15
Analisis Adopsi dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian (APBN) Tuesday, 27 May 2008 10:16 Berhasil tidaknya pengembangan teknologi ditentukan oleh mau tidaknya petani mengadopsi teknologi yang dianjurkan (Tri Pranadji, 1984). Sedangkan keputusan untuk mengadopsi suatu teknologi bagi petani dipengaruhi oleh sifat teknologi itu sendiri, ada lima sifat teknologi yaitu: (1) keuntungan relatif, (2) kompatibilitas, (3) kompleksitas, (4) triabilitas, dan (5) observabilitas. Keuntungan relatif yang dimaksud adalah tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Kompabilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Triabilitas adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil, sedangkan observabilitas adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Petani akan mengadopsi suatu teknologi jika teknologi itu sudah pernah dicoba oleh orang lain dan berhasil, karena petani rasional. Petani tidak akan mengadopsi suatu teknologi jika masih harus menanggung resiko kegagalan atau ketidakpastian. Mengacu pada hal tersebut maka perlu dilakukan evaluasi kinerja dan dampak diseminasi teknologi pertanian di wilayah kerja BPTP Sulawesi Tengah. BPTP Sulawesi Tengah dalam kurun waktu sepuluh tahun telah melakukan kegiatan penelitian dan pengkajian teknologi pertanian dan telah menghasilkan 20 paket teknologi yang telah direkomendasi sebagai teknologi spesifik lokasi. Pada tahun 2006 telah dikaji tingkat adopsi/difusi dan dampak enam paket teknologi spesifik lokasi, hasil kajian menunjukkan bahwa telah diketahuinya tingkat adopsi/difusi, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dampak paket teknologi terhadap peningkatan pendapatan usahatani, serta umpan balik dari pengguna teknologi yang berguna sebagai acuan untuk mempertajam arah kajian dan diseminasi ditahun mendatang. Namun paket teknologi yang telah dikaji masih terbatas pada komoditas padi sawah, bawang merah, kambing, kacang tanah dan domba ekor gemuk. Mendasari hal tersebut perlunya mengkaji tingkat adopsi/difusi paket teknologi komoditas lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan

Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

Analisis Adopsi dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian (APBN)Tuesday, 27 May 2008 10:16

Berhasil tidaknya pengembangan teknologi ditentukan oleh mau tidaknya petani mengadopsi teknologi yang dianjurkan (Tri Pranadji, 1984). Sedangkan keputusan untuk mengadopsi suatu teknologi bagi petani dipengaruhi oleh sifat teknologi itu sendiri, ada lima sifat teknologi yaitu: (1) keuntungan relatif, (2) kompatibilitas, (3) kompleksitas, (4) triabilitas, dan (5) observabilitas. Keuntungan relatif yang dimaksud adalah tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Kompabilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Triabilitas adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil, sedangkan observabilitas adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Petani akan mengadopsi suatu teknologi jika teknologi itu sudah pernah dicoba oleh orang lain dan berhasil, karena petani rasional. Petani tidak akan mengadopsi suatu teknologi jika masih harus menanggung resiko kegagalan atau ketidakpastian. Mengacu pada hal tersebut maka perlu dilakukan evaluasi kinerja dan dampak diseminasi teknologi pertanian di wilayah kerja BPTP Sulawesi Tengah.

BPTP Sulawesi Tengah dalam kurun waktu sepuluh tahun telah melakukan kegiatan penelitian dan pengkajian teknologi pertanian dan telah menghasilkan 20 paket teknologi yang telah direkomendasi sebagai teknologi spesifik lokasi. Pada tahun 2006 telah dikaji tingkat adopsi/difusi dan dampak enam paket teknologi spesifik lokasi, hasil kajian menunjukkan bahwa telah diketahuinya tingkat adopsi/difusi, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dampak paket teknologi terhadap peningkatan pendapatan usahatani, serta umpan balik dari pengguna teknologi yang berguna sebagai acuan untuk mempertajam arah kajian dan diseminasi ditahun mendatang. Namun paket teknologi yang telah dikaji masih terbatas pada komoditas padi sawah, bawang merah, kambing, kacang tanah dan domba ekor gemuk. Mendasari hal tersebut perlunya mengkaji tingkat adopsi/difusi paket teknologi komoditas lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan seperti jagung dan sapi potong.

Kajian studi adopsi dan dampak hasil pengkajian teknologi pertanian perlu dilakukan dan merupakan penelitian tematik atau sosial ekonomi yang digunakan untuk memenuhi tuntunan metode diseminasi dan alih teknologi spesifik wilayah yang handal dan efektif dengan mempertimbangkan aspek sosial budaya setempat.

Manfaat yang diharapkan dari hasil kajian ini adalah mempertajam arah kajian dan diseminasi teknologi pertanian dimasa akan datang sehingga paket teknologi yang dihasilkan oleh BPTP memberi manfaat nyata bagi petani dan pemda sebagai pengguna teknologi.

Lokasi pengkajian adalah desa/kecamatan di kabupaten Poso dan Parigi Moutong yang pernah dilakukan pengkajian paket teknologi. Penentuan responden dengan teknik Proportionate Stratified Random Sampling yaitu penentuan responden berdasarkan kelompok sasaran atau pengguna teknologi, yang meliputi petani eks peserta pengkajian dan petani non peserta.

Page 2: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

Pengkajian yang akan dikaji tingkat adopsi dan dampaknya adalah (1) pengkajian model sistem usahatani terintegrasi padi sawah dan sapi potong (2) pengkajian sistem usahatani jagung di dataran tinggi sulawesi tengah. Jumlah petani responden disetiap paket teknologi ditetapkan sebanyak 15 petani responden eks peserta dan 15 petani responden non peserta, sehingga jumlah petani responden secara keseluruhan di kabupaten Parigi Moutong dan Poso sebanyak 60 responden.  

Tingkat adopsi diukur dengan dua cara, yaitu cara pertama dengan mengukur tingkat adopsi dengan cara teknik skoring berdasarkan bobot skor dan persentase dari masing-masing komponen teknologi yang diterapkan petani (Santoso, dkk, 2005). Sedangkan cara yang kedua untuk mengetahui tingkat adopsi yang didasarkan pada klasifikasi tingkat adopsi (tinggi, rendah dan sedang) dihitung dengan menggunakan teknik tertimbang (Anonim, 1986 dalam Kasdono, 1990). Untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi/difusi digunakan regresi linear berganda. Untuk mengetahui ketepatan model yang digunakan, dihitung nilai koefisien determinasi ganda (R2). Nilai determinasi ini menunjukkan besarnya kemampuan menerangkan variabel bebasnya. Nilai R2 ini berkisar antara 0-1 dan bila hasil yang diperoleh nilai R2 nya sama dengan 1 atau mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik.

Hasil pengkajian diantaranya adalah tingkat adopsi teknologi integrasi sapi potong pada lahan sawah irigasi sudah dikategorikan tingkat adopsi sedang. Tingkat adopsi teknologi usahatani jagung dan sistem usahatani berbasis jeruk di dataran tinggi masih dikategorikan tingkat adopsi rendah. Faktor motivasi petani/peternak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi integrasi sapi potong pada lahan sawah irigasi.

Dampak teknologi integrasi sapi potong pada lahan sawah irigasi terhadap pendapatan usaha ternak sebesar 8,22%, dan pendapatan usahatani padi sawah sebesar 30,28%. Teknologi usahatani jagung berdampak pada peningkatan pendapatan usahatani jagung. sebesar 19,40%.

Proses adopsi suatu inovasi harus melalui tahapan kesadaran, minat/rasa tertarik, penilaian, mencoba-coba, dan menerapkan inovasi yang mungkin saja tidak langgeng (discontinue). Hal ini berarti proses adopsi memerlukan tahapan yang panjang, sehingga agar penerapan inovasi itu langgeng (continue), diperlukan pendekatan-pendekatan tertentu. Artinya, jika pengkajian sudah selesai, perluhnya alih teknologi pada penyuluh/petugas setempat, dan ketua kelompok tani/kontak tani, sehingga adanya keberlanjutan dalam penerapan teknologi.

Pemilihan petani kooperator/peserta dalam pengkajian hendaknya selektif, dalam artian petani yang memiliki motivasi yang tinggi. Jika tingkat adopsi petani kooperator/peserta terhadap teknologi itu tinggi, tentunya proses difusi teknologi dapat berjalan.

Pemilihan lokasi pengkajian harus tetap memperhatikan faktor sosial budaya. Petani eks peserta pengkajian teknologi usahatani jagung yang masih tetap mengusahakan tanaman jagung umumnya penduduk asli yang tetap membudidayakan tanaman jagung. Sedangkan suku pendatang dalam membudidayakan tanaman cenderung

Page 3: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

mengikuti permintaan pasar yang lebih menguntungkan.

http://sulteng.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/pengkajian/2007/47-analisis-adopsi-dan-dampak-hasil-pengkajian-teknologi-pertanian-apbn

ADOPSI, DIFUSI, DAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIANDI INDONESIA

Pertanian merupakan sektor yang menunjukan keberhasilan dalam proses difusi teknologi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya teknologi pertanian yang digunakan oleh masyarakat. Teknologi tepat guna (TTG) merupakan salah satu bentuk teknologi yang dipakai untuk meningkatkan produk dari usaha kecil dan menengah, bahkan produk yang bersifat kerakyatan.

Lembaga yang dinilai telah berhasil melakukan proses difusi teknologi tepat guna dalam bidang pertanian antara lain adalah instansi pemerintah (dalam hal ini Departemen Pertanian) dan instansi non-pemerintah, baik industri maupun LSM. Keberhasilan difusi teknologi pertanian di masyarakat, tidak terlepas dari mekanisme difusi yang digunakan lembaga pelaku difusi dalam mentransformasikan inovasinya. 

PENGERTIAN - PENGERTIAN  Inovasi merupakan suatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai

dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu daerah tertentu.

  Adopsi teknologi pertanian merupakan suatu proses mental atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang sejak ia mengenal inovasi sampai memutuskan untuk mengadopsinya setelah menerima inovasi.

  Difusi teknologi adalah kegiatan adopsi dan penerapan hasil inovasi secara lebih ekstensif oleh penemunya dan/atau pihak-pihak lain dengan tujuan meningkatkan daya guna potensinya.

Keberhasilan difusi teknologi dipengaruhi oleh empat faktor penting, yakni inovasi itu sendiri, bagaimana informasi tersebut dikomunikasikan, waktu yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan, dan sistem sosial masyarakat (termasuk keterampilan) serta kondisi alam tempat inovasi tersebut diintroduksikan . Di samping itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses difusi adalah jenis teknologi yang didifusikan serta sistem kelembagaan yang mendukungnya. Difusi teknologi pada dasarnya terjadi melalui beberapa saluran, antara lain:1) Difusi teknologi antar perusahaan2) Difusi teknologi antar unit dalam perusahaan3) Difusi teknologi antar penyedia teknologi dengan pengguna4) Difusi teknologi antar lembaga litbang dengan pengguna.

Pokok-pokok pemikiran tentang adopsi inovasi kaitannya dengan pembangunan pertanian, sebagai berikut:

1.      Adopsi inovasi memerlukan proses komunikasi yang terus-menerus untuk me-ngenalkan, menjelaskan, mendidik, dan membantu masyarakat agar tahu, mau, dan mampu menerapkan teknologi terpilih (yang disuluhkan).

Page 4: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

2.       Adopsi inovasi merupakan proses pengambilan keputusan yang berkelanjutan dan tidak kenal berhenti, untuk memperhatikan, menerima, memahami, meng-hayati, dan menerapkan teknologi terpilih yang disuluhkan.

3.      Adopsi inovasi memerlukan kesiapan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam praktek berusahatani, dengan memanfaatkan teknologi terpilih (yang disuluhkan).

Dalam penyebaran inovasi teknologi melalui pendekatan komunikasi diperlukan perpaduan antara aspek antropogis, sosiologis dan psikologis. Ke tiga aspek tersebut mempunyai hubungan erat antara satu sama lain dalam merubah perilaku manusia. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sebagaiagent of technology, sebagai salah satu komponen pengubah perilaku petani, dan sebagai pembawa pesan teknologi ke petani belum memahami secara baik tentang aspek-aspek antropologi, sosiologi dan psikologi. Pesan-pesan inovasi dari PPL baik melalui komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok maupun komunikasi massa belum mampu meyakinkan petani untuk mengadopsi teknologi secara cepat. Hal ini menunjukkan adanya persoalan-persoalan psikologi dari penerima pesan inovasi (petani), seperti sikap kehati-hatian dan persepsi yang salah terhadap teknologi tersebut. Selain faktor psikologis yang menghambat percepatan adopsi teknologi, juga disebabkan oleh faktor lingkungan dan kebijakan.

KARAKTERISTIK DIFUSI DAN ADOPSITahapan dalam proses pengambilan keputusan oleh pelaku terhadap inovasi baru yang

ditawarkan kepada mereka yaitu (Rogers and Shoemaker, 1971):1.      Adanya kesadaran (awareness), sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi baru, misalnya

teknologi pertanian spesifik lokasi.2.      Tumbuhnya minat (interest) yaitu keinginan kelompok sasaran untuk bertanya atau

mengetahui tentang adanya inovasi baru.3.      Munculnya penilaian (evaluation) dari kelompok sasaran atau pengguna lainnya terhadap

baik, buruk, dan manfaat dari inovasi baru yang diperkenalkan kepada mereka.4.      Ada keinginan kelompok sasaran untuk mencoba (trial) dalam skala kecil sebelum

menerapkan dalam skala yang lebih luas.5.      Akhirnya berdasarkan kondisi tersebut di atas, kelompok sasaran akan mengambil keputusan

untuk menerima dan menerapkan (adoption) inovasi yang mereka terima, atau menolak (rejection) inovasi tersebut.

Berbagai variabel yang mempengaruhi proses dan kecepatan difusi dan adopsi suatu inovasi, misalnya teknologi pertanian spesifik lokasi meliputi:

         Sifat inovasinyaInovasi dalam proses adopsi dan difusi suatu teknologi termasuk teknologi pertanian

menurut dapat dilihat dari berbagai sifatnya yaitu (Slamet, 1978; Rogers and Shoemak, 1971; Rogers, 1983):

1.    Sifat intrinsik seperti keunggulan teknis, ekonomis, sosial dan budaya dari inovasi yang diperkenalkan.

2.    Sifat kerumitan inovasi (complexity).3.    Kemudahan inovasi diterapkan (triability).4.    Kemudahan inovasi diamati (observability).5.    Sifat ekstrinsik seperti kesesuaian (compatibility) inovasi dengan lingkungan, dan tingkat

keunggulan relatif dari inovasi yang ditawarkan.

         Sifat sasarannya

Page 5: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

   Kelompok sasaran dikelompokkan menjadi perintis (innovator), kelompok pelopor (early adopter), kelompok penganut dini (early majority), kelompok penganut lambat (late majority), dan kelompok orang-orang kolot (laggard).

         Karakteristik individu1.      Umur (tahun).2.      Pendidikan (tahun)3.      Status sosial ekonomi.4.      Pola hubungan (localite vs cosmopolite).5.      Keberanian mengambil resiko.6.      Sikap terhadap perubahan.7.      Motivasi berkarya.8.      Aspirasi.9.      Fatalisme, tidak ada kemampuan mengontrol masa depan diri sendiri.10.  Dogmatis, sistem kepercayaan tertutup.

         Cara pengambilan keputusan1.      Keputusan individu.2.      Keputusan kelompok.3.      Keputusan otorita.

         Saluran komunikasi yang digunakan1.      Media masa.2.      Interpersonal (face to face).3.      Kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous1. 2012. Adopsi Inovasi dan Teknologi Pertanian(Online), http://www. sumber-artikel.com/docs/adopsi-inovasi-dan-teknologi-pertanian.html#. Diakses tanggal 26 April 2012.Anynomous2. 2012. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART03-1a.pdf. Diakses tanggal 26 April 2012.Sukarjo. 2012. Inovasi dalam Pertanian. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/inovasi/ kl1106-ek70.pdf. Diakses pada 26 April 201

DIFUSI INOVASITeori difusi inovasi telah ada sejak tahun 1950-an. Pada saat itu pemerintah Amerika Serikat ingin mengetahui bagaimana dan mengapa sebagian petani di sana mengadopsi teknik-teknik baru dalam pertanian dan sebagian lainnya tidak. Everett M Rogers pada waktu itu menjadi bagian dari tim eksplorasi ini. Meskipun pada awalnya teori difusi ini ditujukan untuk memahami difusi dari teknik-teknik pertanian tapi pada perkembangan selanjutnya teori difusi ini digunakan pada bidang-bidang lainnya.Pada tahun 1962 Everett Rogers menulis sebuah buku yang berjudul “ Diffusion of Innovations “ yang selanjutnya buku ini menjadi landasan pemahaman tentang inovasi, mengapa orang mengadopsi inovasi, faktor-

Page 6: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

faktor sosial apa yang mendukung adopsi inovasi, dan bagaimana inovasi tersebut berproses di antara masyarakat.Apakah Difusi Inovasi itu?InovasiRogers menyatakan bahwa inovasi adalah ““an idea, practice, or object perceived as new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata perceivedmenjadi kata yang penting karena pada mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang tetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh individu terhadap ide, praktek atau benda tersebut.DifusiDifusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.Proses Difusi Inovasi

Berikut adalah bagan model proses difusi inovasi menurut Everett M. Rogers

1.    Tahap Pengetahuan (Knowledge)Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap “Awareness”. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap ini kesadaran individu akan mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam pengetahuan yang dicari masyarakat dalam tahapan ini, yakni:

·         Kesadaran bahwa inovasi itu ada·         Pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut·         Pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut

bekerja2.    Tahap Persuasi (Persuasion)

Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih dalam informasi tentang inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang membuat tahapan ini berbeda dengan tahapa pengetahuan adalah pada tahap pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif, sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi alah memengaruhi afektif. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang dimiliki calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia mencari informasi, bentuk pesan yang bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan bagaimana cara ia menafsirkan makna pesan yang ia terima berkenaan dengan informasi tersebut. Sehingga pada tahapan ini

Page 7: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

seorang calon adopterakan membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah karekateristik inovasi yakni relative advantage, compatibility, complexity, trialability, danobservability.

3.    Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)Di tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama sekali. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara tindak yang paling baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:

·         Praktik sebelumnya·         Perasaan akan kebutuhan·         Keinovatifan·         Norma dalam sistem sosial

Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:a)    Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh

individu yang berada dalam posisi atasanb)    Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan

mengambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:

a.    Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.

b.    Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah sistem sosial

c)    Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan yang mendahuluinyaTeori Difusi Inovasi dari Everett M. RogersMunculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.

Pada tahun 1962 Everett Rogers menulis sebuah buku yang berjudul “ Diffusion of Innovations “ yang selanjutnya buku ini menjadi landasan pemahaman tentang inovasi, mengapa orang mengadopsi inovasi, faktor-faktor sosial apa yang mendukung adopsi inovasi, dan bagaimana inovasi tersebut berproses di antara masyarakat.Menurut Rogers, definisi difusi sebagai proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di anatar para anggota suatu sistem sosial (The Process by Which an innovation is Communicated Through Certain Channels Overtime Among The Members Of a Social System). Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan Komunikasi didefinisikan sebagai proses di mana para pelakunya menciptakan informasi dan saling pertukaran informasi tersebut untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam isi pesan itu terdapat ketermasaan (Newness) yang memberikan kepada difusi ciri khusus yang menyangkut ketidakpastian (Uncertainty). Ketidakpastian adalah suatu derajat di mana sejumlah alternatif dirasakannya berkaitan dengan suatu peristiwa beserta kemungkinan-kemungkinan pada alternatif tersebut. Derajat ketidakpastian oleh seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi.

Page 8: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah ““an idea, practice, or object perceived as new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena pada mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang tetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh individu terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi(b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama 

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:

1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

Page 9: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

Mengenai saluran komunikasi sebagai sarana untuk menyebarkan inovasi, Rogers menyatakan bahwa media massa lebih efektif untuk menciptakan pengetahuan tentang inovasi, sedangkan saluran antarpribadi lebih efektif dalam pembentukan dan percobaan sikap terhadap ide baru, jadi dalam upaya mempengaruhi keputusan untuk melakukan adopsi atau menolak ide baru.

Model Difusi Inovasi akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pendekatan dalam komunikasi pembangunan, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Contohnya adalah strategi percepatan adopsi inovasi teknologi pertanian Dan hampir semua inovasi, apakah berupa ide atau produk, memerlukan proses difusi agar bisa diadopsi. Contoh, traktor agar petani bisa berpindah dari pola tradisional ke pola pertanian modern. Metode pembelajaran aktif agar guru berpindah dari metode pendidikan tradisional ke metode pendidikan modern. Kompor gas, agar para ibu rumah tangga, bahkan di pedesaan dapat berpindah dari pola kompor minyak atau kayu ke kompor gas. Semuanya membutuhkan proses difusi yang melibatkan teknik komunikasi tertentu agar dapat diterima oleh suatu sistem sosial tertentu. Semua inovasi, memiliki karakteristik yang berbeda baik dari sisi inovasinya itu sendiri maupun sistem sosial dimana inovasi tersebut akan diberlakukan. Oleh karena itu, pendekatan komunikasi yang harus digunakan juga akan berbeda satu sama lain.Contoh yang lebih fenomenal adalah keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana, dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa, kepada suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Dan itu terjadi dalam kurun waktu tertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana Tersebut dapat dimengerti, dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia. Program Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi. Ini adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan produk.

D A F T A R P U S T A K A

1. Rogers, Everett M (1983), Diffusion of Innovation, The Free Press, A Division of Macmillan Publishing C., Inc. New York.2. Onong Uchjana Effendy, M.A, Prof. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. PT. CITRA ADITYA BAKTI, Bandung, 2003.3. Sumber Lainnya.

http://wzhicuteabiez.blogspot.com/2013/04/pembangunan-pertanian-berkelanjutan.html

Adopsi dan Difusi Inovasi dalam PertanianDecember 27, 2012Posted by EKA PUTRI AMDELA in : Kampus, Kuliah , trackback

Kuliah DPKP Pak Subejo

Page 10: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

Suatu teknologi yang baik untuk suatu daerah, belum tentu cocok di daerah lain di tempat yang berbeda. Seperti ukuran baju,

no size suit for all. Ya, tidak ada satu teknologipun yang cocok untuk semua permasalahan. Sama juga seperti obat. Tak ada

yang bisa mengobati segala macam penyakit, harus spesifik.

1. Definisi

Kalau hanya menggunakan pendekatan klasik, mungkin teknologi sudah banyak sekali yang dibuat. Tapi mengapa tidak

semuanya diterapkan oleh petani? Jadi ada permaasalahan sehingga teknologi itu tidak serta merta diterapkan.  Kadang

sesuatu bisa diadopsi dengan cepat, kadang lambat.

Ada perbedaan antara adopsi dengan difusi teknologi. Inovasi menurut Rogers and Shomakers adalah ide baru, praktik baru,

atau objek yang dianggap sebagai hal baru bagi orang-orang. Kalau kata mosher, inovasi itu adalah adopsi inovasi adalah

proses yang mempunyai bagian-bagian, diekspos, dinilai, dan akhirnya ditolak atau diterima oleh masyarakat. Misalnya ada

alat tangkap ikan. Awalnya dicoba dulu, lalu dipertimbangkan oleh nelayan. Setelah itu mereka akan memutuskan akan

menerima atau menolak. Kata Rogers, secara tradisional  proses adopsi dalam hubungannnya dengan pertanian, biasanya

dikomparasi dengan lima stage/ tingkat, disadari, diminati, dievaluasi, dan diputuskan.

Inovasi berasal dari pemerintah, perguruan tinggi, atau swasta. Pertama, ada sumber inovasi. Melalui suatu proses, diterima

oleh receivers of adopters of innovation, dan ditransfer ke others adopter melalui proses difusi (diffusion). Jadi, pihak pertama

yang menerima, prosesnya disebut adopsi, lalu di difusikan kepada pihak selanjutnya. Gampang kan?

Menurut Ray, GK (1998), adopsi itu digunakan secara penuh. Sementara difusi sudah melalui penyaringan atau seleksi hal yang

baru itu. Tingkat adopsi, dimulai dari awareness (menyadari). Jadi mereka sadar terlebih dahulu. Setelah sadar akan adanya

sesuatu yang baru, muncul ketertarikan (interest), setelah ada ketertarikan, mereka akan mengevaluasi. Mereka mencari tahu

kelebihan dan kekurangan. Setelah mencari tahu dan mendapatkan informasi, mereka akan melakukan trial (mencoba), lalu

kalau cocok akan diterapkan, dan kalau tidak cocok tidak akan dipakai.

2. Kategori dan karakteristik adopsi

Ada tiga kategori kecepatan adopsi, yaitu cepat, lambat atau menolak.  Kategori adopter dipengaruhi oleh status sosial, status

ekonomi, kemampuan komunikasi, pendidikan dan umur. Berdasarkan kecepatan adopsi, adopter dikelompokkan menjadi:

1. Perintis/ innovator(mancari informasi sebelum teknologi itu diperkenalkan)2. Pengetrap dini/ early adopters (bareani menanggung resiko)3. Pengetrap awal/ the early majority(berani mencoba)4. Pengetrap akhir/ the late majority(barani mencoba jika sudah ada hasil)5. Penolakan/ laggars(tidak pernah mau mencoba)

Kalau dilihat persentasenya, yang amanya pioneer pasti jumlahnya sedikit(2,5%). Pengetrapdini(13,5%), pengetrap awal(34%)

dan pengetrap akhir (34%) cukup besar, lebih besar dari pada penolak(16%). Tidak perlu memaksakan orang-orang yangtidak

mau menerapkan inovasi. Kalau mereka merasa itu baik, pasti mereka akan mencoba.

Dari lima kelompok tersebut, yang paling potensial adalah dua kelompok yang termasuk dalam 34%. Kelompok itu biasanya

sangat aktif, berpengaruh pada masyarakat sekitar, dan ekonominya juga relatif sama denga orang kebanyakan. Tapi jika yang

dijadikan contoh itu adalah perintis, misalnya orang kaya, punya banyak tanah, dan gaji pokok tentu saja tidak bisa.

3.Elemen dan faktor yang terlibat dalam adopsi tknologi

Page 11: Analisis Adopsi Dan Dampak Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian

Inovasi itu sangat bervariasi, misalnya dari aspek keuntungan relatifnya. Ada yang keuntungannnya banyak, ada pula yang

keuntungannya sedikit. Yang kedua, kecocokan. Mungkin inovasi itu cocok di daerah rawa, atau daerah kering. Ketiga,

kompleksibilitas atau kerumitan. Semakin rumit, makin susah pula adopsi teknologi itu. Keempat, seberapa mudah teknologi itu

dicoba. Kelima, seberapa cepat dapat dilihat hasilnya. Biasanya yang paling cepat bisa dilihat hasilnya itu adalah tanaman

semusim. Jadi, yang paling cepat diterima biasanya adalah teknologi yang cepat bisa dilihat hasilnya.

http://eka-putri-a.blog.ugm.ac.id/index.php/2012/12/27/adopsi-dan-difusi-inovasi-dalam-pertanian/