Upload
anti22
View
10
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas
Citation preview
Kasus Pasien :
Pasien Tn. R (65 tahun) datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan utama sesak
napas yang semakin memberat sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
terus-menerus dan semakin memberat. Selain itu pasien mengeluhkan adanya nyeri dada
sebelah kiri terutama saat menarik napas dan terasa seperti ditusuk, kadang-kadang timbul
batuk dan saat ini tidak berdahak. Pasien juga mengeluhkan demam yang tidak tinggi, sering
berkeringat malam, serta berat badan menurun, riwayat pengobatan TB paru disangkal.
Keluhan lain yang cukup mengganggu pasien adalah suara serak sejak 2 tahun yang lalu,
adanya benjolan di leher kiri yang semakin membesar pada 4 bulan terakhir. Pasien sudah
mendapat terapi oksigen nasal canul 3 l/menit dan infus KAEN 3B. Cairan di paru kiri pasien
sudah dikeluarkan, dan saat ini pasien merasa sesaknya sudah berkurang. Dari pemeriksaan
fisik, didapatkan pasien compos mentis, tampak sakit sedang, TD 170/110 mmHg, HR
94x/menit, RR 26x/menit, suhu 36,6°C. Dari pemeriksaan fisik paru, didapatkan pergerakan
dada kiri tertinggal saat dinamis, vocal fremitus kiri melemah, perkusi redup pada paru
seluruh lapang paru kiri, dan suara napas vesikuler melemah pada paru kiri. Pada
pemeriksaan penunjang hematologi, hasil yang paling signifikan adalah adanya peningkatan
nilai LED yaitu 85 mm/jam, serta hasil pemeriksaan foto thorax menunjukkan kesan efusi
pleura kiri dengan TB paru.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, maka diagnosis kerja untuk pasien adalah efusi pleura sinistra e.c TB paru dengan
diagnosis banding efusi pleura sinistra e.c Ca paru. Diagnosis tambahan adalah laringitis TB
dan diagnosis bandingnya yaitu tumor colli sinistra.
Pembahasan :
Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di
indonesia. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari suatu penyakit, sebab itu hendaknya dicari
penyebabnya. Tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura yang bukan karena tuberkulosis
dan sebaliknya non tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura karena tuberkulosis.
Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara efusi pleura
tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak bisa dibedakan, sebab itu pemeriksaan
laboratorium menjadi sangat penting. Setelah adanya efusi pleura dapat dibuktikan melalui
pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat dan transudat dan
akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis sudah ditegakkan
maka pengelolaannya menjadi tidak masalah, efusi ditangani seperti efusi pada umumnya,
sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada umumnya.
Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai
akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan
permeabilita membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan
neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan disaring
keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura viseralis
yang bertekanan rendah. Disamping sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada
lapisn subepitelial pleura parietalis dan viseralis mempunyai peranan dalam proses
penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya
efusi pleura pada umunya ialah kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik
pada sirkulasi kapiler, penurunan tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan
penurunan aliran limfe dari rongga pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis
terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.
Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala demam,
berat badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas dalam, sehingga
pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemitoraks
yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis,
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan meningkat, terutama kalau
cairannya penuh. Batuk pada umumnya nonproduktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya.
Pada tanggal 6 Agustus 2015 dilakukan pungsi pleura/aspirasi cairan pleura dengan
jumlah cairan pleura yang keluar adalah sekitar 850 cc dan cairan terlihat berwarna serous-
hemorrhagic. Setelah itu dilakukan analisis cairan pleura, tetapi sampai pada saat makalah ini
dibuat penulis belum mendapatkan jawaban hasil pemeriksaan tersebut.
Diagnosis banding yang paling mendekati adalah efusi pleura sinistra e.c Ca Paru. Hal
ini didasarkan pada gejala klinis pasien berupa batuk, bunyi “ngik”/wheezing yang kadang-
kadang ada, nyeri dada, dispnea, suara serak, penurunan berat badan, demam, serta didukung
oleh usia tua dan riwayat pasien sebagai perokok berat. Selain itu pada saat dilakukan pungsi
pleura didapatkan cairan yang berwarna serous-hemorrhagic, warna cairan seperti ini bisa
timbul akibat trauma, keganasan, infark paru dan kebocoran aneurisma aorta. Tetapi pada
pleuritis tuberkulosa cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragik.
Esok harinya, tanggal 7 Agustus 2015 dilakukan biopsi pada benjolan di leher kiri
pasien tetapi sampai pada saat makalah ini dibuat penulis juga belum mendapatkan jawaban
hasil pemeriksaan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai diagnosis pasti penyebab dari benjolan
tersebut apakah laringitis TB, tumor colli, ataukah keganasan yang terjadi pada saluran napas.