19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah tidak lain dari reaksi hospitalisasi serta dampak yang ditimbulkannya. Sebagaimana komitmen dalam mengatasi hal tersebut baik secara individual maupun secara social yaitu upaya meminimalkan dampak serta memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi. Fungsi dari rumah sakit adalah melengkapi suatu lingkungan dimana anak yang sakit dapt dibantu untuk mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tujuannya adalah untuk menyembuhkan atau memperbaiki status fisik dan mental sehingga anak dapat berkembang dalam keterbatasannya. Hal ini melibatkan suatu kerja tim, dan pada hakikatnya masyarakat rumah sakit terdiri dari suatu tim atau suatu kelompok orang masing-masing dengan suatu fungsi spesifik serta menyumbang bagi suatu tujuan yang diinginkan, kecuali jika batas-batas dari setiap kelompok dipadukan, kendatipun hal ini secara tidak kentara, maka secara keseluruhan sasaran ini tidak dapat dicapai. Betapapun ramahnya staf,tetapi tetap terdapat perasaan ketakutan dan terror bagi anak-anak. Hal ini berkaitan dengan umur anak: semakin muda anak maka akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah sakit. Hal ini tidak berlaku sepenuhnya 1 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

anak dengan hospitalisasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KEPERAWATAN ANAK

Citation preview

Page 1: anak dengan hospitalisasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah tidak lain

dari reaksi hospitalisasi serta dampak yang ditimbulkannya. Sebagaimana komitmen

dalam mengatasi hal tersebut baik secara individual maupun secara social yaitu upaya

meminimalkan dampak serta memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi.

Fungsi dari rumah sakit adalah melengkapi suatu lingkungan dimana anak

yang sakit dapt dibantu untuk mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tujuannya

adalah untuk menyembuhkan atau memperbaiki status fisik dan mental sehingga anak

dapat berkembang dalam keterbatasannya. Hal ini melibatkan suatu kerja tim, dan

pada hakikatnya masyarakat rumah sakit terdiri dari suatu tim atau suatu kelompok

orang masing-masing dengan suatu fungsi spesifik serta menyumbang bagi suatu

tujuan yang diinginkan, kecuali jika batas-batas dari setiap kelompok dipadukan,

kendatipun hal ini secara tidak kentara, maka secara keseluruhan sasaran ini tidak

dapat dicapai. Betapapun ramahnya staf,tetapi tetap terdapat perasaan ketakutan dan

terror bagi anak-anak. Hal ini berkaitan dengan umur anak: semakin muda anak maka

akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di

rumah sakit. Hal ini tidak berlaku sepenuhnya bagi bayi yang sangat muda, yang

masalahnya berbeda, tapi kendatipun demikian tetap merasakan adanya pemisahan.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari hospitalisai pada anak.

2. Untuk mengetahui dampak dampak hospitalisasi pada anak.

3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi koping anak.

4. Untuk mengetahui reaksi anak terhadap hospitalisasi.

1 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 2: anak dengan hospitalisasi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hospitalisasi

Hospitalisasi adalah stressor individu yang berlangsung selama individu tersebut

dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi

individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman,

seperti:

1. Lingkungan yang asing.

2. Berpisah dengan orang yang berarti.

3. Kurang informasi.

4. Kehilangan kemandirian dan kebebasan.

5. Pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, semakin sering

berhubungan dengan rumah sakit, maka bentuk kecemasan semakin

kecilatau malah sebaliknya.

6. Prilaku petugas rumah sakit.

Hospitalisasi selama kanak-kanak adalah pengalaman yang memiliki efek yang lama

kira-kira satu dari tiga anak pernah mengalami hospitalisasi (fortinasand warrel,

1995).

Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk

tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke

rumah. Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami

kebiasaan kebiasan yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang

mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua

akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak

hanya terfokus pada anak tetapi juga pada orang tuanya.

B. Persiapan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit

Persiapan anak sebelum dirawat dirumah sakit didasarkan pada adanya asumsi bahwa

ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi ketakutan yang nyata.

Pada tahap sebelum masuk rumah sakit dapat dilakukan:

1. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak dan jenis penyakit dengan

peralatan yang diperlukan.

2 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 3: anak dengan hospitalisasi

2. Apabila anak harus dirawat secara berencana, 1-2 hari sebelum dirawat

diorientasikan dengan situasi rumah sakit dengan bentuk miniature bangunan

rumah sakit.

C. Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi

1. Pendekatan empiric

Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam

hospitalisasi, metode pendekatan empiric menggunakan strategi, yaitu:

a. Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.

b. Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka

sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Pendekatan melalui metode permainan

Yaitu pendekatan dilakukan melalui permainan yang sesuai dengan tingkat

pertumbuhan dan perkembangan anak. Reaksi hospitalisasi bersifat individual dan

sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya

terhadap sakit, system pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang

dimilikinya. Pada umumya reaksi anak adalah kecemasan karena perpisahan,

kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.

D. Factor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak

1. Berpisah dengan orang tua dan sibling.

2. Fantasi-fantasi dan unrealistikanxienties tentang kegelapan, monster, pembunuhan

dan diawali oleh situasi yang asing.

3. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan.

4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahanatau penyakit.

5. Prosedur yang menyakitkan.

6. Takut akan cacat atu mati.

E. Reaksi anak terhadap hospitalisasi

Berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan anak,orang tua dan saudara

kandung anak sebagai reaksinya terhadap perawatan di rumah sakit

1. Reaksi anak terhadap hospitalisasi

3 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 4: anak dengan hospitalisasi

Seperti telah dikemukakan diatas, anak akan menunjukkan reaksi terhadap

pengalalman hospitalisasi.reaksi tersebut bersifat individual dan sangat bergantung

pada tahapan usia perkembangan anak.pengalaman sebelumnya terhadap sakit,system

pendukung yang tersedia dan mekanisme koping yang dimiliki anak. Pada umumnya

reaksi anak terhadap hospitalisasi adalah kecemasan karena

perpisahan ,kehilangan,perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak

terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai tahap perkembangan anak.

a. Masa bayi (0-1 tahun )

Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang

tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih saying. Pada anak

usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan

orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering

muncul pada anak usia ini adalah menangis,marah, dan banyak melakukan berbagai

gerakan sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya anaknya akan merasa cemas

karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukan adalah menangis keras. Respons

terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras,pergerakan tubuh yang

banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.

b. Masa toddler (2-3 Tahun)

Anak dengan massa toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber

stersnya. Sumber sters yang pertama adalah cemas karena perpisahan.respon perilaku

anak sesuai dengan tahapannya.yaitu tahap protes, putus asa,dan pengingkaran

(denial).pada tahap protes perilaku yang ditunjjukan oleh anak adalah menangis

keras,menjerit memanggil orang tua,atau menolak perhatian yang diberikan orang

lain.Pada tahap putus asa perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang,anak

tidak aktif,kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan,sedih dan apatis.Pada

tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima

perpisahan, membina hubungan secara dangkal,dan anak terlihat mulai terlihat

menyukai lingkunganya.

4 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 5: anak dengan hospitalisasi

c. Masa prasekolah (3-6 tahun)

Anak dengan masa prasekolah bereaksi terhadap hospitalisasi dengan cara

menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak koperatif terhadap

petugas kesehatan,

Perawatan dirumah sakit :

Kehilangan control

Pembatasan aktivitas

Sering kali dipersepsikan anak, sekolah sebagai hukuman sehingga ada

perasan malu, takut,sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak

mau bekerja sama dengan perawat.

d. Masa sekolah (6-12 Tahun)

Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkunganyang

dicintai, keluarga, kehilangan kelompok social, perasan takut mati, kelemahan

fisik, reaksi nyeri bias digambarkan dengan verbal dan non verbal.

e. Masa remaja (12-18 tahun)

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya, saat

merasa cemas karena perpisahan tersebut pembatasan aktivitas dan kehilangan

control reaksi yang muncul :

Menolak perawatan yang diberikan

Tidak koperatif dengan petugas

Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon : bertanya-tanya,

menarik diri, menolak kehadiran orang lain.

2. Stressor dan reaksi orangtua terhadap hospitalisasi pada anak

a. Stressor reaksi orang tua, dipengaruhi oleh:

Tingkat keseriusan penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit

dan hospitalisasi, prosedur pengobatan, kekuatan ego individu,

kemampuan koping individu, kebudayaan dan kepercayaan, komunikasi

dalam keluarga, reaksi orang tua.

b. Reaksi orang tua

1) Denial/disbelief : tidak percaya penyakit anaknya.

2) Marah/merasa bersalah : merasa tidak mampu merawat anaknya

5 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 6: anak dengan hospitalisasi

3) Ketakutan, cemas dan frustrasi : tingkat keseriusan penyakit, prosedur

tindakan medis, ketidaktahuan.

4) Depresi : terjadi setelah masa krisis anak berlalu, merasa lelah fisik dan

mental, khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah,

berhubungan dengan efek samping pengobatan, dan berhubungan

dengan biaya pengobatan dan perawatan.

5) Reaksi sibling : pada umunya reaksi sibling merasa kesepian,

ketakutan, khawatir, marah, cemburu, rasa benci, rasa bersalah.

3. Pengaruh pada fungsi keluarga(pola komunikasi)

a. Komunikasi antar keluarga terganggu.

b. Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik.

F. Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi

1. Perubahan konsep diri

Akibat penyakit yang diderita atau tindakan seperti pembedahan, pengaruh citra

tubuh, perubahan citra tubuh dapat menyebabkan perubahan peran, idial diri,

harga diri dan identitasnya.

2. Regresi

Klien mengalami kemunduran ketingkat perkembangan sebelumnyaatau lebih

rendah dalam fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual.

3. Dependensi

Klien merasa tidak berdaya dan terantung pada orang lain.

4. Dipersonalisasi

Peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan kepribadian, tidak

realistis, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, perubahan identitas

dansulit bekerjasama mengatasi masalahnya.

5. Takut dan ansietas

Perasan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah terhadap

penyakitnya.

6 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 7: anak dengan hospitalisasi

6. Kehilangan dan perpisahan

Kehilangan dan perpisahan selama klien dirawat muncul karena lingkungan yang

asing dan jauh dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan

pasangan dan terasing dari orang yang dicintai.

G. Dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah

Menurut Sandra R. Mort et all (1990) dampak hospitalisasi pada anak meliputi:

a. Dampak perpisahan

Perpisahan dengan orang yang dapat memberinya semangat menimbulkan suatu

kecemasan pada anak. Perpisahan dengan figure pemberi kasih saying selama

prosedur yang menakutkan atau menyakitkan akan meningkatkan rasa tidak

nyatapada anak. Lebih jauhnya, anak tidak mampu untuk mengerti bahwa hal

tersebut merupakan perpisahan sementaradan alasan ketidakhadiran orang tua

berakibat perasaan dibiarkan.

b. Kehilangan control

Hospitalisasi pada anak tanpa melihat usia anak sering menimbulkan kehilangan

control pada fungsi tubuh tertentu. Anak sering membutuhkan bantuan dalam

mengerjakan aktifitas yang dia dapat sendiri di rumah. Hal ini menyebabkan anak

merasa tidak berdaya dan frustasi serta meningkatkan ketergantungan pada orang

lain.

c. Gangguan body image

Mulai pada masa pra sekolah, anak sering meras tidak nyaman terhadap

perubahan penampilan tubuh atau fungsinya yang disebabkan oleh pengobatan,

perlukaan, atau ketidakmampuan. Mereka mungkin takut bertemu orang lain dan

tidak memperbolehkan orang lain untuk melihatnya.

d. Sakit/pain

Prosedur yang menyakitkan dan invasive merupakan stressor bagi anak pada

semua usia. Selama masa prasekolah anak belajar mengasosiasikan nyeri dengan

prosdur spesifik missal pengambilan sampel darah, aspirasi sumsum tulang

belakang, ganti balutan atau injeksi. Anak yang mendapat suntikan berulang tidak

mengerti mengapa tubuhnya selalu disakiti. Pengalaman ini dapat menimbulkan

trauma jika orang yang dipercaya anak tidak memberikan rasa nyaman atau

menenangkannya.

e. Ketakutan

7 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 8: anak dengan hospitalisasi

Terjadinya karena anak berada di lingkungan rumah sakit yang mungkin asing

baginya dan karena perpisahan dengan orang-orang yang sudah dikenalnya.

f. Lingkungan asing

Menurut wong & whaley (1998) lingkungan asing merupakan lingkungan yang

berbeda dari lingkungan rumah atau tempat tinggalnya dan tidak dikenali

sebelumnya. Dalam hal ini adalah rumah sakit yang menakutkan atau mengerikan

bagi anak, tidak ada orang yang dikenalinya dan banyak terdapat perawat dan

dokter yang berbaju putih serta peralatan yang mengerikan seperti jarum suntik,

infuse, kateter maupun alat-alat pemeriksaan radiologis.

g. Jenis tindakan/prosedur

Tindakan atau prosedur merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan

yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara

optimal (carpenito, 1998). Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan

secara langsung yaitu ditangani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah

kesehatan, dan dapat juga dengan cara delegasi yaitu diserahkan kepada perawat

lain atau orang lain yang dapat dipercaya seperti keluarga pasien untuk melakukan

tindakan kepada pasien. Tindakan atau prosedur yang menyakitkan merupakan

stressor bagi anak pada semua usia. Selama masa prasekolah anak belajar

mengasosiasikan dengan prosedur yang spesifik seperti pengambilan darah,

infuse, penyuntikan maupun ganti balutan. Pengalaman ini dapat menimbulkan

trauma jika orang yang dipercaya tidak memberikan rasa nyaman atau

menenangkannya (Mott et all,1995).

h. Immobilitas fisik

Immobilitas fisik merupakan pembatasan gerak atau aktivitas dari yang biasanya

dilakukan (carpenito,1998). Seorang anak yang dimasa pertumbuhan dan

perkembangan, dimana dalam kesehariannya ia tampak begitu aktif, harus

terganggu karena ia harus dirawat di rumah sakit. Untuk meminimalkan gangguan

dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat dibuat jadwal waktu bersama-sama

antara anak dan perawat yang akan dipakai pedoman oleh anak dengan tidak

mengabaikan kesehatan atau program pengobatan (Depkes,1998).

H. Dampak hospitalisasi pada orang tua

Penelitian membuktikan bahwa, rasa cemas paling tinggi yang dirasakan oleh orang

tua saat menunggu informasi tentang diagnosis tentang penyakit

8 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 9: anak dengan hospitalisasi

anaknya(supartini,2000), sedangkan rasa takut muncul pada orangtua terutama akibat

takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang terminal(brewis,1995), perasan cemas

juga dapat muncul pada saat pertama kali datang ke rumah sakit dan membawa

ananknyauntuk dirawat, merasa asing dengan lingkungan rumah sakit. Bahkan bias

saja walaupun orangtua pernah mempunyai pengalaman dirawat di rumah sakit atau

pernah mengenal lingkungan rumah sakit, tetapi tetap perasaan cemas itu muncul

karena pengalaman sebelunya dirasakan menimbulkan trauma. Pengalaman

sebelumnya yang traumatic bias dialami karena ada interaksi yang tidak baik dengan

petugas kesehatan atau menunggu/menjenguk kerabat yang sakit dan meninggal di

rumah sakit(Morison,1998).

Perilaku yang sering ditunjukan orangtua berkaitan dengan adanya perasaan takut dan

cemas ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang

pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi oleh tegang, dan bahkan

marah( supartini,2001).

I. Stressor anak sesuai tingkat usia

Hospitalisasi bagi anak dan keluarga dapat dianggap sebagai

Pengalaman yang mengancam.

Stressor

Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga, bagi anak hal ini

mungkin terjadi karena: anak tidak memahami mengapa dirawat di rumah sakit, stress

dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari

hari, dan keterbatasan mekanisme koping. Reaksi anak terhadap sakit dan

hospitalisasi dipengaruhi :

Tingkat perkembangan usia.

Pengalaman sebelumnya.

Support system dalam keluarga.

Keterampilan koping.

Berat ringannya penyakit.

1. Stressor pada infant

Separation anxiety ( cemas karena perpisahan): pengertian terhadap realita

terbatas hubungan dengan ibu sangat dekat, kemampuan bahasa terbatas. Respon

infant akibat perpisahan dibagi tiga tahap:

9 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 10: anak dengan hospitalisasi

a. Tahap protes (phase of protes): anak menangis kuat, menjerit, menendang,

berduka dan marah.

b. Tahap putus asa (phase of despair): tangis anak mulai berkurang, murung,

diam, apatis, tidak tertarik dengan aktivitas disekitarnya, menghisap jari,

menghindari kontak mata, berusaha menghindari orang yang hendak dekat,

kadang anak tidak mau makan.

c. Tahap menolak (phase of detachment/ denial): secara samar anak seakan

menerima perpisahan (pura-pura), anak mulai tertarik dengan sesuatu

disekitarnya, bermain dengan orang lain, mulai membina hubungan yang

dangkal dengan orang lain, dan anak mulai terlihat gembira.

2. Stressor pada anak usia awal(Toddler dan prasekolah)

Reaksi emosional ditunjukkan dengan menangis, marah, dan berduka sebagai

bentuk yang sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi. Anak

mempersepsikan sakit sebagai hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi

karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia disekitar mereka.

Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bias

bermain dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga

membuat harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi. Reaksi

anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passiv, cooperative,

membantu atau anak mencoba menghindar dari orangtua, anak menjadi marah.

3. Stressor bagi usia pertengahan

Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan, pengertian tentang

sakit, anak usia 5-7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga

membuat mereka harus beristirahat di tempat tidur, pengalaman anak terdahulu

selalu mempengaruhi anak tentang penyakit yang dialaminya.

4. Stressor pada anak usia akhir

Anak mulai memahami konsep sakit yang bias disebabkan oleh factor eksternal

maupun bakteri, virus dan lain-lain, mereka percaya bahwa penyakit itu bias

dicegah. Perpisahan dengan orangtua bukan menjadi suatu masalah, perpisahan

10 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 11: anak dengan hospitalisasi

dengan teman sebaya dapat mengakibatkan stress, dan anak takut kehilangan

status hubungan dengan teman, anak takut kehilangan control diri karena

penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.

5. Stressor pada anak usia remaja( adolescent)

Anak mulai memahami konsep yang abstrakdan penyebab sakit yang

bersifat komplek, anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bias

mempengaruhi sakit. Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya,

jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman

sebayanya, anak juga kadang menghindar dan mencoba membatasi kontak

dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan. Bagi remaja

dengan sakit dapat mempengaruhi fungsi kemadirian mereka, penyakit

kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengancam konsep diri remaja,

reaksi anak biasanya marah frustrasi atau menarik diri.

J. Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress

Upaya meminimalkan stressor dapat dilakukan dengan dengan cara mencegah atau

mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan control, dan

mengurangi atau meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri.

Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan dengan

cara :

1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara

membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam(rooming

in).

2. Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orangtua untuk

melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan komunikasi

mereka.

3. Beri dukungan kepada kelurga untuk menerima kondisi anaknya dengan

nilai-nilai yang diyakininya.

4. Fasilitasi untuk menghadirkan saudara kandung anak apabila diperlukan

keluarga dan berdampak positif padaa anak yang dirawat maupun saudara

kandungnya.

K. Factor-faktor yang mempengaruhi koping anak

a. Umur dan perkembangan kognitifnya.

11 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi

Page 12: anak dengan hospitalisasi

b. Pengalaman sakit terdahulu.

c. Kedekatan anak pada orang tua.

d. Lamanya sakit dan seringnya anak dirawat.

e. Tipe dan frekuensi tindakan invasive yang dilakukan.

f. Tingkat kecemasan orang tua.

g. Stress yang dialami anak sebelum di rumah sakit.

L. Intervensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi

Fokus intervensi keperawatan adalah:

a. Meminimalkan stressor dapat dilakukan dengan cara, mencegah atau mengurangi

dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan control, mengurangi atau

meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri.

b. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak: membantu perkembangan anak

dengan member kesempatan orangtua untuk belajar, member kesempatan padaa

orangtua untuk belajar tentang penyakit anak, meningkatkan kemampuan control

diri, member kesempatan untuk sosialisasi, member support kepada anggota

keluarga.

c. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit: siapkan ruangan

rawat dengan tahapan usia anak, mengorientasikan situasi rumah sakit, pada hari

pertama lakukan tindakan:

Kenalkan perawat dan dokter yang akan merawatnya

Kenalkan pada pasien yang lain.

Berikan identitas pada anak.

Jelaskan aturan rumah sakit.

Laksanakan pengkajian.

Lakukan pemeriksaan fisik.

12 Keluarga dengan Anak sakit dan hospitalisasi