12
ANALISIS EFEKTIVITAS PERALATAN PRODUKSI PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI KABUPATEN ACEH TAMIANG Dewi Mulyati Jurusan Teknik Manajemen Industri, Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Indonesia jl. Tgk. Imum Luengbata- Desa Batoh, Banda Aceh [email protected]. ABSTRAK Dalam upaya menghadapi persaingan yang semakin ketat pada jenis industri yang sama, perusahaan dituntut mempunyai strategi yang baik dalam mengelola peruasahaan, dengan berinovasi dan menjalankan siklus penyempurnaan yang berkesinambungan pada segala aspek. Penelitian ini memaparkan hasil analisis sistem pemeliharaan pada PT. Bahari Dwikencana Lestari yang telah melakukan pemeliharaan yang bersifat prefentif. Metode yang digunakan adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE) dengan rata-rata efektivitas keseluruhan peralatan dan mesin yaitu: 86%, maka sistem pemeliharaan yang saat ini diterapkan sudah bagus dan memadai, hal ini dapat dilihat dari standar yang ditetapkan oleh JIPM (>85%). Melalui analisis sebab akibat sistem pemeliharaan pada PT.Bahari Dwikencana Lestari dapat disimpulkan bahwa faktor kegagalan sistem pemeliharaan adalah metode, mesin dan manusia dan hasilnya memberikan usulan perbaikan terhadap sistem pemeliharaan dengan menggunakan PDCA Kata kunci: Overall Equipment Effectiveness, Lingkungan kerja, dan PDCA PENDAHULUAN Terhentinya suatu proses di lantai produksi seringkali disebabkan adanya masalah dalam fasilitas produksi, misalnya kerusakan–kerusakan mesin yang tidak terdeteksi selama proses produksi berlangsung yang mengakibatkan terhentinya proses produksi. Hal ini tentu sangat merugikan perusahaan karena selain dapat menurunkan tingkat kepercayaan konsumen juga mengakibatkan adanya biaya-biaya yang harus dikeluarkan akibat kerusakan tersebut. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh divisi produksi adalah bagaimana melaksanakan proses produksi se-efisien dan se-efektif mungkin. Fungsi pemeliharaan bukanlah suatu pemborosan tetapi merupakan suatu bentuk investasi dalam sistem manufacture yang maju. Investasi ini akan menghasilkan peningkatan kualitas, keamanan, kehandalan, fleksibilitas dan waktu tunggu.

ANALISIS EFEKTIVITAS PERALATAN PRODUKSI … · Melalui analisis sebab akibat sistem ... Data ini merupakan rekapitulasi dari laporan produksi PT. ... 8 Pompa air Boiler 1 3.703703704

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS EFEKTIVITAS PERALATAN PRODUKSI PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI

KABUPATEN ACEH TAMIANG

Dewi Mulyati Jurusan Teknik Manajemen Industri, Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah

Banda Aceh, Indonesia

jl. Tgk. Imum Luengbata- Desa Batoh, Banda Aceh

[email protected].

ABSTRAK

Dalam upaya menghadapi persaingan yang semakin ketat pada jenis industri

yang sama, perusahaan dituntut mempunyai strategi yang baik dalam mengelola

peruasahaan, dengan berinovasi dan menjalankan siklus penyempurnaan yang

berkesinambungan pada segala aspek. Penelitian ini memaparkan hasil analisis

sistem pemeliharaan pada PT. Bahari Dwikencana Lestari yang telah

melakukan pemeliharaan yang bersifat prefentif. Metode yang digunakan adalah

Overall Equipment Effectiveness (OEE) dengan rata-rata efektivitas

keseluruhan peralatan dan mesin yaitu: 86%, maka sistem pemeliharaan yang

saat ini diterapkan sudah bagus dan memadai, hal ini dapat dilihat dari standar

yang ditetapkan oleh JIPM (>85%). Melalui analisis sebab akibat sistem

pemeliharaan pada PT.Bahari Dwikencana Lestari dapat disimpulkan bahwa

faktor kegagalan sistem pemeliharaan adalah metode, mesin dan manusia dan

hasilnya memberikan usulan perbaikan terhadap sistem pemeliharaan dengan

menggunakan PDCA

Kata kunci: Overall Equipment Effectiveness, Lingkungan kerja, dan

PDCA

PENDAHULUAN

Terhentinya suatu proses di lantai produksi seringkali disebabkan adanya

masalah dalam fasilitas produksi, misalnya kerusakan–kerusakan mesin yang

tidak terdeteksi selama proses produksi berlangsung yang mengakibatkan

terhentinya proses produksi. Hal ini tentu sangat merugikan perusahaan karena

selain dapat menurunkan tingkat kepercayaan konsumen juga mengakibatkan

adanya biaya-biaya yang harus dikeluarkan akibat kerusakan tersebut. Salah satu

permasalahan yang dihadapi oleh divisi produksi adalah bagaimana melaksanakan

proses produksi se-efisien dan se-efektif mungkin. Fungsi pemeliharaan bukanlah

suatu pemborosan tetapi merupakan suatu bentuk investasi dalam sistem

manufacture yang maju. Investasi ini akan menghasilkan peningkatan kualitas,

keamanan, kehandalan, fleksibilitas dan waktu tunggu.

PT. Bahari Dwikencana Lestari yang merupakan sebuah pabrik yang

bergerak di bidang pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi

Crude Palm Oil (CPO) telah melakukan perawatan secara parsial. Pemeliharaan

yang efektif juga dapat secara signifikan memberikan konstribusi dalam

peningkatan aktifitas produksi lewat penambahan nilai (Bamber,1999).

Peningkatan efektivitas dari fasilitas produksi perusahaan bukan hanya terbatas

pada perawatan fasilitas kerja saja tetapi juga sumber daya manusia. Penelitian ini

memaparkan hasil penelitian yang difokuskan pada:.

1. Analisis efektifitas peralatan produksi, dan menemukan titik kritis yang

mengakibatkan pemborosan dalam proses produksi.

2. Paparan tentang model sistem pemeliharaan yang sesuai untuk

menurunkan tingkat kegagalan peralatan mesin"

METODE PENELITIAN

Perawatan didefinisikan sebagai kegiatan merawat fasilitas yang berada

pada kondisi siap pakai sesuai kebutuhan. Dengan kata lain perawatan merupakan

aktivitas dalam rangka mengupayakan fasilitas produksi berada pada

kondisi/kemampuan produksi yang dikehendaki. Pemeliharaan adalah suatu

kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang, atau

untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang diterima.

Pada dasarnya hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan

mesin/peralatan (Equipment maintenance) mencakup dua hal sebagai berikut

(Corder dan Hadi, 1992):

1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar

berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam

mesin juga berfungsi sesuai dengan umur ekonomisnya.

2. Replacement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan

penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal

yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi

Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah tingkat keefektifan fasilitas

secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan Avaibility,

Performance Efficiency, and Rate of Quality Product (Roy Davis,1996)

1. Availability

Availability adalah rasio dari lamanya waktu suatu mesin pada suatu pabrik

digunakan terhadap waktu yang ingin digunakan (waktu tersedia).

Availabilitymerupakan ukuran sejauh mana mesin tersebut dapat berfungsi.

Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability rasio

adalah:

Loading time adalah waktu yang tersedia (available time) perhari atau perbulan

dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned downtime).

2. Performance Efficiency

Performance efficiency adalah rasio dari apa yang sebenarnya dengan yang

seharusnya dihasilkan pada periode tertentu atau dengan kata lain perbandingan

tingkat produksi aktual dengan yang diharapkan. Tiga faktor yang dibutuhkan

untuk menghitung performance efficiency adalah:

1. Ideal cycle time (waktu siklus ideal).

2. Processed amount (jumlah produk yang diproses).

3. Operation time (waktu operasi mesin).

Formula pengukuran rasio ini adalah:

4. Quality Ratio atau Rate of Quality Product.

Rate of Quality Product merupakan suatu rasio yang menggambarkan

kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar.

Formula yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah:

Berdasarkan penghargaan yang pernah diberikan oleh Japan Institute of

Plant Maintenance sebagai promotor kunci TPM melalui TPM Price, pada

Tabel 1 dapat dilihat kondisi ideal OEE yaitu sebagai berikut (Saiichi

Nakajima, 1988):

Tabel 1 Kondisi ideal Overall Equipment Effectiveness

Avaibility > 90 %

Performance Efficiency > 95 %

Quality Product > 99 %

Sehingga OEE yang ideal adalah : 0,90 x 0,95 x0,99 = 85%.

Efektivitas peralatan yang digunakan dengan tujuan dapat dicapainya efektivitas

peralatan yang maksimal ”Maximizing Overall Equipment Effectiveness”.

Analysis Fish-bone adalah diagram yang menunjukan sebab akibat berguna

untuk mencari atau menganalisa sebab-sebab timbulnya masalah sehingga

memudahkan cara mengatasinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektifitas keseluruhan peralatan dan mesin (Overall Equipment

Effectiveness, OEE) didasarkan pada tiga analisa yang yaitu tingkat availability,

tingkat performance efficiency, dan rate of quality. Pengumpulan data dilakukan

terhadap rantai fuel scraper conveyor yang berfungsi sebagai alat pemindahan

bahan baku. Pengumpulan data dilakukan terhadap rantai fuel scraper conveyor

yang berfungsi sebagai alat pemindahan bahan baku, selama satu periode di mulai

dari September 2010 – Agustus 2011. Data waktu berkaitan dengan TBS yang

diolah, Jam kerja mesin, waktu set-up dan data kerusakan (breakdown) serta

diagram Pareto adalah sebagai berikut:

1. Data Produksi TBS.

Data produksi PT. BDL disajikan pada Tabel 2 dan data kerusakan, waktu

set-up pada Tabel 3. Data ini merupakan rekapitulasi dari laporan produksi PT.

Bahari dwikencana lestari.

Tabel 2 Produksi TBS September 2010-Agustus 2011

No Bulan

TBS yang diolah

(Kg)

Jam kerja mesin

(Jam)

1 September 18.358.577 376.00

2 Oktober 21.679.171 461.85

3 November 16.256.398 341.5

4 Desember 15.038086 304.25

5 Januari 14.454.974 287.75

6 Pebruari 15.080.966 295.75

7 Maret 24.904.951 490.00

8 April 27.236.409 542.00

9 Mai 31.599.850 647.00

10 Juni 27.019.360 614.00

11 Juli 27.994.934 609.00

12 Agustus 22.878.016 504.5 Sumber: PT. BDL

Tabel 3 Waktu breakdown dan Waktu set-up

No Bulan Waktu Breakdown

(Jam)

Waktu Set-up

(Jam)

1 September 7.00 1.5

2 Oktober 5.20 1.5

3 Nopember 6.00 1.5

4 Desember 5.30 1.5

5 Januari 4.30 1.5

6 Pebruari 7.00 1.5

7 Maret 2.30 1.5

8 April 7.00 1.5

9 Mai 5.20 1.5

10 Juni 6.00 1.5

11 Juli 5.00 1.5

12 Agustus 6.30 1.5 Sumber: PT. BDL

2. Data kerusakan dan diagram pareto

Data yang diperoleh dari catatan pemeliharaan mesin yang sering

mengalami kerusakan pada PT. BDL sehingga dapat mengakibatkan berhentinya

produksi (breakdown) ada pada Tabel 4

Tabel 4 Kerusakan Mesin Produksi PT.Bahari Dwikencana Lestari

Nama Mesin Kerusakan Persentase Persentase

(Jam) (%) Komulatif (%)

1 Packing Main valve 10'Boiler no.2 3 11.11111111 11.11111111

2 Valve Inlet steam rebusan 1 3.703703704 14.81481481

3 Tulang umpan bahan bakar Boiler no.1 1 3.703703704 18.51851852

4 Rantai scraper conveyor 3 11.11111111 29.62962963

5 Tulang over flow bahan Bakar Boiler 1 3.703703704 33.33333333

6 Tulang umpan bahan bakar Boiler no.1 1.5 5.555555556 38.88888889

7 Rantai scraper conveyor 7 25.92592593 64.81481481

8 Pompa air Boiler 1 3.703703704 68.51851852

9 Bearing CBC under Press 1 3.703703704 72.22222222

10 Boiler trip 1.5 5.555555556 77.77777778

11 Rantai scraper conveyor 5 18.51851852 81.48148148

12 Turbine trip 1 3.703703704 85.18518518

Sumber: PT. BDL

Untuk mengetahui urutan terbesar frekuensi kerusakan mesin digunakan

diagram pareto, berdasarkan diagram pareto pada gambar 1 diperoleh urutan

frekuensi kerusakan terbesar pada rantai Fuel Scraper Conveyor, packing main

valve, tulang umpan bahan bakar boiler dan seterusnya. Maka diputuskan untuk

memprioritaskan pembahasan pada rantai Fuel Scraper Conveyor.

frekuensi

Percent

persen

Count 3.70

Percent 55.6 11.1 9.3 5.6 3.7 3.7 3.7 3.7

55.56

3.7

Cum % 55.6 66.7 75.9 81.5 85.2 88.9 92.6 96.3

11.11

100.0

9.26 5.56 3.70 3.70 3.70 3.70

Other

T urbi ne trip

Tul ang over flow bahan Bakar Boiler no.1

Pompa air Boiler

Bearing CBC under Press

Boiler tr ip

Tulang umpan bahan bakar Boiler no.1

Packing Main valve 10'Boiler no.2

Rantai scraper conveyor

100

80

60

40

20

0

100

80

60

40

20

0

pareto chart kerusakan mesin

Gambar 1 Kerusakan mesin PT. BDL

Hasil perhitungan availability pada periode September 2010-Agustus 2011

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perhitungan Availability September 2010-Agustus 2011

Bulan Loading Time

(jam)

Total Downtime

(jam)

Operation Time

(Jam)

Availability

(%)

September 327 5,5 321,5 98,32

Oktober 420,85 3,7 417,15 99,12

Nopember 301,5 4,5 247 98,51

Desember 265,55 3,8 261,75 98,57

Januari 248,45 2,8 245,65 98,87

Pebruari 255,55 5,5 250,05 97,85

Maret 450 0,8 449,2 99,82

April 502 5,5 496,5 98,90

Mai 607,5 3,7 603,8 99,39

Juni 575,3 4,5 570,8 99,22

Juli 568 3,5 564,5 99,38

Agustus 500,5 4,8 495,7 99,04 Sumber: Pengolahan Data

Dari Tabel 5 dapatlah diketahui bahwa analisis availability menunjukkan

ketersediaan mesin untuk digunakan dalam proses produksi rata-rata 98,92%. Hal

ini dapat dikatakan bahwa tingkat kesiapan mesin tinggi dan memenuhi target

avilabilitas dari yang tentukan yaitu > 90.

hasil perhitungan performance Efficiency dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6 Perhitungan Performance Efficiency September 2010-Agustus 2011

Bulan Produksi TBS

(Kg)

Ideal Cycle

Time (Jam)

Operating

Time (Jam)

Performance

Efficiency %

September 18.358.577 0,000018 376 87,89

Oktober 21.679.171 0,000019 461,85 89,18

Nopember 16.256.398 0,000019 341,5 90,44

Desember 15.038.086 0,000024 304,25 98,85

Januari 14.454.974 0,000017 287,75 86,34

Pebruari 15.080.966 0,000017 295,75 86,41

Maret 24.904.951 0,000018 490 91,48

April 27.236.409 0,000018 542 90,45

Mai 31.599.850 0,000019 647 92,78

Juni 29.019.360 0,000020 614 94,52

Juli 27.994.934 0,000020 609 91,94

Agustus 22.878.016 0,000022 540,5 93,12

Sumber: Pengolahan Data

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat efisiensi peralatan produksi yang

digunakan berkisar antara 86,34% hingga 98,85% dengan rata-rata performance

Efficiency secara keseluruhan untuk satu periode adalah 91,06%. Hal ini

menunjukan bahwa tingkat performance efficiency masih kurang dari yang

seharusnya dicapai oleh operasional mesin secara maksimal (secara tioritis adalah

100%, tetapi pada realitas operasional atau target perusahaan dikatakan bahwa

mesin memiliki tingkat performance efficiency yang tinggi apabila mencapai

target lebih dari 95%).

Berdasarkan tingkat performance efficiency mesin dapat dikataka bahwa

mesin belum efisien dalam operasionalnya. Ini merupakan salah satu pemborosan

yang harus diantisipasi, karena akan meningkatkan biaya operasi dan perusahaan

harus berupaya agar produksi berada pada titik optimal.

Pada pabrik kelapa sawit PT.Bahari Dwikencana Lestari untuk tingkat mutu

telah ditentukan dengan melihat kadar kotoran yang terkandung yaitu 0,05%.

Asam Lemak Bebas 4,70% dan kadar air minyak 0,25%, maka mutu yang telah

ditetapkan adalah 95%.

Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) didasarkan pada tiga

perhitungan yang telah dilakukan yaitu tingkat availability, tingkat performance

efficiency dan rate of quality. Maka rumus yang digunakan untuk menghitung

OEE adalah:

OEE = Availability x Performance Efficiency xRate of Quality

Rata – rata efektifits keseluruhan peralatan dan mesin (OEE) yang diperoleh

adalah 85.66 %. Hasil perhitungan tingkat efektifitas peralatan secara keseluruhan

(OEE) diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Overall Equipment Effectiveness.

No. Bulan Availability

Ratio (%)

Performance

Efficiency(%)

Rate Quality

Product (%)

OEE

(%)

1 September 98,32 87,89 95 82,09

2 Oktober 99,12 89,18 95 83,98

3 November 98,51 90,44 95 84,64

4 Desember 98,57 98,85 95 92,56

5 Januari 98,87 86,34 95 81.09

6 Pebruari 97,85 86,41 95 80,34

7 Maret 99,82 91,48 95 86,75

8 April 98,90 90,45 95 84,98

9 Mai 99,39 92,78 95 87.60

10 Juni 99,22 94,52 95 89,09

11 Juli 99,38 91,94 95 86,80

12 Agustus 99,04 93,12 95 87,61

Setelah nilai keefektifan penggunaan mesin dan peralatan diketahui, kemudian digambar

grafik berdasarkan nilai OEE pada Tabel 7 di atas seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik nilai OEE

Sistem pemeliharaan yang diterapkan oleh PT. Bahari Dwikencana Lestari

telah baik, hal ini ditandai dengan hasil perhitungan nilai OEE yang telah

memenuhi standar JIPM. Melalui hasil perhitungan ketiga faktor di atas maka

secara ringkas dapat digambarkan diagram tulang ikan (fish-bone) seperti

diilustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Analisis Fish-Bone

Metode 1. Tidak adanya jadwal

pemeliharaan mesin 2. Tidak dilibatkan staf

operator mesin dalam pemeriksaan.

3. Tidak adanya buku pedoman dan checklis yang harus dilakukan

4. dan mudah dipahami oleh operator.

Manusia 1. Operator kurang peduli

terhadap mesin yang di

operasikannya.

2. Kurangnya pelatihan yang

dilakukan oleh perusahaan.

Sistem Pemeliharaan Mesin

Mesin : 1. Pelumasan yang tidak teratur 2. Jam kerja mesin tinggi

Berdasarkan hasil analisisi pada Gambar 4, dapat dikemukakan bahwa

sistem pemeliharaan pada PT. Bahari Dwikencana Lestari perlu dilakukan

perbaikan dikarenakan pelumasan yang dilakukan kurang teratur, jam kerja mesin

tinggi, dan lingkungan kerja yang tidak teratur sehingga mengakibatkan biaya

pemeliharaan menjadi tinggi.

Untuk mengidentifikasi penyebab kerusakan, maka dapat dibuat rencana

perbaikan serta tingkat prioritasnya. Pada action-plan dijelaskan bahwa dengan

adanya perubahan teknologi dan pelatihan pada karyawan akan bertambah biaya

pemeliharaan. Model sistem pemeliharaan yang dilakukan mengikuti siklus

PDCA (Plan, Do, Check, Action) sebagai sarana yang menjamin terlaksananya

kesinambungan agar dapat meningkatkan proses dan merujuk kepada fungsi

perbaikan.

1. Plan yaitu mengidentifikasikan masalah dan menentukan sasaran perencanaan

yang mantap yaitu adanya manual pemeliharaan, instruksi kerja dan

dokumentasi pemeliharaan. Standard Operational Procedure (SOP)

pemeliharaan terdiri dari (a) pemeliharaan harian, (b) pemeliharaan mingguan,

dan (c) Pemeliharaan bulanan. Setelah selesai pemeliharaan agar dipastikan

mesin siap untuk dijalankan, jika ada kelainan atau kerusakan segera

informasikan kepada bagian mekanik dan elektrikal, kemudian kegiatan

pemeliharaan mesin ditulis pada kartu lembar rencana kerja.

2. Do yaitu melaksanakan pekerjaan/tindakan sesuai dengan perencanaan dengan

mengumpulkan baseline information tentang riwayat mesin, umur mesin dan

bagaimana merawatnya. Kemudian melakukan sosialisasi sistem pemeliharaan

mesin kepada operator melalui pendidikan dan pelatihan serta membentuk tim

kecil.

3. Check yaitu melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan dengan memonitor

kegiatan pemeliharaan dari lembar rencana kerja dan melakukan evaluasi

pekerjaan serta mengaudit hasil pekerjaannya.

4. Action adalah melaksanakan rapat dengan manajemen dan melakukan

perbaikan serta menyusun rencana baru.

Siklus PDCA ini menerapkan perubahan guna meningkatkan proses dan merujuk

pada fungsi perbaikan. Siklus PDCA secara jelas diilustrasikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Sistem Pemeliharaan pada PT. Bahari Dwikencana Lestari mengikuti

Siklus PDCA

PT. Bahari Dwikencana Lestari yang semula dilakukan oleh bagian pemeliharaan

harus diubah menjadi tanggung jawab bersama yang artinya menyeluruh pada

semua bagian oleh semua orang/karyawan yang berkaitan dengan kualitas

pemeliharaan. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh PT. Bahari Dwikencana

Lestari dalam menyempurnakan program pemeliharaan kualitas yang telah ada

antara lain:

1. Setiap bagian harus memiliki prosedur kerja, instruksi kerja yang sesuai dan

jelas.

2. Adanya rencana kerja terhadap mesin/peralatan.

3. Harus dibuat suatu dokumentasi riwayat kerusakan mesin.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat dipaparkan

sebagai berikut:

1. Analisis terhadap OEE dengan rata-rata efektivitas keseluruhan peralatan dan

mesin mencapai 86%, dimana sistem pemeliharaan yang saat ini diterapkan

telah baik dan memadai, hal ini berada di atas standar yang ditetapkan oleh

JIPM (>85%).

2. Melalui analisis sebab akibat sistem pemeliharaan pada PT.Bahari Dwikencana

Lestari, diperoleh bahwa faktor utama kegagalan sistem pemeliharaan adalah

metode, mesin, dan manusia.

Referensi

.

A. Corder dan K. Hadi, (1992), Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga,

Jakarta.

R. Davis, (1996; 35). Making TPM a Part of Factory Life, Work Management,

Vol 49, Part, pp.16 – 7

V. Gaspersz, 2002). Konsep Vinsent Penerapan Konsep VINSENT tentang

kualitas dalam Manajemen Bisnis Total.

Nakajima,S., (1988; 27), Introduction to TPM. Cambridge, Productivity Press.

Syam B, (2012), Workshop Penggunaan Analisis Medan Kekuatan (Force

Field Analisis) sebagai Instrumen Pengambilan Keputusan dalam

Perbaikan Mutu Berkelanjutan (Quality Continuous Improvement), SMM

USU