukung dalam meningkatkan
prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada anak tunagrahita mampu didik kelas
5 SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Penjelasan kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan dengan skema
sebagai berikut:
C. Perumusan Hipotesa Tindakan
Agar permasalahan yang diajukan dalam penelitian dapat terjawab, maka
disusunlah hipotesis tindakan sebagai berikut:
”Penggunaan Alat Peraga Miniatur efektif dalam meningkatkan prestasi
belajar dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada Anak Tuna Grahita
Kelas 5 SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten”.
KBM tanpa alat Peraga miniatur
Penggunaan alat peraga miniatur efektif dalam meningkatkan prestasi
belajar
Prestasi belajar IPA pada siswa
kurang maksimal
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI
AHKIR
KBM menggunakan
alat peraga miniatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
D. Penelitian Yang Relevan
Mrih Handayani, ”UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR
ILMU PENGETAHUAN ALAM PADA PEMBELAJARAN KEGUNAAN
SINAR MATAHARI MELALUI ALAT PERAGA K3 BAGI SISWA KELAS IV
SEMESTER II SDLB N CILACAP TAHUN AJARAN 2008/2009” Skripsi
Surakarta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret,
Agustus 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
IPA pada pembelajaran kegunaan sinar matahari melalui media alat peraga K3
bagi anak tunagrahita kelas lV SDLB Negeri Cilacap Tahun Ajaran 2008/2009.
Penelitian ini menggunakan metode diskriptif. Populasi adalah seluruh siswa kelas
IV SDLB Negeri Cilacap sejumlah 5 siswa. Sampel di ambil sejumlah 5 siswa.
Sumber data berupa informasi kemampuan siswa bidang studi IPA yang diambil
nilai ulangan harian siswa dan nilai raport. Tehnik pengumpulan data yang
digunakan analisis diskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi
awal, niali tes setelah siklus I dan nilai siklus tes siklus II, kemudian hasil
pengamatan menggunakan analisis diskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitian
berupa nilai ulangan harian siswa yang semakin baik/meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian dapat matahari dalam kehidupan sehari hari,
akan menjadi lebih menarik bagi anak tunagrahita, karena disimpulkan: dengan
media alat peraga k3 dalam mempelajari kegunaan sinar matahari dalam
kehidupan sehari hari, akan menjadi lebih menarik bagi anak tunagrahita, karena
dengan alat peraga itu lebih disukai anak-anak. Sehingga dapat meningkatkan
prestasi belajar anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten yang
beralamat di Jl. Karangwuni – Pedan, Kurung Baru, Ceper, Klaten. Dasar yang
dijadikan pertimbangan lain dalam memilih tempat untuk penelitian ini antara
lain:
1. Peneliti telah melakukan observasi dan awal pra penelitian sehingga peneliti
telah mengetahui situasi dan kondisi siswa di SLB C Dharma Anak Bangsa
Klaten.
2. Di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten memiliki fasilitas yang cukup
lengkap, termasuk dalam alat peraga pembelajaran sehingga akan
memudahkan peneliti dalam melaksanakan perencanaan yang sudah
disiapkan.
Pelaksanaan tindakan pada siswa tunagrahita kelas V dengan alasan
berdasarkan penjelasan dari Kepala Sekolah bahwa siswa kelas V dalam
pembelajaran IPA termasuk kelas yang nilai prestasinya rendah apabila
dibandingkan kelas VI dan IV. Rendahnya nilai prestasi belajar IPA karena siswa
kelas V kurang berminat terhadap pelajaran IPA sehingga diperlukan bantuan alat
peraga untuk membangkitkan minat belajar siswa pada pelajaran IPA
Adapun pelaksanaan penelitian pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
dengan alat peraga miniatur dilaksanakan di dalam kelas. Penelitian bisa
dilaksanakan 2 kali seminggu setiap hari Senin dan Sabtu pada jam pelajaran IPA
semester I tahun ajaran 2009/2010. Waktu yang digunakan peneliti untuk
penelitian ini adalah dari bulan Maret sampai Juni tahun 2010.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research), yaitu sebuah penelitian yang merupakan
kerja sama antara peneliti, guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang terkait untuk
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
menciptakan suatu kinerja sekolah yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk
mendiskripsikan kesulitan-kesulitan di sekolah dan untuk memberikan alternatif
usaha guna mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Suharsimi Arikunto Suhardjono, dan Supardi (2007: 62) mengartikan PTK
(Penelitian Tindakan Kelas)
1. Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan
cara dan aturan metodologi untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan
penting bagi peneliti.
2. Tindakan merupakan suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan
tujuan tertentu yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.
3. Kelas merupakan sekolompok peserta didik yang sama dan menerima
pelajaran yang sama dari seorang guru.
Dari pengertian tiga kata tersebut dapat diketahui bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama.
Pada hakikatnya penelitian tindakan kelas merupakan suatu siklus yang
terdiri adanya masalah, rencana tindakan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. Hal
ini disebabkan masalah yang dihadapi tidak langsung dapat diselesaikan dalam
suatu tindakan, sehingga perlu adanya tindakan perbaikan lanjutan terhadap
masalah yang belum terselesaikan. Dengan demikian pelaksanaan tindakan kelas
cenderung dilakukan lebih dari satu kali.
Menurut Arikunto Suhardjono, dan Supardi (2007: 62) menyatakan bahwa
PTK (Penelitian Tindakan Kelas) memiliki keunikan, di antaranya sebagai
berikut:
1. PTK merupakan kegiatan penelitian yang tidak saja berupaya
memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari dukungan ilmiahnya.
PTK merupakan bagian penting dari upaya pengembangan profesional
guru, karena PTK mampu membelajarkan guru untuk berfikir kritis dan
sistematis, mampu membiasakan membelajarkan guru untuk menulis
dan membuat catatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Hal yang dipermasalahkan bukan dihasilkan dari kajian teoritis atau dan
hasil penelitian terdahulu, tetapi berasal dari adanya permasalahan yang
nyata dan aktual yang terjadi dalam pembelajaran di kelas. Dengan kata
lain PTK berfokus pada masalah praktis, bukan masalah teoretis atau
bersifat bebas konteks.
3. PTK hendaknya dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata, jelas,
dan tajam mengenai hal-hal yang terjadi di kelas.
4. Adanya kolaborasi (kerjasama) antarpratisi (guru, kepala sekolah, siswa
dan lain-lain) dan peneliti dalam pemahaman, kesepakatan tentang
permasalah, pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan
kesamaan tindakan (action).
5. Di samping itu, PTK dilakukan hanya apabila ada: (a) keputusan
kelompok dan komitmen untuk pengembangan, (b) bertujuan
meningkatkan profesional guru (c) alasan pokok: ingin tahu, ingin
membantu, ingin meningkatkan, dan (d) bertujuan memperoleh
pengetahuan dan/ atau sebagai pemecahan masalah.
Arikunto (1998:16) mengemukakan bahwa secara garis besar terdapat
empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun penjelasan untuk masing-masing tahap
adalah sebagai berikut.
1. Rencana
Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki,
meningkatkan atau mengubah sebagai suatu bentuk solusi.
2. Tindakan
Apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan
peningkatan, atau perubahan yang diinginkan.
3. Observasi
Mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau
dikenakan terhadap siswa.
4. Refleksi
Penelitian mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak
dari tindakan yang dilakukan. Berdasarkan hasil refleksi, ini, peneliti bersama
guru dapat melakukan revisi/perbaikan terhadap rencana awal yang mungkin saja
belum sesuai dengan apa yang diinginkan.
Keempat komponen tersebut merupakan langkah-langkah yang harus
ditempuh setiap peneliti yang akan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan
(Sugiyono, “Penelitian Tindakan Kelas”. 2006: 16)
Keterangan:
1. Rencana
Rencana tindakan yang akan dilakukan adalah membantu siswa untuk
meningkatkan prestasi belajar IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur.
2. Tindakan
Pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur yaitu
berupa benda tiruan yang bentuknya sama atau lebih kecil dari benda sebenarnya
yang digunakan oleh guru guna memudahkan dalam penyampaian materi
pelajaran agar dapat diterima oleh anak didik dengan mudah.
3. Observasi
Mengamati peningkatan keaktifan siswa saat pembelajaran IPA dengan
menggunakan alat peraga miniatur.
Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
Pelaksanaan Refleksi
Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
4. Refleksi
Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan pelaksanaan pembelajaran
IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur. Peneliti bersama guru melakukan
perbaikan terhadap kelemahan pembelajaran pada siklus I, siklus II, dan
seterusnya.
Searah dengan model alur PTK yang dikemukakan oleh Sugiyono (2006:
19) tersebut, maka dapat dibuat skema penelitian sebagai berikut:
Skema 1: Alur Penelitian tindakan Kelas
Perencanaan
Penyusunan rencana pembelajaran dengan
alat peraga miniatur
Pelaksanaan Tindakan
Menggunakan alat peraga miniatur dalam
pembelajaran IPA
Observasi
Seberapa besar pengaruh alat peraga miniatur
yang digunakan dalam pembelajaran IPA
Evaluasi Tes formatif diberikan setelah pelajaran telah
selesai diulas
Menganalisis: Diskusi tentang kelamahan dan kelebihan
penggunaan alat peraga saat pembelajaran
IPA
Perencanaan Perbaikan untuk
siklus berikutnya
Identifikasi Masalah yaitu prestasi belajar
IPA siswa rendah
Menganalisis dan merumuskan masalah: Guru masih menggunakan metode
pembelajaran konvensional
Refleksi
Peningkatan prestasi belajar
IPA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
C. Peneliti dan Subjek Penelitian
Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Khusus semester
VIII angkatan 2006.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita kelas V SLB C
Dharma Anak Bangsa Klaten. Adapun jumlah siswa kelas V SLB C Dharma
Anak Bangsa Klaten berjumlah 6 anak, yang antara lain :
1. Ingga Dwi Rahayu
2. Alvian Pramudya kusuma
3. Dwayasari
4. L.Desiana
5. Irfunanto
Selain siswa, subjek penelitian ini adalah guru kelas V SLB C Dharma
Bangsa Klaten.
D. Data dan Sumber Data Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah informasi tentang
kemampuan belajar siswa pada pelajaran IPA, minat dan motivasi belajar siswa
saat mengikuti pembelajaran IPA, dan kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas.
Data yang dikumpulkan, yaitu sebagai berikut:
1. Guru kelas saat mengajar pelajaran IPA, data yang diperoleh berupa penilaian
terhadap kondisi pembelajaran IPA di kelas, sebelum dan sesudah pelaksanaan
siklus. Nilai siswa sebelum pelaksanaan siklus diambil dari nilai formatif
siswa dan nilai sesudah pelaksanaan siklus I dan II. Minat siswa dari peneliti
ketika mengajar dalam bentuk lembar observasi minat siswa. Kegiatan
observasi pada siswa adalah perilaku siswa di dalam kelas saat pembelajaran
IPA, seperti menjawab atau mengajukan pertanyaan dan kerja kelompok
melaksanakan tugas pelajaran IPA.
2. Siswa kelas V SLB C Dharma Bangsa Klaten, data yang diperoleh berupa
penilaian terhadap kondisi pembelajaran IPA di kelas pada nilai sebelum
siklus, siklus I, dan siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
E. Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian perlu memperoleh data yang akurat, maka harus
digunakan metode-metode pengumpulan data yang tepat, dengan metode yang
tepat maka akan mempermudah jalannya penelitian. Selain itu dengan penelitian
metode yang diharapkan dapat menemukan, mengembangkan dan menguji
kebenaran.
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai oleh peneliti
untuk memperoleh data yang diselidiki. Kualitas data ditentukan oleh kualitas alat
pengambilan data atau alat ukur pengukurnya . Sesuai dengan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses pembicaraan dalam situasi
komunikasi langsung terarah antara dua individu untuk menggali data melalui
tanya jawab atau percakapan. Wawancara yang dilakukan secara mendalam.
Wawancara mendalam menurut Sugiyono (2006:320) untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara
dimintai pendapat dan ide-idenya.
Angket (questionnaire) adalah daftar pertanyaan yang harus dijawab atau
daftar isian yang harus diisi berdasarkan pada sejumlah subjek berdasarkan atas
jawaban dan isian itu peneliti mengambil keputusan mengenai subjek yang
diselidiki selain itu untuk mengungkap kondisi subjek, angket juga digunakan
untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dan untuk
mendapatkan koefisien validitas dan reliabilitas tes setinggi mungkin (Sutrisno
Hadi, 1998: 28)
Sutrisno Hadi (2002: 193) berpendapat bahwa ada dua pihak dalam
wawancara, masing-masing mempunyai kedudukan yang berlainan. Pihak yang
satu dalam kedudukan sebagai pengejar informasi (information hunter), sedang
pihak lainnya dalam kedudukan sebagai pemberi informasi (information
supplyer) atau informan. Sebagai information hunter penginterview mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, menilai jawaban-jawaban, meminta penjelasan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
mengadakan paraphrase, mencatat atau mengingat-ingat jawaban-jawaban, dan
mengadakan prodding (menggali keterangan yang lebih mendalam). Di pihak
lain, sebagai informan interview menjawab pertanyaan-pertanyaan, memberikan
penjelasan-penjelasan, dan kadang-kadang juga membalas mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Adanya dua pihak yang mempunyai kedudukan yang
berlainan itu merupakan ciri interview yang berbeda dengan metode free talk dan
metode diskusi. Hubungan antara interview adalah hubungan sepihak, hubungan
yang tidak timbal balik, a face to face nonreciprocal relations.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari guru kelas V
SLB C Dharma Bangsa Klaten. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, kesulitan yang dihadapi subjek
dan juga pada faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran IPA dengan
alat peraga miniatur.
2. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara melihat
langsung subjek penelitiannya. Hadi Sutrisno (2002:19) mengemukakan bahwa
observasi sebagai alat pengumpul data yang banyak digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu maupun proses terjadinya suatu kegiatan, yang diambil baik
dari situasi yang sebenarnya ataupun dalam suatu buatan.
(Moleong, 1991:125) mengemukakan observasi adalah metode
pengumpulan data yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan alasan:
a. Teknik observasi didasarkan atas pengamatan secara langsung dan
pengalaman langsung adalah alat yang ampuh untuk mengetes suatu
kebenaran.
b. Titik ini juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi
pada keadaan sebenarnya.
c. Observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi
yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional, maupun
pengetahuan langsung dari data.
Kelebihan observasi memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-
situasi rumit. Observasi dilakukan di dalam kelas yang menjadi subjek peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dan diarahkan pada tindak peneliti atau siswa dalam pembelajaran. Adapun
kelemahan observasi menurut Hadi (2002: 138), antara lain:
a. Menyediakan waktu yang lebih banyak agar dapat melihat obyek yang
kompleks dari berbagai segi, dari berbagai jurusan secara berulang-
ulang.
b. Menggunakan orang (observers) yang lebih banyak untuk melihat
obyeknya dari segi-segi tertentu dan mengintegrasikan hasil-hasil
penyelidikan dari mereka itu untuk mendapatkan gambaran tentang
keseluruhan obyeknya.
c. Mengambil lebih banyak yang sejenis agar dalam jangka waktu yang
terbatas dapat disoroti obyek-obyek itu dari segi-segi yang berbeda-
beda oleh penyelidik yang terbatas jumlahnya.
Observasi yang digunakan dalam penelitian untuk pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan cara observasi partisipan, yaitu suatu proses
pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut mengambil bagian dalam
kehidupan orang-orang yang diobservasi (Hadari Nawawi, 2005:104). Menurut
Sugiyono (2006:310) observasi partisipan adalah peneliti terlibat dalam kegiatan
sehari-hari dengan orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai
sumber data penelitian. Melalui observasi partisipan peneliti ikut serta atau ikut
ambil bagian dalam aktivitas/kegiatan yang ada yaitu ikut terlibat dalam
menggunakan alat peraga miniatur sehingga data yang diperoleh akan lebih
lengkap, tajam dan sampai mengetahui ada pada tingkat makna dari setiap
perilaku yang tampak.
Hal-hal yang diobservasi yaitu:
a. Perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA
b. Identifikasi kemampuan awal siswa dan sesudah dilaksanakan siklus.
c. Tindakan guru dalam pembelajaran.
3. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu dan kelompok (Arikunto, 1998 : 127).
Budiyono (2003:54) berpendapat “Tes adalah cara pengumpulan data yang
menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada
subyek penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda.
Mahfud Shalahuddin (1990 : 29) bahwa tes tertulis bentuk pilihan ganda
mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu:
a. Kelebihan:
1) Hanya memungkinkan satu jawaban yang benar. Hal ini akan
menimbulkan sifat objektif.
2) Tes objektif sangat mudah dikoreksi.
3) Hasil pekerjaan tes objektif dapat dikoreksi secara cepat dengan
hasil yang dapat dipercaya.
b. Kelemahannya:
1) Membutuhkan waktu yang relatif lama,
2) Adanya kecenderungan guru yang hanya menekankan
perhatiannya pada pokok bahasan tertentu sehingga tes tidak
bersifat komprehensif,
3) Memungkinkan siswa melakukan untung-untungan dalam
menjawab, dan
4) Penggandaan tes objektif memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi kelemahan tes
objektif yaitu:
a. Dalam penyusunan butir-butir soal tes objektif hendaknya
mendasarkan diri pada tabel spesifikasi yang telah dipersiapkan
sebelumnya, sehingga tidak berpusat pada satu pokok bahasan saja,
b. Kesulitan menyusun tes objektif dapat dilakukan dengan banyak
berlatih, mempelajari tes objektif yang disusun orang lain yang baik.
Tes dilakukan untuk mengetahui hasil yang diperoleh siswa sebelum dan
sesudah mendapatkan tindakan. Guna memudahkan pemahaman tentang tes yang
digunakan dalam penelitian ini disajikan tabel tentang kisi-kisi soal tes IPA kelas
V, yaitu sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tabel 1
Kisi-Kisi Soal Tes IPA Kelas V
Variabel Sub Variabel Indikator Bentuk Soal Nomor
Item
Prestasi
Belajar IPA
Meningkatkan
prestasi
belajar IPA
dengan
menggunakan
alat peraga
miniatur
1.Menyebutkan
nama-nama
hewan
2.Menyebutkan
nama-nama
makanan
hewan
3.Menyebutkan
tempat hidup
hewan
Pilihan ganda 1,2,3,4
5,6,7
8,9,10
Tes disusun menggunakan validitas isi. Menurut Arikunto (2001: 67),
suatu tes atau instrumen dikatakan memiliki validitas isi jika mengukur tujuan
khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan,
validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara
merinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran
Tes disusun berdasarkan sumber dari kurikulum, mengkaji buku sumber
dan diminatkan bantuan ahli bidang studi. Untuk skoring penilaian sebaga berikut:
a) Setiap pilihan ganda bernilai 1 (satu) dengan jawaban benar, jika tidak
menjawab atau menjawab salah tidak dihitung sehingga bernilai 0 (nol)
Skor :
Jumlah soal pilihan ganda 10 x 1 = 10
Jumlah 10
Cara penilaian menurut Slameto (2001: 56) dengan menggunakan rumus tanpa
denda : N = B
N = Nilai
B = Jumlah soal yang dijawab benar
Jawaban kosong tidak diperhitungkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Kriteria Penilaian :
Benar 9 – 10 = A (Istimewa)
Benar 7 – 8 = B (Baik)
Benar 5 – 6 = C (Cukup)
Benar 3 – 4 = D (Kurang)
Benar 0 – 2 = E (Sangat kurang)
Tabel 2
Penilaian tingkat penguasaan
No Tingkat Penguasaan Nilai Akhir
1
2
3
4
5
90 % ke atas
75 % - 89 %
60 % - 74 %
55 % - 59 %
Kurang dari 55 %
A
B
C
D
E
Tabel 3
Jenis evaluasi penilaian
No Jenis evaluasi Jumlah soal Bobot dalam % Bobot tiap soal
1 Pilihan ganda 10 100 1
Total 10 100 -
4. Dokumentasi
Metode dokumentasi dan catatan lapangan. Metode dokumentasi yaitu
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto,
1998: 206). Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data berupa nama-
nama siswa dan daftar nilai tes awal dan tes akhir serta foto rekaman proses
tindakan. Dalam hal ini catatan lapangan digunakan untuk mencatat kejadian –
kejadian yang muncul pada saat proses pembelajaran IPA berlangsung yang
belum terdapat pada pedoman observasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
F. Prosedur Penelitian
Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2)
pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan interprestasi, dan (4) analisis dan refleksi
untuk perencanaan siklus berikutnya. Penelitian ini, direncanakan dalam 2 siklus.
1. Rancangan tiap-tiap siklus
a. Tahap perencanaan
Perangkat pembelajaran berupa penentuan kompetisi dasar yang akan
dicapai, penentuan teman menulis pengalaman, menyiapkan hasil tulisan
pengalaman, dan menyiapkan tes penilaian keterampilan menulis pengalaman.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran yang
telah direncanakan. Dalam satu siklus, ada dua kali tatap muka dengan alokasi
waktu 2 × 45 menit, sesuai skenario pembelajaran. Tahap ini dilakukan
bersamaan dengan observasi terhadap dampak tindakan. Metode yang
digunakan yaitu tanya jawab dan diskusi.
c. Tahap Observasi
Tahap ini dilakukan dengan mengamati dan menginterprestasi aktivitas
penerapan pembelajaran konstekstual pada proses pembelajaran (aktivitas guru
dan siswa) maupun pada hasil pembelajaran keterampilan menulis ekposisi
yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan data tentang kekurangan dan
kemajuan aplikasi tindakan pertama.
d. Tahap Analisis dan Refleksi
Pada tahap ini, dilakukan analisis hasil observasi dan interprestasi
sehingga diperoleh kesimpulan bagian mana yang perlu diperbaiki atau
disempurnakan dan bagian mana yang telah memenuhi target.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak awal sampai berakhirnya
pengumpulan data (Analisis Proses dan Produk). Analisis yang dilakukan berupa
penilaian terhadap semua data kegiatan penelitian yang telah dilakukan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
lapangan. Data-data dari hasil penelitian di lapangan diolah dan di analisis secara
kualitatif. Kegiatan analisis data dilakukan dalam tiga komponen berurutan yaitu,
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman,
1994: 76).
Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, dalam
penelitian digunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data yang
memanfatkan sesuatu lain di luar data tersebut.
H. Indikator Ketercapaian
Indikator ketercapaian yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada
siklus terakhir saat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk siswa tunagrahita
kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten tahun ajaran 2009/2010, sebagai
berikut:
Tabel 4
Deskripsi Indikator Ketercapaian
No Indikator Ketercapaian Keterangan
1 Keterlibatan siswa
dalam pembelajaran
Ilmu Pengetahuan
Alam
3 dari 5 siswa aktif Keaktifan siswa
diamati saat proses
pembelajaran sedang
berlangsung dari
jumlah sisswa yang
terlihat fokus dan
aktif
2 Ketuntasan belajar 3 dari 5 siswa Dihitung dari jumlah
siswa yang mampu
mendapat nilai ≥ 60
.
I. Uji Validitas Data
Keabsahan data atau kepercayaan hasil-hasil penelitian dapat diperoleh
dengan menggunakan beberapa kepercayaan atau langkah-langkah.Suatu
informasi yang akan dijadikan data penelitian perlu diperiksa validitasnya
sehingga data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai
dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan. Ada banyak teknik yang digunakan
untuk memeriksa validitas dalam suatu penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Arikunto (1998: 79) menyatakan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kesahihan instrumen. Prinsip validitas adalah
mengkorelasikan antara nilai pengukuran item maupun faktor dan kriterianya.
Suatu tes tertulis atau instrumen dikatakan memiliki validitas isi jika mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan
Validitas data atau keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi. Moelong (1991: 195) berpendapat bahwa triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut.
Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
data dan triangulasi metode. Moelong (1991: 201) menyatakan bahwa dalam
dalam penelitian mengumpulkan data sejenis tetapi menggunakan teknik atau
metode pengumpulan data yang berbeda. Triangulasi dilakukan dengan cara
memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda beda untuk menggali data yang
sejenis, selain itu juga ada cara lain yaitu dengan menggali informasi dari suatu
narasumber tertentu, dari kondisi lokasinya, dari aktivitas yang menggambarkan
perilaku orang atau warga masyarakat atau dari sumber yang berupa catatan atau
arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang
dimaksud peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal
Kondisi awal siswa kelas dasar 5 SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten
yang akan dideskripsikan adalah jumlah siswa ada 5 orang pada kemampuan
prestasi belajar dan keaktifan siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
pada kompetensi dasar mengenal macam-macam hewan dan makanannya. Dari
hasil wawancara, observasi, dan analisis dokumen yang berupa nilai kondisi awal
untuk mata pelajaran IPA. Terlihat bahwa siswa kelas 5 SLB C Dharma Anak
Bangsa Klaten mengalami kesulitan dalam macam-macam hewan dan
makanannya.
Penelitian yang dilakukan menggunakan nilai kondisi awal sebelum
tindakan dilakukan dan nilai ini yang digunakan sebagai nilai acuan pada saat
memberikan treatment. Berikut ini data nilai kondisi awal mata pelajaran IPA
siswa kelas 5 macam-macam hewan dan makanannya Tahun Ajaran 2009/2010.
Tabel 7. Perolehan Nilai Kondisi Awal
No. Nama Siswa Item Yang
Benar
Tingkat
Penguasaan
Keterangan
1. Alv 50 50% K (Kurang)
2. Dw 30 30% K (Kurang)
3. Ing 50 50% K (Kurang)
4. L.D 50 50% K (Kurang)
5. Irf 50 50% K (Kurang)
Jumlah 230 230%
Rata-rata Kelas 46 46% K (Kurang)
Nilai dalam tabel 7 tersebut diperoleh dari hasil ulangan kondisi awal yang
dilaksanakan guru bersama dengan peneliti. Soal yang dicetak dalam gambar
47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dan berjumlah 10 soal. Dalam soal tersebut telah dibagi – bagi. Masing – masing
soal mewakili pokok bahasan menge
nal macam-macam hewan dan jenis makanannya.. Dari tabel di atas dapat
dijelaskan, siswa hanya mampu menjawab dengan benar paling tinggi 5 dari 10
soal yang diberikan oleh guru.
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa tingkat penguasaan siswa terhadap
materi masih kurang. Hal ini dapat diketahui melalui hasil item yang benar
dijawab siswa paling tinggi 50% diperoleh empat siswa dan item terendah yang
dijawab siswa 30% oleh satu siswa. Hasil rata-rata persentase penguasaan siswa
terhadap materi yaitu jenis-jenis bianatang dan jenis makanannya sebesar 46%
termasuk kategori kurang.
Observasi awal penelitian ini selain mengetahui nilai siswa, peneliti juga
melakukan observasi terhadap keaktifan siswa. Dalam observasi ini, peneliti
menggunakan sistem observasi non partisipan. Peneliti tidak terlihat secara
langsung dalam kegiatan belajar mengajar serta mengusahakan sebisa mungkin
untuk tidak mempengaruhi proses alami dari kegiatan belajar mengajar pada hari
tersebut. Secara garis besar dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti
perhatian siswa terhadap penjelasan dan perintah guru serta perhatian yang
kurang.
Selain itu peneliti melakukan proses penelitian pembelajaran pada siswa
kelas V di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten, peneliti melakukan observasi
untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di lapangan. Observasi dilaksanakan
pada hari Senin, 19 April 2010 pukul 09.15 WIB. Hasil observasi kondisi
pratindakan menunjukkan sebagai berikut:
a. Siswa terlihat kurang antusias mengikuti pelajaran IPA
Berdasarkan kegiatan observasi kelas, angket yang dilakukan peneliti
terhadap siswa dan guru, terungkap bahwa siswa kurang antusias dalam mengikuti
pelajaran IPA. Hal tersebut terlihat dalam kegiatan observasi yang dilakukan
peneliti. Saat mengikuti pelajaran IPA, siswa menunjukkan kurang peduli dan
tidak memperhatikan pelajaran. Hal ini diketahui dari sikap siswa yang berbicara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
dengan temannya, tiduran di dalam kelas, bosan, menopang dagu, serta sibuk
beraktivitas sendiri.
b. Guru kesulitan menemukan media dalam pembelajaran IPA
Selama ini, guru dalam pembelajaran jarang menggunakan media sebagai
sarana pembelajaran. Guru lebih sering menggunakan media gambar. Keadaaan
ini membuat siswa kurang berminat terhadap pelajaran IPA. Ketidakminatan
siswa dalam pembelajaran IPA dapat diketahui dari aktivitas siswa yang kurang
merespon media pembelajaran yang digunakan guru, kurang memperhatikan
penjelasan guru, dan tidak aktif untuk bertanya. Siswa cenderung pasif, siswa
hanya menjawab apa yang ditanyakan guru. Selain itu, berdasarkan hasil prestasi
belajaran untuk pelajaran IPA termasuk rendah. Hal ini dapat diketahui dari rata-
rata nilai siswa hanya 55.
Dari dua permasalahan tersebut dapat diketahui bahwa siswa kurang
antusias dalam pembelajaran IPA dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam
menentukan metode dan menggunakan media yang kurang menarik minat untuk
belajar IPA.
Proses penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yang masing-masing
terdiri dari empat tahapan, yaitu : perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi
dan interpretasi, analisis dan refleksi.
1. Siklus I
a. Perencanaan Tindakan I
Kegiatan perencanaan ini dilaksanakan pada hari Senin, 26 April 2010 di
ruang kantor staff dan guru SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten. Peneliti dan
guru mata pelajaran IPA yang juga bertindak sebagai wali kelas 5, mendiskusikan
rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian. Kegiatan
perencanaan siklus I dilakukan berdasarkan permasalahan yang ditemui dalam
pra tindakan yaitu siswa kurang antusias dalam pembelajaran IPA dan guru yang
hanya menggunakan media gambar dalam menyampaikan materi IPA.
Dari hasil pengidentifikasian dan penetapan masalah, peneliti kemudian
mengajukan solusi alternatif dalam media pembelajaran yaitu media miniatur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Pada tahap ini peneliti menyajikan data yang telah dikumpulkan kemudian
bersama-sama dengan guru menentukan solusi yang dapat diambil.
Tahap perencanaan tindakan I meliputi kegiatan sebagai berikut:
2. Peneliti dan guru menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
dengan materi ”Mengenal macam-macam hewan, dan makanan hewan
disekitar rumah/sekolah”. Pada kondisi awal dikemas dengan alokasi waktu 2
x 35 menit. (RPP Terlampir).
3. Peneliti dan guru mendiskusikan desain pembelajaran IPA dengan dengan
menggunakan media miniatur:
a) Langkah-langkah pada pertemuan pertama:
(1) Guru menjelaskan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator
dalam pembelajaran IPA mengenai macam-macam hewan, tempat
tinggal, dan makanan hewan, serta memberikan pertanyaan pancingan
yang mengarah ke pelajaran.
(2) Guru menjelaskan materi yang disampaikan dengan menggunakan
media miniatur, kemudian materi disampaikan melalui metode
ceramah, tanya jawab, dan diskusi pada pertemuan pertama materi
yang disampaikan macam-macam hewan, tempat tinggal, dan makanan
hewan. Adapun media miniatur hewan yang digunakan, antara lain
miniatur hewan ayam, bebek, dan kerbau. Untuk materi tempat tinggal
dan makanan hewan tersebut digunakan media gambar.
(3) Setelah materi disampaikan, guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya.
(4) Guru menutup proses belajar mengajar.
b) Langkah-langkah pertemuan kedua:
(1) Guru menjelaskan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator
dalam pembelajaran IPA mengenai materi mengenal macam-macam
hewan, tempat tinggal, dan makanan hewan, serta memberikan
apersepsi yang mengarah kepada pelajaran.
(2) Guru menjelaskan materi yang disampaikan dengan menggunakan
media miniatur, kemudian materi disampaikan melalui metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
ceramah, tanya jawab, dan diskusi pada pertemuan pertama materi
yang disampaikan macam-macam hewan, tempat tinggal, dan makanan
hewan. Adapun media miniatur hewan yang digunakan, antara lain
miniatur kuda, babi, dan gajah. Untuk materi tempat tinggal dan
makanan hewan tersebut digunakan media gambar.
(3) Setelah materi disampaikan, guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya.
(4) Guru menutup proses belajar mengajar.
c) Langkah-langkah pertemuan ketiga:
(1) Guru memberikan tes sebanyak 10 soal dengan alokasi waktu 35
menit.
(2) Tes berbentuk dilakukan secara tertulis dalam bentuk pilihan ganda..
4. Peneliti dan guru menyiapkan media yang akan dipakai saat pembelajaran
yaitu miniatur ayam, bebek, kerbau, kuda, babi, dan gajah. Untuk materi
tempat tinggal dan makanan hewan tersebut digunakan media gambar. Seperti
gambar rumput untuk makanan kerbau dan kuda, gambar buah-buahan untuk
makanan gajah dan babi.
b. Pelaksanaan Tindakan I
Dalam kegiatan belajar mengajar guru dan peneliti melaksanakan
pembelajaran menggunakan media miniatur, pada siklus I ada 2 pertemuan 3
dengan pelaksanaannya sebagai berikut:
Pertemuan I: Senin, 3 Mei 2010
1) Mengkonsultasikan RPP bersama wali kelas dan kepala sekolah.
2) Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk pembelajaran dengan
media miniatur hewan.
3) Membuka kegiatan belajar pembelajaran dengan berdoa dan memberikan
ucapan salam. Setelah itu menjelaskan standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator mengenai macam-macam dan jenis makanan hewan,
kepada siswa. Lalu setelah itu memberikan apersepsi sebelum masuk ke
materi pokok dan hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran di
lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
4) Mengajak siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran yaitu mengenal
macam-macam hewan dengan menggunakan media miniatur. Proses
pembelajarannya yaitu:
a) Mengenalkan nama-nama hewan dengan mengajak siswa untuk ikut
memegang media miniatur hewan yang digunakan dalam
pembelajaran.
b) Setelah selesai mengenalkan macam-macam jenis hewan, guru
menunjukkan kepada siswa tentang gambar makanan yang dimakan
oleh hewan.
c) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
d) Mengevaluasi kegiatan pembelajaran tadi dengan beberapa pertanyaan,
seperti:
- Guru : Hewan apa saja yang telah diajarkan tadi?
Siswa : ayam!
Siswa : bebek!
Siswa : kerbau!
- Guru : daru ketiga hewan tersebut, hewan apa yang paling besar?
Siswa : kerbau, Pak.
- Guru : kerbau makanannya apa?
Siswa : rumput, pak!
- Guru : kalau ayam dan bebek?
Siswa : Biji bijian pak!
e) Menutup kegiatan belajar mengajar dan memberikan salam.
- Dari hasil pada pertemuan pertama dengan menggunakan media
miniatur hewan dapat diambil satu kesimpulan: Siswa aktif dan
tidak bosan saat menerima materi dari guru. Terbukti saat sesi
evaluasi berlangsung, siswa ikut berpartisipasi.
Pertemuan II: Rabu, 5 Mei 2010
1) Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk pembelajaran dengan
menggunakan media miniatur hewan kuda, babi, dan gajah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
2) Membuka kegiatan belajar pembelajaran dengan berdoa dan memberikan
ucapan salam. Setelah itu menjelaskan standar kompetensi, kompetensi
dasar, dan indikator mengenai macam-macam hewan dan makanannya.
Lalu setelah itu memberikan apersepsi sebelum masuk ke materi pokok
dan hal - hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
3) Mengajak siswa ikut aktif dalam pembelajaran. Proses pembelajarannya
yaitu:
a) Mengenalkan nama-nama hewan kuda, babi, dan gajah kepada siswa.
b) Siswa dilibatkan untuk aktif dalam pembelajaran dengan cara
menyuruh siswa untuk memegang miniatur hewan
c) Saat siswa memengang miniatur hewan, guru menanyakan hewan apa
yang sedang dipegang siswa.
d) Setelah selesai mengenalkan macam-macam hewan, lalu dilanjutkan
dengan jenis-jenis makanan hewan.
e) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
f) Mengevaluasi kegiatan pembelajaran tadi dengan beberapa pertanyaan,
seperti:
- Guru : Hewan apa yang memiliki belalai?
Siswa : ee… gajah!
- Guru : Hewan apa yang makanannnya buah-buahan?
Siswa : apa ya, pak!
Guru : Hewan yang makan buah-buahan yaitu gajah. Kalau kuda
makanannya apa?
Siswa : rumput ya, pak?
a) Menutup kegiatan belajar mengajar dan memberikan salam.
Pada pertemuan kedua, yaitu mengenal nama-nama hewan dan
makanannya. Pada pertemuan kedua ini siswa kurang paham nama
hewan gajah. Hal ini dikarenakan hewan gajah jarang ditemui oleh
siswa. Gajah hanya ditemui siswa di kebun binatang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pertemuan III: Sabtu, 8 Mei 2010
1) Pertemuan terakhir atau ke-III pada siklus ini, peneliti dan guru kelas
memanfaatkan seberapa jauh tingkatan pemahaman siswa tentang materi
yang telah diberikan.
2) Soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda dengan sejumlah soal 10.
Dengan pembagian porsi 5 soal mewakili materi nama-nama hewan dan 5
soal mewakili jenis-jenis makanan hewan. ( Soal pada siklus 1 terlampir).
3) Siswa diberikan lembar soal dan jawaban lalu siswa langsung
mengerjakan.
4) Setelah waktu habis siswa mengumpulkan lembar jawabannya.
5) Guru dan peneliti menutup kegiatan belajar mengajar dan memberikan
salam.
6) Mencocokkan jawaban siswa dengan wali kelas.
- Setelah dicocokkan jawaban siswa dengan kunci jawaban, hasil yang
diperoleh adalah: Siswa mampu menjawab dengan benar 7 soal dan 3
soal dijawab salah. Soal yang dijawab dengan benar oleh siswa adalah
nomer ( 1, 2, 4, 6, 7, 9, 10 ). Dari hasil pre - test yang telah dilakukan
terjadi peningkatan sebesar 20 poin atau naik 20 %, fari nilai rata-rata
55 menjadi 75. Tapi hasil ini belum memenuhi indikator pencapaian
penelitian yaitu sebesar 80 %.
c. Observasi dan Interpretasi
Pada saat pembelajaran IPA berlangsung peneliti sebagai partisipan pasif
mengamati kegiatan belajar mengajar dari awal sampai akhir dan mencatat hasil
siklus I di dalam kelas didampingi guru. Pertemuan pertama dilaksanakan pada
hari Seni, 26 April 2010 dan berlangsung selama 2 x 35 menit. Guru mengawali
pembelajaran dengan melakukan apersepsi terhadap siswa, guru mengabsen
siswa, dan memberikan pertanyaan pancingan mengarah ke pelajaran mengenal
macam-macam hewan dan jenis makanannya.
Kemudian guru memberikan penjelasan dan pengarahan mengenai
pembelajaran IPA dengan menggunakan media miniatur hewan. Guru dan peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
melakukan persiapan pembelajaran dengan menggunakan media miniatur hewan.
Media miniatur hewan yang digunakan terbuat dari bambu dan kayu maoni.
Pada kegiatan pembelajaran awal, guru mengenalkan hewan ayam, bebek,
dan kerbau, serta jenis makanan hewan itu tersebut. Agar siswa ikut aktif dalam
pembelajaran, guru melibatkan siswa untuk memegang jenis-jenis miniatur ayam,
bebek, dan kerbau. Setiap siswa yang memegang satu miniatur hewan diteruskan
oleh guru dengan menunjukkan gambar jenis makanan yang dimakan hewan
miniatur yang dipegang siswa.
Pada pertemuan kedua, pembelajaran dengan materi yang sama, tetapi
media miniatur yang digunakan berbeda hewannya, yaitu hewan kuda, babi, dan
gajah. Proses pembelajaran sama seperti pelaksanaan pembelajaran pada pertemua
yang pertama. Guru melibatkan siswa untuk memegang jenis-jenis miniatur kuda,
babi, dan gajah. Setiap siswa yang memegang satu miniatur hewan diteruskan
oleh guru dengan menunjukkan gambar jenis makanan yang dimakan hewan
miniatur yang dipegang siswa. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
bertanya tentang hal – hal yang belum dimengerti. Setelah materi disampaikan
semua, lalu pada pertemuan III guru dan peneliti mengadakan tes. Tes ini
dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan siswa selama materi disampaikan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I terhadap proses belajar
mengajar IPA dengan menggunakan media miniatur hewan, diperoleh hasil
sebagai berikut:
1) Siswa aktif selama kegiatan apersepsi berjumlah 2 siswa. Tapi masih belum
maksimal, kadang – kadang siswa sering main sendiri.
2) Siswa aktif dalam kegiatan tanya-jawab berjumlah 1 siswa. Tapi siswa harus
dipancing dahulu sebelum akhirnya siswa aktif dalam kegiatan tanya – jawab.
3) Rata-rata nilai siswa meningkat sebesar 16 % dari nilai kondisi awal yaitu 4,6
menjadi 5,4 pada siklus I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 5. Peningkatan Prestasi siswa pada siklus I
No. Nama Siswa Kondisi Awal Siklus I Keterangan
1. Alv 50 50 Tetap
2. Dw 30 30 Tetap
3. Ing 50 60 Meningkat
4. L.D 50 70 Meningkat
5. Irf 50 60 Meningkat
Jumlah 230 270
Rata-rata Kelas 46 54
Rata – rata peningkatan 16%
Dari tabel 5 tersebut di atas dapat diketahui bahwa ada dua siswa yang
belum mengalami peningkatan nilai dan 3 siswa mengalami peningkatan nilai.
Besarnya peningkatan nilai siswa sebanyak 16%.
d. Analisis dan Refleksi
Secara umum terdapat beberapa kelemahan yang terjadi saat proses belajar
mengajar yaitu:
1) Guru masih kesulitan dalam membangkitkan antusias siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran IPA.
2) Guru kelihatan tidak percaya diri saat mengajar menggunakan media miniatur
hewan.
3) Keantusiasan, keaktifan dan kesungguhan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar masih rendah. Hal ini terlihat pada kegiatan apersepsi dan tanya-
jawab siswa masih kurang berpartisipasi.
4) Hanya satu siswa yang dapat menguasai materi sebesar 75 %. Hal ini
dikarenakan motivasi siswa saat mulai sampai akhir pembelajaran masih
rendah, sehingga banyak siswa yang tidak menaruh perhatian yang serius
saat proses belajar mengajar berlangsung.
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I, peneliti bersama guru
kolaborator mengadakan refleksi sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
1) Agar siswa lebih antusias, aktif dan sungguh-sungguh dalam mengikuti
pembelajaran, sebaiknya guru lebih tegas dalam menjelaskan hal-hal jika
siswa tidak memperhatikan.
2) Guru berusaha meningkatkan percaya diri saat mengajar menggunakan media
miniatur hewan, supaya tujuan dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai.
3) Untuk mendorong siswa agar keantuasiasannya, keaktifannya dan
kesungguhannya dalam mengikuti pembelajaran meningkat, sebaiknya guru
lebih banyak memberikan reward kepada siswa yang telah berusaha aktif saat
pembelajaran berlangsung.
2. Siklus II
a. Perencanaan tindakan II
Berdasarkan hasil refleksi tindakan pada siklus I, maka pada siklus kedua
ini peneliti bersama guru kolaborator berdiskusi mengenai cara yang tepat untuk
memperbaiki kekurangan pada siklus I. Tahap ini dilakukan pada hari Senin, 10
Mei 2010 di kantor guru. Setelah melakukan diskusi dengan guru kolaborator,
akhirnya didapatkan solusi untuk memperbaiki siklus sebelumnya, yaitu dengan
cara sebagai berikut:
1. Guru memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada siswa.
2. Penampilan guru saat mengajar menggunakan menggunakan media miniatur
hewan sebaiknya lebih diperbaiki lagi.
3. Guru memberikan reward yang lebih banyak kepada siswa yang berani maju
presentasi di depan kelas, misalnya memberikan pujian dengan berkata
”pintar” sambil menunjukkan ibu jari kepada siswa sebagai wujud hasil bagus
yang telah dicapai siswa.
4. Memberikan hukuman kepada siswa yang tidak memperhatikan pada saat
proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media miniatur hewan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tahap perencanaan tindakan II meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Peneliti bersama guru kolaborator mendiskusikan langkah-langkah
pembelajaran IPA dengan menggunakan media miniatur hewan, urutannya
sebagai berikut:
a) Langkah-langkah pada pertemuan pertama:
(1) Pertemuan pertama pada siklus 2 direncanakan akan dilakukan pada
Rabu, tanggal 12 Mei 2010.
(2) Guru mempersiapkan peralatan dan media yang akan digunakan untuk
pembelajaran IPA.
(3) Guru membuka kegiatan belajar mengajar dengan berdoa dan setelah
itu memberikan salam.
(4) Guru menjelaskan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
indikator dalam pembelajaran IPA mengenal macam-macam hewan
dan makanannya.
(5) Guru membagikan materi yang ber bentuk gambar beserta dengan
penjelasannya dan menyuruh siswa diberi waktu 15 menit untuk
membaca materi pelajaran yang sudah dibagikan.
(6) Setelah selesai membaca guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya.
(7) Lalu setelah selesai membaca materi dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya, guru mulai mengenalkan macam-macam
hewan dengan media miniatur hewan.
(8) Guru bersama-sama dengan siswa aktif dalam pembelajaran dengan
media miniatur hewan yang digunakan masih sama seperti pada siklus
I yaitu: ayam, bebek, kerbau, kuda, babi, dan gajah.
(9) Setelah selesai menyampaikan materi guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya.
(10) Setelah selesai menyampaikan materi guru menutup kegiatan belajar
mengajar dengan berdoa dan memberikan salam.
b) Langkah-langkah pertemuan kedua:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
(1) Untuk pertemuan kedua pada siklus 2 peneliti merencanakan pada hari
Sabtu tanggal 15 Mei 2010.
(2) Pada pertemuan kedua ini peneliti merencanakan untuk melakukan tes
untuk mengetahui kemampuan siswa setelah ditreatment menggunakan
media miniatur hewan.
(3) Waktu yang disediakan untuk tes pada pertemuan kedua siklus 2 adalah 35
menit.
(4) Guru membagikan soal kepada siswa beserta dengan lembar jawabannya.
(5) Setelah selesai mengerjakan soal siswa mengumpulkan lembar jawaban
dan guru menutup kegiatan belajar mengajar.
(6) Lalu guru dan peneliti mengoreksi hasil tes siswa tadi.
b. Pelaksanaan tindakan II
Pelaksanaan tindakan II dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada
hari Senin tanggal 17 Mei 2010 dan Selasa, 18 Mei 2010 di ruang kelas 5 di SLB
C Dharma Anak Bangsa Klaten. Dalam pelaksanaan siklus ini, guru menerapkan
solusi yang telah didiskusikan dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan-
kekurangan pada siklus I.
Pertemuan I: Senin 17 Mei 2010
Adapun pelaksanaannya tindakan II pertemuan I dengan menerapkan
penggunaan media miniatur hewan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 17 Mei
2010 sebagai berikut:
1) Guru dan peneliti menyiapkan materi, alat dan bahan yang akan digunakan
untuk pembelajaran IPA dengan menggunakan media miniatuar hewan.
2) Guru mengajak siswa untuk masuk ke dalam kelas untuk memulai kegiatan
belajar mengajar. Lalu setelah itu guru membuka kegiatan belajar mengajar
dengan berdoa dan memberikan salam.
3) Setelah itu guru membacakan standar kompetensi, kompetensi dasar dan
indikator yang harus dicapai siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
4) Guru membagikan materi yang sudah dicetak dalam bentuk gambar,
kemudian siswa diberi waktu 15 menit untuk membaca materi pelajaran
yang sudah dibagikan.
5) Setelah selesai membaca, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya. Pada siklus 2 ini siswa bertanya mengenai, ”Jenis-jenis hewan apa
saja yang banyak ditemui di sekitar lingkungan siswa” dan guru menjawab:
”hewan yang sering ditemui di sekitar lingkungan siswa adalah hewan ayam,
bebek, kuda.”
6) Lalu setelah selesai membaca materi dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya, guru bersama-sama dengan siswa aktif dalam
pembelajaran dengan cara memegang miniatur hewan.
7) Saat siswa memegang miniatur hewan, guru menanyakan hewan apa yang
sedang dipegang siswa.
8) Setelah selesai mengenalkan macam-macam hewan, lalu dilanjutkan dengan
jenis-jenis makanan hewan.
9) Setelah selesai mengenalkan macam-macam hewan dan makanannya guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. ”Ada yang ingin
kamu tanyakan mengenai jenis-jenis hewan dan makanannya yang telah kita
pelajari tadi?” kata Guru. Siswa pun mengajukan satu pertanyaan, ”Pak,
kerbau makananya rumput?”, tanya siswa. Guru menjawab pertanyaan
siswa, ”sebab kerbau termasuk jenis pemakan rumput”.
10) Setelah selesai menyampaikan materi, guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya.
11) Setelah selesai tanya – jawab lalu guru menutup kegiatan belajar mengajar
dengan berdoa dan memberikan salam.
Pada siklus 2 pertemuan I, ada peningkatan yang cukup signifikan. Yaitu
pada saat apersepsi siswa antusias dalam memperhatikan. Dan pada saat
pengenalan macam-macam hewan hewan dan makanannya siswa aktif
mengikuti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Pertemuan II: Selasa 18 Mei 2010
Pada pertemuan ke-II ini guru dan peneliti melakukan tes, untuk
mengetahui kemampuan siswa pada siklus 2 setelah diberikan treatment dengan
variasi yang berbeda dengan siklus I.
1) Pertemuan terakhir atau ke-II pada siklus 2 ini, peneliti dan guru kelas
memanfaatkan waktu ini untuk tes. Tes yang dimaksud adalah untuk
mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman siswa tentang materi yang telah
diberikan.
2) Soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda dengan sejumlah soal 10.
Dengan pembagian porsi 5 soal mewakili materi nama-nama hewan dan 5
soal mewakili jenis-jenis makanan hewan. ( Soal pada siklus 1 terlampir).
3) Siswa diberikan lembar soal dan jawaban lalu siswa langsung mengerjakan.
4) Setelah waktu habis siswa mengumpulkan lembar jawabannya.
5) Guru dan peneliti menutup kegiatan belajar mengajar dan memberikan salam.
6) Mencocokkan jawaban siswa dengan wali kelas.
Setelah dicocokkan jawaban siswa dengan kunci jawaban, hasil yang
diperoleh adalah: Siswa mampu menjawab dengan benar 7 soal dan 3 soal
dijawab salah. Soal yang dijawab dengan benar oleh siswa adalah nomer ( 1,
2, 4, 6, 7, 9, 10 ). Dari hasil pre - test yang telah dilakukan terjadi
peningkatan sebesar 15 poin atau 15% dari nilai rata-rata pada siklus I sebesar
75 menjadi 90. Hasil rata-rata tersebut telah memenuhi standar nilai lebih dari
80.
c. Observasi dan Interpretasi
Dalam kegiatan pelaksanaan tindakan II peneliti bertindak sebagai
partisipan pasif. Kegiatan observasi bertujuan untuk menjelaskan apakah
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus I dapat teratasi dengan solusi-
solusi yang telah didiskusikan antara kolaborator.
Pertemuan pertama dilaksanakan Senin, 17 Mei 2010. Sebelum kegiatan
belajar mengajar dimulai guru dan peneliti menyiapkan bahan dan materi yang
nantinya akan digunakan. Pembelajaran diawali guru dengan berdoa dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
mengucapkan salam, setelah itu guru menanyakan keadaan siswa dengan
menyuruh siswa untuk menuliskan perasaannya ke dalam kertas sebelum
pembelajaran dimulai dan mengabsen kehadiran siswa. Kemudian guru
menjelaskan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dalam
pembelajaran IPA tersebut.
Lalu setelah selesai membaca materi dan memberikan kesempatan untuk
bertanya, guru dan peneliti mengajak siswa ke luar kelas dan menuju halaman
tempat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Di halaman sekolah yang
sebelumnya telah dipersiapkan bahan – bahan dan alat yang akan digunakan untuk
kegiatan pembelajaran.
Guru mengenalkan hewan ayam, bebek, dan kelinci, serta jenis makanan
hewan itu tersebut. Agar siswa ikut aktif dalam pembelajaran, guru melibatkan
siswa untuk memegang jenis-jenis miniatur ayam, bebek, dan kerbau. Setiap
siswa yang memegang satu miniatur hewan diteruskan oleh guru dengan
menunjukkan gambar jenis makanan yang dimakan hewan miniatur yang
dipegang siswa.
Pada pertemuan kedua Selasa, 18 Mei 2010, guru mengawali pembelajaran
dengan tanya jawab tentang hal-hal menarik apa yang kalian dapatkan saat
kegiatan belajar mengenal macam-macam hewan dan makanannya? Siswa pun
mengajukan satu pertanyaan, ”Pak, kerbau makananya rumput?”, tanya siswa.
Guru menjawab pertanyaan siswa, ”sebab kerbau termasuk jenis pemakan
rumput”.Setelah selesai menyampaikan materi guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya.
Setelah tanya jawab guru dan siswa, guru memberikan lembar soal tertulis
dalam bentuk pilihan ganda, guru memberikan beberapa pengarahan. Pertama
pengarahan yang diberikan yaitu tentang tata cara menjawab soal pilihan ganda
yang sebelumnya telah dibaca tanpa harus menulis soalnya lagi dan menuliskan
jawabannya berupa pilihan jawaban yaitu a, b, c, atau d. Selanjutnya waktu yang
disediakan untuk siswa mengerjakan soal adalah 20 menit. Jadi waktu yang
dibutuhkan untuk mengerjakan satu soal adalah 2 menit. Kemudian guru
memberikan pengarahan kepada siswa, guru mulai membagikan lembar soal dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
lembar jawaban kepada siswa. Kemudian guru mempersilakan siswa untuk
mengerjakannya. Setelah waktu 20 menit waktu berlalu, guru membunyikan
alarm tanda waktu telah habis dan siswa mengumpulkan lembar jawabannya dan
siswa pun diijinkan istirahat.
Guru bersama peneliti kemudian bersama – sama mengoreksi lembar
jawaban yang telah dijawab siswa. Setelah dicocokkan antara lembar jawaban
siswa dan kunci jawaban yang diperoleh hasil, 3 siswa mampu menjawab dengan
benar 8 soal dari 10 soal yang dikerjakan. Ini berarti, sebagian besar anak telah
mencapai indikator pencapaian 80 % .
Dari observasi terhadap proses kegiatan belajar - mengajar tersebut dapat
dinyatakan sebagai berikut:
1) Siswa aktif dalam kegiatan apersepsi.
2) Siswa yang aktif dalam kegiatan tanya – jawab.
3) Rata-rata nilai siswa meningkat sebesar 24 % dari nilai siklus I yaitu 5,4
menjadi 6,6 pada siklus II.
Tabel 6. Peningkatan Prestasi siswa pada siklus II
No. Nama Siswa Kondisi
Awal
Siklus I Siklus II Keterangan
1. Alv 50 50 50 Tetap
2. Dw 30 30 30 Tetap
3. Ing 50 70 90 Meningkat
4. L.D 50 60 80 Meningkat
5. Irf 50 60 80 Meningkat
Jumlah 230 270 330
Rata-rata Kelas 46 54 66
Rata – rata peningkatan 16% 24%
Dari tabel 6 tersebut di atas dapat diketahui bahwa ada dua siswa yang
belum mengalami peningkatan nilai dan 3 siswa mengalami peningkatan nilai.
Besarnya peningkatan nilai siswa dari siklus I ke siklus II sebanyak 24%,
sehingga peningkatan prestasi belajar siswa dari kondisi awal ke siklus II sebesar
16% + 24% = 40%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
d. Analisis dan Refleksi
Secara keseluruhan pembelajaran IPA berlangsung dengan lancar. Semua
kelamahan – kelemahan dapat diatasi dengan baik. Guru berhasil membangkitkan
keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA siswa pun meningkat saat
pembelajaran dengan menggunakan media miniatur hewan.
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Siklus I
Hasil tes mata pelajaran IPA pada Siklus I
Dari tes yang mengungkap kemampuan siswa mengenal jenis-jenis hewan
dan makanannya diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 8. Perolehan Nilai IPA Siklus I
No. Nama Siswa Item Yang
Benar
Tingkat
Penguasaan
Keterangan
1. Alv 50 50% K (Kurang)
2. Dw 30 30% K (Kurang)
3. Ing 70 70% B (Baik)
4. L.D 60 60% B (Baik)
5. Irf 60 60% B (Baik)
Jumlah 270 270%
Rata-rata Kelas 54 54% K (Kurang)
Pada tabel 8 di atas menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan
dalam prestasi belajarnya. Ini dapat dilihat dari jumlah soal yang mampu dijawab
dengan benar dan paling tinggi 7 soal. Jika meninjau dari hasil pada siklus I dapat
dikategorikan nilai siswa yang meningkat sebanyak anak dilihat dari nilai kondisi
awal ke siklus I sebesar 18 %. Ini terjadi karena siswa sebelumnya telah
mendapatkan perlakuan yaitu dengan media miniatur hewan. Sewaktu pelajaran
IPA dengan materi mengenal macam-macam hewan dan jenis makanannya
berlangsung guru dan peneliti menggunakan miniatur hewan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
2. Deskripsi Kondisi Siklus II
Hasil tes mata pelajaran IPA pada Siklus 2
Setelah peneliti melihat pada siklus I indikator pencapaian tidak terpenuhi
maka siklus 2 dilakukan untuk peningkatan dari prestasi belajar IPA itu sendiri.
Berikut ini data nilai siklus 2 disajikan dalam bentuk tabel.
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi yang telah dilakukan di siklus 2
dapat dinyatakan bahwa indikator pencapaian yang telah ditetapkan telah
mencapai hasil yang optimal dan dapat dikatakan bahwa pembalajaran IPA
dengan menggunakan miniatur hewan telah berhasil dan menunjukkan
peningkatan dari segi proses maupun hasil belajar: Peningkatan tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9. Perolehan Nilai Siklus 2
No. Nama Siswa Item Yang
Benar
Tingkat
Penguasaan
Keterangan
1. Alv 50 5% K (Kurang)
2. Dw 30 30% K (Kurang)
3. Ing 90 90% A (Sangat baik)
4. L.D 80 80% B (Baik)
5. Irf 80 80% B (Baik)
Jumlah 330 330%
Rata-rata Kelas 66 66% C (Cukup)
Pada tabel 9 di atas menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan
prestasi belajar IPA setelah dilakukan siklus 2. Ini terlihat dari indikator
ketercapaian yang telah dilampaui siswa. Selain itu juga keaktifan siswa dalam
proses belajar mengajar juga meningkat. Ini terbukti dari keaktifan siswa yang
jauh lebih dibandingkan dengan siklus I. Besarnya peningkatan dari siklus 1 ke
siklus II sebesar 24%, dari nilai rata-rata kelas 5,4 menjadi 6,6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Penyajian data hasil penelitian akan lebih jelas peningkatannya bila
menampilkan hasil tes observasi pada tiap siklusnya baik dalam bentuk tabel
maupun grafik, peningkatan prestasi belajar IPA siswa kelas 5 SLB C Dharma
Anak Bangsa Klaten Tahun Ajaran 2009/2010 dengan menggunakan media
miniatur hewan, anak Tunagrahita pada tiap siklusnya dapat dilihat pada tabel 12
dan disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini.
Tabel 10. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek Alv
Keterangan Kemampuan
Awal
Siklus I Siklus 2 Keterangan
Nilai 50 50 50 Tidak ada
peningkatan % Tuntas 0% 0% 0%
% Peningkatan 0% 0%
Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa siswa bernama Alvia P.K tidak
mengalami peningkatan prestasi belajar. Ketuntasan belajar siswa 0%, dari nilai
kondisi awal sampai ke siklus II nilai siswa tetap 5. Hal ini terjadi berdasarkan
hasil observasi selama pembelajaran siswa lebih banyak diam dan tidak aktif.
Guna mengetahui ketuntasan belajar siswa disajikan gambar 1, di bawah ini.
Grafik 1. Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek Alv
100
90 80 70 60 50 40 30 20 10
0
KONDISI
AWAL
SIKLUS I
SIKLUS II
RATA-RATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Tabel 11. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek Dw
Keterangan Kemampuan
Awal
Siklus I Siklus 2 Keterangan
Nilai 30 30 30 Tidak ada
peningkatan % Tuntas 0% 0% 0%
% Peningkatan 0% 0%
Grafik 2. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek Dw
Berdasarkan pada tabel 11 dan gambar 2 dapat diketahui bahwa siswa
yang bernama Dw selama pembelajaran tidak mengalami peningkatan. Nilai
kondisi awal siswa 3 sampai ke siklus II nilai tetap 3. Siswa tidak mengalami
peningkatan berdasarkan hasil observasi siswa sibuk sendiri dan tidak
memperhatikan pelajaran.
Selanjutnya, untuk siswa yang ketiga bernama Ing ada peningkatan dari
kondisi awal sampai siklus ke II sebesar 40% dari nilai kondisi awal 5 menjadi 9
pada siklus II. Hasil perolehan nilai keseluruhan siswa Ing disajikan di bawah ini.
Tabel 12. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek Ing
Keterangan Kemampuan
Awal
Siklus I Siklus 2 Keterangan
Nilai 50 70 90 Ada
peningkatan % Tuntas 0% 70% 90%
% Peningkatan 20% 40%
100
90 80 70 60 50 40 30 20 10
0
KONDISI
AWAL
SIKLUS I
SIKLUS II
RATA-RATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Berdasarkan tabel 12 tersebut dapat diketahui siswa Ing mengalami
peningkatan ketuntasan belajar secara bertahap sampai 40%. Perolehan nilai pada
tabel 8 tersebut dapat dibuat grafik untuk memperjelas keterangan, sebagai
berikut:
Grafik 3. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek Ing
Subjek yang keempat yaitu siswa bernama L.D mengalami peningkatan
belajar dari kondisi awal sampai ke siklus II. Peningkatan prestasi L.D dari
kondisi awal nilai 5 dan siklus II nilai 8, berarti ketuntasan belajar L.D sebanyak
30%.
Tabel 13. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek L.D
Keterangan Kemampuan
Awal
Siklus I Siklus 2 Keterangan
Nilai 50 60 80 Ada
peningkatan % Tuntas 0% 60% 80%
% Peningkatan 10% 30%
100
90 80 70 60 50 40 30 20 10
0
KONDISI
AWAL
SIKLUS I
SIKLUS II
RATA-RATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Perolehan nilai pada tabel 13 tersebut dapat dibuat grafik untuk
memperjelas keterangan, sebagai berikut:
Grafik 4. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek L.D
Berdasarkan grafik 4 tersebut dapat diketahui siswa L.D mengalami
peningkatan ketuntasan belajar secara bertahap sampai 30%. Besarnya
peningkatan ketutasan belajar siswa dapat diketahui melalui sikap siswa saat
diobservasi, siswa aktif dan memperhatikan penjelasan guru.
Siswa terkahir atau kelima yaitu Irf. Siswa tersebut dalam proses
pembelajaran berdasarkan hasil observasi terlihat aktif dan mau bertanya pada
guru sehingga hasil prestasi siswa selalu meningkat dan ketuntasan belajar juga
meningkat sebesar 30%. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar dan
ketuntasan belajar dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini:
Tabel 14. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek Irf
Keterangan Kemampuan
Awal
Siklus I Siklus 2 Keterangan
Nilai 50 60 80 Ada
peningkatan % Tuntas 0% 60% 80%
% Peningkatan 10% 30%
100
90 80 70 60 50 40 30 20 10
0
KONDISI
AWAL
SIKLUS I
SIKLUS II
RATA-RATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Perolehan nilai pada tabel 10 tersebut dapat dibuat grafik untuk
memperjelas keterangan, sebagai berikut:
Grafik 5. Perolehan Nilai Kondisi Awal – Siklus II Subjek Irf
Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas, terlihat bahwa nilai tes
belajar IPA dari kondisi awal, kemudian dalam pelaksanaan tiap - tiap siklus
mengalami peningkatan. Peran guru dalam keterampilan mengelola kelas dan
menjelaskan juga sangat membantu tercapainya peningkatan prestasi belajar IPA
siswa kelas V. Terlihat dari kemampuan awal, presentase ketuntasan hanya
mencapai 0 %. Selanjutnya pada siklus I presentase tuntas mulai menampakkan
peningkatan persentase pada tiga siswa (Alvian D.R, L.D dan Muh Irfan Y),
dengan peningkatan ketuntasan belajar antara 30%-40%.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan dalam skripsi ini meliputi penjabaran mengenai peningkatan
prestasi belajar saat pembelajaran IPA dengan menggunakan media miniatur
hewan pada siswa dasar kelas 5 SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten Tahun
Ajaran 2009/2010. Melalui penguraian lebih lanjut berdasarkan data hasil
penelitian yang dikeluarkan dengan teori yang relevan. Disertai pembahasan
tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam peningkatan prestasi belajar dengan
menggunakan media miniatur hewan.
100
90 80 70 60 50 40 30 20 10
0
KONDISI
AWAL
SIKLUS I
SIKLUS II
RATA-RATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
1. Peningkatan prestasi belajar IPA dengan Menggunakan media miniatur
hewan pada siswa kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten Tahun
Ajaran 2009/2010
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas dasar 5
dalam mengenal macam-macam hewan dan makanannya mengalami peningkatan
setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media miniatur hewan.
Dari tabel 5 dan grafik 1 di atas, merupakan bukti konkret adanya
peningkatan prestasi belajar siswa dasar kelas 5 SLB C Dharma Anak Bangsa
Klaten setelah mendapat perlakuan yaitu menggunakan media miniatur hewan.
Hasil tersebut relevan dengan pendapat Nana Sudjana (1987:99) mengemukakan
bahwa alat peraga sering disebut audio visual, yang memiliki arti bahwa alat
peraga berguna unuk memudahkan guru agar bahan pelajaran yang disampaikan
lebih mudah dipahami oleh para siswanya. Termasuk memudahkan guru yang
mengajar siswa tunagrahita.
Alat peraga mempunyai peran penting bagi siswa tungrahita yang
memiliki keterbatasan dalam penerimaan informasi visual. Keterbatasan ini,
membuat proses belajar mereka menjadi terhambat. Media akan membantu siswa
dalam pembelajaran. Melalui media, semua informasi yang seharusnya
tersampaikan dalam bentuk visual dapat disajikan dalam bentuk lain.
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu
untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Metode dan alat
merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi
sebagai tehnik atau cara untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada
tujuan. Dalam proses belajar mengajar alat peraga digunakan dengan tujuan
membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien. Alat peraga
sebagai media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang
digunakan guru atau pendidik dalam rangka melakukan kegiatan pembelajaran
(Danim, 1994: 6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Kenneth H. Hoover dalam Moh Uzer Usman (1989:28), memberikan
beberapa prinsip tentang penggunaan alat peraga sebagai berikut:
7) Merupakan alat bantu yang dianggap paling baik
8) Alat – alat tertentu tepat daripada yang lain berdasarkan jenis pengertian atau
dalam hubungannya dengan tujuan.
9) Audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan merupakan bagian yang
integral dari pengajaran.
10) Perlu diadakan persiapan yang seksama oleh guru dan siswa mengenai alat
audiovisual
11) Siswa menyadari tujuan alat audiovisual dan merespon data yang diberikan.
12) Alat audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan untuk menambah
kemampuan komunikasi kemungkinan belajar lebih leluasa karena adanya
hubungan antara alat dengan sumber.
Adanya prinsip tersebut berdampak pada fungsi alat peraga. Nana Sudjana
(1987:68), mengatakan bahwa fungsi alat peraga dalam proses belajar mengajar
adalah sebagai berikut:
5) Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi
sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar yang efektif.
6) Penggunaan alat peraga merupakan bagian integral dari keseluruhan situasi
belajar.
7) Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral / sesuai dengan tujuan
dari materi pelajaran.
8) Penggunaan alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk
mempercepat proses belajar mengajar dalam membantu siswa dalam
menangkap pengertian dari pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Salah satu jenis alat peraga atau media pendidikan adalah miniatur. Alat
peraga miniatur adalah alat pelajaran yang berupa benda tiruan yang bentuknya
sama atau lebih kecil dari benda sebenarnya yang digunakan oleh guru guna
memudahkan dalam penyampaian materi pelajaran agar dapat diterima oleh anak
didik dengan mudah. Penggunaan alat peraga miniatur pada umunya digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
untuk pelajaran Saint, sebab pada pelajaran tersebut lebih banyak kegiatan
praktikumnya dibanding dengan kegiatan teorinya.
Adapun kelebihan alat peraga miniatur seperti yang dikemukakan dalam
penataran lokakarya tahap III P3G (1981:23) adalah :
8) Alat peraga miniatur memberikan sumbangan bagi pengertian yang lebih
hidup dan lebih menarik.
9) Alat peraga miniatur dapat mengembangkan pengertian dengan lebih baik.
10) Alat peraga miniatur mudah dipahami
11) Alat peraga miniatur lebih mudah dibawa ke dalam ruang kelas.
12) Alat peraga miniatur sangat membantu dalam mewujudkan realitas yang tidak
dapat dilihat tetapi juga dapat diraba.
13) Alat peraga miniatur mudah untuk digunakan.
14) Alat peraga miniatur dapat menghilangkan verbalisme.
Guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan media miniatur
berarti guru memperhatikan karakteristik pembelajar dan prinsip-prinsip belajar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Dimyati dan Mujiono (1999:76) bahwa
pembelajaran tidak mengabaikan karakteristik pembelajar dan prinsip-prinsip
belajar. Adanya karakateristik pembelajar dan prinsip-prinsip tersebut, maka guru
dituntut untuk memusatkan perhatian, mengelola, menganalisis dan
mengoptimalkan hal-hal yang berkaitan dengan (i) perhatian dan motivasi belajar
siswa (ii) keaktifan siswa (iii) optimalisasi keterlibatan siswa (iv) melakukan
pengulangan-pengulangan belajar (v) pemberian tantangan agar siswa
bertanggung jawab (vi) memberikan balikan dan penguatan terhadap siswa dan
(vii) mengelola proses belajar sesuai perbedaan individual siswa.
Alat peraga miniatur yang berupa miniatur hewan dapat dibawa ke dalam
kelas. Dalam hal ini membuktikan bahwa alat peraga minitur yang berwujud
hewan, kemudian diwujudkan dalam bentuk tiruan dan dalam bentuk mini dapat
diberikan kepada anak di dalam kelas. Demikian juga terhadap obyek-obyek
sebenarnya yang tidak dapat dibawa ke dalam kelas dapat diwujudkan dalam
bentuk miniatur, misalnya pohon, candi dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Penggunaan alat peraga miniatur dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
membuat anak lebih mudah dalam menerima tanggapan dari materi yang
disampaikan oleh guru. Perhatian anak terpusat pada alat peraga miniatur yang
digunakan oleh guru, sebab seolah-olah anak melihat obyek yang sebenarnya
walaupun dalam ukuran kecil, dan anak mudah mengingatnya.
Nash dalam Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis (1963: 12)
mengatakan bahwa IPA itu suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara
IPA mengamati alam dunia bersifat analitis, lengkap, cermat, serta
menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga
keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang obyek yang
diamatinya.
Materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diberikan kepada
anak tunagrahita telah dibuktikan menggunakan media yang konkrit yaitu media
miniatur, mudah dipahami. Media miniatur hewan, telah menarik siswa, dan siswa
memperoleh aktivitas yang menyenangkan sehingga anak termotivasi untuk
belajar IPA. Penggunaan media miniatur hewa sesuai dengan kondisi anak, mudah
digunakan dan mudah didapat, serta dapat memperjelas materi pelajaran yang
disampaikan akan meningkatkan prestasi belajar anak tunagrahita mampu didik.
2. Prestasi belajar siswa IPA meningkat
Winkel (1991) menyatakan bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan
usaha yang dapat dicapai. Di dalam pengertian tersebut prestasi merupakan suatu
usaha yang telah dilaksanakan menurut batas kemampuan dari pelaksanaan suatu
usaha tersebut.
Prestasi belajar mempunyai arti penguasaan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai tes, angka
aktivitas belajar dalam menerima, memahami dan menguasai materi yang
dipelajari, baik berupa angka atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan
hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam periode tertentu.
Ahmadi dan Supriyono (1991) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa dipengaruhi dari faktor eksternal. Faktor
eksternal merupakan faktor di luar individu. Faktor internal pada siswa di sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
adalah guru. Guru dan cara mengajar, sikap kepribadian guru termasuk
didalamnya cara guru memberikan atau menyampaikan materi pelajaran dan
bagaimana guru dapat membawa kepada suasana yang kondusif agar peserta didik
dapat termotivasi dan berminat serta siap menerima materi, tinggi rendahnya
pengetahuan yang dimiliki guru. Materi yang dipelajari, antara lain instrument
atau pelengkapan belajar, kurikulum, program pembelajaran dan pedoman belajar
berpengaruh besar terhadap prestasi belajar.
Dari tes yang dilakukan pada observasi awal, diketahui hasil belajar siswa
rendah. Terbukti dengan siswa hasil tes siswa mendapatkan nilai 60. Hal ini
terlihat dari capaian tes yang telah dilakukan. Pada siklus I diketahui bahwa nilai
siswa meningkat menjadi 70, setelah dilakukan treatmen dengan menggunakan
media miniatur hewan. Dengan nilai ini, indikator ketercapaian dari penelitian
belum terpenuhi. Oleh karena itu diadakanlah siklus II dengan menggunakan dan
media yang sama. Setelah dilakukan peningkatan prestasi belajar ini terlihat saat
tes mengukur kemampuan setelah diberikan treatmen.
Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari nilai yang melebihi indikator
ketercapaian yaitu 90. Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari tabel
perolehan nilai berikut ini.
Tabel 15. Keseluruhan Perolehan Nilai Dari Mata Pelajaran IPA
No. Nama Kondisi
Awal
Siklus Siklus II Keterangan
1. Alv 50 50 50 Tetap
2. Dw 30 30 30 Tetap
3. Ing 50 70 90 Meningkat
4. L.D 50 60 80 Meningkat
5. Irf 50 60 80 Meningkat
Jumlah 230 270 330
Rata-rata 46 54 33
Presentase 16% 24%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Perolehan nilai pada tabel 15 tersebut dapat dibuat grafik untuk
memperjelas keterangan, sebagai berikut:
Grafik 6. Keseluruhan Perolehan Nilai Dari Mata Pelajaran IPA
Adanya peningkatan ketuntasan belajar dan tidak ada peningkatan
dikarenakan sikap siswa yang mengalami banyak perubahan sebelum
menggunakan media miniatur hewan dengan menggunakan media alam sekitar
siswa pasif, jarang bertanya dan gampang bosan, tapi setelah dilakukan treatmen
dengan menggunakan media miniatur sikap siswa sekarang menjadi aktif dan
sering bertanya kepada guru mengenai materi yang belum dipahami, khususnya
dengan materi mengenal macam-macam hewan dan jenis-jenis makanannya.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
KONDISI AWAL
SIKLUS I
SIKLUS II
RATA-RATA
Keterangan:
= Alvi = Ing = Irf
= Dw = L.D = Rata-rata kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Sedangkan sikap siswa yang tidak mengalami ketuntasan belajar karena bersikap
pasif, diam, sibuk sendiri, dan tidak bertanya pada guru.
Berdasarkan hasil dari data yang di dapat di atas maka dapat disimpulkan
bahwa prestasi belajar anak tuna grahita kelas V di SLB C Dharma Anak Bangsa
meningkat,hal ini ditunjukan dengan adanya peningkatan nilai yang dicapai pada
saat dilakukan test.Dapat dilihat dari Rata rata nilai IPA pada kondisi awal yang
berkisar 30 kemudian setelah dilakukan siklus 1 meningkat menjadi 55 dan
terakhir setelah siklus ke 2 rata rata nilainya meningkat menjadi 70.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan alat peraga miniatur efektif dalam meningkatkan prestasi belajar Ilmu
pengetahuan Alam pada anak tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa
Klaten tahun ajaran 2009/2010.
B. Implikasi
Dari kesimpulan penelitian di atas bahwa alat peraga miniatur dapat
membantu dalam upaya peningkatan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada
anak tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten tahun ajaran
2009/2010. Dari hasil kesimpulan tersebut dapat diimplikasikan bahwa alat peraga
miniatur hewan dapat digunakan dalam proses pembelajaran IPA untuk mengenal
jenis-jenis hewan dan makanannya bagi anak tunagrahita kelas V SLB C Dharma
Anak Bangsa Klaten, sehingga dapat diketahui bahwa alat peraga miniatur
merupakan alat peraga yang sesuai dengan kondisi siswa tunanetra. Kesesuaian
penggunaan alat peraga miniatur bagi siswa tunagrahita untuk pelajaran IPA dapat
dilihat dari proses kegiatan pembelajaran dengan alat peraga miniatur hewan
mampu membangkitkan motivasi siswa untuk belajar karena siswa dapat
berinteraksi langsung dengan jenis-jenis hewan melalui alat peraga miniatur
hewan.
C. Saran
Berkaitan dengan simpulan di atas, maka peneliti dapat mengajukan saran-
saran sebagai berikut :
2. Saran kepada Kepala Sekolah
a. Disarankan bagi Kepala Sekolah untuk menyediakan lebih lengkap alat
peraga pembelajaran miniatur dalam proses belajar mengajar terutama
pada saat pelajaran IPA. Adapun cara yang dapat dilakukan oleh pihak
Kepala Sekolah, diantaranya, yaitu
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
1) memperbanyak alat peraga miniatur dengan membeli alat peraga
miniatur sesuai dengan kemampuan sekolah.
2) menekankan kepada guru untuk menggunakan alat peraga miniatur
dalam setiap pembelajaran yang dapat mengggunakan miniatur sebagai
alat peraga belajar.
3. Saran kepada Guru
Guru sebagai motivator belajar siswa diharapkan mampu memotivasi
siswa untuk belajar dan berdasarkan hasil penelitian ditemukan bukti bahwa
alat peraga pembelajaran dalam peningkatan minat siswa untuk belajar dan
siswa ikut aktif dalam pembelajaran, maka disarankan kepada guru siswa
tunagrahita untuk menggunakan alat peraga miniatur yang sesuai dengan
materi pelajaran. Misalnya, materi untuk mengenal macam-macam hewan
menggunakan miniatur hewan ayam, bebek, kerbau, kuda, babi, dan gajah atau
miniatur lainnya yang mudah diperoleh dan sesuai dengan materi pelajaran.
4. Saran kepada Peneliti lain
Kelemahan dalam penelitian ini yaitu keterbatasan dan pengetahuan
peneliti sehingga pembahasan kurang maksimal, masih ada kekurangan,
pembahasan kurang mendalam. Oleh sebab itu, bagi peneliti lain disarankan
untuk meningkatkan pemahaman penelitian tindakan kelas terlebih dahulu
secara mendalam sebelum dilakukan penelitian. Adapun cara untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dapat dilakukan oleh peneliti
selanjutnya dengan cara mencari sumber-sumber data dan teori tentang alat
peraga miniatur, yang dapat diperoleh melalui internet, majalah, dan surat
kabar. Selain itu, bagi para peneliti selanjutnya disarankan pula untuk
menggunakan alat peraga pelajaran yang berbeda, tidak hanya menggunakan
alat peraga miniatur hewan tetapi juga menggunakan miniatur lainnya, seperti
miniatur tumbuh-tumbuhan.